Upload
rae-fernandez
View
57
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
ERUPSI AKNEIFORMIS AKIBAT PENGGUNAAN DEKSAMETASON JANGKA PANJANG PADA PENDERITA SKABIES
Olive Pric Irawadi*, Suswardana***Dokter Muda pada Kepaniteraan Klinik FK UPH/ Rumkital Marinir Cilandak
**Sub Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin Rumkital Marinir CilandakJl. Raya Cilandak KKO, Kelurahan Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12760Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
Sarcoptes Scabiei Var. Hominis ke epidermis yang menimbulkan gejala
terutma sangat gatal (Seven Year Itch) dan ruam pada kulit. Skabies
dapat menyerang semua umur, golongan sosial ekonomi, jenis kelamin,
ras, namun lebih banyak didapatkan pada orang yang tinggal pada
pemukiman yang padat , pada penderita defisiensi imun, dan higiene
yang buruk. Erupsi akneiformis merupakan suatu bentuk dari reaksi
simpang obat (adverse drug reaction) yang disebabkan oleh pemakaian
obat-obatan salah satunya adalah karena penggunaan kortikosteroid.
Kami melaporkan satu kasus pada laki-laki berusia 16 tahun dengan
dua penyakit tersebut.
Kata kunci: Acneiform Eruption, Scabies
ABSTRACT
Scabies is a human skin infestation caused by penetration
Sarcoptes Scabiei Var. Hominis which caused intensely pruritic (Seven
Year Itch) and rash. Scabies affecting persons of all ages,
socioeconomic groups, sex, race but it is predominantly found in people
lives in overcrowding places, immunocompromised dan poor hygiene.
Acneiform eruption is one of adverse drug reaction due to use of
corticosteroid. A case of 16 years old male is reported
Key words: Acneiform Eruption, Scabies
1
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi Sarcoptes
Scabiei Var. Hominis ke epidermis yang menimbulkan gejala terutama sangat
gatal dan ruam pada kulit. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh orang yang
tinggal di tempat yang padat seperti penjara, rumah sakit, pada kasus ini yaitu
pesantren dan pada kondisi higiene yang buruk. Gejala yang timbul pada
umumnya yaitu gatal, terutama pada malam hari, dan adanya lesi berbentuk
terowongan bewarna putih atau keabu-abuan berbentuk garis lurus atau berkelok
dengan rata-rata panjang 1 cm dan pada ujung terowongan biasanya ditemukan
papul atau vesikel pada tempat-tempat predileksi seperti sela jari-jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae, umbilikus, bokong, dan pada genitalia eksterna. Penularannya
yaitu dengan cara kontak langsung atau melalui benda-benda seperti baju, karpet,
dan ranjang di mana terdapat Sarcoptes Scabiei Var. Hominis tersebut dan melalui
kontak seksual.1
Reaksi simpang obat (adverse drug reaction) dapat disebabkan oleh
berbagai macam obat dan menimbulkan lesi pada kulit dengan morfologi yang
bervariasi, di mana salah satu morfologinya adalah erupsi akneiformis.2 Erupsi
Akneiformis pada kasus ini disebabkan oleh pemakaian deksametason. Hal ini
jarang terjadi pada anak-anak, namun sering terjadi pada remaja dan dewasa dan
timbul 2 minggu setelah pemakaian kortikosteroid tersebut. Pada kasus ini erupsi
akneiformis disebabkan oleh konsumsi dexamethasone sejak 6 bulan sebelum
pasien datang ke Rumah Sakit Marinir Cilandak yang didapatkan dari dokter
sebelumnya untuk mengurangi gatal-gatal yang telah dirasakan sejak 6 bulan yang
lalu.
Koinsidensi Skabies dan erupsi akneiformis akibat penggunaan
kortikosteroid jangka panjang ditemukan pada kasus seorang pasien laki-laki,
berusia 16 tahun, yang datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
2
Penyakit Kelamin Rumkital Marinir Cilandak. Keberadaan kedua penyakit
sekaligus pada seorang pasien berupa infeksi parasit dan erupsi obat merupakan
suatu kasus yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki, berusia 16 tahun datang ke Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin Rumkital Marinir Cilandak, mengeluhkan
adanya jerawat di wajah, leher dan dada yang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Pada
awalnya jerawat muncul pada wajah dan sedikit namun seiring dengan
berjalannya waktu, jerawat tersebut bertambah banyak. Pasien mempunyai
riwayat pemakaian deksametason selama 6 bulan. Deksametasone tersebut
didapatkan dari dokter ketika pasien memeriksakan diri dengan keluhan gatal-
gatal di sela-sela jari tangan. Pasien bertempat tinggal di kos di Situbondo, di
mana pasien mengaku di kos tersebut sering bergaul dengan teman-teman dari
pesantren yang memiliki gejala gatal-gatal seperti yang dialami oleh pasien. Rasa
gatal tersebut dirasakan berkurang setelah konsumsi deksametason namun akan
timbul gatal setelah obat dihentikan sehingga pasien secara terus menerus
mengkonsumsi deksametason selama 6 bulan ini. Pasien datang ke Jakarta 1 hari
yang lalu dan tinggal di rumah saudara jauhnya dan kemudian pasien diantarkan
untuk memeriksakan diri ke rumah sakit.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien tidak
pernah mengalami hal serupa sebelumnya dan tidak pernah menderita sakit yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Selain itu tidak terdapat adanya riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga.
Keadaan umum pasien baik dan kesadaran compos mentis. Pada inspeksi
wajah pasien menunjukkan adanya moon face. Lesi papul eritema multipel dengan
ukuran milier menyebar secara merata pada dahi, hidung, nasolabial, leher, toraks
anterior. Pada abdomen ditemukan adanya papul eritema multipel, diskret. Pada
genitalia eksterna ditemukan adanya papul dan nodul eritema multipel.
3
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis Skabies
dan erupsi akneiformis et causa penggunaan deksametasone jangka panjang.
Pasien diterapi Permethrin 5% dan Cetirizine 10 mg 1x1. Pasien juga diberikan
edukasi untuk menghentikan pemakaian deksametason dan edukasi mengenai
skabies dan cara penularannya sehingga pasien menjaga jarak dengan teman-
teman dari pesantren tersebut, bagaimana cara penggunaan Permethrin yang baik
dan benar, anjuran untuk mencuci semua pakaian yang dipakai dalam 5 hari
terakhir dalam air panas dan menjemur ranjang, karpet selama minimal 10 menit,
penjelasan mengenai gatal dan ruam yang masih akan dirasakan 4 minggu sesudah
pemakaian permethrin dan keluarga yang mempunyai riwayat kontak dengan
pasien dianjurkan untuk juga menerima pengobatan.
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama yaitu jerawat di wajah, leher dan
dada yang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Lesi tersebut merupakan lesi papul
eritema multipel yang tersebar secara merata, monomorfik dan tidak terlihat
adanya komedo. Hal ini menimbulkan kecurigaan kepada adanya kemungkinan
erupsi akneiformis, dan ternyata memang pasien mempunyai riwayat penggunaan
deksametason selama 6 bulan terakhir untuk mengurangi gatal-gatal yang
dirasakan pada sela-sela jari tangan di mana gatal akan berkurang setelah
konsumsi obat dan akan timbul gatal lagi setelah konsumsi dihentikan. 3
Gatal-gatal yang dialami pasien sejak 6 bulan yang lalu kemungkinan
disebabkan oleh adanya infestasi dari Sarcoptes Scabiei Var. Hominis. Hal ini
didukung oleh adanya lesi papul dan nodul eritema multipel yang ditemukan pada
genitalia eksterna serta adanya gatal-gatal pada interdigitalis yang merupakan
tempat predileksi dari Sarcoptes Scabiei Var. Hominis tersebut dan juga dari
anamnesa bahwa banyak teman-teman dari pasien yang tinggal di pesantren yang
sering bertamu ke kos pasien juga mengalami hal serupa dan memang bahwa
Skabies ini memang cenderung untuk terjadi pada daerah yang berpemukiman
padat dan mudah menular melalui kontak langsung, maupun tidak langsung
seperti melalui pakaian, karpet, ranjang dan melalui kontak seksual.
4
Lesi papul dan nodul eritema multipel dan rasa gatal yang dirasakan oleh
pasien merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe IV (delayed type IV
hypersensitivity) terhadap skabies itu sendiri, saliva, telur dan feses (scybala) dari
Sarcoptes Scabiei Var. Hominis.4
Gatal yang dirasakan sangat intens sehingga sering disebut sebagai seven
year itch. Gatal lebih dirasakan pada malam hari ketika tidak beraktivitas. Gatal
dan ruam ini biasanya akan timbul 6-8 minggu setelah kulit terinfestasi oleh
Sarcoptes Scabiei Var. Hominis.5 Lesi patognomonik adalah berupa terowongan
bewarna putih atau keabu-abuan berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata-
rata panjang 1 cm dan pada ujung terowongan biasanya ditemukan papul atau
vesikel. Namun lesi patognomonik tersebut sulit ditemukan pada awal perjalanan
penyakit atau ketika sudah terdapat ekskoriasi pada lesi. Untuk membantu melihat
diagnosis yaitu dengan memberikan tinta hitam pada lesi dan didiamkan sejenak
kemudian hapus dengan alkohol. Apabila memang terbentuk terowongan, maka
lesi akan terlihat bewarna kehitaman karena terowongan tersebut terisi dengan
tinta hitam tersebut. Tempat predileksinya antara lain di sela jari-jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae, umbilikus, bokong, dan pada genitalia eksterna. 6
Untuk mendiagnosa dengan pasti harus ditemukannya baik Sarcoptes
Scabiei Var. Hominis, telur, feses (Scybala) secara mikroskopis. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan minyak mineral atau paraffin di atas lesi
terowongan tersebut dan dengan menggunakan pisau bedah no 15
menggoreskannya secara perlahan secara diagonal terhadap lesi dan tidak
menimbulkan perdarahan dan kemudian sampel tersebut diletakkan di atas kaca
pemeriksaan. Selain itu diagnosa dapat ditegakkan menggunakan dermoscopy,
PCR yang dapat mendeteksi DNA dari Sarcoptes Scabiei Var. Hominis dan
dengan menggunakan biopsi kulit.7
Pengobatan untuk Skabies ini adalah dengan menggunakan Permethrine
5%, yang merupakan suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada
manusia dengan toksisitas rendah, ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan
tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat. Obat ini merupakan
5
terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC untuk terapi skabies.
Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan 5% untuk skabies yang
diulang 7 hari kemudian. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area
tubuh dari leher ke bawah dan dibilas setelah 8-12 jam. Bila diperlukan,
pengobatan dapat diulang setelah 7 hari kemudian. Permetrin sebaiknnya tidak
digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan
menyusui. Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga
97,8%. Selain pemberian obat-obatan diperlukan edukasi yang cukup pada pasien
mengenai cara pemakaian obat dan cara pencegahan terjadinya infeksi skabies
yang berulang.
Gejala klinis Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga
disebut juga “The great imitator”. Diagnosis banding skabies meliputi hampir
semua dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis
kontak, urtikaria, gigitan serangga. Pada kasus ini, pasien tidak didagnosa skabies
pada saat memeriksakan diri 6 bulan yang lalu dengan keluhan gatal-gatal
sehingga pasien tidak mendapatkan skabisid dan tidak mendapatkan terapi yang
tepat dan hanya mendapatkan dexamethason 0,5 mg untuk mengurangi gatal-gatal
yang dirasakan. Karena penggunaan dexamethasone memang dapat mengurangi
rasa gatal yang ditimbulkan skabies namun ketika penggunaannya dihentikan rasa
gatal akan timbul kembali, maka pasien mengkonsumsi obat tersebut secara terus
menerus selama 6 bulan terakhir dan hal tersebutlah yang menyebabkan
timbulnya jerawat di wajah, dada dan punggung seperti yang dikeluhkan pasien.
Jerawat yang dimaksudkan oleh pasien sebenarnya adalah erupsi akneiformis
akibat penggunaan dexamethasone dalam 6 bulan terakhir.
Erupsi akneiformis ini harus dibedakan dengan akne vulgaris di mana lesi
pada erupsi akneiformis ini adalah lesi monomorfik yang biasanya berupa pustul
atau eritem papul ; tidak terdapat komedo ; biasanya muncul pada wajah, dada dan
punggung ; adanya riwayat penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang dan
biasanya muncul 2 minggu setelah pemakaian obat-obatan.9 Penyebab erupsi
akneiformis ini antara lain antibiotik (tetracyclines, isoniazid), halogens (iodides,
bromides), vitamins (B1, B6, B12, D2), agen immunosuppressi (azathioprine,
6
cyclosporin, sirolimus), anti-epileptics (lithium, haloperidol, phenytoin),
epidermal growth factor receptor inhibitors (EGF-RIs), kortikosteroid, androgens,
dan kontrasepsi oral. 10
Mekanisme patogenesis terjadinya erupsi akneiformis belum diketahui
secara pasti. John Hunter dkk menyatakan bahwa erupsi akneiformis terjadi
melalui mekanisme non imunologis yang dapat disebabkan karena dosis yang
berlebihan, akumulasi obat atau karena efek farmakologi yang tidak diinginkan.
Mekanisme non imunologis merupakan suatu reaksi pseudo-allergic yang
menyerupai reaksi alergi, tetapi tidak bersifat antibody-dependent. Sedangkan ada
sumber lain yang mengatakan bahwa Acneiform eruption ini adalah salah satu
reaksi alergi obat, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan p27 yang
berhubungan dengan diferensiasi dan maturasi dari sel yang menyebabkan adanya
hiperkeratosis, deskuamasi yang abnormal, tersumbatnya folikel oleh adanya
pertumbuhan bakteri maupun oleh infiltrat neutrofil.
Penatalaksanaan untuk erupsi akneiformis ini yaitu dengan menghentikan
penggunaan obat penyebab timbulnya erupsi tersebut dan dapat juga digunakan
monoclonal antibody inhibitors yang dapat mengurangi adanya reaksi inflamasi
dengan mengaktivasi neutrofil dan komplemen melalui ikatannya dengan Fc
domain. Secara histologi, terlihat adanya dilatasi dari folikel dengan adanya erosi
fokal dari epitel infundibulum, agrefasi neutrofil dan perifollicular
lymphoneutrophilic infiltrate, termasuk foreign body giant cells. Erupsi
akneiformis tersebut dapat hilang beberapa bulan setelah pemakaian
deksametason tersebut dihentikan.
Karena pada kasus ini pasien telah menggunakan deksametason selama
kurang lebih 6 bulan, maka pasien dapat dianjurkan untuk memeriksakan kadar
cortisol bebas pada urin, memeriksakan fungsi hati, memeriksakan HDL dan LDL
serta dapat diberikan suplemen vitamin D dan kalsium untuk mencegah
osteoporosis akibat penggunaan deksametason tersebut.
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Stephen PS, Jonathan NG, Rocky EB. Scabies. In: Fitzpatrick.
Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York: McGraw Hill
Company, 2008: 2029-2032.
2. Neil HS, Sandra RK, Lori. Cutaneous Reaction to Drugs. In: Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York, NY: McGraw-Hill;
2008:355-361
3. Andrea LZ, Emmy, Diane MT, John. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruption. In: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New
York, NY: McGraw-Hill; 2008:690-702
4. Scabies. In: Ronald Marks, editor. Roxburgh's Common Skin Diseases.
United States: Hodder Arnold. 2003: 58-62.
5. John CH. Dermatologic Parasitology. In: Sauer's Manual of Skin Disease.
United States: Walter Kluwer Lippincot William and Wilkins. 2010: 178-
183.
6. James, W.D. Scabies. In: Andrew’s Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. USA: Elseiver Saunder, 2011: 372 – 376.
7. Alexander JO. Scabies. Arthropods and human skin. New York: Springer-
Verlag, 1984:227–92.
8. Mellanby K. The development of symptoms, parasitic infection and
immunity in human scabies. Parasitology 1944;35:197–206.
9. Wasitaatmadja S. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, dalam
Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 26, Jakarta:
Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; 235-41.
10. Lobo A, Mathai R, Jacob M. Pathogenesis of Drug Induced Acneiform
Eruption. IJDVL.1992.58(3):159-63
8
LAMPIRAN
Gambar 1.
Gambar 2.
9
10
Gambar 3
Gambar 4
11
Gambar 5
12
Gambar 6
Gambar 7
13