33
i LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN GERIATRIK PADA OPERASI ELEKTIF Oleh: dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH 2019

LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

  • Upload
    others

  • View
    28

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

i

LAPORAN KASUS

MANAJEMEN ANESTESI PASIEN GERIATRIK PADA

OPERASI ELEKTIF

Oleh:

dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR

DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH

2019

Page 2: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

ii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur Penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Manajemen Anestesi Pasien

Geriatrik Pada Operasi Elektif” ini dapat selesai pada waktunya.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat

Penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Desember 2019

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

iii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3

2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan............................................ 3

2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri ...................... 5

2.2.1 Sistem Kardiovaskular .................................................................. 5

2.2.2 Sistem Respirasi ............................................................................ 5

2.2.3 Fungsi Ginjal ................................................................................. 5

2.2.4 Sistem Gastrointestinal.................................................................. 6

2.2.5 Sistem Saraf .................................................................................. 6

2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri ........................................... 6

2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri ....................................................... 8

2.4.1 Evaluasi Preoperatif ...................................................................... 8

2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Manajemen Anestesi ....................... 8

2.4.3 Perawatan Postoperatif ................................................................. 9

2.5 Sistem Kardiovaskuler pada Geriatri ..................................................... 10

2.6 Operasi Mata pada Geriatri…………………………………………… 13

2.6.1 Evaluasi Preoperatif ...................................................................... 15

2.6.2 Manajemen Intraoperatif ............................................................... 15

2.6.3 Manajemen Postoperatif................................................................ 16

BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................... 17

3.1 Identitas Pasien....................................................................................... 17

3.2 Anamnesis .............................................................................................. 17

3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 18

3.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 18

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan .............................................................. 19

3.6 Persiapan Anestesi ................................................................................. 19

3.7 Manajemen Operasi ............................................................................... 20

BAB IV DISKUSI KASUS ....................................................................... 22

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 27

Page 4: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Farmakologi Klinis Agen Anestesi pada Geriatri………………………7

Page 5: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut WHO, geriatri atau orang usia lanjut dikategorikan dalam usia 65 tahun

atau lebih, dimana rentang usia 65-74 tahun dikelompokkan sebagai early elderly,

sedangkan umur 75 tahun keatas diklompokkan sebagai late elderly. Jumlah

populasi lanjut usia di seluruh dunia saat ini di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa

(1 dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025 lanjut usia akan

mencapai 1,2 milyar (Mila & Susanti, 2017). Pasien lanjut usia umumnya memiliki

beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan proses

penuaan yang mereka alami, antara lain pada sistem kardiovaskular, pernapasan,

metabolisme, endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan muskuloskeletal. Perubahan

pada individu lanjut usia berisiko memiliki beberapa kondisi medis kronis dimana

dalam salah satu penanganannya membutuhkan tindakan operasi, namun tindakan

tersebut dapat memiliki konsekuensi mengalami penyakit akut pasca operasi.

Walaupun usia bukan sebagai kontraindikasi dari anestesia dan tindakan operasi,

tetapi tingkat kematian dan penyakit perioperatif pada pasien lanjut usia cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan pasien usia muda, maka dari itu pemahaman

tehadap perubahan anatomi, fisiologi, dan respon terhadap agen farmakologi pada

pasien lanjut usia menjadi hal yang penting untuk manajemen anestesi yang optimal

dan dapat mengakomodasi faktor usia (Butterworth J.F., dkk. 2013).

Proses penuaan adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan strukur

dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan ini membuat

manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan

menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit

degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus, dan kanker). Perubahan

fisiologis penuaan dapat memengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih

berperan sebagai faktor risiko. Secara umum, pada geriatri terjadi penurunan cairan

tubuh total, lean body mass, dan juga respons regulasi termal, dengan akibat mudah

terjadi intoksikasi obat dan hipotermia (Satya I.M.H, 2015).

Page 6: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

2

Perbaikan dalam anestesi dan teknik bedah telah sangat mengurangi angka

kematian karena pembedahan pada populasi umum, tetapi anestesi terkait kematian

pada pasien yang lebih tua masih cukup tinggi. Populasi individu lanjut usia (lansia)

sangat sensitif terhadap obat-obat anestesi dan membutuhkan penggunaan obat

anestesi yang tepat untuk mencapai efek tujuan dan menghindari efek samping yang

mungkin terjadi (Kakkar, 2017). Oleh karena itu, ahli anestesi perlu mempersiapkan

diri untuk tantangan baru dan harus sepenuhnya menyadari kemungkinan

perubahan karena perubahan fisiologis pada usia terkait dan tambahan dampak dari

komorbiditas terkait (Butterworth J.F., dkk. 2013).

Page 7: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan

Penuaan adalah proses yang tidak terhindarkan yang melibatkan banyak mekanisme

termasuk pemendekan telomer, akumulasi radikal bebas, stres oksidatif, dan

kerusakan mitokondria dan DNA. Proses penuaan didefinisikan sebagai penurunan

progresif normal dalam fungsi dan kemampuan dalam merespons rangsangan

intrinsik (katekolamin, peradangan) atau rangsangan ekstrinsik (infeksi,

pembedahan) (Doshi A., ddk 2018).

Pada sistem kardiovaskular, penuaan akan memengaruhi aspek

farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obatan anestesi. Penurunan kapasitas

fungsional organ dan penyakit yang ada pada pasien berkontribusi terhadap

perubahan yang terjadi. Berkaitan dengan fungsi jantung, pasien geriatri memiliki

penurunan respons beta-adrenergik dan terjadi peningkatan insiden kelainan

konduksi, bradyarrythmias dan hipertensi. Output jantung menurun sebesar 1% per

tahun dan bertanggung jawab atas keterlambatan penyerapan, onset kerja dan

eliminasi obat. Penerapan hukum Frank-Starling untuk curah jantung juga turut

meningkat, maka dari itu pemberian terapi cairan harus diperhatikan dengan baik.

Terganggunya compliance pada hepar mengakibatkan perubahan kecil pada aliran

balik vena yang akan menghasilkan perubahan besar pada preload ventrikel dan

curah jantung. Disfungsi diastolik dan penurunan compliance pembuluh darah

menyebabkan kompensasi hipovolemik pada usia lanjut menjadi buruk. ( Mohanty

S, dkk. 2016).

Terkait dengan sistem pernapasan, terjadi perubahan berupa penurunan

elastisitas jaringan paru, kapasitas dan volume residual meningkat, kapasitas

penutupan meningkat, penurunan fungsi otot pernapasan, dan penurunan

compliance dinding paru. Selain itu, terjadi pula perubahan pada otot faring yang

menyebabkan pasien lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi mengalami obstruksi

jalan nafas atas. Mekanisme proteksi batuk dan menelan juga menurun pada pasien

lanjut usia sehingga beresiko tinggi mengalami aspirasi. Perubahan pada sistem

pernafasan tersebut menyebabkan komplikasi pasca operasi, seperti peningkatan

Page 8: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

4

usaha pasien untuk bernafas akibat penurunan compliance dinding paru, gangguan

mekanisme pertukaran udara dan kapasitas penutupan yang kecil dapat mengarah

pada terjadinya atelektasis. Pemberian premedikasi sebagai profilaksis aspirasi

harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian natrium sitrat,

simetidin hidroklorida dan metoclopramide hidroklorida (Schlitzkus L., dkk 2015).

Penuaan juga mempengaruhi fungsi ginjal, yang menyebabkan penurunan

aliran darah dan berat dari ginjal, meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada

periode pasca operasi dan memengaruhi farmakokinetik obat. Fungsi ginjal yang

ditentukan oleh laju filtrasi glomerulus dan eliminasi kreatinin mengalami

penurunan sekitar 45%, saat fungsi ginjal menurun, maka kemampuan eleminasi

obat ikut menurun, dan pemberian obat relaksan (doxacurium chloride,

pancuronium bromida) akan bekerja lebih lama (Kakkar B. 2017).

Pada sistem gastrointestinal, massa hepar dan aliran darah hepar menurun 1%

per tahun hingga sekitar 40% setelah 60 tahun. Perubahan lainnya seperti

penurunan motilitas lambung, peningkatan pH lambung, penurunan aliran darah

hepar dan massa hepar serta penurunan fungsi enzim mikrosomal hepar yang

mempengaruhi farmakokinetik obat. Waktu pengosongan lambung yang menurun

menyebabkan perlambatan penyerapan obat dan tingginya insiden aspirasi ( Kakkar

B. 2017).

Selanjutnya pada sistem saraf, penuaan dikaitkan dengan peningkatan

ambang batas untuk hampir semua modalitas sensorik, termasuk sentuhan, sensasi

suhu, propriosepsi, pendengaran, dan penglihatan. Disfungsi otonom meningkatkan

potensi terjadinya penurunan respon fisiologis kompensasi terhadap hipotensi dan

termoregulasi, sehingga pasien usia lanjut lebih rentan mengalami shivering atau

menggigil dan hipotermia. Pasien usia lanjut lebih mudah mengalami confussion,

akibat stres karena infeksi, dehidrasi, hipotensi atau prosedur anestesi dan bedah.

Pemeliharaan cairan, terapi antibiotik profilaksis dan perawatan bedah yang baik

dapat mengurangi terjadinya hal tersebut pasca operasi ( Schlitzkus L. dkk, 2015).

Penuaan mempengaruhi sistem muskuloskeletal pasien geriatri, terdapat

kenaikan jumlah lemak tubuh, penurunan dalam massa dan kekuatan otot karena

kehilangan serat otot dan perubahan hormon pertumbuhan, atrofi pada kulit

Page 9: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

5

sehingga rentan mengalami trauma akibat plester, elektrokauter, dan elektroda

elektrokardiografi (Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri

2.2.1 Sistem Kardiovaskular

Pada rangkaian rencana tindakan anestesi, terdapat beberapa obat-obatan anestesi

yang memiliki efek menurunkan tekanan darah hingga menyebabkan hipotensi.

Hipotensi yang terjadi selama induksi anestesi seharusnya dapat dikelola dengan

betaagonis, akan tetapi pada geriatri terjadi penurunan respon pada reseptor beta di

otot jantung sehingga menurunkan respon terhadap hipotensi dan ketokolamin yang

menyebabkan kompensasi terhadap keadaan hipotensi tersebut tidak terjadi

(Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.2.2 Sistem Respirasi

Hilangnya kontur wajah akibat resorpsi alveolar tulang dan hilangnya gigi, dapat

menyebabkan kesulitan dalam pemilihan masker sungkup yang tepat.

Berkurangnya jumlah alveoli dengan ukuran yang meningkat dapat mengganggu

pertukaran gas. Kadar oksigen darah menurun 10% - 15% tetapi kadar karbon

dioksida tetap tidak berubah. Respons ventilasi untuk hipoksemia dan hiperkapnia

menurun pada orang tua sehingga pemantauan gas darah arteri akan menjadi tanda

yang lebih bermakna dalam menilai fungsi pernafasan dibandingkan dengan tanda-

tanda klinis sederhana seperti denyut nadi, laju pernapasan atau tekanan darah

(Mohanty S. dkk., 2016).

Kelemahan otot yang terjadi akibat penuaan akan mengurangi kemampuan

pasien geriatric untuk batuk secara paksa dan menghilangkan sekresi secara efektif.

Pneumonia aspirasi sering menjadi komplikasi pada pasien lansia akibat dari

penurunan refleks laring yang progresif. Pemberian premedikasi sebagai profilaksis

aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian natrium sitrat,

simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik, metoclopramide hidroklorida

(Mohanty S. dkk., 2016).

2.2.3 Fungsi Ginjal

Pasien lanjut usia mengalami perubahan farmakokinetik dalam absorpsi, distribusi,

metabolisme, dan eksresi obat-obat anestesi. Terjadi pula penurunan pada

Page 10: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

6

clearance secara sistemik yaitu obat yang tereleminasi tidak mengalami perubahan

oleh ginjal karena perubahan pada laju filtrasi glomerulus dan fungsi tubular.

Terdapat perubahan pada laju darah ginjal dan autoregulation, yang mengarah pada

peningkatan prevalensi terjadinya gagal ginjal akut perioperatif (Alvis & Hughes

2015).

2.2.4 Sistem Gastrointestinal

Penurunan aliran darah hepar karena perubahan aterosklerotik dan penurunan

aktivitas enzim mikrosomal, mempengaruhi terapi obat untuk obat-obatan yang

bergantung pada metabolisme dan ekskresi oleh hepar misalnya fentanyl citrate,

vecuronium bromide. Obat-obatan yang membutuhkan oksidasi mikrosomal (reaksi

tahap I) sebelum konjugasi (reaksi tahap II) dimetabolisme perlahan, sedangkan

yang hanya membutuhkan konjugasi dapat dibersihkan secara normal. Obat-obatan

yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat menghasilkan efek

berlebihan karena peningkatan sensitivitas sel (Mohanty S. dkk., 2016).

2.2.5 Sistem Saraf

Sistem saraf merupakan sasaran untuk hampir setiap obat anestesi, perubahan

akibat penuaan dalam sistem saraf fungsi memiliki implikasi kuat dalam

pengelolaan anestesi, yakni penurunan massa jaringan saraf, kepadatan neuron dan

konsentrasi neurotransmiter, serta reseptor norepinefrin dan dopamin. Kebutuhan

dosis untuk anestesi lokal dan umum berkurang, kebutuhan volume anestesi

epidural menghasilkan penyebaran cephalic yang lebih banyak meskipun durasi

blok sensorik dan motorik lebih pendek. Pasien geriatri membutuhkan lebih banyak

waktu untuk pulih dari anestesi umum terutama jika mereka mengalami disorientasi

perioperatif. Pasien lansia sensitif terhadap obat antikolinergik yang bertindak

terpusat. Dikatakan bahwa insiden delirium pada regional anestesi jarang terjadi,

jika tidak ada sedasi tambahan (Schlitzkus L. dkk 2015).

2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri

Penuaan menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat dengan

konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek klinis)

obat. Penuaan menurunkan tingkat sirkulasi albumin, yang merupakan protein

utama pengikat plasma untuk obat-obatan yang bersifat asam, memengaruhi

Page 11: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

7

distribusi dan eleminasi obat. Di sisi lain, terjadi peningkatan kadar α-1 asam

glikoprotein sebagai protein yang mengikat obat-obatan dasar. Efek penuaan pada

farmakokinetik tergantung pada jenis obat yang digunakan. Penurunan jumlah total

air dalam tubuh menyebabkan penurunan pada kompartemen sentral dan

peningkatan konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Di sisi lain,

peningkatan lemak tubuh menghasilkan volume yang terdistribusi lebih besar,

sehingga memperpanjang half life dan efek pada obat lipofilik seperti propofol,

benzodiazepin, opioid. Metabolisme obat dipengaruhi oleh fungsi hati atau ginjal.

Penurunan protein plasma akan menyebabkan obat yang seharusnya berikatan kuat

dengan protein seperti propofol, lidocaine dan fentanyl menjadi tidak berikatan.

Pasien geriatri lebih sensitif terhadap agen anestesi dan umumnya memerlukan

dosis yang lebih kecil untuk mendapat efek dan kondisi klinis yang sama, dan

memiliki durasi efek obat yang lebih panjang (Akhtar & Ramani, 2015)

Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan anestesi

yang ditunjukkan oleh Minimum Alveolar Concentration (MAC) yang berkurang.

Pemberian titrasi agen anestesi yang cermat membantu dalam menghindari efek

samping dan durasi berkepanjangan yang tidak terduga. Agen kerja pendek, seperti

propofol, desflurane, remifentanil, dan suksinilkolin, atau obat-obatan yang tidak

tergantung pada fungsi hepar, ginjal, atau aliran darah, seperti atracurium atau

cisatracurium mungkin lebih baik diberikan pada pasien geriatri, (Kumra V., 2008).

Tabel 2.1 Farmakologi Klinis Agen Anestesi pada Geriatri

Obat Sensitif terhadap Otak Pharmakokinetik Dosis

Agen inhalasi ↑ ↓

Thiopental ↔ ↓(↓volume distribusi) ↓

Etomidate ↔ ↓(↓volume distribusi) ↓

Propofol ↑ ↓(↓klirens) ↓

Midazolam ↑ ↓(↓klirens) ↓

Morphine ↑ ↓(↓klirens) ↓

Ramifentanil ↑ ↓(↓klirens) ↓

Atracurium - - ↔

Cis-atracurium - - ↔

Page 12: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

8

2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri

2.4.1 Evaluasi Preoperatif

Penyakit umum pada geriatri memiliki dampak signifikan pada anestesi dan

memerlukan perawatan khusus. Risiko dari anestesi lebih terkait dengan adanya

penyakit penyerta dibandingkan dengan usia pasien. Dengan demikian, lebih

penting untuk menentukan status pasien dan memperkirakan kondisi fisiologis saat

evaluasi pra-anestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum operasi, hal ini

harus dilakukan tanpa penundaan, karena penundaan yang lama dapat

meningkatkan tingkat morbiditas (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular sangat umum pada pasien

geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pasca

operasi pada pasien geriatri, sehingga optimasi paru diperlukan untuk pasien. Studi

laboratorium dan diagnostik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting

diperhatikan. Selain itu, kemungkinan depresi, malnutrisi, imobilitas, dan dehidrasi

juga harus diperhatikan (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Penting untuk menentukan status kognitif pasien geriatri. Defisit kognitif

dikaitkan dengan prognosis yang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih

tinggi. Masih kontroversial apakah anestesi umum mempercepat perkembangan

senile dementia (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Pasien geriatri memerlukan dosis premedikasi yang lebih rendah.

Premedikasi opioid hanya diperlukan jika pasien mengalami nyeri hebat pada saat

penilaian praoperatif. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada geriatri terjadi

atrofi kelenjar saliva. Antagonis H2 bermafaat untuk mengurangi risiko aspirasi.

Metoclopramide juga dapat digunakan untuk pengosongan lambung, meskipun

risiko efek ektrapiramidal lebih tinggi pada pasien geriatri (Schlitzkus L. dkk,

2015).

2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Manajemen Anestesi

Peningkatan usia bukan merupakan kontraindikasi untuk dilakukan baik anestesi

umum maupun regional. Beberapa aspek anestesi regional dapat memberikan

keuntungan kepada pasien. Hal tersebut memengaruhi sistem koagulasi dengan

mencegah perdarahan postoperatif. Lebih lanjut lagi, hal tersebut menurunkan

Page 13: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

9

insiden dari trombosis vena dalam setelah tindakan total hip arthroplasty

(Schlitzkus L. dkk, 2015).

Efek hemodinamik anestesi regional dapat berhubungan dengan penurunan

kehilangan darah pada operasi pelvic dan tungkai bawah. Lebih penting lagi, pasien

dapat menjaga jalan nafas dan fungsi paru-paru (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Geriatri dan anestesi umum berhubungan dengan hipotermi.

Mempertahankan suhu tubuh pada keadaan normotermi, merupakan hal yang

penting karena hipotermi berkaitan dengan terjadinya iskemia miokard, dan

hipoksemia pada periode awal postoperasi (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Pada kasus anestesi umum merupakan hal yang utama untuk melakukan

titrasi dosis obat dan hal tersebut menjadi perlu diwaspadai pada pemberian obat

yang bekerja cepat (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Penggunaan blok perifer pada geriatri menjanjikan outcome yang baik tanpa

memengaruhi keamanan jalan nafas, dan risiko efek hemodinamik mayor.

Mengingat bahwa pada geriatri terjadi perubahan anatomi, namun blok perifer tetap

menunjukkan efek yang lebih panjang (Schlitzkus L. dkk, 2015).

Manajemen fisiologis yang optimal diperlukan untuk menghasilkan hasil

operasi yang terbaik (Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.4.3 Perawatan Postoperatif

Masalah paru sangat penting dalam periode pasca operasi. Pada pasien geriatri tidak

perlu terlalu ditekankan untuk melakukan rawat inap yang lebih pendek. Operasi

invasi minimal dan anestesi regional bila dibandingkan dengan anestesi umum,

kemungkinan dapat mengarahkan pada hasil yang lebih menguntungkan bagi

pasien geriatri ( Schlitzkus L. dkk, 2015).

Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah geriatri, dimana

nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Bila tidak dilakukan

kontrol terhadap nyeri, dimana nyeri itu sendiri dapat merangsang saraf simpatis

yang akan berdampak pada peningkatan denyut jantung, maka hal tersebut akan

memperberat kinerja jantung pada pasien geriatri (Lu F Cai. dkk, 2018).

2.5 Gangguan Kardiovaskuler pada Geriatri

Page 14: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

10

Penyulit yang sering dijumpai pada pasien yang akan menjalani pembedahan adalah

adanya hipertensi dan gagal jantung kronis. Prevalensi kedua penyakit ini juga

meningkat seiring bertambahnya usia. Penilaian perioperatif yang perlu dilakukan

pada pasien dengan hipertensi yakni terapi farmakologis yang sudah digunakan,

kerusakan target organ dan status volume cairan. Data tersebut dapat diperoleh dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang serta pemeriksaan laboratorium rutin.

Penggunaan diuretika yang rutin sering menyebabkan hipokalemia dan

hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya aritmia.

Evaluasi jantung dengan EKG dan x-ray toraks sangat berperan untuk penapisan

jejas organ target. Adanya LVH dapat menyebabkan risiko iskemia miokardial

akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Untuk evaluasi

ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk

memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal. Apabila ditemukan

ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume

plasma perlu diperhatikan (Putra I.M.A., 2014)

Saat ini belum terdapat protokol yang pasti penentuan batas maksimal

tekanan darah untuk melakukan tindakan operasi. Banyak literatur yang menulis

bahwa TDD 110 mmHg atau 115 mmHg adalah cut-off point untuk mengambil

keputusan penundaan anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. Tekanan

darah diastolik (TDD) dijadikan tolak ukur karena peningkatan TD sistolik (TDS)

akan meningkat seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan ini lebih

dianggap sebagai perubahan fisiologik dibandingkan patologik. Penundaan operasi

dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ sehingga

evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum operasi. The American Heart

Association / American College of Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan acuan

bahwa TDS > 180 mmHg dan/atau TDD > 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum

dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Pada keadaan operasi yang

sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam beberapa menit sampai beberapa jam

dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat rapid acting. Perlu dipahami

bahwa penderita hipertensi cenderung mempunyai respon TD yang berlebihan pada

periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi pertimbangan, yaitu saat

tindakan anestesia dan postoperasi. Contoh yang sering terjadi adalah hipertensi

Page 15: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

11

akibat laringoskopi dan respons hipotensi akibat pemeliharaan anestesia. (Putra

I.M.A., 2014)

Pemilihan obat induksi untuk penderita hipertensi adalah bervariasi untuk

masing-masing klinisi. Propofol, barbiturate, benzodiazepine dan etomidat tingkat

keamanannya adalah sama untuk induksi pada penderita hipertensi. Untuk

pemilihan pelumpuh otot vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dibandingkan

atrakurium atau pankuronium. Untuk volatile, sevofluran bisa digunakan sebagai

obat induksi secara inhalasi. Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan

selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi TD yang

terlalu lebar. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran autoregulasi

dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi

penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD diturunkan secara

tiba-tiba. Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal

yang dianjurkan untuk penderita hipertensi dan penurunan MAP sebesar 55% akan

menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak. (Putra I.M.A., 2014)

Anestesia aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan

memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan

volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance

anesthesia) dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena

bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat

dipergunakan sebagai teknik anesthesia, namun perlu diingat bahwa anestesia

regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan

pada pasien dengan keadaan hipovolemia. Hipertensi yang terjadi pada periode

pasca operasi sering terjadi pada pasien yang menderita hipertensi esensial.

Hipertensi dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard sehingga berpotensi

menyebabkan iskemia miokard, disritmia jantung dan CHF. Disamping itu bisa

juga menyebabkan stroke dan perdarahan ulang luka operasi akibat terjadinya

disrupsi vaskuler dan dapat berkonstribusi menyebabkan hematoma pada daerah

luka operasi sehingga menghambat penyembuhan luka operasi. Penyebab

terjadinya hipertensi pasca operasi ada banyak faktor, disamping secara primer

karena penyakit hipertensinya yang tidak teratasi dengan baik, penyebab lainnya

adalah gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan, distensi dari kandung

Page 16: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

12

kemih atau nyeri. Sebelum diputuskan untuk memberikan obat-obat antihipertensi,

penyebab-penyebab sekunder tersebut harus dikoreksi dulu. (Putra I.M.A., 2014)

Adanya gagal jantung telah digambarkan sebagai faktor risiko yang paling

penting untuk memprediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif. Pada periode

perioperatif, semua faktor yang mempresipitasi gagal jantung harus dicari dan

diterapi secara agresif sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Pasien dengan

gagal jantung biasanya sudah mendapatkan pengobatan yang dapat mempengaruhi

tatalaksana anestesi. Diuretik biasanya dapat dihentikan pada hari operasi. Terapi

Beta-Blocker dapat diteruskan karena dalam beberapa penelitian menunjukkan

bahwa Beta-Blocker dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas perioperatif.

Akibat penghambatan pada RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System),

ACEIs (Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor) dapat menyebabkan

peningkatan resiko terjadinya hipotensi intraoperatif. (Wiryana M 2008)

Hipotensi tersebut dapat diterapi dengan obat simpatomimetik seperti

ephedrine, agonis seperti phenylephrine atau vasopressin. Jika ACEIs digunakan

untuk mencegah remodeling ventrikel pada pasien gagal ginjal dan disfungsi ginjal

pada pasien diabetes, penghentian obat tersebut pada saat atau 1 hari sebelum

operasi tidak secara signifikan akan mengubah efek obat tersebut. Namun, jika

ACEIs digunakan untuk mengobati hiperentensi, penghentian obat tersebut pada

saat atau 1 hari sebelum operasi. Penghambat reseptor angiotensin akan

menyebabkan blok RAAS yang berat, oleh karena itu harus distop sehari sebelum

operasi. Terapi digoksin dapat dilanjutkan sampai hari operasi. (Wiryana M 2008)

Semua jenis anestesi umum dapat digunakan pada pasien dengan gagal

jantung, namun mungkin memerlukan penyesuain dosis.Opioid mempunyai efek

yang menguntungkan pada pasien dengan gagal jantung oleh karena efeknya pada

reseptor yang menghambat aktifasi adrenergik. Ventilasi tekanan positif dan PEEP

mungkin menguntungkan karena dapat menurunkan bendungan paru dan

memperbaiki oksigenasi arteri. Pemasangan alat monitor hemodinamik disesuaikan

dengan kompleksitas operasi. Pemasangan monitor tekanan intra arteri dilakukan

pada pasien yang mengalami operasi besar. Monitoring pengisian ventrikel dan

status cairan penting dilakukan karena kelebihan cairan sewaktu periode

perioperatif dapat memperburuk gagal jantung. Pemasangan kateter arteri

Page 17: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

13

pulmonalis intraoperatif dapat membantu mengevaluasi pengisian cairan yang

optimal. Penggunaan TEE merupakan alternatif yang lebih baik karena tidak hanya

dapatmemonitor pengisian ventrikel tetapi juga menilai fungsi katup dan gerakan

dinding ventrikel. (Wiryana M 2008)

Pedoman penggunaan obat inotropik dan vasopresor pada tatalaksana gagal

jantung akut telah dipublikasikan oleh ESC (European Society of Cardiology).

Dalam prakteknya, agonis adrenoseptor masih merupakan pilihan pertama. Pasien

dengan gagal jantung akut sewaktu operasi harus dirawat di unit perawatan intensif

dan monitoring invasif dapat dilanjutkan postoperatif. Tatalaksana nyeri harus

dilakukan secara agresif karena konsekwensi hemodinamik akibat nyeri dapat

memperburuk gagal jantung. Pasien sesegara mungkin diberikan obat-obatan yang

biasanya digunakan. (Wiryana M 2008)

2.6. Operasi Mata pada Geriatri

Operasi mata secara luas diakui memiliki risiko komplikasi yang rendah secara

umum. Namun usia lanjut membawa risiko yang harus dipertimbangkan sebelum

operasi. Operasi mata, seperti halnya pada organ lainnya sebagian besar tergantung

pada kualitas jaringan bedah. Oleh sebab itu, pasien geriatri memiliki risiko lebih

tinggi mengalami komplikasi. Perlu ditekankan adanya kerjasama yang baik antara

pasien, keluarga pasien dan tim medis adalah faktor untuk keberhasilan suatu

prosedur operasi (Raczyńska dkk., 2016). Hal yang terpenting pula adalah

manajemen anestesi pada usia lanjut. Beberapa resiko komplikasi yang mungkin

terjadi berhubungan dengan prosedur operasi mata antara lain (Mendes, 216):

1. Oculocardiac Reflex (OCR)

2. Injeksi anestesi lokal batang otak selama blok retrobulbar yang dapat

menyebabkan tidak hanya gagal napas, tetapi juga hipotensi berat

dengan takikardi atau bradikardi tergantung jenis saraf autonom yang

terkena.

3. Kehilangan isi mata atau perdarahan karena pasien batuk atau gerakan

yang menyebabkan tekanan intraokular (TIO) meningkat

4. Gangguan penglihatan pasca operasi

5. Nyeri pasca operasi

Page 18: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

14

Selain itu, pasien geriatri yang menjalani anestesi umum mengalami respon

stress yang sama saat intubasi, pembedahan dan ekstubasi dengan pasien dengan

umur yang lebih muda. Lebih pentingnya lagi, komorbiditas yang mendasari

menempatkan pasien geriatri memiliki risiko komplikasi anestesi atau medis lain

yang lebih tinggi. Tingginya faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus (DM),

indufisiensi ginjal, gagal jantung kronis (CHF) dan penyakit paru obstruktif kronis

(PPOK) meningkatkan kejadian iskemia miokard perioperatif hingga 31%.

Komplikasi prosedur bedah dan anestesi juga dapat terjadi karena kesalahan

dalam memanajemen pasien berisiko tinggi. Hasil operasi yang buruk cenderung

kurang diterima oleh pasien, keluarga pasien dan penyedia layanan kesehatan

karena kesalahan persepsi tentang risiko komplikasi yang rendah dari operasi mata.

Kecemasan sering terjadi pada pasien geriatri yang akan menjalani operasi mata.

Bahkan pasien dengan hipertensi yan terkontrol cukup baik di rumah, tidak jarang

mengalami hipertensi yang berat pada hari operasi. Hal serupa juga dapat terjadi

pasa pasien dengan DM, terutama pada pasien yang menggunaan insulin. Hal

tersebut merupakan tantangan bagi penyedia layanan kesehatan untuk merawat

pasien geriatri yang menjalani prosedur operasi mata dengan aman dan efisien . Hal

tersebut juga mengharuskan tenaga medis untuk memahami detail mengenai

prosedur operasi mata, dan mengenali komorbiditas yang mendasari pasien dari

perubahan fisiologis yang disebabkan oleh tekanan mental, pembedahan dan

anestesi.

2.6.1 Evaluasi Preoperatif

Evaluasi preoperatif yang adekuat adalah bagian dari standard perawatan

menurut American Society of Anesthesiologists (ASA). Seorang dokter memainkan

peran penting dalam memberikan informasi yang memadai mengenai komorbiditas

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium, elektrokardiografi dan

pengujian secara medis yang lebih lanjut jika dibutuhkan (White dkk., 2012).

Tujuan dari evaluasi pra operasi tidak hanya untuk menemukan kondisi

medis yang mendasari, tetapi yang lebih penting untuk memastikan kondisi tersebut

stabil dan optimal secara klinis untuk menangani stress yang terkait dengan

Page 19: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

15

pembedahan dan anestesi. Pada operasi yang dilakukan secara elektif dilakukan

evaluasi setiap hari dan sesaat sebelum dilakukan operasi (White dkk., 2012).

Pasien geriatri sebagian besar tinggal sendiri di rumah sehingga

keselamatan pasien setelah operasi harus diperhatikan. Pasien mungkin memiliki

efek residual obat penenang yang dapat meningkatkan risiko jatuh. Idealnya

keluarga pasien atau sesorang yang bertanggung jawab merawat pasien di rumah

diberikan informasi mengenai risiko yang mungkin terjadi (White dkk., 2012).

2.6.2 Manajemen Intraoperatif

Manajemen anestesi intraoperatif operasi mata membutuhkan perencanaan yang

matang, teknik yang terampil dan kesabaran. Strategi utama manajemen anestesi

intraoperatif dirangkum sebagi berikut (White dkk., 2012).:

1. Perubahan fisiologi usia membuat farmakodinamik dan farmakokinetik

obat pada pasien geriatri berbeda dengan usia yang lebih muda. Secara

umum dosis obat yang diberikan lebih kecil, onset kerjanya lebih lambat

dan depresi pernapasan dan jantung lebih mendalam.

2. Anestesi jalur cepat (fast-tract anesthesia) telah menjadi pilihan yang aman

untuk prosedur operasi mata pada pasien geriatri. Obat kerja pendek seperti

propofol, afentanil, remifentanil dan fentanyl telah digunakan dengan hasil

yang baik. Teknik yang seimbang, kombinasi propofol dengan analgetik

narkotika telah terbukti sangat efektif dalam memberikan analgesia dengan

sedasi tingkat sedang untuk blok orbital. Hal ini memiliki keunggulan yaitu

onset cepat, durasi pendek dan risiko komplikasi pernafasan rendah.

3. Mencegah pasien batuk adalah bagian penting dari manajemen anestesi

mata, terutama selama anestesi umum. Batuk dapat meningkatkan tekanan

intraokuler 40 hingga 60 mmHg yang dapat menyebabkan iskemia saraf

optik, menyebabkan perdarahan dan menyulitkan integritas insisi. Batuk

juga dapat menyebabkan laringospasme dan bronkospasme terutama pada

pasien asma, PPOK dan infeksi saluran pernafasan atas akut.

4. Pencegahan mual dan muntah adalah bagian penting dalam anestesi

mata.Prosedur operasi mata membawa insiden mual dan muntah pasca

operasi yang sangat tinggi, 60-70% dalam perbaikan strabismus. Muntah

Page 20: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

16

juga dapat menyebabkan TIO meningkat. Pemberian dexametason,

onndansetron, hidrasi yang adekuat, total intravenous anesthesia (TIVA)

dan menghindari nitro oksida efektif dalam mencegah mual dan muntah

pasca operasi.

5. Mencegah gerakan kepala dan tubuh selama blok retrobulbar sangat penting

untuk mencegah cedera pada bola mata dan perdarahan retrobulbar.

2.6.3 Manajemen Postoperatif

Prosedur operasi mata dikaitkan dengan bradikardia atau aritimia terutama pada

pasien geriatri sehingga perlu adanya pemantauan EKG yang ketat selama berada

di ruang pemulihan dan juga keluar dari ruang pemulihan (White dkk., 2012).

Rasa nyeri yang terkait dengan operasi mata biasanya ringan sampai sedang

dan dapat diobati dengan NSAID oral atau intravena. Namun, jika operasi pasien

diperumit dengan adanya peningkatan TIO, dapat terjadi nyeri yang parah disertai

mual dan muntah. Oleh karena itu, peningkatan TIO perlu dikesampingkan sebelum

analgesik narkotika dosis besar diberikan untuk menganggulangi nyeri atau pada

pasien dengan mual dan muntah pasca operasi yang refraktif (White dkk., 2012).

Page 21: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

17

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NWP

No. RM : 19048574

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 83 tahun (31/12/1935)

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Janda

Alamat : Sempidi, Mengwi, Badung

Diagnosis : OS Galukoma Absolut, Out dd Ulkus Kornea

Tindakan : OS Pro Eviserasi + Protesa

MRS : 3 Desember 2019, pukul 12.39 WITA

3.2 Anamnesis

Pasein datang dengan keluhan putih pada bagian tengah bola mata kiri sejak 2 tahun

yang lalu. Pasien mengeluh mata sering berair, merah dan keluar kotoran. Riwayat

mata kabur sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku pernah melakukan operasi

pengangkatan mata kanannya karena keluhan yang sama sehingga pasien saat ini

tidak bisa melihat. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan demam, sakit kepala,

mual dan muntah. Pasien didiagnosis glaukoma dan dijadwalkan untuk dilakukan

operasi.

Riwayat alergi obat dan makanan : Pasien tidak memiliki alergi obat maupun

makanan

Riwayat pengobatan : Riwayat hipertensi diketahui oleh pasien

sejak operasi 2 bulan yang lalu di Sanglah.

Pasien tidak rutin minum obat tensi dan

lupa nama obatnya.

Riwayat penyakit sistemik : Riwayat HHD (Hypertensive Heart

Disease) dengan hipertensi stage I

terkontrol dengan mengonsumsi

Page 22: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

18

amlodipine 1 x 5 mg dan captopril 3 x 12,5

mg

Riwayat operasi : 28/10/2019 OD Pro Eviserasi / RSUP

Sanglah / GA-OTT /tanpa komplikasi

Riwayat makan/minum terakhir : 3 Desember 2019 pukul 22.00 WITA

Riwayat sosial : Pasien sebelumnya adalah seorang lansia

yang terbatas dalam melakukan aktivitas

sehari-hari. Riwayat kebiasaan merokok

atau minum alkohol tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik

BB : 45 kg, TB : 155 cm, BMI : 18,73 kg/m2, Suhu aksila : 36,5oC, NRS

diam 1 dari 10, NRS bergerak 2 dari 10

SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(-/-), SpO2 98% udara ruangan

KV : TD 150/90 mmHg, HR 82x/menit, bunyi jantung S1-S2 tunggal,

reguler, murmur (-), gallop (-)

GIT : Supel, bising usus (+) normal, distensi (-) nyeri tekan (-)

UG : BAK spontan

MS : Fleksi defleksi leher normal, Mallampati II, gigi geligi tidak utuh,

akral hangat, perfusi baik

3.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Lengkap (02/12/2019)

• WBC 6,13 x 103/µL (4,1-11); HGB 9,88 g/dL (13.5-17.5); HCT

33,26% (41-53); PLT 107,8 x103µL (150-440)

2. Faal Hemostasis (02/12/2019)

• PPT 14,9 detik (10,8-14,4), APTT 31,6 detik (24-36), INR 1,07 (0,9-

1,1)

3. Kimia Klinik (02/12/2019)

Page 23: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

19

• BUN 9,4 mg/dL (8-23); SC 0,51 mg/dL (0,7-1,2); SGOT 38,9 U/L

(11-33); SGPT 11.8 U/L (11-50)

4. Elektrolit (02/12/2019)

• Na 142 mmol/L (136-145); K 3,89 mmol/L (3,5- 5,0); GDS 113

mg/dL

5. Foto Thorax PA (02/12/2019)

• Cardiomegaly (CTR 61%) dengan aortoschlerosis (ASHD), Pulmo

tak tampak kelainan, Susp lymphadenopathy hilar kanan,

Spondylosis thoracolumbalis

6. EKG (02/12/2019)

a. Normal sinus rhythm, HR 70x/menit, axis normal, ST-T changes

tidak ada

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan Aktual :

SSP : Geriatri

Kardiovaskular : Hipertensi Stage I (TD 150/90 mmHg),

Kardiomegali (CTR 61%) et causa HHD,

Anemia Ringan (HB 9,88 g/dL)

Permasalahan Potensial : Occulocardiac reflex, desaturasi, hipotermia

Pembedahan :

Lokasi : Ocular sinistra

Posisi : Supine

Durasi : 1-2 Jam

Kesimpulan : Status Fisik ASA III

3.6 Persiapan Anestesi

Persiapan di Ruang Perawatan:

• Evaluasi identitas penderita

• Persiapan psikis

− Anamnesis pasien

Page 24: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

20

− Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang rencana

anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang operasi

sampai di ruang pemulihan

• Persiapan fisik

− Puasa 8 jam sebelum operasi

− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi

− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi

− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang

− Memeriksa surat persetujuan operasi

− Memasang IV line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan

30 tetes per menit

Persiapan di Ruang Persiapan OK IBS:

• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi

• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan

• Evaluasi ulang status present dan status fisik

• Penjelasan ulang kepada pasien tentang rencana anestesi

Persiapan di Kamar Operasi:

• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas

• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi

• Mempersiapkan obat dan alat anestesi

• Menyiapkan obat dan alat resusitasi

• Evaluasi ulang status present penderita

3.7 Manajemen Operasi

➢ Teknik Anestesi: GA-OTT

Pre medikasi : Dexamethasone 10 mg IV

Dipenhidramine 10 mg IV

Midazolam 1 mg IV

Analgetik : Fentanyl 200 mcg IV

Induksi : Propofol TCI mode Schnider target effect 1-2 mcg/mL

Page 25: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

21

Maintenance : O2 ; Compressed Air; Propofol TCI mode Schnider

target effect 1-2 mcg/mL; Fentanyl 25 mcg tiap 30

menit

Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV

➢ Durante operasi

Hemodinamik : TD 100-150/ 50-80 mmHg, Nadi 60-80x/menit, RR

14x/menit, SpO2 99-100%

Cairan masuk : Kristaloid 1000 ml

Cairan keluar : perdarahan 10 ml

Lama operasi : 1,5 jam

➢ Post Operasi

Analgetik : Fentanyl 250 mcg per 24 jam via syringe pump,

Parasetamol 500 mg tiap 6 jam PO

Perawatan : Ruangan

Page 26: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

22

BAB IV

DISKUSI KASUS

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa usia tidak dianggap sebagai kontraindikasi

untuk setiap intervensi bedah tetapi semakin banyak jumlah pasien dengan usia

terkait atau penyakit penyerta, dapat membawa risiko tinggi komplikasi pasca

operasi (Butterworth, J.F. dkk., 2013). Untuk hal tersebut, manajemen atau

perawatan perioperatif harus dilakukan dengan baik sehingga ahli anestesi harus

memiliki pengetahuan yang cukup tentang berbagai penyakit penyerta.

Pada pasien ini dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan darah

lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, elektrolit, EKG dan rontgen thorax. Pada

pemeriksaan darah lengkap yang penting untuk diperhatikan adalah jumlah kadar

hemoglobin dan sel darah putih. Pada pasien ini hanya ditemukan sedikit penurunan

pada kadar hemoglobin dan hematokrit kemungkinan akibat penyakit kronis.

Pemeriksaan urea, elektrolit, dan kreatinin akan memberikan informasi mengenai

fungsi ginjal karena secara bertahap ginjal akan mengalami penurunan fungsi

dengan bertambahnya usia. Pada kasus ini didapatkan hasil BUN dalam batas

normal namun serum kreatinin sedikit menurun. Hasil pemeriksaan profil koagulasi

dan elektrolit pada pasien ini masih dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat

HHD dengan hipertensi stage I yang terkontrol dengan amlodipine 1 x 5 mg dan

captopril 3 x 12,5 mg. Pada pasien dilakuka penghentian obat hipertensi captopril

dalam 1x24 jam sebelum operasi. Hal tersebut dikarenakan efek samping dari

captopril yaitu dapat membuat hipotensi refraktif (ANNA J., 2013). Pada

pemeriksaan rontgen thorax ditemukan kardiomegali (CTR 61%). Pemeriksaan

elektrokardiografi (EKG) juga dilakukan pada pasien ini dan dikesankan dengan

normal sinus rhytm.

Dalam kepustakaan dijelaskan bahwa, pemilihan teknik anestesi pada geriatri

akan cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang

akan dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional. Pada kasus ini

digunakan teknik anestesi umum dengan oral trachea tube. Pertimbangan

pemilihan teknik anestesi umum pada pasien ini didasarkan pada jenis operasi yang

dilakukan. Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi pada pasien ini

Page 27: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

23

adalah (1) lokasi operasi akan dilakukan di mata kiri (2) manipulasi operasi, dimana

pada kasus ini membutuhkan relaksasi lapangan operasi yang optimal (3) lama

operasi yang cukup panjang sehingga penggunaan anestesi umum lebih

dipertimbangkan.

Dalam manajemen operasi pasien ini dilakukan teknik anestesi GA-OTT.

Saat di ruang persiapan operasi, pasien diberikan pre medikasi yang bertujuan untuk

menimbulkan rasa nyaman pada pasien, dimana pemberian midazolam 1 mg untuk

menghilangkan rasa cemas, diphenhydramine 10 mg untuk sedasi agar membantu

memudahkan dan memperlancar induksi serta dapat mengurangi resiko terjadinya

aspirasi, dan dexamethasone 10 mg untuk mencegah mual dan muntah.

Setelah dilakukan pemasangan OTT, sebagai langkah awal dimulainya proses

induksi dan anestesi umum, preoksigenasi dengan fraksi oksigen 100% diberikan

pada pasien dan dilakukan pemberian analgetik fentanyl 200 mcg dibantu dengan

induksi TCI propofol menggunakan model Schnider dengan target efek 1-2

mcg/mL. Selanjutnya, sebagai pemeliharaan sedasi, pada pasien ini diberikan

fentanyl 25 mcg tiap 30 menit, TCI propofol menggunakan model Schnider dengan

target efek 1-2 mcg/mL dan oksigen serta compressed air. Induksi TCI propofol

menggunakan model Schnider direkomendasikan pada pasien usia tua karena dapat

menurunkan efek penekanan jalan nafas. Model farmakokinetik TCI propofol yang

sering digunakan yaitu model Marsh dan Schnider. Perbedaan utama dari kedua

model ini terletak pada kovarian yang dipakai. Pada model Marsh kovarian yang

dipakai hanyalah berat badan sedangkan pada model Schnider kovarian yang

dipakai adalah berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin. Oleh karena

itu pada model Marsh hanya bisa mendapatkan perhitungan konsentrasi obat dalam

darah (Cp), sedangkan pada model Schnider bisa didapatkan perhitungan

konsentrasi obat dalam darah (Cp) dan effect-site (Ce). Pada pasien geriatri

biasanya terjadi kehilangan kesadaran dengan Ce yang lebih rendah daripada orang

dewasa muda. Selain itu juga lebih sensitif terhadap efek penekanan sistem respirasi

dan kardiovaskuler, yang dapat menimbulkan efek tidak baik terhadap pasien.

Penggunaan sedasi propofol dengan teknik TCI dibandingkan dengan bolus manual

dihubungkan dengan peningkatan stabilitas hemodinamik (Choi dkk., 2014). Pada

pasien ini juga dilakukan pemberian fentanyl 25 mcg tiap 30 menit.

Page 28: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

24

Pemantauan hemodinamik pada pasien ini menunjukkan kestabilan dimana

tidak terjadi lonjakan penurunan maupun peningkatan mendadak. Mengelola

volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan dan

kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload, penurunan

respon inotropik atau kronotropik serta gangguan respon vasokonstriksi

menyebabkan pasien geriatri sangat tergantung pada preload yang memadai. Oleh

sebab itu, terapi pemeliharaan cairan yang cukup dapat menghindarkan kejadian

hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia. Pada pasien ini diberikan

cairan berupa Kristaloid 1000 ml.

Pada kasus ini, pasien terdiagnosis dengan OS Galukoma Absolut, Out dd

Ulkus Kornea. Glakuma absolut merupakan glaukoma dengan kebutaan yang

absolut (total). Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisiologi dan

anatomi pada geriatri yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada mata

yaitu salah satunya glaukoma. Pada pasien ini dilakukan tindakan OS Pro Eviserasi

dan pemasangan protesa sebagai modalitas penatalaksanaan Galukoma Absolut.

Seleksi pasien, preop visit, evaluasi perioperatif, persiapan operasi, monitoring

durasi operasi yang ketat sangat penting. Ada dua hal penting yang perlu

diperhatikan dalam melaksanakan pembiusan oleh ahli anestesi pada operasi daerah

mata yaitu tekanan intra okuler (TIO) dan reflek okulo kardiak (OCR).

Keberhasilan operasi intra okuler tergantung dari kestabilan TIO. Pada anestesi

yang tidak adekuat dapat menimbulkan reflek-reflek yang dapat membahayakan

pasien bedah mata. Gejala peningkatan reflek ini dapat memberikan perubahan

fungsi organ jantung, sistem respirasi dan gastrointestinal (Akhmad dkk., 2016).

Selain itu tindakan tersebut dapat menimbulkan nyeri. Untuk mengontrol nyeri pada

kasus ini diberikan analgetik berupa fentanyl 200 mcg IV sebelum insisi dan

maintenance 25 mcg tiap 30 menit.

Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah geriatri, dimana

nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Bila tidak dilakukan

kontrol terhadap nyeri, dimana nyeri itu sendiri dapat merangsang saraf simpatis

yang akan berdampak pada peningkatan denyut jantung, maka hal tersebut akan

memperberat kinerja jantung pada pasien geriatri. Hal ini dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada geriatri dengan salah satu penyakit komorbiditas

Page 29: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

25

seperti penyakit jantung iskemik. Sebagai analgetik post operasi, diberikan

Fentanyl 250 mcg per 24 jam via syringe pum serta Paracetamol 500 mg tiap 6 jam

(PO) pada pasien ini. Perawatan pasca operasi dilakukan di ruangan.

Page 30: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

26

BAB V

KESIMPULAN

Menurut WHO, geriatri atau orang usia lanjut dikategorikan dalam usia 65 tahun

atau lebih, dimana rentang usia 65-74 tahun dikelompokkan sebagai early elderly,

sedangkan umur 75 tahun keatas diklompokkan sebagai late elderly. Pasien lanjut

usia umumnya memiliki beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang

berhubungan dengan proses penuaan yang mereka alami, antara lain pada sistem

kardiovaskular, pernapasan, metabolisme, endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan

muskuloskeletal. Perubahan pada individu lanjut usia berisiko memiliki beberapa

kondisi medis kronis dimana dalam salah satu penanganannya membutuhkan

tindakan operasi, namun tindakan tersebut dapat memiliki konsekuensi mengalami

penyakit akut pasca operasi. Penuaan juga dapat menyebabkan perubahan pada

farmakokinetik (dosis obat dengan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik

(konsentrasi plasma dengan efek klinis) obat sehingga diperlukan pemilihan obat

anestesi yang tepat. Oleh karena itu, meminimalkan risiko perioperatif pada pasien

geriatri sangat diperlukan melalui penilaian operatif terhadap fungsi organ dan

memperhatikan manajemen intraoperatif terhadap penyakit penyerta pada pasien,

serta kontrol nyeri post operasi. Pemilihan teknik anestesi pada geriatri akan

cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang akan

dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional.

Page 31: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad YJ.,Pandit S., Andhika MP., 2016. ' Penatalaksanaan Kejadian

Oculocardiac Reflex Pada Trauma Tembus Mata Yang Dilakukan Ga Intubasi

Endotracheal'. Vol.4(1); pp:57-62

Akhtar S., Ramani R., 2015, 'Geriatric Pharmacology', Anesthesiol Clin, 33(3); pp

457-69

AANA J. 2013. 'Pathophysiology and management of angiotensin-converting

enzyme

inhibitor-associated refractory hypotension during the perioperative period' ,

Apr;81(2):133-40.

Alvis, B.D., Hughes, C.G., 2015, 'Physiology Considerations in Geriatric Patients',

HSS Public Acces, 33(3): pp 447–456

Butterworth, J.F. dkk., 2013, Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology, edisi 5,

New York: McGraw-Hill.

Doshi, A., Cabeza, R., Berger, M., 2018. Geriatric Anesthesia: Age-Dependent

Changes in the Central and Peripheral Nervous Systems, edisi 3, Chan :

Switzerlan

Kakkar, B., 2017, 'Geriatric Anesthesia', Anesth Commun , 1(1) : pp 1–7.

Kanonidou, Z., Karystianou, G., 2007. Anesthesia for the elderly. HIPPOKRATIA

11(4): pp 175–177.

Kumra, V., 2008. Issues in geriatric anesthesia. SAARC J. Anesthesia. 1(1) ; pp 39-

49

Page 32: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

Lu F Cai, Jiabin Liu, Nabil E., 2018. Anesthesia and Pain Management in Geriatric

Fractures

Mendes JF, Peri-operative anaesthetic complications of ophthalmic surgery', BJA:

British Journal of Anaesthesia, Vol. 117

Mila TS, Susanti., 2017, ' Gambaran Kualitas Hidup Lansia di Kota Jambi'. Jurnal

Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 17(2); pp 178-83

Mohanty S. Dkk., 2016, ‘Optimal Perioperative Management of The Geriatric

Patient: A Best Practices Guideline from the American College of Surgeons

NSQIP anf the American Geriatrics Society’. Journal of American Collage of

Surgeon, 222(5) pp 930-947

Owczuk, R., 2013, 'Guidelines for general anaesthesia in the elderly of the

Committee on Quality and Safety in Anaesthesia , Polish Society of

Anaesthesiology and Intensive Therapy., 45(2), pp.57–61.

Putra I.M.A., 2014, ‘Tatalaksana Gagal Jantung Perioperatif. Jurnal Komplikasi

Anestesi’ , 1(1) : pp 64-69

Raczyńska D, Glasner L, Serkies-Minuth E, Wujtewicz MA, Mitrosz K., 2016,

‘Eye surgery in the elderly’ Clinical Interventions In Aging. 11 p:407.

Schlitzkus L. dkk, 2015, ‘Perioperative Management of Elderly Patients.

Departement of Surgery, University of Nebraska Medical Center’. Journal of

American Collage of Surgeon. 99(2) : pp 391-415

White PF, White LM, Monk T, et al. 2012 'Perioperative care for the older

outpatient undergoing ambulatory surgery'. Anesth Analg ;114(6):1190-215.

Page 33: LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PASIEN …

29

Wiryana M., 2008, ‘Manajemen Perioperatif Pada Hipertensi’, Jurnal Penyakit

Dalam, 9(2) ; pp 145-151