30
i LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN GERIATRI Oleh: dr. I Made Agus Kresna Sucandra, SpAn, KIC DEPARTEMEN/KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH 2019

LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

i

LAPORAN KASUS

MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN GERIATRI

Oleh:

dr. I Made Agus Kresna Sucandra, SpAn, KIC

DEPARTEMEN/KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH

2019

Page 2: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

ii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur Penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa

karena dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Management

Anestesi pada Pasien Geriatri” ini dapat selesai pada waktunya.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat

Penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, September 2019

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

iii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3

2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan ............................................. 3

2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri ........................ 5

2.2.1 Sistem Kardiovaskular ................................................................... 5

2.2.2 Sistem Respirasi ............................................................................. 5

2.2.3 Fungsi Ginjal .................................................................................. 6

2.2.4 Sistem Gastrointestinal .................................................................. 6

2.2.5 Sistem Saraf ................................................................................... 6

2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri .................................. 7

2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri ............................................... 8

2.4.1 Evaluasi Preoperatif ....................................................................... 8

2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Managemen Anestesi ........................ 9

2.4.3 Perawatan Postoperatif ................................................................... 10

2.5 Sistem Kardiovaskuler pada Geriatri ............................................ 10

2.6 Ca Buli pada Geriatri……………………………………………………

BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................... 11

3.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 11

3.2 Anamnesis ............................................................................................... 11

3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 12

3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 12

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan ............................................................... 13

3.6 Persiapan Anestesi .................................................................................. 14

3.7 Manajemen Operasi ................................................................................ 15

BAB IV DISKUSI KASUS ........................................................................ 16

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang

usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pada tahun 2040 diperkirakan sebanyak 24% dari

keseluruhan populasi di dunia merupakan individu berusia 65 tahun atau lebih yang

dimana memerlukan pelayanan kesehatan sebanyak 50%. Pasien lanjut usia

umumnya memiliki beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan

dengan proses penuaan yang mereka alami, antara lain pada sistem kardiovaskular,

pernapasan, metabolisme, endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan muskuloskeletal.

Perubahan pada individu lanjut usia berisiko memiliki beberapa kondisi medis

kronis dimana dalam salah satu penanganannya membutuhkan tindakan operasi,

namun tindakan tersebut dapat memiliki konsekuensi mengalami penyakit akut

pasca operasi. Walaupun usia bukan sebagai kontraindikasi dari anestesia dan

tindakan operasi, tetapi tingkat kematian dan penyakit perioperatif pada pasien

lanjut usia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pasien usia muda, maka

dari itu pemahaman tehadap perubahan anatomi, fisiologi, dan respon terhadap

agen farmakologi pada pasien lanjut usia menjadi hal yang penting untuk

manajemen anestesi yang optimal dan dapat mengakomodasi faktor usia

(Butterworth J.F., dkk. 2013).

Proses penuaan adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan strukur

dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan ini membuat

manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan

menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit

degenerative (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan fisiologis

penuaan dapat memengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih berperan

sebagai faktor risiko. Secara umum, pada geriatri terjadi penurunan cairan tubuh

total, lean body mass, dan juga respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi

intoksikasi obat dan hipotermia (Satya I.M.H, 2015).

Page 5: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

2

Perbaikan dalam anestesi dan teknik bedah telah sangat mengurangi angka

kematian karena pembedahan pada populasi umum tetapi anestesi terkait kematian

pada pasien yang lebih tua masih cukup tinggi. Populasi individu lanjut usia (lansia)

sangat sensitif terhadap obat-obat anestesi dan membutuhkan penggunaan obat

anestesi yang tepat untuk mencapai efek tujuan dan menghindari efek samping yang

mungkin terjadi (Kakkar, 2017). Karena itu, ahli anestesi perlu mempersiapkan diri

untuk tantangan baru dan untuk ini mereka harus sepenuhnya menyadari

kemungkinan perubahan karena perubahan fisiologis pada usia terkait dan

tambahan dampak dari komorbiditas terkait (Butterworth J.F., dkk. 2013)..

Page 6: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan

Penuaan adalah proses yang tak terhindarkan yang melibatkan banyak

mekanisme termasuk pemendekan telomer, akumulasi radikal bebas, stres

oksidatif, dan kerusakan mitokondria DNA. Proses penuaan didefinisikan sebagai

penurunan progresif normal dalam fungsi dan kemampuan dalam merespons

rangsangan intrinsik (katekolamin, peradangan) atau rangsangan ekstrinsik

(infeksi, pembedahan) (Doshi A., ddk 2018).

Pada sistem kardiovaskular, penuaan akan memengaruhi aspek

farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obatan anestesi. Penurunan kapasitas

fungsional organ dan penyakit yang ada pada pasien berkontribusi terhadap

perubahan yang terjadi. Berkaitan dengan fungsi jantung, pasien geriatri memiliki

penurunan respons beta-adrenergik dan terjadi peningkatan insiden kelainan

konduksi, bradyarrythmias dan hipertensi. Output jantung menurun sebesar 1% per

tahun dan bertanggung jawab atas keterlambatan penyerapan, onset kerja dan

eliminasi obat. Penerapan hukum Frank-Starling untuk curah jantung juga turut

meningkat, maka dari itu pemberian terapi cairan harus diperhatikan dengan baik.

Terganggunya compliance pada hepar mengakibatkan perubahan kecil pada aliran

balik vena akan menghasilkan perubahan besar pada preload ventrikel dan curah

jantung. Disfungsi diastolik dan penurunan compliance pembuluh darah

menyebabkan kompensasi hipovolemik pada pasien lansia menjadi buruk.

Demikian pula, transfusi yang bercampur juga tidak dapat ditoleransi dengan baik

( Mohanty S, dkk. 2016).

Terkait dengan sistem pernapasan, terjadi perubahan berupa penurunan

elastisitas jaringan paru, kapasitas dan volume residual meningkat, kapasitas

penutupan meningkat, penurunan fungsi otot pernapasan, dan penurunan

compliance dinding paru. Selain itu, terjadi pula perubahan pada dukungan otot

faring yang menyebabkan pasien lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi mengalami

obstruksi jalan nafas atas. Mekanisme proteksi batuk dan menelan juga menurun

pada pasien lanjut usia sehingga beresiko tinggi mengalami aspirasi. Perubahan

Page 7: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

4

pada sistem pernafasan tersebut menyebabkan komplikasi pasca operasi, seperti

peningkatan usaha pasien untuk bernafas akibat penurunan compliance dinding

paru, gangguan mekanisme pertukaran udara dan kapasitas penutupan yang kecil

dapat mengarah pada terjadinya atelektasis. Pemberian premedikasi sebagai

profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian

natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik, metoclopramide

hidroklorida ( Schlitzkus L., dkk 2015).

Penuaan juga mempengaruhi fungsi ginjal, yang menyebabkan penurunan

aliran darah dan berat dari ginjal, meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada

periode pasca operasi dan mempengaruhi farmakokinetik obat. Fungsi ginjal yang

ditentukan oleh laju filtrasi glomerular dan eliminasi kreatinin mengalami

penurunan sekitar 45%, saat fungsi ginjal menurun, maka kemampuan eleminasi

obat ikut menurun, dan pemberian obat relaksan (doxacurium chloride,

pancuronium bromida) akan bekerja lebih lama (Kakkar B. 2017).

Pada sistem gastrointestinal, massa hepar dan aliran darah hepar menurun 1%

per tahun hingga sekitar 40% setelah 60 tahun. Perubahan lainnya seperti

penurunan motilitas lambung, peningkatan pH lambung, penurunan aliran darah

hepar dan massa hepar serta penurunan fungsi enzim mikrosomal hepar yang

mempengaruhi farmakokinetik obat. Waktu pengosongan lambung yang menurun

menyebabkan perlambatan penyerapan obat dan tingginya insiden aspirasi ( Kakkar

B. 2017).

Selanjutnya pada sistem saraf, penuaan dikaitkan dengan peningkatan

ambang batas untuk hampir semua modalitas sensorik, termasuk sentuhan, sensasi

suhu, propriosepsi, pendengaran, dan penglihatan. Disfungsi otonom meningkatkan

potensi terjadinya penurunan respon fisiologis kompensasi terhadap hipotensi dan

termoregulasi, sehingga lansia lebih rentan mengalami shivering atau menggigil

dan hipotermia. Pasien lanjut usia lebih mudah mengalami confussion, akibat stres

karena infeksi, dehidrasi, hipotensi atau prosedur anestesi atau bedah. Pemeliharaan

cairan, terapi antibiotik profilaksis dan perawatan bedah yang baik dapat

mengurangi terjadinya hal tersebut pasca operasi ( Schlitzkus L. dkk, 2015).

Penuaan mempengaruhi sistem muskuloskeletal pasien lansia, terdapat

kenaikan jumlah lemak tubuh, penurunan dalam massa dan kekuatan otot karena

Page 8: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

5

kehilangan serat otot dan perubahan hormon pertumbuhan, atrofi pada kulit

sehingga rentan mengalami trauma akibat plester, elektrokauter, dan elektroda

elektrokardiografi (Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri

2.2.1 Sistem Kardiovaskular

Pada rangkaian rencana tindakan anestesi, terdapat beberapa obat-obatan

anestesi yang memiliki efek menurunkan tekanan darah hingga menyebabkan

hipotensi. Hipotensi yang terjadi selama induksi anestesi seharusnya dapat dikelola

dengan betaagonis, akan tetapi pada usia lanjut terjadi penurunan respon pada

reseptor beta di otot jantung sehingga menurunkan respon terhadap hipotensi dan

ketokolamin yang menyebabkan kompensasi terhadap keadaan hipotensi tersebut

tidak terjadi (Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.2.2 Sistem Respirasi

Hilangnya kontur wajah akibat resorpsi alveolar tulang dan hilangnya gigi,

dapat menyebabkan kesulitan dalam pemilihan masker sungkup yang tepat.

Berkurangnya jumlah alveoli dengan ukuran yang meningkat dapat mengganggu

pertukaran gas. Kadar oksigen darah menurun 10% - 15% tetapi kadar karbon

dioksida tetap tidak berubah. Respons ventilasi untuk hipoksemia dan hiperkapnia

menurun pada orang tua sehingga pemantauan gas darah arteri akan menjadi tanda

yang lebih bermakna dalam menilai fungsi pernafasan dibandingkan dengan tanda-

tanda klinis sederhana seperti denyut nadi, laju pernapasan atau tekanan darah.

Kelemahan otot yang terjadi akibat penuaan akan mengurangi kemampuan

pasien lanjut usia untuk batuk secara paksa dan menghilangkan sekresi secara

efektif. Pneumonia aspirasi sering menjadi komplikasi pada pasien lansia akibat

dari penurunan refleks laring yang progresif. Pemberian premedikasi sebagai

profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian

natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik, metoclopramide

hidroklorida ( Mohanty S. dkk., 2016).

Page 9: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

6

2.2.3 Fungsi Ginjal

Pasien lanjut usia mengalami perubahan farmakokinetik dalam absorpsi,

distribusi, metabolisme, dan eksresi obat-obat anestesi. Terjadi pula penurunan

pada clearance secara sistemik yaitu obat yang tereleminasi tidak mengalami

perubahan oleh ginjal karena perubahan pada laju filtrasi glomerulus dan fungsi

tubular. Terdapat perubahan pada laju darah ginjal dan autoregulation, yang

mengarah pada peningkatan prevalensi terjadinya gagal ginjal akut perioperatif

(Alvis & Hughes 2015).

2.2.4 Sistem Gastrointestinal

Penurunan aliran darah hepar karena perubahan aterosklerotik dan

penurunan aktivitas enzim mikrosomal, mempengaruhi terapi obat untuk obat-

obatan yang bergantung pada metabolisme dan ekskresi oleh hepar misalnya

fentanyl citrate, vecuronium bromide. Obat-obatan yang membutuhkan oksidasi

mikrosomal (reaksi tahap I) sebelum konjugasi (reaksi tahap II) dimetabolisme

perlahan, sedangkan yang hanya membutuhkan konjugasi dapat dibersihkan secara

normal. Obat-obatan yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat

menghasilkan efek berlebihan karena peningkatan sensitivitas sel Mohanty S. dkk.,

2016).

2.2.5 Sistem Saraf

Sistem saraf merupakan sasaran untuk hampir setiap obat anestesi,

perubahan akibat penuaan dalam sistem saraf fungsi memiliki implikasi kuat dalam

pengelolaan anestesi, yakni penurunan massa jaringan saraf, kepadatan neuron dan

konsentrasi neurotransmiter, serta reseptor norepinefrin dan dopamin. Kebutuhan

dosis untuk anestesi lokal dan umum berkurang, kebutuhan volume anestesi

epidural menghasilkan penyebaran cephalic yang lebih banyak meskipun durasi

blok sensorik dan motorik lebih pendek. Pasien usia lanjut membutuhkan lebih

banyak waktu untuk pulih dari anestesi umum terutama jika mereka mengalami

disorientasi perioperatif. Pasien lansia sensitif terhadap obat antikolinergik yang

bertindak terpusat. Dikatakan bahwa insiden delirium pada regional anestesi jarang

terjadi, jika tidak ada sedasi tambahan (Schlitzkus L. dkk 2015) .

Page 10: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

7

2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri

Penuaan menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat

dengan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek

klinis) obat. Penuaan menurunkan tingkat sirkulasi albumin, yang merupakan

protein utama pengikat plasma untuk obat-obatan yang bersifat asam, memengaruhi

distribusi dan eleminasi obat. Di sisi lain, terjadi peningkatan kadar α-1 asam

glikoprotein sebagai protein yang mengikat obat-obatan dasar. Efek penuaan pada

farmakokinetik tergantung pada obat yang digunakan. Penurunan jumlah total air

dalam tubuh menyebabkan penurunan pada kompartemen sentral dan peningkatan

konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Di sisi lain, peningkatan

lemak tubuh menghasilkan volume yang terdistribusi lebih besar, sehingga

memperpanjang half life dan efek pada obat lipofilik seperti propofol,

benzodiazepin, opioid. Metabolisme obat dipengaruhi oleh fungsi hati atau ginjal.

Penurunan protein plasma akan menyebabkan obat yang seharusnya berikatan kuat

dengan protein seperti propofol, lidocaine dan fentanyl menjadi tidak berikatan.

Pasien geriatri lebih sensitif terhadap agen anestesi dan umumnya memerlukan

dosis yang lebih kecil untuk mendapat efek dan kondisi klinis yang sama, dan

memiliki durasi efek obat yang lebih panjang

Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan anestesi

yang ditunjukkan oleh Minimum Alveolar Concentration (MAC) yang berkurang.

Pemberian titrasi agen anestesi yang cermat membantu dalam menghindari efek

samping dan durasi berkepanjangan yang tidak terduga. Agen kerja pendek, seperti

propofol, desflurane, remifentanil, dan suksinilkolin, atau obat-obatan yang tidak

tergantung pada fungsi hepar, ginjal, atau aliran darah, seperti atracurium atau

cisatracurium mungkin lebih baik diberikan pada pasien geriatri, (Ersan T. dkk

2015).

Tabel 2.1 Farmakologi Klinis Agen Anestesi pada Geriatri

Obat Sensitif

terhadap Otak

Pharmakokinetik Dosis

Agen inhalasi ↑ ↓

Thiopental ↔ ↓(↓volume distribusi) ↓

Page 11: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

8

Etomidate ↔ ↓(↓volume distribusi) ↓

Propofol ↑ ↓(↓klirens) ↓

Midazolam ↑ ↓(↓klirens) ↓

Morphine ↑ ↓(↓klirens) ↓

Ramifentanil ↑ ↓(↓klirens) ↓

Atracurium - - ↔

Cis-atracurium - - ↔

2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri

2.4.1 Evaluasi Preoperatif

Penyakit umum pada geriatri memiliki dampak signifikan pada anestesi dan

memerlukan perawatan khusus. Risiko dari anestesi lebih terkait dengan adanya

penyakit penyerta dibandingkan dengan usia pasien. Dengan demikian, lebih

penting untuk menentukan status pasien dan memperkirakan kondisi fisiologis saat

evaluasi pra-anestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum operasi, ini harus

dilakukan tanpa penundaan, karena penundaan yang lama dapat meningkatkan

tingkat morbiditas.

Diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular sangat umum pada pasien

geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pasca

operasi pada pasien geriatri, sehingga optimasi paru diperlukan untuk pasien. Studi

laboratorium dan diagnostik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting

diperhatikan. Selain itu, kemungkinan depresi, malnutrisi, imobilitas, dan dehidrasi

juga harus diperhatikan.

Penting untuk menentukan status kognitif pasien geriatri. Defisit kognitif

dikaitkan dengan prognosis yang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih

tinggi. Masih kontroversial apakah anestesi umum mempercepat perkembangan

senile dementia.

Pasien geriatri memerlukan dosis premedikasi yang lebih rendah.

Premedikasi opioid hanya diperlukan jika pasien mengalami nyeri hebat pada saat

penilaian praoperatif. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada geriatri terjadi

atrofi kelenjar saliva. Antagonis H2 bermafaat untuk mengurangi risiko aspirasi.

Page 12: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

9

Metoclopramide juga dapat digunakan untuk pengosongan lambung, meskipun

risiko efek ektrapiramidal lebih tinggi pada pasien geriatri Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Managemen Anestesi

Peningkatan usia bukan merupakan kontraindikasi untuk dilakukan baik

anestesi umum maupun regional. Beberapa aspek anestesi regional dapat

memberikan keuntungan kepada pasien. Hal tersebut memengaruhi sistem

koagulasi dengan mencegah perdarahan postoperatif. Lebih lanjut lagi, hal tersebut

menurunkan insiden dari trombosis vena dalam setelah tindakan total hip

arthroplasty.

Efek hemodinamik anestesi regional dapat berhubungan dengan penurunan

kehilangan darah pada operasi pelvic dan tungkai bawah. Lebih penting lagi, pasien

dapat menjaga jalan nafas dan fungsi paru-paru.

Geriatri dan anestesi umum berhubungan dengan hipotermi.

Mempertahankan suhu tubuh pada keadaan normotermi, merupakan hal yang

penting karena hipotermi berkaitan dengan terjadinya iskemia miokard, dan

hipoksemia pada periode awal postoperasi.

Pada kasus anestesi umum merupakan hal yang utama untuk melakukan

titrasi dosis obat dan hal tersebut menjadi perlu diwaspadai pada pemberian obat

yang bekerja cepat.

Penggunaan blok perifer pada geriatri menjanjikan outcome yang baik tanpa

memengaruhi keamanan jalan nafas, dan risiko efek hemodinamik mayor.

Mengingat bahwa pada geriatri terjadi perubahan anatomi, namun blok perifer tetap

menunjukkan efek yang lebih panjang.

Managemen fisiologis yang optimal diperlukan untuk menghasilkan hasil

operasi yang terbaik (Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.4.3 Perawatan Postoperatif

Masalah paru sangat penting dalam periode pasca operasi. Pada pasien

geriatri tidak perlu terlalu ditekankan untuk melakukan rawat inap yang lebih

pendek. Operasi invasi minimal dan anestesi regional bila dibandingkan dengan

Page 13: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

10

anestesi umum, kemungkinan dapat mengarahkan pada hasil yang lebih

menguntungkan bagi pasien geriatri ( Schlitzkus L. dkk, 2015).

2.5 Sistem Kardiovaskuler pada Geriatri

Penyulit yang sering dijumpai pada pasien yang akan menjalani

pembedahan adalah adanya hipertensi dan gagal jantung kronis. Prevalensi kedua

penyakit ini juga meningkat seiring bertambahnya usia. Penilaian perioperatif yang

perlu dilakukan pada pasien dengan hipertensi yakni terapi farmakologis yang

sudah digunakan, kerusakan target organ dan status volume cairan. Data tersebut

dapat diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang serta pemeriksaan

laboratorium rutin. Penggunaan diuretika yang rutin sering menyebabkan

hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko

terjadinya aritmia. Evaluasi jantung dengan EKG dan x-ray toraks sangat berperan

untuk penapisan jejas organ target. Adanya LVH dapat menyebabkan risiko iskemia

miokardial akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Untuk

evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk

memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal. Apabila ditemukan

ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume

plasma perlu diperhatikan (Putra I.M.A., 2014)

Saat ini belum terdapat protokol yang pasti penentuan batas maksimal

tekanan darah untuk melakukan tindakan operasi. Banyak literatur yang menulis

bahwa TDD 110 mmHg atau 115 mmHg adalah cut-off point untuk mengambil

keputusan penundaan anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. Tekanan

darah diastolik (TDD) dijadikan tolak ukur karena peningkatan TD sistolik (TDS)

akan meningkat seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan ini lebih

dianggap sebagai perubahan fisiologik dibandingkan patologik. Penundaan operasi

dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ sehingga

evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum operasi. The American Heart

Association / American College of Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan acuan

bahwa TDS > 180 mmHg dan/atau TDD > 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum

dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Pada keadaan operasi yang

sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam beberapa menit sampai beberapa jam

Page 14: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

11

dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat rapid acting. Perlu dipahami

bahwa penderita hipertensi cenderung mempunyai respon TD yang berlebihan pada

periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi pertimbangan, yaitu saat

tindakan anestesia dan postoperasi. Contoh yang sering terjadi adalah hipertensi

akibat laringoskopi dan respons hipotensi akibat pemeliharaan anestesia. (Putra

I.M.A., 2014)

Pemilihan obat induksi untuk penderita hipertensi adalah bervariasi untuk

masing-masing klinisi. Propofol, barbiturate, benzodiazepine dan etomidat tingkat

keamanannya adalah sama untuk induksi pada penderita hipertensi. Untuk

pemilihan pelumpuh otot vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dibandingkan

atrakurium atau pankuronium. Untuk volatile, sevofluran bisa digunakan sebagai

obat induksi secara inhalasi. Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan

selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi TD yang

terlalu lebar. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran autoregulasi

dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi

penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD diturunkan secara

tiba-tiba. Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal

yang dianjurkan untuk penderita hipertensi dan penurunan MAP sebesar 55% akan

menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak. (Putra I.M.A., 2014

Anestesia aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan

memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan

volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance

anesthesia) dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena

bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat

dipergunakan sebagai teknik anesthesia, namun perlu diingat bahwa anestesia

regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan

pada pasien dengan keadaan hipovolemia. Hipertensi yang terjadi pada periode

pasca operasi sering terjadi pada pasien yang menderita hipertensi esensial.

Hipertensi dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard sehingga berpotensi

menyebabkan iskemia miokard, disritmia jantung dan CHF. Disamping itu bisa

juga menyebabkan stroke dan perdarahan ulang luka operasi akibat terjadinya

disrupsi vaskuler dan dapat berkonstribusi menyebabkan hematoma pada daerah

Page 15: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

12

luka operasi sehingga menghambat penyembuhan luka operasi. Penyebab

terjadinya hipertensi pasca operasi ada banyak faktor, disamping secara primer

karena penyakit hipertensinya yang tidak teratasi dengan baik, penyebab lainnya

adalah gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan, distensi dari kandung

kemih atau nyeri. Sebelum diputuskan untuk memberikan obat-obat antihipertensi,

penyebab-penyebab sekunder tersebut harus dikoreksi dulu. (Putra I.M.A., 2014)

Adanya gagal jantung telah digambarkan sebagai faktor risiko yang paling

penting untuk memprediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif. Pada periode

perioperatif, semua faktor yang mempresipitasi gagal jantung harus dicari dan

diterapi secara agresif sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Pasien dengan

gagal jantung biasanya sudah mendapatkan pengobatan yang dapat mempengaruhi

tatalaksana anestesi. Diuretik biasanya dapat dihentikan pada hari operasi. Terapi

Beta-Blocker dapat diteruskan karena dalam beberapa penelitian menunjukkan

bahwa Beta-Blocker dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas perioperatif.

Akibat penghambatan pada RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System),

ACEIs (Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor) dapat menyebabkan

peningkatan resiko terjadinya hipotensi intraoperatif. (Wiryana M 2008)

Hipotensi tersebut dapat diterapi dengan obat simpatomimetik seperti

ephedrine, agonis seperti phenylephrine atau vasopressin. Jika ACEIs digunakan

untuk mencegah remodeling ventrikel pada pasien gagal ginjal dan disfungsi ginjal

pada pasien diabetes, penghentian obat tersebut pada saat atau 1 hari sebelum

operasi tidak secara signifikan akan mengubah efek obat tersebut. Namun, jika

ACEIs digunakan untuk mengobati hiperentensi, penghentian obat tersebut pada

saat atau 1 hari sebelum operasi akan menyebabkan hipertensi yang signifikan.

Penghambat reseptor angiotensin akan menyebabkan blok RAAS yang berat, oleh

karena itu harus distop sehari sebelum operasi. Terapi digoksin dapat dilanjutkan

sampai hari operasi. (Wiryana M 2008)

Semua jenis anestesi umum dapat digunakan pada pasien dengan gagal

jantung, namun mungkin memerlukan penyesuain dosis.Opioid mempunyai efek

yang menguntungkan pada pasien dengan gagal jantung oleh karena efeknya pada

reseptor yang menghambat aktifasi adrenergik. Ventilasi tekanan positif dan PEEP

mungkin menguntungkan karena dapat menurunkan bendungan paru dan

Page 16: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

13

memperbaiki oksigenasi arteri. Pemasangan alat monitor hemodinamik disesuaikan

dengan kompleksitas operasi. Pemasangan monitor tekanan intra arteri dilakukan

pada pasien yang mengalami operasi besar. Monitoring pengisian ventrikel dan

status cairan penting dilakukan karena kelebihan cairan sewaktu periode

perioperatif dapat memperburuk gagal jantung. Pemasangan kateter arteri

pulmonalis intraoperatif dapat membantu mengevaluasi pengisian cairan yang

optimal. Penggunaan TEE merupakan alternatif yang lebih baik karena tidak hanya

dapatmemonitor pengisian ventrikel tetapi juga menilai fungsi katup dan gerakan

dinding ventrikel. (Wiryana M 2008)

Anestesi regional dapat dilakukan pada pasien gagal jantung. Penurunan

sedang dari SVR, sekunder akibat blok SNS perifer dapat meningkatkan cardiac

output. Namun, penurunan SVR yang diakibatkan oleh anestesi spinal atau epidural

tidak selalu mudah dikontrol atau diprediksi. Pedoman penggunaan obat inotropik

dan vasopresor pada tatalaksana gagal jantung akut telah dipublikasikan oleh ESC

(European Society of Cardiology). Dalam prakteknya, agonis adrenoseptor masih

merupakan pilihan pertama. Pasien dengan gagal jantung akut sewaktu operasi

harus dirawat di unit perawatan intensif dan monitoring invasif dapat dilanjutkan

postoperatif. Tatalaksana nyeri harus dilakukan secara agresif karena konsekwensi

hemodinamik akibat nyeri dapat memperburuk gagal jantung. Pasien sesegara

mungkin diberikan obat-obatan yang biasanya digunakan. (Wiryana M 2008)

2.6. Ca Buli pada Geriatri

Risiko kanker kandung kemih meningkat dengan bertambahnya usia dan

sekitar sepertiga dari kanker kandung kemih pada laki-laki didiagnosis pada pasien

berusia lebih dari 60 tahun. Kanker kandung kemih pada geriatri memiliki

prognosis yang lebih buruk dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan yang berusia muda. Hal ini mungkin disebabkan karena

keterlambatan dalam mendiagnosis dan kurangnya perawatan pada pasien kanker

kandung kemih pada usia lanjut. Pembedahan adalah komponen utama terapi

kuratif untuk kanker kandung kemih stadium awal. Morbiditas perioperatif rendah,

dan angka kematian berkisar dari 0% sampai 2%. Hal ini lebih berhubungan dengan

komorbiditas daripada usia. Bagi mereka yang memiliki penyakit komorbid yang

Page 17: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

14

signifikan, pembedahan dengan anestesi lokal memberikan toleransi lebih baik

daripada anestesi umum. Tidak seperti pasien yang berusia muda, pasien geriatri

yang menjalani anestesi umum dapat mengalami gangguan kognitif jangka pendek.

(Samuel S. dkk, 2010

Page 18: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

15

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : IAS

No. RM 19029707

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 74 tahun (22/09/1944)

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Br Perangsada, Pering Gianyar

Diagnosis : Ca Buli T2-3N1M0 Low Grade + Hipertensi stage

I + HHD

Tindakan : Pelvic Eksenterasi Anterior (Cystectomy + TAH +

BSO) + Ileal Conduit + Deseksi Pelvic Lymph Node

MRS : 30 Agustus 2019, pukul 14.17 WITA

3.2 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan sulit menahan kencing sejak 1 tahun yang lalu,

sehingga pasien sering terlambat ke kamar mandi dan akhirnya mengompol. Pasien

mengaku keluhan ini semakin terasa sejak 6 bulan SMRS, disertai dengan rasa

anyang – anyangan atau BAK menjadi tidak tuntas namun frekuensinya cenderung

meningkat. Pasien juga sempat mengalami BAK berdarah dengan pendarahan yang

cenderung menetes. Kurang lebih 6 bulan SMRS, pasien memeriksakan diri ke RS

Kasih Ibu dan akhirnya dilakukan USG serta tindakan biopsy. Dari pemeriksaan

penunjang tersebut diketahui adanya pertumbuhan massa di area kandung kemih

sehingga pasien disarankan untuk mendapatkan tatalaksana di rumah sakit dengan

fasilitas yang lebih lengkap dan akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah. Di RSUP

Sanglah, pasien kembali dilakukan pemeriksaan biopsy pada 8 Agustus 2019 dan

akhirnya diputuskan untuk dilakukan operasi pengangkatan kandung kemih.

Saat ini pasien mengeluh adanya nyeri pinggang hilang timbul, namun keluhan

berkemih, mual muntah, maupun demam disangkal.

Page 19: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

12

Riwayat alergi obat dan makanan : alergi makanan (-) alergi obat penisilin

Riwayat pengobatan : Riwayat hipertensi yang diketahui sejak 1

bulan terakhir dan sudah rutin

mengkonsumsi ramipril 2.5 mg setiap 24

jam per oral

Riwayat penyakit sistemik : Riwayat HHD (Hypertensive Heart

Disease) dengan hipertensi stage I

terkontrol

Riwayat operasi : 8/8/2019 Tur-B dan biopsy / RSUP

Sanglah / RA – BSA /tanpa komplikasi

Riwayat makan/minum terakhir : 1 September 2019 pukul 22.00 WITA

Riwayat sosial : Pasien sebelumnya adalah seorang ibu

rumah tangga yang masih dapat melakukan

aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri

dada ataupun sesak nafas. Riwayat

kebiasaan merokok atau minum alkohol

tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik

BB : 51 kg, TB : 155 cm, BMI : 21,2 kg/m2, Suhu aksila : 36,5oC, NRS

diam 0 dari 10, NRS bergerak 0 dari 10, Apfel Score ¾

SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-

/-), SpO2 98% udara ruangan

KV : TD 130/70 mmHg, HR 65x/menit, bunyi jantung S1-S2 tunggal,

reguler, murmur (-), gallop (-)

GIT : Supel, bising usus (+) normal, distensi (-) nyeri tekan (-)

UG : BAK spontan UO dalam 8 jam terakhir

MS : Fleksi defleksi leher normal, Mallampati II, gigi geligi tidak utuh,

akral hangat, celah interspinosum thoracolumbalis teraba baik,

tanpa tanda-tanda infeksi di sekitarnya

Page 20: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

13

3.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Lengkap (19/8/2019)

• WBC 9.09 x 103/µL (4,1-11); HGB 11.55 g/dL (13.5-17.5); HCT

36.68 % (41-53); PLT 240.60 x103µL (150-440) PPT 13,6 detik

(10,8-14,4), APTT 31,9 detik (24-36), INR 1,1 (0,9-1,1)

2. Kimia Klinik (19/8/2019)

• BUN 13.8 mg/dL (8-23) ; SC 0,92 mg/dL (0,7-1,2) ; SGOT 19.9 U/L

(11-33); SGPT 19.9 U/L (11-50)

3. Elektrolit (19/8/2019)

• Na 143 mmol/L (136-145); K 3,84 mmol/L (3,5- 5,0); Cl 100,9

mmol/L (94 – 110); GDS 100 mg/dL; Alb 4.2 gr/dL (3.4 – 4.8)

4. Foto Thorax PA (26/07/2019)

• Cardiomegaly (CTR 57%); spondylosis thoracalis; tidak tampak

proses metastase pada paru dan tulang – tulang yang tervisualisasi

5. Echocardiography (01/08/2019)

• Dimensi ruang jantung normal; LVH Concentric remodelling ; LV

fungsi sistolik normal (EF 58.3%); LV fungsi diastolik menurun

grade I; RV fungsi sistolik normal (TAPSE 2.0 cm); LV wall motion

global normokinetik; MR mild. Konklusi: Fungsi sistolik LV dan

RV normal, Fungsi diastolik menurun grade I, MR mild

6. EKG (31/08/2019)

• Normal sinus rhythm, HR 65x/menit, axis normal, ST-T changes

tidak ada

7. ST Scan Abdomen (19/07/2019)

• Massa solid intralumen buli pada dinding posterior terukur +/- 5.6 x

5.68 x 6.02 cm, mengesankan massa malignant pada buli;

Lymphadenopathy multiple subsentimeter pada paraaorta;

Spondylosis Lumbalis

8. Hasil Patologi Anatomi (8/8/2019

• Invasive papillary urothelial carcinoma low grade; Invasi otot (+)

Page 21: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

14

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan Aktual :

Geriatri : dengan mini kognitif 25/30

Kardiovaskular : HT Stage I terkontrol dengan ramipril 2.5 mg

per oral (fluktuasi tekanan darah di ruangan 130

– 140 / 70 – 80 mmHg); CAD OMI inferior

(pernah diberikan asetosal 8 mg dan sudah

ditunda 5 hari yang lalu); HHD dengan

gambaran ro thorax cardiomegaly (CTR 57%

dan echocardiography : Dimensi ruang jantung

normal; LVH Concentric remodelling ; LV

fungsi sistolik normal (EF 58.3%); LV fungsi

diastolik menurun grade I; RV fungsi sistolik

normal (TAPSE 2.0 cm); LV wall motion

global normokinetik; MR mild. Anemia ringan

susp inflamasi kronis (11.55 gr/dL)

Permasalahan Potensial : Bradikardia; Iskemik Miokard; Hipotermia,

pendarahan, gangguan kognitif pasca operasi

Kesimpulan : Status Fisik ASA III

3.6 Persiapan Anestesi

Persiapan di Ruang Perawatan:

• Evaluasi identitas penderita

• Persiapan psikis

− Anamnesis pasien

− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang

rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang

operasi sampai di ruang pemulihan

• Persiapan fisik

− Puasa 8 jam sebelum operasi

− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi

Page 22: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

15

− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi

− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang

− Memeriksa surat persetujuan operasi

− Memasang IV line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan

20 tetes per menit

Persiapan di Ruang Persiapan OK IBS:

• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi

• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan

• Evaluasi ulang status present dan status fisik

• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi

Persiapan di Kamar Operasi:

• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas

• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi

• Mempersiapkan obat dan alat anestesi

• Menyiapkan obat dan alat resusitasi

• Evaluasi ulang status present penderita

3.7 Manajemen Operasi

➢ Teknik Anestesi: GA-OTT + Epidural Anesthesia

Pre medikasi : Dexamethasone 10 mg IV

Dipenhidramine 10 mg IV

Midazolam 0,5 mg IV

Analgetik : Fentanyl 750 mcg IV

Bupivacain plain 0,5% vol 10mL

Induksi : Propofol 75 mg titrasi sampai pasien terhipnosis

Maintenance : Compressed air : O2 ; Sevoflurane 1,5 Vol %

Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV

➢ Durante operasi

Hemodinamik : TD 120-140/ 60-80 mmHg, Nadi 60-80x/menit, RR

14x/menit, SpO2 99-100%

Cairan masuk : Kristaloid 2000 ml

Page 23: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

16

Koloid 1000 ml

Darah PRC 465 ml

Cairan keluar : Urin residu 100 ml, perdarahan 1200 ml

Lama operasi : 5 jam

➢ Post Operasi

Analgetik : Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10 mL

tiap 10-12 jam

Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO)

Perawatan : Ruangan Intensif

Page 24: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

20

BAB IV

DISKUSI KASUS

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa usia tidak dianggap sebagai

kontraindikasi untuk setiap intervensi bedah tetapi semakin banyak jumlah pasien

dengan usia terkait atau penyakit penyerta, dapat membawa risiko tinggi komplikasi

pasca operasi Butterworth, J.F. dkk., 2013). Untuk hal tersebut, manajemen atau

perawatan pra operasi dan perioperatif harus dilakukan dengan baik sehingga ahli

anestesi harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang berbagai penyakit

penyerta.

Pada pasien ini dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan darah

lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, elektrolit, rontgen thorax,

echocardiography, EKG, ST Scan Abdomen dan Patologi Anatomi. Pada

pemeriksaan darah lengkap yang penting untuk diperhatikan adalah jumlah kadar

hemoglobin dan sel darah putih. Pada pasien ini hanya ditemukan sedikit penurunan

pada sel kadar hemoglobin dan hematokrit kemungkinan akibat penyakit kronis.

Pemeriksaan urea, elektrolit, dan kreatinin akan memberikan informasi mengenai

fungsi ginjal karena secara bertahap ginjal akan mengalami penurunan fungsi

dengan bertambahnya usia. Pada kasus ini tidak didapatkan peningkatan BUN

maupun serum kreatinin. Hasil pemeriksaan profil koagulasi dan elektrolit pada

pasien ini masih dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat HHD dengan

hipertensi stage I yang terkontrol. Pada pemeriksaan rontgen thorax ditemukan

kardiomegali (CTR 57%). Sedangkan pada pemeriksaan echocardiography

didapatkan Dimensi ruang jantung normal; LVH Concentric remodelling ; LV

fungsi sistolik normal (EF 58.3%); LV fungsi diastolik menurun grade I; RV fungsi

sistolik normal (TAPSE 2.0 cm); LV wall motion global normokinetik; MR mild.

Konklusi: Fungsi sistolik LV dan RV normal, Fungsi diastolik menurun grade I,

MR mild, katup lain normal, thrombus tidak ditemukan. Dan elektrokardiogram

(EKG) juga dilakukan pada pasien ini dan dikesankan dengan normal sinus rhytm.

Dalam kepustakaan dijelaskan bahwa, pemilihan teknik anestesi pada geriatri

akan cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang

akan dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional. Pada kasus ini

Page 25: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

21

digunakan teknik anestesi umum dengan oral trachea tube. Pertimbangan

pemilihan teknik anestesi umum pada pasien ini didasarkan pada jenis operasi yang

dilakukan. Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi pada pasien ini

adalah (1) lokasi operasi akan dilakukan di daerah abdominal bawah, (2) manipulasi

operasi, dimana pada kasus ini membutuhkan relaksasi lapangan operasi yang

optimal (3) lama operasi yang cukup panjang sehingga penggunaan anestesi umum

lebih dipertimbangkan dan (4) Dan kombinasi dengan regional anestesi diperlukan

untuk mengurangi penggunaan obat-obat sistemik pada pasien geriatri. Selain itu

dikatakan bahwa regional anestesi seperti teknik TEA (Thoracic Epidural

Anesthesia) memberikan beberapa keuntungan, terutama dalam menjaga

hemodinamik pasien durante operasi, serta profil pemulihan post operasi yang lebih

baik. Dikatakan bahwa dengan blok simpatis segmental sementara pada TEA

efektif dalam mengatasi respon stress yang terjadi pada tubuh pasien. Blok secara

segmental ini dikompensasi dengan aktivitas simpatis pada segmen yang tidak

terblok. Keuntungan dari berkurangannya respon stres ini adalah dilengkapi dengan

stabilitas miokardial dan hemodinamik oleh TEA. Pada TEA akan meningkatkan

repolarisasi dan memperpanjang refraktori miokardium yang melindungi terhadap

aritmia, khususnya yang berasal dari ventrikel. Hasil studi menunjukkan bahwa

TEA menjaga demand dan supply oksigen dengan menjaga perfusi koroner

termasuk pada jaringan miokardium yang mengalami iskemi. Jadi dengan

simpatektomi pada TEA akan berpotensial mendilatasi pembuluh darah koroner

yang mengalami konstriksi, mengurangi workload dan mengoptimalkan

penghantaran oksigen ke miokardium yang memberi dampak positif terhadap status

kardiovaskular (Lahiry, 2016).

Dalam manajemen operasi pasien ini dilakukan teknik anestesi GA-OTT +

Epidural Anesthesia. Saat di ruang persiapan operasi, pasien diberikan pre medikasi

yang bertujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien, dimana pemberian

midazolam 0,5 mg untuk menghilangkan rasa cemas, diphenhydramine 10 mg

untuk sedasi agar membantu memudahkan dan memperlancar induksi serta dapat

mengurangi resiko terjadinya aspirasi, dan dexamethasone 10 mg untuk mencegah

mual dan muntah.

Page 26: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

22

Anestsesi regional dilakukan dengan pemasangan kateter epidural di Th4-

Th5 dengan LOR (Loss of Resistance) 4 cm, panjang kateter 10 cm. Regimen

anestesia epidural menggunakan bupivacaine plain 0,5% volume 10 mL. Setelah

itu dilakukan pemasangan OTT. Sebagai langkah awal dimulainya proses induksi

dan anestesi umum, preoksigenasi dengan fraksi oksigen 100% diberikan pada

pasien dan dilakukan pemberian analgetik fentanyl 75 mcg dibantu dengan induksi

propofol 75 mg secara titrasi. Selanjutnya, sebagai pemeliharaan sedasi, pada

pasien ini dilakukan pemberian agen inhalasi berupa Sevoflurane 1,5 Vol% yang

diberikan dengan oksigen serta compressed air. Induksi inhalasi direkomendasikan

pada pasien usia lanjut terutama sevoflurane yang dikatakan sangat cocok untuk

induksi inhalasi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien usia lanjut. Selain

itu, Sevoflurane juga efektif dan optimal diberikan pada pasien usia lanjut sebagai

pemeliharaan atau maintenance anestesi (Owczuk, R., 2013) . Pada pasien ini juga

dilakukan pemberian fentanyl sebelum dilakukan insisi (25 mcg).

Pemantauan hemodinamik pada pasien ini menunjukkan kestabilan dimana

tidak terjadi lonjakan penurunan maupun peningkatan mendadak. Mengelola

volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan dan

kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload, penurunan

respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi

menyebabkan pasien geriatri sangat tergantung pada preload yang memadai. Oleh

sebab itu, terapi pemeliharaan cairan yang cukup dapat menghindarkan kejadian

hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia. Pada pasien ini diberikan

cairan berupa Kristaloid 2000 ml, koloid 1000 ml dan darah PRC 465 ml.

Pada kasus ini pasien terdiagnosis dengan Ca Buli T2-3N1M0 Low Grade.

Ca Buli merupakan pertumbuhan abnormal pada jaringan di buli. Beriringan

dengan pertambahan usia, terjadi beberapa perubahan biologi pada geriatri yang

dapat memengaruhi risiko kanker, aktivitas kanker, serta respon terhadap terapi.

Peningkatan risiko kanker pada geriatri terjadi melalui dua proses, yaitu terjadi

kerusakan DNA secara perlahan dan penurunan progresif pada kemampuan host

melawan pertumbuhan tumor (Tesarova, 2013). Pada pasien ini dilakukan tindakan

Pelvic Eksenterasi Anterior (Cystectomy + TAH + BSO) sebagai modalitas

penatalaksanaan Ca Buli. Tindakan tindakan Pelvic Eksenterasi Anterior yang

Page 27: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

23

dilakukan akan menimbulkan stres yang disebabkan oleh tindakan bedah tersebut

dan juga nyeri yang dialami oleh pasien. Untuk mengkontrol nyeri pada kasus ini,

maka dilakukan pemberian analgetik berupa fentanyl sebelum dilakukan insisi (25

mcg).

Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah geriatri, dimana

nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Bila tidak dilakukan

kontrol terhadap nyeri, dimana nyeri itu sendiri dapat merangsang saraf simpatis

yang akan berdampak pada peningkatan denyut jantung, maka hal tersebut akan

memperberat kinerja jantung pada pasien geriatri. Hal ini dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada geriatri dengan salah satu penyakit komorbiditas

seperti penyakit jantung iskemik. Sebagai analgetik post operasi, diberikan

kombinasi Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10 mL tiap 10-12 jam

serta Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO) pada pasien ini. Perawatan pasca operasi

dilakukan di ruangan intensif.

Page 28: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

24

BAB V

KESIMPULAN

Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang

usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pasien lanjut usia umumnya memiliki beberapa

perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan proses penuaan yang

mereka alami, antara lain pada sistem kardiovaskular, pernapasan, metabolisme,

endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan muskuloskeletal. Perubahan pada individu

lanjut usia berisiko memiliki beberapa kondisi medis kronis dimana dalam salah

satu penanganannya membutuhkan tindakan operasi, namun tindakan tersebut

dapat memiliki konsekuensi mengalami penyakit akut pasca operasi. Penuaan juga

dapat menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat dengan konsentrasi

plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek klinis) obat sehingga

diperlukan pemilihan obat anestesi yang tepat. Oleh karena itu, meminimalkan

risiko perioperatif pada pasien geriatri sangat diperlukan melalui penilaian operatif

terhadap fungsi organ dan memperhatikan manajemen intraoperatif terhadap

penyakit penyerta pada pasien, serta kontrol nyeri post operasi. Pemilihan teknik

anestesi pada geriatri akan cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan

pembedahan yang akan dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional.

Page 29: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

25

DAFTAR PUSTAKA

Alvis, B.D., Hughes, C.G., 2015, 'Physiology Considerations in Geriatric Patients',

HSS Public Acces, 33(3): pp 447–456

Butterworth, J.F. dkk., 2013, Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology, edisi 5,

New York: McGraw-Hill.

Doshi, A., Cabeza, R., Berger, M., 2018. Geriatric Anesthesia: Age-Dependent

Changes in the Central and Peripheral Nervous Systems, edisi 3, Chan :

Switzerlan

Hernández, S.G. dkk., 2019, 'Conservative Management of Gallstone Disease in

The Elderly Population: Outcomes and Recurrence', SJS Scadinavian Journal,

3(1): pp 1-4

Kakkar, B., 2017, 'Geriatric Anesthesia', Anesth Commun , 1(1) : pp 1–7.

Kanonidou, Z., Karystianou, G., 2007. Anesthesia for the elderly. HIPPOKRATIA

11(4): pp 175–177.

Kumra, V., 2008. Issues in geriatric anesthesia. SAARC J. Anesthesia. 1(1) ; pp 39-

49

Mohanty S. Dkk., 2016, ‘Optimal Perioperative Management of The Geriatric

Patient: A Best Practices Guideline from the American College of Surgeons

NSQIP anf the American Geriatrics Society’. Journal of American Collage of

Surgeon, 222(5) pp 930-947

Owczuk, R., 2013, 'Guidelines for general anaesthesia in the elderly of the

Committee on Quality and Safety in Anaesthesia , Polish Society of

Anaesthesiology and Intensive Therapy., 45(2), pp.57–61.

Page 30: LAPORAN KASUS MANAGEMENT ANESTESI PADA PASIEN …

26

Putra I.M.A., 2014, ‘Tatalaksana Gagal Jantung Perioperatif. Jurnal Komplikasi

Anestesi’ , 1(1) : pp 64-69

Samuel S. dkk, 2010, ‘ Karsinoma Kandung Kemih’, Jurnal Biomedik , 2(1): pp

60-65

Satya I.M.H., dkk. 2015, 'Efektivitas Blok Kepala Leher pada Operasi

Hemimandibulektom Wide Eksisi Parotidektomi pada Pasien Geriatri untuk

Mengurangi Penggunaan Opiat Sistemik', KPPIA 10-13 Juni 2015. pp. 78

Schlitzkus L. dkk, 2015, ‘Perioperative Management of Elderly Patients.

Departement of Surgery, University of Nebraska Medical Center’. Journal of

American Collage of Surgeon. 99(2) : pp 391-415

Wiryana M., 2008, ‘Manajemen Perioperatif Pada Hipertensi’, Jurnal Penyakit

Dalam, 9(2) ; pp 145-151