Upload
rsadella
View
53
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kasus besar penyakit dalam sub bagian geriatri 2014
Citation preview
LAPORAN KASUS BESAR
SEORANG WANITA 81 TAHUN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK,
PNEUMONIA, HIPERTENSI HEART DISEASE, KEREDUPAN PARU KIRI,
HIPERGLIEMIA, RIWAYAT PENGOBATAN TB PARU
Diajukan untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing :
dr Yudo Murti Mupangati, SpPD K-Ger
Disusun oleh :
Fajar Akbar Ramadhan
22010113210114
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Fajar Akbar Ramadhan
NIM : 220103210114
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK Undip
Judul Kasus : SEORANG WANITA 81 TAHUN DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK, PNEUMONIA, HIPERTENSI HEART DISEASE, KEREDUPAN
PARU KIRI, HIPERGLIKEMIA, RIWAYAT PENGOBATAN TB PARU
Pembimbing : dr Yudo Murti Mupangati,SpPD K-Ger
Semarang, Oktober 2014
Pembimbing,
dr Yudo Murti Mupangati, SpPD K-Ger
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. N
Umur : 81 tahun
Pekerjaan : tidak bekerja
Alamat : Pusponjolo Selatan
Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang
Agama : Islam
No.CM : C344436
No.register : 7787229
Masuk RSDK : 18 September 2014
Tanggal Pemeriksaan : 30 September 2014
I.2 DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Stroke non Hemoragik
Pneumonia
Keredupan Paru Kiri
Sinus ritme, LAD, LAE, RVH,
curiga iskemik anteroseptal
Hipertensi Heart Disease
Sindroma Geriatri :
Impairment of vision
Imomobility
Instability
26/09/2014
26/09/2014
26/09/2014
26/092014
1.
2.
3.
Riwayat
pengobatan TB di
Rs Elizabeth pada
bulan Agustus
2013
Riwayat hipertensi
tidak rutin kontrol
dan berobat
Riwayat operasi
payudara kiri 1972
26/09/2014
26/09/2014
3
Inisiasi
I.3 DATA DASAR
I.3.1 Data Subyektif
Data diperoleh dari autoanamnesis dengan pasien dan alloanamesis dengan anak
pasien pada tanggal 26 September 2014 pukul 10.00 di bangsal Rajawali lantai 3A
RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : lemah seluruh bagian tubuh kiri
Sejak tanggal 18 September 2014 pasien terjatuh di ruang tamu, ketika pasien
berjalan ke kamar mandi. Pasien tidak tahu kenapa dia jatuh, karena pasien tidak
merasakan apa-apa. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, namun ketika
pasien hendak berdiri pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri. Lalu pasien
di bawa ke Rumah Sakit Dr Kariadi
Kuantitas : Pasien terjatuh secara tiba-tiba
Kualitas : Setelah terjatuh pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri
Faktor yang memperberat : -
Faktor yang memperingan : Pasien hanya dapat berbaring karena merasa lemas tidak
dapat menggerakan anggota gerak kiri.
Gejala penyerta :
Sistem Gastrointestinal:
Mual (+), demam (-), frekuensi BAB sering (-), BAB cair (-), BAB putih seperti
dempul (-), BAB hitam/ berdarah (-), nyeri perut (-), nyeri ulu hati (-), nyeri telan
(-), tersedak (-), nyeri gigi (-)
Sistem Saraf:
Pusing (-), nyeri kepala (+) dan terasa kaku pada tengkuk leher belakang,
kesulitan untuk berdiri/berjalan (+), gemetar (-), kelemahan anggota gerak
tungkai kiri (+), bicara pelo (+), merot (+) kesadaran menurun (-), kejang (-),
4
bicara tidak nyambung (-), kadang tidak mengenali orang (-), kesemutan (-),
mondar-mandir keluar rumah (-), pegal daerah punggung (-), nyeri menjalar
sampai ke kaki (-), gangguan tidur (-)
Sistem Respirasi:
Sesak napas (+) saat batuk (+), dahak (+) putih kental, nyeri dada saat bernapas
(-), batuk darah (-), hidung meler (-), hidung tersumbat (-), mengi (-).
Sistem Kardiovaskuler:
Nyeri dada menjalar ke bahu (+), payah jika bekerja (-), sesak saat berbaring
sehingga harus menggunakan 2 bantal (+), berdebar-debar (+), bengkak kedua
kaki (-).
Sistem Ekskresi:
BAK lancar lebih dari 4 kali sehari warna kuning jernih. Nyeri BAK (-), sulit
menahan kencing (-) kencing keluar sebelum sempat ke kamar mandi (-), kencing
tidak lancar (-), kencing tidak tuntas (-), kencing berdarah (-), kencing batu (-),
nyeri kencing (-)
Sistem Endokrin dan reproduksi
Mudah haus (-), mudah lapar (-), sering kencing di malam hari (-), berat badan
turun banyak (-).
Sistem Muskuloskeletal
Nyeri sendi (-), nyeri punggung (-), tinggi badan berkurang (-), gerak berjalan
terbatas (-), kaku sendi lutut di pagi hari (-), bunyi berderik saat bergerak (-), kaki
gemetar jika berjalan (-)
Sistem Panca indera
Kurang pendengaran (-), bicara tidak nyambung (-), telinga berdenging (-),
keluhan penglihatan (+), hanya bisa mengenali orang dari jarak dekat (+)
pandangan seperti tertutup kabut (-).
5
Riwayat Penyakit Dahulu
- ± 1,5 tahun lalu pasien mengeluh sesak nafas. Sesak di rasakan di saat siang
hari dan malam hari. Pasien masih dapat mengerjakan pekerjaan rumah,
seperti menyapu, dan mencuci. Sesak nafas tidak di cetuskan oleh debu, cuaca
(udara dingin), maupun makan makanan tertentu.
- Riwayat operasi payudara kiri tahun 1972
- Pada bulan Agustus tahun 2013, riwayat pengobatan TB di RS Elizabeth Kota
Semarang. Pasien rutin untuk kontrol dan berobat.
- Pasien memiliki riwayat sakit tekanan darah tinggi (+) sejak 1,5 tahun yang
lalu, namun karena tidak ada keluhan pasien tidak kontrol dan minum obat.
- Riwayat sakit kencing manis disangkal
- Riwayat sesak napas karena asma disangkal, alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Almarhum suami pernah sakit sesak nafas (+)
- Riwayat sakit kencing manis pada keluarga disangkal
- Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal
- Riwayat batuk lama pada keluarga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang lansia, pasien seorang pensiunan pegawai negeri di
RSDK tahun 1989. Pasien menempuh pendidikan formal di sekolah. Pasien tidak
memiliki anak. Namun pasien tinggal bersama cucu dan cicit. Suami pasien sudah
meninggal dunia saat pasien berusia 52 tahun (tahun 1988). Biaya hidup sehari-hari
dengan menggunakan uang pensiunan dan penghasilan dari anak-anak dan cucu-
cucunya. Penghasilan sebulan dari pensiunan ±1.100.000. Pasien tinggal di rumah
miliknya yang berukuran ±15 x 7 meter, memiliki 1 ruang tamu dengan jendela, 1
ruang keluarga, 4 kamar tidur dengan jendela, 1 ruang makan, 1 dapur, dan 2 kamar
mandi. Dinding tembok, alas ubin, atap menggunakan genteng, sirkulasi udara dan
6
sinar matahari cukup masuk ke dalam rumah. Sumber air minum menggunakan
PAM, penerangan listrik PLN, memasak menggunakan kompor gas. Sehari pasien
makan 3 kali, nasi dengan lauk pauk (tahu, tempe, telur dan sayur), mandi 2 x sehari.
Biaya pengobatan di rumah sakit menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi cukup
Keterangan :
A Ruang tamu D Kamar mandi
B Kamar tidur E Ruang makan
C Ruang keluarga F Dapur
Lain-lain :
Pasien tidak merokok, tinggal serumah dengan anaknya yang merokok (-)
7
AB
C
D
B
E
B B
D
F
Riwayat Fungsional
- Sebelum masuk RS Elizabeth bulan Agustus 2013
Pasien tidak bekerja dan waktu sehari-hari dihabiskan di rumah dengan cucu
dan buyut-buyutnya. Kegiatan pasien di rumah adalah berbelanja di pasar,
mengantarkan buyut-buyutnya ke sekolah dan membantu cucunya memasak
di rumah. Pasien juga masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari seperti
mandi, makan, membersihkan ruang keluarga rumah dan mencuci piring dan
gelas. Pasien tidak merasakan kesulitan bila BAB dan BAK.
- Sejak sakit sesak nafas bulan Agustus 2013
Pasien sering merasakan sesak terutama pada saat siang dan malam hari,
sehingga pasien sudah tidak lagi berakivitas berat seperti berbelanja di pasar,
mengantar buyut-buyutnya ke sekolah. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti makan, mandi, membersihkan ruang keluarga di rumah masih dapat
dilakukan secara mandiri, namun pasien sudah mengurangi aktivitas
berbelanja dan membantu memasak cucunya di rumah, pasien berjalan dengan
pelan-pelan dan terkadang dibantu oleh anaknya. Oleh karena sesak yang
dirasakan semakin berat pasien memeriksakan ke RS Elizabeth dan rutin
kontrol. Hingga 1 minggu sebelum masuk RSUP dr Kariadi pasien terjatuh
ketika berjalan dari kamar ke kamar mandi, pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran, namun pasien mengalami lumpuh seluruh anggota
badan bagian kiri, lalu pasien dibawa ke RSUP dr Kariadi.
- Saat dirawat bulan September 2014 di RS
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur, pasien masih terlihat lumpuh
seluruh anggota badan bagian kiri, berbicara pelo, dan mengeluh sedikit sesak,
memerlukan bantuan untuk berubah posisi. Pasien sangat kooperatif saat
diajak berbicara, tidak ada keluhan kurang pendengaran. Pasien dipasang
nasal kanul oksigen dan tidur dengan posisi agak tinggi. Setiap hari pasien
8
minum susu 3 x 200 cc, makan 3 x sehari. Pasien masih dapat diajak
berkomunikasi dengan baik.
INDEKS KATZ ( Menilai AKS) 29 September 2013
No Aktivitas Mandiri Tergantung 26-09-2014
1. Bathing Memerlukan bantuan
hanya pada 1 bagian
tubuh (bagian
belakang / anggota
tubuh yang terganggu)
atau dapat melakukan
sendiri
Memerlukan bantuan
dalam mandi lebih
dari 1 bagian tubuh
dan saat masuk serta
keluar dari bak
mandi / tidak dapat
mandi sendiri
Tergantung
2. Dressing Menaruh pakaian &
mengambil pakaian,
memakai pakaian,
’brace’, & menalikan
sepatu dilakukan sendiri
Tidak dapat
memakai pakaian
sendiri atau tidak
berpakaian sebagian
Tergantung
3. Toilletting Pergi ke toilet, duduk
berdiri dari kloset,
memakai pakaian
dalam, membersihklan
kotoran (memakai
’bedpan’ pada malam
hari saja & tidak
Memakai ’bedpan’
atau ’comode’ atau
mendapat bantuan
pergi ke toilet atau
memakai toilet
Tergantung
9
memakai penyangga
mekanik)
4. Transfering Berpindah dari dan ke
tempat tidur &
berpindah dari dan ke
tempat duduk (memakai
atau tidak memakai alat
bantu)
Tidak dapat
melakukan / dengan
bantuan untuk
berpindah dari & ke
tempat tidur / tempat
duduk
Tergantung
5. Continence BAK & BAB baik Tidak dapat
mengontrol sebagian
/ seluruhnya dalam
BAB & BAK,
dengan bantuan
manual / kateter
Tergantung
6. Feeding Mengambil makanan
dari piring / yang
lainnya & memasukkan
ke dalam mulut (tidak
termasuk kemampuan
untuk memotong
daging & menyiapkan
makanan seperti
mengoleskan mentega
di roti)
Memerlukan bantuan
untuk makan atau
tidak dapat makan
semuanya atau
makan per-
parenteral)
Tergantung
Klasifikasi menurut Indeks Katz :
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain
10
D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain
F : Mandiri,kecuali bathing,dressing,toiletting,transfering &1 fungsi lain
G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas
Kesan : Katz G (Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas)
11
Pada saat dirawat di RS, pasien tidak dapat berubah posisi tidur. Pasien memerlukan bantuan dari anak pasien dan perawat untuk berubah posisi. Pasien selalu tiduran.
Berikut adalah skor untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien.
SKOR NORTON (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)
Penilaian Skor 26-09-2014
Kondisi fisik umum :
Baik
Lumayan
Buruk
Sangat buruk
4
3
2
1
3
Kesadaran :
Komposmentis
Apatis
Konfus/soporus
Stupor/koma
4
3
2
1
4
Aktivitas :
Ambulan
Ambulandengan bantuan
Hanya bisa duduk
Tiduran
4
3
2
1
1
Mobilitas :
Bergerak bebas
Sedikit terbatas
Sangat terbatas
Tak bisa bergerak
4
3
2
1
2
12
Inkontinensia :
Tidak ada
Kadang-kadang
Sering inkontinensia urin
Inkontinensia alvi & urin
4
3
2
1
3
Skor total 13
Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi
12-15 : kemungkinan kecil terjadi
< 12 : kemungkinan besar terjadi
Skor : 13Kesan : kemungkinan kecil terjadi ulkus dekubitus
Riwayat Gizi
- Pasien biasanya makan 3x/hari dengan nasi ± 1 piring dan habis. Lauk sayur
dan tempe tahu, daging, ayam, telur.
- Pasien minum minum air putih 4-5 gelas/hari, sering minum teh manis setiap
hari 1 gelas dengan 2 sendok teh gula pasir
- Masakan di rumah sehari-hari sering masak sendiri, tidak menggunakan MSG
Riwayat Psikiatri
- Sebelum masuk RS, kegiatan pasien selama di rumah biasanya menyapu
ruang keluarga, menonton televisi, memasak dan berinteraksi dengan cucu
dan buyut-buyutnya. Pasien selalu melakukan aktivitas di dalam rumah.
Hubungan dengan tetangga masih baik. Pasien kadang keluar rumah dan
mengobrol dengan tetangga. Hubungan pasien dengan keluarga juga baik.
13
Pemeriksaan Status Mental :
Keadaan umum : Seorang wanita 81 tahun, tampak sesuai umur, berkulit sawo
matang, penampilan cukup bersih dan rapi, rambut berwarna putih, terpasang infus
RL 20 tetes/menit dan nasal kanul oksigen.
Perilaku & Aktivitas Psikomotor : normoaktif
Kesadaran : jernih
Sikap : kontak psikis + wajar, dapat dipertahankan.
Mood : euthyme
Afek : serasi
Gangguan Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)
Bentuk Pikir : realistik
Proses Pikir : lancar
Isi Pikir : waham (-)
SKALA DEPRESI GERIATRI
Pilihan jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu
minggu terakhir:
”Apakah...........”
1. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya TIDAK
2. Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat / kesenangan anda? YA
Tidak
3. Anda merasa kehidupan anda kosong? YA Tidak
4. Anda merasa sering bosan? YA Tidak
5. Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya TIDAK
6. Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? YA Tidak
7. Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya TIDAK
8. Anda sering merasa tidak berdaya? YA Tidak
9. Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu
yang baru? YA Tidak
14
10. Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibanding
kebanyakan orang? YA Tidak
11. Anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya TIDAK
12. Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? YA Tidak
13. Anda merasa anda penuh semangat? Ya TIDAK
14. Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? YA Tidak
15. Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada anda? YA
Tidak
Jawaban pasien : digaris bawahi
Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar
Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1
Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi
Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Skor = 1
Kesan: keadaan baik/ tidak depresi
15
Untuk Skala Depresi Geriatri, Kuesioner Status Mental dan Mini Mental State
Examination
KUESIONER STATUS MENTAL
No DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN
1 Tanggal berapakah hari ini? (bulan, tahun) S
2 Hari apakah ini S
3 Apakah nama tempat ini? B
4 Berapa nomor telepon atau alamat rumah Bapak/Ibu? B
5 Berapa umur Bapak/Ibu? B
6 Kapan Bapak/Ibu lahir? B
7 Siapakah nama presiden kita sekarang S
8 Siapakah nama presiden sebelum ini? S
9 Siapakah nama gadis ibu Anda? B
10 Hitung mundur 3-3 dari 20! B
0 – 2 kesalahan = baik
3 – 4 kesalahan = gangguan intelek ringan
5 – 7 kesalahan = gangguan intelek sedang
8 – 10 kesalahan = gangguan intelek berat
Bila penderita tidak pernah sekolah, nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai diatas
Hasil = 4 kesalahan.
Kesan : gangguan intelek ringan
16
MINI MENTAL STATE EXAMINATION
Ma
x
Nilai
5
5
( 3 )
( 5 )
ORIENTASI
Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?
Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit, jalan, nomor
rumah, kota kabupaten, provinsi)
3 ( 3 )
REGISTRASI
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,misalnya : satu
detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah respon mengulang
ketiga nama benda tersebut. Ulangi hingga benar
menyebutkan. Hitung jumlah percobaan dan catat : 2 kali.
5 ( 5 )
ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“ WAHYU “ (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan.
3 ( 2 )
RECALL
Tanyakan kembali nama tiga benda yang telah disebut di atas.
Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
9 ( 7 )
BAHASA
a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil atau arloji
(2 nilai)
b. Ulangi kalimat berikut : “ JIKA TIDAK, DAN ATAU
TAPI (1 nilai)
c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini: Peganglah selembar
kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas tersebut
pada pertengahan dan letakkan di lantai (3 nilai )
17
d. Bacalah dan laksanakanlah perintah berikut: “
PEJAMKAN MATA ANDA” (1 nilai)
e. Tuliskanlah sebuah kalimat (1 nilai)
f. Tirulah gambar ini (1 nilai )
Jumlah skor : 25
Kategori : Skor 24-30 : normal
17-23 : Probable gangguan kognitif
0-16 : definite gangguan kognitif
Skor : 25
Kesan : normal
I.3.2 Data Obyektif
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal30 November 2013 pukul 11.30 di Bangsal
Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Keadaan umum : Tampak lemah, terpasang nasal kanul oksigen, dispneu (+),
terpasang infus RL
Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6=15
Tanda vital : TD : 140/90mmHg (berbaring), 140/90 (duduk)
RR : 28x/menit
N : 90x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup
t : 36,80C
Status gizi :BB : 40 kg
TB :151cm
IMT :17,54kg/m2
18
Kesan : underweight
Kepala : mesosefal
Kulit : turgor cukup, pucat (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-), tinitus (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : epistaksis (-/-),discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi
berdarah (-), pursed lip breathing (-), gigi palsu (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : trakea deviasi ke kanan (+), pembesaran nnll -/+ multipel(+)
mobile(+) nyeri (-), JVP R+1cm
Thorax : bentuk normal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal
(-), sela iga melebar (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak di SIC VI 2cm lateral linea
medioclavicularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2cm lateral linea
Medioclavicularis sinistra, kuat angkat (-), melebar (-),
pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternal (-).
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternalis dextra
Batas kiri :SIC VI 2 cm lateral linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : HR= 90x/menit, reguler, BJ I-II normal , bising (-),
gallop(-)
Pulmo depan dan belakang
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Pada SIC VI ke bawah paru sinistra redup
19
Pada SIC V ke atas paru sinistra didapatkan
sonor.
Sonor pada seluruh lapang paru kanan
Auskultasi : Pada SIC V keatas paru dextra dan sinistra SD bronkhial +/+,
ST (-)
Pada SIC VI kebawah paru dextra dan sinistra
SD : bronkhial +/+, ST : RBK
Abdomen :
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani,pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
20
RBK (+) RBK (+)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIKUS (Nn CRANIALES)
N I(OLFAKTORIUS) Kanan Kiri
Subjektif + +
Objektif + +
N II (OPTICUS) Kanan Kiri
Tajam Penglihatan >3/60 >3/60
Lapangan Penglihatan sama dengan pemeriksa sama dengan
pemeriksa
Melihat Warna + +
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan
N III (OCULOMOTORIUS) Kanan Kiri
Sela Mata 2,5 cm 2,5 cm
Pergerakan bulbus bebas bebas
Strabismus - -
Nystagmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil Diameter 2,5mm 2,5mm
Bentuk Pupil bulat bulat
Reflek terhadap sinar + +
Reflek konsensual + +
Melihat kembar - -
N IV (TROCHLEARIS) Kanan Kiri
Pergerakan mata + +
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar - -
21
N V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Membuka mulut + +
Mengunyah + +
Menggigit + +
Reflek kornea + +
Sensibilitas Muka + +
N VI (ABDUSCEN) Kanan Kiri
Pergerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar - -
N VII(FACIALIS) Kanan Kiri
Menutup mata + +
Memperlihatkan gigi + -
Bersiul + -
Mengerutkan dahi + -
Perasaan lidah 2/3 depan Tidak dilakukan
NVIII (VESTIBULOKLEARIS) Kanan Kiri
Tes Gesekan + +
Detik Arloji + +
Test Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan
N IX(GLOSSOPHARYNGEUS)
Perasa lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas pharynx Tidak dilakukan
22
N X (VAGUS)
Arcus pharynx: simetris uvula, di tengah
Bicara : +
Menelan : +
N XI(ACCESORUS) Kanan Kiri
Mengangkat bahu + +
Memalingkan kepala + +
N XII (HYPOGLOSSUS)
Pergerakan lidah : asimetris
Tremor lidah : -
Artikulasi : -
Deviasi : ke kiri
Ekstremitas : superior inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Cap. Refill <2”/ <2” <2”/ <2”
Refleks fisiologis +2/+2 +2/+2
Refleks Patologis -/- -/-
Tonus N/N N/+(babinsky)
Kekuatan 5-5-5/1-1-1 5-5-5/1-1-1
Sensibilitas +N/+N menurun/menurun
23
PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah Rutin dan Kimia Klinik
Tanggal 18/09/14 19/09/14 22/09/14 Nilai normal
Hb 13,1 - - 12-15 gr%
Ht 38,1 - - 35-47 %
Eritrosit 4,4 - - 3.9-5,6 jt/mm3
MCH 30,4 - - 27-32 pg
MCV 88,0 - - 76-96 fl
MCHC 34,5 - - 29-36 g/dl
Leukosit 9,8 - - 4-11 rb/mm3
Trombosit 363,9 - - 150-400 rb/mm3
GDS 179 - - 80-110 mg/dl
Ureum 29 15-39 mg/l
Kreatinin 0,67 0,6-1,30 mg/dl
Na 139,8 136-145 mmol/l
K 4,5 3,5-5,1 mmol/l
Chlorida 104,9 98-107 mmol/l
hbA1c - 5,7 6,0-8,0 %
Glukosa puasa 94 94 80-109 : baik, 110-125 : sedang,
≥ 126 : buruk (mg/dl)
Glukosa PP 2 jam
129 137 80-140 : baik, 145-179 : sedang,
≥ 180 : buruk (mg/dl)
Cholesterol total 147 153 < 200 mg/dl
Trigliserid 86 87 <150 mg/dl
HDL Cholesterol 50 45 40-60 mg/dl
LDL direk 100 93 0-100 mg/dl
Asam urat 3,7 2,7 2,6-6,0 mg/dl
24
X-FOTO THORAX (18 September 2014)
Cor : apeks kordis bergeser ke laterokaudalElongatio dan kalsifikasi arkus aorta
Pulmo : Corakan vaskuler tampak meningkat Tampak bercak pada lapangan atas paru kiri dan lapangan bawah paru kanan
Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemothorak kiriHemidiafragma knan setinggi costa 1 posterior, tampak flatteningSudut kostofrenikus kanan lancip kiri tumpulStruktur tulang tampak porotikKesan : - Suspek kardiomegali (LV)
- Elongatio dan kalsifikasi arcus aorta- Efusi pleura kiri- Thorak emfisematous
25
MSCT Kepala tanpa kontras (18 September 2014)
Kesan :
- Infark luas pada lobus temporoparietal kanan- Infark lama pada lobus temporal dan thalamus kanan- Gambaran aging atrophy cerebri
26
HASIL PEMERIKSAAN EKG
29 November 2013
Kesan : Normosinus, Left axis deviation, left atrium enlargement, rightventrikel hipertrofi
27
I.3.3 DAFTAR ABNORMALITAS
1. Lemah seluruh bagian tubuh kiri.
2. Sesak hilang timbul terutama pada siang hari
3. Dada berdebar-debar (+)
4. Keluhan gangguan penglihatan berkabut seperti tertutup kabut sejak 1 tahun
yang lalu
5. RPD : Riwayat pengobatan TB rutin kontrol di RS Elizabeth Kota Semarang 1
tahun ini
6. RPD : Riwayat sakit darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan
minum obat tidak teratur.
7. Skor AKS indeks KATZ G
8. Skor Norton kemungkinan kecil terjadi ulkus decubitus
9. Kuesioner status mental : gangguan intelek ringan
10. Tekanan darah : 140/90
11. Laboratorium (18/09/2014) GDS : 179 mg/dl
12. X foto thoraks : Suspek kardiomegali (LV), efusi pleura kiri
13. MSCT kepala tanpa kontras : infark luas pada lobus temporoparietal kanan,
infark lama pada lobus temporal dan thalamus kanan, dan gambaran aging
atrophy cerebri
28
IV. DAFTAR MASALAH
A. Sindroma Geriatri
sindroma serebral (-)
konfusio (-)
gangguan otonom (-)
inkontinensia (+)
jatuh (-)
kelainan tulang dan patah tulang (+)
dekubitus (-)
B. AKS
Immobility Isolation
Impaction Impotence
Instability Immuno-deficiency
Iatrogenic Infection
Intelectual impairment Inanition
Insomnia Impairment of vision,smell and hearing
Incontinence Impecunity
C. Problem Medis
1. Stroke non hemoragik
2. Pneumonia
3. Hipertensi stage I
4. Keredupan paru kiri
5. Hiperglikemia
29
V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Stroke non Hemoragik
Assesment : Mengevaluasi luasnya infark dan komplikasi
Ip Dx : CT-Scan kepala ulang ( bila perlu)
Ip Rx : Aspilet 80mg/24 jam, Captopril 12,5 mg/ 8 jam
Diet rendah garam 1700 kkal
Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital per 8jam,
Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar menjaga
asupan makanan rendah garam.
Memotivasi pasien untuk dapat latihan rutin agar dapat
beraktivitas
2. Pneumonia
Assesment : CAP, Etiologi kuman
Ip Dx : pengecatan sputum BTA 3x, gram, dan kultur sputum
Ip Rx : Ceftriakson 2 gr/24 jam IV
N-Asetilsistin 200mg/8jam
Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, ronkhi / 12 jam
Ip Ex : Menjelaskan pada pasien jika batuk agar menutup mulut,
jangan meludah sembarangan, dan menampung dahak untuk pemeriksaan
sputum.
3. Hipertensi stage I
Assesment : - Etiologi primer
- Etiologi sekunder (CKD, Hipertiroid
- Faktor resiko penyakit jantung iskemik lainnya
-Tanda-tanda komplikasi (retinopati hipertensi)
Ip Dx : Urin rutin, urin khusus, konsul mata
Ip Rx : Captopril 12,5 mg/ 8 jam
Diet rendah garam 1700 kkal
Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital
30
Ip Ex :
1. Menjelaskan bahwa penyakitnya disebabkan oleh proses degenerative
pada pembuluh darah.
2. Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang
asin dan mengandung MSG (penyedap rasa).
3. Edukasi untuk rutin kontrol ke dokter dan minum obat antihipertensi
secara teratur.
4. Efusi pleura kiri
Assesment : Kegawatan
Ip Dx : Pungsi diagnostik dan terapik
Ip Rx : -
Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital/8 jam
Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk lapor
ke dokter atau perawat jika sesak bertambah berat.
Meminta persetujuan kepada pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan
tindakan pengambilan cairan pada paru kiri.
5. Hiperglikemia
Assesment : Diabetes melitus
Reaktif
IFG/IFT
Ip Dx : GD I/II, Hba1C, Funduskopi
Ip Rx : -
Ip Mx : GD I/II setiap bulan
31
Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan
dari rumah sakit.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
memeriksakan kadar gula darah secara teratur.
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)1,2
A. Teori Proses Menua
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia ≥ 60 tahun) semakin
meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan diramalkan menjadi 2 milyar di
tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya teknologi kesehatan, populasi lansia
akan semakin meningkat dan demikian berpengaruh pada angka ketergantungan.
Demikian juga problem kesehatan yang ditemui pada populasi lansia semakin
banyak.
Ada beberapa teori proses menua, antara lain:
1. Teori genetic clock
Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya. Usia
harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.
2. Mutasi somatik (error catastrophe)
Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik menyebabkan
kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul kesalahan yang
menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri sendiri
sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai macam jaringan.
4. Teori menua akibat metabolisme
Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses degenerasi
33
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan menumpuk
melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase, glutation peroksidase)
sehingga menimbulkan kerusakan sel
Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan
tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua
“Healthy Aging”. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang
dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.
B. Perubahan dalam Proses Penuaan
Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan
psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan degeneratif
otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis, perubahan
elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat terganggu. Fungsi
telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ corti. Dalam sistem
pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah, turunnya elastisitas otot
dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan pengecapan, turunnya refleks
batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan, perubahan nafsu makan,
malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah tersedak dan mengalami
kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana terjadi penebalan dan
kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup jantung sehingga terjadi
penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah otak. Sistem respirasi
berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi degenerasi epitel, dan
kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital menurun dan refleks batuk
menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia dan mudah mengalami gagal
respirasi.
Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada
lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun mempengaruhi
metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis. Transmisi asetilkolin,
34
dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia mudah mengalami hipotensi
postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya
usia akibat perubahan degeneratif.
Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga
elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan infeksi
kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat penurunan
elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada lansia. Sistem
imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan kanker. Secara
umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga mudah terjadi nyeri
punggung.
C. Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut
Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang
bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma
geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada
strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat
modifikasi perilaku dan gaya hidup.
Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit pada
dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:
Parameter Usia lanjut Usia muda
Etiologi Endogen (dari dalam)
Tersembunyi
Kumulatif/multipel
Lama terjadi
Eksogen (dari luar)
Jelas, nyata
Spesifik, tunggal
Recent
Awitan gejala Insidious, kronik
Tidak khas
Florid (jelas sekali)
Khas, memenuhi
hukum Parsimoni
(gejala dan tanda khas
35
untuk masing-masing
penyakit)
Perjalanan penyakit Kronik/menahun,
progresif,
menyebabkan cacat
lama
Menjadi rentan
penyakit lain
Self-limiting
Memberi kekebalan
Variasi individual Beragam kecil
Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik) dengan
model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan menegakkan
diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan adanya
impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai sumber daya
ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien.
D. Sindroma Geriatri
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan
dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit
pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:
“the O complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired
homeostasis
“the big three” : intelectual failure, instability, incontinence
“the 14 I”: Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment,
Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection,
Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity
36
Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut:
1. Sindroma serebral
Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram
jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron.
Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah
otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu
perubahan patologik pembuluh darah otak. Gejala yang timbul dapat berupa
gejala umum (rigiditas, peningkatan refleks, tendensi condong ke belakang, sulit
berjalan) gejala klinis daerah yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan
vertebrobasiler (drop attack, TIA).
Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik
maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik
didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga
menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat
susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat
arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah
menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia
kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.
Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan,
sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran
darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler
arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner.
Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung,
bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes
dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati.
2. Konfusio Akut dan Dementia
Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh
memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan kewaspadaan dan proses
berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Penyebab konfusio dapat akibat
37
penyebab intraserebral, penurunan nutrisi serebral, penyebab toksik, kegagalan
mekanisme homeostatik, dan lain-lain seperti nyeri, depresi, perubahan
lingkungan, obat-obatan.
Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia
tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori
yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild
Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi
dementia.
Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental
State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi.
Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer
(50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian
reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).
Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai
berikut:
D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
M : metabolik/endokrin
E : eye and ear (mata dan telinga)
N : nutrisi
T : tumor trauma
I : infeksi
A : arteriosklerosis
Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan
mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat
pada keluarga.
38
3. Gangguan otonom
Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang
berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya adalah hipotensi
ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan
usus besar.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20
mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit.Hal
ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi
bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan gejala karena mekanisme
kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi adanya penurunan elastisitas
pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat tirah baring lama, hipovolemia,
hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau penyakit SSP maupun neuropati
lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus). Gejala bisa berupa penurunan
kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu
tidur. Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid,
simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein,
pindolol.
Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan
mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh >
40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma). Sementara itu
hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC.
4. Inkontinensia
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebab
inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan
neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi,
lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang
kronik/lama.
39
Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim
DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi inflamasi
impaksi feses, Pharmasi poliuri. Juga dengan akronim DIAPPERS : Delirium,
Infection, Atrophic vaginitis/uretheritis, Pharmaceuticals, Physiologic factor,
Excess urine output, Restricted mobility, Stool impaction.
Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih (over active
bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra (stress
type), atau obstruksi uretra.
Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training,
pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat
meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, α-
adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau
urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik
agonis (betanekol), α-arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau
urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi
sementara (2-4 kali sehari) atau menetap.
5. Jatuh
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30%
lansia ≥ 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan
yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler,
proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga
dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan.
Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau
vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik, antihipertensi, antidepresan
trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia,
TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).
Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama
pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu
40
dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik,
penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin.
Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan.
Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan etiologi yang dirasa memberi
risiko terjadinya jatuh.
6. Kelainan tulang dan patah tulang
Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80
tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang
timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan
tulang.
Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis
yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan
tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji).
7. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus
terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus
karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis
berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan
jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis.
Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko
dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus.
Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit, mengurangi
gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga
kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis.
41
II. STROKE Non Hemoragik
DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke
akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic,
perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA).2,3
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di
daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral
akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah
terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak
selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin
menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan
sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal.2
FAKTOR RISIKO STROKE 5,6
Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari
berbagai macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola
hidup yang memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan
masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori
besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin
besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada
42
orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak
(atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh
darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar
(etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus
hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter
pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir
ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO)
maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama
akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
43
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.
Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah
yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih
kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis
LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,
yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran
darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat
mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
44
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.
JENIS-JENIS STROKE
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada
stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. 4,5
Gambar 4 Jenis-jenis stroke
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama
sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.
45
Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah
kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini.2
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak)
bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel
saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila
gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan
terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan
dapat diminimalisir.
Gambar 5 Stroke iskemik
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua,
yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik
46
diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik
tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam
pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan
tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri
media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang
lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga
terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient
ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului,
karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA
merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu
berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian
mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun
lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi
secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke
dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24
jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit
dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau
reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya
trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan
masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior
umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85%
aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya
terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
47
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis
langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya
serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya
bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik
karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke
waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri
vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke
semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
GEJALA UMUM STROKE
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat
dipahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi
terhadap bahaya serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5
Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.
Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
48
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya
fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah
lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama,
misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh.
Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila
telah terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah
kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya.
Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient
Ischaemic Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah,
atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan
49
gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal
dalam waktu cepat, kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya
akan menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.
Gejala stroke iskemik 2,4,
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke
area korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan
sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat
inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri
anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai
anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari
miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan
dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi
kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa
disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi
dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang
memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal
inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia
50
kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia,
stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan
identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai
sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio
(lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi
superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian,
akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan
wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia, dan bila
mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan
aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang
lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di
bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan
gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri
karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang
menjadi arteri serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang
memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis
interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15%
stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului
oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler yang bersifat
sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi
arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus
yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia,
homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.
51
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang
memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis,
talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri
basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan
pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri
serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan
vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear,
dan defiasi vertikal drai bola mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat
terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia
(tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan
untuk mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di
korpus kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan
dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri
posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal,
gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang
sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.
Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus
temporal media, talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan
serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan
defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis
52
basiler mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan
darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan
mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti
konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom
oklusi basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri
basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis
asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran.
Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada
kasus demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat
mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan visual
(hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen,
paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi)
abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri
sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis
superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini
dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris
wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia,
disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan
mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan sindrom
klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral
pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau
skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
53
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak
mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini
meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio
retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi
terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor
(N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus
fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus
hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi
klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi
vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala
yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral,
dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus
kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%,
talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior
10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke
sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
DIAGNOSIS STROKE
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik
yang spesifik:7,8
1. Timbul mendadak
54
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem
karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun
prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)
akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri
atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan neurologic, dan pemeriksaan penunjang
Dasar Diagnosis 2,3
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan
ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat,
sedang bekerja atau sewaktu istirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit
lainnya.
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,
dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis
tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:
55
1. Karakteristik gejala dan tanda:
Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan
apakah seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya
menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset;
apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul,
ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi
antara fungsi normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum
onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri
dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
relevan.
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,
angina, infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
56
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus
obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-
obatan rekreasional seperti amfetamin).
Pemeriksaan Fisik
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar
pemantauan selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap
stimulasi verbal, harus mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara
mengguncang hingga mencubit, menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya
penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau
adakah disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang
disampaikan maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan
mengingat nama objek atau kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit
dengan gagap semuanya menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk
memperhatikan stimuli pada satu sisi lapang pandang atau tubuh menunjukkan
neglect syndrome. Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien untuk
menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk
kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien
berupa:
Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi
Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
57
Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli
noxious (menggelitik hidung)
Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara
berbicara dan memeriksa mulut
Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan
sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis,
sesuai dermatomnya)
Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke
tangan pemeriksa
Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat,
yang kiri normal)
Refleks patologis (Babinski, Chaddock)
PEMERIKSAAN PENUNJANG 7,8
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah lengkap:
58
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
kembali turun.
o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT,
SGPT, CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn oatak yang menyerupai suatu
infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya
CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG
dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya potensial
source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography
59
terutama Transesofagial ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli
cardial.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen
perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-
Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika
dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan
lain pada jantung.
Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis.
PENATALAKSAAN 6,7
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan
jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
60
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain
di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta
telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum: 2,3
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih
penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan
cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan,
hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
61
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500
mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama
3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
62
Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut,
harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan
kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak
dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak
mrmpunyai “anaerob glycolysis” sehingga “survival time” hanya beberapa menit
pada iskemik otak fokal dan lebih lama (mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi
medic stroke merupakan intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses
sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta
merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena
stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan
sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan
emboli atau thrombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA
(recombinant – tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke
akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset
stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan
reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang
terkena terutama daerah penumbra.
63
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik
akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid
(fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan
mencegah pembentukan thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah
inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil pembentukan
fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan.
Uji klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke
berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut.
Terapi neuroprotektif
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam
menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic
cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium,
produksi berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi
inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal
injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10
hari.
Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:
citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui
beberapa percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.
III. HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
64
Menurut WHO tahun 2001, secara umum hipertensi adalah suatu keadaan
dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50
tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Harus
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut dan pada kejadian berulang dapat meningkatkan risiko
terhadap penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.
Pengertian ini juga sesuai dengan sistem klasifikasi yang ada pada saat ini, yaitu
sesuai dengan JNC VII. Klasifikasi hipertensi penting untuk penentuan diagnosis dan
kebijakan para klinisi dalam penanganan yang optimal mengingat komplikasi yang
dapat ditimbulkan.6
B. Klasifikasi Hipertensi
Menurut JNC VII, tekanan darah dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu : normal,
pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi ini berdasarkan
pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang
pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.
Klasifikasi
Tekanan
Darah
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmhg)
Tekanan
Darah
Diastolik
(mmhg)
Modifika
si Gaya
Hidup
Obat Awal
Tanpa
indikasi
Dengan
Indikasi
Normal <120 < 80 Anjuran Tidak perlu
menggunakan
obat anti
hipertensi
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(risiko)
Pre
Hipertensi120 – 139 80 – 89 Ya
Hipertensi
Stage I
140 – 159 90 – 99 Ya Untuk semua
kasus gunakan
diuretik jenis
thiazide
dengan
pertimbangan
ACEi, ARB,
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(risiko).
Kemudian
tambahkan
dengan obat anti
65
BB, CCB, atau
kombinasikan
hipertensi
(diuretik, ACEi,
ARB, BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Hipertensi
Stage II≥ 160 ≥ 100 Ya
Gunakan
kombinasi 2
obat ( biasanya
diuretik jenis
thiazide) dan
ACEi/ARB/B
B/CCB
Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang
menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya
peningkatan edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi
gaya hidup dalam rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah
ke arah hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu strategi dalam
pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah.7
C. Penyebab hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder.
a. Hipertensi esensial ( primer/idiopatik ).
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan
hemodinamik utama pada jenis ini adalah peningkatan resistensi perifer. Yang
menjadi penyebab jenis ini adalah faktor genetik ( terlihat dari adanya riwayat
penyakit kardiovaskuler dari keluarga, sensitivitas pada natrium, kepekaan
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular terhadap vasokonstriktor,
dan resistensi insulin ) dan faktor lingkungan ( makan garam berlebihan, stress
psikis, dan obesitas ).
b. Hipertensi sekunder
66
Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi
ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat dan lain-lain.
D. Faktor risiko hipertensi
Faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu, sebagai berikut :
Usia
Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Pada usia pertengahan tahun, laki – laki lebih berisiko untuk mengalami
hipertensi sedangkan wanita lebih berisiko untuk mengalami hipertensi
setelah menopause.
Ras
Hipertensi lebih sering terjadi pada ras hitam, seringkali terjadi pada usia
muda jika dibandingkan dengan ras kulit putih putih. Komplikasi serius,
seperti stroke dan serangan jantung, lebih sering terjadi pada ras kulit
hitam.
Riwayat keluarga
Overweight atau obesitas
Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami
hipertensi. Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan
darah yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang melalui pembuluh
darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat.
67
Kurang aktif bergerak.
Individu yang kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki
denyut jantung lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung, semakin berat
jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan semakin kuat tekanan pada
arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko kegemukan.
Merokok
Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah sementara tetapi
zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding
arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah
akan meningkat.
Diet tinggi garam ( sodium)
Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan
meningkatkan tekanan darah.
Diet kurang potasium
Potasium membantu menyeimbangkan kadar sodium dalam sel. Diet
kurang potasium akan menyebabkan akumulasi sodium dalam darah.
Diet kurang vitamin D
Mekanisme defisiensi vitamin D dengan peningkatan tekanan darah belum
sepenuhnya dimengerti. Vitamin D diduga berefek pada enzim yang
diproduksi oleh ginjal yang akan mempengaruhi tekanan darah.
Alkohol
Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan
hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.
Stres
Penyakit kronik
Individu yang menderita kolesterol, diabetes, penyakit ginjal kronik dan
sleep apneu berisiko untuk mengalami hipertensi8
Komplikasi target Organ ( TOD) pada hipertensi:
68
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Penebalan dinding arteri atau plag aterosklerosis
- Creatinin : pria > 1,3-1,5 mg/dl
Wanita > 1,2-1,4mg/dl
- Mikroalbuminuria : 30-300mg/24jam
Albumin creatinin ratio : pria ≥ 22, wanita ≥ 31mg/g
Penyakit Penyerta pada hipertensi :
Penyakit serebrovaskular
Penyakit jantung : infark miokard
Angina
Revaskularisasi koroner
Gagal jantung kongestif
Penyakit ginjal : nefropati diabetik
Gagal ginjal
Penyakit Vaskular perifer
Retinopati lanjut : perdarahan, eksudat dan papil edema
Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui :
1. Tingkat tekanan darah yang tetap
2. Mengidentifikasi hipertensi sekunder.
3. Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit
penyerta
Langkah- langkah pemeriksaan meliputi :8
1. Pengukuran tekanan darah berulang.
Tekanan darah mengalami variasi yang besar baik dalam sehari
maupuin di antara hari yang berbeda sehingga pengukuran tekanan darah
harus dilakukan beberapakali pada keadaan yang berbeda. Jika tekanan
darah hanya meningkat ringan maka pengukuran diulang selama beberapa
bulan. JNC 7 menyebutkan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan
69
berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran posisi duduk pada
setiap 2 atau lebih kunjungan.
2. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang seharusnya dicari adalah :
- Lama dan level tekanan darah sebelumnya.
- Gejala yang mengarah pada hipertensi sekunder dan obat yang dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah.
- Gaya hidup seperti diet lemak hewani, garam dan alkohol, merokok,
aktifitas fisik dan penambahan berat badan sejak awal usia dewasa.
- Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung koroner, gagal jantung,
diabetes melitus, gout, dislipidemi, bronkospasme, atau penyakit
lainnya dan obat yang dipakai.
- Terapi antihipertensi sebelumnya.
- Riwayat pribadi, keluarga dan lingkungan.
3. Pemeriksaan fisik
Pengukuran tekanan darah juga dilakukan pada lengan kontralateral.
Pemeriksaan fisik harus mencari adanya tanda kerusakan target organ,
faktor risiko ( obesitas sentral) dan kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder yaitu :
Tanda hipertensi sekunder :
- Tanda sindroma Cushing
- Stigmata kulit neurofibromatosis ( feokromositoma)
- Palpasi pembesaran Ginjal ( ginjal polikistik)
- Murmur abdomen ( hipertensi renovaskular)
- Murmur precordial ( Koartasio aorta)
- Tekanan darah femoral yang berkurang dan denyut yang terlambat
dan mengurang ( koartasio aorta)
Tanda kerusakan organ :
- Otak : murmur di arteri leher, defek motorik dan sensorik.
70
- Kelainan funduskopi.
- Jantung : tanda pembesaran jantung, irama jantung, gallop, ronki
basah, dan udem.
- Arteri perifer : pulsasi yang hilang, berkurang atau asimetri,
ekstremitas dingin dan lesi kulit iskemi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin meliputi :Gula darah, Kolesterol total, HDL, TGA
puasa, asam urat, creatinin serum, Kalium serum, Hemoglobin dan
hematokrit, urinalisis, dan elektrokardiogram.
Pemeriksaan yang direkomendasikan :Ekokardiografi, USG karotis, C-
reactive Protein, Mikroalbuminuria, proteinuria kwantitatif, funduskopi.
Pemeriksaan lebih lanjut :
- Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal.
- Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone,
kortikosteroid, katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI
otak.
Terapi
Pedoman untuk memulai terapi anti hipertensi berdasarkan dua kriteria yaitu :
1. Total risiko kardiovaskuler
2. Level tekanan sistolik dan diastolik.
Rekomendasi terapi WHO/ISH tidak lagi terbatas pada hipertensi stage 1
dan 2 tetapi juga penderita dengan tekanan darah normal tinggi. Bukti- bukti
penelitian menunjukkan bahwa penderita dengan tekanan darah < 140/90
dengan riwayat stroke, TIA , jika tidak diterapi memiliki insiden kejadian
Kardiovaskular 17% dalam 4 tahun, dan risiko turun24%dengan penurunan
tekanan darah ( PROGRESS Study), demikian juga pada HOPE study
terhadap penderita normotensi dengan risiko koroner tinggi.
71
Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi
terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan
risiko sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan
gaya hidup.
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan
efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular. Sebagai
contoh, perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama
dengan pemberian terapi 1 macam obat.
Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi
Modifikasi Rekomendasi
Perkiraan Penurunan
Tekanan darah
sistolik
- Penurunan BB Pertahankan BMI 18,5-24,9 5-20 mmHg/ 10 kg
- Perencanaan pola
makan
Konsumsi kaya buah, sayur dan
rendah lemak
8-14 mmHg
- Diet rendah Natrium Diet Natrium tidak lebih dari 2,4 g
Na atau 6 g NaCl
2-8 mmHg
- Aktivitas Fisik Aktifitas aerobik minimal 30
menit sehari
4-9 mmHg
- Konsumsi alkohol
sedang
Konsumsi alkohol tidak lebih dari
2 gelas sehari.
2-4 mmHg
Terapi Farmakologi
Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah
dengan obat Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin
receptor blockers (ARBs), β blocker, calcium chanel blocker dan thiazhide akan
mengurangi semua komplikasi hipertensi.
72
Thiazide, berdasarkan hasil beberapa penelitian , merupakan dasar dari terapi
hipertensi.Diuretik merupakan terapi hipertensi yang dapat mencegah komplikasi
kardiovaskuler yang tak tertandingi. Diuretik dapat meningkatkan efektivitas
antihipertensi dari berbagai jenis obat, dan bermanfaat dalam mencapai target
tekanan darah dan lebih baik dari golongan antihipertensi lain.
Thiazide seharusnya digunakan sebagai terapi awal bagi sebagian besar pasien
hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain.
Target Terapi
Target penurunan tekanan darah adalah kurang 140/90mmHg yang dapat
menurunkan komplikasi penyakit jantung.
Pada penderita hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal maka
targetnya adalh kurang dari 130/80mmHg. Pada lanjut usia penurunan tekanan
sistolik di bawah 140 mmHg sulit dicapai. Bilaproteinuria <1g/hari maka target
tekanan darah adalah 130/85mmHg dan bila > 1g/hari maka targetnya adalah
125/75mmHg.
Strategi Terapi
Pada kebanyakan pasien, terapi dimulai bertahap, dan target tekanan
darah dicapai dalambeberapa minggu.Untuk mencapai target tekanan darah, tidak
jarang diperlukan kombinasi dengan beberapa obat.Pada Hipertensi Stage 1, terpi
dimulai dengan monoterapi. Penelitian ALLHAT, yangmerekrut stage 1 dan 2
menunjukkan bahwa 60% penderita tetap menggunakan monoterapi.Penelitian
HOT pada Hipertensi stage 2 dan 3 menunjukkan hanya 25-40% penderita yang
tetap monoterapi.Pada penderita diabetes, kebanyakan penderita memerlukan
sekurang-kurangnya 2 obat.
Berdasarkan tingkat tekanan darah awal dan ada atau tidaknya
komplikasi, tampaknya baik monoterapi maupun kombinasi cukup
beralasan.Keuntungan menggunakan monoterapi adalah bila penderita ternyata
tidak toleran dengan obat pertama maka dapat segera diketahui dan diganti obat
lain. Sedangkan keuntungan terapi kombinasi adalah lebih besar kemungkinan
73
mengontrol tekanan darah dan komplikasi, masing-masing obat dapat diberi
dengan dosis kecil sehingga efek samping minimal.
Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah :
- Diuretik dan β blocker
- Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist
- Calcium antagonist dan diuretik
- Calcium antagonist dan B Blocker
- Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis
- αblocker dan β blocker
- Kombinasi lain : obat efek sentral demham ACE inhibitor dan angiotensin
receptor antagonist
Hipertensi pada Lanjut Usia9,10,11
Dua pertiga penderita lanjut usia (>65 tahun) menderita hipertensi.
Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif pada usia lanjut sedikit
berbeda dengan yang terjadi pada usia yang lebih muda :
Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan
TD sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan
mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha
kompensasi/adaptasi.
Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan
malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.
Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar
renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga bukan
sebagai penyebab hipertensi pada lansia.
Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-
adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya.
74
Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.
Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi
postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang
terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi
akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.
Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.
Terapi pada lanjut usia prinsipnya sama dengan terapi hipertensi golongan usia
muda tetapi dengan dosis awal yang lebih rendah.2 Dalam beberapa penelitian
menunjukkan bahwa yang menjadi lini pertama pada terapi hipertensi sistolik
terisolasi adalah diuretik dan Calcium antagonis dihydropyridine.
Jenis-jenis hipertensi pada usia lanjut
1. Hipertensi sistolik saja
Hipertensi ini terdapat 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada
wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia
2. Hipertensi diastolik
Terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun terutama pada pria. Insiden
meningkat dengan bertambahnya usia.
3. Hipertensi sistolik-diastolik
Terdapat antara 6-8%% penderita diatas usia 60 tahun lebih banyak pada wanita.
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia.
Komplikasi
Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat
sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard,
penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada
kerusakan organ.Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini
membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil
percobaan klinis.Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan.
75
Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas
obat serta tekanan darah target yang harus dicapai.9,10
76
Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus
Obat-obatan untuk indikasi khusus
tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretik ACEi, BB,
CCB)
Hipertensi tingkat I(sistolik 140-159 mmHg atau
diastolik 90-99 mmHg)Diuretik golongan Tiazide.
Dapat dipertimbangkan pemberian ACEi, BB, CCB atau
kombinasi)
Hipertensi tingkat II(sistolik 160 mmHg atau diastolik >100
mmHg)Kombinasi dua obat.
Biasanya diuretik dengan ACEi atau BB
atau CCB
Obat antihipertensi inisial
Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg pada pasien DM, penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor
risiko atau adanya penyakit) penyerta tertentu)
Modifikasi gaya hidup
Target tekanan darah tidak terpenuhi
Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain.
Pertimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis.
E. Penatalaksanaan hipertensi9
77
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang wanita berusia 81 tahun datang dengan keluhan lumpuh
seluruh anggota tubuh kiri. Pasien terjatuh di ruang tamu, ketika pasien berjalan ke
kamar mandi. Pasien tidak tahu kenapa dia jatuh, karena pasien tidak merasakan apa-
apa. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, namun ketika pasien hendak
berdiri pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri. Lalu pasien di bawa ke
Rumah Sakit Dr Kariadi
Kuantitas : Pasien terjatuh secara tiba-tiba
Kualitas : Setelah terjatuh pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri
Faktor yang memperberat : -
Faktor yang memperingan : Pasien hanya dapat berbaring karena merasa lemas tidak
dapat menggerakan anggota gerak kiri. Gejala penyerta dada berdebar-debar (+),
berbicara pelo, dan mulut merot membuat pasien merasa sangat ketakutan dan cemas.
Pada geriatri tidak hanya dinilai dari aspek medik saja, namun juga melakukan
assesment dari segi fisik, psikologik, dan sosial ekonomi. Interaksi dari 3 komponen
tersebut menggambarkan keadaan fungsional organ/dan atau tubuh secara
keseluruhan, yang dapat dimengerti, merupakan gambaran “kesehatan” secara luas
pada usia lanjut. Pada usia lain hal ini tidak terjadi, dan keadaan fisik, psikis, dan
sosial ekonomi seolah-olah tidak saling berkaitan.
Penyakit pada usia lanjut berbeda tampilan dan perjalanan alamiahnya dibanding
penyakit pada golongan populasi muda. Pada populasi muda setiap penyakit pada
satu organ yang disebabkan oleh agen tertentu akan memberikan gejala dan tanda
yang khas bagi penyakit dan organ yang bersangkutan. Pada populasi usia lanjut hal
tersebut tidak bisa dilakukan, karena gejala dan tanda yang timbul adalah tidak khas
dan menyelinap, karena merupakan akibat dari berbagai keadaan penurunan
78
fisiologik dan berbagai keadaan patologik yang bercampur menjadi satu ditambah
lagi dengan adanya pengaruh lingkungan dan sosial-ekonomi serta gangguan psikis.
Oleh karena itu untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit yang ada perlu diadakan
analisis multidimensional, yang mencakup bukan saja keadaan fisik, tetapi juga
keadaan psikis, sosial, dan lingkungan dari penderita.
Setelah dilakukan assesment yang mencakup 3 komponen tersebut, pasien ini
menderita menderita Stroke non hemoragik, pneumonia, hipertensi stage I, keredupan
paru kiri, dan hiperglikemia. Selama ini, anak pasien selalu memperhatikan dan
merawat pasien, bahkan anak pasien yang mengantarkan pasien berobat ke
Puskesmas dan Dokter bila sakit. Dari segi lingkungan rumah pasien juga sudah
mendukung untuk kesembuhan dan keamanan pasien, karena ventilasi dan
pencahayaan yang cukup, WC duduk namun tidak ada pegangan di tembok untuk
pasien berjalan, serta lantai licin terutama lantai kamar mandi. Faktor internal pada
pasien ini seperti sesak. Kita ketahui bahwa mobilitas pasien untuk berjalan mulai
terbatas karena sesaknya. Fungsi depresi pada pasien ini : baik / tidak depresi; Mini
Mental Score Examination : normal; Skor Norton (mengukur risiko dekubitus) :
kemungkinan kecil terjadi dekubitus; indek Katz (menilai AKS) : G, tergantung
untuk semua fungsi; kuesioner status mental : gangguan intelek ringan. Sindroma
geriatri : sindroma serebral (-), konfusio (-), gangguan otonom (-), inkontinensia (+),
jatuh (-), kelainan tulang atau patah tulang (+), dekubitus (-), AKS : Immobility (+),
Impairment of vision (+), instability (+), Incontinence (+), Inanition
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, dispneu (+),
terpasang nasal kanul oksigen, infus RL. TD:140/90 mmHg (berbaring), RR:
28x/menit, N: 85x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup, t: 36,80C (aksiler).
Dari hasil anamnesis keluhan lumpuh anggota badan bagian kiri setelah jatuh,
berbicara pelo, dan merot serta pemeriksaan MSCT Kepala tanpa kontras dengan
hasil Infark luas pada lobus temporoparietal kanan dan infark lama pada lobus
temporal dan thalamus kanan maka pasien didiagnosis mengalami Stroke non
hemoragik.
79
Penatalaksanaan awal pasien ini saat tiba di UGD adalah memberikan
penanganan terhadap kegawatdaruratan stroke non hemoragik yaitu dengan
memberikan oksigenasi nasal kanul 3 lpm, infus RL 20 tpm, Inj Ranitidin 90 mg/12
jam, Inj citicolin 500 mg/ 12 jam, aspilet 80 mg/ 24 jam. Saat di bangsal, pasien
diberikan oksigen 3 lpm nasal kanul, infus RL 20 tpm, diet lunak 1500kkal, Inj
ceftriaxone 2 gram/ 24 jam, aspilet 80mg/24jam, N-Asetil sistein 200mg/8jam,
captopril 12,5mg/8jam aspilet 1x80 mg, Plavix 75 mg, heparinisasi 600 unit/jam
selama 48 jam dengan monitoring keadaan umum, tanda vital, balance cairan, tirah
baring, dan sesak nafas.
80
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka
Cendekia Press, 2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in
Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006:
233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-
1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri
Ketiga. Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut) editor : R. Boedhi Darmojo, H.
Hadi Martono, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 1999 p196-200, p297-299.
10. I Made Bakta. Pendekatan terhadap pasien anemia. In: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Indonesia; 2006: 1109-15.
11. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam editor : Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi,
Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, Jakarta : InternaPublishing
2009 p812-824
81
12. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Pengembangan Pusat Pelayanan Lanjut Usia. Oktober 2001
13. Soejono CH. Patofisiologi dan diagnosis pneumonia pada pasien geriatri.
Penatalaksanaan pasien geriatric dengan pendekatan interdisiplin. Prosiding
Temu Ilmiah Geriatri 2003. Jakarta: Interna Publishing; 2003. p. 55-8.)
82