Upload
heyna
View
90
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan BM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedah mulut merupakan bagian kedokteran gigi yang mencangkup
diagnosis dan perawatan bedah dari penyakit, cedera, dan cacat pada rahang
serta struktur yang berkaitan dengannya. Tindakan dalam bedah mulut
terdiri dari diagnosis, operasi dan tindakan yang menyangkut beberapa
kelainan, kecelakaan, kelainan yang melibatkan aspek fungsional maupun
estetik, khususnya pada rongga mulut.
Sebelum merencanakan perawatan bedah mulut, terlebih dahulu
harus menegakkan diagnosa. Diagnosis berarti penetapan suatu keadaan
yang menyimpang atau keadaan normal melalui dasar pemikiran dan
pertimbangan ilmu pengetuahuan. Setiap penyimpangan dari keadaan
normal ini dikatakan sebagai suatu keadaan abnormal atau anomali atau
kelainan. Untuk dapat menetapkan suatu diagnosis secara tepat diperlukan
ilmu pengetahuan atau pengalaman empirik yang luas mengenai keadaan
normal atau standar normal, beserta variasi-variasinya yang masih
ditetapkan sebagai keadaan normal dan bermacam-macam bentuk
penyimpangan dari keadaan normal yang dikatakan sebagai keadaan
abnormal. Atas dasar ilmu pengetahuan tersebut di atas kemudian informasi
dikumpulkan melalui prosedur pemeriksaan secara teliti dan sistematis agar
didapatkan seperangkat data yang lengkap dan tepat. Melalui data yang
telah dikumpulkan ini kemudian diagnosis ditetapkan. Makin lengkap dan
akurat data yang dikumpulkan akan makin mudah dan tepat diagnosis
ditetapkan, kemudian penyusunan rencana perawatan dan tindakan
perawatan selanjutnya diharapkan dapat dilakukan secara benar.
Banyak prosedur bedah mulut yang bisa dilakukan dengan aman di
tempat praktek dokter gigi. Beberapa prosedur dan beberapa pasien tertentu
membutuhkan penanganan di rumah sakit, baik untuk pembedahan maupun
1
untuk keselamatan pasien. Pembedahan yang harus dilakukan di rumah sakit
adalah pembedahan yang membutuhkan kondisi asepsis yang sangat tinggi
atau prosedur pembedahan yang membutuhkan pemberian antibiotik secara
intravena, misalnya kasus-kasus yang membutuhkan anestesi umum dalam
jangka waktu lama. Pasien yang mengalami gangguan kesehatan mungkin
membutuhkan penanganan di rumah sakit, untuk prosedur yang relatif
minor.
Penatalaksanaan pasien bedah oromaksilofasial tidak jauh berbeda
dengan penatalaksanaan pasien bedah pada umumnya, yaitu terdiri dari
tahap pre-operative (sebelum operasi), operative (saat operasi), dan post-
operative (sesudah operasi).
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana prosedur dianosa dalam bidang bedah mulut?
2. Bagaimana diagnosa pada skenario?
3. Bagaimana rencana perawatan pada kasus bedah mulut?
4. Bagaimana pengaruh penyakit diabetes melitus dengan kasus bedah
mulut?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prosedur dianosa dalam bidang bedah mulut.
2. Mengetahui kemungkinan diagnosa pada skenario.
3. Mengetahui rencana perawatan pada kasus DM
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis adalah penarikan kesimpulan terhadap kelainan atau penyakit
yang dikeluhkan oleh penderita berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, bisa disertai
dengan pemeriksaan radiologis, dan patologis yang benar.
2.1 Prosedur Diagnosa Bedah Mulut
1. Pemeriksaan subyektif
A. Identitas pasien
Pencatatan identitas pasien sangatlah penting.dari segi administrative
pencatatan identitas sangat membantu misalnya apabila pasien suatu saat
datang lagi ke klinik, pencarian kartu status akan lebih mudah. Selain itu,
identitas pasien bermanfaat dari segi diagnostic, misalnya seorang pasien
menderita penyakit tertentu berhubungan dengan pekerjaannya, tempat
tinggalnya, dan sebagainya,
a. Nama pasien
b. Alamat
c. Pekerjaan atau sekolah
d. Alamat pekerjaan
e. Umur
f. Jenis kelamin
B. Keluhan Utama
Dari Anamnesa dapat diperoleh data sebagai berikut :
a. Chief Complaint (CC)
b. Present Illnest (PI)
c. Past medical History (PMH)
d. Family History (FH)
e. Past Dental History (PDH)
3
2. Pemerikssaan obyektif
- Kondisi fisik
- Tanda –tanda vital
a. Tekanan darah (TD)
b. Denyut Nadi (N)
c. Laju Pernafasan (P)
d. Temperatur (T)
e. Berat Badan (BB)
Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Kepala
b. Kelenjar limfe
c. Kelenjar tiroid
d. Vena jugularis
e. Arteri karotis
Pemeriksaan Intra Oral
a. Kelainan mukosa dan gingival
b. Pemeriksaan Bibir
c. Kelainan Lidah
d. Pemeriksaan gigi
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
Pemeriksaan karies atau jaringan pulpoperiapikal
Pemeriksaan kondisi periodontal
Impaksi gigi
e. pemeriksaan jaringan lunak dan keras (rahang)
f. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan darah
(Purwanto, dkk, 1999)
4
2.2 Rencana Perawatan
Merupakan rencana tindakan dimulai dari yang pertama dilakukan
(setelah masalah atau diagnosa ditegakkan) sampai dengan perawatan
paripurna.
Prinsip perawatan pada kasus bedah mulut
1. Mempertahan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita
2. Pemberian analgesic dan antibiotic yang tepat dengan dosis yang
memadai
3. Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada.
4. Menghilangkan secepat mungkin infeksi yang ada.
5. Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan.
(Soemartono, 2000)
5
BAB III
PEMBAHASAN
.
3.1 Prosedur Pemeriksaan dalam Bidang Bedah Mulut
Tanpa mengetahui diagnosa yang tepat, kita tidak dapat mengadakan terapi
yang baik. Dalam Ilmu Bedah Mulut kita harus dapat memandang orang sakit dalam
keseluruhannya, walaupun harus memusatkan perhatian kedaerah yang menjadi
keluhan. Kita harus membedakan struktur yang normal dengan yang sakit ( abnormal )
dan melatih diri untuk dapat meraba dan mengenal bagian – bagian yang abnormal,
kemudian menginterprestasikannya keperubahan – perubahan patologis.
Untuk dapat membantu mendapatkan diagnosa yang tepat diperlukan suatu riwayat
kasus.
Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis adalah proses tanya jawab yang dilakukan oleh dokter terhadap
pasien untuk menggali semua informasi mengenai keluhan sakit atau kelainan
yang dirasakan oleh asien.
Tanya jawab dilakukan dengan bahasa awam yang dimengerti pasien,
seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, status, agama, pekerjaan, dan
suku. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai keluhan pasien
yang sekurang – kurangnya terdiri dari pertanyaan perihal : keluhan
utama, lokasi keluhan, kualitas dan kuantitas keluhan, kapan mulai
timbulnya, bagaimana kronologis perkembangannya, apa yang
meringankan dan memberatkan keluhan, serta gejala yang menyertai
keluhan. Saat anamnesis juga ditanyakan riwayat penyakit, riwayat alergi,
riwayat pengobatan oleh tenaga medis, riwayat penyakit dan kelainan
dalam keluarga, serta hal lain yang dianggap perlu.
1. Identitas Penderita
Pencatatan identitas penderita sangatlah penting. Dari segi
administrative pencatatan identitas sangat membantu, misalnya apabila
6
pasien suatu saat dating lagi ke klinik, pencarian kartu status akan lebih
mudah.
Identitas pasien yang perlu dicatat adalah sebagai berikut: nama
(dengan gelarnya kalau ada), alamat (dengan nomor telpon kalau ada),
pekerjaan atau sekolah, alamat, umur, dan jenis kelamin. Selain itu, yang
tidak kalah pentingnya adalah nomer pendaftaran pasien.
a. Nama pasien
Selain untuk mempermudah komunikasi, nama seseorang dapat
memberikan informasi mengenai asal usul seseorang, misalnya
merujuk pada suku bangsa tertentu yang mungkin mempunyai
penyakit atau kelainan yang khas. Sementara itu dalam pencantuman
gelar, dapat dijadikan acuan dalam melakukan anamneses dan
memberikan penyuluhan kesehatan (apabila diperlukan) sesuai dengan
tingkat pendidikan pasien, juga dapat memberikan informasi kasar
tentang social ekonominya.
b. Alamat
Alamat dengan nomor telpon mempermudah operator menghubungi
pasien apabila diperlukan, misalnya menanyakan perkembangan
kesehatan pasien setelah dilakukan perawatan tertentu, bila perlu
mengingatkan pasien tentang perawatan dan pengobatan yang harus
dilakukan di rumah. Selain itu, informasi tentang alamat ini bisa
dijadikan pertimbangna dalam menentukan perawatan apabila
misalnya tempat tinggal pasien jauh dari tempat perawatan.
c. Pekerjaan/ Sekolah
Pekerjaan seseorang biasanya berkaitan dengan penjadwalan
kunjungan, misalnya seorang pengusaha yang sibuk tentunya
memerlukan perawatan yang cepat dan tidak harus dating berkali-kali
ke klinik. Demikian pula sorang siswa atau mahasiswa, memerlukan
jadwal khusus untuk dilakukan perawatan. Pada keadaan tertentu,
pekerjaan berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien,
misalnya pasien yang bekerja pada daerah kumuh atau berdebah
7
bahan toksik, mungkin saja penyakitnya berhubungan dengan
pekerjaan tersebut.
d. Alamat pekerjaan
Penjelasan untuk aspek ini tidak jauh berbeda dengan poin 2, bahwa
alamat pekerjaan ini bisa dijadikan sebagai media komunikasi apabila
dokter giginya ingin menghubungi pasien saat jam kerja dan
merupakan informasi yang berguna untuk menentukan rencan
perawatan ataau penjadwalan.
e. Umur
Informasi tentang umur penderita sangat diperlukan dalam
menentukan perawatan. Umur bisa juga bisa dijadikan dasar untuk
menentukan tekanan darah normal.
f. Jenis kelamin
Selain untuk keperluan data statistic, secara informasi mengenai
informasi mengenai jenis kelamin kadang membantu dalam
menegakkan diagnosis, yang akhirnya dijadikan dasar dalam
menentukan rencana perawatan.
Pemeriksaan obyektif
1. Pemeriksaan ekstraoral
Pengertian pemeriksaan ekstra oral
Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan yang dilakukan di daerah di
sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir, hidung, mata, telinga, wajah,
kepala, dan leher. Pemeriksaan ektra oral dilakukan untuk mendeteksi
adanya kelainan yang terlihat secara visual atau terdeteksi dengan
palpasi. Seperti adanya kecacatan,pembengkakan, benjolan, luka, cedera,
memar, fraktur, dislokasi dll.
Teknik pemeriksaan ekstra oral
Teknik dalam pemeriksaan ekstra oral dibagi menjadi 2 yaitu :
a. inspeksi / visual
inspeksi dapat dilakukan dengan melakukan observasi untuk melihat
8
adanya perubahan ukuran, warna, tekstur, bentuk
b. palpasi
palpasi dilakukan untuk mebandingkan struktur yang normal dan yang
mengalami kelainan.
Tanda-tanda pemeriksaan ekstra oral
a. Keadaan Umum Penderita
Meliputi tinggi badan dan bentuk tubuh yang dapat dikaitkan dengan
status gizi penderita, ekstremitas atas seperti tangan dan jari serta
ekstemitas bawahmisalnya bagaimana cara berjalan, pemeriksaan
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan
suhu
b. Muka / wajah
Melalui pengamatan dan palpasi yang dilakukan pada wajah,
pemeriksa dapat mengamati simetris atau tidaknya wajah. Adanya
ketidaksimetrisan pada wajah, yang secara jelas kemungkinan
disebabkan oleh masalah gigi geligi, khususnya berhubungan dengan
nyeri. Adanya abses pada gigi atau jaringan periodontal merupakan
penyebab umum, adanya pembengkakan pada wajah. Selain itu, bisa
juga disebabkan oleh adanya trauma.
c. Bibir
Bibir periksa secara visual dan palpasi. Vermilion border seharusnya
halus dan lembut. Kerusakan aktinik pada bibir (actinic cheilitis),
terutama pada bibir bawah bermanifestasi pada perubahan atrofi yang
berkaitan dengan eritema atau leukoplakia dengan penebalam
epitelium. Kedua perubahan ini sering ditemukan secara simultan
pada area yang berdekatan dengan vermilion border. Maserasi dan
cracking pada sudut mulut (angular chelitis) dianggap disebabkan
oleh:
Infeksi lokal, terutama melibatkan Candida albicans
9
Defisiensi nutrisi, terutama vitamin B kompleks
Penutupan rahang berlebih disebabkan karena kehilangan gigi
(bruxism, gigi, protesa usang)
d. Sudut mulut
Sudut mulut diperiksa secara visual dan palpasi. Pemeriksaan sudut
mulut menentukan adanya kelainan seperti keilitis angularis. Keilitis
angularis merupakan kondisi umum yang terlihat sebagai inflamasi
pada salah satu atau kedua ujung mulut. Keilitis angularis dapat
disebabkan karena adanya bakteri, trauma atau alergi.
e. Pipi
Melihat pipi dan apakah ada pembengkaan bentuknya simetris atau
tidak. Ketidaksimetrisan pada pipi disebabkan salah satunya adalah
abses dari gigi geligi serta adanya trauma yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada pipi. Bila ada pembengkaan pipi, meraba pipi
memakai empat jari dengan menekan pipi secara lembut untuk
merasakan adanya benjolan/ pembengkaan dan menilai apakah keras,
lunak, ada fluktuasi atau tidak.
4 Pemeriksaan Dalam Mulut ( Intra Oral )
Pemeriksaan Intra Oral
g. Kelainan mukosa dan gingival
10
h. Pemeriksaan Bibir
i. Kelainan Lidah
j. Pemeriksaan gigi
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
Pemeriksaan karies atau jaringan pulpoperiapikal
Pemeriksaan kondisi periodontal
Impaksi gigi
k. pemeriksaan jaringan lunak dan keras (rahang)
l. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Radiologis Radiograf abses: - Radiolusen berbatas difuse - Bentuk ireguler - Kontinuitas lamina dura terputus - Pelebaran space ligament periodontal - Ukuran : < / > 1 cm
Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan darah
5 Radiograf granuloma: - Radiolusen bulat/oval batas jelas
6 - Kontinuitas lamina dura putus
7 Radiograf kista ; radiolusen bulat berbatas tegas radiopak
8
11
9 Pemeriksaan dalam mulut adalah pemerikasan yang dilakukan terhadap
gigi, gusi, lidah, palatum, dasar mulut, pipi, mukosa mulut, uvula, tonsil,
dan jaringan didalam mulut lainnya.
10 Pemeriksaan dalam mulut yang dilakukan dengan bantuan alat dasar
berupa : kaca mulut, sonde, pinset, ekscavator, dan probe : untuk
memperjelas pandangan dapat digunakan kamera intra oral yang
dihubungkan dengan monitor.
11 Gigi
Lakukan pemerikasaan gigi berurutan mulai sekarang dari rahang bawah kiri,
rahang bawah kanan, kemudian rahang atas kanan, ke rahang atas kiri.
12 Lakukan Pemeriksaan :
13 - Inspeksi : Kita perhatikan warna gigi, luas kerusakan, posisi dan lokasi
14 - Sonde : Dengan alat sonde kita bersihkan kavitas gigi dari sisa
makanan,
15 membuang jaringan caries
16 - Perkusi : Yaitu mengetuk permukaan oklusal gigi dengan tangkai alat,
apakah
17 ada periodontitis, pyorrhoe alveolaris.
18 - Palpasi : Yaitu meraba dengan kedua jari telunjuk bagian bukal dan
lingual
19 maksila maupun mandibula pada bagian tulang alveolarnya.
20 Pemeriksaan Penunjang
21 Rujukan pemeriksaan penunjang dilakukan oleh dokter gigi untuk
membantu menegakkan diagnosisi, apabila tidak terdeteksi oleh
pemeriksaaan klinis ditempat praktek. Rujukan pemeriksaan penunjang
biasa dilakukan pembuatan Foto Rontgen serta pemeriksaan patologis
klinis.
22 1. Radiologi
23 Rujukan pemeriksaan radiologi dilakukan bila dokter gigi ingin
melihat gambaran radiologis suatu penyakit atau kelainan dengan bantuan
12
foto rontgen. Ada 3 jenis foto rontgen yang umum diminta oleh dokter gigi
umum yaitu foto dental, cephalometerik, dan panoramik.
24 Foto dental yang sering disebut juga foto periapikal memberikan
gambaran jelas 1 buah gigi dari mahkota sampai ujung akar beserta
jaringan disekitarnya.
25 Foto panoramik adalah foto seluruh gigi pada seluruh rahang dalam 1
film, sama dengan foto periapikal, gigi terlihat dari mahkota sampai ujung
akarnya. Gambaran jaringan disekitar akan tampak lebih luas tergambar,
tetapi proporsi ukuran gigi tidak seperti aslinya dan gambaran antar gigi
banyak yang terlihat menumpuk.
26 Foto Cepalometri adalah fioto rahang atas dan rahang bawah beserta
gigi dan jaringan disekitarnya. Gambaran yang dihasilkan lebih luas
dibanding foto periapikal dan panoramik karena juga memotret sendi
temporo mandibula dan tulang tengkorak foto jenis ini biasanya dibuat
untuk kebutuhan analisis cepalometri.
27 Tujuan gambar rontgen diantaranya adalah : membantu diagnosa
penyakit gigi dan jaringan pendukungnya sehingga dapat disusun
perencana prabedah yang matang. Pengamatan melalui gambar rontgen
gigi ini akan membantu usaha eksodonsia seperti fraktur rahang,
kerusakan dinding dasar sinus maksilaris dan tentunya juga akan
mengurangi waktu operasi, menghindari kemungkinan infeksi pasca –
bedah.
27.1 Diagnosis Kasus Bedah Mulut pada Skenario
Diagnosa
Dari hasil anamnesa pada pasien, diketahui bahwa gigi belakang
kanan pernah sakit sekali kira-kira dua tahun yang lalu dan tidak dilakukan
perawatan. Dari pemeriksaan ekstra oral terdapat pembengkakan region
submandibular konsistensi keras di sekeliling mandibula kanan dan pinggir
bawah mandibula (basis mandibula) tidak teraba, warna kemerahan dan
diffuse. Pemeriksaan lokal intra oral ditemukan OH yang jelek, gingivitis
13
hampir menyeluruh, gigi molar bawah kanan karies dengan keadaan
gangrene pulpa, tes perkusi dan tekan memberi reaksi + sakit.
Dengan melihat hasil dari pemeriksaan di atas, didapatkan suatu
diagnosa bahwasannya pembengkakan yang terjadi merupakan abses
submandibular. Kasus ini, merupakan lanjutan dari karies pada gigi
belakang kanan yang tidak dilakukan perawatan, kemudian berlanjut
menjadi pulpitis, gangren pulpa, periodontitis apikalis dan selanjutnya
menjadi abses, abses yang terjadi (awalnya adalah abses periapikal, yaitu
abses yang terletak di apikal gigi) yang dapat berlanjut menjadi abses
submukosa karena adanya infeksi yang hebat menyebabkan pergerakan
tekanan nanah "pus" ke arah mukosa/gusi. Bila pergerakannya ke arah lanjut
ke bawah dari akar gigi ke arah tulang rahang bawah (regio submandibular),
lama-kelaman timbul pembengkakan sekitar wajah didaerah bawah. Adanya
abses ini menyebabkan basis mandibula tidak teraba. Bila pembengkakan
makin membesar dapat menyebabkan terangkatnya lidah dan menyulitkan
pernafasan dan penelanan didalam mulut, kondisi ini sudah masuk dalam
kategori kegawat daruratan.
Differential Diagnosa
Diagnosa banding pada kasus skenario bedah mulut kali ini adalah abses
perimandibular. Alasan kenapa tidak menjadikannya sebagai diagnosa akhir
adalah karena pada abses perimandibular biasanya abses sudah menjalar ke
daerah faciabukal, sedangkan pada kasus di skenario abses masih sampai di
14
daerah regio submandibular saja. Selain itu pada abses perimandibular
biasanya juga dijumpai adanya pambengkakan pada vena jugularis yang
identik dengan adanya hipertensi. Sedangkan pada kasus di skenario tidak
ditemukan gejala tersebut.
3.3 rencana perawatan pada kasus DM
Setiap rencana perawatan disusun sedemikian rupa sehingga meliputi keadaan
lokal, kesehatan umum dan sosial ekonomi daripada pasien.
Seorang dokter gigi dan ahli bedah mulut tidak boleh melupakan bahwa dia
merawat seorang manusia dan bukan hanya sesuatu gigi atau gusi atau mulut saja.
Untuk dapat melakkukan ini tentunya dibutuhkan pengetahuan yang luas, tidak
saja mengenai keadaaan dalam mulut pasien yang dihadapi, tetapi juga mengenai
keadaan umum daripada penderita tersebut.
Rencana perawatan tidak lepas daripada perawatan sebelum pembedahan dan
tidak kurang penting dari perawatan pasca bedah.
Dari rencana perawatan ini akan keluar 4 ( empat ) macam hasil yang akan dapat
dilakukan yaitu :
a. Observasi ( diamati selanjutnya )
b. Perawatan konservatif ( dirawat secara konservatif dengan pengobatan saja )
c. Pembedahaan ( diambil tindakan operasi )
d. Konsultasi ( dikirim kesejawat yang lebih ahli untuk dimintakan advis )
Pada orang yang menderita Diabetes Mellitus terdapat gangguan pada
sistem perdarah darah, sehingga menyebabkan suplai aliran darah pada
pulpa menjadi terhambat. Apabila di pulpa terjadi infeksi maka
penyembuhan infeksi juga akan terhambat, karena sel-sel darah putih yang
berperan dalam pertahanan tubuh yang beredar dalam pembuluh darah
menjadi tidak efektif untuk mengatasi, oleh sebab itu biasanya pada pasien
Diabetes Melitus, penyembuhan infeksi menjadi lebih lama. Selain itu pada
pasien Diabetes Mellitus juga terjadi penurunan sistem imun sehingga
mempermudah jalannya infeksi. Oleh sebab itu gangren lebih mudah cepat
terjadi karena imun tidak bisa mengatasi bakteri. Jika gangren sudah
15
mencapai pulpa tetapi masih ada bakterinya, bakteri tersebut akan
mempecepat perluasan infeksi. Karena infeksi di gigi molar, maka
penyebaran infeksinya akan ke limfonodi yang paling dekat yaitu di regio
sub mandibula sehingga terjadi pembengkakan di regio tersebut.
Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi
antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat
dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian
antibiotik profilaktik. Responnya terhadap infeksi tersebut di duga keras
akibat defisiensi leukosit PMN dan menurunnya atau terganggunya
fagositosis, diapedesis, dan kemotaksis karena hiperglikemi. Sebaliknya
infeksi orofasial menyebabkan kendala dalam pengaturan dan pengontrolan
diabetes, misalnya meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat
kehilangan berat badan yang penyebabnya tak diketahui, yang terjadi
bersamaan dengan kegagalan penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa
dilakukan bisa dicurigai diabetes.
Pembedahan dentoalveoler yang dilakukan pada pasien diabetes tipe II
dengan menggunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan tambahan
insulin atau hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe I yang terkontrol harus
mendapat insulin sebelum dilakukan pembedahan, dan makan karbohidrat
dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik untuk pasien ini adalah
pagi hari setelah makan pagi. Diabetes tidak terkontrol dengan baik, yang
sering disebabkan karena sulitnya mendapatkan insulin, harus dijadikan
terkontrol dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan
rujukan dan kemungkinan pasien harus dirawat inap. Pasien dengan diabetes
tak terkontrol biasanya mengalami penyembuhan lambat dan cenderung
mengalami infeksi.
Diabetes Mellitus
16
Pada penyakit ini jumlah insulin berkurang ( hipoinsulinnisme ), maka
metabolisme glukose terganggu, sehingga dijumpai ada glukose yang meninggi
pada urine dan darah.
Gejala – gejalanya :
- polifagia ( banyak makan ) karena sering lapar
- polidispia ( banyak minum ) karena selalu haus
- poliuria ( banyak urine )
- Gisi bengkak ( odematus )
- Gigi goyah
- Banyak karang gigi
Pemberian adrenalin pada penderita diabetes kemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya “ coma diabeticum”.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Prosedur pemeriksaan bedah mulut antara lain : bertanya tentang
identitas penderita, anamnesa, pemeriksaan obyektif (status lokal)
ekstra oral dan intra oral.
2. Pengaruh penyakit diabetes melitus dengan kasus bedah mulut antara
lain : penderita dengan diabetes melitus tidak terkontrol dapat
menyebabkan penyembuhan yang lama dan infeksi, sehingga perlu
diberikan antibiotik profilaktif. Respon terhadap infeksi akibat dari
defisiensi leukosit polimorfonuklear, menurunnya atau terganggunya
gagositosis, diapedesis, dan kemotaksis karena hiperglikemi.
3. Diagnosis dari kasus bedah mulut pada skenario adalah abses .
17
DAFTAR PUSTAKA
Harty. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.
Purwanto, dkk. 1999. Buku Ajar Bedah Mulut I. jember: FKG Universitas Jember.
Purwanto, dkk. 1999. Buku Ajar Bedah Mulut II. jember: FKG Universitas
Jember.
Pedersen. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Soemartono. 2000. Infeksi Odontogen Dan Penyebabnya. Pelatihan spesialis
kedokteran gigi bidang bedah mulut, 6-30 juni 2003.
18