Upload
heyna
View
118
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didalam bedah mulut mempelajari beberapa aspek mengenai Ilmu
Bedah Mulut, baik bedah mulut mayor dan juga bedah mulut minor.
Tindakan dalam bedah mulut terdiri dari diagnosis, operasi dan tindakan
yang menyangkut beberapa kelainan, kecelakaan, kelainan yang melibatkan
aspek fungsional maupun estetik, khususnya pada rongga mulut. Banyak
prosedur bedah mulut yang bisa dilakukan dengan aman di tempat praktek
dokter gigi. Beberapa prosedur dan beberapa pasien tertentu membutuhkan
penanganan di rumah sakit, baik untuk pembedahan maupun untuk
keselamatan pasien. Pembedahan yang harus dilakukan di rumah sakit
adalah pembedahan yang membutuhkan kondisi asepsis yang sangat tinggi
atau prosedur pembedahan yang membutuhkan pemberian antibiotik secara
intravena, misalnya kasus-kasus yang membutuhkan anestesi umum dalam
jangka waktu lama. Pasien yang mengalami gangguan kesehatan mungkin
membutuhkan penanganan di rumah sakit, untuk prosedur yang relatif
minor.
Sebelum merencanakan perawatan bedah mulut, terlebih dahulu
harus menegakkan diagnosa. Diagnosis berarti penetapan suatu keadaan
yang menyimpang atau keadaan normal melalui dasar pemikiran dan
pertimbangan ilmu pengetuahuan. Setiap penyimpangan dari keadaan
normal ini dikatakan sebagai suatu keadaan abnormal atau anomali atau
kelainan. Untuk dapat menetapkan suatu diagnosis secara tepat diperlukan
ilmu pengetahuan atau pengalaman empirik yang luas mengenai keadaan
normal atau standar normal, beserta variasi-variasinya yang masih
ditetapkan sebagai keadaan normal dan bermacam-macam bentuk
penyimpangan dari keadaan normal yang dikatakan sebagai keadaan
abnormal. Atas dasar ilmu pengetahuan tersebut di atas kemudian informasi
dikumpulkan melalui prosedur pemeriksaan secara teliti dan sistematis agar
1
didapatkan seperangkat data yang lengkap dan tepat. Melalui data yang
telah dikumpulkan ini kemudian diagnosis ditetapkan. Makin lengkap dan
akurat data yang dikumpulkan akan makin mudah dan tepat diagnosis
ditetapkan, kemudian penyusunan rencana perawatan dan tindakan
perawatan selanjutnya diharapkan dapat dilakukan secara benar. Tanpa
mengetahui diagnosa yang tepat, kita tidak dapat mengadakan terapi yang
baik.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana prosedur diagnosa dalam bidang bedah mulut?
2. Bagaimana diagnosa pada skenario?
3. Bagaimana rencana perawatan pada kasus bedah mulut?
4. Bagaimana pengaruh penyakit diabetes melitus dengan kasus bedah
mulut?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prosedur dianosa dalam bidang bedah mulut.
2. Mengetahui kemungkinan diagnosa pada skenario.
3. Mengetahui rencana perawatan pada kasus diabetes melitus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering
terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit
periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi
odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti
streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi
wajah lain. Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi
dentoalveolar, infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis,
flegmon, osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut.
2.1 Tanda dan Gejala
1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi.
Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga
dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan
dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran
darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan
nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti
migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada
daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada
dinding lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik
3
2.2 Prosedur Diagnosa Bedah Mulut
Diagnosis adalah penarikan kesimpulan terhadap kelainan atau penyakit
yang dikeluhkan oleh penderita berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, bisa disertai
dengan pemeriksaan radiologis, dan patologis yang benar.
1. Pemeriksaan subyektif
A. Identitas pasien
Pencatatan identitas pasien sangatlah penting.dari segi administrative
pencatatan identitas sangat membantu misalnya apabila pasien suatu saat
datang lagi ke klinik, pencarian kartu status akan lebih mudah. Selain itu,
identitas pasien bermanfaat dari segi diagnostic, misalnya seorang pasien
menderita penyakit tertentu berhubungan dengan pekerjaannya, tempat
tinggalnya, dan sebagainya,
a. Nama pasien
b. Alamat
c. Pekerjaan atau sekolah
d. Alamat pekerjaan
e. Umur
f. Jenis kelamin
B. Keluhan Utama
Dari Anamnesa dapat diperoleh data sebagai berikut :
a. Chief Complaint (CC)
b. Present Illnest (PI)
c. Past medical History (PMH)
d. Family History (FH)
e. Past Dental History (PDH)
2. Pemerikssaan obyektif
- Kondisi fisik
- Tanda –tanda vital
4
a. Tekanan darah (TD)
b. Denyut Nadi (N)
c. Laju Pernafasan (P)
d. Temperatur (T)
e. Berat Badan (BB)
Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Kepala
b. Kelenjar limfe
c. Kelenjar tiroid
d. Vena jugularis
e. Arteri karotis
Pemeriksaan Intra Oral
a. Kelainan mukosa dan gingival
b. Pemeriksaan Bibir
c. Kelainan Lidah
d. Pemeriksaan gigi
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
Pemeriksaan karies atau jaringan pulpoperiapikal
Pemeriksaan kondisi periodontal
Impaksi gigi
e. pemeriksaan jaringan lunak dan keras (rahang)
f. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan darah
(Purwanto, dkk, 1999)
5
2.3 Rencana Perawatan
Infeksi odontogenik biasanya mempunyai derajat sedang dan dapat dirawat
dengan mudah. Tetapi, beberapa infeksi odontogenik sangat serius dan
membutuhkan penanganan lebih lanjut. Bahkan setelah pemberian antibiotik dan
peningkatan kebersihan mulut, infeksi odontogenik serius dapat menimbulkan
kematian. Kondisi tersebut dapat terjadi ketika virulensi mikroba patogen
meningkat dan terganggunya sistem kekebalan tubuh akibat suatu penyakit
tertentu. Kematian dapat terjadi ketika infeksi mencapai daerah yang jauh dari
prosesus alveolaris, yaitu daerah-daerah vital (Peterson, 2003).
Perluasan infeksi ke daerah vital tersebut berawal dari perluasan infeksi
kespasium-spasium wajah. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena ruangan di
daerah kepala dan leher satu sama lain hanya dipisahkan jaringan ikat longgar.
Biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna
(Daud dan Karasutisna,2001).
Rencana perawatan dimulai dari yang pertama dilakukan (setelah masalah
atau diagnosa ditegakkan) sampai dengan perawatan paripurna.
Prinsip perawatan pada kasus bedah mulut
1. Mempertahan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita
2. Pemberian analgesic dan antibiotic yang tepat dengan dosis yang
memadai
3. Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada.
4. Menghilangkan secepat mungkin infeksi yang ada.
5. Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan.
(Soemartono, 2000)
6
BAB III
PEMBAHASAN
.
3.1 Prosedur Pemeriksaan dalam Bidang Bedah Mulut
Tanpa mengetahui diagnosa yang tepat, kita tidak dapat mengadakan terapi
yang baik. Dalam Ilmu Bedah Mulut kita harus dapat memandang orang sakit
dalam keseluruhannya, walaupun harus memusatkan perhatian kedaerah yang
menjadi keluhan. Kita harus membedakan struktur yang normal dengan yang sakit
( abnormal ) dan melatih diri untuk dapat meraba dan mengenal bagian-bagian
yang abnormal, kemudian menginterprestasikannya keperubahan-perubahan
patologis. Untuk dapat membantu mendapatkan diagnosa yang tepat diperlukan
suatu riwayat kasus.
Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif dapat dilakukan dengan anamnesis, yakni proses
tanya jawab yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien untuk menggali semua
informasi mengenai keluhan sakit atau kelainan yang dirasakan oleh pasien.
1. Identitas Penderita
Pencatatan identitas penderita sangatlah penting. Dari segi
administrative pencatatan identitas sangat membantu, misalnya apabila
pasien suatu saat dating lagi ke klinik, pencarian kartu status akan lebih
mudah.
Identitas pasien yang perlu dicatat adalah sebagai berikut: nama
(dengan gelarnya kalau ada), alamat (dengan nomor telpon kalau ada),
pekerjaan atau sekolah, alamat, umur, dan jenis kelamin. Selain itu, yang
tidak kalah pentingnya adalah nomer pendaftaran pasien.
a. Nama pasien
Selain untuk mempermudah komunikasi, nama seseorang dapat
memberikan informasi mengenai asal usul seseorang, misalnya
merujuk pada suku bangsa tertentu yang mungkin mempunyai
penyakit atau kelainan yang khas. Sementara itu dalam pencantuman
7
gelar, dapat dijadikan acuan dalam melakukan anamneses dan
memberikan penyuluhan kesehatan (apabila diperlukan) sesuai dengan
tingkat pendidikan pasien, juga dapat memberikan informasi kasar
tentang social ekonominya.
b. Alamat
Alamat dengan nomor telpon mempermudah operator menghubungi
pasien apabila diperlukan, misalnya menanyakan perkembangan
kesehatan pasien setelah dilakukan perawatan tertentu, bila perlu
mengingatkan pasien tentang perawatan dan pengobatan yang harus
dilakukan di rumah. Selain itu, informasi tentang alamat ini bisa
dijadikan pertimbangna dalam menentukan perawatan apabila
misalnya tempat tinggal pasien jauh dari tempat perawatan.
c. Pekerjaan/ Sekolah
Pekerjaan seseorang biasanya berkaitan dengan penjadwalan
kunjungan, misalnya seorang pengusaha yang sibuk tentunya
memerlukan perawatan yang cepat dan tidak harus dating berkali-kali
ke klinik. Demikian pula sorang siswa atau mahasiswa, memerlukan
jadwal khusus untuk dilakukan perawatan. Pada keadaan tertentu,
pekerjaan berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien,
misalnya pasien yang bekerja pada daerah kumuh atau berdebah
bahan toksik, mungkin saja penyakitnya berhubungan dengan
pekerjaan tersebut.
d. Alamat pekerjaan
Penjelasan untuk aspek ini tidak jauh berbeda dengan poin 2, bahwa
alamat pekerjaan ini bisa dijadikan sebagai media komunikasi apabila
dokter giginya ingin menghubungi pasien saat jam kerja dan
merupakan informasi yang berguna untuk menentukan rencan
perawatan ataau penjadwalan.
8
e. Umur
Informasi tentang umur penderita sangat diperlukan dalam
menentukan perawatan. Umur bisa juga bisa dijadikan dasar untuk
menentukan tekanan darah normal.
f. Jenis kelamin
Selain untuk keperluan data statistic, secara informasi mengenai
informasi mengenai jenis kelamin kadang membantu dalam
menegakkan diagnosis, yang akhirnya dijadikan dasar dalam
menentukan rencana perawatan.
Pemeriksaan obyektif
1. Pemeriksaan Ekstraoral
Pengertian pemeriksaan ekstra oral
Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan yang dilakukan di daerah di
sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir, hidung, mata, telinga, wajah,
kepala, dan leher. Pemeriksaan ektra oral dilakukan untuk mendeteksi
adanya kelainan yang terlihat secara visual atau terdeteksi dengan
palpasi. Seperti adanya kecacatan,pembengkakan, benjolan, luka, cedera,
memar, fraktur, dislokasi dll.
Teknik pemeriksaan ekstra oral
a. inspeksi / visual
inspeksi dapat dilakukan dengan melakukan observasi untuk melihat
adanya perubahan ukuran, warna, tekstur, bentuk
b. palpasi
palpasi dilakukan untuk mebandingkan struktur yang normal dan yang
mengalami kelainan.
P emeriksaan ekstra oral
a. Keadaan Umum Penderita
Meliputi tinggi badan dan bentuk tubuh yang dapat dikaitkan dengan
status gizi penderita, ekstremitas atas seperti tangan dan jari serta
9
ekstemitas bawahmisalnya bagaimana cara berjalan, pemeriksaan
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan
suhu.
b. Muka / wajah
Melalui pengamatan dan palpasi yang dilakukan pada wajah,
pemeriksa dapat mengamati simetris atau tidaknya wajah. Adanya
ketidaksimetrisan pada wajah, yang secara jelas kemungkinan
disebabkan oleh masalah gigi geligi, khususnya berhubungan dengan
nyeri. Adanya abses pada gigi atau jaringan periodontal merupakan
penyebab umum, adanya pembengkakan pada wajah. Selain itu, bisa
juga disebabkan oleh adanya trauma.
c. Bibir
Bibir periksa secara visual dan palpasi. Vermilion border seharusnya
halus dan lembut. Kerusakan aktinik pada bibir (actinic cheilitis),
terutama pada bibir bawah bermanifestasi pada perubahan atrofi yang
berkaitan dengan eritema atau leukoplakia dengan penebalam
epitelium. Kedua perubahan ini sering ditemukan secara simultan
pada area yang berdekatan dengan vermilion border. Maserasi dan
cracking pada sudut mulut (angular chelitis) dianggap disebabkan oleh
infeksi lokal, terutama melibatkan Candida albicans; defisiensi nutrisi,
terutama vitamin B kompleks; penutupan rahang berlebih disebabkan
karena kehilangan gigi (bruxism, gigi, protesa usang).
d. Sudut mulut
Sudut mulut diperiksa secara visual dan palpasi. Pemeriksaan sudut
mulut menentukan adanya kelainan seperti keilitis angularis. Keilitis
angularis merupakan kondisi umum yang terlihat sebagai inflamasi
pada salah satu atau kedua ujung mulut. Keilitis angularis dapat
disebabkan karena adanya bakteri, trauma atau alergi.
e. Pipi
Melihat pipi dan apakah ada pembengkaan bentuknya simetris atau
tidak. Ketidaksimetrisan pada pipi disebabkan salah satunya adalah
10
abses dari gigi geligi serta adanya trauma yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada pipi. Bila ada pembengkaan pipi, meraba pipi
memakai empat jari dengan menekan pipi secara lembut untuk
merasakan adanya benjolan/ pembengkaan dan menilai apakah keras,
lunak, ada fluktuasi atau tidak.
f. Kelenjar limfe
Daerah di sekeliling telinga dapat dipalpasi untuk melihat letak
limpha nodus. Limpha nodus preauricularr berada didepan tragus
dan mungkin tertekan di antara ujung jari dan mandibula. Sedangkan
limpha nodus postauricularr terletak di balakang telinga dekat
dengan perlekatan musculus sternomastoid. Palapasi digital dibuat
dengan menekan mandibula.Banyaknya limphadenopati pada daerah
ini dapat menyebabkan infeksi dari kulit kepala daerah temporal atau
frontal atau mata. Hal ini juga dapat disebabkan oleh infeksi sistemik
dengan kuman atau virus seperti German measles (rubella), chicken
pox (varicella), dan infeksi mononukleusis. Pemeriksaan
limphadenopati dapat dimulai dengan palpasi pada leher. Tata
caranya harus dijelaskan pada pasien dan dilakukan dari belakang
dengan membuka sedikit kerah baju yang dikenakan pasien. Semua
nodus submental submandibula auricullar posterior dan servikal
harus dipalpasi bergantian. Vertebra cervikalis harus di palpasi dan
gerak leher harus diperiksa dalam gerakan lateral dan rotasi.
11
Memeriksa kelenjar getah bening di bawah rahang bawah dengan
cara meraba menggunakan jari telunjuk dan jari tengah menekan
dengan lembut menyusuri dari belakang telinga ke submandibula
sampai arah depan/dagu untuk menemukan adanya pembesaran
kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening juga memiliki makna
klinis. Mereka menjadi meradang atau pembesaran di berbagai
kondisi, yang dapat berkisar dari sepele, seperti infeksi tenggorokan,
mengancam hidup seperti kanker. Kelainan kelenjar limfe lainnya
misalnya pembengkakan limfe node servikal karena virus dan
bakteri serta limfe denitis tuberculosis.
g. Kelenjar limfe submandibula
Kelenjar limfe submandibula adalah bagian dari sistem pertahanan
tubuh kita. Pemeriksaan limfe submandibula dengan adakah
pembesaran atau tidak. Pembesaran dapat oleh karena penyebaran
(metastase) infeksi atau tumor ganas di kelenjar limfe tersebut, atau
adanya penyakit di kelenjar limfe itu sendiri (limfoma, limfadenitis,
dll). Pemeriksaan limfe submandibula dengan dilakukan palpasi.
Palpasi ini untuk memastikan keterangan yang telah diperoleh dari
inspeksi. Kepala dalam sikap fleksi.
Bantalan jari-jari pemeriksa harus meraba secara melingkar-lingkar
untuk menilai konturnya dan mencari adanya kelenjar limfe. Yang
perlu diperhatikan saat palpasi adalah mobilitas, konsistensi, dan
nyeri tekannya. Kelenjar limfe yang nyeri tekan memberi petunjuk
kemungkinan terdapatnya suatu keradangan atau inflamasi,
sedangkan kelenjar yang padat dan sukar digerakkan seringkali
terdapat pada keganasan.
Ada juga cara lain untuk memeriksa kelenjar limfe submandibula,
tetapi pada dasarnya sama antara keduanya. Pemeriksa berada
disebelah kanan belakang pasien, pasien menoleh ke kiri untuk
memeriksa limfonodi kanan dan menoleh ke kanan untuk memeriksa
limfonodi kiri. Dengan dua jari bagian dalam (tengah dan telunjuk)
12
diperiksa apakah kelenjar tersebut teraba atau tidak. Normalnya,
kelenjar limfe submandibula tidak teraba. Jika teraba, berarti
abnormal dengan dilihat adanya nyeri tekan, mobilitas, peningkatan
suhu, dan perubahan warna kulit.
h. Kelenjar Tiroid
Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa di belakangnya. Pasien
menundukkan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk
merelaksasikan jaringan dan otot-otot. Palpasi lembut dengan 3 jari
tangan masing-masing nodus limfe dengan gerakan memutar.
Bangdingkan kedua sisi leher, periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakan, konsistensi dan rasa nyeri yang timbul. Jangan gunakan
tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat
terlewati. Palpasi trakea terhadap posisi tengahnya dengan
menyelipkan ibu jari dan telunjuk di masing-masing sisi pada
cekungan suprasternal. Bandingkan ruang sisa antara trakea dan otot
sternokleidomastoideus. Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan
posisi dari belakang. Lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari
tangan kanan kiri di bawah kartilago krikoid. Beri pasien segelas air,
minta pasien menundukkan dagu dan mengisap sedikit air dan
menelannya, rasakan gerakan ismus tiroid. Pembesaran nodus limfe
dapat menandakan infeksi setempat atau sistemik. Nodus yang
membesar dengan cepat seharusnya diperiksa lebih teliti. Nodus
limfe kadang-kadang tetap membesar setelah adanya infeksi tetapi
biasanya tidak nyeri. Kelenjar tiroid pada dasar terlebar berkisar 4
cm. Pembesaran tiroid yang nyeri tekan menandakan infeksi.
i. Kelenjar saliva
Terdapat tiga pasang besar kelenjar saliva di dalam mulut. Sepasang
kelenjar saliva yang paling besar, disebut kelenjar parotid, terletak
persis di belakang sudut pada mulut, di bawah dan di depan mata.
Dua pasang yang lebih kecil, kelenjar sublingual dan kelenjar
submandibular, terletak di dalam lantai mulut. Sebagai tambahan
13
kelenjar besar ini, banyak kelenjar ludah kecil yang terbagi-bagi
sepanjang mulut. Semua kelenjar tersebut menghasilkan saliva, yang
membantu mencerna makanan sebagai bagian proses pencernaan.
Berbeda dibandingkan kanker, dua jenis besar gangguan yang
mempengaruhi kelenjar saliva : satu yang mengakibatkan kerusakan
kelenjar saliva, dimana tidak cukup saliva dihasilkan, dan satu lagi
mengakibatkan pembengkakan kelenjar saliva. Ketika aliran saliva
tidak mencukupi atau hampir tidak ada, mulut terasa kering
(xerostomia). Kerusakan kelenjar saliva : penyakit dan gangguan
tertentu, sama seperti obat-obatan tertentu, bisa menyebabkan
kelenjar saliva menjadi rusak dan dengan demikian mengurangi
produksi saliva. Penyakit-penyakit termasuk penyakit Parkinson,
infemakanan tertentu, seperti makanan asam. Kadangkala bahkan
memikirkan mengenai makan makanan ini bisa meningkatkan
produksi ludah. Pembengkakan kelenjar ludah : pembengkakan
kelenjar ludah bisa terjadi pada pembuluh yang membawa ludah dari
kelenjar ludah menuju mulut terhalang. Nyeri bisa terjadi, khususnya
selama makan. Penyebab yang paling umum penyumbatan adalah
batu. Batu kelenjar ludah paling umum pada orang dewasa; 25 %
batu-batuan tersebut lebih dari satu. Batu bisa terbentuk dari garam
yang terkandung di dalam ludah. Penyumbatan membuat ludah
kembali ke dalam empedu, menyebabkan kelenjar ludah
membengkak. Penyumbatan pembuluh dan kelenjar terisi dengan
ludah yang mandek bisa terinfeksi dengan bakteri. Gejala-gejala
khas pada pembuluh ludah yang tersumbat adalah pembengkakan
yang memburuk hanya sebelum waktu makan atau terutama sekali
ketika seseorang akan acar (rasa acar asam merangsang aliran ludah,
tetapi jika pembuluh tersumbat, ludah tersebut tidak mempunyai
tempat dan kelenjar tersebut bengkak) Penyakit gondok, infeksi
bakteri tertentu, dan penyakit-penyakit lainnya (seperti AIDS,
sindrom sjorgren, diabetes mellitus, dan sarcoidosis) kemungkinan
14
disertai oleh pembengkakan pada kelenjar ludah besar.
Pembengkakan bisa juga terjadi dari kanker atau tumor pada kelenjar
ludah. Pembengkakan terjadi dari tumor biasanya lebih kuat
dibandingkan dengan infeksi. Jika tumor tersebut adalah kanker,
kelenjar tersebut bisa terasa seperti batu keras dan kemungkinan
tetap kuat mengelilingi jaringan. Kebanyakan tumor tidak bersifat
kanker bisa diangkat. Luka pada bibir bagian atas-misal, tidak
sengaja tergigit-bisa membahayakan kelenjar ludah kecil yang
ditemukan di sana dan menyumbat aliran ludah. Akibatnya, kelenjar
yang terkena bisa bengkak dan membentuk kecil, gumpalan lembek
(mucocele) yang tampak kebiruan. Gumpalan tersebut biasanya
muncul dengan sendirinya dalam beberapa minggu.
2. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral adalah pemerikasan yang dilakukan terhadap
gigi, gusi, lidah, palatum, dasar mulut, pipi, mukosa mulut, uvula,
tonsil, dan jaringan didalam mulut lainnya. Pemeriksaan dalam mulut
yang dilakukan dengan bantuan alat dasar berupa : kaca mulut, sonde,
pinset, ekscavator, dan probe, untuk memperjelas pandangan dapat
digunakan kamera intra oral yang dihubungkan dengan monitor.
Teknik pemeriksaan intraoral
a. Inspeksi / visual
inspeksi dapat dilakukan dengan melakukan observasi untuk
melihat adanya perubahan ukuran, warna, tekstur, bentuk
b. Palpasi
palpasi dilakukan untuk mebandingkan struktur yang normal dan
yang mengalami kelainan.
Cara : Menggunakan ujung jari dengan sentuhan atau tekanan yang
ringan untuk mengetahui konsistensi jaringan dibawah ujung jari.
Fungsi : mengecek ada atau tidaknya oedema / pembengkakan atau
fluktuasi / pergerakan jaringan, mengecek ada atau tidaknya
15
kelainan periapikal dan mengetahui ada atau tidaknya
limfadenopati.
c. Test Perkusi
Cara : Menggunakan ujung tangkai kaca mulut atau sonde dengan
mengetukkan ke mahkota
Fungsi : mengetahui ada atau tidaknya periodontitis dan inflamasi
periapikal, biasanya pasien akan merasakan sakit atau tidak atau
sensasi ngilu. Bila positif sakit, maka memang adanya kelainan
pada jaringan di sekitarnya.
d. Test mobilitas-depersibilitas
Tes Mobilitas untuk mengevaluasi integritas aparatus di sekeliling
gigi . Tujuannya apakah jaringan penyangga mengikat kuat gigi
atau sebaliknya. Tes Depressibilitas untuk melihat pergerakkan gigi
pada arah vertical. Caranya dengan bantuan jari atau instrumen.
e. Test termal
Test dingin, pasien akan cepat menunjukkan pulpa vital tersebut
tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Tes
panas, rasa sakit terbatas atau difus, kadang2 dirasakan di tempat
lain.
Pemeriksaan t erdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Pemeriksaan karies atau jaringan pulpoperiapikal
Untuk mengetahui apakah port de entry infeksi melalui intra pulpa
b. Pemeriksaan kondisi periodontal
Untuk mengetahui apakah port de entry infeksi melalui jaringan
periodontal. Pemeriksaan kedalaman poket menggunakan probe.
c. Impaksi gigi
Untuk mengetahui port de entry imfeksi ,elalui perikoronal. Untuk
menentukan derajat kesulitan odontektomi.
16
3. Pemeriksaan Penunjang
Rujukan pemeriksaan penunjang dilakukan oleh dokter gigi untuk
membantu menegakkan diagnosis, apabila tidak terdeteksi oleh
pemeriksaaan klinis ditempat praktek. Rujukan pemeriksaan penunjang
biasa dilakukan pembuatan Foto Rontgen serta pemeriksaan patologis
klinis.
Radiologi
Rujukan pemeriksaan radiologi
dilakukan bila dokter gigi ingin
melihat gambaran radiologis suatu
penyakit atau kelainan dengan
bantuan foto rontgen. Ada 3 jenis
foto rontgen yang umum diminta
oleh dokter gigi umum yaitu foto
dental, cephalometerik, dan panoramik.
Pemeriksaan Patologi Klinik
Rujukan pemeriksaan patologi klinik dilakukan dokter gigi sebagai
penunjang diagnosis, bila ingin melihat indikasi penyakit yang
terdeteksi dari hasil pemeriksaan darah, urin, feses, atau apus mukusa.
Pemeriksaan dilakukan dilaboratorium klinik dengan pengantar
rujukan dari dokter gigi, surat rujukan biasanya sudah disediakan oleh
laboratorium klinik yang bersangkutan.
Pemeriksaan yang umum dilakukan oleh dokter gigi adalah:
Pemeriksaan Kegunaan Nilai Normal
Hemoglobin Jumlah hemoglobin
dalam darah
Laki 12-16 gr/dl
Wanita13,5-18gr/dl
Trombosit Jumlah trombosit 150-440 ribu/mm3
17
dalam darah
Eritrosit Jumlah eritrosit dalam
darah
Laki4,5-6,2 jt/mm3
Wanita 4,2-5,4 jt/
mm3
Lekosit Jumlah lekosit dalam
darah
3800-10.600/ mm3
Glukosa Puasa Kandungan gula darah
saat puasa
70-110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP Kandungan gula darah
2 stlh makan
< 140 mg/dl
Jamur Deteksi jamur Negatif
3.2 Kemungkinan Diagnosa Skenario
Dari hasil anamnesa pada pasien, diketahui bahwa 7 bulan yang lalu
terjadi pembengkakan dipipi, namun sembuh dengan sendirinya. Kambuh
lagi pada 3 hari yang lalu dengan keluhan bengkak dipipi kanan dan
dibawah rahan kanan, sakit pada gigi bawah paling belakang, sulit makan,
nyeri saat menelan, lemas, sulit membuka mulut serta demam. Pasien juga
memiliki penyakit diabetes militus.
Dengan melihat hasil dari pemeriksaan di atas, kemungkinan diagnosa
pembengkakan yang terjadi merupakan abses pada rahang bawah . Abses
merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus
merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan cenderung
berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot
dekat permukaan. Infeksi dapat berasal dari gigi(karies), kerusakan jaringan
periodontal maupun perikoronal.
18
3.2.1 Abses Submandibula
a. Etiologi
Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring. Sumber
infeksi dapat berasal dari gigi-geligi (odontogenic infection) faring,
atau akibat trauma pada saluran nafas dan organ cerna atas (upper
aerodigetive trauma), dimana terjadi perforasi pada membrana
mukosa pelindung mulut atau ruang faring. Selain itu, infeksi
kelenjar liur, infeksi saluran napas atas,benda asing dan intervensi
alat-alat medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses
leher dalam. Namun masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang
terjadi, penyebabnya belum dapat diketahui. Kemudian
penyalahgunaan pemakaian obat-obatan intravena dapat juga
menyebabkan terjadinya kasus penyakit ini.
Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari
infeksi gigi dan jaringan sekitarnya yaitu pada P1, P2, M2 namun
jarang terjadi pada M3. Beberapa jenis bakteri yang menjadi
penyebab abses submandibula ini dibagi menjadi golongan bakteri
Aerob dan Anaerob. Untuk golongan aerob terdiri dari :
Alfa Streptokokus hemolitikus
Stafilokokus
Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:
Peptostreptokokus
Peptokoki
Fusobakterium nukleatum
b. Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan
lunak leher atau tomografi komputer. Tanda dan gejala dari suatu
abses leher dalam timbul oleh karena efek massa atau inflamasi
19
jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses dan
keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien
dengan abses submandibula adalah :
o Asimetris leher karena adanya massa atau
limfadenopati pada sekitar 70% dan terasa sakit
o Trismus karena proses inflamasi pada muskulus
pterygoideus
o Torticolis atau spasme leher akut, yang ditandai dengan
kekakuan dan nyeri pada leher, serta sangat terbatasnya
pergerakan; serta dan penyempitan ruang gerak leher
karena proses inflamasi pada leher.
o Pembengkakan ekstra oral di regio submandibula,
meluas ke leher, warna kemerah-merahan, kalau pus
terlokalisir dan menembus muskulus platisma maka
fluktuasi positif
o Palpasi: konsistensi kenyal s.d lunak (tergantung abses
sudah/belum menembus muskulus platisma, batas
tidak jelas, fluktuasi (+/-), nyeri tekan (+), tepi
mandibula teraba
o Pada pemeriksaan intraoral secara inspeksi tidak
ditemukan pembengkakan kecuali kasus yang lanjut
20
o Bila spasium parafaringeal terkena, pasien sakit
menelan dan sulit bernafas. Kadang disertai trismus.
o Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk
melokalisasi etiologi dan perjalanan abses pasien
seharus ditanya :
- tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses
- riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
- dental caries dan abses.
Pemeriksaan Klinik
Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-
kadang sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan
dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan
berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi radiografi untuk
membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan penyakit.
Pemeriksaan tomography komputer dapat
ditemukan daerah dengan densitas rendah, peningkatan
gambaran radiolusen yang berbatas diffuse dan edem
jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas
test dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai.
21
3.2.2 Abses Perimandibula
Abses perimandibular adalah abses yang berlokasi pada margo
mandibula sampai “submandibular space”, merupakan kelanjutan serous
periostitis. Abses ini terjadi karena proses supurasi yang mencari jalan
keluar ekstraoral dan terlokalisir di antara margo inferior mandibula
sampai submandibular space.
Pada pemeriksaan didapatkan:
Keadaan umum: Lemah, lesu, malaise, dan demam. Demam
merupakan manifestasi dari adanya infeksi.
Pemeriksaan Ekstra oral :
o Asimetri wajah (bengkak pada korpus dan submandibula)
o Difuse, kemerahan
o Tanda radang jelas
o Trismus
o Palpasi: Tepi rahang tidak teraba, konsistensi keras/kenyal,
nyeri tekan +, Fluktuasi +/-
Pemeriksaan intra oral:
o Periodontitis akut
o Muccobuccal fold normal
o Fluktuasi (-)
o Tes sonde –
o Tes dingin –
o Perkusi dan durk +
Jika tidak dirawat dapat menyebabkan penyebaran infeksi
yang serius pada spasia retrofaringeal dan lateralfaringeal.
3.2.3 Abses pterigomandibular
Terletak di sebelah lateral muskulus pterigomandibula medialis dan
medial mandibula. Merupakan tempat injeksi anestesi loka untuk blok saraf
alveolaris inferior. Penyebaran infeksi terutama berasal dari spasium
submandibula dan sublingual. Ruang pterygomandibular dan posterior oleh 22
glandula parotis. Ruang pterygomandibular mengandung mandibular
neurovascular bundle, nervus lingual, dan bagian dari bukal fat pad. Ini
berhubungan dengan pterygopalatal, infratemporal, submandibular, dan ruang
lateral pharyngeal.
Etiologi : Abses pada ruang ini utamanya disebabkan oleh infeksi dari gigi
molar ketiga mandibular/sebagai akbat dari blok nervus alveolaris inferior,
jika penembusan dari jarum pada sisi yang terinfeksi(pericoronitis).
Gambaran Klinis : trismus parah dan edema ringan ekstraoral dibawah
sudut dari mandibula dapat diamati. Intraoral, edema pada palatum lunak
pada sisi yang terinfeksi dapat muncul, displacement pada uvula dan
dinding lateral pharyngeal, sementara terjadi kesulitan dalam menelan.
3.3 Rencana Perawatan pada Kasus Disertai Diabetes Militus
Setiap rencana perawatan disusun sedemikian rupa sehingga meliputi
keadaan lokal, kesehatan umum dan sosial ekonomi daripada pasien. Seorang
dokter gigi dan ahli bedah mulut tidak boleh melupakan bahwa dia merawat
seorang manusia dan bukan hanya sesuatu gigi atau gusi atau mulut saja. Untuk
dapat melakkukan ini tentunya dibutuhkan pengetahuan yang luas, tidak saja
mengenai keadaaan dalam mulut pasien yang dihadapi, tetapi juga mengenai
keadaan umum daripada penderita tersebut. Perlu dillihat gejala kelainan sistemik
yang diderita pasien, dan untuk memastikan perlu pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan gula darah.
Pada orang yang menderita Diabetes Mellitus terdapat gangguan pada
sistem perdarah darah, sehingga menyebabkan suplai aliran darah pada pulpa
menjadi terhambat. Apabila di pulpa terjadi infeksi maka penyembuhan infeksi
juga akan terhambat, karena sel-sel darah putih yang berperan dalam pertahanan
tubuh yang beredar dalam pembuluh darah menjadi tidak efektif untuk mengatasi,
oleh sebab itu biasanya pada pasien Diabetes Melitus, penyembuhan infeksi
menjadi lebih lama. Selain itu pada pasien Diabetes Mellitus juga terjadi
penurunan sistem imun sehingga mempermudah jalannya infeksi.
23
Prosedur Prabedah
Pada umumnya, dalam merawat pasien diabetes mellitus dipertimbangkan
aspek yang menyangkut pola diet, konsumsi obat hipoglikemik oral dan terapi
insulin yang sedang dijalankan, serta upaya untuk mengurangi stres dan resiko
infeksi.
a. Kontrol diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut:
Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
Mencapai dan mempertahankan berat badan yangs esuai
Memenuhi kebutuhan energi
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
Menurunkan kadar lemak darah
Pasien harus dijadwalkan menemui dokter gigi untuk kunjungan
perawatan pada pagi hari dan diinstruksikan uktuk sarapan seperti
biasanya. Pasien yang belum mendapat asupan makanan saat perawatan
gigi dapat meningkatkan resiko hipoglikemik selama perawatan. Jika sesi
pertemuan sampai pada waktu makan, perawatan harus dihentikan
sementara agar pasien dapat makan makanan ringan. Pada pasien yang
memiliki kecenderungan sulit untuk mengunyah setelah perawatan gigi
dan mulut tertentu dapat dianjurkan untuk makan makanan lunak atau
cair untuk mempertahankan asupan kalori.
b. Obat hipoglikemik oral
Pasien diinstruksikan untuk meminum obatnya sesuai dosis normal yang
diberikan
c. Terapi insulin
Modifikasi terapi insulin harus dipertimbangkan pada pasien diabetes yang
jam makannya berubah atau yang harus mendapatkan terapi dental. Jika
dibutuhkan, pasien dapat diinstruksikan untuk mendapatkan separuh dosis
24
insulin pada pagi hari dan sarapan seperti biasanya. Sebagian lagi dapat
dikonsumsi setelah perawatan dental selesai.
d. Mengurangi stres
Dokter gigi harus mencoba untuk mengurangi stres pada pasien diabates
dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, mengubah
perawatan jangka waktu panjang dengan beberapa pertemuan yang lebih
singkat, menginstruksikan keluarga pasien untuk memberi dukungan,
memotivasi pasien terhadap perawatan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan dapat dipertimbangkan pemberian teknik sedasi pada pasien. Beberapa
hal juga bisa efektif mengatasi dan mencegah stres yaitu istirahat yang
cukup dan mengonsumsi makanan yang seimbang.
e. Mengurangi resiko infeksi
Salah satu resiko yang tinggi pada pasien diabetes mellitus adalah rentan
terhadap perkembangan infeksi baik infeksi gigi maupun bagian tubuh
lainnya. Untuk itu, pasien harus mendapat perawatan pencegahan yang
adekuat, seperti kunjungan berkala untuk kontrol sebelum dan sesudah
pembedahan, intruksi oral hygiene, pemberian antibiotik profilaksis, serta
perawatan penyakit jaringan periodontal. Pada pasien diabetes harus
digunakan bahan sutura yang tidak diabsorbsi karena penyembuhan yang
lambat pada pasien ini.
f. Konsultasi medis
Dokter harus dikonsultasi pada perawatan spesifik untuk memastikan
keparahan penyakit pasien dan kontrol terhadap penyakitnya. Dokter juga
harus ikut menentukan pemberian insulin selama perawatan gigi pasien.
Pasien dengan resiko rendah
Pasien jenis ini memiliki kontrol metabolik yang baik dengan obat-
obatan dan dalam keadaan stabil, asimtomatik, tidak ada komplikasi
neurologik, vaskular maupun infeksi, kadar gula darah puasa <200
mg/dL, hasil test glikosuria 0-1- dan tanpa ketonuria, serta kadar
HbA1c <7%. Pada pasien ini, prosedur norml untuk semua prosedur
perawatan gigi yang bersifat restoratif. Sedangkan untuk prosedur
25
pembedahan harus diperhatikan pelaksanaan kontrol diet,
meminimalkan stres, dan mengurangi resiko infeksi. Prosedur
pembedahan yang dimaksud adalah pencabutan gigi sederhana,
kuretase, pencabutan lebih dari dua gigi, gingivoplasti, pencabutan
serial, bedah flap, gingivektomi, bedah besar, serta reseksi gingiva.
Teknik sedasi tambahan harus dipertimbangkan untuk seluruh
tindakan pembedahan. Biasanya, tidak dibutuhkan penyesuaian pada
terapi insulin.
Pasien dengan resiko menengah
Pasien ini memiliki gejala poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan tapi dalam keadaan metabolik yang seimbang, tidak ada riwayat
hipoglikemia atau ketoasidosis, dan komplikasi diabetes sangat
minimal. Hasil test glikosuria menunjukkan hasil 0-3+ tanpa adanya
keton, kadar gula darah puasa <250mg/dL, dan HbA1c 7-9%.
Sama seperti pasien dengan resiko rendah, kontrol diet, mengurangi
stres dan resiko infeksi perlu diperhatikan. Pasien ini dapat menerima
perawatan dental yang bersifat restoratif dengan prosedur yang normal
namun perlu dipertimbangkan penggunaan sedasi. Sdangkan tindakan
bedah hanya dapat dilakukan setelah konsultasi dengan dokter yang
merawat pasien. Untuk prosedur bedah mayor dan reseksi gingiva
perlu dipertimbangkan teknik sedasi tambahan dan perawatan di
dalam rumah sakit. Untuk semua tindakan bedah baik ringan maupun
berat direkomendasikan penyesuaian dosis insulin dengan terlebih
dahulu berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien.
Pasien dengan resiko tinggi
Pasien ini memiliki komplikasi diabetes mellitus yang multipel,
kontrol metabolik yang sangat jelek, dan ada riwayat hipoglikemi atau
ketoasidosis yang berulang serta perlu terapi insulin yang terus
menerus. Pada test urin, ditemukan ketonuria dan kadar gula darah
puasa >250 mg/dl. Pasien dengan konsentrasi HbA1c lebih dari 9%
diduga berada pada kontrol glukosa yang buruk dalam waktu jangka
26
panjang dan mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan gigi.
Pada pasien ini, seluruh tindakan perawatan gigi dilakukan bilakondisi
medis dalam keadaan stabil dan telah terlebih dahulu menerima
perawatan pendahuluan untuk menurunkan tingkat stres.
Prosedur Bedah
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain:
a. mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita
b. pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai
c. menghindari pemberian adrenalin karena dapat meningkatkan vasokontriksi
pembuluh darah.
d. tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada
e. menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi
f. evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan.
Pada kasus-kasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan
perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih
luas dan agresif. Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh
penderita meliputi:
a. meningkatkan kualitas nutrisi, diet tinggi kalori dan protein termasuk
pemberian vitamin tambahan (vit C dan Vit B kompleks), vitamin C untuk
meningkatkan kekebalan tubuh sedangkan vitamin B kompleks untuk
mempercepat proses pematangan sel darah merah.
b. mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
c. pemberian analgesik.
Pencabutan gigi atau menghilangkan faktor penyebab lain yang menjadi
sumber infeksi harus segera dilakukan setelah gejala infeksi akut mereda. Hal ini
untuk mencegah timbulnya kekambuhan dari infeksi (Soemartono, 2000;
Mahmood&Mahmood, 2005).
27
Insisi dan Drainase
Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi
adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase
merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga
mengurangi tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung
antibiotik dan elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di
daerah infeksi. Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang
terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan
menggunakan hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan
pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk
mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas.
Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya
perluasan abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan
jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan
(karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh
lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik lebih
efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses.
Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan
ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyeba.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Prosedur diagnosa dalam bidang bedah mulut meliputi pemeriksaan
subyektif yakni identitas pasien, keluhan utama, lokasi keluhan, kualitas dan
kuantitas keluhan, kapan mulai timbulnya, bagaimana kronologis
perkembangannya, apa yang meringankan dan memberatkan keluhan, serta gejala
yang menyertai keluhan. Saat anamnesis juga ditanyakan riwayat penyakit,
riwayat alergi, riwayat pengobatan oleh tenaga medis, riwayat penyakit dan
kelainan dalam keluarga, serta hal lain yang dianggap perlu. Selain itu juga
terdapat pemeriksaan obyektif yang meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
Dari pemeriksaan ekstraoral yang didapat melalui palpasi dan inspeksi, dapat
diketahui kondisi umum pasien, muka, bibir, sudut mulut, pipi, kelenjar limfe,
kelenjar tiroid, dan kelenjar saliva. Sedangkan dari pemeriksaan intraoral dapat
diketahui adanya kelainan di dalam rongga mulut melalui inspeksi, perkusi,
palpasi, tes termal. Diagnosa penyakit pada skenario adalah suspek abses
submandibula, abses perimandibula, dan abses pterygomandibula. Gejala klinis
dari ketiga abses tersebut secara umum adalah adanya pembengkakan pada rahang
bawah, demam (manifestasi dari adanya infeksi), dan trismus.
Sebelum tindakan pembedahan, terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan pada pasien dengan diabetes mellitus. Secara umum persiapan
yang harus dilakukan adalah kontrol diet, mengurangi stres, mengurangi resiko
infeksi, konsumsi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, dan pengaturan jadwal
perawatan gigi yang tepat yakni pada pagi hari. Pemusnahan sumber infeksi
(misalnya pencabutan gigi penyebab), insisi, dan drainase dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik profilaksis, mengupayakan trauma yang sekecil mungkin,
penggunaan anestesi yang tidak menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah,
serta pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks untuk mengurangi infeksi
sekunder dan mempercepat penyembuhan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Harty. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.
Purwanto, dkk. 1999. Buku Ajar Bedah Mulut I. jember: FKG Universitas Jember.
Purwanto, dkk. 1999. Buku Ajar Bedah Mulut II. jember: FKG Universitas
Jember.
Pedersen. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Soemartono. 2000. Infeksi Odontogen Dan Penyebabnya. Pelatihan spesialis
kedokteran gigi bidang bedah mulut,
Hendrayani, Kiki. 2008. Penatalaksanaan Gigi dan Mulut Penderita Diabetes
Mellitus. USU-repository
Walton, Richard E dan Mahmoud Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsia. Jakarta: EGC.
Zambito, Raymond F dan James J. Sciubba. 1997. Manual Terapi Dental. Jakarta:
Binarupa Aksara
30