laporan atsiri mutu(2)

Embed Size (px)

Citation preview

II. METODOLOGIA. Bahan dan Alat Bahan-bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak nilam, minyak mawar, minyak sereh, dan minyak pala. Bahan-bahan pembantu yang digunakan adalah air suling, alkohol 90%, alkohol 95%, larutan PP 1%, dan KOH 0.1 N. Alat-alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah piknometer, termostat, refraktometer, polarimeter, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, cawan porselen, penangas air, buret dan timbangan. B. Metode 1. Bobot Jenis Piknometer yang bersih dan kering ditimbang, diisi dengan minyak dan dimasukkan ke dalam termostat yang telah ditetapkan suhunya pada 25oC, dibiarkan selama 15 menit. Setelah itu, dikeringkan bagian luarnya dan ditimbang. Perlakuan tersebut diulang dengan menggunakan air suling. 2. Indeks Bias (SNI 06-3735-1998) Prisma pada refraktometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian di atas prisma diteteskan minyak menggunkana pipet tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slidenya sehingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan gelap, saklar diatur sampai garis batas berimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, setelah itu indeks bias dibaca. Indeks bias (25oC) = nt - 0.0004(t-25) t = Suhu kamar (oC) = Faktor koreksi minyak terhadap mutu yang nilainya dapat berubah sesuai dengan suhu yang dipakai nt = Indeks bias pada suhu kamar 0.0004

3. Putaran Optik Sumber cahaya dinyalakan sampai mendapatkan kilauan penuh pada alat polarimeter. Setelah itu, tabung polari diisi dengan minyak hingga penuh dan diusahakan jangan sampai ada gelembung udara. Tabung ditempatkan di bawah alat pemeriksa di antara analizer dan polaryzer. Analizer diputar sampai diperoleh lapang pandang yang terletak antara gelap dan terang, kemudian dibaca nilai putaran optik minyak. Dengan cara yang sama, dilakukan pula terhadap air suling. Putaran optik = Pembacaan contoh Pembacaan blanko

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Pengamatan Warna Minyak (SNI 06-2385-1998) Jenis Minyak Atsiri Minyak Nilam Minyak Pala Minyak Mawar Minyak Sereh Warna Minyak Kuning Keemasan Kuning Pucat Kuning Bening Kuning Jernih

Bobot Jenis Jenis Minyak Minyak Nilam Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala Bobot Aquades (gram) 9,76 9,72 9,76 10,35 Bobot Minyak (gram) 9,32 8,64 9,95 8,6 Bobot Jenis 0,95 0,888 1,02 0,831

Indeks Bias (SNI 06-3735-1998) Jenis Minyak Minyak Nilam Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala Indeks Bias 1,6614 1,649 1,6615 1,6781

Putaran Optik (SNI 06-3735-1998) Jenis Minyak Minyak Nilam Pembacaan Contoh 5,17 Pembacaan Blanko 0 Putaran Optik 5,17

Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala

1,8 81 7,9

0 0 0

1,8 81 7,9

Kelarutan dalam Alkohol 90% (SNI 06-3735-1998) Jenis Minyak Minyak Nilam Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala ml Alkohol 14 43 3 3 Perhitungan 0,071 0,02 0,33 0,33

Sisa Penguapan (SNI 06-3735-1998) Jenis Minyak Minyak Nilam Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala Berat Contoh (gram) 4 5 5 5 Berat Sisa Penguapan (gram) 3,94 3,7 4,61 3,34 Sisa Penguapan % 98 74 92,2 66,8

Bilangan Asam (SNI 06-2385-1998) Jenis Minyak Minyak Nilam Minyak Sereh Minyak Mawar Minyak Pala Bobot Contoh (gram) 4,02 4 4 4 ml KOH 3,2 5,3 4,7 2,3 7,43 6,6 0,32 Bilangan Asam 0,447

B. Pembahasan Minyak Pala

Minyak pala merupakan salah satu minyak atsiri yang permintaannya cukup tinggi di pasar internasional. Minyak pala dikenal pula dengan nama oleum myristicae, oleum myrist atau minyak miristica. Minyak ini mudah menguap dan didapat dari hasil distilasi uap (penyulingan) biji pala dan fuli. Selain biji dan fuli, minyak pala merupakan komoditas ekspor andalan Maluku, dan merupakan sumber pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah. Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku (Purseglove et al. 1995), dan telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun-temurun dalam bentuk perkebunan rakyat di sebagian besar Kepulauan Maluku. Pala Indonesia memiliki nilai tinggi di pasar dunia karena aromanya yang khas dan rendemen minyaknya tinggi. Produksi minyak pala dunia mencapai 300 t/tahun, terutama berasal dari Indonesia dan Sri Lanka dengan pasar utama (75%) Amerika Serikat. Minyak pala di beberapa negara Eropa berasal dari Grenada. Untuk mengukur senyawa yang ada pada minyak pala dilakukan proses fraksionasi dengan menggunakan kromatografi gas atau spektrofotometri massa. Di dunia terdapat dua tipe minyak pala, yaitu minyak pala Indian Timur (East Indian) dan minyak pala Indian Barat (West Indian). Minyak pala Indonesia termasuk minyak pala Indian Timur. Minyak pala Indian Timur memiliki berat jenis 0,8850,915 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v) dengan perbandingan 1 bagian minyak dan 3 bagian alkohol. Minyak pala Indian Barat mempunyai berat jenis 0,860,88 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v)dengan perbandingan 1 bagian minyak dan 4 bagian alkohol (Anonim 2008b). Selain itu, minyak pala dari Indian Timur memiliki kandungan myristicin hingga 13,50%, sedangkan Indian Barat konsentrasi myristicin di bawah 1%. Minyak pala sebaiknya disimpan dalam kondisi dingin dan terlindung dari cahaya langsung. Minyak pala memiliki karakteristik dari tidak berwarna sampai dengan kuning muda, berbau tajam, dan beraroma rempah. Komponen utama minyak pala adalah -pinene, camphene, -pinene, sabinene, myrcene, phellandrene, -terpinene, -terpine, limonene, 1,8-ceniole, linalool, terpine-4-ol, safrole, methyl eugenol dan myristicin (Anonim 2008c). Menurut Djasula Wangi Indonesia (2008), minyak pala Indonesia memiliki

berat jenis (25oC) 0,8470,919, rotasi optik +10 C hingga +30 C, indeks refraksi (25 C 1,4721,495, kandungan residu mudah menguap maksimum 60 mg (2,50%) minyak mineral negatif, minyak lemak negatif, dan larut dalam etanol 90% dengan perbandingan 1:3. Minyak pala yang diperoleh dari proses hidrodistilasi biji memperlihatkan karakteristik warna/fisik yang normal Kandungan minyak biji tua dengan umur panen 7 bulan berkisar 7,9511,92%. Minyak pala dengan formulasi C10H16 mempunyai sifat tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, tetapi bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pingsan karena kandungan myristicin yang tinggi mempunyai efek halusinasi seperti narkotik. Minyak pala dari fuli memiliki kadar myristicin lebih tinggi dibanding minyak pala dari biji. Bila minyak pala diproses lebih lanjut akan menghasilkan 84% trimyristin, suatu kristal beracun turunan dari safrole yang merupakan senyawa dari methylene dioxyphenyl dengan rumus kimia C45H86O6 (Erowid 2001), biasanya digunakan untuk sabun, detergen, dan parfum.

1. Warna Minyak Buah pala mengandung zat-zat minyak terbang (myristin, pinen, kamfer, dipenten, safnol, eugenol, iso-eugenol, alkohol), gliserida (asam miristat, asam oleat, borneol, giraniol), protein, lemak, pati, gula, vitamin A, B1 dan C. Biji pala mengandung minyak terbang, memiliki wangi dan rasa aromatis yang agak pahit. Sebanyak 8-17% minyak terbang yang dikeluarkan merupakan bahan terpenting pada fuli (Achmad dan Rasyidah, 2000). Minyak pala diperoleh dengan melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan bijipala adalah biji muda karena memiliki kandungan minyak pala yang lebih tinggi. Minyak pala berwarna kuning pucat sampai tak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai bau khas pala (Nurdjanah et al., 1990). Minyak pala merupaka cairan jernih (hampir tak berwarna) sampai kuning muda. Sifat-sifat kimia dari biji pala ternyata tidak berbeda dengan minyak dari

fuli pala. Minyak pala jika dibiarkan di udara terbuka akan berubah menjadi kental karena peristiwa polimerisasi dan berbau terpentin atau berbau campuran yang tidak menyenangkan (Lutony dan Rahmawati, 2002). Patokan mutu mace oil yang ditetapkan berdasarkan EOA sebagai berikut : Panampilan, warna, bau : cairan bening atau kuning pucat, memiliki rasa dan bau khas pala. Berat jenis, 250C : 0.880-0.930. Putaran optik : 20-300. Indeks refraksi, 250C : 1.4740-1.4880 Kelarutan dalam alkohol 80% : larut dalam 3 volume (Anonimous, 1970). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan warna minyak pala yaitu berwarna kuning pucat dan berbau khas rempah-rempah. Menurut Ketaren (1985), warna dari minyak atsiri disebabkan oleh reaksi organologam ; yaitu reaksi senyawa minyak atsiri tertentu yang bereaksi dengan alat penyulingan. Warna minyak yang kuning pucat disebabkan oleh bereaksinya salah satu senyawa dalam minyak pala dengan logam besi pada alat penyulingan. Reaksi organologam antara senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri dengan senyawa besi dapat menyebabkan perubahan warna dari berwarna kuning sampai berwarna coklat gelap. 2. Bobot Jenis Perhitungan bobot jenis minyak atsiri adalah dengan cara membandingkan kerapatan minyak pada suhu 25oC terhadap kerapatan air suling pada suhu yang sama. Bobot jenis dapat dpengaruhi oleh hal-hal seperti bobot bahan yang disuling, lama penyulingan maupun interaksi antara keduanya. Semakin lama penyulingan maka bobot jenis minyak yang dihasilkan akan semakin besar karena dengan bertambah lamanya penyulingan, kemungkinan terjadinya kenaikan suhu pemanasan dalam ketel penyulingan sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan fraksi-fraksi berat yang mempunyai titik didih tinggi terekstraksi. Semakin banyaknya fraksi yang terekstrak menyebabkan bobot jenisnya semakin besar.

Besar

kecilnya

bobot

jenis

berhubungan

dengan

perbandingan

komponen-komponen senyawa yang terkandung di dalamnya. Pada penyulingan bahan yang lebih kecil, fraksi-fraksi berat minyak relatif lebih banyak terekstrak oleh uap air sehingga menaikkan bobot jenis. Selain itu, adanya bahan-bahan inpuritis yang ada dalam minyak juga dapat menaikkan bobot jenis minyak. Dari praktikum diperoleh bahwa minyak pala 0.813. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat bobot jenis untuk minyak pala yang ada di Indonesia yaitu mulai dari 0.847 sampai 0.919. Selisih hasil antara pengamatan dengan SNI mungkin disebabkan pada waktu penimbangan bobot minyak pala , piknometer yang digunakan belum benar-benar kering atau masih mengandung air. Sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh penyulingan yang tidak terlalu lama sehingga yang terekstrak hanyalah fraksi-fraksi ringannya saja. 3. Indeks Bias Prinsip dari uji indeks bias adalah cahaya yang datang dari media yang kurang rapat dengan sudut tertentu menuju media yang lebih rapat, akan dibelokkan atau dibiaskan mendekati garis normal (sudut bias semakin kecil). Demikian juga sebaliknya, bahwa cahaya yang datang dari media yang lebih rapat dengan sudut tertentu menuju media yang kurang rapat akan menjauhi garis normal (sudut bias semakin besar). Besar kecilnya indeks bias minyak berhubungan dengan perbadingan komponen yang ikut tersuling. Pada penyulingan bahan yang waktunya lama, akan dihasilkan minyak yang mengandung molekul-molekul yang berantai panjang, seperti seskwiterpen dan fraksi yang banyak mengandung ikatan tidak jenuh serta mudah berpolimerisasi seperti monoterpen atau terpen yang mengikat oksigen. Molekul-molekul berantai panjang itu menyebabkan nilai indeks bias tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), dimana semakin tinggi nilai indeks bias yang dihasilkan maka rantai hidrokarbonnya makin panjang. Semakin panjangnya rantai karbon minyak atsiri, maka minyak tersebut akan makin sukar menguap, sehingga mutu minyak atsiri yang dihasilkan makin rendah.

Dari hasil praktikum diperoleh data bahwa Minyak pala hasil praktikum memiliki nilai indeks bias sebesar 1.6781. Menurut Yusreni (1990), nilai indeks bias minyak pala Indonesia adalah sebesar 1.472-1.494. Dari sini dapat dilihat bahwa nilai indeks bias minyak pala hasil praktikum memiliki selisih dengan indeks bias minyak pala standar Indonesia. Hal ini bisa jadi disebabkan karena minyak memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga berkas cahaya yang datang melewati minyak akan dibiaskan semakin lebar. 4. Putaran Optik Pada setiap jenis minyak yang mempunyai atom kiral akan memutar bidang polarisasi cahaya. Bila arah putaran ke kanan (dextro rotary) bertanda positif dan bila arah putaran ke kiri (levo rotary) bertanda negatif. Lama penyulingan akan mengakibatkan putaran optik semakin besar karena seskwiterpen yang dihasilkan semakin banyak dan komponen ini mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan.. Dari hasil praktikum diperoleh Minyak pala hasil praktikum menunjukkan nilai putaran optik sebesar +7,9 (putaran ke kanan). Namun menurut Yusreni (1990), nilai putaran optik minyak pala Indonesia adalah sebesar (+10o) (+30o) (putaran ke kanan). Nilai ini menunjukkan perbedaan yang sangat jauh. Perbedaan nilai ini mungkin dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pembacaan pada polarimeter atau perlakuan yang berbeda dengan seharusnya. 5. Sisa Penguapan Sisa penguapan minyak atsiri adalah banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah mengalami penguapan yang dinyatakan dalam persen bobot/bobot (%b/b). Sisa penguapan merupakan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri yang tidak dapat menguap karena titik uap yang lebih tinggi. Data praktikum menunjukkan minyak pala memiliki residu penguapan sebesar 66.8 %, ini juga merupakan jumlah yang sangat tinggi. Menurut Yusreni (1990), minyak pala memiliki residu penguapan sebesar 2.5 %. Hal ini berarti minyak pala yang digunakan sudah rusak dan banyak mengandung senyawasenyawa lain yang tidak menguap pada 105oC. Pada praktikum ini diperoleh

residu penguapan yang sangat tinggi jauh melebihi literatur, ini mungkin terjadi karena kesalahan dalam perhitungan atau perlakuan. 6. Kadar Asam Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dbutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak. Bilangan asam digunakan untuk mengetahui apakah minyak tersebut telah mengalami hidrolisis atau tidak. Semakin tinggi bilangan asam dalam suatu minyak maka kualitas minyak tersebut akan semakin jelek, minyak tersebut sudah rusak. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa Minyak pala hasil praktikum memiliki bilangan asam sebesar 0,32. Pada praktikum ini diperoleh hasil bilangan asam yang rendah, hal ini menunjukkan minyak yang digunakan masih bagus dan belum mengalami hidrolisis. 7. Kelarutan dalam Alkohol 90 % Menurut Ketaren (1985), salah satu faktor yang paling penting untuk menentukan berhasilnya proses ekstraksi adalah mutu dari pelarut yang digunakan. Pelarut yang ideal harus memiliki sifat sebagai berikut : Dapat melarutkan semua zat wangi dengan cepat dan sempurna dan sesedikit mungkin melarutkan zat lilin. Pigmen dan senyawa albumin. Mempunyai titik didih yang rendah. Tidak larut dalam air. Innert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak bunga. Mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak tinggal dalam minyak. Murah, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Berikut ini berbagai jenis pelarut yang biasa digunakan dalam ekstraksi*) Jenis pelarut Aseton Metanol Heksana Etil alkohol Titik didih (oC) 56.5 64.7 69.0 78.4 Titik beku (oC) - 94.6 - 97.8 - 94.0 - 112.0

Isopropil alkohol Etilen diklorida*)

82.3 83.5

- 112.0 80.5

Perry dan Dangron (1984)

Masing-masing pelarut mempunyai efisiensi dan selektivitas yang berbeda-beda dalam melarutkan senyawa tertentu. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada sifat polaritas, stabilitas dan harga. Kelarutan minyak dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh minyak tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu. Kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung di dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan oxygenated terpene lebih mudah larut daripada yang mengandung terpene (Ketaren, 1975). Makin tinggi kandungan terpene maka daya larut akan semakin rendah karena senyawa terpene mempunyai senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus-gugus fungsional. Berdasarkan data yang diperoleh pada praktikum, pada minyak pala nilai kelarutannya yaitu 1:3 atau sekitar 0,33. Hal ini berarti 1 ml etanol atau alkohol 90% dapat melarutkan sekitar 0,33 ml minyak pala. Nilai ini sama dengan yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu untuk minyak pala sekitar 1 : 3 jernih seterusnya jernih. Minyak Mawar Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh balai penelitian tanaman hias bahwa tanamana mawar memiliki rendeman, yaitu 0,14% dan 0,06%, Nilai indeks bias tertinggi yaitu 1,45-1,47, dan Komponen utama penyusun absolut mawar adalah fenil etil alkohol, sitronellol, dan geraniol. Pada mawar Americana Beauty didominasi senyawa metil eugenol. 1. Warna Minyak Pada praktikum kali ini minyak mawar yang diamati berwarna kuning bening dan memiliki bau yang khas. Warna kuning ini disebabkan oleh adanya reaksi organologam antara senyawa tertentu pada minyak mawar dengan besi

pada alat penyulingan yang digunakan. Sedangkan bau khas yang ditimbulkan bisa disebabkan oleh proses aging atau pemeraman yang terjadi selama penyimpanan. Karena minyak mawar yang digunakan sudah lama sehingga besar kemungkinan terjadi aging yang menyebabkan terjadinya transformasi gugus fungsi sehingga baunya semakin kuat. 2. Bobot jenis Pada praktikum kali ini bobot jenis yang dihasilkan dari minyak mawar yaitu sebesar 1,02. Nilai ini berbeda dengan nilai yang telah diteteapkan oleh BP POM. Menurut POM (1979), bobot jenis minyak mawar yaitu sekitar 0,848 sampai 0,863. kesalahan ini bisa diakibatkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam mempersiapkan alat. Besar kemungkinan piknometer yang digunakan belum benar-benar kering sehingga air yang masih tertinggal ikut tertimbang bersama dengan minyak mawar. Kesalahan ini juga dapat diliat dari nilai bobot jenis yang melebihi 1. Hal ini berarti bobot minyak lebih berat daripada bobot air. Sedangkan berdasarkan teori, bobot jenis minyak selalu lebih rendah daripada air sehingga hasil perhitungan bobot jenis seharusnya menunjukkan nilai dibawah 1. 3. Indeks Bias Pada praktikum kali ini indeks bias untuk minyak mawar yaitu sebesar 1,6615. Sedangkan menurut balai penelitian tanaman hias, indeks bias tertinggi untuk minyak mawar terdapat pada minyak mawar tabur yaitu sekitar 1,45-1,47. Perbedaan nilai ini bisa disebabkan oleh lamanya waktu penyulingan sehingga dihasilkan minyak yang mengandung molekul-molekul berantai panjang. Semakin panjang molekul menyebabkan indeks bias semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), dimana semakin tinggi nilai indeks bias yang dihasilkan maka rantai hidrokarbonnya makin panjang. Semakin panjangnya rantai karbon minyak atsiri, maka minyak tersebut akan makin sukar menguap, sehingga mutu minyak atsiri yang dihasilkan makin rendah.

V. KESIMPULAN

Irun kesimpulannya belum ya. Menurut kyo lebih baik disimpulin klo udah jadi keseluruhan aja. Coz bahasan kita sama dari awal sampe akhir, jadi lebih gampang narik kesimpulan klo udah digabungin semua. Maaf ya run.....

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008b. Myristical Oil Alternative Names. (http://www.utmedicalcenter.org/adam/health%20ilustrated %20encyclopedia/1/002899.htm). [18 Maret 2008]. Anonim. 2008c. Traditional Medicine Nutmeg and Nutmeg Oil. (http://www.wikipedia. org/ wiki/Nutmeg oil. htm). [18 Maret 2008]. Erowid, H.T.M. 2001. General Information About Nutmeg. Encyclopedia Britanica, Part VII Micropedia. (http://www.erowid.org/ plants/nutmegfag.shtml). [18 Maret 2008]. Purseglove, J.W., E.G. Brown, S.L. Green, and S.R.J. Robbins. 1995. Spices. Longmans, New York. p. 175228. Ditjen POM.1979.Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal:33,144,378,453,459,633.

Djasula Wangi Indonesia. 2008. Sell Nutmeg Oil. Djasula Wangi Indonesia. (http://www.indonetwork-net/djasula-wangi/598536/nutmeg-oil.htm). [18 Maret 2008]. Guenther E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Yusreni, 1990. Mempelajari Aspek pengujian dan Sertifikasi Mutu Minyak Atsiri di Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB), Jakarta.