31
LAPORAN PENELITIAN JUDUL: RISIKO KONSUMSI ‘ULTRA PROCESSED FOODS’ PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DAN POTENSINYA TERHADAP KEJADIAN OBESITAS ANAK SEKOLAH DI KOTA SEMARANG PENGUSUL: Dr.Dra.Sulistiyani, MKes (NIDN: 0004106607) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO 2018

LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

LAPORAN PENELITIAN

JUDUL:

RISIKO KONSUMSI ‘ULTRA PROCESSED FOODS’ PADA PANGAN JAJANAN ANAK

SEKOLAH (PJAS) DAN POTENSINYA TERHADAP KEJADIAN OBESITAS ANAK

SEKOLAH DI KOTA SEMARANG

PENGUSUL:

Dr.Dra.Sulistiyani, MKes (NIDN: 0004106607)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018

Page 2: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan
Page 3: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

Judul Penelitian : Risiko Konsumsi “Ultra Processed Food” Pada Pangan Jajanan

Anak Sekolah (PJAS) Dan Potensinya Terhadap Kejadian Obesitas Anak

Sekolah Di Kota Semarang

2. Tim Peneliti

No

Nama

Jabata

n

Bidang Keahlian

Instansi Asal Alokasi Waktu (jam/minggu)

1 Dr.Dra. Sulistiyani, MKes Ketua Kesmas FKM UNDIP 5

3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian):

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah pada anak sekolah

4. Masa Pelaksanaan

Mulai : bulan: Mei tahun: 2018

Berakhir : bulan: Oktober. tahun: 2018

5. Usulan Biaya

Tahun ke-1 : Rp 10.0000.000,-

6. Lokasi Penelitian (lab/studio/lapangan ) SD Di kota Semarang 7. Instansi lain yang terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)

Dinas Pendidikan Kota Semarang, dalam pemberian data dan ijin datang ke Sekolah

8. Temuan yang ditargetkan (metode, teori, produk, atau masukan kebijakan)

Risiko Konsumsi Ultra Processed Foods pada anak sekolah dan Publikasi Nasional

9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata,

tekankan pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung

pengembangan iptek)

Konsumsi pangan olahan meningkatkan risiko untuk terjadinya obesitas. Obesitas pada anak

kasusnya semakin meningkat, padahal obesitas pada anak merupakan faktor risiko kejadian

penyakit degenaratif seperti jantung koroner, diabetes, hipertensi ketika usia dewasa. Faktor

risiko lainnya untuk kejadian obesitas pada anak antara lain karena pola konsumsi pangan

jajanan yang tidak baik, kebiasaaan kurang bergerak/kurang aktivitas . Untuk itu perlu segera

dilakukan observasi pada anak sekolah terkait obesitas pada anak, agar dapat mencegah

kejadian penyakit degeneratif pada usia dewasa dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

10. Kontribusi pada pencapaian renstra perguruan tinggi Anda (uraian sedikitnya 2

paragraf)

Kontribusi dalam publikasi dan kontribusi bagi tercapainya visi UNDIP untuk menjadi

universitas riset yang unggul.

11. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran (tuliskan nama jurnal ilmiah bereputasi atau

nasional terakreditasi dan tahun rencana publikasi)

Jurnal Kesehatan Lingkungan ataupun Journal of Nutrition College tahun 2019

12. Rencana luaran HKI, buku, purwarupa, rekayasa sosial atau luaran lainnya yang

ditargetkan, tahun rencana perolehan atau penyelesaiannya -

Page 4: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

iv

RINGKASAN

Kejadian obesitas pada anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas

tahun 2010 kegemukan pada anak mencapai 9,2%, sedangkan menurut data Riskesdas tahun 2013

kegemukan (overweight dan obesitas) mencapai 18%. Hal ini menjadi permasalahan yang serius

mengingat obesitas pada anak merupakan faktor risiko penyakit degeneratif pada usia dewasa, yaitu

penyakit diabetes, jantung koroner, hipertensi. Kota Semarang memiliki data prevalensi obesitas

pada anak paling akhir tahun 2009 yaitu sebesar 10,6%, hingga tahun ini belum ada lagi data

terbaru mengenai prevalensi obesitas pada anak. Terlihat bahwa di kota Semarang, obesitas pada

anak cukup tinggi.

Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan observasional berupa pengambilan data obervasi

dari pengukuran dan wawancara menggunakan questioner terhadap anak sekolah, dilakukan

analisis kandungan pangan olahan (ultra processed food) dan bahan tambahan pangan pada pangan

jajanan anak sekolah yang sering dikonsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29% anak sekolah mengalami gizi lebih, dimana 12,3%

obesitas dan 16,7% gemuk Sebagian besar (76%) jajanan yang dikonsumsi anak SD termasuk

dalam golongan ultra processed food. Semua jenis makanan jajanan mengandung tepung dan

semua jenis minuman jajanan mengandung gula.

Kata kunci : obesitas, anak sekolah, pangan jajanan, ultra processed food

Page 5: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

1

BAB I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Obesitas merupakan masalah epidemik global dan diderita oleh 41 juta anak dan

remaja di dunia. Di Asia sejak tahun 2000 hingga tahun 2016 terjadi peningkatan 40%

kejadian kegemukan pada anak (WHO, 2017). Obesitas mulai tahun 2018 telah

dimasukkan sebagai salah satu klasifikasi penyakit dalam ICD 10 dengan kode E66

Overwight and Obesity (ICD 10, 2018).

Tahun 2012, Global Burden of Diseases Study, untuk pertama kalinya

melaporkan, bahwa lebih banyak anak yang meninggal dunia karena “overnutrition”

dibandingkan dengan yang “undernutrition” (WHO, 2017). Anak sekolah usia 6-12

tahun merupakan salah satu kelompok rawan gizi yaitu kelompok masyarakat yang

paling mudah menderita kelainan gizi. Kondisi anak-anak saat ini mengalami masalah

gizi ganda (double burden), yaitu kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi status gizi (Indikator IMT/U) anak

usia 6-12 tahun dengan kategori sangat kurus 4,6%, kurus 7,6%, normal 78,6% dan

gemuk 9,2% (Riskesdas, 2010). Sedangkan berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi

anak usia 5-12 tahun dengan kategori kegemukan mencapai 18% yang terdiri dari status

gizi gemuk (overweight) 10% dan sangat gemuk (obesitas) 8%. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan kejadian kegemukan pada anak usia sekolah (Riskesdas, 2013).

Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga

membutuhkan konsumsi pangan yang cukup dengan gizi seimbang. Penelitian

menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi dan protein untuk anak umur 7–12 tahun

berkisar antara 71,6–89,1% dan antara 85,1–137,4%. Untuk memenuhi kebutuhan energi

dan protein anak sekolah, Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dibutuhkan bagi anak

yang tidak atau kurang sarapan dan tidak membawa bekal. Kontribusi zat gizi PJAS

terhadap pemenuhan kecukupan gizi harian sebaiknya berkisar antara 15-20% (Tanziha,

dkk, 2012). Berdasarkan Laporan Akhir Hasil Monitoring Dan Verifikasi Profil

Keamanan PJAS Nasional yang telah dilakukan oleh BPOM tahun 2008, menunjukkan

bahwa 98,9% anak jajan di sekolah dan hanya 1% yang tidak pernah jajan (BPOM,

2013).

Page 6: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

2

Prevalensi obesitas pada anak menunjukkan adanya perubahan pola diet yang

tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Selain itu adanya urbanisasi, liberalisasi pasar,

meningkatnya pendapatan, kemudahan mendapatkan makanan siap saji, meningkatnya

kemudahan tranportasi, tontonan televisi dan permainan (game) yang membuat

peningkatan konsumsi dari pangan yang tinggi lemak, gula, garam dan rendahnya tingkat

aktivitas fisik (WHO, 2017).

Pemilihan pangan jajanan anak sekolah yang aman, sangatlah penting karena

tidak semua pangan jajanan anak sekolah yang dijajakan di lingkungan sekolah aman

untuk dikonsumsi. Pemberian intervensi pengetahuan berupa video dan sampul buku

pada anak sekolah ternyata dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek anak

dalam memilih makanan yang aman (Riyanto et al, 2017).

Anak sekolah memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak,

vitamin dan mineral) dalam jumlah cukup, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.

Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip

keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan (BB)

ideal. Secara umum komposisi makanan yang seimbang adalah bila komposisi energi

dari karbohidrat 50-65%, protein 10-20%, dan lemak 20-30%. Konsumsi gula sebaiknya

dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok makan setiap

hari (BPOM, 2013).

Berat badan berlebih/ kegemukan atau sering dikenal sebagai obesitas,

disebabkan oleh karena tidak mengikuti pola gizi seimbang, antara lain : makan

berlebihan, terlalu banyak makan dan minum yang manis, terlalu banyak makan

makanan berlemak, tidak olahraga, dan kurang akitivitas fisik. Obesitas dapat

menimbulkan, antara lain : mudah sakit, mudah lelah dan mudah mengantuk. Dalam

jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit darah tinggi, jantung,

diabetes dan lain-lain.

Salah satu fator risiko penyebab obesitas adalah meningkatnya konsumsi pangan

olahan. Pangan olahan didefinisikan sebagai produk makanan yang berasal dari bahan

mentah yang diolah oleh industri pangan dengan beragam tehnik dan metode menjadi

produk pangan. Pengelompokan pangan harian telah dilakukan oleh fakultas Kesehatan

Page 7: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

3

Masyarakat Universitas Sao Paolo di Brazilia. Mereka mengelompokkan bahan pangan

menjadi 3 kelompok 1 unprocessed food/minimal processed foods; kelompok 2

processed foods dan kelompok 3 ultra processed foods (Monteiro et al, 2015).

Ultra Processed Foods merupakan pangan olahan. Ini adalah produk makanan

yang relatif sederhana yang diproduksi dengan penambahan bahan tambahan pangan atau

minimal diproses dari garam atau gula atau bahan lain dari penggunaan kuliner umum,

seperti minyak atau cuka. Tujuan pengolahan di sini adalah untuk memperpanjang durasi

makanan dan meningkatkan palatabilitasnya. Contohnya termasuk sayuran dan buah-

buahan kalengan dan botol; diasinkan, diasap dan makanan lainnya seperti keju; dan roti

yang terbuat dari tepung gandum, ragi, air dan garam (Monteiro et al, 2015).

Oleh karena itu penelitian ini sangat perlu untuk segera dilakukan mengingat

obesitas yang terjadi pada usia anak merupakan faktor risiko untuk kejadian penyakit

degeneratif pada usia dewasa seperti Diabetes mellitus, Jantung Koroner, Hipertensi, dan

Stroke.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko dari konsumsi “ultra processed

foods” pada pangan jajanan anak sekolah yang berpotensi terhadap kejadian obesitas

anak sekolah di Semarang. Hasil dari penelitian ini diharapkan mendapatkan data jenis

pangan jajanan yang sering dikonsumsi serta kandungan gizi dan bahan tambahan

pangan yang terdapat pada pangan jajanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula akan

didapatkan data mengenai aktivitas yang dilakukan oleh anak sekolah. Luaran yang

diharapkan dari penelitian ini yaitu adanya artikel yang dipublikasi pada jurnal

terakreditasi.

Tujuan Penelitian:

1. Mendeskripsikan karakteristik responden (usia, jenis kelamin)

2. Mengukur status gizi responden

3. Mendeskripsikan jenis pangan jajanan anak sekolah yang sering dikonsumsi

responden

4. Mendeskripsikan kandungan “ultra processed food” dari pangan jajanan anak

sekolah yang sering dikonsumsi responden

5. Mendeskripsikan kandungan bahan tambahan pangan dari pangan jajanan anak

Page 8: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

4

sekolah yang sering dikonsumsi responden

2. Urgensi Penelitian

Penelitian ini perlu untuk segera dilaksanakan karena obesitas telah dikaegorikan sebagai

penyakit, selain itu mengingat semakin meningkatnya kejadian obesitas pada anak usia

sekolah, dimana obesitas pada anak merupakan faktor risiko untuk menderita penyakit

degeneratif pada usia dewasa. Dengan memberikan pencegahan sedini mungkin, hal ini

dapat menurunkan risiko untuk menderita penyakit degeneratif dalam arti dapat

meningkatkan derajat kesehatan masyakarat.

Page 9: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

5

No

Jenis Luaran Indikator Capaian Kategori Sub kategori Wajib Tambah

an 1)

TS+1

TS+2

1 Artikel ilmiah

dimuat di

jurnal

Internasional

bereputasi

Nasional

terakreditasi

2 Artikel ilmiah

dimuat di

prosiding

Internasional

terindeks

Nasional V draft submited Published 3 Invited speaker

dalam temu

ilmiah

Internasional Nasional

4 Visiting lecturer Internasional 5 Hak

Kekakayaan

Intelektual

Paten Paten

sederhana

Hak cipta Merek

dagang

Rahasia

dagang

Desain

produk

industri

Indikasi

geografis

Perlindungan

varietas

tanaman

Perlindungan

topografi

sirkuit terpadu

6 TTG 7 Model/Purwa

rupa/Desain/

Karya seni/

Rekayasa

Sosial

8 Bahan Ajar 9 TKT

Tabel 1 Rencana Target Capaian Tahunan

TS

Page 10: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

6

BAB 2

RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN PERGURUAN TINGGI

Universitas Diponegoro (UNDIP) telah merumuskan Visi dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Diponegoro

sebagai berikut:

“Undip menjadi Universitas Riset yang unggul”

Arah pengembangan UNDIP tertuang secara rinci dalam Rencana Strategis 2015-2020 dan

secara dinamis selalu disinkronkan dengan RPNJP 2005-2025. Sebagai upaya menuju visi

UNDIP untuk menjadi universitas riset yang unggul, maka periode ini UNDIP memasuki

fase IV sebagai Universitas Riset sebelum memasuki fase penguatan hasil riset. Sebagai

universitas riset, UNDIP harus memberikan prioritas tinggi untuk pengembangan

program-program penelitian.

Di dalam renstra UNDIP juga disebutkan bahwa salah satu misi yang terkait dengan

penelitian yaitu: menyelenggarakan penelitian yang menghasilkan publikasi, hak kekayaan

intelektual (HKI), buku ajar, kebijakan, dan teknologi yang berhasil guna dan berdaya guna

dengan mengedepankan budaya dan sumber daya lokal. Misi ini sejalan dengan yang

disyaratkan oleh RIRN untuk memanfaatkan hasil IPTEK dengan menggunakan sumber

daya lokal untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

UNDIP menetapkan program riset unggulan bertitik berat pada pengembangan

wilayah pesisir dan tropis, dengan bidang unggulan sebagai berikut:

Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya lokal Indonesia untuk peningkatan

ketahanan dan keamanan pangan, derajat kesehatan, dan ketersediaan energi dan air

secara berkelanjutan

Peta jalan penelitian yang akan dilakukan sangat memperhatikan karakteristik riset dari

hulu sampai hilir melalui riset dasar sampai dengan percepatan difusi dan pemanfaatan iptek

sesuai dengan tingkat kesiapan teknologinya.

Pada penelitian yang kami usulkan, terkait dengan bidang unggulan khususnya

peningkatan derajat kesehatan dan keamanan pangan secara berkelanjutan, mengingat

obesitas pada anak akan meningkatkan risiko kejadian penyakit degenerative pada usia

Page 11: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

7

dewasa. Dimana salah satu faktor risiko untuk terjadinya obesitas pada anak sekolah antara

lain adalah konsumsi pangan olahan pada pangan jajanan anak yang tidak aman secara

kandungan gizi untuk dikonsumsi terus menerus oleh anak. Untuk itu perlu pencegahan

obesitas pada anak, agar terhindar dari penyakit degeneratif di usia dewasa.

Gambar 2.1. Roadmap penelitian dan Bidang Unggulan UNDIP

Modifable Risk Faktor of

obesity among Children

in Semarang 2007

Food Safety Education Using

Book Covers and Videos

ToImprove Street Food Safety

Knowledge, Attitude, and

Practice of Elementary School

Students (2017)

Food Preparation Safety

Education of street food

vendors around public

Elementary School to improve

bacteriological and chemical

food safety (2017)

Risiko Konsumsi

Pangan Olahan Pada

Pangan Jajanan Anak

Sekolah Potensinya

Terhadap Kejadian

Obesitas Anak sekolah

Peningkatan Ketahanan

dan Kemanan Pangan,

Derajat Kesehatan Secara

Berkelanjutan

PENELITIAN YANG SUDAH

DILAKUKAN

PENELITIAN YANG AKAN

DILAKUKAN

BIDANG UNGGULAN UNDIP

Page 12: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

8

BAB 3.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Obesitas Pada Anak

Obesitas merupakan wabah global pada anak dan remaja. Dimana 41 juta orang anak di

dunia menderita kegemukan . Kegemukan (overweight dan obesitas) memberikan dampak fisik

dan mental selain juga merupakan faktor resiko penyakit cardiovaskuler, diabetes dan kematian

premature pada orang dewasa (WHO, 2017). Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan

atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Tahun 2018 obesitas sudah dikategorikan sebagai salah satu jenis penyakit oleh International

Clasification of Diseases (ICD) 10 dengan kode kelompok E66 (ICD 10, 2018)

Penggolongan ke dalam kriteria kegemukan (overwight dan obesitas) berdasarkan pada

status gizi. Status gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur

yaitu 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk

kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks

Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan baku antropometri WHO 2007 untuk anak

umur 5-18 tahun, status gizi ditentukan berdasarkan nilai Zscore TB/U dan IMT/U.

Selanjutnya berdasarkan nilai Zscore ini status gizi anak dikategorikan sebagai berikut:

Klasifikasi indikator TB/U: (Sangat pendek Zscore< -3, Pendek : Zscore≥ -3,0 s/d < -2,0.

Normal : Zscore≥ -2,0). Klasifikasi indikator IMT/U: Sangat kurus : Zscore< -3,0; Kurus :

Zscore≥ -3,0 s/d < -2,0; Normal Zscore≥-2,0 s/d ≤1,0; Gemuk : Zscore> 1,0 s/d ≤ 2,0; Obesitas

: Zscore> 2,0) (Riskesdas, 2013).

Asupan makanan yang baik dengan gizi seimbang merupakan salah satu cara untuk

pencegahan obesitas. Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang mengandung

zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan

prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, dan berat badan (BB) ideal.

Secara umum komposisi makanan yang seimbang adalah bila komposisi energi dari

karbohidrat 50-65%, protein 10-20%, dan lemak 20-30%. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi

sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok makan setiap hari (BPOM,

2013).

Page 13: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

9

2. Faktor Risiko Obesitas

Peningkatan prevalensi obesitas di dunia dalam kurun waktu 30 tahun sangat

memprihatinkan. Salah satu faktor risiko yang diketahui berkontribusi terhadap obesitas adalah

pola konsumsi harian. Berdasarkan review studi yang dilakukan ternyata tidak ada hubungan

antara faktor konsumsi makanan harian dengan biomarker yang terkait obesitas (Hilger-Kolb, et

al 2017).

Faktor-faktor yang sedikitnya terlibat dalam kasus obesitas, adalah : kebiasaan makan

berlebih; genetik/herediter; kurang aktivitas fisik; psikologi/gangguan emosi; fisiologi;

gangguan hormon; bangsa atau suku; kemudahan hidup; kemajuan teknologi. Obesitas dapat

terjadi karena perubahan gaya hidup (life styles), dimana anak- anak lebih senang bermain

video games daripada berolahraga, berangkat sekolah dengan kendaraan bermotor daripada

naik sepeda, dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Makanan tinggi lemak dan

kalori menjadi populer di kalangan anak- anak. Konsumsi makanan cepat saji (fast food)

yang semakin populer dikalangan anak dan remaja memberikan kontribusi sebagai

faktor risiko kejadian obesitas dan overweight. Begitu pula halnya dengan

kebiasaan mengkonsumsi minuman kemasan yang kadar gulanya tinggi (BPOM,

2013).

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari WHO (2017) bahwa p revalensi obesitas

pada anak menunjukkan adanya perubahan pola diet yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas

fisik. Selain itu adanya urbanisasi, liberalisasi pasar, meningkatnya pendapatan, kemudahan

mendapatkan makanan cepat saji, meningkatnya kemudahan tranportasi, tontonan televisi dan

permainan (game) yang membuat peningkatan konsumsi dari pangan yang tinggi lemak, gula,

garam dan rendahnya tingkat aktivitas fisik. Begitu pula dengan pendapat Ayu (2011) bahwa

beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang

berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan

seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan cepat saji lainnya. Faktor

penyebab obesitas lainnya adalah kurangnya aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan

fisik terstruktur.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa anak yang tidak rutin

berolah raga memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin

Page 14: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

10

berolahraga. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolah raga justru cenderung

memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolah raga.

Makanan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi timbulnya obesitas baik secara bersama

maupun masing-masing (Ayu, 2011).

Penelitian yang pernah dilakukan yaitu tiga penelitian kohort di Amerika Serikat

menunjukkan bahwa konsumsi berbagai produk seperti kue (biskuit), roti putih, manisan,

minuman manis, daging olahan,kentang goreng dan keripik dikaitkan dengan penambahan berat

badan pada orang dewasa. Hal ini sejalan dengan peningkatan kejadian overwight dan obesitas

yang berhubungan dangan peningkatan konsumsi makanan cepat saji, minuman atau makanan

kemasan (Moubarac et al, 2012). Tingginya tingkat konsumsi dari pangan olahan (ultra

processed food) berdasarkan studi cross sectional yang dilakukan pada remaja memperlihatkan

hubungannya dengan syndrome metabolic (Moubarac et al, 2012).

Pengelompokan pangan harian telah dilakukan oleh fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sao Paolo di Brazilia. Mereka mengelompokkan bahan pangan menjadi 3 kelompok

1 unprocessed food/minimal processed foods; kelompok 2 processed foods dan kelompok 3 ultra

processed foods (Monteiro et al, 2015). Unprocessed food/minimal processed foods yaitu

makanan yang diolah secara minimal adalah makanan alami yang telah dibersihkan, untuk

menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak diinginkan, fraksinasi, penggilingan,

pengeringan, fermentasi, pasteurisasi, pendinginan, pembekuan atau proses lain yang tidak

menambahkan zat lain ke makanan asli. Tujuan dari proses minimal adalah untuk mengawetkan

makanan, untuk membuatnya agar dapat disimpan, dan kadang juga untuk menyederhanakan

persiapan makanan (membersihkan dan menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan), atau

untuk membantu agar mudah dicerna (penggilingan atau fermentasi). Contoh kelompok ini

adalah buah atau sayur yang dicuci, atau dikeringkan, atau dibekukan. (Monteiro et al, 2015).

Kelompok kedua processed foods terdiri dari makanan yang mengandung bumbu yang

berasal dari bahan-bahan yang diekstraksi dari makanan alami atau dari alam itu sendiri dengan

proses seperti menekan, menggiling, menghancurkan, meremukkan dan memperbaiki. Tujuan

dari pengolahan di sini adalah untuk memproduksi bahan-bahan yang digunakan untuk

membumbui dan memasak makanan alami atau minimal diproses dan untuk membuat beragam

dan hidangan yang menyenangkan seperti sup, salad, hidangan, sayuran panggang dan daging

Page 15: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

11

panggang, dan roti buatan tangan, pai , kue dan makanan penutup di rumah dan restoran. Contoh

kelompo ini adalah minyak tumbuhan, lemak babi, mentega, gula dan garam (Monteiro et al,

2015).

Kelompok ketiga ultra processed foods terdiri dari pangan olahan. Ini adalah produk

makanan yang relatif sederhana yang diproduksi dengan penambahan bahan tambahan pangan

atau minimal diproses dari garam atau gula atau bahan lain dari penggunaan kuliner umum,

seperti minyak atau cuka. Tujuan pengolahan di sini adalah untuk memperpanjang durasi

makanan dan meningkatkan palatabilitasnya. Contohnya termasuk sayuran dan buah-buahan

kalengan dan botol; asin, diasap dan makanan lainnya; keju; dan roti terbuat dari tepung

gandum, ragi, air dan garam (Monteiro, 2015).

3. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Pada anak sekolah sarapan tetap menjadi prioritas dalam asupan gizi anak sekolah.

Sarapan merupakan bagian dari perilaku untuk mewujudkan gizi seimbang yang penting bagi

hidup sehat, aktif, dan cerdas. Berbagai kajian membuktikan bahwa gizi yang cukup dari

sarapan membekali tubuh untuk berpikir, beraktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi.

Bagi anak sekolah, sarapan terbukti dapat meningkatkan kemampuan belajar dan stamina anak.

Energi dari sarapan untuk anak-anak dianjurkan berkisar 20-25% yaitu 200-300 kalori. Jika,

anak sekolah belum tercukupi kebutuhan gizi dari sarapan maka PJAS menjadi salah satu

alternatif untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut (BPOM, 2013)

Jenis pangan jajanan anak sekolah dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

a.Makanan utama/sepinggan

Kelompok makanan utama atau dikenal dengan istilah “jajanan berat”. Jajanan ini bersifat

mengenyangkan. Contohnya : mie ayam, bakso, bubur ayam, nasi goreng, gado-gado, soto,

lontong isi sayuran atau daging, dan lain-lain.

b. Camilan/snack

Camilan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi diluar makanan utama. Camilan dibedakan

menjadi 2 jenis yaitu camilan basah dan camilan kering. Camilan basah contohnya :

gorengan, lemper, kue lapis, donat, dan jelly. Sedangkan camilan kering contohnya : brondong

jagung, keripik, biskuit, kue kering, dan permen.

Page 16: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

12

c. Minuman

Minuman dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu minuman yang disajikan dalam gelas dan

minuman yang disajikan dalam kemasan. Contoh minuman yang disajikan dalam gelas antara

lain : air putih, es teh manis, es jeruk dan berbagai macam minuman campur (es cendol, es

campur, es buah, es doger, jus buah, es krim). Sedangkan minuman yang disajikan dalam

kemasan contohnya : minuman

d. Jajanan Buah

Buah yang biasa menjadi jajanan anak sekolah yaitu buah yang masih utuh atau buah yang

sudah dikupas dan dipotong. Buah utuh contonya : buah manggis, buah jeruk. Sedangkan buah

potong contohnya : pepaya, nanas, melon, semangka, dan lain-lain.

Pangan jajanan anak sekolah tidak semuanya aman untuk dikonsumsi. Pemberian pengetahuan

dengan intervensi berupa video dan sampul buku pada anak sekolah, yang diintervensi selama 6

bulan, meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek anak sekolah dalam memilih pangan

jajanan yang aman (Riyanto et al, 2017).

Page 17: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

13

BAB 4.

METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian dan Variabel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.

Pengambilan data di lapangan meliputi: Data sekolah SD di kota Semarang. Data jumlah

murid SD di Kota Semarang. Pengukuran berat badan dan tinggi badan murid SD

dilakukan dan beberapa data lainnya terkait dengan aktivitas anak dan pangan jajanan

anak sekolah yang sering dikonsumsi.

Variabel penelitian antara lain:

- Jenis Kelamin responden

- Usia responden

- Status ekonomi keluarga responden

- Pendidikan orang tua

- Riwayat obesitas pada orang tua

- Riwayat penyakit degenerative pada orang tua

- Aktivitas yang sering dilakukan

- Jenis pangan jajanan yang sering dikonsumsi

- Kandungan bahan tambahan pangan pada pangan jajanan yang sering dikonsumsi

- Status gizi responden (berat dan tinggi badan)

2. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berasal dari data primer dan data sekunder. Data sekunder

berasal dari data yang terdapat di Dinas Pendidikan Kota Semarang, Dinas Kesehatan

Kota Semarang, antara lain meliputi jumlah sekolah SD dan SD yang memiliki kantin di

sekolah. Data primer berasal dari pengukuran responden dan wawancara dengan

menggunakan questioner, meliputi data: tinggi badan, berat badan, usia, jenis kelamin,

aktivitas, jenis pangan jajanan, dan beberapa data lainnya.

Page 18: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

14

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak SD di Kota Semarang. Sampel adalah anak

sekolah SD yang terpilih. Sampel dihitung berdasarkan pada metode penghitungan

sampel secara cross sectional. Pemilihan sampel secara random sampling. Sampel

terpilih kemudian di observasi terkait dengan variabel yang akan diteliti.

Bagan Alir Kegiatan Penelitian:

Gambar 4.1: Diagram Alir kegiatan Penelitian

Dilakukan observasi

dengan: pengukuran dan

wawancara menggunakan

lembar questioner Resiko Konsumsi Ultra

Processed Food pada PJAS

thdp Obesitas anak

sekolah

Sampel Anak Sekolah Dianalisis kandungan

pangan olahan& bahan

tambahan pangan dari

makanan jajanan yang

sering dikonsumsi

Dianalisis hubungan

aktivitas yang sering

dilakukan dan jenis

pangan jajanan yang

sering dikonsumsi dengan

status gizi

Kajian Risiko Kesehatan dari

Aktivitas kegiatan terhadap

kejadian obesitas pada anak

sekolah

Draft artikel

untuk di

submit

Publish artikel

Draft artikel

untuk di

submit

Page 19: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

15

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Semarang. Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan

177 kelurahan. Luas wilayah kota Semarang tercatat seluas 373,70 km2. Jumlah penduduk Kota

Semarang tahun 2015 menurut data BPS Kota Semarang yaitu 1.595.187 jiwa. Dimana jumlah

penduduk pada kelompok umur 5-14 tahun yaitu 250.836 jiwa. Jumlah Sekolah Dasar (SD) di

Kota Semarang sebanyak 521 sekolah, dengan jumlah SD negeri 338 dan SD swasta 183. Hanya

ada 225 sekolah yang memiliki kantin. Sampel pada penelitian adalah 48 SD sebagai berikut:

Tabel 1. Sampel SD Negeri dan Swasta per Kecamatan di Kota Semarang

No. Kecamatan Jumlah SD

SD Negeri % SD Swasta %

1. Mijen 3 6,25 0 0,00

2. Gunung Pati 1 2,08 1 2,08

3. Banyumanik 3 6,25 1 2,08

4. Gajah mungkur 3 6,25 0 0,00

5. Semarang Selatan 2 4,17 1 2,08

6. Candisari 1 2,08 1 2,08

7. Tembalang 2 4,17 1 2,08

8. Pedurungan 3 6,25 0 0,00

9. Genuk 0 0,00 2 4,17

10. Gayamsari 5 10,42 1 2,08

11. Semarang Timur 3 6,25 1 2,08

12. Semarang Tengah 3 6,25 1 2,08

13. Semarang Utara 3 6,25 0 0,00

14. Semarang Barat 2 4,17 0 0,00

15. Tugu 1 2,08 0 0,00

16. Ngaliyan 3 6,25 0 0,00

Total 38 79,17% 10 20,83%

Sebagian besar sampel sekolah pada penelitian ini adalah sekolah negeri yaitu 79,17%.

2. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar kelas 4 dan kelas 5 di Kota Semarang.

Adapun distribusi frekuensi umur responden adalah sebagai berikut:

Page 20: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

16

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur Responden

No Umur

(Tahun)

Jumlah Prosentase Mean Min Max SD

1 8 3 0,6

10,01 8 13 0,778

2 9 115 23,7

3 10 252 52,0

4 11 94 19,4

5 12 15 3,1

6 13 1 0,2

Umur responden rata-rata 10 tahun, paling kecil berumur 8 tahun dan paling besar berumur 13

tahun.

Selanjutnya tabel dibawah ini menunjukkan distribusi frekuensi jenis kelamin responden

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1 Laki-laki 229 47,2

2 Perempuan 251 51,8

Sebagian besar responden penelitian adalah anak perempuan sebanyak 51,8%.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Jajan Responden

No Kebiasaan jajan Frekuensi

Ya % Tidak %

1 Sebelum Masuk Sekolah 125 26 355 74

2 Saat Istirahat Sekolah 469 97,7 11 2,3

3 Pulang Sekolah 262 54,6 218 45,4

4 Dirumah 312 65 168 35

Responden memiliki kebiasaan jajan di sekolah. Dimana hanya 26% yang jajan sebelum masuk

sekolah. Akan tetapi 97,7% memiliki kebiasaan jajan saat istirahat di sekolah. Selain itu 54,6%

responden memiliki kebiasaan jajan saat pulang sekolah dan 65% memiliki kebiasaan jajan saat

di rumah.

C. Konsumsi Ultra Processed Food

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jenis Jajanan

No Jenis Jajanan Frekuensi Prosentase

(%)

1 Ultra Processed Food 354 76

2 Non Ultra Processed Food 112 24

Jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh responden, sebagian besar mengkonsumsi processed

food yaitu sebesar 76%. Jenis jananan tersebut antara lain: jajanan dalam kemasan yaitu chiki-

chikian, keripik, biskuit, makaroni. Selain itu mereka juga senang memakan bakso, sosis dan

Page 21: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

17

nuget. Jenis jajanan lainnya yang sering dikonsumsi adalah mie ayam, batagor, siomay, cilok,

cilor, cireng, gorengan (tahu bulat, bakwan, mendoan), donat. Jenis minuman yang sering

mereka beli yaitu minuman dalam kemasan seperti: pop ice, marimas, energen, selain itu juga es

sirop, es teh manis, es dawet.

Berdasarkan jenis jajanan yang sering dikonsumsi, terutama yang ultra processed food, maka

dapat dideskripsikan kandungan bahan dalam jajanan tersebut seperti tabel dibawah ini:

Tabel 6. Komposisi bahan dalam jajanan

No Jenis Jajanan Komposisi

1. Bakso Tepung tapioka, tepung gandum, daging/ayam, MSG, garam,

merica, bawang putih

2. Sosis Tepung tapioka, daging/ayam, protein nabati, ekstrak sayuran,

MSG, garam, , asam askorbat

3. Nuget Tepung gandum, tepung roti, ayam, telur, sayur, MSG, garam,

bawang putih,

4. Chiki-chikian Tepung jagung, Tepung beras, minyak kelapa sawit, MSG,

dinatrium guanilat, dinatrium inosinat

5. Kripik kentang minyak kelapa sawit, bumbu rasa sapi panggang (mengandung

kedelai, susu, ikan, gandum, ekstrak daging sapi (1%),

penguat rasa mononatrium glutamat, dinatrium inosinat,

dinatrium guanilat).

6. Biskuit Tepung Terigu, Gula Minyak Nabati, amonium Bikarbonat,

Inulin, Perisa susu, DHA & AA, Kalsium susu, Pengemulsi

Nabati, Mineral dan vitamin

7. Makaroni Tepung terigu, minyak goreng, garam, bawang putih, cabe,

msg

8. Cilok Tepung Kanji, Tepung terigu, MSG, bawang putih, merica

9. Cireng Tepung Kanji, Tepung terigu, MSG, bawang putih, merica,

minyak goreng

10. Cilor Tepung Kanji, Tepung terigu, MSG, bawang putih, merica,

minyak goreng, telur

11. Tahu bulat Tahu, MSG, garam, minyak goreng

12. Bakwan Tepung terigu, MSG, bawang putih, merica, daun bawang,

taoge, wortel, minyak goreng

13. Mendoan Tempe, tepung terigu, msg, bawang putih, tumbar, kemiri,

daun bawang, minyak goreng

14. Donat Tepung terigu, telur, gula, minyak goreng, mentega, coklat

meses

15. Teh manis Teh, gula, air

16. Sirop Gula, pewarna makanan, air

Page 22: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

18

17. Pop Ice Gula, Krim Nabati, Susu Bubuk, Perisa Talas, Pewarna

Makanan Karmoisin Cl 14720, Biru Berlian Cl 42090,

Pemanis Buatan Aspartam, Natrium Siklamat,Acesulfam.

Fenilketonuria Menandung Fenilalanin

18. Marimas Gula, asam sitrat, natrium siklamat, aspartam, penambah rasa

buah-buahan, pewarna kuning FCF CI 15985, Ponceu 4R CI

16255, ekstrak jeruk 0,01%

19. Energen Gula, krimer nabati, tepung terigu (9.8%), susu bubuk (9.3%),

kakao bubuk (4%), jagung, oat, kalsium karbonat, garam,

premiks vitamin, telur bubuk (0.01%), ekstrak malt

20 Dawet Gula, tepung beras, air, santan kelapa

Berdasarkan jenis jajanan yang sering dijual dan dikonsumsi anak-anak SD, terlihat bahwa

sebagian makanan jajanan mengandung tepung sebagai karbohidrat untuk sumber energi, akan

tetapi bila karbohidrat dikonsumsi berlebihan, maka akan disimpan sebagai lemak dalam tubuh.

Hampir semua jajanan menggunakan zat penambah rasa atau MSG (monosodium glutamat)

untuk meningkatkan cita rasa makanan tersebut. MSG yang digunakan berlebihan dalam

makanan atau makanan yang sering dikonsumsi mengandung MSG, maka hal ini memberikan

dampak terhadap kesehatan. Usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek

MSG daripada kelompok dewasa. Banyak penyakit berat mengintai tubuh anda, di balik rasa

gurih yang ditimbulkan oleh vetsin. Dampak MSG bagi kesehatan dalam jangka pendek

(symptom complex MSG) antara lain perut mual, sakit kepala, mudah mengantuk, keringat

berlebihan, wajah dan leher terasa panas, wajah terasa kaku, jantung berdetak kencang, nyeri

dada, kesemutan.

Dampak MSG dalam jangka panjang antara lain:

a. Menurunnya fungsi otak

Ketika sel-sel neuron di otak menerima senyawa Monosodium Glutamat (MSG), mereka menjadi

sangat bergairah dan meningkatkan impulsnya sampai pada tingkat kelelahan yang sangat tinggi.

Tapi, beberapa jam kemudian neuron-neuron tersebut mati seakan-akan bergairah untuk mati.

Jika banyak sel neuron yang mati, maka fungsi otak pun bisa menurun, yang tentunya sangat

berbahaya bagi perkembangan otak, terutama anak-anak. Dalam suatu percobaan, anak-anak

yang mengonsumsi sup mengandung MSG dan meminum Nutrasweet (soft drink) darahnya akan

mempunyai tingkat excitotoxin (keracunan) enam kali lebih besar dari excitotoxin yang

Page 23: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

19

menghancurkan hypothalamus neuron pada bayi Jadi , MSG dapat menyebabkan menurunnya

fungsi otak dan semakin muda anak yang mengonsumsi MSG, semakin besar bahaya yang dapat

ditimbulkan MSG pada otak sehingga jangka panjang akan mengurangi kecerdasan pada anak.

b. Chinese Restaurant Syndrome ( Sindrom Restotran Cina)

Masakan cina banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala yang dialami seseorang sehabis

menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.

Walaupun sebagian besar orang dapat mengkonsumsi MSG tanpa masalah, beberapa orang

memiliki alergi bila mengkonsumsi berlebihan yaitu gejala seperti pening, mati rasa yang

menjalar dari rahang sampai belakang leher, sesak nafas dan keringat dingin. Secara umum,

gejala-gejala ini dikenal dengan nama sindrom restoran cina. Penyebabnya adalah terjadinya

defisiensi vitamin B6 karena pembentukan alanin dari glutamat mengalami hambatan ketika

diserap. Konon menyantap 2 – 12 gram MSG sekali makan sudah bisa menimbulkan gejala ini.

Akibatnya memang tidak fatal betul karena dalam 2 jam Cinese Restaurant Syndromes sudah

hilang. Namun apabila Cinese Restaurant Syndromes sering terjadi pada anak-anak maka akan

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

c. Kanker

MSG dapat menyebabkan kanker karena Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan

dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. Pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan

protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila

dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun

protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari

penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh. Potensi terjadi kanker saat dewasa apabila

sejak anak-anak sudah mengkonsumsi MSG

d. Alergi

MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga

bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada

sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat

nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar

kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya

GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin.

Page 24: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

20

e. Adiktif.

Adiktif atau zat yang membuat ketagihan diduga terdapat dalam MSG. Kebanyakan orang

obesitas menyukai snack yang mengandung MSG, sehingga memperberat derajat kelebihan berat

badan orang tersebut.

f. Hipertensi.

Kandungan natrium di dalam MSG beserta sifat adiktif yang ada pada MSG, dan sebagai salah

satu penyebab hipertensi (tekanan darah tinggi).

g. Obesitas.

MSG mengganggu hubungan endokrin antara meta-thermoregulatory modulators (neuropeptida

dan leptin) dan brown fat. MSG mengurangi thermogenicity brom fat sambil menekan asupan

makanan. Artinya, MSG berpotensi menyebabkan obesitas bahkan ketika seseorang mengurangi

asupan makanan sekalipun.

h. Kerusakan Retina

Retina adalah suatu lapisan pada mata yang berfungsi menerima cahaya sebelum diteruskan ke

otak untuk diterjemahkan sebagai suatu objek penglihatan. Berbagai studi telah dilakukan

tentang kerusakan retina akibat penggunaan MSG. MSG dalam dosis tertentu diketahui dapat

merusak neuron-neuron (sel-sel saraf) pada lapisan dalam retina mata.

i. Kerusakan hipotalamus dan struktur otak lain, sakit kepala (magrain) memperberat keadaan

autisme dan hiperaktifitas, memperberat serangan asma, dan menimbulkan alergi..

j. Diabetes

Glutamat melakukan ikatan dengan reseptornya di dalam pankreas. Akibatnya, pankreas akan

memproduksi insulin lebih banyak dari biasanya. Dengan dipacunya produksi insulin, otomatis

perombakan kadar gula dalam darah mengalami peningkatan. “Itulah yang membuat glutamat

bisa sebagai salah satu faktor penyebab diabetes”. Pankreas yang mendapat perlakuan dengan

glutamat mengeluarkan insulin lebih banyak dibandingkan dengan biakan pankreas yang tanpa

glutamat. Inilah yang membuat kelenjar pankreas makin lama mengalami kerusakan. Dalam

keadaan normal, peningkatan insulin berkaitan erat dengan melonjaknya kadar gula dalam darah.

Gula yang berlebih itu, dengan bantuan insulin, akan dirombak menjadi energi yang kemudian

disimpan dalam jaringan tubuh seperti otot, jaringan lemak, dan hati. Peneliti tersebut

Page 25: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

21

menemukan bahwa efek dari glutamat itu lebih nyata bila dibarengi tingginya kadar gula.

Namun, dalam kadar gula yang rendah pun, pengeluaran insulin masih terus berlangsung jika

kelebihan glutamat

Disamping dampak jangka panjang seperti uraian diatas MSG juga berdampak terhadap organ

jantung seperti detak jantung tidak teratur (Aritmia), kekacauan irama jantung atau terlalu cepat

(fibrilasi atrium), detak jantung lebih dari 100 kali per menit (tachycardia), ataupun jantung

berdetak sangat lambat. Gejala ini biasanya disertai perasaan cemas dan was-was. Bahkan,

jantung kekurangan suplai darah sehingga menimbulkan nyeri dada yang sangat hebat (angina).

MSG Juga menyebabkan otot kaku, nyeri sendi, kerusakan sistem syaraf seperti depresi, migrain,

insomnia, juga disorientasi, penyakit parkinson, alzheimer, dan autisme. Konsumsi MSG secara

berlebihan juga dapat memicu masalah sistem pernafasan seperti bersin-bersin dan asma.

Melihat begitu banyak dampak yang ditimbulkan oleh konsumi MSG atau vetsin secara

berlebihan maka jauhkan anak- anak dari bahan berbahaya ini. Berikan jajanan yang sehat

terhadap anak-anak dan hindari snack-snack pabrikan yang diduga banyak mengandung vetsin.

Bagi orang tua yang ingin anaknya tumbuh menjadi manusia cerdas, menghindari bahaya MSG

merupakan hal yang wajib dilakukan. Wajar saja, mengingat seperti yang disebutkan

sebelumnya, zat ini bisa merusak fungsi otak dan nantinya bisa menghambat pertumbuhan

kecerdasan. Oleh sebab itu amat penting memberikan makanan yang bersifat alami dan sehat

pada si buah hati. Ini peringatan bagi para orang tua agar ekstra ketat menjaga konsumsi MSG

pada anak. Terlebih snack atau makanan kecil untuk anak kecil saat ini secara umum sudah

mengandung MSG.

Orang dewasa punya ketahanan yang lebih tinggi terhadap dampak negatif MSG, tetapi tidak

demikian dengan anak kecil. Oleh karena itu alangkah bijak jika kita mempertimbangkan dengan

baik makanan seperti apa yang akan kita dan buah hati konsumsi. Para ibu bisa membuat sendiri

cemilan untuk buah hatinya untuk memastikan asupan sehat bagi si kecil.

Sedangkan minuman yang sering dikonsumsi anak SD semuanya mengandung gula sebagai

sumber energi. sebagian minuman kemasan menggunakan pewarna. Gula yang dikonsumsi

berlebihan dapat menimbulkan masalah kesehatan antara lain adalah obesitas.

Page 26: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

22

D. Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Semarang

Tabel 7. Status Gizi Responden

No Status Gizi Frekuensi Persentase (%)

1 Sangat Kurus 6 1,3

2 Kurus 28 5,8

3 Normal 309 64,4

4 Gemuk 78 16,3

5 Obesitas 59 12,3

Total 480 100

Sebagian besar responden memiliki status gizi Normal. Sedangkan responden yang obesitas

sebanyak 12,3% dan yang gemuk 16,7%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 29% anak

sekolah memiliki masalah gizi berlebih. sedangkan yang mengalami gizi kurang sebanyak 7,1%.

Hal ini menunjukkan bahwa perlu diperhatikan permasalahan gizi pada anak sekolah SD,

khususnya melalui jajanan yang dijual dan dikonsumsi oleh anak SD, karena terlihat bahwa jenis

jajanan yang dikonsumsi ternyata relevan dengan status gizi anak, dimana jenis jajanan yang

dikonsumsi banyak mengandung karbohidrat dan gula yang merupakan faktor risiko untuk

memicu obesitas.

Page 27: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

23

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan:

1. Karakteristik sampel : Sebagian besar sampel berasal dari sekolah SD negeri yaitu sebesar

79,17% dan sebagian besar adalah responden perempuan yaitu 51,8%. Umur responden rata-

rata 10 tahun, paling kecil berumur 8 tahun dan paling besar berumur 13 tahun.

2. Sebanyak 29% anak sekolah mengalami gizi lebih, dimana 12,3% sudah obesitas dan 16,7%

termasuk dalam kategori gemuk

3. Sebagian besar (76%) jajanan yang dikonsumsi anak SD termasuk dalam golongan ultra

processed food

4. Kandungan jajanan yang tergolong dalam ultra processed food yang dikonsumsi anak SD

yaitu : Hampir semua makanan jajanan mengandung tepung dan MSG, sedangkan hampir

semua minuman jajanan mengandung gula, pemanis buatan dan pewarna.

5. Bahan tambahan pangan yang terdapat pada jajanan anak SD adalah: MSG, pewarna makanan,

pengawet makanan, pemanis.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pihak sekolah wajib mengetahui jenis jajanan baik makanan dan minuman yang dijajakan di

sekolah.

2. Pihak Sekolah dan orang tua, wajib memberikan pengetahuan tentang jenis dan jumlah

makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi oleh anak

3. Anak sekolah berhak mendapatkan informasi tentang jenis jajanan yang layak dikonsumsi dan

yang tidak membahayakan bagi kesehatannya

Page 28: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

24

DAFTAR PUSTAKA

Ayu RDS. 2011. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 tahun di Indonesia. Makara

Kesehatan, Vol 15 No 1, 37-43.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pangan

Jajanan Anak Sekolah Untuk Pencapaian Gizi Seimbang. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta.

Hilger-Kolb, C Bosle, Imotoc, K Hoffman. 2017. Association between dietary factors

and obesity related biomarker in healthy children and adolescents- a systematic review.

Nutrition Journal, 16;85.

International Clasification of Diseases (ICD) 10. 2018. Overwight and obesity E66.

http://www.icd10data.com/ICD10CM/Codes/E00-E89/E65-E68/E66-

Monteiro CA, et al. 2015. Dietary guidelines to nourish humanity and the planet

in the twenty-first century. A blueprint from Brazil. Public Health Nutrition 8(13),

2311-2322.

Moubarac JC, et al. 2012. Consumption of ultra-processed foods and likely

impact on human health. Evidence from Canada. Public Health Nutrition

16(12), 2240-2248

Riyanto A, R Murwani, Sulistiyani, M.Z Rafiludin. 2017. Food Safety Education Using

Book Covers and Videos ToImprove Street Food Safety Knowledge, Attitude, and

Practice of Elementary School Students. Curr Res Nutr Food Sci Jour, Vol 5(2), 116-

125.

WHO. 2017. Guideline: assessing and managing children at primary health-care facilities to

prevent overweight and obesity in the context of the double burden of malnutrition.

Updates for the Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Geneva.

Page 29: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

25

LAMPIRAN

Page 30: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

26

Lampiran 1.

Dokumentasi

Gambar 1. Jenis jajanan di SD Karangrejo 01

Gambar 2. Jenis makanan dan minuman jajanan di SD Keramas

Gambar 3. Kantin Sekolah dan jajanan di SD Mlatiharjo

Page 31: LAPORAN PENELITIANeprints.undip.ac.id/77846/1/H-27_LAPORAN.pdf · 2019. 10. 16. · Anak sekolah masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga membutuhkan konsumsi pangan

27

Gambar 4. Kantin sekolah dan jajanan di SD Tambak Aji

Gambar 5. Penimbangan berat badan anak SD