28
LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS Disusun oleh : Nama : Desy Malini Napitupulu (208210023) Supervisor : dr. Burham, Sp.PD \ DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN 2012

Lapkas Diabetes Melitus Finish

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DM

Citation preview

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS

Disusun oleh :

Nama :Desy Malini Napitupulu (208210023)

Supervisor:dr. Burham, Sp.PD

\

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN

2012

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya sehingga laporan kasus ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih saya ucapkan kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam pembuatan laporan kasus ini.

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah memenuhi tugas kepanitraan klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau. Harapan saya melalui laporan kasus ini, menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang Ilmu Penyakit Dalam.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, untuk itu saya mohon maaf. Saya juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan narasumber demi kesempurnaan laporan kasus selanjutnya.

Medan, September 2012

Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....1

KATA PENGANTAR...........2

DAFTAR ISI.........3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang.........................................................................................4

1.2Tujuan......................................................................................................5

1.3Manfaat....................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi..................6

2.2 Etiologi......................6

2.3 Klasifikasi..................6

2.4 Patofisiologi...............7

2.5 Gejala.............................................7

2.6 Diagnosa....................................7

2.7 Penatalaksanaan.............................................................................................8

BAB 3 LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pribadi............................12

3.2 Anamnese..........................12

3.3 Pemeriksaan Fisik.............................12

3.4 Pemeriksaan Laboratorium......................15

3.5 Follow Up Pasien........................................................................................16

3.6 Resume.........................................................................................................16

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan....................................................................................................19

4.2 Saran..............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan komplikasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi hampir seluruh bahagian tubuh. Kondisi ini acap kali menjurus ke arah masalah-masalah kesehatan sebagai berikut:

1. Kebutaan

2. Penyakit jantung dan urat nadi

3. Gagal ginjal

4. Beragam amputasi

5. Kerusakan pada syaraf

Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengganggu kehamilan, dan pada umumnya menyebabkan cacat bagi bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu penderita diabetes.

Ada tiga jenis diabetes:

1. Jenis 1

2. Jenis 2

3. Masa kehamilan (Gestasional).

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Peningkatan prevalensi terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat.

Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di dunia yang memiliki angka diabetes terbanyak. Diabetes secara keseluruhan di Indonesia mengalami peningkatan hingga 14 juta orang. Hal ini berdasarkan laporan dari WHO, dimana pada jumlah diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Peningkatan jumlah diabetes disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis. Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau beragamnya variabel.

Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.

(Wild S, dkk. 2004 )

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penyakit diabetes secara menyeluruh dimulai dari penyebab sampai penatalaksanaan.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah :

Bagi penulis :

Membantu dokter dalam hal penegakan diagnosis penyakit Diabetes.

Membantu pasien untuk mengetahui tipe diabetes yang diderita dari kondisi gula darah pasien.

Bagi pembaca :

Membantu pembaca untuk mengetahui bagaimana cara mengetahui gejala-gejala diabetes.

Membantu pembaca untuk mengetahui penyebab penyebab penyakit diabetes.

Membantu pembaca untuk mengetahui tipe-tipe diabetes.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (Waspadji, Sarwono. 2010)

2.2 Etiologi

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu: Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.

Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.

Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. (Waspadji, Sarwono. 2010)

2.3 Klasifikasi

Menurut ADA 2005:

I. Diabetes melitus Tipe I (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

A.Melalui proses imunologik

B.Idiopatik

II. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai diefisiensi insulin relatif sampai pada predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III. Diabetes Melitus Tipe Lain

A.Defek genetik fungsi sel beta

B.Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, diabetes lipoatrofik, lainnya.

C.Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik, lainnya.

D.Endokrinopati: akromegali, sindrom chusing, lainnya.

E.Karena Obat/ Zat kimia: pentamidin, asam nikotinat, lainnya.

F.Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya.

G.Imunologi (jarang): sindrom stiff-man, antibodi anti reseptor insulin, lainnya.

H.Sindrom genetik lain: sindrom down, sindrom Klinerfelter, sindrom turner, lainnya.

IV.Diabetes Kehamilan

(Gustaviani, Reno. 2006)

2.4 Patofisiologi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar.

Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /paku atau terkena benda panas. (Prasetyo, Wahyu. 2010)

2.5 Gejala

Poliuri

Polidipsi

Polifagi

Penurunan berat badan (tanpa sebab yang jelas)

2.6 Diagnosa

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. (PERKENI. 2006)

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.

3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). (Gustaviani, Reno. 2006)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.

Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ( 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 g

6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl

2.7 Penatalaksanaan (Gustaviani, Reno. 2006)

Pilar penatalaksanaan DM:

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

2. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total