19
1 Perspektif Akuntansi Volume 1 Nomor 1 (Oktober 2018), hal. 01-19 ISSN: 2623-0194(Print), 2623-0186(Online) Copyright© The Authors(s). All Rights Reserved Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana DOI: https://doi.org/10.24246/persi.v1i1.p1-19 http://ejournal.uksw.edu/persi Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan? Ayu Fina Karimatussofiah Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Ari Budi Kristanto 1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Received 21/03/2018 Accepted 05/07/2018 Abstract. This research aims to analyze whether net income or comprehensive income contain higher relative value relevance. Implementation of comprehensive income report have been obligated by PSAK 1 revision 2009 as the IFRS on PSAK Indonesia since 2012, particularly about the disclosure of the other comprehensive income on the company’s income statement. This study uses secondary data taken from companies’ annual financial statement for the period of 2011 until 2016. The population are manufacturi companies, which are listed on Indonesian Stock Exchange for the period 2011-2016. This research uses 50 companies sorted by some criteria: companies that report their financial statement for all years, and companies that provide required data in this study. The result shows that both net income and comprehensive income are positively influence the stock price. It means that both of net income and comprehensive income contain relative value relevance, out of the control variables provide (Return on Equity, Book Value per Share, and Company size). Another result is the relative value relevance of comprehensive income is higher than relative value relevance of net income. Keywords: Relative value relevance, IFRS adoption, net income, comprehensive income, stock price 1 [email protected]

Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

1

Perspektif Akuntansi Volume 1 Nomor 1 (Oktober 2018), hal. 01-19

ISSN: 2623-0194(Print), 2623-0186(Online) Copyright© The Authors(s). All Rights Reserved

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

DOI: https://doi.org/10.24246/persi.v1i1.p1-19 http://ejournal.uksw.edu/persi

Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih

Relevan?

Ayu Fina Karimatussofiah Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Ari Budi Kristanto1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Received 21/03/2018 Accepted 05/07/2018

Abstract. This research aims to analyze whether net income or comprehensive income contain higher relative value relevance. Implementation of comprehensive income report have been obligated by PSAK 1 revision 2009 as the IFRS on PSAK Indonesia since 2012, particularly about the disclosure of the other comprehensive income on the company’s income statement. This study uses secondary data taken from companies’ annual financial statement for the period of 2011 until 2016. The population are manufacturi companies, which are listed on Indonesian Stock Exchange for the period 2011-2016. This research uses 50 companies sorted by some criteria: companies that report their financial statement for all years, and companies that provide required data in this study. The result shows that both net income and comprehensive income are positively influence the stock price. It means that both of net income and comprehensive income contain relative value relevance, out of the control variables provide (Return on Equity, Book Value per Share, and Company size). Another result is the relative value relevance of comprehensive income is higher than relative value relevance of net income.

Keywords: Relative value relevance, IFRS adoption, net income, comprehensive income, stock price

1 [email protected]

Page 2: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

2

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah relevansi nilai relatif laba komprehensif lebih besar dari relevansi nilai relatif laba bersih. Pelaporan laba komprehensif diatur dalam PSAK 1 revisi 2009 sebagai konsekuensi penerapan IFRS ke dalam PSAK. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan tahunan perusahaan selama tahun 2011-2016. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan kriteria khusus, yaitu perusahaan yang melaporkan laporan keuangannya secara lengkap setiap 31 Desember, serta perusahaan yang menyediakan data lain yang dibutuhkan dalam penelitian. Populasi penelitian ini adalah perusahaan dalam industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2016, dengan sampel sebanyak 50 perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan baik laba bersih maupun laba komprehensif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan, sehingga keduanya memiliki relevansi nilai relatif di luar variabel kontrol (Return on Equity, Book Value per Share, dan ukuran perusahaan). Hasil lainya adalah relevansi nilai relatif laba komprehensif lebih besar dari relevansi nilai relatif laba bersih.

Kata kunci: Relevansi nilai relatif, konvergensi IFRS, laba bersih, laba komprehensif, harga saham

Pendahuluan

Laporan keuangan merupakan media komunikasi perusahaan untuk

menunjukkan kondisi keuangannya selama periode waktu tertentu kepada

pemangku kepentingan dalam rangka pengambilan keputusan. Salah satu

upaya memastikan relevansi laporan keuangan dalam pengambilan keputusan

adalah pelaporan berbasis standar yang berkualitas (Syagata & Daljono, 2014).

Salah satu informasi utama dalam pelaporan keuangan yaitu laba. Angka laba

yang dilaporkan dalam laporan laba rugi merepresentasikan pencapaian

kinerja perusahaan dalam periode waktu tertentu. Angka laba penting bagi

berbagai pengguna laporan keuangan baik itu investor, kreditur, pemerintah

maupun pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan untuk mampu

menilai kinerja. Laporan laba rugi dapat bermanfaat untuk melakukan evaluasi

kinerja historis, dasar prediksi kinerja kemudian, serta menilai risiko

diperolehnya kas bersih di kemudian hari.

Bagi investor, laporan laba rugi memberikan informasi mengenai laba bersih

yang diperhatikan investor untuk menilai kemampuan menghasilkan laba per

lembar saham. Melalui angka laba, investor mampu memiliki gambaran tentang

kinerja. Perusahaan dengan kinerja tinggi (angka laba tinggi) dapat menarik

minat investor untuk membeli saham perusahaan.

Sejak dilakukannya konvergensi International Financial Reporting Standards

(IFRS) pada masa 2008-2011 di Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi

Page 3: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

3

Keuangan (PSAK) yang mengatur pelaporan keuangan di Indonesia mengalami

beberapa perkembangan. Salah satunya adalah dengan diberlakukannya PSAK

1 Revisi 2009 dengan perubahannya yang siginifikan yaitu munculnya

kewajiban membuat Laporan Laba Rugi Komprehensif sebagai pelengkap dari

Laporan Laba Rugi. Namun pada tahun 2013 peraturan tersebut kembali

direvisi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Laporan Laba Rugi Komprehensif

direvisi menjadi Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain. Selain

perubahan nama, terdapat pembaruan susunan laporan dengan membedakan

pos/akun yang akan direklasifikasikan ke laporan laba rugi dengan yang tidak

akan dilaporkan sebagai laba rugi. Hal tersebut mengakibatkan munculnya pos

laba komprehensif yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan baru bagi para

pengguna laporan keuangan.

Menurut Bragg (2012), total penghasilan komprehensif merupakan gabungan

antara laba rugi serta penghasilan komprehensif lain. Penghasilan

komprehensif diperoleh dari laba bersih setelah dipengaruhi oleh pos-pos

penghasilan dan beban yang tidak tercatat dalam laporan laba rugi. Pos-pos

tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan operasi normal perusahaan,

sehingga memberikan informasi yang lebih wajar terkait laba perusahaan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lin, Martinez, Wang dan Yang (2016)

serta Khan, Bradbury dan Courtenay (2017) menyatakan bahwa investor saat

ini lebih menghargai informasi dalam laporan laba rugi komprehensif.

Sinarto dan Christiawan (2014) membuktikan bahwa nilai relevansi laba

komprehensif lebih tinggi dibandingkan laba bersih. Hal ini mengindikasikan

adanya hasil yang sejalan dengan penelitian-penelitian terkait laba

komprehensif lainnya, seperti penelitian Lin, Martinez dan Wang (2016),

Devalle (2012), serta Kanagaretnam, Mathieu dan Shehata (2009) yang

menyatakan bahwa laba komprehensif lebih relevan dalam pertimbangan

investor dibandingkan dengan laba bersih. Penelitian serupa belum terlalu

banyak dilaksanakan di Indonesia, antara lain penelitian Sinarto dan

Christiawan (2014) serta Yudiman, Ahmar dan Darmansyah (2017).

Penelitian sebelumnya masih memiliki keterbatasan, dengan hanya fokus pada

50 perusahaan paling besar nilai kapitalisasi pasar serta nilai perdagangan

sahamnya (Sinarto & Christiawan, 2014). Hal ini menjadi motivasi untuk diteliti

kembali dengan cakupan sampel yang lebih luas. Penelitian Yudiman, Ahmar

dan Darmansyah (2017) juga menarik untuk dikembangkan. Penelitian

tersebut memodelkan variabel Net Income (NI) dan Comprehensive Income (CI)

bersama-sama sebagai variabel bebas. Model ini memiliki risiko bias karena CI

sendiri antara lain terbentuk dari komponen NI. Penelitian kali ini mencoba

membandingkan relevansi NI dan CI melalui model yang terpisah, sehingga

diharapkan dapat membantu memperbandingkan relevansi nilai masing-

Page 4: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

4

masing secara relatif. Penelitian kali ini menggunakan periode yang lebih

panjang dibandingkan penelitian yang sebelumnya, yaitu selama tahun 2011-

2016 ketika pasar sudah semakin terbiasa dengan format pelaporan yang baru,

sehingga evaluasi dalam jangka yang lebih panjang akan menghasilkan

kesimpulan yang lebih stabil selama tahun 2011-2016.

Penelitian ini akan membahas mengenai pokok yang lebih memiliki relevansi

nilai antara laba bersih dengan laba komprehensif pada periode setelah

pengimplementasian IFRS ke dalam PSAK. Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan yang termasuk dalam industri manufaktur di Bursa efek Indonesia

(BEI) yang memiliki karakteristik yang cukup beragam dan beperan penting

bagi perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah relevansi

nilai relatif laba komprehensif lebih besar dari relevansi nilai relatif laba bersih

setelah periode penerapan lanjut IFRS di Indonesia. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi investor untuk mampu memilih

informasi akuntansi mana yang lebih relevan dalam penilaian perusahaan. Bagi

akuntan, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan dalam evaluasi

relevansi informasi akuntansi. Penelitian ini juga diharapkan juga bermanfaat

sebagai referensi penelitian.

Telaah Pustaka

Teori Sinyal

Teori sinyal berkaitan dengan masalah asimetri informasi yang dapat

diantisipasi dengan menyediakan lebih banyak sinyal informasi (Marlinah,

2014). Asimetri informasi dalam pasar terjadi karena manajemen memiliki

informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pihak lain. Permasalahan

asimetri informasi tersebut dikurangi melalui sinyal berupa informasi dalam

laporan keuangan yang disajikan manajemen (Conelly, Certo, Ireland, &

Reutzel, 2011). Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan seharusnya

mengandung informasi yang relevan, andal dan juga merupakan informasi yang

dianggap penting oleh investor guna mengevaluasi risiko investasi pada

perusahaan (Marlinah, 2014).

Teori sinyal menjelaskan apabila suatu perusahaan menyampaikan informasi

keuangan ke pasar modal, maka pasar akan bereaksi atau memberikan respon

terhadap informasi tersebut sebagai sinyal yang berpengaruh terhadap nilai

suatu perusahaan. Semakin relevan dan transparan suatu informasi yang

dipublikasikan, maka diharapkan akan semakin kuat respon pasar terhadap

saham perusahaan.

Page 5: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

5

Relevansi Nilai Relatif Informasi Akuntansi

Informasi akuntansi yang relevan dapat dipakai investor untuk menentukan

harga pasar saham (Kabir & Laswad, 2011). Selain itu Kargin (2013) juga

menyatakan hal yang sama bahwa informasi dalam laporan keuangan

dikatakan relevan jika dapat digunakan sebagai dasar prediksi nilai

perusahaan. Dengan kata lain, relevansi nilai atas informasi akuntansi

didefinisikan sebagai kakteristik pelaporan keuangan yang mensyaratkan

bahwa informasi keuangan yang disajikan harus dapat mengubah keputusan

pengguna. Pengujian relevansi nilai informasi akuntansi antara laba

komprehensif dengan laba bersih pada penelitian ini menggunakan konsep

analisis nilai relatif. Nilai relatif merupakan nilai yang membandingkan variabel

satu yang berdiri sendiri, dengan variabel lainnya, variabel yang satu bisa lebih

dari, kurang dari, atau sama-sama memiliki relevansi nilai (Nugraheni, 2010).

Misalnya, laba komprehensif lebih relevan dibandingkan dengan laba bersih

atau sebaliknya. Konsep analisis nilai relatif menguji dua variabel independen

secara terpisah, dengan melihat apakah kedua variabel independen tersebut

mampu memengaruhi variabel dependennya secara individual.

Laba Bersih dan Laba Komprehensif

Setiap perusahaan melakukan kegiatan operasionalnya guna memperoleh laba.

Secara umum, laba dipahami sebagai selisih dari pendapatan atas biaya-

biayanya dalam periode tertentu (Rejeki & Warastuti, 2012). Laba dijadikan

sebagai indikator kinerja manajemen dalam mengelola sumberdaya yang

diamanatkan kepada mereka, serta dapat digunakan untuk melihat prospek

perusahaan. Setelah periode konvergensi IFRS, ukuran utama dari kinerja

terdiri dari dua indikator yaitu laba bersih dan laba komprehensif. Laba bersih

diartikan sebagai penambahan manfaat ekonomi perusahaan selama periode

akuntansi berupa kenaikan aset, atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan

peningkatan ekuitas selain dari setoran penanam modal (Godfrey, Hodgson,

Tarca, & Scott, 2010).

Laba bersih menggambarkan kinerja operasional perusahaan. Sedangkan laba

komprehensif diperoleh dengan menggabungkan nilai laba rugi bersih dengan

penghasilan komprehensif lain. Informasi pendapatan komprehensif lain

semakin penting, seiring dengan semakin kompleksnya bisnis. Oleh karena itu,

terdapat pokok lain yang harus dimasukkan dalam laporan laba rugi dan

penghasilan komprehensif lain guna memperoleh nilai laba komprehensif yang

representatif, antara lain; laba-rugi aktuaria atas program pensiun manfaat

pasti, laba rugi revaluasi investasi, laba-rugi lindung-nilai, perubahan surplus

revaluasi, laba-rugi translasi mata uang, serta penyesuaian reklasifikasi dan

pokok yang material yang membutuhkan pengungkapan terpisah seperti

Page 6: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

6

penurunan nilai aset, restrukturisasi, penjualan aset, dan sebagainya (Bragg,

2012).

IFRS dan Konvergensi IFRS

IFRS adalah standar pelaporan keuangan internasional yang disusun oleh

International Accounting Standards Board (IASB), yang mencakup standar

akuntansi serta standar pelaporan keuangan secara global (Bragg, 2012).

Setelah mulai diberlakukannya secara internasional pada tahun 2001, IFRS

mulai berkembang di berbagai negara karena mensyaratkan pengungkapan

informasi yang lebih luas, sehingga penguna laporan keuangan dapat

menharapkan informasi yang relevan. Indonesia sendiri mulai melakukan

adopsi IFRS ke dalam PSAK sejak tahun 2008-2012 melalui beberapa tahap.

Penerapan IFRS ke dalam PSAK dilakukan dengan mengeliminasi perbedaan

diantara keduanya. Konvergensi IFRS yang dilakukan di Indonesia berperan

penting dalam mendukung daya saing perusahaan nasional secara global agar

dapat menarik investor, serta dalam rangka untuk menyamaratakan standar

secara global agar lebih mudah untuk diperbandingkan. Terdapat perbedaan

yang cukup signifikan antara PSAK dan IFRS, PSAK sebelumnya mengacu pada

Generally Accepted Accounting Principles (GAAP)Amerika yang bersifat rule

based sedangkan IFRS bersifat principle based yang mengatur hal-hal prinsip

saja sehingga lebih bersifat fleksibel.

Pada dasarnya dengan IFRS, pengungkapan disyaratkan menjadi lebih luas dan

lebih banyak (Kartikahadi, Sinaga, Syamsul, & Siregar, 2012), sehingga

pengungkapan ini dapat membantu pengguna laporan keuangan dalam

memperoleh informasi yang memadai. Konvergensi IFRS juga mampu

mengakibatkan semakin kuatnya relevansi nilai informasi akuntansi akibat

penggunaan nilai wajar, dengan pos/akun dalam laporan keuangan dapat

menggambarkan keadaan riil dari ekonomi perusahaan dan mampu

mempermudah investor dalam keputusan investasinya.

Penelitian-penelitian terdahulu terkait relevansi nilai informasi akuntansi

setelah konvergensi IFRS memberikan hasil bahwa terdapat peningkatan

relevansi nilai informasi akuntansi setelah konvergensi IFRS. Tresnaningsih

dan Suprihatin (2013) menemukan bahwa relevansi nilai laba meningkat

selama tahap lanjut penerapan IFRS. Syagata dan Daljono (2014) membuktikan

bahwa relevansi nilai informasi akuntansi berbeda antara periode sebelum dan

sesudah dilakukannya konvergensi IFRS. Penelitian yang dilakukan oleh

Kristanto (2015) juga memberikan hasil bahwa relevansi nilai informasi

akuntansi meningkat pasca adanya konvergensi IFRS.

Page 7: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

7

Pengembangan Hipotesis

Dengan diimplementasikannya PSAK 1 (Revisi 2009) pasca konvergensi IFRS,

ukuran utama kinerja perusahaan menjadi dua, yaitu laba bersih dan laba

komprehensif. Laba komprehensif merepresentasikan kinerja perusahaan

setelah digabungkan dengan laba komprehensif lain. Laba atau rugi

komprehensif lain merupakan elemen yang berada di luar kendali manajemen

serta tidak hanya merepresentasikan kinerja operasional perusahaan. Di sisi

lain, laba bersih juga merupakan indikator kinerja suatu perusahaan.

Laba bersih masih menjadi salah satu ukuran utama dalam mengevaluasi

kinerja perusahaan dan lebih merefleksikan informasi terkait dengan

pengambilan keputusan investor. Laba bersih yang merupakan perwujudan

kegiatan operasional perusahaan selama satu periode yang merangkum semua

kegiatan perusahaan kemudian dituangkan dalam laporan keuagan

mengakibatkan angka laba bersih menjadi perhatian khusus bagi para

pengguna laporan keuangan.

Penelitian terdahulu membuktikan bahwa laba bersih memiliki relevansi nilai.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Jaweher dan Mounira (2013), serta Tsuji

(2013) yang menemukan bahwa laba bersih memiliki hubungan yang kuat

dengan harga atau return saham. Penelitian Syagata dan Daljono (2014) yang

dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa laba bersih memiliki

pengaruh yang positif diatas variabel lain yang digunakan dalam penelitian

terhadap harga saham. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan

hipotesis:

H1: Laba bersih memiliki relevansi nilai relatif.

Berbeda dengan laba bersih, pengungkapan laba komprehensif yang meliputi

seluruh perubahan pada akiva bersih perusahaan dan membuat manajer

mempertimbangkan tidak hanya faktor operasi internal, namun juga faktor

eksternal yang mempengaruhi nilai perusahaan membuat laba komprehensif

meningkatkan kualitas pelaporan keuangan serta menyediakan informasi yang

lebih baik. Laba yang diukur secara komprehensif diharapkan akan

merefleksikan kinerja secara lebih baik. Penyajian laba rugi komprehensif

diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan keuangan informasi

tersebut berhubungan dengan perubahan kemampuan ekonomi secara

menyeluruh dan dapat mencerminkan nilai wajar perusahaan. Informasi yang

relevan inilah yang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan.

Penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menguji relevansi nilai laba rugi

komprehensif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lin, Martinez dan Wang

(2016) serta Kanagaretnam, Mathieu dan Shehata (2009) yang menemukan

Page 8: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

8

bahwa investor secara khusus saat ini lebih menghargai informasi laba rugi

komprehensif. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan hipotesis:

H2: Laba komprehensif memiliki relevansi nilai relatif.

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah membahas mengenai relevansi nilai

informasi akuntansi berkaitan dengan penerapan IFRS di Indonesia pada

umumnya dilakukan selama proses awal implementasi, sehingga dampak dari

konvergensi belum begitu dirasakan. Seperti penelitian Sinarto dan

Christiawan (2014) yang menemukan bahwa relevansi nilai laba komprehensif

lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih. Penelitian-penelitian tersebut

dilakukan pada tahap awal implementasi IFRS, bias jadi pasar bisa jadi terbiasa

dengan format pelaporan yang baru. Fenomena ini menjadi menarik karena

saat ini penerapan IFRS sudah semakin berkembang.

Penelitian ini berusaha untuk membuktikan bahwa relevansi nilai relatif laba

komprehensif lebih besar dari relevansi nilai relatif laba bersih selama tahap

lanjut penerapan IFRS ke dalam PSAK tahun 2011-2016. Laba rugi

komprehensif memiliki pos-pos pelaporan yang tidak hanya memperlihatkan

kinerja perusahaan secara operasional seperti halnya laba bersih, namun juga

terdapat pos-pos lain diluar kendali manajemen yang memiliki relevansi nilai

(Khan, Bradbury, & Courtenay, 2017). Beberapa penelitian telah menunjukkan

adanya hubungan yang lebih kuat antara pengungkapan komponen

pendapatan komprehensif lain dan total laba komprehensif dengan harga atau

return saham dibandingkan dengan laba bersih (Devalle, 2012), serta

Kanagaretnam, Mathieu dan Shehata (2009). Maka berdasarkan pemikiran

tersebut dirumuskan hipotesis:

H3: Relevansi nilai relatif laba komprehensif lebih besar dari relevansi nilai

relatif laba bersih.

Metoda

Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan perusahaan dalam industri manufaktur pada Bursa

Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2016 sebagai populasi penelitian. Adapun

pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yang

menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: (i) menyediakan data laporan

keuangan lengkap per 31 Desember, (ii) terdaftar secara berturut-turut di BEI

tahun 2011-2016, (iii) tersedia data harga saham pada 31 Desember tiap

tahunnya secara lengkap.

Berdasarkan kriteria diatas maka diperoleh sampel sebanyak 50 perusahaan

(300 firm years dalam 5 tahun). Informasi selengkapnya tersaji dalam Tabel 1.

Page 9: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

9

Tabel 1. Hasil Seleksi Kriteria Sampel Keterangan Jumlah

Perusahaan manufaktur terdaftar pada Tahun 2011 130 Tahun 2012 132 Tahun 2013 136 Tahun 2014 141 Tahun 2015 143 Tahun 2016 144 Jumlah data firmyear tahun 2011-2016 826 Data firmyear yang tidak lengkap selama 6 tahun -430 Data firmyear yang memiliki nilai ekstrem -96 Data firmyear secara lengkap tersaji selama 6 tahun dikurangi nilai ekstrim

300

Jumlah perusahaan diteliti 50 Sumber: Data penelitian 2017

Data dan Sumber Data

Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari laporan keuangan tahunan

perusahaan di industri manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2011-

2016 yang diperoleh dari laman Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Angka

laba bersih dan laba komprehensif diambil dari laporan laba rugi dan

penghasilan komprehensif lain setiap tahunnya dan variabel harga saham

menggunakan harga penutupan saham pada bulan Desember setiap tahun.

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel relevansi nilai informasi akuntansi.

Relevansi nilai informasi diindikasikan sebagai explanatory power dari

informasi akuntansi terhadap nilai perusahaan yang digambarkan dengan

harga saham atau return saham. Kekuatan penjelas ini diperoleh dari pengujian

regresi dengan variabel bebas (laba bersih atau laba komprehensif) terhadap

harga saham (variabel terikat). Relevansi nilai diestimasikan oleh koefisien

variabel (β), yang menjelaskan tentang seberapa besar koefisien X mampu

memengaruhi koefisien Y di luar pengaruh dari variabel-variabel lain dari

fungsi regresi.

Berikut definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian:

1. Harga Saham (variabel terikat)

Harga saham merepresentasikan harga pasar dari ekuitas perusahaan

(Kristanto, 2015). Dengan demikian, efektivitas ukuran kinerja dapat

dibuktikan melalui nilai pasar. Data harga saham yang digunakan dalam

diperoleh dari harga penutupan setiap tanggal 31 Desember pada tahun t.

Page 10: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

10

2. Laba Bersih (variabel independen)

Laba bersih merepresentasikan kenaikan manfaat ekonomi yang diperoleh

dari kegiatan operasional perusahaan. Angka laba bersih dalam penelitian

ini diambil dari laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain pada

laporan keuangan perusahaan per tanggal 31 Desember tahun t.

3. Laba Komprehensif (variabel independen)

Laba komprehensif adalah total penghasilan bersih perusahaan setelah

digabungkan dengan penghasilan komprehensif lain (Bragg, 2012). Angka

laba komprehensif dalam penelitian ini dihitung dari laba bersih yang

sudah digabungkan dengan komponen penghasilan komprehensif lain yang

tidak termasuk dalam kegiatan operasional perusahaan, dan dipisahkan

dari entitas pemilik. Sama halnya dengan laba bersih, angka laba

komprehensif juga diperoleh dari laporan laba rugi dan penghasilan

komprehensif lain pada laporan keuangan perusahaan per tanggal 31

Desember.

Variabel Kontrol

Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol yaitu; ROE (Return on Equity),

nilai buku ekuitas per lembar saham (BVPS), serta ukuran perusahaan.

Variabel-variabel tersebut telah terbukti dalam penelitian terdahulu mampu

untuk mempengaruhi harga saham.

1. Return on Equity (ROE)

ROE menunjukkan kemampuan menghasilkan laba bersih dari ekuitas yang

dimiliki oleh perusahaan yang dihitung dengan menggunakan formula

sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

2. Nilai Buku Ekuitas per Lembar Saham (BVPS)

BVPS adalah jumlah aset bersih yang dimiliki pemegang saham untuk tiap

lembar saham perusahaan (Tresnaningsih & Suprihatin, 2013) yang

dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

𝐵𝑉𝑃𝑆 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

3. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang membantu mengungkapkan

kekayaan (aset) perusahaan. Besar kecilnya aset milik perusahaan dapat

dijadikan salah satu indikator ukuran perusahaan (Syagata & Daljono,

2014). Ukuran (size) perusahaan akan diproksikan dengan logaritma

natural total aset perusahaan di akhir tahun.

Page 11: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

11

Teknik Analisis Data

Model yang dikembangkan untuk menguji seberapa besar relevansi nilai relatif

laba bersih dan laba komprehensif terhadap harga saham perusahaan adalah

model regresi linier berganda. Untuk menguji H1, H2, dan H3, berikut adalah

model yang dikembangkan:

Model 1: Pit = αt+β1NIit+β2ROEit+β3BVPSit+β4 lnSizeit + et .........................................1

Model 2: Pit = αt+β1CIit+β2ROEit+β3BVPSit+β4 lnSizeit + et...........................................2

Pit = Harga saham penutupan perusahaan i pada bulan Desember tahun t

αt = Konstanta

β = Koefisien variabel

NIit = Laba bersih perusahaan i pada tahun t

CIit = Laba komprehensif perusahaan i pada tahun t

ROEit = Variabel kontrol Return on Equity perusahaan i pada tahun t

BVPSit = Variabel kontrol nilai buku ekuitas per lembar saham perusahaan i

tahun t

Sizeit = Variabel kontrol ukuran perusahaan yang diproksikan dengan

logaritma natural total aset perusahaan i pada akhir tahun t

et = Error

Pengujian Hipotesis 1 melalui Model 1 dibuktikan dengan melihat apakah nilai

β1 siginifikan atau tidak. Sama halnya dengan Model 2 yang digunakan untuk

menguji hipotesis 2 yang dibuktikan dengan melihat apakah nilai β1 signifikan

atau tidak. Sedangkan untuk menguji hipotesis 3 akan dibandingkan mana yang

lebih besar antara β1 pada Model 1 dengan β1 yang ada pada Model 2 untuk

menilai mana yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap variabel dependen

harga saham. Jika β1 pada Model 2 lebih besar daripada β1 pada Model 1, maka

terbukti secara empiris bahwa relevansi nlai relatif laba komprehensif lebih

besar dibandingkan dengan relavansi nilai relatif laba bersih, dan begitu pula

sebaliknya.

Sebelum diolah, data terlebih dahulu harus lolos dari uji asumsi klasik, yaitu;

uji normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Setelah

data dinyatakan bebas dari uji asumsi klasik, uji selanjutnya yang dilakukan

yaitu uji hipotesis dengan menggunakan uji signifikansi parsial (uji t) dari

kedua model yang ada, uji koefisien determinasi (R2) dan uji keofisien variabel

(β).

Page 12: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

12

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Tabel 2 menyajikan statistik deskriptif variabel-variabel dalam penelitian.

Berdasarkan statistik deskriptif, penelitian ini menggunakan sampel

perusahaan dengan ragam yang bervariasi, baik dari sisi nilai pasar, kinerja

maupun ukuran perusahaan. Sampel penelitian terdiri dari perusahaan dengan

harga saham sangat rendah hingga sangat tinggi, dengan rata-rata Rp 2.304

dengan variasi yang beragam, ditandai dari standar deviasi Rp 16.008. Begitu

pula dengan profil kinerja, laba bersih (NI) serta laba komprehensif (CI),

maupun ukuran perusahaan, yang menunjukkan adanya keragaman data.

Tabel 2. Statistik Deskriptif

Variabel Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi

P (Rp) 25 255.000 2.304 16.088

NI (Rp) -

994.406.551.920 2.171.608.000.000 129.681.421.330 311.848.937.362

CI (Rp) -

994.406.551.920 2.804.370.000.000 146.535.374.344 335.821.172.338

ROE -1,24116 1,43533 0,1028047 0,22467583 BVPS (Rp) -5.115 47.740 1.918 5.926

Size (Rp) 7.125.801.000 19.763.133.000.000 2.462.882.108.316 3.574.146.419.843

Keterangan P = Harga saham 31 Desember; NI = laba/rugi bersih tahun berjalan; CI = laba rugi komprehensif; ROE = laba bersih yang dihasilkan dari ekuitas perusahaan; BVPS = aset bersih pemilik setiap lembar saham; Size = ukuran perusahaan berdasarkan asset

Sumber: Data sekunder diolah

Persamaan regresi dalam penelitian ini sudah bebas dari masalah normalitas,

autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Grafik P-P Plot

menggambarkan sebaran data residual kedua persamaan model regresi sejajar

atau berada di sekitar garis diagonal, sehingga membuktikan bahwa model

lolos uji normalitas. Uji autokorelasi untuk setiap model menggunakan uji

Durbin Watson, menunjukkan bahwa skor Durbin Watson Model 1 sebesar

1,895 dan Model 2 sebesar 1,960. Setelah dibandingkan dengan batas atas (du)

dan batas bawah (dl), disimpulkan bahwa kedua model lolos uji autokorelasi.

Skor VIF lebih kecil dari 10 untuk semua variabel dalam kedua model, sehingga

disimpulkan bahwa lulus uji multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas dengan

menggunakan uji Glejser menunjukkan nilai signifikansi data residual semua

variabel lebih dari α = 1% (0,01), sehingga disimpulkan bahwa kedua model

penelitian lolos uji heteroskedastisitas.

Model 1 memiliki nilai R2 sebesar 39,9%, yang berarti bahwa pengaruh variabel

bebas di Model 1 terhadap harga saham adalah sebesar 39,9%, sedangkan

sisanya sebesar 60,1% dipengaruhi oleh faktor lain serta variabel-variabel lain

di luar model ini. Berdasarkan Tabel 3, dapat dimaknai bahwa laba bersih

Page 13: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

13

secara individual berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

Artinya, variabel laba bersih secara relatif terhadap variabel lain yaitu ROE,

BVPS, dan Size, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga saham.

Tabel 3. Hasil Pengujian Statistik Model 1

Variabel Koefisien Variabel

(β) t Sig. R2

NI 0,321 4,842 0,000*

0,399 ROE 1,421 3,170 0,002* BVPS 0,124 4,871 0,000* Size 0,128 1,396 0,164

Model 2

Variabel Variabel

(β) t Sig. R2

CI 0,353 6,019 0,000*

0,430 ROE 1,626 4,143 0,001* BVPS 0,130 5,154 0,000* Size 0,077 0,876 0,382

Keterangan: P = Harga saham 31 Desember; NI = laba/rugi bersih tahun berjalan; CI = laba rugi komprehensif; ROE = laba bersih yang dihasilkan dari ekuitas perusahaan; BVPS = aset bersih pemilik setiap lembar saham; Size = ukuran perusahaan berdasarkan aset. *Signifikan pada α = 1%

Berdasarkan Tabel 3, nilai R2 pada Model 2 adalah sebesar 43%, mempunyai

arti bahwa pengaruh variabel bebas pada Model 2 terhadap harga saham

adalah sebesar 43%, sedangkan sisanya sebesar 57% dipengaruhi oleh faktor

lain di luar model. Selanjutnya dapat disimpulkan juga bahwa variabel laba

komprehensif secara individual berpengaruh positif dan signifikan terhadap

harga saham. Artinya, variabel laba komprehensif secara relatif terhadap

variabel lain yaitu ROE, BVPS, dan Size, memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi harga saham.

Berdasarkan Tabel 3, bukti menunjukkan bahwa baik variabel laba bersih

maupun laba komprehensif sama-sama memiliki pengaruh positif dan

signifikan secara relatif terhadap harga saham dengan melihat nilai signifikansi

(Sig.) dari keduanya sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α 0,01 (1%). Adapun

besarnya pengaruh laba bersih terhadap harga saham adalah sebesar 0,321

atau 32,1% sedangkan besarnya pengaruh laba komprehensif terhadap harga

saham adalah sebesar 0,353 atau 35,3%. Artinya, setiap terdapat kenaikan laba

bersih sebesar Rp1 maka harga saham akan naik sebesar Rp 0,321 dan setiap

terdapat kenaikan laba komprehensif sebesar Rp1 maka harga saham akan naik

sebsesar Rp 0,353. Hal ini berarti laba komprehensif memiliki pengaruh yang

lebih kuat daripada laba bersih.

Page 14: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

14

Pembahasan

Relevansi Nilai Relatif Laba Bersih

Hasil regresi pada Model 1 menunjukkan bahwa Hipotesis 1 dalam penelitian

ini didukung oleh data penelitian karena variabel laba bersih berpengaruh

siginifikan dengan arah positif terhadap harga saham. Artinya semakin tinggi

laba bersih tahun berjalan, maka harga saham juga semakin tinggi. Sebaliknya

bila laba bersih yang dilaporkan semakin kecil atau bahkan merugi akan

menyebabkan harga saham turun. Hal ini menunjukkan bahwa nilai laba bersih

yang dilaporkan oleh perusahaan dalam laporan keuangan mampu

mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam menilai perusahaan.

Laba bersih sering dianggap sebagai ukuran terpenting atas kesuksesan atau

kegegalan suatu perusahaan. Hasil dari penelitian ini juga memberikan bukti

bahwa informasi laba bersih secara individu mampu memberikan pengaruh

signifikan terhadap harga saham. Ketika terdapat banyak informasi seperti

ROE, BVPS, dan Size, informasi laba bersih masih diperhatikan dan relevan

dalam pengambilan keputusan.

Sejalan dengan hal tersebut, laba bersih masih menjadi ukuran utama dan

perhatian khusus investor dalam menilai perusahaan. Hal ini dikarenakan

harga saham juga dipengaruhi oleh kinerja keuangan suatu perusahaan. Laba

bersih mempengaruhi minat investor untuk menanamkan investasi dalam

suatu perusahaan, karena jika laba tinggi, maka pembagian dividen juga

cenderung meningkat sehingga investor akan lebih berminat untuk melakukan

investasi. Syagata dan Daljono (2014) dalam penelitiannya juga membuktikan

bahwa laba bersih masih memiliki relevansi nilai relatif di luar variabel nilai

buku ekuitas dan ukuran perusahaan. Meskipun terdapat informasi lain dalam

laporan keuangan, namun laba bersih masih relevan bagi pengguna laporan

keuangan dalam membuat keputusan.

Relevansi Nilai Relatif Laba Komprehensif

Hasil regresi pada Model 2 menunjukkan bahwa Hipotesis 2 dalam penelitian

ini didukung oleh data penelitian karena variabel laba komprehensif

berpengaruh siginifikan dengan arah positif terhadap harga saham. Artinya

semakin tinggi nilai laba rugi komprehensif maka harga saham juga semakin

tinggi. Sebaliknya bila laba komprehensif yang dilaporkan semakin kecil atau

bahkan merugi akan menyebabkan harga saham turun. Hal ini menunjukkan

bahwa nilai laba komprehesif yang dilaporkan oleh perusahaan dalam laporan

keuangan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam

menilai perusahaan.

Page 15: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

15

Pengungkapan pendapatan komprehensif seharusnya dapat meningkatkan

kualitas pelaporan keuangan dan menyediakan informasi yang lebih baik

dengan mengkategorikan komponen laba dalam cara yang dianggap bernilai

oleh investor. Hasil dari penelitian ini juga memberikan bukti bahwa informasi

laba komprehensif secara individu mampu memberikan pengaruh signifikan

terhadap harga saham. Ketika terdapat banyak informasi seperti ROE, BVPS,

dan Size, informasi laba komprehensif masih diperhatikan dan relevan dalam

pengambilan keputusan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang telah dilakukan

sebelumnya seperti Kanagaretnam, Mathieu dan Shehata (2009) serta Lin,

Martinez dan Wang, (2016) pada perusahaan di Bursa Efek di Kanada.

Penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa pelaporan laba rugi

komprehensif semakin relevansi. Laba rugi komprehensif semakin mampu

mengindikasikan seluruh perubahan ekuitas kecuali yang terkait dengan

pemilik, membuat laba komprehensif berhubungan sangat erat dengan harga

saham dan semakin menjadi perhatian utama investor.

Selain itu hasil penelitian ini juga mendukung pemberlakuan PSAK 1 Revisi

2009 yang mensyaratkan penyajian laba rugi komprehensif. Informasi laba rugi

komprehensif yang menganut konsep all-inclusive income mampu

memberikan informasi yang menyeluruh dan bermanfaat.

Relevansi Nilai Relatif Laba Komprehensif dan Laba Bersih

Hasil pengujian regresi yang telah dilakukan pada Model 1 dan Model 2

menunjukkan bahwa Hipotesis 3 didukung oleh data penelitian karena

koefisien variabel laba komprehensif pada Model 2 memiliki nilai yang lebih

besar dari koefisien variabel laba bersih pada Model 1. Artinya secara relatif

variabel laba komprehensif memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap harga

saham dibandingkan dengan variabel laba bersih. Hal ini menunjukkan bahwa

nilai laba komprehesif yang dilaporkan oleh perusahaan dalam laporan

keuangan lebih mampu mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam

menilai perusahaan dibandingkan dengan laba bersih.

Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian terkait laba komprehensif yang

dilakukan di Indonesia seperti penelitian Sinarto dan Christiawan (2014) yang

menggunakan sampel penelitian perusahaan terdaftar di BEI tahun 2011-2013.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tahap awal implementasi IFRS,

pasar masih belum terbiasa dengan format pelaporan yang baru sehingga

evaluasi dalam jangka yang pendek belum mampu menghasilkan keputusan

yang stabil dan investor masih menggunakan laba bersih sebagai acuan utama

dalam menilai kinerja perusahaan.

Page 16: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

16

Selama tahap lanjut penerapan IFRS, laba komprehensif berhasil memperoleh

perhatian khusus investor karena sifatnya yang sebagai all-inclusive income

mampu menyediakan informasi yang menyeluruh dan bermanfaat bagi

pengguna laporan keuangan. Laba komprehensif sebagai all-inclusive income

memiliki makna bahwa unsur pendapatan yang berada di dalam laba

komprehensif mengandung semua informasi mengenai kinerja perusahaan

baik itu secara internal (kegiatan operasional) maupun secara eksternal

(kinerja perusahaan yang tidak bisa dikendalikan oleh manajeman), sehingga

investor saat ini lebih bereaksi terhadap informasi laba komprehensif dalam

membantu proses pengambilan keputusannya.

Namun di sisi lain penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang

dilakukan di luar negeri seperti Kanagaretnam, Mathieu dan Shehata (2009)

serta Lin, Martinez dan Wang (2016) yang menggunakan perusahaan tercatat

di Bursa Efek Kanada, dan Devalle (2012) yang menggunakan perusahaan yang

tercatat di Bursa Efek di Eropa. Penelitian-penelitian tersebut membuktikan

bahwa laba komprehensif memiliki relevansi nilai yang lebih besar dari laba

bersih. Hasil tersebut dapat diperoleh karena penelitian-penelitian tersebut

dilakukan di Amerika dan Eropa. Amerika mulai menerapkan IFRS pertama kali

pada tahun 2001 dan Eropa pada tahun 2005 (Tresnaningsih & Suprihatin,

2013) sehingga pasar Amerika dan Eropa sudah terbiasa dengan format

pelaporan yang baru sesuai IAS 1 dan investor terbukti lebih menghargai

informasi dalam laba komprehensif dibandingkan dengan laba bersih.

Simpulan

Hasil penelitian ini adalah baik laba bersih maupun laba komprehensif

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu,

terdapat perbedaan antara pengaruh laba bersih dan laba komprehensif

terhadap harga saham. Berdasarkan uji yang sudah dilakukan pada kedua

model dapat disimpulkan bahwa laba bersih memiliki relevansi nilai relatif di

luar variabel ROE, BVPS, dan ukuran perusahaan. Laba komprehensif memiliki

relevansi nilai relatif di luar variabel ROE, BVPS, dan ukuran perusahaan serta

relevansi nilai relatif laba komprehensif lebih besar dari relevansi nilai relatif

laba bersih. Dengan demikian laba komprehensif dapat menjadi ukuran utama

dibandingkan laba bersih dalam mengevaluasi kinerja perusahaan dalam

jangka panjang dan lebih merefleksikan informasi terkait dengan pengambilan

keputusan investor. Hal ini membuktikan bahwa konsep all-inclusive income

dalam laba rugi komprehensif mampu memastikan adanya informasi yang

menyeluruh dan bermanfaat.

Secara teoritis, hasil penelitian ini memperkuat penelitian-penelitian yang

telah dilakukan di luar negeri seperti penelitian Kanagaretnam, Mathieu dan

Page 17: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

17

Shehata (2009), Lin, Martinez dan Wang (2016) serta Devalle (2012) yang

membuktikan bahwa dalam kondisi penerapan IFRS yang sudah stabil,

informasi laba komprehensif lebih dihargai daripada informasi laba bersih.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sinarto dan Christiawan

(2014) yang membuktikan bahwa pengaruh laba bersih terhadap harga saham

lebih besar daripada pengaruh laba komprehensif terhadap harga saham di

masa awal konvergensi IFRS di Indonesia.

Hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini khususnya bagi investor

yaitu sebaiknya ketika ingin membuat keputusan investasi atas dasar angka

laba, dapat menggunakan laba komprehensif untuk penilaian kinerja

perusahan dalam jangka yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan laba

komprehensif tidak hanya memperhatikan aspek internal perusahaan yaitu

operasional saja, namun juga memperhitungkan aspek lain yang berada di luar

kendali manajemen.

Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah hanya digunakannya price

model untuk mengindikasikan relevansi nilai, dan belum diuji apakah temuan

yang dihasilkan dari penelitian ini konsisten jika menggunakan return model,

sehingga belum teruji konsistensi relevansi informasi laba bersih dan laba

komprehensif jika diukur dengan metode yang berbeda.

Penelitian ini tidak menguji secara spesifik komponen pendapatan

komprehensif lain apakah yang paling berpengaruh terhadap harga saham

karena hanya menguji relevansi total laba komprehensif saja. Dengan melihat

keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian ini maka sebaiknya pada

penelitian selanjutnya dapat menggunakan model yang lain yaitu return model

serta mampu meneliti pada komponen laba komprehensif lain apa yang

berpengaruh terhadap return saham.

Daftar Pustaka

Bragg, S. M. (2012). Panduan IFRS. Jakarta: Indeks. Conelly, B., Certo, S., Ireland, R., & Reutzel, C. (2011). Signaling Theory: A Review and

Assessment. Journal of Management, 37(1), 39-67.

doi:10.1177/0149206310388419

Devalle, A. (2012). Value Relevance of Accounting Data and Financial Crisis in Europe:

an Empirical Analysis. International Journal of Accounting and Financial

Reporting, 2(2), 201. doi:https://doi.org/10.5296/ijafr.v2i2.2527

Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., & Scott. (2010). Accounting Theory (7 ed.). Australia:

John Willey & Sons Australia Ltd.

Jaweher, B., & Mounira, B. (2013). Quality of Net Income vs. Total Comprehensive

Income in the Context of IAS/IFRS Regulation. International Journal of Finance

& Accounting Studies, 1(2), 17. doi:10.7575/aiac.ijfas.v.1n.2p.17

Page 18: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

18

Kabir, M., & Laswad, F. (2011). Properties of net income and total comprehensive

income: New Zealand evidence. Accounting Research Journal, 24(3), 268-289.

doi:10.1108/10309611111187000

Kanagaretnam, K., Mathieu, R., & Shehata, M. (2009). Usefulnes of Comprehensive

Reporting in Canada. Journal Accounting Public Policy, 28(4), 349-365.

doi:https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2009.06.004

Kargin, S. (2013). The Impact of IFRS on The Value Relevance of Accounting

Inofrmation: Evidence from Turkish Firm. International Journal of Economics

and Finance, 5(4), 71. doi:http://dx.doi.org/10.5539/ijef.v5n4p71

Kartikahadi, H., Sinaga, R., Syamsul, M., & Siregar, S. (2012). Akuntansi Keuangan

Berdasar SAK Berbasis IFRS. Jakarta: Salemba Empat.

Khan, S., Bradbury, M. E., & Courtenay, S. (2017). Value Relevance of Comprehensive

Income. Australian Accounting Review, 1.

doi:https://doi.org/10.1111/auar.12181

Kristanto, A. (2015). Does IFRS Convergence Promote the Value Relevance of

Accounting Information? Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 18(1), 19-40.

doi:https://doi.org/10.24914/jeb.v18i1.259

Lin, S., Martinez, D., Wang, C., & Yang, Y.-w. (2016). Is Other Comprehensive Income

Reported in the Income Statement More Value Relevant? Journal of Accounting,

Auditing & Finance, 1-23. doi:https://doi.org/10.1177/0148558X16670779

Marlinah, A. (2014). Pengaruh Kebijakan Modal Kerja dan Faktor Lainnya terhadap

Profitabilitas Perusahaan Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 16(2), 103.

Nugraheni, B. (2010). Volatilitas Relevansi Nilai Incremental laba dan Nilai Buku. Jurnal

Dinamika Akuntansi, 2(2), 83-91. doi:https://doi.org/10.15294/jda.v2i2.1931

Rejeki, T., & Warastuti, Y. (2012). Pengaruh Perubahan Laba Bersih, Perubahan Laba

Komprehensif, dan Perubahan Tingkat Obligasi terhadap Return Saham. Jurnal

Akuntansi Bisnis, XI(21), 1.

Sinarto, R., & Christiawan, J. (2014). Pengaruh Penerapan IFRS terhadap Relevansi Nilai

Laba Laporan Keuangan. Tax & Accounting Review, 4(1), 43.

Syagata, G. S., & Daljono. (2014). Analisis Komparasi Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS di Indonesia. Diponegoro

Journal of Accounting, 3(3), 1. Diambil kembali dari

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/6078

Tresnaningsih, E., & Suprihatin, S. (2013). Dampak Konvergensi IFRS terhadap Nilai

Relevan Informasi Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 10(2),

171-183.

Tsuji, C. (2013). Comprehensive Income and Stocl Return: Evidence from the Toyo

Stock Exchange. Journal of Management and Sustainability, 3(3), 142.

doi:10.5539/jms.v3n3p142

Page 19: Laba Komprehenif vs Laba Bersih: Manakah yang Lebih Relevan?

19

Yudiman, A., Ahmar, N., & Darmansyah. (2017). Relevansi Nilai Net Income,

Comprehensive Income dan Other Comprehensive Income Pada Perusahaan

Manufaktur. Jurnal Ilmiah Profesional Indonesia, 1(1), 1. Retrieved from

http://sumateraresearch.org/ojs/index.php/jipi/article/view/8