Upload
nguyenhanh
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KURIKULUM DAN MUTU PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Aceng Rahmad, M.Pd.
OLEH:
FATMAWATI (7317167363) RIKA NINGSIH (7317167375)
SISWANA (7317167896)
KELAS C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudulkurikulum dan mutu pendidikan. Makalah ini disajikan untuk
memberikan gambaran tentang kurikulum dan bagaimana mutu
pendidikan di Indonesia. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut.
1. Prof. Dr. AcengRahmad, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Ilmu II, yang telah banyak memberikan arahan serta
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman seperjuangan yang telah bersedia memberikan
masukan dan bantuan baik berupa moril maupun materil dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis sudah berusaha menyusunmakalah ini dengan sebaik-
baiknya, namun jika terdapat kekurangan dan kesalahan, dengan segala
kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya dengan segenap harapan semoga makalah ini dapatmemberikan
tambahan pemahaman bagi pembaca.
Jakarta, Januari 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 3
A. Kurikulum ...................................................................................... 3
1. Hakikat Kurikulum ................................................................... 3
2. Elemen Kurikulum .................................................................... 4
3. Fungsi Kurikulum...................................................................... 4
4. Sejarah Kurikulum .................................................................... 6
5. Perbandingan Kurikulum di Indonesia dengan Negara Lain ... 24
B. Mutu Pendidikan ............................................................................ 29
1. Hakikat Mutu Pendidikan .......................................................... 29
2. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan ....................... 30
3. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan .................................... 36
4. Perbandingan Mutu Pendidikan di Indonesia
dengan Negara Lain ................................................................. 40
BAB III PENUTUP ................................................................................ 44
A. Simpulan ........................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan berubah secara perlahan atau cepat dari waktu ke
waktu. Banyak modifikasi penting dilakukan dalam aspek sistem
pendidikan di suatu negara. Menjadi suatu yang wajar sifat dan struktur
dari sistem pendidikan di suatu negara, termasuk Indonesia harus
berubah selaras perubahan sosial masyarakat. Sistem pendidikan
merupakan lembaga sosial yang diharapkan untuk selalu berubah seiring
dengan perubahan lembaga lainnya. Sehingga menjadi tidak wajar kalau
yang lain berubah, sedangkan sistem pendidikan tidak berubah. Suatu
kebutuhan bahwa segala sesuatu terus berkembang, dan bagaimana
merespon dengan tepat tidak hanya untuk perubahan lain dalam
masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan pemahaman tentang proses
pendidikan itu sendiri.1 Dalam pendidikan terjadi proses transformasi
informasi dan pengetahuan yang sistematis. Dari pendidikan diharapkan
dapat mencetak manusia-manusia yang kelak akan membawa bangsa
menjadi lebih baik. Dengan pendidikan, masyarakat akan semakin maju
yang akhirnya terjadi kesadaran publik sehingga secara bertahap
mengubah bangsa ini dari sikap menghamba dan tunduk menjadi sikap
mandiri dan mempunyai harga diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.
Sejak negara Indonesia merdeka, pembicaraan mengenai
kurikulum dan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak pernah ada
habisnya karena pendidikan merupakan salah satu hal yang penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajuan suatu bangsa
sangat dipengaruhi oleh mutu pendidikannya. Kurikulum pendidikan di
Indonesia berubah sesuai dengan zamannya, bahkan sering juga terdapat
keterkaitan dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam
pengertian bahwa kurikulum di Indonesia sering mengikuti kehendak
1 A.V. Kelly. The Curriculum:Theory and Practice. Fifth Edition. (London: SAGE
Publications Limited, 2004), h. 11.
2
pemimpin yang berkuasa. Sedangkan mutu pendidikan tidak terlepas dari
kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
Dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dan juga
menetapkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan ditujukan untuk perkembangan peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2 Apa yang
tertuang dalam undang undang tersebut sudah jelas arahnya, tetapi
kenyataannya masih belum terpenuhi secara memuaskan. Peringkat
pendidikan dunia atau World Education Ranking yang diterbitkan
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada
tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke 69 dari total 76 negara.3 Ini
ditunjukkan dengan kualitas pendidikan Indonesia yang masih jauh dari
yang dicita-citakan. Untuk mengantisipasi jaman yang berubah dan
tantangan di masa depan, pengembangan dan perubahan kurikulum di
Indonesia telah dilakukan beberapa kali. Perubahan kurikulum ini
sebenarnya diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
dan untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Walaupun
kenyataannya mutu pendidikan itu sendiri masih di bawah dari yang dicita-
citakan.
2 UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3 Sikerok. http://www.sikerok.com/ranking-pendidikan-dunia-tahun-2015-indonesia-ke-berapa. Diakses Kamis, 19 Januari 2017
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum
1. Hakikat Kurikulum
Untuk mendapat kejelasan dalam memahami istilah kurikulum,
berikut ini sejumlah definisi yang berbeda. Key (2004) berpendapat bahwa
kurikulum merupakan sejumlah pengalaman belajar yang disediakan
untuk peserta didik sehingga mereka dapat menguasai keterampilan dan
pengetahuan umum di berbagai tempat belajar.4 Kemampuan peserta
didik untuk beradaptasi di mana mereka berada didapatkan karena
adanya pengalaman yang diperoleh di mana mereka melakukan
pembelajaran. Keterampilan dan pengetahuan yang mereka terima akan
mendukung dalam belajar di tempat yang bervariasi.
Sedangkan menurut Kelly (2004), istilah kurikulum bisa digunakan
untuk berbagai macam program pengajaran dan instruksi. Pengertian ini
mengarah pada konsep kurikulum, yaitu dalam hal pengajaran dan
instruksi apa yang akan ditawarkan dan tujuannya apa.5 Dari pernyataan
ini dapat dipahami bahwa istilah kurikulum ini hanya untuk pengajaran
yang paling dasar dan perlu lebih banyak masukan dalam perencanaan
kurikulum yang hanya efektif pada tingkat sederhana ini, dan pada level
tinggi biasanya akan bermasalah.
Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.6 Dalam hal ini segala sesuatu yang diterapkan oleh
seorang pengajar di sekolah merupakan arahan yang telah diatur secara
jelas dan tujuan yang diinginkan akan tercapai dengan sebaik-baiknya.
4 Colin J. Marsh Key. Concepts for Understanding Curriculum. (New York: Routledge
Falmer, 2004), h. 7. 5 A.V.. Kelly. Op.cit.,h. 3.
6 UU SISDIKNAS. Op.cit.
4
Dari pengertian kurikulum di atas dapat disimpulkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan proses
pengajaran yang memuat tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta metode
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu sehingga peserta didik dapat
menerapkan pengalaman selama proses belajar dalam masyarakat.
2. Elemen Kurikulum
Kurikulum harus dilihat sebagai empat elemen, dan perencanaan
kurikulum, oleh karena itu, memiliki empat dimensi: tujuan, isi atau materi
pelajaran, metode atau prosedur dan evaluasi.7 Singkatnya, pernyataan ini
harus dibedakan dalam perencanaan kurikulum yang diharapkan untuk
dicapai, dasar rencana untuk mencapainya, jenis aktivitas dan metode
yang dianggap paling efektif dalam membantu menuju tujuan dan
perangkat yang akan digunakan untuk mengevaluasi apa yang telah
dilakukan.
Key mengutip pendapat Walker (1990) kalau berbicara kurikulum
maka ada beberapa hal yang tercakup di dalamnya yaitu isi, tujuan, dan
organisasi. Isi mengacu pada area, topik, dan tema. Tujuan dikategorikan
sebagai intelektual, sosial, dan personal, dan organisasi merupakan
rencana berdasarkan ruang lingkup dan urutan.8
3. Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan.
Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau
pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman
dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa,
sisiwa kurikulum berfungsi sebagi suatu belajar. Selain itu fungsi
7 A.V.. Kelly. Op.cit.,h. 26. 8 Colin J. Marsh Key. Op.cit., h. 11.
5
kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang
berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi
kurikulum memiliki arti sebagai berikut.
a. Fungsi Penyesuaian (the adjust fine of adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mengarahkan anak didik agar memiliki
sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sebagai makhluk Allah,
anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebagai khalifah fil ardhi, anak
didik diharapkan mampu mengimplementasi nilai-nilai pendidikan yang
telah dimiliki untuk mengabdi kepada-Nya.
b. Fungsi Pengintegrasian (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Dalam
hal ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak didik agar
mempunyai pribadi yang integral. Siswa pada dasarnya merupakan
anggota dan bagian integral dari masyarakat, pribadi yang integrasi itu
akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau
pengintegrasian masyarakat.
c. Fungsi Perbedaan (the differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap
perbedaan individu anak didik. Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak
didik itu memang berbeda-beda dan peran pendidikanlah yang
mengembangkan potensi-potensi yang ada, sehingga anak didik dapat
hidup dalam bermasyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu
tujuan pembangunan tersebut. Jadi fungsi kurikulum sebagai pembeda
dapat dimulai dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relevan
dan mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar yang mendorong
6
perbedaan anak didik tersebut dapat berpikir kreatif, kritis dan berorientasi
kedepan.
d. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memepersiapakan anak didik agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkau yang lebih jauh, baik itu
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi maupun untukl belajar di
masyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi.
e. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Dalam fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada
anak didik dalam memilih program-program belajar yang sesuai dengan
kemempuan dan minatnya.
f. Fungsi Diagnostik (the diacnostic function)
Salah satu aspek pelayanan pendidikan adalah membantu dan
mengarahkan anak didik agar mampu memahami dan menerima dirinya
sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Fungsi
diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu membantu dan mengarahkan anak didik untuk dapat
memahami dan menerima potensi dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila anak didik sudah mampu memahami kekuatan dan kelemahan
yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan
sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki
kelemahannya.
3. Sejarah Kurikulum di Indonesia
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan
perbaikan proses pendidikan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan,
prioritas kebijakan nasional, pembiayaan pendidikan, kondisi sosial,
tuntutan profesi, kebutuhan serta keinginan pelanggan mengalami
perubahan. Oleh karenanya, penyelenggara pendidikan harus melakukan
7
perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Jika
kurukulum lama tetap dipertahankan, dikhawatirkan akan mengakibatkan
suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang
lain. Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat
yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi
keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara
periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari
waktu ke waktu.
Dalam perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan, kurikulum sering
dijadikan alat politik oleh pemerintah. Misalnya, ketika Indonesia masih di
bawah penjajahan Belanda dan Jepang, kurikulum harus disesuaikan
dengan kepentingan politik kedua negara tersebut. Bahkan, ketika
pemerintah Jepang berkuasa, kurikulum sekolah diubah sesuai dengan
kepentingan politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan
pembentukan Asia Timur Raya. Setelah Indonesia merdeka pada tahun
1945, kurikulum sekolah diubah dan disesuaikan dengan kepentingan
politik bangsa Indonesia yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa
sebagai cerminan masyarakat Indonesia.
Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis
sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.
8
a. Kurikulum pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan pemerintah Hindia-Belanda, pendidikan
menengah setara SMA disebut dengan nama Algemeene Middelbare
School atau AMS. AMS didirikan pada awal abad ke-20 atau awal tahun
1900-an. AMS merupakan kelanjutan dari Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs atau MULO atau SMP di zaman sekarang. Sedangkan MULO
merupakan lanjutan dari Hollandsch Inlandsche School atau HIS atau SD
di zaman sekarang. Semua tingkatan sekolah tersebut diperuntukkan
khusus hanya bagi anak-anak dari masyarakat bumiputera golongan atas
dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar belajarnya.
Sampai dengan tahun 1930-an, AMS hanya ada di beberapa ibu
kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa
Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar
(Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan
Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta), dan beberapa kota
Karesidenan seperti di Malang. Banyak orang tua menyekolahkan
anaknya ke AMS dengan harapan dapat melanjutkan pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu misalnya ke Technische Hooge School
(THS) di Bandung yang didirikan tahun 1920 sekarang Institut Teknologi
Bandung (ITB); Rechts Hooge School (RHS) di Jakarta yang didirikan
tahun 1924 sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta;
Geneeskudige Hooge School (GHS) di Jakarta yang didirikan tahun 1927
sekarang Fakultas Kedokteran UI Jakarta; dan Landbouw Hooge School
(LHS) di Bogor yang didirikan tahun 1940 sekarang Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari
mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem
prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada
sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem
pendidikan Belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk
dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing,
9
dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi
masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman
kolonial adalah sebagai berikut ini.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi
menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa
3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan
ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini
mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi
selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi
biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa
memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3
tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5
tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School
(HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat
melanjutkan ke Mulo.
Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah
sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun,
sekolah lanjutan HBS 3, Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool
5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5
tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
b. Kurikulum pada masa penjajahan Jepang
Kurikulum pada masa penjajahan Jepang dijadikan alat politik.
Salah satu doktrin khusus Jepang dalam bidang pendidikan di Jawa
dirumuskan bagi para pelajar dalam rangka memenuhi obsesi
pembentukan Asia Timur Raya, yang menurut Kurasawa, adalah sebagai
berikut ini.
Sumpah Pelajar Baru
1. Kami Pelajar Jawa Baru
2. Kami Bersumpah:
Hendak belajar untuk membangun Asia Timur Raya
10
Hendak melatih jiwa dan raga untuk membentuk Asia Timur Raya
Hendak menjadi orang yang berhuna untuk membentuk Asia Timur
Raya dibawah pimpinan Dai Nippon
Doktrin tersebut dianggap penting agar para pelajar Jawa mengikuti
pola pendidikan Jepang berdasarkan pada ideologi imperial. Sistem dan
ideologi Jepang diperkenalkan dalam bentuk sedekat mungkin dengan
aslinya. Oleh karenanya, semua sekolah buatan Belanda dan berbahasa
Belanda ditutup dan diorganisasikan ke dalam gaya Jepang dengan
berdasarkan pada pola 6 tahun sekolah dasar. Di atas itu, 3 tahun sekolah
menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah tinggi.
Pelaksanaan kurikulum ini berlaku hanya tiga tahun sesuai dengan
lamanya pendudukan Jepang di bekas wilayah pemerintahan Hindia-
Belanda, yaitu mulai tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Namun
demikian, pada masa perang kemerdekaan 1945—1949 sampai dengan
Dekrit Presiden 1959, kurikulum tersebut masih digunakan dengan
beberapa perubahan yang dianggap perlu sampai dengan keluarnya
ketentuan yang mengatur pendidikan dengan berdasarkan pada Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
c. Kurikulum Rencana Pelajaran (1947—1968)
Sejak awal kemerdekaan pemerintah sudah memberikan perhatian
yang cukup besar pada dunia pendidikan. Kesadaran akan adanya suatu
pendidikan nasional dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga
secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31
ayat 1 Bab XIII Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan ‖Tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran‖. Semangat kebangsaan
yang sangat kuat dalam perjuangan kemerdekaan dan adanya kesadaran
bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam membangun jiwa bangsa
menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa pada waktu itu
terhadap dunia pendidikan.
Di awal-awal pemerintahannya, pemerintah secara bertahap mulai
mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga
11
tahun setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai membuat
kurikulum yang sederhana yang disebut dengan ―Rencana Pelajaran‖.
Tahun 1947. Kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan
terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga
bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde
baru.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah Leer Plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih
popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Kurikulum yang dipakai
oleh Bangsa Indonesia pada tahun 1947 adalah Rentjana Pelajaran 1947.
Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu (1) daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya, (2) garis-garis besar pengajaran.
Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan kurikulum
yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran
1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan
pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum
diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok, yakni a)
Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya dan b) Garis-garis besar
pengajaran (GBP).
d. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Pembentukan Panitia Penyelidik
Pengajaran pada masa Mr. Soewandi sebagai Menteri PP dan K
(Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka
mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan
12
nasional. Sebagai konsekuensi dari perubahan sistem itu, maka kurikulum
pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula, sehingga
yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial maka kini diubah
selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil panitia
tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana
pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Pendidikan pikiran harus dikurangi
Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
Pendidikan watak
Pendidikan jasmani
Kewarganegaraan dan masyarakat
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali.
seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Fokusnya pada
pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu :a)
Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral. Setelah Undang-
Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 04 Tahun 1950 dikeluarkan,
maka:
Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak
memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan
baik lahir maupun batin, serta mengembangkan bakat dan
kesukaannya.
Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan
pelajar ke pendidikan tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli
dalam pelbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-
masing dan kebutuhan masyarakat.
Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajaran
agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan dapat
memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
13
e. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada
program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa,
karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1964 tidak bertahan lama. Situasi politik mengalami
perubahan pesat dan terjadi peristiwa yang dikenal dengan nama
G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno
mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan
wewenang kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan ajaran
Panglima Besar Revolusi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Mayjen
Soeharto kemudian membubarkan PKI, sesuai dengan Tiga Tuntutan
Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK dan Nasakom tidak lagi menjadi ideologi
negara. Revolusi menemukan titik akhir perjalanannya. Pada tahun 1966,
MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk menghilangkan pengaruh
Manipol dan melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun 1966
menentukan bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi
mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, (b)
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan (c) membina/
memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Oleh karena itu maka
kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan pikiran dan hati generasi
muda dari ideologi tersebut. Meskipun demikian, pendidikan ideologi terus
berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk menggantikan
kurikulum 1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.
14
f. Kurikulum 1968
Lahirnya Orde Baru memberikan warna tersendiri dalam sistem
pendidikan Indonesia. Sesuai dengan ketetapan TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, maka
dirumuskan mengenai tujuan pendidikan sebagai bentuk manusia
Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Isi dari kurikulum 1968 ialah
mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan
beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau
memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 –istilah yang
digunakan adalah Rencana Pendidikan –bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat,
dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Jumlah pelajarannya Sembilan.
g. Kurikulum 1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan sebagai Keputusan
MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil dari
15
beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka
disusun kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan
pada tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut
dijabarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional
umum, tujuanj instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga
jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan
digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan
tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional
bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran,
sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai
oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang.
Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang
output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif
dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini
adalah sebagai berikut:
Berorientasi pada tujuan.
Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya
tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan
waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik,
dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada
stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
16
h. Kurikulum 1984
Pendidikan idiologi dalam kurikulum 1984 tetap menjadi warna yang
dominan dalam kurikulum. Pemerintah menetapkan Pendidikan Pancasila
sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sejak SD sampai ke
perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ditetapkan
Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan untuk
menumbuhkan jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945. Berdasarkan TAP
MPR Nomor II/MPR/1978 ditetapkan pula Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila sebagai ―Penuntun dan pegangan hidup dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan
dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan
secara bulat dan utuh.‖ Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P-4) dan juga dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan
sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila melalui TAP MPR Nomor
II/MPR/1983.
Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata
pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan
sebagai mata pelajaran wajib. Penetapan ini berdasarkan keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 yang
ditandatangani Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB sebagai
materi dan mata kuliah wajib dalam kurikulum mendapat kedudukan
hukum yang lebih kuat ketika MPR mengeluarkan TAP MPR Nomor
II/MPR/1983 dimana dinyatakan PSPB sebagai bagian dari Pendidikan
Pancasila. Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui
Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut ―Kurikulum 1975 yang disempurnakan‖.
17
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming
(SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada
siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-
benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan
apa yang harus dicapai siswa.
Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah:
Berorientasi pada tujuan instruksional;
Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik;
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA);
Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB);
Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi
tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang dibebankan
pada peserta didik;
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan;
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.
Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan
untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
i. Kurikulum 1994
Pada tahun 1989 Indonesia memiliki undang-undang pendidikan
baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1)
menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang
diartikan sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa
Indonesia. Sebelumnya wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena
itu maka kurikulum SMP yang dalam Undang-Undang nomor 2 tahun
18
1989 diubah namanya menjadi SLTP adalah bagian dari wajib belajar 9
tahun.
Meski pun Indonesia telah memiliki Undang-Undang pendidikan
baru dan banyak kebijakan tentang pendidikan dan kurikulum yang baru
tetapi kurikulum tidak segera berubah. Pada tahun 1994, sesuai dengan
tradisi sepuluh tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru.
Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada
dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi
pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai
instrumen untuk ‖transfer of knowledge‖. Penyempurnaan terjadi pada
materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan sejarah yang
tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak
lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan
pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Ciri-ciri Umum Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994,
di antaranya sebagai berikut.
a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang
cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu
sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum
19
ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan
dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar,
baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban)
dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan
dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara
pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang
mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang
kompleks.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu
dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai
berikut.
a. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran
dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan
dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna
karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
c. Bersifat populis yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
20
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya
memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang
mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
j. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan
pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-
tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti
pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi
merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap
yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E.,
2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa
agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan
berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup beberapa
kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai
siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa
menguasai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan
dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman
yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur,
2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
21
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengemukakan
karakteristik KBK, sebagai berikut.
Menekankan pada ketercapaian komoetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatann dan
metode bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
poenguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
k. Kurikulum 2006 (KTSP)
Berdarakan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,
otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan telah diberlakukan
sejak tahun 200. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan
pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat
daerah untuk menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses
pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan
amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1)
Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya
berimplikasi pada perubahan sistem majanemen pendidikan dari pola
sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (Muhaimin,
dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum
secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan
di sekolahnya.
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
22
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada
tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
l. Kurikuum 2013
Kurikulum terbaru yang diterapkan di Indonesia adalah Kurikulum
2013. Menurut Muhammad Nuh, yang menjabat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu, kurikukulum terbaru 2013 lebih
ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang
paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan
dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman
sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui
perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih
didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
23
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi
kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam
berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Kurikulum 2013 ini menekankan pada pembentukan karakter peserta
didik. Karakter murupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri melalui
pendidikan, pola asuh, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan
pengaruh lingkungan menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan
perilaku.9 Selain itu, Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi
pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang.10 Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi
yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dihubungkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan nilai dan pembentukan karakter
tidak hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi
dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga aspek penilaian yang ditekankan didalam kurikulum 2013
yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan atau keberanian dan aspek
sikap. Dari ketiga aspek ini yang terpenting adalah aspek sikap atau
perilaku atau moral. Hal itu dikarenakan, kurikulum 2013 menekankan
pada pendidikan karakter dimana siswa diharapkan mampu menjadi
manusia yang bermoral. Kemudian selain itu kurikulum 2013 ini juga di
dalamnya terdapat aspek pengetahuan dan keterampilan dimana
9 Zainal Aqib. Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. (Bandung:
Yrama Widya, 2011), h. 30. 10 Mulyasa. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 7.
24
outputnya adalah siswa dapat menjadi manusia yang kreatif, inovatif dan
produktif sehingga mereka mampu bersaing di masa mendatang.
4. Perbandingan Kurikulum Indonesia dengan Negara Lain
a. Kurikulum di Malaysia
Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung
materi pembelajaran mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air,
udara, makanan dan lain-lain. Selain itu terdapat juga materi mengenai
kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang
mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya.
Penyajian atau pemaparan materi lebih banyak dianalogikan dengan
contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang dunia I, perang
Perancis dan India, sejarah kerajaan Mesir atau kejadian penting di New
Mexico), juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami
oleh siswa sehingga materi pelajaran bersifat aplikatif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan
implementasi kurikulum tersebut dengan kurikulum Indonesia pada tahun
1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan Malaysia pernah belajar pada
Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan
secara konsisten sampai saat ini. Media yang digunakan dalam
menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan fasilitas internet
seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi
pembelajaran, siswa diinformasikan alamat-alamat situs tersebut dan
tinggal membukanya saat belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas
persentasi power point yang dapat mengoptimalkan penyampaian materi
terutama yang menuntut penayangan gambar.
Dalam kurikulum ini juga lebih menekankan proses pembelajaran
yang lebih mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-penjelasan
teori saja. Fasilitas-fasilitas di atas memungkinkan siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal. Maka pantaslah jika
Malaysia pada saat ini perkembangan pendidikannya semakin maju
dengan pesat.
25
b. Kurikulum di Kanada
Apabila di Indonesia pemberlakuan kurikulum yang digunakan
bersifat nasional, lain halnya dengan Kanada. Di Kanada pendidikan
menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, namun tetap berada di
bawah konstitusi Kanada, sehingga terdapat perbedaan sistem pendidikan
atau kurikulum di setiap provinsinya. Namun demikian sistem pendidikan
di setiap provinsi ini memiliki standar yang tinggi serta setara dengan
universitas di USA maupun negara Commonwealth lainnya.
Jenjang pendidikan di Kanada umumnya dibagi menjadi 3 yaitu
pendidikan Dasar (Primary School , Public School), pendidikan Menengah
(High School) dan pendidikan tinggi (Universitas, College). Berbeda
dengan di Indonesia yang membagi jenjang pendidikan menjadi 4 yaitu
Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Tinggi. Dengan ketentuan bahwa provinsi bertanggung jawab
secara penuh atas mutu pendidikan di masing-masing daerahnya,
pemerintah provinsi lebih fokus dalam melakukan penyelenggaraan dan
pengawasan sistem pendidikan tersebut. Hal ini juga tidak lantas
menurunkan mutu pedidikan di Kanda.
Metode yang digunakan dalam pengajaran juga mengacu pada
keterampilan apa saja yang diperlukan siswa dalam menghadapi pasar
global. Sama halnya dengan Indonesia yang mulai sadar akan kebutuhan
siswa di masa mendatang terbukti dengan penerapan kurikulum 2013
yang tidak hanya terpaku pada aspek pengetahuan saja, namun ada
aspek keterampilan dan sikap di dalamnya. Baik di Kanada maupun di
Indonesia, pendidikan menjadi hal penting untuk menunjang kemajuan
bangsa. Kurikulum apapun yang digunakan, apabila tidak ditunjang
dengan sarana prasarana yang memadai maupun kesiapan sumber daya
manusia maka tidak akan memperbaiki mutu pendidikan itu sendiri. Oleh
karena itu perlu adanya keselarasan antara kurikulum, sarana prasarana
26
penunjang dan sumber daya manusia, dalam hal ini adalah tenaga
pendidik dan peserta didik.
c. Kurikulum di Finlandia
Salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination
and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat
perlakuan yang sama. Di Finlandia semua anak punya hak sama dalam
pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua
sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. Jadi siswa bisa
masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. Hal lain yang
membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak ada
assessment atau penilaian.
Siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama
ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki
minimal dua guru untuk mengajar, satu bertindak sebagai guru utama dan
satu lagi sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga
Finlandia, prinsip Receive understanding and have their say in accordance
with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat
sesuai umur dan kedewasaan. Jadi mereka memiliki hak mendapatkan
ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. Mereka juga mendapatkan
dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang
membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan
secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak
lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti
yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. Kurikulum di
Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan
mengharuskan siswa belajar isi dari seluruh pelajaran, namun mengajak
anak didik untuk mulai memperoleh kemampuan menjelajah dan
memahami fenomena-fenomena alam yang ada di sekitar mereka. Ada
tiga istilah yang digunakan dalam kurikulum di Finlandia yaitu examine,
understand, & experience. Siswa berlatih kemudian memahami dan
27
mencoba. Jadi, pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari
buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. Tentunya dengan
fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di
Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. Siswa diajak mengekplorasi
pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar berkaitan
dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar
teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang
alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung.
Jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya parental engagement,
orang tua siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga
secara tidak langsung memiliki ikatan kerjasama dengan sekolah.
Tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu bakat anak
secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan
di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. Hal ini
mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff. Tidak
hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga
mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini
adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. Jadi orantua di Finlandia
tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus selesai, mereka
punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan si
anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat
untuk perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.
Berdasarkan pemaparan penerapan kurikulum di beberapa negara
di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia masih memiliki
banyak kelemahan. Untuk itu, diperlukan perbaikan dalam dunia
pendidikan. Usaha perbaikan di bidang pendidikan tidak hanya sebatas
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan saja, melainkan
membutuhkan perencanaan kurikulum yang sangat matang yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan bangsa. Kurikulum merupakan suatu
rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan
28
belajar mengajar.11 Di Indonesia, kurikulum diatur oleh pemerintah pusat
dengan keterlibatan mereka yang ahli dalam bidang kurikulum. Kurikulum
hanya bisa diubah oleh pemerintah sementara masyarakat hanya menjadi
konsumen yang patuh dan taat. Orangtua didik juga tidak terlibat apapun
dalam hal kurikulum.
Dari segi pemerataan pendidikan, pendidikan di Indonesia masih
belum merata. Pendidikan di desa dan di kota sangat berbeda dari segi
fasilitas, guru, dan lingkungan. Perbedaan yang ada berdampak pada
kompetensi gurunya dan sistem pembelajarannya. Dalam hal fasilitas kita
masih tertinggal jauh dengan negara maju seperti Finlandia. Padahal,
tanpa fasilitas yang memadai sangat sulit untuk menelurkan siswa yang
berprestasi di bidangnya. Masalah pemerataan pendidikan ini juga terkait
dengan masalah anggaran pendidikan. Pendidikan merupakan tonggak
kemajuan bangsa, oleh karenanya pendidikan harus mendapat perhatian
yang serius. Satu dari sekian banyak hal yang perlu diperhatikan adalah
mengenai anggaran pendidikan.
Keterlibatan pihak ketiga seperti orang tua juga harus dipikirkan.
Orang tua tidak hanya sebatas menitipkan anak belajar di sekolah dan
selesai. Orangtua harus diajak terlibat dalam pendidikan anak agar
mereka mengerti apa yang dibutuhkan anak. Dalam hal ini, pihak sekolah
memiliki peran menghubungkan orangtua dan guru sehingga bakat anak
bisa tersalurkan dengan tepat. Orangtua tentu mengetahui bakat anak
lebih baik dari guru. Tugas orangtua adalah berkoordinasi dengan guru
melalui keterlibatan dalam evaluasi serta memberikan masukan bagi guru
dan juga pemerintah dalam hal evaluasi kurikulum.
11 Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5.
29
B. Mutu Pendidikan
1. Hakikat Mutu Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam
menumbuhkembangkan karakter positif. Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional
ke arah alam dan manusia.12 Dari pernyataan tersebut tergambar bahwa
tujuan diadakannya pendidikan agar generasi muda dapat menghayati,
memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma dengan cara
mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai atau norma-norma hidup
dan kehidupan.
Tujuan mulia dari pendidikan di atas, hanya akan terwujud jika
pendidikan di Indonesia benar-benar mengedepankan mutu. Menurut
Garvi dan Davis, dalam Hadis dan Nurhayati mutu ialah suatu kondisi
dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan
tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau
perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta
perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan
melebihi harapan konsumen.13
Kualitas atau mutu pendidikan merupakan kemampuan lembaga
pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.14 Di dalam konteks
pendidikan, pengertian kualitas atau mutu mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Selain itu kualitas, pendidikan
merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi
12 Masnur Muslich. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 67. 13
Abdul Hadis dan Nurhayati. Manajemen Mutu Pendidikan. (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010),h.86.
14 Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar. Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h.159.
30
pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara
efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan faktor-faktor input agar
menghasilkan output yang setinggi-tingginya. Jadi pendidikan yang
berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti
bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara
memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui
pembelajaran yang baik dan kondusif. Selain itu, pendidikan yang
berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan
dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan
datang.
2. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di
Indonesia
Peringkat pendidikan dunia atau World Education Ranking yang
diterbitkan Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke 69 dari total 76
negara. Di bawah ini dicantumkan bagan yang menunjukkan ranking
pendidikan Indonesia.
31
Penyebab utama rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dibagi
ke dalam tiga bentuk. Pertama, pendekatan yang digunakan lebih terfokus
kepada input-output dan sangat kurang perhatian pada proses. Kedua,
pendidikan dilakukan secara birokratik sentralistik; dalam hal tertentu
sentralistik masih perlu tetapi pada era otonomi daerah, pendekatan
desentralistik lebih dominan. Ketiga, peran warga sekolah, khususnya
guru, masyarakat dan orangtua peserta didik sangat kurang.15 Selain
ketiga penyebab utama di atas ada beberapa faktor lain yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia seperti yang akan
dijelaskan berikut ini.
a. Kurang Efektifnya Pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan
trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar
pembelajaran tersebut dapat berguna. Efektifitas pendidikan di Indonesia
sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan
survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan
pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan
formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber
daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran
formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di
jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan
seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia
sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-
masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan
minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
15 Bafadhal Ibrahim. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: Dari Sentralisasi
Menuju Desentralisasi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 3.
32
b. Kurang Efisiennya Pengajaran di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu
tujuan dengan proses yang lebih ‗murah‘. Dalam proses pendidikan akan
jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang
baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang
kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar
hasil yang telah disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di
Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan
dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang
menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang
juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia
yang lebih baik.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya
berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan
formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang
properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi
yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih.
Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan
pembebasan biaya pengajaran, namun peserta didik tidak hanya itu saja,
kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan
lain sebagainya. Hal itu, diwajibkan oleh pendidik yang bersangkutan.
Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada
peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya
adalah waktu pengajaran dan mutu pengajaran.
c. Standardisasi Pendidikan di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita
juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Dunia
pendidikan terus berubah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat
terus-menerus berubah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam
33
dunia modern dalam era globalisasi. Kompetensi-kompetensi yang harus
dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi
standar. Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk
meningkatkan mutu pendidikan terlihat adanya bahaya yang tersembunyi
yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekang oleh standar
kompetensi saja sehingga kehilangan makna dan tujuan pendidikan
tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaimana
agar mencapai standar pendidikan, bukan bagaimana agar pendidikan
yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak peduli bagaimana cara
agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang
terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti
kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal
itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali
apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam
kasus UN yang hampir selalu menjadi kontroversi misalnya. Ditemukan
adanya sistem evaluasi seperti UN sudah cukup baik, namun yang
disayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan
lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan
sekali saja tanpa melihat proses yang dilalui peserta didik yang telah
menempuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya
berlangsung sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi beberapa
bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti
oleh peserta didik.
d. Rendahnya Kualitas Guru di Indonesia
Rendahnya kualitas guru di negeri ini menjadi salah satu faktor
penyebab rendahnya mutu pendidikan. Guru merupakan ujung tombak,
rendahnya profesionalisme dalam hal penguasaan materi pembelajaran,
34
penguasaan metode mengajar, kreativitas, kemampuan mengevaluasi,
mengelola kelas, serta membimbing siswa masih menjadi persoalan
tersendiri. Banyak guru yang belum memiliki profesionalisme yang
memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal
39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian
masyarakat. Meskipun secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup
memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya
masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa
memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang
memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan
profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di
Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan
siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan
SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata
banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau
sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau
sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang
jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus
mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan
minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus
diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi
kualitas mengajar (under quality). Hal itu dapat dibuktikan dengan masih
banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta
banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang
mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di
Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen
guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi
kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan
35
pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat
mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti
kepada anak didik. ―Sangat kurang tepat bila sekolah hanya
mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan
penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral
pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi
tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga
dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
e. Kurang Memadainya Sarana dan Prasarana Pendidikan
Faktor lainnya yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia berupa sarana dan prasarana yang kurang memadai. Hal ini
terlihat dari banyaknya dijumpai bangunan sekolah yang rusak, buku ajar
bagi siswa yang belum memadai dan perpustakaan dan laboratorium yang
belum representatif.
f. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Salah satu acuan yang bisa diukur untuk menentukan Keberhasilan
pendidikan adalah tingkat kesejahteraan para Guru. Namun pada
kenyataannya di Indonesia masih banyak guru yang dibayar dengan upah
yang kurang layak atau bahkan tidak layak. Walaupun banyak orang
beranggapan bahwa guru itu adalah profesi yang mewah, namun tetap
saja masih banyak guru yang belum bisa menerima hasil jerih payahnya
secara adil.Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan
yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada
sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS,
pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
36
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan
guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan
jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen
akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi,
dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga
berhak atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta
dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan
swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.
Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403
PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
g. Orang Tua yang Kurang Terlibat Terhadap Pendidikan Anaknya
Kurang pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan
anaknya khususnya di daerah pedesaan merupakan salah satu factor
penyebab rebdahnya mutu pendidikan di Indonesia. Seharusnya orang
tua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya terhadap guru,
karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah. Orang tua
siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR
tidak ? Kalau ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah
baiknya bila orang tua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila
tidak ada PR tetap anak disuruh belajar walau besoknya tidak ada
ulangan atau tes formatip maupun sumatif.
3. Upaya untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak
sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang
faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di
lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri
sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Menurut Hadis dan
Nurhayati dalam perspektif makro banyak faktor yang mempengaruhi
37
mutu pendidikan, di antaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan,
fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam
dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar,
aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan
modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang
memadai, manajemen pendidikan yang dilaksanakan secara profesional,
sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih,
berpengetahuan, berpengalaman dan professional.16
Dari salah satu perpektif makro, upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Negara kita adalah sarana dari pendidikan tersebut harus
ditingkatkan lebih baik lagi. Bila sarana pendidikan bagus dan modern
maka siswa bisa melaksanakan pendidikan dengan nyaman.
Kenyamanan mereka itulah yang menjadi kunci kesuksesan dalam proses
belajar. Saat ini diberlakukannya kurikulum baru, kini guru lebih dituntut
untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata atau
minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata.
Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran
(sarana dan prasarana pendidikan). Menurut Kepmendikbud No.
053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus
memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan
dengan serba lengkap dan cukup seperti luas lahan, perabot lengkap,
peralatan, laboratorium, media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku
rasio 1:2. Kehadiran Kepmendikbud itu dirasakan sangat tepat karena
dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah
tidak ―kebablasan cepat‖ atau tertinggal di bawah persyaratan minimal
sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk.
Sedangkan dalam perspektif mikro atau tinjauan secara sempit dan
khusus, Hadis dan Nurhayati mengatakan faktor dominan yang
berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru
yang profesional dan guru yang sejahtera Oleh karena itu, guru sebagai
16 Abdul Hadis, dan Nurhayati. Op. Cit.,, h. 3.
38
suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas
pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang
diamanahkan kepadanya.17 Dalam proses pendidikan guru memiliki
peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik
kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering
dikatakan ujung tombak pendidikan. Menurut Sagala dalam melaksanakan
tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki
kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas
pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi
peserta didik, keluarga maupun masyarakat .18
Peningkatan mutu guru bisa dilakukan dengan penyeleksian guru
atau pendidik sebelum mereka mengajar pada suatu sekolah. Dengan
adanya seleksi yang tepat ini diharapkan guru benar-benar merupakan
tenaga pilihan yang bisa membimbing muridnya dengan baik. Melalui
penyeleksian ini pendidik diharapkan dapat melakukan bimbingan secara
sadar terhadap perkembangan jasmaniah dan rohaniah anak didik menuju
terbentuknya kepribadian dan penguasaan ilmu yang berkualitas. Staf
(guru) akan termotivasi jika diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji,
tunjangan, bonus dan komisi) maupun penghargaan intrinsic (pujian,
tantangan, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan dan pengembangan
karir). Kecanggihan kurikulum dan panduan manajemen sekolah tidak
akan berarti jika tidak ditangani oleh guru peofesional. UU Sisdiknas No.
20/2003 Pasal 42 ayat (1) menyebutkan pendidik harus memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Guru memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam
pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik. Pada diri gurulah
kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-
17 Ibid 18
Syaiful Sagala,. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 99
39
nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan
membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui
pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu
mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang
proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas
dan kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme
pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara
sebagai berikut:
Mengikuti Penataran, menurut para ahli bahwa penataran adalah
semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan
keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka
sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang-bidang masing-masing
Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan, hal ini akan menambah
wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan arab
dan inggris serta komputer.
Memperbanyak Membaca, menjadi guru professional tidak hanya
menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada satu atau
beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak
membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang
akan disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab
pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan
berkembang di dalam mayarakat.
Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komperatif), suatu hal
yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar
sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar
pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah
dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai
permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga
peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.
40
Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa, mengadakan pertemuan
dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru
dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan
menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang
positif. Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit
apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.
4. Perbandingan Mutu Pendidikan di Indonesia dengan Negara Lain
Mutu pendidikan di Indonesia dapat dibandingkan dengan mutu
negara-negara lain seperti negara Malaysia yang merupakan negara
tetangga kita dan negara Finlandia yang merupakan negara dengan mutu
pendidikan terbaik di dunia. Berikut perbandingan pendidikan negara
indonesia dengan kedua negara tersebut.
a. Perbandingan Mutu Pendidikan di Indonesia dan Malaysia
1) Kurikulum Pendidikan di Malaysia
Kurikulum pendidikan ditetapkan oleh Kementrian Pelajaran
Malaysia. Kurikulum sekolah di malaysia relatif stabil. Kurikulum yang
digunakan di sekolah rendah Malaysia disebut dengan Kurikulum Baru
Sekolah Rendah (KBSR). Dari data Kementrian Pelajaran malaysia,
KBSR mulai diujicobakan tahun 1982 di 302 buah sekolah rendah. Sejak
tahun 1988, pelaksanaan KBSR sepenyhnya dicapai dan hingga tahun
2007 masih dipergunakan. Revisi dilakukan pada tahun 2003, dimana
mata pelajaran Sains menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris
dan pada tahun 2005 penggunaan bahasa pengantar dengan bahasa
Inggris diperluas untuk matapelajaran sains dan Matematika.
2) Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Dalam sejarah, sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, dan tahun 2004, 2006 (KTSP) dan terakhir 2013
(kurikulum berkarakter). Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial, budaya, ekonomi dan
IPTEK dalam masyarakat.
41
3) Sistem Pendidikan Malaysia
Sistem pendidikan di Malaysia diselia oleh Kementerian Pelajaran
Malaysia. Pendidikan Malaysia boleh didapatkan dari sekolah tanggungan
kerajaan, sekolah swasta atau secara sendiri. Sistem pendidikan
dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan sekolah menengah.
Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain
pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan
oleh kementerian. Terdapat peperiksaan piawai yang merupakan ciri yang
biasa bagi negara-negara Asia seperti di Singapura dan China.
4) Sistem Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang
diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung
jawab Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud). Di
Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib
belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah
dasar atau madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah
pertama atau madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia
diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur
utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke
dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
Beberapa hal yang membuat pendidikan di Malaysia lebih maju
dibanding Indonesia.
1. Indonesia banyak memiliki pakar pendidikan dengan konsep atau
teori yang bagus. Akan tetapi pelaksanaannya kurang serius, atau
bahkan sama sekali tidak dilaksanakan. Jadi, padat di teori dan
pelaksanaannya kurang. Sedangkan Malaysia, begitu kembali ke
negaranya serta merta mereka melaksanakan semua teori yang
diperoleh dari Indonesia dengan dukungan pemerintah sepenuhnya.
Berarti Indonesia masih setengah hati dalam banyak aspek.
42
2. Sebagus apa pun program pusat untuk pendidikan, begitu turun ke
bawah pelaksanaannya tidak maksimal. Hampir semua program
dilaksanakan hanya menggugurkan kewajiban saja alias asal jalan
dan kurang berkesinambungan.
3. Pemerintah masih setengah hati untuk memberikan anggaran
pendidikan semaksimal mungkin. Padahal para pemangku
kepentingan semua tahu, bahwa pendidikan adalah aset bangsa
yang paling besar yang akan menentukan bangsa ini. Mereka tahu
bahwa suatu bangsa di mana pun, majunya bangsa tersebut karena
majunya pendidikan.
4. Korupsi di bidang pendidikan yang terjadi di Indonesia.
b. Perbandingan Mutu Pendidikan di Indonesia dan Finlandia
Pendidikan menjadi sektor penting kebijakan untuk setiap negara,
menjadikan pendidikan prioritas akan menumbuhkan generasi yang
cerdas dan aset masa depan setiap negara, termasuk di Indonesia,
pendidikan yang sekarang lebih maju ditopang dengan kurikulum baru
(kurikulum 2013) dan fasilitas baru, di harapkan membuat para siswa lebih
giat lagi belajar. Tapi sayangnya, yang menjadi kekurangan di Indonesia
sendiri adalah mayoritas pendidikan yang tanpa melihat potensi diri dari
siswa-siswa tersebut, misalnya harus A harus A, B harus B, para siswa
tidak bisa berinovasi sesuai ke-kreatif-an mereka, berbeda dengan
pendidikan di Finlandia, negara yang terletak di Eropa Utara ini menjadi
negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. berikut beberapa
perbedaan pendidikan di Finlandia dan Indonesia.
Tabel 1. Perbedaan Pendidikan di Indonesia dan Finlandia
No. Indonesia No Finlandia
1. Banyak PR atau tugas 1. Tidak ada PR atau tugas
2. Remedial 2. Guru membantu siswa yang
tertinggal
3. Dalam setahun siswa 3. Dalam setahun siswa masuk 190
43
masuk 220 kali kali
4. Libur sedikit 4. Libur lebih banyak 30 hari
5. Guru minimal S1 5. Guru minimal S2
6. Ada sistem tidak naik kelas 6. Semua murid naik kelas
7. Kebijakan pendidikan
berganti-ganti
7. Kebijakan pendidikan konsisten
8. Menggunakan sistem
rangking di kelas
8. Tidak ada sistem rangking di
kelas
9. Ada tes masuk sekolah 9. Tidak ada ujian tes masuk
sekolah
10. Jam belajar yang panjang 10. Jam belajar relatif pendek yaitu 4
sampai 5 jam sehari
11. Jam masuk sekolah dimulai
pukul 07.00
11. Jam masuk sekolah dimulai pukul
09.00
44
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kurikulum dan mutu pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Kurikulum yang disusun dengan mempertimbangkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan peserta didik,
kebutuhan pasar, dan tuntutan sosial, akan berdampak positif terhadap
mutu pendidikan. Oleh karenanya, penyelenggara pendidikan harus
melakukan perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang
digunakan. Jika kurukulum lama tetap dipertahankan, dikhawatirkan akan
mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-
sekolah yang lain. Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum
merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk
menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus
selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika
kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. Terdapat empat landasan
utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis;
(3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tinggi rendahnya mutu pendidikan suatu negara dipengaruhi
banyak faktor seperti pemilihan kurikulum yang tepat, kualitas tenaga
pendidik, kelengkapan sarana dan prasarana, kemauan belajar siswa
yang tinggi, keterlibatan orang tua dalam pendidikan dan banyak lagi yang
lainnya. Agar semua faktor tersebut dapat menjalankan fungsinya secara
maksimal perlu peran semua pihak di negara ini seperti pemerintah,
masyarakat, guru, siswa dan orang tua. Semua pihak ini harus sama-
sama bahu-membahu untuk menjalankan dan mengawasi pendidikan di
Indonesia sehingga terwujudnya tujuan pendidikan nasional dan
tercapainya mutu pendidikan yang berkualitas.
45
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: Yrama Widya.
Bafadhal, Ibrahim. 2003.Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar:
Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Hadis, Abdul dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta. Kelly, A.V. 2004. The Curriculum: Theory and Practice. Fifth Edition.
London: SAGE Publications Limited. Key, Colin J. Marsh. 2 0 0 4 . Concepts for Understanding Curriculum.
New York: RoutledgeFalmer. Mulyasa. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2012.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sikerok. 2015. Ranking Pendidikan Dunia Tahun 2015, Indonesia Ke
Berapa? http://www.sikerok.com/ranking-pendidikan-dunia-tahun-2015-indonesia-ke-berapa. Diakses pada Kamis 19 Januari 2017.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003.