113
1 [ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009 LAPORAN PRAKTIKUM I ANALISA KULIT BOX DARI KULIT KAMBING A. TUJUAN 1. Memahami dan mengerti tentang persiapan dan pembuatan contoh uji untuk pengujian kimiawi. 2. Untuk mengetahui sifat organoleptis dari kulit box yang diuji. 3. Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam kulit box. 4. Untuk mengetahui kadar garam organik dalam kulit box. 5. Untuk mengetahui kadar krom oksida (Cr 2 O 3 ) dalam kulit box. 6. Untuk memahami dan mengerti tentang analisa derajat pH dalam kulit box 7. Memahami dan mengerti tentang analisa kadar minyak/lemak dalam kulit box. B. DASAR TEORI Kulit jadi ( tersamak ) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses Soaking (perendaman) sampai proses Finishing ( penyalesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan peruntukakannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.

Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

1

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

LAPORAN PRAKTIKUM I

ANALISA KULIT BOX DARI KULIT KAMBING

A. TUJUAN

1. Memahami dan mengerti tentang persiapan dan pembuatan contoh uji untuk pengujian

kimiawi.

2. Untuk mengetahui sifat organoleptis dari kulit box yang diuji.

3. Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam kulit box.

4. Untuk mengetahui kadar garam organik dalam kulit box.

5. Untuk mengetahui kadar krom oksida (Cr2O3) dalam kulit box.

6. Untuk memahami dan mengerti tentang analisa derajat pH dalam kulit box

7. Memahami dan mengerti tentang analisa kadar minyak/lemak dalam kulit box.

B. DASAR TEORI

Kulit jadi ( tersamak ) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan

lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses Soaking (perendaman) sampai

proses Finishing ( penyalesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya

memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan

peruntukakannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.

Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan

kualitas kulit jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi

dari jenis artikelnya masing – masing. Misalnya kulit sarung tangan (Glove) harus sesuai

dengan arah gerak dari jari tangan.

Dengan adanya Standar Industri Indonesia (SII), maka dapat diketahui kriteria kulit

jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya yang

tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel mempunyai standar yang

berbeda – beda.

Agar diketahui bahwa kualitas kulit jadi yang diproduksi tersebut sesuai dengan

Standar Industri Indonesia (SII,), maka diperlukan suatu analisa. Dimana analisa kulit itu

sendiri ada 4 macam menurut cara ujinya, yaitu :

Kulit boks merupakan kulit samak khrom yang berasal dari kulit kambing atau kulit

anak sapi yang biasanya dibuat untuk bahan pembuatan atasan sepatu, di perdagangan kulit

Page 2: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

2

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

boks harus memiliki syarat-syarat tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan kulit

boks, dan untuk mengetahui kulit boks tersebut memiliki kwalitas baik, cukup atau kurang

maka dilakukan suatu pengujian terhadap sampel kulit boks tersebut untuk mengetahui

karakteristik dari kulit tersebut dan apakah karakteritik kulit tersebut telah memenuhi

standar baku yang telah ditetapkan atau belum.

Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu bahan II secara garis

besar tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatu kulit samak adalah pertama, untuk

menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa atau

pengujian dapat ditentukan contoh kulit yang diuji tersebut bermutu baik, sedang, atau

kurang. Kedua, untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit

karena dari hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit

sehingga dapat ditentukan pada proses-proses apa saja yang menyebabkan terjadinya

kesalahan tersebut dan dapat diperbaiki pada proses berikutnya sehingga kulit yang

dihasilkan menjadi lebih baik atau berkualitas baik. Ketiga adalah untuk meniru atau

mengikuti proses-proses produksi kulit yang berkualitas baik sehingga untuk mengetahui

proses produksinya dilakukan pengujian terlebih dahulu terhasil kulit tersebut setelah

mengetahui karakteristiknya baru dilakukan penyusunan rancangan proses, melakukan

proses percobaan, kemudian hasilnya diuji dan terus dilakukan penyempurnaan sampai

didapat hasil yang diinginkan.

Dalam melakukan pengujian terhadap kulit samak sacara umum ada 4 cara pengujian

yaitu pengujian organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis namun dalam standar

industri indonesia untuk bermacam-macam produk kulit samak persyaratan yang

dicantumkan hanya persyaratan organoleptis, fisis dan untuk persyaratan mikrobilogis tidak

dicantumkan hal ini dikarenakan syarat organoleptis, fisis dan kimia saling berhubungan

atau mendukung.

Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan

menggunakan panca indra atau dilakukan secara visual, dan dibantu dengan alat yang

sederhana, dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit,

keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.

Pengujian fisis merupakan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat

mekanis seperti tensil strenght, stiknes, crokmeter dan lain sebagainya, hal-hal yang diuji

dalam pengujian fisis meliputi; tebal kulit, kondisi penyamakan, ketahanan gosok cat kering

Page 3: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

3

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

maupun basah, ketahanan zwik, ketahanan tarik, ketahanan regang, ketahanan bengkuk,

penyerapan air, ketahanan letup.

Pengujian kimia merupakan pengujian yang dilakukan dengan cara kimiawi yang

bertujuan untuk mengetahui kadar bahan-bahan kimia yang terdapat pada kulit seperti kadar

air, kadar abu, kadar zat penyamak, kadar lemak/minyak, pH.

Persyaratan kulit box menurut SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 adalah

sebagai berikut;

A. Organolaptis

1. Kelepasan Nerf : Tidak lepas

2. Keadaan Kulit : Berisi, liat dan lemas

3. Cat : Rata dan Mengkilap

4. Ketahanan Sobek : Kuat

5. Kelentingan/elastisitas : Lenting

B. Kimiawi

1. Kadar air : maks 20 %

2. Kadar abu jumlah : maks 2 % diatas Cr2O3

3. Kadar Cr2O3 : min 3 %

4. Kadar minyak/lemak : (2-6) %

5. pH : 3,5 – 7,0

Dalam menganalisa secara kimiawi kulit tersamak dapat dilakukan dengan cara

mempersiapkan contoh kulit uji yang akan dianalisa. Dalam pengambilan contoh uji untuk

pengujian kimia kulit tersamak dapat diambil pada bagian krupon, leher dan perut hal ini

dikarenakan bagian-bagian tersebut dapat mewakili semua bagian pada kulit dan pada

masing-masing bagian tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam

pengambilan contoh uji ini juga dilakukan dengan membedakan kulit hewan besar dan kulit

kecil. Pada pengambilan contoh uji pada hewan kecil seprti kulit box dari kulit kambing

dapat dilakukan sebagai berikut;

Page 4: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

4

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Keterangan:

AC : Garis punggung

D : Titik pangkal paha dan kaki belakang

DF//AC

E : Titik pangkal paha kaki depan

Setelah contoh uji dipotong dari kulit utuhnya kulit contoh uji dipotong kecil-kecil

dan dari semua bagian tadi dicampur menjadi sartu dan setelah kulit contoh uji siap

dilanjutkan dengan pengujian kimia yaitu; pengujian kadar air, kadar abu, kadar krom kadar

minyak, dan kondisi pH kulit.

Pengujian kadar air; kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat

didalam kulit tersamak dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air pada umunya

dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung. Kemudian persentase air yang

Page 5: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

5

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

menguap adalah kadar airnya cara uji kadar air yang biasa dilakukan pada saat ini adalah

cara pengeringan (oven drying) dan cara penyaringan serta penyulingan bersama

(condestilation).

Uji kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah mengusahakan

penguapan air dari contoh kulit dengan cara memberikan energi panas pada suhu 10020C,

kehilangan berat selama penguapan merupakan berat air yang terdapat didalam contoh kulit.

Kelemahan dengan menggunakan metode pengeringan antara lain, bahan-bahan

organik atau gas yang mudah menguap (volatil) akan ikut menguap sehingga mengurangi

ketelitian, sedangkan ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering, pergerakan diudara dalam

ruang pengering kelmbaban ruang pengering, tekanan ruang pengering, tebal lapisan dan

ukuran contoh, kontruksi alat jumlah bahan serta posisinya dalam alat pengering.

Pengujian kadar abu; kadar abu merupakan pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui jumlah bahan-bahan organik dan anorganik yang terdapat didalam kulit,

pengujian ini dilakukan dengan pemberian energi panas pada suhu >6000C sehingga bahan-

bahan tersebut menjadi abu dan jumlah abu yang dihasilkan ditimbang dan dinyatakan

sebagai persentase kadar abu.

Pengujian kadar krom, pengujian kadar krom dalam kulit bertujuan untuk

mengetahui kematangan dari suatu kulit yang disamak dengan menggunakan bahan

penyamak krom. Prinsip pengujian krom pada dasarnya ada 2 cara yaitu;

Oksidasi dengan cara pelelehan dengan Kalium Natrium Karbonat dan Boraks; abu

dari pengujian kadar abu dilelehkan pada suhu 6000-70000C, dengan campuran Na2CO3 dan

K2CO3 (dapat juga ditambah boraks), masing-masing sebanyak 2 gram, maka krom oksida

akan menjadi garam kromat, kemudian didinginkan dan dilarutkan dalam air, diasamkan

dengan HCl, selanjutnya sebagian dari larutan diperiksa kromnya secara yodometri dengan

menambah kalium iodida dilanjutkan dengan titrasi menggunakan larutan thiosulfat.

Oksidasi dengan Asam Perklorat; abu dipindahkan dalam gelas piala, kemudian

ditambah dengan asam sulfat pekat dan asam perklorat, gelas piala ditutup dengan kaca

arloji lalu dipanasi sampai warna larutan menjadi bikromat. Larutan didinginkan kemudian

ditambah dengan air suling dan dipanaskan kembali sampai klor bebasnya hilang.

Selanjutnya kadar krom oksidnya ditetapkan secara iodometri. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut;

Page 6: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

6

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Cr2O7 + H+ + I- Cr3+ + I2 + H2O

I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

Kadar krom oksida dinyatakan sebagai persen dari berat contoh kulit. Yang

dinyatakan sebagai berikut;

1 ml Thio Sulfat setara dengan 0,0253 gram krom oksida.

Analisa pH; Menurut Arrhenius bahwa derajat keasaman (pH) adalah negatif

logaritma logaritma dari konsentrasi ion hidrogen. Pada air murni terdapat ion-ion tersebut

adalah H+ dan OH-.

H2O H+ + OH-

Pada keseimbangan Ks = [H + ] [OH - ]

[H2O]

[H2O] dianggap tetap, 1 liter = 1000 gram dan mengandung 1000 : 18 = 55,5 gram

molekul.

K air = Ks. H2O = [H+] [OH-] = 10-14, sehingga [H+] [OH-] = 10-14

Maka [H+] = [OH] = 10-7 gram ion perliter, ternyata satu ion H setara dengan satu

ion OH-, maka dapat disimpulkan bahwa satu gram asam atau basa adalah jumlah asam atau

basa yang mengandung satu gram ion H+ atau satu ion OH-.

Untuk suatu zat tertentu dapat disebut asam apabila zat tersebut jika dilarutkan

menghasilkan ion H+, dan apabila zat tersebut menghasilkan ion OH- maka zat tersebut

adalah basa.

Pengujian kadar lemak/minyak; pada proses pengolahan kulit, minyak/lemak tetap

dipertahankan pada kadar tertentu, bahkan pada tahap peminyakan kandungan minyak

dalam kulit ditambah yang bertujuan untuk membuat kulit menjadi lemas sehingga kulit

menjadi lemas tidak kaku.

Minyak didalam kulit akan sangat mengganggu, terutama jika minyak berlebihan

maka kulit akan sukar direkatkan menggunakan lem dan akan mudah ditumbuhi jamur, dan

apabila minyak yang sangat sedikit didalam kulit maka kulit akan menjadi kaku dan mudah

retak.

Untuk mengetahui jumlah minyak didalam kulit tersamak dilakukan dengan

memisahkan minyak dalam kulit tersamak dengan menggunakan bahan pelarut organik

antara lain ; karbon tetra klorida, eter, kloroform, benzen dan lain-lain. Metode yang

Page 7: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

7

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

digunakan adalah extraksi sedangkan pemisahan minyak dengan bahan pelarut dilakukan

dengan destilasi.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. Persiapan dan pembuatan Contoh Uji

a. Gunting stainles steel

b. Alat pengukur luas kulit

c. Timbangan

d. Penggaris

e. Pisau stainless stell

2. Analisa Kadar Air Kulit Boks

a. Cawan Porselen

b. Gelas arloji

c. Gunting

d. Eksikator

e. Timbangan analitik

f. Cruss tank

g. Oven

3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks

a. Cruss porselen

b. Cruss tank

c. Gelas arloji

d. Gunting

e. Neraca analitik

f. Furnace / muffl

4. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks

a. Erlenmeyer 250 ml

b. Gelas arloji

c. Labu takar 500 ml

d. Pipet volum 50 ml

e. Gelas ukur 100 ml

f. Kompor listrik

g. Neraca Analitik

h. Pipet tetes

i. Buret

j. Propipet

k. Botol semprot

5. Analisa pH Dalam Kulit Boks

a. Neraca analitik

b. Gelas arloji

c. Pengaduk magnetik

d. pH meter

e. Gelas beker

f. Erlenmeyer bersumbat asah

6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks

a. Satu set alat penyari sokhlet

b. Oven

c. Desikator

d. Panci

Page 8: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

8

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

e. Cawan porselen

f. Gelas arloji

g. Neraca analitik

h. Statif dan klem

i. Kompor

j. Labu didih

k. Buret

l. Crustang

Bahan:

1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji

1 feet Kulit boks dari Kambing

2. Analisa Kadar Air Dalam Kulit Boks

5 gram potongan kulit Boks

3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks

potongan kulit box 3 gram.

4. Analisa Krom Oksida Dalam Kulit Boks

Abu dari analisa kadar abu

Aquades

Asam Nitrat (HNO3) pekat

Asam Pekrolat ( HClO4) pekat

Asam Sulfat ( H2SO4) pekat

Asam klorida pekat

Larutan Kalium Jodida 10 %

Larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N

Indikator amilum

5. Analisa pH dalam Kulit Boks

Contoh uji kulit box 5 gram

Aquades hangat

6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks

10 gram contoh uji kulit box

Pelarut organik Petrolium Benzen

Kertas saring dan kapas

D. LANGKAH KERJA

1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji

a. Kulit diamati menurut jenis kulitnya, kemudian dilakukan pengujian organoleptis

secara visual meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek,

kelentingan/elastisitas

b. Menentukan luas kulit

Page 9: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

9

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

c. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher dan perut pada

lembaran kulit dengan menggunakan penggaris

d. Contoh uji kulit dipotong dengan menggunakan pisau stainless stile, kemudian

dipotong menjadi ukuran kecil-kecil dengan ukuran 5 x 0,5 mm2

e. Potongan kulit dicampur sehingga tercampur secara homogen

f. Potongan sampel kulit kemudian ditimbang menggunakan wadah yang bersih

g. Setelah itu disimpan ditempat yang bersuhu kamar. (Gambar cara pengambilan

sampel terlampir)

2. Analisa Kadar Air kulit Boks

a. Cawan porselen dicuci dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan suhu 105 oC, kemudian cawan dikeringkan dengan desikator selama 10 menit.

b. Cawan porselen ditimbang sebagai berat kosong.

c. Potongan kulit dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian ditimbang.

d. Cawan porselen yang telah diisi dengan sampel kulit dimasukkan dalam oven

dengna suhu 102 oC selama 2 jam

e. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian

ditimbang.

f. Dilakukan pemanasan dan penimbangan berulang-ulang hingga diperoleh berat

tetap.

3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks

a. Cruss porselen dicuci dan dikeringkan dengan oven selama 30 pada suhu 105 oC,

kemudian cruss porselen didinginkan dalam desikator selama 10 menit.

b. Cruss porselen ditimbang sebagai berat kosong.

c. 3 gram potongan/guntingan kulit dimasukkan kedalam cruss porselen, kemudian

dicatat beratnya.

d. Cruss porselen yang telah diisi dengan sampel kulit, lalu dimasukkan kedalam

furnace dengan suhu 700 oC selama 15 menit.

e. Cruss porselen dan sampel yang telah dimasukkan kedalam furnace kemudian

didinginklan dengan desikator

f. Setelah itu cawan ditimbang.

Page 10: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

10

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

4. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks

a. Abu kulit diimbang dan dipindahkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan diambahkan

dengan 20 ml HNO3 pekat, 15 ml HClO4 pekat dan 10 ml H2SO4 pekat.

b. Erlenmeyer dituup dengan kaca arloji, kemudian dipanaskan dengan kompor listrik

sampai larutan menjadi berwarna jingga, pemanasan dilanjutkan selama 2 menit.

c. Larutan didinginkan, setelah itu ditambahkan dengan kurang lebih 125 ml aquades

dan dipanaskan kembali selama 7 menit.

d. Larutan didinginkan kembali, kemudian diencerkan menjadi 500 ml menggunakan

labu takar.

e. Larutan dipipet 200 ml dan diamsukkan dalam erlenmeyer bersumbat asah dan

ditambahakan dengan 10 asam klorida pekat dan 10 ml laruan kalium yodida 10

%.

f. Erlenmeyer ditutup rapat-rapat dan disimpan ditempat gelap selama 2 menit.

g. Laruan dititrasi sengan larutan Natrium thio Sulfat 0,1 N dengan ditambahkan

indikator amilum saat mendekati titik akhir titrasi.

5. Analisa pH Dalam Kulit Boks

a. Aquades sebanyak 400 ml dididihkan, kemudian didinginkan dan ditutup

b. Contoh uji kuli box ditimbang sebanyak 5 gram, dan dimasukkan kedalam

erlenmeyer 200 ml. Kemudian dimasukkan air suling dan diaduk dengan shekker

frequensi 50 kali/menit selama 4 jam.

c. Larutan dienap tuangkan kedalam gelas bekker dan diukur pH-nya.

d. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan menjadi 10 kalinya dengan

aquades dan diukur pH-nya kembali.

6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks

a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Sampel kulit dimasukkan dalam kertas saring dan disumbat dengan kapas dan

dibuat selongsong.

c. Labu sokhlet dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC, setelah itu didinginkan

dengan desikator.

d. Selongsong kulit dimasukkan kedalam sohklet dan labu godog diisi dengan pelarut

organik (Petrolium Benzen) sebanyak 2/3 volum labu.

Page 11: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

11

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

e. Setelah itu dilanjutkan dengan ekstraksi dengan 20 kali sirkulasi, masing-masing

sekitar 15 menit.

f. Setelah dilakukan 20 kali sirkulasi, selongsong diambil dari sohklet. Kemudian

alat dirangkai kembali untuk mengambil pelarut yang tersisa.

g. Minyak hasil ekstraksi dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian dioven

untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut dalam minyak.

h. Setelah itu, minyak didinginkan dengan desikator dan ditimbang sampai

memperoleh berat yang konstan.

E. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

1. Persiapan dan Pembutan Contoh Uji

Pengujian organoleptis dari kulit box adalah sebagai berikut:

a. Panjang kulit box : 70 cm

b. Lebar kulit box : 38,4 cm

c. Rataan cat : cat rata

d. Rataan nerf : baik

e. Kelentingan : tidak lenting

f. Kelepasan nerf : tidak lepas

g. Ketahanan sobek : kuat

Kulit yang digunakan sebagai contoh uji adalah kulit box dari kulit kambing.

Bagian kulit kambing yang diambil sebagai sampel adalah bagian leher, krupon, dan

perut pada kedua sisi kulit.

Berat yang diperoleh dari pembuatan contoh uji adalah 67,45 gram

2. Analisa Kadar Air kulit Boks

Sampel berupa potongan kulti box kecil-kecil dan berwarna hitam.

Diketahui:

Berat cawan kosong : 35,555 gram

Berat sampel kulit : 5,002 gram

Berat cawan + kulit sebelum dioven : 40,557 gram

Berat cawan + kulit setelah dioven : 39,933 gram

Ditan: Berapa kadar air dalam kulit?

Page 12: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

12

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Jawab:

Kadar air =

( Berat cawan+sampel awal) – ( Berat cawan + sampel akhir) x 100%

Berat sampel kulit

= 40,557 gram – 39,933 gram x 100 %

5,002

= 12,475 %

Jadi kadar air yang terkandung dalam kulit boks yang kami uji adalah 12,475 %

(sesuai SNI).

3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks

Sampel berupa potongan kulit box kecil-kecil dan berwarna hitam.

Diket:

Berat cruss kosong : 10,679 gram

Berat kulit sampel : 3,005 gram

Berat cruss + sampel : 13,684 gram

Berat abu + cawan : 10,8953 gram

Ditan: Berapakah kadar abu dalam kulit box?

Jawab:

Kadar abu= ( Berat cruss + abu) – Berat cruss kosong x 100 %

Berat sampel kulit

= 10,8953 gram – 10,679 gram x 100 %

3,005 gram

= 7,198 %

Jadi kadar abu dalam kulit yang kami uji adalah 7,198 % (tidak sesuai SNI)

4. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks

Dari hasil praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Berat Abu kulit yang digunakan adalah 0,02138 gram

b. Setelah penambahan HNO3 pekat, HClO4 pekat dan H2SO4 pekat, larutan tetap

berwarna abu-abu.

c. Warna larutan yang dipanaskan adalah hijau kemudian berubah menjadi orange.

Page 13: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

13

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

d. Titrasi:

1) Larutan + Asam klorida : berwarna orange

2) Larutan + asam klorida + KI : berwarna merah tua/agak kecoklatan

3) Dititrasi hingga mendekati titik akhir titrasi berwarna orange muda

4) Ditetesi 3 tetes indikator amilum berwarna biru tua/ kehitaman

5) Titik akhir titrasi adalah bening

Volum titran : V1 : 3,2 ml

V2: 3,1 ml

Vrata-rata : 3,15 ml

Perhitungan:

Diket: v thio = 3,15 ml

N thio = 0,1 N

Berat abu = 0,2138 gram

Berat sampel = 3,005 gram

Kadar krom Okside:

= Berat abu yang dipindahkan x 500/100 x v thio x N thio x 0,0253 x 100 %

Berat Contoh uji

= 0,2138 gr x 500/100 x 3,15 ml x 0,1 N x 0,0253 x 100 %

3,005 gram

= 0,2835 %

Jadi kadar krom oksid dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,2835 % (tidak

sesuai SNI)

5. Analisa pH Dalam Kulit Boks

Dari hasil praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Sampel kulit box berwarna hitam

b. Sampel ditambahkan aquades, kulit mengapung diatas

c. Pengadukan 1: Kulit masih mengapung diatas dan warna air mulai keruh

d. Pengadukan 2: Pada pengadukan lebih dari satu jam pertama kulit mulai

tenggelam dan mulai merata saat diaduk.

e. pH larutan setelah 4 jam pengadukkan adalah 3,55 (sesuai SNI)

f. pH larutan setelah pengenceran adalah 6,32 (sesuai SNI)

Page 14: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

14

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks

Volum pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah 300 ml

Berat kulit sampel : 10,003 gram

Berat cawan porselen : 29,710 gram

Berat cawan + minyak : 29,7639 gram

Berat minyak = ( Berat Cawan + minyak) – Berat Cawan kosong

= 29,7639 gram - 29,710 gram

= 0,0539 gram

Kadar minyak = Berat minyak x 100 %

Berat sampel

= 0,0539 gram x 100 %

10,003 gram

= 0,5388 %

Jadi Kadar minyak/lemak dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,5388 %

(tidak sesuai SNI) .

F. PEMBAHASAN

1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji

Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan

menggunakan panca indra atau dilakukan secara visual, dan dibantu dengan alat yang

sederhana, dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit,

keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.

Uji kelepasan nerf dilakukan dengan melihat fisik dari kulit. Jika kulit yang diuji

nerfnya lepas, maka kulit tersebut tidak baik jika digunakan sebagai sepatu karena akan

mudah mengelupas jika terkena benda keras.

Keadaan cat diuji dengan melihat kerataan cat pada semua bagian permukaan kulit

yang diuji. Jika kulit yang diuji catnya tidak rata, maka pada produk jadinya kurang

disenangi.

Uji kelentingan dilakukan dengan setengah menggulung kulit, kemudian melihat

proses kembalinya. Jika kulit cepat kembali maka kulit tersebut lenting, jika sebaliknya kulit

lama kembali atau terlalu lemas maka kulit tersebut kurang lenting. Kulit yang kami uji

Page 15: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

15

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

kurang lenting sehingga kurang cocok sebagai bahan sepatu, karena kulit yang kurang

lenting sulit untuk mempertahankan kestabilan bentuk sepatu.

Pada uji sobek terhadap kulit, dilakukan dengan cara menarik sebagian sisi kulit, jika

saat penarikan kulit sobek maka kulit tersebut mempunyai ketahanan sobek yang tidak baik

atau kulit terlalu getas dan dalam pemakaiannya kulit akan cepat rusak. Jika sebaliknya

maka dapat dikatakan bahwa kulit mempunyai ketahanan sobek yang baik. Kulit yang kami

uji mempunyai ketahanan sobek yang baik, karena kulit yang kami uji tidak sobek saat

pengujian.

Pengukuran panjang diukur dari ujung leher sampai ujung ekor. Panjang kulit yang

kami ukur adalah 70 cm dan lebar kulit box adalah 38,4 cm yang diukur dari ujung perut

sampai ujung perut lainnya.

Tempat pengambilan contoh pada lembaran kulit untuk keperluan pengujian kimiawi

sama dengan pengambilan contoh untuk uji fisis. Bagian yang diambil adalah bagian leher,

krupon, dan perut. Hal ini dilakukan karena bagian-bagian ini merupakan bagian yang

mewakili seluruh bagian kulit.

2. Analisa Kadar Air Kulit Boks

Dalam praktikum analisa kadar air ini kami menggunakan metode pengeringan

dengan oven. Langkah awal dari praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan cawan

porselen dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk

menghilangkan kadar air dalam cawan, sehingga diperoleh berat cawan yang benar-benar

kering. Pada suhu mulai dari 100oC air mulai menguap, sehingga suhu 105oC efektif

digunakan untuk menguapkan air dalam cawan sehingga diperoleh cawan kering. Setelah

proses pengeringan dengan oven, cawan dimasukkan kedalam desikator untuk menstabilkan

berat cawan, karena jika cawan dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah menyerap uap air

dari udara. Sehingga akan menambah berat cawan. Cawan porselen yang ditimbang dicatat

sebagai berat cawan kosong yang akan digunakan dalam perhitungan kadar air.

Setelah itu cawan yang telah diisi sampel kulit dimasukkan dalam oven dengan suhu

102 oC selama 2 jam. Proses ini bertujuan untuk menguapkan kadar air dalam kulit,

sehingga berat kulit berkurang dan uap air yang menguap adalah berat air yang terkandung

dalam kulit tersebut. Kemudian, berat cawan dan sampel kulit ditimbang kembali setelah

didinginkan dalam desikator. Berat ini dicatat sebagai berat setelah pengeringan yang akan

digunakan dalam perhitungan kadar air. Cawan porselen yang digunakan adalah alat untuk

Page 16: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

16

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

memanaskan suatu sampel jika memerlukan pemanasan dalam oven. Sehingga tahan

terhadap suhu tinggi dan biasa digunakan dalam analisis kadar air dalam suatu sampel.

Dari data perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar air dalam kulit box

sebesar 12,475 %. Dengan cara perhitungan sebagai berikut:

Kadar air = ( Berat cawan+sampel awal) – ( Berat cawan + sampel akhir) x 100%

Berat sampel kulit

Dalam SNI (standar Nasional Indonesia), kadar air dalam kulit box maksimal

adalah 18 %. Karena jika kadar kulit yang terdapat dalam kulit lebih dari 18 % maka kulit

akan lembab dan mudah berjamur.

Selain dengan cara pengeringan (oven drying), analisa kadar air juga dapat dilakukan

dengan cara penyaringan dan penyulingan. Kelemahan dengan menggunakan metode

pengerinmgan antara lain, bahan-bahan organik atau gas yang mudah menguap akan ikut

menguap, sehingga akan mengurani ketelitian. Sedangkan ketelitian dapat dipengaruhi oleh

ruang pengering, pergerakan udara didalam pengering, kelembapanruang pengering, tekanan

ruang pengering, tebal dan tipisnya ukuran contoh, konstruksi alat dan jumlah bahan serta

posisinya dalam alat pengering. (Hermiyati, 2009)

3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks

Dalam praktikum analisa kadar abu ini kami menggunakan metode pengeringan

dengan furnace / muffl. Langkah awal dari praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan

cruss porselen dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk

menghilangkan kadar air dalam cruss, sehingga diperoleh berat cruss yang benar-benar

kering. Pada suhu mulai dari 100oC air mulai menguap, sehingga suhu 105oC efektif

digunakan untuk menguapkan air dalam cruss sehingga diperoleh cruss kering. Setelah

proses pengeringan dengan oven, cruss dimasukkan kedalam desikator untuk menstabilakan

berat cruss, karena jika cruss dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah menyerap uap air

dari udara. Sehingga akan menambah berat cruss. Cruss porselen yang ditimbang dicatat

sebagai berat cruss kosong yang akan digunakan dalam perhitungan kadar abu.

Berat sampel yang digunakan dalam pengujian kadar abu adalah 3 gram. Sampel

dimasukkan kedalam furnace untuk diabukan, proses ini dilakukan selama 15 menit saat

suhu telah mencapai 700 oC. Setelah 15 menit pengabuan, furnace dimatikkan terlebih

dahulu. Pengambilan sampel yang telah diabukan dilakukan ketika sampel telah dingin.

Page 17: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

17

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Karena suhu yang yang terlalu panas akan membahayakan praktikan dalam melakukan

praktek.

Sebelum dilakukan penimbangan, sampel didinginkan dalam desikator untuk

menstabilkan berat cawan, karena jika cawan dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah

menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cruss. Cruss porselen yang

setelah dilakukan pengabuan ditimbang dan dicatat sebagai berat cruss + sampel yang akan

digunakan dalam perhitungan kadar abu. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Kadar abu= ( Berat cruss + abu) – Berat cruss kosong x 100 %

Berat sampel kulit

Berat abu yang kami peroleh dari pengujian ini adalah 7,198 %. Dalam SII 0018 –

79 kadar abu yang diperoleh maksimal 2 % diatas kadar krom oksid, sedangkan kadar krom

yang kami peroleh adalah 0,2835 %. Jadi kulit yang kami uji tidak memenuhi dalam standar

yang telah ditetapkan oleh SII. Kadar abu yang lebih dari 2 % diatas kadar krom oksid

berarti dalam kulit tersebut masih terdapat banyak garam-garam anorganik yang akan

menyebabkan rasa kurang nyaman jika dalam pemakaian kulit ini digunakan sebagai bahan

sepatu. Kadar abu yang terlalu tinggi dapat disebabkan oleh proses pencucian yang kurang

sempurna dalam penyamakan kulitnya.

Berat abu ini kemudian digunakan sebagai bahan untuk pengujian kadar krom oksid

kulit boks yang kami ujikan.

4. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks

Krom (Cr2O3) merupakan bahan atau zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama

penyamakan kulit box yang bertujuan untuk membuat sifat kulit dari sifat labil menjadi

stabil (matang) dan menimbulkan sifat-sifat lainya pada kulit yang disamak dengan krom,

sehingga matangnya atau berhasilnya suatu hasil penyamakan kulit dapat dilihat dari

seberapa besar kandungan krom didalam kulit tersebut karena apabila kandungan krom

didalam kulit sangat sedikit atau kurang dari 3% (Standar industri Indonesia) maka kulit

tersebut diasumsikan proses penyamakanya belum matang dan dalam kata lain

kestabilitasanya masih kurang sehingga kemungkinan terjadi kerusakan masih sangat besar

serta sifat-sifatnya kurang memenuhi standar kulit samak. Dalam proses penyamakan kulit

kadar krom yang kurang akan membuat kulit mengalami penyusutan lebih dari 10% pada

saat di uji dengan boilling test. Sehingga dengan begitu akan membuat kulit jadinya tidak

Page 18: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

18

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

tahan suhu tinggi dan sinar matahari yang berlebihan karena akan membuat kulit menjadi

mengkerut.

Untuk mengetahui kadar krom (Cr2O3) yang terkandung dalam kulit tersamak dapat

dilakukan analisa terhadap kulit tersamak tersebut dalam praktikum ini analisa yang

dilakukan adalah dengan metode titrasi iodometri namun sebelum melakukan titrasi

praktikan terlebih dahulu menyiapkan sampel dan menambahkan bahan-bahan pembantu,

dalam proses analisa ini bahan yang digunakan adalah abu dari hasil analisa kadar abu pada

kulit box kemudian abu ditambahkan dengan HNO3 pekat, HClO4 pekat dan H2SO4 pekat

yang berfungsi untuk melarutkan kadar krom yang terkandung dalam abu tersebut kemudian

mengubahnya dengan cara mengoksidasi larutan tersebut menjadi krom yang bervalensi 6+

dan proses reaksi ini juga dipercepat dengan proses pendidihan sehingga larutan ini mampu

bereaksi dengan larutan thiosulfat dan perubahan ini dapat dilihat atau diamati dari

terjadinya perubahan warna pada larutan yaitu dari hijau menjadi kuning, kemudian setelah

krom bervalensi 6+ terbentuk larutan kembali ditambahkan dengan asam klorida yang

bertujuan untuk membuat suasana asam pada larutan dan setealah itu larutan ditambahkan

kembali dengan larutan KI yang bertujuan untuk menghasilkan iodium dari hasil reaksi

antara KI dengan Cr2O3 bervalensi 6+ dan kelebihan KI inilah yang dititrasi dengan larutan

thiosulfat sehingga diketahui berapa jumlah KI yang bereaksi dengan krom dan dengan

begitu kadar krom yang terkandung dalam sampel tersebut dapat diketahui jumlahnya.

Dari hasil analisa yang dilakukan oleh praktikan terhadap abu kulit box didapat hasil

bahwa sampel kulit boxs tersebut mengandung krom sebesar 0,2835 % dan ini

membuktikan bahwa kulit box yang dianalisa tidak memenuhi standar industri Indonesia

yang menyebutkan sekurang-kurangnya kandungan krom oksid adalah 3% dan ini berarti

kulit boxs yang dianalisa belum terlalu matang atau tingkat kestabilitasanya masih kurang

dan ini juga mempengaruhi sifat organoleptis pada kulit yaitu tingkat kelentingannya yang

kurang dan apabila dilipat kulit lambat kembali dan menimbulkan bekas pada kulit,

sehingga dari analisa ini dapat diketahui titik permasalahannya yaitu terjadi pada proses

penyamakan (tanning) yang belum optimal atau belum sempurna dan hal ini dapat

diakibatkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan kurang optimalnya zat penyamak

(krom) masuk kedalam kulit dan kurang optimalnya zat penyamak ini masuk kedalam kulit

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula seperti kondisi pH larutan yang kurang tepat

(>2-3) pada saat penambahan krom karena krom akan mudah masuk kedalam kulit pada pH

Page 19: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

19

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

2-3 atau dipengaruhi perlakuan mekanis seperti kecepatan dan waktu putaran yang kurang

optimal sehingga penetrasi krom menjadi terhambat kedalam kulit.

5. Analisa pH Dalam Kulit Boks

Tujuan dari analisa pH dalam kulit bertujuan untuk mengetahui ketahanan kulit

samak terhadap asam maupun terhadap basa karena menurut Jayusman dalam buku

penuntun praktikum ilmu bahan II menyebutkan bahwa apabila pH kulit samak dibawah

angka 3,5 tanpa buffer maka kulit tersebut akan muda rusak apabila terkena larutan asam

dan begitu juga sebaliknya apabila pH larutan kulit samak melebihi dari angka 7 maka kulit

akan cepat rusak apabila terkena larutan basa dan keadaan pH ini juga sangat mempengaruhi

kenyamanan pada hasil kulit samak tersebut apabila dipakai oleh manusia.

Untuk menganalisa keadaan pH dalam kulit box dapat dilakukan dengan cara

mengektraksi kandungan yang ada didalam kulit dengan cara merendam kulit dalam

aquades dan mengaduknya dengan sheker frekuensi dengan kecepatan yang kontinyu

selama 2,5 jam, dalam proses analisa ini untuk kulit kelompok 2 mengalami kesukaran pada

saat proses pengadukan hal ini terjadi karena kadar air untuk sampel kulit 2 adalah kadar air

yang paling rendah dibandingkan dengan sampel kelompok lain sehingga penetrasi air

kedalam serat kulit menjadi terhambat karena massa jenis sampel lebih kecil daripada massa

jenis air sehingga sampel hanya mengapung diatas air sehingga membutuhkan waktu yang

lebih untuk membasahi sampel kulit tersebut dan dengan begitu akan mengganggu proses

larutnya kandungan bahan dalam kulit karena sentuhan mekanisnya tidak optimal sehingga

menganggu keakuratan hasil analisa, dan diasumsikan bahwa tidak semua bahan yang

terkandung dalam kulit tersebut larut dalam air sehingga mempengaruhi pada pengukuran

keadaan pH larutan tersebut. Dan dari analisa ini praktikan berkesimpulan bahwa kadar air

didalam kulit dapat mempengaruhi hasil analisa pH kulit dan oleh karena itu praktikan

menganjurkan untuk menganalisa kulit yang memiliki kadar air rendah untuk proses

pengadukannya diharapkan lebih lama agar hasilnya optimal. Sedangkan dari hasil analisa

ini praktikan mendapatkan hasil analisa adalah pH larutan setelah pengadukan selama 4 jam

adalah 3,55 dan pH larutan setelah dilakukan pengenceran adalah 6,32 dan untuk hasil

analisa ini bahwa pH sampel kulit boxs yang dianalisa memenuhi SII (standar industri

indonesia) untuk kulit boxs. Dan ini berarti menunjukkan kandungan bahan yang ada

didalam kulit tersebut adalah bersifat asam dan ini sesuai karena penyamakan dengan

menggunakan bahan krom dilakukan pada kondisi asam. Namun untuk selisih kondisi pH

Page 20: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

20

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

setelah pengadukan 4 jam dan setelah pengenceran dengan faktor pengencer 10/100 sangat

besar yaitu 2,77 yang seharusnya berkisar 0,7 atau kenaikannya hanya sebesar 20%.

6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks

Minyak merupakan komponen yang penting dalam proses penyamakan kulit karena

akan memberi efek kelemasan dan kelembutan pada hasil kulit jadinya, namun, untuk

penggunaan minyak sendiri pada kulit boxs memiliki ukuran tertentu yaitu kulit

mengandung minyak tidak kurang dari 2% dan tidak lebih dari 6% hal ini dikarenakan

apabila kandungan minyak pada kulit kurang dari 2% maka kulit akan menjadi kaku dan

mudah retak sehingga sifat kulit samak yang diinginkan untuk pembuatan kulit samak

kurang tercapai, sedangkan apabila kandungan minyak lebih dari 6% maka kulit hasil

samaknya akan sulit dilem dan mudah ditumbuhi jamur karena terlalu lemas dan ini akan

mengganggu pada proses pembuatan produk akhirnya, namun dari refernsi lain

menyebutkan apabila minyak yang digunakan adalah minyak sintetis, kandungan minyak

didalam kulit bisa sampai 10% dan tidak menganggu proses pengeleman.

Untuk mengetahui kadar minyak didalam kulit tersamak dapat dilakukan dengan

cara analisa dan dalam praktikum ini praktikan menganalisa kandungan minyak didalam

kulit dengan metode ektraksi menggunakan sokhlet, yaitu sampel kulit dibuat dalam bentuk

selongsong kemudian dimasukkan kedalam sokhlet yang dirangkai dengan labu didih yang

diisi dengan bahan pelarut minyak dan dalam praktikum ini bahan pelarut yang digunakan

adalah petrolium benzen karena petrolium benzena memiliki titik didih yang rendah yaitu

berkisar 400C sehingga dapat mempercepat terjadinya sirkulasi dan untuk proses ektraksi ini

dilakukan sebanyak 20 sirkulasi dengan asumsi minyak yang terkandung dalam kulit

sebagian besar telah terlarut dan terbawa oleh larutan petrolium benzen kedalam labu didih

dan pada saat telah mencapai 20 sirkulasi larutan petrolium benzen kembali untuk

dipanaskan dengan cara destilasi yang bertujuan untuk memisahkan sisa larutan petrolium

benzena dengan hasil kandungan minyak dan setelah proses pemisahan dengan cara destilasi

ini selesai minyak yang terdapat dalam labu didih dipindahkan kedalam krus porselin dan

kembali dikeringkan didalam oven yang bertujuan untuk menguapkan sisa-sisa petrolium

benzen sehingga hasil yang didapat merupakan minyak murni, kemudian setelah distabilkan

suhunya didesikator hasil minyak ditimbang beratnya, dan dari hasil penimbangan tersebut

dapat diketahui jumlah kandungan minyak yang terkandung dalam kulit boxs.

Page 21: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

21

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Untuk hasil analisa kadar minyak dalam kulit box pada praktikum ini adalah sebesar

0,5388% dan ini membuktikan kadar minyak dalam kulit boxs yang dianalisa kurang

memenuhi standar namun dilihat dari fisisnya kulit yang dianalisa bersifat cukup lemas dan

lembut, dan dari kondisi ini praktikan berkesimpulan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi keakuratan hasil analisa, selain memang kadar minyak dalam sampel kurang

yang titik kesalahannya pada proses pemberian minyak pada kulit (fatliqouring) yang

kurang sempurna yang disebabkan dari beberapa faktor seperti pemilihan bahan dan

perlakuan pada proses yang kurang optimal, selain itu perlakuan selama proses analisa juga

sangat mempengaruhi seperti jumlah sirkulasi yang kurang sehingga minyak didalam kulit

tidak terlarut semua faktor lainya adalah pemilihan bahan pelarut yang tepat sehingga daya

pelarutanya terhadap minyak tidak optimal.

G. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum ini dapat diketahui bahwa:

Page 22: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

22

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Hasil pengujian organoleptis dari kulit box adalah sebagai berikut:

1. Panjang kulit box : 70 cm

2. Lebar kulit box : 38,4 cm

3. Rataan cat : cat rata

4. Rataan nerf : baik

5. Kelentingan : tidak lenting

6. Kelepasan nerf : tidak lepas

7. Ketahanan sobek : kuat

Hasil pengujian kimiawi kulit adalah sebagai berikut:

1. Kadar air dalam sampel kulit boks yang kami uji adalah 12,475 %.

2. Kadar abu dalam kulit boks yang kami uji adalah 7,198 %

3. Jadi kadar krom oksid dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,2835 %

4. pH larutan setelah 4 jam pengadukkan adalah 3,55, pH larutan setelah

pengenceran adalah 6,32

5. Kadar minyak/lemak dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,5388 %.

Dari hasil tersebut, hasil pengujian organoleptis kulit baik. Akan tetapi dalam uji

kimiawi kulit, kulit boks yang kami uji hanya kadar air dan pH yang memenuhi standar.

Untuk keseluruhannya kulit yang kami uji ini kurang memenuhi standar SII 0018 – 79.

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Kimia Kulit. Akademi

Teknologi Kulit Yogyakarta

Jayusman. Penuntun Praktikum Ilmu Bahan II Analisa/Uji Kulit. Akademi

Teknologi Kulit Yogyakarta

SII.0061 – 1974. “ Mutu dan Cara Uji Kulit Sarung Tangan dan Jaket “ Departemen

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta. 1974.

SII.0018 – 1979. “ Mutu dan Cara Uji Kulit Boks “. Departemen {erdagangan

Republik Indonesia. Jakarta. 1979.

LAPORAN PRAKTIKUM II

UJI AIR UNTUK PENYAMAKAN KULIT

Page 23: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

23

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

A. TUJUAN

Mahasiswa memahami dan mengerti serta mampu menganalisa air untuk proses

penyamakan yang kulit meliputi:

1. Kesadahan air

2. pH air

3. Kadar klorida

4. Kadar Besi

5. Kekeruhan air

B. DASAR TEORI

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya

ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air

keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air

dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion Kalsium dan Magnesium, penyebab

kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat.

Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun. Dalam air

lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan

menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang lebih kompleks adalah

melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v)

dari CaCO3.

Air bila dengan larutan sabun akan menghasilkan buih tetapi ada juga air yang tidak

memberikan buih dengan larutan sabun. Hal ini disebabkan air ini mempunyai kesadahan

yang cukup tinggi atau biasanya disebut air sadah. Kesadahan ini karena adanya kandungan

garam-garam Kalsium dan Magnesium dalam air. Ion-ion Kalsium dan Magnesium ini dapat

bereaksi dengan lemak yang ada dalam sabun dan menghasilkan endapan garam Kalsium

atau garam Magnesium dari lemak. Selama masih ada Kalsium maupun Magnesium dalam

air maka sabun tidak ada artinya lagi bagi keperluan, misalnya untuk mencuci.

Garam-garam Kalsium dan Magnesium yang dapat menyebabkan kesadahan adalah

garam-garam bikarbonat, Khlorida dan Sulfat. Garam bikarbonat dan Kalsium maupun

Magnesium jika dipanasi akan hilang, karena terurai sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O

Page 24: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

24

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kesadahan yang bersifat sementara ini disebut dengan kesadahan sementara

(temporir). Kesadahan yang disebabkan oleh garam-garam Kalsium maupun Magnesium

dengan Khlorida dan Sulfat tidak dapat hilang dengan pemanasan, kesadahan ini disebut

kesadahan total atau jumlah.

Air yang digunakan untuk proses penyamakan sebaiknya tidak mengandung besi,

atau kadar besinya harus kecil. Adanya logam besi pada air untuk proses penyamakan akan

menimbulkan bercak-bercak noda pada kulit hasil penyamakan. Agar air yang digunakan

untuk proses penyamakan memenuhi persyaratan ini perlu dilakukan uji analisis kadar besi.

Penyediaan air bersih dari air baku air permukaan yang membutuhkan pengolahan

penghilangan besi dan mangan, biasanya air tersebut berasal dari hypolimnion (lapisan

bagian bawah) dari danau yang dalam atau dari danau yang eutrop (kaya nutrien), dimana

kondisi reaksi reduksi berlangsung untuk selanjutnya deposit endapan besi dan mangan akan

berubah kembali ke dalam bentuk larutan. Besi pada air permukaan terdapat dalam beberapa

bentuk, antara lain dalam bentuk suspensi dari lumpur, tanah liat dan partikel (dispersi)

halus dari besi (IIl) hidroksida, [Fe(OH)3 ] dalam bentuk koloid dan organik kompleks.

Air tanah yang mengandung Fe (II) mempunyai sifat yang unik. Dalam kondisi tidak

ada oksigen air tanah yang mengandung Fe (II) jernih, begitu mengalami oksidasi oleh

oksigen yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ion Ferri dengan reaksi

sebagai berikut :

4Fe2+ + O2 + 10 H2O ——-> 4 Fe(OH)3 8 H+

Dan ini menyebabkan air menjadi keruh. Pada pembentukan besi (III) oksidasi

terhidrat yang tidak larut menyebabkan air berubah menjadi abu – abu.

Pada air tanah yang tidak mengandung Oksigen (O2) besi berada sebagai Fe2+ yang

larut dalam air. Untuk memisahkan besi dari air tersebut, dapat dilakukan proses aerasi

dalam udara terbuka dalam waktu tertentu. Dengan aerasi Fe2+ akan teroksidasi menjadi

Fe3+. Fe3+ sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutannya hanya di bawah beberapa mg per

liter), bahkan dapat menjadi Fe(OH)3 yang merupakan zat padat dan dapat mengendap.

Analisa besi dengan spektrofotometer menggunakan hidroksilamin, 1, 10-

fenantrolin, dan asam yang dipanaskan akan mengubah semua besi menjadi Fe2+

membentuk ion kompleks yang berwarna orange-merah. Absorbansi diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm.

Page 25: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

25

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Klorin atau Klorida berasal dari bahasa Yunani “cholosos”, yang berarti hijau pucat,

adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dengan symbol Cl. Gas klor berwarna kuning

kehijauan. Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air,

penjangkitan dan dalam pelunturan. Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu

klorida biasanya hanya ditemui di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida

biasanya dihasilkan melalui elektrolisis Natrium Klorida yang terlarut dalam air. Bersama

dengan Klorin, proses kloral kali ini menghasilkan gas Hidrogen dan Natrium Hidroksida

dengan persamaan sebagai berikut :

2NaCl + 2H2O ® Cl2 + H2 + 2NaOH

Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl

(asam hipoklorit). Ion Klorida (Cl-) tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl- dianggap

sebagai bahan yang aktif. HOCl yang tidak terpecah adalah zat pembasmi yang paling

efisien bagi bakteri. Proses desinfeksi lebih efisien pada suasana netral atau bersifat asam

lemah.

Konsentrasi Klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah,

sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi

Klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai.

Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat Klorida yang tinggi.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisa Kesadahan Air

Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, Buret, Penangas air, pipet volum 25 ml dan 50 ml,

labu ukur 200 ml, corong kaca, botol semprot, satif, propipet, kompor listrik dan klem.

2. Analisa Besi Secara Kualitatif

Erlenmeyer 250 ml, pipet ukur 1 ml, kompor listrik

3. Analisa pH

Beker glass 250 ml, pH meter.

4. Analisa kadar Clorida

Pipet tetes, Erlenmeyer 250 ml, pipet volum 10 ml, pipet ukur 10 ml, penangas air,

buret, satif,corong, kompor listrik, propipet, botol semprot dan klem.

5. Kekeruhan

Page 26: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

26

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Pipet ukur 50 ml, cawan porselen, Erlenmeyer 250 ml, corong kaca, oven, desikator,

kompor listrik, botol semprot, dan krustang.

Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisa Kesadahan Air

Sampel air sumur didesa druwo , indikator MO, larutan HCl 0,1 N, Wartha pheifer,

aquades, kertas saring.

2. Analisa Besi secara kualitatif

Air sampel sumur didesa druwo, larutan HNO3 5 N, larutan KCNS 0,1 N.

3. Analisa pH

Sampel air sumur didesa druwo, kertas pH

4. Analisa kadar Clorida

Sampel air didesa druwo, larutan HNO3 encer, larutan AgNO3 0,1 N, larutan HNO3

pekat, Aquades, KCNS 0,1 N

5. Kekeruhan

Sampel air sumur didesa druwo , dan kertas saring

D. LANGKAH KERJA

Dalam praktikum ini kami melakukan langkah kerja sebagai berikut:

1. Analisa Kesadahan Air

100 ml air sampel dipipet dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan

ditambahkan beberapa tetes indikator MO. Kemudian larutan dititar dengan HCl 0,1 N

sampai berwarna sindur, larutan titar yang butuhkan dicatat sebagai a. Cairan yang telah

ditirasi kemudian dididihkan selama 10 menit dan didinginkan. Setelah itu larutan ditambah

dengan wartha pheifer dan dididihkan kembali selama 10 menit kemudian didinginkan dan

dipindahkan kedalam labu ukur 200 ml dan ditambahkan dengan aquades hingga tanda

garis. Setelah itu larutan disaring dengan keras saring. Larutan dipipet sebanyak 100 ml, lalu

dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan ditambahkan indikator MO. Larutan titran yang

digunakan dicatat sebagai b.

Untuk blangko, larutan wartha pheifer dipipet sebanak 25 ml dan dimasukkan

kedalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian larutan ditambahkan dengan 50 ml aquades dan 2

tetes indikator MO. Setelah itu larutan dititrasi dengan HCl 0,1 N, larutan titran yang

dibutuhkan kemudian dicatat sebagai c.

Page 27: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

27

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kesadahan sementara = a ml x N HCl x 28o D

Kesadahan jumlah = (c ml – 2 b ml) x N HCl x 28o D

Kesadahan tetap = Kesadahan jumlah - Kesadahan sementara

2. Analisa Besi secara kualitatif

Sampel air dipipet sebanyak 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 5 N lalu

dipanaskan sampai tinggal setengahnya. Setelah itu, larutan didinginkan dan ditambahkan

dengan larutan Kalium Rodanida 0,1 N (KCNS 0,1 N). Bila terjadi perubahan warna

menjadi warna merah maka laruan tersebut mengandung besi sebagai ion ferri. Semakin

merah warnanya berarti semakin banyak kandungan besinya.

3. Analisa pH

Analisa pH dilakukan dengan pH meter atau kertas pH. Syarat air yang baik untuk

penyamakan kulit harus tidak berwarna, jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. pH air antara

6,5 – 7,0.

4. Analisa kadar Clorida

a. Kwalitatif

Sampel air diambil sebanyak 25-50 ml kemudian ditambahkan 3-5 tetes HNO3 encer

dan larutan AgNO3. Bila terjadi endapan putih dan larut dalam amonia berarti ada klorida.

b. Kwantiatif

Sampel air yang mengandung klorida dipipet sebanyak 10 ml dan ditambahkan 10

ml AgNO3 0,1 N dan 4 ml HNO3 pekat. Larutan kemudian dipanaskan selama 20 menit,

didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan 1 ml Nitrobenzena. Larutan diitrasi

dengan KCNS 0,1 N.

Perhitungan:

Volum contoh air = 10 ml

Volum titrasi = b ml

Volum AgNO3 yang bereaksi = (10-b) ml

Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5

5. Kekeruhan

Sampel air dipipet sebanyak 50 ml tanpa disaring, kemudian dimasukkan kedalam

cawan porselen yang telah dioven dan diketahui beratnya. Kemudian laruan dipanaskan

dengan penangas air sampai kering, lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100 ± 2 oC

Page 28: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

28

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

sampai berat tetap. Setelah itu cawan dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan kedalam

desikator kemudian ditimbang.

Mengulangi langkah kerja seperti diatas dengan sampel air yang telah disaring.

Kekeruhan = (berat sebelum disaring – berat setelah disaring) x 1000/50

E. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

1. Analisa Kesadahan Air

Air + Indikator MO = berwarna orange

Larutan dititrasi = berwarna merah sindur

Diket: V titran sampel (b) = 9,5 ml

V titran blangko (c) = 24,6 ml

Titrasi I (a) = 3,9 ml

N HCl = 0,1 N

Maka:

Kesadahan sementara = a ml x N HCl x 28 oD

= 3,9 ml x 0,1 N x 28

= 10,92

Kesadahan jumlah = (c ml – 2 b ml) x N HCl x 28o D

= (24,6 ml - 9,5 ml) x 0,1 N x 28

= 42,28

Kesadahan tetap = Kesadahan jumlah - Kesadahan sementara

= 42,28 - 10,92

= 31,36

2. Analisa Besi secara Kualitatif

Sampel + HNO3 = berwarna bening

Larutan + Lar kalium rodanida = berwarna bening

Hasil analisa larutan tetap bening.

3. Analisa pH

pH air sampel yang dicek dengan kertas pH adalah 7

pH air sampel yang dicek dengan pH meter adalah 7,7

4. Analisa Kadar Clorida

Hasil analisa kualitatif = larutan menghasilkan endapan dan berwarna keruh.

Page 29: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

29

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Hasil analisa kuantitatif =

Perhitungan :

V Contoh air : 10 ml

V titran : 0,5 ml

N KCNS : 0,1 N

V AgNO3 yang bereaksi : (10 – 0,5) ml = 9,5 ml

Maka:

Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5

= 5557,5 ml

5. Kekeruhan

Sampel yang tidak disaring (a):

Berat cawan = 41,091 gr

Berat cawan + sampel = 41,1214 gr

Endapan = (Berat cawan + sampel) - Berat cawan

= 41,1214 gr - 41,091 gr

= 0,0304 gr

Sampel yang disaring (b):

Berat cawan = 36,2176 gr

Berat cawan + sampel = 36,2452 gr

Endapan = (Berat cawan + sampel) - Berat cawan

= 36,2452 gr - 36,2176 gr

= 0,0276 gr

Maka:

Kekeruhan = (Endapan a – Endapan b) x 1000/25 ml

= (0,0304 gr - 0,0276 gr) x 1000/25 ml

= 0,112 gram

F. PEMBAHASAN

Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi,

misalnya Ca dan Mg. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral. Seperti yang

telah kita ketahui bahwa air yang digunakan dalam proses penyamakan adalah air harus

Page 30: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

30

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung zat-zat yang dapat menurunkan

mutu kualitas kulit yang diproses. Air yang sadah jika digunakan dalam proses liming

(pengapuran), akan menyebabkan timbulnya flek, begitu pula pada proses pikel. Dalam

proses penyamakan nabati, Ca2+ akan bereaksi dengan tannin dan akan menghasilkan Ca

tannat (warna lebih tua). Pada proses pengecatan, Ca2+ dalam air sadah akan bereaksi

dengan cat kationik, sehingga akan mengurangi jumlah cat yang dipakai karena akan

mengurangi efektifitas kerja cat.

Dalam praktikum ini larutan dididihkan, hal ini dilakukan untuk mengetahui

kesadahan sementara dan kesadahan jumlahnya. Karena, pada air yang mempunyai

kesadahan sementara (temporir) garam bikarbonat dan kalsium maupun magnesium akan

hilang jika dipanasi, karena terurai sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O

Sedangkan pada kesadahan jumlah atau total, garam-garam Kalsium maupun

Magnesium dengan Khlorida dan Sulfat tidak dapat hilang dengan pemanasan. Untuk

mengetahui nilai kesadahan sementara maupun kesadahan total maka dilakukan proses

titrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N sebagai larutan titrannya. Hasil praktikum

yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel air yang digunakan mempunyai kesadahan

jumlah yang tinggi, yaitu sebesar 42,28. Sehingga air ini tidak dapat digunakan sebagai air

untuk proses penyamakan.

Air tanah merupakan air yang banyak dipakai dalam industri penyamakan kulit

dan air yang mengandung besi dapat menimbulkan bercak-bercak pada kulit. Pada proses

soaking, besi dapat bereaksi dengan kulit sehingga warna kulit menjadi kecoklatan. Pada

proses tanning besi dapat membentuk Ferritannat sehingga warna menjadi lebih tua.

Sedangkan pada proses pengecatan besi yang bersifat kationik akan bereaksi dengan zat

anionik dan akan mengurangi efesiensi kerja pengecatan. Dengan mengetahui efek yang

ditimbulkan dari kandungan besi dalam air, maka sedapat mungkin air yang digunakan

dalam penyamakan kulit tidak mengandung besi yang berlebihan.

Untuk mengetahui kadar besi didalam air, dapat dilakukan analisa kadar besi

didalam air yaitu dengan cara memisahkan air dengan kandungan besi sebagaimana dalam

referensi disebutkan bahwa besi yang larut dalam air adalah berwujud Fe2+ sehingga untuk

memisahkannya dapat dilakukan dengan cara mengoksidasi besi tersebut menjadi Fe3+ dan

mengatur pH air pada pH 6-8 karena pada pH tersebut Fe3+ akan sulit larut dalam air dan

Page 31: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

31

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

bahkan akan mengendap karena berwujud padatan. Dalam praktikum ini oksidator yang

digunakan adalah HNO3 5 N. Pada analisa kadar besi dalam air contoh yang dibawah

praktikan didapat hasil bahwa didalam air tersebut tidak mengandung besi hal ditunjukkan

dengan tidak adanya endapan pada saat dan larutan tetap berwarna bening pada saat

ditambahkan larutan KCNS 0,1 N.

Dalam suatu proses penyamakan, pH air penyamakan sangatlah menentukan hasil

kulit yang diperoleh. Karena proses dalam penyamakan kulit banyak menggunakan bahan-

bahan kimia yang dapat bereaksi dengan air yang mempunyai kadar pH tertentu yang akan

digunakan. Perubahan pH dalam proses penyamakan ini akan berpengaruh besar terhadap

tiap tahapan proses dan hasil kulit jadinya. Oleh karena itu, air yang digunakan dalam

penyamakan harus netral (6,5 – 7). Sampel air yang kami uji mempunyai pH 7-7,7 sehingga

air tersebut dapat digunakan sebagai air penyamakan.

Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui

di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Untuk mengetahui kandungan klorida dalam

air dapat dilakukan dengan mereaksikan air sampel yang telah ditambahkan HNO3 sebagai

oksidator dengan larutan AgNO3. Dalam proses ini, ion Klorida akan terbentuk Klorida

dengan lapisan endapan putih perak.

Ag+ + Cl- AgCl (Ksp = 3 x 10-10)

Sedangkan untuk mengetahui kadar Cl dalam suatu sampel, dilakukan dengan proses

titrasi dengan menambahkan larutan AgNO3 dan HNO3 . Setelah itu larutan ditirasi dengan

larutan KCNS 0,1 N. Kadar Cl dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:

Volum contoh air = 10 ml

Volum titrasi = b ml

Volum AgNO3 yang bereaksi = (10-b) ml

Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5

Dalam kondisi tertentu air dapat bereaksi dengan udara bebas dan membentuk

H2CO3 H2O + CO2 + H2CO3, yang berfungsi menghilangkan kemungkinan

endapan putih dari Karbonat. Air yang digunakan dalam proses penyamakan yang

mengandung Cl akan menyebabkan terbentuknya flek-flek yang menendap pada kulit.

Kekeruhan dalam suatu air dapat disebabkan oleh kandungan mineral-mineral dalam

air (misal Ca, Fe, maupun Mg) maupun kandungan zat pengotor yang terdapat dalam air.

Dalam praktikum ini, untuk mengetahui kadar kekeruhan dalam suatu sampel air yang diuji,

Page 32: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

32

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dilakukan dengan membandingkan endapan yang terkandung dalam air yang tidak disaring

dan sampel air yang disaring. Proses dilakukan dengan menguapkan air dalam cawan

porselen hingga kering, kemudian mengovennya untuk menguapkan sisa-sisa air yang

terdapat dalam cawan. Air yang mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi tidak dapat

digunakan sebagai air penyamakan. Karena akan mengganggu proses penyamakan dan

mempengaruhi hasil kulit yang diperoleh.

Secara keseluruhan, air yang dapat digunakan sebagai air dalam proses penyamakan

harus mempunyai sifat:

- Tidak berwarna

- Jernih

- Tidak berbau

- Tidak berasa

- Kesadahan jumlah dalam air maksimum 15 derajat jerman

- Tidak diperbolehkan mengandung besi

- dan pH air normal yaitu antara 6,5 – 7,0.

G. KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Kesadahan jumlahnya adalah sebesar 42,28

b. Sampel air tidak mengandung unsur besi

c. pH sampel air adalah 7-7,7

d. Sampel air mengandung unsur Klorida

e. Nilai kekeruhannya adalah sebesar 0,112

kesimpulan bahwa air sampel yang diuji tidak cocok sebagai air penyamakan.

Karena syarat kesadahan dari air penyamakan yang tidak terpenuhi dan air sampel yang

diuji mengandung Klorida.

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Akademi Teknologi Kulit

Yogyakarta

Page 33: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

33

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

http://environmental-ua.blogspot.com/2009/04/klorida.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air

Purnomo, B. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi

Kulit. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM III

ANALISA UJI KADAR NATRIUM SULFIDA (Na2S)

A. TUJUAN

Tujuan dari praktikum analisa uji kadar natrium sulfide adalah untuk mengetahui

cara menguji kandungan natrium sulfide dengan baik dan benar serta menentukan jumlah

kwalitasnya.

Page 34: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

34

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

B. DASAR TEORI

Garam natrium sulfide yang dihasilkan biasanya tidak murni sebagai Na2S, tetapi

tercampur dengan Na2S2O3 dan Na2SO3 yang juga merupakan reduktor. Natrium sulfide

adalah senyawa yang biasanya digunakan dalam penyamakan kulit pada proses liming

sebagai perontok bulu. Hal ini dapat terjadi, karena senyawa sulfide dapat memutuskan

jembatan sulfide dari bulu/ keratin yang akhirnya lepas dari kulit.

Natrium sulfide dapat dibuat dengan konvensional yaitu dengan mereaksikan garam

Na2SO4 dan serbuk arang yang dipanaskan pada suhu 9000C - 10000C. dalam perdagangan

kadang-kadang Na2S bercampur dengan natrium hidrosulfit, sehingga perlu pengujian untuk

mengetahui kadar Na2S murni maupun reduktor lain selain Na2S. kadar natrium sulfide yang

baik apabila mempunyai kadar Na2S sebanyak 70%. Prinsip pengujian kadar Na2S ditambah

dengan larutan iodide 0,1 N berlebihan kemudian kelebihan iod dititrasi kembali

menggunakan larutan standar natrium thiosulfat.

Cara uji jumlah reduktor dilakukan dengan cara sebagai berikut; larutan Na2S

ditambah larutan yod 0,1 N yang berlebihan. Kemudian kelebihan iod dititar kembali

dengan larutan natrium thiosulfat 0,1N. sedangkan cara uji reduktor selain Na2S, larutan

sulfide ditambah seng karbonat supaya sulfidanya mengendap, disaring dan ditambahkan

yod o,1 N berlebihan, kelebihan yod kembali dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1N. dibuat

juga titrasi blanko, selisih dari jumlah reduktor dan reduktor selain Na2s adalah kadar Na2S,

kualitas Na2S dikatakan baik apabila mempunyai kadar Na2S 70% keatas. Na2S dikatakan

mempunyai kualitas cukup apabila mempunyai kadar Na2S antara 50%-69%. Sedangkan

Na2S dengan Kualitas kurang baik apabila mempunyai kadar kurang dari 50%.

Fungsi Natrium Sulfida dalam Proses Penyamakan Kulit

Menurut Mann (1960), bahwa tujuan proses pengapuran adalah untuk

menghancurkan epidermis di mana rambut dan wol juga dihilangkan, menghilangkan

kelenjar keringat dan pembuluh darah yang terdapat pada substansi kulit, serta membuka

tenunan serat sehingga memudahkan penetrasi bahan penyamak dan untuk membengkakan

kulit.

Thorstensen (1976), mengatakan bahwa proses pengapuran yang biasa dikerjakan

dalam larutan dengan menggunakan pH antara 12,0 – 13,0. Kebengkakan mula-mula terjadi

pada grain dan flesh, sedangkan pada corium tergantung lama perendaman dalam kapur.

Page 35: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

35

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kebengkakan pada proses pengapuran akan mengakibatkan diameter serat menjadi lebih

besar, sedangkan panjang serat tetap.

Bienkiewiez (1983), mengatakan bahwa pada prinsipnya proses pengapuran terjadi

karena aksi gugus hidroksi (OH-). Reaksi antara metil hidroksida dan gugus fungsional pada

protein kulit dapat digambarkan sebagai berikut :

Proses penghilangan bulu dapat terjadi karena aksi gugus hidroksil yang memutus

ikatan antar sistein (- S – S -) yang terdapat pada protein keratin.

Reaksi :

CH-CH2-S-S-CH2-CH CH- CH2-SOH + S- CH2-OH

OH-

Salah satu hasil dari reaksi tersebut terbentuk H2S yang juga dapat memutuskan

ikatan antar sistein (S – S).

Derajat kebengkakan pada kolagen dalam media asam maupun basa sama baiknya,

tergantung pada nilai pH. Maksud ketergantungan tersebut terletak pada derajat disosiasi /

penyebaran muatan komponen yang digunakan. Pengaruh pH pada protein kulit

kemungkinan dapat mengakibatkan keadaan kulit tidak bengkak, kebengkakan seimbang

(normal) dan kebengkakan tidak seimbang.

Sharphouse (1975), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil dalam

proses pengapuran antara lain :

Kadar larutan atau prosentase jumlah kemikalia di antaranya penggunaan Na2S atau sulfida

lainnya, walaupun pembuangan bulunya cepat tapi pengaruh terhadap kulit kurang baik

karena Na2S dalam air akan membentuk NaOH dan NaSH dengan Ca(OH)2 akan terbentuk

NaOH dan Ca(OH)2 basa kuat yang terbentuk akan menambah alkalitas larutan dan

langsung menambah kebengkakan kulit sehingga kulit jadinya loose.

Pelepasan atau pembuangan bulu berhubungan dengan penguraian keratin. Keratin

adalah substansi yang sangat kuat terhadap zat kimia, karena rantai peptidanya sangat kuat.

Ikatan kimia jaringan peptida tersebut adalah jembatan disulfida. Jembatan hidrogen dalam

collagen jauh lebih lemah dibandingkan dengan jembatan ikatan disulfida. Dalam collagen

juga terdapat ikatan cystin yang merupakan zat asam amino. Jika asam amino berdiri sendiri

berarti ikatanya sangat kuat. Menghancurkan keratin secara kimia dapat terjadi dengan

persyaratan sulfida atau sulfhidrat sangat mudah terikat pada keratin. Pengikatan tersebut

hanya terjadi pada kebasaan yang tinggi. Berarti ikatan sulfida pada keratin pada wilayah

Page 36: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

36

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

asam atau netral tidak mungkin. Kolagen sama sekali tidak dipengaruhi oleh sulfid, tetapi

terdapat suatu kesamaan pada keratin dan collagen, kedua-duanya dapat mengikat alkali.

Proses pemecahan cystin secara kimiawi belum diketahui secara pasti. Digambarkan

kira-kira terjadi seperti cystin ditambah Natrium Sulfida sebagai berikut:

NH2 NH2

CH2 S S CH2 CH Cystein

COOH COOH

[ -------- S -------- S -------- ] + 2 Na2S ------------------------------->

Cystein reaksi reduksi

[ -------- S -------- Na + Na ------- S -------- ] + Na2S2

Cystein Reaksi oksidasi

Pada satu sisi terjadi reduksi disisi lain terjadi oksidasi.

Na2S mereduksi jembatan sulfid hingga menjadi ikatan sulfid poly (poly sulfid),

yang berarti merupakan peningkatan oksidasi. Bisa juga terjadi Na2S8 dimana ikatan baru

yang terjadi disebut Cystein. Proses kimia ini merupakan proses yang mungkin terjadi, tapi

apakah persis seperti itu belum diketahui. Pada pengamatan dengan kenaikan jembatan

cystein ini karena keratin membengkak. Secara sistematis juga terjadi pemecahan Hydrolisis

karena pembengkakan keratin. Dimaksudkan dengan pemecahan hydrolisis tersebut adalah

pemecahan rantai sulfida pada keratin. Maka dapat dibayangkan selalu terdapat

penghancuran bulu dan rambut jika digunakan bahan kimia yang reduktif. Bagaimanapun

juga walaupun dilakukan proses untuk tidak menghancurkan rambut, jika dipakai bahan

penghancur epidermis, berarti akan berpengaruh menghancurkan. Proses penghancuran

rambut dapat dikendalikan dengan pengaturan suhu, waktu dan pH, jumlah zat yang

digunakan, perbandingan air dan kulit, serta pembebanan mekanis dalam drum, bobot bulu

dan kulit, sehingga kemungkinanya sangat luas, apakah ingin diperhatikan bulunya atau

dihancurkan.

Page 37: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

37

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kapur Ca(OH)2 diperlukan untuk menaikkan nilai pH 12,6 – 13,00 sedangkan Na2S

untuk membengkakkan kulit. Dengan penambahan Na2S, maka terjadi penghancuran

keratin. Suhunya sebaiknya antara 25o C – 30o C.

Selain proses reduktif ada proses oksidatif dengan Na2O2 (Natirum peroksida) atau

dengan anhidrid peroksida (H2O2) + 2 CH3COO, yang bukan merupakan asam. Suatu

substansi yang sangat oksidatif adalah NaOCl2 (Chlorid). Ini cukup berbahaya karena harus

dalam larutan alkali disamping biayanya sangat tinggi. Hydrogen peroksida memiliki batas

ledakan sangat rendah, berarti jika ditambah air atau H2O2 lagi bisa terjadi ledakan. Tetapi

memberikan keuntungan peltnya sangat lembut dan putih bersih. Karena sifatnya sangat

keras, pigmen dalam rambut akan menjadi putih. Jika hanya ditambah kapur saja dapat

terjadi imunisasi.

C. ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi; peralatan untuk uji jumlah

reduktor seperti Erlenmeyer 250ml, pipet volum 5 dan 10 ml,pipet ukur 25 ml, pipet tetes,

buret, gelas beker 250 ml,statip, propipet, corong, botol semprot, karet dan plastic.

Sedangkan peralatan untuk uji reduktor selain Na2S seperti labu ukur 100 ml, gelas ukur

100ml, corong, pipet volum 10 ml, pipet ukur 25 ml, kertas saring, Erlenmeyer 250 ml,

buret, botol semprot dan statip.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum uji Na2S ini meliputi; bahan untuk

uji jumlah reduktor; air aquades, larutan yod 0,1N, larutan asam asetat 6%, larutan contoh

Na2S, larutan thiosulfat 0,1N, indicator amilum. Bahan-bahan untuk uji reduktor selain

Na2S adalah; larutan Na2S, alcohol, aquades, larutan seng sulfat 20%, larutan natrium

karbonat 10%, larutan yod 0,1N, larutan asam asetat 6%, larutan thio sulfat 0,1N dan

indicator amilum.

D. CARA KERJA

Untuk melakukan pengujian jumlah reduktor dapat dilakukan dengan cara yaitu;

kedalam Erlenmeyer dimasukkan air suling/aquades sebanyak 100 ml, kedalam air tersebut

ditambahkan 25 ml larutan yod, larutan asam asetat 6% sebanyak 12,5 dan larutan Na2S

sebanyak 10 ml kemudian semua larutan tersebut dihomogenkan dan diambil sebanyak 10

ml kedalam erlenmeyer kemudian titrasi dengan larutan thiosulfat 0,1 N dengan ditambah

Page 38: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

38

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dengan indicator amilum sampai terjadi perubahan warna atau titik ekivalen dan dicatat

jumlah larutan thiosulfat yang digunakan sebagai =a ml. Untuk blanko, kedalam Erlenmeyer

dimasukkan 100 ml air suling, ditambahkan 25 ml larutan iod, 12,5 ml asam asetat 6% dan

diambil cuplikan sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan larutan

thiosulfat dan ditambah indicator amilum, sampai titik ekivalen catat jumlah larutan thio

sulfat yang digunakan sebagai= b ml .

Cara kerja untuk uji reduktor selain Na2S adalah kedalam labu ukur 250 ml

dimasukkan larutan Na2S sebanyak 100 ml, ditambahkan 10 ml alcohol, 40 ml air aquades.

Dan kedalam gelas beker dimasukkan 20 ml larutan seng sulfat 20% dan larutan natrium

karbonat kemudian endapan yang terbentuk disaring dan dicuci, kemudian endapan tersebut

dimasukkan kedalam labu ukur diatas tadi dan ditambahkan aquadest sampai tanda garis

dihomogenkan lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Kiemudian kedalam

Erlenmeyer dimasukkan 100 ml air aquades, dan ditambahkan 12,5 ml larutan yod, 25 ml

larutan asam asetat 6% dan 20 ml larutan hasil saringan diatas dan diambil cuplikan

sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1N

dengan indicator amilum sampai titik ekivalen dan dicatat jumlah larutan thiosulfat yang

terpakai sebagai =e ml.

E. HASIL DAN PENGAMATAN

1. Perhitungan Uji Jumlah Reduktor

Data ;

VTitrasi sampel (a) : 67,85 ml

VTitrasi blanko (b) : 115,05 ml

Nthio sulfat : 0,1N

Berat Sampel : 9,99 gram

Page 39: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

39

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

= 92,13%

2. Perhitungan Uji Jumlah Reduktor Selain Na2S

Data;

VTitrasi sampel (e) : 103,95 ml

VTitrasi blanko (b) : 115,05 ml

Nthio sulfat : 0,1N

Berat Sampel : 9,99 gram

= 21,67%

Kadar Na2S =

= 92,13% - 21,67% = 70,46%

Pengamatan;

Perubahan warna pada saat dititrasi uji jumlah reduktor adalah pada awalnya larutan

titrat berwarna kuning kecoklatan setelah dititrasi dengan thio sulfat berubah menjadi

kuning terang dan ditambah indicator amilum berubah menjadi warna biru tua dan setelah

dititrasi kembali larutan menjadi kuning terang kembali. Sedangkan pada blanko perubahan

warna terkahir yaitu berubah menjadi warna bening.

Perubahan warna pada titrasi uji reduktor selain Na2S adalah pada awalnya larutan

titrat sama berwarna kuning kecoklatan kemudian dititrasi menjadi lebih terang dan

ditambah indicator menjadi biru tua dan dititrasi kembali menjadi bening.

F. PEMBAHASAN

Dalam pengujian kwalitas Na2S dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama

dilakukan untuk mengetahui kadar jumlah bahan reduktor, dan tahap kedua pengujian

terhadap reduktor selain Na2S, hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar Na2S murni

didalam bahan tersebut karena sebagai mana dari referensi yang didapat bahwa secara

Page 40: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

40

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

konvensional Na2S diperdagangkan banyak berbentuk Na2S2O3 dan Na2SO3 yang merupakan

reduktor juga, sehingga sebelum diaplikasikan pada proses liming pada penyamakan kulit

sebagai bahan perontok bulu membutuhkan kwalitas Na2S yang baik maka dilakukan uji

kadar Na2S yang terkandung dalam bahan tersebut dan kandungan Na2S yang baik adalah

bahan Na2S yang mengandung Na2S murni sebanyak lebih dari 70%, 50-69% berkualitas

cukup, dan dibawah 50% berkualitas kurang.

Dalam proses liming pada penyamakan kulit bertujuan untuk membengkakkan dan

merontokkan bulu kulit sehingga dalam hal ini dibutuhkan bahan reduktor kuat yang mampu

membengkakkan kulit sehingga serat pada kulit menjadi terbuka dan secara tidak langsung

bulu akan rontok, Na2S berkualitas baik merupakan bahan reduktor yang mampu

membengkakkan kulit dan merontokkan bulu karena sebagaimana diterangkan dalam dasar

teori bahwa Na2S dapat mereduksi jembatan sulfid hingga menjadi ikatan sulfid poly (poly

sulfid), yang berarti merupakan peningkatan oksidasi. Bisa juga terjadi Na2S8 dimana ikatan

baru yang terjadi disebut Cystein. Proses kimia ini merupakan proses yang mungkin terjadi,

tapi apakah persis seperti itu belum diketahui. Pada pengamatan dengan kenaikan jembatan

cystein ini karena keratin membengkak. Secara sistematis juga terjadi pemecahan Hydrolisis

karena pembengkakan keratin.

Dari hasil pengujian didapat bahwa kadar jumlah bahan reduktor yang diuji adalah

berjumlah 92,13%, dan bahan reduktor selain Na2S berjumlah 21,67% sehingga didapat

hasil jumlah kadar Na2S murni adalah sebesar 70,46% sehingga larutan Na2S yang dianalisa

berkualitas baik karena mengandung lebih dari 70% Na2S murni sehingga baik digunakan

untuk proses liming pada penyamakan kulit.

G. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian kualitas Na2S pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa

larutan Na2S yang dianalisa memiliki kualitas baik dan baik untuk digunakan dalam proses

liming pada penyamakan kulit.

H. DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi

Kulit; Yogyakarta

Page 41: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

41

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Judo Mijojo, Muljono. 1984 “Tehnik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan”.Bhatara Karya

Aksara; Jakarta.

Maksan Hadijanto dan Wazah, “Proses Pengolahan Rumah Basah Bagian I”, Akademi

Teknologi Kulit; Yogyakarta.

Maksan Hadijanto dan Wazah, “Proses Pengolahan Rumah Basah Bagian II”, Akademi

Teknologi Kulit; Yogyakarta.

Purnomo Eddy, dan Wazah. “Teknologi pengamatan Kulit 2. Akademi Teknologi Kulit”,

Akademi Teknologi Kulit; Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM IV

ANALISA MUTU KAPUR UNTUK PENYAMAKAN KULIT

A. TUJUAN

Untuk mengetahui perbedaan mutu kapur karena perbedaan cara penyimpanan

Agar mampu, mengerti dan mengetahui cara menganalisa serta menentukan mutu

kapur.

B. DASAR TEORI

Senyawa alkali tanah yang paling berlimpah di alam adalah senyawa-senyawa

kalsium. Disetiap gunung dan bukit kita selalu menjumpai batu kapur, yaitu CaCO3 yang

bercampur dengan tanah lempung dan zat-zat lain. Batu kapur merupakan jenis batuan

Page 42: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

42

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

yang paling banyak digunakan. Kegunaan utama batu kapur adalah sebagai bahan

bangunan (70%), pembuatan semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan campuran

gelas, serta sebagai bahan baku CaO dan Ca(OH)2.

CaCO3 murni digunakan sebagai bahan pasta gigi, bahan kapur tulis, dan zat

tambahan pada pembuatan kertas agar menyerap tinta dengan baik. CaO dikenal sebagai

kapur tohor, dan jika dicampurkan dengan air akan segera membentuk air kapur,

Ca(OH)2. Oleh karena harganya murah, Ca(OH)2 merupakan basa yang paling banyak

dipakai dalam bidang industri. Kegunaan lain Ca(OH)2 adalah untuk pemurnian gula

pasir, penetralan keasaman tanah dan pengolahan air limbah industri.

Jika kita mengapur tembok, air kapur inilah yang kita oleskan pada dinding. warna

putih pada tembok muncul setelah air kapur bereaksi dengan gas CO2 dari udara untuk

membentuk CaCO3.

Batu kapur atau gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik,

mekanik atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara

organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah siput dan kerang. Batu

kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam,

tergantung pada mineral pengotornya.

Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah

aragonit, yang merupakan mineral metabase karena pada kurun waktu tertentu dapat

berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi

dengan batu kapur adalah dolomite, Siderit (FeCO3), Ankerit (Ca2MgFe (CO3)4) dan

Magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam, selain untuk bahan bangunan,

industri kertas, industri karet digunakan juga pada industri penyamakan kulit, yaiu pada

proses limming yang berfungsi untuk membengkakkan kulit.

Fungsi Kapur dalam penyamakan kulit

Dalam urutan proses pengolahan kulit, khusunya proses pengerjaan basah ( BHO ),

buang bulu dan pengapuran adalah merupakan tahapan kedua dari tiga tahapan proses

pada BHO, yaitu perendaman, buang bulu dan pengapuran, kemudian batting sebagai

tahapan ketiga.

Dalam melaksanakan proses buang bulu dan pengapuran, metode dan material

yang dipergunakan berbeda-beda antara penyamak satu dan penyamak lainya. Tetapi

perlakuan pendahuluan dalam pengapuran, yaitu proses buang bulu dan sampai pada

Page 43: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

43

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

proses berikutnya. Batting, tahapanya saling bertalian satu dengan yang lain dalam usaha

untuk menyiapkan lapisan rajah dan struktur serat untuk disamak.

Menghilangkan atau membuang rambut atau bulu dan epidermis dari kulit, adalah

salah satu tujuan yang utama pada proses pengapuran walau bagaimanapun cara/metode

proses menghilangkan/membuang bulu perlu suatu pertimbangan, sehubungan dengan

akibat yang akan ditimbulkan pada lapisan rajah dan struktur fiber, serta tipe dari kulit

yang diinginkan. Lapisan harus dibersihkan dari rambut dan lapisan epidermis, agar

supaya kulit samaknya mempunyai penampilan yang menarik bila kulit samak tersebut

selesai dicat tutup ( finishing ).

Struktur serat kulit harus dapat dibuka ( opened up ), di dalam proses, sehingga

terjadi pembelahan/pemecahan bundel-bundel serat menjadi serat yang lebih halus dan

protein-protein yang tidak diperlukan ( globular protein ) dapat dihilangkan.

Pada masa dahulu, tatkala teknologi belum maju, cara untuk melepaskan bulu dari

kulit-kulit binatang, hanya dengan menambahkan kapur pada bagian bulunya saja. Cara

lain untuk menghilangkan bulu, yaitu dengan melembabkan kulit ( sweating ), selama + 1

malam, sehingga tumbuh bakteri yang merusak bulu, dan bulu dapat dihilangkan. Tetapi

walau bagaimanapun pemakian kapur lebih menguntungkan karena mengakibatkan

timbulnya hal-hal yang bermanfaat lainya dan terjadi karena adanya reaksi larutan kapur

dengan

C. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gelas arloji, sudip, gelas beker 100 ml, Erlenmeyer 250 ml, buret, pipet tetes, pipet

50 ml, labu ukur 100 ml, gelas ukur 100 ml, corong dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

CaO (Kapur hidup) atau quick lime

Air

Aquades

HCl 0,5 N

NaOH 0,5 N

Indikator PP

D. LANGKAH KERJA

Page 44: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

44

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

I. Praktikum Dengan Kapur Patent:

a. Uji kadar CaO dalam kapur

Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram dan dilarutkan dengan aquades

panas sebanyak 50 ml. Kemudian ditambahkan aquades kembali hingga kira-kira 100 ml,

lalu ditambahkan dengan indikator PP beberapa tetes. Setelah itu larutan dititrasi dengan

larutan HCl 0,5 N sampai warna merah hilang. Larutan dibiarkan sebentar, bila menjadi

merah kembali lanjutkan panitaran sampai warna merah hilang. Dihitung kadar Ca(HO)2

1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO

Untuk uji Ca(HO)2 maka melarutkan kapur menggunakan air dingin saja.

b. Uji jumlah basa dalam kapur

Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram, dan ditambah 100 ml HCl 0,5 N,

dilarutkan lalu digojok hingga homogen (bila perlu dipanaskan). Larutan kemudian

ditambah dengan indikator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N sampai warna

merah muda.

Dilakukan penitaran blangko dari 100 ml HCl 0,5 N kemudian dititrasi dengan

NaOH 0,5 N dengan menggunakan indikator PP.

II. Praktikum dengan kapur hidup

Persiapan bahan utama (kapur):

Kapur hidup ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian ditambah air sampai

menjadi serbuk Ca(OH)2. Setelah itu kapur didinginkan sampai merata (homogen), lalu

kapur dibagi menjadi 2 bagian yang sama dan ditimbang. Satu bagian dimasukkan dalam

kantong plastik, dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Kapur kemudian disimpan selama

1 minggu, lalu masing-masing bagian ditimbang, kemudian diuji kadar Ca(OH)2 dan kadar

jumlah basa.

a. Uji kadar CaO dalam kapur tertutup

Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram dan dilarutkan dengan aquades

panas sebanyak 50 ml. Kemudian ditambahkan aquades kembali hingga kira-kira 100 ml,

lalu ditambahkan dengan indikator PP beberapa tetes. Setelah itu larutan dititrasi dengan

larutan HCl 0,5 N sampai warna merah hilang. Larutan dibiarkan sebentar, bila menjadi

merah kembali lanjutkan panitaran sampai warna merah hilang. Hitung kadar Ca(HO)2

1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO

Untuk uji Ca(HO)2 maka melarutkan kapur menggunakan air dingin saja.

Page 45: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

45

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

b. Uji jumlah basa dalam kapur tertutup

Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram, dan ditambah 100 ml HCl 0,5 N,

dilarutkan lalu digojok hingga homogen (bila perlu dipanaskan). Larutan kemudian

ditambah dengan indikator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N sampai warna

merah muda.

Dilakukan penitaran blangko dari 100 ml HCl 0,5 N kemudian dititrasi dengan

NaOH 0,5 N dengan menggunakan indikator PP.

E. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

I. Praktikum dengan kapur patent

a. Uji kadar CaO dalam kapur patent

Larutan kapur + indikator PP = warna merah muda

Setelah titrasi = warna bening

Perhitungan:

Jumlah CaO

1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO

36,2 ml HCl = x gram CaO

X = 36,2 ml x 0,028

= 1,0138 gram CaO

Atau:

Jumlah CaO:

= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %

Berat Contoh

= 36,2 ml x 0,52 N x 0,028 x 100 %

1,002 gr

= 52,601 %

b. Uji jumlah basa dalam kapur patent

Kapur + HCl 0,5 N = warna bening

Larutan kapur + indikator PP = warna bening

Setelah titrasi = warna merah

Perhitungan:

Volum titran blangko : 80,5 ml

Page 46: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

46

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Volum titran contoh : 39 ml

N NaOH : 0,52 N

Berat contoh : 1,002 gram

Kadar jumlah basa :

= (ml bangko – ml contoh) NaOH x N NaOH x 0,028 x 100 %

Berat contoh

= (80,5 ml – 39 ml) x 0,52 N x 0,028 x 100 %

1,002 gram

= 60,303 %

II. Praktikum kapur terbuka

a. Uji Kadar CaO kapur hidup terbuka:

Diketahui : berat contoh = 1,0091 gr

N HCl = 0,5 N

ml titran = 5 ml

Ditanyakan : kadar CaO

Jawab : 1ml HCl 0,5N = 0,028 gram CaO

5ml HCl 0,5N = (0,028 x 5)

= 0,14 gram

Kadar CaO:

= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %

Berat Contoh

= 5 ml x 0,5 N x 0,028 x 100 %

1,0091 gr

= 6,937 %

Artinya dalam 100 ml larutan kapur terbuka yang diuji mengandung 0,14 gram

CaO

b.Uji jumlah basa kapur terbuka

Diketahui : berat contoh = 1,0056 gram

Ml blangko = 175 ml

Ml contoh = 114 ml

N NaOH = 0,52N

Ditanyakan : kadar jumlah basa

Page 47: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

47

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Jawab : kadar jumlah basa

= (ml blangko –ml contoh) x N NaOH x 0,028 x 100%

Berat contoh

= (175– 114)ml x 0,52N x 0,028 x 100%

1,0056gr

= 89%

III. Praktikum dengan kapur hidup tertutup

a. Uji kadar CaO dalam kapur tertutup

Larutan kapur + indikator PP = warna merah muda

Setelah titrasi = warna bening

Perhitungan:

Jumlah CaO

1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO

17 ml HCl = x gram CaO

X = 17 ml x 0,028

= 0,476 gram CaO

Jumlah CaO:

= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %

Berat Contoh

= 17 ml x 0,5 N x 0,028 x 100 %

1,005

= 23,68 %

b. Uji jumlah basa dalam kapur tertutup

Kapur + HCl 0,5 N = warna bening

Larutan kapur + indikator PP = warna bening

Setelah titrasi = warna merah

Perhitungan:

Volum titran blangko : 175 ml

Volum titran contoh : 111 ml

N NaOH : 0,5 N

Berat contoh : 1,002 gram

Page 48: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

48

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kadar jumlah basa :

= (ml bangko – ml contoh) NaOH x N NaOH x 0,028 x 100 %

Berat contoh

= (175 ml – 111 ml) x 0,5 N x 0,028 x 100 %

1,002 gram

= 89,42 %

F. PEMBAHASAN

Kapur atau kalium hidroksida (Ca(OH)2) merupakan bahan utama dalam proses

limming atau pengapuran, yaitu suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan

epidermis dan bulu, menghilangkan kelenjar-kelenjar keringat dan lemak, menghilangkan

zat-zat kulit yang tidak diperlukan dan menghilangkan atau mempermudah melepaskan

lapisan-lapisan subkutis dari lapisan kutisnya.

CaO dikenal sebagai kapur tohor, dan jika dicampurkan dengan air akan segera

membentuk air kapur, Ca(OH)2. CaO merupakan suatu kandungan yang terdapat didalam

kapur, dimana jika CaO yang terkandung dalam kapur tinggi maka kualitas kapur tersebut

dapat dikatakan berkualitas baik. CaO ini adalah suatu kapur murni yang hanya sedikit

mengandung bahan-bahan lain atau bahan pengotor. Sehingga dalam penggunaannya, jika

kapur yang digunakan banyak mengandung CaO atau hanya mengandung sedikit bahan

pengotor maka bahan kapur yang diperlukan akan lebih sedikit. Hal ini sangat penting,

karena akan menekan biaya produksi.

Dalam uji yang telah dilakukan, kadar CaO dalam kapur patent dan kapur hidup

yang telah disimpan dalam tempat tertutup dan terbuka mempunyai hasil kadar CaO dan

jumlah basa yang berbeda. Dalam kapur patent, kadar CaO-nya lebih besar, akan tetapi

jumlah basanya lebih kecil. Kadar CaO dalam kapur patent lebih besar karena pada proses

pembuatannya kapur telah dilakukan proses pembersihan kapur dari bahan-bahan

pengotor atau bahan yang tidak diperlukan, sehingga kandungan CaO dalam kapur lebih

besar. Sedangkan kapur hidup merupakan kapur yang belum mengalami proses-proses

lanjut atau dapat dikatakan merupakan kapur alam. Oleh karena itu, dalam kapur hidup ini

masing banyak terdapat bahan-bahan pengotor, sehingga kadar CaO-nya juga lebih

sedikit.

Page 49: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

49

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kadar CaO pada kapur hidup yang ditutup memliki kadar CaO yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan kapur yang terbuka. Karena kapur terbuka telah terjadi kontak

langsung dengan CO2 di udara yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi CaCO3.

Sehingga dalam kapur terbuka mempunyai kadar CaO yang lebih kecil.

Dalam proses limming (pengapuran) dalam bak, terbentuknya CaCO3 akan

menyebabkan terbentuknya endapan yang disebabkan terjadinya kontak langsung antara

kapur dengan CO2 diudara, sehingga dalam pengapuran diharapkan kulit dapat terendam

seluruhnya dalam cairan pengapuran dan diusahakan tidak ada kulit yang kontak langsung

dengan udara. Endapan ini akan menyebabkan kasarnya rajah kulit, warna kulit lebih

gelap bila kulit disamak dengan zat penyamak nabati. Bahkan pada proses pengecatan

dasar, bagian rajah yang ada endapan CaCO3 nya akan berwarna lebih gelap. Sehingga

kapur hidup yang telah terjadi kontak dengan CO2 udara kurang baik jika digunakan

sebagai bahan untuk pengapuran kulit.

G. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa:

1. Kadar CaO yang paling tinggi adalah pada kapur patent yaitu sebesar 52,601 %

2. Pada kapur hidup, kadar CaO pada kapur yang ditutup mempunyai kadar lebih

tinggi yaitu sebesar 23,68 % dari kapur terbuka yaitu sebesar 6,937 %

3. Kapur yang baik untuk digunakan sebagai bahan dalam proses pengapuran adalah

kapur patent

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi

Kulit; Yogyakarta

http://blogpribadi.com/logam-alkali-tanah/

http://digilib.umm.ac.id/go.php?id=jiptumg-gdl-s1-2006-alifaisol-56

Page 50: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

50

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

LAPORAN PRAKTIKUM V

ANALISA KADAR TANNIN DALAM BAHAN PENYAMAK NABATI

A. TUJUAN

Adapun tujuan dari praktikum analisa kadar tannin dalam bahan penyamak nabati ini

adalah untuk mengetahui kualitas dari bahan penyamak nabati yang digunakan dalam proses

penyamakan kulit.

B. DASAR TEORI

Page 51: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

51

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Pengertian Bahan Penyamak Nabati

Ada banyak sumber bahan penyamak nabati, Khususnya tumbuhan yang

mengandung zat penyamak (tannin). Bahan penyamak dapat berasal dari babaan kayu/

kulitkayu, buah/kulit buah, daun, akar dan sebagainya.

Ciri-ciri tumbuh-tumbuhan yang mengandung bahan penyamak nabati yaitu

1. Jika dirasakan, rasanya sepat

2. Bahan jika diiris meninggalkan warna biruhitam pada pisau

3. Bahan penyamak ditambah dengangelatin dan garam pada pH 4,7 akan membentuk

endapan.

Sifat-sifat bahan penyamak nabati

Secara fisik dan kimia sukar ditentukan dalam batas-batas tertentu, baru dapat

diketahui faktor yang berpengaruh pada pemakaian hinggga mencapai hasil-hasil:

Tersusun dari bermacam-macam zat organik, antara lain :Karbon, Oksigen,Sedikit

Nitrogen dan Fosfor, berat molekulnya besar, Kelarutan benda – benda umumnya berbentuk

koloid

1. Dalam larutan encer molekul kecil, penetrasi cepat, fiksasi lambat.

2. Dalam larutan encer mudah ditumbuhi mikro organisme (<30 Be)

3. Dalam pH tinggi, molekul kecil, warna tua, daya penyamak rendah, pada penurunan

pH pengikatan meningkat antara zat penyamakdengan kulit, pH 4-

4. Pada suhu tinggi, Molekul kecil larutan encer

5. Reaksi dengan besi, warna hitam

6. Mudah teroksidasi dengan udara.

Pembagian bahan penyamak nabati

Bahan penyamak nabati digolongkan dalam 2 jenis :

Golongan Hidrogaloal/ Pyrogarol

Besar molekul relatif kecil, lebih tahan terhadap sinar, warna coklat kekuningan

(eraang).

Dalam larutan mudah terurai dan dapat berubah menjadi bahan bukan

penyamakantara lain menjadi asam pH rendah (4-5).

Mudah dihidrolisa oleh asam/enzim

Daya ikat kurang, tidak dapat menyamak sendiri ( harus dengan ombinasi), contohya

:Sumach, Mirobalan, Valonia, dsb

Page 52: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

52

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Golongan Cathecol / Pirocatechol

Berat molekul lebih besar

Warna kulit lebih gelap kalau terkena sinar

Daya penyamakan lebih tinggi

Mempunyai sifar yang aneh, jika dalam larutan encer tidak larut, dikentalkan akan

larut, sedang dalam larutan panas akan larut, jika didinginkan juga akan larut.

Muudah larut dalam air

Lebih tahan terhadap sinar matahari

Contohnya adalah : Akasia, Mahoni, Pinang, Quebracho.

Rumus bangun penyamakan Nabati :

OH

OH COOH

OH

Tryhidroxy Benzoid Acid

Proses pengambilan sari bahan penyamak nabati

Dengan Ekstraksi system “Counter current Proses”, yaitu babakan yang masih

banyak mengandung banyak sari (baru) ditambahkan dengan sari yang terpekat, sedang

yang hampir habis sarinya ditambahkan dengan air yang masih baru, kemudian dilanjutkan

dengan pembuatan ekstrak padat dengan cara, sari di endapkan, diuapkan, dan didinginkan

hingga mengeras.

Bahan penyamak nabati yang diproduksi oleh pabrik biasanya dalam bentuk serbuk

dan cair, Hondson Chemicals Ltd memproduksi bahan penyamak nabati yang disebut

dengan Mimosa dengan cirri-ciri sebagai berikut;

Dritan Liquid

1. Berat Jenis - 1.188

2. Kadar Tannin (%Tannin) - 23.00

3. Kadar Non Tannin 68.00 29.00

4. Zat Tidak Dapat Larut (%) 0.80 0.40

5. Kadar Air (%) 6.90 58.90

6. Warna – Merah 0.50 0.50

Kuning 1.20 1.40

7. Kadar Abu (ash sulfated 5) 3.40 1.43

Page 53: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

53

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

8. pH at 500 BK 4.10 4.10

9. Keasaman pd pH 6,5 mlN/g tannin 0.42 0,42

10. Keasaman pd pH 6,5 mlN/l. 1000 BK 79.00 70.00

11. Garam-garam ml.N/g tannin 0.64 0.64

Penentuan kadar tannin dapat dilakukan dengan metode permanganometri, dan

menggunakan larutan Indigo Sulfanat sebagai pengganti asam sulfat, sehingga reaksi yang

terjadi adalah;

KMnO4 + Indigo Sulfanat K Indigo Sulfanat + 2 MnSO4 + 3H2O + 5On

Proses titrasi permangonometri merupakan suatu proses redoks, dimana KmnO4

digunakan sebagai larutan standar. Larutan standar KmnO4 dibuat dengan cara melarutakan

garam tersebut dalam air panas, kemudian larutan dididihkan beberapa saat, setelah larutan

agak dingin disaring melalui glass-rool ddan selanjutnaya ditempatkan dalam botol berwarna

gelap.

Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi

reduksi dengan KmnO4. dalam suasana asam reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

MnO- + 8 H+ + 5 e Mn++ + 4 H2O

Dengan demikian berat ekivalennya 1/5 dari berat molekul atau 31,606. ion

permanganat dalam suasana asam merupakan oksidator yang kuat, dengan Eº = 1,51

Volt.

Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan

permanganat. Sedangkan dengan asam khlorida terjadi reaksi sebagai berikut :

2 MnO4 + 10 Cl- + 16 H+ Mn++ + 5 Cl2 + 8 H2O

Sejumlah permanganat digunakan pada pembentukan khlor. Kejadian ini dapat

diabaikan jika hanya ada sedikit kelebihan asam, larutan sangat encer, suhu rendah dan

titrasi pelan-pelan dengan dikocok terus-menerus.

Untuk larutan tidak berwarna, tidak perlu menggunakan indikator karena 0,01

mL kalium permanganat 0,01 M dalam 100 mL larutan telah dapat dilihat warna

ungunya. Untuk memperjelas titik akhir ini dapat ditambahkan indikator redoks seperti

ferroin, asam N-finil antranilat. Penambahan indikator ini biasanya tidak diperlukan,

hanya digunakan jika menggunakan kalium permanganat 0,01 N.

Page 54: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

54

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kalium permanganat bukan senyawa baku primer, biasanya mengandung

mangan dioksida. Adanya senyawa ini akan mempercepat peruraian sendiri larutan

permanganat pada pendiaman.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyamakan nabati ;

Keseimbangan elektrolit

Yaitu keseimbangan antara kulit bloten dengan asam dan garam ( disiapkan

mendekati titik iso elektrik) pH 5-6 yang berguna untuk menghindari terjadinya pengrutan

rajah (piply grain)

Difusi

Bahan penyamak harus dapat masuk melalui nerf, kebagian daging sampai ke serat

kulit, sehingga air bebas yang berada di antar serat kulit eluar. Kecepatan difusi dipengaruhi

gerak mekanik, konsentrasi zat penyamak(encer-pekat), suhu (Suhu tinggi, cairan encer,

warna gelap)

Fiksasi bahan/ zat penyamak

Setelah terserap kedalam serat (terikat pada serat kulit)

Fiksasi dipengaruhi oleh :

pH, yaitu ikatan zat penyamak dari kulit pada pH tertentu yang berbeda-beda

tergantung dari zat penyamak yang digunakan

Konsentrasi garam yaitu dalam kondisi asamkansentrasi garam sangat berpengeruh

terhadap kebengkaan kulit.

Ukuran partikel zat penyamak.

Prinsip penyamakan nabati

Suatu reaksi antara group-group NH2 yanag bermuatan (+) dalam molekul Collgen

dengan molekul zat penyamak yang bermuatan (-). Collagen menunjukkan daya tarik yang

kuat terhadap air, sehingga cenderung menjadi busuk. Pada saat protein disamak daya tarik

dengan air berkurang dan collagen dikatakan sebagai tersamak.

C. ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dalam praktikum analisa kadar tannin dalam bahan

penyamak ini adalah meliputi; 1. Peralatan kaca seperti gelas beker 100,250 dan 500 ml,

gelas arloji, labu ukur 100 ml dan 250 ml, Erlenmeyer 250 ml, pipet volum 5,10 dan 25 ml,

pipet gondok 10 dan 25 ml, pipet tetes, buret. 2. Peralatan pendukung lainnya seperti; neraca

Page 55: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

55

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

analitik, kompor listrik, kertas saring/kapas, corong,sudip, thermometer, propipet, botol

semprot dan statip.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan penyamak nabati (mimosa

buatan dan mimosa patent), larutan KMnO4 0,1N, FeCl3 5% dan larutan Indigo sulfanat.

D. CARA KERJA

Cara atau langkah kerja yang digunakan dalam menganalisa kadar tannin dalam

bahan penyamak nabati ini yaitu menimbang mimosa produk patent dan buatan masing-

masing 1 gram kemudian kedua mimosa tersebut dilarutkan dengan aguades 500C sebanyak

50 ml kemudian ditetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes diaduk diatas air hangat, setelah itu

larutan didinginkan dan kemudian diencerkan dengan aquades didalam gelas ukur 250 ml,

setelah dihomogenkan larutan diambil menggunakan pipet volum sebanyak 25 ml dan

dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan kedalam larutan tersebut ditambahkan larutan Indigo

sulfanat sebanyak 20 ml dan selanjutnya larutan dititrasi dengan menggunakan larutan

KMnO4 0,1N hingga mencapai titik ekivalen dan dicatat jumlah KMnO4 yang terpakai.

E. HASIL DAN PENGAMATAN

1. Hasil Perhitungan

Mimosa Produk Patent

Volum titrasi : 14,5 ml

Volum titrasi blanko : 1,5 ml

N KMnO4 : 0,1 N

Berat Contoh : 1 gram

1 ml KMnO4 = 0,0093 gram tannin

Page 56: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

56

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Mimosa Buatan

Volum titrasi : 13,4 ml

Volum titrasi blanko : 1,5 ml

N KMnO4 : 0,1 N

Berat Contoh : 1 gram

1 ml KMnO4 = 0,0093 gram tannin

2. Pengamatan Perubahan Warna

Pada awalnya mimosa berbentuk bubuk dan berwarna coklat muda untuk produk

patent dan coklat tua untuk mimosa buatan, setelah diencerkan larutan mimosa masih tetap

berwarna coklat (p.patent lebih muda daripada buatan) dan setelah ditambah FeCl3 5%

larutan berubah warna menjadi hitam dan setelah ditambah indigo sulfanat warna larutan

menjadi biru tua dan pada saat dititrasi dengan KMnO4 0,1N dan mencapai titik ekivalen

larutan menjadi berwarna kuning keemasan.

F. PEMBAHASAN

Pengujian terhadap tannin dalam bahan penyamak nabati secara kwalitatif bertujuan

untuk mengetahui kadar tannin dalam bahan penyamak nabati tersebut karena semakin

tinggi kadar tannin dalam bahan penayamak nabati maka semakin bagus kualitas dari bahan

penyamak nabati tersebut sebagaimana yang terkandung dalam bahan penyamak nabati

(mimosa) yang telah diperdagangkan secara konvensional yaitu sebesar 23%.

Dalam pengujian kualitas tannin dalam bahan penyamak nabati dilakukan dengan

metode permanganometri atau reaksi oksidasi-reduksi dengan KmnO4. dalam suasana asam

reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

MnO- + 8 H+ + 5 e Mn++ + 4 H2O

Dengan demikian berat ekivalennya 1/5 dari berat molekul atau 31,606. ion permanganat

dalam suasana asam merupakan oksidator yang kuat, dengan Eº = 1,51 Volt.

Page 57: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

57

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan

permanganat. Sedangkan dengan asam khlorida terjadi reaksi sebagai berikut :

2 MnO4 + 10 Cl- + 16 H+ Mn++ + 5 Cl2 + 8 H2O

Sejumlah permanganat digunakan pada pembentukan khlor. Kejadian ini dapat diabaikan

jika hanya ada sedikit kelebihan asam, larutan sangat encer, suhu rendah dan titrasi pelan-

pelan dengan dikocok terus-menerus.

Pada praktikum ini mimosa terlebih dahulu diencerkan dengan aquades hangat yang

bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat terjadinya reaksi pada bahan-bahan yang

akan ditambahkan pada proses selanjutnya serta dapat mempercepat larutnya mimosa dalam

air. Kemudian larutan mimosa ditambahkan FeCl3 yang berfungsi sebagai indicator dalam

reaksi permanganometri kemudian larutan kembali ditambahkan larutan indigo sulfanat

yang berfungsi sebagai pengganti asam sulfat sebagai oksidator dalam reaksi dengan

KMnO4 sehingga membentuk Kalium indigo sulfonat yang berwarna kuning keemasan.

Penambahan indigo sulfanat ditambahkan karena dapat bereaksi dengan tannin dalam

mimosa dengan baik sedangkan asam sulfat bila bereaksi dengan tannin akan terjadi

perubahan yang drastis karena asam sulfat merupakan asam kuat sehingga larutan

mengalami perubahan pH yang sangat ektrim dan hal ini sangat tidak diharapkan dalam

analisa kadar tannin dalam bahan penyamak nabati karena dapat merusak tannin yang

dianalisa. Penambahan Indigo sulfonat dilakukan dengan berlebih dan kelebihan dari indigo

inilah yang bereaksi dengan kalium permangat secara oksidasi reduksi yang menghasilkan

warna kuning keemasan pada titik ekivalennya.

Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap mimosa produk patent dan mimosa

buatan didapat hasil bahwa mimosa produk patent memiliki kadar tannin lebih tinggi yaitu

12,09% daripada mimosa buatan yaitu 11,067%, namun hal ini terutama mimosa produk

patent masih dibawah kadar tannin yang telah dianalisa oleh Hondson Chemicals Ltd yaitu

sebesar 23% terjadinya perbedaan pada hasil pengujian ini dapat disebabkan oleh beberapa

factor diantaranya adalah ketelitian dalam menganalisa seperti penimbangan sampel,

penambahan larutan dan lain sebagainya selain itu factor yang juga berpengaruh adalah

kondisi bahan (mimosa) yang analisa merupakan bahan yang sudah lama sehingga sangat

tidak mungkin kalau mimosa tersebut telah mengalami degradasi atau kerusakan dan

kualitas atau kadar tanninnya telah berkurang, sedangkan pada kadar mimosa buatan factor

yang mempengaruhi selain factor diatas juga disebabkan oleh factor-faktor pada proses

Page 58: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

58

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

pembuatan mimosa tersebut karena sebagaimana kita ketahui teknologi yang digunakan

pada pembuatan mimosa produk patent berbeda dengan teknologi yang digunakan pada

pembuatan mimosa oleh mahasiswa yang menggunakan teknologi yang sederhana dan

dengan pengawasan yang tidak terlalu ketat.

Dalam aplikasinya dalam proses penyamakan kulit kedua bahan ini masih dapat

digunakan karena masih mengandung kadar tannin yang mampu merubah sifat kulit dari

bersifat labil menjadi stabil hanya saja intensitas dalam penggunaannya lebih di tingkatkan

dibandingkan dengan mimosa yang memilki kadar tannin yang lebih tinggi.

G. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian kadar tannin dalam bahan penyamak nabati (mimosa) dapat

disimpulkan bahwa kadar tannin mimosa produk patent lebih tinggi (12,09%) daripada

mimosa buatan mahasiswa (11,067%).

Analisa kadar tannin dalam bahan penyamak dilakukan dengan metode titrasi

permanganometri.

H. DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati Indri,2009 “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi

Kulit; Yogyakarta

Purnomo, E dan Wazah, 1984, Teknologi Kulit 2, Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM VI

PENGUJIAN KADAR DAN BASISITAS KROM OKSIDA DALAM BAHAN

PENYAMAK KROM

A. TUJUAN

Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum pengujian kadar dan basisitas bahan

penyamak krom oksida adalah untuk mengetahui cara menganalisa kwalitas krom yang akan

digunakan pada proses penyamakan kulit.

B. DASAR TEORI

Bahan penyamak mineral ada beberapa macam diantaranya garam-garam besi

aluminium, zirconium dan yang paling populer adalah crom. Garam besi menghasilkan kulit

yang kurang baik warnanya dan mudah regas/patah, sedang garam aluminium menghasilkan

Page 59: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

59

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

kulit berwarna putih namun sebenarnya bukan menyamak, melainkan mengawetkan saja.

Garam zirconium menghasilkan kulit denan sifat-sifat baik seperti ulet, berisi dan berwarna

putih tetapi karena sukar didapat, mahal dan dalam pemakaian dibutuhkan dalam jumlah

banyak, bahan penyamak ini menjadi kurang populer.

Garam krom yang dapat digunakan dalam bahan penyamak adalah garam Cr yang

bervalensi 3, biasanya dalam bentuk senyawa crom sulfat basis, dalam garam ini selain sisa

asam juga terdapat gugus hidroksida (OH) yang terikat pada atom Cr dapat mengikat OH

disebut bsisitas. Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak crom ditentukan terutama

oleh kadar kromnya yang bisanya dinyatakan sebagai Cr2O3.

Sifat dari larutan crom adalah sebagai berikut:

Dalam larutan pekat molekulnya kecil sehingga penetrasinya mudah.

Sebaliknya dalam larutan pekat molekulnya besar sehingga penetrasinya sukar.

Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah.

Sebaliknya dalam basisitas tinggi daya ikat tingggi.

Pada basisitas rendah mudah larut.

Sebaliknya pada basistas tinggi mengendap.

Bahan mineral chrom yang ada dialam masih bervalensi 6+ sedangkan bahan chrom

yang bisa dijadikan sebgai bahan penyamak adalah bahan chrom yang bervalensi 3+ oleh

sebab itu dibutuhkan suatu proses (reduce chrom) terlebih dahulu agar chrom yang

bervalensi 6+ tersebut menjadi chrome yang bervalensi 3+.

Proses reduce chrome merupakan suatu proses untuk menurunkan valensi chrom

dari yang bevalensi 6+ menjadi chrome yang bervalensi 3+ sehingga cocok untuk dijadikan

bahan penyamak, chrome bervalensi 6+ tidak dapat dijadikan bahan pennyamak disebabakan

chrome yang bervalensi 6+ tidak dapat bereaksi dengan molekul penyusun kulit sehingga

bahan tersebut masih perlu direduksi menjadi chrome yang bervalensi 3+, bahan-bahan

reduktor yang dapat digunakan adalah glukosa, kanji, gandum, sukrosa,dan lain-lain.

Pembuatan Reduce Chrom

Reduce khrome berasal dari kalium dikromat (K2Cr2O7), dengan bahan reduktor

sukrosa (gula pasir) dan reaksi yang terjadi antra kalium dikromat dengan gula pasir adalah

sebagai berikut:

8 x K2Cr2O7 K2O + Cr2O3 + 3O

8 x (K2O + H2SO4 K2SO4 + H2O)

Page 60: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

60

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

8 x (Cr2O3 + 2H2SO4 Cr2 (OH)2(SO4)2 + H2O )

( C12H22O11 + 24O 12 CO2 + 11H2)

8 K2Cr2O7 + C12H22O11 + 24 H2SO4 K2SO4 + 8Cr2(OH)2(SO4)2 + 12 CO2 +

27H2O

Penyamakan Chrome

Pada proses penyamakan dengan Bahan penyamak khrom terjadi ikatan antara bahan

penyamak chrom dengan protein kulit dengan melalui jembatan gugus-gugus hidroksil

(OH-). Jadi gugus (OH-) berikatan dengan atom Cr yang bervalensi 3+ dan berikatan dengan

gugus asam amino protein kalogen sehingga merupakan jembatan.

Jembatan-jembatan yang terbentuk ini disebut juga ikatan silang (cross linked).

Ikatan silang terbentuk selama proses penyamakan yang menyebabkan kulit mentah berubah

sifatnya menjadi kulit tersamak dengan sifat-sifat tertentu baik secara fisis maupun secara

kemis.

Zat penyamak yang lebih banyak digunakan adalah dalam bentuk khromium sulphat

basa. chrom yang terkandung dalam garam-garam ini dibatasi (dalam analisa) sebagai

chromium oksida (Cr2O3) yang banyak terdapat dipasar dengan kadar Cr2O3 =25%. Dan

salah satu contoh produknya adalah cromosal B.

Kromium tampak dalam gabungan-gabungan dalam “keadaan bermuatan” yang

berbeda-beda, disebut juga dengan valensi-valensi. Gabungan-gabungan itu dapat

digunakan untuk penyamakan, adalah turunan dari garam-garam kromium trivalen.

Garam-garam kromium hexavalen digunakan dalam proses dua bak, namun garam-garam

ini tidak mempunyai pengaruh penyamakan sampai mereka dikurangi (bak kedua) hingga

berada dalam keadaan trivalen.

Contoh-contoh berikut ini merupakan gabungan-gabungan trivalen :

Cl Cr = = SO4 Cr = = O

Cr Cl SO4 O

Cl Cr = = SO4 Cr = = O

Chromium Chlorida Chromium sulphate Chromium Oxide

Bahan penyamak krom yang paling banyak digunakan adalah bahan penyamak

chromium basa sulfat. Kandungan chromium sulfat dari garam-garam ini diperkirakan

(dengan analisa) sebagai chromium oksida dan dengan demikian disebut kromium oksida.

Kandungan kromium oksida (Cr2O3) dari sebagian besar produk-produk yang dijual di

Page 61: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

61

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

pasaran berjumlah hingga 25%. Akan tetapi terdapat juga produk-produk komersil khusus

dengan kandungan Cr2O3 sebanyak 35%.

Bahan penyamak krom adalah salah satu bahan penyamak mineral yang sering

dipakai untuk penyamakan kulit box, kulit glase, kulit jaket, kulit upper shoes dan lain

sebagainya. Bahan penyamak krom dapat memberikan efek lembut pada kulit, kerapatan

nerf sangat halus. Produk bahan penyamak krom yang biasa digunakan antara lain

Chrometan B, dan Chromosal B, kandungan bahan penyamak krom adalah krom oksida

(Cr2O3). Sifat bahan penyamak krom adalah, basisitas rendah, molekul kecil, daya ikat kecil,

dan penetrasi cepat, dalam larutan yang encer molekul akan membesar. Prinsip penetapan

kadar krom oksida (Cr2O3) dalam bahan penyamak krom adalah, krom dalam sampel diubah

menjadi kalium dikromat (K2Cr2O3), kemudian kalium dikromat direaksikan dengan larutan

kalium iodide (KI) dalam suasana asam HCl dan selanjutnya iod yang dibebaskan dititar

dengan larutan standar tio sulfat (Na2S2O3) 0,1N dengan menggunakan indicator amylum,

kadar krom oksida dihitung berdasarkan mgrek tio yang dibutuhkan untuk titrasi iod yang

dibebaskan. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut;

K2Cr2O3 + 8KI + 14HCl 8KCl + 2CrCl3 + 7H2O + 3I2

2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI

C. ALAT DAN BAHAN

Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas beker

100,250,500 ml, sudip, erlenmeyer 250 ml, sudip, gelas arloji, gelas ukur 250 ml, pipet

volum 10 ml, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, labu ukur 250 ml dan 100 ml, buret, propipet,

botol semprot, neraca analitik, kompor listrik, thermometer, plastic, karet, corong dan neraca

analitik.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Chromosal B,

Reduced Chrom (buatan), larutan NaOH 1N dan 0,1N, H2O2 3%, HCl 4N, KI 1N, thio sulfat

0,0894 N Indikator Amilum, Indikator PP, batu didih dan aquades.

D. CARA KERJA

Dalam praktikum pengujian kadar krom oksida dan basisitas dalam bahan penyamak

krom dilaksanakan dengan cara sebagai berikut;

Cara kerja pengujian kadar krom oksida dalam reduced krom buatan dan Chromosal

B.

Page 62: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

62

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Chromosal B ditimbang sebanyak 0,25 gram kemudian diencerkan dengan air

didalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis, setelah itu larutan chromosal B di pipet

dengan pipet ukur sebanyak 12,5 ml kedalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan

NaOH 1N sebanyak 10 ml dengan pipet volum dan larutan H2O2 3% sebanyak 10 ml dengan

pipet volum dan aquades sebanyak 200 ml dan dimasukkan batu didih beberapa butir

kemudian campuran larutan tadi dipanaskan sampai mendidih dan kemudian didinginkan,

setelah dingin ditambahkan HCl 4N sebanyak 10 ml dan larutan KI 1N sebanyak 10 ml

kemudian disimpan ditampat gelap selama 10 menit dan kemudian dititrasi dengan larutan

thio sulfat 0,0894N sampai berwarna agak kuning bening kemudian ditambahkan indicator

amilum 3-5 tetes sampai warna biru tua dan dititrasi kembali sampai berwarna bening.

Cara diatas juga dilakukan pada pengujian krom pada Chromosal B hanya saja

Chromosal B ditimbang sebanyak 1,5 gram dan diambil sebanyak 25 ml larutan yang telah

diencerkan diadalam labu ukur 250 ml.

Cara kerja pengujian basisitas krom oksida dalam reduced krom buatan dan

Chromosal B.

Reduced chrom ditimbang sebanyak 0,25 gram kemudian diencerkan dengan

aquades didalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis dan dihomogenkan kemudian diambil

sebanyak 2,5 ml dengan pipet ukur kemudian diencerkan kembali didalam labu ukur 250 ml

dengan aguades sampai tanda garis, setelah itu larutan diambil sebanyak 12,5 ml dengan

pipet ukur dan ditambahkan indicator PP sebanyak 3-5 tetes dengan pipet tetes kemudian

dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N sampai berwarna merah muda, setelah itu ditambah air

panas sebanyak 150 ml kemudian dipanaskan diatas kompor listrik sampai mendidih apabila

larutan berubah menjadi berwarna bening larutan kembali dititrasi dengan larutan NaOH

0,1N sampai muncul warna merah muda kembali, namun apabila saat dipanaskan larutan

tetap berwarna merah muda (tidak berubah) maka tidak dilanjutkan titrasi dan hasil titrasi

awal digunakan sebagai nilai dalam perhitungan basisitas.

Pada pengujian basisitas krom oksida dalam chromosal B, larutan chromosal B pada

pengujian kadar diambil sebanyak 25 ml dengan pipet volum dan dimasukkan kedalam

Erlenmeyer 250ml kemudian lakukan langkah yang sama seperti pengujian basisitas krom

oksida dalam reduced krom buatan diatas.

Page 63: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

63

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

E. HASIL DAN PENGAMATAN

Hasil Perhitungan

Perhitungan Kadar Krom Oksida dalam Chromosal B

Diketahui ; Vtio : 5,65 ml

Ntio : 0,0894 N

Berat Contoh : 1,5002 gram

Fp : 250/25 ml

Perhitungan Kadar Krom Oksida dalam Reduced Chrom Buatan

Diketahui ; Vtio : 3,1 ml

Ntio : 0,0894 N

Berat Contoh : 0,25 gram

Fp : 250/12,5 ml

Perhitungan Basisitas Krom Oksida dalam Chromosal B

Diketahui : N NaOH : 0,183N N tio : 0,0894 N

V NaOH : 3 ml V tio : 6,4 ml

Perhitungan Basisitas Krom Oksida dalam reduced krom buatan

Diketahui : N NaOH : 0,183N N tio : 0,0894 N

V NaOH : 0,2 ml V tio : 8,7 ml

Page 64: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

64

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Pengamatan Perubahan Warna;

Perubahan warna yang terjadi pada saat pengujian kadar krom oksida adalah sebagai

berikut;

Pada awalnya Chromosal B dan reduced krom berwarna hijau dan tetap berwarna

hijau pada saat dilarutkan dan diencerkan kemudian pada saat ditambahkan larutan NaOH

1N dan H2O2 3% larutan menjadi berwarna agak bening (hijau lumut) dan berubah menjadi

kuning terang pada saat dididihkan kemudian larutan menjadi warna kuning kecoklatan pada

saat ditambahkan larutan HCl dan KI dan semakin gelap atau coklat tua pada saat disimpan

ditempat gelap. Dan pada saat dititrasi dengan larutan thiosulfat larutan menjadi berwarna

kuning terang dan menjadi biru tua pada saat ditambahkan indicator amilum dan menjadi

bening pada saat dititrasi kembali dengan larutan thiosulfat.

Pada pengujian basisitas krom oksida perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut;

larutan krom berwarna hijau dan tidak mengalami perubahan warna pada saat ditambah

dengan indicator PP dan pada saat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N larutan berubah

menjadi berwarna merah muda dan tidak mengalami perubahan warna pada saat

ditambahkan dengan air panas dan dipanaskan sampai mendidih dan berwarna lebih tua atau

merah keunguan pada saat dititrasi kembali dengan NaOH 0,1N.

F. PEMBAHASAN

Dalam pengujian kadar krom oksida dalam Chromosal B dan Reduced Chrom

Buatan dilakukan dengan metode titrasi Iodometri yaitu titrasi yang dilakukan penambahan

larutan Iod (kalium iodide) kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat yang telah

distandarkan. Dalam praktikum pertama-tama chromosal B diencerkan dengan aguades

kemudian diambil sampling sebanyak 25 ml kedalam Erlenmeyer 250 ml kemudian

ditambahkan larutan NaOH 1N yang bertujuan untuk menaikkan pH larutan chrom hal ini

dilakukan agar proses oksidasi pada saat penambahan H2O2 dapat berlangsung maksimal

karena apabila pada pH rendah atau asam terlalu tinggi akan mengakibatkan reaksi antara

garam-garam chromium akan terlalu cepat sehingga mengakibatkan tidak semua garam-

Page 65: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

65

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

garam chromium dan teroksidasi dengan baik. Selanjutnya adalah penambahan larutan H2O2

3%, penambahan ini bertujuan untuk mengoksidasi garam-garam choromium yang

terkandung didalam larutan choromosal B karena dengan terikatnya garam-garam chromium

akan dapat mengikat iodide dalam larutan, kemudian larutan dipanaskan yang bertujuan

untuk menghilangkan kelebihan H2O2 yang tidak bereaksi dengan krom dalam larutan dapat

dihilangkan, kemudian larutan ditambah dengan larutan HCl 4N yang bertujuan untuk

mengembalikan suasana asam (menurunkan pH) pada larutan sehingga dapat bereaksi

maksimal dengan KI, selanjutnya larutan ditambah dengan larutan KI 1N berlebih yang

bertujuan untuk membebaskan Iod yang berikatan dengan oksigen pada saat penambahan

H2O2 kemudian sebelum dititrasi larutan disimpan ditempat yang gelap hal ini bertujuan

untuk menyempurnakan reaksi KI dengan larutan sehingga iod dalam larutan terbebas

semua hal ini dikarenakan iod dapat terikat kembali apabila berkontak dengan oksigen yang

ada diudara bebas, kemudian kelebihan KI dalam larutan dititrasi dengan larutan thio sulfat

0,0894N yang bertujuan untuk mengetahui jumlah KI yang bereaksi yang dibantu dengan

Amilum sebagai indicator.

Dari hasil praktikum ini didapat hasil bahwa kadar krom oksida yang terkandung

didalam reduced crom buatan lebih besar (56,09%) daripada kadar krom oksida yang

terkandung didalam chromosal B (8,518%), namun hasil ini kemungkinan kurang akurat

karena sebagaimana dari buku pengetahuan bahan penyamak yang menyebutkan bahwa

kadar krom dalam bahan penyamak produk patent seperti Chromosal B mengandung krom

sebesar 25-35% dan ini sangat jauh dari hasil yang didapat yaitu sebesar 8,518%, selain

dalam analisa ini juga didapat nilai basisitas lebih besar dari kadar dan seharusnya nilai

basisitas lebih kecil daripada kadar terutama pada reduced krom buatan dengan nilai

basisitas 90,25% dan kadar 56,09%, sedangkan pada chromosal B kadar dan basisitas sangat

kecil yaitu basisitas sebesar 4,048% dan kadar 8,518% dan ini masih jauh dari semestinya

yaitu basisitas 20% dan kadar 25%. kesalahan dalam analisa ini dapat disebabkan oleh

banyak factor pada saat analisa seperti keadaan bahan yang dianalisa kurang baik (bahan

lama), proses penimbangan kurang akurat, kebersihan dan ketelitian dalam analisa yang

kurang diperhatikan , dan human error.

G. KESIMPULAN

Page 66: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

66

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa reduced krom yang dibuat memiliki

kadar oksida sebesar 56,09% dan basisitas sebesar 90,25%. Dan pada chromosal B memiliki

kadar krom oksida sebesar 8,518% dan basisitas sebesar 4,048%. Pengujian kadar krom

dapat dilakukan dengan metode titrasi iodometri dan pengujian basisitas dengan metode

titrasi asam basa.

H. DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi

Kulit; Yogyakarta

Iswahyni, 1997. “Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit” . Akademi Teknologi

Kulit Yogyakarta.

Purnomo, E dan Wazah, 1984, Teknologi Kulit 2, Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.

Purnomo, E, 1991, Penyamakan Kulit Reptil, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM VII

ANALISA ZAT WARNA ASAM UNTUK KULIT

A. TUJUAN

1. Untuk mengetahui cara analisa kadar air, pH, kelarutan dalam air suling 60oC dan

homogenitas suatu zat warna asam

2. Untuk mengetahui mutu zat warna asam untuk kulit.

B. DASAR TEORI

Pengecatan dasar merupakan salah satu proses penyamakan yang bertujuan untuk

memberikan warna dasar pada kulit tersamak agar dapat memperindah penampilan kulit

jadinya. (Purnomo, 1985)

Molekul cat dasar merupakan kombinasi antara inti tak jenuh dengan kelompok –

kelompok tertentu. Inti tak jenuh disebut chromophore dan kombinasinya disebut kromogen.

Kromogen ini sifatnya ditentukan oleh 1 atau 2 gugus pengganti yang disebut auxochrome.

Auxsochrome berfungsi untuk mengintensifkan warna dan memperbaiki kandungan bahan

pewarna pada substratnya. (O. N. Witt, 1976).

Page 67: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

67

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Menurut muatannya, cat dasar dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu cat dasar

anionik, cat dasar kationik dan cat dasar amfoter. Cat anionik adalah cat yang auksokromnya

bermuatan negatif, contohnya adalah cat asam. Cat dasar kationik adalah cat dasar yang

auksokromnya memiliki muatan positif. Sedangkan cat dasar amfoter adalah apabila

auksokromnya bermuatan negatif maupun positif, contohnya adalah reaktif dyestuff.

Cat amfoter disebut juga cat primtillesed, dari dalam molekul cat mempunyai

kemampuan untuk memberikan kemampuan anionik, sementara metal mempunyai

kemampuan memberikan muatan kationik. Dalam hal ini mereka mirip dengan protein kulit,

mempunyai pH tidak bermuatan (titik iso elektrik). Di bawah pH ini, muatannya kationik,

diatas pH ini muatannya anionik.

Terkait dengan sumber pewarna untuk kulit secara garis besar digolongkan menjadi

dua kelompok yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami adalah

zat pewarna yang berasal dari bagian daun, bunga, babakan, akar dan bagian dari tumbuhan

lainnya. Cat dasar sintetis adalah cat yang dibuat dengan cara mendestilasi batubara atau

merupakan derivate batubara.

Cat sintetis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Cat yang tidak menggunakan air.

a. Cat Sulfur

b. Cat dengan pelarut minyak

c. Cat dengan pelarut spiritus.

2. Cat yang menggunakan pelarut air.

a. Cat anionik

b. Cat amfoter

c. Cat basa

Klasifikasi dyestuff menurut aplikasinya dapat dikelompokkan menjadi:

1. Acid dyes

2. Direct/Catton/Substative dyes

3. Metal complex/Pre-metal dyes

4. Reaktive dyes

5. Dispersed dyes

6. Solvent dyes

7. Vat dyes

Page 68: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

68

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

8. Fur dyes

9. Mordant dyes

10. Silk dyes, dll.

Ketahanan dyestuff terhadap asam besar pengaruhnya pada saat fiksasi. Setelah

dyestuff masuk ke dalam kulit, mulai dilakukan fiksasi dengan penambahan asam secara

bertahap. Terjadi penurunan pH cairan dan kulit. pH yang lebih rendah dari TIE (Titik Iso

Elektrik) kulit akan menyebabkan kulit bermuatan positif dan reaktif terhadap muatan –

muatan anionik. Bersamaan dengan penurunan pH cairan, dye’s yang merupakan garam

akan terdisosiasi dengan sempurna dan membentuk ion negatif yang bereaksi dengan gugus

amina.

Adapun pengaruh basa terhadap larutan cat ada hubungannya terhadap proses

netralisasi. Proses netralisasi atau disebut juga deacidifikasi adalah proses untuk

menghilangkan sebagian sisa asam bebas yang terdapat pada wet blue baik yang berasal dari

proses pengasaman atau yang terbentuk selama reaksi olasi dan oksilasi selama masa

penyimpanan. Asam-asam yang dinetralisir tersebut adalah asam yang terdapat diantara

serat – serat kulit atau asam bebas lain yang belum hilang pada waktu pencucian.

Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat

warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat

warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.

Dyes adalah komponen molekul organik yang memiliki kumpulan senyawa inti tak

jenuh yang disebut kromofor yang bergabung dengan komponen lain dimana gabungan ini

disebut kromogen serta gugus substantive yang berfungsi sebagai penguat warna dan

memperbaiki substantifitas ikatan dengan substratnya (serat kulit, kertas, sutra, katun,

poliamida dll.) yang disebut auksokrom.

Terkait dengan sumber pewarna untuk kulit secara garis besar digolongkan menjadi

dua kelompok yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami adalah

zat pewarna yang berasal dari tumbuh – tumbuhan atau yang terdapat secara alami yang

diekstraksi dari bagian – bagian pohon yang mengandung zat warna.

Prinsip pembuatannya sama dengan proses ekstraksi zat penyamak nabati. Misalnya,

warna hitam dari Naematine (C16H12O6) dapat kita ekstraksi dari pohon Lak Wood.

Umumnya Lak Wood itu dapat dibuat menjadi Helma Texylena (C16H14O6). Kalau Helma

Texylena dioksidasi akan menjadi Naematine.

Page 69: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

69

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Oksidasi

2 C16H12O6 2 C16H14O6 + 2H2O

Di Indonesia banyak juga warna alami yang dapat kita peroleh dari tumbuh-

tumbuhan. Misalnya:

1) Soja menghasilkan cat warna kuning cokelat

2) Sajang menghasilkan cat warna kuning merah

3) Tegeran menghasilkan cat warna kuning merah

4) Akasia menghasilkan cat warna coklat muda dan kuning.

Penggunaan cat alami tidak dapat secara langsung seperti halnya cat Aniline karena

tidak dapat berikatan dengan kulit. Jadi karena menggunakan bahan pembantu kimia yang

lazim disebut “Mordan” atau “Pengikat”. Saat ini jarang sekali zat warna alami digunakan

untuk mewarnai kulit.

Cat dasar sintetis adalah cat yang dibuat dengan cara mendestilasi batubara atau

derivate batubara. Ditinjau dari sifat kimianya cat ini dibagi dua bagian juga yaitu cat dasar

anionik dan cat dasar ionik. Cat dasar anionik adalah merupakan suatu garam yang gugus

anionnya mengandung warna sedangkan gugus kationnya tidak mengandung warna. Gugus

anion tersebut memiliki kecenderungan untuk mengendap atau terikat bila bereaksi dengan

zat dengan kationik yang memiliki muatan positif. Jenis cat dasar anionik adalah sebagai

berikut:

Cat asam

Cat asam merupakan cat dasar yang dapat berikatan dengan kulit apabila

menggunakan asam untuk mengikatnya pada kulit samak. Cat asam mempunyai warna yang

cukup bervariasi dan banyak digunakan. Walau demikian masing-masing warna mempunyai

sifat dan struktur kimia yang berbeda. Demikian pula derajat ketahanannya terhadap cahaya,

sabun, air, gosokan atau pelarut. Molekul-molekul cat dasar ini sangat kompleks.

Mempunyai valensi yang mampu membentuk moment dipol atau ikatan hidrogen.

Cat asam dapat juga dipergunakan sebagai mordant cat basa yang banyak digunakan

pada pengecatan kulit nabati. Selain itu, untuk kulit khrom yang memerlukan penetrasi

catnya sampai menembus ke penampang kulitnya, cat asam baik sekali untuk dipergunakan.

Dalam perdagangan biasanya diberi nama dengan awalan: Acid, Baygenol, Fast, Navana,

Igenal, Luganal, Luganie ,dan lain-lain

Page 70: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

70

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Cat asam yang mempunyai gugus anion akan berikatan atau menggabungkan muatan

ioniknya dengan gugus-gugus asam amino kulit yang bersifat kationik. Bahan penyamak

nabati bersifat anionik, dengan demikian gugus kationik dari kulit sebagian besar akan

diikat sehingga mengurangi jumlah molekul kulit yang aktif dan dapat berikatan dengan cat

asam. Penggunaan cat asam pada penyamakan nabati dapat menyebabkan daya ikatnya

rendah. Akan tetapi cat demikian mempunyai penetrasi yang baik dan menghasilkan warna

yang rata, walaupun jumlah cat yang terikat berkurang sehingga menghasilkan warna cat

yang lebih pucat dengan warna yang kurang cemerlang. Penambahan asam akan menaikkan

ikatan tetapi menurunkan pH yang lebih rendah dibandingkan dengan penyamakan jenis

yang lainnya.

Cat ini cenderung untuk mengendap atau berikatan dengan koloid kationik yang

mempunyai sebuah muatan positif. Protein kulit dan kulit-kulit jadi termasuk kategori ini

dibawah kondisi asam yakni apabila pH nya dibawah iso elektrik. Akibatnya cat anionik

terikat pada kulit dibawah kondisi asam dengan kekuatan ionik. Tenaga ini sangat kuat dan

reaksi atau ikatannya sangat cepat, terutama bila temperaturnya tinggi. Pengikatan yang

cepat dapat berpengaruh pada ketidakrataan proses pengecatan kulit. Sebelum larutan cat

tersebar rata keseluruh bagian kulit. Cat sudah terikat pada kulit yang pertama kali terkena

kontak, sehingga bagian ini mempunyai warna yang kuat sedangkan bagian lain tidak tercat.

Ini merupakan hal yang penting bila menginginkan pengecatan yang tembus pada seluruh

ketebalan kulit. Jika pengikatan cepat, maka cat akan terikat pada permukaan luar saja

sedangkan bagian dalam kulit tidak berwarna. Dengan pengecekan pH atau keasaman pada

proses pengecatan faktor-faktor tersebut dapat dikontrol.

Untuk mencapai tingkat pengecatan yang rata atau penetrasi biasanya dimulai

dengan kondisi tidak asam misalnya dengan menetralkan kulit atau menambahkan amonia

pada larutan cat, kulit diputar dalam drum atau padle dengan larutan tersebut sampai

tercapai penetrasi yang dikehendaki.

Keuntungan cat asam:

a. Penetrasi lebih baik dari cat lainnya

b. Ketahanan gosok, cahaya, keringat baik

c. Tidak mengendap dengan hard water

d. Tidak menimbulkan boonzing.

Page 71: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

71

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

C. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan adalah:

Gelas arloji, Cawan porselin, Gelas ukur 100 ml, Oven, Gelas beker 250 ml dan 500

ml, Sudip, pH meter, Botol semprot, Kompor listrik, Erlenmeyer 250 ml, Thermometer,

Kertas saring, Corong kaca, benang jahit, timbangan analitik, desikator, penggaris.

Bahan yang digunakan adalah:Bahan pewarna correacid Red, Aquades

D. LANGKAH KERJA

1. Uji kadar air

Ditimbang cat sebanyak 5 gram dengan menggunakan gelas arloji, kemudian cat

dimasukkan kedalam cawan porselen lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 100 ± 2 oC

sampai mencapai berat tetap. Hasil pengujian dinyatakan sebagai berat contoh.

Kadar air = W1 – W2 x 100 %

W1

Keterangan:

W1 : Berat contoh sebelum dikeringkan

W2 : Berat contoh setelah dikeringkan

2. Uji pH

Ditimbang cat sebanyak 0,5 gram dan diencerkan sampai 100 ml dengan air suling

lalu digoyangkan hingga terlarut sempurna. Setelah itu, dilakukan pengecekan pH larutan

cat tersebut dengan menggunakan pH meter.

3. Uji kelarutan dalam air suling pada suhu 60oC

Ditimbang contoh cat masing-masing sebanyak 1 gram, 2 gram, 3 gram, dan 4 gram.

Kemudian cat dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml pada suhu 60 oC. Setelah itu

laruan cat dipanaskan hingga larutan mendidih dengan posisi ditutup dengan gelas arloji,

lalu larutan didinginkan sampai suhu 60 oC, setelah itu larutan segera disaring dengan kertas

saring biasa yang telah dibasahi dengan air suling terlebih dahulu. Kemudian kertas saring

dan residu yang tersaring dikeringkan dengan oven pada suhu 100 ± 2 oC sampai berat tetap.

Kelarutan contoh dalam air suling pada suhu 60 oC dinyatakan sebagai porsen berat

contoh.

Kelarutan cat: W1 – (W2 – W3) x 100 %

W1

Page 72: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

72

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Keterangan:

W1 : Berat contoh

W2 : Berat kertas saring + residu sesudah dikeringkan

W3 : Berat kertas saring

4. Uji homogenitas

Disiapkan kertas saring dengan ukuran 404 dengan ukuran 20 x 15 cm dengan

ukuran lidah 6 x 3 cm. Keras saring dikondisikan dengan suhu 20 ± 2 oC. Cat ditimbang

sebanyak 2,5 gram dan dilarutkan dengan air suling hingga menjadi 500 ml dalam gelas

beker 500 ml. Kemudian lidah kertas saring dicelupkan dalam 100 ml larutan cat. Pengujian

dilakukan pada suhu ruangan ± 27 oC. Pengujian dihentikan ketika kertas telah mencapai 2/3

bagian kertas saring ternoda dengan larutan cat.

Dilakukan pengamatan pengisapan cat pada kertas saring dan diamati luas

penyebaran warna asli pada kertas saring dan amati luas penyebaran keseluruhan warna

yang ternoda pada kertas saring.

E. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

1. Uji kadar air

Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (W1): 80,195 gram

Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (W2): 78,970 gram

Maka:

Kadar air = W1 – W2 x 100 %

W1

= 80,195 gram - 78,970 gram x 100 %

80,195 gram

=1,527 %

Jadi kadar air dalam cat adalah sebesar 1,527 %

2. Uji pH

pH dari larutan cat asam tersebut adalah 9,33

3. Uji kelarutan dalam air suling pada suhu 60oC

NoBerat kertas saring

(W3)Berat contoh

(W1)

Kertas saring +

residu (W2)

Kelarutan cat

1. 0,405 gr 1,002 gr 0,495 gr 91,017 %

Page 73: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

73

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

2.

3.

4.

0,426 gr

0,416 gr

0,427 gr

2,001 gr

3,003 gr

4,002 gr

0,622 gr

0,767 gr

0,613 gr

90,204 %

88,311 %

95,352 %

Perhitungan kelarutan cat diperoleh dari rumus dibawah ini:

Kelarutan cat: W1 – (W2 – W3) x 100 %

W1

4. Uji homogenitas

Diket: Penyebaran warna asli (r) : 5 cm

Penyebaran warna yang ternoda (r): 5,5 cm

a.) Luas penyebaran warna asli

= ½ Π r2

= ½ (3,14 x 52) cm

= 39,25 cm2

b.) Luas penyebaran warna noda

= ½ Π r2

= ½ (3,14 x 5,52) cm

= 47,49 cm2

F. PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa kadar air dalam cat ini adalah 1,527

%, jumlah ini cukup baik karena kadar air dalam cat dalam syarat mutu cat asam adalah

maksimal 6,0 %. Kadar air yang rendah dalam cat akan menyebabkan cat tersebut tidak

mudah rusak dalam penyimpanannya atau tahan lama. Akan tetapi jika kadarnya terlalu

tinggi sehingga cat lembab, cat dapat diserang oleh jamur dan cat tidak dapat dipakai lagi.

Kadar air dalam cat yang terlalu tinggi dalam pemakaianya cat harus dilarutkan terlebih

dahulu, karena jika tidak cat akan mengumpal sehingga dalam penyebaran dalam kulit

tidak merata.

Cat asam merupakan cat dasar yang dapat berikatan dengan kulit apabila

menggunakan asam untuk mengikatnya pada kulit samak. Dalam aplikasinya, dalam

pewarnaan kulit ditambahkan suatu asam (asam formiat) untuk mengikat zat warna ini

Page 74: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

74

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dengan kulit. Dari hasil uji ini pH cat asam adalah 9,33, hasil ini menujukkan bahwa cat

ini tidak masuk dalam persyaratan suatu zat pewarna asam. Jika pH cat adalah basa maka

dalam penggunaannya memerlukan banyak asam untuk fiksasi agar cat tidak mudah

terlepas dari kulit. Akan tetapi, penambahan asam yang berlebih ini dapat menimbulkan

kerusakan pada kulit.

Dalam pengujian kelarutan cat dalam air suling 60 oC dilakukan perbandingan

konsentrasi cat yang berbeda-beda, yaitu dibuat dari berat cat 1 gram, 2 gram, 3 gram dan

4 gram yang dilarutkan kedalam 100 ml air suling dengan suhu 60oC. Hasil yang diperoleh

terlihat adanya penurunan kelarutan cat, pada larutan cat yang berkonsentrasi rendah

mempunyai kelarutan yang tinggi dan larutan cat yang berkonsentrasi semakin tinggi

mempunyai kelarutan yang semakin rendah. Akan tetapi dalam praktikum, cat yang

mempunyai konsentrasi paling tinggi mempunyai kelarutan yang tinggi. Hal ini dapat

disebabkan oleh pelarutan cat yang menggunakan suhu lebih tinggi atau lebih dari 60 oC,

sehingga kelarutannya menjadi tinggi atau dalam pemanasannya dilakukan terlalu lama

sehingga meningkatkan kelarutannya. Dari hasil uji kelarutan ini, cat yang kami uji tidak

masuk dalam syarat mutu cat asam, karena kelarutannya kurang dari 95 % sedangkan

dalam syarat mutunya kelarutan cat dalam air suling 60 oC dalam syarat mutu serbuk

pewarna asam adalah harus lebih dari 95 %. Dalam proses pewarnaan kulit, bahan

pewarna dilarutkan dengan air pada suhu 60 oC dan jika menggunakan suhu yang lebih

tinggi kelarutannya baik, akan tetapi dapat merusak cat tersebut. Sehingga jika kelarutan

cat rendah dalam air suling 60 oC dalam aplikasinya akan menimbulkan adanya endapan

karena cat tidak terlarut sempurna dan hal ini akan menyebabkan hasil pewarnaan kurang

baik, yaitu pewarnaan kurang merata dan akan timbul noda-noda pada kulit akibat dari

endapan yang menempel pada kulit.

Uji homogenitas dilakukan dengan mencelupkan kertas saring yang telah dipotong

sedemikian rupa dengan bagian lidah untuk dicelupkan kedalam larutan cat. Pengukuran

luas penyebarannya diukur dari titik tengah kertas yang ternoda oleh larutan cat. Semakin

luas penyebaran larutan catnya maka homogenitas larutannya semakin baik, karena dalam

penyerapannya larutan dapat langsung terserap kedalam serat-serat kertas saring tanpa

adanya gangguan dari endapan-endapan cat yang belum terlarut sempurna. Jika luas

penyerapannya kecil berarti homogenitas larutan kurang baik. Hal ini sangat penting

karena dalam proses pewarnaan kulit homogenitas larutan menentukan hasil

Page 75: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

75

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

pewarnaannya. Karena kulit merupakan anyaman dari serabut-serabut kolagen yang

susunannya rapat. Jika homogenitasnya kurang baik maka penyerapan kedalam serabut

kulit juga kurang baik, sehingga dalam proses pewarnaan cat yang dimasukkan hanya

terikat dipermukaannya saja atau cat tidak tembus kedalam kulit.

G. KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

1. kadar air dalam cat adalah sebesar 1,527 %

2. pH dari larutan cat asam tersebut adalah 9,33

3. Kelarutan cat menurun seiring dengan kenaikkan konsentrasi larutan cat yaitu 91,017

%, 90,204 %, 88,311 %. (kecuali untuk cat 4 gram kelarutannya 95,352 %)

4. Uji homogenitas menghasilkan penyebaran warna asli seluas 39,25 cm2 dan

penyebaran noda warna seluas 47,49 cm2

Dari keseluruhan hasil pengujian dapat diketahui bahwa mutu cat yang diuji kurang

baik, karena hanya kadar air saja yang masuk dalam syarat mutu zat warna asam.

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. ”Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit”. Akademi Teknologi

Kulit. Yogyakarta

Purnomo, Eddy. 2008 ”Pasca Tanning”. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta.

Purnomo, Eddy. 1998. ”Prinsip Dasar dan Aplikasi Finishing”. Akademi Teknologi

Kulit, Yogyakarta.

Purnomo, Edy.1998. ”Pengantar Kuliah Pewarnaan Dasar”. Akademi Teknologi Kulit.

Yogyakarta.

www. [email protected]

Page 76: Kumpulan Laporan Praktikum Analisa Kulit

76

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

www. [email protected]