61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan hidup manusia pada dasarnya tidak terlepas dari pendidikan yang diperolehnya selama hidup. Pendidikan, baik yang formal maupun yang informal, pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, meningkatkan keterampilan, dan kecerdasan, mempertinggi budi pekerti, serta memperkuat kepribadian. Salah satu jenjang pendidikan formal tersebut adalah pendidikan di perguruan tinggi. Pada era globalisasi ini dengan semakin tingginya tingkat persaingan dalam kehidupan sehari-hari dan semakin maju serta berkembangnnya teknologi, kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat sekaligus mampu untuk ikut bersaing dengan individu lainnya, termasuk persaingan dalam dunia pendudukan. Dilihat dari data penerimaan mahasiswa baru tahun 2014 menunjukkan bahwa fakultas kedokteran masuk dalam 10 besar fakultas yang diminati 1

KTI BAB I,II,III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

toleransi stres

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahKeberhasilan hidup manusia pada dasarnya tidak terlepas dari pendidikan yang diperolehnya selama hidup. Pendidikan, baik yang formal maupun yang informal, pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, meningkatkan keterampilan, dan kecerdasan, mempertinggi budi pekerti, serta memperkuat kepribadian.Salah satu jenjang pendidikan formal tersebut adalah pendidikan di perguruan tinggi. Pada era globalisasi ini dengan semakin tingginya tingkat persaingan dalam kehidupan sehari-hari dan semakin maju serta berkembangnnya teknologi, kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat sekaligus mampu untuk ikut bersaing dengan individu lainnya, termasuk persaingan dalam dunia pendudukan. Dilihat dari data penerimaan mahasiswa baru tahun 2014 menunjukkan bahwa fakultas kedokteran masuk dalam 10 besar fakultas yang diminati dalam perguruan tinggi. Namun untuk masuk ke dalam fakultas kedokteran di suatu perguruan tinggi tidaklah mudah. Menurut data penerimaan mahasiswa baru di UGM tahun 2014 pendidikan dokter mendapatkan rating tertinggi peminatnya, yaitu sekitar 3.580 pendaftar dan hanya di ambil 30% dari jumlah pendaftar untuk memenuhi kouta kursi.Selama menjalani pendidikan tinggi, prestasi belajar merupakan tolok ukur penguasaan kompetensi mahasiswa di bidang ilmunya. Selama ini banyak yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual yang tinggi juga. Namun menurut penelitian terbaru di bidang psikologi tahun 2008 membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang salah satunya adalah stress.Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Ridwan dalam Hidayat, 2012) yang termasuk dalam faktor internal tersebut antara lain kecerdasan, minat, bakat, dan motivasi. Sedangkan yang termasuk dalam faktor eksternal yang ikut mempengaruhi prestasi belajar adalah keadaan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.Setiap orang pernah mengalami stress, dan orang yang normal dapat beradaptasi dengan stress jangka panjang atau stress jangka pendek hingga stress tersebut berlalu. Stress merupakan situasi dimana suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan respon (Hidayat, 2012). Sumber stress (stressor) sendiri bisa berasal dari dalam diri (internal) individu dan dapat pula berasal dari luar diri (eksternal) individu seperti lingkungan dan keluarga.Atkinson (dalam Hidayat, 2012) menjelaskan tingkat daya tahan (toleransi) setiap orang terhadap stress berbeda. Jika seseorang mampu mengatasi stressor dan menjadikannya hal positif maka ia mempunyai toleransi yang baik terhadap stres. Sedangkan jika stressor yang datang membuatnya menyerah, maka ia memiliki toleransi yang rendah terhadap stres (Crow dkk dalam Hidayat, 2012)Hasil observasi penulis dengan beberapa mahasiswa angkatan 2011 dan 2012 program studi Pendidikan Dokter menunjukkan bahwa pada semester empat dan lima cenderung terjadi kenaikkan atau penurunan Indeks Prestasi yang lebih besar dibandingkan dengan pada semster dua dan tiga. Bagi mahasiswa yang IPnya mengalami peningkatan pada semester tiga, hal ini disebabkan karena pada tahun pertama mahasiswa mampu menyesuaikan diri dengan cara belajar di perguruan tinggi.Perubahan lingkungan belajar ini juga dapat menjadi stresor yang memacu terjadinya stres (Hidayat, 2012). Seringkali mahasiswa merasa menurunnya konsentrasi belajar karena jenuh, kurang istirahat, susah tidur serta menjadi cemas saat akan kuliah karena tidak siap dengan materi perkuliahan. Gejala ini merupakan gejala dari stres (Hidayat, 2012).Bagi mahasiswa yang mengalami penurunan IP baik pada semester tiga maupun lima mengatakan bahwa kompleksnya materi perkuliahan, dibanding dengan semester sebelumnya, tugas yang menumpuk dari dosen, praktikum, serta aktivitas non akademik yang menyita waktu di organisasi kemahasiswaan cenderung menurunkan konsentrasi belajarnya serta memunculkan gejala-gejala stres yang lain seperti tidak atau lupa mengerjakan tugas, sering berdagang meski karena susah tidur serta tidak siap mengikuti perkuliahan karena kurang istirahaPendidikan kedokteran pada dasarnya memiliki tingkat stres yang tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan di negara Pakistan terbukti bahwa kuliah di Fakultas Kedokteran memiliki tingkat stres tiga kali lebih tinggi daripada di fakultas lain. Biasanya didalam suatu fakultas kedokteran mahasiswa dituntun untuk belajar seumur hidup atau yang biasa disebut live long learning hal ini bertujuan untuk menjadikan generasi dokter-dokter kedepan lebih berkompeten. Bukan hanya belajar saja tetapi kita juga dituntut untuk selalu mengasah keterampilan dalam menangani pasien. Mulai dari pembahasan secara diskusi, pleno hingga sesi praktikum untuk mempertajam pengetahuan.Setiap mahasiswa memiliki stresor yang berbeda. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mencoba menganalisis hubungan antara toleransi stres dengan perubahan prestasi belajar mahasiswa sehingga dapat memberi masukan bagi mahasiswa untuk dapat mengelola stres yang dihadapi guna meningkatkan prestasi belajarnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil judul penelitian Hubungan Toleransi Stres Dengan Perubahan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2011 Dan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

1.2 Rumusan MasalahMasalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan toleransi stres dengan perubahan prestasi belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011 dan 2012 Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar ?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum :1.3.1.1Untuk mengetahui hubungan toleransi stres dengan perubahan prestasi belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011 dan 2012 Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.1.3.2 Tujuan Khusus :1.3.2.1Untuk mengetahui distribusi toleransi stress pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011 dan 2012 Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi perubahan prestasi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011 dan 2012 Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.1.3.2.3 Untuk menganalisis besarnya pengaruh toleransi stres dengan perubahan prestasi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011 dan 2012 Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.

1.4 Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :1.4.1 Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang stres, daya tahan terhadap stres serta hubungannya dengan perubahan prestasi belajar sehingga dapat mengatur diri untuk beradaptasi dengan lebih baik dan cepat terhadap faktor-faktor penyebab stres.1.4.2 Bagi peneliti, selain sebagai salah satu syarat kelulusan diharapkan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan prestasi belajar pada mahasiswa umumnya.1.4.3 Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai perbandingan dalam melakukan penelitian yang serupa.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Deskripsi Teori2.1.1 Pengertian StresMenurut Lazarus & Folkman (dalam Nasution, 2008) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping.Lazarus (dalam Nasution, 2008) menjelaskan bahwa stres juga dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stresor2. Respon, yaitu stres merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara fisiologis, seperti : jantung berdebar, gemetar dan pusing serta psikologis, seperti : takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.Stres juga dapat didefinisikan sebagai respon terhadap tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan atau psikologis terhadap diri individu yang dipengaruhi oleh karakteristik individu tersebut (Kinicki dalam Hidayat, 2012). Lebih lanjut Hidayat (2012) menjelaskan stres merupakan situasi ketika suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan respon atau mengambil tindakan. Sedangkan Soewandi (dalam Hidayat, 2012) menjelaskan bahwa stres merupakan ketimpangan dalam menyesuaikan antara tuntutan lingkungan dengan kapasitas respon individu. Apabila seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik maka akan menimbulkan gangguan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut (proses).

2.1.2 Toleransi Terhadap StresBerdasarkan definisi stres, seberapa besar kemampuan individu di dalam menghadapi stres inilah yang disebut sebagai toleransi terhadap stres. Maramis (dalam Hidayat, 2012) menyebutkan toleransi terhadap stres sebagai daya tahan terhadap stres atau nilai ambang frustasi.Toleransi terhadap stres adalah tingkat dan durasi stres yang dapat ditoleransi individu tanpa menjadi kacau dan irrasional. Toleransi terhadap stres merupakan ambang batas sebelum terjadinya perilaku yang tidak efisien dan pikiran yang tidak rasional. Crow dalam Hidayat (2012) mengungkapkan stresor yang datang akan membuat aktif dan selanjutnya menimbulkan reaksi yang beraneka ragam, jika individu mampu menggerakkan kekuatan mengatasi stresor, maka ia mempunyai toleransi stres yang baik, jika sebaliknya ia menyerah, maka ia mempunyai toleransi yang rendah terhadap stres.Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa toleransi terhadap stres merupakan kemampuan individu dalam menghadapi stresor sebelum berperilaku yang tidak efisien yang ditunjukkan dari tingkah lakunya sendiri.

2.1.3 Sumber StresSumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.Hidayat (2012) menyebutkan faktor yang menimbulkan stres dapat berasal dari sumber internal (yaitu diri sendiri) maupun eksternal (yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan). Stressor individual dapat timbul dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan, ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas, karakteristik atau sifat yang dimiliki. Sedangkan stressor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami kecanduan narkoba, dsb. Sumber stressor masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.Soewandi (dalam Hidayat, 2012) menambahkan bahwa kebutuhan biologis seperti beban kerja yang berlebihan dan kurang waktu untuk beristirahat juga dapat menjadi sumber stress. Selain itu kebutuhan akan aktualisasi diri misalnya kurang sarana dan kesempatan mengembangkan diri, serta kurangnya penghargaan prestasi yang telah dicapai dapat juga menjadi sumber stres yang dihadapi seseorang.Tampak bahwa faktor yang dapat menjadi sumber stres tiap individu cukup beragam. Bagi mahasiswa, penghargaan atas prestasi yang telah dicapai, kesempatan dan sarana mengembangkan diri, tuntutan perkuliahan, prestasi rekan kuliah yang lebih baik dapat menjadi sumber stres dari lingkungan sosialnya di kampus.

2.1.4 Respon Terhadap StresSetiap individu mengalami suatu pola yang khas karena proses kognitif yang menentukan reaksi terhadap stres memang berbeda (Sarafino dalam Hidayat, 2012). Sering kali tuntutan yang datang baik dari dalam diri maupun luar diri individu melebihi kemampuannya untuk beradaptasi, sehingga tuntutan yang dirasakan sebagai suatu beban dan akibatnya muncullah stres. Lebih lanjut, Asdie (dalam Hidayat, 2012) menjelaskan bahwa reakasi stres yang dapat muncul antara lain tegang atau cemas, gelisah, sedih dan depresi serta masih banyak gejala lainnya.Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa respon terhadap stres cukup beragam untuk tiap individu. Reaksi-reaksi yang muncul antara lain, seperti tegang, gelisah, cemas, sedih serta reaksi lainnya dan reaksi ini dipengaruhi oleh proses kognitifnya.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap StresRespon terhadap stresor yang diberikan pada individu akan berbeda, hal tersebut tergantung dari faktor stresor dan kemampuan koping yang dimiliki individu.Beberapa karakteristik stresor yang dapat mempengaruhi respon tubuh (Hidayat, 2012) :1. Sifatstressor.Sifatstresor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi respons seseorang dalam menghadapi stress, tergantung mekanisme yang dimiliknya.2. Durasistressor.Lamanyastressoryang dialami seseorang dapat mempengaruhi respons tubuh. Apabilastressoryang dialami lebih lama, maka respons juga akan lebih lama, tentunya dapat mempengaruhi fungsi tubuh.3. Jumlahstressor.Semakin banyakstressoryang dialami seseorang, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh.4. Pengalaman masa lalu.Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stress dapat menjadi bekal dalam menghadapi stress berikutnya karena individu memilki kemampuan beradaptasi/mekanisme koping yang lebih baik.

5. Tipe kepribadian.Tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat mempengaruhi respons terhadap stressor. Menurut Friedman dan Rosenman, 1974, terdapat dua tipe kepribadian, yaitu Tipe A dan Tipe B. Orang dengan tipe kepribadian A lebih rentan terkena stress apabila dibandingkan dengan orang yang memiliki tipe kepribadian B. tipe A memiliki ciri-ciri: ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar,mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, berbicara dengan cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, tidak mudah dipengaruhi, dan sulit untuk santai. Sedangkan tipe B memiliki sifat kebalikan dari tipe A, antara lain lebih santai, penyabar, tenang, tidak mudah marah/tesinggung, jarang kekurangan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai, fleksibel, mudah bergaul, dll.6. Tahap perkembangan.Tahap perkembangan individu dapat membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stressor. Stressor yang dialami individu berbeda pada setiap tahap perkembangan usia sebagaimana terlihat dalam tabel 2.1.

Tahap PerkembanganJenis Stresor

AnakKonflik kemandirian dan ketergantunan pada orang tuaMulai bersekolahHubungan dengan teman sebayaKompetesi dengan teman

RemajaPerubahan tubuhHubungan dengan temanSeksualitasKemandirian

Dewasa mudaMenikahMeninggalkan rumahMulai bekerjaMelanjutkan pendidikanMembesarkan anak

Dewasa tengahMenerima proses penuaanStatus sosial

Dewasa tuaUsia lanjutPerubahan tempat tinggalPenyesuaian diri pada masa pensiunProses kematian

Tabel 2.1 Jenis Stresor berdasarkan Tahap Perkembangan (Hidayat, 2012)

2.1.6 Tahapan StresMenurut Robert J. Van Amberg, 1979 (dalam Dadang Hawari, 2001), stres dapat dibagi ke dalam enam tahap berikut :a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam. a. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar dan otot kaku. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. b. Stres tahap ketiga, yaitu stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot kaku, emosional, insomnia, mudah dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur, gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan kulit, kepala pusing, migran, kanker, ketegangan otot. c. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.d. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psyhological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik. e. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, pingsan atau collaps.

2.1.7 Cara Menilai StresTerdapat beberapa cara untuk menilai stres, antara lain skala Holmes dan Rahe 1967,beserta skla Miller dan Smith,1985. (Hidayat, 2012) 2.1.7.1 Sklala Holmes dan RaheSkala ini menghitung jumlah stres yang dialami seseorang dengan cara menambahkan nilai relatif stres, yang disebut unit perubahan hidup (life change units-LCU) untuk berbagai peristiwa yang dialami seseorang. Skalaini berdasarkan premis bahwa peristiwa baik maupun buruk dalam kehidupan seseorang dapat meningkatkan tingkat stres dan membuat orang tersebut lebih rentang terhadap penyakit dan masalah kesehatanmental.Pada skala tersebut terdapat sejumlah peristiwa yang dialami seseorang selama 12 bulan terakhir dengan skor tertentu. Kemudian dari skor yang diperoleh tingkat stres dapat ditentukan.

2.1.7.2 Skala Miller dan SmithSkala miller dan Smith biasanya digunakan untuk mengukur tingkat daya tahan atau kekebalan seseorang terhadap stres. Dalam skala ini diberikan daftar pertanyaan yang merupakan beberapa aspek tertentu dari kebiasaan, gaya hidup, dan lingkungan seseorang dapat menjadikannya lebih kebal atau lebih rentan terhadap dampak negatif stres. Dari daftar pertanyaan yang telah diisi, akan diketahui skor total yang menyatakan tingkat kekebalan seseorang terhadap stres.Dalam Penelitian ini, untuk mengukur daya tahan terhadap stres digunakan angket Skala Miller dan Smith. Skala Miller dan Smith digunakan karena berisi pertanyaan-pertanyaan berupa hal-hal yang sedang terjadi dan berhubungan dengan responden. Sedangkan pada angket Skala Holmes dan Rahe, responden harus mengingat kejadian-kejadian yang dialami 12 bulan terakhir.

2.1.8 Adaptasi Terhadap StresKetika mengalami stres, orang menggunakan energi fisiologis, psikologis, sosial budaya, dan spiritual untuk beradaptasi. Jumlah energi yang dibutuhkan dan efektivitas upaya adaptasi tersebut bergantung pada intensitas, lingkup, dan jangka waktu stresor, serta jumlah stresor lainnya.2.1.8.1 Adaptasi FisiologisRiset klasik yang dilakukan Selye, 1976 (Potter dan Perry dalam Hidayat, 2012) membagi adaptasi fisiologis menjadi sindrom adaptasi lokal (local adaptation syndrome-LAS) dan sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome-GAS)a. LAS merupakan proses adaptasi yang bersifat lokal, misalnya ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka daerah kulit tersebut akan menjadi kemerahan, bengkak terasa nyeri, panas, kram, dan lain-lain. Ciri-ciri LAS adalah sebagai berikut :1. Bersifat lokal, yaitu tidak melibatkan keseluruhan sistem tubuh.2. Bersifat adaptif, yaitu diperlukan stresor untuk menstimulasinya.3. Bersifat jangka pendek, yaitu tidak berlangsung selamanya.4. Bersifat restoratif, yaitu membantu memperbaiki homeostasis daerah atau bagian tubuh.b. GAS adalah proses adaptasi yang bersifat umum atau sistemik. Misalnya, apabila reakasi lokal tidak dapat diatasi, maka timbul gangguan sistem atau seluruh tubuh lainnya berupa panas di seluruh tubuh, berkeringan, dan lain-lain. GAS terdiri atas tiga tahap, yaitu :1. Tahap Reaksi Alarm. Merupakan tahap awal dari proses adaptasi, yaitu tahap dimana individu siap menghadapi stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini dapat diawali dengan kesiagaan yang ditandain dengan perubahan fisiologis pengeluaran hormon oleh hipotalamus, yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan adrenalin, yang selanjutnya memacu denyut jantung dan menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal. Kemudian hipotalamus melepaskan hormon ACTH (hormon adrenokortikotropik) yang dapat merangsang adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi berbagai fungsi tubuh. Aktivitas hormonal yang ekstensif tersebut mempersiapkan seseorang untuk fight-or-flight.2. Tahap Resistensi. Pada tahap ini tubuh akan mulai stabil, tingkat hormon, tekanan darah, dan output jantung kembali ke normal. Individu berupaya beradaptasi dengan stresor. Jika stres dapat diselesaikan, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang mungkin telah terjadi. Namun jika stresor tidak hilang , maka ia akan memasuki tahap ketiga.3. Tahap Kelelahan. Tahap ini ditandai dengan terjadinya kelelahan karena tubuh tidak mampu lagi menanggung stres dan habis energi yang diperlukan untuk beradaptasi. Tubuh tidak mampu lagi melindungi dirinya sendiri menghadapi stresor, regulasi fisiologis menurun, dan jika stres terus berlanjut, dapat menyebabkan kematian.

Gambar 2.2 Proses Adaptasi Fisiologis

IstirahatKematian

(Hidayat, 2012)

2.1.8.2 Adaptasi PsikologisAdaptasi ini merupakan proses penyesuaian diri secara psikologis dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan untuk melindungi atau bertahan dari serangan atau hal yang tidak menyenangkan. Adaptasi psikologis bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Perilaku yang konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk memecahkan konflik. Bahkan rasa cemas pun bisa menjadi konstruktif, jika dapat memberi sinyal adanya suatu ancaman sehingga individu dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya.Perilaku destruktif tidak membantu individu mengatasi stresor. Bagi sebagian orang, penggunaan alkohol dan obat-obat mungkin tampak seperti perilaku adaptif namun kenyataannya, justru menambah dan bukannya mengurangi stres.Perilaku adaptasi psikologis juga mengacu pada mekanisme koping (coping mechanism), yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan pertahanan diri (ego oriented). a. Reaksi yang berorintasi pada tugas. Reaksi ini melibatkan penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stres dan memecahkan masalah. Terdapat tiga jenis perilaku yang umum :1. Menyerang, yaitu bertindak menghilangkan, mengatasi stresor, atau memenuhi kebutuhan, misalnya berkonsultasi dengan orang yang ahli ;2. Menarik diri dari stresor secara fisik maupun emosi ;3. Berkompromi, yaitu mengubah metode yang biasa digunakan, mengganti tujuan, dan sebagainya.b. Reaksi yang berorientasi pada ego. Reaksi ini dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri secara psikologis untuk mencegah gangguan psikologis yang lebih dalam. Mekanisme pertahanan diri tersebut adalah :1. Rasionalisasi. Berusaha memberikan alasan yang rasional sehingga masalah yang dihadapinya dapat teratasi.2. Pengalihan. Upaya untuk mengatasi masalah psikologis dengan melakukan pengalihan tingkat laku pada objek lain. Contohnya, jika seseorang terganggu akibat situasi gaduh yang disebabkan oleh temannya, maka ia berupaya menyalahkan temanya tersbut.3. Kompenasi. Mengatasi masalah dengan mencari kepuasan pada keadaan lain. Misalnya, seseorang memiliki masalah karena menurunnya daya ingat, maka disisi lain ia berusaha menonjolkan bakat melukis yang dimilikinya.4. Identifikasi. Meniru perilaku orang lain dan berusaha mengikuti sifat, karakteristik, dan tindakan orang tersebut.5. Represi. Mencoba menghilangkan pikiran masa lalu yang buruk dengan melupakan atau menahan di alam bawah sadar dan sengaja melupakannya.6. Supresi. Berusaha menekan masalah secara sadar tidak diterima dan tidak memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan.7. Penyangkalan. Upaya pertahanan diri dengan cara menyangkal masalah yang dihadapi atau tidak mau menerima kenyataan yang dihadapinya. Misalnya, menolak kenyataan bahwa pasangan sudah meninggal dunia dengan cara tetap melakukan rutinitas seolah-olah pasangan masih ada.2.1.8.3 Adaptasi Sosial BudayaMerupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.2.1.8.4 Adaptasi SpiritualProses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang di dasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya.

2.1.9 Teknik Manajemen StresHidayat (2012) menjelaskan manajemen stres merupakan upaya mengelola stres dengan baik, bertujuan mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat. Beberapa manajemen stres yang dapat dilakukan adalah :1. Mengatur diet dan nutrisi. Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres. Ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul kebosanan.2. Istirahat dan tidur. Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugaran tubuh. Tidur yang cukup juga dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.3. Olahraga teratur. Olahraga yang teratur adalah salah satu cara meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana seperti jalan pagi atau lari pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus sampai berjam-jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.4. Berhenti merokok.Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.5. Menghindari minuman keras.Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung alkohol.6. Mengatur berat badan. Berat badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus) merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.

7. Mengatur waktu. Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan mengatur waktu sebaik-baiknya, pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien, misalnya tidak membiarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan hal yang bermanfaat.8. Terapi psikofarmaka.Terapi ini menggunakan obat-obatn dalam mengatasi stress yang dialami melalui memutusan jaringan antara psiko, neuro, dan imunologi sehingga stressor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat menganggu organ tubuh yang lain. Obat yang biasanya digunakan adalah obat anticemas dan antidepresi.9. Terapi somatik.Terapi ini hanya dilakukan pada gejela yang ditimbulkan akibat stress yang dialami sehingga diharapkan tidak menganggu system tubuh yang lain. Contohnya, jika seseorang mengalami diare akibat stress, maka terapinya adalah dengan mengobati diarenya.10. Psikoterapi.Terapi ini menggunakan teknik psiko yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif. Psikoterapi suportif memberikan motivasi dan dukungan agar pasien memiliki rasa percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu, ada pula psikoterapi rekonstruktif dengan cara memperbaiki kembali kepribadian yang mengalami guncangan dan psikoterapi kognitif dengan memulihkan fungsi kognitif pasien (kemampuan berfikir rasional).11. Terapi psikoreligius.Terapi ini menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahn psikologis. Terapi ini diperlukan karena dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan, seseorang harus sehat secara fisik, psikis, social, maupun spiritiual.

2.1.10 Prestasi BelajarSecara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Slameto (2003) menyimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku. Perilaku mengandung arti yang sangat luas, meliputi pengetahuan kemampuan berpikir, skill/keterampilan, penghargaan, terhadap sesuatu sikap, minat dan semacamnya. Tidak semua perilaku merupakan hasil belajat, karena sebagian disebabkan oleh proses perkembangan dan pertumbuhan, seperti antara lain kematangan (maturation) tetapi hal tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Karena belajar merupakan suatu proses, ia membutuhkan waktu serta usaha dan usaha itu memerlukan waktu, cara dan metode (Salam, 2004)Menurut Djamarah (2002) belajar adalah suatu kegiatan yang kita lakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam belajar, kita tidak bisa melepaskan diri dari beberapa hal yang dapat mengantarkan kita berhasil dalam belajar. Banyak orang yang belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapatkan hasil apa-apa, hanya kegagalan yang ditemui. Penyebabnya tidak lain, karena belajar tidak teratur, tidak disiplin, dan kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana cara berkonsetrasi dalam belajar, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam belajar, istirahat yang cukup, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam belajar, istirahat yang tidak cukup, dan kurang tidur. Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku manusia sebagai akibat interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat aktif dan positif dan diperoleh dari transfer pengetahuan yang terjadi pada proses belajar. Untuk mencapai kesuksesan belajar dibutuhkan usaha, metode, dan waktu.Prestasi belajar merupakan penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dengan simbol-simbol, huruf-huruf, angka-angka atau kalimat yang mencerminkan hasil yang telah dicapai setaip orang (Arikunto, 2003).Menurut Djamarah (1994) prestasi belajar adalah hal-hal yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar.Dapat dipahami bahwa pretasi belajar adalah hasil suatu proses belajar yang disimbolkam dengan angka atau huruf yang mencerminkan pencapaian tiap individu yang telah dievaluasi. Prestasi belajar mahasiswa dapat ditunjukkan dengan Indeks Prestasi (IP) yang merupakan hasil evaluasi proses belajarnya tiap semester.

2.1.11 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi BelajarKemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Kemampuan berprestasi tersebut dipengaruhi oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, dan pengalaman (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Peranan manajemen waktu sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, karena manajemen waktu merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi belajar. Manajemen waktu yang baik merupakan motor penggerak dan pendorong bagi individu untuk belajar, sehingga di dalam belajar individu akan lebih bersemangat dan tidak lekas bosan dengan materi pelajaran yang dipelajari dan seiring dengan hal itu dapat meningkatkan prestasi belajar (Sari, 2010)Menurut Dalyono (dalam Sari, 2007) menjelaskan keberhasilan dalam meraih Indeks Prestasi yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :a. Faktor Internal : kesehatan, intelegensia, minat, bakat, motivasi dan cara belajarb. Faktor Eksternal : keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.Jika seseorang mendapat tekanan atau stresor dari faktor-faktor tersebut yang melebihi kemampuannya untu mentoleransi maka akan berakibat terganggunya proses belajar seseorang yang tercermin dari indeks prestasinya.

2.1.12 Karakteristik Pendidikan KedokteranDalam standar kompetensi dokter Indonesia (2012) menyebutkan bahwa pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan dokter yang profesional melalui proses yang terstandardisasi sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Didalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia dalam pasal 2 menjelaskan bahwa Setiap perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesi dokter, dalam mengembangkan kurikulum harus menerapkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Dimana standar kompetensi Dokter Indonesia ini memiliki beberapa area kompetensi, yaitu :a. Profesionalitas yang Luhurb. Mawas Diri dan Pengembangan Diric. Komunikasi Efektifd. Pengelolaan Informasie. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteranf. Keterampilan Klinisg. Pengelolaan Masalah KesehatanDalam Undang-Undang tentang pendidikan dokter, dalam pasal 1 ayat disebutkan bahwa Pendidikan Kedokteran atau Pendidikan Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut Pendidikan Kedokteran adalah pendidikan formal yang terdiri atas tahap pendidikan akademik dan profesi sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi yang terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi. Lalu dalam ayat 2 disebutkan Peserta Didik Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Mahasiswa Kedokteran, adalah peserta didik yang mengikuti proses pendidikan akademik, profesi, residensi, magang, untuk mencapai kompetensi dokter, dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, dan dokter gigi subspesialis yang disyaratkan.

2.2 Kerangka KonsepTekanan atau stresor yang dihadapi oleh mahasiswa dapat berasal dari internal maupun ekternal akan dihadapi sesuai dengan daya tahannya terhadap stres. Daya tahan terhadap stres dapat dilihat dari kebiasaan, gaya hidup, dan lingkungam, kebiasaan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain kebiasaan istirahat yang cukup, mengelola waktu dan menjaga kesehatan fisik. Dengan beristirahat yang cukup akan menghindarkan mahasiswa dari kebosanan dan kelesuan yang dapat menghilangkan minat dan dorongan untuk berprestasi. Mahasiswa yang mampu mengatur waktu dan disiplin akan mampu memiliki prestasi yang baik karena memiliki waktu untuk mempersiapkan bahan belajar yang cukup. Menjaga kesehatan fisik dapat dilakukan dengan berolahraga dan mengkonsumsi makanan yang segar secara teratur. Fisik yang sehat akan lebih mampu berkonsentrasi dibandingkan fisik yang sedang sakit. Sehingga dalam keadaan sehat proses belajar akan lebih baik.Gaya hidup juga dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain sosialisasi dengan lingkungan sekitar, berbelanja sesuai kebutuhan, dan gaya hidup untuk dapat meluangkan waktu guna bersenang-senang. Mahasiswa yang terampil bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya akan dapat membentuk kelompok belajar sehingga memiliki teman yang dapat membantu ketika mengalami kesulitan belajar. Keterampilan mengelola materin (uang) yang dimiliki juga dapat membantu mahasiswa memenuhi kebutuhan belajarnya seperti buku sehingga mampu meraih prestasi yang baik. Keinginan utnuk bersenang-senang perlu dipenuhi karena jika keinginan tersebut tidak dipenuhi akan mengurangi konsentrasi belajar dan menimbulkan kelelahan dan kebosanan saat belajar.Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi prestasi belajat antara lain keaktifan dalam organisasi dan adanya jaringan teman atau kenalan yang dapat diandalkan. Aktif dalam berorganisasi sering kali membuat mahasiswa lalai dalam belajar. Adanya jaringan teman akan mampu mendorong kegiatan belajar seperti diskusi, mengerjakan tugas bersama, serta membantu mengatasi kesulitan belajar.Jika daya tahan terhadap stres tinggi, maka prestasi belajarnya diharapkan tinggi pula. Namun jika daya tahannnya terhadap stres rendah pretasi belajarnya akan menjadi rendah karena stres dapat menganggu proses belajar. Kerangka berfikir dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut :

STRESOR

Hubungan PositifHubungan PositifKebiasaan

Prestasi Belajar(Perubahan IP Semester)Gaya HidupToleransi Terhadap Stres

Lingkungan

IP TurunIP NaikDilihat dariGambar 2.3 Kerangka Konsep2.3 Hipotesis PenelitianBerdasarkan kerangka berfikir diatas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut :H0 =Tidak ada hubungan toleransi stres dengan perubahan prestasi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Angakatan 2011 dan 2012.H1 =Ada hubungan toleransi stres dengan perubahan prestasi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Angakatan 2011 dan 2012.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif. Dengan rancangan penelitian crossectional. Survei crossectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005)3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu PenelitianLokasi penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram dengan mengambil waktu penelitian pada bulan Januari 2014.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi OperasionalVariabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo,2005) Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :3.3.1 Variabel Bebas : Toleransi Stress. Skala untuk mengukur toleransi stres adalah skala Miller dan Smith.3.3.2 Variabel Terikat : Perubahan Prestasi, yang dipengaruhi oleh toleransi stres.3.3.3 Definisi Operasional Stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut (proses). Toleransi terhadap stres merupakan kemampuan individu dalam menghadapi stresor sebelum berperilaku yang tidak efisien yang ditunjukkan dari tingkah lakunya sendiri. Pretasi belajar adalah hasil suatu proses belajar yang disimbolkam dengan angka atau huruf yang mencerminkan pencapaian tiap individu yang telah dievaluasi. Prestasi belajar mahasiswa dapat ditunjukkan dengan Indeks Prestasi (IP) yang merupakan hasil evaluasi proses belajarnya tiap semester. Skala miller dan Smith biasanya digunakan untuk mengukur tingkat daya tahan atau kekebalan seseorang terhadap stres. Dalam skala ini diberikan daftar pertanyaan yang merupakan beberapa aspek tertentu dari kebiasaan, gaya hidup, dan lingkungan seseorang dapat menjadikannya lebih kebal atau lebih rentan terhadap dampak negatif stres. Dari daftar pertanyaan yang telah diisi, akan diketahui skor total yang menyatakan tingkat kekebalan seseorang terhadap stres.

3.4 Subyek Penelitian3.4.1 PopulasiPopulasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2002).Pada penelitian ini populasinya adalah semua mahasiswa fakultas kedokteran universitas islam al-azhar angkatan 2011 dan 2012 yang belum menikah dan bersedia mengisi angket penelitian.3.4.2 SampelSampel adalah subset (bagian) populasi yang diteliti (Sastroasmoro, 2002). a. Kriteria inklusi0. Mahasiswa FK UNIZAR0. Angkatan 2011 dan 20120. Belum menikah0. Aktif di perkuliahan0. Bersedia menjadi responden1. Kriteria eksklusi0. Bukan mahasiswa FK UNIZAR0. Yang merupakan angkatan 2014 dan 2011 kebawah0. Tidak bersedia menjadi responden0. Menikah 1. Besar sampelDalam penelitian ini perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus slovin. Rumus Slovin :n = Keterangan :N : Besar Populasin : Besar Sampeld: Tingkat kepercayaan / ketetapan yang diingat (0,05)n = n = n = n = n = 85,69Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang diambil adalah 86 mahasiswa.3.4.3 Cara Pengambilan SampelCara pengambilan sampel adalah dengan porposive sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pelaksanaan pengambilan sampel secara porpusive ini adalah dengan mula-mula peneliti mengidentifikasi semua karakteristik populasi, misalnya dengan mengadakan studi pendahuluan/dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian, sehingga teknik pengambilan sampel secara porposive ini didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2005)

3.5 Instrumen PenelitianFenomena yang akan diamati dalam penelitian ini adalah daya tahan terhadap stres dan prestasi belajar mahasiwa. Instrumen dalam penelitian ada dua yaitu angket dan Kartu Hasil Studi (KHS). Untuk mengukur daya tahan terhadap stres instrumen yang digunakan berupa angket yang diisi oleh responden. Angket yang disusun menggunakan skala Miller dan Smith yang telah disesuaikan dengan keadaan sosial budaya dilingkungan sampel dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk mengetahui hubungan variabel yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa fakultas kedokteran, sampel terlebih dahulu diberi angket. Data prestasi belajar diperoleh mahasiswa dengan mengumpulkan dokumen berupa Kartu Hasil Studi (KHS).

3.5 Teknik Pengumpulan Dataa. Teknik dokumentasiDokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi didapatkan dari Kartu Hasil Studi. Dan data ini termasuk dalam data sekunder penelitian.b. KuisionerKuesioner yaitu alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi tentang toleransi stres seseorang terhadap perubahan prestasi belajar. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner Miller dan Smith. Kuisioner ini termasuk dalam data primer penelitian.

3.6 Teknik Analisis DataData yang diperoleh dari kuisioner dan dokumentasi kemudian akan dianalisis dengan uji korelasi. Jika data terdistibusi normal maka uji statistik yang digunakan adalah Pearson Product Moment. Namun jika distribusi data tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji korelasi Kendall-Tau.Rumus yang digunakan dalam mencari kesahihan butir adalah korelasi Product Moment dari Karl Pearson (1857-1936) yang dikutip dari Hadi (1997:114) sebagai berikut :

Keterangan :rxy= validitas butir soaln= jumlah sampelX= skor per itemY= skor total per itemRumus yang digunakan untuk uji korelasi Kendall Tau adalah :

keterangan : = nilai koefisien Kendall TauS = Pembilang yang berasal dari jumlah konkordansi dan disonkordasi jenjang secara keseluruhann = Jumlah sampel1 dan 2 = konstanta3.6.1 Uji Normalitas DataUntuk melakukan uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik maupun non parametrik. Statistik parametrik dapat digunakan jika data terdistirbusi normal. Jika distribusi data tidak normal, maka uji hipotesis dilakukan dengan statistik nonparametrik (Sugiyono, 2010).Uji normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan Chi Kuadrat (X2). Nilai dihitung menggunakan rumus (Sugiyono, 2010). = Fo = frekuensi observasi (teramati)Fn = Frekuensi ekspektasi (harapan)

3.7 Alur Penelitian

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Eualuasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.Hawari, Dadang. 2013. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.Hamalik, Oemar. 2005. Metoda Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Penerbit Tarsito.Hidayat, A.A.A.. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.Miyosi, F.S.. 2010. Hubungan Antara Fasilitas Belajar dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Labuapi Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Mataram: FKIP Universitas Mataram.Nasution,IK. 2007. Stres Pada Remaja. Skripsi Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Nazir, Moehammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Nuriana, dkk. 2010. Hubungan Insidensi Stres Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2007 FK UNLAM.Di unduhhttp://nuribirdgirl.blog.com/2009/05/07/hubungan-stres-dengan-prestasi-belajar-mahasiswa-ppkd-fk-unlam-banjarmasin_pre-kti-1/Rafidah, K., Azizah, A., Norzaid, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I. & Noraini, I. (2009). The Impact of Perceived Stress and Stress Factors on Academic Performance of Pre-Diploma Science Students: A Malaysian Study. International Journal of Scientific Research in Education, Vol. 2(1), 13-26. Di unduh pada 12 Desember 2014 dari http://www.ijsre.com.

Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.Salam, Burhanuddin. 2004. Cara Belajar yang Sukses Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Rineka Cipta.Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.Sari, Afrianti Novita. 2010. Hubungan antara toleransi stres dengan Indeks Prestasi Belajar Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Semester Dua Angkatan 2004. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.http://www.4shared.com/office/A0fGPvdw/hubungan_stres_dan_prestasi_b.html. di akses pada 08 Desember 2014.Sudjiono, Anas. 2003. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.Sugiyono. 2010. Statistika untuk Pneleitian. Bandung: Alfabeta 38