42
5/19/2018 BABIIKTI-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-kti-56195225c9031 1/42 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia  berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002). Perilaku yang muncul dari individu dapat dikatakan merupakan usaha individu untuk memenuhi kebutuhannya dan usaha tersebut dapat diamati. 2. Jenis Respon Skinner (1938) dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa  perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Menurut Notoatmodjo (2003) respon dibedakan menjadi dua : a.  Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang ditimbulkan relatif tetap.  b. Operant response atau instrument reflexive, adalah respon yang timbul dan  berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan.

BAB II KTI

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    1/42

    10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Pustaka

    A. Perilaku

    1. Pengertian Perilaku

    Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik

    yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

    (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia

    berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan

    usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002).

    Perilaku yang muncul dari individu dapat dikatakan merupakan usaha individu

    untuk memenuhi kebutuhannya dan usaha tersebut dapat diamati.

    2. Jenis Respon

    Skinner (1938) dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa

    perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan

    (respon). Menurut Notoatmodjo (2003) respon dibedakan menjadi dua :

    a. Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang

    ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang

    ditimbulkan relatif tetap.

    b. Operant response atau instrument reflexive, adalah respon yang timbul dan

    berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat

    respon yang telah dilakukan.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    2/42

    11

    3. Bentuk Perilaku

    Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

    atau seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.

    Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua macam yaitu :

    a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan

    tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Dalam hal ini perilaku

    masih terselubung atau covert behavior.

    b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

    langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata atau

    overt behavior.

    4. Cakupan Perilaku

    Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah

    suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan

    sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.

    Adapun perilaku kesehatan mencakup :

    a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai dengan

    tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :

    1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

    (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah

    raga dan sebagainya.

    2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon

    untuk melakukan pencegah penyakit. Misalnya : tidak minum kopi, tidak

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    3/42

    12

    minum beralkohol, tidak makan berlemak, menghentikan kebiasaan

    merokok dan sebagainya.

    3) Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan pengobatan (health

    seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari

    pengobatan. Misalnya : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau

    mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,

    mantri, dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan

    tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

    4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation

    behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan

    kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet

    (rendah lemak, rendah garam), mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam

    rangka pemulihan kesehatannya.

    b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang

    terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan

    modern ataupun tradisional.

    c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu respon seseorang

    terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

    d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)

    adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan

    kesehatan manusia.

    5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

    Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (2003),

    menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    4/42

    13

    a. Faktor Predisposisi

    Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan

    dan nilai-nilai.

    1) Pengetahuan

    Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

    Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

    membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya klien yang hipertensi

    atau tidak hipertensi menganggap bahwa perilaku pencegahan stroke

    selama tidak dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

    2) Sikap

    Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan

    berespon atau bertindak. Bila klien bersikap kurang baik sehubungan

    dengan perilaku pencegahan stroke, maka hal tersebut dapat

    berpengaruh terhadap perilaku yang muncul, untuk itu klien

    sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke harus diperhatikan

    oleh petugas kesehatan.

    3) Kepercayaan

    Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, nenek.

    Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan

    tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Masyarakat yang

    mempercayai suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu

    perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    5/42

    14

    4) Keyakinan

    Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang

    dilakukan oleh masyarakat.

    5) Nilai-nilai

    Pada masyarakat dimanapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi

    pegangan sikap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

    b. Faktor pendukung (Enabling factors)

    Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan

    fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian

    harus digali dan dikembangkan dari masyarakat itu sendiri. Faktor

    pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas umum.

    Fasilitas fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya

    puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

    Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya TV, koran,

    majalah.

    c. Faktor penguat

    Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan,

    baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan

    kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas

    kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua. Perilaku erat

    hubungannya dengan kesehatan. Tingkat kesehatan, keselamatan, serta

    kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor perilaku.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    6/42

    15

    Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah lingkungan terhadap

    status kesehatan. Perilaku pencegahan stroke adalah salah satu bagian

    penting yang harus klien perhatikan, sebagai persiapan untuk pencegahan

    nantinya dilakukan dengan menjauhi semua hal yang kurang baik dan

    menjauhi kebiasaan yang kurang baik seperti : minum kopi, merokok,

    olahraga tidak teratur, minum alkohol dan makan makanan yang

    mengandung lemak. Selain itu perilaku pencegahan dapat pula dipengaruhi

    oleh tingkat pengetahuan individu. Semakin baik tingkat pengetahuan

    seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahan individu terhadap

    penyakit stroke.

    B. Kopi (Coffea sp.)

    Kopi merupakan biji-bijian dari pohon jenis coffea. Kopi termasuk ke

    dalam famili Rubiaceae, subfamili Ixoroideae, dan suku Coffeae (Panggabean,

    2011). Satu pohon kopi dapat menghasilkan sekitar satu kilogram kopi per tahun.

    Sebanyak lebih dari 25 jenis kopi dengan 4 jenis kopi yang cukup terkenal yaitu

    kopi arabika (Coffea arabica), kopi liberika (Coffea liberica), kopi robusta

    (Coffea canephora) dan kopi excelsa (Coffea dewevrei) yang mewakili 70% dari

    total produksi kopi. Kopi arabika mengusai 70% pasar di dunia dan robusta

    sebanyak 30%. Kopi arabika memiliki kualitas tinggi dan beraroma harum,

    sedangkan kopi robusta cenderung berasa asam dan pahit serta kandungan kafein

    yang lebih tinggi 23 kali dari kopi arabika (Muchtadi, 2009).

    Kopi arabika merupakan kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Kopi ini

    tumbuh di negara beriklim tropis atau subtropis pada ketinggian 1000 - 2100

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    7/42

    16

    meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 16 - 22C Semakin tinggi

    lokasi perkebunan kopi, maka cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan

    semakin baik. Kopi robusta dapat tumbuh pada ketinggian 400 - 1.200 meter

    diatas permukaan laut dengan suhu 20 - 28C. Jenis kopi yang merupakan turunan

    dari kopi arabika dan robusta adalah kopi luwak asli Indonesia. Kopi luwak

    merupakan kopi dengan harga jual tertinggi karena proses terbentuknya dan

    rasanya yang unik (Panggabean, 2011).

    Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Satu cangkir kopi

    setara dengan 120 - 480 ml dapat mengandung kafein 75 mg - 400 mg atau lebih,

    bergantung pada jenis biji kopi, cara pengolahan kopi dan mempersiapkan

    minuman kopi (Weinberg & Bonnie, 2010). Kafein merupakan senyawa hasil

    metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa

    yang pahit. Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umunya terkait dengan

    aktivitas kafein didalam tubuh. Cara baik minum kopi adalah dengan

    meminimalkan deterpen dengan cara minum kopi yang disaring atau kopi instan

    serta mengkonsumsinya dalam jangka waktu 4 - 6 jam. Rekomendasi yang aman

    minum kopi bagi orang sehat adalah 2 - 3 cangkir (Muchtadi, 2009;

    Purwantyastuti, 2009).

    Komponen kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah

    tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting terdapat di

    dalam kopi adalah kafein dan caffeol. Komponen biji kopi arabika dan robusta

    sebelum dan sesudah disangrai dapat dilihat pada Tabel II.1 berikut:

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    8/42

    17

    Tabel II.1 Komponen kimia biji kopi arabika dan robusta sebelum dan setelah

    disangrai (% bobot kering)

    Komponen

    Arabika Robusta

    Biji kopi

    (%)*

    Kopi sangrai

    (%)**

    Biji kopi

    (%)*

    Kopi sangrai

    (%)**

    Kafein 0,9 - 1,2 1,2 - 1,5 1,6 - 2,4 2,2 - 2,4

    Air 0 - 5 0 - 5

    Trigonelline 1,0 - 1,2 0,5 - 1,0 0,6 - ,75 0,3 - 0,7

    Protein dan Asam

    Amino

    - Protein

    - Asam Amino

    1113

    2

    7,5

    0

    11 - 13

    2

    7,5

    0

    Gula 6 - 8 0,3 6 - 7 0,3

    Polisakarida 50 - 55 38 37 - 47 42

    Oligosakarida 6,0 - 8,0 0 - 3,5 5,0 - 7,0 0 - 3,5

    Asam

    - Asam Alifatik 1,5 - 2,0 1,6 1,5 - 2,0 1,6

    - Asam Quinat 0,8 1,0

    - Asam Klorogenat 5,5 - 8,0 2,5 7,0 - 10 3,8

    Lemak 12,0 - 18,0 14,5 - 20,0 9,0 -13,0 11,0 - 16,0

    Mineral (sebagai

    oksida)

    3,0 - 4,2 3,5 - 4,5 4,0 - 4,5 4,6 - 5,0

    Sumber : *Clarke & Macrae (1987), diacu dalam Ridwansyah (2003) **Yusianto

    (1999), diacu dalam Panggabean (2011) & Wahyuni (2013)

    1. Kafein (1,3,7-Trimetilxantin)

    Komponen utama di dalam biji kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein

    merupakan zat perangsang syaraf yang sangat penting, sementara caffeol adalah

    salah satu zat pembentuk cita rasa dan aroma. Kafein merupakan salah satu jenis

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    9/42

    18

    alkaloid yang dapat dijumpai secara alami dalam daun, biji, atau buah berbagai

    tanaman seperti kopi, daun teh, biji coklat yang digunakan untuk produk cokelat

    dan buah kola yang digunakan untuk produk minuman ringan (soft drink). Selain

    itu, kafein juga ada pada tanaman guarana yang disebut guaranina dan pada

    tanaman mate yang disebut mateina (Panggabean, 2011).

    Kandungan kafein setiap jenis kopi berbeda-beda. Kadar kafein rata-rata

    pada jenis kopi arabika adalah 1,2% - 1,5 % dan pada jenis kopi robusta 2,2% -

    2,4%. Kafein mempunyai rasa yang pahit, namun kafein sendiri hanya

    menyumbang cita rasa pahit sebanyak kurang dari 10%. Kafein bekerja sebagai

    perangsang saraf pusat, jantung dan pernafasan serta bersifat diuretik ringan.

    Kafein berbentuk serbuk putih yang mengandung gugus metil dengan rumus

    kimia C8H10N4O2 (Panggabean, 2011).

    Selama proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena rusak

    ataupun larut dalam air perebusan. Kandungan kafein dalam kopi memiliki efek

    yang beragam pada setiap manusia. Beberapa orang akan mengalami efeknya

    secara langsung, sedangkan orang lain tidak merasakannya sama sekali. Hal ini

    terkait dengan sifat genetika yang dimiliki masing-masing individu terkait dengan

    kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafein (Weinberg & Bonnie

    2010). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (2007), overdosis karena

    kafein jarang terjadi, namun tanda keracunan kafein telah terlihat pada anak-anak

    seperti tremor (gemetar diluar kesadaran), mual, muntah, denyut jantung yang

    tidak teratur, panik, dan kebingungan.

    International Food Information Council Foundation (IFIC) menyatakan

    bahwa batas aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    10/42

    19

    100 - 150 mg atau 1,73 mg/kgBB, sedangkan untuk anak-anak dibawah 14 - 22

    mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup

    untuk membuatnya tetap terjaga (IFIC, 2007). Sebuah studi menunjukkan bahwa

    100 - 200 mg kafein (1 - 2,5 cangkir kopi) setiap hari adalah batas aman yang

    dianjurkan oleh beberapa dokter, namun jumlah tersebut berbeda setiap individu

    dan para ahli sepakat bahwa 600 mg kafein (4 - 7 cangkir kopi) atau lebih setiap

    harinya adalah jumlah yang terlalu banyak karena overdosis kafein berbahaya dan

    dapat membunuh (FDA, 2007).

    1.1.Efek Kafein

    Menurut Austalian Drug Foundation (ADF) (2011), pengaruh

    setiap obat termasuk kafein bervariasi setiap individu. Kafein

    mempengaruhi seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya

    ukuran tubuh, berat badan, status kesehatan, faktor genetik dan jumlah

    yang dikonsumsi. Efek yang dirasakan seseorang yang mengkonsumsi

    kafein secara teratur akan berbeda dengan orang yang hanya sesekali

    mengkonsumsi. Pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam

    waktu 5 - 30 menit dan bertahan hingga 12 jam. Kafein membutuhkan

    waktu 5 - 30 menit untuk beredar dalam tubuh setelah di konsumsi.

    Efeknya akan berlanjut dalam darah selama sekitar 12 jam. Konsumsi satu

    atau dua cangkir kopi dalam sehari dapat membuat seseorang merasa lebih

    terjaga dan waspada untuk sementara waktu (ADF, 2011). Konsentrasi

    kafein dalam darah mencapai puncaknya pada 30 - 120 menit setelah

    dikonsumsi dan meningkat hingga 75% dari nilai maksimal dalam waktu

    15 menit (Nurminen et al. 1999; Weinberg & Bonnie, 2010).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    11/42

    20

    Tabel II.2 Kandungan kafein berbagai pangan sumber kafein

    Jenis Pangan Produk Pangan Ukuran Kandungan Kafein (mg)

    Kopi Kopi murnia

    Kopi instana

    Kopi dekafeinasia

    Kopi espressoa

    Es krim kopi

    Starbucksc

    250 ml

    250 ml

    250 ml

    250 ml

    30 g

    150 - 240

    80 - 120

    2 - 6

    105 - 110

    40 - 60

    Teh Tehc

    Teh hijaub

    Teh hitamb

    Es tehd

    150 ml

    240 ml

    240 ml

    240 ml

    4 - 80

    25 - 40

    4070

    9 - 50

    Minuman

    ringan

    Coca colac

    Coca cola classicb

    Coca cola dietc

    Pepsi colab

    Pepsi dietb

    355 ml

    355 ml

    355 ml

    355 ml

    355 ml

    64

    35

    45

    38

    36

    Cokelat Cokelata

    Minuman cokelatd

    Susu cokelata

    Cokelat susu bara

    Cokelat bara

    Brownies cokelatc

    250 ml

    240 ml

    250 ml 55

    g

    55 g

    35 g 5

    30 - 60

    3 - 32

    2 - 7

    3 - 20

    40 - 50

    8

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    12/42

    21

    Es krim cokelatc

    Cookies cokelatc

    0 g 3

    0 g

    2 - 5

    3 - 5

    Minuman

    berenergi

    Red Bull

    Minuman berenergi

    laina

    250 ml

    250 ml

    80

    50 - 80

    Sumber: a. ADF (2011)

    b. Kovacs B (2011)

    c. FDA (2007)

    d. IFIC (2008)

    Food and Drug Administration (FDA) dan American Medical

    Association (AMA) menyatakan bahwa asupan moderat kafein diakui

    sebagai asupan yang aman. Berikut klasifikasi asupan kafein (Kovacs. B,

    2011):

    1. Asupan rendah sampai moderat: 130 mg - 300 mg perhari

    2. Asupan moderat: 200 mg - 300 mg per hari

    3. Dosis tinggi: > 400 mg per hari

    4. Konsumsi kafein yang berbahaya: 6000 mg per hari

    Penggunaan obat apapun termasuk kafein membawa beberapa

    risiko bahkan dapat menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.

    Konsumsi kafein yang berlebihan tidak hanya berdampak jangka pendek

    tapi juga jangka panjang yang dapat mengganggu kesehatan. Efek jangka

    pendek konsumsi kafein antara lain: merasa lebih waspada dan aktif,

    buang air kecil lebih sering, peningkatan denyut jantung, dan stimulasi

    sistem saraf dan otak. Konsumsi kafein yang moderat (contoh: 4 cangkir

    kopi sehari) tidak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Namun

    penggunaan secara berlebihan dapat memiliki beberapa efek serius seperti:

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    13/42

    22

    osteoporosis, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, insomnia parah,

    infertilitas, depresi, gelisah, tremor otot, dan dapat menyebabkan kematian

    (ADF, 2011).

    1.2.Polifenol (Chlorogenic Acid/CGA)

    Polifenol adalah senyawa kimia yang ditemukan dalam makanan

    yang membantu untuk mencegah kerusakan radikal bebas dalam tubuh

    yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan karena merupakan

    molekul yang tidak stabil dan dapat merusak dinding arteri. Polifenol

    dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-

    kacangan, dan beberapa makanan dan minuman. Efek dari polifenol

    dalam makanan saat ini menjadi perhatian besar karena aktivitas

    antioksidan dan antikanker (Manach et al. 2004; Yang et al. 2001).

    Ada banyak jenis polifenol yang terkandung dalam makanan dan

    merupakan antioksidan in vitro yang kuat. Konsumsi kakao, teh atau kopi

    dapat menambah asupan polifenol menjadi 500 - 1000 mg. Asupan total

    polifenol yang diharapkan sebesar 828 mg per hari bagi setiap orang.

    Jumlah total polifenol dari minum kopi adalah yang tertinggi diantara

    minuman lainnya 200mg/100ml, teh hijau (115mg/100ml), teh hitam

    (96mg/100ml) (Purwantyastuti, 2009).

    Polifenol dalam kopi mengandung chlorogenic acid (CGA), caffeic

    acid, ferrulic acid dan p-coumaric acid, yang merupakan komponen

    antioksidan. Asam klorogenat (CGA) merupakan komponen utama

    polifenol dalam kopi karena itu kopi mengandung asam klorogenat paling

    tinggi dibandingkan dalam minuman lainnya seperti coklat dan teh. Kadar

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    14/42

    23

    asam klorogenat akan meningkat seiring dengan tingkat kematangan dan

    tingkat kadar kafein. Kandungan asam klorogenat pada biji kopi robusta

    dan arabika masing-masing 7% - 10% dan 5% - 7%. Satu cangkir kopi

    mengandung asam klorogenat sebesar 15 - 325 mg tergantung varietas,

    komposisi, pengolahan dan penyajian (Pergizi Pangan, 2009).

    Penyangraian biji kopi yang lebih cepat memiliki kandungan asam

    klorogenat dan caffeic acid lebih banyak dan semakin gelap biji kopi,

    kandungan asam klorogenat akan semakin sedikit. Suhu penyangraian

    yang terlalu tinggi akan menurunkan kadar asam klorogenat, sehingga

    kandungan yang tersisa dalam biji kopi berkisar 0,5% - 7% (Frost-Meyer

    & John, 2012).

    Berbagai penelitian tentang asam klorogenat menunjukan bahwa 1)

    peningkatan asupan asam klorogenat dapat melindungi eritrosit dari stress

    oksidasi, 2) memelihara oksidan alami dalam tubuh termasuk vitamin E,

    3) melindungi membran dan plasma sel dari oksidasi, 4) menurunkan

    toksik radikal bebas dalam tubuh. Peran proteksi ini akan berimplikasi

    pada berbagai penyakit yang berkaitan dengan disfungsi endothelial

    seperti penyakit kronik dan akut karena merokok, penyakit hipertensi,

    hiperkolesterol, hiperglikemia, atherosclerosis, serta gagal jantung. Hasil

    kajian epidemiologi mutakhir membuktikan bahwa minum secangkir kopi

    atau sekedarnya dapat meningkatkan kemampuan tubuh memerangi

    oksidan, bahkan asupan polifenol seperti asam klorogenat dapat

    menurunkan risiko penyakit jantung (Pergizi Pangan, 2009).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    15/42

    24

    2. Pengolahan Produk Kopi

    Secara umum, kopi dibedakan menjadi enam jenis olahan, yaitu biji kopi

    (bean), bubuk kopi (powder), kopi rendah kafein (decaffeinated), kopi instan

    (granular), kopi mix, dan kopi siap minum. Beberapa contoh produk kopi bubuk

    yang mudah ditemui di masyarakat antara lain Kapal Api, Torabika, Kopi Cap

    Piala, Kopi Cap Liong Bulan, Kopi Cap Singa, Kopi Cap Ayam Merak. Salah satu

    produk kopi instan yang sering ditemui antara lain Nescafe Classic dan Torabika

    3in1. Produk kopi yang sudah cukup terkenal dengan kopi mix antara lain Nescafe

    Mocha, Nescafe Coffeemix, Nescafe Creme, Kapal Api Susu, Kapal Api Grande,

    Kapal Api Mocha ABC Susu, ABC Mocca, Indocoffeemix, Luwak White Koffie,

    Good Day, Torabika Cappuccino, Torabika Duo Kopi Susu, Torabika Kopi Jahe,

    Torabika Kopi Mocha, Indocafe Coffemix, Indocafe Cappucino, Good Day

    Cappucino, Good Day Carrebian Nut, Good Day Chococinno, Good Day

    Coffeemix, Good Day Coolin Coffee, Good Day Mocacinno, Good Day Vanilla

    Latte.

    2.1.Pengolahan Biji Kopi Sangrai dan Kopi Bubuk

    Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses

    yaitu sebagai berikut:

    a. Penyiapan Bahan Baku

    Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari biji

    yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Biji kopi

    yang baru panen harus segera diolah. Pasalnya, biji kopi mudah

    rusak dan menyebabkan perubahan citarasa pada seduhan kopi

    (Panggabean, 2011).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    16/42

    25

    b. Penyangraian

    Menurut Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute

    (ICCRI) (2007) kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah

    penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma

    dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas.

    Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik

    calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi.

    Beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama

    menyangrai, diantaranya sistem mesin penyangrai, bahan plat

    tabung penyangrai, stabilitas sumber api tabung penyangrai, dan

    jenis bahan baku kopi serta karakteristiknya. Selain faktor alat,

    aspek lainnya yang juga penting yaitu suhu, waktu, keahlian, dan

    teknik penyangraian (Panggabean, 2011).

    Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan, kopi

    sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast (193 - 199C),

    medium roast (204C) dan dark roast (213 - 221C). Light roast

    menghilangkan 3 - 5% kadar air, medium roast, 5 - 8% dan dark

    roast 8 - 14% (Varnam & Sutherland, 1994; diacu dalam

    Ridwansyah, 2003).

    Waktu yang diperlukan saat menyangrai berkisar antara 5 -

    30 menit tergantung pada jenis alat dan mutu kopi bubuk. Waktu

    sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering

    disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi

    sangrai mendekati cokelat tua kehitaman. Penyangraian diakhiri

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    17/42

    26

    saat aroma dan citarasa kopi yang diinginkan telah tercapai yang

    ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula berwarna

    kehijauan menjadi cokelat tua (light), cokelat-kehitaman (medium),

    dan hitam (dark) (ICCRI, 2007).

    Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di

    dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dengan

    suhu 100C dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Pirolisis

    merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon menjadi unsur

    karbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada

    di dalam biji kopi sebagai akibat dari pemanasan. Reaksi ini terjadi

    setelah suhu sangrai di atas 180C. Secara kimiawi, proses ini

    ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang

    sangrai berwarna putih.

    Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji

    kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Saat proses

    penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung yang

    terkandung di dalam biji kopi seperti aldehid, furfural, keton,

    alkohol, dan ester ikut teruapkan. Proses ini ditandai dengan

    penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji

    kopi seperti penyembangan volume (swelling) dan pembentukan

    pori-pori di dalam jaringan sel sehingga berat biji kopi per satuan

    volume menjadi lebih kecil. Swelling selama penyangraian

    disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    18/42

    27

    dari CO2, kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-

    pori kopi.

    Biji kopi beras dengan kadar air 12% memiliki kerapatan

    curah 615 kg/m3, setelah disangrai selama 8 menit, kerapatan

    curahnya berkurang menjadi 506 kg/m3. Pada penyangraian menit

    ke dua puluh dua, kerapatan curah biji kopi menurun tajam menjadi

    317 kg/m3 (ICCRI, 2007). Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi

    selama proses penyangraian, menurut Ukers & Prescott, diacu

    dalam Ciptadi & Nasution (1985) terjadi seperti swelling,

    penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi

    karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein,

    terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya

    aroma yang karakteristik pada kopi. Senyawa yang membentuk

    aroma di dalam kopi menurut Mabrouk & Deatherage, diacu dalam

    Ciptadi & Nasution (1985) adalah :

    1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam

    kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.

    2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon,

    alkohol, vanilin aldehid.

    3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto

    asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat,

    merkaptopiruvat.

    4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline,

    hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    19/42

    28

    5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat,

    butirat dan volerat.

    Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein

    akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu

    aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam

    asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas

    maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai

    senyawa kalium kafein klorogenat (Ciptadi & Nasution, 1985).

    2.2.Pendinginan Biji Sangrai

    Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di

    dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan

    proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over

    roasted). Selama pendinginan, biji kopi diaduk secara manual agar proses

    pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi

    untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses

    sangrai (Mulato, 2002, diacu dalam Israyanti, 2012).

    2.3 Pencampuran

    Pencampuran biji kopi sangrai bertujuan untuk mendapatkan

    citarasa dan aroma yang khas dengan mencampur beberapa jenis bahan

    baku atas dasar jenis biji kopi berasnya (contoh: arabika, robusta, dan

    excelsa), jenis proses yang digunakan (proses kering, semi-basah, dan

    basah), dan asal bahan baku (ketinggian, tana, dan agroklimat). Beberapa

    jenis bahan baku tersebut disangrai secara terpisah, ditimbang dalam

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    20/42

    29

    proporsi tertentu (atas dasar uji citarasa), dan kemudian dicampur dengan

    alat pencampur putar tipe hexagonal (ICCRI, 2007).

    2.4 Penghalusan Biji Kopi Sangrai

    Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder)

    sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran

    kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga

    senyawa pembentuk citarasa dan penyegar mudah larut ke dalam air panas.

    Semakin kecil butiran kopi akan semakin baik rasa dan aroma yang

    dihasilkan karena sebagian besar bahan yang terdapat dalam kopi dapat

    larut ke dalam air ketika diseduh (ICCRI, 2007).

    2.5 Pengemasan

    Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma dan citarasa

    kopi bubuk selama transportasi, pendistribusian ke konsumen, dan selama

    dijajakan di took/warung, pasar tradisional, dan pasar swalayan.

    Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara

    signifikan setelah satu atau dua minggu jika tidak dikemas secara baik.

    Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama

    dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai,

    kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk, dan kandungan oksigen di dalam

    kemasan. Kandungan air dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa

    kimia yang terdapat di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek

    (stale), sedangkan oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi

    melalui proses oksidasi (ICCRI, 2007).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    21/42

    30

    3. Pengolahan Kopi Decaffeinated (Kopi Rendah Kafein)

    Kandungan kafein dalam biji kopi berkisar antara 1,2% - 2,4%.

    Kandungan kafein dalam biji kopi perlu diturunkan sampai batas aman karena

    terdapat beberapa individu yang sensitif terhadap kafein (ICCRI, 2007).

    Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian. Prosesnya meliputi

    pembasahan biji kopi dengan air dan diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik

    yaitu metilen klorida (CH2Cl2) dalam ekstraktor dengan perbandingan biji kopi

    dengan metilen klorida adalah 1:5 pada suhu 80 selama 5 - jam bergantung pada

    kadar kafein yang akan diekstrak (Ridwansyah, 2003; ICCRI, 2007).

    Tahap awal proses dekafeinasi adalah pemanasan awal biji kopi dengan

    uap air panas pada suhu 230F (110C) selama 30 menit yang akan menghasilkan

    kadar air 16 - 18%. Tujuan pemanasan awal adalah untuk membantu proses

    hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Tahap selanjutnya dilakukan penambahan

    air/pre-wetting hingga kadar air mencapai 40%, setelah itu ditambahkan pelarut

    metilen klorida. Proses ekstraksi kafein selanjutnya dilakukan pada suhu 50 -

    120C dimana kafein sebagian besar akan dihilangkan yaitu sebanyak 95% - 98%.

    Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor.

    Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan

    penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap). Setelah proses

    dekafeinasi, bjji kopi biasanya masih mengandung kafein dan zat pelarut.

    Beberapa negara yang tergabung didalam European Economic Community (EEC)

    menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kafein

    (decaffeinated) dan kopi instan bebas kaffein tidak melebihi 0,1% dan 0,3%.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    22/42

    31

    Sedangkan zat pelarut yang tersisa dari biji kopi bebas kaffein tidak melebihi 10

    mg/kg pelarut (Ridwansyah, 2003).

    Biji kopi rendah kafein akan disangrai dengan suhu dan waktu

    yang sama saat menyangrai biji kopi biasa. Biji kopi rendah kafein yang

    telah disangrai akan dihaluskan dengan alat yang sama dengan

    penghalusan biji kopi biasa. Citarasa dan aroma kopi bubuk rendah kafein

    tidak sebaik dan setajam biji kopi biasa. Hal ini disebabkan beberapa

    senyawa pembentuk citarasa dan aroma ikut larut bersama kafein saat

    proses ekstraksi berlangsung (ICCRI, 2007).

    4. Kopi Instan (Granular)

    Bubuk kopi sangrai merupakan bahan baku kopi instan. Bubuk kopi

    diperoleh dari proses penghalusan biji kopi sangrai dengan ukuran partikel pada

    tingkat medium (hasil ayakan 60 mesh) (ICCRI, 2007).

    4.1.Ekstraksi

    Proses ekstraksi kopi instan menggunakanpercolater (penyaring kopi)

    dan sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Tujuannya untuk memperoleh

    ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi

    bubuk kopi yang optimum tergantung pada suhu air dan laju air melalui ampas

    bubuk kopi. Air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhu mencapai 80C

    selama 45 menit. Sisa bubuk hasil pelarutan akan dikempa secara manual

    untuk mengekstrak komponen kopi yang masih tertinggal. Penggunaan suhu

    air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Rendemen

    ekstraksi berkisar antara 30 - 32% berat bubuk kopi. Sisa ampas bubuk kopi

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    23/42

    32

    selanjutnya akan dibuang karena masih mengandung 70% kadar air untuk

    diolah menjadi biogas (Ridwansyah 2003; ICCRI, 2007).

    4.2.Kristalisasi, Penghalusan, dan Pencampuran

    Ekstrak kopi dimasukkan ke dalam alat kristalisator dan ditambah

    gula dengan perbandingan 1:1. Selama 30 menit pertama, larutan ekstrak

    kopi dan gula dipanaskan pada suhu 100C, setelah larutan mendekati

    jenuh, suhunya diturunkan menjadi 70C selam 20 menit berikutnya. Pada

    10 menit terakhir, sumber panas dimatikan, larutan jenuh kemudian

    didinginkan dengan suhu ruang hingga terbentuk kristal gula-kopi (ICCRI,

    2007).

    Setelah kristal gula-kopi terbentuk, akan digiling secara mekanik

    menjadi bubuk halus. Kopi instan selain disajikan dalam bentuk murni juga

    dapat dicampur dengan bubuk krimmer instan atau bahan tambahan lainnya

    pada proporsi tertentu dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.

    4.3 Aromatisasi

    Produk akhir kristalisasi akan berdampak pada kehilangan aroma

    kopi, sehingga biasanya dilakukan proses aromatisasi untuk memberikan

    aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini

    dilakukan dengan cara me-recovery aroma volatil yaitu menyemprotkan

    aroma volatil tersebut kedalam kopi instan dengan menggunakan minyak kopi

    sebagai bahan pembawa aroma volatile, selain itu hal ini diperlukan untuk

    mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida (Ridwansyah,

    2003).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    24/42

    33

    4.4.Pengemasan

    Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan

    yang baik sebelum didistribusikan ke toko/warung, pasar tradisonal atau pasar

    swalayan. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari

    absorbs kelembaban udara yng tidak hanya menyebabkan produk

    menggumpal (mengeras/memadat) tetapi juga dapat mempercepat penurunan

    aroma (Ridwansyah, 2003).

    C. Hipertensi

    1. Pengertian Hipertensi

    Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

    tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg.

    Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap tekanan darah normal,

    85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg hipertensi ringan 105-114 mmHg

    hipertensi sedang, dan lebih dari 115 dianggap tekanan darah tinggi

    (Wiryowidagdo, 2003).

    Hipertensi yang tidak ditanggulangi merupakan faktor risiko untuk

    penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung. WHO melaporkan sekitar

    16,2 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Faktor

    risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah hipertensi, kadar

    kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi buah dan sayuran yang rendah serta kurang

    aktivitas fisik (Kusmana, 2009). Hipertensi umumnya mulai pada usia muda,

    sekitar 5 - 10% ditemukan kasus hipertensi pada usia 20 - 30 tahun. Bagi pasien

    yang berusia 40 - 70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    25/42

    34

    dan atau tekanan darah diastolik 10 mmHg dapat meningkatkan risiko

    kardiovaskular 2 kali lipat (Kusmana, 2009).

    2. Penyebab hipertensi

    Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari

    perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki kemungkinan

    lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

    hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa umur, jenis kelamin dan ras

    juga mempengaruhi timbulnya hipertensi. Umur yang bertambah menyebabkan

    terjadinya kenaikan tekanan darah, tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi

    jika dibandingkan dengan wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak

    dibanding dengan orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi

    garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,

    kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan atau terjadinya hipertensi

    (Gunawan, 2001).

    3. Klasifikasi Hipertensi

    Klasifikasi hipertensi dapat dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan

    diastolik dalam satuan millimeter merkuri (mmHg). The Seventh of the Joint

    National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

    Blood Pressure (JNC 7) mengategorikan tekanan darah orang dewasa menjadi

    empat yaitu kelompok normal, pre-hipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi

    tingkat II.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    26/42

    35

    Tabel 3.1 Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia

    diatas 18 tahun berdasarkan JNC 7 Tahun 2003

    Klasifikasi Tekanan

    Darah

    Tekanan Darah Sistolik

    (mmHg)

    Tekanan Darah

    Diastolik (mmHg)

    Normal Pre Hipertensi

    Hipertensi Tingkat I

    Hipertensi Tingkat II

    160

    100

    (U.S Department of Health and Human Services, 2003)

    Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu diketahui

    klasifikasi menurut etologinya. Dan tekanan darah tinggi dibagi menjadi 2 yaitu :

    a. Hipertensi Esensial

    Hipertensi essensial adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang

    tidak diketahui penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam

    tubuh. Sekitar 90 - 95 % penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini

    (Depkes, 2006). Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak

    ditujukan bagi penderita kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-

    obatan atau terjadinya hipertensi (Gunawan, 2001).

    Faktor yang dapat menjadi penyebab hipertensi primer antara lain

    (Askes, 2011):

    1. Tekanan darah tidak terdeteksi (diastolik < 90 mmHg, sistolik >105mmHg);

    2. Peningkatan kolesterol darah;

    3. Kebiasaan merokok dan atau alkohol;

    4. Kelebihan berat badan/kegemukan/obesitas;

    5. Kurang aktivitas fisik/olah raga;

    6. Gagal ginjal;

    7. Faktor genetik/keturunan;

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    27/42

    36

    8. Usia.

    b. Hipertensi Sekunder

    Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya

    dapat diidentifikasi (Marsud, 1996). jenis hipertensi yang penyebabnya

    dapat diketahui, dan ada sekitar 5 - 10% dari seluruh penderita hipertensi

    masuk kedalam kategori ini. Penyebab hipertensi sekunder antara lain

    (Kertohoesodo, 1987):

    1. Sebabsebab hormonal;

    2. Kelainan pada ginjal, endokrin, kekakuan dari aorta;

    3. Adanya perubahan pada organ jantung dan pembuluh darah yang

    menyebabkan meningkatnya terkanan darah;

    Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang

    menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin

    (naradrenalin).

    4. Komplikasi Hipertensi

    Dalam perjalannya penyakit ini dapat menyebabkan berbagai macam

    komplikasi antara lain yaitu (Marsud, 1996) :

    a. Stroke

    Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat,

    bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan

    tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada

    termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga

    kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah,

    maka pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke

    hemoragik yang memiliki prognosis yang tidak baik.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    28/42

    37

    b. Gagal jantung

    Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi

    berupa penebalan pada otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil

    rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin

    membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya

    gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan

    kekurangan oksigen dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila

    kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung

    untuk memompa dan menimbulkan kematian.

    c. Ginjal

    Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari

    pembuluh darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai

    pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat

    akan terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat

    merusak organ tubuh lain terutama otak.

    d. Mata

    Mata menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan

    kebutaan.

    5. Pencegahan Stroke pada Pasien Hipertensi

    Pencegahan stroke pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua cari

    yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder (Murni, 2000). Pencegahan

    primer meliputi usaha pencegahan serangan stroke yang pertama kali yaitu

    pengobatan tekanan darah, dimana pada pasien yang memiliki tekanan darah

    tinggi (tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg) dengan hati-hati memakai preparat

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    29/42

    38

    antagonis kalsium (seperti nifedipin) serta selanjutnya salah satu anggota

    kelompok obat yang disebut penghambat beta (misal etanol). Pemeriksaan kadar

    lemak darah pada penderita hipertensi usia pertengahan dan usia lanjut

    mempunyai permasalahan yang berhubungan dengan lemak. Penderita yang

    usianya lebih muda harus memperoleh nasehat diet rendah lemak jenuh, hidrat

    arang (kalori seimbang), ditambah dengan obat kadar lemak yang berbahaya

    (seperti klofibrat). Permasalahan atau problem pembuluh darah pada penderita

    yang pernah mengalami serangan iskemik sepintas atau penyempitan pembuluh

    arteri karotis harus menjalani pemeriksaan antara lain pemeriksaan gelombang

    suara ultra untuk mengetahui keadaan arteri karotis juga dijumpai kelainan

    dilakukan pemeriksaan (Murni, 2000).

    Pada pencegahan sekunder merupakan usaha pencegahan pada penderita

    yang pernah mengalami serangan stroke dan ingin menghindari serangan

    berikutnya berupa tekanan darah pada pasien yang mempunyai tekanan darah

    tinggi harus diobati dengan tekanan darah tinggi harus diobati dengan hati-hati.

    Obat yang diberikan harus dalam tekanan kecil dahulu dan selanjutnya dinaikkan

    secara bertahap. Pemberian sebutir aspirin sehari pada penderita yang serangan

    strokenya disebabkan oleh trombosis harus mendapatkan aspirin sebagai tindakan

    pencegahan. Pemberian Warfarin pada penderita kelainan jantung yang dapat

    menimbulkan trombosis bisa dilindungi dengan pemberian antikoagulan warfarin.

    Penderita yang terus mendapatkan serangan iskemik sepintas sekalipun sudah

    minum aspirin dapat menggunakan warfarin (Murni, 2000).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    30/42

    39

    6. Komplikasi Hipertensi

    Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat

    menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain stroke, gagal jantung,

    ginjal, mata. Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat,

    bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan

    darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk

    pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil. Kemudian

    bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah

    ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki

    prognosis yang tidak baik. Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini

    dapat dikatakan sebagai pengobatan seumur hidup bilamana ingin dihindari

    terjadinya komplikasi yang tidak baik (Edwintohaga, 2009).

    7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi

    Hipertensi merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh satu faktor

    saja, bahkan pada hipertensi primer/essensial tidak diketahui penyebab pastinya,

    hanya diketahui hal-hal yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah.

    Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan tekanan darah dibagi menjadi dua,

    yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol.

    a. Faktor yang tidak dapat dikontrol

    1. Usia

    Terdapat hubungan yang positif antara usia dan frekuensi hipertensi,

    dimana prevalensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Bullock 1996).

    Risiko terkena hipertensi tinggi pada saat memasuki masa pra lansia dan dengan

    bertambahnya usia, risiko menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    31/42

    40

    kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian lebih

    banyak terjadi pada usia diatas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan

    bertambahnya usia disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah

    besar, yang menyebabkan penyempitan lumen dan kekakuan dinding pembuluh

    darah dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik

    (Kamso, 2000; Depkes, 2007).

    2. Jenis kelamin

    Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria

    diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

    dibandingkan dengan wanita (WHO, 2001). Setelah menopause, prevalensi

    hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan

    oleh faktor hormonal (Bullock, 1996). Wanita yang belum menopause

    dilindungi oleh hormon estrogen yang sistem imun dan berperan dalam

    meningkatkan kadar High Density Lipoproptein (HDL). Kadar kolesterol HDL

    yang dtinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

    aterosklerosis. Ketika memasuki masa pemenopause, wanita mulai kehilangan

    sedikit demi sedikit hormon estrogen dan seiring dengan bertambahnya usia,

    hormon estrogen berubah kuantitasnya secara alami. Proses ini akan terus

    berlanjut sehingga kadar HDL menurun dan menyebabkan kemungkinan

    terjadinya aterosklerosis semakin besar. Hal ini umumnya terjadi pada wanita

    usia 4555 tahun (Kumar et al. 2005, diacu dalam Ananda, 2011).

    3. Ras

    Kajian populasi menunjukan bahwa orang kulit hitam memiliki risiko

    hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Tingkat

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    32/42

    41

    keparahan dan kematian yang disebabkan oleh hipertensi juga lebih tinggi pada

    orang kulit hitam. Hal tersebut terjadi diduga karena akses terhadap pelayanan

    kesehatan yang lebih rendah, perbedaan genetik dengan kulit putih, aspek

    psikososial dan atau karena faktor nutrisi (Bullock, 1996).

    4. Keturunan (genetik)

    Genetik berperan dalam perkembangan hipertensi, yang tentunya juga

    dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya. Diduga peran genetik dalam

    terjadinya hipertensi berkaitan dengan sensitivitas terhadap garam yang dapat

    mempengaruhi fungsi ginjal, sistem saraf simpatik, and lain-lain (Luft &

    Weinberger, 1997). Jika kedua orang tua memiliki hipertensi primer,

    kecenderungan hipertensi pada anaknya adalah satu dari dua anak. Jika salah

    satu dari orang tua hipertensi, maka kecenderungannya satu dari tiga anak.

    Sedangkan orang tua yang normotensi, kecenderungan hipertensi pada anaknya

    adalah satu dari 20 anak (Bullock, 1996). Hal ini sejalan dengan dengan

    pernyataan DEPKES RI (2006), bahwa meskipun tidak setiap penderita

    hipertensi didapat dari garis keturunan, namun seseorang akan memiliki potensi

    untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi,

    terutama hipertensi primer (esensial). Bila kedua orang tuanya menderita

    hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu

    orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-

    anaknya.

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    33/42

    42

    b. Faktor yang dapat dikontrol

    1. Status sosial ekonomi

    Level tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat

    pada golongan sosio ekonomi rendah selalu dapat ditunjukkan di negara-negara

    yang berada pada tahap pasca peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi.

    Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada pada masa peralihan, level tekanan

    darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada

    golongan sosio ekonomi yang lebih tinggi. Hubungan terbalik itu berkaitan

    dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (WHO, 2001).

    Pendapatan yang rendah diketahui menjadi penyebab yang lebih besar terhadap

    kejadian hipertensi jika dibandingkan dengan faktor risiko yang lainnya

    (Bullock, 1996). Menurut Gaudemaris et al. (2002) pada penduduk Perancis

    ditemukan adanya hubungan antara jabatan rendah dalam pekerjaan dengan

    prevalensi hipertensi yang tinggi dan rendahnya tingkat pengobatan penyakit

    hipertensi. Pada perempuan selain dipengaruhi tingkat pekerjaan juga

    dipengaruhi tingkat pendidikan yang rendah, dan pada laki-laki selain

    dipengaruhi pekerjaan yang rendah juga dipengaruhi tingkat konsumsi alkohol.

    2. Kegemukan (obesitas)

    Tubuh manusia terdiri dari berbagai komponen penyusun yang terdiri

    dari tulang, otot, berbagai organ, cairan tubuh, dan lemak yang kesemuanya

    akan menghasilkan berat badan. Secara normal beberapa komponen akan

    mengalami perubahan seiring pertumbuhan tubuh, perkembangan reproduksi,

    akibat latihan fisik, maupun akibat proses penuaan. Penambahan berat badan

    bisa diakibatkan dari perubahan faktor-faktor tersebut tetapi terutama akibat

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    34/42

    43

    penumpukan lemak yang tersimpan dalam sel lemak. Obesitas dapat disebabkan

    akibat sel lemak mengalami hipertrofi, hiperplasi ataupun keduanya. Pada

    semua golongan umur maupun etnis, kelebihan berat badan adalah faktor utama

    yang mempengaruhi tekanan darah. Indeks Massa Tubuh (IMT) 25 - 29 kg/m2

    mempunyai risiko 70% lebih besar terkena hipertensi.Joint National Committee

    (1977) menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 27 berhubungan

    dengan peningkatan tekanan darah. Lingkar pinggang > 34 inci (86 cm) pada

    laki-laki dan 39 inci (99 cm) pada perempuan diikuti dengan peningkatan risiko

    hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lain (Myers, 2004).

    Menurut penelitian Wildman et al. (2005) yang dilakukan di Cina,

    tekanan darah baik sistolik maupun diastolik meningkat seiring pertambahan

    IMT dan lingkar pinggang. Sedangkan penelitian Nowson et al. (2005)

    menyebutkan dengan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yang

    dimodifikasi disertai olah raga dengan intensitas sedang > 30 menit setiap hari,

    dicapai penurunan berat badan 5 kg dalam waktu tiga bulan yang diikuti dengan

    penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan diastolik sebesar 4

    mmHg bila dibandingkan diet rendah lemak yang biasa dilakukan.

    Tabel 4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

    Kriteria Kategori IMT (Kg/m2)

    Underweight < 18,5

    WHO

    Normal 18,524,9

    Overweight > 25

    Pre Obese 25,029,9

    Obese I 30,034,9

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    35/42

    44

    Obese II 35,039,9

    Obese III > 40,0

    InternationalObesity Task Force

    (IOTF, WHO)

    Underweight < 18,5

    Normal

    Overweight

    Risiko obesitas

    Obese I

    Obese II

    18,522,9

    > 23

    23,024,9

    25,029,9

    > 30,0

    Depkes Kekurangan berat

    badan tingkat berat

    < 17,0

    Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,018,5

    Normal 18,525,0

    Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0

    27,0

    Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

    Sumber: WHO (1998), IOTF-WHO (2000), Depkes (1994).

    3. Merokok

    Rokok merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, selain itu

    juga sebagai salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular

    (Bullock, 1996). Di dunia, tembakau merupakan penyebab kelima penyakit

    kardiovaskular. Merokok meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen

    untuk disuplai ke otot-otot jantung. Oleh karena itu, merokok pada penderita

    hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah

    arteri (Depkes 2006).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    36/42

    45

    Data Depkes menyebutkan bahwa pada tahun 2002 konsumsi rokok di

    Indonesia menempati urutan ke lima diantara sepuluh negara dengan konsumsi

    rokok tertinggi dengan trend yang meningkat selama periode 1970 - 2000

    sebesar 7 kali lipat, yaitu 23 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar

    batang pada tahun 2000. Nikotin dan gas monoksida (CO) adalah dua bahan

    penting dalam asap rokok yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular. Asap

    rokok mengandung sekitar 0,5% sampai 3% nikotin, dan jika dihisap maka

    kadar nikotin dalam darah akan berkisar antara 40-50 mg/ml. Nikotin di dalam

    rokok melepaskan zat cathecolamins yang dapat meningkatkan tekanan darah

    dan zat lainnya yang dapat mengganggu jantung, membuat irama jantung

    menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan kerusakan

    lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah.

    Sedangkan CO memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat daripada sel darah

    merah dalam hal menarik atau menyerap oksigen, sehingga menurunkan

    kapasitas darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan,

    termasuk jantung (Soeharto 2000).

    3. Aktivitas fisik

    Aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olah raga dan dapat

    didefinisikan sebagai pergerakan otot yang menggunakan energi. Aktivitas fisik

    berpengaruh secara langsung terhadap tekanan darah karena latihan fisik dapat

    mempengaruhi tekanan darah dengan menormalkan proses-proses tubuh lainnya

    (Hull 1996). Aktivitas fisik atau olah raga merupakan bentuk pemberian

    rangsang berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberi rangsangan

    secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat (Depkes 2007).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    37/42

    46

    Latihan aerobik dengan intensitas ringan sampai sedang, seperti jalan

    atau berenang secara teratur sekitar 30 - 45 menit selama 3 - 4 kali dalam

    seminggu dapat menurunkan hipertensi sekitar 4 - 8 mmHg dan risiko kematian

    akibat penyakit jantung koroner sebesar 30% dibandingkan dengan individu

    yang sedentary. Hal ini diduga karena latihan mengakibatkan penurunan

    tekanan darah dan meningkatkan HDL kolesterol (Chalmers et al. 1999).

    5. Konsumsi alkohol berlebih

    Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan kejadian

    penyakit kardiovaskular dan terjadinya hipertensi. Orang yang mengkonsumsi

    alkohol setiap hari akan menyebabkan tekanan darah sistolik naik sekitar 6,6

    mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 4,7 mmHg dibandingkan dengan

    peminum sekali seminggu, berapa pun jumlah total yang diminum setiap

    minggunya (WHO 2001). Konsumsi alkohol berlebihan di negara barat seperti

    Amerika berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di

    Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria

    separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan

    terjadinya hipertensi sekunder di kelompok usia ini (Depkes 2006).

    6. Konsumsi kopi

    Kopi disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan

    hipertensi. Kopi mengandung kafein yang merupakan stimulan ringan yang

    dapat mengatasi kelelahan, meningkatkan konsentrasi dan menggembirakan

    suasana hati. Kopi merupakan sumber kafein terbesar, konsumsi kafein yang

    terlalu banyak akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan tekanna darah

    meningkat. Kafein dalam 2 - 3 cangkir kopi (200 - 250 mg) terbukti dapat

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    38/42

    47

    meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3 - 14 mmHg dan tekanan diastolik

    sebesar 4 - 13 mmHg. Kafein bukan termasuk zat gizi, tetapi secara nyata

    menyebabkan naiknya tekanan darah dalam waktu singkat untuk kemudian

    kembali normal (Khomsan, 2004). Mengkonsumsi kopi pada penderita

    hipertensi akan membahayakan karena meningkatkan risiko terjadinya stroke

    dan meningkatkan ekskresi kalsium yang akan berakibat peningkatan tekanan

    darah (Simon, 2002).

    7. Konsumsi garam (natrium) berlebih

    Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik

    cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume

    dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi

    respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada

    masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan

    darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7

    8

    gram memiliki tekanan darah yang lebih tinggi (Depkes, 2006). Pada umumnya

    manusia mengkonsumsi natrium (Na+) melebihi kebutuhannya, sehingga

    mengurangi asupan Na+ dapat menurunkan tekanan darah pada pasien

    hipertensi esensial (Garrow 1996, diacu dalam Yuliarti, 2007). Kadar natrium

    darah diatur oleh ginjal yaitu oleh hormon aldosteron, yang mengatur

    keseimbangan air dan garam dalam tubuh. Recommended Daily Intake (RDI)

    untuk natrium adalah 9202300 mg per hari. Menurut Scottish Intercollegiate

    Guideline Network (SIGN) penurunan konsumsi garam dari 10 mg menjadi 5

    gram dapat menurunkan TDS sebesar 5 mmHg dan TDD sebesar 3 mmHg pada

    penderita hipertensi usia lanjut (SIGN, 2001, diacu dalam Yuliarti, 2007).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    39/42

    48

    8. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia

    Hiperlipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid (lemak) yang

    ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL

    dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan

    faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian

    tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes,

    2006)

    8. Patofisiologi Hipertensi

    Progresifitas hipertensi pada usia 10 - 30 tahun dimulai dari prehipertensi

    (meningkatnya curah jantung), kemudian menjadi hipertensi stadium awal pada

    usia 20 - 40 tahun (dimana ketahanan perifer meningkat), kemudian menjadi

    hipertensi pada usia 30 - 50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan

    komplikasi pada usia 40 - 60 tahun (Sharma et al., 2008; diacu dalam Ananda,

    2011). Mekanisme terjadinya hipertensi dimulai dengan terbentuknya angiotensin

    II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE

    memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

    mengandung angiotensinogen yang diproduksi di dalam hati. Selanjutnya

    angiotensinogen akan diubah menjadi angiotensin I oleh hormon renin yang

    diproduksi oleh ginjal. Kemudian angiotensin I diubah menjadi angiotensin II

    oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II inilah yang memiliki

    peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi

    pertama adalah dengan meningkatkan rasa haus dan sekresi antidiuretic hormone

    (ADH). ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

    ginjal untuk mengatur kekentalan dan volume urin. Meningkatnya ADH diiukuti

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    40/42

    49

    dengan jumlah urin yang dieksresikan ke luar tubuh sangat sedikit (anti diuresis)

    sehingga osmolalitasnya menjadi pekat dan tinggi. Untuk mengencerkannya,

    cairan dari bagian intraseluler ditarik untuk meningkatkan volume cairan

    ekstraseluler. Mekanisme ini menyebabkan volume darah meningkat, yang pada

    akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Muhaimin, 2008; diacu dalam

    Ananda, 2011).

    Aksi kedua adalah dengan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

    adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting

    pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

    mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus

    ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

    meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Inilah yang kemudian akan

    meningkatan volume dan tekanan darah (Muhaimin, 2008; diacu dalam Ananda,

    2011).

    9. Tanda dan Gejala Klinis Hipertensi

    Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain

    tekanan darah yang tinggi, maka dari itu pada umumnya sebagian besar penderita

    hipertensi tidak mempunyai keluhan khusus dan tidak mengetahui bahwa dirinya

    menderita hipertensi. Keluhan-keluhan yang tidak spesifik yang umum dialami

    oleh seseorang yang mengalami tekanan darah tinggi/hipertensi antara lain: sakit

    kepala yang khas terjadi pada bangun tidur di pagi hari dan akan berkurang ketika

    siang hari (Tierney et al., 2002, diacu dalam Sumaerih, 2007), gelisah, jantung

    berdebar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, sukar tidur/insomnia,

    telinga berdengung, mudah marah, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang,

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    41/42

    50

    lesu dan mudah lelah (Mansjoer et al., 2002, diacu dalam Sumaerih, 2007;

    Depkes, 2006).

    Sedangkan gejala akibat komplikasi hipertensi pada organ target seperti

    ginjal, mata, otak dan jantung antara lain ganngguan penglihatan, gangguan saraf,

    gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan serebral/otak yang

    mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan

    kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Depkes, 2006).

  • 5/19/2018 BAB II KTI

    42/42

    51

    B. Kerangka Teori

    Kerangka teori adalah kesimpulan hasil telaah yang menggambarkan

    hubungan-hubungan berdasarkan pustaka (Machfoedz, 2009).

    Gambar 5.1 Kerangka teori

    Gaya Hidup

    Aktivitas

    fisik/olah ragaStressKonsumsi

    garam

    Konsumsi

    alkoholMerokok

    Karakteristik Contoh dan

    Keluarga:

    Usia

    Jenis kelamin

    Jumlah pengeluaranminuman (kopi)

    Riwayat penyakit keluargadan contoh

    Tekanan Darah:

    Normal

    Tekanan Darah Tinggi

    Pola Konsumsi Kopi:

    Jenis

    Jumlah

    Frekuensi

    Waktu/saat minum

    Lama minum

    Efek Minum Kopi:

    Efek Negatif:

    Sakit kepala

    Jantung berdetaklebih cepat

    Ketagihan

    Sering buang airkecil

    Gangguan lambung

    Efek Positif: Rasa kantuk

    berkurang

    Lebih bugar

    Rasa lelahberkurang

    Mudahkonsentrasi

    Lebih tenang

    Keterangan :

    : Variabel yang diteliti

    : Variabel yang tidakditeliti

    : Hubungan variabel yang diteliti

    : Hubungan variabel yang tidak diteliti