7
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan 395 KORELASI SKOR DISPEPSIA DAN SKOR KECEMASAN PADA PASIEN DISPEPSIA RAWAT JALAN KLINIK PENYAKIT DALAM DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Nur Huda Satria Kusuma 1 , I.G. Arinton 2 , Hilma Paramita 3 1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 2 Rumah Sakit Profesor.Doktor. Margono Soekarjo 3 Rumah Sakit Banyumas E-mail: [email protected] ABSTRACT Based on the Rome III, dyspepsia is at least 3 months, with onset at least 6 months previously, of 1 or more of the following dyspepsia symptoms, bothersome postprandial fullness, early satiation, epigastric pain, epigastric burning, and no evidence of structural or organic disease (including at upper endoscopy) that is likely to explain the symptoms. Anxiety is one of trigger factors dyspepsia. The aim of this study was to investigate the correlation between dyspepsia scores and anxiety scores of dyspepsia outpatients in Internal Disease Clinic at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. This is an observational analytic study with cross sectional. Design by consecutive sampling to 44 patients with inclusion criteria in Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Data collected by interwiew, questioner of Lie score Minnesota Multiphasic Personality Inventory (LMMPI), questioner of Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS), questioner of The Nepean Dyspepsia Index (NDI) and medical record. Data analyzed by univariate and bivariate with Pearson Range Test. There was significant correlation between dyspepsia scores and anxiety scores (p < 0,05) with the strong correlation (r = 0,733). In conclusion “that higher dyspepsia scores makes higher anxiety scores of dyspepsia outpatients in Internal Disease Clinic at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Keywords : dyspepsia, anxiety, anxiety scores, dyspepsia scores PENDAHULUAN Berdasarkan Rome III, dispepsia adalah terdapatnya satu atau lebih gejala dispepsia selama 3 bulan dengan onset minimal 6 bulan sebelumnya, seperti rasa penuh atau mual pada perut bagian atas, cepat kenyang, kembung, nyeri pada epigastrium, perasaan terbakar pada epigastrium, dan tidak ada bukti penyakit struktural atau organik (setelah endoskopi saluran cerna bagian atas) 1 . Dispepsia berada pada peringkat ke-10 dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke-15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3 % dan menempati urutan ke-35 dari daftar 50 penyebab penyakit yang menyebabkan kematian dengan PMR 0,6 % 2 . Kecemasan adalah campuran perasaan yang sangat tidak enak, khawatir, cemas, gelisah, yang disertai satu atau lebih keluhan badaniah. Kecemasan timbul karena adanya suatu bahaya yang mengancam diri seseorang 3 . Istilah kecemasan menurut Froggatt 4 adalah perasaan tidak nyaman dan ketakutan dengan beberapa gejala fisik yang tidak menyenangkan, termasuk ketegangan otot, denyut jantung yang bertambah cepat, nafas memburu, mulut kering, badan berkeringat dan gemetar.

Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

395

KORELASI SKOR DISPEPSIA DAN SKOR KECEMASAN PADA PASIENDISPEPSIA RAWAT JALAN KLINIK PENYAKIT DALAM

DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Nur Huda Satria Kusuma1, I.G. Arinton2, Hilma Paramita3

1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto2 Rumah Sakit Profesor.Doktor. Margono Soekarjo3Rumah Sakit BanyumasE-mail: [email protected]

ABSTRACT

Based on the Rome III, dyspepsia is at least 3 months, with onset at least 6 months previously, of 1 ormore of the following dyspepsia symptoms, bothersome postprandial fullness, early satiation, epigastric pain,epigastric burning, and no evidence of structural or organic disease (including at upper endoscopy) that islikely to explain the symptoms. Anxiety is one of trigger factors dyspepsia. The aim of this study was toinvestigate the correlation between dyspepsia scores and anxiety scores of dyspepsia outpatients in InternalDisease Clinic at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. This is an observational analytic studywith cross sectional. Design by consecutive sampling to 44 patients with inclusion criteria in Prof. Dr.Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Data collected by interwiew, questioner of Lie score MinnesotaMultiphasic Personality Inventory (LMMPI), questioner of Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS),questioner of The Nepean Dyspepsia Index (NDI) and medical record. Data analyzed by univariate andbivariate with Pearson Range Test. There was significant correlation between dyspepsia scores and anxietyscores (p < 0,05) with the strong correlation (r = 0,733). In conclusion “that higher dyspepsia scores makeshigher anxiety scores of dyspepsia outpatients in Internal Disease Clinic at Prof. Dr. Margono SoekarjoHospital Purwokerto.

Keywords : dyspepsia, anxiety, anxiety scores, dyspepsia scores

PENDAHULUAN

Berdasarkan Rome III, dispepsia

adalah terdapatnya satu atau lebih gejala

dispepsia selama 3 bulan dengan onset

minimal 6 bulan sebelumnya, seperti rasa

penuh atau mual pada perut bagian atas,

cepat kenyang, kembung, nyeri pada

epigastrium, perasaan terbakar pada

epigastrium, dan tidak ada bukti penyakit

struktural atau organik (setelah endoskopi

saluran cerna bagian atas)1.

Dispepsia berada pada peringkat ke-10

dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis

penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di

seluruh rumah sakit di Indonesia. Tahun

2004, dispepsia menempati urutan ke-15 dari

daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap

terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3

% dan menempati urutan ke-35 dari daftar 50

penyebab penyakit yang menyebabkan

kematian dengan PMR 0,6 %2.

Kecemasan adalah campuran perasaan

yang sangat tidak enak, khawatir, cemas,

gelisah, yang disertai satu atau lebih keluhan

badaniah. Kecemasan timbul karena adanya

suatu bahaya yang mengancam diri

seseorang3. Istilah kecemasan menurut

Froggatt4 adalah perasaan tidak nyaman dan

ketakutan dengan beberapa gejala fisik yang

tidak menyenangkan, termasuk ketegangan

otot, denyut jantung yang bertambah cepat,

nafas memburu, mulut kering, badan

berkeringat dan gemetar.

Page 2: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

396

Sebuah hubungan sebab akibat antara

gangguan kejiwaan dengan gangguan

pencernaan funsional telah menjadi

kontroversial baru-baru ini. Sebuah bukti

yang menunjukkan hubungan ini datang dari

sebuah penelitian besar meta-analysis oleh

Dispepsia fungsional dan irritable bowel

syndrome (IBS) berhubungan erat dengan

kecemasan dan depresi. Studi ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan tingkat depresi antara pasien yang

mendapat pengobatan medis dengan yang

tidak, sedangkan tingkat kecemasan sedikit

lebih tinggi pada pasien yang mendapat

pengobatan medis5.

Sebuah studi berbasis populasi Swedia

baru-baru ini menemukan bahwa kecemasan

tanpa depresi terkait dengan uninvestigated

dyspepsia dan dispepsia fungsional. Dalam

studi ini, hanya PDS dan bukan EPS yang

dikaitkan dengan kecemasan6. Studi lain pada

populasi yang berbeda dengan menggunakan

desain penelitian kohort menunjukkan

adanya hubungan antara tekanan psikologis,

kecenderungan mencari pengobatan medis,

riwayat keluarga dispepsia dan ulkus serta

kebiasaan menggunakan obat penenang7.

Sebuah penelitian yang dilaksanakan

di Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto dari tanggal 2

Januari sampai 31 Desember 2005 terhadap

pasien yang dapat berbahasa Indonesia

dengan keluhan dispepsia didapatkan angka

prevalensi cukup besar yaitu mencapai 60%8.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

meneliti korelasi antara skor dispepsia dan

skor kecemasan pada pasien dispepsia rawat

jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tujuan

penelitian ini adalah mengetahui korelasi

antara skor dispepsia dan skor kecemasan

pada pasien dispepsia rawat jalan Klinik

Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. Hipotesis penelitian,

yaitu semakin tinggi skor dispepsia, semakin

tinggi skor kecemasan pada pasien dispepsia

rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Manfaat penelitian adalah memberikan

informasi ilmiah mengenai korelasi antara

skor dispepsia dan skor kecemasan pada

pasien dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit

Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah

analitik observasional dengan pendekatan

cross sectional. Subjek penelitian ini adalah

pasien dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit

Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto tahun 2011 dan memenuhi

kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu pasien

dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit Dalam

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan

usia lebih dari sama dengan 18 tahun dan

kurang dari sama dengan 45 tahun, serta

bersedia mengikuti penelitian dengan terlebih

dulu menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi yaitu pasien dispepsia tanpa

Page 3: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

397

alarm symptoms, seperti : pasien dengan

riwayat keluarga kanker saluran cerna bagian

atas, pasien yang mengalami penurunan berat

badan dengan penyebab yang tidak jelas,

pasien yang mengalami perdarahan saluran

cerna, pasien menderita disfagia progresif,

pasien muntah persisten, pasien teraba masa

atau limfadenopati, pasien tampak ikterus,

pasien mengkonsumsi secara teratur obat-

obatan anti radang non steroid, pasien

dengan riwayat operasi saluran cerna bagian

atas, dan pasien hamil. Subyek penelitian

berjumlah 44 responden dan diperoleh

dengan cara consecutive sampling.

Variabel bebas yaitu skor dispepsia

dan variabel terikat yaitu skor kecemasan.

Data didapatkan dari hasil wawancara dan

rekam medik. Kuesioner yang digunakan

dalam wawancara adalah kuesioner identitas

responden, kuesioner LMMPI (Lie score

Minnesota Multiphasic Personality

Inventory), kuesioner NDI (The Nepean

Dyspepsia Index) dan kuesioner TMAS

(Taylor Manifest Anxiety Scale).

Kuesioner TMAS mempunyai validitas

sebagai berikut : sensitivitas 90%, spesivitas

90,4%, , efektivitas 92,5% dengan korelasi

uji reliabilitas dengan menggunakan α

Chronbach didapatkan hasil samadengan

0,869. Kuesioner NDI dalam bahasa

Indonesia juga telah melalui uji reliabilitas

dan uji validitas. Reliabilitas kuesioner baik

dengan α-Chronbach dan Interclass

Correlation Coeficient masing-masing lebih

dari 0,70 dan nilai Kaiser-Meyer-Olkin lebih

dari 0,6410.

Analisis yang digunakan adalah

analisis univariat dan analisis bivariat.

Analisis univariat dilakukan untuk

memperoleh gambaran masing-masing

variabel dengan menggunakan distribusi

frekuensi. Analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui korelasi antara skor dispepsia

dan skor kecemasan pada pasien dispepsia

rawat jalan Klinik Penyakit Dalam RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

dengan menggunakan Pearson Rank Test,

karena distribusi data normal. Jenis

hipotesisnya korelatif. Analisis data dibantu

dengan SPSS versi 15.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 14

hari (3 Mei 2011 – 16 Mei 2011). Responden

adalah pasien dispepsia rawat jalan di Klinik

Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.Pasien dispepsia rawat

jalan yang bersedia menjadi responden

adalah sebanyak 45 orang. Dari jumlah

tersebut, responden yang diikutsertakan

dalam analisis data sebanyak 44 orang dan

responden yang dieksklusi sebanyak 1 orang,

yaitu tidak lolos dalam kuesioner LMMPI

Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Jenis Kelamin, Diagnosis Dokter, danSkor LMMPI

JenisKelamin

F DiagnosisDokter

SkorLMMPI

Laki-laki 17 Dispepsia LolosPerempuan 27 Dispepsia LolosTotal 44 44 44

Keterangan: F: Frekuensi, LMMPI: Lie scoreMinnesota Multiphasic Personality Inventory

Page 4: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

398

Tabel 2. Usia Responden, Skor NDI, dan SkorTMAS

SkorTerendah

SkorTertinggi

SkorTerbanyak

Usia 18 45 42NDI 11 38 30TMAS 12 43 36NDI: The Nepean Dyspepsia Index), TMAS(Taylor Manifest Anxiety Scale).

Analisis variabel penelitian digunakan

untuk mengetahui hubungan antara skor

dispepsia dan skor kecemasan. Uji

normalitas yang digunakan pada penelitian

ini adalah Shapiro-Wilk, responden dalam

penelitian berjumlah 44 orang (sampel ≤ 50)

dengan nilai p >0,05 sehingga uji korelasi

yang digunakan adalah uji Pearson. Uji

Pearson digunakan untuk melihat korelasi

antara skor dispepsia (Skor NDI) dan skor

kecemasan (Skor T-MAS).

Tabel 3. Hasil uji korelasi Pearson antara skordispepsia dan skor kecemasan

Parameter SkorNDI

SkorTMAS

SkorNDI

Koefisienkorelasi

1,000 0,775

Nilai p . 0,000Arahkorelasi

. + (positif)

SkorTMAS

Koefisienkorelasi

0,775 1,000

Nilai p 0,000 .Arahkorelasi

+ (positif) .

Dari Tabel 3 didapatkan bahwa

kekuatan korelasi antara skor dispepsia (Skor

NDI) dan skor kecemasan (Skor T-MAS)

adalah 0,775, yang berarti bahwa kekuatan

korelasi antara kedua variabel tersebut kuat.

Nilai p<0,05, yang artinya terdapat korelasi

yang bermakna antara skor dispepsia (Skor

NDI) dan skor kecemasan (Skor T-MAS).

Arah korelasi bernilai positif yang berarti

hubungan kedua variabel searah. Jadi,

semakin besar skor dispepsia (Skor NDI)

maka semakin besar pula skor kecemasan

(Skor T-MAS).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Chen et al

(2006)10 pada pasien dispepsia fungsional di

Taipei Veterans General Hospital yang

mengemukakan bahwa kecemasan secara

signifikan berpengaruh terhadap pasien

dengan dispepsia fungsional. Semakin tinggi

tingkat kecemasan seseorang maka semakin

tinggi pula tingkat keparahan dispepsia

fungsionalnya, dan hal ini berlaku sama baik

untuk laki-laki maupun perempuan.

Henningsen et al (2003) membenarkan

hubungan yang sangat signifikan antara

dispepsia fungsional dan irritable bowel

syndrome (IBS) dengan kecemasan dan

depresi5.

Kecemasan berpengaruh terhadap

gejala dispepsia yang muncul11. Pasien

dispepsia yang mengalami kecemasan akan

lebih cenderung untuk berobat karena takut

terhadap gejala yang dirasakan. Oleh karena

itu, pengobatan untuk pasien dispepsia lebih

di arahkan untuk memperbaiki kondisi psikis

yang terganggu yang menyebabkan gangguan

pada sistem saraf pusat11.

Kelompok usia dalam penelitian

dipilih dengan rentang antara 18-45 tahun,

karena pada rentang usia tersebut banyak

dijumpai pasien dengan dispepsia fungsional,

sedangkan usia diatas 45 tahun banyak

Page 5: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

399

dijumpai pasien dengan dispepsia organik10.

Dispepsia organik berarti terdapat alasan

anatomi dan patofisiologi yang

melatarbelakanginya, misalnya karena maag

atau massa12.

Kecemasan pada pasien dengan

dispepsia fungsional telah banyak terbukti

mempunyai dampak yang serius terhadap

tingkat keparahan gejala dispepsia yang

dirasakan. Kecemasan menimbulkan

gangguan langsung pada sistem saraf pusat

(SSP), terutama nervus vagus yang

mempersarafi lambung dengan cara

merangsang sekresi asetilkolin, gastrin, dan

histamin yang akhirnya memunculkan

keluhan dispepsia.

Kecemasan dan stres psikososial dapat

mengaktifkan emotional motoric system

(EMS) yang berpusat di sistem saraf pusat

(SSP) akan segera mempengaruhi

neuroendokrin dan saraf otonom.

Neuroendokrin akan mengaktifkan

corticotropin relasing factor (CRF) untuk

mengeksresikan kortisol dan adrenalin

sebagai mekanisme pertahanan terhadapnya.

Saraf otonom juga akan memberikan respon

yang adekuat untuk mengatasi hal tersebut.

Saraf simpatis melalui serat adrenergik akan

mensekresikan norepinefrin yang akan

menggeser sistem kekebalam mukosa

lambung menuju respon Th2, yaitu akan

terjadi peningkatan sel mast dan pelepasan

nitrit oksida. Saraf parasimpatis melalui

nukleus motorik dorsalis nervus vagus akan

merangsang sekresi asetilkolin oleh serat-

serat kolinergik, gastrin, dan histamin.

Respon-respon inilah yang pada akhirnya

menyebabkan peningkatan sekresi asam

lambung, meningkatkan atau menurunkan

motilitas lambung yang pada akhirnya

memunculkan keluhan-keluhan pada saluran

gastrointestinal12,13.

Oleh karena itu diharapkan para dokter

dapat mengantisipasi dan mengevaluasi

faktor kecemasan sebagai salah satu faktor

pencetus dispepsia yang cukup berpengaruh,

dengan cara mengikutsertakan faktor

kecemasan dalam prinsip terapi terhadap

pasien dengan dispepsia fungsional14.

Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan terhadap responden (pasien rawat

jalan) Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo didapatkan hasil

bahwa rata-rata responden dengan diagnosis

dispepsia memiliki tingkat kecemasan yang

tinggi (diperoleh dari skor T-MAS), yang

ditandai dengan perasaan sebagai berikut :

mudah merasa gugup, merasa tegang saat

bekerja, sukar berkonsentrasi, sering

khawatir terhadap diri sendiri, khawatir tanpa

alasan yang jelas, sering mimpi buruk, dan

kurang percaya diri. Skor NDI ( The Nepean

Dyspepsia Index) yang tinggi, menunjukkan

hampir semua responden dengan diagnosis

dispepsia mengalami gangguan emosi akibat

keluhan lambung yang dialami, terganggu

dalam bekerja dan melakukan aktifitas

sehari-hari, terganggu dalam hal makan dan

minum, dan beranggapan akan terus menerus

merasakan keluhan lambung tersebut.

Uji statistik yang dilakukan pada

penelitian ini adalah uji Pearson, karena

Page 6: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

400

distribusi data normal (p >0,05), baik untuk

skor dispepsia (Skor NDI) maupun skor

kecemasan (Skor T-MAS), masing-masing

mempunyai nilai p = 0,213 (NDI) dan nilai p

= 0,273 (TMAS). Uji Pearson dipilih karena

distribusi data normal dan mengingat kedua

variabel yang diteliti adalah numerik.

Kekuatan korelasi (r) yang didapatkan

antara skor dispepsia (Skor NDI) dan skor

kecemasan (Skor T-MAS) adalah sebesar

0,775. Angka tersebut mempunyai arti

kekuatan korelasi antara kedua variabel

tersebut masuk dalam kategori kuat dan

searah, artinya semakit besar skor dispepsia

(Skor NDI) maka semakin besar pula skor

kecemasannya (Skor TMAS). Hal itu tidak

jauh berbeda dengan kekuatan korelasi (r)

pada penelitian Chen et al (2006), yaitu

sebesar 0,43 yang berarti mempunyai

kekuatan korelasi sedang dan searah10.

Hasil uji statistik menyatakan bahwa

terdapat korelasi antara skor diapepsia dan

skor kecemasan pada pasien dispepsia rawat

jalan di Klinik Penyakit Dalam RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat

korelasi yang bermakna antara skor dispepsia

dan skor kecemasan pada pasien dispepsia

rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD

Prof. Margono Soekarjo Purwokerto.

Semakin tinggi skor dispepsia, semakin

tinggi skor kecemasan pada pasien dispepsia

rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

DAFTAR PUSTAKA1. Chang L, M.D., David G. 2006. Rome III.

Diakses dari URL : www.medscape.comtanggal 14 Maret 2011

2. Departemen Kesehatan RI. 2006. ProfilKesehatan RI Tahun 2005. Jakarta.www.depkes.go.id

3. Maramis, W.F. 2004. Catatan IlmuKedokteran Jiwa. Edisi 8. Surabaya:Airlangga University Press.

4. Supriyantini, S. 2010. Perbedaan KecemasanDalam Menghadapi Ujian Antara SiswaProgram Reguler dengan Siswa ProgramAkselerasi. Karya Tulis Ilmiah FakultasPsikologi. Universitas Sumatera Utara.Diambil dari URL : http://repository.usu.ac.id.Diakses 14 Maret 2011.

5. Henningsen P., Zimmermann T., Sattel H.2003. Medically Unexplained PhysicalSymptoms, Anxiety, and Depression: A Meta-Analytic Review. Psycosom Med. 65 : 528-33.

6. Aro P., Talley N.J., Ronkainen J., StorskrubbT., Vieth M., Johansson S.E., et al. 2009.Anxiety is Associated with Uninvestigated andFunctional Dyspepsia (Rome III criteria) in aSwedish population-basedstudy. Gastroenterology 137: 94–100.

7. Koloski N.A., Talley N.J., Boyce P.M.2003. Does Psychological Distress ModulateFunctional Gastrointestinal Symptoms andHealth Care Seeking? A prospective,community Cohort study.Am JGastroenterol 98: 789–797.

8. Arinton, I.G., Pugud S., Soewignjo S. 2005.The Napean Dyspepsia Index (NDI).Terjemahan dan Validasi dalam BahasaIndonesia. Purwokerto.

9. Chen, T.S., Ying-Chiao L., Full-Young C.,Han-Chan W., and Shou-Dong L. 2006.Psychosocial Distress is Associated withAbnormal Gastric Myoelectrical Activity inPatients with Functional Dyspepsia. OriginalArticle. Scandinavian Journal ofGastroenterology. Vol. 41: 791-6.

10. Hojo, M., Hiroto M., Tetsuji Y., ToshifumiO., Akihito N., Masato K., Daisuke A., YukoI., and Nobuhiro S. 2005. Treatment ofFunctional Dyspepsia with Antianxiety orAntidepressive Agents : Systematic Review.Gastroenterology. Vol. 40: 1036-42.

11. Jones R.H. 2002. Approaches touninvestigated dyspepsia. Gut 50(Suppl 4):iv42–iv46.

Page 7: Korelasi Skor Dispepsia Dan Skor Kecemasan Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan

401

12. Jones, M.P., J.B. Dilley, D. Drossman, andM.D. Crowell. 2006. Brain-gut Connectionsin Functional GI Disorders : Anatomic andPhysiologic Relationships. Review Article.Neurogastroenterol Motil. Vol. 18: 91-103.

13. Mayer E.A., Collins S.M. 2002. EvolvingPathophysiologic Models of FunctionalGastrointestinal Disorders.Gastroenterology. Vol. 122: 2032-48.

14. Erckenbrecht J.F., Schafer R., Kohler G.,Enck P. 2003. Dyspeptic Symptoms inHealty Volunteers with Stress Are Related toStressinduced Increase of Anxiety-Results ofProspective Study with a Longterm“Physiological” Stress Model. JGastrountest Motility. Vol. 5: 189.