Upload
dewa-dewa
View
272
Download
43
Embed Size (px)
Citation preview
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
395
KORELASI SKOR DISPEPSIA DAN SKOR KECEMASAN PADA PASIENDISPEPSIA RAWAT JALAN KLINIK PENYAKIT DALAM
DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Nur Huda Satria Kusuma1, I.G. Arinton2, Hilma Paramita3
1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto2 Rumah Sakit Profesor.Doktor. Margono Soekarjo3Rumah Sakit BanyumasE-mail: [email protected]
ABSTRACT
Based on the Rome III, dyspepsia is at least 3 months, with onset at least 6 months previously, of 1 ormore of the following dyspepsia symptoms, bothersome postprandial fullness, early satiation, epigastric pain,epigastric burning, and no evidence of structural or organic disease (including at upper endoscopy) that islikely to explain the symptoms. Anxiety is one of trigger factors dyspepsia. The aim of this study was toinvestigate the correlation between dyspepsia scores and anxiety scores of dyspepsia outpatients in InternalDisease Clinic at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. This is an observational analytic studywith cross sectional. Design by consecutive sampling to 44 patients with inclusion criteria in Prof. Dr.Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Data collected by interwiew, questioner of Lie score MinnesotaMultiphasic Personality Inventory (LMMPI), questioner of Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS),questioner of The Nepean Dyspepsia Index (NDI) and medical record. Data analyzed by univariate andbivariate with Pearson Range Test. There was significant correlation between dyspepsia scores and anxietyscores (p < 0,05) with the strong correlation (r = 0,733). In conclusion “that higher dyspepsia scores makeshigher anxiety scores of dyspepsia outpatients in Internal Disease Clinic at Prof. Dr. Margono SoekarjoHospital Purwokerto.
Keywords : dyspepsia, anxiety, anxiety scores, dyspepsia scores
PENDAHULUAN
Berdasarkan Rome III, dispepsia
adalah terdapatnya satu atau lebih gejala
dispepsia selama 3 bulan dengan onset
minimal 6 bulan sebelumnya, seperti rasa
penuh atau mual pada perut bagian atas,
cepat kenyang, kembung, nyeri pada
epigastrium, perasaan terbakar pada
epigastrium, dan tidak ada bukti penyakit
struktural atau organik (setelah endoskopi
saluran cerna bagian atas)1.
Dispepsia berada pada peringkat ke-10
dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis
penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di
seluruh rumah sakit di Indonesia. Tahun
2004, dispepsia menempati urutan ke-15 dari
daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap
terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3
% dan menempati urutan ke-35 dari daftar 50
penyebab penyakit yang menyebabkan
kematian dengan PMR 0,6 %2.
Kecemasan adalah campuran perasaan
yang sangat tidak enak, khawatir, cemas,
gelisah, yang disertai satu atau lebih keluhan
badaniah. Kecemasan timbul karena adanya
suatu bahaya yang mengancam diri
seseorang3. Istilah kecemasan menurut
Froggatt4 adalah perasaan tidak nyaman dan
ketakutan dengan beberapa gejala fisik yang
tidak menyenangkan, termasuk ketegangan
otot, denyut jantung yang bertambah cepat,
nafas memburu, mulut kering, badan
berkeringat dan gemetar.
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
396
Sebuah hubungan sebab akibat antara
gangguan kejiwaan dengan gangguan
pencernaan funsional telah menjadi
kontroversial baru-baru ini. Sebuah bukti
yang menunjukkan hubungan ini datang dari
sebuah penelitian besar meta-analysis oleh
Dispepsia fungsional dan irritable bowel
syndrome (IBS) berhubungan erat dengan
kecemasan dan depresi. Studi ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat depresi antara pasien yang
mendapat pengobatan medis dengan yang
tidak, sedangkan tingkat kecemasan sedikit
lebih tinggi pada pasien yang mendapat
pengobatan medis5.
Sebuah studi berbasis populasi Swedia
baru-baru ini menemukan bahwa kecemasan
tanpa depresi terkait dengan uninvestigated
dyspepsia dan dispepsia fungsional. Dalam
studi ini, hanya PDS dan bukan EPS yang
dikaitkan dengan kecemasan6. Studi lain pada
populasi yang berbeda dengan menggunakan
desain penelitian kohort menunjukkan
adanya hubungan antara tekanan psikologis,
kecenderungan mencari pengobatan medis,
riwayat keluarga dispepsia dan ulkus serta
kebiasaan menggunakan obat penenang7.
Sebuah penelitian yang dilaksanakan
di Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto dari tanggal 2
Januari sampai 31 Desember 2005 terhadap
pasien yang dapat berbahasa Indonesia
dengan keluhan dispepsia didapatkan angka
prevalensi cukup besar yaitu mencapai 60%8.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti korelasi antara skor dispepsia dan
skor kecemasan pada pasien dispepsia rawat
jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui korelasi
antara skor dispepsia dan skor kecemasan
pada pasien dispepsia rawat jalan Klinik
Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Hipotesis penelitian,
yaitu semakin tinggi skor dispepsia, semakin
tinggi skor kecemasan pada pasien dispepsia
rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Manfaat penelitian adalah memberikan
informasi ilmiah mengenai korelasi antara
skor dispepsia dan skor kecemasan pada
pasien dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit
Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional. Subjek penelitian ini adalah
pasien dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit
Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto tahun 2011 dan memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria inklusi yaitu pasien
dispepsia rawat jalan Klinik Penyakit Dalam
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan
usia lebih dari sama dengan 18 tahun dan
kurang dari sama dengan 45 tahun, serta
bersedia mengikuti penelitian dengan terlebih
dulu menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi yaitu pasien dispepsia tanpa
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
397
alarm symptoms, seperti : pasien dengan
riwayat keluarga kanker saluran cerna bagian
atas, pasien yang mengalami penurunan berat
badan dengan penyebab yang tidak jelas,
pasien yang mengalami perdarahan saluran
cerna, pasien menderita disfagia progresif,
pasien muntah persisten, pasien teraba masa
atau limfadenopati, pasien tampak ikterus,
pasien mengkonsumsi secara teratur obat-
obatan anti radang non steroid, pasien
dengan riwayat operasi saluran cerna bagian
atas, dan pasien hamil. Subyek penelitian
berjumlah 44 responden dan diperoleh
dengan cara consecutive sampling.
Variabel bebas yaitu skor dispepsia
dan variabel terikat yaitu skor kecemasan.
Data didapatkan dari hasil wawancara dan
rekam medik. Kuesioner yang digunakan
dalam wawancara adalah kuesioner identitas
responden, kuesioner LMMPI (Lie score
Minnesota Multiphasic Personality
Inventory), kuesioner NDI (The Nepean
Dyspepsia Index) dan kuesioner TMAS
(Taylor Manifest Anxiety Scale).
Kuesioner TMAS mempunyai validitas
sebagai berikut : sensitivitas 90%, spesivitas
90,4%, , efektivitas 92,5% dengan korelasi
uji reliabilitas dengan menggunakan α
Chronbach didapatkan hasil samadengan
0,869. Kuesioner NDI dalam bahasa
Indonesia juga telah melalui uji reliabilitas
dan uji validitas. Reliabilitas kuesioner baik
dengan α-Chronbach dan Interclass
Correlation Coeficient masing-masing lebih
dari 0,70 dan nilai Kaiser-Meyer-Olkin lebih
dari 0,6410.
Analisis yang digunakan adalah
analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat dilakukan untuk
memperoleh gambaran masing-masing
variabel dengan menggunakan distribusi
frekuensi. Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui korelasi antara skor dispepsia
dan skor kecemasan pada pasien dispepsia
rawat jalan Klinik Penyakit Dalam RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
dengan menggunakan Pearson Rank Test,
karena distribusi data normal. Jenis
hipotesisnya korelatif. Analisis data dibantu
dengan SPSS versi 15.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan selama 14
hari (3 Mei 2011 – 16 Mei 2011). Responden
adalah pasien dispepsia rawat jalan di Klinik
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.Pasien dispepsia rawat
jalan yang bersedia menjadi responden
adalah sebanyak 45 orang. Dari jumlah
tersebut, responden yang diikutsertakan
dalam analisis data sebanyak 44 orang dan
responden yang dieksklusi sebanyak 1 orang,
yaitu tidak lolos dalam kuesioner LMMPI
Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Jenis Kelamin, Diagnosis Dokter, danSkor LMMPI
JenisKelamin
F DiagnosisDokter
SkorLMMPI
Laki-laki 17 Dispepsia LolosPerempuan 27 Dispepsia LolosTotal 44 44 44
Keterangan: F: Frekuensi, LMMPI: Lie scoreMinnesota Multiphasic Personality Inventory
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
398
Tabel 2. Usia Responden, Skor NDI, dan SkorTMAS
SkorTerendah
SkorTertinggi
SkorTerbanyak
Usia 18 45 42NDI 11 38 30TMAS 12 43 36NDI: The Nepean Dyspepsia Index), TMAS(Taylor Manifest Anxiety Scale).
Analisis variabel penelitian digunakan
untuk mengetahui hubungan antara skor
dispepsia dan skor kecemasan. Uji
normalitas yang digunakan pada penelitian
ini adalah Shapiro-Wilk, responden dalam
penelitian berjumlah 44 orang (sampel ≤ 50)
dengan nilai p >0,05 sehingga uji korelasi
yang digunakan adalah uji Pearson. Uji
Pearson digunakan untuk melihat korelasi
antara skor dispepsia (Skor NDI) dan skor
kecemasan (Skor T-MAS).
Tabel 3. Hasil uji korelasi Pearson antara skordispepsia dan skor kecemasan
Parameter SkorNDI
SkorTMAS
SkorNDI
Koefisienkorelasi
1,000 0,775
Nilai p . 0,000Arahkorelasi
. + (positif)
SkorTMAS
Koefisienkorelasi
0,775 1,000
Nilai p 0,000 .Arahkorelasi
+ (positif) .
Dari Tabel 3 didapatkan bahwa
kekuatan korelasi antara skor dispepsia (Skor
NDI) dan skor kecemasan (Skor T-MAS)
adalah 0,775, yang berarti bahwa kekuatan
korelasi antara kedua variabel tersebut kuat.
Nilai p<0,05, yang artinya terdapat korelasi
yang bermakna antara skor dispepsia (Skor
NDI) dan skor kecemasan (Skor T-MAS).
Arah korelasi bernilai positif yang berarti
hubungan kedua variabel searah. Jadi,
semakin besar skor dispepsia (Skor NDI)
maka semakin besar pula skor kecemasan
(Skor T-MAS).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Chen et al
(2006)10 pada pasien dispepsia fungsional di
Taipei Veterans General Hospital yang
mengemukakan bahwa kecemasan secara
signifikan berpengaruh terhadap pasien
dengan dispepsia fungsional. Semakin tinggi
tingkat kecemasan seseorang maka semakin
tinggi pula tingkat keparahan dispepsia
fungsionalnya, dan hal ini berlaku sama baik
untuk laki-laki maupun perempuan.
Henningsen et al (2003) membenarkan
hubungan yang sangat signifikan antara
dispepsia fungsional dan irritable bowel
syndrome (IBS) dengan kecemasan dan
depresi5.
Kecemasan berpengaruh terhadap
gejala dispepsia yang muncul11. Pasien
dispepsia yang mengalami kecemasan akan
lebih cenderung untuk berobat karena takut
terhadap gejala yang dirasakan. Oleh karena
itu, pengobatan untuk pasien dispepsia lebih
di arahkan untuk memperbaiki kondisi psikis
yang terganggu yang menyebabkan gangguan
pada sistem saraf pusat11.
Kelompok usia dalam penelitian
dipilih dengan rentang antara 18-45 tahun,
karena pada rentang usia tersebut banyak
dijumpai pasien dengan dispepsia fungsional,
sedangkan usia diatas 45 tahun banyak
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
399
dijumpai pasien dengan dispepsia organik10.
Dispepsia organik berarti terdapat alasan
anatomi dan patofisiologi yang
melatarbelakanginya, misalnya karena maag
atau massa12.
Kecemasan pada pasien dengan
dispepsia fungsional telah banyak terbukti
mempunyai dampak yang serius terhadap
tingkat keparahan gejala dispepsia yang
dirasakan. Kecemasan menimbulkan
gangguan langsung pada sistem saraf pusat
(SSP), terutama nervus vagus yang
mempersarafi lambung dengan cara
merangsang sekresi asetilkolin, gastrin, dan
histamin yang akhirnya memunculkan
keluhan dispepsia.
Kecemasan dan stres psikososial dapat
mengaktifkan emotional motoric system
(EMS) yang berpusat di sistem saraf pusat
(SSP) akan segera mempengaruhi
neuroendokrin dan saraf otonom.
Neuroendokrin akan mengaktifkan
corticotropin relasing factor (CRF) untuk
mengeksresikan kortisol dan adrenalin
sebagai mekanisme pertahanan terhadapnya.
Saraf otonom juga akan memberikan respon
yang adekuat untuk mengatasi hal tersebut.
Saraf simpatis melalui serat adrenergik akan
mensekresikan norepinefrin yang akan
menggeser sistem kekebalam mukosa
lambung menuju respon Th2, yaitu akan
terjadi peningkatan sel mast dan pelepasan
nitrit oksida. Saraf parasimpatis melalui
nukleus motorik dorsalis nervus vagus akan
merangsang sekresi asetilkolin oleh serat-
serat kolinergik, gastrin, dan histamin.
Respon-respon inilah yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan sekresi asam
lambung, meningkatkan atau menurunkan
motilitas lambung yang pada akhirnya
memunculkan keluhan-keluhan pada saluran
gastrointestinal12,13.
Oleh karena itu diharapkan para dokter
dapat mengantisipasi dan mengevaluasi
faktor kecemasan sebagai salah satu faktor
pencetus dispepsia yang cukup berpengaruh,
dengan cara mengikutsertakan faktor
kecemasan dalam prinsip terapi terhadap
pasien dengan dispepsia fungsional14.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan terhadap responden (pasien rawat
jalan) Klinik Penyakit Dalam di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo didapatkan hasil
bahwa rata-rata responden dengan diagnosis
dispepsia memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi (diperoleh dari skor T-MAS), yang
ditandai dengan perasaan sebagai berikut :
mudah merasa gugup, merasa tegang saat
bekerja, sukar berkonsentrasi, sering
khawatir terhadap diri sendiri, khawatir tanpa
alasan yang jelas, sering mimpi buruk, dan
kurang percaya diri. Skor NDI ( The Nepean
Dyspepsia Index) yang tinggi, menunjukkan
hampir semua responden dengan diagnosis
dispepsia mengalami gangguan emosi akibat
keluhan lambung yang dialami, terganggu
dalam bekerja dan melakukan aktifitas
sehari-hari, terganggu dalam hal makan dan
minum, dan beranggapan akan terus menerus
merasakan keluhan lambung tersebut.
Uji statistik yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji Pearson, karena
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
400
distribusi data normal (p >0,05), baik untuk
skor dispepsia (Skor NDI) maupun skor
kecemasan (Skor T-MAS), masing-masing
mempunyai nilai p = 0,213 (NDI) dan nilai p
= 0,273 (TMAS). Uji Pearson dipilih karena
distribusi data normal dan mengingat kedua
variabel yang diteliti adalah numerik.
Kekuatan korelasi (r) yang didapatkan
antara skor dispepsia (Skor NDI) dan skor
kecemasan (Skor T-MAS) adalah sebesar
0,775. Angka tersebut mempunyai arti
kekuatan korelasi antara kedua variabel
tersebut masuk dalam kategori kuat dan
searah, artinya semakit besar skor dispepsia
(Skor NDI) maka semakin besar pula skor
kecemasannya (Skor TMAS). Hal itu tidak
jauh berbeda dengan kekuatan korelasi (r)
pada penelitian Chen et al (2006), yaitu
sebesar 0,43 yang berarti mempunyai
kekuatan korelasi sedang dan searah10.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa
terdapat korelasi antara skor diapepsia dan
skor kecemasan pada pasien dispepsia rawat
jalan di Klinik Penyakit Dalam RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang bermakna antara skor dispepsia
dan skor kecemasan pada pasien dispepsia
rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD
Prof. Margono Soekarjo Purwokerto.
Semakin tinggi skor dispepsia, semakin
tinggi skor kecemasan pada pasien dispepsia
rawat jalan Klinik Penyakit Dalam di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
DAFTAR PUSTAKA1. Chang L, M.D., David G. 2006. Rome III.
Diakses dari URL : www.medscape.comtanggal 14 Maret 2011
2. Departemen Kesehatan RI. 2006. ProfilKesehatan RI Tahun 2005. Jakarta.www.depkes.go.id
3. Maramis, W.F. 2004. Catatan IlmuKedokteran Jiwa. Edisi 8. Surabaya:Airlangga University Press.
4. Supriyantini, S. 2010. Perbedaan KecemasanDalam Menghadapi Ujian Antara SiswaProgram Reguler dengan Siswa ProgramAkselerasi. Karya Tulis Ilmiah FakultasPsikologi. Universitas Sumatera Utara.Diambil dari URL : http://repository.usu.ac.id.Diakses 14 Maret 2011.
5. Henningsen P., Zimmermann T., Sattel H.2003. Medically Unexplained PhysicalSymptoms, Anxiety, and Depression: A Meta-Analytic Review. Psycosom Med. 65 : 528-33.
6. Aro P., Talley N.J., Ronkainen J., StorskrubbT., Vieth M., Johansson S.E., et al. 2009.Anxiety is Associated with Uninvestigated andFunctional Dyspepsia (Rome III criteria) in aSwedish population-basedstudy. Gastroenterology 137: 94–100.
7. Koloski N.A., Talley N.J., Boyce P.M.2003. Does Psychological Distress ModulateFunctional Gastrointestinal Symptoms andHealth Care Seeking? A prospective,community Cohort study.Am JGastroenterol 98: 789–797.
8. Arinton, I.G., Pugud S., Soewignjo S. 2005.The Napean Dyspepsia Index (NDI).Terjemahan dan Validasi dalam BahasaIndonesia. Purwokerto.
9. Chen, T.S., Ying-Chiao L., Full-Young C.,Han-Chan W., and Shou-Dong L. 2006.Psychosocial Distress is Associated withAbnormal Gastric Myoelectrical Activity inPatients with Functional Dyspepsia. OriginalArticle. Scandinavian Journal ofGastroenterology. Vol. 41: 791-6.
10. Hojo, M., Hiroto M., Tetsuji Y., ToshifumiO., Akihito N., Masato K., Daisuke A., YukoI., and Nobuhiro S. 2005. Treatment ofFunctional Dyspepsia with Antianxiety orAntidepressive Agents : Systematic Review.Gastroenterology. Vol. 40: 1036-42.
11. Jones R.H. 2002. Approaches touninvestigated dyspepsia. Gut 50(Suppl 4):iv42–iv46.
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 3, September 2011 Kusuma, Skor Dispepsia dan Skor Kecemasan
401
12. Jones, M.P., J.B. Dilley, D. Drossman, andM.D. Crowell. 2006. Brain-gut Connectionsin Functional GI Disorders : Anatomic andPhysiologic Relationships. Review Article.Neurogastroenterol Motil. Vol. 18: 91-103.
13. Mayer E.A., Collins S.M. 2002. EvolvingPathophysiologic Models of FunctionalGastrointestinal Disorders.Gastroenterology. Vol. 122: 2032-48.
14. Erckenbrecht J.F., Schafer R., Kohler G.,Enck P. 2003. Dyspeptic Symptoms inHealty Volunteers with Stress Are Related toStressinduced Increase of Anxiety-Results ofProspective Study with a Longterm“Physiological” Stress Model. JGastrountest Motility. Vol. 5: 189.