Upload
noh-martyson
View
20
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH (Berbasis Akrual)
By andichairilfurqan Leave a Comment Categories: akuntansi Tags: Akuntansi Pemerintahan, Akuntansi Sektor Publik, Berbasis Akrual, Catatan Atas Laporan Keuangan, Komponen Laporan Keuangan Pemerintah, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Peraturan Pemerntah Nomor 71 Tahun 2010
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, yang jika diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran;2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;3. Laporan Operasional;4. Laporan Perubahan Ekuitas;5. Neraca;6. Laporan Arus Kas;7. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan pelaksanaan anggaran adalah Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, sedangkan yang termasuk laporan finansial adalah Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca dan Laporan Arus Kas. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum, dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasinya.
A. LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi mengenai anggaran dan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran karena menyediakan informasi-informasi sebagai berikut:
1. Informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;2. Informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan
informasi kepada para pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sehingga dapat menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap komponen dalam LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut atas angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Namun dari segi struktur, LRA Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan ini lebih diakibatkan karena adanya perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penyajian LRA didasarkan pada akuntansi anggaran, akuntansi pendapatan-LRA, akuntansi belanja, akuntansi surplus/ defisit, akuntansi pembiayaan dan akuntansi sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA), yang mana berdasar pada basis kas.
1. Akuntansi Anggaran
Salah satu perbedaan utama akuntansi pemerintahan dengan akuntansi perusahaan komersial terletak pada akuntansi anggaran. Dalam pemerintahan, pencatatan telah dimulai pada saat anggaran (APBN/APBD) disahkan dan dialokasikan.
Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
2. Akuntansi Pendapatan-LRA
Pendapatan negara/daerah merupakan iuran rakyat yang diamanatkan kepada Pemerintah, sehingga akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.
Pendapatan-LRA diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah, yang mana pencatatan pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu mencatat jumlah bruto penerimaan, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran), namun ketika biaya atas pendapatan tersebut bersifat variabel dan tidak dapat
dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka dapat mencatat nilai netonya.
Pemerintah mungkin saja melakukan kekeliruan dalam menghitung tagihan pendapatan yang mengakibatkan kelebihan penerimaan pendapatan, jika hal ini terjadi maka pemerintah harus mengembalikan pendapatan tersebut. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang (recurring) terjadi atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan (tahun anggaran berjalan) maupun pada periode sebelumnya (tahun anggaran sebelumnya) dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA. Namun, untuk koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA pada periode yang sama. Sedangkan untuk Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
3. Akuntansi Belanja
Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan efisiensi belanja tersebut. Pengeluaran untuk belanja dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dikeluarkan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD), atau melalui bendahara pengeluaran. Jika pengeluaran dilakukan oleh BUN/BUD maka belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah, sedangkan jika pengeluaran melalui bendahara pengeluaran maka pengakuan belanja dilakukan pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
Jika terjadi kekeliruan dalam pengeluaran belanja maka koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan-LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA.
4. Akuntansi Surplus/Defisit-LRA
Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA. Surplus-LRA terjadi jika jumlah pendapatan-LRA selama suatu periode lebih besar daripada jumlah belanja pada periode tersebut, begitupula sebaliknya, defisit-LRA terjadi jika jumlah pendapatan-LRA lebih kecil dari jumlah belanja selama satu periode pelaporan tersebut.
5. Akuntansi Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran
pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil privatisasi BUMN/BUMD. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah di BUMN/BUMD.
Penerimaan pembiayaan diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah, dan dicatat berdasarkan azas bruto. Sedangkan Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
6. Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)
SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan atau selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan penerimaan pembiayaan dengan belanja dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan. Nilai SilPA/SiKPA pada akhir periode pelaporan inilah yang nantinya dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
Apabila dalam LRA terdapat transaksi mata uang asing maka harus dicatat/dibukukan dalam mata uang rupiah atau dikonversi terlebih ke rupiah.
B. LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-pos berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya), penggunaan saldo anggaran lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA) tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan Saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya.
LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.
C. LAPORAN OPERASIONAL
Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan pengguna tersebut, Laporan Operasional menyediakan informasi sebagai berikut:
1. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
2. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
3. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
4. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas (bila surplus operasional).
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi. Namun jika laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban ke setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan tertentu.
Dalam memilih penggunaan kedua metode klasifikasi beban tersebut tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin berbeda dengan output entitas pelaporan bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka SAP memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur operasi secara layak pada entitas tersebut.
Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi juga harus mengungkapkan tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi, antara lain meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.
Sama halnya dengan LRA, struktur Laporan Operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki perbedaan. Perbedaan struktur tersebut juga diakibatkan karena perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun, yang membedakan antara LRA dengan LO diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengelompokan pada LRA terdiri dari pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, sedangkan pengelompokan pada LO terdiri dari pendapatan dan beban dari kegiatan operasional, surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos-pos luar biasa.
2. LRA menyajikan pendapatan dan belanja yang berbasis kas, sedangkan LO menyajikan pendapatan dan beban yang berbasis akrual.
3. Akibat dari perbedaan basis akuntansi yang digunakan, Pada LRA, pembelian aset tetap dikategorikan sebagai belanja modal atau pengurang pendapatan, sedangkan pada LO, pembelian aset tetap tidak diakui sebagai pengurang pendapatan.
Struktur LO yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dapat disajikan pada format berikut ini:
D. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos Ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:
1. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya;
2. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
Di samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas yang dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Struktur Laporan Perubahan Ekuitas baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.
E. NERACA
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Dalam neraca, setiap entitas mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Apabila suatu entitas memiliki aset/barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, dengan adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca maka akan memberikan informasi mengenai aset/barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya (aset lancar) dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang (aset nonlancar).
Konsekuensi dari penggunaan sistem berbasis akrual pada penyusunan neraca menyebabkan setiap entitas pelaporan harus mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Sedangkan informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Neraca setidaknya menyajikan pos-pos berikut: (1) kas dan setara kas; (2) investasi jangka pendek; (3) piutang pajak dan bukan pajak; (4) persediaan; (5) investasi jangka panjang; (6) aset tetap; (7) kewajiban jangka pendek; (8) kewajiban jangka panjang; dan (9) ekuitas.
Pos-pos tersebut disajikan secara komparatif (dipersandingkan) dengan periode sebelumnya. Selain pos-pos tersebut, entitas dapat menyajikan pos-pos lain dalam neraca, sepanjang penyajian tersebut untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu entitas dan tidak bertentangan dengan SAP.
Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah dalam neraca didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
1. Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;2. Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;3. Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
Struktur Neraca Pemerintah Pusat memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan struktur Neraca Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/ Kota). Perbedaan tersebut diakibatkan karena kepemilikan aset negara berbeda dengan kepemilikan aset di daerah. Aset negara lebih kompleks dibandingkan dengan aset daerah. Salah satu contohnya adalah kas. Kas di Pemerintah Pusat termasuk kas yang ada di Bank Indonesia.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa neraca menggambarkan Penyusunan dan penyajian Aset dan kewajiban. Dalam neraca kadang-kadang memiliki dasar pengukuran yang berbeda, tergantung dari sifat dan fungsinya masing-masing. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dapat dicatat atas dasar biaya perolehan, sedangkan kelompok lainnya dapat dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. Secara garis tentang jenis-jenis aset, kewajiban dan ekuitas serta pengakuan dan pengukurannya pada neraca dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Aset
Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam neraca aset terbagi atas 2, yaitu:
a. Aset Lancar
Aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
- Diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
- berupa kas dan setara kas.
Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Sedangkan persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
b. Aset Nonlancar
Aset nonlancar merupakan aset pemerintah yang penggunaannya diharapkan melebihi satu periode pelaporan (1 tahun), terdiri dari aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak berwujud, serta aset yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah maupun yang digunakan oleh masyarakat umum. Untuk mempermudah pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca, aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan, yang berupa investasi nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan, seperti: Investasi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada fihak ketiga. Sedangkan investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, seperti: Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMN/BUMD, badan internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari: a) Tanah; b) Peralatan dan mesin; c) Gedung dan bangunan; d) Jalan, irigasi, dan jaringan; e) Aset tetap lainnya; dan f) Konstruksi dalam pengerjaan.
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya.
Pengakuan aset dilakukan apabila ada potensi manfaat ekonomi di masa depan yang akan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, atau dapat diakui juga pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah ke tangan Pemerintah. Sedangkan untuk pengukuran atau pencatatan suatu aset tergantung dari jenis asetnya, diantaranya adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Kas dicatat sebesar nilai nominal;2. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;3. Piutang dicatat sebesar nilai nominal;4. Persediaan dicatat sebesar:
- Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
- Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
- Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
1. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;
2. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola (membangun sendiri) meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Sedangkan untuk aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
2. Kewajiban
Kewajiban pemerintah merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban pemerintah terbagi 2 jenis, yaitu:
a. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
Kewajiban jangka pendek lainnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
b. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam waktu diatas 12 (dua belas) bulan. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:
- Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;
- Kewajiban tersebut bermaksud didanai kembali (refinancing) sebagai kewajiban jangka panjang oleh pemberi pinjaman dan didukung dengan adanya suatu perjanjian atau penjadualan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
Pengakuan Kewajiban dilakukan pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul, dengan nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal dalam rupiah, sementara kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
3. Ekuitas
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.
Berkaitan dengan jenis-jenis aset, kewajiban dan ekuitas diatas, suatu entitas dapat menentukan subklasifikasi pos-pos yang disajikan dalam neraca. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas yang bersangkutan.
F. LAPORAN ARUS KAS
Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan arus kas untuk setiap periode penyajian laporan keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi
perbendaharaan umum atau unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah.
Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Kas adalah uang baik yang dipegang secara tunai oleh bendahara maupun yang disimpan pada bank dalam bentuk tabungan/giro. Sedangkan setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannya.
Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas)
Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi.
Untuk mengetahui perbedaan antara aktivitias operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris, berikut dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. AKTIVITAS OPERASI
Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode akuntansi. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: Penerimaan Perpajakan; Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); Penerimaan Hibah; Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan Penerimaan Transfer. Sedangkan arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk: Pembayaran Pegawai; Pembayaran Barang; Pembayaran Bunga; Pembayaran Subsidi; Pembayaran Hibah; Pembayaran Bantuan Sosial; Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan Pembayaran Transfer.
Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.
B. AKTIVITAS INVESTASI
Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari: Penjualan Aset Tetap; Penjualan Aset Lainnya; Pencairan Dana Cadangan; Penerimaan dari Divestasi; Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. Sedangkan arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: Perolehan Aset Tetap; Perolehan Aset Lainnya; Pembentukan Dana Cadangan; Penyertaan Modal Pemerintah; Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas.
C. AKTIVITAS PENDANAAN
Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang jangka panjang. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman jangka panjang.
Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: Penerimaan utang luar negeri; Penerimaan dari utang obligasi; Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. Sedangkan Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: Pembayaran pokok utang luar negeri; Pembayaran pokok utang obligasi; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.
D. AKTIVITAS TRANSITORIS
Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah.
Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali uang persediaan dari bendahara pengeluaran. Sedangkan arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang persediaan kepada bendahara pengeluaran.
Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan cara metode langsung atau metode tidak langsung. Metode langsung mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto. Sedangkan dalam metode tidak langsung, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu maupun yang akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan.
Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah disarankan untuk menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi, karena keuntungan penggunaan metode langsung tersebut diantaranya dapat menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di masa yang akan datang, lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan, serta data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat langsung diperoleh dari catatan akuntansi. Struktur dari laporan arus kas terpengaruh oleh pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sebelumnya, khususnya Laporan Operasional dan Neraca.
G. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Agar informasi dalam laporan keuangan pemerintah dapat dipahami dan digunakan oleh pengguna dalam melakukan evaluasi dan menilai pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). CaLK memberikan informasi kualitatif dan mengungkapkan kebijakan serta menjelaskan kinerja pemerintah dalam tahapan pengelolaan keuangan negara. Selain itu, dalam CaLK memberikan penjelasan atas segala informasi yang ada dalam laporan keuangan lainnya dengan bahasa yang lebih mudah dicerna oleh lebih banyak pengguna laporan keuangan pemerintah, sehingga masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam menyikapi kondisi keunagan neagra yang dilaporkan secara lebih pragmatis.
Secara umum, struktur CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
2. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;4. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi
yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada laporan keuangan lainnya, seperti pos-pos pada Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca.
6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam laporan keuangan lainnya;
7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
CaLK harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Secara umum, susunan CaLK sebagaimana dalam Standar Akuntansi Pemerintahan disajikan sebagai berikut:
1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;2. Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
o Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya;o Kebijakan akuntansi yang penting:o Entitas pelaporan;o Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;o Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;o Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-
ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas pelaporan;
o Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
3. Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: o Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;o Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.
4. Informasi tambahan lainnya yang diperlukan
CaLK pada dasarnya dimaksudkan agar laporan keuangan pemerintah dapat dipahami secara keseluruhan oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun pemerintah saja. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman bagi pengguna maupun pembaca laporan keuangan pemerintah, dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan setiap entitas pelaporan (pemerintah) menambah atau mengubah susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam CaLK, selama perubahan tersebut tidak mengurangi atapun menghilangkan substansi informasi yang harus disajikan.
Pemahaman yang memadai terhadap komponen-komponen laporan keuangan pemerintah sangat diperlukan dalam menilai laporan pertanggungjawaban keuangan negara. Dengan memahami tujuan, manfaat dan isi/pos-pos dari setiap komponen laporan keuangan, rakyat sebagai pengguna laporan keuangan akan lebih mudah menilai kinerja Pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Rakyat dapat mengetahui jumlah dan sumber dana yang dipungut/dikumpulkan oleh pemerintah dalam setiap periodenya, bagaimana pengelolaannya, termasuk dapat menelusuri lebih jauh penggunaan dana masyarakat tersebut serta mengevaluasi sejauhmana capaian dari setiap program/kegiatan pemerintah.
Informasi yang ada dalam laporan keuangan juga akan berguna untuk mengetahui jumlah serta jenis-jenis aset maupun utang yang dimiliki oleh pemerintah dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, sehingga kinerja pemerintah dapat teridentifikasi secara jelas dan rakyatpun dapat memberikan tanggapan atau penilaian terhadap kinerja pemerintah tersebut.
Dalam kenyataannya, meskipun laporan keuangan sudah bersifat general purposive atau dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi semua pihak, tetapi tidak semua pembaca/pengguna dapat memahami laporan keuangan pemerintah dengan baik, akibat perbedaan latar belakang pendidikan dan pengetahuan. Untuk itu, agar pengguna dapat menginterpretasikan seluruh informasi-informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan secara tepat maka diperlukan hasil analisis terhadap laporan keuangan Pemerintah.
Audit Laporan Keuangan
Pengertian audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan merupakan bagian terpenting dari berbagai asssurance services. Audit
jenis ini berkaitan dengan kegiatan mempeeroleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan
entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut dapat
memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
Audit laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan besar sangat diperlukan untuk
memfungsikan pasar sekuritas nasional. Secara signifikan audit laporan keuangan dapat menurunkan
resiko investor dan kreditor dalam membuat berbagai keputusan investasi dengan tidak menggunakan
informasi yang bermutu rendah.
Hubungan antara akuntansi dan auditing
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam metode, tujuan, dan pihak- pihak yang bertanggung
jawab pada proses akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan dibandingkan dengan
proses audit laporan keuangan.
Metode akuntansi mencakup kegiatan mengidentifikasi bukti dan transaksi yang dapat
mempengaruhi entitas. Setelah diidentifikasi, maka bukti dan transaksi ini diukur, dicatat,
dikelompokkan, serta dibuat ikhtisar dalam catatan-catatan akuntansi. Hasil proses ini adalah
penyusunan dan distribusi laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (generally accepted accounting principles/GAAP). Tujuar. akhir akuntansi adalah komunikasi data
yang relevan dan andal, sehingga dapat berguna bagi pengambilan keputusan. Dengan demikian,
akuntan:? adalah suatu proses yang kreatif. Para pegawai entitas terlibat dalarr. proses akuntansi ini,
sedangkan tanggung jawab akhir untuk laporar. keuangan terletak pada manajemen entitas.
Audit laporan keuangan yang khas terdiri dari upaya memaham: bisnis dan industri klien serta
mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan manajemen, sehingga
memungkinkan auditor meneliti apakah pada kenyataannya laporan keuangan tersebut telah
menyajikan posisi keuangan entitas, hasil operasi, serta arus kas secara wajar sesuai dengan GAAP.
Auditor bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang berlaku umum (GAAS) dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, serta dalam menerbitkan laporar. yang memuat kesimpulan
auditor yang dinyatakan dalam bentuk pendapat atau opini atas laporan keuangan. Tujuan utama audit
laporan keuangan bukan untuk menciptakan informasi baru, melainkan untuk menambah keandalan
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen.
Hubungan antara akuntansi dan auditing dalam proses pelaporan keuangan dapat dilihat pada
bagan dibawah ini:
AKUNTANSI AUDITING
Berpedoman pada GAAP Berpedoman pada GAAS
Tanggung Jawab Manajemen Tanggung Jawab Auditor
Model pelaporan keuangan dewasa ini berfokus pada pengukuran dan pelaporan transaksi dalam
laporan keuangan. Proses ini meliputi pertimbangan profesional penting yang digunakan dalam
mengevaluasi kewajaran estimasi akuntansi. Sebagai contoh, model pelaporan keuangan dewasa ini
mengharapkan manajemen membuat estimasi atas piutang usaha yang mungkin tidak dapat tertagih di
masa depan atau mungkin entitas berencana di masa depan akan menjual persediaan yang ada saat ini
pada tingkat harga yang cukup untuk menutup biaya persediaan tersebut. Dewasa ini, tantangan yang
paling besar dalam audit berasal dari elemen-elemen bersifat prospektif yang melekat dalam model
pelaporan keuangan.
Perubahan sedang terjadi dewasa ini. Pada tahun 1996, Komite Khusus Pelaporan Keuangan
(Komite Jenkins) yang dibentuk oleh AICPA mengusulkan model pelaporan bisnis yang lebih
komprehensif yang terdiri dari analisis data historis, informasi ke masa depan, serta meningkatkan
informasi latar belakang perusahaan. Dewasa ini FASB sedang melaksana¬kan Proyek Penelitian
Pelaporan Bisnis. Tujuan proyek ini adalah (1) mengembangkan rekomendasi bagi pengungkapan jenis
informasi bisnis tertentu dari semua atau sebagian industri terpilih secara sukarela dan luas, sehingga
para pengguna laporan bisnis dapat terbantu dalam membuat keputusan investasi mereka, dan (2)
mempelajari sistem yang ada tentang pengiriman pelaporan bisnis secara elektronik. Sementara FASB
sedang melaksanakan proyek ini, profesi audit juga sedang memper¬timbangkan bagaimana melakukan
audit, atau memberikan bentuk keyakinan baru sesuai persyaratan baru dalam pelaporan. Keyakinan
audit secara tepat waktu (real time) sudah terbentang di hadapan kita. Dalam Bab 22, dapat dilihat
berbagai ragam assnrance services baru yang sedang bergerak maju. Satu hal yang pasti adalah bahwa
auditing akan menjadi pekerjaan yang kian menarik di masa depan.
Selain untuk menyelesaikan audit dan menyatakan pendapat, dewasa ini auditor melakukan
pemeriksaan pada bisnis secara keseluruhan. Pemahaman auditor tentang keseluruhan bisnis tersebut
menjadi konteks bagi banyaknya pengujian audit, serta memposisikan auditor untuk memberikan
sejumlah jasa dan rekomendasi yang bernilai tambah. Pendekatan komprehensif ini dipraktikkan oleh
sejumlah kantor-kantor CPA besar yang memberikan jasa audit dewasa ini.
Pembuktian dan pertimbangan profesional dalam audit laporan keuangan
Audit dilakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan keuangan dapat diteliti untuk
pembuktian. Data dikatakan dapat diteliti untuk pembuk¬tian (verifiable) apabila ada dua atau lebih
orang yang memiliki kualifikas; dapat memberikan kesimpulan yang serupa dari data yang diperiksa
Kemampuan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiability) terutama berkaitan dengan tersedianya
atestasi bukti pada validitas informasi yanc sedang dipertimbangkan.
Pada beberapa disiplin, data dikatakan dapat diteliti untuk pem-buktian hanya apabila para
peneliti dapat membuktikan dan mengata-: segala keraguan atau meyakini bahwa data tersebut adalah
benar atau palsu. Namun hal itu bukan merupakan kasus akuntansi dan auditing. Pada kasus akuntansi
dan auditing, nilai yang melekat pada penyisihar piutang ragu-ragu atau beban provisi utang garansi
tidak akan dapa: mencapai tingkat kecermatan hitam atau putih.^kuntansi dan auditin; secara signifikan
memerlukan apa yang disebut pertimbangan profesional Oleh karena itu, auditor hanya mencari dasar
yang memadai untuk menyatakan pendapat atas kewajaran (fairness) laporan keuangan. Dalarr
melakukan pemeriksaan, auditor memperoleh bukti-bukti untu- meyakinkan validitas (validity) dan
ketepatan perlakuan akuntansi atai transaksi dan saldo. Dalam konteks ini, validitas berarti otentik,
mantap atau memiliki dasar yang kokoh, sedangkan ketepatan (propriety) berart sesuai dengan aturan-
aturan akuntansi yang ditetapkan serta kebiasaan yang ada.
Laporan keuangan memuat banyak asersi spesifik tentang akun-akun tertentu. Sebagai contoh,
asersi manajemen tentang persediaan akan menyatakan bahwa persediaan memang benar-benar ada
dan telah dinilai dengan benar pada tingkat harga yang paling rendah antara harga perolehan atau harga
pasar (lower of cost or market). Dalam audit atas laporan tersebut, bukti-bukti yang mendukung
kesimpulan tentang keberadaan persediaan bersifat lebih objektif dibandingkan dengan bukti bahwa
persediaan yang ada pada saat ini akan dapat dijual di kemudian hari tanpa menderita kerugian. Pada
umumnya, estimasi melekat pada hal-hal yang tidak pasti serta bergantung pada kondisi-kondisi
ekonomi. Akan tetapi faktor-faktor ekonomi berubah demikian cepat. Karena pada dasarnya estimasi
yang melekat tidak selalu tepat, maka keterlibatan auditor hanya meyakinkan adanya kewajaran dan
bukan suatu kepastian. Berkaitan dengan konsep penyajian secara wajar, asumsi tentang pembuktian
merupakan dasar yang baik.
Kebutuhan akan audit laporan keuangan
Perlunya dilakukan audit independen atas laporan keuangan dapat dilihat lebih lanjut pada empat
kondisi berikut ini: Pertentangan Kepentingan (Conflict of lnterest). Banyak pengguna laporan keuangan
yang memberikan perhatian tentang adanya pertentangan kepentingan aktual ataupun potensial antara
mereka sendiri dan manajemen entitas. Kekhawatiran ini berkembang menjadi ketakutan bahwa
laporan keuangan dengan data yang menyertainya telah disusun sedemikian rupa oleh manajemen
sehingga menjadi bias untuk kepentingan manajemen. Pertentangan kepentingan juga dapat terjadi di
antara berbagai kelompok pengguna laporan keuang¬an seperti para kreditor dan para pemegang
saham. Oleh karena itu, para pengguna mencari keyakinan dari auditor independen luar bahwa
informasi tersebut telah (1) bebas dari bias untuk kepentingan manajemen dan (2) netral untuk
kepentingan berbagai kelompok pengguna (dengan perkataan lain, informasi tidak disajikan sedemikian
rupa sehingga menguntungkan salah satu kelompok pengguna diatas kelompok lainnya).
Konsekuensi (Consequence). Laporan keuangan yang diterbitkan menyajikan informasi yang penting, dan
dalam beberapa kasus, merupakan satu-satunya sumber informasi yang digunakan untuk membuat
keputusan investasi yang signifikan, peminjaman, serta keputusan lainnya. Oleh karena itu, para
pengguna menginginkan laporan keuangan tersebut memuat sebanyak mungkin data yang relevan.
Kebutuhan ini diakui oleh persyaratan pengungkapan ekstensif yang ditetapkan oleh SEC atas
perusahaan-perusahaan yang berada di bawah yurisdiksinya. Karena keputusan yang dibuat akar
membawa konsekuensi ekonomi, sosial, dan konsekuensi lain yar.; signifikan, maka para pengguna
laporan akan melirik pada auditc: independen untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangar
telah disusun sesuai dengan GAAP, termasuk semua pengungkap ar yang memadai.
Kompleksitas (Complexity). Masalah akuntansi dan proses penyusur¬an laporan keuangan telah menjadi
demikian kompleks. Standar akuntansi dan pelaporan untuk sewa guna usaha (leasing), pensiur pajak
penghasilan, dan laba per lembar saham merupakan contoh- contoh dari fakta kompleksitas yang ada
dewasa ini. Dengan meningkatnya tingkat kompleksitas, maka risiko salah interpretasi dan risi timbulnya
kesalahan yang tidak disengaja juga ikut meningkat. Karena para pengguna merasa semakin sulit, atau
bahkan mustahil untuk untuk mengevaluasi sendiri mutu laporan keuangan, maka mereka
mengandalkan auditor independen untuk menilai mutu informan yang dimuat dalam laporan keuangan.
Keterpencilan (Remoteness). Para pengguna laporan keuangan, bahkan pengguna yang paling pandai
sekalipun menganggap tidak praktis lagi untuk mencari akses langsung pada catatan akuntansi utama
guna melaksanakan sendiri verifikasi atas asersi laporan keuangar karena adanya faktor jarak, waktu,
dan biaya. Daripada mempercaya. mutu data keuangan begitu saja, sekali lagi para pengguna lebih
mengandalkan laporan auditor independen untuk memenuhi kebutuhannya.
Empat kondisi di atas secara bersama-sama membentuk adanya risiko informasi (information risk), yaitu
risiko bahwa laporan keuangan mungkr tidak benar, tidak lengkap, atau bias. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa audit laporan keuangan dapat meningkatkan kredibilitas lapor ar keuangan dengan
cara menekan risiko informasi.
Manfaat ekonomi suatu audit
Imbalan (fee) audit tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti General
Electric, IBM, atau entitas pemerintah kota yang besar seperti New York City, dapat mendekati atau
bahkan melebihi angka $ 10 juta. Jadi, jelas bahwa manfaat ekonomi yang diharapkan harus berasal dari
audit itu sendiri untuk membenarkan biaya yang demikiar besar. Beberapa manfaat ekonomi dari audit
laporan keuangan adalar sebagai berikut:
Akses ke Pasar Modal. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya dikatakan bahwa perusahaan
publik harus memenuhi statuta (keten-tuan hukum) persyaratan audit terlebih dahulu, agar
dapat mencatat-kan sahamnya sebelum diperdagangkan di pasar modal A.S. sesuaa federal
securities acts. Selain itu, pasar modal dapat menambahkan persyaratannya sendiri tentang
pencatatan saham di pasar modal, samping ketentuan hukum seperti tersebut di atas. Dengan
demikiar. perusahaan akan ditolak untuk mencatatkan sahamnya di pasar mo-dal, tanpa adanya
audit terlebih dahulu.
Biaya Modal yang Lebih Rendah. Seringkah perusahaan-perusahaan kecil meminta laporan
keuangannya diaudit agar dapat memperoleh pinjaman bank atau agar dapat memperoleh
persyaratan pinjaman yang lebih baik. Karena penurunan risiko informasi terkait dengan laporan
keuangan yang telah diaudit, maka kreditor dapat menawar¬kan tingkat bunga yang lebih
rendah, dan investor akan setuju untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih rendah
atas investasi mereka.
Penangguhan Inefisiensi dan Kecurangan. Penelitian menunjukkan bahwa apabila para pegawai
mengetahui akan diadakan audit independen, mereka akan menjadi lebih berhati-hati dan
berusaha sesedikit mungkin melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi akuntansi dan
menyalahgunakan aset perusahaan. Oleh karena itu, audit dapat mendorong data dalam
perusahaan menjadi lebih dapat diandalkan serta dapat juga lebih menekan kerugian akibat
peng-gelapan dan sebagainya. Selain itu, dengan adanya fakta akan dilakukan penelitian atas
asersi laporan keuangan mereka juga dapat mengurangi kemungkinan manajemen melakukan
kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Peningkatan Pengendalian dan Operasional. Berdasarkan observasi yang dibuat selama audit
laporan keuangan, seringkah auditor independen memberikan saran untuk meningkatkan
pengendalian serta mencapai efisiensi operasi yang lebih tinggi dalam organisasi klien. Secara
khusus, manfaat ekonomi ini sangat bernilai bagi perusahaan skala kecil dan menengah.
Menurut pengamatan, pada umumnya penerbitan laporan keuangan hanya memberikan sedikit
pengaruh atau tidak berpengaruh langsung pada harga pasar saham perusahaan. Hal ini dapat terjadi
karena seringkah manajemen telah menyampaikan hasil-hasil keuangan dan temuan audit melalui siaran
pers kepada wartawan keuangan sebelum laporan keuang¬an secara resmi diterbitkan. Akan tetapi,
pernyataan semacam itu dapat membantu meyakinkan efisiensi pasar uang dengan cara mencegah atau
membatasi penyebaran informasi sebelumnya yang tidak akurat.
Para pengguna laporan keuangan memperoleh manfaat dari keyakin¬an bahwa informasi tersebut
bebas dari salah saji yang material. Selain itu, manajemen dan dewan direksi juga memperoleh manfaat
dari hasil sampingan suatu audit. Biasanya para auditor memiliki pengetahuan yang luas tentang risiko
bisnis, praktik terbaik, serta ukuran kinerja kunci yang terkait dengan suatu industri tertentu, sebagai
hasil pengalaman melaku-kan audit atas beberapa atau banyak perusahaan. Dengan demikian, para
auditor independen dari kantor akuntan dapat membagikan pengetahuan mereka yang sangat berharga
tersebut dengan manajemen. Seringkah manajemen menghendaki adanya evaluasi auditor independen
tentang isu-isu manajemen bisnis selain laporan tentang kewajaran penyajian laporan keuangan
mereka. Berbagai ragam assurance services lain atau jasa konsultasi mungkin dapat menjadi hasil
sampingan auditor, ketika mereka melaksanakan audit.
SEC memberikan perhatian tentang hubungan antara jasa audit dan jasa konsultasi. Setiap auditor
harus menjaga keseimbangan yang tipis antara melaksanakan audit, serta membiarkan manajemen dan
dewan direksi memetik keuntungan berupa manfaat ekonomi dari pengetahuan auditor tentang
perusahaan dan industri di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Keterbatasan audit laporan keuangan
Suatu audit laporan keuangan yang dilakukan sesuai GAAS memilik sejumlah keterbatasan yang
melekat. Salah satunya adalah bahwa audi¬tor bekerja dalam suatu batasan ekonomi yang wajar.
Berikut ini adalah, dua batasan ekonomi penting yang dimaksud:
Biaya yang memadai (reasonable cost). Pembatasan biaya audit dapat menimbulkan terbatasnya
pengujian, atau penarikan sampel dar. catatan akuntansi atau data pendukung yang dilakukan secara
selektif. Selain itu, auditor juga dapat memilih untuk menguji sistem pengen¬dalian internal dan
mendapatkan keyakinan dari sistem pengendalian internal yang berfungsi dengan baik.
Jumlah waktu yang memadai (reasonable length of time). Biasanya laporan auditor atas demikian banyak
perusahaan akan terbit dalam waktu tiga sampai lima minggu setelah tanggal neraca. Hambatan, waktu
ini dapat mempengaruhi jumlah bukti yang diperoleh tentang peristiwa dan transaksi setelah tanggal
neraca yang berdampak pada laporan keuangan. Lebih lagi, hanya tersedia waktu yang demikian, singkat
untuk memisahkan ketidakpastian yang ada pada tangg; laporan keuangan.
Keterbatasan penting lainnya adalah kerangka kerja akuntansi yang ditetapkan untuk penyusunan
laporan keuangan. Berikut adalah dua keterbatasan penting yang berkaitan dengan kerangka kerja
akuntansi yang ditetapkan:
Prinsip akuntansi alternatif (alternative accounting principles). GAAP memang
memperbolehkan penggunaan prinsip akuntansi alternatif. Pengguna laporan keuangan harus
mempunyai pengetahuan yang luas tentang pilihan akuntansi yang dipilih oleh perusahaan dan
akibatnya terhadap laporan keuangan.
Estimasi akuntansi (accounting estimates). Estimasi adalah bagian yang melekat dengan proses
akuntansi, dan tidak seorang pun termasuk auditor dapat meramalkan bagaimana hasil suatu
ketidakpastian itu. Suatu audit tidak dapat menambahkan ketepatan dan kepastian pada
laporan keuangan apabila faktor-faktor tersebut tidak ada.
Walaupun memiliki keterbatasan, namun audit atas laporan keuangan akan menambah kredibilitas
sebuah laporan keuangan.
Hubungan auditor independen
Dalam audit laporan keuangan, auditor menjalin hubungan profesional dengan empat kelompok
penting, yaitu (1) manajemen, (2) dewan direksi dan komite audit, (3) auditor internal, dan (4)
pemegang saham.
Manajemen
Istilah manajemen menunjuk pada kelompok perorangan yang secara aktif merencanakan,
melakukan koordinasi, serta mengendalikan jalannya operasi dan transaksi klien. Dalam konteks
auditing, manajemen menunjuk pada para pejabat perusahaan, pengawas, dan personel kunci sebagai
penyelia (supervisor).
Selama pelaksanaan audit, terdapat interaksi luas antara auditor dar manajemen. Untuk
mendapatkan bukti yang diperlukan di dalam aud:: seringkali auditor memerlukan data rahasia tentang
entitas. Oleh karena itu, adalah mutlak untuk menjalin hubungan berdasarkan saling mempercayai dan
saling menghargai. Hubungan yang tegang dar bermusuhan tidak akan mendatangkan manfaat sedikit
pun. Pendekatan tipikal yang harus dilakukan auditor terhadap asersi manajemen dar;- disebut sebagai
keraguan profesional (professional skepticism). Hal ini berarti auditor tidak boleh tidak mempercayai
asersi manajemen, namur. juga tidak boleh begitu saja menerimanya tanpa memperhatikan ke-
benarannya. Auditor harus senantiasa menyadari perlunya mengevaluai- secara objektif kondisi-kondisi
yang sedang diamati serta bukti yang diperoleh selama audit.
Dewan direksi dan komite audit
Dewan direksi (board of directors) suatu perusahaan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
perusahaan dioperasikan dengan cara terbaik untuk kepentingan para pemegang saham. Hubungan
auditor para direktur sebagian besar tergantung pada komposisi dewan itu sendui Bila dewan terutama
terdiri dari para pejabat perusahaan, maka hubur car auditor, dewan dan manajemen pada dasarnya
adalah satu dan sama.
Namun, apabila dewan terdiri dari sejumlah anggota yang berasa dari luar perusahaan, mungkin
terdapat hubungan yang sedikit berbeda. Anggota-anggota yang berasal dari luar perusahaan bukanlah
para peare atau pegawai perusahaan. Dalam hal ini, komite audit (audit committee) yang ditunjuk
terutama terdiri dari anggota yang berasal dari luar dewan, dapat bertindak sebagai penghubung antara
auditor dan manajemen.
Selama dekade yang lalu, terdapat kecenderungan meningkatnya penggunaan komite audit sebagai
alat untuk memperkuat independensi auditor. Fungsi suatu komite audit yang secara langsung
mempengaruhi auditor independen adalah:
Mencalonkan kantor akuntan publik untuk melaksanakan audit tahunan.
Mendiskusikan lingkup audit dengan auditor.
Mengundang auditor secara langsung untuk mengkomunikasikan masalah-masalah besar yang dijumpai
selama pelaksanaan audit.
Mereview laporan keuangan dan laporan auditor bersama auditor pada saat penyelesaian penugasan.
Auditor internal
Seorang auditor independen biasanya memiliki hubungan kerja yang dekat dengan auditor internal
yang ada pada perusahaan klien. Sebagai contoh, manajemen dapat meminta auditor independen untuk
me-review kegiatan auditor internal yang telah direncanakan untuk tahun berjalan serta melaporkan
mutu kerja mereka. Auditor independen juga memiliki kepentingan langsung dengan pekerjaan auditor
internal yang berkaitan dengan struktur pengendalian intern klien. Lagi pula, memang diperbolehkan
apabila auditor internal memberikan bantuan langsung kepada auditor independen dalam
melaksanakan audit laporan keuangan.
Pekerjaan auditor internal tidak dapat digunakan sebagai pengganti pekerjaan auditor independen.
Namun demikian, pekerjaan auditor intern dapat menjadi pelengkap yang penting bagi auditor
independen. Untuk menentukan pengaruh pekerjaan audit internal terhadap audit, auditor independen
harus, (1) mempertimbangkan kompetensi dan objektivitas auditor internal dan (2) mengevaluasi mutu
pekerjaan auditor internal. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan lebih banyak tentang auditor internal
ini.
Pemegang Saham
Para pemegang saham sangat mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit untuk
mendapatkan keyakinan bahwa manajemen telah melaksanakan tugas yang dibebankan dengan penuh
tanggung jawab. Oleh karena itu, auditor memiliki tanggung jawab yang penting kepada para pemegang
saham sebagai pengguna utama laporan auditor. Selama pelaksanaan suatu penugasan, auditor
mungkin tidak berhubungan langsung dengan para pemegang saham yang bukan pejabat, pegawai
kunci, atau direktur perusahaan klien. Namun demikian, auditor diper-bolehkan mengikuti rapat umum
pemegang saham serta memberikan tanggapan langsung atas pertanyaaan-pertanyaan para pemegang
saham.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Audit laporan keuangan merupakan bagian terpenting dari berbagai asssurance services. Audit
jenis ini berkaitan dengan kegiatan mempeeroleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan
entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut dapat
memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
Metode akuntansi mencakup kegiatan mengidentifikasi bukti dan transaksi yang dapat mempengaruhi
entitas. Setelah diidentifikasi, maka bukti dan transaksi ini diukur, dicatat, dikelompokkan, serta dibuat
ikhtisar dalam catatan-catatan akuntansi. Hasil proses ini adalah penyusunan dan distribusi laporan
keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted
accounting principles/GAAP).
Audit dilakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan keuangan dapat diteliti untuk
pembuktian. Data dikatakan dapat diteliti untuk pembuk¬tian (verifiable) apabila ada dua atau lebih
orang yang memiliki kualifikas; dapat memberikan kesimpulan yang serupa dari data yang diperiksa
Kemampuan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiability) terutama berkaitan dengan tersedianya
atestasi bukti pada validitas informasi yanc sedang dipertimbangkan.
Estimasi adalah bagian yang melekat dengan proses akuntansi, dan tidak seorang pun termasuk
auditor dapat meramalkan bagaimana hasil suatu ketidakpastian itu. Suatu audit tidak dapat
menambahkan ketepatan dan kepastian pada laporan keuangan apabila faktor-faktor tersebut tidak
ada.
Walaupun memiliki keterbatasan, namun audit atas laporan keuangan akan menambah kredibilitas
sebuah laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Boynton, Johnson, Kell. 2002. Modern Auditing (Edisi Ketujuh ,jilid 1). Jakarta: Erlangga
Diposkan oleh Tthe beginning di 08.35 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Sabtu, 02 November 2013
Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara dan Daerah. Sistem ini melibatkan SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) dan SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah). Tujuan SAPP dan SAPD adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper¬lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah, sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan Daerah, serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Adapun Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara adalah proses penciptaan tujuan organisasi oganisasi yang sukses mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan organisasi dan arah tujuan Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Menjelaskan SAPP dan SAPD Menjelaskan proses perencanaan keuangan Daerah dan Negara Menjelaskan Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara Menjelaskan Pelaporan Keuangan Daerah dan Negara
1.3 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini terutama kepada mahasiswa adalah untuk mengatahui Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara dan Daerah, baik dari segi prinsip, pelaksanaan anggaran, proses perencanaan.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penyusunan makalah ini, kami menerapkan metode deskriptif dan studi literatur yaitu dengan memaparkan dan menggambarkan dengan memperoleh data-data yang diperlukan dari literatur atau sumber bacaan dan internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat)
SAPP adalah sistem akuntansi yang mengolah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban,
dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi da n laporan keuangan
yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di
luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah
pusat.
2.1.1 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan keuangan pemerintah pusat
tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK. Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah
direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit
dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan
anggaran dalam satu periode.
b. Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN (Sistem
Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah pusat
berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari seluruh Kanwil
Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non
anggaran.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji di dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang
memadai.
2.1.2 Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan
kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk
mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh
aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi Laporan Keuangan
Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai pemerintahan yang baik, yang
meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan Transparansi.Akuntabilitas yang dimaksud adalah
meningkatkan kualitas akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran.
Dalam hal manajerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan,
pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi
adalah memberikan keterbukaan pelaksanaan kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik.
2.1.3 Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1. Sistem yang terpadu. Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruhan.Pernerintah
Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola utama dan DPR
sebagai badan yang bertugas menelaah dan mengevaluasi pelaksanaannya.
2. Akuntansi Anggaran dan Akuntansi Dana. Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
digunakan sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya UU-
APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan
3. Sistem tata buku berpasangan
4. Basis kas untuk pendapatan dan belanja. Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang
Perbendarahaan Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
5. Standard dan prinsip akuntansi. Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek
yang dapat diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga pemerintah yang
berkcpentingan dengan laporan keuangan.
6. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi. Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara
ber,jenjang dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai pedoman
penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun tingkat pusat.
7. Perkiraan standar yang seragam. Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit
operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun istilahnya agar dapat
memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya menggunakan istilah yang sama, serta
meningkatkan kemampuan sistem akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan,
berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas
ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam dokumen allotment (DIK/DIP/SKO),
serta memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan maupun
antarlaporan.
2.2 SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah)
Pedoman SAKD disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menyediakan pedoman akuntansi yang diharapkan dapat diterapkan bagi pencatatan transaksi
keuangan pemerintah daerah yang berlaku dewasa ini, terutama dengan diberlakukannya otonomi
daerah yang baru.
2. Menyediakan pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan
serta jurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan pemerintah daerah yang mencakup
penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya
SAPD adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
2.2.1 Basis akuntansi
SAPD menggunakan basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk
neraca. Dengan basis kas, pendapatan diakui dan dicatat pada saat kas diterima oleh rekening Kas
Daerah serta belanja diakui dan dicatat pada saat kas dikeluarkan dari rekening kas daerah. Aset,
kewajiban, dan ekuitas dana dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadian atau kondisi
lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah.
2.2.2 Sistem pembukuan berpasangan
Sistem pembukuan berpasangan (double entry system) didasarkan atas persamaan dasar
akuntansi, yaitu: Aset = Kewajiban+Modal setiap transaksi dibukukan dengan mendebet suatu perkiraan
dan mengkredit suatu perkiraan yang lain.
2.2.3 Subsistem
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah: dilaksanakan oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah)
yang akan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh level pemda
Sistem Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah: dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan
(PPK) SKPD. Transaksi-transaksi yang terjadi dilingkungan satuan kerja harus dicatat dan dilaporkan oleh
PPK SKPD.
2.2.4 Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD)
Dalam konstruksi keuangan negara, terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu SKPD dan SKPKD.
Dalam pelaksanaan anggaran, transaksi terjadi di SKPD dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai satuan kerja
2. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD pada level pemda
Pendapatan Belanja Pembiayaan
Satuan Kerja Pendapatan pajak Belanja pegawai
Reteribusi Belanja baran dan
jasa
Lain-lain pendapatan
yang sah
Belanja Modal
Pemda Dana perimbangan Belanja bunga,
subsidi, hibah,
bansos, bagi hasil,
bantuan keuangan
Penerimaan
pembiayaan
Lain-lain pendapatan
yang sah
Belanja ridak
terduga
Pengeluaran
pembiayaan
Sistem akuntansi SKPD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan
2. Akuntansi belanja
3. Akuntansi aset
4. Akuntansi selain kas
Laporan keuangan yang harus dibuat oleh SKPD adalah:
1. LRA
2. Neraca
3. Catatan atas laporan keuangan
2.2.5 Akuntansi PPKD
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas akuntansi yang dijalankan oleh fungsi akuntansi di SKPD,
yang mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. Sistem
akuntansi PPKD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan PPKD
2. Akuntansi belanja PPKD
3. Akuntansi pembiayaan
4. Akuntansi Aset (Investasi Jangka panjang)
5. Akuntasi Utang
Penyusunan Laporan Keuangan PPKD
Laporan keuangan PPKD adalah laporan keuangan yang dikeluarkan oleh SKPKD dalam kapasitas
sebagai pemda. SKPKD sebagai satuan kerja akan mengeluarkan laporan keuangan SKPD seperti SKPD
yang lain.
Dengan demikian, yang akan muncul dalam laporan keuangan PPKD adalah transaksi-transaksi
pendapatan PPKD, belanja PPKD, dan pembiayaan. Format dan prosedur penyusunannya sama dengan
laporan keuangan SKPD. Laporan keuangan PPKD ini nantinya akan dikonsolidasikan bersama laporan
keuangan semua SKPD menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/kota/kabupaten.
2.2.6 Penyusunan Laporan Keuangan Pemda
Laporan Keuangan Pemerintah daerah adalah laporan keuangan konsolidasi dari laporan
keuangan SKPD dan Laporan keuangan PPKD.
Laporan keuangan pemerintah provinsi/kota/kabupaten tediri atas:
a. LRA
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas laporan keuangan
2.3 Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara
Perencanaan adalah proses penciptaan tujuan organisasi. Organisasi yang sukses
mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan organisasi dan arah
tujuan. Perencanaan merupakan hal yang penting karena jenis, kuantitas dan kualitas kinerja jasa dan
pengadaan pemerintah tidak dievaluasi dan disesuaikan melalui mekanisme pasar terbuka dan mereka
cukup peka kepada kepentingan umum. Lebih lanjnut, perencanaan dan keputusan pemerintah
merupakan proses gabungan yang melibatkan warga negara, badan legislatif dan eksekutif.
2.3.1 Proses Perencanaan Keuangan Daerah
Aspek perencanaan keuangan daerah diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD
semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah
kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan
partisipasi masayarakat.
Perencanaan anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan
Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses
perencanaan anggaran daerah (5).Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-
Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan
penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan
umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain
dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh
unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait,
antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat,
pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2) DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama
DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada
prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
5) RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
6) Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan
penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
7) Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun
sebelumnya.
8) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-
lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
2.3.2 Proses Perencanaan Keuangan Negara
Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka
diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta keseragaman peraturan yang berlaku guna
tercapainya tujuan bernegara dan menghindarkan dari ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai
sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro atau
perencanaan yang berada pada tataran kebijakan nasional atas semua fungsi pemerintahan dan meliputi
semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam UU No.
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan
melibatkan masyarakat, yang mana antara lain bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku
pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang,
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; Menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; Mengoptimalkan
partisipasi masyarakat; dan Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004 didefenisikan bahwa Perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam
sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu:
1. Arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai
penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan
berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya,
serta pertahanan dan keamanan.
2. Arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional
baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang mana mencakup
landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional diatas, pada
pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat tahapan perencanaan pembangunan, yaitu terdiri
dari:
1. Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap dari suatu rencana
yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
a) Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur.
b) Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada
rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
c) Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
d) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk
melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang
Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, sedangkan rencana
pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana pembangunan tahunan Nasional/
Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya
tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan
penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri Negara Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) menghimpun dan
menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang
secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian
sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran
kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup
masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka
perencanaan pembangunan, pemerintah, baik Pusat maupun daerah, berkewajiban untuk
melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan
tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, mengikuti pedoman
dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran
yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
Keempat tahapan tersebut harus diselenggarakan secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, sehingga dapat membentuk suatu siklus perencanaan
pembangunan nasional yang utuh.
Perencanaan Pembangunan baik tingkat Nasional maupun tingkat daerah menghasilkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM),
Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja (Renja). Berdasarkan
UU No. 25 tahun 2004, ruang lingkup perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah tersebut dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
RPJP Nasional merupakan penjabaran tujuan Nasional kedalam Visi, misi dan Arah
pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional dan memuat tentang visi,
misi dan arah dalam pembangunan Daerah.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden. Penyusunannya
berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum,
program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk
arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala
Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional,
memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan
program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
3. Rencana Strategis (Renstra)
Renstra Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga
yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra-Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada tingkat daerah memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja
Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam
bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKP Daerah
merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka
ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
5. Rencana Kerja (Renja)
Renja Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional disusun dengan berpedoman pada Renstra
Kementerian/Lembaga dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta
memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Sedangkan Renja-SKPD
disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah diatas harus dilakukan secara terpadu, dengan
memperhitungkan kebutuhan rakyat dan memanfaatkan ketersediaan sumber daya, informasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia global, yang semata-mata ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.4 Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
Setelah APBDN ditetapkan secara terperinci dengan undang-undang,maka pelaksanaan di atur
lebih lanjut dengan keputusan presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam
pelaksanaan anggaran.Pengaturan dalam keputusan presiden tersebut terutama dalam hal-hal yang
belum di perincidi dalam Undang-Undang APBDN, seperti ,alokasi anggaran untuk kantor daerah
kementrian Negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, pembayaran untuk tunggakan
yang menjadi beban kementerian Negara/lembaga, dan alokasi dana perimbangan untuk
provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang
menerima.
Pemerintahan pusat dan pemerintah pusat dan pemirintah daerah menyampaikanl laporan
realisi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir juli tahun anggran yang bersangkutan untuk
memberi informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD. Laporan realisasi tersebut
menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuain/perubahan
APBN/APBD pada semester berikutnya.Ketentuan megenai pegelolaan keuangan Negara dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam Undang-Undang yang mengatur perbendaharaan
negara mengingat lebih banyak menyangkut hubung administrative antar-kementerian negara/lembaga
di linkungan pemerintah.
2.4.1 Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Tatacara tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 yang dijabarkan lebih rinci dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21
Tahun 2011. Dengan berpedoman kepada Permendagri tersebut, pemerintah daerah menyusun
mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang ditetapkan dengan
Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Secara garis besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup:
(a) Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja; (b) Laporan Tahunan; (c)
Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan (d) Evaluasi Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai dengan perkiraan realisasi semester
berikutnya disiapkan oleh setiap pejabat penatausahaan keuangan SKPD dan disampaikan kepada
kepala SKPD yang bersangkutan untuk diteruskan kepada PPKD. Selanjutnya melalui Sekretaris daerah
(selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah), laporan ini disampaikan kepada kepala daerah
untuk akhirnya dilakukan pembahasan bersama DPRD.
Laporan tahunan merupakan penggabungan dari laporan semester pertama dan laporan
semester kedua yang disiapkan oleh setiap SKPD kepada PPKD dan digunakan sebagai dasar penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan tahunan tersebut terdiri dari: (a) laporan realisasi
anggaran; (b) neraca; (c) laporan arus kas; dan (d) catatan atas laporan keuangan. Tahap akhir dari
proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBD adalah menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada
Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah mendapat persetujuan dari BPK, kepala daerah menyusun Raperda tentang
pertanggungjawaban APBD dan mengirimkannya kepada DPRD untuk proses pembahasan. Selanjutnya
kepala daerah menyampaikan raperda tesebut kepada gubernur yang bersangkutan untuk dievaluasi
apakah sudah sesuai dengan kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Persetujuan gubernur tentang evaluasi raperda merupakan faktor penentu
bagi bupati/walikota untuk menetapkan raperda tersebut menjadi perda.
2.4.2 Pelaksanaan Anggaran Keuangan Negara
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31
Desember tahun yang bersangkutan. APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
1. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
2. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
3. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Semua penerimaan
dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara dengan menggunakan sistem
giral.
Secara garis besar, tahap-tahap siklus anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Penyusunan RAPBN oleh pemerintah;
2. Penyampaian RAPBN kepada DPR/pengesahannya;
3. Pelaksanaan APBN oleh pemerintah;
4. Pengawasan pelaksanaan APBN oleh BPK;
5. Pertanggungjawaban/Perhitungan Anggaran Negara (PAN);
6. Persetujuan RUU PAN menjadi UU PAN oleh DPR.
Berdasarkan fungsinya, penganggaran pemerintah mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
1. Stabilitas fiskal makro,
2. Alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan
3. Pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan penganggaran ini, dilakukan dengan tiga pendekatan baru dalam
penyusunan sistem penganggaran yaitu:
1. Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah. Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan
untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Kementerian negara/lembaga mengajukan usulan
anggaran untuk membiayai program dan kegiatan dalam tahun anggaran yang direncanakan dan
menyampaikan prakiraan maju yang merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program
dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang diusulkan kementerian
negara/lembaga disetujui oleh presiden dalam keputusan presiden tentang rincian APBN untuk menjadi
dasar bagi penyusunan usulan anggaran kementerian negara/lembaga pada tahun anggaran berikutnya
setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
2. Penerapan penganggaran terpadu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan
seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan kementerian negara/lembaga untuk
menghasilkan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan
klasifikasi anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
3. Penerapan penganggaran berbasis kinerja (ABK). Penerapan penyusunan anggaran berbasis kinerja
menekankan pada ketersediaan rencana kerja yang benar-benar mencerminkan komitmen kementerian
negara/lembaga sebagai bagian dari proses penganggaran. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan
anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap
program dan jenis kegiatan. Tingkat kegiatan yang direncanakan dan standar biaya yang ditetapkan pada
awal siklus tahunan penyusunan anggaran menjadi dasar dalam menentukan anggaran untuk tahun
anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju bagi program yang bersangkutan. Standar biaya, baik
yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus bagi pemerintah pusat, ditetapkan oleh menteri
keuangan setelah berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga terkait. Pengaturan mengenai
pengukuran kinerja, evaluasi kinerja kegiatan, dan evaluasi kinerja program adalah sebagai berikut:
a. Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja, kementerian negara/lembaga melaksanakan
pengukuran kinerja.
b. Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja kegiatan satuan kerja kementerian
negara/lembaga setiap tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja kegiatan yang telah
ditetapkan sebagai umpan balik bagi penyusunan RKA-KL tahun berikutnya.
c. Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja program sekurang-kurangnya sekali dalam 5
(lima) tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor
publik, perlu dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan
secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan
untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor
publik, dan memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
2.5 Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Setelah anggaran selesai disusun, organisasi sektor publik melaksanakan apa yang dianggarkan
dalam kegiatan-kegiatan tahun berjalan. Pelaksanaan anggaran kinerja tidak bisa dilepaskan dari proses
pelaporan dan evaluasi atas aktivitas yang telah dilaksanakan. Hal ini menjadi sangat penting karena
salah satu ukuran keberhasilan anggaran kinerja adalah kemampuannya untuk diukur dan dievaluasi
guna mendapatkan umpan balik.
Untuk itu, setiap organisasi sektor publik harus melaporkan pada tingkat di mana mereka telah
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, setiap organisasi harus menyediakan informasi
mengenai aktivitas yang telah dilakukan. Informasi ini seharusnya meliputi input, output, dan outcome,
dan berbagai indikator kualitatif lainnya yang dirasakan perlu. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan
anggaran tradisional yang hanya menekankan pada pelaporan kuantitatif.
Service Efforts and Accomplisment (SEA) mengukur keberhasilan organisasi dalam 3 indikator:
1. Indikator usaha, yakni sumber daya yang digunakan untuk pelayanan (inpust)
2. Indikator pencapaian, yakni pelayanan apa yang dapat disediakan dan dicapai dengan input yang
tersedia (output dan outcome)
3. Indikator yang menghubungkan usaha dan pencapaian, indikator ini dibagi lagi menjadi 2, yaitu:
Indikator efisiensi, perbandingan input dan output
Indikator efektivitas, perbandingan input dan outcome
Anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi
pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk membiayai.
Selain itu anggaran dapat juga didefinisikan sebagai proses alokasi sumber daya yang terbatas terhadap
permintaan yang tidak terbatas dan satuan mata uang dalam perencanaan operasi untuk periode
tertentu. Perencanaan harus berisi informasi mengenai jenis dan jumlah pengeluaran yang
direncanakan, tujuan yang dibuat dan alat tujuan keuangan.
Pentingnya Anggaran
Anggaran untuk organisasi sektor publik berasal secara umum dari penggunaan tingkat pajak
atau jumlah yang digunakan untuk jasa. Peran perencanaan dicapai dengan ukuran moneter (seperti
materi, pekerja dan perlengkapan) diperlukan untuk mencapai aktivitas yang direncanakan dalam
periode anggaran. Peran pengendalian dicapai dengan mempersiapkan anggaran yang menunjukkan
masukan dan rencana yang dicapai. Varian antara anggaran dan aktual menunjukkan divergensi sumber
daya yang jelas dalam alokasi organisasi pemerintah untuk membolehkan melakukan tugas yang
bertanggungjawab. Pengendalian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil anggaran dengan
aktual untuk meyakinkan tingkat pengeluaran tidak melebihi dan aktivitas dari rencana yang terjadi.
Kecuali alasan untuk varian yang dianalisa dan langkah perbaikan menghantarkan anggaran dan kembali
ke aktual sesuai garis, keseluruhan sistem akan diluar pengendalian. Oleh karena itu, kondisi relevan,
akurat dan laporan yang tepat waktu posisi aktual dan anggaran diperlukan pada setiap level
menajemen untuk dapat dimonitor sesuai anggaran.
Evaluasi
Laporan keuangan yang membandingkan antara pendapatan dan pengeluaran yang dianggarkan
dan aktual utnuk periode tertentu sebagai basis untuk evaluasi terhadap standar yang ada. Anggaran
juga menyediakan tujuan yang jelas untuk evaluasi kinerja pada tiap level tanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
SAPP adalah sistem akuntansi yang meng¬olah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas
dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi da n laporan keuangan yang tepat
waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah
pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.
SAPD adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran,
sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
Perencanaan anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum
APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan
anggaran daerah.
Secara garis besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup:
1. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja
2. Laporan Tahunan
3. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
4. Evaluasi Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk
suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk membiayai.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Halim, Abdul. 2012. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy, dkk. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat
www.google.com
www.wikipedia.org
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 17 (c) Pencairan Dana Cadangan; (d) Penerimaan dari
Divestasi; (e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: (a) Perolehan Aset Tetap; (b) Perolehan Aset Lainnya; (c)
Pembentukan Dana Cadangan; (d) Penyertaan Modal Pemerintah; (e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas. AKTIVITAS PENDANAAN
Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang jangka panjang. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman jangka panjang. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: (a) Penerimaan utang luar negeri; (b) Penerimaan
dari utang obligasi; (c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; (d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: (a)
Pembayaran pokok utang luar negeri; (b) Pembayaran pokok utang obligasi; (c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; (d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.
AKTIVITAS TRANSITORIS Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Arus kas
dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah. Arus kas
dari aktivitas transitoris antara lain transaksi Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK
menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang
menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk
dan penerimaan kembali uang persediaan dari bendahara pengeluaran.
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 18 Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran
PFK dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang persediaan kepada bendahara pengeluaran. 3. Perbedaan antara LAK akrual dan CTA
Penyusunan laporan arus kas baik dalam basis kas menuju akrual dan basis akrual dilakukan dengan cara yang sama. Perbandingan antara CTA dan Akrual untuk LAK Entitas Pelaporan
adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
berupa laporan keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari: (a) Pemerintah pusat; (b) Pemerintah daerah; (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan
pemerintah pusat; dan (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib
menyajikan laporan keuangan. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Unit organisasi
yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah Berikut adalah contoh format
Laporan Arus Kas pada Pemerintah Pusat CASH TOWARDS ACCRUAL ACCRUAL LAPORAN ARUS KAS
• Disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Par 15) • Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran (Par 86) LAPORAN ARUS KAS •
Disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum (Par 15) • Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris (Par 90)
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 19 d. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 1. Informasi yang disajikan Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan
atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 20 2. Unsur-Unsur Laporan Perubahan Ekuitas Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang kurangnya pos-pos:
a. Ekuitas awal b. Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan c. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif
yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya: 1) koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya; 2) perubahan nilai aset
tetap karena revaluasi aset tetap. d. Ekuitas akhir. Berikut adalah contoh format Laporan Perubahan Ekuitas e. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
1. Informasi yang disajikan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun
berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 2. Unsur-Unsur Laporan Perubahan Ekuitas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan
periode sebelumnya pos-pos berikut: a. Saldo Anggaran Lebih awal; b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; c. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; d.
Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan e. Lain-lain; f. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 21
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasiannya. Berikut adalah contoh
format Laporan Perubahan SAL. f. Laporan Operasional 1. Informasi yang disajikan Laporan Operasional merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode
pelaporan. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang kegiatan
operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional
dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi:
1) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan; 2) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang
berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi; 3) yang berguna dalam memprediksi
pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif; 4) mengenai penurunan
ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas (bila surplus operasional).
Laporan Keuangan Berbasis Akrual 22
Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi berikut: i. nama entitas pelaporan atau sarana
identifikasi lainnya; ii. cakupan entitas pelaporan; iii. periode yang dicakup; iv. mata uang pelaporan; dan v. satuan angka yang digunakan. 2. Unsur-Unsur Laporan Operasional Laporan Operasional
menyajikan pos-pos sebagai berikut: a. Pendapatan-LO dari kegiatan operasional; b. Beban dari kegiatan operasional ; c. Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada; d. Pos luar biasa, bila
ada; e. Surplus/defisit-LO. Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber pendapatan disajikan pada Catatan atas
Laporan Keuangan. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan klasifikasi lain yang dipersyaratkan
menurut ketentuan perundangan yang berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun klasifikasi beban
menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis. 3. Perbedaan Basis CTA dan Akrual
dalam Laporan Operasional