7
Komplikasi Sinusitis pada Pelayanan Tersier Rumah Sakit: Tipe, Karakteristik Pasien, dan Hasil Abstract Tujuan. Untuk mempelajari komplikasi sinusitis pada rumah sakit rujukan dan hasil terhadap terapi menurut jenis komplikasinya. Metode. Studi retrospektif pada pasien dengan sinusitis yang dirujuk pada rumah sakit dari 2003 hingga 2012. Data untuk pasien sinusitis yang memiliki komplikasi kemudian diulas. Hasil dan diskusi. Delapan puluh lima pasien dimasukan kedalam penelitian ini, dimana 50 merupakan laki laki (58,8%). Empat belas kasus kurang dari 15 tahun, dan 27 kasus (31,7%) memiliki lebih dari satu tipe komplikasi. Komplikasi yang paling seri merupakan tipe orbital (100% pada anak anak, 38% pada dewasa). Setelah terapi, seluruh anak dan 45 dewasa (63,4%) sembuh, delapan orang dewasa meninggal (11,3%) , dan 18 dari orang dewasa sembuh dengan kecacatan (25,3%). Pasien dengan komplikasi yang beragam memiliki hasil yang lebih buruk. Ketika tipe komplikasi dibandingkan (dengan umur, gender, dan komorbiditas), komplikasi intrakranital hanya yang memiliki hasil yang signifikan secara statistik untuk mortalitas. Kesimpulan. Hasil dari terapi bergantung pada jumlah dan tipe komplikasi, dengan hasil yang paling buruk didapat pada komplikasi intracranial. Pendahuluan Sinusitis merupakan penyakit THT yang umum, berkembang setelah infeksi virus saluran pernafasan atas pada 0,5 – 2,-% dari pasien. Namun komplikasinya jarang terjadi. Komplikasi terjadi pada pasien yang menderita sinusitis akut bervariasi dari 3,7 – 20%. Secara umum, komplikasi sinusitis dibagi menjadi tiga tipe: local (osseus), orbital, dan intracranial. Komplikasi yang paling sering adalah tipe orbital (60 – 75%), diikuti dengan intracranial (15 – 20%) dan tipe local (5 – 10%). Banyak penelitian menunjukan palsi pada nervus kranialis dibelekang etmoid atau spenoiditis, yang

Komplikasi Sinusitis Pada Pelayanan Tersier Rumah Sakit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Komplikasi Sinusitis Pada Pelayanan Tersier Rumah Sakit

Citation preview

Komplikasi Sinusitis pada Pelayanan Tersier Rumah Sakit: Tipe, Karakteristik Pasien, dan Hasil

AbstractTujuan. Untuk mempelajari komplikasi sinusitis pada rumah sakit rujukan dan hasil terhadap terapi menurut jenis komplikasinya. Metode. Studi retrospektif pada pasien dengan sinusitis yang dirujuk pada rumah sakit dari 2003 hingga 2012. Data untuk pasien sinusitis yang memiliki komplikasi kemudian diulas. Hasil dan diskusi. Delapan puluh lima pasien dimasukan kedalam penelitian ini, dimana 50 merupakan laki laki (58,8%). Empat belas kasus kurang dari 15 tahun, dan 27 kasus (31,7%) memiliki lebih dari satu tipe komplikasi. Komplikasi yang paling seri merupakan tipe orbital (100% pada anak anak, 38% pada dewasa). Setelah terapi, seluruh anak dan 45 dewasa (63,4%) sembuh, delapan orang dewasa meninggal (11,3%) , dan 18 dari orang dewasa sembuh dengan kecacatan (25,3%). Pasien dengan komplikasi yang beragam memiliki hasil yang lebih buruk. Ketika tipe komplikasi dibandingkan (dengan umur, gender, dan komorbiditas), komplikasi intrakranital hanya yang memiliki hasil yang signifikan secara statistik untuk mortalitas. Kesimpulan. Hasil dari terapi bergantung pada jumlah dan tipe komplikasi, dengan hasil yang paling buruk didapat pada komplikasi intracranial.

PendahuluanSinusitis merupakan penyakit THT yang umum, berkembang setelah infeksi virus saluran pernafasan atas pada 0,5 2,-% dari pasien. Namun komplikasinya jarang terjadi. Komplikasi terjadi pada pasien yang menderita sinusitis akut bervariasi dari 3,7 20%.Secara umum, komplikasi sinusitis dibagi menjadi tiga tipe: local (osseus), orbital, dan intracranial. Komplikasi yang paling sering adalah tipe orbital (60 75%), diikuti dengan intracranial (15 20%) dan tipe local (5 10%). Banyak penelitian menunjukan palsi pada nervus kranialis dibelekang etmoid atau spenoiditis, yang tidak terjadi pada tipe orbital atau intracranial. Namun, neuropati optic sendiri telah dimasukan dalam komplikasi dari sinusitis kronis. Dalam penelitian tahun 1997 2002 dari pasien di Thailand oleh penulis senior, 8,2% dari pasien yang menderita sinusitis memiliki komplikasi, namun sinus frontalis bukan penyebab yang umum yang menyebabkan terjadinya komplikasi intracranial, dan neuropati intracranial pada pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komplikasi dari sinusitis pada rumah sakit rujukan dan hasil dari terapi menurut dari tipe komplikasinya.

Metode dan BahanPenelitian retrospektif dilakukan pada pasien sinusitis di Rumah Sakit Universitas Chiang Mai dari 2003 hingga 2012. Data dari sinusitis dengan komplikasi dan jadwal operasi di ambil, diulas, dan kemudian di kelompokkan untuk diikuti.1. Komplikasi local meliputi selulitis wajah, abses wajah, osteomyelitis, dan mukokel yang teerjadi setelah operasi sinus atau karena riwayat sinusitis sebelumnya,2. Komplikasi orbital dibagi menjadi lima kelompok: odem inflamasi, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbital dan thrombosis sinus cavernosus.3. Komplikasi intracranial (IC) dibagi menjadi meningitis, abses otak (missal, epidural dan subdural), abses intraserebral, dan thrombosis sinus dural (missal, sinus cavernosus, dan sinus sagitalis superior)4. Penulis membagi nervus cranial palsi sebagai tipe komplikasi yang terpisah.Data untuk karakteristik pasien, organisme yang terlibat, dan hasil dari terapi dikumpulkan. Kultur anaerobi tidak dilakukan secara rutin pada rumah sakit ini.

Analisis statistik.Data dianalisis menggunakan program STATA versi 11.0. Uji probabilitias digunakan untuk komplikasi antara kelompok usia, dan regresi logistic multinomial digunakan untuk hasil.Komite etik dari fakultas kedokteran Universitas Chiang Mai menyetujui protokol penelitian ini.

HasilTerdapat 145 kasus yang dicurigai komplikasi pada 1655 pasien yang diterima. Sisa pasien telah dimasukan dalam pembedahan sinus karena kegagalan terapi medis untuk mengontrol sinusitis nya. Setelah mengulas riwayat pasien, 85 pasien (5,1%) dimasukan ke dalam penelitian ini. Gambar 1 menunjukan ada 61 kasus yang dieksklusi, termasuk 17 kasus dengan data yang tidak lengkap (lima kasus dengan mukokel, delapan kasus dengan komplikasi orbital, satu kasus dengean thrombosis sinus cavernosis, satu kasus dengan komplikasi intracranial dan komplikasi orbita, dan satu kasus dengan abses serebral dengan thrombosis sinus cavernosis), 25 kasus dengan sinusitis karena jamur, 13 kasus mukokel tanpa riwayat sinusitis (empat kasus memiliki riwayat cidera kepala, dan Sembilan tidak memiliki keluhan hidung), dan enam kasus tumor. Diagnosis dari komplikasi dibuat berdasarkan penemuan klinis dan CT scan. Pungsi lumbal dan pemeriksaan LCSS dilakukan pada pasien yang curiga memiliki meningitis. Seluruh kasus diterapi empiris dengan menggunakan antibiotic intravena sesuai dengan organisme yang ditemukan. Drainase bedah dari sinus yang terlibat, dengan atau tanpa daerah komplikasi, dilakukan pada semua kecuali satu kasus dewasa dengan meningitis yang mendapatkan terapi medis tambahan.Lima puluh laki laki (58,8%) dan 35 perempuan (35%) dimasukan kedalam penelitian ini. Empat belas pasien merupakan anak anak kurang dari 15 tahun (16,5%), dan 71 merupakan dewasa (83,5%). Rata rata umur yaitu 43,5 (+23), berkisar antara satu bulan hingga 81 tahun. Secara keseluruhan, 27 pasien memiliki lebih dari satu tipe komplikasi (Tabel 1). Dua puluh lima pasien (29,4%) memiliki paling tidak satu kondisi yang mendasari yang berpengaruh terhadap status imunitas dan hasil: diabetes mellitus (18,8%), gagal ginjal kronis (8,2%), keganasan (5,9%), penyakit hati kronis (3,5%), dan infeksi HIV (2,4%). Tipe komplikasi yang paling sering secara alami yaitu tipe orbital.Terdapat 12 kasus palsi CN tanpa tipe komplikasi lain. Sembilan pasien memiliki spenoiditis unilateral atau bilateral, empat pasien memiliki pansinusitis dan juga berkembang ke sinus spenoid, satu pasien memiliki etmoiditism dan satu pasien memiliki baik sinusitis maksilaris dan sinusitis frontalis.Dari 29 kasus dengan komplikasi local, selulitis fasial atau abses merupakan komplikasi yang paling sering (16 kasus), diikuti dengan selulitis orbital (10 kasus), selulitis periorbital (delapan kasus), thrombosis sinus cavernosus (enam kasus) dan abses orbital (satu kasus).Pada 24 kasus komplikasi intracranial, lima pasien memiliki lebih dari satu kompliksi intracranial. Insidensi komplikasi intracranial melibatkan 12 kasus meningitis, lima kasus abses otak (temporal, frontal, otak tengah, dan pons, epidural, dan sepanjang sinus sagitalis superior), dan sebelas kasus dengan thrombosis sinus vena dural (delapan kasus dengan thrombosis sinus cavernosus,dua kasus dengan sinus transversus dan thrombosis sinus sigmoid, san satu sinus sagitalis superior). Juga terdapat penemuan ICN yang jarang, seperti thrombosis arteri karotis interna (ICA), perdarahan intraventrikular, dan hidrosepalus.Sinus yang paling terlibat dalam komplikasi IC yaitu sinus spenoid, baik sendiri (10 kasus) maupun kombinasi dengan sinus etmoid posterior (empat kasus). Terdapat enam kasus pansinusitis dengan tipe komplikasi in, tiga merupakan sinus frontal saja, atau kombinasi dengan sinus etmoid dan satu kasus dengan data tidak diketahui pada sinus yang terlibat, Penemuan sistemik lain termasuk sepsis, koagulasi intravaskuler diseminata (DIC), gagal nafas akut, dan gagal hati.Dengan berdasar umur, seluruh anak anak memiliki komplikasi orbital: dengan tiga komplikasi local dan satu memliki komplikasi meningitis (Tabel 2)Setelah terapi, seluruh 14 anak (100%) dan 45 dewasa (63,4%) sembuh seluruhnya. Delapan pasien dewasa meninggal (11,3%), dan 18 dari dewasa diobati dengan kecacatan (25,3%) di rumah sakit. Dari seluruh kasus kecacatan, yaitu dengan keterbatasan gerakan ekstraokuler sembuh dalam dua bulan dengan masa follow up selanjutnya ( delapan kasus ), namun perbaikan visual (lima kasus), kerusakan wajah/kelemahan wajah (dua kasus) dan hemiparesis (tiga kasus) tidak sembuh. Tujuh dari delapan kasus dari kematian pada komplikasi intracranial, seperti thrombosis sinus venosus dan meningitis dengan sepsis, dan kasus lain yang memiliki selulitis orbital dan sepsis. Hasil dari biakan darah tersedia pada lima dari delapan kematian, dua diantaranya tidak teridentifikasi sebagai suatu organisme, dan tiga teridentifikasi sebagai Chryseobacterium indologenes, Staphylococcus aureus (MRSA), dan Micrococcus sp.Regresi logistic miltinomial digunakan untuk analisis hasil berdarsarkan jumlah dan tipe komplikasi dan disesuaikan dengan kelompok umur, gender dan komorbiditas seberti diabetes, penyakit hati, penyakit ginjal kronis, keganasan, HIV. Kasus sengan berbagai tipe komplikasi memiliki hasil yang lebih jelek (Tabel 3). Berdasarkan dari perbedaan tipe komplikasi, komplikasi IC memiliki signifikansi baik pada kecacatan (P=0,042) maupun kematian (P=0,020) (Tabel 4).Biakan pus melaporkan bahwa didapatkan dari 60 kasus (70,1%), 24 diantaranya tidak menunjukan organisme. Dalam 36 kasus dengan specimen yang positif, organisme yang terlihat tunggal atau jamak, termasuk pada tujuh kasus dengan koagulasi negative dari Staphylococcus (11,7%), lima dari S. aureus (8,3%), satu kasus dari resisten methicillin Staphylococcus aureus (MRSA) (1,7%), tujuh kasus Streptococcus spp. (11,7%), lima kasus Pseudomonas aeruginosa (8,3%), lima kasus Klebsiella (8,3%), tiga kasus Enterococcus spp (5%), tiga kasus Enterobacter spp. (5%), tiga kasus Diphteroid bacilli (5%), dan empat acinetobacter spp (6,7%), sebagai tambahan untuk yang lain termasuk Haemophilus influenza, Neisseria spp, Crynebacterium spp., Aeromonas hydrophilla, dan Burkholderia pseudomallei.

DiskusiKomplikasi dari sinusitis berlanjut meskipun antibiotic tersedia diseluruh dunia namun tidak selalu memberikan kesembuhan yang total.Hasil yang ditunjukan pada table 1 dan 2 menggambarkan bahwa komplikasi paling sering yaitu komplikasi orbital, dimana berhubungan dengan penemuan pada penelitian sebelumnya. Namun, pada rumah sakit kami, selulitis orbital dan abses subperiosteal lebih sering ditemukan daripada selulitis periorbital yang dilaporkan sebelumnya. Hasil ini terjadi karena respon antibiotik yang digunakan pada selulitis periorbital, dimana meningkatkan kesembuhan penyakit tanpa membutuhkan rujukan bedah dari rumah sakit lain. Lebih jauh, pada perbandingan tipe komplikasi pada kelompok umur yang berbeda, komplikasi orbital secara signifikan terjadi lebih sering pada anak (P