2
Kompleksitas mematikan Tosin Abasi Mungkin kalau Didier Drogba membentuk band, bandnya nggak bakal bisa menyamai satu not pun dari Animals as Leaders. Bahkan bisa jadi Roman Abramovic bakalan mentransfer Tosin Abasi ke bandnya Drogba dengan nilai transfer seharga Fernando Torres. Bagi yang belum mengetahui apa itu gerangan Animals As Leaders (AAL), itu adalah sebuah band Progressive Instrumental Metal buatan Tosin Abasi, seorang gitaris virtuoso Amerika, dan bisa jadi dialah titisan Jimi Hendrix dimasa kini, merujuk album perdana AAL yang begitu ngatingej ini. Oke, di album self-titled AAL ini, band ini masih merupakan solo project Tosin, jadi dia merekam gitar dan bassnya sendiri, sedangkan drumnya menggunakan software yang diprogram oleh gitaris band Periphery, Misha Mansoor. AAL baru kemudian Tosin merekrut gitaris Javier Reyes dan drummer jempolan Navane Koperweis. Pertama-tama, segan kita sampaikan kepada Tosin Abasi, karena teknikalitas album ini yang sangat tinggi, lebih tinggi dari yang generasi sekarang harapkan kepada gitaris full tatto dengan tampang garang bermaskara yang mencoba bermain metal(core). Untuk sebuah proyek solo, album ini begitu kompleks, bayangkan saja seperti bermain shredding dengan gitar 8 senar sambil menghitung jumlah ketukan genap yang dimainkan Meshuggah, dan semuanya itu dilakukan seorang diri oleh Tosin Abasi! Mendengar nomer “CAFO”, “Tempting Time”, “Song of Solomon”, dan “Thoroughly at Home” pasti bakal membuat kuping dan otak anda tidak bersinkronasi karena kecanggihan teknik shredding Tosin, yang seharusnya sudah bisa disejajarkan dengan gitaris papan atas macam Steve Vai dan John Petrucci. Pada track “CAFO” anda akan mendengar buktinya, pada intro anda akan disuguhkan teknik sweeping yang inhuman. Jika ingin lebih menyegarkan telinga, bisa dicoba track yang lebih jazzy macam “Soraya” atau track “On Impulse” yang sangat epik, dimana emosi yang dibawakan di lagu ini sekuat ketika Drogba mencetak gol penalti terakhir di Liga Champions.

Kompleksitas Mematikan Tosin Abasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

review

Citation preview

Kompleksitas mematikan Tosin Abasi

Mungkin kalau Didier Drogba membentuk band, bandnya nggak bakal bisa menyamai satu not pun dari Animals as Leaders. Bahkan bisa jadi Roman Abramovic bakalan mentransfer Tosin Abasi ke bandnya Drogba dengan nilai transfer seharga Fernando Torres.Bagi yang belum mengetahui apa itu gerangan Animals As Leaders (AAL), itu adalah sebuah band Progressive Instrumental Metal buatan Tosin Abasi, seorang gitaris virtuoso Amerika, dan bisa jadi dialah titisan Jimi Hendrix dimasa kini, merujuk album perdana AAL yang begitu ngatingej ini.

Oke, di album self-titled AAL ini, band ini masih merupakan solo project Tosin, jadi dia merekam gitar dan bassnya sendiri, sedangkan drumnya menggunakan software yang diprogram oleh gitaris band Periphery, Misha Mansoor. AAL baru kemudian Tosin merekrut gitaris Javier Reyes dan drummer jempolan Navane Koperweis.Pertama-tama, segan kita sampaikan kepada Tosin Abasi, karena teknikalitas album ini yang sangat tinggi, lebih tinggi dari yang generasi sekarang harapkan kepada gitaris full tatto dengan tampang garang bermaskara yang mencoba bermain metal(core).

Untuk sebuah proyek solo, album ini begitu kompleks, bayangkan saja seperti bermain shredding dengan gitar 8 senar sambil menghitung jumlah ketukan genap yang dimainkan Meshuggah, dan semuanya itu dilakukan seorang diri oleh Tosin Abasi! Mendengar nomer CAFO, Tempting Time, Song of Solomon, dan Thoroughly at Home pasti bakal membuat kuping dan otak anda tidak bersinkronasi karena kecanggihan teknik shredding Tosin, yang seharusnya sudah bisa disejajarkan dengan gitaris papan atas macam Steve Vai dan John Petrucci. Pada track CAFO anda akan mendengar buktinya, pada intro anda akan disuguhkan teknik sweeping yang inhuman. Jika ingin lebih menyegarkan telinga, bisa dicoba track yang lebih jazzy macam Soraya atau track On Impulse yang sangat epik, dimana emosi yang dibawakan di lagu ini sekuat ketika Drogba mencetak gol penalti terakhir di Liga Champions.

Oh, tak lupa segan kita ucapkan kepada Misha Mansoor, sang engineer album ini yang juga memprogram semua track drum dengan software drumkit from hell (yang juga pernah dipakai oleh sang dewa odd-time signature, Tomas Haake dari Meshuggah), yang membuat serasa ada dewa drum yang bermain di album ini dengan teknik polyritmik yang tidak manusiawi.Shredding yang Godlike, polyritmik yang mengacaukan otak, (program) drum yang menyamai Haake (Haake itu dewa!), serta atmosfir dan emosi yang indah, membuat album ini layak diacungi 2 jempol dari dari semua penggemar metal dan non-metal di seluruh dunia, karena album ini memang sangat direkomendasikan, meski tidak masuk Billboard, radio, MTV, ataupun gaungnya di negeri kita ini. Pesan untuk Abramovic, jika ingin berinvestasi untuk membuat band, segeralah membeli album AAL, lalu mentransfer Tosin Abasi, daripada anda membuang uang jutaan Euro untuk gitaris dengan modal tampang rupawan dan tatto di seluruh lengan.