28
A. Judul : Koefisien Distribusi B. Waktu Percobaan : Selasa/ 2 April 2013; 10:00 WIB C. Selesai Percobaan : Selasa/ 2 April 2013; 13:00 WIB D. Tujuan : 1. Mengekstraksi Iodium ke dalam pelarut organic 2. Menghitung koefisien distribusi (K D ) Iodium E. Dasar Teori Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Pada proses ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap tertentu, seperti mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak. Untuk mendapatkan hasil ekstrak yang optimum terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

Koef distribusi laporan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Koef distribusi laporan

A. Judul : Koefisien Distribusi

B. Waktu Percobaan : Selasa/ 2 April 2013; 10:00 WIB

C. Selesai Percobaan : Selasa/ 2 April 2013; 13:00 WIB

D. Tujuan :

1. Mengekstraksi Iodium ke dalam pelarut organic

2. Menghitung koefisien distribusi (KD) Iodium

E. Dasar Teori

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau

cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan kelarutan

yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Pada proses ekstraksi tidak

terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan

mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi

biasanya melibatkan tahap tertentu, seperti mencampur bahan ekstraksi dengan

pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa

dengan cara difusi pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan

demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.

Untuk mendapatkan hasil ekstrak yang optimum terdapat beberapa hal yang

dapat dilakukan, antara lain:

1. Menggunakan pelarut yang sesuai.

2. Melakukan ekstraksi secara berulang kali.

3. Pemilihan pH yang semakin rendah, karena ketika digunakan, pH rendah zat

yang diekstraksi berada pada fasa organik sehingga akan didapat hasil

ekstraksi yang banyak.

4. Memperbesar volume organik, sehingga f(o) juga semakin besar.

Selain itu, dalam memilih pelarut dalam proses ekstraksi maka perlu

diperhatikan faktor-faktor seperti di bawah ini:

Page 2: Koef distribusi laporan

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-

komponen lain dari bahan ekstraksi. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering terjadi

bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak

yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar, larutan ekstrak tersebut

harus dibersihkan, misalnya diekstrak lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan

Pelarut hendaknya memilikinya kemampuan melarutkan ekstrak yang besar

(kebutuhan pelarut lebih sedikit).

3. Kemampuan tidak saling tercampur

Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan

Untuk ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar

antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan

mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat).

5. Reaktivitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada

komponen-komponen bahan ekstraksi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan

reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam

bentuk larutan.

6. Titik didih

Pemisahan ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,

destilasi atau rektifikasi, maka kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat dan keduanya

tidak membentuk aseotrop.

Setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa pelarut

yang penting adalah air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh,

toluene, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung klor,

isopropanol, etanol.

Page 3: Koef distribusi laporan

Dengan satu tahap ekstraksi tunggal, yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan

pelarut satu kali, umumnya tidak seluruh ekstrak terlarutkan. Hal ini disebabkan

adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarut dan ekstrak yang masih tertinggal

dalam bahan ekstraksi (hukum distribusi). Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin

dengan cara memisahkan larutan ekstrak dari bahan ekstraksi dan mencampur bahan

ekstraksi tersebut dengan pelarut baru. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga

derajat ekstraksi yang diharapkan tercapai. Ekstraksi akan lebih efisien jika dilakukan

dalam jumlah tahap yang banyak.

Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah

konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah dan jumlah total pelarut yang

dibutuhkan menjadi besar. Efisien ekstraksi juga dapat menggunakan proses aliran

yang berlawanan. Bahan-bahan ekstraksi mula-mula dikontakkan dengan pelarut

yang sudah mengandung ekstrak (larutan ekstrak) dan pada tahap akhir proses

dikontakkan dengan pelarut yang segar. Metode ini, pelarut dapat dihemat dan

konsentrasi larutan ekstrak yang lebih tinggi dapat diperoleh. Permukaan, yaitu

bidang antar muka untuk perpindahan massa antara bahan ekstraksi dengan pelarut

harus besar pada ekstraksi padat-cair. Hal tersebut harus dicapai dengan

memperkeccil ukuran bahan ekstraksi, dan pada ekstraksi cair-cair dengan mencerai-

beraikan salah satu cairan menjadi tetes-tetes. Tahanan yang menghambat pelarut

ekstrak seharusnya bernilai kecil. Tahanan tersebut terutama tergantung pada ukuran

dan sifat partikel dari bahan ekstraksi. Semakin kecil partikel ini, semakin pendek

jalan yang harus ditempuh pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga

rendah tekanannya. Suhu. Semakin tinggi suhu semakin kecil viskositas fasa cair dan

semakin besar kelarutan ekstrak dalam pelarut. Selain itu, kecenderungan

pembentukan emulsi berkurang pada suhu tinggi.

Koefisien Distribusi (KD)

Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling

tercampur dimasukkan solute yang dapat larut ke dalam kedua pelarut tersebut, maka

akan terjadi pembagian solute dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut

Page 4: Koef distribusi laporan

umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua

pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut

disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi.

K D=C2

C1 atau K D=

CO

C A …………………..(1)

Co = konsentrasi fase organik

CA = konsentrasi fase air

Jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih

banyak ke dalam pelarut organic. Jika harga KD kecil, solute secara kuantitatif akan

cenderung terdistribusi lebih sedikit ke dalam pelarut organic.

Besarnya KD yang dihitung berdasarkan persamaan (1) hanya berlaku bila :

1. Solut tidak terionisasi dalam satu pelarut.

2. Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut.

3. Zat terlarut tidak bereaksi dengan salah satu pelarut atau reaksi-reaksi lain.

Page 5: Koef distribusi laporan

F. Alat dan Bahan:

Alat

- Pipet gondok 1 buah

- Pipet tetes 5 buah

- Gelas ukur 1 buah

- Labu ukur 1 buah

- Erlenmeyer 3 buah

- Gelas kimia 1 buah

- Buret 1 buah

- Corong pisah 1 buah

- Statif dan klem 1 buah

- Pro pipet 1 buah

Bahan

- Larutan Iod 0,1 M

- Larutan Natrium tiosulfat 0,01 M

- Larutan H2SO4 2M

- Larutan kanji

- Larutan Kloroform

Page 6: Koef distribusi laporan

G. Alur Percobaan

Pengenceran Iodium

Titrasi Awal

10 mL Iodium 0,1 M

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

- Diencerkan dengan air sampai tanda miniskus

Larutan Iodium encer

1 mL larutan Iod 0,01 M

- Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2 M- Ditambahkan 3 tetes kanji 0,2%- Dititrasi dengan Na2SO3 0,01 M- Diulang titrasi 3 kali

Volume Na2SO3

Page 7: Koef distribusi laporan

Ekstraksi Iod

10 mL Iodium 0,01 M

- Dimasukkan ke dalam corong pisah

- Ditambahkan 5 mL kloroform- Dikocok 2-5 mL sampai larutan

terpisah- Didiamkan sebentar- dipisahkan

Lapisan organik Lapisan air

- Ditampung dalam Erlenmeyer- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2

M - Ditambahkan 3 tetes kanji 0,2%- Ditetesi dengan Na2S2O3 0,01 M- Diulang dititrasi 3 kali

Volume Na2S2O3

Page 8: Koef distribusi laporan

H. Hasil Pengamatan

No. Perlakuan

Hasil PengamatanDugaan Reaksi Kesimpulan

Sebelum Sesudah

1. Pengenceran Iodium 0,1 M- 10 mL Iodium

0,1 M- Dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 mL

- Diencerkan dengan air sampai tanda miniskus

Aquades = larutan tidak berwarnaIodium = coklat kekuningan

Iodium + aquades = larutan berwarna coklat

Nilai KD yang

diperoleh dari hasil

percobaan adalah =

9,1875

2. Ekstraksi Iodium 0,01 M- 10 mL Iodium

0,01 M- Dimasukkan ke

dalam corong pisah

Iodium = coklat kekuninganCHCl3 = larutan tidak berwarna

Iodium + kloroform = terdapat dua lapisan, lapisan atas = Iodium

Page 9: Koef distribusi laporan

- Ditambahkan 5 mL kloroform

- Dikocok 2-5 mL sampai larutan terpisah

- Didiamkan sebentar

- dipisahkan

berwarna coklatlapisan bawah = kloroform berwarna unguSetelah dikocok = lapisan air diatas, lapisan orgaik dibawah

Lapisan air- Ditampung dalam

Erlenmeyer- Diasamkan

dengan 2 mL H2SO4 2 M

- Ditambahkan 3 tetes kanji 0,2%

- Ditetesi dengan Na2S2O3 0,01 M

- Diulang dititrasi 3 kali

H2SO4 = larutan tidak berwarnaAmilum = putih keruh

Na2S2O3 = larutan tidak berwarna

Lapisan air + H2SO4 = larutan berwarna kuningLapisan air + H2SO4 + amilum = larutan berwarna kuning kehitamanDititrasi dengan Na2S2O3 = larutan berwarna biru menjadi tidak berwarnaVolume Na2S2O3

I = 3,2 mL

I2(aq) + 2e- 2I-

2S2O32-

(aq) S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) +

S4O62-

(aq)

Page 10: Koef distribusi laporan

II = 3,4 mLIII = 3 mL

Lapisan Organik- Disimpan

3. Titrasi awal- 1 mL larutan Iod

0,01 M- Dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer

- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2 M

- Ditambahkan 3 tetes kanji 0,2%

- Dititrasi dengan Na2SO3 0,01 M

- Diulang titrasi 3 kali

Iodium = coklat kekuningan

H2SO4 = larutan tidak berwarna

Amilum = larutan berwana putih keruh

Larutan Iodium + H2SO4 = larutan berwarna coklat kekuningan (+)Larutan iodium + amilum = coklat kehitaman (+++)Dititrasi dengan Na2S2O3 = larutan berwarna biru menjadi tidak berwarnaVolume Na2S2O3

I = 17,9 mLII = 18 mLIII = 17,8 mL

I2(aq) + 2e- 2I-

2S2O32-

(aq) S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) +

S4O62-

(aq)

Page 11: Koef distribusi laporan

I. Analisis dan Pembahasan

Tujuan dari percobaan koefisien distribusi Iod adalah untuk mengekstrak Iod ke

dalam pelarut organik dan menghitung harga koefisien distriusi (KD) dari Iod yang

berada pada fasa kloroform – air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan

percobaan sebagai berikut :

Pengenceran Iodium

Pada pengenceran iodium langkah pertama yang dilakukan yaitu mengambil 10 mL

Iod 0.1 M yang berwarna coklat kekuningan kemudian diencerkan sampai 100 mL

pada labu ukur sehingga didapatkan Iod 0,01 M. Tujuan pengenceran ini untuk

mempermudah dalam perhitungan yang melibatkan pengenceran bersifat langsung.

Untuk mendapatkan mmol Iod mula-mula dilakukan titrasi standarisasi Iod yaitu

dengan mengambil 10 mL larutan Iod yang telah diencerkan tadi ke dalam

Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 2M yang bertujuan untuk

memberikan suasana asam. Setelah penambahan H2SO4 larutan tetap berwarna coklat

kekuningan. Lalu larutan ditambahkan 3 tetes larutan kanji 0,2% sebagai indikator

dan didapatkan larutan yang berubah warna menjadi kehitaman (+++). Larutan

tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M. Saat titrasi, warna larutan berubah menjadi

biru dan titrasi dilanjutkan sampai larutan menjadi tidak berwarna atau warna biru

hilang, dimana menunjukan titik akhir titrasi. Natrium tiosulfat sebelum digunakan

sebagai titran, larutannya distandarisasi terhadap sebuah larutan primer, sehingga

dapat digunakan untuk menghitung mmol iod mula-mula. Selain itu, Natrium

tiosulfat dipilih sebagai titran karena merupakan salah satu agen pengoksidasi yang

diperlukan larutan asam untuk dapat bereaksi dengan iodin. Iodin akan mengoksidasi

tiosulfat menjadi tetrationat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

I2(aq) + 2e- 2I-

2S2O32-

(aq) S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) + S4O6

2-(aq)

Page 12: Koef distribusi laporan

Langkah ini diulangi sebanyak 3 kali dan didapatkan volume Na2S2O3 berturut – turut:

V1 = 17,9 mL

V2 = 18 mL

V3 = 17,8 mL

Ekstraksi Iodium

Larutan Iod yang telah diencerkan tadi diambil 10 ml lalu dimasukkan ke dalam

corong pemisah. Kemudian ditambahkan 2 mL CHCl3 dan dikocok beberapa menit

lalu didiamkan sampai terbentuk 2 fasa. Penambahan CHCl3 ini bertujuan untuk

melarutkan Iod dan membentuk larutan menjadi 2 fasa. Pemilihan penggunaan

kloroform disebabkan karena kloroform dan iod merupakan senyawa kovalen non

polar. Sehingga jika iod dikocok bersama suatu campuran kloroform dan air serta

kemudian didiamkan, iod akan terbagi dalam kedua pelarut itu yang membuat

keadaan kesetimbangan antara larutan iod dalam kloroform dan larutan iod dalam air.

Sehingga solut iod dapat terekstrak dari fasa air ke fasa organik. Pada saat terbentuk 2

fasa, fasa air berada di bagian atas berwarna kuning dan fasa organik berada pada

bagian bawah berwarna ungu.

Setelah larutan terekstrak, fasa organik (ungu) dikeluarkan dan fasa air (kuning)

disimpan pada erlenmeyer. Fasa air kemudian dititrasi seperti langkah percobaan

sebelumnya, yaitu dengan menambahkan 1 mL H2SO4 2M dan 3 tetes larutan kanji

0,2% dan didapatkan larutan yang berwarna kuning kehitaman. Larutan tersebut

dititrasi sampai larutan yang berubah warna biru menjadi tidak berwarna yang

menunjukan titik akhir titrasi. Seperti halnya percobaan sebelumnya Iodin akan

mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

I2(aq) + 2e- 2I-

2S2O32-

(aq) S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) + S4O6

2-(aq)

Langkah ini diulangi sebanyak 3 kali dan didapatkan volume Na2S2O3 berturut – turut:

V1 = 3,2 mL

Page 13: Koef distribusi laporan

V2 = 3 mL

V3 = 3,4 mL

Hasil dari kedua langkah percobaan yang telah dilakukan di atas dapat digunakan

untuk menghitung harga KD dari Iod. Dari perhitungan diperoleh mmol iod mula-

mula sebagai berikut:

Titrasi 1 mmol I2 =0,0895 mmol

Titrasi 2 mmol I2 = 0,09 mmol

Titrasi 3 mmol I2 = 0,089 mmol

Didapatkan rata - rata mmol I2 mula – mula = 0,0895 mmol

Untuk menentukan mmol I2 dalam fasa air didapatkan nilai sebagai berikut :

Titrasi 1 mmol I2air = 0,016 mmol

Titrasi 2 mmol I2air = 0,015 mmol

Titrasi 3 mmol I2air = 0,017 mmol

Maka didapatkan rata – rata mmol I2air = 0,016 mmol

Dari hasil perhitungan mmol I2mula – mula dan mmol I2air maka didapatkan nilai

Mmol I2organik = 0,0735 mmol

Sehingga harga koefisien distribusi (KD) Iod dalam sistem kloroform-air dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

KD = [I 2 ]o[ I2 ]a

Sehingga nilai harga KD Iod dalam sistem kloroform-air adalah sebagai berikut

(perhitungan terdapat dalam lampiran) : KD = 9,1875

Nilai KD yang kami peroleh di atas masih tergolong tinggi, dan nilai KD berbanding

lurus dengan jumlah zat yang terekstrak sehingga semakin besar nilai KD yang

diperoleh maka semakin besar pula konsentrasi zat yang terekstrak.

Page 14: Koef distribusi laporan

J. Simpulan

Dari percobaan yang telah kami lakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Harga KD Iod dalam sistem kloroform-air = 9,1875

2. Nilai KD berbanding lurus dengan jumlah zat yang terekstrak sehingga semakin

besar nilai KD yang diperoleh maka semakin besar pula konsentrasi zat yang

terekstrak pada fasa organik.

K. Daftar Pustaka

Azizah, Utiya. dkk. 2007.Panduan Praktikum Mata Kuliah Kimia Analitik II: Dasar-

Dasar Pemisahan Kimia. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Svehla, G. 1979. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Edisi Kelima. Terjemahan oleh Ir. L. Setiono dan Dr. A. Hadyana

Pudjaatmaka. 1985. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Underwood, A. L. dkk. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta:

Erlangga.

Page 15: Koef distribusi laporan

L. Jawaban Pertanyaan

1. Apa perbedaan KD dan D?

Jawab:

KD D

Perbandingan konsentrasi zat terlarut

dalam kedua pelarut berlaku bila:

Zat terlarut tidak terionisasi dalam

salah satu pelarut

Zat terlarut tidak terasosiasi dengan

salah satu pelarut

Perbandingan konsentrasi zat terlarut

dalam kedua pelarut berlaku secara

umum

2. Bilamana harga KD sama dengan D?

Jawab:

Nilai KD akan sama dengan D jika terjadi pada kondisi ideal dan tidak terjadi

asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada zat terlarut.

3. Bagaimana mencari harga hubungan antara KD dan D untuk asam lemah HB?

Asam lemah HB yang mengalami dimerisasi dalam suatu pelarut organik?

Jawab:

Misalnya, untuk asam lemah HB, asam tersebut monomerik dalam kedua fase, dan

anion asam tidak menembus fase organik maka:

D=[ HB ]org

[HB ]aq+[ B− ] aq …………(1)

KD HB=[HB ]org

[HB ]aq …………….(2)

Ka=[ H3O+ ]Org

[ HB ]aq ………………(3)

[ B ]aq=Ka[ HB ]aq

[ H3 O ]aq ……………(4)

Page 16: Koef distribusi laporan

persamaan 4 di subtitusi ke persamaan 1

D=[ HB ]org

[HB ]aq+(Ka[ HB ] aq /[ H 3Oaq )

D=[ HB ]org

[HB ]aq {1+[ Ka / [ H3O ]aq}

D= KDHB

1+( Ka/ [ H3 O+ ] )

4. Bagaimana mencari hubungan antara KD dan D untuk basa lemah yang

terionisasi dalam pelarut air dan tidak bereaksi dalam pelarut organik?

Jawab:

HB + H2O ↔ H3O+ + B-

KaHB=¿¿¿

¿¿ ………………………….. (1)

KDHB o

a=

[HB ]o[HB ]a

…………………………………. (2)

D=[ HB ]o

[ HB ]a+¿¿¿ …………………………….. (3)

Persamaan 1 disubstitusikan dalam persamaan 3

D=[ HB ]o

[ HB ]a+Ka [ HB ]a

¿¿¿ ¿

¿[ HB ]o

[ HB ]a ¿¿ ………………………….. (4)

Persamaan 2 disubstitusikan ke dalam persamaan 4 sehingga :

D=KD

1+Ka

¿¿¿ ¿

5. Buktikan bahwa dengan ekstraksi berganda akan dihasilkan persen terekstrak

lebih besar daripada satu kali ekstraksi!

Jawab:

Page 17: Koef distribusi laporan

Ekstraksi ganda akan menghasilkan persen terekstrak lebih besar, hal itu

dapat dibuktikan melalui praktikum maupun perhitungan. Misalnya pada

praktikum kali ini, perbandingan antara penggunaan kloroform sekaligus 2

ml. Perbandingannya, dapat diketahui dari hitungan dengan menggunakan

rumus

f aq= n

M. Lampiran

Perhitungan

Titrasi untuk menentukan mol I2 mula-mula

I. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 17,9

2 ×mmol I 2=0,179

mmol I 2=0,0895 mmol

II. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 18

2 ×mmol I 2=0,18

mmol I 2=0,09 mmol

III. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 17,8

2 ×mmol I 2=0,178

mmol I 2=0,089 mmol

Mmol I2 mula-mula =0,0895+0,09+0,089

3=0,0895 mmol

Titrasi untuk menentukan mol I2 dalam fasa air

I. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

Page 18: Koef distribusi laporan

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 3,2

2 ×mmol I 2=0,032

mmol I 2=0,016 mmol

II. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 3,4

2 ×mmol I 2=0,034

mmol I 2=0,017 mmol

III. Mek I2 = Mek Na2SO3

n × M ×V =n× M × V

2 ×mmol I 2=1× 0,01× 3

2 ×mmol I 2=0,03

mmol I 2=0,015 mmol

Mmol I2 dalam fasa air rata-rata = 0,016+0,017+0,015

3=0,016 mmol

Mmol I2 dalam fasa organik = mmol I2 mula-mula – mmol I2)

¿0,0895−0,016

¿0,016

¿0,0735 mmol

K D=

[I 2 ]organik

V o

[ I2 ]air

V a

=

0,07355

0,01610

=0,01470,0016

=9,1875

% K D=9,187510

×100=91,875 %

Page 19: Koef distribusi laporan

Foto

Titrasi Larutan Blanko

I2 yang diencerkan ke dalam labu ukur sebanyak 100mL

I2 yang akan dititrasi dengan Na2SO3

I2 + H2SO4 + amilum

Setelah mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi jernih tidak berwarna

Page 20: Koef distribusi laporan

Ekstraksi

Proses ekstraksi I2 dengan kloroform

Larutan organik

(larutan air)I2 hasil dari ekstraksi yang akan dititrasi

dengan Na2SO3

I2 + H2SO4 + amilum Sebelum mencapai titik

akhir titrasi larutan berwarna

ungu kehitaman biru

Page 21: Koef distribusi laporan

Setelah mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi jernih tidak berwarna