16
63 KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT DALAM TULISAN GURU SD (INEFFECTIVE SENTENCE IN ELEMENTARY SCHOOL TEACHERS’ WRITINGS) Prima Hariyanto Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung Jalan Letkol Saleh Ode 412, Bukitmerapin, Pangkalpinang Nomor Telepon (0717) 438455 Pos-el: [email protected] Tanggal naskah masuk: 9 Oktober 2017 Tanggal revisi terakhir: 28 Mei 2018 Abstract To convey a message or news correctly, effective communication tools are needed. In written communication, the existence of effective sentences is indispensable. To meet the career demands, it is obligatory for teachers to write papers. Therefore, they must have the writing ability of using effective sentences to avoid misunder- standing. This paper discusses ineffective sentences in elementary school teachers’ writing in Bangka and Bangka Tengah Regency. It aims at comparing the number of effective and ineffective sentences and describing the cause of such ineffectiveness using qualitative method based on quantitative data and theories from Alwi (2003), Arifin and Tasai (1989), and Mustakim (1994). Based on the analysis, it is found that 45.17% of sentences used are effective sentences and 54.83% sentences are ineffec- tive. Based on the synthesis of those three theories, there are fifteen causes of such ineffectiveness in the data. Keywords: communication, sentence, effective sentence, Bangka Abstrak Untuk dapat menyampaikan pesan atau berita dengan tepat, diperlukan sarana ko- munikasi yang efektif. Dalam komunikasi tulis, keberadaan kalimat efektif mutlak diperlukan. Untuk memenuhi tuntutan karier, guru juga disyaratkan menghasilkan tulisan sehingga harus memiliki kemampuan untuk menulis dengan menggunakan kalimat efektif agar tulisannya mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesalahpa- haman. Penelitian ini membahas ketidakefektifan kalimat dalam tulisan guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Tujuan penelitian ini adalah membanding- kan jumlah kalimat efektif dan tidak efektif serta menjabarkan penyebab ketidake- fektifannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada data kuantitatif. Teori yang digunakan adalah Alwi (2003), Arifin dan Tasai (1989), serta Mustakim (1994). Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa 45,17% kalimat yang digunakan merupakan kalimat efektif dan 54,83% kalimat tidak efektif. Berdasarkan sintesis ketiga teori di atas, ditemukan lima belas penyebab ketidakefektifan kalimat dalam data. Kata kunci: komunikasi, kalimat, kalimat efektif, Bangka

KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT DALAM TULISAN GURU SD

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

63

KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT DALAM TULISAN GURU SD (INEFFECTIVE SENTENCE IN ELEMENTARY SCHOOL TEACHERS’

WRITINGS)

Prima HariyantoKantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung

Jalan Letkol Saleh Ode 412, Bukitmerapin, PangkalpinangNomor Telepon (0717) 438455

Pos-el: [email protected]

Tanggal naskah masuk: 9 Oktober 2017Tanggal revisi terakhir: 28 Mei 2018

Abstract

To convey a message or news correctly, effective communication tools are needed. In written communication, the existence of effective sentences is indispensable. To meet the career demands, it is obligatory for teachers to write papers. Therefore, they must have the writing ability of using effective sentences to avoid misunder-standing. This paper discusses ineffective sentences in elementary school teachers’ writing in Bangka and Bangka Tengah Regency. It aims at comparing the number of effective and ineffective sentences and describing the cause of such ineffectiveness using qualitative method based on quantitative data and theories from Alwi (2003), Arifin and Tasai (1989), and Mustakim (1994). Based on the analysis, it is found that 45.17% of sentences used are effective sentences and 54.83% sentences are ineffec-tive. Based on the synthesis of those three theories, there are fifteen causes of such ineffectiveness in the data.

Keywords: communication, sentence, effective sentence, Bangka

Abstrak

Untuk dapat menyampaikan pesan atau berita dengan tepat, diperlukan sarana ko-munikasi yang efektif. Dalam komunikasi tulis, keberadaan kalimat efektif mutlak diperlukan. Untuk memenuhi tuntutan karier, guru juga disyaratkan menghasilkan tulisan sehingga harus memiliki kemampuan untuk menulis dengan menggunakan kalimat efektif agar tulisannya mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesalahpa-haman. Penelitian ini membahas ketidakefektifan kalimat dalam tulisan guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Tujuan penelitian ini adalah membanding-kan jumlah kalimat efektif dan tidak efektif serta menjabarkan penyebab ketidake-fektifannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada data kuantitatif. Teori yang digunakan adalah Alwi (2003), Arifin dan Tasai (1989), serta Mustakim (1994). Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa 45,17% kalimat yang digunakan merupakan kalimat efektif dan 54,83% kalimat tidak efektif. Berdasarkan sintesis ketiga teori di atas, ditemukan lima belas penyebab ketidakefektifan kalimat dalam data.

Kata kunci: komunikasi, kalimat, kalimat efektif, Bangka

64

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

1. PendahuluanDalam kehidupan bermasyarakat, bahkan

dalam ranah kesintasan pun, manusia tidak dapat lepas dari komunikasi. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan atau berita yang dimaksud dapat dipahami oleh si penerima. Untuk dapat menyampaikan pesan secara baik dan utuh, sarana yang digunakan harus merupakan sarana komunikasi yang efektif. Salah satu sarana tersebut adalah kalimat efektif dalam komunikasi, terutama dalam komunikasi tulis.

Berbeda dengan bahasa lisan yang memiliki beberapa sarana komunikasi, dalam bahasa tulis hanya ada satu sarana komunikasi antara orang yang berbicara dan yang diajak bicara, yakni melalui tulisan. Terdapat dua faktor yang menjelaskan perbedaan antara wacana lisan dan tulis. Pertama, menulis membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan berbicara. Kedua, penulis tidak berinteraksi langsung dengan pembaca (Chafe dalam Renkema, 2004:65). Dengan demikian, dalam komunikasi tulis tidak ada proses dialog. Jika penerima tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh penulis, tidak ada proses meluruskan pemahaman pada saat itu.

Oleh karena itu, untuk menyampaikan gagasan secara utuh dan benar kepada orang yang diajak bicara–dalam hal ini pembaca–, penulis harus menyampaikannya secara cermat dan tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sebuah tulisan yang baik harus disusun dengan kalimat-kalimat yang efektif.

Kalimat efektif tidak sekadar satuan bahasa yang minimal terdiri atas unsur subjek dan predikat. Namun, lebih dari itu, tujuan utama kalimat efektif adalah menyampaikan gagasan dari seorang penulis kepada pembaca secara baik. Gagasan yang ditangkap oleh pembaca harus sama seperti gagasan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itulah peran kalimat efektif dalam sebuah tulisan mutlak diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman antara penulis dan pembaca.

Di sisi lain, untuk memenuhi tuntutan karier, guru disyaratkan untuk menghasilkan tulisan, baik karya tulis ilmiah maupun bentuk

tulisan lainnya. Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan untuk menulis dengan menggunakan kalimat efektif agar tulisannya mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Baik penelitian maupun kajian mengenai penggunaan bahasa Indonesia di berbagai ranah, telah banyak dilakukan, di antaranya Saptarini (2012) membahas pemakaian bahasa Indonesia dalam brosur kepariwisataan; Karlieni (2011) membahas deret verba dalam konstruksi kalimat bahasa Indonesia; Harijatiwidjaja (2008) menjabarkan diksi dalam bahasa Indonesia ragam lisan; Wijayanti (2008) membahas penggunaan bahasa Indonesia dalam surat dinas; Kulsum (2013) meninjau kembali ciri-ciri objek dalam bahasa Indonesia; Khak (2011) menjabarkan struktur dan makna idiom dalam bahasa Indonesia; serta Komariyah (2013) membahas penggunaan bahasa Indonesia dalam radio.

Dari berbagai penelitian tersebut, belum ditemukan kajian yang membahas penggunaan bahasa Indonesia, khususnya kalimat efektif, dalam tulisan guru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dibahas ketidakefektifan kalimat dalam tulisan guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah.

Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung beberapa kali mengadakan pembinaan terhadap guru. Dalam setiap kegiatan, para peserta menghasilkan artikel, baik dalam tema yang sudah ditentukan maupun bertema bebas. Rupanya, kalimat-kalimat dalam artikel yang dihasilkan oleh para guru tersebut masih banyak yang tidak efektif. Berdasarkan amatan awal, ditemukan banyak kalimat tidak efektif dalam artikel-artikel tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan jumlah kalimat efektif dan tidak efektif yang dihasilkan oleh guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah serta menjabarkan penyebab ketidakefektifannya berdasarkan kerangka teori. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada data kuantitatif. Data kuantitatif tersebutlah yang menjadi pijakan analisis selanjutnya, yakni penyebab ketidakefektifan kalimat berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya.

Analisis data diawali dengan pemberian kode yang merupakan kombinasi huruf dan angka. Huruf menyatakan kode naskah, sedangkan angka menyatakan kode kalimat. Sebagai contoh,

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

65

kode C.11 berarti bahwa kalimat tersebut adalah kalimat kesebelas dalam naskah ketiga (naskah C). Kemudian, setiap kalimat dipilah berdasarkan efektif dan tidaknya kalimat tersebut.

Data diambil dari hasil tulisan guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah pada 14—16 November 2016. Para guru diberi bagan mengenai dampak negatif penambangan timah dan diminta untuk membuat artikel berdasarkan bagan tersebut.

2. Kerangka TeoriKalimat efektif memiliki ciri-ciri kesepa-

danan, kesejajaran, kehematan, kecermatan, koherensi, dan kelogisan. Keenam ciri yang menjadi landasan teori dalam kajian ini disarikan dari pendapat Alwi (2000:326–333).

2.1 KesepadananKesepadanan adalah keseimbangan antara

pikiran atau gagasan dan struktur bahasa yang digunakan. Kesepadanan dapat dilihat dari kesatuan gagasan yang kompak dan padu. Kesepadanan dapat diwujudkan dengan adanya unsur-unsur kalimat yang harus ada, seperti subjek dan predikat, yang berfungsi dengan baik.

Beberapa hal yang menyebabkan tidak terwujudnya kesepadanan dalam sebuah kalimat adalah (1) ketidakjelasan unsur subjek dan predikat dalam sebuah kalimat. Hal ini biasanya disebabkan oleh penggunaan kata depan seperti di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, dan menurut di depan subjek yang predikatnya aktif (me-, ber-, ter-); (2) keberadaan subjek ganda dalam kalimat tunggal; (3) pengulangan unsur-unsur kalimat, seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan, yang terdiri atas kata/frasa yang sama dalam sebuah kalimat; (4) predikat kalimat tidak dapat berfungsi karena penggunaan kata yang di antara subjek dan predikat; dan (5) penggunaan konjungsi intrakalimat dalam kalimat tunggal.

2.2 KesejajaranKesejajaran atau keparalelan adalah

kesamaan bentuk, baik kata maupun frasa, yang digunakan dalam kalimat. Kesejajaran dibedakan menjadi kesejajaran bentuk (berhubungan dengan struktur kalimat) dan kesejajaran makna

(berhubungan dengan kejelasan informasi yang diungkapkan).

2.3 KehematanKehematan dalam kalimat efektif adalah

hemat dalam menggunakan, baik kata, frasa, maupun klausa dalam sebuah kalimat. Kehematan di sini bukan berarti memberikan informasi sedikit dan tidak detail, melainkan menggunakan kata, frasa, adapun klausa secara efektif dan efisien tanpa mengurangi informasi yang ingin disampaikan. Penghematan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) menghilangkan pengulangan subjek; (2) tidak menggunakan superordinat (kata umum) untuk mendahului hiponim kata; (3) menghindari bentuk kata atau frasa yang bersinonim dalam sebuah kalimat; dan (4) menghindari penjamakan kata yang sudah bermakna jamak.

2.4 Kecermatan

Kecermatan dalam kalimat efektif adalah kejelasan makna kalimat sehingga tidak menimbulkan tafsiran ganda serta tepat dalam menggunakan pilihan kata. Dengan kata lain, kecermatan adalah hal yang tidak menimbulkan ambiguitas atau ketaksaan. Ketidakcermatan kalimat dapat terjadi karena ketidaktepatan struktur kalimat, kesalahan pemilihan kata, ataupun ketidaktepatan penggunaan ejaan.

2.5 KoherensiKoherensi adalah kepaduan pernyataan

dalam sebuah kalimat sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima secara utuh dan tidak terpecah-pecah. Koherensi menunjukkan hubungan timbal balik yang baik antarunsur yang membentuk kalimat tersebut. Kesalahan yang sering merusak koherensi kalimat di antaranya penempatan preposisi dan konjungsi yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, perapatan kata aspek atau keterangan modalitas yang tidak sesuai, dan penyisipan kata atau frasa di antara predikat dan objek dalam kalimat transitif.

2.6 KelogisanKelogisan adalah dapat diterimanya kalimat

tersebut oleh akal sehat. Kelogisan berhubungan

66

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

dengan penalaran, yaitu proses berpikir untuk menghubungkan fakta-fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses pengambilan simpulan dan bahan bukti atau petunjuk dari berbagai fakta.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Persentase Kalimat Efektif dan Tidak

EfektifBerdasarkan analisis yang dilakukan

terhadap 1.284 kalimat dari 90 naskah, dihasilkan jumlah kalimat efektif dan kalimat tidak efektif sebagaimana terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 1: Persentase Kalimat Efektif dan Tidak Efektif per Kabupaten

Kat

egor

i

Bangka B. Tengah Total

∑ % ∑ % ∑ %

KE 323 41,79 257 50,29 580 45,17

KTE 450 58,21 254 49,71 704 54,83

∑ 773 100 511 100 1.284 100

Ket.: KE (kalimat efektif), KTE (kalimat tidak efektif)

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah kalimat tidak efektif lebih banyak daripada jumlah kalimat efektif dengan perbandingan 45:55. Jika dilihat lebih jauh, ternyata 45,17% kalimat efektif yang ditulis sebagian kecilnya adalah kalimat pernyataan dalam soal. Dengan kata lain, ada beberapa kalimat pembuka teks yang hanya menyalin kalimat pernyataan soal. Dengan demikian, sebenarnya jumlah kalimat efektif yang ditulis kurang dari 45,17%. Kalimat-kalimat efektif tersebut umumnya berupa kalimat tunggal. Hal tersebut menunjukkan bahwa, pada umumnya, penulis belum dapat membuat teks yang baik, yakni teks yang terdiri atas kalimat-kalimat efektif, terutama kalimat efektif yang berupa kalimat majemuk atau kalimat kompleks.

Kalimat tidak efektif yang ditemukan dalam teks sebanyak 54,83%. Kalimat-kalimat tersebut, umumnya, merupakan kalimat kompleks atau kalimat majemuk. Kalimat tunggal yang tidak efektif pun ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak kalimat majemuk yang tidak efektif. Hal tersebut membuktikan bahwa membuat kalimat

tunggal lebih mudah daripada membuat kalimat majemuk karena dalam kalimat majemuk terdapat berbagai kaidah yang lebih kompleks.

Jika dilihat persentase per kabupaten, Kabupaten Bangka Tengah masih unggul dalam penggunaan kalimat efektif, yakni sebanyak 50,29%. Penggunaan kalimat efektif di Kabupaten Bangka hanya sebanyak 41,79%. Namun, jika dikaitkan dengan jumlah kalimatnya, kalimat yang dihasilkan Kabupaten Bangka Tengah hanya 511 kalimat, sedangkan Kabupaten Bangka 773 kalimat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun persentase kalimat efektif Kabupaten Bangka kecil, guru-guru di sana sudah lebih produktif menulis. Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya kalimat yang dihasilkan.

3.2 Persentase Jumlah Keefektifan Kali-mat dalam TeksSebagaimana dijelaskan sebelumnya,

jumlah teks yang dianalisis sebanyak 90 buah. Tiap teks dihitung jumlah kalimat efektifnya kemudian dikelompokkan dalam rentang keefektifan sebagai berikut.

Tabel 2: Persentase Jumlah Keefektifan Kalimat dalam Teks

No. Rentang Persentase Keefektifan

Jumlah Teks

Persentase Jumlah

Teks1. 75%—100% 11 12,22%

2. 60%—74% 13 14,44%

3. 40%—59% 25 27,78%

4. 0%—39% 41 45,46%

JUMLAH 90 100%

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya sebelas teks yang tingkat keefektifannya di atas 75%. Hal tersebut berbanding terbalik dengan teks yang tingkat keefektifannya di bawah 39% yang jumlahnya justru tiga kali lebih banyak, yakni 41 teks. Hal tersebut menunjukkan bahwa umumnya para penulis belum dapat membuat teks yang baik dengan menggunakan seminimal mungkin kalimat tidak efektif.

Jika penulis menggunakan kalimat tunggal dalam seluruh isi teks, mungkin jumlah teks dalam kategori 75%—100% akan jauh lebih

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

67

banyak. Namun, jika hanya berisi kalimat-kalimat tunggal tanpa ada variasi jenis kalimat lainnya, teks tersebut menjadi kurang nyaman dibaca.

Yang perlu dikurangi di sini tentu saja kesalahan penggunaan kalimat tidak efektif dalam teks yang ditulis. Penulis harus lebih cermat agar tidak banyak ditemukan kalimat tidak efektif. Selain itu, penulis juga harus mempertimbangkan koherensi antarkalimat agar teks mudah dipahami dan pesannya dengan mudah sampai ke pembaca.

3.3 Ketidakefektifan Kalimat dalam Teks Guru SDSebagaimana telah disebutkan di bagian

sebelumnya, kalimat-kalimat yang telah dianalisis kemudian dikelompokkan menjadi kalimat efektif dan kalimat tidak efektif. Kelompok kalimat tidak efektif dianalisis lebih lanjut untuk menentukan sebab ketidakefektifannya. Berdasarkan sintesis beberapa teori yang telah disebutkan sebelumnya, ditemukan 15 penyebab ketidakefektifan kalimat sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3: Unsur Penyebab Ketidakefektifan Kalimat

No. Unsur Penyebab KetidakefektifanBangka Bateng Total

∑ % ∑ % ∑ %1. Ketidaktepatan Penggunaan Frasa dan Perluasannya 6 1,19 13 4,71 19 2,432. Kesalahan Penggunaan Konjungsi atau Preposisi 36 7,13 30 10,87 66 8,453. Kesalahan Penggunaan Diksi 59 11,68 22 7,97 81 10,374. Klausa Terikat 89 17,62 43 15,58 132 16,95. Ketiadaan Subjek & Subjek Ganda 35 6,93 10 3,62 45 5,766. Ketiadaan Predikat dan Predikat Ganda 35 6,93 12 4,35 47 6,027. Ketiadaan Pelengkap 3 0,59 0 0,00 3 0,388. Kesalahan Urutan Kata 8 1,58 3 1,09 11 1,419. Kesalahan Struktur Kalimat 64 12,67 82 29,71 146 18,6910. Penggunaan Demonstrativa sebagai Subjek 17 3,37 4 1,45 21 2,6911. Ketidaksejajaran 12 2,38 3 1,09 15 1,9212. Kelewahan 13 2,57 12 4,35 25 3,2013. Satu Kalimat Satu Fungsi 3 0,59 0 0,00 3 0,3814. Lebih dari Satu Gagasan Pokok 95 18,81 31 11,23 126 16,1315. Makna Kalimat 30 5,94 11 3,99 41 5,25

JUMLAH 505 100 276 100 781 100

Jumlah kalimat tidak efektif dalam Tabel 3 sebanyak 781 kalimat. Hal ini berbeda dengan data yang disajikan dalam Tabel 1 yang menyatakan bahwa jumlah kalimat tidak efektif hanya 704 kalimat. Perbedaan tersebut adalah akibat kalimat yang ketidakefektifannya disebabkan oleh dua unsur. Sebagai contoh, kalimat AA.1 tidak efektif karena unsur (2) kesalahan penggunaan konjungsi dan unsur (15) makna kalimat. Jumlahnya sebanyak 77 kalimat. Oleh karena itu, terdapat perbedaan jumlah kalimat tidak efektif dalam Tabel 1 dan Tabel 3.

Analisis yang dilakukan terhadap kalimat tidak efektif tersebut hanya memperhitungkan struktur dan hal-hal lain seperti yang dijelaskan dalam subbagian teori. Hal yang berkaitan dengan ejaan dan kaidah penulisan diabaikan dalam analisis ini.

Unsur penyebab ketidakefektifan di atas dijabarkan lebih lanjut dalam sub-subbagian

berikut ini. Setiap unsur dijabarkan satu per satu, kecuali unsur nomor 5—7 yang dijadikan satu subbab karena memiliki kesamaan.

A. Ketidaktepatan Penggunaan Frasa dan PerluasannyaPenyebab pertama adalah ketidaktepatan

penggunaan frasa dan perluasannya. Kalimat dengan kasus seperti ini ditemukan dalam 19 kalimat. Pada umumnya kesalahan yang ditemukan adalah penggunaan frasa yang berdiri sendiri dalam struktur kalimat sehingga seolah-olah merupakan sebuah bangun kalimat yang utuh, padahal sejatinya adalah hanya sebuah frasa yang diawali huruf kapital dan diakhiri tanda titik. Kalimat dengan kasus tersebut di antaranya (AT.30) Hilangnya beberapa jenis tumbuhan maupun binatang. Kalimat tersebut hanya sebuah frasa. Untuk menjadi kalimat,

68

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

frasa tersebut diperbaiki dengan memunculkan predikat menjadi Beberapa jenis tumbuhan dan binatang hilang.

Kalimat (BP.1) Akibat dari penambangan timah di Pulau Bangka yang sudah lama beroperasi adalah sebuah frasa yang intinya ada di kata akibat. Selebihnya hanya penjelasan dari kata akibat. Jika dimasukkan ke dalam sebuah kalimat utuh, struktur frasa tersebut dapat menjadi subjek atau pelengkap. Alternatif perbaikan yang paling mudah adalah dengan menjadikannya pelengkap sehingga kita memerlukan subjek dan predikat. Hal tersebut (S) merupakan (P) akibat penambangan timah di Pulau Bangka yang sudah lama beroperasi (Pel.).

B. Kesalahan Penggunaan Konjungsi atau PreposisiHal selanjutnya adalah kesalahan

penggunaan konjungsi atau kata penghubung. Di dalam data, ditemukan 66 kesalahan penggunaan konjungsi.

Kesalahan penggunaan preposisi dengan seperti dalam kalimat (G.1) … sangat dikenal dengan penghasil timah terbesar; (K.1) … sangat terkenal dengan penghasil timah terbesar …; dan (BU.1) … terkenal dengan negara yang kaya raya cukup banyak ditemukan di dalam data. Preposisi dengan digunakan untuk menyatakan kesertaan, pemakaian suatu alat, hubungan verba dengan pelengkap, serta penghubung cara, sifat, dan keselarasan. Dalam konteks ketiga kalimat di atas preposisi yang dibutuhkan adalah preposisi yang menyatakan ‘status atau berlaku seperti’ sehingga tidak tepat jika digunakan kata dengan. Oleh karena itu, preposisi yang tepat untuk menggantikan dengan adalah preposisi sebagai.

Preposisi bagi digunakan untuk menyatakan tujuan atau dalam beberapa konteks dapat juga menggantikan preposisi untuk dan kepada. Namun, dalam konteks kalimat (AF.19) Pemerintah sudah melarang dan memberi ultimatum bagi penambang-penambang liar tidak dapat digunakan preposisi bagi. Preposisi yang tepat untuk konteks kalimat tersebut adalah kepada, yakni preposisi untuk menandai tujuan orang.

Preposisi dari digunakan untuk menyatakan asal, permulaan, bahan, dan kepunyaan. Dalam konteks kalimat (AM.9) Dalam perkembangannya penambangan timah di pulau bangka ini

banyak menimbulkan dampak negatipnya dari positipnya tidak terdapat konteks penggunaan asal, permulaan, bahan, atau kepunyaan. Namun, konteks yang diinginkan adalah untuk menyatakan perbandingan. Oleh karena itu, preposisi yang tepat dalam konteks tersebut adalah daripada. Perbaikan yang tepat adalah (AM.9) Dalam perkembangannya, penambangan timah di Pulau Bangka lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada positifnya.

Kesalahan penggunaan konjungsi korelatif juga banyak ditemukan di dalam data, seperti (B.32) bukan hanya … tapi …; (C.3) … bukan hanya … namun …; (G.4) … tidak hanya … akan tetapi; dan (V.5) … bukan hanya … tapi …. Kesalahan tersebut disebabkan perbedaan pemasangan konjungsi. Pasangan dalam konjungsi korelatif tidak dapat saling dipertukarkan, yakni … bukan (hanya) …, melainkan (juga) … dan … tidak (hanya) …, tetapi (juga) ….

Berdasarkan data yang ada, ditemukan pula kesalahan penggunaan dua konjungsi yang fungsinya sama untuk menghubungkan klausa satu dengan klausa lainnya yang digunakan dalam satu kalimat. Sebagai contoh, dapat dilihat dalam kalimat (X.20) walaupun …, tetapi …; (AI.15) apabila …, maka …; (BQ.4), (CA.9) jika …, maka …; (BS.8), (BW.4) kalau …, maka ….

Konjungsi yang dipasangkan seperti itu sering ditemui dalam berbagai tulisan. Penulis menganggap konjungsi tersebut merupakan konjungsi korelatif sehingga harus dipasangkan. Padahal, konjungsi tersebut merupakan konjungsi subordinatif dan koordinatif yang biasa. Namun, karena pengaruh ragam bahasa lisan, konjungsi tersebut dianggap sebagai pasangan.

C. Kesalahan Penggunaan DiksiKesalahan penggunaan diksi ditemukan di

81 kalimat. Kesalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya kosakata yang dikuasai oleh penulis sehingga penulis menggunakan kosakata yang dikuasai, padahal kosakata itu tidak tepat dalam konteks kalimat. Ketidaktepatan penggunaan diksi tersebut ada yang masih dapat dipahami maksud kalimatnya meskipun terkadang menjadi ambigu. Namun, ada pula yang berakibat pada kesalahan maksud kalimatnya.

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

69

Sebagai contoh, kalimat (G.17) Dampak dari air asam tambang juga bisa merusak ekologis. Kata ekologis berarti ‘bersifat ekologi’, sedangkan ekologi berarti ‘ilmu tentang timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya)’. Dalam konteks kalimat di atas, tidak tepat jika digunakan kata ekologis. Yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah kerusakan lingkungan. Kata dampak pun sudah tidak perlu muncul karena yang merusak adalah air asam, bukan dampaknya. Oleh karena itu, perbaikannya adalah (G.17) Air asam tambang juga dapat merusak lingkungan.

Selanjutnya, kalimat (P.10) Selain itu juga penambang melakukan aktivitasnya di laut merusak ekosistem laut terutama terumbu karang hancur, rumput di dalam laut hancur, ikan-ikan mati dan lain-lain. Kata ekosistem lebih mengacu ke satuan keanekaragaman organisme atau lingkungan. Namun, dalam konteks kalimat ini, kata tersebut digunakan untuk mengungkapkan kerusakan terumbu karang, rumput laut, dan ikan. Terumbu karang memang bagian dari ekosistem, tetapi rumput laut dan ikan lebih tepat diwakili oleh kata biota yang bermakna ‘keseluruhan flora dan fauna yang terdapat di dalam suatu daerah’.

Contoh lainnya adalah kalimat (Q.5) Kolong bukanlah penampakan alam seperti danau. Kata penampakan berarti (1) proses, cara, perbuatan menampakkan; (2) kehadiran atau kemunculan (tentang makhluk halus). Dari kedua makna tersebut, tidak ada makna yang tepat untuk menggambarkan keadaan seperti dalam konteks kalimat itu. Hal yang dimaksud di dalam kalimat adalah keadaan yang dapat dilihat. Kata yang tepat untuk menggambarkan hal itu adalah ketampakan yang berarti (1) keadaan dapat dilihat; (2) jarak pandang pada kondisi cuaca atau atmosfer dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, kata ketampakan lebih tepat digunakan dalam konteks kalimat (Q.5) karena sesuai dengan makna pertama.

D. Klausa TerikatSebuah klausa dapat berdiri sendiri sebagai

kalimat jika klausa tersebut bebas secara makna yang berarti tidak bergantung pada klausa lain sehingga makna kalimatnya utuh tanpa menimbulkan pertanyaan lain atau kekurangan

informasi. Namun, dalam kenyataannya banyak ditemukan kalimat yang sebenarnya hanya sebuah klausa terikat atau anak kalimat, bahkan frasa yang panjang sehingga seolah-olah terlihat seperti sebuah kalimat.

Sebanyak 132 kalimat yang mengandung klausa seperti ini ditemukan di dalam data. Berdasarkan analisis, kalimat tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni (a) kalimat yang sepertinya panjang, tetapi hanya sebuah frasa; (b) kalimat yang sebenarnya hanya anak kalimat; (c) kalimat yang terdiri atas dua anak kalimat tanpa induk kalimat; (d) perincian tanpa ada induk perinciannya.

Secara sepintas, dua kalimat berikut, panjang dan terlihat seperti sebuah kalimat yang baik. Namun, jika diperhatikan, kalimat berikut hanya sebuah frasa yang dikembangkan sehingga menjadi panjang dan terkesan seperti sebuah kalimat. (B.3) Hasil pertanian seperti lada, cengkeh dan

hasil perkebunan seperti karet serta hasil laut seperti udang, kepiting.

(AG.6) Seperti terjadinya lubang kolong yang ditinggalkan para pencari penambangan yang tidak memperhatikan perubahan suatu ekosistem. Data (B.3) Hasil pertanian seperti lada,

cengkeh dan hasil perkebunan seperti karet serta hasil laut seperti udang, kepiting. bukan merupakan kalimat karena hanya terdiri atas tiga perincian yang berupa frasa. Kalimat tersebut memerincikan hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil laut tanpa ada predikat ataupun induk kalimat. Alternatif perbaikannya adalah dengan memunculkan subjek dan predikat yakni (B.3) Potensi Kepulauan Bangka Belitung adalah hasil pertanian seperti lada dan cengkeh, hasil perkebunan seperti karet, dan hasil laut seperti udang serta kepiting.

Kelompok selanjutnya adalah kalimat yang sebenarnya hanya anak kalimat. Beberapa contoh data dalam kelompok tersebut adalah sebagai berikut.(B.19) Sehingga banyak rakyat yang dulu jarang

membeli beras, sekarang sengsara.(F.9) Agar generasi penerus kita dapat

memanfaatkannya sepanjang masa. (G.3) Karena Bangka mempunyai lahan yang

bisa di jadikan tempat pencaharian para

70

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

penduduk di Pulau Bangka. Kalimat di atas diawali dengan konjungsi

intrakalimat. Hal itu berarti seharusnya kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk. Pada umumnya konjungsi intrakalimat tidak dapat mengawali kalimat. Konjungsi intrakalimat yang harus ada di dalam kalimat di antaranya sehingga, kemudian, sedangkan, tetapi, melainkan, dan, serta, atau. Adapun konjungsi intrakalimat seperti agar, karena, supaya, setelah, dapat mengawali kalimat dengan catatan harus diikuti oleh induk kalimatnya. Oleh karena itu, perbaikan kalimat di atas adalah menggabungkan dengan kalimat induknya atau mengganti konjungsi intrakalimat dengan konjungsi antarkalimat.

Kelompok selanjutnya adalah kalimat-kalimat yang disusun dari dua anak kalimat (klausa terikat). Hal ini tidak dibenarkan karena seharusnya kalimat majemuk bertingkat terdiri atas induk kalimat dan anak kalimat, bukan terdiri atas dua anak kalimat. Sebagai contoh, kalimat (AF.5) Karena pekerjaan ini menjanjikan kekayaan, sehingga masyarakat beralih pekerjaan terdiri atas dua klausa terikat karena diawali konjungsi karena dan sehingga. Untuk memperbaikinya, gunakan salah satu konjungsi tersebut.

Kesalahan lainnya adalah perincian yang terlalu panjang sehingga lupa bahwa kalimat tersebut tidak predikatif. Sebagai contoh, kalimat (F.10) Dengan cara menutup lubang-lubang kolong, menanam kembali pohon-pohon di

lahan yang kosong, hentikan penambangan yang liar, ciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik supaya sumber daya alam Pulau Bangka dapat dimanfaatkan oleh generasi penerus kita sepanjang zaman tidak memiliki predikat dan hanya merupakan perincian beberapa hal. Untuk memperbaikinya, diperlukan kehadiran predikat. Alternatif perbaikannya adalah dengan memunculkan subjek dan predikat di awal kalimat, misalnya Hal ini dapat dilakukan ….

E. Ketiadaan Unsur Kalimat dan Unsur GandaInti dari sebuah kalimat adalah predikat.

Berdasarkan hal itulah, kita sering mendengar istilah kalimat yang predikatif, yakni kalimat yang memiliki predikat. Sebuah kalimat lengkap minimal harus memiliki unsur subjek dan predikat. Setelah kedua unsur itu hadir, kita lihat predikatnya, apakah transitif (membutuhkan kehadiran objek) atau intransitif (tidak membutuhkan kehadiran objek).

Selain keharusan kehadiran fungsi-fungsi kalimat; dalam kalimat tunggal, fungsi-fungsi tersebut juga hanya muncul satu kali. Jika sebuah fungsi muncul lebih dari satu kali (misalnya dua subjek, dua predikat), kalimat tersebut harus menjadi kalimat majemuk, bukan kalimat tunggal.

Kesalahan ketiadaan unsur kalimat dan unsur ganda yang ditemukan dapat dilihat dalam tabel berikut dan penjelasannya dapat dilihat dalam penjabaran selanjutnya.

Tabel 4 Ketiadaan Unsur Kalimat dan Unsur Ganda

No. Unsur KetidakefektifanBANGKA BATENG TOTAL∑ % ∑ % ∑ %

1. Ketiadaan Subjek dan Subjek Ganda 35 6,93 10 3,62 45 5,76

2. Ketiadaan Predikat dan Predikat Ganda 35 6,93 12 4,35 47 6,02

3. Ketiadaan Pelengkap 3 0,59 0 0,00 3 0,38

Jml. Ketiadaan Unsur Kalimat dan Unsur Ganda 73 14,85 22 7,97 95 12,16

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

71

predikat. Kata yang tepat adalah merupakan, sedangkan secara makna, frasa di Indonesia lebih dekat dengan penghasil timah terbesar dan memang difungsikan untuk menerangkan hal tersebut. Oleh karena itu, perbaikan yang tepat adalah Pulau Bangka merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

Contoh lainnya, kalimat (M.14) Penyebabnya tidak lain, timbunan pasir buangan dari pencucian timah di laut berupa pasir tebal menggunung yang menimbun habis rumah-rumah ikan tersebut juga tidak memiliki verba sehingga perbaikannya adalah Penyebabnya tidak lain adalah timbunan pasir buangan pencucian timah di laut berupa pasir tebal yang menimbun rumah-rumah ikan tersebut.

Selain ketiadaan predikat, di dalam data juga ditemukan beberapa kalimat yang memiliki predikat ganda. (B.20) Hutan-hutan banyak ditebang ini akan

mengakibatkan bencana alam, seperti banjir, tanah longsor.

(C.13) Lubang tambang (kolong) bekas penambangan dibiarkan begitu saja membuat lokasi itu menjadi rusak.

(AF.1) Penghasil timah terbesar di Indonesia yaitu ada di Pulau Bangka.

Kalimat-kalimat di atas merupakan kalimat tunggal, tetapi memiliki dua predikat. Hal itulah yang menyebabkan kalimat tersebut tidak efektif. Kalimat tunggal seharusnya memiliki satu predikat. Predikat lebih dari satu hanya ada di dalam kalimat majemuk. Oleh karena itu, kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki dengan (a) menghilangkan salah satu predikat atau menggantinya, seperti dalam kalimat (AF.1); (b) menyisipkan kata lain untuk menjadikan salah satu predikat menjadi bagian dari perluasan frasa, seperti dalam kalimat (B.20); dan (c) menambahkan konjungsi sehingga kalimat tersebut menjadi kalimat majemuk dengan dua predikat, seperti dalam kalimat (C.13). Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut.(B.20) Hutan-hutan yang ditebang ini akan

mengakibatkan bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.

(C.13) Lubang tambang (kolong) bekas penambangan dibiarkan begitu saja sehingga membuat lokasi itu menjadi rusak.

1) Ketiadaan Subjek dan Subjek GandaSubjek merupakan salah satu unsur utama

dalam sebuah kalimat. Pada umumnya sebuah kalimat harus memiliki subjek meskipun dalam beberapa kalimat, kehadiran subjek tidak diperlukan. Sebanyak 45 kalimat di dalam data termasuk kalimat yang tidak memiliki subjek.

Dalam kelompok ini umumnya subjek tidak muncul dalam kalimat karena kalimat diawali dengan konjungsi atau preposisi yang memunculkan anak kalimat (klausa terikat) sehingga penulis tidak sadar bahwa subjek belum ada dalam kalimat tersebut. Untuk memperbaikinya, harus dimunculkan subjek (dengan memunculkan kata/frasa lain atau mengukuhkan kata/frasa yang sudah ada menjadi subjek) atau membuat kalimat tersebut menjadi pasif sehingga kemunculan subjek tidak diperlukan lagi.

Sebagai contoh kalimat (B.18) Untuk mengolah tanah tersebut, membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit dapat diperbaiki dengan memasifkannya menjadi Untuk mengolah tanah tersebut, dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit atau bisa juga dengan memunculkan subjek menjadi Pengolahan tanah tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.

Contoh lainnya, kalimat (D.1) Sejak semaraknya penambangan timah yang ada di Pulau Bangka, membuat pulau yang begitu indah kini tinggal menjadi pulau yang penuh dengan kubangan-kubangan air pun dapat diperbaiki dengan dua cara tersebut, yakni (pemunculan subjek) Sejak penambangan timah marak, Pulau Bangka yang begitu indah kini tinggal menjadi pulau yang penuh dengan kubangan-kubangan air atau (penghilangan konjungsi) Maraknya penambangan timah membuat Pulau Bangka yang begitu indah kini tinggal menjadi pulau yang penuh dengan kubangan-kubangan air.

2) Ketiadaan Predikat dan Predikat GandaPredikat merupakan unsur utama sebuah

kalimat. Ketiadaan predikat dapat menyebabkan sebuah kalimat menjadi rancu, baik secara struktur maupun makna.

Sebagai contoh, kalimat (A.6) Di Indonesia Pulau Bangka penghasil timah terbesar perlu ditambahkan kata lain untuk menduduki fungsi

72

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

(AF.1) Penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Pulau Bangka.

3) Ketiadaan PelengkapUnsur pelengkap hadir dalam kalimat

intransitif yang membutuhkan informasi lebih lanjut. Informasi tersebut harus muncul, tetapi predikatnya tidak memungkinkan kemunculan unsur objek. Di sisi lain, informasi tersebut juga tidak dapat berkedudukan sebagai keterangan karena memiliki keterkaitan yang erat dengan predikatnya.

Kalimat (A.5) Pulau Bangka begitu terkenal di manca negara penghasil barang tambang timah sebenarnya sudah memiliki frasa penghasil barang tambang timah yang berpotensi menjadi pelengkap. Namun, karena tidak diawali dengan preposisi, kedudukan dan fungsi frasa tersebut menjadi rancu. Untuk mengukuhkan fungsi frasa tersebut, diperlukan sebuah preposisi yang tepat, yakni sebagai. Oleh karena itu, perbaikan kalimat tersebut adalah Pulau Bangka (S) begitu terkenal (P) di manca negara (K) sebagai penghasil barang tambang timah (Pel.).

Kalimat (G.9) secara struktur diuraikan sebagai berikut. Dampak negatifnya (S) adalah (P) bagi yang tidak menghasilkan apa-apa (K). Kata adalah merupakan predikat yang intransitif yang memerlukan informasi lebih yang berkedudukan sebagai pelengkap. Oleh karena itu, kehadiran pelengkap menjadi wajib. Namun, frasa di belakang predikat diawali dengan preposisi bagi yang membuat fungsinya menjadi keterangan. Untuk memunculkan pelengkap, di antara kata adalah dan bagi harus disisipi kata lain, misalnya kerugian. Dampak negatifnya (S) adalah (P) kerugian bagi yang tidak menghasilkan apa-apa (Pel.). Secara struktur, kalimat perbaikan tersebut sudah benar, tetapi kurang sederhana. Perbaikan lainnya adalah Dampak negatifnya (S) dialami (P) oleh mereka yang tidak menghasilkan apa-apa (Pel.).

F. Kesalahan Urutan Kata/Frasa dalam KalimatKesalahan urutan kata/frasa dalam kalimat

menyebabkan kalimat tersebut menjadi rancu dan tidak elok dibaca dan dipahami. Jika kalimat tersebut pendek, mungkin tidak akan

menimbulkan kebingungan. Namun, jika kalimatnya panjang, kesalahpahaman mungkin saja terjadi karena urutan yang salah. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan dalam menempatkan kata/frasa agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara penulis dan pembaca. Unsur-unsur yang secara makna dekat, posisinya pun sebaiknya didekatkan.

Kalimat (Q.26) Mari kita semua rakyat Bangka Belitung jaga rumah kita merupakan bentuk kompleks atau pengembangan dari kalimat Mari jaga rumah kita. Namun, kehadiran frasa kita semua rakyat Bangka Belitung menyebabkan struktur kalimat tersebut menjadi rancu. Kata mari dan jaga maknanya sudah dekat dan tidak dapat disisipi oleh frasa lain. Oleh karena itu, kalimat (Q.26) sebaiknya diubah menjadi Semua rakyat Bangka Belitung, marilah kita jaga rumah kita!

Kalimat (T.7) Lahan ini sebelum ditambang berupa hutan dan tanah subur yang dapat menghasilkan berbagai kekayaan alam seperti kayu dan hasil perkebunan/pertanian lainnya menempatkan keterangan (sebelum ditambang) di tengah subjek (lahan ini) dan predikat (berupa hutan …). Subjek dan predikat dalam kalimat ini memiliki kedekatan dan kesatuan makna sehingga sebaiknya tidak disisipi oleh frasa lain. Keterangan sebelum ditambang tersebut pun menerangkan keseluruhan kalimat sehingga sebaiknya diletakkan di awal saja. Perbaikan kalimat ini adalah Sebelum ditambang, lahan ini merupakan hutan dan tanah subur yang dapat menghasilkan berbagai kekayaan alam, seperti kayu dan hasil perkebunan/pertanian lainnya.

Struktur frasa subjek dalam kalimat (AF.4) (penduduk di Pulau Bangka mayoritas mata pencahariannya) adalah MD. Padahal, struktur frasa dalam bahasa Indonesia lebih cenderung DM. Kalimat ini dapat dianalogikan dengan kalimat sederhana Saya rumahnya di Pangkalpinang. Kalimat tersebut menjadi lebih efektif jika diubah menjadi Rumah saya di Pangkalpinang. Begitu pula dengan kalimat (AF.4) Penduduk di Pulau Bangka mayoritas mata pencahariannya dengan bertambang timah, yang dikenal dengan TI (tambang inkonvensional) yang akan menjadi efektif jika diubah urutannya menjadi Mayoritas mata pencaharian penduduk Pulau Bangka adalah

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

73

menambang timah atau yang dikenal dengan TI (tambang inkonvensional).

G. Kesalahan Struktur KalimatSelain keruntutan dan kesatuan makna, hal

lain yang menjadi syarat utama sebuah kalimat efektif adalah ketepatan struktur kalimat. Jika strukur kalimatnya salah, kalimatnya pun menjadi tidak efektif, tidak enak dibaca, dan mungkin malah akan membingungkan pembacanya. Oleh karena itu, ketepatan struktur kalimat menjadi mutlak diperlukan dalam sebuah kalimat.

Kesalahan struktur kalimat menjadi penyebab terbanyak ketidakefektifan kalimat di dalam data. Kesalahan ini ditemukan di dalam 146 kalimat atau sekitar 18,69%.

Secara struktur, kalimat (A.4) Tidak sedikit di era ekonomi melemah sekarang yang mata pencarian untuk menghidupkan keluarga dengan mencari barang tambang yang kita sebut timah kurang tepat. Subjek dan predikatnya tidak dapat diidentifikasi sehingga ketika dibaca pun akan membingungkan. Kalimat ini dimaksudkan untuk menjelaskan banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai penambang timah pada saat kondisi ekonomi terpuruk. Namun, subjek utamanya (masyarakat) justru tidak dimunculkan. Perbaikan kalimat tersebut adalah Pada masa perekonomian yang terpuruk ini, banyak masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penambang timah. Bagian mencari barang tambang yang kita sebut timah bisa dihilangkan dan cukup diganti dengan frasa penambang timah. Hal tersebut tentu lebih efektif dan efisien.

Kalimat (AI.21) Apabila curah hujan tinggi mulai terjadi bencana banjir karena hutan sudah habis, sedangkan penanaman kembali tidak dilakukan menjelaskan akibat hutan gundul saat hujan deras, yakni terjadinya banjir. Untuk lebih memudahkan pembaca memahami maksud tersebut, kalimat ini diperbaiki menjadi Saat curah hujan tinggi, terjadilah bencana banjir yang disebabkan oleh hutan gundul yang tidak ditanami kembali.

H. Penggunaan Demonstrativa sebagai SubjekFungsi subjek dalam sebuah kalimat

umumnya diisi oleh nomina. Dalam beberapa kalimat, fungsi subjek juga dapat diisi oleh kelas

kata lain, misalnya verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), atau nomina (kata benda). Namun, kita sering menemukan kalimat yang subjeknya berupa demonstrativa (kata tunjuk), misalnya ini dan itu. (H.12) Ini sangat mengancam generasi penerus

bangsa.(AG.9) Ini akibat dari pada orang-orang

menggunakan pemboman dan juga menggunakan pukat-pukat yang merusak perkembangan biak ekosistem laut.

(AN.7) Ini merusak keindahan alam Pulau Bangka.

Dalam bahasa Indonesia ragam lisan, demonstrativa dapat berfungsi sebagai subjek karena sifat penunjukan langsung dan deiksis (fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa dan dapat mengacu pada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan). Namun, bahasa Indonesia ragam tulis, tidak bisa diperlakukan seperti itu. Subjek harus berupa nomina yang spesifik. Jika nomina (atau sesuatu) tersebut sudah disebutkan dalam kalimat sebelumnya, subjek bisa diganti dengan kata lain dan diikuti oleh demonstrativa sebagai penunjuk nomina dalam kalimat sebelumnya. Perbaikan kalimat di atas adalah sebagai berikut.(H.12) Hal ini sangat mengancam generasi

penerus bangsa.(AG.9) Kerusakan ini diakibatkan oleh orang-

orang yang menggunakan bom dan pukat yang merusak perkembangbiakan biota laut.

(AN.7) Kegiatan ini merusak keindahan alam Pulau Bangka.

I. KetidaksejajaranKetidaksejajaran muncul dalam kalimat

majemuk atau perincian yang ada dalam kalimat tunggal. Untuk memperoleh kesejajaran dalam kalimat, diperlukan kecermatan dalam menulis atau menyunting sebuah artikel.

Kalimat (B.27) Mesin penambangan ini mempergunakan bahan solar dan dengan cara menombak-nombak dasar laut tidak memperlihatkan kesejajaran karena yang dianggap sebagai predikat adalah mempergunakan dan menombak-nombak. Padahal, predikat keduanya dilesapkan (dihilangkan). Predikat keduanya berupa verba

74

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

pasif digunakan. Mesin penambangan ini mempergunakan bahan solar dan (digunakan) dengan cara menombak-nombak dasar laut. Kedua predikat tersebut tidak paralel karena verbanya tidak sama, yakni aktif dan pasif. Penyejajaran kedua verba tersebut tidak dapat dilakukan dalam kalimat ini karena kedua klausa memiliki subjek yang berbeda. Kalimat tersebut menjadi efektif jika dijadikan dua kalimat tanpa mengubah predikat. Perbaikannya adalah Mesin penambangan ini menggunakan bahan bakar solar. Mesin ini digunakan dengan cara mengebor dasar laut.

Ketidaksejajaran kalimat (U.22) Sungai menjadi dangkal dan lumpur disebabkan oleh kata dangkal dan lumpur. Baik secara makna maupun kelas kata, kedua kata tersebut tidak sejajar. Jika memang tidak dapat menyejajarkan keduanya, kita bisa menyejajarkan predikatnya agar secara makna pun dapat berterima. Alternatif perbaikan kalimat tersebut adalah Sungai menjadi dangkal dan dipenuhi lumpur atau dijadikan kalimat majemuk menjadi Sungai menjadi dangkal karena dipenuhi lumpur.

Kalimat (AF.6) Kalau dulu timah mudah didapat, dan hasilnya cukup memuaskan tidak sejajar karena klausa kedua tidak menjawab klausa pertama. Jika menilik dari klausa pertama, kalimat ini dimaksudkan untuk membuat perbandingan, yakni kondisi timah dulu dan sekarang. Namun, klausa kedua justru masih menjelaskan klausa pertama. Jika ingin membuat perbandingan, kalimat tersebut seharusnya Dulu timah mudah didapat, tetapi sekarang sulit. Jika ingin fokus menjelaskan klausa pertama, yakni menjelaskan kondisi timah dahulu, kalimat tersebut seharusnya Dahulu timah mudah didapat dan hasilnya cukup memuaskan.

J. KelewahanKelewahan atau kemubaziran bentuk dalam

sebuah kalimat kerap ditemukan dalam teks. Sebuah kalimat bisa disebut sebagai kalimat efektif, salah satunya dengan meminimalkan penggunaan kata atau frasa yang tidak diperlukan. Tidak diperlukan di sini berarti jika unsur tersebut dihilangkan, makna kalimat tetap utuh dan tidak berubah.

Kelewahan terjadi karena beberapa penyebab, yaitu (1) penggunaan kata atau

frasa yang bermakna jamak secara ganda; (2) penggunaan kata atau frasa yang fungsi dan maknanya bermiripan secara ganda; (3) penggunaan kata atau frasa yang bermakna ‘saling’ secara ganda; (4) penggunaan kata atau frasa yang maknanya sudah terkandung dalam singkatan atau akronim yang mengikutinya; dan (5) konteks kalimatnya.

Berikut ini beberapa kalimat yang mengandung kelewahan yang ditemukan di dalam data.(Q.26) Mari kita semua rakyat Bangka Belitung

jaga rumah kita. (R.13) Dampak negatif dari penambangan

timah yang lain adalah air asam akibat dari penambangan tersebut.

(AB.4) Setelah sekian lama kegiatan penambangan dilakukan, sekarang kita sudah mulai merasakan berbagai dampak negatif yang di tinggalkan para penambang, baik di darat maupun di laut.

(AF.3) Banyak negara-negara luar ingin menguasai Indonesia karena kekayaan alamnya.

Kelewahan kalimat (Q.26) terdapat dalam frasa kita semua. Kata kita dan kami sudah berarti jamak atau banyak. Oleh karena itu, tidak perlu lagi menggunakan kata semua. Kata kita sudah mencakup makna ‘semua’. Dengan demikian, bentuk kami semua juga merupakan bentuk kelewahan. Kalimat (AF.3) juga lewah karena menjamakkan kata yang sudah jamak, yakni banyak negara-negara. Seharusnya, cukup dengan banyak negara atau negara-negara.

Kelewahan kalimat (R.13) karena kemunculan kata dari dalam frasa dampak negatif dari penambangan dan akibat dari penambangan. Kata dari dalam kedua frasa tersebut seharusnya dihilangkan karena tidak memiliki makna.

Kelewahan kalimat (AB.4) adalah adanya kata sekarang. Dalam konteks kalimat tersebut, makna ‘kondisi sekarang’ sudah otomatis muncul dengan adanya klausa Setelah sekian lama kegiatan penambangan dilakukan. Oleh karena itu, kata sekarang dalam kalimat tersebut seharusnya dihilangkan.

K. Satu Kalimat Satu FungsiSebuah kalimat lengkap minimal memiliki

fungsi subjek dan predikat, tetapi dalam kalimat

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

75

taklengkap atau kalimat minor, sebuah kalimat bisa terdiri atas satu fungsi saja, misalnya subjek saja, predikat saja, dan sebagainya. Kalimat tersebut pun baru bisa berarti jika diketahui konteksnya.

Adapun dalam sebuah artikel, kalimat yang digunakan sudah seharusnya berupa kalimat lengkap. Kita tidak bisa menggunakan kalimat yang hanya terdiri atas satu fungsi dalam sebuah kalimat. Kalimat seperti ini masih ditemukan di dalam data yang dianalisis.

Kalimat (D.3) Bukan hanya itu saja, dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh penambangan timah terdiri atas dua bagian, yakni konjungsi antarkalimat (bukan hanya itu saja) dan sebuah frasa yang cukup panjang. Inti frasa tersebut adalah dampak dan diperluas menjadi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh penambangan timah. Kalimat tersebut tidak memiliki predikat sehingga hanya terdiri atas satu fungsi, yakni subjek. Agar menjadi kalimat lengkap, perlu dimunculkan predikat. Dalam kalimat tersebut, sudah terdapat kata yang berpotensi menjadi predikat, yakni ditimbulkan. Perbaikan kalimat tersebut adalah Selain itu, dampak-dampak negatif juga ditimbulkan oleh penambangan timah.

Kalimat (P.11) Di dasar laut tempat hewan hidup sudah cukup jelas terlihat bahwa kalimat tersebut hanya merupakan sebuah frasa. Jika masuk ke dalam kalimat lengkap, frasa tersebut berkedudukan sebagai keterangan. Untuk memperbaikinya, kalimat tersebut harus dirangkai dengan kalimat sebelumnya agar menjadi kalimat lengkap.

L. Satu Kalimat dengan Lebih dari Satu Pikiran PokokSebuah kalimat efektif hanya memiliki satu

topik utama yang menjadi pikiran pokok. Jika terdapat topik lain, topik tersebut harus dijadikan pikiran penjelas sehingga muncullah kalimat majemuk bertingkat. Selain itu, keterbacaan kalimat yang ideal adalah kalimat yang panjangnya tidak lebih dari dua puluh kata. Oleh karena itu, jika memang banyak pikiran pokok, sebaiknya pisah-pisahkan pikiran tersebut ke dalam beberapa kalimat. Pemaksaan penggabungan banyak pikiran pokok dalam sebuah kalimat hanya akan membingungkan pembaca.

Satu kalimat dengan lebih dari satu pikiran pokok menjadi unsur kedua yang menyebabkan ketidakefektifan kalimat. Ditemukan sebanyak

126 kalimat dengan lebih dari satu pikiran pokok, yakni sekitar 16,13%. (A.16) Kami pun sangat suka pada buah kerak

duduk dan kedebik, rasa manis dan asam menyatu.

(B.34) Lahan sudah banyak berlubang dan berair, air bersih sudah berubah menjadi air asam, tanah banyak habis, dan ikan sudah punah.

Kalimat (A.16) sepertinya pendek, tetapi sulit menyatukannya dalam sebuah kalimat tanpa menimbulkan keambiguan. Hal ini disebabkan dalam kalimat tersebut terdapat dua perincian, yakni kerak duduk dan kedebik, sedangkan di belakangnya terdapat klausa rasa manis dan asam menyatu yang hanya menjelaskan kedebik. Jika dibuat menjadi satu kalimat, akan ada pembaca yang menyangka bahwa klausa tersebut menjelaskan kedua perincian, bukan hanya kedebik. Oleh karena itu, perbaikan kalimat tersebut adalah Kami pun sangat menyukai buah kerak duduk dan kedebik. Rasa manis dan asam menyatu dalam buah kedebik.

Kalimat (B.34) menjadi tidak efektif karena memiliki banyak pikiran pokok tanpa dibuat menjadi perincian. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan menjadikannya perincian dengan memunculkan induk perinciannya, misalnya dampak penambangan timah, atau dapat pula diperbaiki dengan memecahnya menjadi beberapa kalimat. Alternatif perbaikan kedua adalah Banyak lahan sudah berlubang. Air bersih sudah berubah menjadi air asam. Banyak tanah yang terkikis habis. Beberapa jenis ikan punah.

Dari 126 kalimat dalam kelompok ini, pada umumnya tipe kesalahannya sama, yakni terlalu panjang sehingga memuat banyak pikiran pokok yang seharusnya diceraikan menjadi beberapa kalimat. Beberapa penulis juga sepertinya sudah menyadari kesalahan tersebut, tetapi di (yang seharusnya) akhir kalimat, penulis mengakhirinya dengan koma dan melanjutkannya dengan huruf kecil.

M. Makna KalimatSalah satu faktor terpenting dari sebuah

kalimat efektif adalah makna atau maksud kalimat. Makna kalimat harus tidak ambigu atau menimbulkan tafsir ganda. Selain itu, kalimat

76

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77

juga harus logis dan sesuai fakta yang ada. Kelogisan dan fakta tersebut dapat terjadi karena pengetahuan penulis terhadap topik yang sedang ditulisnya. Oleh karena itu, seorang penulis yang baik harus menguasai topik tulisannya atau paling tidak melakukan riset agar tidak awam dengan topik tersebut.

Di dalam data ditemukan sebanyak 41 kalimat yang maknanya kurang tepat. Kesalahan tersebut disebabkan oleh maknanya yang ambigu, rancu, tidak lengkap atau menyeluruh, dan kesalahan logika.

Sebagai contoh, kalimat (AF.2) Pulau Bangka banyak menyimpan timah sejak zaman kolonial Belanda dapat dimaknai bahwa timah ada di Pulau Bangka sejak zaman kolonial Belanda. Pada kenyataannya, tidak ada yang tahu sejak kapan timah sudah ada di Pulau Bangka. Yang terjadi pada zaman kolonial Belanda adalah penambangan timah, bukan keberadaan timah di Pulau Bangka. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Pulau Bangka banyak mengandung timah. Penambangan timah di pulau ini sudah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda.

Kalimat (BB.2) Semua kepala keluarga dan masyarakat Bangka Belitung menghasilkan nafkah untuk keluarga dengan pekerjaan menambang timah tidak logis karena tidak mungkin masyarakat di sebuah provinsi memiliki profesi atau pekerjaan yang seragam. Selain itu, pada kenyataannya, masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki profesi yang beragam, seperti pegawai, pengusaha, petani, nelayan, dan penambang. Sebagai gambaran, berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 686.830 orang, sedangkan yang bekerja di sektor pertambangan hanya 78.856 orang, tidak lebih dari 12% (BPS, 2017:84).

4. Penutup4.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 90 naskah (1.284 kalimat) tersebut, jumlah kalimat efektif lebih sedikit dibanding jumlah kalimat tidak efektif, yakni 45,17% dan 54,83%. Jika dilihat lebih jauh, ternyata kalimat efektif yang ditulis sebagian kecilnya adalah kalimat pernyataan dalam soal. Dengan kata lain, ada beberapa kalimat pembuka teks

yang hanya menyalin kalimat pernyataan soal. Dengan demikian, sebenarnya jumlah kalimat efektif yang ditulis kurang dari 45,17%. Kalimat-kalimat efektif tersebut umumnya berupa kalimat tunggal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya penulis belum dapat membuat teks yang baik, yakni teks yang terdiri atas kalimat-kalimat efektif, terutama kalimat efektif yang berupa kalimat majemuk atau kalimat kompleks.

Kalimat tidak efektif yang ditemukan dalam teks sebanyak 54,83%. Kalimat-kalimat tersebut umumnya merupakan kalimat kompleks atau kalimat majemuk. Kalimat tunggal yang tidak efektif pun ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak kalimat majemuk yang tidak efektif. Hal tersebut membuktikan bahwa membuat kalimat tunggal lebih mudah dibandingkan dengan kalimat majemuk karena dalam kalimat majemuk terdapat berbagai kaidah yang tentu lebih kompleks.

Berdasarkan persentase jumlah keefektifan kalimat per teks, dapat dilihat bahwa hanya 11 teks yang tingkat keefektifan kalimatnya di atas 75%. Hal tersebut berbanding terbalik dengan teks yang tingkat keefektifan kalimatnya di bawah 39% yang jumlahnya justru tiga kali lipatnya lebih, yakni 41 teks. Hal tersebut menunjukkan bahwa umumnya para penulis belum dapat membuat teks yang baik dengan menggunakan seminimal mungkin kalimat tidak efektif.

Berdasarkan analisis, ditemukan lima belas penyebab ketidakefektifan kalimat. Penyebab terbanyak yang ditemukan adalah kesalahan struktur kalimat, yakni 18,69%; terbanyak kedua adalah lebih dari satu gagasan pokok, yakni 16,13%. Dengan demikian, kesulitan terbesar penulis dalam membuat kalimat efektif adalah menyusun kalimat dengan struktur yang benar dan menyusun gagasan dalam sebuah kalimat.

4.2 SaranBerdasarkan kenyataan di atas, penulis

menyarankan kepada para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kemahiran menulis para guru, baik dalam bentuk lokakarya maupun diskusi terpumpun. Selain sebagai pembelajar, guru pun dituntut untuk terus menjadi pemelajar. Hal ini penting dilakukan mengingat guru merupakan pilar pendidikan bagi generesi penerus bangsa Indonesia.

Prima Hariyanto: KetidaKefeKtifan Kalimat dalam tulisan Guru...

77

Daftar Pustaka Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2017. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Angka

2017. Pangkalpinang: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.Harijatiwidjaja, Nantje. 2010. “Diksi dalam Bahasa Indonesia Ragam Lisan” dalam Metalingua:

Jurnal Penelitian Bahasa Vol. 8, No. 2, Desember 2010, hlm. 136—143. Karlieni, Eni. 2011. “Deret Verba dalam Konstruksi Kalimat Bahasa Indonesia” dalam Metalingua:

Jurnal Penelitian Bahasa Vol. 9, No. 2, Desember 2011, hlm. 139—148. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende, Flores: Nusa Indah.Khak, Muh. Abdul. 2011. “Idiom dalam Bahasa Indonesia: Struktur dan Makna” dalam Widyaparwa:

Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Vol. 39, No. 2, Desember 2011, hlm. 141—153. Komariyah, Siti. 2013. “Penggunaan Bahasa dalam Media Radio bagi Remaja di Wilayah Madiun

dan Sekitarnya” dalam Medan Bahasa: Jurnal Ilmiah Kebahasaan Vol. 7, No. 1, Juni 2013, hlm. 77—92.

Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Kulsum, Umi. 2013. “Tinjauan Kritis terhadap Ciri-Ciri Objek dalam Bahasa Indonesia” dalam

Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol. 11, No. 1, Juni 2013, hlm. 117—128. Moeliono, Anton., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Parera, Jos Daniel. 1987. Sintaksis (Edisi Pertama). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Ramlan, M. 1995. Sintaksis (Edisi Keenam). Yogyakarta: CV Karyono.Renkema, J. 2004. Introduction to Discourse Practice. Philadelphia: John Benjamins Publishing

Company.Saptarini, Tri. 2012. “Kualitas Bahasa Indonesia dalam Brosur Kepariwisataan” dalam Metalingua:

Jurnal Penelitian Bahasa Vol. 10, No. 2, Desember 2012, hlm. 209—218. Wijayanti, Sri Hapsari. 2010. “Bahasa Indonesia dalam Surat-Menyurat Dinas: Studi Kasus di Sebuah

Perusahaan Asing” dalam Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol. 8, No. 2, Desember 2010, hlm. 164—177.

78

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:63-77