Keselamatan Transportasi Udara

  • Upload
    rey-han

  • View
    243

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

MENGAPA PESAWAT PADA SAAT LANDING SERING TERGELINCIR ? Ir. H. Wardhani Sartono, M.Sc.*)

A. Pengantar Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, pertumbuhan penumpang domestik pesawat udara meningkat sangat pesat, rata-rata lebih 15% per tahun. Lebih dari 35 juta orang menggunakan pesawat udara pada tahun 2007. Hal tersebut disebabkan oleh demand yang tinggi serta diberlakukannya penerbangan dengan tarif rendah (low fare carrier). Akibat dari naiknya pertumbuhan pengguna jasa transportasi udara, jumlah kecelakaan pesawat udara juga bertambah. Sebagai indikator keamanan transportasi udara ialah angka kecelakaan pesawat udara per satu juta keberangkatan. Sebagai pembanding angka kecelakaan pesawat udara dunia ialah 1,10 per satu juta keberangkatan, di Eropa dengan angka 0,7, di Amerika Serikat dan Kanada dengan angka 0,5, sedangkan di Indonesia dengan angka 3,0. Sebagai akibat dari besarnya angka kecelakaan pesawat udara tersebut, Jean Breteche, kepala perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan Timor Leste menyatakan bahwa standar keselamatan penerbangan Indonesia tidak terpenuhi, sehingga komisi Uni Eropa mencekal 51 maskapai penerbangan nasional terhitung mulai tanggal 6 Juli 2007 berlaku efektif selama 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 24 Juli 2008, Duta Besar Ad Interim Uni Eropa untuk Indonesia, Pieree Philippe menyatakan bahwa Komisi Uni Eropa memutuskan memperpanjang larangan terbang bagi seluruh maskapai Indonesia menuju Eropa dengan pertimbangan bahwa regulator dinilai masih lemah dalam mengawasi keselamatan penerbangan terutama selama satu tahun terakhir sejak diberlakukannya pelarangan terbang. Pada tanggal 24 dan 25 Oktober 2008, presiden Uni Eropa, Jose Manual Barroso menyampaikan kepada Presiden RI di Beijing bahwa Uni Eropa masih melarang maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang ke Eropa sampai dengan 3 (tiga) bulan kedepan, karena dia tetap menginginkan adanya perbaikan dibidang regulasi, yaitu revisi Undang-Undang No.15 Tahun 1992 tentang penerbangan sebagai syarat pencabutan larangan terbang. Oleh sebab itu Pemerintah RI melalui Departemen Perhubungan telah merevisi undang-undang tersebut dan pada tanggal 12 Januari 2009 pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan.Lain-lain/kecelakaan pesawat

1

Uni Eropa telah mengadakan sidang pada bulan Maret 2009 di Brussel, Belgia yang dihadiri oleh 27 negara di kawasan tersebut serta mempertimbangan bahwa

pemerintah RI telah memberlakukan Undang-Undang Tentang Penerbangan yang baru, cara pemerintah melakukan pengawasan serta meningkatnya keselamatan penerbangan di Indonesia, maka pada tahun 2009 Uni Eropa telah mencabut larangan terbang bagi pesawat-pesawat Indonesia untuk terbang menuju Eropa. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan 2,027 juta km2 dan luas lautan 3,166 juta km2 dan jumlah penduduk lebih dari 230 juta, merupakan salah satu negara yang mempunyai bandar udara terbanyak di dunia. Tetapi karena terbatasnya anggaran untuk pemeliharaan, maka sebagian besar bandar udara di Indonesia merasa kurang nyaman dalam melayani pesawat udara. Di dalam menganalisa penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara, khususnya pada saat landing dan take off, seringkali kondisi permukaan landasan kurang mendapat perhatian. Menurut beberapa sumber bahwa lebih dari 50% kecelakaan pesawat udara terjadi pada saat landing. Pada tulisan ini akan dibahas secara ringkas mengenai kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh kondisi permukaan runway yang kurang baik.

B. Peristiwa yang pernah terjadi. Hari Senin, 14 Februari dan Selasa 15 Februari 2011, dua pesawat Lion Air jenis Boing B-737-900 ER dengan nomor penerbangan JT0392 dari Jakarta dan JT0295 dari Medan tergelincir di bandara Sultan Syahrif Kasim II, Pekanbaru, seluruh penumpang yang berjumlah masing-masing 213 orang dan 198 orang selamat. Pada saat mendarat di bandara tersebut terjadi hujan deras dan akibat peristiwa tersebut bandara ditutup sementara untuk operasi penerbangan. Hari Selasa, 2 November 2010, pesawat Lion Air jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan JT-712 dari Jakarta yang mengangkut 167 penumpang tergelincir di landasan bandara Supadio, Pontianak, dan pesawat berhenti 15 meter di luar ujung landasan. Pada saat kejadian, di bandara Supadio diguyur hujan deras. Akibat peristiwa tersebut bandara Supadio ditutup sementara untuk operasi penerbangan, dan seluruh penumpang pesawat selamat. Hari Selasa, 13 April 2010, pesawat Merpati jenis Boeing B-737-300 dengan nomor penerbangan MZ-836 yang mengangkut 103 penumpang dan 6 awak pesawat

Lain-lain/kecelakaan pesawat

2

tergelincir di bandara Rendani, Manokwari, Papua Barat pada saat landing dari Sorong. Pesawat terperosok sejauh 300 meter keluar landasan dan terbelah menjadi 3 (tiga) bagian. Pada saat kejadian, di bandara terjadi hujan deras. Akibat peristiwa tersebut 70 penumpang luka-luka dan kondisi pesawat dinyatakan total loss (tidak dapat digunakan lagi) Hari Senin, 9 Maret 2009, pesawat Lion Air jenis MD-90 dengan nomor penerbangan JT-793 dari Jakarta yang mengangkut 166 penumpang dan 6 awak pesawat tergelincir pada saat landing di runaway selatan bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, seluruh penumpang dan awak pesawat selamat. Pada saat kejadian, di bandara SoekarnoHatta diguyur hujan deras, pesawat berhenti di luar landasan dan posisi pesawat berputar 90, akibat dari peristiwa tersebut runaway selatan di tutup selama 6 jam. Hari Jumat, 7 Nopember 2008, pesawat Lion Air jenis MD-90 dengan nomor penerbangan LNI 793 yang mengangkut 111 penumpang tergelincir di bandara Jalaluddin Gorontalo pada saat akan take-off menuju Makassar dan Jakarta. Roda depannya tergelincir dan keluar landasan hingga menyentuh tanah. Insiden tersebut membuat panik seluruh penumpang, akibatnya penerbangan ditunda sampai 18 jam. Ada versi yang menyebutkan bahwa insiden tersebut terkait dengan permukaan runway yang bergelombang, walaupun dibantah oleh kepala bandar udara. Hari Rabu, 27 Agustus 2008 pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan SJ062 rute Jakarta-Jambi tergelincir dan masuk selokan saat mendarat di bandara Sultan Thaha, Jambi, sebanyak 125 orang penumpang dan awak pesawat selamat, tetapi 18 orang penumpang dan 4 orang petani yang ada di luar pesawat mengalami luka-luka berat dan ringan. Pesawat terjerembab di areal sawah sekitar 25 meter dari ujung runway dalam kondisi rusak berat (total loss). Akibat dari peristiwa tersebut bandara ditutup beberapa jam. Pada saat mendarat, di Jambi sedang dilanda hujan. Hari Minggu, 1 Juni 2008 pesawat Batavia Air jenis Airbus A-320 dengan nomor penerbangan JP-591 rute Jakarta-Medan mengalami hard landing di bandara Polonia, Medan, sebanyak 140 penumpang dan 9 awak pesawat selamat, sedangkan pesawat mengalami pecah ban belakang sebelah kiri kemudian berhenti di tengah runway 23. Akibat dari peristiwa tersebut bandara sempat ditutup selama 7 jam. Diduga pesawat tersebut mengalami kerusakan sistem rem.

Lain-lain/kecelakaan pesawat

3

Hari Jumat, 18 April 2008, pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan SJ-06 rute Jakarta-Pangkal Pinang tergelincir di bandara Dipati Amir, Pangkal Pinang, sebanyak 144 penumpang selamat. Pesawat baru berhenti diluar ujung runway dengan jarak 25 m, dan pada saat berhenti mesin pesawat masih hidup. Diperkirakan pesawat menyentuh permukaan runway diluar touch down area. Hari Senin, 10 Maret 2008, pesawat Adam Air jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan KI-292 jurusan Jakarta-Batam tergelincir di Bandara Internasional Hang Nadin, Batam, sebanyak 171 orang penumpang dan 6 awak pesawat selamat, tetapi 4 orang penumpang mengalami luka-luka. Setelah landing pesawat terseret hingga 50 m, mengakibatkan posisi pesawat berada 70 m sebelah kanan as runway 04, roda pendaratan dan sayap sebelah kanan patah, roda depan menggantung diatas permukaan tanah. Pada saat kejadian, cuaca di bandara buruk dan hujan lebat, kecepatan angin 18 knot dan jarak pandang 400-800 meter. Akibat dari peristiwa tersebut, bandara di tutup selama 2,5 jam dan mengakibatkan 7 (tujuh) penerbangan ditunda kedatangan/keberangkatannya. Hari Rabu, 1 Nopember 2007, pesawat Mandala, jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan RI-260 di bandara Lanud Abdurrahman Saleh, Malang setelah roda depan patah sehingga hidung pesawat menyentuh permukaan runway, sebanyak 89 orang penumpang selamat tetapi 5 orang diantaranya mengalami luka-luka ringan. Pada saat kejadian, permukaan runway dalam kondisi basah karena gerimis. Hari Rabu, 7 Maret 2007, pesawat Garuda jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan GA-200 terbakar sejauh 300 m diujung timur runway 09 setelah mengalami hard landing (pendaratan keras) dan overshoot di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Pesawat membawa 133 penumpang dan 7 awak pesawat, akibat dari peristiwa tersebut sebanyak 22 orang meninggal dunia, sisanya luka berat dan ringan, sedangkan bandara ditutup selama kurang lebih 4 jam. Pada saat kejadian, cuaca di Bandara Adi Sutjipto cerah. Hari Rabu, 21 Pebruari 2007, pesawat Adam Air jenis Boeing B-737-300 dengan nomor penerbangan KI-172 tergelincir di Bandara Juanda Surabaya setelah mendarat dengan cara hard landing (pendaratan keras). Sebanyak 148 penumpang selamat. Pada saat kejadian di bandara terjadi hujan lebat dan angin kencang akibat dari kejadian tersebut, badan pesawat diatas sayap retak dan melengkung kebawah. Jadwal

Lain-lain/kecelakaan pesawat

4

penerbangan tertunda sekitar satu jam karena pesawat berhenti di runway kemudian ditarik menuju apron. Hari Selasa, 2 Januari 2007, pesawat Lion Air jenis MD-82 dengan nomor penerbangan JT-790 tergelincir di bandara Pattimura Ambon pada saat mendarat. Pesawat keluar sejauh 8 meter dari ujung landasan. Sebanyak 115 penumpang dan 4 awak pesawat selamat. Pada saat kejadian di bandara terjadi hujan deras dan angin kencang, sedangkan pesawat hanya mengalami kerusakan ringan pada roda depan. Tidak ada gangguan jadwal penerbangan akibat dari kejadian tersebut. Hari Minggu, 24 Desember 2006, pesawat Lion Air jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan JT-792 tergelincir di bandara Hasanuddin, Makasar, setelah mengalami pecah ban roda pendaratan saat mendarat. Pesawat tersebut terseret keluar ujung runway 31, sayap pesawat retak, roda depan patah, roda pendaratan sebelah kanan lepas, dan diperkirakan kondisi pesawat mengalami total loss artinya tidak dapat dioperasikan kembali. Sebanyak 157 penumpang dan 6 awak pesawat selamat dalam peristiwa itu. Peristiwa tersebut mengakibatkan bandara ditutup selama 4 jam sehingga 22 jadwal penerbangan tertunda. Hari Jumat, 10 Nopember 2006 pesawat pengebom air BE-200 Rusia tergelincir di Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin. Kedua belas awak pesawat selamat tetapi pesawat mengalami kerusakan. Pada saat mendarat di bandara sedang diguyur hujan dan diduga pesawat mengalami over shoot saat menyentuh landasan. Hari selasa, 3 Oktober 2006, pesawat Mandala jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan RI-394 tergelincir di Bandara Juwata, Tarakan. Pesawat terseret keluar sekitar 50 meter diluar runway, mengakibatkan salah satu mesin dan roda pendaratnya lepas, sebanyak 104 penumpang dan 6 awak pesawat selamat. Pada saat kejadian dikawasan bandara terjadi kabut asap dengan jarak pandang sekitar 500 meter. Peristiwa tersebut mengakibatkan pembatalan beberapa penerbangan. Hari Sabtu, 4 Maret 2006 pesawat Lion Air jenis MD-82 dengan nomor penerbangan IW 8987 tergelincir di bandara Juanda Surabaya. Setelah landing, pesawat akhirnya membelok ke kanan dan tergelincir hingga 40 meter dari runway. Pada saat kejadian kondisi landasan basah setelah hujan. Sebanyak 156 penumpang dan seluruh awak pesawat selamat. Akibat dari peristiwa tersebut 9 keberangkatan ditunda dan 4 kedatangan dialihkan ke Denpasar.

Lain-lain/kecelakaan pesawat

5

Hari Minggu, 19 Februari 2006, pesawat Batavia Air jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan 7P-262 tergelincir di bandara Sepinggan, Balikpapan, sebanyak 121 penumpang dan awak pesawat selamat. Roda pendaratan sebelah kiri dan kanan terperosok di stopway (berbatasan dengan ujung runway) dan mengakibatkan 4 (empat) penerbangan tertunda keberangkatannya dan 3 (tiga) kedatangan dialihkan ke bandara Ngurah Rai Denpasar. Pada saat kejadian, di bandara cuaca buruk dan hujan deras disertai angin kencang. Hari Kamis, 9 Februari 2006, pesawat Mandala jenis Boeing B-737-400 tergelincir di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, sebanyak 109 penumpang dan seluruh awak pesawat selamat. Rodanya sempat mendarat di shoulder sejauh 450 m dan dapat kembali lagi ke landasan pacu, mengakibatkan 4 (empat) lampu landasan mati dan kondisi pesawat mengalami kerusakan di beberapa bagian bodi. Saat kejadian cuaca buruk dan hujan deras. Akibat dari peristiwa tersebut 4 (empat) pesawat tertunda keberangkatannya karena di permukaan runway terdapat ceceran tanah dan kerikil yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Hari Rabu, 18 Januari 2006, pesawat Lion Air Jenis MD-82 dengan nomor penerbangan JT-778 tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar, sebanyak 114 penumpang dan 7 awak pesawat selamat dan menyebabkan badan pesawat sampai batas sayap menyentuh tanah dan ban depan pecah. Saat kejadian cuaca buruk dan hujan lebat disertai angin kencang. Akibatnya lima pesawat yang akan mendarat serta beberapa pesawat yang akan take off tertunda selama 2 (dua) jam. Hari Jumat, 21 Oktober 2005, pesawat Garuda jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan GA 320 tergelincir di bandara Juanda Surabaya. Pesawat baru berhenti setelah 20 meter melampaui batas pemberhentian sehingga tidak dapat memutar untuk menuju ke apron. Pada saat kejadian, di bandara hujan deras. Sebanyak 95 penumpang dan 5 awak pesawat selamat. Akibat peristiwa tersebut sejumlah rute penerbangan baik keberangkatan maupun kedatangan mengalami penundaan. Hari Kamis, 14 April 2005, pesawat Merpati Nusantara Airlines Jenis Boeing B737-200 dengan nomor penerbangan MZ-749 tergelincir di Bandara Hasanuddin Makassar, sebanyak 57 penumpang dan 4 awak pesawat selamat tetapi 15 penumpang diatara mereka luka-luka. Pada saat pesawat mendarat di Bandara dalam kondisi cuaca

Lain-lain/kecelakaan pesawat

6

buruk disertai hujan lebat, sedangkan roda depan pesawat lepas setelah pesawat tersebut terjerembab. Hari Jumat, 11 Februari 2005 terjadi dua peristiwa pesawat tergelincir di bandara pada saat landing. Pesawat pertama adalah Mandala Jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan RI-296 yang membawa 92 penumpang dan 6 awak pesawat tergelincir di runway Bandara Ahmad Yani Semarang, sedangkan yang kedua adalah Lion Air jenis pesawat MD-82 tergelincir di Bandara Selaparang Mataram, seluruh penumpang dan awak pesawat dari dua pesawat tersebut selamat. Hari Kamis tanggal 3 Pebruari 2005, pesawat Lion Air jenis MD-82 dengan nomor Penerbangan JT-791 yang membawa 146 penumpang dan 7 awak pesawat dari Ambon tergelincir di Bandara Hasanuddin Makassar pada saat landing akibat cuaca buruk dan hujan. Pada kejadian tersebut pesawat keluar runway sejauh 3 meter, tetapi semua penumpang dan awak pesawat selamat sedangkan pesawat mengalami sedikit kerusakan. Akibat peristiwa tersebut di atas, 8 penerbangan terpaksa ditunda keberangkatan maupun kedatangannya selama lebih kurang 40 menit. Hari Selasa, tanggal 30 Nopember 2004 terjadi dua musibah kecelakaan pesawat udara, yang pertama dialami oleh Bouraq Airline dengan jenis pesawat B-737-200 No.Penerbangan BO 402 tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar, 118 penumpang selamat, akibatnya 300 penumpang tertunda keberangkatannya sampai lebih dari 3 jam.Yang kedua dialami oleh Lion Air dengan jenis pesawat MD-82 No.Penerbangan JT 538 tergelincir di Bandara Adisumarmo, Solo, jumlah penumpang 141 orang dengan korban sekitar 26 orang meninggal dan sisanya luka berat dan ringan. Kedua kecelakaan tersebut terjadi pada saat pesawat mendarat dan kondisi cuaca hujan deras. Kejadian tersebut di atas sebenarnya pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, berikut ini adalah perusahaan airlines, jenis pesawat, lokasi bandara dan waktu kejadian. 1. Garuda, jenis pesawat DC-10 tergelincir di Bandara Ujung Pandang (Januari 1981), DC-9 di Yogyakarta (23 Nopember 1992), Boeing 737 di Yogyakarta (13 Januari 1995), MD-11 di Cengkareng (5 April 1997), Boeing 737-500 di Semarang (4 Oktober 2003), Boeing 737-400 di Surabaya (21 Oktober 2005) dan Boeing 737-400 di Yogyakarta (7 maret 2007).

Lain-lain/kecelakaan pesawat

7

2. Merpati, jenis pesawat F-28 tergelincir di Semarang (1 Desember 1994), DC-9 di Yogyakarta (9 Desember 1994), dan B-737-200 di Makassar (14 April 2005). 3. Mandala, jenis pesawat B-737 tergelincir di Makassar (5 April 1999), B-727 di Cengkareng (6 Maret 2004), B-737-200 di Semarang (11 Februari 2005), B-737400 di Yogyakarta (9 Februari 2006), B-737-200 di Tarakan (3 Oktober 2006), dan B-737-200 di Malang (18 Desember 2006 dan 1 Nopember 2007) 4. Lion Air, jenis pesawat B-737-200 tergelincir di Pekanbaru (14 Januari 2002), MD-82 di Makassar (31 Oktober 2003), MD-82 di Makassar (Pebruari 2004), MD-82 di Palembang (3 Juli 2004), MD-82 di Solo (30 Nopember 2004), MD-82 di Makassar (3 Pebruari 2005), MD-82 di Mataram (11 Februari 2005), MD-82 di Makassar (18 Januari 2006), MD-82 di Surabaya (4 Maret 2006), B-737-400 di Makasar (24 Desember 2006) dan MD-82 di Ambon (2 Januari 2007), dan MD-90 di Gorontalo (7 Nopember 2008). 5. Pelita Air Service, jenis pesawat Fokker-28 tergelincir di Makassar (8 Pebruari 2002). 6. Bouraq, jenis pesawat B-737-200 tergelincir di Makassar (30 Nopember 2004). 7. Adam Air, jenis pesawat B-737 tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta (31 Mei 2005) Boeing 737-300 di Surabaya (21 Pebruari 2007), dan di Batam (10 Maret 2008). 8. Batavia Air, jenis pesawat B-737-200 tergelincir di bandara Balikpapan (19 Februari 2006), dan gagal landing di Medan (1 Juni 2008). 9. Sriwijaya Air, jenis pesawat B-737-200, tergelincir di Pangkal Pinang (18 April 2008), dan di Jambi (27 Agustus 2008). Peristiwa tersebut di atas terjadi pada saat pesawat mendarat dalam kondisi hujan deras, mengakibatkan pesawat tergelincir keluar landasan. Selain itu di mancanegara juga terjadi kecelakaan pesawat tergelincir pada saat landing sebagai berikut: Pada hari Selasa, 17 Juli 2007, pesawat TAM Linhas Aereas, Brasil, jenis Airbus A-320 tergelincir di bandara Congonhas, Sao Paolo, Brasil pada saat landing ditengah hujan deras, kemudian menabrak gedung. Pesawat membawa 170 penumpang dan 6 awak pesawat, mengakibatkan seluruh penumpang meninggal ditambah 15 orang yang ada di darat sehingga jumlah korban meninggal 191 orang. Pada tahun 1996 pesawat milik

Lain-lain/kecelakaan pesawat

8

maskapai yang sama jenis Fokker F-100 juga tergelincir ditengah hujan deras di bandar udara yang sama, yang mengakibatkan 99 penumpang meninggal. Pada hari Minggu, 16 September 2007, pesawat One-Two-Go milik maskapai Thailand jenis MD-82 dengan nomor penerbangan OG-269 tergelincir di bandara Phuket, Thailand Selatan pada saat landing ditengah hujan deras. Pesawat membawa 123 penumpang dan 7 awak pesawat, dengan korban meninggal 87 orang termasuk pilotnya orang Indonesia, serta korban luka-luka 43 orang. Pada tanggal 31 Mei 2008, pesawat Airbus A-320 milik maskapai TACA Amerika Tengah tergelincir pada saat mendarat di bandara Tegucigalpa, Honduras dalam kondisi cuaca buruk dan hujan deras. Pesawat tersebut mengangkut 124 penumpang dan 11 awak. Pesawat melaju ke jalan raya yang berjarak 300 m dari runway, kemudian menabrak sejumlah mobil dan bangunan mengakibatkan 7 penumpang tewas dan lebih dari 80 orang terluka, sedangkan pesawat terbelah menjadi 3 (tiga) bagian. Pada hari Rabu, 11 Juni 2008 pesawat Airbus A-310 milik Sudan Airways tergelincir kemudian terbakar saat mendarat di bandara Khartoum, Sudan, mengakibatkan 30 orang penumpang tewas, sedangkan 171 orang penumpang lainnya mengalami lukaluka. Salah satu penumpang yang selamat mengatakan bahwa pada saat mendarat cuaca buruk dan terjadi badai pasir kemudian hujan lebat. Pada hari Jumat, 26 September 2008 pesawat Airbus A-321 milik perusahaan Air Nouvel Tunisia dengan membawa 168 penumpang tergelincir di landasan pacu bandar udara Dortmund, Jerman dan berhenti di rerumputan. Tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut. C. Penyebab terjadinya kecelakaan pesawat. Kecelakaan pesawat dapat terjadi akibat beberapa hal : cuaca buruk, kesalahan pilot (pilot error), kerusakan pesawat dan prasarana yang kurang memenuhi syarat. Indonesia terletak di daerah tropis sehingga kondisi cuaca kurang menguntungkan dalam operasi penerbangan tetapi dapat diantisipasi oleh Badan Meteorologi dan peralatan yang tersedia di bandara maupun di pesawat yang semakin canggih. Kualifikasi pilot dan kondisi pesawat tentunya harus memenuhi standard internasional, sehingga tidak ada satupun perusahaan airline yang mau mengorbankan kedua hal tersebut di atas, apalagi di Bandara Soekarno-Hatta terdapat Garuda Maintenance Facility yang mampu menangani pemeliharaan pesawat yang beroperasi di Indonesia.

Lain-lain/kecelakaan pesawat

9

Prasarana yang dimaksud disini ialah prasarana sisi udara (air side) termasuk fasilitas pendukungnya. Didalam tulisan ini hanya akan ditinjau mengenai kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh kondisi permukaan landasan yang merupakan bagian penting dari fasilitas prasarana sisi udara. Perlu diketahui bahwa landasan bandara harus memenuhi dua syarat, yaitu structural performance dan functional performance. Structural performance artinya landasan tersebut harus mampu melayani semua jenis pesawat di bandara tersebut sampai jumlah lintasan tertentu tanpa mengalami kerusakan. Functional performance artinya landasan tersebut harus mampu melayani pesawat dengan aman dan nyaman walaupun dalam kondisi basah/hujan. Ada 3 (tiga) parameter yang harus dipenuhi dalam hal functional performance yaitu : skid resistance (kekesatan), roughness (kekasaran) dan evenness (kerataan). Skid resistance, artinya permukaan landasan harus cukup kesat sehingga pesawat yang sedang take off maupun landing tidak tergelincir walaupun kondisinya basah/hujan. Skid resistance ini dapat mengalami penurunan akibat dari gesekan antara permukaan landasan dengan roda pesawat sehingga permukaan landasan menjadi licin/aus serta terjadinya rubber deposit. Roughness, artinya permukaan landasan menjadi kasar sehingga menimbulkan getaran pada pesawat akibatnya penumpang merasakan tidak nyaman. Evenness, artinya landasan harus cukup rata dan diberikan kemiringan melintang (slope) sekitar 1,5% agar supaya air hujan tidak menimbulkan genangan di atas permukaan landasan, karena genangan air tersebut dapat menimbulkan hydroplaning. Hydroplaning ialah merupakan peristiwa apabila pesawat dengan kecepatan tertentu (110 140 mile/jam) di atas permukaan landasan yang tergenang air setinggi 12 milimeter akan kehilangan kemudi akibat koefisien gesek yang sangat rendah, yang disebabkan oleh selaput tipis air yang membatasi antara permukaan landasan dan permukaan roda pesawat, sehingga pesawat dapat tergelincir keluar landas pacu. Peristiwa hydroplaning ini sering terjadi pada pesawat jet karena pada saat menyentuh landasan kecepatan landing pesawat jet sekitar 130 mile/jam. Guna menghindari peristiwa hydroplaning, maka selain landas pacu harus cukup rata, juga harus dilengkapi sistem drainasi yang baik.

Lain-lain/kecelakaan pesawat

10

Dengan memperhatikan uraian singkat tersebut diatas, maka untuk landasan dengan permukaan licin (skid resistance rendah) dan tidak rata (mudah terjadi genangan air hujan), kemungkinan tergelincirnya pesawat pada saat take off maupun landing sangat besar.

D. Bagaimana cara mengatasi agar supaya peristiwa tersebut tidak sering terjadi ? 1. Edward L.Gervais, Senior Principal Engineer Airport Technology, Boeing Commercial Airplane Group pada tanggal 17 Pebruari 1995, pernah mengirim surat kepada penulis, guna mengurangi terjadinya hydroplaning sebaiknya permukaan runway dibuat alur melintang (transverse grooving) guna menambah surface run off, dan diperlukan kondisi permukaan runway yang baik. 2. Federal Aviation Administration merekomendasikan perlu dilakukan survei berkala meliputi : skid resistance dan menghilangkan rubber deposit yang jumlahnya per tahun disesuaikan dengan aircraft movement di bandar udara masing-masing, sebagai contoh bandar udara yang melayani pesawat jet lebih dari 90 landing perhari, pembersihan rubber deposit dilakukan setiap 4 bulan dan pengujian friction dilakukan setiap bulan. 3. Membentuk slope memanjang dan melintang permukaan runway sesuai dengan yang direkomendasikan oleh ICAO, Aerodromes Annex 14 tahun 1999 serta menghilangkan terjadinya genangan air di permukaan runway apabila terjadi hujan guna mencegah terjadinya hydroplaning. 4. Mempertahankan mikrotekstur dan makrotekstur permukaan runway agar supaya permukaan runway tetap mempunyai sifat skid resistance terhadap pesawat yang beroperasi, seperti yang direkomendasikan oleh ICAO, Airport Services Manual Part 2 Pavement Surface Conditions. 5. Memperbaiki sistem drainase di kawasan bandara, khususnya di airside (fasilitas prasarana sisi udara). Dari uraian tersebut di atas serta memperhatikan temuan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) waktu meneliti kecelakaan Lion Air di Solo bulan Nopember 2004 yang lalu, melalui media masa dan TV, rupanya tim KNKT kurang tajam dalam membahas kondisi permukaan runway. Andaikata kecelakaannya terjadi sebelum pesawat melakukan touch down (menyentuh landasan), maka kondisi

Lain-lain/kecelakaan pesawat

11

permukaan runway tidak perlu ditinjau, tetapi apabila terjadinya kecelakaan setelah pesawat melakukan touch down maka sebaiknya kondisi permukaan runway perlu ditinjau sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat tersebut. Khusus mengenai peristiwa terbakarnya pesawat Garuda GA-200 tanggal 7 Maret 2007 setelah landing penyebabnya bukan oleh cuaca maupun kondisi permukaan yang tidak rata serta runway yang kurang panjang tetapi disebabkan oleh human error sesuai dengan hasil investigasi dari KNKT. Tulisan di atas sebenarnya pernah penulis sampaikan kepada Departemen Perhubungan pada bulan Januari 1995 tetapi rupanya kurang mendapat tanggapan, kemudian pada tanggal 1 Desember 2004 penulis sampaikan kembali kepada Departemen Perhubungan rupanya cukup mendapat tanggapan, dan penulis berharap peristiwa tersebut tidak terjadi lagi di bandara di Indonesia, karena dapat mengurangi kepercayaan pengguna jasa transportasi udara terhadap keselamatan penerbangan, apalagi peristiwa tersebut terjadi di bandar udara Internasional. Ternyata peristiwa tergelincirnya pesawat Lion Air tanggal 30 November 2004 bukan merupakan peristiwa terakhir tergelincirnya pesawat di bandara di Indonesia, dan sampai sekarang peristiwa tersebut masih terjadi sehingga menambah keyakinan kepada penulis yang merupakan salah satu pengguna jasa transportasi udara, bahwa naik pesawat merasa kurang aman khususnya pada saat landing dengan kondisi runway basah/hujan.

Penulis adalah mantan PNS di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dari Tahun 1975 1981 dengan NIP 120084229, dan sekarang menjadi Dosen Jurusan Teknik Sipil UGM dan Program Magister Sistem dan Teknik Transportasi Pascasarjana UGM Yogyakarta Telp. Kantor (0274) 524713 Telp. Rumah (0274) 883970 Hp : 081328403296

Ditulis kembali tanggal 20 September 2011

Lain-lain/kecelakaan pesawat

12

Lampiran

Lain-lain/kecelakaan pesawat

1

Lain-lain/kecelakaan pesawat

2

Lain-lain/kecelakaan pesawat

3

Lain-lain/kecelakaan pesawat

1

Lain-lain/kecelakaan pesawat

2

Lain-lain/kecelakaan pesawat

3

Lain-lain/kecelakaan pesawat

4

Lain-lain/kecelakaan pesawat

5

Lain-lain/kecelakaan pesawat

6

Lain-lain/kecelakaan pesawat

7

Lain-lain/kecelakaan pesawat

8