99
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL - … · Web viewSejak tahun 1985/86 pelayanan KIA di tingkat desa dipadukan dengan kegiatan perbaikan gizi, keluarga berencana dan imunisasi, sehingga

Embed Size (px)

Citation preview

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIALDAN PERANAN WANITA

BAB XVIII

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA

A. KESEHATAN

1. PENDAHULUAN

Sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN 1983) dan dijabarkan 1ebih jauh dalam Repelita IV, pelayanan kesehatan dalam tahun ke-empat Repelita IV juga ditingkatkan. Pelayanan kesehatan ti-dak saja merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kese-jahteraan rakyat, tetapi juga merupakan upaya pembinaan, pe-ngembangan dan pemanfaatan sumber daya manusia. Kebijaksana-an pembangunan bidang kesehatan meliputi pengembangan suatu Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan upaya pencegahan serta penyembuhan penyakit dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada rakyat. Kebijaksanaan ini antara lain ditujukan untuk meningkatkan upaya-upaya pemberantasan penyakit menular, per-baikan keadaan gizi rakyat, pengadaan air minum serta keber-sihan dan kesehatan lingkungan. Sedang upaya mendekatkan pe-layanan kesehatan kepada rakyat dilaksanakan melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat dan rumah-rumah sakit,serta penye-diaan obat-obatan yang makin merata dan terjangkau oleh rakyat.

XVIII/3

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Sebagai bagian dari Repelita IV pembangunan bidang kese-hatan dalam tahun 1987/88 diarahkan untuk mendukung upaya pembangunan sumber daya manusia. Bersama-sama dengan pemba-ngunan. di bidang-bidang lain, pembangunan bidang kesehatan diharapkan dapat menunjang terciptanya kerangka landasan yang makin kuat bagi bangsa Indonesia.

Sejalan dengan arah tersebut di atas, pembangunan kese-hatan dikembangkan atas dasar Sistem Kesehatan Nasional dan diselenggarakan melalui lima karya kesehatan yang disebut Panca Karya Husada, yang terdiri atas: (1) Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan; (2) Pengembangan tenaga kesehatan; (3) Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat, makanan dan bahan berbahaya bagi kesehatan; (4) Perbaikan gizi dan pening-katan kesehatan lingkungan; dan (5) Peningkatan dan pemantap-an manajemen dan peraturan perundang-undangan (hukum).

Agar dapat dicapai hasil yang lebih optimal dan lebih efisien, sejak awal Repelita IV berbagai aktivitas program pembangunan kesehatan dipadukan dengan program-program pem-bangunan lainnya, misalnya dengan keluarga berencana, trans-migrasi, industri, pendidikan, dan lain-lain. Keterpaduan ini juga makin ditingkatkan antara program-program kesehatan sen-diri. Di samping itu keterpaduan antar program dalam rangka upaya.pencegahan, pengobatan maupun pemulihan kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, juga terus disempurnakan.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan kesehatan dalam Repelita IV terdiri dari program-program utama sebagai berikut : (1) Pelayanan kesehatan; (2) Pencegahan dan pemberan-tasan penyakit; (3) Penyuluhan kesehatan; (4) Pendidikan, la-tihan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (5) Pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan, kosmetika, alat kese-hatan, dan bahan berbahaya; (6) Perbaikan gizi; (7) Penyedia-an air bersih; dan (8) Peningkatan kesehatan lingkungan. Di samping itu ada beberapa kegiatan penunjang dan atau peleng-kap seperti (i) Peranserta generasi muda dalam pembangunan kesehatan; (ii) Penelitian dan pengembangan kesehatan; (iii) Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan kesehatan; dan (iv) Penyempurnaan efisiensi aparatur kesehatan, yang kesemua-nya ini diuraikan dalam bab-bab yang bersangkutan (Bab XVI, Bab XVII, dan Bab XXII).

XVIII/4

3. Pelaksanaan Program Pembangunan

a. Program Pelayanan Kesehatan

1) Pelayanan melalui Pusat Kesehatan masyarakat (Puskesmas)

Pelayanan kesehatan di Puskesmas merupakan bentuk peme-rataan dan peningkatan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan rakyat. Pelayanan ini menjadi lebih efek-tif dengan peranserta masyarakat antara lain dengan menye-lenggarakan pos-pos pelayanan terpadu.

Di seluruh Indonesia dalam tahun 1987/88 terdapat 5.642 buah Puskesmas atau bertambah 289 buah dari keadaan tahun 1983/84 (Tabel XVIII-2). Jumlah tersebut tidak termasuk tam-bahan dari peningkatan puskesmas pembantu menjadi puskesmas dan puskesmas yang dibangun oleh beberapa Pemerintah Daerah. Dengan demikian di setiap kecamatan telah terdapat satu atau lebih Puskesmas.

Dalam tahun keempat Repelita IV perhatian telah diting-katkan terhadap upaya perbaikan, perluasan dan peningkatan prasarana untuk lebih memfungsikan Puskesmas yang telah ada. Pembangunan Puskesmas baru hanya dilakukan untuk daerah-daerah terpencil, daerah transmigrasi dan daerah perbatasan. Oleh karena itu jumlah pembangunan Puskesmas baru menjadi le-bih terbatas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, pembangunan Puskesmas Pembantu terus dilaksanakan dalam Repe-lita IV. Apabila dibandingkan dengan keadaan pada akhir Re-pelita III (1983/84), maka dalam tahun 1987/88 jumlah Puskes-mas Pembantu bertambah dengan 3.736 buah sehingga seluruhnya menjadi 17.372 buah (Tabel XVIII-1, XVIII-2 dan Grafik XVIII-1). Demikian pula dengan Puskesmas Keliling, selama Re-pelita IV setiap tahunnya ditambah 500 buah, kecuali tahun 1986/87 dan 1987/88 (Tabel XVIII-1). Untuk tahun 1987/88 ti-dak diadakan penambahan Puskesmas Keliling karena jumlahnya dianggap sudah memadai dan perhatian lebih diberikan pada se-gi pemeliharaan dan perbaikannya. Dengan demikian sampai de-ngan tahun 1987/88 terdapat 3.521 Puskesmas Keliling (Tabel XVIII.-2 dan Grafik XVIII-1).

Agar penyediaan obat-obatan bagi Puskesmas dan Rumah Sakit Dati II lebih memadai, telah diadakan penyesuaian

XVIII/5

TABEL XVIII - 1

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN SARANA KESEHATAN,1983/84 - 1987/88 1)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/6

TABEL XVIII – 2

PERKEMBANGAN JUMLAH PUSKESMAS,1983/84 - 1987/88 1)

1) Angka kumulatif2) Angka diperbaiki, kecuali Puskesmas Keliling

tahun 1987/883) Tidak termasuk yang dibangun oleh Pemerintah Daerah

dan tambahan peningkatan dari Puskesmas Pembantu

penyesuaian, baik jumlahnya yang disesuaikan dengan pertam-bahan penduduk, maupun nilai satuannya. Dalam tahun 1986/87 nilai satuan obat adalah Rp 325,0 per jiwa; dalam tahun 1987/88 dinaikkan menjadi Rp 400,0 per jiwa. Di samping itu terus diadakan perbaikan-perbaikan dalam penyusunan daftar keperluan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanannya.

Untuk memfungsikan dengan lebih baik pelayanan Puskes-mas, dalam tahun 1987/88 juga telah dilaksanakan pengangkat-an dan penempatan tenaga dokter serta paramedis di semua Puskesmas sebanyak 5.642 buah, sedangkan pengangkatan dan penempatan tenaga dokter baru meliputi sekitar 85% dari jum-lah Puskesmas yang ada tersebut. Untuk Puskesmas yang belum

XVIII/7

GRAFIK XVIII -1

PERKEMBANGAN JUMLAH PUSKESMAS.1983/84 - 1987/88

XVIII/8

dipimpin oleh dokter terus diupayakan untuk memperoleh penem-patan dan pemindahan dokter serta tenaga paramedis, baik me-lalui Inpres maupun Non Inpres.

Agar para dokter Puskesmas di daerah terpencil dapat menjalankan tugasnya dengan lebih tenang, kepada mereka dise-diakan fasilitas perumahan dinas. Untuk tahun 1984/85 sampai 1986/87, setiap tahunnya telah dibangun antara 100-230 rumah dokter. Dalam tahun 1987/88 hanya dibangun 10 rumah, karena ada sejumlah.rumah dari tahun-tahun sebelumnya yang masih ha-rus diselesaikan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, juga dalam tahun 1987/88 para dokter Puskesmas yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik mendapat prioritas untuk melanjutkan pendidikan keahlian.

2) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)

Upaya penting untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita antara lain adalah: meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan KIA. Sampai dengan tahun 1987/88 cakup-an nasional pelayanan KIA telah menjangkau sekitar 63,7% ibu hamil, 55% persalinan dan 50% ibu menyusui.

Jumlah dan mutu tenaga bidan dan dukun bayi terutama di pedesaan sangat menentukan hasil pelayanan KIA. Untuk itu di-lanjutkan dan ditingkatkan terus latihan tenaga-tenaga terse-but. Sampai dengan tahun 1987/88 jumlah dukun bayi yang telah dilatih berjumlah,103.000 orang, atau naik sekitar 25% bila dibandingkan dengan jumlah yang dilatih tahun 1983/84.

Sejak tahun 1985/86 pelayanan KIA di tingkat desa dipa-dukan dengan kegiatan perbaikan gizi, keluarga berencana dan imunisasi, sehingga pelayanan KIA merupakan suatu pelayanan terpadu di pos-pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang dibentuk oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan kesehatan di Posyandu terdiri dari pelayanan pemeriksaan ibu hamil, penim-bangan balita, pemberian makanan tambahan (PMT), imunisasi, penanggulangan diare, pelayanan KB serta penyuluhan gizi dan kesehatan umumnya.

3) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Upaya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) terus digalakkan da-lam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan anak sekolah,

XVIII/9

khususnya tingkat SD, SMTP dan SMTA. Upaya yang dilakukan berupa pemeriksaan berkala untuk menemukan gejala-gejala penyakit secara dini dan pemberian pengobatan tahap pertama, imunisasi kepada anak-anak sekolah, pendidikan kesehatan ten-tang pencegahan penyakit, pembinaan kesehatan lingkungan dan perbaikan gizi.

Sampai dengan tahun 1987/88, UKS telah dilaksanakan oleh semua Puskesmas sehingga dapat mencakup 11.800 SD, dan 2.500 SMTP/A.

4) Pelayanan Rumah Sakit

Untuk pelayanan kesehatan Rumah Sakit, dikenal bentuk mutu pelayanan yang berbeda-beda tergantung pada kelas-kelas RS, yaitu kelas D, C, B dan A. RS kelas D memiliki 25-100 tempat tidur; RS kelas C memiliki 100-400 tempat tidur dan 4 (empat) dokter keahlian dasar (ahli penyakit dalam, ahli be-dah, ahli kandungan/kebidanan dan ahli kesehatan anak); RS kelas B memiliki 400-1.000 tempat tidur, dengan dokter di semua bidang keahlian, dan RS kelas- A memiliki lebih dari 1.000 tempat tidur, dengan dokter sub-spesialis.

Repelita IV tidak lagi mengutamakan pembangunan fisik tetapi lebih memberi tekanan pada perbaikan mutu dan fungsi pelayanan. Untuk itu kebijaksanaan yang ditempuh diarahkan pada penambahan dan peningkatan mutu tenaga dokter dan para-medis, tambahan bantuan obat dan perbaikan manajemen Rumah Sakit dengan latihan dan pendidikan tambahan bagi para penge-lolanya.

Pembangunan fisik RS dalam tahun 1987/88 meliputi ke-giatan lanjutan pembangunan 3 RS Umum dan 4 RS Khusus yang telah dimulai sejak awal Repelita IV. Selain itu dilanjutkan rehabilitasi prasarana fisik dan penyediaan peralatan RS untuk 35 RS. Dalam rangka peningkatan kelas RS dari D dan C, jumlah dan jenis bidang dokter ahli yang ditempatkan di RS kelas C juga terus ditingkatkan. Dalam tahun 1987/88 telah ditempatkan 12 dokter ahli dalam 4 bidang keahlian pokok (Tabel XVIII-3).

Dalam tahun 1987/88, tercatat ada 1.436 buah RS dari berbagai jenis dan kelas, atau bertambah 163 buah bila diban-ding keadaan tahun 1983/84. Demikian pula jumlah tempat ti-dur bertambah dari 104.898 buah pada tahun 1983/84 menjadi

XVIII/10

TABEL XVIII – 3

HASIL USAHA PENINGKATAN PELAYAPAN KESEHATAN MELALUI RUMAH SAKIT (RS),1983/84 - 1987/88 1)

Repelita IV

Jenis Usaha Satuan 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88

1. Pembangunan Rumah Sakit Umum gedung 34 2 1 6 2) -

2. Pembangunan Rumah Sakit Khusus gedung 9 3 1 - -

3. Penempatan dokter- 4 keahlian pokok orang 265 28 38 36 3) 12

4. Rehabilitasi fisik, prasaranadan peralatan

rumahsakit 1.080 123 121 132 35

5. Bantuan kepada RS Swasta (obat-obatan, peralatan, ambulans) rumah

sakit 426 76 94 72 6

6. Bantuan obat-obatan:- RSU Propinsi Rp/hari/TT 250 300 350 350 350- RSU Kabupaten dengan

dokter ahli Rp/hari/TT 200 250 300 300 300

- RSU Kabupaten mendapat Rujukan Rp/hari/TT 100 150 200 200 200dokter ahli

7. RSU Prop/Kab/Kodya diberi Subsidi Bantuan Biaya Operasional (SBBO)

rumahsakit 30 30 30 334 334

8. Pemanfaatan Tempat Tidur RS persen 56,7 58,8 58,9 60,1 63,7

1) Angka tahunan tidak termasuk RS Swasta, ABRI, dan lain-lain 2) Angka diperbaiki3) Tidak termasuk 10 dokter dengan keahlian penunjang

XVIII/11

112.328 buah atau bertambah 7.430 buah tempat tidur. Diban-dingkan dengan tahun 1986/87, dalam tahun 1987/88 terdapat penambahan 25 RSU dari 703 menjadi 728 buah RSU. Penambahan tersebut terdiri dari 21 RS Swasta dan 4 peningkatan RS Ber-salin menjadi RSU milik Pemerintah Daerah dan lain-lain. Di samping itu terdapat pula penambahan 5 RS Khusus Swasta dan penutupan 2 RS Khusus Prop/Kab/Kotamadya, sehingga jumlah RS Khusus seluruhnya dari 705 menjadi 708 buah (Tabel XVIII-4).

5) Pelayanan Kesehatan Gigi

Peningkatan kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan mela-lui pelayanan di Puskesmas dan Rumah-rumah Sakit, serta pe-nyuluhan di sekolah-sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Se-kolah (UKGS). Untuk itu dalam Repelita IV melalui program Inpres Bantuan Sarana Kesehatan, setiap tahunnya ditempatkan sebanyak 100 dokter gigi di Puskesmas dan Rumah Sakit. Para dokter gigi dan sebagian besar perawat gigi di Puskesmas di-lengkapi dengan peralatan kesehatan gigi yang memadai agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Pelayanan medik spesialistik kedokteran gigi (pelayanan bedah mulut dan rehabilitasi atau prostetik) telah dikem-bangkan di sebagian Rumah Sakit, demikian juga untuk pelayan-an kesehatan gigi non spesialistik, telah disediakan di seki-tar 93% Rumah Sakit Umum Pemerintah. Selain. itu untuk pende-rita yang dirawat di Rumah Sakit Khusus dan Rumah Sakit Jiwa telah disediakan pula fasilitas pelayanan kesehatan gigi.

6) Pelayanan Keaehatan Jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa terus ditingkatkan dengan pem-bangunan fasilitas fisik berupa pembangunan baru dan rehabi-litasi sejumlah RS jiwa. Sampai dengan tahun 1987/88 telah terdapat 34 buah RS jiwa dengan 8.026 tempat tidur yang ter-sebar di 24 propinsi di Indonesia. Tiga propinsi yang belum memiliki RS jiwa adalah Kalimantan Tengah, Timor Timur dan Nusa Tenggara Timur.

Cakupan pelayanan kesehatan jiwa diperluas dengan cara pelayanan kesehatan jiwa yang diintegrasikan dengan Rumah Sa-kit dan Puskesmas. Integrasi ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengurangi arus pasien ke RS Jiwa serta dalam rangka pembinaan RS Jiwa atas Puskesmas. Pelayanan yang terintegrasi ini telah mencakup 93 RSU dan 135 Puskesmas.

XVIII/12

TABEL XVIII – 4

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMAPT TIDUR (TT),1983/84 – 1987/88

1) Angka kumulatif2) Angka diperbaiki, kecuali jumlah tempat tidur (TT) RSK Pusat tahun 1986/87

XVIII/13

7) Laboratorium Kesehatan

Laboratorium kesehatan merupakan unsur penting dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu sejak Repelita III telah dibangun sejumlah Balai-balai Laboratorium Kesehatan di berbagai daerah. Untuk meningkatkan fungsi balai-balai tersebut, telah dilakukan penambahan peralatan laboratorium, ruangan, sarana listrik, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahun 1987/88 jumlah laboratorium RS Kabupaten yang telah mendapat tambahan peralatan mencapai 240 RS.

Peningkatan mutu pelayanan laboratorium dilaksanakan se-cara berkelanjutan melalui pembinaan laboratorium RS Kabupa-ten, Puskesmas dan laboratorium swasta. Dalam tahun 1987/88 jumlah laboratorium swasta yang telah dinilai mencapai 450 buah. Selain itu di bidang hematologi, peserta yang mengikuti pemantapan kualitas berjumlah 300 orang atau meningkat seba-nyak 235 orang dibandingkan dengan tahun 1985/86.

b. Program Pemberantasan Penyakit Menular

Sasaran Program ini adalah menurunkan angka sakit dan kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit menular de-ngan cara lebih meningkatkan cakupan intensitas, pencegahan dan pemberantasan beberapa penyakit menular yang diperkirakan angka sakitnya belum dapat diturunkan. Untuk itu pemberan-tasan penyakit menular diprioritaskan bagi penyakit-penyakit yang mempunyai ciri-ciri (a) angka sakit dan atau angka kema-tiannya tinggi; (b) dapat menimbulkan wabah; (c) menyerang bayi, anak-anak, dan golongan usia produktif terutama di antara penduduk daerah pedesaan dan penduduk berpenghasilan rendah di daerah perkotaan; (d) tersedia metode dan teknologi pemberantasan yang efektif; dan (e) termasuk dalam ikatan perjanjian internasional, seperti Internasional Health Regu-lation (IHR) serta Undang-undang Wabah dan Karantina.

Kebijaksanaan pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Menular tahun 1987/88 adalah melanjutkan usaha kegiatan pem-berantasan pada tahun sebelumnya, yaitu: (1) kegiatan pembe-rantasan penyakit menular diintegrasikan dalam setiap kegiat-an di Puskesmas; (2) pencarian dan penemuan penderita dilak-sanakan secara aktif dan pasif; (3) meningkatkan cakupan pro-gram dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif; (4) me-ningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral di

XVIII/14

semua tingkatan; (5) meningkatkan kerjasama regional dan internasional dalam pengembangan program; dan (6) meningkat-kan kualitas tenaga dengan pelatihan baik teknis maupun admi-nistrasi.

1) Penyakit Malaria

Pemberantasan penyakit malaria dititikberatkan pada usaha menurunkan jumlah penderita dan menanggulangi wabah yang ter-jadi di Jawa-Bali dan melindungi penduduk yang telah "kebal" terhadap penyakit malaria dan atau yang pindah dari pulau Jawa dan Bali, serta menurunkan jumlah penderita di daerah yang keadaan sosial ekonominya relatif lebih rendah, daerah transmigrasi dan daerah pemukiman baru.

Usaha-usaha pemberantasan penyakit malaria dalam Repeli-ta IV dilakukan melalui pengumpulan dan pemeriksaan sediaan darah, penyemprotan rumah dengan racun serangga, dan peng-obatan bagi penderita tersangka malaria.

Dalam tahun 1987/88 sasaran kegiatan berbagai "upaya pem-berantasan malaria lebih rendah dibandingkan sasaran tahun-tahun sebelumnya. Sediaan darah yang dikumpulkan dan dipe-riksa berjumlah sedikit lebih dari 4 juta sediaan atau seki-tar 55% sasaran tiga tahun sebelumnya. Jumlah penderita yang diobati hampir mencapai 4 juta orang atau sekitar 50% sasaran tahun sebelumnya. Sedang jumlah rumah yang disemprot sebanyak kurang lebih 400 ribu rumah atau sekitar 15-25% pe-nyemprotan dari tahun-tahun sebelumnya (Tabel XVIII-5). Penu-runan sasaran ini disebabkan antara lain karena sudah menurun-nya jumlah kasus malaria di Jawa-Bali, dan kegiatan penyem-protan lebih dipusatkan di daerah transmigrasi dan pemukiman baru serta daerah-daerah yang angka malarianya masih tinggi.

2) Penyakit Diare/Kholera

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, upaya pemberan-tasan penyakit diare/kholera (muntaber) dalam jangka pendek ditujukan untuk sejauh mungkin mencegah kematian penderita diare/kholera melalui penemuan dan pertolongan kepada pende-rita sedini mungkin. Sedang dalam jangka panjang upaya penu-runan angka kematian karena penyakit diare dilakukan melalui peningkatan sarana pengobatan di Puskesmas. Dengan demikian Puskesmas dapat berfungsi sebagai pusat rehidrasi dalam usaha pelayanan kesehatan, dan juga upaya penyuluhan agar masyarakat

XVIII/15

TABEL XVIII - 5

PERKEMBANGAN USAHA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR,1983/84 - 1987/88 1)

(dalam ribuan)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/16

berperan aktif dalam upaya pemberantasan penyakit diare. Untuk itu di Puskesmas-puskesmas dilaksanakan Program Pe-ngembangan Pemberantasan Penyakit Diare (P4D).

Dalam tahun 1987/88, jumlah P4D meningkat sangat menyo-lok apabila dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan pe-nanggulangan penyakit diare. Oleh karena itu cakupan penca-rian dan pengobatan penderita meningkat dari 27.000 orang da-lam tahun 1986/87 menjadi 50.000 orang lebih dalam tahun 1987/88 untuk kholera, dan dari 2,5 juta orang menjadi hampir 3 juta orang untuk diare (Tabel XVIII-5).

Untuk meningkatkan efisiensi upaya penanggulangan diare/ kholera, khususnya pada anak-anak, dipadukan dengan program-program lain di pos-posyandu. Seperti telah diuraikan di muka, posyandu merupakan bentuk peranserta masyarakat dengan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dibantu oleh tenaga profesio-nal dari Puskesmas. Dengan adanya Posyandu jumlah kematian anak akibat diare dapat terus ditekan. Persentase kematian akibat diare menurun dari 0,046% tahun 1983/84 menjadi 0,034% tahun 1987/88.

3) Penyakit Demam Berdarah (Arbovirosis)

Dalam rangka pemberantasan penyakit Demam Berdarah De-ngue (DBD) dilakukan berbagai kegiatan, antara lain abatisasi massal, pembersihan sarang nyamuk (PSN), penyelidikan epide-miologi, dan pengasapan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif.

Aplikasi abate terus menurun sejak tahun 1983/84, bahkan dalam tahun 1987/88 tidak dilakukan aplikasi abate. Dalam tahun 1987/88 penanggulangannya lebih ditekankan pada penyu-luhan kepada masyarakat tentang kebersihan lingkungan dan pembasmian sarang-sarang nyamuk pembawa penyakit demam berda-rah dengan mengikutsertakan masyarakat. Namun demikian apabi-la sewaktu-waktu ada gejala bahwa dengan penyuluhan dan ke-bersihan lingkungan, penyakit DBD masih berjangkit, maka pemberantasan jentik dengan racun serangga abate tetap akan dilanjutkan.

4) Penyakit Tuberkulosa Paru

Pemberantasan penyakit TB Paru dalam tahun 1987/88 masih

XVIII/17

ditekankan pada usaha pencegahan, yaitu vaksinasi BCG pada anak dan kegiatan penyuluhan, sedangkan pemeriksaan bakterio-logi dan pengobatan dilakukan pada Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) dan Rumah Sakit. Usaha pencegahan dengan menggunakan vaksinasi BCG dalam tahun 1987/88 ditingkatkan sampai mencapai hampir 3,5 juta anak atau meningkat 12-25% dari tahun-tahun sebelumnya.

5) Penyakit Kaki Gajah dan Demam Keong

Kegiatan pemberantasan penyakit kaki gajah (filariasie) dan demam keong (schistoeomiasis) difokuskan pada sasaran yang sangat memerlukan perhatian. Oleh karena itu sejak tahun 1984/85 berturut-turut setiap tahunnya kegiatan survai darah dan pengobatan massal makin berkurang. Selanjutnya perhatian lebih ditekankan kepada kegiatan penyuluhan kesehatan.

Sementara itu upaya untuk pencegahan dan pemberantasan demam keong dilanjutkan, terutama di daerah endemik, yaitu di danau Lindu, Sulawesi Tengah. Sejak tahun 1983/84 sampai ta-hun 1987/88 berturut-turut dilaksanakan survai tinja terhadap sekitar 260,1 ribu spesimen.

6) Imunisasi

Dalam rangka upaya menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, imunisasi memegang peranan penting. Oleh, karena itu sejak awal Repelita IV, setiap tahunnya jenis dan cakupan imunisasi terus ditingkatkan. Dalam tahun 1987/88 cakupan untuk berbagai jenis imunisasi (BCG, TFT/TT, DPT, polio, DT, dan campak) masing-masing meningkat sekitar 100 - 600 ribu anak, kecuali untuk DT yang menurun kira-kira 300 ribu anak (Tabel XVIII-5).

Peningkatan cakupan tersebut antara lain disebabkan ka-rena dipadukannya program imunisasi dengan kegiatan lain di Pos-posyandu. Dengan keterpaduan ini angka kematian bayi da-pat ditekan dari 90,3 per 1.000 kelahiran hidup dalam tahun 1983/84 menjadi kurang dari 70 per 1.000 dalam tahun 1987/88.

7) Penyakit Kusta

Pemberantasan penyakit kusta terutama diarahkan di daerah-daerah dengan angka sakit tinggi, antara lain Sulawesi, Malu-ku, dan Irian Jaya. Upaya yang dilakukan untuk pemberantasan

XVIII/18

penyakit kusta. ini mencakup berbagai kegiatan, seperti peme-riksaan orang kontak (orang yang mempunyai hubungan dekat atau kontak pribadi dengan penderita kusta dalam waktu lama), pemeriksaan anak Sekolah Dasar, penemuan penderita baru, pengobatan teratur terhadap penderita, evaluasi teratur ter-hadap penderita dan survai fokus. Dalam tahun 1987/88 peme-riksaan terhadap orang kontak dan anak sekolah terus dilan-jutkan.

Di samping pengobatan jalan, untuk penderita yang memer-lukan perawatan di Rumah Sakit Kusta diberikan perhatian khu-sus, berupa perawatan kesehatan dan rehabilitasi.

8) Penyakit Gila Anjing (Rabies) dan Pes

Dalam Repelita IV upaya pemberantasan penyakit rabies terus ditingkatkan, mengingat penyakit rabies ini tetap meng-ancam kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, seperti dalam tahun-tahun sebelumnya, maka usaha pemberantasan penyakit ra-bies melalui pengumpulan dan pemeriksaan sediaan tersangka rabies tetap dilanjutkan selama tahun 1987/88.

Meskipun penyakit pes pada manusia sudah tidak ditemukan lagi di Indonesia sejak tahun 1970, di daerah yang diduga menjadi fokus pes, seperti Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, masih ditemukan kuman tersebut pada tikus. Untuk itu selama tahun 1987/88 upaya pengamatan ("survailans") terus diting-katkan, demikian juga dengan upaya pengumpulan spesimen terus dilanjutkan.

9) Penyakit Cacing Tambang dan Parasit Perut lainnya

Penyakit cacing tambang dan parasit perut lainnya banyak diketemukan di daerah-daerah pertambangan dan perkebunan. Oleh karena itu upaya pemberantasannya diutamakan di daerah-daerah tersebut. Dalam tahun 1987/88 usaha yang dilakukan untuk menunjang upaya pemberantasan adalah dengan pemeriksaan sediaan darah (untuk hemoglobin) dan sediaan tinja, yang merupakan kegiatan lanjutan tahun-tahun sebelumnya.

10) Penyakit Anthrax

Penyakit anthrax terutama dikenal di daerah-daerah ende-mis, yaitu di daerah-daerah Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Timor Timur. Dalam tahun 1987/88 upaya pemberantasan di

XVIII/19

daerah-daerah endemis tersebut, meliputi pemeriksaan spesimen dan pengobatan bagi tersangka penderita anthrax.

11) Penyakit Kelamin

Pemberantasan penyakit kelamin diutamakan pada pemberan-tasan Syphilis dan Gonorhoe (GO) di kota-kota besar dan daerah pelabuhan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, maka dalam tahun 1987/86, pemeriksaan darah tetap dilaksanakan. Dan ke-pada tersangka yang ternyata positif menderita syphilis atau GO diberikan pengobatan.

12) Penyakit Frambusia

Melanjutkan upaya tahun-tahun sebelumnya, maka dalam ta-hun 1987/88, dalam rangka pemberantasan penyakit frambusia, telah dilaksanakan pemeriksaan dan pengobatan penderita pe-nyakit frambusia. Dengan makin digalakkannya pemeriksaan dan pengobatan penderita frambusia dalam Repelita IV, maka jumlah penderita cenderung terus berkurang.

13) Karantina dan Kesehatan Pelabuhan

Pencegahan penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wi-layah lain dilakukan melalui kegiatan kesehatan pelabuhan, kesehatan haji, pengamatan perpindahan penduduk, isolasi pen-derita penyakit-penyakit menular, serta pengamatan penyakit menular dan vektornya.

Penyakit menular yang diamati adalah penyakit menular yang langsung menimbulkan masalah kesehatan dan penyakit me-nular yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di-kemudian hari. Untuk itu dilakukan pula pengamatan terhadap vektor/penular penyakit. Kegiatan tersebut dilaksanakan me-lalui penelitian lapangan dan "survailans"'oleh satuan-satuan pengamatan epidemiologi.

Sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1987/88 telah dilakukan pengamatan terhadap lebih dari 180.000 orang jemaah haji atau rata-rata sekitar 45.000 orang jemaah haji setiap tahunnya, dan pengamatan terhadap bahaya penyakit menular khususnya malaria di 140 daerah transmigrasi.

Sampai dengan tahun 1987/88, telah dilakukan lebih dari 2.250 penelitian kasus, penelitian penyakit tertentu di 236

XVIII/20

RS, pengambilan sekitar 8.940 sampel, dan penyebaran sekitar 28.000 bulletin Epidemiologi.

c. Program Perbaikan Gizi

Program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan ke-mampuan masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan status gizi golongan rawan gizi; yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok yang berpenghasilan rendah, baik di desa maupun di kota. Peningkatan status gizi golongan rawan erat. kaitannya dengan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita.

Beberapa kegiatan program perbaikan gizi yang dilaksana-kan dalam Repelita IV adalah: (1) usaha perbaikan gizi ke-luarga (UPGK), (2) penanggulangan kekurangan vitamin A (KVA), (3) penanggulangan anemia gizi besi, (4) penanggulangan gang-guan kekurangan iodium (GAKI), dan (5) pengembangan kewaspa-daan pangan dan gizi (SKPG).

Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) merupakan kegiatan perbaikan gizi yang dirintis sejak Repelita II. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan keadaan gizi keluarga, terutama di pedesaan. Hal tersebut dilakukan melalui penyuluhan gizi dan pelayanan di masyarakat dan keluarga. Sasaran utama UPGK adalah bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui, keluarga, dan masyarakat.

Untuk sasaran bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui, kegiatan-kegiatan UPGK sejak tahun 1986/87 dipadukan dengan kegiatan-kegiatan program lain di Pos-posyandu. Kegiatan UPGK yang dipadukan dalam Pos-posyandu adalah penimbangan ba-lita, pemberian vitamin A, pil zat besi, penyuluhan gizi de-ngan atau tanpa pemberian makanan tambahan. Posyandu adalah salah satu bentuk peranserta masyarakat di bidang pelayanan kesehatan.

Di samping kegiatan yang dipadukan di Posyandu, UPGK mempunyai kegiatan lain, yaitu kegiatan yang lebih terkait dengan bidang pertanian, bidang pendidikan, agama, pemerintah daerah, dan swadaya masyarakat. Kegiatan tersebut adalah penyuluhan gizi untuk keluarga dan upaya peningkatan peman-faatan pekarangan untuk penganekaragaman dan perbaikan kon-sumsi pangan keluarga.

XVIII/21

Sampai dengan tahun 1987/88, jumlah desa UPGK telah mencapai 52.694 desa, sedang Posyandu seluruhnya telah ber-jumlah 199.614. Khusus untuk tahun 1987/88 jumlah Posyandu telah bertambah dengan 60.000 buah. Dengan perluasan desa UPGK dan Posyandu telah dilayani sekitar 16 juta anak balita.

Preparat vitamin A dosis tinggi diberikan kepada anak balita untuk mencegah dan menanggulangi penyakit kekurangan vitamin A. Dalam tahun 1987/88 anak balita yang memperoleh vitamin A dosis tinggi berjumlah sekitar 2.400.000 anak. Se-lain itu penanggulangan kekurangan vitamin A digalakkan pula melalui penyuluhan gizi, pemanfaatan tanaman pekarangan dalam program UPGK, dan fortifikasi vitamin A dalam bahan penyedap makanan. Penanggulangan kekurangan vitamin A dapat mencegah bahaya kebutaan, dan juga dapat mendorong upaya penurunan angka kematian balita.

Pemberian suplementasi tablet zat besi kepada ibu hamil, anak sekolah dan pekerja berpenghasilan rendah dilakukan dalam rangka penanggulangan anemia gizi, dan dilaksanakan melalui Puskesmas dan UPGK. Dalam tahun 1987/88 sekitar 1.397.300 ibu hamil telah mendapat tablet zat besi.

Penyakit gondok endemik merupakan salah satu gangguan akibat kurang iodium (GAKI) yang dapat menyebabkan Gondok Endemik dan Kretin. Dalam jangka pendek masalah ini ditanggu-langi dengan pemberian preparat minyak beriodium, dan dalam jangka panjang ditanggulangi melalui perbaikan konsumai zat iodium dalam makanan, yakni iodisasi garam. Dalam tahun 1987/88 sekitar 16,5 juta lebih penduduk di daerah gondok endemik telah memperoleh suntikan minyak beriodium.

Kegiatan penkembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) yang dirintis sejak Repelita III dilanjutkan dalam ta-hun 1987/88. SKPG adalah upaya pemantauan untuk memperoleh informasi dini mengenai keadaan pangan dan perkembangan pola konsumsi pangan penduduk di tingkat pedesaan. Kegiatan ini bertambah 5 propinsi sejak tahun 1983/84, sehingga dalam ta-hun 1987/88 telah dilaksanakan di 10 propinsi.

Dalam tahun 1987/88 tetap dilanjutkan kegiatan latihan/ kursus tenaga pengelola dan pelaksana institusi gizi di tingkat Pusat dan Regional, dalam rangka meningkatkan pelayanan gizi di lembaga-lembaga kesehatan, khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat Pemerintah ataupun Swasta.

XVIII/22

d. Program Penyediaan Air Bersih Pedesaan

Program penyediaan air bersih merupakan penunjang dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, terutama penyakit kholera/gastroenteritis. Program penyediaan air ber-sih terutama dilaksanakan melalui Inpres Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan.

Dalam tahun 1987/88 diadakan penilaian terhadap pelaksa-naan program penyediaan air bersih pada tahun-tahun sebelum-nya. Oleh karena itu dalam tahun 1987/88 untuk sementara ti-dak dilaksanakan pembangunan sarana-sarana air bersih yang baru. Jumlah sarana yang dibangun dalam tahun 1987/88 (Ta-bel XVIII-1) merupakan penyelesaian dari sarana yang dibangun pada tahun 1986/87.

Sementara itu program penyediaan air bersih untuk ta-hun 1987/88 ditekankan pada penyuluhan kesehatan untuk me-ningkatkan motivasi masyarakat agar makin berperan dalam me-melihara sarana-sarana tersebut.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Dalam Repelita IV Program penyehatan lingkungan pemukim-an (PLP) meliputi upaya-upaya penyehatan perumahan, pemba-ngunan jamban keluarga (JAGA), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan jamban sekolah (JAMLAH). Pelaksanaan program PLP merupakan suatu kesatuan dari program penyediaan air bersih. Seperti halnya sarana air bersih pedesaan, kegiatan program PLP dalam tahun 1987/88 lebih ditekankan pada penyuluhan ke-sehatan. Dengan demikian pembangunan fisik berbagai sarana PLP untuk tahun 1987/88 merupakan penyelesaian kegiatan tahun 1986/87.

Sementara itu dalam tahun 1987/88 pengawasan mutu ling-kungan dilaksanakan seperti halnya tahun 1986/87, yaitu mela-lui kegiatan-kegiatan: (a) pemeriksaan tempat umum, tempat pembuatan, penyimpanan dan penjualan penyajian makanan dan minuman (TP2M), serta tempat penyimpanan, penggunaan dan peredaran pestisida; (b) pengawasan terhadap kejadian kera-cunan makanan; (c) penilaian terhadap TP2M; (d) peningkatan sanitasi perumahan dan lingkungan; (e) pengendalian pencemar-an pestisida; dan (f) pengawasan pembuangan sampah, sanitasi industri, dan sanitasi tempat pengelolaan pestisida. Dalam rangka pengawasan. tersebut fungsi Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) makin ditingkatkan.

XVIII/23

f. Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, program penyuluhan kesehatan masyarakat ditujukan untuk me-ningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatan-nya, agar dapat menolong dirinya sendiri untuk melaksanakan cara hidup sehat dan berperan aktif dalam upaya kesehatan. Program penyuluhan kesehatan masyarakat terutama dilaksanakan melalui Puskesmas dan.Rumah Sakit dengan cara pendekatan ke-lompok serta peningkatan peranserta dan swadaya masyarakat.

Dalam tahun 1987/88 telah dilakukan penyebarluasan in-formasi kesehatan sebanyak lebih dari 3.482 kali melalui ra-dio, 95 kali melalui televisi, 327 kali pameran, dan 358 kali pemutaran film, didukung dengan poster simulasi, buku pedoman dan "billboard". Pesan-pesan penyuluhan kesehatan yang di-tonjolkan adalah tentang gizi (termasuk ASI), imunisasi, pe-nanggulangan diare, dan keluarga berencana.

g. Program Pengendalian, Pengadaan dan Pengawasan Obat, Makanan dan sebagainya

Pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan obat diutamakan penyediaan obat produksi dalam negeri. Dalam pengadaan obat, prioritas utama adalah pada pengadaan obat esensial.

Untuk memperlancar distribusi obat, dalam tahun 1987/88 pembangunan gudang penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan tetap dilanjutkan. Gudang-gudang tersebut dibangun di tingkat Kabupaten/Kotamadya dan dilengkapi dengan tenaga pengelola. Sejalan dengan makin meningkatnya produksi dan distribusi obat, dalam tahun 1987/88 jumlah pedagang besar farmasi (PBF) dan apotik bertambah masing-masing dengan 30 dan 281 buah (Tabel XVIII-6).

Dengan adanya peningkatan produksi dan peredaran obat, termasuk obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan serta makanan dan minuman, maka ditingkatkan kegiatan pengendalian dan pengawasan, agar produk-produk yang beredar bermutu baik dan memenuhi persyaratan atandar. Demikian pula pengawasan terhadap produksi, peredaran dan penggunaan narkotika, psiko-tropika dan minuman keras telah semakin diperketat. Selanjut-nya, dalam rangka pengamanan obat dan makanan, kegiatan pemeriksaan terhadap sarana produkai dan distribusi telah di-tingkatkan secara lebih intensif. Sementara itu, telah dila-kukan registrasi obat dalam rangka rasionalisasi terhadap

XVIII/24

TABEL XVIII – 6

PERKEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI OBAT-OBATAN,

1983/84 - 1987/88 l)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

obat yang beredar di masyarakat agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan program kesehatan.

Upaya lebih lanjut dalam peningkatan pengawasan produksi dan distribusi obat, makanan dan perbekalan farmasi lainnya, dilaksanakan dengan pendidikan dan latihan di bidang peng-awasan. Dalam tahun 1987/88 telah dididik/dilatih sebanyak 151 orang Polisi Khusus/Penyidik dan 106 orang Penilik Obat dan Makanan.

]alam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu dan me-tode pengujian yang berkembang pesat, dalam tahun 1987/88 te-lah tersedia peralatan laboratorium sebanyak 373 buah di 27 propinsi dan pusat POM, untuk menguji produk-produk obat di masyarakat.

Sementara itu dalam tahun 1987/88 telah tersedia - pula

XVIII/25

berbagai pengaturan dalam bidang produksi dan distribusi obat, makanan, serta.perbekalan lainnya dalam rangka mening-katkan upaya pengamanan dan menjaga mutu hasil produksi. Se-bagai pedoman telah disusun dan dicetak buku-buku Materi Me-dika vol.IV, Kodeks Kosmetika Indonesia jilid I, II, dan III; Farmakope Indonesia Edisi III; Pedoman Cara Produksi Obat yang Baik-(CPOBB); Informatorium Obat Esensial; Kodeks Ma-kanan Indonesia jilid I - III; Pemanfaatan Tanaman Obat Senarai Tumbuhan Obat Indonesia; Cara Pembuatan Simplisia; Sediaan Galenik, TOGA (Tanaman Obat Keluarga); Buku Pandu-an dan Penyuluhan Bahan Berbahaya, dan Pengkajian Monogra-fi Farmacopy Indonesia III secara laboratorium. Telah dike-luarkan pula Peraturan Menteri Kesehatan tentang bahan berba-haya; zat warna yang diizinkan untuk kosmetika; obat keras tertentu; pemanis buatan; pengganti air susu ibu (ASI); zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, dan makanan daluwarsa.

h. Program Pendidikan, Latihan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan

Penyediaan tenaga kesehatan yang bermutu dan memadai, baik dalam jumlah maupun jenis keahliannya,.merupakan tujuan dari program Pendidikan, Latihan dan Pendayagunaan Tenaga Ke-sehatan.

Jumlah tenaga kesehatan dalam tahun 1987/88 bertambah dengan 15.991 orang, terdiri dari 1.591 dokter, 7.281 perawat kesehatan (termasuk bidan), 5.557 paramedis bukan perawat dan 1.562 tenaga akademis bidang keaehatan. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tambahan tenaga tahun 1987/88 menunjukkan angka yang lebih besar terutama untuk perawat ke-sehatan dan paramedis non perawat, termasuk pekarya kesehatan (Tabel XVIII-7). Dengan demikian jumlah dokter dan perawat kesehatan sampai dengan tahun 1987/88 masing-masing adalah 23.084 dan 64.087 orang. Apabila jumlah penduduk dalam ta-hun 1987/88 171,6 juta, maka rasio dokter terhadap penduduk dan perawat kesehatan serta bidan terhadap penduduk dalam ta-hun 1987/88 masing-masing adalah 1:7.400, dan 1:2.700. Da-lam tahun 1983/84 rasio tersebut adalah untuk dokter 1:9.100 dan untuk perawat kesehatan serta bidan 1:3.600.

Di samping itu jumlah institusi pendidikan tenaga kese-hatan terus ditambah sehingga daya tampung institusi pendi-dikan tenaga kesehatan meningkat. Sementara itu secara ber-tahap dikembangkan institusi pendidikan tenaga kesehatan,

XVIII/26

TABEL XVIII – 7

PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN,1983/84 – 1987/88

Repelita IV

Jenis Tenaga 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 2)

1. Dokter 1.591

2. Perawat)

) Perawat Kesehatan 4.651 3.619 3.861 4.675 7.2813. Bidan )

4. Paramedis Non Perawat dan

Pekarya Kesehatan 11.058 2.210 1.232 6.840 5.557

5. Tenaga akademis bidang

Kesehatan 656 928 561 652 1.562

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/27

yang selain dapat menghasilkan tenaga kesehatan yang teram-pil, juga dapat bertindak sebagai sumber informasi dan pendu-kung peningkatan IPTEK bidang kesehatan.

Selanjutnya kegiatan latihan pegawai juga terus diting-katkan sampai dengan tahun 1987/88 jumlah pegawai yang te-lah mengikuti latihan adalah 111.399 orang, yang diberikan kepada 76.228 orang untuk latihan teknis kesehatan, 12.771 orang untuk latihan administrasi dan manajemen, 3.278 orang untuk latihan pelatih, dan .19.122 orang untuk latihan pra-jabatan.

i. Program.Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Kesehatan

Dalam rangka peningkatan perencanaan dan penilaian pem-bangunan kesehatan, selama Repelita IV telah dilaksanakan pe-nyusunan rencana tahunan kesehatan, peningkatan kemampuan pe-rencanaan tingkat propinsi dengan melatih 49 orang tenaga pe-rencana, dan juga telah selesai disusun modul latihan peren-canaan kesehatan di Daerah Tingkat II. Di samping itu dalam tahun 1987/88 telah dilakukan pula pemeriksaan terhadap lebih dari 57 proyek pembangunan/satuan kerja sehingga selama Re-pelita IV telah diperiksa sekitar 1.005 proyek pembangunan/ satuan kerja. Dari pemeriksaan tersebut ternyata jumlah kasus penyimpangan yang ditemukan cenderung menurun.

Dalam tahun 1987/88 Pusat Data Kesehatan terus mening-katkan upaya komputerisasi sistem informasi Puskesmas dan ru-mah sakit di 8 kabupaten panduan, yang dimulai pada awal Repelita IV. Dalam upaya ini termasuk pengembangan dan pem-binaan sistem pengumpulan dan pengolahan data pelaporan ter-padu upaya kesehatan Puskesmas.

B. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Pendahuluan

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dalam tahun keempat Repelita IV merupakan kelanjutan, peningkatan, per-baikan dan perluasan segala kegiatan yang bersifat pelayan-an, terutama kepada kelompok masyarakat yang kurang berun-tung. Penekanan pelayanan lebih diutamakan pada kegiatan yang berfungsi pembinaan dan usaha-usaha untuk menjadikan kelom-pok masyarakat kurang beruntung dapat hidup secara mandiri dan produktif sehingga dapat berpartisipasi dalam kegiatan

XVIII/28

kegiatan pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui pendekatan perorangan, kelompok, dan juga melalui wadah/organisasi-organisasi sosial yang ada dalam masyarakat sendiri.

Karena masalah sosial merupakan masalah yang menyangkut kesadaran sosial, disiplin sosial dan tanggungjawab sosial masyarakat, maka penanggulangannya telah diupayakan dengan peranserta masyarakat secara terpadu dan terarah. Upaya ini telah menunjukkan adanya hasil-hasil yang menggembirakan. Misalnya makin banyak organisasi-organisasi sosial yang ikut terjun menangani masalah-masalah sosial. Demikian pula sudah semakin banyak perorangan yang relatif mampu mulai tergugah hatinya untuk membantu anggota-anggota atau kelompok-kelompok masyarakat yang hidupnya kurang beruntung.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan di bidang kesejahteraan sosial yang telah dan sedang dilakukan selama ini adalah:

a. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial diselenggarakan sebagai kelanjutan peningkatan dan perluasan semua usaha, yang telah dilaksanakan sebelumnya dalam bidang kesejahteraan sosial. Khusus dalam Repelita IV dilaksa-nakan dalam rangka membantu menciptakan kerangka landas-an dalam Repelita berikutnya.

b. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dilaksanakan me-lalui usaha-usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu aistem yang melembaga dan sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pem-bangunan seluruh masyarakat Indonesia.

c. Usaha kesejahteraan sosial yang mencakup semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kese-jahteraan sosial, dilaksanakan bersama sebagai tanggung-jawab bersama Pemerintah dan masyarakat.

d. Sumber-sumber kesejahteraan sosial yang berasal dari dan berada di masyarakat digerakkan, diarahkan dan didayagu-nakan secara optimal untuk meningkatkan daya mampu dan daya jangkau penanggulangan permasalahan kesejahteraan sosial.

XVIII/29

e. Usaha-usaha yang bersifat rehabilitatif dilaksanakan se-imbang serta sejalan dengan usaha-usaha yang bersifat pencegahan.

f. Pembinaan dan pengembangan partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial diusahakan secara terus menerus.

g. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dilaksanakan secara terpadu dan dilaksanakan dengan bekerja sama de-ngan semua bidang yang berkaitan dengan upaya penanggu-langan permasalahan sosial.

3. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Program ini bertujuan terutama untuk mencegah timbulnya masalah-masalah kerawanan sosial dalam masyarakat luas. Di samping itu program ini juga bertujuan mengembangkan swadaya sosial masyarakat, terutama swadaya sosial golongan masyara-kat rawan sosial, rawan budaya dan rawan ekonomi, baik yang bertempat tinggal di pedesaan maupun yang tinggal di perkota-an, dengan maksud agar mereka mampu memperbaiki dan mening-katkan taraf hidupnya.

Dalam pelaksanaannya program ini lebih banyak melibatkan peranserta organisasi-organisasi sosial, pekerja-pekerja so-sial masyarakat, generasi muda seperti Karang Taruna dan kaum wanita. Dengan demikian partisipasi sosial masyarakat jadi lebih meluas dan melembaga dalam usaha-usaha pembangunan pada umumnya dan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial pada khususnya. Berkat partisipasi sosial masyarakat tersebut, usaha-usaha kesejahteraan sosial yang berbasiskan masyarakat makin meluas dan melembaga.

Pembinaan kesejahteraan sosial diberikan dalam bentuk bimbingan mental, dorongan sosial dan ntotivasi, latihan-la-tihan keterampilan, dan penyediaan stimulan dalam wujud paket-paket usaha produktif.

Program tersebut di atas. telah dilaksanakan, melalui berbagai kegiatan pokok sebagai berikut:

XVIII/30

1) Pembinaan Potensi Kesejahteraan Sosial Masyarakat Desa dan Swadaya Masyarakat dalam Masalah Perumahan dan Lingkungan

Melalui kegiatan ini telah dilaksanakan pengembangan upaya penggalian dan pemanfaatan potensi kesejahteraan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Kegiatan ini terutama dilaku-kan di daerah-daerah rawan sosial ekonomi di pedesaan, seba-gai usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial ma-syarakat setempat. Dalam tahun 1987/88 telah berhasil dibina 245 desa, sehingga selama empat tahun Repelita IV (1984/85 - 1987/88) desa yang dibina seluruhnya telah berjumlah sekitar 4.990 buah.

Dalam hal kegiatan pemugaran perumahan desa, telah di-tumbuhkan dan dikembangkan semangat gotong royong guna memu-gar rumah-rumah mereka sendiri dengan memanfaatkan sepenuh-nya potensi sosial dan alam lingkungan yang tersedia di daerahnya. Kegiatan ini telah berhasil meningkatkan penataan dan mutu perumahan serta lingkungan yang sehat dan teratur yang memenuhi syarat-syarat kesejahteraan sosial di kalangan keluarga binaan. Bentuk bimbingan yang dilakukan selama ini adalah memberikan bantuan stimulan berupa: peralatan kerja produktif, peralatan pertukangan serta olahan bahan perumahan yang dapat meningkatkan swadaya dan swakarya mereka dalam me-mugar rumah-rumahnya secara bergantian atau bergilir.

Sejak tahun pertama Repelita IV penanganan pemugaran/ perbaikan perumahan desa dan lingkungan dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir, bersama-sama dengan Ditjen Pemba-ngunan Desa dan Ditjen Cipta Karya yang juga menangani pemu-garan perumahan desa. Dengan cara penanganan bersama ini, se-lama empat tahun pertama Repelita IV telah dapat dibantu pe-mugaran sekitar 69.990 rumah yang tersebar di 4.666 desa. Khusus dalam tahun 1987/88 telah berhasil dipugar sebanyak 18.165 rumah di 1.211 desa. Jumlah tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan apa yang berhasil dilaksanakan dalam ta-hun 1986/87 yang hanya mencapai 13.650 rumah yang meliputi 910 desa (Tabel XVIII-8). Peningkatan tersebut terjadi antara lain karena semakin baiknya organisasi penanganan.

2) Penyuluhan Sosial dan Pembinaan Pekerja Sosial Masya-rakat (PSM)

Penyuluhan sosial sebagai gerak dasar usaha kesejahtera-an sosial dilakukan dalam rangka menciptakan kondisi sosial

XVIII/31

TABEL XVIII - 8

PELAKSANAAN PEMBINAAN SWADAYA MASYARAKAT BIDANG PERUMAHANDAN LINGKUNGAN MENURUT DARRAH TINGKAT I,

1983/84 - 1987/88

(KK)

No. Daerah Tingkat IPropinsi 1983/84

Repelita IV

1984/85 1985/86 1986/871) 1987/88

1. DKI Jakarta 300 750 - 600 1.4702. Jawa Barat 450 1.665 1.755 1.125 2.310

3. Jawa Tengah 510 1.815 2.445 1.260 2.115

4. DI Yogyakarta 360 555 555 180 105

5. Jawa Timur 510 1.665 1.615 1.110 2.295

6. Daerah Istimewa Aceh 180 960 1.005 675 645

7. Sumatera Utara 300 480 600 585 840

8. Sumatera Barat 270 600 645 600 1.020

9. R i a u 180 495 540 285 36010. J a m b i 150 390 435 375 375

11. Sumatera Selatan 180 435 480 480 55512. Lampung 330 420 450 735 825

13. Kalimantan Barat 150 570 645 420 450

14. Kalimantan Tengah 150 360 390 480 525

15. Kalimantan Selatan 150 465 510 495 435

16. Kalimantan Timur 150 255 360 300 300

17. Sulawesi Utara 150 780 825 420 405

18. Sulawesi Tengah 150 495 525 450 435

19. Sulawesi Selatan 240 915 975 705 1.18520. Sulawesi Tenggara 150 240 375 300 330

21. Maluku 150 240 450 240 21022. B a 1 i 150 825 960 240 75

23. Nusa Tenggara Barat 450 930 1.050 315 255

24. Nusa Tenggara Timur 300 795 975 420 7525. Irian Jaya 450 180 375 210 -

26. Bengkulu 270 480 510 435 405

27. Timor Timur 120 240 525 210 165

Jumlah 2) 6.900 18.000 20.175 13.650 18.165

1) Angka diperbaiki3) Dengan rata-rata 15 KK untuk satu desa, maka

cakupan jumlah desa adalah : Tahun 1983/84 : 460 desa Tahun 1984/85 : 1.200 desaTahun 1985/86 : 1.345 desaTahun 1986/87 : 910 desa Tahun 1987/88 : 1.211 desa

XVIII/32

masyarakat yang memungkinkan para anggotanya dapat menerima dan mendukung nilai-nilai pembaharuan seirama dengan kebutuh-an pembangunan. Kegiatan penyuluhan sosial ini dilaksanakan untuk kelompok-kelompok/kesatuan-kesatuan masyarakat tertentu agar dapat meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial serta kesetiakawanan sosial yang lebih merata.

Dalam rangka kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksana-kan selama ini juga.dilakukan upaya pengembangan peranserta masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial melalui pengadaan dan pembinaan para pekerja sosial masyarakat (PSM). Para PSM diharapkan dapat mendukung usaha kesejahteraan sosial masya-rakat pada lapisan paling bawah, terutama di pedesaan.

Di kalangan masyarakat pedesaan peranan PSM telah dira-sakan benar manfaatnya karena mereka telah mampu melaksanakan peranannya tidak saja sebagai pendorong, tetapi juga sebagai penggerak, pembimbing dan pengarah berbagai upaya kesejahte-raan sosial masyarakat di lingkungan desanya.

Dalam tahun 1987/88 telah dibina 6.815 orang PSM se-hingga selama empat tahun pertama Repelita IV telah dibina sebanyak 61.645 orang PSM (Tabel XVIII-9). Di samping itu selama empat tahun terakhir telah dibina pula 411.336 orang PSM dengan partisipasi masyarakat yang tersebar ke setiap de-sa. Dalam pada itu melalui program khusus telah pula dilatih dan dibina para pemuda potensial, umumnya lulusan-SLTA, yang ditugaskan sebagai PSM Satgasos. Mereka ditempatkan di daerah-daerah terpencil untuk membantu mempercepat gerak pembangunan di pedesaan. Jumlah tenaga PSM Satgasos yang telah dibina se-lama empat tahun terakhir ini ada sebanyak 1.833 orang, ter-sebar di 10 Propinsi.

3) Pembinaan Kesejahteraan Maeyarakat Terasing

Sasaran kegiatan.ini adalah kelompok-kelompok atau kesa-tuan masyarakat yang hidupnya terasing di daerah-daerah pe-dalaman, di samping kelompok atau kesatuan masyarakat yang rawan sosial ekonomi dan politis di daerah perbatasan. Ke-giatan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan taraf dan cara hidup mereka untuk mencapai tingkat kehidupan dan penghidupan yang lebih baik di dalam suatu lingkungan pemu-kiman yang lebih layak dan teratur. Kebijaksanaan penanganan kelompok atau kesatuan masyarakat ini lebih ditekankan pada upaya pembinaan nilai-nilai sosial budaya yang positif.

XVIII/33

TABEL XVIII - 9

PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (PSM)MENURUT DAERAH TINGKAT I,1983/84 - 1987/88 l)

(orang)

No. Daerah Tingkat I/Propinsi 1983/84

Repelita IV

1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 2)

1. DKI Jakarta 1.027 130 130 130 1502. Jawa Barat 940 1.300 2.210 570 540

3. Jawa Tengah 966 2.290 3.060 420 780

4. DI Yogyakarta 616 180 270 180 120

5. Jawa Timur 1.048 3.060 2.690 450 840

6. Daerah Istimewa Aceh 802 850 1.020 1.740 210

7. Sumatera Utara 710 1.360 1.800 2.400 390

8. Sumatera Barat 1.074 900 1.110 1.200 300

9. Riau 600 390 300 420 212

10. Jambi 460 300 330 870 120

11. Sumatera Selatan 718 580 720 750 240

12. Lampung 790 820 270 870 90

13. Kalimantan Barat 514 1.120 1.560 450 243

14. Kalimantan Tengah 422 210 330 180 120

15. Kalimantan Selatan, 594 300 510 420 240

16. Kalimantan Timur 506 600 150 600 120

17. Sulawesi Utara 674 390 270 90 120

18. Sulawesi Tengah 626 510 210 450 90

19. Sulawesi Selatan 1.112 660 330 180 510

20. Sulawesi Tenggara 518 630 90 510 90

21. Maluku 582 540 330 300 90

22. Bali 645 50 420 120 210

23. Nusa Tenggara Barat 1.150 100 240 150 120

24. Nusa Tenggara Timur 990 750 510 600 270

25. Irian Jaya 687 1.050 480 360 210

26. Bengkulu 652 420 210 210 90

27. Timor Timur 780 510 450 210 300

Jumlah 20.203 20.000 20.000 14.830 6.815

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/34

Dalam sistem penanganan masyarakat terasing dikenal dua pendekatan. Pertama, pembinaan sosial dengan pemukiman baru dan pemukiman di tempat asal serta pembinaan lanjut. Kedua, pembinaan terpadu program pengembangan wilayah, antara lain dengan program transmigrasi yang sekaligus diarahkan pada upaya pembinaan dalam rangka pertahanan dan keamanan khusus-nya di daerah-daerah perbatasan (security belt).

Dalam tahun 1987/88 telah berhasil dibina dan dimukimkan di pemukiman baru sejumlah 175 kepala keluarga (KK) masyara-kat terasing. Secara kumulatif sampai dengan tahun 1987/88 jumlah yang telah berhasil dibina adalah sebanyak 8.645 KK (Tabel XVIII-10 dan Grafik XVIII-2). Mereka yang telah dimu-kimkan itu telah dapat hidup secara lebih layak, sehingga pembinaan selanjutnya telah dialihkan kepada Pemerintah Daerah setempat. Hal ini mungkin karena ditunjang oleh keberhasilan di berbagai bidang lain, seperti usaha pengembangan wilayah dan penempatan transmigran spontan.

4) Pembinaan Kepahlawanan dan Keperintisan Kemerdekaan

Tujuan utama kegiatan ini adalah penyebarluasan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan para Pahlawan/Pejuang Ke-merdekaan, serta bantuan perbaikan taraf kehidupan kepada keluarga para Pahlawan/Perintis Kemerdekaan yang tidak mampu. Di samping kegiatan tersebut juga dilakukan kegiatan perbaik-an dan pembangunan Taman-taman Makam Pahlawan/Perintis Kemer-dekaan serta Makam-makam Pahlawan Nasional yang sangat memer-lukan.

Dalam rangka pemugaran dan pembangunan Taman-taman Makam Pahlawan dan Makam-makam Pahlawan Nasional, pada tahun 1987/88 telah diperbaiki dan dipugar 28 buah Taman Makam Pahlawan, 3 buah Makam Pahlawan Nasional, dan 14 buah Makam Perintis Kemerdekaan. Dengan demikian selama empat tahun pertama Repe-lita IV (1984/85 - 1987/88) telah dapat diperbaiki dan disem-purnakan sekitar 136 buah Taman Makam Pahlawan, 15 buah Makam Pahlawan Nasional, da4 170 buah Makam Perintis Kemerdekaan yang tersebar di berbagai daerah.

Kegiatan lain dari usaha-usaha peleatarian dan pewarisan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan, khususnya untuk generasi muda, ialah telah dibagi-bagikannya buku-buku Seja-rah Perjuangan para pahlawan dan pejuang kemerdekaan dalam jumlah yang terbatas.

XVIII/35

TABEL XVIII - 10

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERASINGMENURUT DAERAH TINGKAT I,

1983/84 - 1987/88

1) Angka kumulatif

XVIII/36

GRAFIK XVIII – 2

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERASINGMENURUT DAERAH TINGKAT I

1983/84 - 1987/88

XVIII/37

Selanjutnya sebagai penghargaan atas nama bangsa dan ne-gara atas perjuangan, pengorbanan dan pengabdian para pahla-wan, pada tahun 1987/88 telah diberikan bantuan perbaikan ru-mah kepada sekitar 405 keluarga Pahlawan dan Perintis Kemer-dekaan. Kecuali itu telah diberikan pula bantuan usaha pro-duktif kepada 374 keluarga Pahlawan/Perintis Kemerdekaan.

5) Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat

Pembinaan partisipasi sosial masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan, mengembangkan, menyebarluaskan, dan melem-bagakan usaha-usaha partisipasi sosial masyarakat dalam pem-bangunan bidang kesejahteraan sosial.

Dengan semakin komplek dan luasnya permasalahan kesejah-teraan sosial yang kita hadapi, maka upaya untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesejahteraan so-sial perlu ditopang oleh peranserta masyarakat secara melem-baga dan terorganisasikan.

Pembinaan partisipasi sosial masyarakat berupaya untuk membina dan mengembangkan partisipasi sosial masyarakat dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan terorganisir searah dengan garis kebijaksanaan Pemerintah. Kegiatan ini telah berhasil makin meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh kelompok sosial dengan memanfaatkan potensi tenaga dana kesejahteraan sosial dan kepemimpinan sosial yang ada dalam masyarakat.

Selama empat tahun pertama Repelita IV telah berhasil dibimbing dan dibina serta dikembangkan sebanyak 6.604 orga-nisasi-organisasi sosial yang bergerak dalam bidang usaha ke-sejahteraan sosial. Khusus untuk tahun 1987/88 telah dibantu sebanyak 192 organisasi sosial.

b. Program Bantuan Penyantunan dan Pengentasan Sosial

Program ini dimaksudkan untuk merehabilitasi dan memberi bantuan penyantunan kepada golongan masyarakat dan perorangan yang mengalami kecacatan, ketunaan, keterlantaran dan kemis-kinan, ataupun yang mengalami musibah bencana alam dan benca-na-bencana lainnya.

Kegiatan program ini meliputi penyantunan, pemulihan, pembinaan keterampilan dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi anak-anak terlantar, para lanjut usia tidak mampu,

XVIII/38

penyandang cacat, tuna sosial, fakir miskin terlantar, anak nakal korban narkotika, dan para korban bencana alam serta musibah-musibah lainnya. Kegiatan-kegiatan dari program ini adalah sebagai berikut:

1) Penyantunan Lanjut Usia, dan Pengentasan Anak Terlantar

Penyantunan bagi para lanjut usia yang dilakukan selama ini diberikan kepada orang-orang lanjut usia/jompo terlantar di luar panti. Penyantunan di dalam panti merupakan upaya terakhir. Sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia/jompo yang terbaik adalah di dalam lingkungan keluarga sendiri.

Penyantunan yang dilakukan di luar panti, yang sudah mu-lai dirintis sejak tahun 1968, dilakukan dengan menitipkan para lanjut usia kepada keluarga-keluarga dengan sistem orang tua angkat. Melalui sistem luar panti ini selama empat tahun pertama Repelita IV telah berhasil disantun/dibantu sebanyak tidak kurang dari 119.200 orang. Khusus dalam tahun 1987/88 telah disantun sebanyak 5.400 orang (Tabel XVIII-11). Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijaksanaan untuk memprioritas-kan perbaikan bangunan sejumlah Sasana Tresna Werda (STW) di 48 lokasi. Di samping itu melalui partisipasi masyarakat te-lah pula dapat disantun sebanyak 4.619 orang dan melalui dana APBD sebanyak 3.429 orang.

Pengentasan anak terlantar adalah usaha untuk memberikan perasaan terlindungi dan kasih sayang keluarga serta pendi-dikan keterampilan kepada anak yang dientas guna mengembang-kan kepribadiannya. Penyantunan yang dilakukan dalam panti meliputi pemberian latihan keterampilan dan pemberian bantuan peralatan usaha, terutama bagi anak-anak putus sekolah. Pe-nyantunan di luar panti dilaksanakan oleh keluarga masing-ma-sing anak dengan bantuan berupa pakaian dan kebutuhan per-lengkapan sekolah.

Dalam tahun 1987/88 jumlah anak terlantar yang telah dibantu dan disantun melalui sistem luar panti ada 16.360 orang. Dengan demikian selama empat tahun pertama Repelita IV (1984/85 - 1987/88) telah disantun tidak kurang dari 181.410 anak yang tempat tinggalnya tersebar di berbagai Propinsi (Tabel XVIII-12).

XVIII/39

TABEL XVIII - 11

PELAKSANAAN BANTUAN DAN PENYANTUNAN KEPADA PARALANJUT USIA DENGAN SISTEM DI LUAR PANTI

MENURUT DAERAH TINGKAT I,1983/84 - 1987/88 )1

( orang )

1) Angka tahunan

2) Khusus pada tahun 1986/87 kegiatan penyantunan lanjut usiaditiadakan karena diutamakan pada rehabilitasi dan perbaikanbangunan-bangunan Panti/Sasana

3) Angka diperbaiki

XVIII/40

TABEL XVIII - 12

PELAKSANAAN BANTUAN DAN PENYANTUNAN ANAK TFRLANTARDENGAN SISTEM DI LUAR PANTIMENURUT DAERAH TINGKAT I,1983/84 - 1987/88 1)

( orang )

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/41

Sehubungan dengan penyantunan dan pengentasan anak ter-lantar di dalam panti, dalam tahun 1987/88 telah pula diba-ngun dan diperbaiki sejumlah panti-panti dan sasana-sasana penyantunan anak yang ada di berbagai Ibukota Propinsi dan Ibukota•Kabupaten, seluruhnya berjumlah 67 buah panti/sasana.

2) Penyantunan dan Pengentasan para Cacat

Agar para penyandang cacat mempunyai harga diri dan da-pat hidup mandiri serta mampu. mengatasi kecacatannya, dalam tahun 1987/88 dilanjutkan kegiatan penyantunan dan pengentas-an para cacat. Kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk pe-nyantunan dan rehabilitasi melalui sistem dalam panti dan sistem luar panti. Sasaran santunan ini meliputi para cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, tuna rungu, tuna wicara dan para bekas penyandang penyakit kuata kronis. Termasuk di dalamnya adalah para cacat veteran.

Dalam rangka kegiatan penyantunan dan rehabilitasi ter-sebut, telah dilakukan pengembangan panti-panti rehabilitasi sosial dalam bentuk penyediaan bantuan peralatan, perbaikan prasarana fisik dan latihan-latihan bagi para tenaga pembina.

Kegiatan penyantunan meliputi pemberian motivasi, bim-bingan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial dan latihan keterampilan serta bimbingan lanjut dan resosialisasi. Ke-giatan penyantunan dan pengentasan dengan sistem luar panti dilaksanakan melalui Loka Bina Karya, Unit Rehabilitasi Ke-liling dan melalui Kelompok Usaha Pengentasan Para Cacat. Pelaksanaan penyantunan dan pengentasan para cacat dengan sistem di luar panti dilakukan dengan memberikan bimbingan mental dan latihan keterampilan serta memberikan bantuan per-alatan kerja agar mereka dapat bekerja secara mandiri.

Dalam tahun 1987/88 telah disantun dan dientaskan mela-lui sistem luar panti sebanyak 8.925 orang penyandang cacat. Dengan demikian terdapat peningkatan jumlah yang disantun dan dientaskan apabila dibanding tahun 1986/87 yang hanya menca-pai 6.732 orang (Tabel XIII-13). Di samping itu melalui pe-ranserta masyarakat dan Pemerintah Daerah telah pula dilaku-kan penyantunan dan rehabilitasi sosial bagi para cacat sebanyak 2.219 orang dalam panti dan 7.531 orang di luar panti.

Sejalan dengan itu, dalam tahun 1987/88 telah pula da-pat diselesaikan penyempurnaan dan perbaikan panti-panti dan sasana yang berjumlah 33 buah yang lokasinya tersebar di se-luruh wilayah Nusantara.

XVIII/42

TABEL XVIII – 13

PELAKSANAAN BANTUAN DAN PENYANTUNAN KEPADA PARA CACATDENGAN SISTEM DI LUAR PANTIMENURUT DAERAH TINGKAT I,

1983/84 - 1987/88 1)

(orang)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki

XVIII/43

3) Penyantunan dan Pengentasan para Tuna Sosial (gelan-dangan dan pengemis, tuna susila dan bekas narapidana)

Dalam tahun 1987/88 berhasil direhabilitasi dan reso-sialisasi sebanyak 1.500 orang gelandangan dan pengemis. Jum-lah ini jauh lebih sedikit apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mungkin sekali antara lain disebabkan oleh adanya upaya untuk mengurangi arus urbanisasi dan pe-ngangguran melalui pembinaan potensi kesejahteraan.sosial ma-syarakat desa dan penyantunan fakir miskin dan lain-lain.

Upaya rehabilitasi dan resosialisasi gelandangan dan pengemis di kota-kota dilaksanakan dengan transmigrasi dan melalui Sistem Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS). Upaya me-lalui LIPOSOS terutama diarahkan untuk kelompok masyarakat yang berpotensi menjadi gelandangan, seperti bekas tukang be-cak, kuli bangunan dan lain-lain yang tidak bertempat tinggal tetap.

Usaha rehabilitasi dan resosialisasi terhadap tuna susi-la umumnya dilaksanakan melalui sistem dalam panti. Kepada mereka diberikan bimbingan mental dan sosial serta latihan keterampilan. Dengan demikian para tuna susila ini disiapkan untuk dapat memperoleh pekerjaan yang layak dan wajar di ma-syarakat.

Usaha resosialisasi terhadap bekas narapidana terutama ditujukan untuk memulihkan kembali harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri serta mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri yang layak dan wajar di masyarakat.

4) Penyantunan dan Pengentasan Anak Nakal dan Korban Narkotika

Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan dan mengen-taskan anak nakal dan remaja korban penyalahgunaan obat nar-kotika agar dapat mengembangkan pribadinya secara wajar dalam menentukan hari depannya sebagai generasi penerus bangsa.

Kepada para anak nakal dan korban narkotika diberikan pembinaan mental dan latihan keterampilan melalui Panti-panti Rehabilitasi Sosial anak nakal dan korban narkotika. Panti-panti tersebut terdapat di sembilan kota, yaitu di Jakarta, Magelang, Palembang, Mataram, Bandung, Medan, Bogor, Sema-rang, dan Surabaya. Dengan pembinaan dan latihan tersebut me-reka diarahkan agar dapat kembali ke masyarakat serta mampu

XVIII/44

mengembangkan bakat dan keterampilannya sehingga mereka mem-peroleh kesempatan kerja atau berusaha secara wiraswasta. Ke-cuali itu kepada mereka diberikan juga bimbingan mengenai si-kap dan tanggungjawab sosial serta pembinaan bakat sebagai bekal kemampuan mandiri setelah mereka keluar dari panti-panti tersebut.

Dalam tahun 1987/88 jumlah anak nakal dan korban narko-ika yang dibantu dan dilatih di panti-panti ada sebanyak 1.185 anak, termasuk 200 anak korban narkotika yang dibina di Pesantren Suralaya.

Selain itu dalam tahun 1987/88 telah dilakukan pula per-baikan, perluasan dan penyempurnaan Panti-panti Rehabilitasi Sosial anak nakal dan korban narkotika, antara lain di Bambu Apus (Jakarta), Cileungsi (Jabar), Semarang, Surabaya, Medan, dan Palembang.

5) Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin

Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat berpenghasilan sangat rendah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan dasarnya secara layak, baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun yang tinggal di daerah rawan sosial ekonomis di perkotaan. Kegiatan perintisan (pilot project) yang dilaksanakan diarah-kan pada penumbuhan. rasa percaya diri dan kemandirian, dan peningkatan kemampuan untuk memperbaiki taraf kesejahteraan sosialnya. Tujuan tersebut dilaksanakan melalui usaha-usaha ekonomis produktif secara berkelompok yang dikemudian hari dapat dikembangkan menjadi suatu usaha koperasi.

Dalam tahun 1987/88 jumlah fakir miskin yang disantun adalah 2.730 KK yang tersebar di 16 Propinsi. Sedang dalam tahun 1984/85 - 1987/88 jumlah tersebut seluruhnya mencapai 16.830 KK.

6) Bantuan dan Rehabilitasi Korban Bencana Alam

Penanggulangan korban bencana alam diarahkan untuk me-ningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kemung-kinan terjadinya bencana alam dan untuk menghindari atau me-ngurangi timbulnya korban dan kerugian yang lebih banyak. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan penanggulangan bencana alam peranan Satuan Tugas Sosial Penanggulangan Bencana Alam (Sat-gasos PBA) terus ditingkatkan.

XVIII/45

Di samping itu terus dimantapkan mekaniame koordinasi di tingkat Pusat dan di lapangan dalam bentuk Satuan Tugas Pe-laksanaan Penanggulangan Bencana Alam (SATKORLAK PBA) dan Pos Komando. Dalam tahun 1987/88 telah diberikan bantuan dan re-habilitasi korban bencana alam kepada 2.516 KK, tidak terma-suk jumlah KK yang memperoleh bantuan yang diberikan oleh ma-syarakat. Dalam tahun 1984/85 - 1987/88 yang diberi bantuan mencapai 22.132 KK.

c. Program Pembinaan Generasi Muda

Dalam program ini ada dua kegiatan yaitu pembinaan Ka-rang Taruna dan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Remaja.

1) Pembinaan Karang Taruna

Pembinaan dilaksanakan melalui kegiatan penumbuhan;,pe-ningkatan, dan pengembangan Karang Taruna sehingga dihasil-kan Karang Taruna yang mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai wadah pembinaan dan pembauran generasi muda dalam bi-dang kesejahteraan sosial di tingkat desa. Pelaksanaan pem-binaan Karang Taruna dikaitkan dengan program Lembaga. Keta-hanan Masyarakat Desa (LKMD), dan terutama diarahkan pada pe-nanaman pengertian dan kesadaran akan P4, pencegahan kenakal-an remaja, pencegahan penyalahgunaan narkotika serta pengem-bangan pembauran bangsa di kalangan generasi muda.

Dalam tahun 1987/88 jumlah Karang Taruna bertambah de-ngan hampir 2.000 sehingga dalam tahun itu seluruhnya (kumu-latif) terdapat 64.413 Karang Taruna yang tersebar di setiap desa di seluruh wilayah Tanah Air (Tabel XVIII-14 dan Grafik XVIII-3). Dengan jumlah tersebut sasaran Repelita IV seba-nyak 30.000 Karang Taruna telah jauh dilampaui. Oleh karena itu sejak tahun 1986/87 kegiatan pembinaan diprioritaskan pada peningkatan peranan dan fungsi Karang Taruna sebagai organisasi kepemudaan di bidang kesejahteraan sosial di ting-kat desa.

2) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Remaja

Permasalahan yang ditangani adalah para remaja yang mengalami hambatan dalam kehidupan sosial atau proses so-sialisasinya sebagai akibat dari permasalahan sosial di lingkungan keluarganya. Kegiatan yang dilaksanakan diarahkan untuk mengembalikan fungsi sosial dan meningkatkan kesejah-teraan sosial para remaja.

XVIII/46

TABEL XVIII - 14

PENUMBUHAN DAN PEMBINAAN KARANG TARUNAMENURUT DAERAH TINGKAT I,

1983/84 - 1987/88 1)

1) Angka Kumulatif (Tiap desa satu Karang Taruna)

XVIII/47

6RAFIK XVIII - 3

PENUMBUHAN DAN PEMBINAAN KARANG TARUNA MENURUT DAERAH TINGKAT Il983/84 - 1987/88

XVIII/48

Dalam tahun 1987/88 telah dilakukan pembinaan terhadap 1.500 orang remaja yang bermasalah sosial. Dengan demikian dalam empat tahun terakhir ini (1984/85 - 1987/88) dapat di-bina 8.415 orang remaja.

d. Program Peranan Wanita

Untuk memperluas jangkauan pelayanan kesejahteraan so-sial dan meningkatkan peranserta kaum wanita telah dilaksa-nakan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan peranan wanita da-lam pembangunan dengan tidak mengurangi peranannya dalam pem-binaan; keluarga di rumah tangga masing-masing. Sehubungan de-ngan itu telah dilaksanakan bimbingan dan latihan kepemimpin-an sosial bagi para tokoh wanita dan pengurus organisasi so-sial wanita. Hasil-hasil bimbingan dan latihan tersebut kemu-dian difungsikan untuk memberikan bimbingan keterampilan bagi wanita dari keluarga rawan sosial ekonomi. Selanjutnya para wanita yang bersangkutan dapat membantu meningkatkan kesejah-teraan keluarganya dengan memanfaatkan keterampilan yang me-reka peroleh untuk berbagai usaha.

Dalam tahun 1987/88 telah dapat dibina sebanyak 320 wa-nita miskin untuk berswadaya dan dilaksanakan pembinaan kepe-mimpinan untuk sebanyak 100 orang wanita. Dengan demikian selama empat tahun pertama Repelita IV jumlah wanita miskin yang telah terbina untuk berswadaya dan berkegiatan sebagai pimpinan ada sebanyak 15.540 orang.

e. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga Kesejahteraan Sosial

Program pendidikan dan latihan merupakan suatu upaya agar para petugas dan pelaksana memperoleh kesempatan untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mengusahakan pelayanan yang lebih baik dan lebih bermutu bagi masyarakat.

Selama empat tahun pertama Repelita IV, hasil-hasil yang telah dicapai antara lain adalah: Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (SESPA) sebanyak 35 orang, Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPADYA) sebanyak 90 orang, Seko-lah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA) sebanyak 200 orang, Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (SEPA-DA) sebanyak 320 orang, Latihan Keahlian Pekerjaan Sosial (LKPS) sebanyak 90 orang, Latihan Tenaga Kejuruan Peketja So-sial (LTKPS) sebanyak 57 orang, Latihan Dasar Kejuruan Peker-

XVIII/49

jaan Sosial (LDKPS) sebanyak 633 orang, Latihan Teknis Kese-jahteraan Sosial untuk Petugas Sosial Kecamatan sebanyak 751. orang dan latihan tenaga peneliti sebanyak 30 orang.

Dalam hubungan ini telah diupayakan pula pengembangan fasilitas pendidikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) di Bandung dan Balai Pendidikan dan Latihan Tenaga So-sial (PPLTS) serta Kursus Tenaga Sosial (KTS) di beberapa Propinsi.

Selanjutnya dilaksanakan pula pembinaan melalui pendi-dikan dan latihan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dan satuan tugas sosial (SATGASOS) untuk mendapatkan tenaga-tenaga pe-kerja sosial masyarakat yang lebih baik dan lebih bermutu.

f. Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Dalam rangka meningkatkan hasilguna dan dayaguna pelak-sanaan usaha kesejahteraan sosial yang, langsung dapat mening-katkan mutu pelayanan penanganan kesejahteraan sosial telah dilaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan kesejahte-raan sosial. Untuk itu telah dilakukan kegiatan penelitian mengenai berbagai masalah kesejahteraan sosial, penelitian evaluatif proyek-proyek kesejahteraan sosial, dan penelitian eksperimentasi melalui percontohan untuk menemukan suatu pola penanganan permasalahan kesejahteraan sosial yang lebih ber-hasilguna dan berdayaguna.

Kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan seluruhnya berjumlah 38 judul penelitian dan 2 buah percontohan, terma-suk percontohan pemukiman masyarakat terasing di Irian Jaya.

g. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan

Program ini dilaksanakan untuk meningkatkan dan meman-tapkan kegiatan pengendalian pelaksanaan pembangunan, sehingga program pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi pe-rencanaan tahunan dan pengendalian serta pengawasan pelaksa-naan proyek-proyek pembangunan. Sejalan dengan itu dilaksana-kan pula kegiatan penunjang lainnya seperti peningkatan admi-nistrasi kepegawaian serta penyusunan berbagai peraturan dan perundang-undangan kesejahteraan sosial guna memberikan lan-dasan hukum yang mantap bagi setiap upaya penanggulangan per-masalahan kesejahteraan sosial.

XVIII/50

C. PERANAN WANITA

1. Pendahuluan

Dalam tahun keempat Repelita IV usaha-usaha untuk me-ningkatkan peranan wanita dalam pembangunan bangsa makin di-perluas, khususnya di daerah pedesaan. Berbagai usaha telah ditingkatkan dalam rangka mewujudkan keluarga sehat dan se-jahtera, khususnya melalui gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Program Pembinaan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) yang terpadu. Kedua program ini mencakup antara lain penyuluhan Undang-undang Perkawinan; pe-masyarakatan P-4 dengan metode simulasi di kalangan wanita di pedesaan/kelurahan; pemberantasan tiga buta (buta aksara La-tin, buta Bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar) di ka-langan wanita; penyuluhan aneka usaha tani terutama untuk pe-manfaatan tanah pekarangan; penyelenggaraan taman gizi; pe-nyuluhan kesehatan; imunisasi dan keluarga berencana; pemu-garan atau perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman; pe-nyediaan air bersih dan perbaikan kesehatan lingkungan; per-koperasian; bimbingan keagamaan; dan penerangan melalui ber-bagai media tentang peranan wanita dalam pembangunan.

2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan

Dalam program Pembinaan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), sebagai kelompok kegiatan terpadu dan lintas sektoral, maka sampai dengan tahun 1987/88 melalui 1.139.700 kader biasa dan 1.270.200 kader khusus/terampil, telah dikembangkan lebih dari 330.000 Kelompok (wanita) Usaha Bersama (KUB) di seluruh Indonesia sebagai usaha meningkatkan pendapatan keluarga di daerah pedesaan. Di samping itu telah ditingkatkan pula produktivitas tenaga kerja wanita di 107 perusahaan/industri, dikembangkan 656 koperasi wanita yang beranggotakan 122.456 orang, serta dilanjutkan pembinaan mental dan intelektual anak Balita di 252 desa percobaan di 18 propinai. Sementara itu telah pula dikembangkan pemberian pelayanan kesehatan melalui 199.700 buah Posyandu (Pos Pela-yanan Terpadu) yang tersebar di 45.500 desa.

Dalam tahun 1987/88 telah terbentuk 41 KUB di 41 desa dengan 1.025 anggota dan 30 motivator. Di samping itu telah dilaksanakan pembinaan dan peningkatan mutu rancang bagi 540 orang. Sedangkan di sektor perdagangan. telah dilakukan pem-binaan terhadap 794 wanita pedagang. Lagi pula telah dilaksa-nakan penataran dan lokakarya bagi 140 orang pengelola Usaha

XVIII/51

Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA); serta ke-giatan latihan kepemimpinan bagi 3000 wanita di 27 propinsi. Dalam tahun 1987/88 berbagai kegiatan kerjasama interna-sional terus dikembangkan melalui Asean Women's Programme (AWP) sebagai wadah kerjasama regional untuk wanita negara-negara ASEAN.

Dalam berbagai bidang pembangunan lainnya Program Peranan Wanita juga telah dilanjutkan, dengan hasil-hasil sebagai berikut:

a. Sektor Pertanian

Di bidang pertanian para wanita lebih digalakkan parti-sipasinya melalui kelompok-kelompok tani wanita, yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan lahan pekarangan dengan kegiatan aneka usaha tani yang meliputi tanaman pangan, ternak kecil, ikan dan tanaman obat-obatan. Kegiatan ini mendapatkan bim-bingan penyuluhan pertanian dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di 27 propinsi. Hingga tahun 1987/88 telah terbentuk sebanyak 4.471 kelompok Wanita Tani.

b. Sektor Koperasi

Di bidang koperasi sasaran pembinaan ditujukan terutama kepada kaum wanita yang mempunyai kegiatan.di daerah binaan P2WKSS, yang bekerja di pedesaan, yang bekerja di perusahaan, antara lain melalui bimbingan sebagai anggota pengurus, peme-riksa, manager, karyawan dan sebagai anggota koperasi. Sampai dengan tahun 1987/88 sebanyak 4.070 orang wanita dari seluruh Indonesia telah memperoleh latihan koperasi. Latihan koperasi juga telah dimanfaatkan oleh 1.339 orang tenaga kerja wanita dari berbagai perusahaan.

c. Sektor Transmigrasi

Pembinaan transmigran wanita ditujukan agar mereka lebih mampu berperanserta dalam pembangunan daerah transmigrasinya, khususnya di lingkungan keluarga mereka. Pembinaan yang telah dilakukan mencakup pengetahuan dan keterampilan, khususnya dalam hal pembinaan keluarga sehat dan sejahtera, melalui pe-nyuluhan dan latihan keterampilan yang berkaitan dengan kebu-tuhan sehari-hari, seperti apotik hidup, hidup sehat dan ber-sih, gizi dan air.

Hingga tahun 1987/88 telah diadakan latihan bagi 630

XVIII/52

transmigran wanita yang mencakup 1.114 paket keterampilan di sejumlah lokasi transmigrasi.

d. Sektor Kesehatan

Program Peranan Wanita di bidang kesehatan bertujuan me-ningkatkan pengetahuan dan keterampilan kaum wanita dalam pe-meliharaan kesehatan dan gizi keluarga. Hasil program ini antara lain tampak dari penurunan angka kematian bayi dan anak balita selama empat tahun pertama Repelita IV. Bila da-lam tahun 1983/84 angka kematian bayi mencapai 90,3 bayi per 1000 kelahiran hidup, maka pada tahun 1987/88 angka tersebut menurun menjadi kurang dari 70 bayi per 1000 kelahiran hidup.

Selama Repelita IV telah dilaksanakan penyebaran infor-masi kesehatan bagi wanita di tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan sebanyak 886 kali; perlombaan keluarga sehat antar keluarga binaan kesehatan sebanyak 1.052 kali; pembinaan dan penyuluhan langsung tenaga kerja wanita; penyuluhan anti nar-kotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) bagi masyarakat di 13 propinsi, melalui para tokoh agama, tokoh masyarakat dan guru sebagai sasaran antara; penyuluhan dan pembinaan cara hidup sehat dan pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.

e. Sektor Kesejahteraan Sosial,

Sampai tahun 1987/88 telah dilatih sebanyak kurang lebih 3000 orang wanita yang memiliki potensi untuk menjadi kader pimpinan wanita di bidang usaha kesejahteraan sosial. Dengan melalui latihan tersebut mereka diharapkan dapat mengembang-kan kemampuan memprakarsai usaha-usaha kesejahteraan sosial di. lingkungannya dan selanjutnya membina dan membimbing organisasi-organisasi wanita setempat lainnya.

Di samping itu juga telah diberikan bimbingan dan latih-an berbagai jenis keterampilan kerja kepada wanita dari ke-luarga yang kurang mampu, sebanyak 12.540 orang. Sementara itu telah dilanjutkan pula usaha untuk meningkatkan kemampuan bagi wanita yang memiliki potensi untuk lebih mengembangkan usahanya. Selanjutnya dilaksanakan pula kegiatan-kegiatan pe-ngembangan lingkungan sosial budaya yang bertujuan lebih me-ngembangkan wawasan wanita dalam pembangunan. Kegiatan ini antara lain mencakup penyuluhan mengenai Undang-undang ten-tang Ketenagakerjaan dan Undang-undang tentang Perkoperasian dilaksanakan di 27 propinsi dan menjangkau 5.900 desa. Di

XVIII/53

samping itu dilaksanakan pula kegiatan yang bertujuan mema-syarakatkan informasi tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984.

f. Sektor Pendidikan

Program peningkatan peranan wanita melalui pendidikan masyarakat dalam tahun 1987/88 mencakup latihan keterampilan bagi 540 peserta. Dalam hubungan itu telah diterbitkan 1.350 eksemplar buku modul latihan managemen dan kepemimpinan, 46.500 eksemplar buku penunjang Pendidikan Mata Pencaharian dan 40.000 eksemplar buku pelajaran peningkatan Peranan Wani-ta. Buku-buku tersebut disebarkan ke 27 propinsi.

g. Sektor Agama

Program wanita di sektor agama bertujuan meningkatkan dan mengembangkan peranan wanita dalam pembangunan melalui jalur agama, selaras dengan perkembangan tanggungjawab dan peranannya dalam usaha mewujudkan keluarga sehat sejahtera.

Dalam tahun 1987/88 telah dilanjutkan kegiatan penataran motivasi keluarga bahagia sejahtera di tingkat pusat dan pro-pinsi dan di tingkat desa untuk para santri putri di pondok-pondok pesantren.

Di samping itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak telah pula dilaksanakan penyuluhan melalui jalur berbagai agama tentang manfaat imunisasi dan pencegahan diare. Upaya ini dilaksanakan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sebagian besar anggotanya wanita. Ke-giatan tersebut dilaksanakan di 11 propinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakar-ta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

h. Sektor Penerangan

Program peranan wanita di sektor penerangan menunjang kegiatan sektor-sektor pembangunan lainnya, seperti P2WKSS, Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Dalam hubungan itu antara lain dilaksanakan peningkatan keterampilan melalui mata acara "Siaran Wanita dan Pembangunan". Dalam tahun 1987/88 dilanjutkan upaya untuk meningkatkan kesadaran ber-bangsa dan bernegara bagi wanita, khususnya di daerah pede-

XVIII/54

saan. Untuk itu telah disebarluaskan pesan-pesan pembangunan serta lebih dimasyarakatkan P-4 dan UUD 1945 melalui siaran RRI dan TVRI. Wanita juga diikutsertakan dalam Kelompencapir sehingga pengetahuan umum dan kemampuan teknis pertanian me-reka meningkat.

Untuk meningkatkan kemampuan dan mutu acara siaran RRI dan TVRI tentang "Wanita dan Pembangunan" telah dilaksanakan latihan keterampilan untuk para produsen dan penulis naskah. Selain itu telah pula dilaksanakan lokakarya bagi para Kepala Siaran Stasiun RRI dan TVRI, khusus tentang mata acara Siaran Wanita. Demikian pula telah disiarkan acara-acara khusus lainnya tentang pembangunan bagi wanita, seperti mata acara Majalah Udara, Ruang Wanita dan Majalah Udara Wanita Tani, yang masing-masing membahas informasi tentang gizi, kesehatan keluarga, keluarga berencana dan rencana-rencana sektor pem-bangunan yang relevan dengan peningkatan peranan wanita.

Sampai dengan tahun 1987/88, melalui kegiatan Penerangan Wanita Pedesaan (PWP) telah diterbitkan, antara lain 10.600 eksemplar buletin PWP, 10.000 eksemplar majalah Wanita dalam Pembangunan dan 6.750 eksemplar majalah anak Balita. Di sam-ping itu telah dididik dan dilatih 40 juru penerang wanita dan disampaikan informasi P2WKSS/PKK di tingkat desa seba-nyak 675 kali, yang ditunjang dengan sebanyak 1.219 paket siaran RRI dan 9 paket siaran TVRI mengenai Wanita dan Pem-bangunan.

i. Kerjasama Internasional

Kerjasama regional makin dijalin antara para tokoh wani-ta dari negara-negara ASEAN dalam wadah ASEAN Women's Pro-gramme (AWP). Di samping itu kerjasama regional selama Repe-lita IV telah pula diadakan antar organisasi non-pemerintah bagi wanita dalam lingkungan ASEAN, seperti ASEAN Confede-ration of Women's Organization (ACWO). Berbagai program re-gionalnya antara lain tentang pembentukan pusat informasi tentang wanita dalam pembangunan, banyak membantu Indonesia.

Di tingkat internasional Indonesia juga telah berperan aktif selama Repelita IV dengan melibatkan diri dalam kegiat-an-kegiatan wanita sebagai anggota/anggota ahli antara lain dalam:

a. Komisi PBB mengenai Kedudukan Wanita (1982 - 1986);

XVIII/55

b. Board of Trustees dari UN International Research and Training Institute for the Advancement of Women (INSTRAW) (1984 - 1987) yang mengalami perpanjangan hingga tahun 1987 - 1990;

c. UN Committee on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) untuk masa bakti 1986 - 1989.

d. Kowani telah terpilih pula sebagai Voting member dari International Council of Women (ICW).

e. Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat menjadi anggota senior Women's Adviser dari Executive Board UNEP.

XVIII/56