495
1 KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV I GUSTI AYU GDE SOSIOWATI NIM 1090171004 PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

1

KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

I GUSTI AYU GDE SOSIOWATI NIM 1090171004

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Page 2: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

2

KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Doktor, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AYU GDE SOSIOWATI NIM 1090171004

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Page 3: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

3

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 8 Mei 2013

Promotor,

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A.

NIP 19530107 198103 1 002

Kopromotor 1, Kopromotor II, Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. NIP 19541224 198303 1 001 NIP 19601231 198503 1 028

Mengetahui

Ketua Program Doktor Linguistik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana, Prof. Dr. Aron Meko Mbete Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP 19470723 1979031002 NIP 19590215 198510 2 001

Page 4: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

4

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Dra. I Gusti Ayu Gde Sosiowati, M.A

NIM : 1090171004

Program Studi : Program Doktor S3 Linguistik Pascasarjana Universitas

Udayana

dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 27 Mei 2013

Dra. I Gusti Ayu Gde Sosiowati, M.A.

Page 5: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

5

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 8 Mei 2013

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No.: 0404/UN.14.4/HK/2013 Tanggal 22 Maret 2013

Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete

Anggota:

1. Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A.

2. Prof. Drs I Made Suastra, M.A., Ph.D.

3. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.

4. Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A.

5. Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A.

6. Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum.

7. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.

Page 6: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

6

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Mahaesa karena berkat asung kerta wara nugrahaNya disertasi ini dapat

penulis selesaikan sesuai dengan rencana.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Direktur Program Pascasarjana

Universitas udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya,

Ketua Program Doktor Linguistik Prof. Dr. Aron Meko Mbete beserta jajarannya,

Pak Nyoman Sadra dan Ibu Gung Supadmi yang telah memfasilitasi dan

membantu proses pembelajaran penulis hingga selesai menjalani program doktor

ini. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A selaku promotor, Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D

selaku kopromotor I dan Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. sebagai kopromotor

II, yang sudah bekerja keras membimbing penulis sehingga akhirnya penulis

dapat menyelesaikan studi tepat waktu.

Terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada para penguji Prof.

Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr.

Putu Kerti Nitiasih, M.A., Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., dan Dr. Made Sri

Satyawati, S.S., M.Hum. atas saran, masukkan dan sanggahannya sehingga

disertasi ini dapat menjadi lebih sempurna.

Kepada Dekan Fakultas Sastra Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S beserta

jajarannya, Ketua Jurusan Sastra Inggris Dr. Ni Luh Ketut Mas Indrawati, M.A.

beserta seluruh staf Jurusan, Ibu Sukarini dan Ibu Seri Malini penulis juga

Page 7: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

7

mengucapkan terima kasih atas ijin, bantuan dan motivasi yang sudah diberikan

kepada penulis selama penulis menjalani masa studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman kuliah

angkatan tahun 2010 Ibu Magdalena, Pak Budiarta, Ibu Mirsa, Desak Eka Pratiwi

Pak Rambut Kanisius, Pak Murdana dan Pak Ketut Paramartha yang selama ini

sudah menjadi teman senasib sepenanggungan selama menempuh studi di

Program Doktor di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih atas

semangat dan doa kalian.

Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

alm Aji I Gusti Gde Subamia, alm. Ibu A.A.A. Kartini yang sudah membekali

penulis dengan kemampuan berpikir dan bernalar, alm. suami tercinta Ida bagus

Jaya Utama yang sudah mengajarkan kepada penulis bagaimana menjadi orang

yang berdisiplin, mau bekerja keras dan bertanggung jawab; anak-anak, menantu

dan cucu tercinta Ida Bagus Yudi Surya Utama, Titi, Dita, Ida Bagus Budi

Yudhistira Utama, Mega, Nara, Ida bagus Dedi Indra Utama, Lia dan Tristan yang

sudah mendukung penulis dengan rasa cinta yang besar sehingga penulis

bersemangat untuk menyelesaikan disertasi ini. Ucapan yang sama juga penulis

ucapkan kepada alm. Kakak tercinta I Gusti Bagus Putra Samajaya dan Ibu Dewi

yang dukungannya selalu dapat meningkatkan semangat pada saat kejenuhan

datang, kepada kakak dan paman tercinta I Gusti Ayu Erawati dan I Gusti

Komang Suryatmaja yang selama proses penelitian sudah membantu dengan

nasehat-nasehatnya sehingga penulis lebih bersemangat menjalani proses belajar

dan proses penulisan disertasi ini.

Page 8: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

8

Mengakhiri ucapan terima kasih ini, penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang sudah membantu penulis selama menempuh studi ini,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mohon maaf karena tidak

dapat menyebutkan nama satu persatu. Akan tetapi, penulis memohon semoga Ida

Sanghyang Widhi Wasa selalu melimpahkan karuniaNya kepada kita semua.

Denpasar, Penulis, I Gusti Ayu Gde Sosiowati

Page 9: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

9

ABSTRAK

KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

Penelitian berjudul “Kesantunan Bahasa Politisi dalam Talk Show di Televisi” ini membahas masalah: (1) tingkat kesantunan politisi, (2) ciri-ciri satuan verbal yang digunakan, (3) faktor-faktor yang melatarbelakangi pelanggaran dan ketaatan kesantunan dan (4) ideologi yang tersirat di balik perilaku berbahasa mereka. Data penelitian ini diambil dari tayangan mingguan talk show “Today’s Dialogue”, periode Januari – Maret 2011di Metro TV yang berjumlah dua belas. Kedua belas tayangan itu diseleksi melalui purposive sampling dan diperoleh lima tayangan dengan dua belas orang politisi. Tingkat kesantunan politisi tersebut diukur berdasarkan pelanggaran atau aplikasi maksim, kemudian diberi predikat sangat santun (pelanggaran 0 – 20%), santun (pelanggaran 21% - 40%), cukup santun (pelanggaran 41% - 60%), kurang santun santun (pelanggaran 61 % - 80%), dan tidak santun (pelanggaran 81% - 100%). Teori yang digunakan untuk menganalisis kesantunan adalah gabungan yang saling melengkapi antara teori Kerja Sama (Grice, 1975) dengan maksim-maksimnya, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi, dan teori Kesantunan (Leech, 1983) dengan maksim-maksimnya, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi politisi digunakan teori etnografi komunikasi dari Hymes (1964). Sehubungan dengan situasi bicara dalam talk show, semua maksim yang berjumlah sepuluh itu diberi nilai satu karena semuanya memiliki derajat kepentingan yang sama. Rumus yang digunakan adalah: kesempatan bicara : 10 X 100% = prosentase pelanggaran kesantunan. Sehubungan dengan tingkat kesantunan politisi, hasil yang diperoleh adalah: 1. Alat ukur tingkat kesantunan berbahasa politisi adalah sepuluh maksim, yaitu

maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim cara, maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kesimpatian dan maksim kecocokan.

2. Politisi Indonesia dapat dikategorikan sebagai politisi yang santun. 3. Selama berkomunikasi, ada usaha untuk mengabaikan pola gilir dan usaha

untuk mendominasi. 4. Panjangnya ujaran dalam dunia politik digunakan secara maksimal untuk

menyerang mitra tutur yang dianggap tidak sepaham dan juga digunakan untuk mempromosikan keunggulan diri sendiri atau partainya.

5. Pengurangan tekanan ketidaksantunan, juga menggunakan metafora, kalimat berpagar, alih bahasa, pilihan kata dan implikatur.

6. Pelanggaran terhadap maksim kesantunan terjadi dengan frekuensi sebagai berikut: maksim kebijaksanaan (47), maksim penerimaan (34), maksim cara

Page 10: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

10

(32), maksim kecocokan (16), Maksim kerendahan hati (15), maksim kesimpatian (14), maksim relevansi (9), maksim kualitas (9), maksim kuantitas (8) , dan maksim kemurahan hati (4).

7. Aplikasikan maksim kesantunan yang berdasarkan frekuensi penggunaannya dipaparkan sebagai berikut: maksim kuantitas (83), maksim relevansi (78), maksim cara(58), maksim penerimaan (28), maksim kebijaksanaan (22), maksim kerendahan hati (11), maksim kemurahan hati (10), maksim kesimpatian (5), maksim kualitas (5), dan maksim kecocokan (1).

8. Ketidaksantunan yang mereka lakukan disebabkan oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial mereka, termasuk latar belakang keluarga.

9. Pelanggaran kesantunan dilakukan oleh politisi adalah untuk menyerang mitra tuturnya atau untuk memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

Ciri-ciri verbal politisi, hasil analisis menunjukkan bahwa 1) fitur prosodik , dalam hal ini tekanan pada kata, dapat digunakan untuk

memberi penekanan pada kata-kata yang menyerang mitra tutur atau yang memuji diri sendiri,

2) penghilangan afiksasi ditujukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan waktu bicara sehingga pembicara lain juga mendapat kesempatan bicara. Hal ini adalah aplikasi kesantunan,

3) pilihan kata politisi itu mengacu kepada kekuasaan, misalnya koalisi, partai, presiden, menteri, anggota DPR dan sebagainya,

4) para politisi itu cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur kompleks. Kalimat deklaratif lebih mudah untuk dipahami dibandingkan dengan kalimatdan negatif, bentuk kompleks digunakan untuk usaha mendominasi karena kalimat kompleks yang cenderung panjang, susah dipotong. Dengan demikian bentuk kalimat juga dapat digunakan untuk pelanggaraan atau aplikasi kesantunan,

5) bentuk imperatif yang paling dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna ajakan terhadap mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

6) bentuk interogatif dapat berfungsi lain, misalnya menunjukkan kekurangan orang lain, dan

7) verba aktif yang mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi.

Faktor-faktor yang mendorong politisi melakukan pelanggaran atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa dapat diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian, politisi Indonesia dapat dikategorikan politisi santun. Akan tetapi, ada kecenderungan mereka melanggar maksim kesantunan. Urutan menurut besarnya persentase pelanggaran adalah, maksim kebijaksanaan (25%), maksim penerimaan (18,1%) dan maksim cara (17%). Pelanggaran terhadap maksim kesantunan lain dilakukan dalam persentase kecil (lihat Tabel 9.5). Berdasarkan pelanggaran di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang medorong pelanggaran kaidah-kaidah kesantunan adalah sebagai berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan).

Page 11: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

11

2) Keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur (pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara)

Kesantunan behasa politisi meningkat karena mereka cenderung mengaplikasikan maksim kesantunan. Urutan besarnya persentase pelanggaran maksim kesantunan adalah, maksim kuantitas (27,6%), maksim relevansi (26,0%), dan maksim cara (19,4%). Aplikasi maksim kesantunan itu didorong oleh faktor-faktor seperti berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi maksim kuantitas).

2) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi maksim kuantitas dan maksim cara)

3) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur (aplikasi maksim relevansi).

4) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim cara)

Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para politisi, dapat disimpulkan bahwa ideologi utama mereka mereka adalah kekuasaan (power), yang didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people defender), pemuji diri sendiri (self-esteem), pembenaran diri (self opinionated), dan penegak hukum (law supremacy). Temuan baru yang dihasilkan melalui penelitian ini dipaparkan berikut ini 1. Kesantunan bahasa politisi.

a. Maksim yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesantunan adalah sepuluh maksim yang merupakan gabungan maksim kerja sama dan kesantunan. Penggabungan ini bersifat saling melengkapi sejalan dengan pendapat bahwa komunikasi yang santun adalah komunikasi yang mengandung usaha untuk bekerja sama guna mencapai tujuan komunikasi dan usaha untuk menjaga perasaan mitra tutur. Pengukuran tingkat kesantunan yang dilihat hanya dari sudut keinginan berkerja sama saja atau keinginan menjaga perasaan mitra tutur saja cenderung kurang tepat. Kesepuluh maksim itu adalah (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, (3) maksim relevansi, (4) maksim cara, (5) maksim kebijaksanaan, (6) maksim kemurahan hati, (7) maksim penerimaan, (8) maksim kerendahan hati, (9) maksim kecocokan, dan (10) maksim kesimpatian.

b. Kalimat-kalimat panjang yang digunakan oleh politisi bukan bermaksud untuk menunjukkan kesantunan seperti yang diutarakan oleh Wijana & Rohmadi (2009), digunakan untuk memaksimalkan serangan terhadap mitra tutur dan memaksimalkan pujian terhadap diri sendiri.

c. Ketidaksantunan yang mereka lakukan bukan karena topik pembicaraan atau partai asal politisi tersebut. Ketidaksantunan yang mereka lakukan disebabkan oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial mereka, termasuk latar belakang keluarga.

d. Leech (1983) mengatakan bahwa pelanggaran kesantunan dapat dilakukan untuk menjaga perasaan mitra tutur. Akan tetapi politisi dalam talk show

Page 12: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

12

ini pelanggaran kesantunan dilakukan untuk menyerang mitra tuturnya atau untuk memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

2. Temuan baru sehubungan dengan ciri-ciri verbal politisi adalah sebagai berikut. a. Fitur prosodik, dalam hal ini tekanan pada kata, digunakan oleh politisi

untuk menonjolkan kata yang menyerang mitra tutur atau memuji diri sendiri, mengejek, atau menuduh.

b. Penghilangan afiksasi ditujukan untuk mempersingkat waktu bicara sehingga penyampaian informasi dalam waktu terbatas dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Dengan berbicara secara efektif dan efisien, pembicara akan menghemat waktu dan memberi kesempatan pada pembicara yang lain untuk berbicara.

c. Pemilihan kata yang cenderung berorientasi pada kekuasaan, misalnya koalisi, partai, rakyat dan sebagainya, dan terkait dengan hukum, misalnya hakim, hukum, kejaksaan dan sebagainya.

d. Para politisi cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur kompleks. Kalimat deklaratif lebih mudah dimengerti sehingga mengurangi beban mitra tutur untuk memahaminya, dan ini adalah salah satu bentuk kesantunan. Kalimat kompleks cenderung sulit dipotong, dan cenderung mengimplikasikan usaha mendominasi komunikasi. Hal ini merupakan pelanggaran maksim penerimaan.

e. Bentuk imperatif yang paling dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna ajakan terhadap mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

f. Bentuk interogatif dapat berfungsi menunjukkan kekurangan orang lain. Misalnya pertanyaan “Apakah pernah BULOG membeli gabah dari petani?” Pertanyaan yang diucapkan oleh P9 itu difungsikan untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah berusaha membantu rakyat petani.

g. Verba aktif mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi itu. Hal ini menunjukkan bahwa bagi mereka siapa yang melakukan apa, penting artinya. Apabila yang disebut ialah hal-hal yang menguntungkan mitra tutur, pembicara berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Akan tetapi, apabila yang disebut ialah hal-hal yang merugikan mitra tutur, pembicara melanggar maksim kebijaksanaan.

3. Penelitian ini membuktikan bahwa pelanggaran kesantunan disebabkan oleh: 1) keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan); 2) Keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur

(pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara), sedangkan aplikasi maksim kesantunan didorong oleh faktor-faktor seperti berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi maksim kuantitas).

2) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi maksim kuantitas dan maksim cara)

Page 13: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

13

3) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur (aplikasi maksim relevansi).

4) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim cara)

4. Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para politisi, dapat disimpulkan bahwa ideologi mereka adalah kekuasaan (power), didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people defender), pemuji diri sendiri (self-esteem), pembenaran diri (self-opinionated), dan penegak hukum (law supremacy).

Kata kunci: kesantunan, maksim, politisi, ideologi

Page 14: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

14

ABSTRACT

THE POLITENES OF LANGUAGE USED BY POLITICIANS IN METRO TV TALK SHOW

The research entitled “The Politeness of Language Used by Politicians in Talk Show on Metro TV” talked about: (1) the level of politeness of politicians, (2) the verbal characteristics used, (3) the factors causing the violation and the application of politeness, and (4) the ideology implied in their speaking behaviour. The data was taken from the weekly talk show “Today’s Dialogue” episodes January – March 2011 in Metro TV of which number is twelve. Those numbers were selected by using purposive sampling and five episodes were suitable to be used as data with twelve politicians. The level of politeness was measured based on the violation and application of the maxims and then labeled as polite (with violation 0 – 25%), polite enough (with violation 26% - 50%), less polite (with violation 51% - 75%), and impolite (with violation 51% - 100%). The theories applied to analyse politeness were the combination of the theories of cooperative principles with its maxims, namely the maxims of quality, quantity, manner and relevance, and the politeness theory consisting of the maxims of tact, generosity, approbation, modesty, agreement and sympathy. Ethnography of communication was used to find out their communication competence.In relation to the condition of talk show the ten maxims were given the value of one each, since every single maxim has similar degree of importance. The formula used is as follow: speaking unit : 10 X 100% = persentage of politeness violation Based on the analysis of the politeness of the politicians, the results are: 1. Ten maxims were used to measure politeness. Those maxims are: maxim of

quality, maxim of quantity, maxim of relevance, maxim of manner, tact maxim, generosity maxim, aprobation maxim, modesty maxim, sympathy maxim, and agreement maxim.

2. Indonesian politicians can be categorized as polite politicians. 3. During the communication, there were some efforts of avoiding turn taking and

some efforts to dominate the communication.. 4. The lengthy utterance were maximally used to attack the other participants and

to promote themselves or their parties. 5. Metaphor, hedges, code switching, lexical choice and implicature were used to

reduced impoliteness. 6. The frequency of maxim violation is as follows: tact maxim (47), approbation

maxim (34), maxim of relevance (32), agreement maxim (16), modesty maxim(15), sympathy maxim (14), maxim of relevance (9), maxim of quality (9), maxim of quatity (8) , and maxim of generosity (4).

7. The frequency of maxim application is as follows: maxim of quantity (83), maxim of relevance (78), maxim of manner (58), approbation maxim (28), tact maxim (22), modesty maxim (11), generosity maxim (10), sympathy maxim (5), maxim of quality (5), and maxim of agreement (1).

Page 15: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

15

8. Their impoliteness derived from their own character, their social background, including family background.

9. The maxim violation was done to attack the other participant or to promote themselves.

In relation to the verbal characteristics of the politicians, the result shows: 1) prosodic features, in this case stress, can be used to stress words that attack the

other participants, to promote self to attack and to make fun of others; 2) deletion of afixation was done to use time effectively and efficiently so that the

other participants will have time to speak; 3) lexicon used referred to power, for instance coalition, president, minister,

member of parliament and so on; 4) the politicians tend to use declarative and complex form of sentences; 5) the imperative dominantly used was the one of inviting others to do things. 6) interrogative can be used to show other’s weakness; and 7) active verbs were dominantly used in the politicians’ sentences. The result of the research showed that the Indonesian politicians could be categorized as polite politicians. However, there was tendency that they tend to violate the politeness maxims. In terms of the amount, the violation went in the following order: tact maxim (25%), aprobation maxim (18,1%), and maxim of manner (17%). The violation of the other maxims were done in a small number (see Table 9.5). Based on the violation above, it could be said that the factors causing the violation of politeness are as follows.

1) The desire to maximize disadvantages to others (violation of tact maxim). 2) The desire to minimize appreciation to others (violation of aprobation

maxim and maxim of manner). The politicians’ politeness increased since they also applied the politeness maxims. The percentage of the application went as follows. The maxim of quantity was violated as much as (27,6%), maxim of relevance 26,0%, and maxim of manner 19,4%. The other politeness maxims were also applied but in a small percentage (see Tabel 9.6). The application of the politeness maxim was affected by the following factors.

1) The desire to maximize appreciation to others (application of maxim of quantity maksim).

2) The desire to maximize benefit to others (application of maxim of quantity and maxim of manner).

3) The desire to maximize solidarity to others (application of maxim of relevance).

4) The desire to share burden with others (application of maxim of manner) In terms of ideology, the result shows that the main ideology of the politicians were power, supported by the ideologies of people defender, self-esteem, self opinionated, and law supremacy. New findings that can be presented are as follows.

Page 16: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

16

In relation to the politeness of politicians: 1. Ten maxims that were used to measure politeness. Those maxims are: maxim

of quality, maxim of quantity, maxim of relevance, maxim of manner, tact maxim, generosity maxim, approbation maxim, modesty maxim, sympathy maxim, and agreement maxim.

2. Lengthy utterances of the politicians were not used to show politeness as said by Wijana and Rohmadi (2009), but those are used to maximise the attack toward others and to maximise praise to themselves.

3. The impoliteness was not caused by the topic of discussion, the place of origins or the party where they are from, but the impoliteness was caused by their own characteristics and their social background including their family background.

4. Leech (1983) says that the impoliteness was done to keep the comfort of the others. However in this research, it was found that impoliteness was done to attack others and to maximize the promotion for themselves.

In relation to the verbal characteristics of the politicians, the new findings are 1) Prosodic feature, in this case stress, was used to stress words that attack

others, praise themselves, to mock and to accuse others. Those are considered as maxim violation.

2) The deletion of affixation was done to shorten speaking time so that the message delivery in limited time could be done effectively and efficiently and others were provided time to speak. This is the application of politeness.

3) Lexical choice was oriented towards power, for instance, coalition, party, people, judge, law, lawyer, and so on.

4) Sentences used tend to be declarative and complex ones. Declarative sentences are more easily understood compared to negative ones. Making others understand whatever said more easily is the application of politeness. The use of complex sentences showed the intention of dominating communication, and this is the violation of politeness.

5) Imperative mostly used was the ones inviting others to do things. 6) Interrogative could be used to show the weakness of others. 7) Active verbs were dominantly used in the politicians’ sentences since for

them, who does what was very important to show if an action brought them advantages or disadvantages.

The factors causing the violation of politeness were

1) the desire to maximize disadvantages to others (violation of tact maxim); and

2) the desire to minimize appreciation to others (violation of aprobation maxim and maxim of manner),

while the application of the politeness maxim was affected by the followingfactors.

1) The desire to maximize appreciation to others (application of maxim of quantity maksim).

Page 17: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

17

2) The desire to maximize benefit to others (application of maxim of quantity and maxim of manner).

3) The desire to maximize solidarity to others (application of maxim of relevance).

4) The desire to share burden with others (application of maxim of manner) In terms of ideology, the result shows that the main ideology of the politicians were power, supported by the values of of people defender, self-esteem, self opinionated, and law supremacy. Key words: ideology, maxim, politeness, politician.

Page 18: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

18

RINGKASAN

1 Pendahuluan

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh semua lapisan

masyarakat termasuk oleh politisi. Mereka menggunakan bahasa diberbagai

kesempatan di hadapan publik termasuk dalam talk show di televisi. Melalui

bahasa mereka berusaha memengaruhi masyarakat sehingga masyarakat bersedia

melakukan apa yang diinginkan oleh politisi. Semua politisi mempunyai tujuan

untuk memenangkan partai dan dirinya dalam pemilu.Untuk mencapai tujuannya,

politisi dapat melanggar kesantunan berbahasa atau mengaplikasikan kesantunan

berbahasa. Keinginan yang demikian besar untuk mencapai tujuannya membuat

politisi cenderung tidak memerhatikan perasaan mitra tutur. Hal ini

mengakibatkan pelanggaran kesantunan berbahasa. Perilaku seperti itu membuat

politisi cenderung mendapat predikat sebagai kelompok yang tidak santun, tidak

jujur dan suka berbohong. Pemberian predikat santun atau tidak santun tentu

memerlukan data pendukung sehingga predikat yang diberikan dapat

dipertanggungjawabkan.

Penelitian ini dilakukan karena penulis berkeinginan untuk meneliti dan

menentukan predikat kesantunan politisi. Dengan demikian masalah yang akan

dibahas adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah tingkat kesantunan penggunaan bahasa para politisi dalam

talk show Today’s Dialogue di Metro TV?

2) Apakah ciri-ciri satuan verbal yang digunakan oleh para politisi?

Page 19: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

19

3) Apakah yang mendorong para politisi melakukan pelanggaran atau menaati

kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

4) Ideologi apakah yang tersirat di balik bahasa para politisi yang melanggar

atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

2 Kajian Pustaka, Konsep dan Landasan Teori

2.1 Kajian Pustaka

Berikut adalah beberapa tulisan yang relevan dengan penelitian ini yang

dikaji untuk membandingkan tulisan dari penulis lain dengan tulisan ini.

Beard (2000) meneliti bahasa politisi, tetapi penelitiannya hanya terbatas

pada metafora yang digunakan oleh politisi. Dia banyak berbicara tentang

metafora yang berhubungan dengan olahraga, peperangan dan dunia binatang.

Menurut Beard, metafora dapat digunakan untuk menyampaikan ideologi dengan

lebih efektif. Sementara itu, penelitian ini hanya menggunakan metafora sebagai

usaha mempersantun ujaran. Sementara penelitian Beard (2000) menganalisis

bagaimana metafora digunakan oleh politisi dalam ujaran-ujarannya untuk

mencapai tujuan, penelitian ini melihat bagaimana metafora digunakan oleh

politisi sebagai salah satu alat aplikasi kesantunan.

Donnely (2009) berbicara tentang retorika bahasa yang digunakan oleh

politisi di Pulau Rhode. Dia mengatakan bahwa penggunaan retorika sangat

penting dalam membingkai pilihan politik, pembangunan konstituen, dan strategi

politik di Pulau Rhode. Politisi menggunakan retorika, yaitu bahasa yang terlalu

banyak menggunakan ornamen, tetapi sering kali mengimplikasikan

Page 20: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

20

ketidakjujuran dan berlebihan. Penelitian itu cenderung mengimplikasikan bahwa

sudah merupakan hal yang biasa dan tidak melanggar kesantunan apabila politisi

menggunakan bahasa yang tidak jujur, sementara itu, penelitian ini menggunakan

ketidakjujuran dan bahasa yang terlalu banyak ornamennya sebagai bentuk

ketidaksantunan.

Haugh (2003) memaparkan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa

masyarakat Jepang banyak menggunakan implikatur untuk meningkatkan

kesantunan. Selain itu, penelitian ini juga memberi informasi bahwa implikatur

dapat menggagalkan maksim kuantitas dari Grice (1975). Penelitian ini juga

membahas implikatur, yang dilihat sebagai salah satu strategi untuk menunjukkan

kesantunan, bukan sebagai bentuk yang melanggar maksim kuantitas. Dengan

demikian, dalam penelitian ini, implikatur dilihat sebagai salah satu usaha

mengurangi pengancaman muka.

Orwell (1986) mengatakan bahwa elite politik bukan kelompok yang mampu

menggunakan bahasa secara ideal dalam arti bahasa mereka tidak jelas, tidak

jujur, dan tidak mudah dipahami. Melalui bahasa seperti itu mereka

menyampaikan ideologinya. Pertimbangan konteks wacana, seperti latar belakang

pembicara, situasi, peristiwa, dan kondisi digunakan untuk menemukan makna

yang tersirat. Penelitian ini juga membahas hal yang sama dengan Orwell, tetapi

dalam konteks yang lebih spesifik, yaitu politisi yang berbicara dalam talk show.

Hal lain yang membedakan karya Orwell dengan penelitian ini adalah analisis

ujaran politisi. Orwell menganalisis ujaran untuk menentukan makna yang ingin

disampaikan melalui bahasa yang tidak jelas, tidak jujur dan tidak mudah

Page 21: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

21

dipahami, sementara penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah

penggunaan bahasa politisi santun atau tidak.

Santoso (2003) menyatakan bahwa metafora sering didayagunakan dalam

bahasa politik untuk membuat konsep yang abstrak menjadi konkret,

mengaburkan maksud, dan menguatkan pesan ideologi. Pada pasca-Era Orde

Baru metafora banyak digunakan oleh elite politik. Metafora digunakan untuk

menyampaikan ideologi, sementara itu, dalam penelitian ini, metafora dilihat

sebagai usaha mengurangi tekanan pengancaman muka.

Simpen (2008) menyatakan bahwa tujuan melakukan kajian terhadap

kesantunan berbahasa ialah untuk menemukan, mendeskripsikan, dan

menganalisis satuan verbal yang digunakan sebagai kesantunan, makna

kesantunan, unsur suprasegmental yang memengaruhi kesantunan, dan unsur

paralinguistik yang menyertai kesantunan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh faktor status, jenis kelamin, usia, dan

hubungan kekerabatan. Sementara itu, penelitian ini melihat dan menganalisis

bagaimana hubungan antarpartai memengaruhi kesantunan berbicara politisi.

Wijana dan Rohmadi (2011) membahas situasi tutur, tindak tutur, jenis, jenis

tindak tutur, presuposisi, implikatur dan perikutan, prinsip kerja sama, prinsip

kesantunan dan parameter pragmatik, serta wacana tekstual dan kontekstual.

Untuk analisis prinsip kesantunan, Wijana dan Rohmadi juga menganalisis

beberapa teks permainan bahasa, peribahasa, implikatur, wacana rekreatif, dan

wacana kampanye politik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijana

Page 22: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

22

dan Rohmadi, penelitian yang juga menggunakan prinsip kerja sama dan prinsip

kesantunan ini, dilakukan atas politisi.

2.2 Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah

2.2.1 Politisi

Webster (1956:654) mendefinisikan politisi sebagai orang yang aktif di

partainya, dan sebagai konsekuensi keaktifannya, dia dicalonkan oleh partainya

untuk menjadi anggota DPR.

2.2.2 Bahasa Politisi

Santoso (2003:1) menyatakan bahwa bahasa politisi adalah bahasa yang

digunakan oleh para politisi untuk mencapai tujuan tertentu. Bahasa politisi

mengandung ideologi dan kekuasaan untuk mencapai maksud-maksud atau tujuan

politik tertentu.

2.2.3 Talk Show

Menurut Hornby (1973:1030), talk show adalah pertunjukan untuk berbicara,

memberi informasi, berdiskusi, dan sebagainya. Talk show biasanya dipandu oleh

seorang pemandu yang memberikan pertanyaan-pertanyaan pada narasumber yang

sudah ditentukan sebelumnya.

2.2.4 Satuan Verbal

Satuan verbal pada bagian ini membahas frasa, klausa, kalimat dan

suprasegmental. Menurut Alwi (1992:77), kata adalah suatu bentuk yang terdiri

atas gabungan bermacam-macam suku kata. Frasa adalah satuan sintaksis yang

terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi.

Page 23: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

23

(Alwi,1992:312). Klausa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau

lebih yang mengandung unsur predikasi Alwi (1992:312). Kalimat dapat

dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau

lebih Alwi,1993:313), Suprasegmental adalah satuan fonem yang berbentuk

bunyi, dan dapat pula tidak berwujud bunyi tetapi merupakan aspek tambahan

terhadap bunyi. Suprasegmental dapat berupa tekanan, panjang bunyi, nada,

intonasi, dan ritme (Alwi, 1992:54),

2.2.5 Kesantunan Berbahasa

Wardhaugh (1987:267) berpendapat bahwa kesantunan berbahasa adalah

perilaku berbahasa yang memperhitungkan solidaritas, kekuasaan, keakraban,

status hubungan antarpartisipan, dan penghargaan. Kesantunan berbahasa juga

ditentukan oleh kesadaran terhadap kebiasaan sosial.

2.2.6 Ideologi

Menurut Thompson (1984:17), ideologi adalah sistem berpikir, sistem

kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial

dan politik. Dia juga berpendapat bahwa ideologi adalah pemikiran yang secara

mendasar berhubungan dengan proses pembenaran hubungan kekuasaan yang

tidak simetris, berhubungan dengan pembenaran dominasi. Konsep ideologi

Thompson (1984:18) yang lain menyatakan bahwa ideologi adalah perekat

hubungan sosial yang mengikat anggota masyarakat secara bersama dengan

menetapkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati secara kolektif.

Page 24: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

24

2.3 Landasan Teori

Untuk membahas permasalahan yang tercantum dalam rumusan masalah,

digunakan teori sebagai berikut.

2.3.1 Teori Kerja Sama

Teori kerja sama memiliki prinsip yang mengatur bahwa seseorang harus

membuat komunikasi dengan memberi sumbangan isi seperti yang diharapkan

(Grice, 1975). Prinsip kerja sama ini merupakan bagian dari kesantunan berbahasa

yang memungkinkan partisipan suatu percakapan untuk berkomunikasi dengan

anggapan bahwa partisipan yang lain bersedia untuk bekerja sama. Prinsip

kerjasama berfungsi untuk mengatur apa yang harus dikatakan oleh pembicara

untuk dapat memberi sumbangan pada tujuan komunikasi.

Prinsip kerja sama memiliki empat maksim, yaitu

1) maksim kualitas: pembicara harus jujur. Maksim ini menentukan bahwa

seseorang tidak boleh menyatakan sesuatu yang tidak diyakini

kebenarannya karena tidak cukup memiliki bukti.

2) maksim kuantitas: apa yang dikatakan harus seinformatif mungkin untuk

membuat interaksi itu berlangsung. Jangan terlalu banyak dan jangan

terlalu sedikit.

3) maksim relevansi: apa yang dikatakan harus jelas berhubungan dengan

tujuan interaksi.

4) maksim cara: apa yang dikatakan harus mudah dimengerti, jelas, teratur

dan singkat, menghindari ketidakjelasan dan makna ganda.

Page 25: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

25

Keempat maksimnya menunjukkan pertukaran informasi yang kooperatif

karena juga meliputi aspek perilaku nonlinguistik.

2.3.2 Teori Kesantunan

Prinsip kesantunan dengan enam maksimnya adalah peraturan berkomunikasi

untuk menyatakan kesantunan dengan memperhatikan hubungan antara dua

peserta tutur. Leech (1983) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki

maksim-maksim yang berpasangan seperti berikut (Leech,1983:132).

1) Maksim kebijaksanaan (Tact)

Setiap peserta tutur harus meminimalkan kerugian bagi orang lain atau

memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam maksim

kebijaksanaan ada kecenderungan bahwa semakin panjang tuturan

seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk bersikap

santun pada mitra tuturnya.

2) Maksim kemurahan hati (Generosity)

Setiap peserta tutur wajib meminimalkan keuntungan diri sendiri dan

memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri.

3) Maksim penerimaan (Approbation)

Seorang penutur wajib meminimalkan rasa tidak hormat pada orang lain

dan memaksimalkan rasa hormat pada orang lain.

4) Maksim kerendahan hati (Modesty)

Setiap peserta tutur berusaha untuk meminimalkan rasa hormat pada diri

sendiri dan memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri .

Page 26: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

26

5) Maksim kecocokan (Agreement)

Setiap penutur meminimalkan ketidaksetujuan pada orang lain dan

memaksimalkan kesetujuan di antara mereka.

6) Maksim kesimpatian (Sympathy)

Setiap peserta tutur harus meminimalkan rasa antipati dan memaksimalkan

rasa simpati pada orang lain.

Keenam maksim di atas terpusat pada keharusan untuk memaksimalkan

keuntungan mitra tutur dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri.

Leech (1983:139) berpendapat bahwa kesantunan tidak saja dimanifestasikan

melalui isi percakapan tetapi dimanifestasikan juga melalui bagaimana suatu

percakapan dilakukan dan diatur oleh peserta tutur. Misalnya menyela percakapan

atau berbicara pada waktu yang salah dianggap perilaku tidak santun, atau diam

saja dalam suatu percakapan juga dianggap tidak santun. Topik percakapan juga

patut untuk dipertimbangkan karena menurut Leech (1983:147), penutur lebih

suka berbicara mengenai topik yang menyenangkan dibandingkan dengan topik

yang tidak menyenangkan.

2.3.3 Teori Etnografi Komunikasi

Untuk mengetahui kemampuan berkomunikasi seseorang, Hymes (1964)

mengemukakan teori yang disebut teori etnografi komunikasi. Dia menyebutkan

bahwa pada saat berkomunikasi, agar dapat melakukan komunikasi yang baik dan

mencapai tujuan komunikasi, seseorang harus mempertimbangkan elemen

komunikasi yang disingkat menjadai SPEAKING. S = Setting and Scene, yaitu

Page 27: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

27

lingkungan nyata tempat terlaksananya suatu percakapan; P = Participants, adalah

berbagai kombinasi pembicara – pendengar; E = End, mengacu pada hasil yang

diperoleh dari suatu komunikasi; A = Act Sequence, mengacu pada bentuk dan isi

nyata dari apa yang dibicarakan; K = Key, mengacu pada nuansa atau perilaku

penyampaian pesan; I = Instrumentalities, adalah pilihan bagaimana pesan itu

disampaikan; N = Norms of interaction and interpretation, mengacu pada perilaku

khusus yang menyertai komunikasi dan bagaimana perilaku ini dipandang oleh

orang yang tidak memiliki norma yang sama G = Genre mengacu pada jenis-jenis

ujaran.

2.3.4 Teori Ideologi dan Diskursus

Pembahasan tentang ideologi dalam penelitian ini menggunakan tradisi

hermeneutik yang mengatakan bahwa bentuk-bentuk wacana yang dianalisis

merupakan tafsir itu sendiri (Thompson, 1984). Prosedur hermeneutik yang juga

disebut analisis diskursif dilakukan atas teks yang menjadi sumber data.Yang

dimaksud dengan analisis diskursif adalah pembelajaran serangkaian ungkapan,

bukan sekadar kejadian yang bersifat sosial dan sejarah, melainkan juga

konstruksi bahasa yang menunjukkan struktur bermakna.

3. Metode Penelitian

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang

bertumpu pada fenomenologi.

Page 28: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

28

3.2 Deskripsi Lokasi Pengambilan Data

Lokasi penelitian ini adalah stasiun Metro TV di Jakarta yang beralamat di

Kav A – D Jl. Pilar Mas Raya, Kelurahan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta

Barat 11520.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil adalah data kualitatif berupa kata-kata, frasa,

kalimat, dan wacana, yang diucapkan oleh para politisi yang menjadi narasumber

pada setiap tayangan talk show. Data ini merupakan data primer karena langsung

diambil dari sumbernya.

3.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen seperti alat rekam tayangan, komputer,

lembar transkripsi dan lembar verifikasi. Alat rekam ini digunakan oleh staf

Metro TV untuk merekam tayangan yang sudah ditentukan sebagai sampel.

Komputer dan lembar transkripsi digunakan untuk memutar tayangan sekaligus

mentranskripsi data, lembar verifikasi digunakan pada saat melakukan verifikasi

data, dan maksim pengukur kesantunan.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi dan observasi. Kedua

metode itu digunakan untuk menganalisis bahasa verbal politisi yang ditayangkan

di talk show “Today’s Dialogue”

3.6 Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif dan kuantitatif.

Page 29: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

29

Untuk menentukan tingkat kesantunan, penghitungan dilakukan dalam tiga tahap,

yaitu:

1. Perhitungan dilakukan per unit ujaran politisi dengan rumus:

Jumlah maksim yang dilanggar X 100% Jumlah maksim 2. Hitungan dilakukan per politisi dengan rumus:

Jumlah persentase semua unit Jumlah Unit 3. Hitungan dilakukan untuk semua politisi dengan rumus:

Jumlah persentase semua politisi Jumlah politisi Nilai Kesantunan dihitung berdasarkan persentase sebagai berikut.

Pelanggaran 0 - 20% = sangat santun.

Pelanggaran 21% - 40% = santun.

Pelanggaran 41% - 60 % = cukup santun.

Pelanggaran 61% - 80% = kurang santun

Pelanggaran 81% -100% = tidak santun

Berikut ini akan disajikan contoh analisis data.

Nah...surat dari pimpinan kepada Mahkamah Agung, lembaga yang memastikan bahwa seorang itu betul telah diputus pidana itu lama sekali baru diterbitkan (P5)

P5 adalah mantan ketua Badan Kehormatan di DPR. Dia bertugas untuk memberi

sanksi apabila ada anggota DPR yang bersalah. Akan tetapi, pelaksanaan putusan

selalu terlambat karena Mahkamah Agung memerlukan waktu lama untuk

mengeluarkan putusan apakah seseorang bersalah sehingga sanksi dapat

dikenakan. Kelambanan ini menyebabkan sanksi tidak bisa diberlakukan atas

Page 30: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

30

anggota DPR yang sudah dinyatakan bersalah. Ucapan P5 itu merugikan nama

baik Mahkamah Agung sebagai lembaga negara karena dinilai lamban sehingga

menghambat proses hukum. Oleh karena itu, P5 dianggap melanggar maksim

kebijaksanaan. Karena hanya melanggar satu maksim, berarti nilai

pelanggarannya 10%, dan dia dapat dikategorikan politisi yang sangat santun.

Pelanggaran maksim kebijaksanaan itu mengancam muka positif Mahkamah

Agung karena apa yang sudah dilakukan tidak dihargai.

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil penelitian dapat berupa

metode formal dan informal.

4 Hasil Penelitian

Analisis ujaran para politisi itu menunjukkan hasil sebagai berikut.

Sehubungan dengan tingkat kesantunan politisi, hasil yang diperoleh adalah:

1. Alat ukur tingkat kesantunan berbahasa politisi adalah sepuluh maksim, yaitu

maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim cara, maksim

kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim penerimaan, maksim

kerendahan hati, maksim kesimpatian dan maksim kecocokan.

2. Politisi Indonesia dapat dikategorikan sebagai politisi yang santun.

Page 31: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

31

Predikat Kesantunan dan Kemampuan Komunikasi Politisi

No. Politisi Persentasi Pelanggaran

Predikat kesantunan

Kemampuan Komunikasi

1. Politisi 1 30,77% Santun Baik 2. Politisi 2 25% Santun Baik 3. Politisi 3 18,57& Sangat santun Sangat baik 4. Politisi 4 18% Sangat santun Sangat baik 5. Politisi 5 13,3% Sangat Santun Sangat baik 6. Politisi 6 27,14% Santun Baik 7. Politisi 7 20% Sangat santun Sangat baik 8. Politisi 8 15% Sangat santun Sangat baik 9. Politisi 9 22% Santun Baik 10. Politisi 10 10,71% Sangat santun Sangat baik 11. Politisi 11 32,5% Santun Baik 12. Politisi 12 17,5% Sangat santun Sangat baik

Pelanggaran rata-rata : 20,87% santun

3. Selama berkomunikasi, ada usaha untuk mengabaikan pola gilir dan usaha

untuk mendominasi.

4. Panjangnya ujaran dalam dunia politik digunakan secara maksimal untuk

menyerang mitra tutur yang dianggap tidak sepaham dan juga digunakan untuk

mempromosikan keunggulan diri sendiri atau partainya.

5. Pengurangan tekanan ketidaksantunan, juga menggunakan metafora, kalimat

berpagar, alih bahasa, pilihan kata dan implikatur.

6. Pelanggaran terhadap maksim kesantunan terjadi dengan frekuensi sebagai

berikut:

Page 32: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

32

Frekuensi Pelanggaran Maksim Keseluruhan

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 47 2. Maksim penerimaan 34 3. Maksim cara 32 4. Maksim kecocokan 16 5. Maksim kerendahan hati 15 6. Maksim kesimpatian 14 7. Maksim relevansi 9 8. Maksim kualitas 9 9. Maksim kuantitas 8 10. Maksim kemurahan hati 4

7. Aplikasikan maksim kesantunan yang berdasarkan frekuensi penggunaannya

dipaparkan sebagai berikut:

Frekuensi Aplikasi Maksim Keseluruhan

No. Aplikasi Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kuantitas 83 2. Maksim relevansi 78 3. Maksim cara 58 4. Maksim penerimaan 28 5. Maksim kebijaksanaan 22 6. Merendahan hati 11 7. Memurahan hati 10 8. Maksim kesimpatian 5 9. Maksim kualitas 5 10. Maksim kecocokan 1

8. Ketidaksantunan yang mereka lakukan disebabkan oleh karakter mereka

sendiri dan latar belakang sosial mereka, termasuk latar belakang keluarga.

9. Pelanggaran kesantunan dilakukan oleh politisi adalah untuk menyerang mitra

tuturnya atau untuk memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

Page 33: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

33

Sehubungan dengan ciri-ciri verbal politisi, hasil analisis menunjukkan bahwa

1) Fitur prosodik, dalam hal ini tekanan pada kata, dapat digunakan untuk

memberi penekanan pada kata-kata yang menyerang mitra tutur atau yang

memuji diri sendiri.

2) Penghilangan afiksasi ditujukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan

penggunaan waktu bicara sehingga pembicara lain juga mendapat kesempatan

bicara. Hal ini adalah aplikasi kesantunan.

3) Pilihan kata politisi itu mengacu kepada kekuasaan, misalnya koalisi, partai,

presiden, menteri, anggota DPR dan sebagainya.

4) Para politisi itu cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur

kompleks. Kalimat deklaratif lebih mudah untuk dipahami dibandingkan

dengan kalimatdan negatif, bentuk kompleks digunakan untuk usaha

mendominasi karena kalimat kompleks yang cenderung panjang, susah

dipotong. Dengan demikian bentuk kalimat juga dapat digunakan untuk

pelanggaraan atau aplikasi kesantunan.

5) Bentuk imperatif yang paling dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna

ajakan terhadap mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

6) Bentuk interogatif dapat berfungsi lain, misalnya menunjukkan kekurangan

orang lain.

7) Verba aktif yang mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi.

Sehubungan dengan analisis tentang faktor-faktor yang mendorong politisi

melakukan pelanggaran atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa, hasil

penelitian menunjukkan bahwa politisi Indonesia dapat dikategorikan politisi

Page 34: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

34

santun. Akan tetapi, ada kecenderungan mereka melanggar maksim kesantunan.

Urutan menurut besarnya persentase pelanggaran adalah, maksim kebijaksanaan

(25%), maksim penerimaan (18,1%) dan maksim cara (17%). Pelanggaran

terhadap maksim kesantunan lain dilakukan dalam persentase kecil (lihat Tabel

9.5). Berdasarkan pelanggaran di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang

medorong pelanggaran kaidah-kaidah kesantunan adalah sebagai berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan).

2) Keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur

(pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara)

Kesantunan behasa politisi meningkat karena mereka cenderung mengaplikasikan

maksim kesantunan. Urutan besarnya persentase pelanggaran maksim kesantunan

adalah, maksim kuantitas (27,6%), maksim relevansi (26,0%), dan maksim cara

(19,4%). Aplikasi maksim kesantunan itu didorong oleh faktor-faktor seperti

berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas).

2) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas dan maksim cara)

3) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur

(aplikasi maksim relevansi).

Page 35: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

35

4) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim

cara)

Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para

politisi, dapat disimpulkan bahwa ideologi utama mereka mereka adalah

kekuasaan (power), yang didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people

defender), pemuji diri sendiri (self-esteem), pembenaran diri (self-opinionated),

dan penegak hukum (law supremacy).

5 Temuan

Temuan baru yang dihasilkan melalui penelitian ini dipaparkan di bawah ini.

Temuan baru sehubungan dengan kesantunan berbahasa politisi:

1. Maksim yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesantunan adalah

sepuluh maksim yang merupakan gabungan maksim kerja sama dan

kesantunan. Penggabungan ini bersifat saling melengkapi,sejalan dengan

pendapat bahwa komunikasi yang santun adalah komunikasi yang

mengandung usaha untuk bekerja sama guna mencapai tujuan komunikasi

dan usaha untuk menjaga perasaan mitra tutur. Pengukuran tingkat

kesantunan yang dilihat hanya dari sudut keinginan berkerja sama saja atau

keinginan menjaga perasaan mitra tutur saja cenderung kurang tepat.

Kesepuluh maksim itu adalah (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, (3)

maksim relevansi, (4) maksim cara, (5) maksim kebijaksanaan, (6) maksim

kemurahan hati, (7) maksim penerimaan, (8) maksim kerendahan hati, (9)

maksim kecocokan, dan (10) maksim kesimpatian.

Page 36: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

36

2. Kalimat-kalimat panjang yang digunakan oleh politisi bukan bermaksud untuk

menunjukkan kesantunan seperti yang diutarakan oleh Wijana & Rohmadi

(2009), tetapi kalimat-kalimat panjang digunakan untuk memaksimalkan

serangan terhadap mitra tutur dan memaksimalkan pujian terhadap diri sendiri.

3. Ketidaksantunan yang mereka lakukan bukan karena topik pembicaraan atau

partai asal politisi tersebut. Ketidaksantunan yang mereka lakukan disebabkan

oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial mereka, termasuk latar

belakang keluarga.

4. Leech (1983) mengatakan bahwa pelanggaran kesantunan dapat dilakukan

untuk menjaga perasaan mitra tutur. Akan tetapi politisi dalam talk show ini

pelanggaran kesantunan dilakukan untuk menyerang mitra tuturnya atau

untuk memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

Temuan baru sehubungan dengan ciri-ciri verbal politisi adalah sebagai

berikut.

1) Fitur prosodik , dalam hal ini tekanan pada kata, digunakan oleh politisi untuk

menonjolkan kata yang menyerang mitra tutur atau memuji diri sendiri,

mengejek, atau menuduh.

2) Penghilangan afiksasi ditujukan untuk mempersingkat waktu bicara sehingga

penyampaian informasi dalam waktu terbatas dapat dilakukan dengan lebih

efektif dan efisien. Dengan berbicara secara efektif dan efisien, pembicara

akan menghemat waktu dan memberi kesempatan pada pembicara yang lain

untuk berbicara.

Page 37: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

37

3) Pemilihan kata yang cenderung berorientasi pada kekuasaan, misalnya

koalisi, partai, rakyat dan sebagainya, dan terkait dengan hukum, misalnya

hakim, hukum, kejaksaan dan sebagainya.

4) Para politisi cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur

kompleks. Kalimat deklaratif lebih mudah dimengerti sehingga mengurangi

beban mitra tutur untuk memahaminya, dan ini adalah salah satu bentuk

kesantunan. Kalimat kompleks adalah kalimat yang cenderung sulit dipotong,

dan cenderung mengimplikasikan usaha mendominasi komunikasi. Hal ini

merupakan pelanggaran maksim penerimaan.

5) Bentuk imperatif yang paling dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna

ajakan terhadap mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

6) Bentuk interogatif dapat berfungsi menunjukkan kekurangan orang lain.

Misalnya pertanyaan “Apakah pernah BULOG membeli gabah dari petani?”

Pertanyaan yang diucapkan oleh P9 itu difungsikan untuk menunjukkan

bahwa pemerintah tidak pernah berusaha membantu rakyat petani.

7) Verba aktif mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi itu. Hal

ini menunjukkan bahwa bagi mereka siapa yang melakukan apa, penting

artinya. Apabila yang disebut ialah hal-hal yang menguntungkan mitra tutur,

pembicara berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Akan tetapi,

apabila yang disebut ialah hal-hal yang merugikan mitra tutur, pembicara

melanggar maksim kebijaksanaan.

Page 38: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

38

Temuan baru sehubungan dengan faktor-faktor yang mendorong pelanggaran

dan ketaatan pada kesantunan menunjukkan bahwa pelanggaran kesantunan

disebabkan oleh

1) keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan), dan

2) keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur

(pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara)

sedangkan aplikasi maksim kesantunan didorong oleh faktor-faktor seperti

berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas).

2) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas dan maksim cara)

3) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur

(aplikasi maksim relevansi).

4) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim

cara)

Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para

politisi, temuan baru tentang ideologi mereka adalah kekuasaan (power),

didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people defender), pemuji diri sendiri

(self-esteem), pembenaran diri (self-opinionated), dan penegak hukum (law

supremacy).Semua ideologi politisi ini merupakan ideologi yang mendukung

ideologi utama mereka yaitu kekuasaan.

Page 39: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

39

5 Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, simpulan yang dapat diambil

adalah sebagai berikut.

Politisi yang menjadi narasumber dalam talkshow, yang berasal dari partai

politik yang berbeda, melakukan pelanggaran atau aplikasi maksim kesantunan

untuk mencapai tujuan dan mengekspresikan ideologi mereka. Tetapi, meskipun

mereka melakukan pelanggaran maksim, secara keseluruhan, mereka adalah

politisi santun. Tingkat kesantunan dapat meningkat atau berkurang, tergantung

dari maksim yang mereka aplikasikan atau yang mereka langgar. Pelanggaran atau

aplikasi kesantunan dapat dilakukan melalui pilihan suprasegmental/kata/frasa

atau kalimat.Sehubungan dengan fitur suprasegmental, intonasi yang meninggi

tidak selalu menunjukkan kemarahan, atau pun tergantung pada topik

pembicaraan dan asal daerah, melainkan tergantung kepada karakter masing-

masing individu. Pelanggaran kesantunan mempunyai alasan yang berhubungan

dengan pelanggaran maksim kesantunan.

5.2 Saran

Saran yang dikemukakan ditujukan kepada politisi dan akademisi. Kepada

politisi disarankan untuk menggunakan bahasa yang santun, yang menghargai

keberadaan mitra tutur melalui

1) peningkatan pemahaman tentang strategi mempersantun ujaran,

Page 40: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

40

2) pemahami tentang kesantunan yang berlaku umum di setiap situasi dan

kondisi,

3) peningkatan kemampuan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah

dimengerti oleh pemirsa yang berasal dari berbagai kalangan.

`Saran kepada akademisi adalah sebagai berikut.

Oleh karena penelitian ini dilakukan atas kelompok politisi, masih banyak

kelompok lain yang dapat diteliti untuk melihat tingkat kesantunan mereka. Masih

banyak celah dalam penelitian ini yang bisa diteliti lebih jauh. Kekayaan budaya

di Indonesia pasti menjadi lahan yang menarik untuk diteliti dengan menggunakan

teori sosio-pragmatik.

Page 41: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

41

DAFTAR ISI HALAMAN

SAMPULDALAM ..................................................................................... ii

PRASYARAT GELAR ............................................................................. iii

PERSETUJUAN PROMOTOR ............................................................... iv

PERNYATAA BEBAS PLAGIAT.......................................................... v

PENETAPAN PANITIA PENGUJI......................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vii

ABSTRAK .................................................................................................. x

ABSTRACT.................................................................................................. xv

RINGKASAN.............................................................................................. xix

DAFTAR ISI .............................................................................................. xlii

DAFTAR TABEL....................................................................................... xlvi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 9

1.3.1 Tujuan umum ................................................................................ 9

1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 10

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN ....................................................

13

2.1 Kajian Pustaka ............................................................................. 13

2.2 Konsep ......................................................................................... 21

2.2.1 Politisi .......................................................................................... 21

2.2.2 Bahasa Politisi .............................................................................. 22

2.2.3 Talk Show ..................................................................................... 22

2.2.4 Satuan Verbal ............................................................................... 23

2.2.5 Kesantunan Berbahasa ................................................................. 25

2.2.6 Ideologi ........................................................................................ 26

2.3 Landasan Teori ............................................................................ 27

Page 42: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

42

2.3.1 Teori Sosiolinguistik .................................................................... 28

2.3.1.1 Pilihan Bahasa .............................................................................. 28

2.3.1.2 Bahasa dan Budaya ...................................................................... 32

2.3.1.3 Etnografi Komunikasi .................................................................. 34

2.3.1.4 Solidaritas dan Kesantunan .......................................................... 36

2.3.1.5 Analisis Percakapan ..................................................................... 37

2.3.2 Teori Pragmatik ........................................................................... 40

2.3.2.1 Pengancaman Muka ..................................................................... 41

2.3.2.2 Prinsip Kerja Sama ...................................................................... 53

2.3.2.3 Prinsip Kesantunan ...................................................................... 58

2.3.2.4 Implikatur Percakapan ................................................................. 63

2.3.2.5 Paradoks Kesantunan ................................................................... 64

2.3.3 Teori Ideologi dan Diskursus ....................................................... 66

2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran dan Ketaatan terhadap

Kesantunan ...................................................................................

68

2.4 Model Penelitian .......................................................................... 73

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 76

3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................. 76

3.2 Deskripsi Lokasi Pengambilan Data ............................................ 78

3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 79

3.4 Instrumen Penelitian .................................................................... 82

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ....................................... 83

3.6 Metode dan Teknik Penganalisisan Data ..................................... 85

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ...................... 88

BAB IV ANALISIS KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM

TALK SHOW “TODAY’S DIALOGUE” ..............................

90

4.1 Pendahuluan ................................................................................ 90

4.2 Analisis Tayangan Talk Show “Today’s Dialogue” .................... 92

4.2.1 “Lucunya Negeri Ini” ................................................................... 92

4.2.1.1 Analisis Data Politisi 1 (P1) ......................................................... 93

4.2.1.2 Analisis Data Politisi 2 (P2) ......................................................... 132

Page 43: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

43

4.2.2 “Krisis Kepemimpinan Nasional “ .............................................. 157

4.2.2.1 Analisis Data Politisi 3 (P3) ......................................................... 158

4.2.2.2 Analisis Data Politisi 4 (P4) ......................................................... 178

4.2.3 “Politik Beretika” ......................................................................... 193

4.2.3.1 Analisis Data Politisi 5 (P5) ......................................................... 194

4.2.4 “SBY Gertak Koalisi” .................................................................. 214

4.2.4.1 Analisis Data Politisi 6 (P6) ......................................................... 215

4.2.4.2 Analisis Data Politisi 7 (P7) ......................................................... 234

4.2.4.3 Analisis Data Politisi 8 (P8) ......................................................... 259

4.2.4.4 Analisis Data Politisi 9 (P9) ......................................................... 272

4.2.5 “Menekan Parpol Koalisi” ........................................................... 287

4.2.5.1 Analisis Data Politisi 10 (P10) ..................................................... 289

4.2.5.2 Analisis Data Politisi 11 (P11) ..................................................... 312

4.2.5.3 Analisis Data Politisi 12 (P12) ..................................................... 323

4.3 Rangkuman .................................................................................. 334

BAB V CIRI-CIRI SATUAN VERBAL PARA POLITISI .................. 344

5.1 Pendahuluan ................................................................................. 344

5.2 Analisis Fonologi ......................................................................... 344

5.3 Analisis Morfologi ....................................................................... 351

5.3.1 Prefix Meng- ................................................................................ 352

5.3.2 Prefiks Ber- .................................................................................. 356

5.4 Analisis Kalimat .......................................................................... 362

5.4.1 Kalimat Berdasarkan Hubungan Antar Klausa ............................ 363

5.4.2 Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis ........................................ 366

5.4.2.1 Kalimat Deklaratif ....................................................................... 366

5.4.2.2 Kalimat Imperatif ......................................................................... 372

5.4.2.3 Kalimat Interogatif ....................................................................... 374

5.4.2.4 Kalimat Eksklamatif .................................................................... 377

5.4.2.5 Kalimat Inversi ............................................................................ 378

5.5 Rangkuman .................................................................................. 379

Page 44: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

44

BAB VI FAKTOR-FAKTOR DAN IDEOLOGI YANG

MELATARBELAKANGI PELANGGARAN DAN

KETAATAN PADA KESANTUNAN BERBAHASA............

384

6.1 Pendahuluan ................................................................................. 384

6.2 Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran dan Ketaatan terhadap

Kesantunan Berbahasa .................................................................

385

6.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Kesantunan ...................... 387

6.2.1.1 Keinginan untuk Memaksimalkan Kerugian pada Mitra Tutur ... 388

6.2.1.2 Keinginan untuk Meminimalkan Penghargaan pada Mitra

Tutur..................................................................................................

394

6.3 Ideologi yang Tersirat dalam Bahasa Politisi dalam Tayangan

Talk Show “Today’s Dialogue” ...................................................

402

6.4 Rangkuman .................................................................................. 410

VII TEMUAN ............................................................................................ 412

VIII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 417

8.1 Simpulan ...................................................................................... 417

8.2 Saran ............................................................................................ 422

IX DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 424

Page 45: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

45

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 1 ............. 130

Tabel 4.2 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 1 ............................ 131

Tabel 4.3 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 2 ............. 155

Tabel 4.4 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 2 ............................ 156

Tabel 4.5 : Analisis SPEAKING Politisi 1 dan Politisi 2 .................. 157

Tabel 4.6 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 3 ............. 177

Tabel 4.7 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 3 ............................ 177

Tabel 4.8 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 4 ............. 190

Tabel 4.9 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 4 ............................ 190

Tabel 4.10 : Analisis SPEAKING Politisi 3 dan Politisi 4 .................. 192

Tabel 4.11 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 5 ............. 211

Tabel 4.12 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 5 ............................ 212

Tabel 4.13 : Analisis SPEAKING Politisi 5 ........................................ 213

Tabel 4.14 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 6 ............. 233

Tabel 4.15 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 6 ............................ 234

Tabel 4.16 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 7 ............. 257

Tabel 4.17 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 7 ............................ 258

Tabel 4.18 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 8 ............. 271

Tabel 4.19 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 8 ............................ 271

Tabel 4.20 : Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 9 ............. 284

Tabel 4.21 : Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 9 ............................ 284

Tabel 4.22 : Analisis SPEAKING Politisi 6, Politisi 7, Politisi 8,

Dan Politisi 9 ...................................................................

286

Tabel 4.23 Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 10 ........... 311

Tabel 4.24 Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 10 .......................... 312

Tabel 4.25 Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 11 ........... 322

Tabel 4.26 Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 11 .......................... 323

Tabel 4.27 Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 12 ........... 332

Tabel 4.28 Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 12 .......................... 332

Page 46: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

46

Tabel 4.29 : Analisis SPEAKING Politisi 10, Politisi 11, dan

Politisi 12..........................................................................

333

Tabel 4.30 : Frekuensi Pelanggaran Maksim Seluruh Politisi ............. 335

Tabel 4.31 : Frekuensi Aplikasi Maksim Seluruh Politisi ................... 337

Tabel 9.1 : Daftar “Today’s Dialogue ............................................... 429

Tabel 9.2 : Rekapitulasi Pelanggaran dan Aplikasi Maksim

Kesantunan ......................................................................

430

Tabel 9.3 : Sebaran Pelanggaran Maksim Keseluruhan .................... 444

Tabel 9.4 : Sebaran Aplikasi Maksim Keseluruhan .......................... 445

Tabel 9.5 : Urutan Pelanggaran maksim ............................................ 446

Tabel 9.6 : Urutan Aplikasi Maksim ................................................. 447

Tabel 9.7 : Tingkat Pelanggaran Maksim Masing-Masing Politisi ... 448

Tabel 9.8 : Urutan Politisi Berdasarkan Kesantunan ......................... 449

Page 47: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari bahasa, baik verbal maupun nonverbal, adalah

alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Djojosuroto (2006: 48)

mendefinisikan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan

manusia. Thompson (1984:15) mengatakan bahwa teori ideologi mengajak kita

melihat bahwa bahasa bukan sekadar struktur yang dapat digunakan untuk

komunikasi dan pertunjukan, melainkan sebagai fenomena sejarah sosial yang

melibatkan konflik manusia. Dengan mengatakan bahwa bahasa adalah fenomena

sejarah sosial, Thompson bermaksud mengatakan bahwa bahasa bukan sekedar

struktur dimana ekspresi-ekspresi memberikan sebuah makna dari sebuah

tindakan dan bukan pula merupakan medium tempat sejarah diproduksi dan

kehidupan sosial dikembangkan, melainkan merupakan alat yang digunakan untuk

mengekspresikan semua gejala sosial yang terjadi sepanjang masa. Untuk dapat

berkomunikasi dengan baik, hakikat bahasa harus dimengerti terlebih dahulu.

Bahasa adalah sistem tanda atau simbol yang sedang mengekspresikan nilai

dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di dalam suatu proses

sosial kebahasaan (Santoso,2003:6). Ini berarti bahwa setiap bahasa tidak dapat

dipisahkan dari budayanya, bahwa dua budaya yang berbeda akan memaknai

ujaran yang sama secara berbeda. Oleh sebab itu bahasa digunakan dengan cara

berbeda di masyarakat penutur yang berbeda. Selain dilihat dari sudut semiotika

Page 48: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

48

sosial, bahasa juga dapat dilihat dari sudut linguistik antropologi yang

menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu dari ribuan komunikasi lisan yang

digunakan oleh kelompok masyarakat yang berbeda ( Salzmann, 1998:46). Hal ini

berarti bahwa di dunia terdapat ribuan kelompok penutur bahasa dan masing-

masing kelompok penutur memiliki bahasa sendiri.

Voloŝinov (1973:66-68) mengatakan bahwa bahasa adalah fakta objektif

yang bebas dan berada di luar kesadaran individu. Bahasa merupakan gambaran

dari aliran peristiwa yang tidak pernah berhenti dan merupakan sistem norma-

norma yang kekal yang menentukan bagaimana bahasa itu ada dalam setiap

komunitas bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa akan tetap ada

apabila individu-individu sebagai pelaku kegiatan masih ada.

Dalam berbicara fokus perhatian pembicara sejalan dengan ujaran nyata yang

diucapkannya. Yang penting baginya ialah mengaplikasikan bentuk-bentuk yang

secara normatif sama dalam konteks tertentu dan nyata. Dia mengatakan bahwa

dalam komunikasi pembicara pasti mengaplikasikan bentuk-bentuk linguistik.

Akan tetapi, yang penting adalah seorang pembicara harus tahu bahwa bentuk-

bentuk linguistik tidak stabil dan tidak selalu merupakan tanda yang dengan

sendirinya sama, melainkan sebagai pengetahuan bahwa bentuk-bentuk linguistik

selalu merupakan tanda yang berubah-ubah dan beradaptasi. Hal ini berarti

bahwa makna suatu ujaran tidak ditentukan oleh apa yang diucapkan, melainkan

ditentukan pula oleh konteks situasinya. Perubahan pada konteks situasi

mengakibatkan perubahan pada makna. Menurutnya, bahasa dalam proses

implementasinya tidak bisa dipisahkan dari ideologi karena kata-kata dalam suatu

Page 49: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

49

bahasa selalu diisi dengan makna yang didapat dari perilaku atau ideologi. Oleh

karena itu pemisahan bahasa dari ideologi adalah merupakan kesalahan besar.

Sehubungan dengan bagaimana memahami suatu bahasa, dia mengatakan bahwa

memahami suatu bahasa tidak difokuskan pada mengenali elemen ujaran yang

sama, melainkan memahami bahasa itu dalam suatu makna kontekstual yang baru.

Hal ini berarti bahwa makna suatu kata benar-benar ditentukan oleh konteksnya.

Konteks yang baru yang disebutkan dalam pernyataan ini adalah lingkungan

sosial dan lingkungan budaya di tempat bahasa itu digunakan

(Voloŝinov,1973:70-79).

Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai berbagai macam fungsi. Dalam

konteks proses sosial, politik, dan kultural, bahasa digunakan untuk mengontrol

atau mengendalikan masyarakat melalui pengontrolan makna (Santoso, 2003:6),

sedangkan menurut Stubbs (1983:45), bahasa mempunyai dua fungsi utama yaitu

fungsi referensial dan fungsi emotif. Bahasa yang mewadahi berbagai macam

fungsi digunakan untuk berkomunikasi, baik komunikasi formal maupun

informal. Seberapa jauh peserta tutur dapat saling memahami, bergantung pada

bahasa yang digunakan, praanggapan dan budaya masing-masing peserta tutur.

Bahasa juga mempunyai fungsi yang mendasar, yaitu untuk menamai atau

menjuluki orang, objek, dan peristiwa (Mulyana, 2010:266)

Dunia politik adalah salah satu situasi tutur yang menggunakan bahasa

sebagai media komunikasi. Bahasa politik haruslah merupakan alat komunikasi

yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (Santoso, 2003:3). Bahasa

sebagai media dalam komunikasi politik memiliki tiga ciri yang harus

Page 50: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

50

diperhatikan. Ketiga ciri tersebut adalah 1) bahasa politik haruslah merupakan alat

komunikasi yang dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, 2) bahasa

politik bersifat membujuk dan merayu khalayak, dan 3) bahasa politik penuh

dengan semboyan-semboyan dan kata-kata bersayap serta menghindari

penggunaan bahasa yang berkonotasi netral dan objektif (Santoso, 2003:3).

Apabila diperhatikan berbagai macam talk show yang ditayangkan di televisi,

dapat dilihat bahwa bahasa sebagai media komunikasi politik digunakan juga

dalam program-program talk show tayangan televisi di Indonesia dan di dunia.

Tayangan-tayangan tersebut menampilkan narasumber yang berasal dari berbagai

kalangan. Narasumber tersebut dapat berasal dari kalangan masyarakat biasa

dengan keahlian tertentu, tetapi dapat juga berasal dari kalangan pemerintah atau

politisi. Narasumber yang diundang tersebut berdialog, yaitu saling bertukar

pendapat dan informasi tentang suatu topik yang sudah ditentukan oleh pembawa

acara. Bahasa yang digunakan oleh para narasumber itu adalah bahasa lisan yang

menurut Wahyu (www@t_wahyu.staff.gunadarma.ac.id) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut: 1) memerlukan kehadiran orang lain; 2) unsur gramatikal tidak

dinyatakan dengan lengkap; 3) terkait ruang dan waktu; dan 4) dipengaruhi oleh

tinggi rendahnya suara. Hakikat bahasa lisan adalah spontan sehingga sering kali

kurang cermat dalam menyampaikan pikiran dan perasaan tetapi bahasa lisan

mempunyai keuntungan karena didukung oleh intonasi, mimik wajah dan suasana

yang diciptakan misalnya, serius, kelakar, dan formal dan sebagainya.

Semua narasumber yang tampil dalam talk show membawa ideologi masing-

masing, baik ideologi individu maupun ideologi kelompok atau golongan.

Page 51: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

51

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melalui media talk show para

narasumber mengemukakan ideologi secara tersurat atau tersirat dan

mempertahankannya atau dengan kata lain mereka melakukan perang ideologi di

media tersebut. Melalui bahasa, narasumber berusaha memengaruhi masyarakat

sehingga masyarakat terbujuk untuk menerima dan melakukan apa yang

dikehendaki oleh narasumber tersebut. Berhasil atau tidak usaha para narasumber

itu bergantung pada bahasa yang mereka gunakan. Bahasa yang didengar dan

ditiru oleh sebagian besar masyarakat adalah bahasa khas kaum politisi yang

kadang-kadang santun atau tidak santun. Hal ini terjadi karena politisi biasanya

berbicara tidak semata-mata atas dirinya, tetapi atas nama kelompok/golongan

atau partai yang diwakilinya.

Kaum politisi adalah orang yang berkecimpung di dunia politik, dan dianggap

sebagai warga negara terhormat oleh masyarakat. Mereka juga adalah pengguna

bahasa. Bahasa kaum politisi ini sangat menarik untuk diteliti karena ada dua

pendapat yang bertentangan mengenai bahasa mereka. Pertama, pendapat yang

menyatakan bahwa politisi seringkali berbicara dengan cara yang tidak santun.

Contoh ketidaksantunan ini dikemukakan oleh Harras (2009:1) yang menyebutkan

bahwa sidang gabungan Komisi II dan III dengan Kejaksaan Agung pernah

terhenti karena Anhar S.E., salah seorang anggota Komisi III, menyebut Korp

Adhiyaksa sebagai “ustaz di kampung maling”. “Ustaz” yang mempunyai medan

makna positif dibenturkan dengan “kampung maling” yang mempunyai medan

makna negatif. Benturan medan makna itu akan menimbulkan berbagai macam

penafsiran. Penafsiran yang dihasilkan sangat bergantung pada praanggapan yang

Page 52: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

52

dimiliki oleh pendengar. Praanggapan yang dimiliki oleh Korp Adhiyaksa

ternyata telah membuat mereka memaknai ujaran tersebut dengan cara yang

negatif. Ketersinggungan terjadi karena ujaran itu dianggap tidak santun.

Sebaliknya, mungkin bagi Gunarwan kata-kata itu masih dalam batas kewajaran,

tidak ada ketidaksantunan dalam kalimat “ustaz di kampung maling” yang

diucapkan oleh kaum politisi karena menurut Gunarwan (2007:156) misalnya

kata-kata “Menteri X itu memang kepala batu” yang diucapkan oleh seorang

anggota DPR itu masih dalam batas-batas “wajar”.

Di pihak lain, dapat dikatakan bahwa pernyataan mengenai bahasa terikat

oleh konteks budaya memang benar karena menurut Djojosuroto (2006:50)

bahasa merupakan identitas individu dan kelompok. Bahasa juga berhubungan

erat dengan budaya karena menurut Kramsch (1998:3) bahasa merefleksikan

realitas budaya. Suatu kelompok sosial tidak hanya mengekspresikan pengalaman,

tetapi mereka juga menciptakan pengalaman melalui bahasa. Kramsch

mengatakan bahwa cara mereka menggunakan bahasa menciptakan makna yang

dimengerti oleh penutur dari kelompok sosial yang sama. Misalnya intonasi suara,

bahasa tubuh atau ekspresi wajah membawa makna yang mereka mengerti. Jadi,

bahasa adalah sistem tanda yang memiliki nilai budaya. Keesing (1974:44)

menyatakan bahwa kebudayaan adalah sistem perilaku yang menghubungkan

komunitas manusia dengan lingkungannya. Komunitas manusia meliputi

teknologi, organisasi ekonomi, wilayah tempat tinggal, pengelompokan sosial,

organisasi politik, kepercayaan, dan praktik-praktik agama. Budaya yang bukan

merupakan warisan genetik ini menempatkan seseorang agar berada sesuai dengan

Page 53: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

53

lingkungannya. Definisi di atas mengimplikasikan bahwa sistem bahasa

mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi manusia di

dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa perilaku berbahasa harus disertai norma-

norma yang berlaku dalam budaya tersebut. Hudson (1980:73) mempunyai

definisi berbeda. Dia mendefinisikan kebudayaan sebagai pengetahuan yang

dipelajari dari orang lain, baik melalui instruksi langsung maupun dengan

mengamati perilaku mereka. Bertolak dari definisi kebudayaan yang diberikan

oleh Keesing (1974:44), semestinya mereka yang secara sosial memiliki

kedudukan tinggi (seperti anggota DPR, pejabat tinggi negara, tokoh masyarakat

dan lain-lain) tidak kukuh mempertahankan kebiasaan dan perilaku budaya daerah

mereka dalam kehidupan masyarakat nasional dan internasional. Seharusnya

mereka menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku umum di tempat

mereka berbicara.

Berbahasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua manusia dan seringkali

dilakukan secara otomatis. Akan tetapi berbahasa bukan aktifitas yang tidak

mengenal aturan karena berbahasa juga harus mengikuti peraturan. Wittgenstein

(1953 ) mengembangkan teori yang disebut permainan bahasa (language games).

Dia menyatakan bahwa untuk mengetahui bagaimana bahasa bekerja, orang harus

melihat fungsi bahasa itu dalam suatu situasi sosial yang spesifik. Komponen

permainan bahasa ini adalah permainan yang menggunakan bahasa dan bahasa

digunakan dengan berbagai cara yang berbeda. Misalnya, pada saat seseorang

mengatakan “air”, dua kemungkinan dapat terjadi. Apabila kata itu diucapkan di

lingkungan yang banyak air, kata itu akan berarti peringatan. Akan tetapi apabila

Page 54: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

54

kata itu diucapkan oleh seseorang yang terlihat haus, kata itu berarti permintaan

untuk diberi air. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian makna sangat tergantung

pada konteks situasi. Apabila dihubungkan dengan kesantunan, konsep permainan

bahasa ini akan mewajibkan seseorang berbicara sesuai dengan norma-norma

kesantunan yang umum berlaku dalam situasi tersebut meskipun pada

kenyataannya banyak pembicara hanya mengedepankan budaya dan kebiasaannya

sendiri sehingga mengukur kesantunan dari pihaknya sendiri saja. Kebiasaan yang

mengikuti pola kesantunan sendiri tanpa memperhitungkan lawan tutur cenderung

mengakibatkan masalah karena lawan tutur merasa tidak dihargai atau tidak

dihormati.

Latar belakang penelitian ini adalah keinginan untuk mengetahui

seberapa santun para politisi Indonesia dalam berbahasa. Seperti telah dipaparkan

sebelumnya, ada dua anggapan tentang perilaku berbahasa politisi, yaitu mereka

berbicara tidak santun dan mereka berbicara santun. Keinginan yang kedua adalah

untuk mengetahui apakah benar pelanggaran maksim itu dilakukan untuk

menyenangkan hati mitra tutur seperti yang disampaikan oleh Leech (183:81).

Karena menyangkut kelompok pemakai bahasa tertentu, yaitu politisi dan

dikaitkan dengan perilaku berbahasa di tempat tertentu, dalam hal ini acara talk

show di televisi, pendekatan yang dianggap paling tepat adalah pendekatan

Sosiopragmatik karena Sosiopragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana

prinsip kesantunan diaplikasikan secara berbeda di budaya, komunitas bahasa,

situasi sosial dan kelas sosial yang berbeda (Leech, 1983:10).

Page 55: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

55

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat

dikemukakan adalah sebagai berikut.

5) Bagaimanakah tingkat kesantunan penggunaan bahasa para politisi dalam

talk show Today’s Dialogue di Metro TV?

6) Bagaimanakah ciri-ciri satuan verbal yang digunakan oleh para politisi?

7) Faktor-faktor apakah yang mendorong para politisi melakukan pelanggaran

atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

8) Ideologi apakah yang tersirat di balik bahasa para politisi yang melanggar

atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus.

Kedua tujuan tersebut dapatdipaparkan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini ialah menemukan, mendeskripsikan, dan

menganalisis penggunaan bahasa yang dilakukan oleh politisi dalam talk show

“Today’s Dialogue”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada masyarakat umum bahwa penggunaan bahasa semestinya mengikuti

aturan main yang ada. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu siapa

mitra tuturnya, topik apa yang sedang dibicarakan, dan di mana mereka

melakukan komunikasi. Ketiga hal itu disebut konteks situasi oleh Halliday

Page 56: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

56

(1985:29-34). Dengan memahami konteks situasi, bahasa yang digunakan dapat

lebih pantas sehingga tujuan komunikasi akan tercapai.

1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1) mencari, menemukan, dan menganalisis penggunaan bahasa kaum politisi

dalam talk show “Today’s Dialogue”.

2) menemukan dan menganalisis ciri-ciri satuan verbal bahasa yang digunakan

oleh para politisi.

3) menemukan dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan

bahasa para politisi.

4) menemukan dan menganalisis ideologi yang tersirat di balik penggunaan

bahasa para politisi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat

praktis. Secara akademis penelitian ini memberi peluang untuk memadukan teori

maksim kerja sama dari Grice (1975) dan Leech (1983). Prinsip kerja sama

mengharuskan peserta tutur untuk berkontribusi secukupnya, tidak berlebihan.

Akan tetapi, prinsip ini hanya dapat diaplikasikan apabila komunikasi itu

berfungsi untuk memberi informasi, sementara pada kenyataannya banyak fungsi

komunikasi yang lain. Hal ini menyebabkan banyak terjadi pelanggaran terhadap

maksim –maksim prinsip kerja sama. Leech (1983) kemudian mengemukakan

Page 57: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

57

prinsip kesantunan untuk melengkapi prinsip kerja sama. Dalam penelitian ini

teori Leech (1983) yang dibuat dengan tujuan untuk menolong prinsip kerja sama

Grice (1975) digunakan secara bersamaan. Alasan memadukan kedua teori ini

ialah karena perpaduan maksim teori Grice (1975) yang menganut prinsip kerja

sama dan teori Leech (1983) yang menganut prinsip kesantunan sangat diperlukan

dalam komunikasi yang menyenangkan. Tujuan komunikasi akan tercapai apabila

para partisipan mengaplikasikan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan karena

dengan mengaplikasikan kedua prinsip itu tidak ada pengancaman muka terhadap

semua partisipan. Dalam hal pembahasan pengancaman muka, akan digunakan

juga teori Pengancaman Muka dari Brown & Levinson (1978). Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa manfaat akademis penelitian ini ialah memberi peluang

untuk meneliti seberapa jauh maksim-maksim prinsip kerja sama dan prinsip

kesantunan itu mampu mengakomodasi kesantunan berbahasa yang dilakukan

oleh para politisi. Penelitian ini juga memberi peluang untuk menggunakan alat

ukur kesantunan yang dapat digunakan pada situasi yang lebih spesifik

mengingat teori yang dikemukakan oleh Grice (1975) dan (Leech, 1983) masih

bersifat umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini,

penggabungan maksim Grice dan maksim Leech yang saling melengkapi ini,

digunakan dalam situasi dan kondisi yang lebih spesifik yaitu dalam sebuah talk

show yang partisipannya adalah politisi.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui

ujaran yang bagaimana dapat dikatakan santun dan apa yang harus dilakukan

agar suatu ujaran dapat terdengar lebih santun. Misalnya, penggunaan kata

Page 58: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

58

“agak” sebelum kata yang bermakna negatif akan mengurangi tekanan

ketidaksantunan. Jadi, “agak kotor” terdengar lebih santun daripada “kotor”.

Penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan bahwa setiap komunikasi itu

sebaiknya sopan dan santun, meskipun kesopanan dan kesantunan itu sangat

tergantung pada tujuan komunikasi. Kesopanan berhubungan dengan topik

pembicaraan, sedangkan kesantunan berhubungan dengan bahasa yang digunakan.

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi para politisi agar dapat

menyampaikan pikirannya dengan cara yang lebih santun.

Page 59: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

59

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Untuk memperluas wawasan tentang topik yang akan dikaji, pada bagian ini

dipaparkan beberapa tulisan yang relevan. Paparan kajian pustaka ini disajikan

sebagai berikut.

Beard (2000) melakukan penelitian tentang bahasa yang digunakan oleh

politisi. Temuannya ditulis dalam bukunya yang berjudul The Language of

Politics menunjukkan bahwa elite politik Indonesia pasca-Orde Baru banyak

menggunakan metafora terkait dengan: 1) “olahraga”, misalnya start kampanye,

2) “peperangan”, misalnya serangan fajar, dan 3) “dunia binatang”, misalnya

pengebirian. Temuan Beard (2000) relevan dengan penelitian ini karena sama-

sama meneliti bahasa yang digunakan oleh politisi (walaupun terbatas pada

metafora saja). Temuan ini bermanfaat bagi pengembangan penelitian ini karena

dapat digunakan sebagai informasi awal tentang metafora yang dapat digunakan

untuk menyampaikan ideologi seseorang dengan cara yang lebih efektif.

Penelitian yang dilakukan ini juga meneliti tujuan pemakaian metafora oleh

politisi dalam sebuah talk show.

Secara teoretis, tulisan Beard (2000) menggunakan teori metafora. Kekuatan

penggunaan teori ini adalah kemampuannya menganalisis ujaran yang dinyatakan

secara tidak langsung sehingga tidak terdengar kasar. Akan tetapi, kelemahan

Page 60: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

60

teori yang digunakan terlihat dari tidak adanya pembahasan jenis-jenis metafora

dan tidak adanya pembahasan bentuk dan fungsi metafora. Teori metafora itu

hanya digunakan untuk membahas metafora yang digunakan oleh politisi

Indonesia pasca Orde Baru.

Secara metodologis, sampel yang digunakan tidak berimbang karena hanya

menampilkan contoh-contoh metafora yang bersifat negatif atau sarkasme dari

ranah perang dan olahraga dengan tujuan menyerang pemerintah atau kelompok

yang berkuasa. Metafora tidak hanya merupakan ujaran yang bermakna negatif,

tetapi ada juga metafora yang bermakna positif. Teori metafora yang digunakan

sebaiknya didukung oleh teori Etnografi Berbahasa untuk menjelaskan siapa yang

menggunakan metafora itu, pada siapa metafora itu digunakan, di mana diucapkan

dan dengan tujuan apa diucapkan, sehingga makna metafora menjadi jelas dan

dapat dimengerti.

Perbedaan tulisan Beard (2000) dengan penelitian ini adalah bahwa Beard

(2000) meneliti bahasa politik, tetapi dihubungkan dengan metafora pada ranah

perang dan olahraga dan teori yang digunakan adalah teori metafora saja.

Sebaliknya, penelitian ini bermaksud untuk meneliti bagaimana bahasa digunakan

oleh politisi dan salah satu komponen yang diteliti adalah penggunaan metafora

sebagai salah satu strategi kesantunan.

Donnely dalam karyanya yang berjudul Examining the Role of Political

Language in Rhode Island’s Health Care Debate (2009) berbicara tentang

retorika bahasa yang digunakan oleh politisi di Pulau Rhode. Temuannya

menyatakan bahwa penggunaan retorika sangat penting dalam membingkai

Page 61: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

61

pilihan politik, pembangunan konstituen, dan strategi politik di Pulau Rhode. Data

analisis statistik hasil penelitian Donnely itu menunjukkan bahwa politisi

berorientasi pada kebijakan keinginan publik, selalu merupakan retorika, yaitu

penggunaan bahasa yang terlalu banyak menggunakan ornamen, tetapi sering kali

mengimplikasikan ketidakjujuran dan berlebihan. Penelitian Donnely itu relevan

dan bermanfaat bagi penelitian ini karena temuannya menunjukkan bahwa

kemampuan politisi menggunakan bahasa yang digunakannya dan

kemampuannya menggunakan dengan baik di hadapan publik sangat penting

untuk pencapaian tujuannya. Penelitian ini meneliti tentang bahasa yang

digunakan oleh politisi untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa partainya

lebih unggul daripada partai yang lain. Kemampuan berbahasa ini sangat penting

untuk menunjukkan apakah mereka cerdas dan santun dan pantas dipilih sebagai

pemimpin atau wakil rakyat di parlemen.

Secara teoretis, teori retorika bahasa politik yang digunakan oleh Donnely

(2009) mempunyai keunggulan, yaitu mampu menghasilkan temuan yang

menyatakan bahwa sangat perlu bagi kaum politisi untuk mengaplikasikan

retorika untuk mencapai tujuannya. Akan tetapi, akan lebih baik apabila teori itu

juga didukung oleh teori analisis wacana sehingga apa yang tersirat di belakang

semua retorika itu dapat dibedah dengan jelas.

Secara metodologis, sumber data sangat menunjang penelitian karena

melibatkan pakar politik dan warga masyarakat biasa. Analisis data juga dapat

dilakukan dengan lebih mudah karena Donnely (2009) sudah mengawali

Page 62: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

62

analisisnya dengan memberikan deskripsi konteks sosial, politik, dan ekonomi

seperti yang dilakukan di Pulau Rhode .

Penelitian Donnely (2009) relevan dengan penelitian yang dikerjakan ini

karena ada indikasi bahwa politisi tidak jujur dan ketidakjujuran adalah salah satu

ciri bahasa politisi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karya Donnely

dapat dijadikan acuan dalam mengukur kesantunan berbicara para politisi.

Haugh dalam karyanya yang berjudul Politeness Implicature in Japanese: A

Multilingual Approach (2003) memaparkan hasil penelitiannya yang menyatakan

bahwa masyarakat Jepang banyak menggunakan implikatur untuk meningkatkan

kesantunan. Penelitian Haugh (2003) relevan dengan penelitian yang dilakukan ini

karena sama-sama membahas masalah kesantunan berbahasa meskipun dengan

pengguna yang berbeda. Temuan ini juga sangat bermanfaat karena memberikan

informasi tentang pemanfaatan implikatur sebagai salah satu strategi berbahasa

yang digunakan untuk meningkatkan kesantunan. Di samping itu, penelitian ini

juga memberi informasi bahwa implikatur dapat menggagalkan maksim kuantitas

dari Grice (1975).

Secara teoretis, pendekatan metalinguistik yang digunakan oleh Haugh

(2003) dapat digunakan untuk membedah eksplikasi implikatur kesantunan. Akan

tetapi, dalam tulisan itu teori tidak digunakan secara maksimal karena tidak

digunakan untuk membedah kenyataan bahwa implikatur juga dapat menimbulkan

kesalahpahaman apabila pendengar tidak memiliki prasangka atau pengetahuan

sebelumnya yang memadai.

Page 63: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

63

Secara metodologis, penelitian Haugh (2003) mempunyai keunggulan karena

bahasa Jepang sangat kuat dalam tata cara berbahasanya. Namun sampel yang

dijadikan sumber data tidak membedakan laki-laki dan perempuan sehingga tidak

mencerminkan realitas penggunaan bahasa Jepang yang membedakan bahasa

kaum perempuan dan bahasa laki-laki.

Penelitian Haugh (2003) mempunyai relevansi dengan penelitian ini karena

implikatur merupakan salah satu komponen kesantunan yang diteliti. Di samping

itu, penelitian ini juga meneliti komponen kesantunan lain, seperti yang

dikemukakan oleh Grice (1975), Leech (1983), Lakoff (1973) dan tindakan

mengancam muka yang dikemukakan oleh Brown & Levinson ( 1987).

Orwell (1986) dalam bukunya yang berjudul Politics and the English

Language memaparkan temuannya tentang bahasa dan kekuasaan. Dia

mengatakan bahwa bahasa politik adalah “pembelaan terhadap sesuatu yang tidak

pantas dibela”. Elite politik bukan kelompok yang mampu menggunakan bahasa

secara ideal dalam arti bahasa mereka tidak jelas, tidak jujur, dan tidak mudah

dipahami. Melalui bahasa seperti itu mereka menyampaikan ideologinya.

Pertimbangan konteks wacana, seperti latar belakang pembicara, situasi,

peristiwa, dan kondisi digunakan untuk menemukan makna yang tersirat.

Teori wacana kritis Fairclough (1995) yang dikutip oleh Orwell (1986)

menyatakan bahwa untuk menentukan makna yang tersirat dalam suatu ujaran

memang memiliki keunggulan tersendiri karena teori tersebut mempertimbangkan

konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Analisis wacana

kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan. Ideologi merupakan salah satu

Page 64: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

64

konsep sentral dalam analisis wacana kritis karena setiap bentuk teks, percakapan,

dan sebagainya merupakan praktik ideologi atau pancaran ideologi tertentu.

Wacana bagi ideologi merupakan medium karena melalui wacana kelompok

dominan membujuk dan menyampaikan pada khalayak kekuasaan yang dimiliki

sehingga absah dan benar. Hal yang tidak kalah penting adalah posisi pendengar.

Pendengar sangat penting dan harus diperhitungkan karena pendengar tidak

semata-mata pihak yang hanya mendengar, tetapi ikut melaksanakan transaksi

karena mereka terlibat dalam wacana. Akan tetapi analisis wacana kritis ini

semestinya dibantu dengan teori linguistik mikro seperti semantik sehingga tiap-

tiap kata dapat dimengerti maknanya dan pada akhirnya keseluruhan makna

ujaran yang terucap dapat dimengerti.

Teori wacana kritis relevan dengan penelitian ini karena penelitian yang

dilakukan ini juga membahas makna yang tersirat pada bahasa yang digunakan

oleh politisi. Di samping itu, penelitian ini juga membahas kesantunan berbahasa

dan salah satu ukuran kesantunan adalah penyampaian informasi yang jujur

dengan menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami. Dalam penelitian

ini latar belakang pembicara, situasi, peristiwa, dan kondisi juga digunakan untuk

menemukan makna yang tersirat di balik sebuah ujaran.

Santoso dalam bukunya yang bertajuk Bahasa Politik Pasca Orde Baru

(2003) menyatakan bahwa metafora sering didayagunakan dalam bahasa politik

untuk membuat konsep yang abstrak menjadi konkret, mengaburkan maksud, dan

menguatkan pesan ideologi. Pada pasca-Era Orde Baru metafora banyak

digunakan oleh elite politik. Temuan itu sangat relevan dengan penelitian ini

Page 65: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

65

karena penelitian yang dilakukan juga membahas metafora sebagai sarana

penyampaian ideologi serta alat yang dapat digunakan untuk menaati atau

melanggar kesantunan. Tulisan Santoso (2003) dengan penelitian ini sangat mirip

karena keduanya membahas bahasa politisi dengan menggunakan teori yang

sama, yaitu teori analisis wacana kritis. Perbedaannya, penelitian ini membahas

masalah kesantunan berbahasa dan strategi kesantunan untuk meminimalkan

ancaman terhadap muka, sedangkan Santoso (2003) tidak membahasnya.

Simpen dalam karyanya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa pada Penutur

Bahasa Kambera di Sumba Timur” (2008) menyatakan bahwa tujuan melakukan

kajian terhadap kesantunan berbahasa ialah untuk menemukan, mendeskripsikan,

dan menganalisis satuan verbal yang digunakan sebagai kesantunan, makna

kesantunan, unsur suprasegmental yang memengaruhi kesantunan, dan unsur

paralinguistik yang menyertai kesantunan. Landasan teori yang digunakan adalah

teori Linguistik Kebudayaan dan teori Sosiopragmatik. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh faktor status, jenis

kelamin, usia, dan hubungan kekerabatan. Secara teoretis dan metodologis, tulisan

Simpen ini sangat mendukung karena teori Sosiopragmatik tidak dapat dilepaskan

dari kebudayaan yang melatarbelakangi setiap penutur. Faktor-faktor penentu

kesantunan juga dipaparkan dengan lengkap. Tulisan ini mempunyai relevansi

dengan penelitian ini karena sama-sama meneliti kesantunan. Perbedaannya

adalah bahwa Simpen (2008) meneliti bahasa yang digunakan oleh masyarakat

umum, sedangkan penelitian ini difokuskan pada bahasa yang digunakan oleh

kaum politisi. Perbedaan lainnya adalah faktor-faktor penentu kesantunan dalam

Page 66: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

66

Simpen (2008) berbeda dengan faktor-faktor penentu kesantunan penelitian ini,

misalnya penelitian ini tidak mengikutsertakan jenis kelamin, umur dan latar

belakang pendidikan sebagai parameter pengukur.

Wijana dan Rohmadi dalam bukunya yang berjudul Analisis Wacana

Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis (2011) membahas situasi tutur, tindak

tutur, jenis, jenis tindak tutur, presuposisi, implikatur dan perikutan, prinsip kerja

sama, prinsip kesantunan dan parameter pragmatik, serta wacana tekstual dan

kontekstual. Untuk analisis prinsip kesantunan, Wijana dan Rohmadi (2011)

menggunakan teori Leech (1986) dan untuk prinsip kerja sama mereka

menggunakan teori maksim Grice (1975). Wijana dan Rohmadi juga menganalisis

beberapa teks permainan bahasa, peribahasa, implikatur, wacana rekreatif, dan

wacana kampanye politik. Wijana dan Rohmadi (2011) juga membahas teori

pragmatik dengan lengkap beserta contoh-contoh analisis teks. Mereka juga

membicarakan masalah kesantunan dan kerja sama. Karya mereka terkait dan

relevan dengan penelitian ini karena memberi masukan tentang berbagai teori

pragmatik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan landasan teori

penelitian.

Akan tetapi ada perbedaan tulisan mereka dengan fokus penelitian ini.

Analisis dalam tulisan Wijana dan Rohmadi (2011) menggunakan teori maksim

Grice (1975) dan teori kesantunan Leech (1986) untuk menganalisis berbagai

macam teks. Sebaliknya penelitian ini menggunakan teori maksim Grice (1975),

Leech (1983), dan teori tindakan mengancam muka Brown & Levinson (1987)

sebagai teori dasar kemudian dikembangkan sesuai dengan keberadaan data.

Page 67: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

67

2.2 Konsep

Dalam bagian ini disajikan konsep yang merupakan terminologi teknis dari

komponen-komponen kerangka teori. Terminologi yang akan dipaparkan adalah

politisi, bahasa politisi, talk show, satuan verbal, kesantunan berbahasa dan

ideologi.

2.2.1 Politisi

Untuk mendefinisikan politisi terlebih dahulu harus diketahui apa yang

dimaksud dengan politik. Menurut Susanto (2010:18) politik dapat diartikan

sebagai siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana, pembagian nilai-nilai oleh

yang berwenang; tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau

memperluas tindakan lainnya, atau kegiatan orang secara kolektif yang mengatur

perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial.

Hornby (1973:748) mendefinisikan bahwa politisi adalah orang yang

berkecimpung di bidang politik atau orang yang tertarik pada bidang politik.

Sementara itu Webster’s (1956:654) menyantumkan bahwa politisi adalah orang

yang ahli dalam bidang pemerintahan atau orang yang sangat aktif dalam partai.

Penelitian ini menggunakan konsep politisi yang dikemukakan oleh Webster

(1956:654) karena politisi yang digunakan sebagai sampel adalah mereka yang

aktif di partainya, dan sebagai konsekuensi keaktifannya, mereka dicalonkan oleh

partainya untuk menjadi anggota DPR.

Page 68: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

68

2.2.2 Bahasa Politisi

Santoso (2003:1) menyatakan bahwa bahasa politisi adalah bahasa yang

digunakan oleh para politisi, yang mengandung ideologi dan kekuasaan untuk

mencapai maksud-maksud atau tujuan politik tertentu. Menurut Abdullah

(2009:31) bahasa politik adalah bahasa yang digunakan oleh politisi yang berisi

pesan-pesan politik seperti isu politik, peristiwa dan perilaku politik individu-

individu, baik sebagai penguasa maupun yang berada dalam asosiasi-asosiasi

kemasyarakatan atau asosiasi politik. Penelitian ini menggunakan pengertian

bahasa politisi yang dikemukakan oleh Santoso (2003:1) karena salah satu

masalah dalam penelitian ini ialah menemukan ideologi yang tersirat di balik

perilaku berbahasa para politisi.

2.2.3 Talk Show

Menurut Hornby (1973:1030), talk show adalah pertunjukan untuk berbicara,

memberi informasi, berdiskusi, dan sebagainya. Talk show biasanya dipandu oleh

seorang pemandu yang memberikan pertanyaan-pertanyaan pada narasumber yang

sudah ditentukan sebelumnya. Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary

(1956:866) dinyatakan bahwa talk show adalah pertunjukan untuk

mengekspresikan pertukaran pendapat dengan cara lisan.

Konsep talk show Hornby tersebut sangat sesuai digunakan karena sumber

datanya adalah tayangan talk show yang dipandu oleh seorang pembawa acara dan

melakukan tanya jawab atau berdiskusi dengan beberapa narasumber.

Page 69: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

69

2.2.4 Satuan Verbal

Satuan verbal pada bagian ini membahas frasa, klausa, kalimat dan

suprasegmental. Menurut Alwi (1992:77), kata adalah suatu bentuk yang terdiri

atas gabungan bermacam-macam suku kata. Betapapun panjangnya suatu kata,

wujud suku kata yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah

pembentukan yang sederhana, yaitu gabungan vokal dan konsonan. Katamba

(1993:19) mengatakan bahwa kata adalah realisasi fisik tertentu dari leksem (kosa

kata abstrak) yang digunakan dalam bahasa lisan dan bahasa tulis. Sementara itu,

Bauer (1988:343) menyatakan bahwa kata adalah instilah superordinat untuk kata

secara gramatikal, leksim dan bentuk kata. Untuk kepentingan penelitian ini,

konsep dari Alwi tersebut yang digunakan karena dalam bahasa lisan ataupun

bahasa tulis yang digunakan pada umumnya adalah kata, yakni satu unit yang

terdiri atas suku kata yang digunakan untuk merepresentasikan suatu makna.

Frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak

mengandung unsur predikasi (Alwi,1992:312). Katamba (1993:333) menyatakan

bahwa frase adalah konstituen sintaksis yang intinya adalah kategori leksikal,

misalnya nomina, adjektiva, verba dan sebagainya, sedangkan menurut Leech

et.al (1982) frasa adalah bagian langsung dari klausa. Dalam penelitian ini konsep

yang digunakan adalah konsep frasa yang dikemukakan oleh Alwi. Konsep yang

dikemukakannya ini lebih mudah diaplikasikan dalam bahasa lisan yang sudah

ditranskripsi menjadi bahasa tulis karena hanya dengan melihat beberapa kata

yang bergabung untuk membentuk suatu makna, tetapi tidak mengandung

predikasi, sudah dapat dikenali bahwa struktur itu adalah frasa.

Page 70: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

70

Alwi (1992:312) mengemukakan bahwa klausa adalah satuan sintaksis yang

terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi, sedangkan

menurut Katamba (1993:331) klausa adalah unit sintaksis yang mengandung

sebuah verba, tetapi lebih kecil daripada kalimat. Leech et.al ( 1982:27)

menyatakan bahwa klausa adalah unit-unit dasar yang membentuk kalimat.

Penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Alwi (1992) karena

lebih mudah dipahami dan lebih mudah diaplikasikan pada data bahasa Indonesia.

Menurut Alwi (1993:313), apabila dilihat dari bentuknya, kalimat dapat

dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau

lebih. Leech et.al (1982:27) menyatakan bahwa kalimat adalah suatu komposisi

yang dibentuk oleh satu atau beberapa klausa. Penelitian ini mengikuti konsep

kalimat yang dikemukakan oleh Alwi (1992) karena dalam data penelitian ini

banyak ditemukan kalimat-kalimat pendek. Penelitian ini meneliti bagaimana

struktur kalimat yang banyak digunakan oleh politisi dapat digunakan untuk

menunjukkan kesantunan.

Menurut Alwi (1992:54), suprasegmental adalah satuan fonem yang

berbentuk bunyi, dan dapat pula tidak berwujud bunyi tetapi merupakan aspek

tambahan terhadap bunyi. Suprasegmental dapat berupa tekanan, panjang bunyi,

nada, intonasi, dan ritme. Levinson (1983:225) menyebut suprasegmental itu

dengan nama fitur prosodik dan fitur ini yang menentukan makna pragmatis suatu

informasi. Dalam penelitian ini konsep Alwi yang digunakan karena data

penelitian ini menggunakan intonasi dan tekanan untuk menyampaikan maksud

yang tidak terucap.

Page 71: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

71

Konsep-konsep kata, frasa, klausa, kalimat, dan suprasegmental yang

dikemukakan oleh Alwi (1992) digunakan sebagai dasar teori penelitian tentang

kesantunan berbahasa ini.

2.2.5 Kesantunan Berbahasa

Pembicaraan tentang kesantunan berbahasa terkait dengan pembicaraan

tentang sikap bahasa (language attitude) dan etiket berbahasa (language etiquette)

karena kesantunan berbahasa, sikap bahasa dan etiket berbahasa berhubungan

dengan pertimbangan citra diri mitra tutur dan situasi tempat suatu komunikasi

berlangsung. Menurut Kristiansen (1997:291), sikap bahasa adalah suatu satuan

psikologi yang melibatkan pengetahuan, perasaan dan perilaku, serta sangat

sensitif dengan faktor situasional, sedangkan etiket berbahasa adalah cara

menggunakan bahasa yang terikat dengan hubungan sosial antara pembicara dan

pendengar, dalam hal ini status dan keakraban (Geertz, 1960:167).

Menurut Fairclough (1989:66), kesantunan berbahasa adalah penggunaan

bahasa yang didasarkan atas kesadaran akan adanya perbedaan kekuasaan, jarak

tingkat sosial dan sebagainya. Sementara itu, Wardhaugh (1987:267) berpendapat

bahwa kesantunan berbahasa adalah perilaku berbahasa yang memperhitungkan

solidaritas, kekuasaan, keakraban, status hubungan antarpartisipan, dan

penghargaan. Kesantunan berbahasa juga ditentukan oleh kesadaran terhadap

kebiasaan sosial.

Grundy (2000:146) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa adalah

hubungan suatu ujaran yang diucapkan dan penilaian pendengar tentang

Page 72: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

72

bagaimana ujaran itu seharusnya diucapkan, sedangkan Watts (1992:1)

berpendapat bahwa kesantunan berbahasa adalah perilaku berbahasa yang

menunjukkan rasa hormat dan tenggang rasa terhadap mitra tutur.

Konsep kesantunan berbahasa Wardhaugh (1987:267) paling tepat digunakan

pada penelitian ini karena penghargaan terhadap partisipan disebut sebagai salah

satu penentu kesantunan berbahasa. Sesama partisipan seseorang harus

memperhitungkan adanya solidaritas, kekuasaan, keakraban dan status sosial di

antara mereka. Hal ini sangat penting karena data diambil dari percakapan yang

melibatkan beberapa orang.

2.2.6 Ideologi

Kress (1985:27) mengatakan bahwa ideologi adalah istilah yang menaruh

perhatian terhadap bentuk-bentuk pengetahuan dan hubungannya dengan struktur

kelas, konflik antarkelas, interest kelas, cara produksi dan struktur ekonomi, dan

dengan bentuk-bentuk pengetahuan dalam praktik-praktik sosial yang spesifik.

Ideologi memberi perhatian yang sama pada bentuk-bentuk pengetahuan yang

dominan dan bertentangan di masyarakat. Sementara itu menurut Thompson

(1984:17), ideologi adalah sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktik-praktik

simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Thompson

(1984:17) juga berpendapat bahwa ideologi adalah pemikiran yang secara

mendasar berhubungan dengan proses pembenaran hubungan kekuasaan yang

tidak simetris, berhubungan dengan pembenaran dominasi. Konsep ideologi

Thompson (1984:18) yang lain menyatakan bahwa ideologi adalah perekat

Page 73: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

73

hubungan sosial yang mengikat anggota masyarakat secara bersama dengan

menetapkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati secara kolektif.

Konsep ideologi yang digunakan untuk penelitian ini adalah konsep dari

Thompson (1984:17) yang menyatakan bahwa ideologi adalah sistem berpikir,

sistem kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan

sosial dan politik. Konsep ini relevan dengan penelitian ini yang meneliti bahasa

yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu, dalam hal ini kelompok

politisi yang bahasanya merupakan refleksi dari cara berpikirnya sebagai politisi

dan warga masyarakat.

2.3 Landasan Teori

Berdasarkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, dapat dikatakan bahwa

payung penelitiannya adalah sosiopragmatik. Ruang lingkup sosiolinguistik

adalah pembahasan tentang hubungan bahasa dan masyarakat (Wardhaugh,

1987:10). Pembicaraannya meliputi dialek, variasi bahasa, pidgin, kreol,

pemilihan bahasa (diglosia, kedwibahasaan, pilihan bahasa, alih bahasa, campur

bahasa), komunitas bahasa, variasi regional dan variasi sosial, perubahan bahasa,

etnografi komunikasi, solidaritas dan kesantunan, analisis percakapan. dan bahasa

dan budaya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu

yang mempelajari kaidah-kaidah penggunaan bahasa dalam suatu kelompok

masyarakat. Pragmatik adalah ilmu yang membahas bagaimana bahasa bermakna

dalam suatu situasi (Leech, 1983:X). Di dalamnya termasuk pengancaman muka,

prinsip kerja sama, prinsip kesantunan, tindak tutur, implikatur percakapan, dan

Page 74: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

74

paradoks kesantunan. Berdasarkan definisi pragmatik di atas, dapat dikatakan

bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari makna yang tersirat dalam suatu

ujaran yang diucapkan oleh seseorang dalam suatu situasi tertentu. Teori

pragmatik yang digunakan adalah teori yang mengandung unsur pengancaman

muka, prinsip kerja sama, prinsip kesantunan, implikatur percakapan dan

paradoks kesantunan.

Oleh karena penelitian ini akan membahas bahasa yang digunakan oleh

politisi dan mengaitkannya dengan kesantunan, penelitian ini termasuk dalam

penelitian dengan payung ilmu sosio-pragmatik. Teori ini sangat tepat untuk

digunakan karena sosio-pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana

bahasa, termasuk kesantunan, diaplikasikan secara berbeda di situasi yang

berbeda.

2.3.1 Teori Sosiolinguistik

Teori-teori yang berada di bawah payung sosiolinguistik adalah pemilihan

bahasa (choosing a code), bahasa dan kebudayaan (language and culture),

etnografi komunikasi (ethnography of communication), solidaritas dan kesantunan

(solidarity and politeness), dan teori pasangan berdampingan dan pola gilir.

2.3.1.1 Pilihan Bahasa

Pilihan bahasa adalah proses pemilihan sistem yang dilakukan oleh seseorang

untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Wardhaugh, 1986:99). Pemilihan

bahasa ini dilakukan oleh pembicara karena adanya motivasi tertentu

Page 75: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

75

(Wardhaugh, 1986:102). Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang penting

bagi manusia. Di dalam kenyataan sehari-hari para pengguna bahasa yang

memiliki kemampuan menggunakan bahasa lebih dari satu memiliki keleluasaan

untuk memilih bahasa dan ragam mana yang akan digunakan. Alih bahasa dari

satu bahasa ke bahasa yang lain akan menimbulkan pemilihan bahasa, yaitu

memilih bahasa apa yang digunakan pada situasi tertentu, alih bahasa (code

switching), yaitu peralihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dalam suatu

komunikasi, dan pencampuran bahasa (code mixing), yaitu penggunaan suatu

bahasa yang dicampur dengan bahasa lain (Wardhaugh, 1986:102).

Holmes (2001:8) berpendapat bahwa ada beberapa hal yang memengaruhi

pemilihan bahasa. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) partisipan: siapa berbicara dan siapa mitra tuturnya;

2) tempat: dimana mereka berbicara;

3) topik: apa yang mereka bicarakan;

4) fungsi : mengapa mereka berbicara.

Pemilihan penggunaan bahasa akan sangat jelas terlihat di dalam situasi

diglosia. Diglosia adalah suatu kondisi wilayah yang menggunakan dua bahasa

atau dua variasi bahasa, tetapi masing-masing bahasa atau variasi tersebut

memiliki perbedaan fungsi yang jelas (Wardhaugh, 1987:87). Di dalam situasi

diglosia penutur bahasa akan merupakan penutur yang bilingual atau multilingual.

Penutur bahasa yang monolingual dulu biasa ditemukan di belahan dunia bagian

barat. Akan tetapi, pada masa kini, kemampuan seseorang untuk mampu

menggunakan lebih dari satu bahasa tidak lagi merupakan sesuatu yang luar biasa.

Page 76: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

76

Malahan seseorang yang hanya mampu menggunakan satu bahasa dianggap

sebagai seseorang yang tidak biasa (Wardhaugh, 1987:94).

Menurut Hudson (1980:54), situasi diglosia dijumpai di negara-negara seperti

Yunani, negara-negara berbahasa Arab pada umumnya, Swiss, dan Haiti. Di

negara-negara tersebut, fungsi penggunaan dua bahasa sudah dibedakan, satu

bahasa digunakan pada situasi formal, sedangkan bahasa yang lain digunakan oleh

setiap orang dalam situasi normal sehari-hari. Dua bahasa yang dimaksud dalam

situasi di atas adalah dua bahasa yang berbeda. Akan tetapi, ada situasi dua

bahasa yang dianggap berbeda ternyata hanya berbeda dialek. Misalnya dalam

komunitas Arab. Bahasa yang digunakan di rumah adalah bahasa Arab dialek

lokal sementara bahasa Arab yang digunakan di universitas, atau khotbah di

mesjid adalah bahasa Arab standar yang dalam berbagai level berbeda dengan

bahasa Arab dialek lokal.

Holmes (2001:27) mengatakan bahwa diglosia mempunyai tiga karakteristik

penting, sebagai berikut.

1) Dua variasi bahasa yang sama digunakan dalam satu komunitas, yang satu

dianggap sebagai variasi bahasa tinggi dan yang lainnya dianggap variasi

bahasa rendah.

2) Setiap variasi memiliki fungsi berbeda; variasi bahasa tinggi dan variasi

bahasa rendah saling melengkapi.

3) Tidak ada seorang pun menggunakan variasi bahasa tinggi dalam

percakapan sehari-hari.

Page 77: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

77

Di kalangan penutur yang bilingual atau multilingual penutur itu biasanya

akan memilih bahasa mana yang akan digunakan dengan berbagai alasan,

misalnya menganggap bahasa yang satu lebih eksklusif daripada bahasa yang lain.

(Wardhaugh, 1987:106) menyatakan bahwa semakin sedikit kaum muda Slovenia

yang melakukan alih bahasa dari bahasa Slovenia ke Bahasa Jerman, mereka lebih

suka menggunakan bahasa Jerman karena menganggap bahasa Jerman lebih

eksklusif. Alasan lain mengapa orang memilih bahasa yang digunakan adalah

keinginan mendapat cara pandang mitra tutur terhadap dirinya seperti yang dia

kehendaki (Wardhaugh, 1998:108). Akan tetapi, ada juga penolakan terhadap alih

bahasa di suatu komunitas bahasa. Bahkan, penuturnya memaksakan penggunaan

suatu bahasa meskipun dampaknya komunikasi menjadi tidak lancar. Misalnya,

pada zaman imperialisme, orang Eropa menggunakan bahasa lokal pada para

pelayan meskipun mereka tidak dapat menggunakan bahasa itu dengan baik. Hal

ini dilakukan untuk menjaga jarak sosial. Bagi orang-orang Eropa itu komunikasi

tidak lancar lebih baik daripada membiarkan para pelayan itu belajar bahasa

Inggris, Perancis dan sebagainya. Dengan demikian, para pelayan itu tidak pernah

menjadi bilingual dan tidak pernah mampu melakukan alih bahasa atau campur

bahasa (Wardhaugh, 1987:108).

Pemilihan bahasa merefleksikan bagaimana orang tersebut ingin tampil di

hadapan orang lain. Pemilihan bahasa mengandung konsekuensi bagaimana

seseorang akan dipandang oleh orang lain. Canada adalah salah satu negara yang

mempunyai situasi diglosis. Penduduknya menggunakan bahasa Inggris dan

Perancis dengan sama fasihnya. Akan tetapi orang-orang Perancis-Kanada merasa

Page 78: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

78

rendah diri di hadapan orang-orang Inggris-Kanada dan orang-orang Perancis asli

karena mereka menganggap kemampuan linguistik dan budaya mereka lebih

rendah dari orang-orang Inggris-Kanada dan orang-orang Perancis (Wardhaugh,

1987:110).

2.3.1.2 Bahasa dan Budaya

Budaya tidak dimaknai sebagai sesuatu yang berkelas tinggi seperti apresiasi

musik, sastra, seni dan sebagainya, tetapi budaya adalah segala sesuatu yang harus

diketahui oleh manusia agar dapat berfungsi di dalam masyarakat tertentu.

Pengetahuan itu secara sosial dapat dipelajari karena bukan merupakan warisan

genetik. Oleh karena itu, budaya adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

manusia agar dapat melakukan pekerjaannya dalam kehidupan sehari-hari, bahasa

digunakan oleh penuturnya untuk mengekspresikan keinginannya. Struktur sebuah

bahasa merefleksikan bagaimana penuturnya memandang dunia dan penggunaan

bahasa akan merefleksikan nilai-nilai yang dianut oleh penggunanya (Wardhaugh,

1987:212).

Wardhaugh (1987:212) juga menyatakan bahwa makna-makna yang berada

di dalam budaya diekspresikan dengan menggunakan bahasa. Akan tetapi, bahasa

juga dapat digunakan untuk menghindari penyebutan hal-hal tertentu.

Penghindaran untuk menyatakan hal-hal tertentu itu bukan karena hal-hal itu tidak

mampu diekspresikan melalui bahasa tersebut, melainkan karena orang tidak

bersedia membicarakan hal-hal tersebut. Apabila hal-hal tersebut harus diucapkan,

pengucapannya akan dilakukan dengan cara berputar atau dengan cara tidak

Page 79: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

79

langsung dan cara ini disebut eufemisme (Wardhaugh, 1987:229). Hal-hal yang

tidak boleh diucapkan disebut tabu. Tabu adalah larangan suatu masyarakat untuk

mengucapkan sesuatu yang diyakini dapat membahayakan anggotanya baik dari

segi supernatural maupun dari segi moral. Hal-hal yang dapat ditabukan jenisnya

beraneka ragam, misalnya, mengucapkan sesuatu yang berhubungan dengan ibu

mertua, nama binatang, seks, kotoran manusia, fungsi tubuh, hal-hal yang

berhubungan dengan agama, dan sebagainya. Akan tetapi, tabu dapat dilanggar

dan pelanggaran itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa dia tidak dapat dilarang,

untuk menunjukkan bahwa tabu itu tidak masuk akal, untuk menarik perhatian,

untuk menghina, menunjukkan agresivitas atau provokasi, mempermalukan

penguasa, mengatakan hal-hal yang kotor, dan sebagainya (Wardhaugh,

1987:230) Kemunculan tabu mungkin tidak sekerap eufemisme, yaitu menyatakan

sesuatu dengan cara tertentu agar terdengar lebih santun. Kata-kata yang

bernuansa eufemisme akan membuat yang tidak pantas terdengar menjadi netral

dan pantas didengar. Kata-kata yang berhubungan dengan kematian, sakit,

pengangguran dan kriminalitas dapat diperhalus dengan menggunakan eufemisme

(Wardhaugh, 1987:230)

Pendapat tentang eufemisme juga disampaikan oleh Leech (1983:147) yang

mengatakan bahwa eufemisme adalah cara untuk menyembunyikan sesuatu yang

tidak menyenangkan dan menyatakannya dengan cara yang santun. Cara untuk

meminimalkan pernyataan yang tidak menyenangkan ini adalah dengan cara

menggunakan a bit “sedikit” sehingga mengatakan “catnya sedikit kotor”

terdengar lebih santun daripada mengatakan “catnya kotor”(Leech,1983:147).

Page 80: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

80

Budaya juga dapat dikaitkan dengan budaya politik. Budaya politik di

Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Anonim, www. id.

wikipedia.org/wiki/budaya_politik) .

1. Memiliki hierarki yang ketat yang menunjukkan adanya perbedaan yang

tegas antara penguasa dan orang kebanyakan. Perbedaan ini berdampak

pada penggunaan bahasa, yaitu mereka yang berstatus lebih rendah wajib

menggunakan bahasa halus pada mereka yang bestatus lebih tinggi.

2. Cenderung mencari dukungan dari atas (patronage) dibandingkan mencari

dukungan dari basisnya.

3. Cenderung memperlihatkan perilaku negara yang masih tradisional dan

budaya politik yang berkarakter patrimonial meskipun sudah memiliki

atribut yang bersifat modern dan rasional seperti birokrasi .

2.3.1.3 Etnografi Komunikasi

Hymes (1962:26) mengemukakan suatu kerangka etnografi yang membahas

berbagai macam faktor yang terlibat dalam percakapan. Faktor-faktor itu

disingkat menjadi SPEAKING (S = Setting and Scene. P = Participants, E =

End, A = Act Sequence. K = Key, I = Instrumentalities, N = Norms of interaction

and interpretation, G = Genre).

Setting mengacu pada waktu dan tempat, yaitu lingkungan nyata tempat

terlaksananya suatu percakapan. Scene mengacu pada waktu dan tempat yang

secara psikologi abstrak atau batasan budaya peristiwa bicara. Pada setting

tertentu, seseorang dapat mengubah scene pada saat dia mengubah tingkat formal

Page 81: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

81

menjadi tidak formal atau tidak formal menjadi formal. Partisipants adalah

berbagai kombinasi pembicara – pendengar. Dalam percakapan antara dua orang

yang melibatkan pembicara dan pendengar, masing-masing peran dapat berubah.

Pembicara dapat menjadi pendengar dan pendengar dapat menjadi pembicara.

Namun, ada juga komunikasi yang tidak mengubah peran pesertanya, misalnya

dalam pidato politis, partisipannya adalah politisi sebagai orang yang berpidato

dan pendengarnya. Dari awal hingga akhir peran mereka tidak berubah. Ends

mengacu pada hasil yang diperoleh dari suatu komunikasi, Act sequence mengacu

pada bentuk dan isi nyata dari apa yang dibicarakan, Key mengacu pada nuansa

atau perilaku penyampaian pesan, Instrumentalities adalah pilihan bagaimana

pesan itu disampaikan, Norms of interaction and interpretation mengacu pada

perilaku khusus yang menyertai komunikasi dan bagaimana perilaku ini

dipandang oleh orang yang tidak memiliki norma yang sama. Terakhir, genre

mengacu pada jenis-jenis ujaran. Kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan

SPEAKING akan membuat orang tersebut memiliki kompetensi berkomunikasi

(communicative competence).

Menurut Salzmann (1998:221) komunikasi tidak hanya bertujuan untuk

memberi/meminta informasi atau tukar menukar ide, tetapi komunikasi dapat juga

digunakan untuk membangun suasana sosial yang fungsinya sama dengan

berpelukan atau berjabatan tangan. Perilaku tutur yang bertujuan untuk

menimbulkan efek emosional itu disebut komunikasi fatis.

Page 82: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

82

2.3.1.4 Solidaritas dan Kesantunan

Pada saat seseorang berbicara, dia secara terus menerus harus

mempertimbangkan apa yang ingin dikatakannya, bagaimana mengatakan hal

tersebut, dengan kata dan kalimat apa pesan ingin disampaikan. Setidak-tidaknya,

bagaimana suatu pesan disampaikan sama pentingnya dengan pesan itu sendiri.

Solidaritas dan kesantunan mempunyai kaitan yang sangat erat. Bahasa yang

santun digunakan secara timbal balik oleh partisipan suatu komunikasi yang

menganggap diri mereka setara. Dalam komunikasi tersebut partisipan saling

menghormati. Akan tetapi apabila salah satu partisipan menggunakan bahasa yang

kurang santun kepada partisipan yang lain, hal tersebut menunjukkan adanya

hubungan kekuasaan, dimana yang berstatus lebih tinggi menggunakan bahasa

yang kurang santun kepada mereka yang berstatus lebih rendah.(Wardhaugh,

1987:251-252).

Kata sapaan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam aplikasi

solidaritas. Bagaimana menyapa seseorang merupakan hal penting untuk

menunjukkan apakah yang ada adalah solidaritas atau kekuasaan. Apakah

seseorang boleh dipanggil namanya saja, apakah harus dipanggil dengan titel, atau

dengan kombinasi, apakah kata sapaan itu timbal balik? Dengan menggunakan

kata sapaan dan pronomina tertentu, seseorang sudah menunjukkan bagaimana

perasaannya terhadap mitra tuturnya. Rasa solidaritas, kekuasaan, jarak,

penghargaan, keakraban dan sebagainya dapat ditunjukkan melalui penggunaan

kata sapaan (Wardhaugh, 1987:267). Kadang-kadang seseorang merasa perlu

untuk bersikap tidak santun, tetapi ketidaksantunan akan terukur apabila ada

Page 83: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

83

standar kesantunan. Ketidaksantunan tergantung dari standar dan norma

kesantunan. Beberapa bahasa memiliki sistem kesantunan yang kompleks.

Misalnya, dalam bahasa Jawa hampir tidak mungkin penuturnya mengatakan

sesuatu tanpa menunjukkan hubungan sosial antara pembicara dan pendengar baik

hubungan status maupun familiarisasi (Wardhaugh, 1987:267).

Menurut Hudson (1980:123), bahasa Inggris memiliki penanda linguistik

yang jelas untuk menunjukkan kekuasaan dan solidaritas. Misalnya John Brown.

Apabila yang digunakan adalah John, hal itu berarti ada rasa solidaritas antara

pembicara dan John Brown. Apabila pembicara menggunakan sebutan Mr.

Brown, maka hal itu berarti ada jarak sosial antara pembicara dan John Brown dan

tidak ada rasa solidaritas di sana. Aturan ini dapat berubah apabila ada izin dari

petutur yang berstatus sosial lebih tinggi.

Teori Solidaritas dan Kesantunan sangat erat kaitannya dengan penelitian ini

karena dalam talk show penggunaan bentuk sapaan seperti “Bapak/Pak”, “Mbak”

dimaksudkan untuk menunjukkan kesantunan atau penggunaan “Mas” atau

“Bang” untuk menunjukkan solidaritas sering digunakan.

2.3.1.5 Analisis Percakapan

Komunikasi dapat berupa komunikasi terencana dan tidak terencana.

Komunikasi yang terencana adalah komunikasi yang sudah dipersiapkan bahkan

dilatih sebelumnya. Sebaliknya, komunikasi yang tidak terencana adalah

komunikasi spontan yang tidak dipersiapkan atau dilatih sebelumnya sehingga

Page 84: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

84

komunikasi ini memiliki ciri-ciri pengulangan, penggunaan kalimat-kalimat aktif

yang pendek, penghilangan subjek, dan sebagainya (Wardhaugh, 1987:287).

Dalam suatu komunikasi, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah.

pasangan berdampingan (adjacency pair). Pasangan berdampingan adalah ujaran

yang berpasangan. Misalnya pertanyaan diikuti oleh jawaban, jawaban diikuti

oleh komentar, komentar diikuti oleh pemberian pendapat, dan seterusnya

(Wardhaugh, 1987:288)

Richards dan Schmidt (1984:141) menyatakan bahwa berdasarkan definisi,

percakapan melibatkan dua orang atau lebih. Akan tetapi, distribusi kesempatan

berbicara tidak acak karena diatur oleh norma pola gilir (turn taking), yaitu norma

atau konvensi yang menentukan siapa yang berbicara, kapan, dan berapa lama.

Orang yang tidak mengetahui norma pola gilir tidak akan mengizinkan pembicara

lain untuk berbicara, tetapi orang yang tidak mau memberi kontribusi juga akan

dianggap tidak baik, bahkan dapat menyebabkan komunikasi berhenti tiba-tiba.

Pembicara dapat memilih pendengarnya berikutnya berdasarkan pasangan

berdampingan. Apabila diamati dalam setiap pembicaraan pasangan

berdampingan ini akan mengarah pada aplikasi pola gilir. Meskipun sudah

dinyatakan sebelumnya bahwa pertukaran pembicara diatur oleh norma-norma,

Wardhaugh menyebutkan cara lain yang lebih eksplisit untuk menandai

pertukaran pembicara. Cara tersebut adalah pembicara yang akan memberikan hak

bicara pada peserta lain akan berbicara dengan suku kata terakhir diperpanjang

pengucapannya, tinggi nada suara juga dapat menandai keinginan untuk berhenti

berbicara, misalnya menurunkan nada pada suku kata terakhir. Isyarat atau posisi

Page 85: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

85

tubuh juga dapat digunakan untuk menandai seseorang berbicara. Misalnya,

tubuhnya akan terlihat lebih santai, menatap orang yang dikehendaki untuk

berbicara dan sebagainyan (Wardhaugh, 1989:289)

Aktivitas lain yang terjadi dalam suatu komunikasi adalah koreksi (repair).

Menurut Wardhaugh (1984:296), koreksi adalah usaha pembicara atau pendengar

untuk meluruskan kesalahan yang terjadi dalam komunikasi. Aktivitas ini dapat

dilakukan baik oleh pembicara maupun pendengar. Dia juga mengatakan bahwa

koreksi ini dapat dilakukan sehubungan dengan adanya isi komunikasi yang salah

atau bahasa yang salah. Perbaikan ini dapat dilakukan oleh pembicara atau mitra

tuturnya.

Teori Analisis Percakapan yang dikemukakan oleh Levinson (1983:296) juga

mengemukakan adanya pola gilir. Dari pembahasan yang dia lakukan pola gilir

adalah organisasi mendasar dari suatu percakapan yang harus diaplikasikan untuk

menyelenggarakan suatu interaksi yang harmonis. Karakteristik dari pergantian

ini adalah satu orang berbicara, berhenti dan kemudian diganti oleh pembicara

berikutnya. Akan tetapi sering kali dalam percakapan, dua partisipan atau lebih

berbicara bersamaan dan normalnya tumpang tindih ini terjadi selama beberapa

detik saja. Setiap pembicara biasanya menggunakan satu kesempatan bicara yang

panjangnya tidak dapat ditentukan karena tergantung pada karakteristik kalimat

bahasa yang digunakannya. Dia juga memberi contoh adanya jenis komunikasi

yang tidak memberlakukan sistem pola gilir. Contoh jenis komunikasi itu adalah

situasi pembelajaran dalam kelas karena pergantian pembicara ditentukan oleh

Page 86: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

86

guru, di dalam ruang sidang hakim yang menentukan kapan jaksa atau terdakwa

boleh berbicara.

Levinson (1983:297) menyatakan bahwa analisis percakapan memberi

sumbangan pada bentuk-bentuk linguistik, seperti prosodi, fonologi, sintaksis, dan

leksikon. Misalnya, fitur prosodi digunakan untuk menandai pergantian

pembicara, dan menandai ujaran yang sudah atau belum selesai, dan pemilihan

pembicara,

2.3.2 Teori Pragmatik

Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana suatu ujaran bermakna

dalam suatu situasi tertentu (Leech, 1983:X), sedangkan Levinson (1983:5)

menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa.

Meskipun sama-sama mempelajari makna, pragmatik dan semantik merupakan

ilmu yang berbeda. Menurut Gunarwan (2007:4) semantik adalah ilmu yang

mengkaji hubungan antara bentuk bahasa dan entitas dunia, sedangkan pragmatik

adalah ilmu yang mengkaji hubungan antara bentuk bahasa dan si pengguna

bentuk itu. Leech (1983:6) mengatakan bahwa Semantik dan Pragmatik adalah

dua bidang ilmu yang berbeda. Dia mengatakan bahwa makna dalam semantik

dibatasi oleh properti suatu ekspresi dalam suatu bahasa, sementara makna dalam

pragmatik ditentukan oleh pembicara bahasa tersebut. Berdasarkan definisi yang

diberikan tentang pragmatik, Gunarwan (2007:IX) menyatakan bahwa pragmatik

berkaitan dengan penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh

penutur bahasa itu di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Pragmatik adalah

Page 87: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

87

subdisiplin linguistik yang mengaitkan bahasa sebagai sistem lambang dengan

pengguna. Sejalan dengan definisi tentang semantik dan pragmatik di atas, Wijana

& Rohmadi (2009:5) mengatakan bahwa semantik mengkaji makna linguistik atau

makna semantik sedangkan pragmatik mengkaji maksud penutur.

Pragmatik memayungi beberapa teori. Teori-teori tersebut adalah Deiksis,

Implikatur Percakapan, Praanggapan, Tindak Tutur, Struktur percakapan dan

Kesantunan (Levinson, 1983). Akan tetapi dalam analisis ini yang digunakan

hanya teori kesantunan yang terdiri atas Prinsip Kerja Sama (Grice, 1975),

Prinsip Kesantunan (Leech, 1983), dan Pengancaman Muka (Brown &

Levinson,1987).

Kajian pragmatik yang mengkaji maksud penutur sering kali digabungkan

dengan kajian sosiolinguistik sehingga kajiannya disebut kajian sosio-pragmatik.

Leech (1983: 80) menyatakan bahwa sosio-pragmatik adalah ilmu yang mengkaji

bagaimana masyarakat yang berbeda mengaplikasikan kesantunan dengan cara

yang berbeda.

2.3.2.1 Pengancaman Muka

Pengancaman muka adalah tindakan baik verbal maupun non verbal yang

ditujukan untuk mengancam citra diri di hadapan publik. Definisi ini berasal dari

pendapat Brown & Levinson (1978:66) yang menyatakan bahwa muka adalah

citra diri di hadapan publik yang ingin dimiliki oleh setiap orang. Mereka

membagi muka menjadi dua, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif

adalah keinginan untuk disukai, dihargai, dan diakui oleh orang lain. Muka

Page 88: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

88

negatif adalah keinginan setiap manusia untuk tidak diganggu dan agar apa yang

diinginkan tidak dihalangi oleh orang lain. Konsep muka ini berlaku universal.

Mereka juga mengatakan bahwa partisipan dalam suatu komunikasi bekerja sama

untuk saling menjaga muka karena muka kedua belah pihak mudah diserang.

Menurut Brown & Levinson, dalam komunikasi tidak dapat dihindari adanya

pengancaman muka, yaitu perilaku yang merusak muka pembicara dengan cara

melakukan oposisi. Akan tetapi penyampaian pengancaman muka ini dapat

dilakukan dengan cara yang lebih santun yaitu mengurangi tekanan pengancaman

muka. Pengancaman muka dilakukan karena adanya tiga keinginan (Brown &

Levinson,1987:73), yaitu:

1) keinginan untuk menyampaikan pengancaman muka;

2) keinginan untuk efisien dan segera menyampaikan pengancaman muka; dan

3) keinginan untuk tetap menjaga muka mitra tutur dalam tingkat tertentu.

Untuk meminimalkan pengancaman muka Brown dan Levinson (1987)

mengemukakan empat strategi kesantunan, yaitu langsung (bald On-record)

kesantunan negatif, kesantunan positif, dan tidak langsung (off-record).

A. Langsung (Bald On-record)

Strategi langsung adalah strategi kesantunan yang digunakan apabila

keinginan pembicara untuk melakukan pengancaman muka dengan efisiensi

maksimal melebihi keinginannya untuk memuaskan muka mitra tuturnyanya

(Brown & Levinson, 1978:100). Kalimat yang merupakan larangan langsung

Page 89: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

89

merupakan contoh strategi ini. Strategi yang digunakan oleh Brown & Levinson

(1987: 100 - 103) dalam strategi langsung ini adalah sebagai berikut.

1) Kasus-kasus yang tidak perlu mengurangi pengancaman muka. Pengancaman

muka langsung ini terjadi apabila, baik penutur maupun mitra tutur sama-sama

tahu bahwa efisiensi maksimum merupakan hal penting.

2) Kasus-kasus pengancaman muka yang berorientasi terhadap penggunaan

strategi kesantunan langsung. Strategi ini digunakan apabila ada tuntutan yang

mengenyampingkan perhatian terhadap muka.

B. Kesantunan positif

Kesantunan positif adalah kesantunan yang langsung ditujukan pada muka

positif mitra tutur (Brown & Levinson, 1987:75). Kesantunan ini menunjukkan

bahwa keinginan mitra tutur dianggap sebagai sesuatu yang juga diinginkan oleh

penutur; apa yang diinginkan oleh mitra tutur juga merupakan hal yang diinginkan

oleh penutur (Brown & Levinson, 1987:106).

Brown & Levinson (1978) mengemukakan bahwa strategi-strategi untuk

kesantunan positif adalah sebagai berikut:

1. Memerhatikan kesukaan, keinginan dan kebutuhan mitra tutur

Misalnya: “What a beautiful vase this is! Where did it come from?” (Brown &

Levinson, 1987:108)

Penutur mengetahui bahwa mitra tuturnya menyukai vas bunga, jadi dia

memuji vas itu untuk menyenangkan mitra tuturnya.

2. Membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati pada mitra tutur

Page 90: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

90

Misalnya: “What a fantastic garden you have!” (Brown &

Levinson,1987:109).

Pujian itu diucapkan oleh penutur pada mitra tuturnya sebagai usaha

menyenangkan hati mitra tuturnya meskipun sebenarnya taman itu biasa-

biasa saja.

3. Menguatkan minat mitra tutur

Misalnya: “I come down the stairs, and what do you think I see? – a huge

mess all overthe place, the phone’s off the hook and clothes are scattered all

over...” (Brown & Levinson,1987:111)

Pertanyaan “...dan tahukan kau apa yang kau lihat?” digunakan untuk

meningkatkan minat mitra tutur untuk mendengarkan dan juga membagi

pengalaman dengan mitra tutur.

4. Menggunakan penanda identitas kelompok

Misalnya: “Come here, buddy”. (Brown & Levinson,1987:113)

Dengan menggunakan kata sapaan “kawan”, penutur memasukkan mitra tutur

ke dalam kelompoknya.

5. Mencari persetujuan

Misalnya: A : “I had a flat tyre on the way home”

B : “Oh God, a flat tyre”. (Brown & Levinson,1987:118).

Pada saat mengatakan “Ban saya pecah ketika saya pulang”, A bermaksud

mendapat persetujuan dari B dan B memberi persetujuan dengan mengatakan

“Ya Tuhan, ban pecah”.

6. Menghindari ketidaksetujuan

Page 91: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

91

Misalnya: A : “That’s where you live, Florida?”

B : “That’s where I was born” (Brown & Levinson,1987:118).

Jawaban B menunjukkan bahwa apa yang dikatakan oleh A salah, dan dia

tidak menyalahkan secara langsung tetapi langsung memperbaikinya.

7. Menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa basi

Misalnya: A : “Oh, this cut hurts awfully, Mum”

B : “Yes dear, it hurts terribly, I know.” (Brown &

Levinson,1987:122).

Jawaban B membuat A senang karena apa yang dirasakan, dirasakan juga

oleh B meskipun B sebenarnya tidak tahu sesakit apa rasa sakit yang diderita

oleh A.

8. Menggunakan lelucon

Misalnya: “How about lending me this old heap of junk?” (Brown &

Levinson,1987:129).

Yang dimaksud “gundukan sampah tua adalah mobil Cadillac baru milik

mitra tuturnya. Mobil itu mahal, tetapi dengan bergurau disebut sampah.

9. Menyatakan paham atau mengerti akan keinginan mitra tutur

Misalnya: “I know you can’t bear parties, but this one will really be good –

do come” (Brown & Levinson,1987:130).

Meskipun penutur meminta mitra tuturnya pergi ke pesta, dia menunjukkan

pengertiannya bahwa mitra tuturnya tidak suka pesta sehingga kesan

memaksa dapat dikurangi.

10. Memberikan tawaran atau janji

Page 92: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

92

Misalnya: “I’ll drop by sometimes next week” (Brown & Levinson,1987:131).

Penutur berjanji pada mitra tutur untuk mampir di rumahnya dan janji ini

memuaskan keinginan mitra tutur yang ingin penutur mampir ke rumahnya.

11. Menunjukkan keoptimisan

Misalnya: “Look, I’m sure you won’t mind if I borrow your typewriter”.

(Brown & Levinson,1987:131).

Strategi ini menunjukkan apa yang diinginkan oleh penutur merupakan

keinginan mitra tuturnya juga.

12. Melibatkan mitra tutur dalam aktivitas

Misalnya: “Let’s have a cookie, then” (Brown & Levinson,1987:132).

Dengan menggunakan pronomina “kita” penutur sudah menyertakan mitra

tutur ke dalam kegiatan yang akan dia lakukan.

13. Memberikan pertanyaan atau meminta alasan

Misalnya: “Why don’t we go to the seashore”? (Brown &

Levinson,1987:133).

Saran tidak langsung merupakan bentuk kesantunan positif.

14. Menyatakan hubungan secara timbal balik

Strategi ini dilakukan dengan, misalnya mengatakan “I’ll do X for you if you

do Y for me” Dengan mengatakan kalimat seperti di atas, penutur sudah

melunakkan tekanan pengancaman muka (Brown & Levinson,1987:134).

15. Memberikan penghargaan pada mitra tutur

Dengan memberikan penghargaan pada mitra tutur, penutur sudah

memuaskan muka positif mitra tuturnya. Penghargaan ini dapat berupa

Page 93: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

93

benda, rasa simpati, pengertian, dan kerja sama (Brown &

Levinson,1987:134).

C. Kesantunan negatif

Kesantunan negatif adalah kesantunan yang ditujukan pada muka negatif

penutur (Brown & Levinson, 1987:134) Berikut adalah strategi kesantunan

negatif yang diberikan oleh Brown & Levinson (1987).

1. Menggunakan ujaran tidak langsung

Misalnya: “I need a comb”. (Brown & Levinson, 1987:139).

Kalimat di atas merupakan perintah tidak langsung dan cara memerintah

semacam ini mengurangi tekanan pengancaman muka negatif.

2. Menggunakan kalimat berpagar

Misalnya: “I suppose that Harry is coming”. (Brown & Levinson, 1987:150).

“Saya rasa” (I suppose) adalah pagar yang melunakkan tekanan pengancaman

muka kalimat “Hari akan datang”. “Saya rasa Hari akan datang” masih

memberi peluang bahwa Hari tidak akan datang.

3. Menunjukkan rasa pesimis

Misalnya: “Can you do X?” (Brown & Levinson, 1987:178).

Kalimat yang menunjukkan rasa pesimis itu mengurangi tekanan pengancaman

muka negatif mitra tutur karena apabila jawabannya “tidak” dia tidak merasa

malu”

4. Meminimalkan beban

Page 94: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

94

Misalnya: “I just want to ask you if I can borrow a single sheet of paper”

(Brown & Levinson, 1987:181).

Kata “hanya” (just) menurunkan tekanan terhadap pengancaman muka

negatif.

5. Menunjukkan penghormatan

Misalnya: “We look forward very much to dining with you”( Brown &

Levinson, 1987:186).

Kalimat di atas menunjukkan bahwa mitra tutur adalah orang yang dihormati

sehingga mendapat kesempatan makan malam bersamanya merupakan hal

yang dinanti-nanti.

6. Meminta maaf

Misalnya: “I don’t want to bother you, but...” ( Brown & Levinson,

1987:193).

Kalimat di atas merupakan permohonan maaf sebelum menyatakan sesuatu.

7. Impersonalisasi pembicara dan mitra tutur

Misalnya: “Do this for me” (Brown & Levinson, 1987:195).

Kalimat di atas tidak menunjukkan siapa yang dikenai pekerjaan sehingga

tidak terjadi pengancaman muka.

a. Menyatakan hal yang merupakan pengancaman muka sebagai aturan

umum

Misalnya: “The United States expresses regrets over the occurrence of the

incident” (Brown & Levinson, 1987:212).

Page 95: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

95

Penggunaan kata “Amerika Serikat” sebagai pihak yang menyatakan

penyesalan bersifat umum dan penggunaan ini ditujukan agar tidak ada

yang terancam mukanya karena menyatakan penyesalan merupakan

pengancaman muka negatif.

b. Nominalisasi

Misalnya: “Your performing well on the examinations impressed us

favourably” (Brown & Levinson, 1987:212).

“Tampilan baikmu” merupakan bentuk formal dan bentuk formal sejalan

dengan kesantunan.

c. Terus mengucapkan sesuatu seolah-olah terus berhutang budi pada mitra

tutur.

Misalnya: “I’d be eternally grateful if you would ...”( Brown & Levinson,

1987:215).

Ucapan terima kasih diucapkan sebelum mitra tutur melakukan sesuatu.

D. Tidak Langsung (Off Record)

Strategi tidak langsung adalah strategi kesantunan yang menggunakan

bahasa tidak langsung. Strategi ini digunakan apabila seseorang berniat

melakukan pengancaman muka, tetapi dia tidak ingin bertanggung jawab, dia

dapat menggunakan strategi ini dan membiarkan mitra tuturnya

menginterpretasikan apa yang diucapkannya (Brown & Levinson, 1987:216).

Bagaimana menghadapi pengancaman muka dalam kehidupan nyata tergantung

dari faktor-faktor sosial berikut (Brown & Levinson, 1987):

Page 96: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

96

1) jarak sosial dari tiap-tiap partisipan,

2) hubungan kekuasaan antara partisipan,

3) derajat ancaman dari tindakan mengancam muka.

Brown & Levinson (1987) mengemukakan beberapa strategi tidak langsung

sebagai berikut:

1. Memberi isyarat

Misalnya: “It’s cold in here” (Brown & Levinson,!987:220).

Kalimat di atas memberi isyarat bahwa seseorang harus menutup jendela supaya

udaranya tidak dingin.

2. Memberi petunjuk

Misalnya: “Are you going to market tommorow?...There’s a market tomorrow”

(Brown & Levinson, 1987:221).

Kalimat di atas menyiratkan bahwa penutur ingin menumpang ke pasar.

3. Mengemukakan praanggapan

Misalnya : “I washed the car again today” (Brown & Levinson, 1987:222).

Kalimat di atas menyiratkan bahwa dia sudah mencuci mobil sebelumnya.

Praanggapan ini menyiratkan bahwa menncuci mobil itu juga tugas mitra tuturnya

karena mereka mengerjakan tugas sama-sama.

4. Mengatakan kurang dari seharusnya

Misalnya: A : “What do you think of Harry?”

B : “Nothing Wrong with him” (Brown & Levinson, 1987:222).

Jawaban B sebenarnya menyiratkan bahwa sebenarnya dia ingin mengatakan

bahwa Hari adalah orang yang tidak baik.

5. Mengatakan lebih dari seharusnya

Page 97: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

97

Misalnya: “you never do the washing up” (Brown & Levinson, 1987:225).

Frasa “tidak pernah” digunakan untuk menyatakan sesuatu secara berlebihan dan

hal ini adalah sebuah kritik terhadap mitra tutur.

6. Menggunakan tautolog.

Misalnya: “Your clothes belong where your clothes belong. (Brown & Levinson,

1987:225).

Ucapan di atas menyiratkan penolakan untuk mencarikan baju untuk mitra tuturnya

karena mitra tuturnya sudah tahu dimana baju yang dicari berada.

7. Menggunakan kontradiksi

Misalnya: A : “Are you upset about that?”

B : “well, yes and no” (Brown & Levinson, 1987:226).

Jawaban B merupakan keluhan atau kritik terhadap sesuatu.

8. Menggunakan ironi

Misalnya: “John’s a real genius?” (1987:227).

Jhony dikatakan jenius padahal dia baru saja membuat sejumlah kesalahan fatal.

Jadi, apa yang dikatakan merupakan kebalikan dari faktanya.

9. Menggunakan metafora

Misalnya: “Harry is a real fish. (Brown & Levinson, 1987:227).

Kalimat di atas dapat bermakna bahwa Hari sangat pandai berenang.

10. Mengggunakan pertanyaan retorika

Misalnya: “How many times do I have to tell you...?” (Brown & Levinson,

1987:228).

Page 98: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

98

Kalimat di atas menyiratkan suatu kritik bahwa sudah diberitahu berkali-kali

tetap saja tidak mengerti.

11.Menggunakan ujaran bermakna ganda

Misalnya: “John is a pretty sharp cookie” (Brown & Levinson, 1987:230)

Kata “tajam” bisa berarti positif dan negatif tergantung dari konteks

kalimatnya.

12. Menyamarkan objek pengancaman muka

Misalnya: “Looks like someone may have had too much to drink” (Brown &

Levinson, 1987:231).

Kalimat di atas tidak menyebut siapa yang sudah terlalu banyak minum.

13. Overgeneralisasi

Misalnya: “He who laughs last laughs longest” (Brown & Levinson,

1987:231).

Kalimat di atas menyamaratakan bahwa yang tertawa paling akhir adalah

orang yang tertawa terlama, padahal sebenarnya tidak selalu demikian.

14. Memindahkan hal dapat mengancam muka pada orang lain yang tidak

terancam dengan hal tersebut.

Misalnya: “Why not lend me your cottage for the weekend?”(Brown &

Levinson, 1987:133).

Peminjaman vila itu tidak ditujukan pada pemilik villa tapi pada orang lain

yang tidak memiliki villa.

15. Menggunakan elipsis

Misalnya: “Well, I didn’t see you...” (Brown & Levinson, 1987:232)

Page 99: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

99

Kalimat di atas tidak diselesaikan karena jika diselesaikan dapat

mengancam muka mitra tuturnya.

2.3.2.2 Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama beserta keempat maksimnya adalah ide yang

dikemukakan oleh Grice yang mengatur bahwa seseorang harus membuat

komunikasi dengan memberi sumbangan isi seperti yang diharapkan (Grice,

1975). Prinsip kerja sama ini merupakan bagian dari kesantunan berbahasa.

Sementara itu Kramsch (1998:126) menyatakan bahwa prinsip kerja sama adalah

harapan bahwa partisipan dalam komunikasi informal bersedia bekerja sama satu

sama lain dengan memberi kontribusi dan dalam waktu sepantasnya pada

komunikasi tersebut. Gunarwan (2007:162) menganggap bahwa prinsip kerja

sama bukan nasihat agar komunikator berperilaku baik, melainkan agar

komunikasi di dalam percakapan berlangsung efisien.

Leech (1983:82) menyatakan bahwa prinsip kerja sama yang dikemukakan

oleh Grice (1975) memungkinkan partisipan suatu percakapan untuk

berkomunikasi dengan anggapan bahwa partisipan yang lain bersedia untuk

bekerja sama. Dia juga mengatakan bahwa prinsip kerjasama berfungsi untuk

mengatur apa yang harus dikatakan oleh pembicara untuk dapat memberi

sumbangan pada tujuan komunikasi (Leech, 1983:82).

Sejalan dengan pernyataan di atas, Levinson (1983:102) menyatakan bahwa

prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice (1975) melalui maksim-

maksimnya mengemukakan apa yang harus dilakukan oleh partisipan untuk dapat

Page 100: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

100

berkomunikasi dengan cara yang efisien, rasional, dan kooperatif. Prinsip kerja

sama yang dikemukakan oleh Grice (1975) tersebut memiliki maksim-maksim

yang menyebutkan apa yang harus dilakukan oleh setiap pembicara dalam suatu

komunikasi agar tidak terjadi ketidaksantunan. Maksim-maksim itu harus

diaplikasikan oleh peserta tutur untuk menjaga kesantunan dan untuk mencapai

tujuan komunikasi. Maksim-maksim tersebut terdiri atas maksim kuantitas,

kualitas, relevansi, dan cara (Grice, 1975:47).

8) Maksim kualitas: pembicara harus jujur. Maksim ini menentukan bahwa

seseorang tidak boleh menyatakan sesuatu yang tidak diyakini

kebenarannya karena tidak cukup memiliki bukti.

9) Maksim kuantitas: apa yang dikatakan harus seinformatif mungkin untuk

membuat interaksi itu berlangsung. Jangan terlalu banyak dan jangan

terlalu sedikit.

10) Maksim relevansi: apa yang dikatakan harus jelas berhubungan dengan

tujuan interaksi.

11) Maksim cara: apa yang dikatakan harus mudah dimengerti, jelas, teratur

dan singkat, menghindari ketidakjelasan dan makna ganda.

Apabila keempat maksim kerja sama di atas diikuti akan terjadi komunikasi

yang sempurna. Apalagi Grice (1975:45) juga menyatakan bahwa keempat

maksimnya menunjukkan pertukaran informasi yang kooperatif karena juga

meliputi aspek perilaku nonlinguistik.

Menurut Grice (1975:45), semua maksim itu terlibat dalam perilaku yang

rasional dan kooperatif. Semua orang dapat beranggapan bahwa dunia ini

Page 101: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

101

bergerak dengan berdasarkan satu set maksim yang sudah sangat dipahami dan

kita harus berupaya sekuat tenaga untuk merealisasikannya dalam kehidupan

nyata. Akan tetapi, dia juga menyadari bahwa penutur tidak selalu mengikuti

maksim-maksim yang dikemukakannya, tidak selalu penutur menyatakan semua

yang ingin dikatakannya secara eksplisit. Ada kemungkinan apa yang ingin

disampaikan dinyatakan lewat implikatur percakapan.

Maksim Grice banyak memiliki kelemahan apabila digunakan sendiri,

misalnya sulit mengukur kejujuran penutur pada saat ujaran diucapkan seperti

yang ditentukan oleh maksim kualitas, sulit mengukur kesantunan penutur hanya

dengan mengukur panjang atau pendeknya ujaran seperti yang tersirat dalam

maksim kuantitas sulit mengukur kesantunan melalui cara bicara seseorang

karena sangat berhubungan dengan budaya dan persepsi mitra tutur, dan sulit

menentukan relevansi ujaran karena sangat berhubungan dengan cara pikir

penutur. Levinson (1983:102) menyatakan bahwa tidak ada orang yang selalu

berbicara mengikuti keempat maksim itu. Hal ini juga sejalan dengan apa yang

dikatakan oleh Grice sendiri. Misalnya, apabila dilihat kehidupan sehari-hari,

banyak terjadi pelanggaran maksim. Dalam maksim kualitas dinyatakan bahwa

orang harus menyatakan sesuatu dengan jujur, tetapi pada kenyataannya orang

sering berkata tidak jujur untuk menghindari ketidaksantunan. Orang akan

mengatakan wajah mitra tuturnya cantik meskipun tidak cantik karena kalau dia

berkata jujur, mitra tuturnya akan tersinggung karena dikatakan tidak cantik.

Maksim kuantitas mengharuskan seseorang untuk seinformatif mungkin, dalam

arti apa yang diucapkan harus jelas dengan panjang ujaran yang cukup. Maksim

Page 102: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

102

ini berbenturan dengan adanya implikatur yang menyatakan bahwa penutur tidak

mengatakan apa yang ingin dikatakan dengan sepenuhnya. Sehubungan dengan

itu Wijana dan Rohmadi (2009:49) mengemukakan bahwa kontribusi peserta

tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa

yang diimplikasikan ujaran itu. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ada makna

yang tidak terepresentasikan melalui bahasa verbal. Dengan demikian, ada sesuatu

yang tidak terucap tetapi dengan mengandalkan interaksi kooperatif, makna

tersebut dapat dimengerti oleh mitra tutur. Secara maksim kuantitas, keadaan ini

sudah melanggar kesantunan, tetapi implikatur yang dianggap melanggar

kesantunan itu sebenarnya adalah salah satu strategi kesantunan.

Ketidaklangsungan adalah salah satu ciri kesantunan. Untuk berbicara secara

santun, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar

orang yang diperintah tidak merasa diperintah (Wijana dan Rohmadi, 2009:28).

Mereka juga mengatakan bahwa tuturan yang diutarakan secara tidak langsung

lazimnya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara

langsung. Maksim kuantitas mengharuskan orang berbicara secukupnya. Akan

tetapi, Wijana dan Rohmadi (2009:55) menyatakan bahwa semakin panjang

tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap santun

pada mitra tuturnya. Maksim relevansi mengharuskan apa yang diucapkan harus

relevan. Namun pada kenyataannya sering kali terjadi bahwa respons yang

diberikan tampaknya tidak ada hubungannya dengan ujaran sebelumnya.

Misalnya:

A: Can you tell me the time?

Page 103: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

103

B: Well, the milkman has come (Levinson, 1983:97)

Dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa A menanyakan jam, tetapi B

menjawab “tukang susu sudah datang”. Komunikasi itu tidak mengalami masalah

apabila A mengetahui jam berapa tukang susu biasanya datang sehingga dia

mendapat jawaban atas pertanyaannya. Akan tetapi, komunikasi itu dianggap

gagal apabila A tidak tahu jam berapa tukang susu biasanya datang. Ada

kemungkinan A menganggap jawaban yang diberikan oleh B tidak merupakan

jawaban atas pertanyaannya. Maksim cara mengharuskan peserta pertuturan

bertutur secara langsung, jelas dan tidak kabur (Rahardi, 2005:57)

A. Ayo cepat dibuka!

B. Sebentar dulu, masih dingin. (Rahardi, 2005:57)

Contoh di atas dapat melanggar maksim cara karena kedua kalimat itu tidak jelas.

Pada saat A mengatakan “Ayo cepat dibuka”, tidak jelas apa yang harus dibuka

dan pada saat B mengatakan “Sebentar dulu, masih dingin” tidak jelas juga apa

yang dimaksud. Keduanya merupakan kalimat yang mengandung ketaksaan

tinggi. Menurut Rahardi (2005:57), petutur yang melanggar prinsip kerja sama

dari Grice dapat dikatakan melakukan pelanggaran.

Aplikasi maksim Grice dapat berakibat pada penggunaan bahasa yang tidak

nyata. Sehubungan dengan itu Leech (1983:80) menyatakan bahwa maksim-

maksim itu tidak berlaku universal karena ada komunitas masyarakat yang tidak

mengaplikasikannya.

Meskipun maksim-maksim Grice (1975) mengharuskan peserta tutur jujur,

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, santun dan bertanggung jawab

Page 104: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

104

terhadap apa yang dikatakan, maksim Grice bukan merupakan maksim yang

benar-benar dapat mengukur tingkat kerja sama yang merupakan bagian dari

kesantunan karena menurut Fraser (1983:47), prinsip kerja sama tidak

menyertakan ilokusi. Berdasarkan pembahasan di atas, pandangan bahwa

kejujuran tidak selalu santun atau tuturan yang terlalu panjang tidak selalu

melanggar prinsip kerja sama dapat dibenarkan karena bukan kejujuran atau

panjangnya ujaran yang menentukan kesantunan, melainkan apakah yang kita

ucapkan tidak merupakan ancaman terhadap muka mitra tutur.

Pembahasan tentang prinsip kerja sama beserta maksim-maksimnya memang

menunjukkan banyak kelemahan apabila digunakan untuk mengukur kesantunan.

Akan tetapi prinsip tersebut tetap dipakai sebagai bagian pengukur kesantunan

karena kesantunan tidak mungkin dapat diaplikasikan dalam suatu komunikasi

tanpa adanya kerja sama.

2.3.2.3 Prinsip Kesantunan

Menurut Leech (1983), prinsip kesantunan dengan enam maksimnya adalah

peraturan berkomunikasi untuk menyatakan kesantunan. Kesantunan

memperhatikan hubungan antara dua peserta tutur, Leech (1983:132)

mengemukakan bahwa prinsip kesantunan berupa maksim-maksim yang

menurutnya berpasangan adalah sebagai berikut.

8) Maksim kebijaksanaan (Tact)

Setiap peserta tutur harus meminimalkan kerugian bagi orang lain atau

memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam maksim

Page 105: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

105

kebijaksanaan ada kecenderungan bahwa semakin panjang tuturan

seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk bersikap

santun pada mitra tuturnya.

9) Maksim kemurahan hati (Generosity)

Setiap peserta tutur wajib meminimalkan keuntungan diri sendiri dan

memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri.

10) Maksim penerimaan (Approbation)

Seorang penutur wajib meminimalkan rasa tidak hormat pada orang lain

dan memaksimalkan rasa hormat pada orang lain.

11) Maksim kerendahan hati (Modesty)

Seetiap peserta tutur berusaha untuk meminimalkan rasa hormat pada diri

sendiri dan memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri .

12) Maksim kecocokan (Agreement)

Setiap penutur meminimalkan ketidaksetujuan pada orang lain dan

memaksimalkan kesetujuan di antara mereka.

13) Maksim kesimpatian (Sympathy)

Setiap peserta tutur harus meminimalkan rasa antipati dan memaksimalkan

rasa simpati pada orang lain.

Keenam maksim di atas terpusat pada keharusan untuk memaksimalkan

keuntungan mitra tutur dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Maksim

Leech memiliki kelemahan yaitu maksim-maksimnya mirip bahkan tumpang

tindih satu sama lain

Page 106: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

106

Leech (1983:139) berpendapat bahwa kesantunan tidak saja dimanifestasikan

melalui isi percakapan tetapi dimanifestasikan juga melalui bagaimana suatu

percakapan dilakukan dan diatur oleh peserta tutur. Misalnya menyela percakapan

atau berbicara pada waktu yang salah dianggap perilaku tidak santun, atau diam

saja dalam suatu percakapan juga dianggap tidak santun. Topik percakapan juga

patut untuk dipertimbangkan karena menurut Leech (1983:147), penutur lebih

suka berbicara mengenai topik yang menyenangkan dibandingkan dengan topik

yang tidak menyenangkan. Untuk mengurangi rasa tidak menyenangkan,

digunakan eufemisme, suatu cara untuk menyembunyikan subjek yang tidak

menyenangkan, atau menggunakan adverbia misalnya “sedikit”, “agak” untuk

mengurangi makna negatif suatu ujaran.

Berdasarkan pembahasannya, menurut Leech (1983), kesantunan dapat

diekspresikan melalui cara-cara sebagai berikut:

(1) Menyatakan sesuatu dengan cara tidak langsung.

(2) Berbohong.

(3) Menggunakan eufemisme.

(4) lebih menggunakan bentuk tanya (question tag) daripada kalimat

langsung.

Leech (1983:126) mengemukakan bahwa skala kesantunan terdiri atas (a)

skala kerugian dan keuntungan, (b) skala pilihan,( c) skala ketidaklangsungan, (d)

skala keotoritasan, dan e) skala jarak sosial.

(a) Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit)

Semakin tuturan itu merugikan diri penutur, semakin santun tuturan itu.

Page 107: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

107

(b) Skala pilihan (optionality)

Semakin penuturan itu memungkinkan penutur menentukan pilihan yang

banyak dan leluasa semakin santun tuturan itu.

(c) Skala ketidaklangsungan (indirectness)

Semakin langsung tuturan, semakin tidak santun tuturan tersebut.

(d) Skala keotoritasan (authority)

Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur, tuturan yang digunakan

semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat sosial antara

penutur, semakin berkurang tingkat kesantunan tuturan yang digunakan.

(e) Skala jarak sosial (social distance)

Semakin jauh hubungan sosial antara penutur semakin santun tuturan yang

digunakan. Sebaliknya, semakin dekat hubungan sosial antara penutur semakin

berkurang tingkat kesantunan tuturan yang digunakan.

Skala kesantunan lain berupa sistem kesantunan dari Scolon & Scolon

(1995:44-45) yang dibuat berdasarkan penghormatan, solidaritas, dan hierarki.

Sistem kesantunan tersebut melibatkan Power (kekuasaan) dan Distance (jarak

sosial)

(1) Skala penghormatan: apabila dua partisipan berada dalam level yang sama atau

hampir sama, tetapi satu sama lain menjaga jarak.

Polanya adalah (-P, +D) dan strategi yang digunakan adalah strategi saling

menghargai.

Page 108: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

108

(2) Skala solidaritas: semua partisipan menunjukkan kedekatan satu sama lain.

Polanya adalah (-P, -D). Partisipan sama-sama menggunakan bahasa yang

santun.

(3) Skala hierarki: partisipan menyadari perbedaan sosial dan menempatkan salah

satunya pada posisi yang lebih tinggi daripada yang lain. Polanya adalah (+P, +/-

D) dan strategi yang digunakan adalah strategi untuk menjaga muka. Penutur

yang berstatus sosial lebih tinggi akan menggunakan bahasa yang tidak sesantun

bahasa yang digunakan oleh orang yang status sosialnya lebih rendah.

Paparan tentang prinsip kesantunan menunjukkan bahwa prinsip kerja sama

yang dikemukan oleh Grice (1975) akan mengatur apa yang akan kita katakan

untuk membantu mencapai tujuan komunikasi. Sebaliknya, prinsip kesantunan

yang dikemukakan oleh Leech (1983) menjaga keseimbangan sosial dan

hubungan baik dengan berasumsi bahwa teman bicara kita bersedia bekerja sama.

Karena kedua prinsip itu dapat dijadikan acuan untuk menghitung tingkat

kesantunan berbahasa seseorang, keduanya digunakan sebagai alat pengukur

kesantunan.

Skala kesantunan yang akan digunakan adalah skala kesantunan dari Scolon

& Scolon (1995) karena ketiganya lebih sederhana dan dapat diaplikasikan

dengan lebih baik pada kondisi partisipannya bestatus sama, tetapi ada yang

menjaga jarak, ada pula yang mengaplikasikan solidaritas.

2.3.2.4 Implikatur Percakapan

Page 109: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

109

Menurut Gurnawan (2007:246-247) kata implikatur (implicature) adalah

semula bermakna “menuduh seseorang terlibat dalam perbuatan yang melanggar

hukum”. Kata implicature dalam bahasa Inggris diturunkan dari implicate Makna

ini diubah oleh Grice menjadi sinonim kata imply. Bedanya adalah imply

bermakna menyiratkan secara umum, implicate bermakna menyiratkan secara

kebahasaan. Istilah implikatur selalu dikaitkan dengan Grice yang menentukan

bahwa di dalam berkomunikasi orang harus bekerja sama dengan mitra tuturnya

agar komunikasi itu efektif dan efisien (Gunarwan, 2007:247). Dia juga

mengatakan bahwa implikatur membantu menghindarkan pembicara dari

pengucapan kata-kata yang tidak perlu karena mitra tuturnya sudah memiliki

praanggapan.

Menurut Leech (1983:9) implikatur adalah kondisi yang memungkinkan

penutur menyampaikan sesuatu lebih dari yang diucapkan. Untuk dapat mengerti

apa yang dimaksud oleh penuturnya, mitra tuturnya harus memiliki presuposisi.

Pendapat ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Watts bahwa implikatur

percakapan adalah makna yang tidak disampaikan secara eksplisit, melainkan

harus ditentukan sendiri melalui konteks percakapan itu (Watts, 2003:273)

Menurut Levinson (1983:104), implikatur adalah penarikan kesimpulan

tentang makna, tetapi merupakan penarikan kesimpulan yang berdasarkan isi

pembicaraan dan asumsi kerja sama interaksi verbal. Cara penarikan kesimpulan

ini ada dua macam. Pertama, pendengar menarik kesimpulan berdasarkan

pemikiran bahwa pembicara mengikuti aturan maksim. Kedua, mitra dengar

menarik kesimpulan berdasarkan pemikiran bahwa pembicara dengan sengaja

Page 110: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

110

melanggar maksim. Praanggapan adalah latar belakang asumsi yang membuat

suatu aksi, teori, ekspresi atau ujaran, jadi bermakna atau rasional (Levinson

1983:168)

Paparan di atas menyiratkan bahwa implikatur dapat dimengerti dengan cara

memahami hal-hal berikut.

(1) makna linguistik dari apa yang diucapkan,

(2) konteks informasi atau memahami informasi yang sama

(3) asumsi bahwa pembicara bersedia bekerja sama.

Di samping memahami implikatur percakapan, suatu interaksi akan berhasil

dengan baik apabila semua partisipan memiliki praanggapan yang memadai.

Menurut Watts (2003:276) praanggapan adalah asumsi yang dibuat oleh

penutur bahwa mitra tuturnya mempunya pengetahuan yang sama tentang suatu

masalah sehingga mampu menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh penutur.

2.3.2.5 Paradoks Kesantunan

Dalam hal membangun suatu hubungan, sikap santun sangat diperlukan.

Akan tetapi, kesantunan yang ditunjukkan oleh seseorang mungkin dimaknai

berbeda oleh mitra tuturnya sehingga terjadilah paradoks pragmatik. Misalnya, A

menjemput B yang membawa tas. A menawarkan bantuan untuk membawakan tas

B, tetapi ditolak oleh B karena B beranggapan bahwa membawa tas itu pekerjaan

yang tidak menyenangkan bagi A sehingga B menganggap A hanya berpura-pura

(Leech 1983:110). Anggapan B bahwa membawa tas itu bukan sesuatu yang

menyenangkan berawal dari praanggapan yang dia miliki. Menurut Grice (1975)

Page 111: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

111

karena ketidakjujuran adalah penanda ketidaksantunan, B dapat menganggap A

tidak santun.

Di samping menggunakan bahasa verbal, komunikasi dapat juga dilakukan

dengan bahasa nonverbal atau bahasa tubuh. Mulyana (2010:343) menyatakan

bahwa sebagaimana kata-kata, kebanyakan bahasa tubuh juga tidak universal,

melainkan terikat oleh budaya. Oleh karena itu, bahasa tubuh dapat dipelajari,

bukan bawaan. Bahasa verbal bersifat eksplisit dan diproses secara kognitif tetapi

bahasa nonverbal bersifat spontan, ambigu, sering berlangsung cepat, dan di luar

kesadaran serta kendali (Mulyana, 2010:344). Bahasa nonverbal bergantung pada

jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, tingkat ekonomi,

lokasi geografis dan sebagainya (Mulyana, 2010:344). Simbol-simbol nonverbal

lebih sulit ditafsirkan daripada simbol-simbol verbal. Oleh karena itu, banyak

orang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi keberhasilan komunikasi

(Mulyana:2010:345).

Menurut Mulyana (2010:347-349), hubungan antara bahasa verbal dan bahasa

nonverbal tidak pasti dan tidak terstruktur. Keduanya dapat berlangsung spontan,

serempak dan nonsekuensial. Akan tetapi, setidaknya ada tiga perbedaan antara

bahasa verbal dan nonverbal,yaitu:

(1) Perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal

bersifat multisaluran. Kata-kata datang dari satu sumber, misalnya

diucapkan orang atau dibaca melalui media, tetapi perilaku

nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui atau dicicipi,

dan beberapa isyarat dapat berlangsung secara simultan.

Page 112: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

112

(2) Pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal

berkesinambungan. Artinya, pesan verbal dapat diakhiri kapan

pun penuturnya menginginkan sedangkan pesan nonverbal tetap

mengalir sepanjang ada orang hadir di dekatnya.

(3) Komunikasi nonverbal lebih banyak membawa muatan emosional

daripada komunikasi verbal.

Bahasa tubuh dapat berupa isyarat tangan, gerakan kepala, ekspresi wajah,

tatapan mata, sentuhan, parabahasa yang meliputi kecepatan berbicara, nada,

volume suara, intonasi, kejelasan, warna suara, dialek dan sebagainya, penampilan

fisik, busana, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak pribadi, warna dan lain-lain

(Mulyana, 2010).

2.3.3 Teori Ideologi dan Diskursus

Kress (1985:29) mendefinisikan ideologi sebagai bentuk-bentuk pengetahuan

dan hubungannya dengan struktur masyarakat, konflik di masyarakat dan apa

yang disukai di masyarakat, cara produksi dan struktur ekonomi, dan dengan

bentuk-bentuk pengetahuan dalam praktik-praktik sosial yang praktis; ideologi

menaruh perhatian yang sama, baik pada bentuk pengetahuan yang dominan

maupun bentuk pengetahuan yang bertentangan di masyarakat. Dalam artikelnya

Kress (1985:30) membahas hubungan bahasa dengan ideologi. Dia mengatakan

bahwa cara terbaik untuk mengamati ideologi adalah melalui bahasa karena

ideologi dapat dibaca melalui item-item linguistik di dalam teks. Hubungan antara

bahasa dan ideologi dapat terjadi di berbagai level bahasa misalnya di level kata,

Page 113: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

113

tata bahasa dan kalimat, bahkan perubahan bentuk aktif ke pasif, atau sebaliknya,

juga membawa pesan tertentu dari pembicara. Karena setiap kegiatan berbahasa

membawa serta ideologi, kategori atau fitur linguistik tidak pernah berdiri sendiri.

Setiap diskursus memiliki tema, aksi utama dan struktur teks. Paparan di atas

menunjukkan bahwa setiap teks, baik tulis maupun lisan, dapat dianalisis untuk

melihat ideologi yang berada di baliknya.

Menurut Thompson (1984:17), beberapa penulis menggunakan

“ideologi”sebagai sebuah istilah yang murni deskriptif: sebagai “sistem berpikir”,

“sistem kepercayaan”, “praktik-praktik simbolik” yang berhubungan dengan

tindakan sosial dan politik. Ideologi juga secara mendasar berhubungan dengan

proses pembenaran hubungan kekuasaan yang tidak simetris, berhubungan dengan

pembenaran dominasi. Thompson (1984:18) menjelaskan bahwa ideologi bekerja

sebagai perekat hubungan sosial yang mengikat anggota masyarakat secara

bersama dengan menetapkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati secara

kolektif. Bahasa adalah medium dari tindakan sosial. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa bahasa dan tindakan sosial selalu dilakukan berdasarkan ideologi

tertentu.

2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran atau Ketaataan terhadap Kesantunan

Dalam setiap komunikasi pertisipan diharap dapat melakukan komunikasi

dengan santun. Menurut Watts (1992:1), bahasa yang santun adalah bahasa yang

Page 114: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

114

tidak terlalu langsung atau bahasa yang menunjukkan penghargaan atau tenggang

rasa pada orang lain. Akan tetapi, ada juga orang yang menganggap bahwa

penggunaan bahasa santun sebagai perilaku yang munafik, tidak jujur, menjaga

jarak, tidak berperasaan, dan sebagainya (Watts, 1992:2). Dia juga mengatakan

bahwa santun atau tidaknya suatu perilaku tergantung pada interpretasi perilaku

tersebut dalam interaksi sosial secara keseluruhan (Watts,1992:8). Dalam bahasa

Inggris, kesantunan adalah sesuatu yang eksklusif dan banyak cara untuk

mengonsepkannya. Hal ini disebabkan oleh makna kesantunan leksem yang

bersifat terbuka untuk dinegosiasikan oleh penutur bahasa Inggris (Watts,

1992:13).

Pernyataan Watts (1992) di atas menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi

seseorang harus santun dan kesantunan merupakan suatu interaksi sosial sehingga

santun atau tidaknya suatu ujaran bergantung pada nilai-nilai yang berlaku dalam

komunitas tempat terjadinya komunikasi. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kesantunan dilakukan dengan tujuan untuk dapat diterima di suatu

komunitas bahasa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Watts (1992:27) yang

memfokuskan bahwa kelompok sosial harus mengkonsepkan kesantunan karena

mereka yang berpartisipasi dalam interaksi komunikasi sosial.

Untuk membahas tingkat kesantunan penggunaan bahasa para politisi dalam

talk show ”Today’s Dialogue” teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan teori prinsip kerjasama (Grice, 1975) dan prinsip kesantunan (Leech,

1983). Alasan penggabungan teori ini ialah karena apabila masing-masing teori

ini digunakan secara terpisah, masing-masing teori itu tidak mampu dengan jelas

Page 115: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

115

mengakomodasi data yang ada. Masing-masing teori tersebut tidak mampu

menghitung efektivitas, efisiensi, dan kesantunan bahasa sekaligus. Teori kerja

sama (Grice,1975) yang memiliki empat maksim, yaitu (1) maksim kualitas, (2)

maksim kualitas, (3) maksim relevansi, dan (4) maksim cara hanya bertumpu

pada keinginan untuk menghasilkan komunikasi yang efektif dan efisien dalam

komunikasi yang sifatnya hanya memberi informasi saja. Karena penggunaan

bahasa dalam komunikasi tidak hanya merupakan pemberian informasi, teori ini

tidak sepenuhnya tepat untuk diaplikasikan dalam suatu kondisi karena yang

berbicara adalah politisi dalam suatu talk show. Karena teori ini mempunyai

kelemahan yaitu tidak memperhitungkan kesantunan, teori kesantunan diperlukan

untuk melengkapi teori tersebut dan teori yang dipilih adalah teori kesantunan dari

Leech (1983). Teori ini memiliki enam maksim, yaitu (1) maksim kebijaksanaan,

(2) maksim kemurahan hati, (3) maksim penerimaan, (4) maksim kerendahan hati,

(5) maksim kesimpatian, dan (6) maksim kecocokan. Dengan demikian, ada

sepuluh maksim yang digunakan untuk mengukur kesantunan berbahasa para

politisi. Teori pengancaman muka dari Brown & Levinson (1987) juga digunakan

untuk memberi alasan mengapa suatu ujaran dikatakan melanggar kesantunan.

Akan tetapi teori pengancaman muka yang digunakan hanya sebatas apakah suatu

ujaran mengancam muka positif atau muka negatif mitra tutur, tidak

menggunakan strategi mengurangi pengancaman muka karena para politisi tidak

menggunakan strategi itu untuk mempersantun ujarannya. Untuk menarik simpati

masyarakat, mereka sengaja menyerang muka negatif atau muka positif mitra

tutur.

Page 116: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

116

Teori untuk menganalisis satuan verbal adalah teori yang dikemukakan oleh

Alwi (1992). Teori ini paling sesuai karena data yang dianalisis adalah bahasa

Indonesia. Analisis akan dilakukan atas fonem, morfem dan kalimat.

Fonem yang dalam hal ini berupa suprasegmental sangat penting untuk

memberi tanda bahwa kata yang diberi tekanan merupakan bagian penting

kalimat. Misalnya, “Kita tahu bahwa proses peralihan kepemimpinan terlalu tidak

cermat, selalu menimbulkan dendam politik, (P3-4). Frasa “tidak cermat” dan

“dendam politik” diberi tekanan karena P3 ingin menyampaikan pada pemirsa

bahwa kata-kata itu penting. Dengan memberi tekanan P3 sudah menyampaikan

apa yang dianggap penting tanpa menggunakan perintah verbal.

Morfem juga dianalisis untuk melihat bagaimana para politisi itu

memperlakukan afiksasi terutama pada verba, bagian kalimat yang paling penting.

Apakah mereka menggunakan afiksasi untuk berbahasa santun atau mereka

menghilangkan afiksasi untuk mengaplikasikan kesantunan.

Misalnya, “Sebelumnya kita mau denger tadi komitmen apa yang

dilanggar...(P8)”

Kata “dengar” diucapkan “denger”, menunjukkan bahwa kata itu tidak baku. Kata

itu juga digunakan dalam bentuk tidak baku karena bentuk bakunya adalah

“mendengarkan”. Dengan menghilangkan afiks kata menjadi lebih cepat

diucapkan dan apabila dilakukan berkali-akan akan didapat penghematan waktu

yang signifikan. Penghematan waktu ini akan memberi kesempatan pada

partisipan lain untuk memperoleh waktu yang memadai untuk berbicara.

Page 117: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

117

Penghematan waktu ini menunjukkan bahwa pembicara menghargai keberadaan

partisipan lain yang berarti bahwa dia mengaplikasikan maksim penerimaan.

Analisis kalimat dilakukan atas bentuk sintaksis dan hubungan antar klausa.

Tujuannya ialah untuk mengetahui bentuk kalimat apa yang paling banyak

digunakan oleh politisi dan tujuan penggunaan bentuk-bentuk kalimat tersebut.

Untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi kesantunan atau

ketidaksantunan, analisis dikaitkan dengan maksim kesantunan yang berjumlah

enam. Jadi, analisis faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran atau ketaatan

terhadap kesantunan tidak mengikuti apa yang disampaikan oleh Watts (1992:1).

Dia mengatakan bahwa bahasa santun adalah bahasa yang tidak terlalu langsung

atau bahasa yang menunjukkan penghargaan dan tenggang rasa pada orang lain.

Pernyataan ini kurang detail sehingga perlu dielaborasi. Elaborasi faktor-faktor ini

dikaitkan dengan maksim kesantunan dari Grice (1975) dan maksim kesantunan

dari Leech (1983) sehingga terbentuklah faktor-faktor sebagai berikut.

(a) keinginan untuk menimbulkan rasa antipati pada seseorang,

(b) keinginan untuk menimbulkan rasa tidak hormat pada seseorang,

(c) keinginan untuk mendominasi suatu komunikasi,

(d) keinginan untuk memamerkan kelebihan diri,

(e) keinginan untuk membebaskan diri dari beban,

(f) keinginan untuk memaksakan kehendak pada orang lain.

Sementara faktor yang menyebabkan ketaatan pada kesantunan merupakan

(1) penghargaan pada orang lain,

(2) solidaritas.

Page 118: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

118

Ideologi yang tersirat dalam bahasa yang digunakan oleh politisi merupakan

salah satu topik bahasan disertasi ini. Ada beberapa definisi tentang ideologi.

Menurut Kress (1985:29), ideologi adalah hubungan pengetahuan dengan segala

sesuatu yang terjadi di masyarakat. Sementara itu Thompson (1984:17)

menyatakan bahwa ideologi adalah cara berpikir yang berhubungan dengan

tindakan sosial dan politik. Definisi Thompson lebih tepat karena penelitian ini

meneliti tentang politisi dengan cara berpikirnya sendiri. Apa yang dikatakan oleh

politisi mempunyai tujuan politis dan itulah ideologinya. Jadi, untuk penelitian

ini, ideologi adalah maksud dalam setiap ujaran politisi. Hal ini sejalan dengan

pendapat Voloŝinov (1973:70) yang mengatakan bahwa bahasa tidak bisa

dipisahkan dari ideologi. Karena semua penggunaan bahasa mempunyai maksud

tertentu, ideologi dapat disamakan dengan maksud. Setelah mengamati data yang

ada, ideologi utama yang tersirat dalam ujaran politisi adalah kekuasaan dan

solidaritas (power and solidarity), dan ideologi ini didukung oleh ideologi

pembela rakyat (people defender), pemujian diri (self-esteem), pembenaran diri

(self-opinionated), dan penegak hukum (law supremacy).

2.4 Model Penelitian

Kesantunan Bahasa Politisi Dalam Talk Show di Metro TV

Pendekatan Penelitian : Kualitatif dan Kuantitatif

Page 119: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

119

Hasil : 1. Tingkat kesantunan politisi 2. Ciri-ciri satuan verbal politisi 3. Faktor-faktor pendorong

kesantuanan/ketidaksantunan politisi 4. Ideologi politisi

Temuan Baru

Sosiolinguistik 1) Etnografi Komunikasi

Landasan Teori

Pragmatik Teori kesantunan yang terdiri atas: 1) Prinsip Kerja Sama 2) Prinsip Kesantunan 3) Pengancaman Muka

Masalah dan Teori Masalah Teori yang Digunakan

1. Bagaimanakan tingkat kesantunan penggunaan bahasa para politisi dalam talk show “Today’s Dialogue” di Metro TV?

1. Prinsip Kerja sama (Grice, 1975) 2. Prinsip Kesantunan (Leech, 1983) 3. Teori Pengancaman Muka (Brown

dan Levinson, 1978) 4. Teori Etnografi Komunikasi

(Hymes, 1964) 2. Apakah ciri-ciri satuan verbal yang

digunakan oleh politisi? Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi, 1992)

3. Faktor-faktor apakah yang mendorong para politisi melakukan pelanggaran atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

Kesantunan dalam Bahasa (Watts, 1992)

4. Ideologi apakah yang tersirat dibalik bahasa politisi yang melanggar atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa?

Analisi Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia (Thompson, 1984)

Page 120: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

120

Penelitian tentang kesantunan bahasa politisi dalam talk show di Metro TV

menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada dasarnya, pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan kualitatif sedangkan pendekatan kuantitatif

hanya digunakan sebagai pendukung dalam menentukan tingkat kesantunan

berbahasa politisi. Karena penelitian ini meneliti penggunaan bahasa dalam

situasi dan kelompok partisipan tertentu, dalam hal ini, kelompok politisi dalam

talk show televisi, teori yang digunakan adalah teori sosiopragmatik, yaitu ilmu

yang mempelajari bagaimana prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan

diaplikasikan dengan cara yang berbeda di lingkungan yang berbeda

(Leech,1983). Sosiolinguistik meliputi pemilihan bahasa, bahasa dan budaya,

etnografi komunikasi, solidaritas, dan kesantunan, sedangkan pragmatik meliputi

prinsip kerja sama, prinsip kesantunan dan pengancaman muka, deiksis,

praanggapan dan tindak tutur. Masalah yang akan diteliti adalah (1) tingkat

kesantunan penggunaan bahasa para politisi dalam talk show “Today’s Dialogue”

yang dianalisis menggunakan teori kerja sama (Grice, 1975), teori kesantunan

(Leech, 1983), teori pengancaman muka (brown dan Levinson, 1978), dan teori

Etnografi Komunikasi (Hymes, 1964), (2) ciri-ciri satuan verbal yang digunakan

oleh politisi yang dianalisis menggunakan teori Tata Bahasa Baku Bahasa Baku

Bahasa Indonesia (Alwi, 1992), (3) faktor-faktor yang mendorong para politisi

melakukan pelanggaran atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang

dianalisis menggunakan teori Kesantunan dalam Bahasa (Watts, 1992), (4) dan

ideologi yang tersirat di balik bahasa politisi yang melanggar atau menaati

kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang dianalisis menggunakan teori Analisis

Page 121: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

121

Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia (Thompson, 1984). Hasil

penelitian yang diharapkan adalah pengetahuan tentang bagaimana tingkat

kesantunan politisi, satuan verbal yang menjadi ciri bahasa politisi, faktor-faktor

yang mendorong politisi melanggar atau menaati kesantunan, dan ideologi yang

tersirat dalam kesantunan/ketidaksantunan bahasa politisi. Berdasarkan hasil

penelitian itu diharapkan dapat ditemukan temuan baru, misalnya maksim-

maksim yang dapat digunakan mengukur kesantunan khusus untuk kelompok

politisi, ciri-ciri satuan verbal yang merupakan ciri bahasa politisi, faktor-faktor

pendorong kesantunan/ketidaksantunan, serta ideologi yang tersirat dalam ujaran-

ujaran mereka.

Page 122: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

122

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Menurut

Bungin (2010:59), perbedaan paradigma kuantitatif dan kualitatif hanya berada

pada tatanan pendekatan data di lapangan, bagaimana data diperoleh dan

bagaimana data itu diperlakukan untuk menjelaskan data tersebut.

Meskipun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dan

kualitatif dan penelitian ini menggunakan populasi dan sampel, penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif yang bertumpu kepada fenomenologi. Hal ini

disebabkan penelitian ini meneliti fenomena sosial (tindakan manusia) termasuk

penggunaan bahasa. Hasil penelitian ini dipaparkan secara deskriptif karena

menurut Brown & Rodgers (2002:12) penelitian kualitatif merupakan penelitian

yang didominasi oleh data-data nonangka, sedangkan penelitian kuantitatif adalah

penelitian yang didominasi angka-angka (Brown & Rodgers, 2001:15).

Pendekatan kuantitatif diperlukan sebagai pendukung untuk menghitung

persentase kesantunan politisi saja sementara deskripsi penjelasannya tetap

bertumpu pada pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif sangat tepat untuk digunakan dalam penelitian

fenomenologi. Bungin (2003:9) menyatakan bahwa pada dasarnya fenomenologi

berpandangan bahwa apa yang tampak di permukaan termasuk pola perilaku

manusia sehari-hari hanya suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi

Page 123: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

123

di kepala pelaku. Sesungguhnya realitas bersifat subjektif dan maknawi,

bergantung pada persepsi, pemahaman, pengertian, dan anggapan-anggapan

seseorang.

Berdasarkan paparan tentang apa yang dimaksud dengan fenomenologi dan

penelitian kualitatif, dapat dikatakan bahwa fenomenologi dan jenis penelitian

kualitatif sangat sesuai dengan topik penelitian disertasi ini. Kesesuaian itu

didasarkan atas tiga alasan. Pertama, penelitian ini meneliti bahasa yang

digunakan oleh politisi sebagai salah satu bentuk tingkah laku sosial. Kedua,

penggunaan bahasa ini merupakan realitas sosial dan dalam realitas sosial itu ada

tindakan dan aktivitas kelompok politisi sebagai pengguna bahasa. Ketiga,

pemilihan talk show sebagai tempat di mana komunikasi berlangsung didasarkan

pendapat bahwa dalam talk show dapat ditemukan berbagai macam fenomena

penggunaan bahasa karena apa yang terucap hanya merupakan gejala atau

fenomena dari apa yang tersembunyi di kepala si pembicara. Pendekatan

kuantitatif hanya digunakan sebagai pendukung untuk memberikan data berbentuk

angka tentang tingkat kesantunan politisi.

Kelompok politisi atau siapa pun, pada saat menggunakan bahasa pasti

melibatkan niat, pertimbangan atau alasan tertentu. Dengan kata lain setiap

penggunaan bahasa pasti memiliki ide, niat, pertimbangan, atau alasan tertentu

yang direalisasikan melalui bahasa yang tersurat atau tersirat. Bagaimana semua

hal itu dapat dimengerti oleh mitra tuturnya juga akan menentukan

keberlangsungan dan keharmonisan suatu komunikasi. Setiap pembicara dapat

dipastikan mempunyai niat untuk berbicara santun. Akan tetapi, apabila

Page 124: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

124

kesantunan itu dilanggar baik disengaja untuk menyampaikan maksud tertentu

maupun dengan tidak sengaja karena keterbatasan pengetahuan, pembicara sudah

melanggar prinsip kerja sama (Grice, 1975) dan prinsip kesantunan (Leech,1983).

Pendekatan fenomenologi dapat digunakan untuk membedah bahasa yang

digunakan oleh para politisi dan suatu kegiatan sosial yang disebut talk show

untuk menentukan bentuk dan penggunaan bahasa politisi, tingkat kesantunan

para politisi dan ideologi yang melatarbelakangi bahasa yang mereka gunakan.

Hasil analisis kemudian dipaparkan secara deskriptif.

3.2 Deskripsi Lokasi Pengambilan Data

Lokasi penelitian ini adalah stasiun Metro TV di Jakarta yang beralamat di

Kav A – D Jl. Pilar Mas Raya, Kelurahan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta

Barat 11520. Alasan pemilihan lokasi ini adalah:

1) Menurut hasil voting di archive.kaskus.us >home>CASCISCUS, diunduh

6 September 2011, Metro TV dinyatakan merupakan media elektronik

yang paling bagus pengemasan beritanya.

2) Media ini merupakan media informasi politik dan sosial, bukan media

hiburan. Hal ini memberikan kemudahan dalam proses penelitian karena

ketersediaan data dalam jumlah yang cukup dapat diakses dengan mudah

dan kualitas rekamannya pun sangat jelas, baik gambar maupun suaranya

sehingga memudahkan transkripsi data.

3) Metro TV merupakan stasiun TV yang sangat cepat tanggap terhadap isu-

isu sosial dan politik terkini. Dengan demikian, tayangan talk show di

Page 125: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

125

Metro TV biasanya mengupas hal-hal terkini dan penting bagi masyarakat,

seperti korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan sebagainya. Kondisi

ini memberikan peluang kepada politisi yang diundang sebagai

narasumber untuk menggunakan bahasa sebagai media penyampaian apa

yang ada dalam pikirannya tentang topik yang dikenal masyarakat.

4) Dalam setiap tayangan, pendahuluan selalu diberikan baik oleh pembawa

acara maupun dalam bentuk narasi yang disampaikan oleh orang di luar

pembawa acara atau narasumber sehingga pemirsa memahami apa yang

akan dibicarakan dalam setiap tayangan talk show.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil adalah data kualitatif berupa kata-kata, frasa,

kalimat, dan wacana, yang diucapkan oleh para politisi yang menjadi narasumber

pada setiap tayangan talk show. Data ini merupakan data primer karena langsung

diambil dari sumbernya.

Sumber data penelitian ini adalah rekaman tayangan talk show Today’s

Dialogue yang ditayangkan setiap hari Selasa malam pukul 23.00 – 24.00 WITA.

Tayangan yang dijadikan sebagai populasi adalah tayangan periode bulan Januari

– Maret 2011, jadi berjumlah duabelas tayangan. Kedua belas tayangan itu

diseleksi berdasarkan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut.

1) Setiap tayangan harus menampilkan lebih dari dua narasumber dengan

alasan bahwa salah satu cara mengukur kesantunan adalah dengan

Page 126: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

126

melihat kesediaan partisipan untuk berbagi waktu berbicara dan

tidak melakukan interupsi sekehendak hati.

2) Dalam setiap tayangan harus ada politisi karena objek yang akan diteliti

adalah bahasa yang digunakan oleh politisi.

3) Politisi yang dipilih adalah mereka yang pernah menjadi pengurus di

partainya atau mereka yang pernah menjadi wakil rakyat di DPR.

Perannya yang aktif akan membuat mereka banyak menggunakan

bahasa di hadapan publik sehingga tidak ada alasan mereka

tidak biasa bicara di hadapan publik termasuk di media televisi.

4) Tayangan membicarakan topik berbeda dan merupakan topik yang

sedang hangat dibicarakan di masyarakat pada saat episode itu

ditayangkan.

5) Politisi harus mempunyai alokasi waktu terbanyak untuk berbicara

sehingga cukup banyak waktu untuk menilai kesantunannya.

Berdasarkan kriteria di atas, episode yang memenuhi kriteria itu berjumlah

Lima, seperti tertera di bawah ini.

(1) “Lucunya Negeri Ini” ditayangkan 11 Januari 2011

Narasumber: a) Amin Rais (Mantan Ketua MPR)

b) Hidayat Nur Wahid (Mantan Presiden PKS)

c) Djohermansyah Djohan (Dirjen Otonomi Daerah

Kemendagri)

(2) “Krisis Kepemimpinan Nasional” ditayangkan 2 Februari 2011

Narasumber: a) Endriartono Sutarto (Mantan Panglima TNI)

Page 127: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

127

b) Marzuki Ali (Ketua DPR & Penasihat Partai Demokrat)

c) Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Nasional)

d) Siswono Yudho Husodo (Ketua Pakar Nasional Demokrat)

(3) “Politik Beretika” ditayangkan 22 Februari 2011

Narasumber: a) Gayus Lumbuun (Fraksi PDI-P DPR RI)

b) Abdullah Dahlan (Peneliti ICW)

c) Budiarto Shambazy (Jurnalis Senior)

(4) “SBY Gertak Koalisi” ditayangkan 1 Maret 2011

Narasumber: a) Bambang Soesatyo (Pengurus harian DPP Partai Golkar)

b) Sutan Bhatoegana (Ketua DPP Partai Demokrat)

c) Mahfudz Siddiq (Ketua DPP PKS)

d) Maruarar Sirait (Ketua DPP PDI-P)

e) Burhanuddin Muhtadi (Pengamat Politik)

(5) “Menekan Parpol Koalisi” ditayangkan 29 Maret 2011

Narasumber: a) Saan Mustapa (Wakil Sekjen Partai Demokrat)

b) Bambang Soesatyo (Fungsionaris Partai Golkar)

c) Nasir Djamil (Ketua DPP-PKS)

d) Burhanuddin Bustami (Pengamat Politik)

e) Ahmad Rifai (Kuasa Hukum Yusuf Supendi)

Penggunaan sampel dalam penelitian kualitatif dibenarkan oleh Bungin

(2001) yang berpendapat bahwa penggunaan sampel dapat menghemat dana dan

waktu tanpa melemahkan arti penelitian itu.

Page 128: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

128

Alasan menggunakan tayangan ini adalah (1) tayangan tersebut melakukan

pemilihan narasumber dengan sangat selektif dan selalu relevan dengan topik

yang sedang hangat dibicarakan pada saat itu, (2) narasumber tayangan tersebut

juga berasal dari kelompok yang berbeda dengan ideologinya masing-masing

sehingga diskusi menjadi menarik karena masing-masing narasumber berpegang

pada ideologinya masing-masing, (3) dalam tayangan talk show itu pasti

ditemukan fenomena kebahasaan yang berhubungan dengan kesantunan, (4)

tayangan dapat dibeli dari Stasiun Metro TV dan sudah mendapat izin untuk

digunakan dalam penelitian ini, dan (5) tayangan tersebut dipilih karena

keputusan untuk menggunakan tayangan tersebut sebagai sumber data baru

diambil bulan April 2011 sehingga periode Januari – Maret 2011 adalah periode

terdekat.

3.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen seperti alat rekam tayangan, komputer,

lembar transkripsi dan lembar verifikasi. Alat rekam ini digunakan oleh staf

Metro TV untuk merekam tayangan yang sudah ditentukan sebagai sampel.

Komputer dan lembar transkripsi digunakan untuk memutar tayangan sekaligus

mentranskripsi data dan lembar verifikasi digunakan pada saat melakukan

verifikasi data.

Setelah data diperoleh, untuk mengukur kesantunan, data tersebut dianalisis

dengan menggunakan sepuluh maksim yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim

kuantitas, (3) maksim cara, (4) maksim relevansi, (5) maksim kebijaksanaan, (6)

Page 129: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

129

maksim kemurahan hati, (7) maksim kerendahan hati, (8) maksim penerimaan, (9)

maksim kesimpatian, dan (10) maksim kecocokan.

4.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi dan observasi.

Metode dokumentasi digunakan untuk mencatat data yang relevan untuk

dianalisis berdasarkan rumusan masalah, untuk mengumpulkan data-data tentang

politisi yang menjadi narasumber dalam tayangan yang menjadi sumber data.

Metode dokumentasi dijabarkan menjadi pengumpulan data, reduksi data,

penampilan data, verifikasi dan data yang dihasilkan (Miles and Huberman,

114:10-11)). Berdasarkan pernyataan tersebut, dokumentasi penelitian ini

dilakukan dengan mengaplikasikan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Tayangan yang sudah terpilih, ditranskripsi untuk memperoleh data tertulis.

Data tertulis yang ditranskripsi merupakan ujaran-ujaran semua partisipan

termasuk narasumber yang bukan politisi dan ujaran-ujaran pembawa acara.

2) Data itu kemudian direduksi sehingga yang tersisa hanya narasi, ujaran-ujaran

dan pertanyaan-pertanyaan pembawa acara serta ujaran-ujaran para politisi.

3) Ujaran politisi dipotong-potong menjadi unit-unit yang lebih kecil dan unit-unit

yang kecil digabungkan menjadi unit-unit yang lebih besar untuk

mempermudah penentuan makna. Pemotongan unit ujaran didasarkan pada

apakah politisi itu menjawab satu pertanyaan pembawa acara sedangkan

penggabungan unit dilakukan untuk membuat unit tersebut cukup panjang,

bermakna sehingga dapat dianalisis.

Page 130: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

130

4) Data tersebut kemudian di verifikasi untuk memperoleh kepastian apakah tafsir

terhadap data tersebut sudah benar.

5) Data yang sudah diverifikasi dijadikan data penelitian.

Unit-unit ujaran yang sudah diverifikasi itu didokumentasikan dan dijadikan

data yang dianalisis untuk melihat tingkat kesantunan berbahasa, ciri-ciri verbal

politisi, faktor-faktor yang memengaruhi kesantunan/ketidaksantunan bahasa, dan

ideologi yang tersirat dalam bahasa itu.

Metode observasi digunakan untuk memperoleh data penggunaan fitur

suprasegmental dengan cara menonton kembali tayangan yang menjadi sumber

data. Faisal (2003:64-66) menyatakan bahwa teknik observasi sangat penting

dalam penelitian kualitatif. Dia juga mengatakan bahwa kegiatan observasi tidak

hanya dilakukan terhadap kenyataan-kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap

yang terdengar. Sehubungan dengan metode observasi, langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

(1) Masing-masing tayangan ditonton kembali untuk mendengar langsung

penekanan kata dan intonasi ujaran politisi yang menjadi narasumber.

(2) Tekanan kata dan intonasi diperhatikan dan dicatat apabila tekanan dan

intonasi tersebut dianggap dapat merubah makna atau memberikan pesan

tambahan.

(3) Kata yang diberi tekanan khusus dan intonasi yang dianggap menyampaikan

makna tertentu didokumentasikan dan dijadikan data yang akan dianalisis

untuk mengetahui tingkat kesantunan berbahasa politisi tersebut.

Page 131: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

131

4.6 Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif dan kuantitatif. Penggabungan kedua metode ini dilakukan berdasarkan

pemikiran bahwa untuk menentukan tingkat kesantunan, penghitungan parameter

kesantunan dan ketidaksantunan harus dilakukan.

Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut.

1) Unit-unit ujaran politisi dianalisis untuk memperoleh predikat kesantunan.

Prosedur yang dilakukan diuraikan berikut ini.

a) Menggunakan kesepuluh maksim kesantunan untuk menentukan

maksim apa saja yang dilanggar dan diaplikasikan. Kesepuluh maksim

itu diperoleh dari empat maksim kerja sama (Grice, 1975) dan enam

maksim kesantunan (Leech, 1983). Maksim yang dikemukakan oleh

Grice dan maksim yang dikemukakan oleh Leech merupakan maksim

yang saling melengkapi karena komunikasi yang baik adalah

komunikasi yang mengedepankan kerja sama dan kesantunan.

b) Dalam analisis untuk menentukan tingkat kesantunan, alih kode,

eufemisme, formalitas, solidaritas, metafora, dan implikatur juga

dijadikan ukuran pelanggaran/aplikasi kesantunan.

2) Unit-unit ujaran politisi diperkecil lagi menjadi kalimat dan klausa untuk

menentukan ciri-ciri verbal bahasa yang digunakan oleh politisi. Teori yang

digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Alwi (1992)

Page 132: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

132

3) Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh politisi diteliti maknanya untuk

melihat ideologi apa yang tersirat dalam kalimat-kalimat itu. Analisis ini

didukung oleh teori Etnografi Komunikasi (Hymes, 1962).

Tingkat kesantunan untuk penelitian ini dibagi menjadi empat, yaitu: santun –

cukup santun – kurang santun – tidak santun. Alasan gradasi tersebut adalah (1)

karena kesantunan merupakan kondisi yang bergradasi bukan merupakan dua

kutub yang berlawanan, (2) dalam dunia politik tidak pernah disebutkan adanya

politisi sangat santun karena selama ini politisi dikenal sebagai kelompok yang

tidak santun, sehingga kata santun saja sudah cukup, dan (3) alasan

keseimbangan, yaitu santun dan cukup santun berada pada kutub positif dan

kurang santun dan tidak santun berada pada kutub negatif.

Untuk menentukan tingkat kesantunan, penghitungan dilakukan dalam tiga

tahap, yaitu:

2. Perhitungan dilakukan per unit ujaran politisi dengan rumus:

Jumlah maksim yang dilanggar X 100% Jumlah maksim 2. Hitungan dilakukan per politisi dengan rumus:

Jumlah persentase semua unit Jumlah Unit 3. Hitungan dilakukan untuk semua politisi dengan rumus:

Jumlah persentase semua politisi Jumlah politisi Nilai Kesantunan dihitung berdasarkan persentase sebagai berikut.

Pelanggaran 0 - 20% = sangat santun.

Pelanggaran 21% - 40% = santun.

Page 133: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

133

Pelanggaran 41% - 60 % = cukup santun.

Pelanggaran 61% - 80% = kurang santun

Pelanggaran 81% -100% = tidak santun

Perhitungan di atas dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa semakin banyak

seseorang melanggar maksim kesantunan, semakin tidak santun bahasa orang

tersebut. Pembagian skala di atas dibuat karena dalam pembicaraan tentang

kesantunan, predikat tersebut di atas yang digunakan. Brown dan Rodgers

(2002:146) mengatakan bahwa pembagian skala tidak diharuskan harus tiga,

empat, lima, enam, atau tujuh. Semuanya diserahkan kepada peneliti berdasarkan

pertimbangan seberapa luas sebaran poin dalam skala dan seberapa banyak

perbedaan dari satu predikat ke predikat berikutnya. Data yang dianalisi dapat

berdasarkan frekuensi atau persentase (Brown dan Roidgers, 2002:122).

Setelah perhitungan dilakukan, skala kesantunan yang dikemukakan oleh Scolon

(1995), yang menyatakan bahwa kesantunan ditentukan oleh skala penghormatan,

skala solidaritas dan skala hirarki, digunakan untuk memberi alasan mengapa

tuturan tersebut dianggap tidak santun.

Berikut disajikan satu contoh analisis data.

Nah...surat dari pimpinan kepada Mahkamah Agung, lembaga yang memastikan bahwa seorang itu betul telah diputus pidana itu lama sekali baru diterbitkan (P5)

P5 adalah mantan ketua Badan Kehormatan di DPR. Dia bertugas untuk memberi

sanksi apabila ada anggota DPR yang bersalah. Akan tetapi, pelaksanaan putusan

selalu terlambat karena Mahkamah Agung memerlukan waktu lama untuk

mengeluarkan putusan apakah seseorang bersalah sehingga sanksi dapat

Page 134: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

134

dikenakan. Kelambanan ini menyebabkan sanksi tidak bisa diberlakukan atas

anggota DPR yang sudah dinyatakan bersalah. Ucapan P5 itu merugikan nama

baik Mahkamah Agung sebagai lembaga negara karena dinilai lamban sehingga

menghambat proses hukum. Oleh karena itu, P5 dianggap melanggar maksim

kebijaksanaan. Karena hanya melanggar satu maksim, berarti nilai

pelanggarannya 10%, dan dia dapat dikategorikan politisi yang sangat santun.

Pelanggaran maksim kebijaksanaan itu mengancam muka positif Mahkamah

Agung karena apa yang sudah dilakukan tidak dihargai.

4.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil penelitian dapat berupa

metode formal dan informal. Sehubungan dengan metode formal dan informal

dalam penelitian bahasa, Sudaryanto (1993: 144) mengatakan bahwa metode

formal adalah cara penyajian hasil analisis data yang ringkas dan padat; sekali

pandang deskripsi yang disajikan dapat ditangkap secara utuh, sementara metode

informal adalah metode yang menyajikan deskripsi hasil analisis data yang rinci

sehingga terkesan relatif panjang. Menurut Mahsun (2005:123), metode formal

adalah perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang,

sementara metode informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata

biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis.

Dalam penelitian ini metode formal digunakan untuk menyajikan hasil

analisis data dalam bentuk tabel, sedangkan metode informal digunakan untuk

memaparkan temuan penelitian, yaitu bagaimana tingkat kesantunan berbahasa

Page 135: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

135

para politisi dalam talk show Today’s Dialogue, ciri-ciri kesantunan dan

ketidaksantunan satuan verbal mereka, faktor-faktor yang memengaruhi

kesantunan berbahasa mereka, dan ideologi yang tersirat dalam bahasa yang

mereka gunakan.

Page 136: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

136

BAB IV

ANALISIS KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM

TALK SHOW TODAY’S DIALOGUE

4.1 Pendahuluan

Bab ini menganalisis kesantunan berbahasa politisi dalam talk show Today’s

Dialogue untuk menjawab masalah pertama, yaitu bagaimanakah perilaku

berbahasa para politisi dalam talk show “Today’s Dialogue”?. Data yang akan

dianalisis berjumlah lima tayangan talk show “Today’s Dialogue” yaitu:

1) “Lucunya Negeri Ini” ditayangkan 11 Januari 2011,

2) “Krisis Kepemimpinan Nasional” ditayangkan 2 Februari 2011,

3) “Politik Beretika” ditayangkan 22 Februari 2011,

4) “SBY Gertak Koalisi” ditayangkan 1 Maret 2011,

5) “Menekan Parpol Koalisi” ditayangkan 29 Maret 2011.

Kelima tayangan di atas dipilih karena memenuhi persyaratan dalam

purposive sampling. Data yang dianalisis adalah bahasa yang diucapkan oleh

politisi dan data yang digunakan diberi nomor agar lebih mudah diacu. Akan

tetapi, sebelum analisis dilakukan atas bahasa yang digunakan oleh narasumber,

pengantar yang diucapkan oleh narator akan disajikan terlebih dahulu agar isi

topik tayangan dapat dimengerti. Narator dalam setiap tayangan adalah orang

yang bukan merupakan salah satu partisipan dalam tayangan tersebut. Semua

ujaran yang diucapkan oleh masing-masing akan digunakan sebagai data. Tidak

ada ujaran yang dibuang karena di dalam analisis pragmatik semua ujaran

Page 137: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

137

mendukung makna keseluruhan. Pemotongan per unit analisis ditentukan

berdasarkan kesiapan untuk dianalisis. Dengan demikian, semua unit analisis

adalah unit yang dapat dianalisis. Penggabungan ujaran beberapa politisi

disertakan untuk membuktikan bahwa ada usaha menyela, mendominasi, atau

merebut kesempatan berbicara.Semua data yang merupakan ujaran para politisi

beserta ujaran pembawa acara disertakan dalam analisis untuk membuktikan

adanya usaha untuk menghindari pola gilir dan usaha untuk mengejek partisipan

lain melalui celetukan-celetukan mereka.

Politisi yang dijadikan sampel berjumlah duabelas, dua di antaranya adalah

politisi yang sama. Adanya dua politisi yang sama di dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui apakah asal daerah, asal partai, topik pembicaraan

dan partisipan dalam suatu komunikasi berpengaruh terhadap kesantunan

seseorang atau ada faktor lain yang memengaruhi kesantunan seseorang.

Partisipan dalam tayangan itu ada partisipan langsung dan partisipan tidak

langsung. Partisipan langsung adalah partisipan yang ada di dalam tayangan itu,

sedangkan partisipan tidak langsung adalah kelompok yang berada di luar

tayangan itu, misalnya penonton atau pemirsa televisi dan masyarakat lain yang

berada di masing-masing pihak partisipan. Dengan demikian, apa pun yang

dikatakan oleh partrisipan di studio, tidak semata-mata ditujukan pada mereka

yang berada di studio, tetapi ditujukan juga pada masyarakat banyak. Partisipan

langsung dan tidak langsung itu adalah para politisi di studio, anggota DPR lain,

pemerintah termasuk presiden, kepala daerah, yaitu bupati, wali kota dan

gubernur, institusi negara ( misalnya kepolisian), mahkamah agung, aparat hukum

Page 138: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

138

(misalnya jaksa, hakim), dan mahasiswa. Semua partisipan harus menggunakan

bahasa yang santun satu sama lain untuk mengaplikasikan skala kesantunan dari

Scolon (1995). Skala kesantunan yang diaplikasikan adalah: (1) skala

penghormatan, yaitu apabila partisipan berada di level yang sama atau hampir

sama, tetapi saling menjaga jarak, (2) skala solidaritas, yaitu semua partisipan

menunjukkan kedekatan satu sama lain dan menggunakan bahasa santun satu

sama lain, dan (3) skala hierarki, yaitu partisipan menyadari adanya perbedaan

sosial dan menempatkan salah satunya pada posisi yang lebih tinggi. Dengan

demikian semua partisipan dalam talk show wajib menggunakan bahasa santun.

4.2 Analisis Tayangan Talk Show Today’s Dialogue

Kelima tayangan yang sudah ditentukan sebagai sampel dianalisis satu per

satu, dan bahasa yang dianalisis adalah bahasa yang digunakan oleh narasumber

yang sudah memenuhi kriteria purposive sampling sebagai politisi.

4.2.1 “Lucunya Negeri Ini”

Dalam tayangan “Lucunya Negeri Ini” ada dua topik yang dibicarakan. Yang

pertama tentang Gayus yang, meskipun terlibat kasus suap dan penggelapan

pajak, ingin menjadi staf ahli Kapolri, dan KPK. Yang kedua tentang pelantikan

wali kota, Tomohon Jeferson Rumanjar, yang kontroversial karena sebagai

tersangka korupsi dan sudah ditahan bisa memenangkan Pemilukada dan melantik

para pembantunya di penjara dengan difasilitasi oleh pemerintah. Narasumber

yang diundang ada tiga orang, tetapi yang dikategorikan politisi ada dua orang

Page 139: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

139

yang selanjutnya disebut Politisi 1 (P1), yaitu politisi dari Partai Amanat Nasional

(PAN) dan Politisi 2 (P2), yaitu politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS),

sedangkan yang seorang lagi bukan politisi karena dia adalah Dirjen Otonomi

Daerah Kementrian Dalam Negeri.

4.2.1.1 Analisis Data Politisi 1 (P1)

Berikut adalah data yang berasal dari pembicaraan P1 yang diucapkan

berdasarkan pertanyaan dari pembawa acara dalam tayangan “Lucunya Negeri

Ini”. Semua pertanyaan dan jawaban berikut mengacu pada narasi pertama dan

kedua.

Narasi I

Gayus Tambunan memberi janji yang meyakinkan, angkatlah dia menjadi staf ahli Kapolri, Jaksa Agung dan ketua KPK, dalam dua tahun dia dapat memberantas korupsi. Bukan hanya koruptor kelas kakap yang ditangkapnya, tetapi kelas paus dan hiu. Ucapan yang hebat itu disampaikannya di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ketika ia membacakan duplik, sebuah forum resmi dimata hukum, dan karena itu pantas didengarkan. Lagipula, Gayus bukan jenis manusia omdo alias omong doang atau nato alias no action talk only seperti umumnya pejabat. Tanpa banyak bicara Gayus dapat melakukan perbuatan besar yang mencengangkan. Ia dengan gampangnya keluar penjara menonton pertandingan tenis internasional di Bali. Ia bertamasya ke Hongkong dengan mulusnya, ia keluar penjara 68 kali; yang terungkap baru tiga. Ini statistik yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang efektif bertindak. Gayus jelas koruptor super; ia bukan saja bisa menggasak uang negara dan setelah itu keok di penjara. Bukan! Ia jelas contoh sang pemenang, yang dari penjara melumpuhkan jaksa, polisi, hakim, imigrasi, petugas penjara; hingga sekarang mafia pajakpun tidak terbongkar. Gayus jelas telah menaklukkan republik ini. Dan sekarang koruptor super itu - sang penakluk republik itu, bilang bahwa dia dapat membasmi korupsi. Syaratnya sangat sederhana, angkatlah dia menjadi staff ahli Kapolri, Jaksa Agung, atau ketua KPK.

Page 140: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

140

Narasi 2

Di manakah negeri tempat terdakwa penggelapan pajak leluasa keluyuran ke manca negara? Di manakah pula tersangka atau terdakwa bisa menjadi kepala daerah? Jawabnya di negeri lelucon bernama Indonesia. Lelucon paling mutakhir adalah pelantikan Jeferson Rumajar, terdakwa kasus korupsi yang tengah mendekam di penjara Cipinang sebagai walikota Tomohon, Sulawesi Utara. Jeferson didudukkan ke kursi pesakitan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK. Nah jika seseorang dijadikan tersangka oleh KPK bisa dipastikan dia akan menjadi terdakwa dan kemudian terpidana. Akan tetapi pemerintah tetap melantik Jefferson karena statusnya masih terdakwa alias belum berkekuatan hukum tetap sebagai terpidana. Ditilik dari prinsip asas praduga tak bersalah, ia memang berhak menjadi kepala daerah. Begitulah Jefferson tetap dilantik menjadi kepala daerah atas dasar akal-akalan terhadap hukum positif. Jefferson dengan gagah perkasa melantik sejumlah pejabat kota Tomohon di LP Cipinang. Celakanya negaralah yang memfasilitasi berlangsungnya lelucon itu. Pelantikan Jefferson jelas merupakan ironi demokrasi. Demokrasi ternyata gagal menghasilkan kepala daerah yang jujur, bersih dan tahu malu. Partai politik menyumbang andil yang besar sebab, alih-alih melakukan pendidikan politik agar rakyat memilih kepala daerah yang jujur, parpol justru lebih berkonsentrasi merebut kekuasaan untuk memenangkan calonnya termasuk dengan cara menghalalkan politik uang, bukannya melakukan pendidikan politik, partai politik plus kandidat kepala daerah yang diusungnya malah melakukan pembodohan politik pada rakyat. Itu sebabnya banyak tersangka terpilih sebagai kepala daerah, atau kepala daerah terpilih yang kemudian menjadi tersangka. Sepanjang 2010 tercatat 148 dari 244 kepala daerah menjadi tersangka. Jika tetap berpegang pada teks hukum positif, maka bakal bertambah tersangka atau terdakwa yang dilantik sebagai kepala daerah. Itu artinya negeri ini akan masih menjadi negeri lelucon entah sampai kapan, dan duniapun tertawa.

Pembawa acara Tetapi pernyataan dari Gayus ini kemudian menawarkan diri untuk menjadi staff ahli Kapolri, staff ahli KPK, kemudian mengatakan bisa membersihkan Indonesia dari korupsi, apabila diberi kesempatan dalam waktu dua tahun. Artinya ini bisa dijadikan tamparan bagi para penegak hukum? Apa yang bisa kita tangkap dari pernyataan Gayus ini? Saya ke Pak P1. Politisi 1 – Data 1 (P1-1)

Jadi, memang kalau kita melihat secara utuh gambar negara kita sekarang ini Mbak Kania, e... seolah-olah kita dihadapkan pada sebuah frustrasi yang meluas sekali ya. Karena para penegak hukum itu justru yang mungkin malah pertama-tama melanggar hukum ya. Di Kejaksaan, di Kepolisian, di KPK jangan lupa, itu

Page 141: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

141

sami mawon ya. Jadi sepertinya Ketuhanan yang Maha Esa sudah menjadi keuangan yang maha kuasa itu ya. Jadi sudah ugal-ugalan mereka itu ya. Semua itu uang, uang, uang, uang ya. Dan saya sendiri sering kali merenung apa apa apa masih ada cara lain ya. Karena tadi disebut dibelakang Gayus ada godfather... saya kira itu godfathers. Bukan satu, saya kira banyak ya. Jadi banyak godfather-godfather yang yang memang bekerjanya itu sehari semalam, patologinya itu patologi... maaf mungkin garong atau perampok ya (KS tertawa) sudah ugal-ugalan gitu ya. Berdasarkan pembicaraan di atas, P1-1 ingin menyatakan bahwa penegak

hukum adalah orang yang nomor satu melanggar hukum. Aparat hukum seperti

kejaksaan, kepolisian dan KPK dapat disogok dan mereka semua sudah

melanggar hukum. Gayus dilindungi oleh orang-orang besar yang kaya dan

berkuasa, yang biasa disebut Godfather.

Jika dilihat dari tuturan di atas, P1-1 sudah melanggar maksim cara karena

P1-1 tidak langsung memberi jawaban pada pertanyaan pembawa acara tentang

apa yang bisa ditangkap dari pernyataan Gayus. P1-1 bahkan memberi komentar

tentang kenyataan bahwa aparat penegak hukum, seperti kejaksaan, kepolisian,

dan KPK adalah pelanggar hukum nomor satu. Dia juga menyatakan bahwa

Gayus memiliki godfathers atau pelindung yang kuat dan ugal-ugalan. P1-1 juga

menyampaikan bahwa dia sedang merenungkan suatu cara, padahal pembawa

acara tidak bertanya tentang cara untuk melakukan apa pun. Kalimat bahwa dia

sedang merenungkan suatu cara dikategorikan pelanggaran terhadap maksim cara

karena apa yang disampaikan tidak jelas. Cara untuk apa yang sedang

direnungkan oleh P1-1? Pelanggaran terhadap maksim cara ini sekaligus juga

merupakan pelanggaran terhadap maksim kuantitas. Panjangnya jawaban P1-1,

dalam hal ini, tidak menyiratkan adanya usaha untuk bersikap lebih santun, tetapi

Page 142: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

142

usaha untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa aparat hukum di negeri ini

adalah penjahat, penerima suap, dan pelindung penjahat. Contoh ini menunjukkan

ujaran yang panjang tetapi isinya bukan untuk membuat mitra tutur atau pada

siapa tuturan itu ditujukan merasa nyaman, melainkan merasa bahwa muka positif

mereka terancam dan halini berarti melanggar maksim penerimaan. Apa yang

sudah dilakukan oleh aparat hukum yang menurut mereka baik, sudah tidak

dihargai oleh P1-1.

P1-1 juga melanggar maksim kebijaksanaan karena sudah merugikan nama

baik penegak hukum dengan cara menyebut mereka pelanggar hukum dan

penerima suap. Dia juga sudah melanggar maksim penerimaan karena melalui

tuduhannya yang terus terang, dia sudah menunjukkan rasa tidak hormat atau

tidak menghargai para penegak hukum itu. Pelanggaran maksim penerimaan itu

akan menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap maksim kesimpatian karena

pernyataan P1-1 bahwa penegak hukum justru pelanggar hukum nomor satu dapat

menunjukkan bahwaP1-1 merasa antipati pada para penegak hukum itu.

Kata-kata yang digarisbawahi pada data satu menunjukkan bahwa kata-kata

tersebut mendapat tekanan pada saat diucapkan. Apabila dicermati maka

penekanan pada kata/frasa “utuh”, “sebuah frustrasi”, “melanggar hukum”,

“KPK”, “keuangan”, “ugal-ugalan”, “godfather”, “sehari semalam”, “patologi”,

“garong atau perampok” digunakan untuk memberikan kesan bahwa KPK

bersama dengan kejaksaan dan kepolisian yang merupakan institusi pemberantas

korupsi, justru merupakan institusi yang pertama melanggar hukum, bermain

dengan uang dan menunjukkan sikap tidak terpuji. Aparat hukum itu dengan cepat

Page 143: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

143

mampu mengatur situasi sehingga menguntungkan diri mereka sendiri. Semua hal

ini merupakan kondisi negara Indonesia sebenarnya yang menimbulkan frustrasi

bagi masyarakat.

Jawaban P1-1 menunjukkan lima pelanggaran terhadap maksim kesantunan

yaitu maksim kuantitas, maksim cara yang dilanggar sebanyak dua kali, maksim

kebijaksanaan, maksim penerimaan dan maksim kesimpatian. Berdasarkan

perhitungan, tingkat pelanggaran terhadap maksim kesantunan adalah

5 ---- X 100% = 50%. 10 Dengan demikian, P1-1 dapat dikategorikan cukup santun.

Tuturan P1-1 dianggap cukup santun karena bahasa atau pilihan kata yang

digunakannya cukup santun meskipun dia menggunakan kata-kata “ugal-ugalan”,

“garong” atau “perampok” untuk aparat hukum. Memang seharusnya dipraktikkan

kesantunan berdasarkan hierarki (Scolon, 1995). P1-1 yang statusnya lebih rendah

harus menggunakan bahasa yang lebih santun pada aparat pemerintah yang

mempunyai kekuasaan lebih darinya. Semestinya apabila P1 ingin menggunakan

bahasa lebih santun, dia dapat menggunakan kata/frasa “kurang beretika” untuk

kata “ugal-ugalan” dan “mengambil hak orang lain” untuk kata “garong” atau

“perampok”. Nilai kesantunannya berkurang karena dia menggunakan kata-kata

yang terlalu keras, seperti “garong” dan “rampok”, dan juga pelanggaran maksim

cara dan maksim penerimaan yang dilakukan masing-masing sebanyak dua kali.

Akan tetapi, ketidaksantunan itu dapat dikurangi karena dia sudah

mengaplikasikan maksim penerimaan, yaitu menyapa pembawa acara dengan

Page 144: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

144

sebutan “mbak”. Dalam budaya Jawa, kata sapaan itu adalah kata sapaan santun

yang diperuntukkan bagi wanita yang usianya lebih muda dan ini bukan berarti

“kakak”. Jawaban P1-1 juga relevan dengan pertanyaan pembawa acara sehingga

dapat dikatakan bahwa dia juga mengaplikasikan maksim relevansi

Pembawa acara

Ya, dan itu pun sebenarnya sudah diakui polisi yang mengatakan bahwa ada orang yang mensponsori, bukan tokoh, tetapi kaya raya yang mensponsori Gayus selama ini di penjara. Artinya apa sebenarnya yang kemudian bisa kita tangkap gitu dari perkembangan sejauh ini, yang ketika kemudian Gayus mengatakan saya mau menjadi staff ahli Kapolri, berikan saya kesempatan. Artinya ini ini menjadi tantangan begitu yang perlu ditindaklanjuti, diseriusi, lelucon yang memang tidak lucu, atau bagaimana?

Politisi 1 – Data 2 (P1-2)

Jadi saya kira, jadi Gayusnya itu juga memang setengah gila ya saya kira ya.

(Audience tertawa) Artinya...

ya, setengah gila dalam arti e.. dalam arti dia melakukan sebuah kejahatan yang sesungguhnya amat sangat dahsyat ya. tetapi kan tenang ya. Kemudian tidak ada rasa menyesalnya. Saya yakin karena dia tahu networking dibelakang dia itu cukup kuat ya. Saya tidak mendahului takdir ya, tetapi adik-adik mahasiswa, saya mudah-mudahan keliru ya... tetapi percayalah Gayus inipun nanti akan mentok ya, tidak pernah akan selesai. Negeri ini...

P1-2 ingin menyampaikan bahwa meskipun Gayus sudah melakukan

kejahatan besar, dia tetap saja tenang karena dia tahu bahwa dia dilindungi oleh

orang-orang kuat. P1-2 yakin bahwa kasus Gayus ini tidak akan pernah selesai.

Jawaban P1-2 atas pertanyaan pembawa acara menunjukkan bahwa dia

melanggar maksim kesimpatian. Dengan mengatakan bahwa Gayus setengah gila

P1-2 ingin menunjukkan rasa antipatinya pada Gayus. Dengan menggunakan

Page 145: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

145

ungkapan “setengah gila” sebenarnya P1 sudah menunjukkan bahwa dirinya tidak

santun karena kata-kata itu kurang pantas digunakan meskipun Gayus adalah

seorang pelaku kejahatan. Mungkin kata-kata yang lebih pantas digunakan adalah

“luar biasa”. Pilihan ungkapan “setengah gila” juga dapat membuat pemirsa tidak

nyaman karena terlalu kasar meskipun pemirsa juga tidak berpihak pada Gayus.

Pilihan kata atau ungkapan yang tidak pantas ini dapat meningkatkan nilai ketidak

santunan yang dilakukan oleh P1-2. Kemudian dengan mengatakan bahwa kasus

Gayus juga akan mentok, P1-2 ingin menyampaikan pikirannya bahwa aparat

hukum tidak akan mampu menyelesaikan kasus Gayus, P1-2 sudah melanggar

maksim kemurahan hati. P1-2 sudah menyatakan keraguannya terhadap

kemampuan aparat hukum untuk menyelesaikan kasus besar seperti kasus Gayus,

dan hal ini, merupakan pernyataan yang sangat merugikan aparat hukum.

Pada data dua di atas, P1-2 menggunakan kalimat “Saya tidak mendahului

takdir” dan “mudah-mudahan keliru” untuk menyatakan bahwa mudah-mudahan

pikirannya yang mengatakan bahwa aparat hukum diragukan akan mampu

menyelesaikan masalah keliru. Kata-kata itu santun karena “Saya tidak

mendahului takdir” memaksimalkan rasa hormat pada Tuhan dan “mudah-

mudahan keliru” memaksimalkan rasa hormat pada aparat yang bertanggung

jawab terhadap penyelesaian kasus Gayus. Dalam hal ini, P1-2 sedang

mengaplikasikan maksim penerimaan. Kalimat “Mudah-mudahan saya keliru”

adalah kalimat berpagar yang berfungsi mengurangi tekanan pernyataan yang

menyatakan bahwa kasus Gayus tidak akan pernah selesai. Jadi, kalimat tersebut

Page 146: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

146

digunakan untuk mengurangi ketidaksantunan dan juga menjaga muka positif para

penegak hukum. Ucapan yang berpagar itu membuat P1-2 terdengar lebih santun.

Akan tetapi, kata-kata yang santun itu dibenturkan dengan kalimat bahwa

kasus Gayus tersebut akan mentok dan tidak akan pernah selesai. Kalimat

“...tetapi percayalah Gayus ini pun nanti akan mentok ya, tidak pernah akan

selesai” menghapus kesantunan yang terucap sebelumnya karena kalimat itu

membawa kesan pasti bahwa aparat hukum tidak akan mampu menyelesaikan

kasus Gayus. Keyakinannya dalam pernyataannya bahwa kasus Gayus tidak akan

pernah selesai melanggar maksim kebijaksanaan karena apa yang dikatakannya

belum terbukti kebenarannya karena pada saat ini kasus itu sedang dalam proses

dan dugaan itu merugikan para penegak hukum.

Tuturan P1-2 di atas melanggar maksim kesimpatian, maksim kebijaksanaan

dan maksim kemurahan hati. Pelanggaran maksim kesantunan yang dilakukan

adalah

3 ---- X 100% = 30%. 10

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa P1-2 ini cukup santun untuk ukuran

bahasa yang ditujukan pada seorang tersangka penyebab kerugian negara.

Berdasarkan skala kesantunan Scolon (1995), P1-2 berada pada status sosial yang

lebih tinggi dibandingkan Gayus karena P1-2 seorang politisi, sementara Gayus

adalah seorang tersangka penyebab kerugian negara. Perbedaan status ini apabila

dilihat dari skala kesantunan berdasarkan hierarki memungkinkan P1-2

menggunakan bahasa yang tidak santun. Akan tetapi, menurut skala kesantunan

Page 147: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

147

yang sama, P1-2 sudah berlaku tidak santun pada saat dia mengutarakan

ketidakmampuan aparat hukum dalam menangani kasus Gayus karena status

sosial P1-2 lebih rendah daripada aparat hukum tersebut. Pada bahasa yang

digunakan oleh P1-2 sudah terjadi ketidaksantunan, tetapi persentase

ketidaksantunan menjadi berkurang karena maksim kesantunan yang dilanggar

hanya tiga. Singkatnya, pembicaraan dapat dijadikan alasan lain mengapa

pelanggaran kesantunan hanya tiga puluh persen. P1-2 Juga mengaplikasikan

maksim penerimaan dan maksim relevansi karena jawabannya relevan dengan

pertanyaan pembawa acara.

Pembawa Acara

Pak, Pak, Pak P1 ini sendiri dapat punya informasi apa ni? Biasanya pak P1 punya banyak informasi. Kita tahu kepergiannya ke luar negeri ternyata tidak....

Politisi 1 – Data 3 (P1-3) Jadi gini Mbak, saya mengamati ya. Jadi ada semacam keajegan, regularity ya. Hampir bisa dipastikan kasus apapun yang kira-kira menyentuh kekuasaan sentral, itu mesti akan lenyap. Kasus Munir, itu Cuma geger berapa bulan kemudian wassalamwalaikum selesai ya. Bank Century itu sekian bulan kita di di apa diajak DPR untuk setiap siang sampai tengah malam ya, melihat, membuka, membongkar alif, ba, ta, sampai ya Bank Century, sekarang juga pelan-pelan lenyap ya. Gayus, Miranda Gate, dan lain-lain saya kira juga tidak akan sampe. /Jadi kita disu.../ Kita disuguhi permainan permainan ecek-ecek terus menerus, tetapi yang big fish, yang ikan hiu, ikan paus itu sepertinya memang belum terbayang bagaimana bisa dipecahkan.

P1-3 menyatakan bahwa semua kasus yang melibatkan kekuasaan atau orang

yang berkuasa tidak akan pernah selesai. Masyarakat disuguhi sandiwara hukum

yang memperlihatkan kesibukan DPR. Akan tetapi pemeran utama kejahatan itu

tidak pernah terungkap.

Page 148: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

148

Kalimat P1-3 di atas menunjukkan adanya pelanggaran maksim cara karena

tidak jelas siapa yang dimaksud dengan kekuasaan sentral. Informasi yang

diberikan terlalu sedikit. Sistem pemerintahan di Indonesia membuat kekuasaan

sentral tidak berada di tangan presiden saja. Jadi, tidak jelas siapa yang dimaksud

dengan kekuasaan sentral. Dia juga menyebutkan bahwa DPR juga tidak bisa

menyelesaikan kasus Bank Century padahal tidak semua anggota DPR terlibat

dalam ketidakmampuan itu. Dia tidak menyebutkan anggota DPR yang mana

yang dimaksud dan dalam hal apa. Apakah ketidakmampuan pada saat

menginvestigasi yang hanya melibatkan sebagian anggota DPR atau pada saat

pemungutan suara untuk menentukan bagaimana menindaklanjuti kasus Bank

Century yang melibatkan semua anggota DPR. Pernyataan P1-3 bahwa DPR tidak

mampu menyelesaikan masalah Bank Century melanggar maksim kebijaksanaan

karena merugikan nama baik anggota DPR. Akan tetapi dengan tidak secara

eksplisit menyebutkan siapa yang dimaksud dengan kekuasaan sentral sebenarnya

dia ingin melindungi muka positif kekuasaan sentral tersebut. Jadi, dengan

melanggar maksim cara, P1-3 juga mengaplikasikan maksim kebijaksanaan.

Ucapannya juga melanggar maksim penerimaan karena DPR sudah dikatakan

menyuguhkan permainan ecek-ecek (permainan murahan) pada saat menangani

kasus Bank Century. Perkataan itu menunjukkan rasa tidak hormat P1-3 pada

anggota Dewan yang terhormat ini. P1-3 juga melanggar maksim kesimpatian

karena dengan menyebut sekian banyak kasus yang tidak selesai, P1-3 sudah

menunjukkan bahwa dia tidak bersimpati pada DPR yang tidak mampu

mengungkap dalang yang berada di belakang semua kasus itu. P1-3 juga

Page 149: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

149

melanggar maksim kemurahan hati dengan cara memotong pembicaraan. P1-3

memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Dia sudah menjawab pada saat

pembawa acara belum selesai berbicara sehingga dia mendapat kesempatan bicara

mendahului partisipan lain dan waktu yang lebih banyak. Dia juga mendominasi

pembicaraan yang terlihat pada saat dia mengatakan, /Jadi kita disu.../. Kalimat

yang belum selesai itu diucapkan bersamaan dengan pembawa acara yang

mengatakan, /Jadi Bapak meli..../ yang mungkin bertujuan untuk meminta

klarifikasi. Akan tetapi, P1-3 tidak bersedia berhenti berbicara, dan terus

melanjutkan apa yang ingin dibicarakannya sampai selesai. Hal ini berarti bahwa

P1-3 melanggar maksim penerimaan karena dia tidak menghargai hak bicara

partisipan lain.

Pada saat menyebutkan beberapa kasus besar yaitu kasus Munir, kasus Bank

Century, kasus Gayus dan Miranda Gate, P1-3 menghitung jarinya. Bahasa tubuh

itu memberi kesan bahwa begitu banyak kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh

aparat hukum. Bahasa tubuh yang merugikan ini tidak termasuk bahasa verbal,

tetapi dapat dikategorikan melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan

pihak aparat hukum.

Pada data tiga ada beberapa kata/frasa yang digarisbawahi, yaitu “keajegan”,

“regularity”, “dipastikan”, “kekuasaan sentral”, “Bank Century”, “sekian bulan”,

“melihat, mebuka, membongkar”, “Miranda Gate”, “big fish”, “ikan hiu”, “ikan

paus”, “terbayang”. Kata/frase yang diucapkan dengan penekanan itu memberi

kesan bahwa memang sudah merupakan kepastian bahwa semua kasus yang

berhubungan dengan kekuasaan sentral tidak akan pernah tuntas. Bank Century

Page 150: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

150

yang tampaknya sudah digarap dengan lengkap dan waktu lama ternyata hanya

sandiwara karena kasus itu melibatkan orang-orang besar yang dia gambarkan

sebagai ikan paus atau ikan hiu.

P1-3 sudah melakukan pelanggaran pada maksim cara, maksim kebijaksanaan

yang dilanggar sebanyak dua kali, maksim penerimaan yang dilanggar dua kali,

maksim kesimpatian dan maksim kemurahan hati. Pelanggaran maksim

kesantunan yang dilakukan adalah

5 ---- X 100% = 50%. 10

Persentase di atas menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan cukup santun. Dia

sudah menggunakan bahasa yang cukup santun untuk orang yang mempunyai

tingkat kekuasaan yang lebih tinggi darinya karena, apabila dilihat dari sudut

kekuasaan, status P1 lebih rendah dari anggota DPR. Keantunannya itu dapat

bertambah karena dengan menggunakan kata sapaan “Mbak” pada pembawa acara

P1-3 sudah mengaplikasikan maksim penerimaan yaitu memaksimalkan

penghargaan pada mitra tutur. Dia juga mengaplikasikan maksim kebijaksanaan

dan karena panjang kalimat P1-3 mencukupi dan relevan dengan pertanyaan, dia

dikatakan sudah mengaplikasikan maksim kuantitas dan relevansi.

Pembawa Acara

Baik. Saya langsung ke Pak P1 kalau begitu. Pak, ada pernyataan dari Ketua Komisi III, Beni Kaharman yang mengatakan, dan ini juga mengutip pernyataan dari mantan Kapolri kita Pak Bambang, Pak Hebi HD yang mengatakan bahwa, e... apabila kasus Gayus ini dibongkar, akan menimbulkan instabilitas politik. [jeda] tanggapan Pak P1?

Page 151: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

151

Politisi 1 – Data 4 (P1-4)

Tanpa mengurangi rasa hormat saya, dari beliau ya, terhadap beliau. Ini sesungguhnya hanya... apa, menggunakan ini apa e... rasa takut semu, begitu ya. Ditakut-takuti awas kalau Bank Century dibuka nanti akan muncul labilitas atau instabilitas. Awas kalau Gayus diusut tuntas nanti republik bisa goncang. Itu menurut saya itu omong kosong agak besar ya. Omong kosong besarlah ga usah pakai agak ya. Jadi e... menurut saya justru kita ini disuguhi sebuah logika yang sesungguhnya sangat keliru, ya. Misalnya ada kasus yang sudah masuk ke hukum, sudah diproses, tiba-tiba eeee hati-hati, sebaiknya di di pondering saja, karena itu nanti bisa menggoncangkan. Kemudian lagi-lagi ini saudara Gayus Tambunan ini, apa Gayus siapa namanya? (Pembawa Acara: Tambunan)

Ya ya ya terimakasih. Jadi ini juga ditakut-takuti bisa menimbulkan instabilitas. Menurut saya justru sebaliknya, kalau diusut ini, sampai ke akarnya, insyaallah seperti penyakit yang menahun ya, atau penyakit apa kanker katakanlah, yang bisa di di apa diambil, ambil saja.

Pernyataan P1-4 di atas menunjukkan bahwa yang dikatakan oleh mantan

Kapolri kita, Pak Bambang, dan Pak Hebi HD bahwa kalau kasus Bank Century

dibuka maka akan terjadi instabilitas, kalau kasus gayus dibongkar juga akan

terjadi kegoncangan adalah hanya omong kosong besar. Semua hal itu hanya

untuk menakut-nakuti. Hal yang benar adalah semua kasus harus dibongkar tuntas

agar hukum dapat ditegakkan.

Meskipun P1-4 mengawali pembicaraannya dengan kalimat berpagar “Tanpa

mengurangi rasa hormat saya, dari beliau ya, terhadap beliau” yang dimaksudkan

untuk menyatakan bahwa apa yang akan dikatakannya bukan bermaksud

menghina atau merendahkan, isi pernyataannya yang mengatakan bahwa apa

yang dikatakan oleh ketua Komisi Tiga DPR hanya omong kosong besar tetap

saja merupakan pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan karena sudah

merugikan ketua Komisi Tiga itu yang dianggap sudah menyuguhkan logika

keliru pada masyarakat, dan maksim penerimaan karena P1-4 menunjukkan rasa

Page 152: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

152

tidak hormatnya pada anggota DPR dengan menyebut pernyataannya omong

kosong besar. Pernyataan P1-4 ini juga menunjukkan rasa antipatinya pada ketua

Komisi Tiga DPR dan hal ini berarti melanggar maksim kesimpatian. Pelanggaran

terhadap maksim kesimpatian ini semakin berat karena pilihan kata/ungkapan

“omong kosong besar”. Derajat tekanan pelanggaran itu dapat dikurangi apabila

pilihan kata/ungkapan itu diubah menjadi “tidak benar”. Akan tetapi, kalimat

“Tanpa mengurangi rasa hormat saya, dari beliau ya, terhadap beliau”

menunjukkan bahwa P1-4 menghormati orang yang sedang dibicarakan. Akan

tetap,i kalimat ini yang kemudian diikuti dengan kata-kata yang tidak santun

membuat kalimat ini menjadi kalimat yang hipokrit sehingga membuat kalimat itu

menjadi semakin tidak santun.

Kalimat “Tanpa mengurangi rasa hormat saya” adalah kalimat berpagar yang

mengurangi tekanan ketidaksantunan pada saat P1-4 melanggar maksim

kebijaksanaan yaitu pada saat P1-4 menyatakan tuduhannya bahwa semua yang

dikatakan olehPak Bambang dan Pak Hebi HD adalah bohong atau menipu

masyarakat

Untuk memperkuat pernyataannya bahwa apa yang disampaikan oleh ketua

Komisi Tiga DPR itu keliru, P1-4 memberi penekanan pada kata/frase “takut

semu”. “labilitas atau instabilitas”, “tuntas”, “goncang”, “justru”, “keliru”,

“diproses”, “pondering”, “menggoncangkan”, “justru sebaliknya”, “kanker”. Dia

juga ingin mengatakan bahwa kasus-kasus yang dipondering itu seharusnya

diperlakukan sebagai penyakit kanker yang harus diberantas sampai ke akar-

Page 153: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

153

akarnya. Dengan pernyataannya itu P1-4 sudah menunjukkan posisinya yang

berseberangan dengan ketua Komisi Tiga.

Dalam pembicaraannya, P1-4 sudah melakukan pelanggaran terhadap

maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, dan maksim kesimpatian.

Pelanggaran maksim kesantunannya adalah

3 ---- X 100% = 30% 10

Pelanggaran kesantunan yang dilakukan oleh P1-4 adalah tiga puluh persen dan

hal ini menunjukkan bahwa dia santun. Karena P1-4 berbicara di dalam suatu

tayangan yang bersifat formal, untuk tidak melanggar maksim kebijaksanaan, dia

seharusnya menggunakan kata yang lebih santun, misalnya dengan mengatakan

“Pendapat ketua Komisi Tiga itu tidak benar”. Kalimat itu lebih santun daripada

mengatakan “Pendapat ketua Komisi Tiga itu omong kosong besar”. Pilihan

ungkapan “omong kosong besar” membuat nilai pelanggaran terhadap maksim

penerimaan lebih besar. Apabila menggunakan kalimat yang lebih santun P1-4

akan dianggap santun karena menghargai orang yang menjadi anggota DPR

pilihan rakyat. Di samping mengaplikasikan maksim penerimaan dalam bentuk

kalimat berpagar, dalam menjawab pertanyaan pembawa acara, P1-4

menggunakan kalimat-kalimat yang panjangnya tidak berlebihan sehingga dia

dikatakan mengaplikasikan maksim kuantitas.

Pembawa Acara

Tetapi bapak sendiri tadi kan mengatakan ada semacam pola begitu, bahwa ketika kemudian ada sebuah kasus yang terlalu dekat dengan kekuasaan, tidak akan sampai keujungnya.

Page 154: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

154

Politisi 1 – Data 5 (P1-5)

Maka.. makanya sekarang diperlukan ya diperlukan sebuah tim yang memang betul-betul bersih dan berani ya. Jadi sekarang ini menurut saya kon... disini letak dilemanya. Saya kira antar pentolan pentolan hukum itu, maaf ya, bukan semuanya, tentu masih ada yang bagus, ada yang sangat apa bermoral, sangat bertanggungjawab, tetapi dari sebagian mereka itu memang sudah sudah rusak sejak niatnya semula, mbak. Jadi kan niatnya sudah rusak ya, maka ketika mendapatkan jabatan itu, yang terjadi adalah use misuse of power atau abuse of power ya, sehingga muncul skandal yang seperti terjadi sekarang ini, dan yang justru kita kembangkan mungkin media masa ya, bisa meng counter kata-kata kalau bank Century dikejar sampai ke ujung, kemudian e... Gayus di apa kejar terus sampai ke akarnya, itu justru dibalik itulah penyembuhan sejati dari e... bangsa yang menderita korupsi selama ini. Tetapi kalau ikuti, kita ikuti lakukan mereka itu hanya untuk nakut-nakuti saja.

P1-5 ingin menyatakan bahwa penegak hukum memang ada yang baik tetapi

sebagian sudah tidak baik. Mereka yang sudah tidak baik sejak awal, ketika

mendapat kekuasaan, akan menyalahgunakan kekuasaan itu. Media mungkin

dapat membantu agar kasus Gayus diusut sampai tuntas agar bangsa ini terbebas

dari korupsi.

Di awal pembicaraan pada data lima tersebut, P1-5 menyatakan bahwa

sekarang diperlukan tim yang betul-betul bersih dan berani. Kalimat itu

mengaplikasikan implikatur percakapan karena dia tidak dengan eksplisit

menyatakan bahwa tim yang ada sekarang tidak bersih dan tidak berani.

Implikatur percakapan ini merupakan aplikasi dari maksim kebijaksanaan, dan hal

ini dilakukan untuk menjaga kesantunan atau muka positif agar tidak ada orang

yang tersinggung. Dengan tidak mengatakan dengan jelas bahwa tim yang ada

sekarang itu tidak bagus, P1-5 melanggar maksim cara, tetapi mengaplikasikan

maksim kebijaksanaan yaitu melindungi muka positif tim tersebut. Jadi, ada

konflik antara maksim cara dan maksim kebijaksanaan

Page 155: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

155

Pelanggaran maksim kebijaksanaan terjadi pada saat P1-5 yang mengatakan

bahwa kalau media massa mau mendesak agar Bank Century dikejar hingga ke

ujung dan Gayus dikejar terus sampai ke akarnya, penyembuhan sejati akan

terjadi. Kalimat ini merugikan media massa karena kalimat di atas menunjukkan

bahwa media massa tidak melakukan desakan itu, dan hal ini melanggar maksim

kebijaksanaan. Melalui kalimat yang menyatakan adanya pentolan-pentolan

hukum yang menyalahgunakan kekuasaan, P1-5 sudah melanggar maksim cara

karena dia tidak menyatakan dengan jelas siapa yang dimaksud dengan pentolan-

pentolan hukum yang baik dan yang tidak baik. Informasi yang diberikannya tidak

jelas bagi yang mendengar. Hal ini akan membuat masyarakat yang mendengar

pernyataan itu bertanya-tanya dan mencurigai orang yang mungkin tidak salah.

Akan tetapi, dengan tidak secara terus terang menyebut siapa pentolan-pentolan

hukum yang tidak baik, P1-5 mengaplikasikan strategi kesantunan negatif melalui

maksim kebijaksanaan karena dia meminimalkan kerugian bagi orang-orang

tersebut. Dalam hal ini, sudah terjadi konflik antara maksim cara dan maksim

kebijaksanaan.

Kata/frasa yang digarisbawahi “bersih dan berani”, “pentolan-pentolan

hukum”, “sangat”, “sudah rusak”, “misuse of power atau abuse of power”,

“skandal”, “media massa”. “ke ujung”, “penyembuhan sejati”. “nakut-nakuti”

diucapkan dengan memberikan tekanan untuk memberi penekanan pada

pikirannya bahwa aparat hukum sering kali menyalahgunakan kekuasaan dan

tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Page 156: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

156

P1-5 melakukan pelanggaran terhadap dua dari sepuluh maksim. Maksim

yang dilanggar adalah maksim cara yang dilanggar dua kali dan maksim

kebijaksanaan. Pelanggaran terhadap maksim kesantunan adalah

2 ---- X 100% = 20%. 10

Dengan demikian, P1-5 dapat dikatakan sebagai politisi yang sangat santun

karena dalam pembicaraan yang panjang, hanya dua maksim yang dilanggar. Nilai

tingkat kesantunannya bertambah karena di samping menggunakan implikatur

percakapan atau aplikasi maksim kebijaksanaan untuk menjaga kesantunan, P1-5

juga menyapa pembawa acara dengan sapaan “Mbak” Dalam kultur jawa, “Mbak”

digunakan untuk menyapa wanita muda dan sapaan ini adalah sapaan santun. Hal

ini berarti bahwa P1-5 juga mengaplikasikan maksim penerimaan. Di samping

mengaplikasikan maksim kebijaksanaan dan penerimaan, maksim kesantunan lain

yang diaplikasikan oleh P1-5 adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi

karena jawaban yang diberikan melalui kalimat-kalimat yang panjangnya

mencukupi, relevan dengan pertanyaan pembawa acara.

Pembawa Acara

Oh gitu, boleh mungkin dibeberkan informasinya Pak P1 sepuluh orang ta... karena kalau kita sekarang kaitkan juga dengan ada pernyataan dari Pak Ito yang mengatakan ada sponsor, yang mensponsori Gayus selama dipenjara dan lain sebagainya dikait-kaitkan dengan tokoh-bukan tokoh tetapi yang kaya raya ini gitu. Artinya, Pak P1 punya informasi?

Politisi 1 – Data 6 (P1-6)

Sa.. saya tidak tidak mungkin menunjuk apalagi nama ya. Tetapi pake common sense, mbak ya.

Page 157: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

157

Pembawa Acara

Tetapi artinya apakah kita bicara pengusaha atau....

Politisi 1 – Data 7 (P1-7)

Jadi yang di Amerika ya, seorang Madof bisa mengkorupsi uang negara sampai 65 milyar dollar, atau 60 trilyun lebih ya, sendirian ya. E... secara khusus sendirian, tetapi ternyata dibelakang Madof ini, itu adalah politisi di Kongres tetapi juga mungkin dekat-dekat dengan White House, dekat-dekat dengan Pentagon, dan tentu juga circle circle tertentu itu, ya. Saya kira Gayus ini, ukurannya Cuma taman kanak-kanak dibanding Madof yang raksasa itu ya. Tetapi si Gayus taman kanak-kanak ini, itu memang dibelakangnya itu anak-anak SMA sama Universitas juga gitu ya, yang apa (tertawa) yang yang apa lebih lebih lebih kuat punya tulang lebih kuat. Ya karena itu logika bahwa kalau ini dibongkar, kemudian akan meninstabilitas saya kira iya. Maksimal dua minggu, mbak ya. Oh ternyata bapak itu hmmm hmmmm, oh ternyata ibu itu hmmm hmmm, ya.

Melalui data 6-7, P1 ingin menyampaikan bahwa P1-(6-7) menganalogikan

Gayus dengan Madof. Akan tetapi Gayus kelasnya jauh lebih rendah dari Madof.

Persamaannya adalah keduanya didukung oleh orang-orang yang berkuasa

(Kongres = DPR; White House = istana)

Dengan tidak mengatakan secara jelas siapa yang dimaksud tokoh kaya raya

yang membantu Gayus, P1-(6-7) sudah melanggar maksim cara. Apa yang

dikatakan dan siapa yang dimaksud menjadi tidak jelas, dia tidak memberikan

informasi yang cukup pada partisipan lain tentang siapa yang dimaksud tokoh

kaya raya yang membantu Gayus. Dia juga melanggar maksim cara dengan

mengatakan Gayus dan Madof didukung oleh politisi tetapi kembali dia tidak

menyebut politisi Amerika atau politisi Indonesia yang dimaksud. Ada

kemungkinan bahwa dengan tidak menyebut dengan jelas siapa yang dimaksud

dengan tokoh kaya raya itu, dan siapa yang dimaksud dengan politisi di Indonesia

Page 158: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

158

yang mendukung Gayus, P1-(6-7) sebenarnya ingin melakukan kesantunan

melalui penjagaan muka negatif tokoh kaya raya dan politisi itu dengan

mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Dalam hal ini, aplikasi maksim cara

akan berbenturan dengan maksim kebijaksanaan.

P1-(6-7) mengatakan Gayus sebagai taman kanak-kanak dan pernyataan ini

tidak melanggar kesantunan karena Gayus mempunyai level kekuasaan di bawah

P1- (6-7), dan juga karena pada saat ini, Gayus adalah seorang tersangka korupsi

yang banyak dihujat masyarakat. Akan tetapi, P1- (6-7) menggunakan implikatur

percakapan dengan menyebut Gayus yang hanya taman kanak-kanak jika

dibandingkan dengan Madof yang raksasa itu ternyata mampu mengatur orang-

orang kuat yang berpendidikan tinggi. Hal ini suatu ironi yang digunakan P1- (6-

7) untuk menyampaikan betapa penguasa dapat diatur oleh seorang Gayus. P1-(6-

7) tidak menyebut dengan jelas siapa orang kuat dan berpendidikan tinggi yang

bisa diatur oleh Gayus. Dalam hal ini, dia melanggar maksim cara tetapi pada saat

yang sama dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan agar tidak merugikan

orang kuat dan berpendidikan tinggi itu. Melalui aplikasi maksim kebijaksanaan

itu, P1-(6-7) melakukan penyelamatan muka negatif orang kuat dan berpendidikan

tinggi itu. Ada konflik antara maksim cara dan maksim kebijaksanaan.

P1- (6-7) juga melakukan dominasi dengan mengabaikan pertanyaan

pembawa acara dan terus berbicara sehingga pembawa acara terpaksa harus

mengalah. Usaha mendominasi ini terlihat pada saat pembawa acara berkata

“tetapi artinya apakah kita bicara pengusaha atau....” untuk memastikan apakah

yang dimaksud oleh P1- (6-7) itu pengusaha atau bukan, P1-(6-7) memotong

Page 159: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

159

pertanyaan pembawa acara dan terus berbicara. Mendominasi percakapan

merupakan sikap berbicara yang melanggar kesantunan karena melanggar maksim

penerimaan karena P1-(6-7) tidak menghargai partisipan dengan mengambil hak

bicara mereka.

P1- (6-7) menyamakan Gayus dengan Madof, tetapi Madof digambarkan

sebagai raksasa, sedangkan Gayus sebagai taman kanak-kanak. Dia mengatakan

bahwa Madof didukung oleh politisi kongres yang beranalogi dengan anggota

DPR, White House yang beranalogi dengan istana presiden dan Pentagon yang

beranalogi dengan militer. Semua analogi itu tidak dikatakan secara langsung

tetapi melalui implikatur percakapan dengan tujuan menjaga kesantunan. Apabila

analogi itu dapat dimengerti, P1- (6-7) sudah melanggar maksim kualitas karena

kebenarannya belum terbukti, maksim kebijaksanaan karena tuduhan mendukung

seorang tersangka penyebab kerugian negara membuat nama baik DPR, Istana

dan militer dirugikan. Ucapan P1- (6-7) juga menunjukkan antipatinya pada

ketiga institusi tersebut di atas sehingga dapat dikatakan dia melanggar maksim

kesimpatian.

Melihat kata/frasa yang diberi tekanan “common sense”, “milyar dolar”,

“sendirian”, “White House”, taman kanak-kanak”, “raksasa”, “universitas”,

“kuat”, P1- (6-7) ingin menyampaikan bahwa seorang Gayus mampu mengatur

siapa saja termasuk penyelenggara negara.

Mengingat bahwa yang dilanggar adalah maksim kualitas, maksim cara yang

dilanggar sebanyak tiga kali, maksim penerimaan dan maksim kesimpatian,

pelanggaran atas maksim kesantunan adalah

Page 160: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

160

4 ---- X 100% = 40%. 10

Tingkat ketidaksantunan yang hanya empat puluh persen itu membuat P1-(6-

7) masuk kategori politisi yang santun, dan kesantunannya meningkat karena dia

mengaplikasikan implikatur percakapan yang merupakan aplikasi maksim

kebijaksanaan dan menggunakan kata sapaan santun “Mbak” pada pembawa acara

sebagai aplikasi maksim penerimaan. Maksim lain yang diaplikasikan adalah

maksim kuantitas dan relevansi karena panjang jawaban P1-(6-7) cukup dan

relevan dengan pertanyaan pembawa acara.

Pembawa Acara

Begitu ya. Jadi mau tidak mau. Tetapi sekarang juga ada yang mempertanyakan sejauh mana sekarang peranan dari...dari presiden untuk kemudian memimpin pemberantasan korupsi apabila kemudian yang bisa menjadi pintu masuk, setidak-tidaknya adalah pengungkapan kasus Gayus ini. Sejauh mana? Apa yang bisa dilakukan oleh presiden saat ini? Apakah perlu sampai melakukan intervensi dalam tanda kutip, karena intervensinya pun sebenarnya menjadi pertanyaan besar, se sejauh mana definisinya?

Politisi 1 – Data 8 (P1-8)

Jadi kalau kalau di tingkat demokrasi kita itu, yang ada di bawah presiden untuk penegakan hukum itu, ada lembaga POLRI dan Kejaksaan Agung ya. Kalau Mahkamah itu memang yudikatif ya, itu presiden tidak boleh ya. Tetapi presiden itu punya wewenang luar biasa karena punya tangan yang namanya Kejaksaan Agung dan Kepolisian ya. Nah kalau presiden kita ini, saya tidak ingin mengkritik atau memuji ya, ini ini ini ini common sense sajalah lagi-lagi ya. Kalau presiden kita ini, mantap melangkah, jelas ya, insyaallah pemberantasan korupsi itu akan kelihatan dan nyata hasilnya. Kan seperti sekarang ini memang terasanya seperti maju mundur, ya. Terlalu banyak ada ada... apa ada satgas ini satgas itu, ada ini macem-macem, mbak. Ada ntar katanya ada berpuluh-puluh komisi-komisi itu ya? Jadi saya pikir e... ada pelajaran demokrasi dari Amerika itu,... Harry Truman itu mengatakan the bucks stop here. Jadi urusan yang gede itu stop di meja presiden, sehingga kalau presiden kita itu bismillah

Page 161: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

161

sungguh-sungguh, sepertinya lo kok akan lancar. Tetapi kalau seperti sekarang ini memang walahualam bin swap.

P1-8 menyatakan bahwa Presiden kurang serius menangani kasus korupsi

karena tidak dengan maksimal memberdayakan Polri dan Kejaksaan Agung.

Presiden adalah pemegang kendali dan apabila presiden bersungguh-sungguh,

pemberantasan korupsi pasti lancar. Saat ini terlalu banyak ada satgas dan komisi

yang tidak perlu.

Pada saat pembawa acara mengucapkan “se sejauh mana definisinya?”

P1-8 sudah mulai berbicara sehingga terjadi tumpang tindih antara “se sejauh

mana definisinya?” dengan “jadi kalau kalau di tingkat demokrasi” yang

diucapkan oleh P1-8. Jadi P1-8 sudah berbicara pada saat pembawa acara belum

menyelesaikan kalimatnya dan belum tentu pembawa acara bermaksud meminta

P1-8 untuk berbicara karena di sana masih ada satu politisi lain. P1-8 melanggar

pola gilir yang berarti bahwa P1-8 melanggar maksim penerimaan. Dia tidak

menghargai keberadaan orang lain yang juga berhak untuk bicara. Pernyataan P1-

8 yang mengatakan “Kalau presiden kita ini, mantap melangkah, jelas ya,

insyaallah pemberantasan korupsi itu akan kelihatan dan nyata hasilnya”

sebenarnya merupakan kritikan atas ketidakberhasilan presiden memberantas

korupsi dan alasan ketidakberhasilan itu ialah karena presiden tidak mempunyai

sikap yang tegas. Pernyataan P1-8 itu merupakan pelanggaran terhadap maksim

kebijaksanaan karena pernyataan itu merugikan presiden. Pernyataan itu dikatakan

merugikan presiden karena beliau adalah orang yang paling sering mengatakan

bahwa dirinya tidak akan memberi toleransi pada pelaku korupsi. Akan tetapi

Page 162: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

162

pada kenyataannya, setidak-tidaknya seperti yang dilihat oleh P1-8, presiden tidak

menunjukkan sikap yang mantap dalam memberantas korupsi. Namun derajat

kritikan itu terasa berkurang karena diberi kalimat berpagar “Kalau saja presiden

kita ini mantap melangkah...” Sebelum mengatakan kalimat di atas, P1-8

mengatakan “Nah kalau presiden kita ini, saya tidak ingin mengkritik atau memuji

ya, ini ini ini ini common sense sajalah lagi-lagi ya.” Ucapan ini meskipun pada

akhirnya merupakan kritikan, P1-8 ingin membuat dirinya aman, dengan seolah-

olah ingin bersikap netral dan hal ini membuatnya melanggar maksim kemurahan

hati karena dia memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Maksim

kebijaksanaan juga dilanggar oleh P1-8 pada saat dia mengatakan “Jadi urusan

yang gede itu stop di meja presiden, sehingga kalau presiden kita itu bismillah

sungguh-sungguh, sepertinya lo kok akan lancar.” Kalimat ini menyiratkan bahwa

presiden tidak sungguh-sungguh melakukan tugasnya. Pernyataan ini sangat

merugikan nama baik presiden .

P1-8 memberi tekanan pada kata/frasa “yudikatif”, “tangan”, “memuji”,

“mantap melangkah”’ “jelas”, “kelihatan dan nyata hasilnya”, “terlalu banyak”,

“satgas” dengan maksud ingin menyampaikan pikirannya bahwa presiden tidak

pandai menggunakan aparat yang dia miliki dan tidak cukup serius menangani

pemberantasan korupsi. Dia berharap presiden yang akan memutuskan segalanya

tanpa perlu ada satgas yang jumlahnya banyak.

Berdasarkan pembahasan di atas, maksim yang dilanggar oleh P1-8 adalah

maksim penerimaan, maksim kebijaksanaan yang dilanggar sebanyak dua kali dan

Page 163: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

163

maksim kemurahan hati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat

ketidaksantunannya adalah

3 ---- X 100% = 30%. 10

Tingkat ketidaksantunan tiga puluh persen menunjukkan bahwa P1-8

merupakan politisi yang santun. Meskipun ucapannya ada yang bersifat

merugikan orang yang sedang dibicarakan, faktanya adalah selama dia berbicara

dalam ucapan yang cukup panjang, hanya tiga maksim yang dilanggar. Perkataan

yang melanggar ketiga maksim itu dianggap pelanggaran terhadap kesantunan

berbahasa karena bahasa itu ditujukan pada presiden yang dilihat dari sudut

kekuasaan mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dari P1-8.

Akan tetapi, P1-8 sempat mengaplikasikan maksim penerimaan dalam bentuk

kalimat berpagar. Selain itu, dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

relevansi dan maksim cara, karena jawabannya tidak berlebihan, relevan dan

dapat dimengerti.

Pembawa Acara

Pak P1, artinya ada anda melihat ada sandera, ada sandera hukum, sandera politik begitu yang terjadi di partai-partai besar saat ini?

Politisi 1 – Data 9 (P1-9)

Jadi, apa, khususnya kalau kita belajar dari demokrasi di beberapa negara, yang lebih tua ya, baik itu di Inggris, di Amerika, Kanada dan lain-lain, ini perkara-perkara ini, perkara-perkara yang sesungguhnya sering terjadi. Hanya bedanya, kalau di negara-negara maju itu, memang seberapa besarpun perkara itu, akan diusut sampai keujung bumi dan sampai selesai, ya. Jadi ketika Nixon kena Watergate itu, ya betul-betul diusut, dihukum.

Page 164: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

164

Tetapi sebelum di impeach kemudian dia mengundurkan diri, ya. Tetapi kalau disini sepertinya orang besar itu memang tidak akan bisa dijangkau ya. Digaruk apalagi ya. Jadi, (tertawa) jadi jadi sepertinya itu ada ada di entah ini kita buat sendiri ya, ada, ada sebuah kondisi dimana di negeri ini ada lapisan tertentu yang unreachable ya, tidak tidak bisa di tidak bisa dijangkau ya. Dan ini harus kita akhiri juga, artinya mahasiswa jangan diam saja ya, kalau anda diam saja ya salah anda sendiri. (tertawa)

P1-9 mengatakan bahwa kalau di luar negeri, perkara sebesar apa pun akan

diusut tuntas. Misalnya kasus Watergate, presiden benar-benar diusut dan

dihukum. Akan tetapi di Indonesia ada orang-orang pada lapisan tertentu yang

tidak dapat disentuh oleh hukum. Untuk menuntaskan hal ini, mahasiswa harus

bertindak.

Pada pembicaraan di atas, P1-9 membandingkan penerapan hukum di negara

barat dan di Indonesia. Di negara barat siapa pun yang bersalah, termasuk

presiden akan dihukum. Sementara itu di Indonesia hukum tidak bisa mencapai

orang besar. Pernyataan P1-9 ini menunjukkan bahwa di Indonesia hukum masih

memilih antara orang biasa dan orang yang berkuasa. Orang yang berkuasa juga

berkuasa atas hukum sehingga tidak bisa ditindak apabila melakukan kejahatan.

Pernyataan melanggar maksim kebijaksanaan karena aparat hukum dirugikan

dengan pernyataan itu. Aparat hukum dianggap bisa diatur, aparat hukum tidak

berani menegakkan hukum dengan adil. P1-9 mengatakan “di negeri ini ada

lapisan tertentu yang unreachable ya.” Derajat pelanggaran terhadap maksim

kebijaksanaan ini diturunkan dengan penggunaan kata “sepertinya” yang disini

fungsinya memagari tuduhan bahwa orang besar tidak terjangkau hukum. Frasa

“Lapisan tertentu” tidak memiliki acuan yang jelas sehingga pemirsa tayangan itu

tidak mendapat informasi yang pasti siapa yang dimaksud. Hal ini melanggar

Page 165: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

165

maksim cara. Akan tetapi frasa itu dapat juga difungsikan untuk menjaga muka

negatif orang yang dibicarakan sehingga tekanan pelanggaran terhadap maksim

cara juga berkurang. Apabila untuk frasa “lapisan tertentu, maksim cara

diaplikasikan dengan cara menyebut dengan jelas siapa yang dimaksud dengan

“lapisan tertentu” itu, maka P1-6 akan melanggar maksim kebijaksanaan karena

merugikan “lapisan tertentu tersebut. Dengan demikian ada konflik antara maksim

cara dan maksim kebijaksanaan. P1-9 juga dapat dikatakan melanggar maksim

kuantitas dan relevansi karena separuh jawaban di awal jawaban yang dia berikan

sama sekali tidak menjawab pertanyaan pembawa acara. P1-9 juga menggunakan

pronomina “kita” dalam kalimat “Dan ini harus kita akhiri juga” yang berarti

bahwa dia menyertakan dirinya dalam usaha mengakhiri perbedaan perlakuan

hukum di Indonesia. Ini berarti bahwa dia menerima beban dari orang lain dan ini

berarti bahwa P1-9 mengaplikasikan maksim kemurahan hati.

Dalam menyampaikan pemikirannya, P1-9 menekankan kata-kata “diusut’

dihukum”, “dijangkau”, “unreachable” yang berarti “tidak terjangkau” karena dia

ingin memberi penekanan pada apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum dan

dia juga menggambarkan bagaimana kondisi hukum di Indonesia.

Dalam pembicaraan di atas, P1-9 hanya melanggar empat maksim yaitu

maksim kebijaksanaan, maksim cara, maksim kuantitas dan maksim relevansi

sehingga tingkat ketidaksantunannya adalah

4 ---- X 100% = 40%. 10

Page 166: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

166

Karena tingkat ketidaksantunannya hanya empat puluh persen, P1-9 dapat

dikatakan santun. Tingkat kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan

maksim kebijaksanaan dengan cara tidak menyebut dengan jelas siapa yang

dimaksud dengan “lapisan tertentu dan maksim kemurahan hati melalui

penggunaan pronomina “kita” pada saat menyatakan hal yang kurang

menyenangkan sehingga dia menjadi inklusif. Dia juga mengurangi tekanan

pelanggaran maksim dengan menggunakan kalimat berpagar.

Politisi 1 – Data 10 (P1-10)

Pak Jon, bisa ga Depdagri itu membuat kuota sederhana saja, bahwa setiap calon bupati, calon bupati apa gubernur atau wakil, walikota dan wakilnya, tidak boleh dalam keadaan tersangka. Kan bisa?

Dari pernyataan di atas, P1-10 mempertanyakan apakah Depdagri tidak bisa

melakukan hal yang sederhana seperti peraturan bahwa calon bupati, calon

gubernur atau wakil, walikota dan wakil, tidak boleh dalam keadaan tersangka.

P1-10 menyela pembicaraan yang sedang berlangsung antara narasumber

yang lain dan pembawa acara. Hal ini menunjukkan bahwa dia mengabaikan

pergantian pembicara dan karena itu dia dapat dianggap melanggar kesantunan.

Pelanggaran terhadap pola gilir dapat dikatakan sebagai pelanggaran maksim

penerimaan karena dengan memotong pembicaraan orang, seseorang dapat

dikatakan tidak menghargai orang yang sedang berbicara..

P1-10 juga memberi penekanan pada kata “sederhana” sehingga memberi

kesan pada pemirsa bahwa mengubah aturan yang sudah ada itu sebenarnya

mudah. Pernyataan ini dapat dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena

Page 167: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

167

menyiratkan pemikiran bahwa Depdagri tidak mampu melakukan hal yang

menurut politisi tersebut sederhana, atau menurut pikiran P1-10, Depdagri tidak

mau melakukannya padahal sejak tahun 2010 sudah banyak kasus kepala daerah

menjadi terdakwa.. Hal ini sangat merugikan nama baik dan kinerja Depdagri.

Akan tetapi pada saat di akhir kalimat, P1-10 bertanya “Kan bisa?”, dia

sebenarnya sedang melakukan mengaplikasikan strategi kesantunan positif atau

sedang mengaplikasikan maksim penerimaan karena dari cara berbicara dia

menganggap bahwa Depdagri bisa melakukan itu.

Ujaran di atas melanggar dua maksim, yaitu maksim kebijaksanaan dan

maksim penerimaan sehingga tingkat ketidaksantunannya adalah

2 ---- X 100% = 20%. 10

Tingkat ketidaksantunan yang hanya dua puluh persen itu menunjukkan

bahwa P1-10 adalah politisi yang sangat santun. Tingkat kesantunan ini akan

bertambah karena dia juga mengaplikasikan maksim penerimaan. Di samping

mengaplikasikan maksim penerimaan, P1-10 juga mengaplikasikan maksim

kuantitas, maksim relevansi dan maksim cara karena apa yang dikatakan tidak

berlebihan, dapat dimengerti dan relevan dengan pertanyaan pembawa acara.

Pembawa Acara

Ini kan bisa menimbulkan kecemburuan begitu, yang satu kok bisa dilantik, yang satu belum dilantik karena belum mendapat ijin, lalu Pak Pak P1 melihatnya seperti apa?

Politisi 1 – Data 11 (P1—11)

Ya sudah andaikata ini sudah menjadi bubur, ya udah lah. Saya kedepan kan sederhana sekali, saya katakan tadi itu, Depdagri tinggal membuat

Page 168: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

168

sebuah peraturan yang logis, masuk akal, sangat etis, realistis juga, bahwa setiap calon yang mau ikut Pilkada untuk wakil atau nomor satu itu, tidak boleh seorang tersangka titik. Saya kira itu akan dibenarkan kok oleh oleh opini-opini di masyarakat. Yang sekarang memang sudah aneh ini, jadi dilantik dulu kemudian baru di... kan seperti permainan ya, artinya seperti... seperti... . Jadi ini ini ini kesalahan mungkin yang kemarin kemarin itu, peraturannya itu... tetapi yang... Mbak Kania ada satu lagi ya, hubungannya dengan mengapa pilkada kok menghasilkan, bahkan mungkin pil nasional juga ya, menghasilkan pimpinan yang ternyata mengecewakan. Jadi mungkin terusterang aja, rakyat juga harus ikut bertanggungjawab ya. Nah dalam tulis sosiologi yang elementer itu dikatakan bahwa pimpinan sebuah bangsa, pimpinan sebuah partai, pimpinan sebuah kelompok komunitas ya, itu sejatinya hanya refleksi daripada bangsa itu, daripada partai itu, daripada komunitas itu. Kalau bangsa ini lebih kurang masih agak feudal, nanti ketemunya juga ujung-ujungnya pemimpin yang lebih kurang feudal. Tidak mungkin pemimpin yang demokratis ya. Kemudian kalau apa, rakyatnya sudah mulai demokratis, mulai terbuka, nanti ketemunya juga pimpinan yang yang seperti refleksi rakyat itu sendiri. Jadi sebaik...

P1-11 menyampaikan bahwa pada masa yang akan datang Depdagri tinggal

membuat sebuah peraturan yang logis, masuk akal, sangat etis, realistis juga,

bahwa setiap calon yang mau ikut Pilkada untuk wakil atau nomor satu itu, tidak

boleh seorang tersangka titik. Hasil pilkada merupakan tanggung jawab rakyat

juga dan bangsa yang feodal akan menghasilkan pemimpin yang feudal pula

karena pimpinan adalah refleksi rakyat.

Kalimat “Depdagri tinggal membuat sebuah peraturan yang logis, masuk

akal, sangat etis, realistis juga, bahwa setiap calon yang mau ikut Pilkada untuk

wakil atau nomor satu itu, tidak boleh seorang tersangka titik” yang diucapkan

oleh P1-11 adalah kalimat yang melanggar maksim kebijaksanaan karena

mengungkapkan bahwa masalah yang menurut dia sederhana dan mudah ternyata

selama ini tidak dikerjakan oleh Depdagri sehingga muncul kasus seperti

walikota Tomohon. Hal ini sangat merugikan Depdagri dan sekaligus dapat

Page 169: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

169

membuat pemirsa berpendapat bahwa P1-11 adalah orang yang pandai, sedangkan

Depdagri adalah sebuah institusi malas yang tidak memiliki kemampuan seperti

yang diharapkan. Hal ini melanggar maksim kemurahan hati karena P1-11

memaksimalkan keuntungan bagi dirinya.

Kalimat “Mengapa pilkada kok menghasilkan, bahkan mungkin pil nasional

juga ya, menghasilkan pimpinan yang ternyata mengecewakan” menyiratkan rasa

tidak hormatnya pada pimpinan pilihan rakyat ini karena menurut anggapannya

sudah dipilih dengan cara yang tidak benar. Oleh karena itu, apa yang

dikatakannya melanggar maksim penerimaan. Pembicaraan P1-11 yang cukup

panjang ternyata juga melanggar maksim relevansi karena paruh kedua

pembicaraannya tidak menjawab pertanyaan pembawa acara. Hal ini sekaligus

melanggar maksim kuantitas.

Kata/frasa yang mendapat penekanan yaitu “sebuah peraturan”, “logis”,

“masuk akal”, “sangat etis”, “realistis”, menunjukkan bahwa peraturan yang ada

sekarang tidak logis, tidak masuk akal, tidak etis dan tidak realistis. Penekanan

pada kata “titik” menyiratkan bahwa peraturan harus pasti, tidak dapat diubah-

ubah berdasarkan situasi dan tidak dapat dipermainkan oleh siapa pun. Penekanan

pada kata/frasa “pimpinan”, “ternyata mengecewakan” menyiratkan bahwa

pimpinan yang sekarang, yang merupakan produk peraturan yang berlaku

sekarang adalah pimpinan yang mengecewakan.

Berdasarkan paparan di atas ada lima maksim yang dilanggar, yaitu maksim

kuantitas, maksim relevansi, maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, dan

Page 170: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

170

maksim penerimaan. Dengan demikian pelanggaran terhadap maksim kesantunan

adalah

5 ---- X 100% = 50%. 10

Pelanggaran terhadap maksim kesantunan sebanyak lima puluh persen

membuat P1-11 menjadi politisi yang cukup santun. Kesantunannya bertambah

karena dia menggunakan bahasa yang santun seperti kata sapaan “Mbak” yang

dalam budaya Jawa merupakan kata sapaan hormat pada wanita yang lebih muda

dari pembicara. Dalam hal ini, dia mengaplikasikan maksim penerimaan. Dia juga

mengatakan bahwa rakyat yang harus bertanggung jawab atas terpilihnya

pimpinan yang yang mengecewakan karena rakyat yang memilih. Hal ini berarti

bahwa dia juga memberikan dirinya beban tanggung jawab karena dia adalah

bagian dari rakyat yang ikut memilih. Ucapannya itu menunjukkan solidaritas dan

aplikasi maksim kemurahan hati. Dia membagi beban kesalahan antara

penyelenggara pilkada atau pil nasional dengan rakyat termasuk dirinya sendiri.

P1-10 juga dapat dikatakan sudah mengaplikasikan maksim cara karena apa yang

disampaikan dapat dimengerti meskipun kalimatnya panjang dan tidak relevan.

Pembawa Acara

Tetapi mengapa begitu sulit kemudian untuk memproses lebih lanjut mengenai politik uang ini? Mengapa begitu sulit untuk membuktikannya? Pak P1.

Politisi 1 - Data 12 (P1-12)

Tetapi begini mbak, satu ada kebutuhan yang sangat besar dari para calon itu, untuk berkuasa lagi atau ingin berkuasa. Terutama tersangka itu ingin

Page 171: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

171

berkuasa lagi, Mbak. Supaya dengan kekuasaannya nanti bisa menutupi bolong-bolong ya, selama dia berkuasa lagi itu bisa ya apa namanya angguk geleng ya sama apa, sama penegak hukum itu supaya kemudian diputihkan begitu ya. Jadi mengharapkan, tadi Pak dengar ga kita bicara tadi mengharapkan orang itu tahu diri. Tersangka usaha maju itu memang menghayal itu, justru tersangka mumpung masih ada kemungkinan maju lagi begitu... kalau berkuasa nanti bisa menutup ...

P1-12 menyatakan bahwa pejabat yang melakukan kejahatan akan berusaha

untuk kembali berkuasa agar kejahatan masa lalunya dapat ditutupi dan selama

berkuasa dapat bekerja sama dengan penegak hukum untuk menutupi

kejahatannya.

Kalimat “Selama dia berkuasa lagi itu bisa ya apa namanya angguk geleng ya

sama apa, sama penegak hukum itu supaya kemudian diputihkan begitu ya.” Yang

diucapkan oleh P1-12 mengandung ketidakjelasan karena tidak jelas penegak

hukum yang mana yang bisa diajak kerja sama (angguk geleng) oleh seorang

tersangka dan apa yang diputihkan. Oleh sebab itu, P1-12 dapat dikatakan sudah

melanggar maksim cara. Akan tetapi, pelanggaran terhadap maksim cara ini dapat

bertjuan untuk menjaga muka positif orang yang dimaksud dapat diajak angguk

geleng, sehingga dalam hal ini, P1-12 sedang mengaplikasikan maksim

kebijaksanaan karena ketidakjelasan itu memberi keuntungan pada orang yang

bisa diajak angguk geleng itu. Ada pertentangan antara maksim cara dan maksim

kebijaksanaan di sini. Bagian akhir pembicaraannya juga melanggar maksim cara

karena tidak jelas apa yang disampaikan tentang penegak hukum mana yang

dimaksud. Citra penegak hukum secara keseluruhan juga dirusak karena dikatakan

bersedia bekerja sama dengan pelaku kejahatan dan hal ini melanggar maksim

Page 172: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

172

kebijaksanaan. Apabila disimak lebih jauh, pembicaraan P1-12 tidak menjawab

pertanyaan pembawa acara, dengan demikian dia melanggar maksim relevansi.

Kata/frasa yang diberi tekanan adalah “berkuasa lagi”, “ingin berkuasa”,

“tersangka”, dan “diputihkan” diucapkan untuk menekankan bahwa pelanggar

hukum memang ingin berkuasa untuk menutupi kejahatannya pada masa lalu

dengan jalan bekerja sama dengan aparat hukum.

P1-12 melanggar tiga maksim yaitu, maksim relevansi, maksim cara yang

dilanggar sebanyak dua kali, dan maksim kebijaksanaan sehingga

ketidaksantunannya adalah

3 ---- X 100% = 30%. 10

Tingkat pelanggaran kesantunan tiga puluh persen menunjukkan bahwa P1-

12 adalah politisi yang santun. P1-12 dalam pembicaraannya mencoba bersikap

lebih santun dengan menggunakan kata sapaan “Mbak” pada pembawa acara yang

berarti bahwa dia mengaplikasikan maksim penerimaan karena kata sapaan itu

dalam budaya Jawa adalah kata sapaan santun yang diperuntukkan untuk wanita

yang lebih muda daripada pembicara, dan bukan berarti “kakak” . Dia juga

mengaplikasikan maksim kebijaksanaan dengan tidak menyebut secara langsung

siapa aparat hukum yang bisa mempermainkan hukum. Dia juga mengaplikasikan

maksim kuantitas karena dia menjawab melalui kalimat-kalimat yang tidak

berlebihan meskipun tidak relevan dan tidak jelas.

Berikut ini adalah data 13 yang merupakan jawaban P1 untuk pertanyaan

yang diajukan oleh penonton yang merupakan seorang mahasiswa.

Page 173: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

173

Mahasiswi.

Bismillahirohmanirohim, nama saya ST dari Universitas ....... . mmm tadi saya ingin menyikapi dari pernyataan Pak e... P1, e... tentang tindakan kita sebagai mahasiswa, e... sekarang kita itu terkadang sering berbicara kalau dari mahasiswa, e... kita harus mengikis berapa generasi sih untuk e... menyingkirkan permasalahan politik, permasalahan kesehatan, permasalahan segala macam yang ada di bangsa ini? Dan tadi P1 juga eh P1 juga mengatakan tentang tindakan nyata sebagai presiden, nah saya ingin menanyakan pada P1 dan juga P2, mmm kalau misalkan pertama, mmm sebagai mahasiswa kalau menurut bapak-bapak ini kita sebagai mahasiswa harusnya ngapain sih kalau menurut Bapak-bapak?. Dan yang kedua, kalau misalkan mmmm bapak bapak ini memiliki posisi jabatan yang penting dinegara ini, e... step by stepnya untuk mengikis sedikit demi sedikit itu seperti apa? Terimakasih, salamwalaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Politisi 1 – Data 13 (P1-13)

Pada adik saya jadi yang pertama tadi, kalau sebagai partai saya bukan ketua lagi ya, tetapi cuma penasihat, tetapi saya masih bisa bicara atas nama partai itu. Menurut saya ada sebuah moral e... apa namanya, nilai moral yang sangat mendasar ya. Manusia itu besok bertanggungjawab dihadapan Allah, itu raptil nya sendiri, jadi istilahnya wala tajru wajhu wijrotil ukhro. jadi ga peduli partainya bicara apa, koalisinya bicara apa, kalau salah harus katakan salah, bener katakan bener titik ya. Itu namanya politisi yang punya integritas. Jangan atas nama koalisi kemudian ga berani mengatakan yang benar malah yang hitam dikatakan putih, dan sebaliknya. Saya kira itu tindakan yang tidak terpuji. Saya kira, anda sekalian mumpung masih muda tolong ini diingat ya, jadi yang penting kita tu harus bertanggungjawab atas diri kita sendiri, tidak boleh lantas bersembunyi dipayung partai, yayasan, foundation, jaamiyah dan lain-lain. Dan yang kedua, saya rasa saya tidak ingin memberitahu apa karena saya sudah kakek-kakek jadi kalau saya bicara apa mahasiswa mungkin saya ga cocok lagi, tetapi ya, ada semacam universal apa, image begitu ya, bahwa mahasiswa adalah moral force, mahasiswa itu adalah kekuatan moral, sekalipun bukan kekuatan politik real, tetapi sesungguhnya amat sangat menentukan arah dari sebuah bangsa. Mengapa? Karena mahasiswa itu punya bapak punya ibu punya paman punya bibi, dia merefleksikan kehendak rakyat. Jadi kalau ada negara mengatakan apa itu mahasiswa cuma secuil dari rakyat itu namanya negara bodoh ya. Rak... e.. jadi begini, mahasiswa itu adalah wakil daripada rakyat karena apa tadi itu ya, punya bapak, ibu, adik, paman dan lain-lain.

Page 174: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

174

P1-13 mengatakan bahwa orang harus punya tanggung jawab moral dan harus

bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Tidak perduli partainya berkata apa, kalau

salah katakan salah. Jangan karena koalisi, yang salah dikatakan benar.

Mahasiswa harus menjadi diri sendiri karena mahasiswa adalah kekuatan moral

yang dapat menentukan arah sebuah bangsa. Hanya negara bodoh yang tidak

mengakui kekuatan mahasiswa sebagai wakil rakyat.

Jawaban P1-13 banyak menunjukkan tidak adanya relevansi antara

pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Misalnya, P1-13 mengatakan “Kalau

sebagai partai saya bukan ketua lagi ya, tetapi cuma penasihat, tetapi saya masih

bisa bicara atas nama partai itu.” Penanya tidak menanyakan sesuatu tentang

posisinya di sebuah partai. Jadi, apa yang dikatakan melanggar maksim relevansi.

Hanya sedikit sekali ucapan P1-13 yang menjawab pertanyaan mahasiswa tentang

apa yang seharusnya mereka lakukan, yaitu mereka diminta sebagai moral force.

Maksim relevansi juga dilanggar pada saat dia berbicara masalah koalisi. Apa

yang dilakukan di sana bukan menjawab pertanyaan melainkan mengeluarkan isi

hatinya tentang keberadaan koalisi dan partai-partai yang bergabung di dalamnya.

Jawabannya P1-13 terlalu melebar sehingga melanggar maksim kuantitas. Akan

tetapi, P1-13 juga bersikap santun dengan mengaplikasikan maksim penerimaan,

yaitu pemberian penghargaan pada mahasiswa dengan mengatakan mereka

sebagai moral force yang sangat penting bagi perjuangan negara menuju ke arah

yang lebih baik.

Pendapatnya tentang koalisi itu dipertajam dengan memberi tekanan pada

kata/frasa “ga perduli”, “bener katakan bener titik”, dan “atas nama koalisi”.

Page 175: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

175

P1-12 melanggar dua maksim, yaitu maksim kuantitas dan maksim relevansi

yang dilanggar sebanyak dua kali. Berdasarkan paparan di atas, ketidaksantunan

P1-13 adalah

2 ---- X 100% = 20%. 10

Pelanggaran maksim sebesar dua puluh persen menjadikan P1-13 politisi

yang sangat santun. Kesantunannya dipertinggi dengan mengaplikasikan maksim

kemurahan hati dengan mengatakan “Saya sudah kakek-kakek jadi kalau saya

bicara apa mahasiswa mungkin saya ga cocok lagi.” Dia juga mengaplikasikan

maksim penerimaan dengan mengatakan “Pada adik saya jadi yang pertama tadi”.

P1-13 menyebut mahasiswa sebagai adiknya, padahal apabila dilihat status

sosialnya, P1-13 mempunyai status lebih tinggi dari mahasiswa itu, dan juga

dengan mengatakan mahasiswa sebagai moral force. Dengan mengucapkan hal itu

P1-13 sudah memaksimalkan rasa hormat pada orang lain. P1-13 juga

mengaplikasikan maksim cara karena jawabannya dapat dimengerti meskipun

berlebihan dan tidak relevan dengan pertanyaan.

Berdasarkan uraian di atas, secara keseluruhan ketidaksantunan yang

dilakukan oleh P1 adalah

50 + 30 +50 + 30 + 20 + 40 + 30 + 40 + 20 + 50 + 30 + 20 = 30,77%. 12 Untuk mempermudah pemahaman, deskripsi di atas dapat dilihat pada tabel

berikut.

Page 176: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

176

Tabel 4.1: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 1

Politisi – Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P1-1

Cara Kuantitas Penerimaan Kebijaksanaan Kesimpatian

50% Cukup Santun

P1-2

Kesimpatian Kebijaksanaan Kemurahan Hati

30% Santun

P1-3

Cara Kjebijaksanaan Penerimaan Kesimpatian Kemurahan Hati

50% Cukup Santun

P1-4

Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan

30% Santun

P1-5

Cara Kebijaksanaan

20% Sangat Santun

P1-(6-7)

Cara Penerimaan Kualitas Kesimpatian

40% Santun

P1-8

Penerimaan Kebijaksanaan Kemurahan Hati

30% Santun

P1-9

Kebijaksanaan Cara Kuantitas Relevansi

40% Santun

P1-10

Penerimaan Kebijaksanaan

20% Sangat Santun

P1-11

Kebijaksanaan Kemurahan Hati Penerimaan Relevansi Kuantitas

50% Cukup Santun

P1-12

Cara Kebijaksanaan Relevansi

30% Santun

P1-13

Relevansi Kuantitas

20% Sangat Santun

Politisi 1: Santun (30,77%)

Page 177: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

177

Ketidaksantunan sebesar 30,77% menunjukkan bahwa P1 adalah seorang politisi

yang santun dalam berbahasa. Dalam kesempatan berbicara sebanyak tiga belas

kali, frekuensi pelanggaran maksim dapat ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 4.2: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 1

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 10

2. Maksim penerimaan 7

3. Maksim cara 6

4. Maksim Kesimpatian 5

5. Maksim relevansi 4

6. Maksim kemurahan hati 4

7. Maksim kuantitas 4

8. Maksim kualitas 0

9. Maksim kerendahan hati 0

10. Maksim kecocokan 0

Urutan pelanggaran maksim kesantunan di atas menunjukkan bahwa P1

cenderung mengeluarkan pernyataan yang merugikan dan merendahkan orang lain

melalui jawaban yang tidak jelas ke mana acuannya.

Strategi kesantunan yang digunakan oleh P1 adalah (1) pengaplikasian

maksim penerimaan dengan menggunaan kata yang santun, penggunaan

implikatur percakapan dan penggunaan kalimat berpagar, (2) pengaplikasian

maksim kemurahan hati dengan menggunakan pronomina inklusif “kita” dan

meminimalkan kesalahan orang lain, (3) pengaplikasian maksim kebijaksanaan

dengan membuat ucapannya tidak merugikan orang lain, (4) pengaplikasian

maksim kuantitas karena kalimat-kalimatnya efektif, (5) pengaplikasian maksim

Page 178: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

178

cara karena apa yang disampaikan dapat dimengerti, dan (6) pengaplikasian

maksim relevansi karena jawabannya relevan dengan pertanyaan.

Dalam ucapan-ucapannya sudah terjadi benturan antara maksim cara dan

maksim kebijaksanaan. Akan tetapi benturan ini hanya akan terjadi apabila

pembicara memang mengatakan sesuatu secara terselubung dalam usahanya

melindungi muka seseorang. Benturan tidak akan terjadi apabila pembicara

mempunyai tujuan lain dalam pelanggaran maksim cara, misalnya untuk

mendominasi percakapan, atau untuk mengaburkan inti pembicaraan.

4.2.1.2 Analisis Data Politisi 2 (P2)

Berikut ini adalah data yang berasal dari pembicaraan P2 yang diucapkan

berdasarkan pertanyaan dari pembawa acara dalam tayangan “Lucunya Negeri

Ini”. Semua pertanyaan dan jawaban berikut mengacu pada narasi pertama dan

kedua.

Pembawa acara

Baik, langsung saja kita mulai perbincangan kita pada malam hari ini, tetapi sebelumnya saya ingin menanyakan pada Pak P2, tadi Pak P2 mengatakan sangat sedih; saya berasumsi sangat sedih melihat kondisi bangsa ini, apakah betul demikian Pak?

Politisi 2 – Data 1 (P2-1)

Iya, betul demikian karena ketika para founding fathers dulu berjuang luar biasa mati-matian, berjibaku, dan kemudian menelorkan suatu slogan merdeka atau mati kan ga pernah terbayangkan bahwa akan menghadirkan negri... yang kemudian semacam ini, atau semacam penegakan hukum yang semacam ini. Ketika pun mahasiswa dan Pak P1 ketika itu memperjuangkan reformasi pasti kan tidak terbayangkan bahwa tiga belas tahun kemudian akan terjadi seorang Gayus yang bisa begitu luar biasa memperdaya hakim, polisi, imigrasi, kemana-mana dan bahkan belakangan menghadirkan tadi yang menghadirkan banyak orang barangkali tertawa tetapi juga sangat geram begitu; bagaimana mungkin

Page 179: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

179

dalam posisi ini dia bisa meminta untuk atau mengajukan diri sebagai staff ahli Kapolri, Kejagung maupun juga untuk membera... dan dua tahun dia bilang akan membersihkan... Sekarang barangkali dalam teori kedokteran, barangkali ada juga bahwa kalau kita ingin membasmi penyakit ya kasi juga kuman sejenis untuk membasmi penyakit itu. Tetapi siapa yang akan percaya dengan Gayus? Ketika pernyataan-pernyataannya menghadirkan ketidak jujuran, yang menghadirkan dalam tanda kutip secara terbuka me... betul-betul hukum adalah sesuatu yang bisa dipermainkan, sesuatu yang bisa diperjualkan, bahkan sesuatu yang bisa dibohongkan sekalipun. Kita tahu bagaimana dia mati-matian menyangkal dia pergi ke e.. Bali. Ternyata terbukti pergi ke bali. Dia pun menyangkal pergi ke luar negeri; ke Singapore, dan sebagai...e...Singapore, Macao, dan sebagainya dan ternyata itulah kejadiannya. Jadi sekali lagi ini adalah satu fakta yang terpampang didepan kita bangsa Indonesia. Tentulah tidak untuk diikuti, tidak untuk kemudian dijadikan sebagai suatu e.. trend, suatu mode yang akan diikuti oleh yang lain, tetapi sesuatu yang harus, saya dalam beragam wawancara saya katakan, harus menampar para penegak hukum untuk kemudian sadar dan segera untuk kemudian menghadirkan e.. martabat hukum, dan kemudian menghadirkan suatu koreksi yang mendasar terhadap Republik Indonesia.

P2-1 ingin menyampaikan bahwa dulu para pendiri negara ini berjuang mati-

matian untuk mendirikan negara ini. Kemudian P1 memperjuangkan reformasi.

Akan tetapi kemudian Gayus berhasil memperdaya hakim, polisi, dan imigrasi.

Dia bisa pergi kemana pun dengan bebas meskipun sudah menjadi tahanan.

Mungkin kalau dia menjadi staf ahli kapolri atau kejagung seperti permintaannya

ibaratnya akan menjadi seperti membasmi penyakit dengan kuman sejenis.

Namun Gayus sudah terkenal tidak jujur. Dia bisa mempermainkan hukum.

Kelakuan Gayus ini jangan ditiru, tetapi harus dapat menyadarkan penegak

hukum agar dapat menegakkan martabat hukum di Indonesia.

Kalimat “Ga pernah terbayangkan bahwa akan menghadirkan negeri... yang

kemudian semacam ini atau semacam penegakan hukum yang semacam ini” yang

diucapkan oleh P2-1 menyiratkan sesuatu yang tidak jelas. Negara macam apa dan

penegakan hukum macam apa yang dia maksud. Perkataannya ini melanggar

Page 180: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

180

maksim cara karena mengandung ketidakjelasan. Apabila dilihat konteksnya,

dapat dikatakan kata/frasa “semacam ini” mempunyai makna yang tidak baik.

“Negeri semacam ini” maksudnya adalah negeri yang memungkinkan terdakwa

dilantik menjadi walikota, malahan dengan menggunakan fasilitas negara.

“Penegakan hukum semacam ini” maksudnya adalah penegakan hukum yang

tidak benar, yang dapat dikendalikan oleh uang dan kekuasaan. Dalam hal ini,

perkataan P2-1 melanggar maksim kebijaksanaan karena penyelenggara negara

dan aparat penegak hukum akan merasa dirugikan dengan pernyataan itu.

Kalimat “Seorang Gayus yang bisa begitu luar biasa memperdaya hakim,

polisi, imigrasi, kemana-mana...” yang diucapkan oleh P2-1 juga melanggar

maksim kesantunan. Hakim, polisi, imigrasi adalah lembaga yang besar yang

berkaitan dengan hukum. Dengan mampunya seorang Gayus memperdaya

mereka, dapat dikatakan bahwa mereka benar-benar tidak mampu di bidangnya.

Hal ini dinyatakan di depan umum oleh P2-1 sehingga dapat dikatakan melanggar

maksim kesimpatian karena ucapannya itu dapat meminimalkan rasa simpati

pendengar pada ketiga lembaga itu. Ujaran itu juga melanggar maksim

kebijaksanaan karena sudah menimbulkan kerugian nama baik ketiga lembaga itu.

Hukum adalah sesuatu yang harus dihormati dan kemudian ditaati, tetapi dari

pernyataan yang diucapkan oleh P2-1, hukum itu adalah sesuatu yang bisa

dipermainkan, diperjualkan dan bahkan dibohongkan. Aparat hukum dirugikan

dengan pernyataan itu dan hal itu melanggar maksim kebijaksanaan.

P2-1 mengatakan bahwa fakta bahwa seorang tahanan dapat pergi jalan-jalan

ke Bali, Singapura dan Macao seharusnya dapat menampar para penegak hukum

Page 181: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

181

sehingga martabat hukum dapat dikembalikan. Meskipun kata “menampar”

digunakan secara metaforis, P2-1 sudah menunjukkan rasa tidak hormatnya pada

penegak hukum dan menganggap mereka itu patut diberi pelajaran dengan cara

menampar. Kata “menampar” terdengar kasar, akan lebih baik kalau kata

“menampar” itu diganti dengan kata “menyadarkan”. Atau ada kemungkinan

bahwa pelanggaran yang sudah dilakukan oleh penegak hukum sudah demikian

beratnya sehingga pantas “ditampar”. Hal ini melanggar maksim penerimaan.

Pada dasarnya P2-1 ingin menyampaikan bahwa penyelenggaraan negara dan

penegakan hukum di negara ini masih harus diperbaiki sehingga mencapai standar

yang diinginkan pada waktu reformasi. Keinginan ini dinyatakan juga melalui

penekanan pada kata-kata “reformasi”, “memperdaya (hakim, polisi dan

imigrasi)”, dan “dibohongkan”.

Berdasarkan paparan di atas, P1-2 sudah melanggar maksim cara, maksim

kebijaksanaan yang dilanggar sebanyak tiga kali, maksim kesimpatian dan

maksim penerimaan. Meskipun pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan

dilakukan sebanyak tiga kali, pelanggaran kesantunan yang dilakukannya adalah

4 ---- X 100% = 40%. 10 Nilai pelanggaran kesantunan yang sebesar empat puluh persen menjadikan

P2-1 politisi yang santun. Nilai kesantunannya bertambah karena P2-1

mengaplikasikan maksim penerimaan dan maksim kesimpatian pada saat dia

mengatakan “Para founding fathers dulu berjuang luar biasa mati-matian,

berjibaku, dan kemudian menelorkan suatu slogan merdeka atau mati” dan

Page 182: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

182

kalimat “Ketika pun mahasiswa dan Pak Amien Rais ketika itu memperjuangkan

reformasi”. Kedua pernyataan itu menunjukkan rasa hormat pada “founding

fathers” , mahasiswa dan Pak P1 yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa

simpati pada mereka. Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan maksim

relevansi karena jawabannya tidak berlebihan dan relevan dengan pertanyaan

pembawa acara. Akan tetapi nilai kesantunannya pun dapat berkurang karena

pemilihan kata yang tidak pantas, yaitu “menampar”.

Pembawa acara

(Semua tertawa) seperti itu ya, gimana Pak P2? (Pembawa acara bertanya tentang apakah benar tidak ada “ikan teri” makan “ikan paus”)

Politisi 2 – Data 2 (P2-2)

Bahkan yang sering paus itu juga bersamanya ada teri-teri juga yang mengitarinya bersama-sama diapun ikut membersihkan kulitnya bersama ikan paus, dan lain sebagainya. Jadi teri dan paus juga bukan berarti akan saling me... akan saling bertarung atau akan saling membongkar, bisa jadi akan saling berkolaborasi lagi nanti si teri dan paus mebuat skandal-skandal baru yang e... lebih dahsyat lagi. Tetapi ya lepas dari pernyataan Gayus, apapun bangsa ini tetap harus maju dan tidak boleh kemudian hanya berhenti dan kemudian menjadi sesuatu yang semakin membenarkan dan e... semakin kalah dengan perilakunya Gayus. Saya yakin e... ratusan juta bangsa ini tidak akan rela kalau kemudian mereka begitu saja dinistakan, dikalahkan, dan kemudian dibuat menjadi sesuatu yang seolah-olah negeri ini me...mainannya dia. Dari sekian banyak e... katakanlah mereka-mereka yang mungkin menjadi bagian dari godfathers maupun juga mungkin godmothers juga, karena kan kita juga kenal juga tokoh-tokoh dalam tanda kutip yang bukan berkonotasi fathers, tetapi juga kemudian memainkan hukum. Seperti kasus Artalita Suryani itu kan juga bukan tidak kalah dahsyatnya juga. Jadi siapapun yang ada dibalik itu, sesungguhnya dan termasuk Gayusnya, dengan kedahsyatan yang tadi telah disampaikan oleh Pak P1 menurut saya ya tetap harus dijadikan sebagai penampar untuk bangsa ini untuk e... untuk sadar kembali atau untuk bangkit kembali untuk melanjutkan perjuangan yang memang tidak pernah berhenti dan tidak tidak pernah sepi daripada e... tantangan, ujian

Page 183: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

183

dan inilah bagian daripada sunatoh dalam kehidupan dan saya masih percaya bahwa bangsa-bangsa yang lainpun juga pernah mengalami problem-problem yang tidak kalah dahsyat daripada perjalanan bangsa kita. Tetapi bahwa kemudian ini permasalahan yang e... membuat kita semuanya menjadi e ada ada marah, ada gregetan, ada tidak rela, ada sedih, ya pastilah itu.

Makna yang tersirat di dalam ucapan P2-2 adalah ikan paus merefleksikan

penjahat besar (yang biasanya orang kaya dan berpangkat) dan ikan teri

merefleksikan penjahat kecil (orang yang melaksanakan kejahatan yang dirancang

oleh penjahat besar). Penjahat besar dan kecil saling berkelahi, tetapi juga bisa

bekerja sama untuk melakukan kejahatan besar. Rakyat Indonesia tidak boleh

kalah oleh Gayus yang membuat seolah-olah negara ini mainannya. Perbuatan

Gayus seharusnya dapat menyadarkan bangsa Indonesia untuk melanjutkan

perjuangan memberantas korupsi.

Apabila dilihat secara keseluruhan, jawaban P2-2 sangat panjang, berlebihan,

sedangkan yang relevan dengan pertanyaan hanya enam baris pertama. Sisanya

merupakan pernyataannya bahwa penjahat besar di Indonesia tidak hanya laki-laki

tetapi perempuan juga ada yang penjahat besar. Kemudian, uraiannya itu

dilanjutkan dengan uraian tentang masalah yang juga dihadapi negara lain yang

tidak berhubungan dengan pertanyaan pembawa acara. Karena jawaban P2-2 itu

panjang, dan hanya sedikit bagian awalnya yang relevan sehingga menimbulkan

kebingungan bagi yang mendengarkan, dapat dikatakan bahwa P2-2 melanggar

maksim kuantitas, relevansi, dan maksim cara.

Kalimat “Jadi siapa pun yang ada di balik itu, sesungguhnya dan termasuk

Gayusnya, dengan kedahsyatan yang tadi telah disampaikan oleh Pak P1 menurut

saya ya tetap harus dijadikan sebagai penampar untuk bangsa ini...” tidak jelas

Page 184: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

184

menunjukkan siapa yang dengan begitu luar biasanya mampu mempermainkan

hukum. Pemirsa pun berkeinginan untuk tahu dengan lebih pasti, siapa oknum-

oknum itu. Akan tetapi, P2-2 tidak menyatakan dengan jelas karena memang

mungkin dia tidak tahu sehingga dapat dikatakan dia melanggar maksim cara.

Apabila dia sengaja melindungi muka negatif orang itu dengan mengaplikasikan

maksim kebijaksanaan sehingga tidak merugikan orang yang berada di balik

permainan hukum tersebut maka maksim cara dan maksim kebijaksanaan akan

berbenturan.

Kalimat “Jadi teri dan paus juga bukan berarti akan saling me... akan saling

bertarung atau akan saling membongkar, bisa jadi akan saling berkolaborasi lagi

nanti si teri dan paus membuat skandal-skandal baru yang e... lebih dahsyat lagi”

yang diucapkan oleh P2-2 mengandung metafora. Penjahat semacam Gayus

dianggap kecil, jadi disamakan dengan ikan teri dan pelindungnya yang

merupakan orang besar dan kaya disebut ikat paus. Pernyataannya mengandung

makna merendahkan ikan paus yang mau berkolaborasi dengan ikan teri.

Pernyataan ini melanggar maksim penerimaan karena sudah menunjukkan rasa

tidak hormat dengan cara merendahkan martabat si “ikan paus”. P2-2 juga tidak

dengan jelas menyebutkan siapa yang dimaksud dengan “ikan teri” dan “ikan

paus”. Apakah “ikan teri” itu hanya Gayus saja atau ada orang lain lagi. Kalimat

ini melanggar maksim cara apabila P2-2 memang menginginkan agar pemirsa

tidak mendengar langsung siapa saja yang dimaksud “ikan teri” dan “ikan paus”

itu langsung dari mulutnya. Akan tetapi apabila P2-2 tidak mengatakan siapa

Page 185: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

185

mereka dengan jelas karena ingin melindungi muka negatif mereka agar mereka

tidak dirugikan, maka maksim cara dan maksim kebijaksanaan akan berbenturan.

Kata/frasa yang diberi penekanan yaitu “ada teri-teri”, “saling bertarung”,

“membongkar”, “berkolaborasi”, “dinistakan”, “dikalahkan”, “godfather”,

“godmother”, “memainkan hukum” menunjukkan bahwa P2-2 ingin

menyampaikan bahwa di negara ini penjahat besar dan kecil saling bermusuhan

tetapi dapat juga berteman untuk membuat kejahatan lain yang lebih hebat.

Rakyat hendaknya melawan semua hal ini dan dia yakin rakyat tidak akan bisa

dikalahkan oleh para penjahat. Dia juga menyebutkan bahwa penjahat besar di

negara ini tidak hanya laki-laki, tetapi wanita dapat juga menjadi penjahat besar.

Paparan di atas menunjukkan ada empat maksim kesantunan yang dilangar

oleh P2-2, yaitu maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim cara yang dilanggar

tiga kali, dan maksim penerimaan. Hal ini berarti bahwa pelanggaran

kesantunannya adalah

4 ---- X 100% = 40%. 10 Pelanggaran sebesar empat puluh persen menjadikan P2-2 politisi yang

santun. Kesantunannya semakin terlihat pada saat dia mengaplikasikan maksim

kebijaksanaan dengan cara tidak menyebut dengan jelas siapa saja yang dimaksud

“ikat teri” dan “ikan paus” dan juga tidak menyebutkan dengan jelas siapa saja

yang mampu mempermainkan hukum. Dia juga menggunakan metafora “ikan

teri” dan “ikan paus” untuk menghindari penggunaan kata “penjahat”. Dia juga

memberi pujian pada bangsa ini pada saat dia mengatakan, “Saya yakin e...

ratusan juta bangsa ini tidak akan rela kalau kemudian mereka begitu saja

Page 186: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

186

dinistakan, dikalahkan, dan kemudian dibuat menjadi sesuatu yang seolah-olah

negeri ini me... mainannya dia.” Melalui ujaran yang sama dia juga

mengaplikasikan maksim kualitas dengan cara meyakini apa yang dikatakannya

benar melalui kalimat “Saya yakin .... .” dan “saya masih percaya” dalam

ujarannya “...dan saya masih percaya bahwa bangsa-bangsa yang lainpun juga

pernah mengalami problem-problem yang tidak kalah dahsyat daripada perjalanan

bangsa kita.”

Pembawa acara

Nah kalau kita bicara sekarang mengenai ikan paus yang dimaksud oleh Pak... oleh oleh Gayus ini artinya di di level mana begitu? Apa bisa di kira-kira apabila memang ada grand scenario untik menutup-nutupi ini semua? Akan sampai kemana ujungnya, Pak P2?

Politisi 2 – Data 3 (P2-3)

Ya untuk sampai ke ujung saya kira e.. saya ikut mengomentari yang tadi tadi telah disampaikan Pak P1, justru kalau menurut saya memang ketika kemudian kasus ini tidak dibongkar, inilah yang akan menghancurkan negara. Kar... oh ya, karena semua kita menjadi tidak percaya dengan penegakan hukum. Semua kita menjadi saling mencurigai, semua kita menjadi tidak bisa saling dipercaya omongannya. Terus bangsa mana yang hukumnya dibiarkan menjadi tidak dipercaya kemudian dia bisa bangkit? Negara maju mana yang kemudian membiarkan hukumnya menjadi permainan dan kemudian tidak membawa pada perbaikan? Negara mana yang kemudian bisa tumbuh kuat menjadi sesuatu yang ditakuti, mempunyai hibah pada pada dunia? Mempunyai aura yang kuat ditingkat dunia ketika bahkan antara bangsanya saja tidak saling mempercaya? Tidak ada! Jadi justru kalau kita ingin menyelamatkan bangsa ini, kasus Gayus ini harus dibongkar sampai keakar-akarnya. Ya mohon maaf, berapapun yang kemudian terlibat, saya yakin tidak sampai sepuluh juta. Habis buka... sepuluh juta orang di Indonesia begitu maksud saya, ...

Ucapan P2-3 menyiratkan bahwa penegakan hukum tidak dapat dipercaya

dan akhirnya kita saling mencurigai. Kasus Gayus harus dibongkar untuk

menyelamatkan bangsa ini.

Page 187: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

187

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh P2-3 tidak relevan dengan pertanyaan

pembawa acara karena ia hanya memaparkan dampak terbongkarnya suatu

kejahatan. Karena jawabannya tidak relevan, maka P2-3 dapat dikatakan

melanggar maksim relevansi. Dalam jawabannya P2-3 mengaplikasikan maksim

kerendahan hati dengan menggunakan ungkapan “mohon maaf” pada kalimat ”Ya

mohon maaf, berapa pun yang kemudian terlibat, saya yakin tidak sampai sepuluh

juta.”. Dia juga mengaplikasikan maksim kualitas melalui ungkapannya “Saya

yakin...” yang menunjukkan bahwa dia yakin apa yang dikatakannya benar.

Karena P2-3 hanya melanggar satu maksim saja yaitu maksim relevansi,

tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

1 ---- X 100% = 10%. 10

Tingkat ketidaksantunan yang hanya 10% membuat P2-3 menjadi politisi

yang sangat santun dan tingkat kesantunannya semakin tinggi karena dia

mengaplikasikan maksim kerendahan hati dan maksim kualitas. P2-3 juga

mengaplikasikan maksim kuantitas dan cara karena panjang kalimatnya tidak

berlebihan dan dapat dimengerti dengan jelas meskipun tidak relevan dengan

pertanyaan pembawa acara.

Pembawa acara

(tertawa) gimana Pak Hidayat melihatnya? Apakah, kemudian ada juga yang mengatakan ini ada semacam e... barter politik yang saat ini, barter hukum gitu terjadi antar parpol misalnya yang masing-masing parpol tersandera dengan, dengan dengan kasus-kasus hukumnya begitu, ada kasus Miranda Gate, kasus Century dan sebagainya. Sampai kemana ini ujungnya Pak P2?

Page 188: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

188

Politisi 2 – Data 4 (P2-4)

Ya, saya khawatir itu logika yang sama dengan logika yang tadi dika.. disampaikan bahwa kalau kasus Gayus dibongkar maka akan membuat Indonesia gonjang-ganjing, sama juga kalau kita kemudian memperbesar logika bahwa ini adalah e... barter politik antar partai, antar kekuatan politik, ini kan sama aja akan menyandera kita semuanya untuk tidak pernah menyelesaikan karena ini seolah-olah memang permainan yang sudah settle dan tidak mungkin diselesaikan. Padahal barangkali juga sepertinya tidak. Barangkali bahwa kata...kalaupun ada satu, dua, tiga kasus sampai sepuluh, duapuluh, tigapuluh barangkali, tetapi saya yakin bahwa pada, pada prinsipnya partai-partai tidak menginginkan untuk hadir di apalagi di era reformasi ini hanya untuk kemudian melanggengkan perilaku-perilaku yang dulu mereka koreksi, KKN dan lain sebagainya itu. Dan pasti mereka tahu bahwa Indonesia ini negara hukum, demokrasi, dan apa namanya, informasi dan rekan-rekan media luar biasa mengkritisi dan mengamati, apapun kemudian tetep ada lembaga-lembaga hukum yang mencoba untuk sekalipun dengan beragam catatannya, mencoba untuk menegakkan hukum, saya yakin kok e... kalau kemudian kita membiarkan dia menjadi sesuatu yang seolah-olah tidak bisa dikoreksi karena adanya barter-barter itu, ya sudah berhenti saja. Kita bisa yakin tidak, artinya kalaupun ada masalah- masalah yang dikaitkan dengan partai-partai itu, masih tetap dimungkinkan untuk dikoreksi, dibongkar dan, karena sesungguhnya kan penegakan hukum di Indonesia bukan hanya terkait dengan partai-partai politik. Media masa bisa lantang berbicara, rekan-rekan LSM bisa lantang berbicara, rekan-rekan mahasiswa bisa lantang berbicara, KPK dengan segala catatannya tetep juga bisa lantang berbicara. Jadi menurut saya e... logika tadi mirip saja dengan logika tentang yang yang disampaikan tentang kasus Gayus tadi itu. Jadi...

Makna ucapan P2-4 di atas adalah bahwa barter antar partai dan antar

kekuatan politik membuat kita tidak mampu menyelesaikan masalah. Partai-partai

pada era reformasi tentu tidak mau mengulang kesalahan yang dulu mereka

koreksi. Masalah-masalah yang terkait dengan partai yang masih dapat dikoreksi

atau dibongkar, kalau tidak mau dikoreksi, berhenti saja. Media mahasiswa dan

KPK dapat menjadi alat untuk mengoreksi penegakan hukum tersebut.

P2-4 menyatakan bahwa “...barter politik antarpartai, antar kekuatan politik,

ini kan sama aja akan menyandera kita semuanya... .” Pada saat dia menyebutkan

Page 189: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

189

“barter politik antarpartai” dia tidak menyebutkan partai yang mana. Di Indonesia

ada banyak partai namun tidak semua partai mempunyai kemampuan untuk

melakukan barter. Hanya partai-partai besar yang mempunyai kemampuan itu.

Kalaupun sebuah partai itu besar, belum tentu partai tersebut mau melakukan

barter. Akan tetapi partai besar lebih dari dua sehingga tidak jelas partai mana

yang dimaksud dengan antarpartai mana barter itu dilakukan. Ketidakjelasan ini

membuat P2-4 melanggar maksim cara. Akan tetapi, apabila P2-4 sebenarnya tahu

partai-partai mana yang punya kemampuan barter politik dan tidak

mengatakannya dengan maksud melindungi partai-partai besar itu karena

mungkin P2-4 adalah termasuk anggota salah satu partai besar itu, maka berarti

dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Hal ini berarti ada benturan antara

maksim cara dan maksim kebijaksanaan.

Penekanan yang diberikan pada katafrasa “gonjang-ganjing” , “barter politik”

menunjukkan bahwa tidak hanya kasus Gayus saja yang dapat membuat negara

ini gonjang-ganjing, tetapi barter politik juga dapat menyebabkan negara ini

gonjang ganjing. P2-4 juga memberi tekanan pada kata-kata “dikoreksi”,

“dibongkar” dengan tujuan untuk mempertajam pernyataannya bahwa barter yang

dilakukan oleh partai-partai itu bisa dikoreksi dan dibongkar” agar negara ini

tidak gonjang ganjing.

Dalam kesempatan ini P2-4 hanya melanggar satu maksim yaitu maksim cara

sehingga besar ketidaksantunannya adalah

1 ---- X 100% = 10%. 10

Page 190: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

190

Pelanggaran kesantunan yang hanya sepuluh persen menunjukkan bahwa P2-

4 adalah seorang politisi yang sangat santun. Kesantunannya bertambah karena

dia mengaplikasikan beberapa strategi kesantunan seperti dipaparkan di bawah ini

Pernyataan “...tetapi saya yakin bahwa pada, pada prinsipnya partai-partai

tidak menginginkan untuk hadir di apalagi di era reformasi ini hanya untuk

kemudian melanggengkan perilaku-perilaku yang dulu mereka koreksi, KKN dan

lain sebagainya itu” Yang dikemukakan oleh P2-4 merupakan aplikasi maksim

kualitas karena dalam ujaran itu dia menggunakan ungkapan “saya yakin” yang

menunjukkan bahwa apa yang dikatakannya itu dapat diyakini kebenarannya. Sisa

kalimatnya memberi pujian pada semua partai yang dikatakannya tidak akan mau

terus mempraktikkan KKN dan sebagainya seperti pada zaman sebelum

reformasi. Pernyataan ini merupakan suatu pujian, suatu penghormatan dan hal ini

berarti dia mengaplikasikan maksim penerimaan. Maksim penerimaan juga

diaplikasikan pada pernyataan “Dan pasti mereka tahu bahwa Indonesia ini negara

hukum, demokrasi, dan apa namanya...”. Pernyataan itu mengandung suatu

pengakuan bahwa anggota partai-partai itu cukup pandai untuk dapat menghargai

hukum. Hal ini juga suatu pujian dan penghormatan.

Strategi kesantunan lain yang dilakukan oleh P2-4 adalah strategi membagi

beban. Dalam pernyataan “penegakan hukum di Indonesia bukan hanya terkait

dengan partai-partai politik. Media masa bisa lantang berbicara, rekan-rekan LSM

bisa lantang berbicara, rekan-rekan mahasiswa bisa lantang berbicara, KPK

dengan segala catatannya tetep juga bisa lantang berbicara.”Dia membagi beban

antara partai politik, media masa, LSM, mahasiswa dan KPK. P2-4 juga ikut serta

Page 191: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

191

menanggung beban itu karena dia adalah anggota sebuah partai politik. Membagi

beban ini adalah aplikasi maksim kemurahan hati. P2-4 juga mengaplikasikan

maksim kuantitas dan relevansi karena jawabannya relevan dan disampaikan

secara efektif.

Pembawa acara

Tapi kasus yang mana dulu yang mau dibuka duluan begitu ya Pak ya

(pertanyaan ini diajukan karena banyak sekali kasus yang masih belum

tuntas)

Politisi 2 – Data 5 (P2-5)

kasus yang mana duluan yang mau dibuka, itu bagian-bagian yang tetep bisa kita kritisi kan. E... kita juga bisa membaca e... apakah secara common sense ataupun fakta dilapangan kenapa ini lebih didulukan, kenapa itu yang tidak, mengapa yang e.. rat e puluhan e... trilyunan tidak dikejar, mengapa yang milyaran dikejar? Mengapa kemudian misalnya justru kasus-kasus yang terkait dengan orang-orang di kampung yang sudah tua, sepuh, renta, dengan cepat melakukan vonis tetapi yang yang tidak e... kasus kasus besar yang tidak juga terkait dengan partai politik, tetapi kok begitu cepat juga, maaf begitu amat sangat lambat untuk... kasus Gayus misalnya, saya yakin bukan tid... bukan e... terkait secara langsung dengan partai politik. Mungkin individu-individu barangkali, tetapi partai politik sebagai partai politik saya yakin tidak serta merta ada disana. Ya sekali lagi permasalahan ini saya kira perlu didudukkan pada proporsinya. Ujungnya akan kemana? Sesuatu yang memang e.. bagian dari keseriusan kita semuanya. Apakah memang kita akan kemudian begitu saja mudah dikalahkan oleh logika-logika tentang Gayus, tentang barter. Perkara atau... kalau kita mudah dikalahkan itu dan kita semuanya ternina bobokan oleh logika itu, ya sudah. Itu yang akan berkelanjutan dan ujungnya negeri ini akan hancur. Tetapi kalau kita kemudian e... media, rekan-rekan pers, penegak hukum yang masih punya nurani, partai-partai politik yang nuraninya masih mereka mereka jaga dengan baik, atau mereka individu-individu negeri ini yang tetap mau bekerja untuk Indonesia, kalau ini terus bersama-sama, saya yakin ujungnya adalah ya apa boleh buat, yang salah tetap harus dinyatakan bersalah, dan kemudian mendapatkan punishment nya, dan yang tidak ya tetep dinyatakan tidak karena harus melanjutkan kehidupannya dalam konteks reformasi maupun kita-kita bernegara ini.

Page 192: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

192

Ucapan P2-5 di atas menyiratkan pertanyaan mengapa seolah-olah ada tebang

pilih dalam penyelesaian perkara? Mengapa kasus yang berhubungan dengan

politik selalu sangat lambat penyelesaiannya? Misalnya, dalam kasus Gayus,

mungkin partai tidak terkait secara langsung melainkan individu-individu,

mungkin ada barter. Pers, penegak hukum, partai politik dan individu-individu

yang masih mempunyai nurani, apabila bersatu, pasti dapat menyelesaikan

perkara. Apa boleh buat, yang salah harus dinyatakan bersalah siapa pun dia.

Pertanyaan “Mengapa yang e.. rat e puluhan e... trilyunan tidak dikejar,

mengapa yang milyaran dikejar?” menunjukkan adanya ketidakadilan aparat

hukum dalam menindak suatu kejahatan. Hal ini merugikan aparat hukum

sehingga P2-5 dapat dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan. Pernyataan P2-

5 “kasus kasus besar yang tidak juga terkait dengan partai politik, tetapi kok

begitu cepat juga, maaf begitu amat sangat lambat untuk... kasus Gayus misalnya”

mengandung ketidakjelasan. P2-5 ingin mempertanyakan mengapa kasus besar

yang tidak terkait dengan partai politik dapat cepat diselesaikan tetapi kasus

Gayus sangat lambat. Ketidakjelasan yang ada di dalam pernyataan di atas adalah

ketidakjelasan tentang kasus-kasus besar mana yang tidak terkait partai politik.

Hal ini malanggar maksim cara. Penggunaan pronomina “kita” terlihat dalam

kalimat “Tetapi kalau kita kemudian e... media, rekan-rekan pers, penegak hukum

yang masih punya nurani, partai-partai politik yang nuraninya masih mereka

mereka jaga dengan baik.” Ucapannya yang memasukkan dirinya ke dalam

kelompok yang masih memiliki nurani merupakan cara menghormati diri sendiri

sehingga dapat dikatakan dia melanggar maksim kerendahan hati.

Page 193: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

193

P2-5 berkeinginan agar semua dipikirkan secara proporsional, artinya tidak

menggeneralisasi karena yang terlibat adalah individu, belum tentu partainya.

Individu yang salah harus dihukum. Untuk menekankan keinginannya ini, dia

memberi penekanan pada kata-kata “lambat”, “partai politik”, “nurani”,

“punishment”.

P2-5 melanggar tiga maksim yaitu maksim cara, maksim kebijaksanaan dan

maksim kerendahan hati sehingga pelanggaran kesantunannya adalah

3 ---- X 100% = 30% 10

Besar pelanggaran maksim kesantunan yang hanya tigapuluh persen

menjadikan P2-5 politisi yang santun. Kesantunan itu ditingkatkan dengan cara

membagi beban. Dia membagi beban antara media, partai politik dan individu

yang masih mempunyai nurani dan hal ini adalah aplikasi maksim kemurahan

hati.. Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan maksim relevansi karena

jawabannya relevan dan efisien.

Pembawa acara

Tetapi secara... hmmmm Pak Hida... Pak Hidayat sendiri melihat ini, ini ini ini kan lucu begitu ya? Artinya kemudian kok bisa sampai, sampai hal seperti ini terjadi, walaupun sebenarnya memang dalam undang-undang dimungkinkan, ada celah untuk itu, tetapi... (Pembawa acara menganggap bahwa tidak melantik pejabat terpilih meski pejabat yang terpilih itu seorang tersangka, adalah melanggar undang-undang)

Politisi 2 – Data 6 (P2-6)

Ya, sesungguhnya tadi Prof kita juga sudah memberikan e... apa namanya semacam celah untuk mengkritisi ya. Karena tadi kan ketika mbak Kania menanyakan kenapa kok si yang walikota yang terdakwa kemudian melantik e... pejabat-pejabat yang lain di penjara dan tadi beliau katakan secara norma undang-undang ya tidak bermasalah tetapi secara etika

Page 194: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

194

tempat jadi bermasalah, kan gitu. Jadi ternyata juga bukan hanya norma hukum yang bisa dipegang, tetapi etika hukum pun juga menjadi bagian yang penting untuk di dicermati. Jadi okelah dari sisi norma hukum bahwa memang undang-undangnya mengatur bahwa kalau belum e... berkeputusan tetap dia masih diperbolehkan menjadi kandidat, dan kemudian bahkan dipilih, bahkan dimenangkan dan kemudian dilantik. Tetapi kan tadi norma hukumnya, ternyata juga penting untuk dipertimbangkan. Karena e... saya yakin ini semuanya kan hadir dalam konteks reformasi begitu ya. Reformasi kita kan sesungguhnya sejak dari awal mengkoreksi hukum yang hanya dalam tanda kutip leterlek leterlek media hukum saja dengan mengabaikan norma-norma penegakan hukum itu sendiri. Memang ini problemnya kasus-kasus yang sudah terjadi dan e... apa boleh buat memang demikian. Tetapi harus menjadi pembelajaran yang amat sangat serius ke depan.

Pembawa acara

Bu... buat siapanya ni, artinya kem...

Politisi 2 – Data 7 (P2-7)

Buat semuanya... buat e... buat ... pertama tentu buat pembuat undang-undang, agar kalau membuat undang-undang itu betul-betul mempertimbangkan hal-hal yang seperti ini, sehingga e... saya juga tadi sudah berbicara dengan rekan-rekan di DPR dan mereka sepemikiran dengan Prof e... Djohermansyah Djohan untuk kemudian memang nanti perlu dilakukan perubahan terhadap undang-undang tentang pemilihan kepala daerah ini. Termasuk diantaranya adalah mengetat melakukan pengetatan termasuk diantaranya status. Kalau mereka sudah berstatus tersangka, itu ya harus sudah selesai, tidak boleh kemudian dicalonkan sebagai calon kepala daerah, apakah gubernur, bupati atau walikota. Ini salah satu pintu besar untuk kemudian mengkoreksi dan tidak mengulangi lagi kejahatan-kejahatan semacam ini.

P2–(6-7) menyampaikan bahwa melantik walikota yang merupakan seorang

terdakwa adalah norma undang-undang yang seharusnya juga memperhatikan

etika hukum. Reformasi sebenarnya sudah mengoreksi hukum yang bersifat

tertulis yang tidak memperhatikan norma-norma hukum. Ke depannya pembuat

undang-undang harus berhati-hati agar orang yang bestatus tersangka tidak boleh

dicalonkan lagi menjadi kepala daerah.

Page 195: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

195

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh P2-(6-7) di atas merupakan saran agar

pada masa yang akan datang, bukan saja norma hukum yang harus diperhatikan,

tetapi etika hukum juga harus mendapat perhatian yang besar. Menurut P2-(6-7)

norma hukum sudah tidak dapat diganggu gugat dan hal itu dia tunjukkan melalui

penekanan pada kata-kata “ kandidat”, “dipilih”, dan “dimenangkan”. Akan tetapi

pada saat dia mengatakan bahwa kasus wali kota itu merupakan pembelajaran

yang seharusnya untuk semua, yaitu untuk rakyat yang memilih, untuk

penyelenggara dan untuk pembuat undang-undang, dia memberi beban yang lebih

berat pada pembuat undang-undang seperti pernyataan berikut, “Buat semuanya...

buat e... buat ... pertama tentu buat pembuat undang-undang... .” Hal ini

merupakan pelanggaran kesantunan karena pemberian beban itu merugikan orang

lain. Dalam hal ini dia melanggar maksim kebijaksanaan. Dia juga memotong

kalimat pembawa acara yang berarti bahwa dia tidak menghormati pembawa

acara. Hal ini berarti bahwa dia melanggar maksim penerimaan.

Apabila dianalisis berdasarkan maksim kesantunan, P2-(6-7) melanggar dua

maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan.

Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ---- X 100% = 20 %. 10

Nilai ini menjadikannya politisi yang sangat santun. P2-(6-7) juga meningkatkan

kesantunannya melalui aplikasi maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim

cara karena dia sudah memberi jawaban yang efektif dengan cara yang dapat

dimengerti dan relevan dengan pertanyaan pembawa acara.

Page 196: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

196

Pembawa acara

Politik uang sepertinya... dari tergantung dari parpolnya juga kalau begitu ya. Artinya jangan mendukung pasangan yang memang sudah berstatus tersangka begitu misalnya salah satu diantaranya. Pak Hidayat...

Politisi 2- Data 8 (P2-8)

Ya. Ya pasti, parpolpun juga harus bertanggung jawab karena sekarang kan secara umum ya, memang kemudian diperbolehkan calon perseorangan untuk pilkada, tetapi secara umum, tetap parpol yang kemudian berperan untuk menghadirkan calon, termasuk juga nanti melakukan mekanisme bagaimana calon itu dikomunikasikan ke masyarakat, jadi parpol ini juga harus ikut bertanggungjawab karena kalau kemudian demokrasi ini rusak, parpolpun akhirnya disalah pahami oleh public dan parpol pun akhirnya akan menjadi bagian dari yang tertuduh. Tetapi tadi yang terkait dengan masalah money politic ini, ini juga memang kejahatan yang lain terkait dengan pilkada. Jadi memang ada rakyat yang menunggu diserang pada waktu fajar, menunggu diserang diwaktu maghrib, diwaktu isa, diwaktu duhur diwaktu kapanpun, dan e... kalau tidak diserang malah mereka marah, itu memang fakta besar yang ada dimasyarakat. Tetapi kalau memang seluruh kandidat itu tidak menyerang, ya memang tidak akan ada serangan. Permasalahannya selalu juga ada yang kemudian mempergunakan keinginan publik itu untuk kemudian mereka melakukan serangan. Maka sesuai dengan semangat kedepan revisi itu, menurut saya bagian yang harus diperbaiki adalah pasal-pasal tentang money politic. Jadi betul-betul harus dikerasi yang tentang money politic itu, memang kita tidak bisa mena... mengabaikan bahwa pemilu, pilkada memang suatu perhelatan yang memerlukan anggaran, tetapi anggaran yang juga harus e... legal, bukan anggaran yang kemudian justru akan menghancurkan demokrasi itu sendiri.

Ucapan P2-8 menyiratkan bahwa parpol harus ikut bertanggung jawab atas

terpilihnya seorang kepala daerah karena, meskipun ada calon perseorangan, tetap

saja parpol yang mengatur mekanismenya agar calon tersebut dikenal masyarakat.

Rakyat pemilih juga dapat disogok untuk memilih calon tertentu. Jadi, rakyat juga

harus bertanggung jawab. Sogokan atau money politic dalam pilkada harus diberi

sanksi keras.

Dalam pembicaraan di atas, P2-8 membagi kesalahan dalam proses pemilihan

kepala daerah antara partai politik dan rakyat. Menurutnya, partai politik patut

Page 197: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

197

disalahkan karena, meskipun kandidat itu calon perorangan, tetap saja parpol yang

mengatur mekanisme agar calon tersebut dikenal masyarakat. Rakyat juga patut

disalahkan karena mau dibayar untuk memilih parpol atau kandidat itu. P2-8

mengganggap pemberian uang pada rakyat sebuah fakta. Hal ini dipertegas

dengan memberi penekanan pada kata/frasa “calon”, “money politic”, “fakta

besar”, “dikerasi”. Melalui pernyataannya P2-8 mengaplikasikan strategi

kesantunan, yaitu membagi beban antara rakyat pemilih dan parpol sehingga

dapat dikatakan bahwa dia mengaplikasikan maksim kemurahan hati karena P2-8

juga bagian dari rakyat. P2-8 juga menggunakan metafora “serangan fajar” untuk

menyatakan uang sogok, dan menggunakan kata pinjaman “money politic” yang

berarti uang yang diberikan pada pemilih agar dia memilih calon tertentu.

Metafora dan kata pinjaman ini dapat digunakan untuk menurunkan derajat

tekanan yang terjadi akibat pelanggaran maksim dan dapat juga dikatakan sebagai

aplikasi maksim penerimaan.

Karena P2-8 tidak melanggar maksim kesantunan, nilai kesantunannya

adalah seratus persen dan dia dapat dikategorikan politisi santun. Kesantunan ini

mungkin disebabkan oleh politisi itu yang berusaha untuk bersikap netral agar

tidak menyinggung siapapun. Atau mungkin juga politisi itu memang memiliki

watak santun sehingga apa pun yang dikatakannya tidak memojokkan orang lain.

Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara

karena kalimatnya efektif, mudah dimengerti dan relevan dengan pertanyaan

pembawa acara.

Page 198: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

198

Pembawa acara

Baik baik, Pak P2, yang kongkritnya. Artinya langkah-langkah kedepannya ini apa bisa yang dilakukan Pak... ( Pembawa acara menegaskan pertanyaan mahasiswa tentang langkah-langkah konkret yang harus dilakukan untuk memperbaiki bangsa ini)

Politisi 2 – Data 9

Ya sebenarnya kedepan itu pertanyaan yang kedua, saya ke pertanyaan yang pertama dulu jadi terkait dengan sikap partai saya dan partai koalisi, memang e.. dalam konteks karena partai saya membawa asas islam ya, kami menegaskan tentang prinsip bahwa koalisi itu suatu hal yang juga diperintahkan, tetapi koalisi yang dalam konteks apa? Al Qur’an yang menyebutnya wata’awanu a’lal birri wa taqwa tetapi juga wala ta’awanu a’lal istmi wal udwan. Kita diperbolehkan untuk kerja sama, koalisi bila itu dalam rangka merealisasikan nilai taqwa dan nilai albir. Albir itu bukan minum bir.

(yang lain tertawa) Al bir adalah nilai segala kebajikan. Apapun kebajikkan yang merupakan

mungkin nilai universal bahwa itu baik, silahkan kerja sama. Tetapi begitu koalisi membawa pada al istm dosa, al udwan melanggar hukum, koreksilah koalisi itu. Dengan cara itu anda menyelamatkan koalisi, atau dengan cara itu anda menyelamatkan perjalanan e... perpolitikan yang mestinya dilakukan. Ya e... saya kira konkrit saja ketika rame tentang masalah Century sikap partai saya jelas, sekalipun dampak daripada itu Pak Wisbakhun kemudian sekarang dipenjara begitu. Tetapi ya sudah...ya katanya dituduh LC nya bodong padahal ternyata LCnya tidak bodong...

saya kira sikap PKS tetap ya, selama wata’awanu a’lal birri wa taqwa kita jalan terus. Selama koalisi itu dalam rangka a’lal birri wa taqwa jalan terus. Tetapi ketika koalisi ini mengarah pada al istm al udwan partai saya pasti akan melakukan koreksi.

Oke, konkritnya kedepan ini akan jalan terus, kalau kalau dia membawa pada perilaku yang melanggar hukum misalnya Gayus di dilindungi terus-terusan kita pasti akan kritisi.

Dan kalau tentang step by step tadi e... saya kira kita semuanya teringat dengan satu ungkapan yang masih amat sangat relevan dari seorang pujangga jawa Ronggowarsito, dia mengatakan amenangi jaman edan, ing koyo pambudi, ora edan ora keduman, jadi yang paling penting justru adalah sak bejo-bejane kang lali luwih bejo kang eling lan waspadho jadi artinya adalah secara secara sederhana sekali rekan-rekan mahasiswa pasti melihat segala macamnya menjadi kelabu menjadi buram, menjadi seolah-olah kalau tidak ikutan menjadi ga kebagian, tetapi selalu diingatkan bahwa sudah banyak yang ingin ikut kebagian tetapi terlanjur ketangkep oleh macem-macem KPK dan lain sebagainya, tetapi yang paling utama adalah jangan ikut-ikutan. Kalau anda melihat segala yang sekarang mengarah pada sesuatu yang destruktif ya jangan ikutan. Mahasiswa

Page 199: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

199

tetaplah istiqomah dalam semangat anda dan idealism anda itu bagian dari apa yang akan menyelamatkan bangsa kita kedepan.

P2-9 ingin menyampaikan bahwa partai P2 adalah partai berasas Islam yang

juga memerintahkan koalisi. Akan tetapi koalisi itu harus mempunyai nilai

kebajikan. Apabila koalisi itu melanggar kebajikan maka partai saya wajib

mengoreksi seperti yang terjadi pada kasus Bank Century. Kalau Gayus dibela,

partai saya pasti akan mengkritisinya. Mahasiswa hendaknya menjadi diri sendiri

dan tetap dengan idealismenya.

Jawaban P2-9 sebagian tidak menjawab pertanyaan mahasiswa yang

menanyakan tindakan nyata apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki bangsa

ini. Jawaban pada paragraf satu dan paragraf dua tidak relevan dengan pertanyaan,

dan oleh karena itu, dikatakan melanggar maksim relevansi. Keberadaan kedua

paragraf itu terlalu berlebihan sehingga melanggar maksim kuantitas. Di akhir

paragraf dua dia menyebut masalah dengan Bank Century dan mengatakan sikap

partainya jelas. Akan tetapi dia tidak menyebutkan dengan jelas, apa yang sudah

dilakukan partainya. Di sana ada implikatur, tetapi implikatur itu mengaburkan

pengertian pemirsa mengingat pemirsa TV berasal dari berbagai kalangan yang

belum tentu semuanya memahami apa yang dilakukan partainya. Implikatur

memang salah satu strategi kesantunan. Akan tetapi, apabila, karena adanya

implikatur isi jawabannya jadi kabur, hal ini merusak maksim cara. Ada

kemungkinan lain bahwa dengan tidak menyebutkan sikap partainya dengan jelas,

P2-9 ingin melindungi muka positif partainya dengan mengaplikasikan maksim

kebijaksanaan karena mungkin partainya melakukan sesuatu yang di mata

masyarakat kurang berkenan. P2-9 baru memberikan jawaban yang relevan

Page 200: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

200

dengan pertanyaan pada paragraf empat dan lima. P2-9 melalui jawabannya yang

panjang ingin menyampaikan bahwa dia berasal dari partai berasas islam yang

mempunyai nilai taqwa, tidak mau melanggar hukum dan selalu mengoreksi yang

salah. Dengan mengatakan hal tersebut dia sudah memposisikan dirinya sendiri di

posisi terhormat dan hal ini melanggar maksim kerendahan hati. Ucapannya itu

juga menyiratkan agama yang tidak berasas Islam, mungkin melakukan hal yang

sebaliknya. Hal ini melanggar maksim penerimaan.

Pada dasarnya P2-9 ingin menyampaikan pemikirannya bahwa partainya

adalah partai kritis terhadap pemerintah meskipun mereka berkoalisi. Mahasiswa

harus kritis dan jangan ikut-ikutan apalagi kalau hal tersebut bersifat merusak. Hal

tersebut ditekankan melalui penekanan pada kata/frasa “asas islam”, “prinsip”,

“nilai taqwa”, “nilai albir”, “al istm”, “al udwan”, "koreksi”, “kritisi”, “relevan”,

“tidak ikutan menjadi ga kebagian”, “jangan ikut-ikutan”.

Dalam pembicaraan di atas P2-9 melanggar lima maksim yaitu maksim

kuantitas, maksim relevansi, maksim cara, maksim penerimaan dan maksim

kerendahan hati. Dengan demikian ketidaksantunannya adalah

5 ---- X 100% = 50% 10

Ketidaksantunan yang bernilai lima puluh persen menjadikan P2-8 cukup

santun.

Secara keseluruhan P2-8 melakukan pelanggaran maksim kesantunan sebesar

40 + 40 + 10 + 10 + 30+ 20 + 0 + 50 = 25 %.

8

Page 201: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

201

Deskripsi di atas dapat ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 4.3: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 2

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Presentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P2-1

Cara Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan

40% Santun

P2-2

Kuantitas Relevansi Cara (3X) Penerimaan

40% Santun

P2-3

Relevansi 10% Sangat Santun

P2-4

Cara 10% Sangat Santun

P2-5

Kebijaksanaan Cara Kerendahan Hati

30% Santun

P2-(6-7)

Kebijaksanaan Penerimaan

20% Sangat Santun

P2-8

-

0% Sangat Santun

P2-9

Kuantitas Relevansi Cara Kerendahan Hati Penerimaan

50% Cukup Santun

Politisi 2: Santun (25%) Pelanggaran kesantunan 25% itu membuat P2 menjadi politisi yang santun.

Kesantunannya semakin tinggi karena dia mengaplikasikan maksim penerimaan,

maksim kesimpatian, maksim kualitas, maksim kerendahan hati, maksim

kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim kuantitas, maksim cara dan

maksim relevansi.

Maksim yang dilanggar secara berurutan dari yang terbanyak sampai yang

tidak pernah dilanggar dapat ditabelkan sebagai berikut.

Page 202: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

202

Tabel 4.4: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 2

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim cara 5

2. Maksim penerimaan 4

3. Maksim relevansi 3

4. Maksim kebijaksanaan 3

5. Maksim kuantitas 2

6. Maksim kerendahan hati 2

7. Maksim kesimpatian 1

8. Maksim kualitas 0

9. Maksim kemurahan hati 0

10. Maksim kecocokan 0

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa P2 adalah politisi yang cenderung

menyatakan sesuatu dengan cara tidak jelas, kurang menghargai orang lain dan

cenderung merugikan orang lain. Akan tetapi nilai kesantunan P2 meningkat

karena dia mengaplikasikan maksim penerimaan pada saat dia menyebut

mahasiswa itu “rekan-rekan”, padahal dilihat dari umur dan status sosial, posisi

P2 lebih tinggi daripada mahasiswa-mahasiswa itu.

Untuk melihat kemampuan berkomunikasi dari P1 dan P2, dua politisi yang

menjadi partisipan dalam tayangan “Lucunya Negeri Ini” analisis SPEAKING

dari Hymes (1964) dilakukan atas kedua politisi tersebut. Hasil analisis disajikan

pada tabel berikut ini.

Page 203: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

203

Tabel 4.5: Analisis SPEAKING Politisi 1 dan Politisi 2

Elemen SPEAKING Data Komunikasi Waktu dan tempat komunikasi (S)

Komunikasi berlangsung dalam acara talk show “Today”s Dialogue” di Metro TV yang ditayangkan hari Selasa, jam 23.00 – 24.00 WITA, tanggal 11 Januari 2011, dengan topik “Lucunya Negeri Ini”.

Partisipan (P) P1, P2 dan pembawa acara. Hasil Komunikasi (E) Pengakuan bahwa implementasi hukum di Indonesia sangat lemah

sehingga banyak hal-hal “lucu” terjadi di Indonesia, misalnya ada Gayus, koruptor yang ingin menjadi staf ahli jaksa agung, kapolri, bahkan menjadi ketua KPK; ada tersangka yang tetap dilantik sebagai kepala daerah dan sebagainya dan melantik stafnya di penjara dengan fasilitas negara.

Bentuk dan isi Komunikasi (A)

P1 menggunakan pilihan kata yang santun, seperti misalnya menggunakan kata sapaan “mbak” kepada pembawa acara, tetapi juga menggunakan kata-kata yang kurang santun, misalnya garong, yang ditujukan kepada orang kuat yang melindungi Gayus. P2 menggunakan pilihan kata yang cenderung santun misalnya menggunakan kata “ketidakjujuran” untuk “kebohongan” Isi komunikasinya adalah tentang lemahnya hukum di Indonesia, tentang banyaknya aparat hukum yang justru menjadi pelanggar hukum nomor satu sehingga banyak terjadi kasus-kasus yang tidak semestinya terjadi, terjadi di Indonesia.

Perilaku penyampaian Pesan (K)

Berdasarkan analisis kesantunan, perilaku penyampaian pesan P1 dan P2 adalah santun.

Cara penyampaian Pesan (I)

Pesan disampaikan secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan.

Norma interaksi dan Interpetasi (N)

Dalam penyampaian pesan, P1 banyak melanggar maksim kebijaksanaan dan P2 banyak melanggar maksim cara

Jenis-jenis ujaran (G) P1 dan P2 menyampaikan pesan dengan menggunakan kalimat-kalimat deklaratif kompleks.

Berdasarkan analisis di atas dan apabila dianalogikan dengan analisis kesantunan,

dapat dikatakan bahwa P1 dan P2 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang

baik.

4.2.2 “Krisis Kepemimpinan Nasional”

Dalam tayangan “Krisis Kepemimpinan Nasional” yang dibicarakan adalah

krisis kepemimpinan nasional yang terjadi di Indonesia. Ada kekhawatiran bahwa

Page 204: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

204

Revolusi di Tunisia dan Mesir yang terjadi karena krisis pangan, praktik korupsi,

dan ketidakadilan hukum akan menjalar ke Indonesia apabila pemimpin nasional

tidak cepat tanggap dengan persoalan-persoalan mendasar tersebut. Narasumber

yang diundang empat orang, tetapi yang dikategorikan politisi ada dua orang yang

selanjutnya disebut Politisi 3 (P3), yaitu politisi dari Partai Demokrat dan Politisi

4 (P4), yaitu politisi dari Partai Nasional Demokrat (NASDEM). Sementara itu

dua orang lainnya adalah mantan panglima TNI dan Rektor Universitas Islam

Nasional.

4.2.2.1 Analisis Data Politisi 3 (P3)

Berikut adalah data yang berasal dari pembicaraan P3 yang diucapkan

berdasarkan pertanyaan dari pembawa acara dalam tayangan “Krisis

Kepemimpinan Nasional”. Semua pertanyaan dan jawaban mengacu pada narasi

berikut.

Narasi

Krisis kesejahteraan dan kepemimpinan telah menyeret tiga negara, Tunisia, Yaman, dan Mesir turun ke jalan, mendesak pergantian pemimpin mereka. Banyak kalangan menilai bahwa penyebab terbesarnya adalah gagalnya demokrasi politik di tiga negara tersebut. Namun persoalan mendasar yang mirip dari tiga negara pada prinsipnya sama, yaitu memuncaknya frustasi sosial akibat belitan kemiskinan yang tak kunjung usai mendera rakyat. Lalu bagaimana dengan Indonesia, kondisi terakhir politik nasional adalah langkah sejumlah kalangan melemparkan kekesalannya degan menuding pemerintah telah melakukan kebohongan publik. [jeda]

Kemiskinan, tetap menjerat rakyat yang semakin tertekan karena tiadanya lapangan pekerjaan. Harga-harga bahan pangan mulai melambung naik akibat krisis pangan yang mulai mengancam Indonesia. Presiden SBY sebetulnya tahu bahwa krisis pangan yang mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri. Persoalan ini dengan lantang diungkapkannya di forum ekonomi dunia di Dafus, Swiss.

Page 205: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

205

Namun pengetahuan presiden ini tidak diimbangi dengan antisipasi yang baik, hingga saat ini harga kebutuhan bahan pangan semakin mahal. Petani masih kesulitan mengakses informasi tentang perubahan iklim dan biaya produksi. Tengkulak merajai sistem pasar di Indonesia, dan ujung-ujungnya unjuk rasa selalu berakhir dengan bentrok antara demonstran dengan aparat. Begitu juga dengan drama pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum yang lebih kental aroma politik transaksional. Contoh yang nyata terlihat adalah ketika sejumlah politisi senayan, seakan menyerang balik pimpinan KPK dalam rapat kerja di DPR senin kemarin. Kita memang tidak menginginkan apa yang teradi di Tunisia dan Mesir merembet ke Indonesia. Namun ketidakpercayaan masyarakat pada penyelenggara negara, baik itu pada presiden, DPR, sampai lembaga penegak hukum, sungguh harus dicermati sejak dini. Negeri ini bukan hanya milik kelompok elite tertentu, hanya bagaimana pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya, sehingga ada saling percaya, antara yang memimpin dan yang dipimpin

Pembawa acara

Baik, ini terkait juga dengan gerakan GERAM itu yang baru saja dideklarasikan, anda menjadi bagian dari itu, tetapi sebelumnya saya ingin menanyakan juga tanggapan dari Pak P3 seperti apa. Apakah kemudian fair untuk menilai kepemimpinan nasional saat ini hanya misalnya dari rapor di bidang pemberantasan korupsi yang katanya merah Pak?

Politisi 3 – Data 1 (P3-1)

Saya harus kembali pada konstitusi. Konstitusi kita meniscayakan adanya distribusi kekuasaan. Kalau kita menyalahkan apa yang terjadi ini hanya pada eksekutif saja, menurut saya sangat tidak fair dan sangat tidak adil. Makanya kita sebagai ketua-ketua lembaga Negara bersepakat untuk selalu berkomunikasi, bersinergi, bagaimana masing-masing institusi kita bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa kita ini. Artinya ada kekurangan-kekurangan diantara lembaga ini sangat berpengaruh terhadap perjalanan bangsa. Kita tidak bisa hanya menyalahkan dari sisi eksekutif apabila tidak mendapat dukungan daripada legislatif, dan juga apabila tidak mendapat dukungan daripada yudikatif. Kita harus bicara komperehensif, kita bicara negara Republik Indonesia. Kita tidak bicara hanya bicara eksekutif saja.

P3-1 ingin menyampaikan bahwa konstitusi Indonesia menimbulkan adanya

distribusi kekuasaan yang seharusnya bekerja sama, bersinergi untuk membangun

Page 206: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

206

bangsa. Kekacauan yang terjadi bukan hanya kesalahan eksekutif saja karena

eksekutif juga harus didukung oleh legislatif dan yudikatif.

Kalimat “Kita harus bicara komperehensif” merupakan aplikasi maksim

kemurahan hati karena membagi beban “harus bicara komprehensif” pada banyak

pihak termasuk pada dirinya sendiri.

Dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh P3-1, dapat dilihat bahwa P3-1

berusaha mengaplikasikan kesantunan. Hal ini ditandai dengan penggunaan

pronomina “kita” yang berarti mengajak semua yang terlibat dalam pembicaraan

itu, untuk berada di dalam suatu kelompok yang adil dalam menilai kinerja

eksekutif. Dengan menggunakan pronomina “kita”, P3-1 sudah menghormati

mitra tuturnya dengan menempatkan mereka di dalam kelompok orang-orang

yang adil, yang tidak hanya menyalahkan eksekutif karena tanggung jawab tidak

hanya di eksekutif, tetapi juga di tangan legislatif dan yudikatif. Hal ini

merupakan aplikasi maksim penerimaan

Maksud P3-1 ditegaskan dengan memberi tekanan pada kata/frasa “distribusi

kekuasaan”, “kekurangan-kekurangan”, legislatif” dan “yudikatif”. Dengan

memberi tekanan pada kata-kata tersebut, dia ingin menegaskan bahwa kekuasaan

di negara ini didistribusikan pada legislatif, yudikatif, dan eksekutif, dan pada

pelaksanaannya masih ada kekurangan-kekurangan karena ketiga lembaga ini

belum bekerja sama dengan baik.

Dengan tidak adanya pelanggaran maksim kesantunan, dapat dikatakan

bahwa P3-1 adalah politisi yang santun. Tingkat kesantunannya bertambah karena

dia mengaplikasikan maksim kemurahan hati dan maksim penerimaan. Dia juga

Page 207: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

207

mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara karena

penggunaan bahasanya yang efektif, jelas dan relevan dengan pertanyaan

pembawa acara.

Pembawa acara

Yang maksimal, begitu ya. Kalau kita sekarang bicara mengenai, ya itu dia, adanya kerja sama antar lembaga pemerintah yang ada saat ini… Lembaga negara, mohon maaf. Menjawab tadi ada, apa yang diungkapkan oleh Pak Tarto tadi, bahwa dalam pemberantas korupsi saja begitu misalnya, ketika kemudian kemarin seharusnya terjadi hearing antara KPK dan DPR ternyata tidak didukung juga, jadi apa sebenarnya masalahnya, Pak P3?

Politisi 3- Data 2 (P3-2)

Ya, sebetulnya ini tanggung jawab kita bersama, masa transisi ini kita harus mengambil tanggung jawab sesuai dengan porsi dan kapasitas yang kita miliki. Nah apabila salah satu lembaga Negara tidak memberikan kontribusi, tentu perjalanan reformasi ini akan pincang. Terus terang perubahan konstitusi kita ini masih banyak kelemahan dimana contohnya yang dipertanyakan orang hubungan antara pusat dan daerah. Daerah seperti raja-raja kecil yang susah sekali dikendalikan oleh pemerintah pusat, presiden hanya punya kewenangan untuk membebastugaskan apabila menjadi terdakwa dan memberhentikan apabila menjadi tersangka, namun dalam perjalanan apabila programnya tidak sinergi dengan pemerintah pusat, langkah-langkahnya ada yang kontra produktif dan lain sebagainya, siapa yang memberhentikan kepala daerah. Ini juga yang jadi persoalan. Kewenangan pemerintah... Padahal 70% alokasi daripada APBN kita sudah diserahkan pada daerah. Artinya pengelolaan pemerintahan sudah sebagian besar diserahkan pada daerah. Nah persoalan-persoalan ini tidak selesai dan ini harus dicari solusinya.

P3-2 menyatakan bahwa semua lembaga negara harus berkontribusi agar

jalannya reformasi tidak pincang. Penyelenggaraan negara saat ini sangat lemah

karena daerah seperti raja kecil yang susah dikendalikan oleh pemerintah.

Kewenangan pemerintah atas kepala daerah sangat terbatas, padahal 70% alokasi

dari APBN sudah diserahkan ke daerah. Hal ini persoalan yang harus dipecahkan.

Page 208: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

208

Dengan mengatakan bahwa daerah-daerah seperti raja kecil yang susah

dikendalikan oleh pusat, P3-2 menuduh bahwa pemerintah daerah tidak mau

bekerja sama dengan pemerintah pusat dan hal ini membuat penyelenggaraan

negara menjadi sulit. Pernyataan yang merugikan pemerintah daerah ini didukung

oleh pernyataan bahwa dengan diserahkannya tujuh puluh persen APBN pada

daerah, kepala daerah sudah menjadi pengelola sebagian besar pemerintahan. Jadi,

kalau terjadi kesalahan, pemerintah daerah juga patut disalahkan Pernyataan itu

sudah melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan pemerintah daerah

yang dianggap melanggar peraturan dan tidak mampu menjadi penyelenggara

pemerintahan. P3-2 juga tidak menyebut pemerintah daerah mana yang tidak mau

bekerja sama dengan pemerintah. Pernyataannya mengandung ketidakjelasan

sehingga melanggar maksim cara. Apabila P3-2 tidak dengan eksplisit menyebut

pemerintah daerah mana yang dikatakan tidak mau bekerja sama dengan

pemerintah karena dia ingin melindungi muka negatif pemerintah-pemerintah

daerah itu, karena pihak yang tidak mau bekerja sama dalam urusan memperbaiki

kondisi negara, dianggap sebagai pihak yang bersalah, maka sudah terjadi konflik

antara maksim cara dan maksim kebijaksanaan.

Sehubungan dengan pernyataan P3-2 tentang hubungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, P3-2 mengatakan bahwa kewenangan presiden terbatas.

Penekanan yang diberikan pada kata-kata “membebastugaskan”, “tersangka”,

“memberhentikan”, “terdakwa” menimbulkan rasa simpati karena presiden tidak

bisa berbuat banyak untuk menindak kepala daerah yang tidak kooperatif karena

mereka dipilih oleh rakyat. Kepala daerah seharusnya ikut bertanggung jawab atas

Page 209: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

209

kebijakan yang diambil oleh pusat. Kesalahan seharusnya tidak hanya ditanggung

oleh pemerintah. Berdasarkan analisis di atas, dapat dikatakan bahwa P3-2

mengaplikasikan salah satu maksim kesantunan, yaitu maksim kesimpatian.

Dengan melanggar dua maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan dan

maksim cara, P3-2 sudah melanggar kesantunan sebanyak

2 ------ X 100% = 20%. 10

Dengan demikian, P3-2 dapat dikategorikan politisi yang sangat santun dan

kesantunan ini bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kesimpatian. Dia

juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan maksim relevansi karena jawabannya

yang efektif dan relevan dengan pertanyaan pembawa acara.

Pembawa acara

Pak P3 tanggapannya? (Pembawa acara menanyakan pendapat P3 tentang Presiden yang menyia-nyiakan momentum untuk konsolidasi demokrasi memajukan ekonomi, tentang satu, tiga pilar demokrasi yaitu kebebasan yang sudah tercapai, kedua taat hukum yang kedodoran, ketiga, etika. Jadi taat hukum dan etika ini sekarang tertinggalkan, yang ada bebasnya saja, sementara ongkosnya mahal sekali. Ada kekhawatiran bahwa apa yang terjadi di Mesir dan Tunisia akan merembet ke Indonesia yang dapat menimbulkan gerakan radikalisme, terorisme, kemudian pembangkangan sosial, rakyat akan apatis, dan pemerintah akan kedodoran menghadapi itu semuanya.

Politisi 3 – Data 3 (P3-3)

Ya saya kira pendapat Pak Sis, Pak Komaruddin juga sudah relatif mengkrucut, termasuk Pak Tarto artinya ini harus kita mengambil tanggung jawab yang sama, ini bukan persoalan hanya presiden, ini persoalan kita semua. Sistem politik kita meniscayakan partai politik harus mengambil peran yang besar. Karena apa? Tokoh-tokoh politik, rekrutmen politik, ini menjadi hal yang sangat penting untuk kita membangun anak bangsa ini, menyiapkan kepemimpinan ke depan. Kalau seperti sekarang,

Page 210: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

210

terus terang kita masih berpikir perlu waktu yang panjang untuk konsolidasi demokrasi, untuk sebagaimana yang diharapkan, ya kepentingan masyarakat yang diutamakan. Semuanya, semua transaksional, semuanya kepentingan yang sempit, makanya harus dipikirkan kedepan bagaimana kita mempunyai pemimpin yang punya integritas moral, punya akhlak, punya kepemimpinan yang profesional hampir di setiap lembaga, termasuk di partai politik. Kalau tidak, ini tidak sinergis, dan sulit untuk mencapai apa yang kita, kita pikirkan sekarang ini menuju kesejahteraan rakyat.

P3-3 menyatakan bahwa persoalan yang ada bukan hanya tanggung jawab

presiden, tetapi tanggung jawab kita semua. Partai politik memegang peranan

penting karena tokoh-tokoh politik, rekrutmen politik, ini menjadi hal yang sangat

penting untuk kita membangun anak bangsa ini, menyiapkan kepemimpinan ke

depan. Yang terjadi sekarang adalah adanya transaksional dengan kepentingan

sempit. Kita harus mempunyai pemimpin yang punya integritas moral, punya

akhlak, punya kepemimpinan yang profesional hampir di setiap lembaga,

termasuk di partai politik agar kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

Dengan mengatakan “Harus dipikirkan kedepan bagaimana kita mempunyai

pemimpin yang punya integritas moral, punya akhlak, punya kepemimpinan yang

profesional hampir di setiap lembaga, termasuk di partai politik”, P3-3 ingin

mengatakan bahwa pimpinan negara, lembaga, dan partai politik yang ada

sekarang adalah pemimpin yang tidak memiliki integritas moral, tidak punya

ahlak, tidak punya kepemimpinan yang profesional. Mereka semua ini

menyalahkan presiden dan tidak mau ikut bertanggung jawab. Pernyataan ini

melanggar dua maksim sekaligus. Maksim pertama yang dilanggar adalah maksim

kebijaksanaan karena pernyataan P3-3 itu merugikan pimpinan lembaga dan partai

politik karena dianggap bukan pemimpin yang baik. Maksim kedua yang

Page 211: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

211

dilanggar adalah maksim penerimaan karena P3-3 menjatuhkan kehormatan

pimpinan lembaga dan partai politik. Pelanggaran kedua maksim itu menimbulkan

adanya pendapat bahwa mereka bukan pimpinan lembaga dan partai politik yang

baik, yang telah menyebabkan kepentingan masyarakat terabaikan. Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa P3-3 melakukan pengancaman muka positif karena dia

tidak menghargai apa yang sudah dilakukan oleh lembaga negara dan pimpinan

politik.

P3-3 mengaplikasikan maksim kesimpatian pada saat mengatakan bahwa

tanggung jawab bukan hanya di tangan presiden. Dia mencoba membuat pemirsa

merasa simpati pada presiden sebagai satu-satunya orang yang dianggap

bertanggung jawab, padahal tanggung jawab terhadap negara ini adalah tanggung

jawab bersama termasuk tanggung jawab rakyat yang sudah memilihnya. Dengan

mengatakan bahwa semua adalah tanggung jawab bersama, P3-3 sudah membagi

beban untuk memperbaiki negara ini termasuk dengan dirinya sendiri, P3-3

mengaplikasikan maksim kemurahan hati.

Niat P3-3 untuk menyampaikan keluhannya tentang ketidakprofesionalan

para pimpinan lembaga dan partai politik didukung dengan memberi penekanan

pada kata-kata “sama”, “presiden”, “kita”, “semua”, “transaksional”, “sempit”

yang menggambarkan bahwa negara ini adalah tanggung jawab kita bersama,

bukan hanya presiden, jangan semua yang dilakukan bersifat transaksional dan

dalam arti sempit tetapi utamakan kepentingan masyarakat.

P3-3 mengaplikasikan dua maksim kesantunan, yaitu maksim kesimpatian

dan maksim kemurahan hati. P3-3 melanggar dua maksim, yaitu maksim

Page 212: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

212

kebijaksanaan dan maksim penerimaan Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10 Tingkat pelanggaran kesantunan yang hanya dua puluh persen, menjadikan

P3-3 politisi yang sangat santun dan kesantunan ini semakin meningkat karena dia

mengaplikasikan maksim kesimpatian dan maksim kemurahan hati. Dia juga

sudah mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim cara

karena sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan relevan dengan

pertanyaan pembawa acara.

Pembawa acara

Ya, pemirsa anda kembali bergabung bersama kami dalam forum Today’s Dialogue. Saya akan langsung ke Pak P3 menyambung tadi yang disampaikan oleh Pak Tarto juga begitu, bahwa ketika ada krisis kepercayaan begitu, bisa dikatakan seperti itu, terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, diharapkan tentunya ada yang mengambil inisiatif, tetapi sejauh ini sepertinya belum ada yang mengambil inisiatif itu, yang diharapkan tentunya adalah presiden.

Politisi 3 – Data 4 (P3-4)

Saya sebagian sependapat apa yang disampaikan oleh Mas Tarto tadi. Tetapi kita ingat Negara kita Negara demokrasi yang belum jelas bentuknya. Kita tahu bahwa proses peralihan kepemimpinan terlalu tidak cermat. Selalu menimbulkan dendam politik, dengan kondisi sekarang, sistem politik sekarang, ini sudah saling mengintip untuk saling menjatuhkan, selalu dilihat apakah presiden melanggar konstitusi. Begitu presiden melanggar konstitusi, langsung akan di impeach. Ini yang... yang terjadi. Jadi tidak dilihat bagaimana usaha presiden untuk membawa bangsa ini menuju kebaikan, tetapi diintip terus, selalu dinyatakan apa, apa, yang kira-kira melanggar konstitusi. Kita lihat setiap apapun dikaitkan dengan konstitusi, artinya dicari celah untuk mengimpeach presiden. Nah ini yang tidak baik… artinya…. Apapun yang dilakukan kepentingan publik, kalau opini dibangun dengan kekuatan politik yang

Page 213: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

213

demikian besar, tidak ada manfaatnya untuk bangsa ini, dan pasti akan tergusur. Oleh karena ada kompromi disana, ada cara-cara yang lebih soft yang harus dilakukan, dan ini harus disadari oleh kita semua, tidak mungkin melakukan seperti zaman-zaman orde baru lah, seorang presiden bisa melakukan tindakan yang otoriter, sekarang begitu melakukan tindakan dilihat ada konstitusi dan dilanggar, langsung DPR bersidang, bisa saja langsung di impeach, itu persoalan kita sekarang...

P3-4 bermaksud mengatakan bahwa pergantian kepemimpinan yang tidak

cermat dan menimbulkan dendam politik membuat presiden selalu diintip untuk

dijatuhkan. Kepentingan publik yang dibangun berdasarkan kekuatan politik pasti

tidak ada manfaatnya untuk bangsa ini. Harus ada kompromi, cara-cara yang lebih

lunak untuk memecahkan masalah, tidak bisa otoriter. Sekarang, sedikit saja ada

tindakan presiden yang dianggap melanggar institusi, DPR langsung bersidang

untuk menurunkan presiden.

Penyataan P3-4 di atas melanggar maksim cara karena tidak dikatakan

dengan jelas siapa yang selalu mengintip dan mencari-cari kesalahan presiden.

Pelanggaran maksim ini ada kemungkinan memang sengaja dilakukan untuk

melindungi muka negatif mereka yang selalu berusaha menjatuhkan presiden

sehingga dapat dikatakan bahwa dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. P3-

4 juga melanggar maksim penerimaan karena sudah mengatakan bahwa presiden

zaman orde baru adalah presiden yang dapat bertindak otoriter. Kalimat ini

dikatakan dengan langsung sehingga tekanan ketidaksantunannya sangat terasa.

Dalam pernyataannya P3-4 menempatkan presiden sebagai pihak yang

teraniaya, dengan mengatakan bahwa semua kebijakannya diawasi, kalau salah

sedikit langsung dianggap melanggar konstitusi. Dendam politik menyebabkan

tidak ada yang melihat usaha presiden untuk membawa bangsa ini menuju

Page 214: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

214

kebaikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa P3-4 mengaplikasikan

maksim kesimpatian, yaitu memaksimalkan rasa simpati pada orang lain dan juga

mengaplikasikan maksim penerimaan karena dalam kata-katanya tersirat bahwa

presiden sudah melakukan sesuatu untuk kebaikan bangsa ini, tetapi tidak dihargai

oleh mereka yang ingin menjatuhkannya. Rasa simpati akan timbul untuk pihak

yang dianggap teraniaya atau diperlakukan tidak adil dan pernyataan P3-4 yang

menyiratkan bahwa presiden tidak diam saja, tetapi sudah melakukan sesuatu

untuk kesejahteraan bangsa ini bertujuan untuk mengajak masyarakat menilai

presiden secara adil.

Keinginan P4-4 untuk menyampaikan bahwa presiden seharusnya dibantu,

bukan dicari-cari kesalahannya, semua pihak seharusnya melihat ada usaha

presiden untuk membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik dan adanya

kompromi sehingga semua bisa dirundingkan didukung oleh tekanan yang dia

berikan pada kata/frasa “tidak cermat”, “dendam politik”, “melanggar konstitusi”,

“usaha”, “kebaikan” dan “kompromi”.

P3-4 selama berbicara mengaplikasikan tiga maksim kesantunan yaitu

maksim kesimpatian, kebijaksanaan dan maksim penerimaan serta hanya

melanggar dua maksim, yaitu maksim cara dan maksim penerimaan. Hal ini

berarti bahwa pelanggaran kesantunan yang dilakukannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Hal ini menunjukkan bahwa P3-4 adalah politisi yang sangat santun dan

bertambah santun karena dia juga mengaplikasikan maksim kesantunan seperti

Page 215: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

215

yang telah disebut di atas. Maksim lain yang diaplikasikan adalah maksim

kuantitas dan maksim relevansi karena bahasa yang digunakannya efektif dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik, saya langsung ke Pak P3 kita akan lanjutkan perbincangan. Pak P3, artinya di balik….Tadi kan Pak P3 juga mengatakan bahwa tidaklah semudah itu menjadi seorang pemimpin, jadi seorang presiden negara ini, begitu ya, ada berbagai permasalahan yang masih harus segera diatasi gitu ke depannya, tetapi artinya sekarang tetap saja gitu kenyataannya harapannya sekarang bertumpu semuanya pada presiden dan sasaran tembaknya adalah presiden, dan ada beberapa kali presiden juga menunjukkan reaksi begitu terhadap kritikan yang dialamatkan pada, pada presiden, tanggapan anda?

Politisi 3 – Data 5 (P3-5)

Ya, ini perlu ada pemahaman-pemahaman, ada amandemen konstitusi, tetapi yang tidak semua memahami tentang konstitusi kita, lalu ada menganggap bahwa mindset mereka bahwa yang menentukan jalannya republiknya hanya seorang presiden, padahal tidak demikian karena semua lembaga negara ini menentukan jalannya republik, khususnya fungsi legislasi. Fungsi anggota dewan kita, fungsi DPR itu sangat menentukan juga jalannya republik ini. Kalau anggota DPR selalu berseberangan dengan pemerintah, maka pemerintah sudah pasti tidak akan berjalan dengan efektif, itu sudah pasti, apalagi pendapat daripada Pak Endarto tadi bahwa tidak usah pedulikan partai, don’t care, doesn’t care. Silakan saja, kita bisa berfikir demikian, tetapi praktiknya, di lapangan tidak semudah yang kita gambarkan, karena pada akhirnya ya pemerintah hanya melayani DPR saja, hampir setiap hari dipanggil hampir setiap hari RDP, tidak di, tidak diikuti bisa saja disandera, bisa hukuman kurungan lho, bisa dikurung lho karena tidak memenuhi panggilan, dari... bisa dipanggil paksa artinya. Nah ini persoalan-persoalan artinya, masalah konstitusi kita, masalah undang-undang kita. Penyiapan undang-undang saja tidak begitu gampang diselesaikan. Ada niat presiden untuk memperbaiki sistem pemilukada, tetapi tarik-menarik politik demikian besar, sehingga kekuatan politik yang paling dominan yang ada di DPR itulah yang pada akhirnya ya memenangkan pertarungan itu. Nah oleh karenanya memang dalam sistem presidensial tidak ada oposisi, dalam praktiknya, ini sangat sangat dominan bahwa ada yang saling berseberangan ada yang mendukung. Dan sekarang menjadi tidak jelas kita presidensil tetapi

Page 216: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

216

praktik parlementer... Kadang-kadang… mendukung pemerintah, kadang-kadang bertentangan dengan pemerintah.

P3-5 menyampaikan pemikirannya bahwa DPR juga sangat berperan, jadi

apabila DPR terus berseberangan dengan pemerintah, maka pemerintahan akan

terganggu. Pemerintah sibuk dipanggil DPR untuk rapat dengar pendapat dan bisa

dihukum bila tidak memenuhi panggilan itu. Presiden ingin memperbaiki sistem

pilkada, tetapi kalah di DPR karena kekuatan politik yang dominan ada di DPR.

Dalam pembicaraan di atas, P3- 5 sedang menuduh DPR sebagai sumber

masalah karena selalu berseberangan dengan pemerintah yang seharusnya menjadi

teman kerja. Pemerintah dibuat sibuk melayani panggilan DPR sehingga

waktunya tersita untuk itu. Panggilan DPR wajib dilayani oleh pemerintah, karena

kalau menolak ada sanksinya. Pernyataan ini melanggar maksim kebijaksanaan

karena merugikan nama baik DPR yang dianggap sebagai sumber masalah

sehingga negara ini menjadi kacau. Pilkada juga merupakan sistem yang harus

diperbaiki dan presiden sudah melakukan inisiatif untuk memperbaiki undang-

undang pilkada. Akan tetapi, niat baik itu selalu kandas di DPR karena yang

memenangkan tarik menarik di DPR itu adalah partai politik yang dominan.

Pernyataan ini melanggar maksim kesimpatian karena menyebabkan pemirsa

tidak bersimpati pada parpol dominan di DPR yang menyebabkan gagalnya

undang-undang pilkada. Akan tetapi, melalui pernyataan yang sama, P3-5 ingin

membuat para pemirsa bersimpati pada pemerintah, dalam hal ini presiden yang

niat baiknya untuk memperbaiki undang-undang pilkada digagalkan oleh partai

dominan di DPR. Terhadap DPR, P3-5 mengaplikasikan pelanggaran maksim

Page 217: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

217

kebijaksanaan. Terhadap pemerintah, P3-5 mengaplikasikan strategi kesantunan,

yaitu mengaplikasikan maksim kesimpatian.

P3-5 menyatakan bahwa ada kelompok yang tidak jelas, kadang-kadang

mendukung, kadang-kadang bertentangan dengan pemerintah. Dia juga

mengatakan kekuatan yang paling dominan yang memenangkan pertarungan di

DPR. Di DPR ada banyak partai politik dan P3-5 tidak menyebut dengan pasti

siapa kelompok yang dimaksud dan hal ini dapat dianggap melanggar maksim

cara. Akan tetapi, apabila maksim cara diaplikasikan dengan cara menyebut

dengan jelas siapa kelompok yang kadang-kadang mendukung dan siapa

kelompok yang kadang-kadang bertentangan dengan pemerintah, maka P3-5

melanggar maksim kebijaksanaan dengan melakukan pengancaman muka negatif

terhadap kelompok ini. Dengan demikian, terjadi konflik antara aplikasi maksim

cara dan maksim kebijaksanaan.

Keinginan P3-5 untuk menyatakan bahwa kesalahan bukan berada di pihak

pemerintah didukung oleh penekanan pada saat mengucapkan kata/frasa

”presiden”, ”fungsi legislasi”, ”berseberangan”, ”melayani”, ”hukuman

kurungan”, ”undang-undang”, ”mendukung” dan ”bertentangan”.

P3-5 mengaplikasikan satu maksim kesantunan yaitu maksim kesimpatian,

tetapi melanggar tiga maksim kesantunan, yaitu maksim cara, maksim

kebijaksanaan dan maksim kesimpatian. Pelanggaran kesantunan itu berjumlah

3 ------ X 100% = 30%. 10

Page 218: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

218

dan hal ini membuat P3-5 politisi yang santun. Kesantunannya meningkat karena

dia sudah mengaplikasikan maksim kesimpatian. Maksim lain yang

diaplikasikannya adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi karena

penggunaan bahasa yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Pak P3 bagaimana, artinya yang visi kedepannya ini yang jelas, tetapi visi itu tidak terlihat juga ini…

(Narasumber terdahulu menyatakan bahwa presiden sebagai pimpinan tertinggi harus mengemukakan visinya dan kalau visi itu tepat, pasti publik akan mendukung)

Politisi 3 – Data 6 (P3-6)

Ya, seorang pemain berbeda dengan seorang pengamat, itu intinya. Kita pengamat di luar, kita banyak sekali pengamat bola, tetapi begitu bermain tidak bisa bermain bola. Artinya tidak semudah yang kita bicarakan, karena mereka yang bermain inilah yang merasakan bagaimana menata negara ini, bagaimana sulitnya, bagaimana harus memberikan peluang-peluang, ada akomodasi dan sebagainya, karena kita yang menjadi pemain inilah yang merasakan… Kondisi sekarang ini. Saya di DPR itu sendiri bagaimana saya bisa mensinergikan 560 orang dengan sembilan fraksi menuju suatu DPR yang kira-kira mimpi saya pada tahun 2014 nanti DPR menjadi lembaga yang kredibel, tidak begitu gampang seperti apa yang disampaikan orang-orang diluar para pengamat dan lain sebagainya. Kita selalu...

P3-6 menyatakan bahwa pengamat tidak sama dengan pemain. Pandai

mengamati, tetapi ketika harus bermain maka dia tidak bisa. Menyatukan 560

anggota DPR dengan sembilan fraksi untuk menjadi lembaga yang kredibel bukan

hal yang mudah.

Dengan mengatakan bahwa tidak mudah menyinergikan sekian banyak

anggota DPR dengan sekian banyak fraksi, P3-6 sudah mengaplikasikan maksim

kemurahan hati. Dia mengakui kesulitan yang dia alami dan hal ini berarti

Page 219: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

219

meminimalkan keuntungan untuk dirinya. Akan tetapi P3-6 juga melanggar

kesantunan dengan menganalogikan para pengamat politik dengan penonton

sepak bola yang hanya bisa mengkritik, tetapi tidak bisa bermain. Para pengamat

politik dianggap tidak paham akan kesulitan yang dialami oleh penyelenggara

negara yang harus mengakomodasi banyak hal, dan oleh karena itu, tidak akan

mampu untuk menjadi penyelenggara negara. Hal ini dapat dianggap sebagai

penghinaan atas kemampuan mereka dan hal ini melanggar maksim penerimaan.

Pada saat mengatakan, “...menuju suatu DPR yang kira-kira mimpi saya pada

tahun 2014 nanti DPR menjadi lembaga yang kredibel”. P3-6 memosisikan

dirinya tidak berada di dalam kelompok DPR yang tidak kredibel itu. Melalui

pernyataan itu dia juga ingin mengatakan bahwa DPR yang sekarang ini tidak

kredibel. Hal ni merupakan ekspresi rasa tidak hormat pada lembaga negara ini

dan hal ini berarti melanggar maksim penerimaan. Di samping melakukan

pelanggaran maksim kesantunan, P3-6 juga sudah melakukan ketidaksantunan

lain, yaitu memotong pembicaraan pembawa acara. P3-6 sudah menjawab

sebelum pembawa acara selesai mengatakan pertanyaannya. Hal ini menunjukkan

kurangnya penghargaan terhadap pembawa acara dan hal ini melanggar maksim

penerimaan.

Keinginan P3-6 yang ingin mengatakan bahwa pengamat politik itu adalah

orang yang hanya bisa menonton dan mengkritik kebijakan pemerintah tanpa

pernah mengetahui betapa sulitnya mengelola negara, keinginannya untuk

menjadikan DPR lembaga yang kredibel, didukung dengan memberi tekanan pada

kata/frasa “tidak semudah”, “akomodasi”, “mensinergikan”, “kredibel”.

Page 220: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

220

P3-6 melanggar satu maksim, yaitu maksim penerimaan yang dia lakukan

sebanyak dua kali. Pelanggaran ini berjumlah

1 ----- X 100% = 10%. 10 Jumlah itu menjadikannya politisi yang sangat santun yang derajat kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kemurahan hati. Maksim lain

yang diaplikasikannya adalah maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim

relevansi karena dia menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Baik. Pak P3, langkah konkritnya ke depan jadi seperti apa? (Pembawa acara mempertanyakan langkah konkret apa yang harus dilakukan oleh presiden untuk mengatasi ketidakpercayaan rakyat pada institusi-institusi negara.

Politisi 3 – Data 7 (P3-7)

Ya, saya sepakat memang ada langkah yang lebih konkrit yang tegas, namun satu hal, semua pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan kesana harus ikut terlibat, artinya partai politik, termasuk anggota-anggotanya yang ada di legisatif memberikan support terhadap apa yang diinginkan oleh masyarakat melalui tentu presiden dengan visi ingin menyelesaikan persoalan di 2014. Tanpa itu saya khawatir ini hanya mimpi seorang, seorang presiden… tanpa dukungan yang jelas, atau mimpi dari kita semua.

P3-7 melalui ucapannya ingin menyampaikan bahwa untuk melakukan

langkah konkret presiden harus didukung oleh semua yang berkepentingan,

didukung oleh mimpi kita semua. Tanpa dukungan itu mimpi seorang presiden

akan hanya mimpi.

Page 221: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

221

Tekanan yang diberikan pada kata-kata “terlibat”, “support” dan “mimpi”

merupakan usahanya untuk mempertegas keinginannya bahwa semua pihak harus

terlibat dalam usaha menyejahterakan masyarakat atau mimpi itu hanya akan

tetap menjadi mimpi.

Pernyataan P3-7 bahwa semua pihak harus memenuhi apa yang diinginkan

oleh masyarakat menyiratkan bahwa semua pemangku kepentingan termasuk

partai politik termasuk anggotanya yang berada di legislatif selama ini tidak

berusaha memenuhi keinginan masyarakat. Hal ini melanggar maksim kesantunan

yaitu maksim kebijaksanaan karena merugikan parpol dan anggotanya yang

berada di legislatif. P3-7 melakukan pengancaman muka positif terhadap parpol

karena tidak menghargai apa yang sudah dilakukan oleh parpol tersebut. Hal ini

juga melanggar maksim kesimpatian karena pernyataan tersebut dapat

mengurangi rasa simpati para pemilih terhadap partai politik yang dianggap tidak

dapat memenuhi keinginan masyarakat. Pernyataan “harus terlibat” menyiratkan

bahwa P3-7 tidak memberi pilihan pada para pemangku kepentingan, partai

politik dan anggotanya di legislatif selain melibatkan diri dalam usaha memenuhi

keinginan masyarakat. Meskipun paksaaan tersebut bersifat positif, paksaan atau

tidak memberikan pilihan tetap merupakan pelanggaran kesantunan, yaitu

pelanggaran terhadap maksim penerimaan.

Dalam ucapan di atas, P3-7 melanggar tiga maksim, yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim kesimpatian dan maksim penerimaan sehingga

pelanggaran kesantunannya adalah

Page 222: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

222

3 ------ X 100% = 30%. 10 Pelanggaran yang berjumlah tiga puluh persen itu menjadikan P3-7 politisi

santun. Nilai kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim

kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi melalui bahasa yang efektif, jelas

dan relevan dengan pertanyaan.

Berdasarkan analisis terhadap pembicaraan P3 dalam tayangan tersebut,

tingkat ketidaksantunan yang dilakukannya adalah

0 +20 + 20 + 20 + 30 + 10 + 30 --------------------------------------- = 18,57 %. 7

Tingkat ketidaksantunan sebanyak 18,57% membuat P3 menjadi politisi yang

sangat santun meskipun selama berbicara ada beberapa maksim kesantunan yang

dilanggar.

Untuk mempermudah pemahaman, deskripsi di atas disajikan dalam tabel

berikut ini.

Page 223: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

223

Tabel 4.6: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 3

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P3-1

-

0% Sangat Santun

P3-2

Kebijaksanaan Cara

20% Sangat Santun

P3-3

Kebijaksanaan Penerimaan

20% Sangat Santun

P3-4

Cara Penerimaan

20% Sangat Santun

P3-5

Kebijaksanaan Kesimpatian Cara

30% Santun

P3-6

Penerimaan

10% Sangat Santun

P3-7

Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan

30% Santun

Politisi 3: Sangat Santun (18,57%)

Maksim kesantunan yang dilanggar adalah sebagai berikut

Tabel 4.7: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 3

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 4 2. Maksim Penerimaan 4 3. Maksim cara 3 4. Maksim kesimpatian 2 5. Maksim kemurahan hati 0 6. Maksim kerendahan hati 0 7. Maksim kecocokan 0 8. Maksim kualitas 0 9. Maksim kuantitas 0

10. Maksim relevansi 0

Page 224: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

224

Pelanggaran itu menunjukkan bahwa P3 adalah seorang politisi yang sesuai

dengan karakter seorang politisi, selalu memberikan kerugian sebanyak-

banyaknya pada lawan politik dengan cara memaksimalkan rasa tidak hormat dan

memaksimalkan rasa antipati terhadap lawan politiknya. Meskipun P3 melakukan

pelanggaran kesantunan, dia juga mengaplikasikan strategi kesantunan, yaitu

mengaplikasikan maksim penerimaan, maksim kesimpatian, maksim kemurahan

hati, maksim kebijaksanaan, maksim kuantitas, maksim cara dan maksim

relevansi.

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh P3 dianggap tidak santun bukan karena

hanya melanggar maksim kesantunan, tetapi karena diucapkan pada orang yang

mempunyai kekuasaan lebih besar atau mempunyai status sosial lebih tinggi.

4.2.2.2 Analisis Data Politisi 4 (P4)

Berikut adalah data yang diucapkan oleh P4 berdasarkan pertanyaan

pembawa acara. Karena P4 ini berada di dalam satu tayangan yang sama, yaitu

“Krisis Kepemimpinan Nasional”, narasi yang sama juga dapat dijadikan

pertimbangan terhadap semua jawaban yang diucapkan oleh P4.

Pembawa acara

Baik Pak P4, langsung saja kita ke pokok permasalahan, gitu, artinya kalau kita melihat sudah 12 tahun kita di era reformasi menuju ke arah demokrasi yang didambakan sebagian besar negara-negara di dunia ini artinya, tetapi kalau kita melihat apa sebenarnya yang menjadi ukuran keberhasilan dari demokrasi itu sendiri kalau sampai saat ini pun kesejahteraan masyarakat itu masih menjadi pertanyaan besar begitu, apa yang salah dengan kepemimpinan kita selama ini?

Page 225: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

225

Politisi 4 – Data 1 (P4-1)

Saya lihat kalau kita cari salah banyak yang salah ya, tetapi kita juga perlu mengetahui bahwa kondisi ini memang sulit sekali, karena Indonesia pada waktu yang serempak melakukan perubahan begitu banyak. Presiden yang dipilih langsung, bupati dipilih langsung, gubernur dipilih langsung yang dampaknya kemudian 150 sekarang ini kepala daerah yang oleh presiden diberi izin untuk diperiksa karena korupsi, otonomi daerah yang begitu luas yang, kita saksikan pergeseran korupsi dari pusat ke daerah, yang menjadi masalah dihadapi rakyat sekarang ini adalah kekecewaan karena pada waktu reformasi itu euphoria harapan begitu tinggi, expectation begitu meningkat, tetapi kenyataannya coba, sekarang keruntuhan hampir di semua institusi negara, bahkan di lembaga hukum yang harusnya menjaga ketertiban rakyat dengan gamblang melihat bagaimana Arthalita telepon-teleponan sama jaksa mengenai mengatur perkara, bagaimana orang yang ditahan bisa meluap... menyulap selnya menjadi suite room. Bagaimana orang yang ditahan bisa jalan-jalan ke luar negeri. Perkara-perkara yang diatur, semua itu mejadi ke.. ke.. apa namanya, membuat ketidakpercayaan rakyat. Demokrasi sendiri dalam suasana yang tidak dipersiapkan dengan baik, menjadi demokrasi yang transaksional, sehingga demokrasi belum menemukan kesejatiannya tetapi, menjadi betul-betul demokrasi yang transaksional. Money politics terjadi di mana-mana, bahkan hampir di semua proses politik terjadi money politics. Jadi menurut hemat saya, Kania, memang demokrasi kita sekarang ini masih demokrasi semu kita semua bertanggung jawab, rakyat, pemimpin, terutama partai politik, mempunyai tanggung jawab besar untuk menyehatkan demokrasi kita ini.

P4-1 menyatakan bahwa banyak yang salah pada kepemimpinan tetapi hal itu

memang sulit karena banyak perubahan terjadi sekaligus. Korupsi berpindah dari

pusat ke daerah. Harapan rakyat yang begitu tinggi pada masa reformasi hanya

berbuah kekecewaan. Keruntuhan hampir di semua institusi. Hukum bisa

dipermainkan, demokrasi menjadi demokrasi transaksional, hampir di semua

proses politik terjadi money politic. Demokrasi sekarang adalah demokrasi palsu

dan rakyat, pemimpin, terutama partai politik harus bertanggung jawab.

Pernyataan P4-1 yang mengatakan keruntuhan di semua institusi negara dan

bahkan hukum dapat dipermainkan sudah menjatuhkan kehormatan lembaga

yang seharusnya dihormati dan hal ini melanggar maksim penerimaan. Otonomi

Page 226: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

226

daerah adalah produk pemerintah yang diharapkan dapat memperbaiki bangsa ini,

tetapi otonomi daerah sudah memberi peluang untuk berpindahnya korupsi dari

pusat ke daerah. Secara tidak langsung P4-1 ingin menyatakan bahwa pemerintah

yang telah membuat undang-undang otonomi adalah pihak yang bersalah. Hal ini

membuat P4-1 melanggar maksim kecocokan karena dia tidak menyetujui adanya

otonomi daerah yang begitu luas. P4-1 juga mengatakan bahwa demokrasi

sekarang adalah demokrasi semu yang penuh dengan pertukaran dan money

politic terjadi hampir di semua proses politik. Kata-katanya menyiratkan bahwa

semua yang terpilih melalui proses politik tidak dipilih secara demokratis, tetapi

terpilih karena uang. Pernyataannya ini melanggar maksim kebijaksanaan karena

merugikan kredibilitas kepala daerah atau kepala lembaga yang terpilih.

Pernyataannya itu juga sudah melanggar maksim cara karena tidak dengan jelas

menyebutkan siapa saja atau di mana saja proses politik yang terkait dengan

politik uang. Akan tetapi apabila dengan jelas dia menyebutkan siapa saja kepala

daerah atau kepala institusi yang dipilih melalui money politik, berarti dia

melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan nama baik orang-orang

tersebut. Jadi, apabila maksim cara diaplikasikan, maka P4-1 melanggar maksim

kebijaksanaan. Satu pelanggaran kesantunan lagi yang dilakukan oleh P4-1

adalah pemaksaan pendapat bahwa pemimpin terutama partai politik harus

bertanggung jawab memperbaiki demokrasi di Indonesia. Pemberian beban ini

merugikan partai politik dan oleh karena itu, P4-1 dapat dikatakan melanggar

maksim kebijaksanaan. Akan tetapi, P4-1 juga mengaplikasikan maksim

kemurahan hati pada saat dia mengatakan bahwa “Kita semua bertanggung jawab,

Page 227: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

227

rakyat, pemimpin, terutama partai politik, mempunyai tanggung jawab besar

untuk menyehatkan demokrasi kita ini”. Dia meminimalkan keuntungan bagi

dirinya sendiri dengan ikut serta menanggung beban memperbaiki demokrasi di

Indonesia. Pada saat mengatakan bahwa Indonesia dalam waktu yang serempak

melakukan perubahan begitu banyak, dia menggunakan impersonal “Indonesia”,

pemerintah dan Indonesia, sebagai institusi yang bertanggung jawab atas

pembuatan undang-undang otonomi yang kurang berhasil. Penggunaan

impersonal ini adalah salah satu strategi kesantunan yang termasuk ke dalam

maksim kebijaksanaan.

Keinginan P4-1 untuk menyampaikan bahwa banyak yang harus dibenahi di

negeri ini, misalnya perpindahan korupsi dari pusat ke daerah, proses politik yang

curang dan keinginannya agar pemimpin terutama partai politik harus

memperbaiki kondisi negara ini, didukung dengan memberikan penekanan pada

kata/frasa “begitu banyak”, “otonomi daerah”, “korupsi”, “begitu tinggi”,

“transaksional”, “money politic” dan “partai politik”.

Selama berbicara, P4-1 melanggar empat maksim yaitu maksim cara, maksim

kebijaksanaan yang dilanggar sebanyak dua kali, maksim penerimaan dan maksim

kecocokan. Hal ini berarti bahwa tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

4 ----- X 100% = 40%. 10 tingkat ketidaksantunan yang empat puluh persen tersebut membuat P4-1 menjadi

politisi yang santun. Derajat kesantunannya meningkat karena P4-1

mengaplikasikan strategi kesantunan melalui maksim kebijaksanaan dan

Page 228: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

228

kemurahan hati. Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan relevansi karena

bahasanya efektif, jelas, dan mudah dimengerti

Pembawa acara

Tetapi kalau kita sekarang bicara mengenai krisis kepemimpinan, adakah sebenarnya krisis kepemimpinan di Negara ini? Artinya definisinya itu seperti apa kalau menurut Bapak?

Politisi 4 – Data 2 (P4-2)

Ya pastilah akhirnya itu ada ungkapan juga tidak ada prajurit yang salah, komandan yang kurang baik yang ada, sehingga orang semua melihat ke atas. Tetapi sebetulnya, kita juga harus instropeksi, masyarakat sendiri juga punya tanggung jawab untuk itu. Kita semua tahu bahwa masyarakat kita dalam pemilu juga, itu begitu transaksional. Siapa yang banyak uangnya itu yang dihormati.

P4-2 mengatakan bahwa tanggung jawab bukan hanya berada pada pimpinan

tetapi masyarakat juga wajib bertanggung jawab. Pada saat pemilu masyarakat

juga bisa disuap.

Kalimat “Siapa yang banyak uangnya itu yang dihormati”, yang diucapkan

oleh P4-2 mengacu pada kenyataan bahwa masyarakat sebagi pemilih dalam

pemilu dapat dibeli dengan uang. Mereka akan memilih atau menghormati siapa

pun yang memiliki uang. Dalam ukuran normal, orang yang dapat dibeli dengan

uang adalah orang yang tidak baik. Jadi, melalui ucapannya P4-2 ingin

mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tidak baik dan

hal ini melanggar maksim penerimaan. Akan tetapi di samping pelanggaran

kesantunan yang dia lakukan, dia juga melakukan kesantunan. Dengan

menggunakan pronomina “kita” dalam kalimat “Kita juga harus instropeksi”, P4-2

Page 229: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

229

mengaplikasikan maksim kerendahan hati. Dia mengakui bahwa dia juga

melakukan kesalahan.

Keinginannya untuk mengatakan bahwa pemimpin selalu salah, dan

masyarakat yang bisa dibeli untuk memilih mereka yang memiliki uang,

didukung dengan memberikan tekanan pada kata-kata “prajurit”, “komandan”,

“masyarakat”, dan “transaksional”.

P4-2 melakukan satu pelanggaran dan hal ini berarti bahwa pelanggaran

kesantunan yang dilakukannya bernilai

1 ----- X 100% = 10%. 10

Hal ini berarti bahwa P4-2 adalah politisi yang sangat santun dan nilai

kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan hati.

Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi

karena penggunaan bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik... Bagimana Pak P4, seperti… (Pembawa acara menanyakan pendapat P4 tentang kenyataan bahwa sampai saat ini presiden belum melakukan inisiatif untuk pemberantasan korupsi)

Politisi 4 – Data 3 (P4-3)

Jujur harus diakui sedang terjadi krisis kepercayaan rakyat terhadap berbagai lembaga negara, juga terhadap pemerintahan, itu keadaan nyata. Tetapi saya pribadi tidak mengharapkan apa yang terjadi di …. Tunisia maupun di Mesir itu menjalar kemari, dengan syarat bahwa presiden segera melakukan langkah-langkah tegas untuk mengatasi berbagai sebab yang menimbulkan ketidakpercayaan rakyat. Tetapi hal ini juga tidak semata-mata pada presiden, karena ketidakpercayaan rakyat juga pada partai. Partai pun harus memperbaiki dirinya, DPR juga harus

Page 230: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

230

memperbaiki dirinya. Kekecewaan rakyat luar biasa. Kania, pada waktu Pak Harto lengser tahun 98, hutang luar negeri republik kita itu baru 54 milliar US$, hari ini, 155 milliar US$, hanya dalam 12 tahun tambah tiga kali lipat, sumber daya alam terkuras, tetapi rakyat miskin tetap banyak, pengangguran tetep banyak. Rakyat kecil itu kecewa, sekarang komersialisasi kesehatan, pendidikan, luar biasa, bagi rakyat yang tidak mampu ini, komersialisasi pendidikan dan kesehatan ini betul-betul menyakitkan mereka. Untuk sehat itu jadi mahal. Saya berharap presiden mengambil langkah-langkah tepat untuk memenuhi harapan-harapan tersembunyi yang ada di hatinya rakyat yang mungkin tidak muncul. Mungkin tidak muncul. Untuk menyembuhkan kepercayaan itu kembali. Jadi demikian pula pada partai-partai, partai pun harus mengembalikan kepercayaan rakyat. Saya dengar banyak di daerah-daerah teman-teman saya di yang mau jadi bupati harus bayar partai sekian miliar, yang mau jadi gubernur sekian miliar, luar biasa itu.

P4-3 mengatakan bahwa presiden diharapkan mengambil langkah tegas untuk

mengatasi ketidakpercayaan rakyat. Akan tetapi hal itu bukan kewajiban presiden

saja, tetapi partai dan DPR juga harus memperbaiki diri. Rakyat kecil kecewa

tentang komersialisasi kesehatan dan pendidikan. Sebagai kepala daerah juga

harus membayar mahal.

Menurut P4-3, kekecewaan rakyat karena adanya komersialisasi pendidikan

dan kesehatan adalah kesalahan presiden sehingga presiden diharapkan

mengambil langkah-langkah perbaikan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa

presiden tidak mampu membuat negara ini sejahtera, dan hal itu melanggar

maksim kebijaksanaan karena dianggap tidak mampu, presiden atau partainya

akan merasa dirugikan. Pernyataan ini juga mengancam muka positif presiden

karena pekerjaannya tidak diakui.

Pelanggaran maksim cara juga dia lakukan pada saat mengucapkan “Saya

dengar banyak di daerah-daerah teman-teman saya di yang mau jadi bupati harus

bayar partai sekian miliar, yang mau jadi gubernur sekian miliar, luar biasa itu”.

Page 231: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

231

Di dalam ucapannya itu tidak ada disebut dengan jelas, gubernur dan bupati di

daerah mana yang dimaksud. Apabila nama-nama itu disebut dengan eksplisit, P4-

3 berarti melanggar maksim kebijaksanaan. P4-3 juga mengatakan bahwa partai

harus mengembalikan kepercayaan rakyat. Dia tidak memberi pilihan lain pada

partai, dan hal ini dapat dikatakan sebagai bentuk paksaan, dan memaksa adalah

salah satu bentuk pelanggaran kesantunan, yaitu pelanggaran terhadap maksim

kebijaksanaan. P4-3 juga melanggar kesantunan dengan memotong pertanyaan

pembawa acara yang belum selesai.

Kalimat berpagar digunakan oleh P4-3 untuk mengurangi tekanan pada

ketidaksantunan. Kalimat tersebut adalah “Saya berharap presiden mengambil

langkah-langkah tepat ...”. “Saya berharap” memagari kalimat perintah “presiden

mengambil langkah-langkah tepat”. Strategi ini adalah aplikasi dari maksim

kerendahan hati. Strategi kesantunan yang juga dilakukan oleh P4-3 adalah

pembagian beban ketidakpercayaan rakyat antara presiden dan partai politik, dan

hal ini merupakan aplikasi maksim kemurahan hati. P4-3 juga mengaplikasikan

maksim penerimaan karena dia sudah menyebut nama pembawa acara, “Kania”,

yang merupakan tanda bahwa dia menghargai keberadaan pembawa acara di sana.

Keinginan P4-3 agar presiden, DPR, dan partai bekerja sama untuk

memenuhi keinginan rakyat dipertegas dengan memberi penekanan pada kata-kata

“krisis”, “presiden”, “ketidakpercayaan”, “partai”, “DPR”, “kesehatan”, dan

“pendidikan”.

Page 232: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

232

P4-3 melakukan pelanggaran terhadap maksim cara dan maksim

kebijaksanaan. Hal ini berarti bahwa dia melakukan pelanggaran kesantunan

sebanyak

2 ----- X 100% = 20%. 10

Hal ini berarti bahwa P4-3 adalah politisi yang sngat santun dan kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan hati, maksim

kemurahan hati, dan maksim penerimaan. Dia juga mengaplikasikan maksim

kuantitas dan maksim relevansi karena dia menjawab dengan kalimat yang efektif

dan relevan.

Pembawa acara Gimana Pak P4? (Pembawa acara menanyakan pendapat P4 tentang pernyataan narasumber lain yang menyatakan bahwa kekecewaan rakyat terhadap DPR karena hanya melihat luarnya saja)

Politisi 4 – Data 4 (P4-4)

Ya saya melihat memang ini eksperimen baru bagi kita, dimana tidak ada satupun partai yang mayoritas. Saya 32 tahun mengalami orde baru dengan Golkar yang sampai 60%. Putusan memang cepat. Di DPR ini, Demokrat 20%, Golkar 14,5; PDI 14, nggak ada satupun, sehingga pengambilan keputusan itu bertele-tele tidak efisien. Dalam suasana yang demikian memang kita berharap, pemerintahan presidensial ini ada presiden yang tegas, yang bisa melakukan hal-hal yang kita harapkan, tetapi ternyata kita ini juga melakukan experiment perubahan Undang-undang Dasar dimana kekuasaan DPR begitu besarnya sehingga memang eksekutif sekarang ini tersandera. Dalam suasana yang demikian, Pak P3, sebetulnya saya berharap Pak SBY lebih tegas. Pada waktu Kapolri habis masa jabatannya, menentukan kapolri baru lamanya nggak karuan, pada waktu jaksa agung habis, pake sementara dulu, lamanya nggak karuan… Banyak sekali putusan-putusan yang kita harap bisa cepat, lama. Ini yang menjadi rakyat semakin kurang yakin, begitu...

Page 233: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

233

P4-4 menyampaikan bahwa tidak adanya partai mayoritas di DPR membuat

pengambilan keputusan sangat sulit. Presiden diharapkan dapat bertindak tegas

tetapi dengan adanya perubahan undang-undang dasar, kekuasaan DPR menjadi

sangat besar sehingga eksekutif berada pada posisi sulit. Pergantian pimpinan

institusi apa pun yang melibatkan DPR pasti akan memakan waktu lama.

P4-4 mengkritik presiden yang kurang tegas dan mengkritik DPR yang

dianggap sebagai penghalang pengambilan keputusan yang cepat dan efisien.

Mengkritik ialah tindakan yang melanggar kesantunan dan sehubungan dengan

ucapan P4-4, kritikannya merugikan kredibilitas presiden dan DPR sehingga dapat

dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan. Di samping melanggar kesantunan,

P4-4 juga mengaplikasikan strategi kesantunan. Untuk menunjukkan kesantunan,

P4-4 menggunakan kalimat berpagar seperti berikut “...sebetulnya saya berharap

Pak SBY lebih tegas”. Melalui kalimat itu, P4-4 mengemukakan harapannya dan

hal ini menunjukkan bahwa dia berada pada posisi yang lebih rendah daripada

SBY. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa P4-4 mengaplikasikan maksim

kerendahan hati.

Keinginan P4-4 agar DPR mau bekerja sama dengan pemerintah dan agar

eksekutif tidak berada dalam posisi sulit karena adanya kekuasaan DPR yang

sangat besar, ditegaskan dengan memberi penekanan pada kata/frasa “mayoritas”,

“bertele-tele tidak efisien”, dan “begitu besarnya”.

P4-4 hanya melakukan pelanggaran kesantunan satu kali, yaitu pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan sehingga tingkat pelanggarannya adalah

Page 234: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

234

1 ----- X 100% = 10%. 10

Nilai pelanggaran kesantunan yang kecil ini menjadikan P4-4 politisi yang sangat

santun dan rendah hati karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan hati. Dia

juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi

karena jawaban yang efektif, jelas, dan relevan

Pembawa acara

Baik-baik, kalau tidak akan melebar. Oke... Tetapi katakanlah bahwa jejaring sosial, twitter, facebook, dan lain sebagainya hanya mewakili kelompok menengah gitu, tetapi seberapa besar sebenarnya pengaruhnya untuk mempengaruhi opini publik secara umum?

Politisi 4 – Data 5 (P4-5)

Oh sangat luar biasa. Jangan sebut itu kelas menengah, itu sekarang sampai anak SMA pun sudah main, di desa-desa juga sudah main, dan itu dengan cepat sekali. Saya kira pada waktu ini kita tidak bisa menganggap ringan itu. Untuk mengumpulkan ribuan orang di Monas atau di HI, itu dalam waktu jam saja orang kumpul janjian jam sudah kumpul. Jadi saya kira memang kita perlu, sekali lagi Kania ya, saya berharap pemerintahan ini habis sampai 2014, kita punya enam presiden, empat dijatuhkan di tengah jalan, itu juga tidak menyenangkan kita, citra kita diluar juga jelek. Tetapi satu syarat, presiden perlu segera tegas mengatasi berbagai hal yang membuat rakyat tidak percaya pada institusi-institusi Negara. Sangat berbahaya, ketidakpercayaan itu nanti bisa berkembang menjadi disobedient, perlawanan terhadap… Pembangkangan terhadap tugas-tugasnya sebagai warga negara...

P4-5 setuju bahwa jejaring sosial sangat potensial untuk menggalang masa.

Dia juga menyatakan bahwa presiden yang sekarang harus mampu bertindak tegas

agar kepercayaan rakyat terhadap institusi-institusi dapat pulih kembali. Apabila

tidak, akan terjadi pembangkangan rakyat pada pemerintah.

Page 235: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

235

Kalimat “Presiden perlu segera tegas mengatasi berbagai hal yang membuat

rakyat tidak percaya pada institusi-institusi Negara” menyiratkan makna bahwa

presiden tidak tegas. Bagi seorang kepala negara, sikap yang tidak tegas adalah

sikap yang kurang baik. Pernyataan P4-5 itu merugikan presiden karena

pernyataan itu dapat menjatuhkan kredibilitas presiden selaku pemimpin negara,

dan hal ini melanggar maksim kebijaksanaan.

Pendapat P4-5 tentang pentingnya jejaring sosial untuk memengaruhi opini

publik dan pentingnya ketegasan presiden untuk menghindari pembangkangan

ditegaskan dengan menekankan pengucapan kata-kata “ribuan”, “tegas”, dan

“pembangkangan”.

P4-5 hanya melakukan satu pelanggaran kesantunan, yaitu pelanggaran

maksim kebijaksanaan. Hal ini berarti nilai pelanggarannya adalah

1 ----- X 100% = 10%. 10

Hal ini berarti bahwa P4-5 adalah politisi yang sangat santun. Kesantunannya

meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi. Dia menggunakan bahasa dengan efektif, jelas dan jawabannya

relevan dengan pertanyaan.

Secara umum ucapan P4-5 itu dianggap tidak santun karena kalimat-kalimat

yang melanggar kesantunan itu diucapkan pada orang atau sekelompok orang

yang mempunyai kekuasaan lebih kuat atau berstatus sosial lebih tinggi, dalam hal

ini, presiden.

Page 236: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

236

Untuk mempermudah pemahaman, deskripsi di atas disajikan dalam tabel

berikut.

Tabel 4.8: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 4

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P4-1

Penerimaan Kecocokan Kebijaksanaan Cara

40% Santun

P4-2 Penerimaan

10% Sangat Santun

P4-3

Kebijaksanaan Cara

20% Sangat Santun

P4-4

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

P4-5

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

Politisi 4 : Sangat Santun (18%)

Apabila dilihat secara keseluruhan, maksim kesantunan yang dilanggar adalah

Tabel 4.9: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 4

No Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 4 2. Maksim cara 2 3. Maksim penerimaan 2 4. Maksim kecocokan 1 5. Maksim kemurahan hati 0 6. Maksim kerendahan hati 0 7. Maksim kesimpatian 0 8. Maksim kualitas 0 9. Maksim kuantitas 0

10. Maksim relevansi 0

Page 237: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

237

Susunan pelanggaran seperti di atas menunjukkan bahwa P4 adalah politisi yang

ingin mengambil keuntungan dari merugikan orang lain. Dia juga cenderung

mengemukakan sesuatu dengan cara yang jelas dan cenderung kurang menghargai

orang lain.

Berdasarkan analisis di atas, secara keseluruhan tingkat pelanggaran

kesantunan P4 adalah

40 + 10 + 20 + 10 + 10 ------------------------------ = 18 %. 5 Persentase pelanggaran kesantunan yang 18% itu menjadikan P4 politisi yang

sangat santun.

Strategi kesantunan yang dilakukan oleh P4 berupa pengaplikasian (1)

maksim kebijaksanaan dengan menggunakan bentuk impersonal, (2) maksim

kemurahan hati dengan ikut membagi beban dengan yang lain, (3) maksim

kerendahan hati dengan menggunakan kalimat berpagar, (4) maksim penerimaan

dengan menyebut nama pembawa acara sebagai tanda menghargai keberadaan

pembawa acara itu di sana, (5) maksim kuantitas karena kalimat-kalimatnya

efektif, (6) maksim cara karena bahasanya dapat dimengerti dan (7) maksim

relevansi karena jawabannya relevan dengan pertanyaan.

Untuk mengetahui kemampuan komunikasi P3 dan P4 yang merupakan

partisipan tayangan “Krisis Kepemimpinan Nasional”, analisis SPEAKING

mereka ditabelkan berikut ini.

Page 238: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

238

Tabel 4.10: Analisis SPEAKING Politisi 3 dan Politisi 4

Elemen SPEAKING Data Komunikasi Waktu dan tempat komunikasi (S)

Komunikasi berlangsung dalam acara talk show “Today”s Dialogue” di Metro TV yang ditayangkan hari Selasa, jam 23.00 – 24.00 WITA, tanggal 1 Februari 2011, dengan topik “Krisis Kepemimpinan Nasional”.

Partisipan (P) P3, P4 dan pembawa acara. Hasil Komunikasi (E)

Pengakuan terhadap adanya krisis kepemimpinan nasional yang disebabkan karena tidak pekanya pimpinan nasional terhadap persoalan-persoalan mendasar yang terjadi di masyarakat dan juga karena adanya pemilihan pimpinan nasional yang berdasarkan money politic.

Bentuk dan isi Komunikasi (A)

P3 menggunakan kata-kata santun dalam berbicara. Dia menggunakan pronomina “kita” untuk membagi beban, menggunakan kata “membebastugaskan” untuk kata “memecat”. Misalnya, “...ini persoalan bukan presiden, tapi persoalan kita semua”. P4 juga menggunakan pronomina “kita” untuk membagi beban di antara partisipan, sehingga bahasanya terdengar santun. Misalnya. “Tetapi sebetulnya, kita juga harus introspeksi...”. Isi komunikasi mereka adalah tentang sulitnya memilih kepala daerah yang kredibel karena adanya money politik, sehingga banyak kepala daerah yang terpilih tidak peka terhadap kebutuhan mendasar rakyat.

Perilaku penyampaian Pesan (K)

Berdasarkan analisis kesantunan, perilaku penyampaian pesan P1 dan P2 adalah sangat santun.

Cara penyampaian Pesan (I)

Pesan disampaikan secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan.

Norma interaksi dan Interpetasi (N)

Dalam penyampaian pesan, P3 dan P4 melakukan beberapa pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan.

Jenis-jenis ujaran (G) P3 dan P4 menyampaikan pesan dengan menggunakan kalimat-kalimat deklaratif kompleks.

Berdasarkan analisis di atas, dan apabila dianalogikan dengan analisis kesantunan,

dapat dikatakan bahwa P3 dan P4 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang

sangat baik.

Page 239: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

239

4.2.3 “Politik Beretika”

Dalam tayangan “Politik Beretika” yang dibicarakan adalah rancangan kode

etik DPR. Pengesahan kode etik ini mengalami kendala karena kurangnya

sosialisasi pada sejumlah fraksi, adanya penghilangan atau pelonggaran pasal-

pasal krusial, dan tata kelola jabatan politik. Narasumber yang hadir tiga orang,

tetapi yang dikategorikan politisi hanya ada satu orang, dan selanjutnya disebut

Politisi 5 (P5), yaitu politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Dua narasumber lainnya adalah peneliti ICW dan wartawan senior.

Berikut adalah data yang berasal dari ucapan P5 yang menjawab pertanyaan

pembawa acara berdasarkan narasi berikut.

Narasi

Hebat betul gairah wakil rakyat untuk membuat diri mereka tampak etis, tampak terhormat. Hal itu ditunjukkan dalam rancangan kode etik DPR yang saat ini dibahas di DPR. Salah satu yang ramai dibicarakan dari butir-butir Code of Conduct itu adalah larangan bagi anggota DPR untuk memasuki kompleks pelacuran dan perjudian. Larangan itu menggelikan, semua orang jelas mengetahui bahwa judi dan pelacuran itu haram hukumnya. Seluruh agama pun mengatur itu dengan jelas dan gamblang. Namun ibarat tidak yakin air laut berasa asin, DPR menggaraminya lagi. Akal sehat anggota Dewan memang sudah terbalik. Yang semestinya tidak perlu diatur malah ditetapkan, sebaliknya yang harusnya diperketat malah diperlonggar. Sejumlah butir penting yang semestinya dipertahankan malah dihilangkan, yang seharusnya dilarang malah diizinkan. Contohnya dalam aturan itu, anggota DPR boleh menggunakan jabatan mereka untuk mengurus keperluan birokratis, mereka pun diperbolehkan merangkap jabatan diluar DPR. Tak hanya itu, mereka bahkan menambahkan diri mereka dengan fasilitas boleh membolos yaitu toleransi ketidakhadiran fisik dalam sidang DPR diperlonggar dari 3 kali berturut-turut menjadi 6 kali. Itu jelas kode etik akal-akalan, kode etik yang justru akan membuat anggota DPR semakin tidak perduli dengan etika. Keadaan akan bertambah parah karena DPR tidak memiliki mekanisme internal yang kredibel dan berkekuatan memaksa agar anggotanya patuh dan taat dalam bertindak dan berperilaku sesuai etika. Semestinya itu tugas Badan

Page 240: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

240

Kehormatan DPR, namum lembaga itu meskipun eksis secara yuridis tidak hadir dalam substansi, ia praktis tidak memiliki wibawa. Lembaga itu sudah tidak ditakuti dan dihormati lagi oleh para anggota Dewan. DPR perlu dipaksa memiliki pengawas independen untuk mengendalikan mereka. Pembahasan kode etik DPR memang masih berlangsung. Namun dengan semangat akal-akalan, ia akan hanya menjadi sebuah kertas tak berharga yang akan segera dilupakan dan ditertawakan begitu disahkan. Termasuk larangan pergi ke tempat pelacuran dan perjudian yang seakan mengisyaratkan anggota DPR doyan kesitu sehingga perlu diatur dalam kode etik.

4.2.3.1 Analisis Data Politisi 5 (P5)

Berikut adalah data yang merupakan jawaban P5 atas pertanyaan seputar

kode etik yang akan disahkan oleh DPR malam itu. Komunikasi dengan P5

dilakukan melalui satelit karena dia ada di gedung DPR. P5 adalah politisi yang

kurang setuju dengan isi kode etik yang akan disahkan malam itu karena dianggap

sangat memberi peluang terhadap terjadinya korupsi dan penyalahgunaan jabatan

di kalangan anggota DPR.

Pembawa acara

Ya, kita malam hari ini, kita tinggalkan soal...hak angket pajak dulu. Kita bicara soal...peraturan kode etik DPR yang...belum lama ini akhirnya menjadi pro dan kontra. Anda sendiri sebagai orang yang sudah diluar dari...Badan Kehormatan DPR sendiri melihat ada beberapa pasal yang tibaaa...tiba-tiba hilang sementara ada pasal-pasal yang kurang substansial begitu. Masalah perjudian dan pelacuran justru masuk. Apa tanggapan anda?

Politisi 5 – Data 1 (P5-1)

Ya, pertama tentu kalau disinggung tentang pasal yang baru masuk itu sesungguhnya ada beberapa hal yang perlu di...kritisi. Yang pertama, segiii... kosakata, pilihan kosakata, ini...saya menilai sangat vulgar, kalau dengan kata... pelacuran seperti itu. Itu bahasa yang janggal sekali dan jarang sekali digunakan. Kenapa tidak dengan kata lain yang lebih halus, mungkin lebih...santun dengan kata maksiat misalnya. Nah, ini tentu tidak prinsipil karena ini hanya kata-kata. Tetapi ada beberapa pasal yang prinsipil sekali yang saya lihat hilang setengah yaitu mengenai...anggota

Page 241: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

241

DPR dilarang menerima hadiah/pemberian dalam bentuk apapun oleh pihak manapun juga. Ini hilang justru diganti dengan menerima dari mitra kerja. Nah, ini prinsipil yang ini. Kemudian ada pasal lain mengenai rangkap jabatan. Ini juga hilang. Padahal pada waktu yang lalu jelas tercantum bahwa rangkap jabatan seperti advokat, dokter, kemudian notaris, konsultan ...ini menjadi hilang.

P5-1 menyampaikan bahwa dalam rancangan kode etik DPR terdapat pilihan

kata yang tidak santun dan terjadi perubahan dan penghilangan hal-hal yang

prinsip seperti larangan untuk menerima pemberian dalam bentuk apa pun

sekarang diubah menjadi tidak boleh menerima pemberian dari mitra kerja, dan

perangkapan jabatan dihilangkan.

Pada saat P5-1 mengatakan pilihan kata di dalam rancangan kode etik DPR

sangat vulgar, dia sudah melanggar maksim kecocokan. Dia menunjukkan

ketidaksetujuannya terhadap penggunaan kata yang dibuat oleh Badan

Kehormatan DPR itu. Dia juga melanggar maksim kecocokan pada saat

mempertanyakan adanya pergantian atau hilangnya beberapa hal penting di dalam

rancangan kode etik DPR, yaitu pergantian pernyataan gratifikasi, berubahnya

klausa mengenai rangkap jabatan. Mengenai masalah gratifikasi, kalau dulu

anggota DPR dilarang menerima pemberian apa pun dari siapa pun, menurut

rancangan kode etik anggota DPR hanya dilarang menerima pemberian dari mitra

kerja. Kalau dulu ditentukan bahwa anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan,

menurut rancangan kode etik yang baru, rangkap jabatan diperbolehkan. P5-1

tidak menyetujui perubahan atau penghilangan itu.

Keinginan P5-1 untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya atas perubahan

dan penghilangan hal yang penting dari kode etik DPR itu didukung dengan

Page 242: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

242

memberi penekanan pada kata/frasa “yang pertama”, “dalam bentuk apa pun”,

“pihak mana pun”, “ini prinsipil”, dan “ini juga hilang”.

Dalam data 1, P5 hanya melakukan pelanggaran terhadap maksim kecocokan

yang dilakukannya sebanyak dua kali, dan hal ini berarti tingkat pelanggaran

kesantunannya adalah

1 ----- X 100% = 10%. 10

Hal ini menunjukkan bahwa P5 adalah politisi yang sangat santun dan beretika.

Nilai kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke. Pak P5 menurut anda apa dugaan anda ketika anda sudah tidak di Badan Kehormatan justru pasal-pasal yang krusial ini malah dihilangkan begitu. Apa yang anda duga terjadi di BK?

Politisi 5 - Data 2 (P5-2)

Saya tidak berfikir negatif bahwa ini sengaja dihilangkan tetapi saya lebih menilai bahwa ini kurang lengkapnya...orang-orang yang ikut serta dalam pembahasan. Untuk membahas kode etik yaitu...aturan landasan peraturan untuk...perbuatan dilarang dan kata-kata atau ucapan yang dilarang ini seharusnya dibuat bukan oleh pelaksana atau oleh BK sendiri tetapi harus oleh alat kelengkapan lain seperti Pansus. Dalam Undang-Undang MB3 memang hal ini disebutkan bahwa....untuk melakukan...perubahan-perubahan kalau diperlukan ini melalui BK tetapi...pasal itu haruslah dimaknai dengan BK sebagai inisiator, BK merumuskan saja...,apa saja yang kurang, apa saja perkembangan kemasyarakatan timbul hal yang baru. Baru itu kemudian diserahkan ke paripurna atau Bamus untuk dibuat Pansus tetapi ini oleh BK sendiri. Mungkin yang lain yang lebih prinsipil juga adalah unsur-unsur yang membuat atau mengurus undang –undang itu atau aturan itu tidak semua fraksi padahal hal itu akan diberlakukan di keanggotaan seluruh fraksi.

Page 243: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

243

P5-2 mengutarakan bahwa pembuatan kode etik seharusnya tidak dibuat oleh

Badan Kehormatan, tetapi oleh panitia khusus. Badan Kehormatan seharusnya

hanya merumuskan apa yang perlu diperbaiki kemudian dibawa ke paripurna

untuk dibuatkan panitia khusus. Pembuatan rancangan kode etik tidak melibatkan

semua fraksi, padahal ini akan diberlakukan untuk semua anggota.

Melalui ucapannya di atas P5-2 ingin menunjukkan kesalahan yang dilakukan

oleh Badan Kehormatan DPR dalam menyusun rancangan kode etik DPR yang

tidak mengikutsertakan orang luar. Dalam hal ini, P5-1 menunjukkan

ketidaksetujuannya dengan cara kerja Badan Kehormatan DPR, dan hal ini

melanggar maksim kecocokan. Ketidaksetujuannya ini ditegaskan dengan

penekanan pengucapan kata/frasa “dihilangkan”, “landasan peraturan”. “bukan

oleh pelaksana, “oleh BK”.

Dalam kesempatan berbicara seperti di atas, P5-2 mengaplikasikan strategi

kesantunan, yaitu mengucapkan ketidaksetujuannya melalui kalimat berpagar

“Saya tidak berfikir negatif bahwa ini sengaja dihilangkan tetapi saya lebih

menilai bahwa ini kurang lengkapnya...orang-orang yang ikut serta dalam

pembahasan”. Dengan menggunakan kalimat berpagar, P5-2 mengaplikasikan

maksim penerimaan karena dia mencoba memberi penghargaan terhadap apa

yang suah dilakukan oleh Badan Kehormatan DPR.

Dengan hanya melanggar satu maksim kesantunan yaitu maksim kecocokan,

nilai ketidaksantunan yang dilakukan oleh P5-2 adalah

1 ----- X 100% = 10%. 10

Page 244: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

244

Hal ini menunjukkan bahwa P5 adalah politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

cara, dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Ucapan yang dianggap tidak santun itu dikarenakan ucapan itu diperuntukkan

bagi institusi yang lebih terhormat, yaitu Badan Kehormatan DPR.

Pembawa acara

Ya, Pak P5. Salah satu pasal yang dicoret ini adalah masalah gratifikasi. Ya, paling tidak, tidak dicoret semuanya namun diperindah, diperluas bahkan begitu ya..jadi kalau seandainya menerima sesuatu dari yang bukan mitra kerjanya tidak apa-apa pak. Bagaimana tanggapan anda?

Politisi 5 – Data 3 (P5-3)

Ya, ini satu hal yang aaa...hilang dengan tanpa alasan yang cukup ini, tetapi paling tidak mereka mengatakan bahwa perumus dari Badan Kehormatan ini telah melihat ada aturan untuk itu khusus yaitu pada Undang-Undang Tipikor. Tetapi saya tetap tidak sependapat karena undang-undang kan berbeda undang-undang aturan hukum. Jadi itu Court of Law tidak sama dengan Code of Conduct atau Code of Ethic. Ini tentu tidak boleh hilang semestinya. Nah, tetapi tetap tidak ada sehingga ini memang belum disahkan pada waktu paripurna yang lalu, masih ada kesempatan untuk mengubah atau menambah.

P5-3 tidak setuju jika Perumus dari Badan Kehormatan menganggap bahwa

gratifikasi tidak perlu dimasukkan ke dalam kode etik DPR karena sudah diatur

dalam undang-undang Tipikor. Akan tetapi, menurut P5-3, undang-undang tipikor

tidak sama dengan peraturan kode etik. Masih ada waktu untuk memperbaiki

karena undang-undang kode etik ini belum disahkan.

Pada saat mengatakan, “Tetapi saya tetap tidak sependapat karena undang-

undang kan berbeda undang-undang aturan hukum”, P5-3 sudah menyatakan

Page 245: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

245

ketidaksetujuannya dengan pendapat Badan Kehormatan bahwa gratifikasi tidak

perlu tercantum dalam kode etik DPR karena sudah masuk dalam undang-undang

tindak pidana korupsi. Pernyataan ini melanggar maksim kecocokan.

Ketidaksetujuan ini ditegaskan dengan menekankan kata/frasa “tidak sama” pada

saat membandingkan Court of Law dan Code of Conduct.

Karena pelanggaran hanya dilakukan atas satu maksim kesantunan yaitu

maksim kecocokan, nilai pelanggaran kesantunan adalah

1 ----- X 100% = 10%. 10 Hal ini berarti bahwa P5-3 adalah politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas dan relevan dengan

pertanyaan.

Meskipun nilai ketidaksantunan itu kecil, nilai itu meningkat karena

ketidaksetujuan yang disampaikan dinyatakan langsung untuk Badan Kehormatan

DPR yang secara status memiliki kedudukan lebih tinggi dari P5.

Pembawa acara

Tetapi menurut anda walaupun anda sekarang sudah tidak menjadi anggota...ketua Badan Kehormatan. Apa yang kemudian menjadi alasan konkrit, alasan logis....badan Kehormatan menolak masalah pasal gratifikasi?

Politisi 5 – Data 4 (P5-4)

Saya tidak berpikir buruk bahwa mereka menolak tetapi mungkin kalo kita harus bicara terbuka adalah bagaimana pemahaman mengenai apa itu etika yang kurang. Saya setuju tadi bahwa semestinya Badan kehormatan kalau ingin merumuskan sendiri dia harus melibatkan publik, diajak serta untuk

Page 246: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

246

memberi masukan, karena kalau hanya belajar dari luar negeri, dari negara lain, itu tentu ya..tidak sama karena etik itu tidak lepas dari kultur. Oleh karenanya tidak bisa saja belajar dari luar negeri tetapi ya bisa mengundang masyarakat untuk memberi masukan itu lebih tepat.

Menurut P5-4, untuk membuat kode etik, Badan kehormatan harus

melibatkan publik agar mendapat masukan. Kalau hanya belajar dari luar negeri

tentu tidak cocok karena etik berhubungan dengan budaya.

Dalam data 4, P5 tidak melakukan pelanggaran kesantunan. Akan tetapi dia

mengaplikasikan salah satu strategi kesantunan, yaitu penggunaan kalimat

berpagar pada saat menyatakan adanya kemungkinan Badan Kehormatan DPR

menolak pasal gratifikasi. Kalimat tersebut adalah “Saya tidak berpikir buruk

bahwa mereka menolak tetapi mungkin kalo kita harus bicara terbuka adalah

bagaimana pemahaman mengenai apa itu etika yang kurang”. Dengan

menekankan kata “semestinya”, P5-4 ingin menekankan apa yang seharusnya

dilakukan oleh Badan Kehormatan DPR dalam proses pembuatan rancangan kode

etik DPR. Pasal gratifikasi adalah pasal yang dianggap baik karena dapat

mencegah anggota DPR untuk menerima suap, dan pasal ini dihilangkan,

sedangkan P5-4 menginginkan pasal itu tetap ada. Dengan menggunakan kalimat

berpagar seperti di atas, P5-4 mengaplikasikan maksim penerimaan karena

mengharap tidak mungkin Badan Kehormatan DPR menolak pasal yang justru

mencegah anggota DPR menerima suap.

Dengan tidak adanya maksim kesantunan yang dilanggar, P5-4 dapat

dikatakan politisi yang santun apalagi ditambah dengan penggunaan kalimat

berpagar untuk mengurangi tekanan ketidaksantunan. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan

Page 247: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

247

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Oke. Kita akan cross-check pada Pak P5. Benar tidak Pak P5 memimpin Badan Kehormatan sekian susahnya karena mungkin ada titipan dari partai politik, ada banyak kepentingan. Ada juga konflik di internal BK sendiri. Silahkan Pak P5.

(Pembawa acara mempertanyakan tentang adanya kasus anggota DPR yang terpidana namun belum diberhentikan dan lambatnya penanganan terhadap aduan)

Politisi 5 – Data 5 (P5-5)

Ya, saya dua periode menjadi ketua BK. Ini periode kedua saya. Kalau tadi dikatakan adanya aduan-aduan mengenai orang yang diputus secara hukum itu betul. Nah, itu memang sudah...saya sampaikan pada pimpinan untuk mendapat kepastian dari.... keputusan hukum itu karena BK tidak bisa meminta keterangan keluar, semua harus melalui pimpinan dan sekjen. Nah..surat dari pimpinan pada Mahkamah Agung; lembaga yang memastikan bahwa seorang itu betul telah diputus pidana itu lama sekali baru diterbitkan. Menjelang konflik tadi, yang Pak Abdullah sampaikan tadi, itu betul ada konflik. Itu juga merupakan bagian dari tersendatnya 42 aduan, 22 langsung ke BK, ada 20an yang melalui pimpinan yang harusnya diteruskan ke BK. Jadi memang sekian banyak aduan itu mandeg.

P5-5 menyatakan bahwa memang betul ada anggota DPR yang sudah

terpidana, tetapi belum diberhentikan. Hal ini disebabkan oleh surat keputusan

dari Mahkamah Agung turunnya lambat sekali. Sementara itu untuk tersendatnya

proses aduan disebabkan oleh aduan yang mandeg di meja pimpinan.

Dengan tidak menyebutkan siapa dua orang anggota DPR yang sudah diputus

bersalah secara hukum, namun merekabelum diberhentikan dengan jelas, P5-5

melanggar maksim cara. Akan tetapi, sebagai mantan Ketua Dewan Kehormatan

DPR, P5-5 seharusnya tahu siapa yang dimaksud. Dengan tidak menyebut nama

kedua orang itu, sesungguhnya P5-5 sedang mengaplikasikan maksim

Page 248: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

248

kebijaksanaan karena dia ingin meminimalkan kerugian kedua anggota DPR

tersebut. Dia juga mengatakan bahwa Mahkamah Agung sangat lamban

mengeluarkan putusan, dan hal ini melanggar maksim kebijaksanaan karena apa

yang diucapkan sudah merugikan nama baik lembaga tinggi negara. Dengan

menekankan pengucapan kata “seharusnya” P5-5 ingin menekankan apa yang

seharusnya dilakukan oleh Pimpinan DPR sehubungan dengan adanya aduan. Hal

ini juga melanggar maksim kebijaksanaan karena pimpinan DPR dirugikan

dengan pernyataan yang menyiratkan pimpinan DPR tidak melakukan

pekerjaannya dengan baik.

Dalam data 5, P5 melakukan pelanggaran terhadap dua maksim yaitu maksim

cara dan maksim kebijaksanaan yang dia langgar sebanyak dua kali.. Dengan

demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10 Nilai pelanggaran itu menunjukkan bahwa P5-5 adalah politisi yang sangat

santun meskipun ada pelanggaran maksim kesantunan yang dia lakukan, dan hal

itu ditujukan pada Mahkamah Agung dan pimpinan DPR. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas dan maksim relevansi

melalui bahasanya yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke. Yang anda lihat kesalahan ketidakmauan laporan-laporan dari BK

ditindaklanjuti itu letaknya dimana, pak P5?

Page 249: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

249

Politisi 5 – Data 6 (P5-6)

Saya harus mengakui bahwa ada kepentingan-kepentingan politik. Ini..sebagai ketua, saya menegaskan bahwa mari kita me...menanggalkan atribut. Saya memberi contoh, pada periode yang lalu saya juga memberhentikan anggota PDI perjuangan, fraksi saya karena terdapat pelanggaran fatal; ini saya contohkan. Oleh karena itu, ketika saya mulai menjabat periode kedua ini, hal yang sama saya lakukan. Mari kita meninggalkan atribut partai, kita menindak tegas. Tetapi ya kita semua melihat bahwa ternyat...sikap saya dinilai yang berbeda, ada yang mengatakan otoriter dan sebagainya. Saya memang yang termasuk meyoroti semua pelanggaran dengan tegas termasuk pada anggota BK sendiri. Ada sekian banyak anggota BK yang diadukan menyimpang dalam perjalanan dinas pun saya usut dan ini juga merupakan bagian dari.....ketidaksukaan bahwa saya terlampau mencampuri urusan aduan. Dan ini merupakan bagian dari resiko untuk saya bertugas di BK.

P5-6 menyatakan bahwa pada saat menjabat sebagai ketua BK dia

mengimbau agar atribut partai dilepaskan. Dia pernah memberhentikan anggota

DPR yang berasal dari fraksinya sendiri. Karena sikapnya itu, P5-6 dituduh

otoriter. P5-6 adalah orang yang paling keras menyoroti penyimpangan termasuk

yang dilakukan oleh BK, termasuk penyimpangan dalam perjalanan dinas. Hal ini

yang menyebabkan dia tidak disukai pimpinan karena dianggap mencampuri

urusan aduan.

Dengan mengatakan bahwa keinginannya untuk menegakkan aturan di DPR

ternyata telah menimbulkan ketidaksukaan, P5-6 telah melanggar maksim cara

karena tidak dijelaskan siapa yang tidak suka. P5-6 saat ini sudah tidak bertugas

lagi di Badan Kehormatan DPR dan sekarang dia membandingkan kinerja Badan

Kehormatan DPR yang sekarang dengan pada saat dia masih aktif di badan

kehormatan itu. Apabila P5-6 mengaplikasikan maksim cara dengan cara

menyebut siapa yang tidak suka akan ketegasannya menindak anggota DPR yang

Page 250: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

250

melanggar aturan, maka berarti dia melanggar maksim kebijaksanaan karena

sudah membuka aib orang sehingga merugikan nama baik mereka. Dari

pembicaraannya dapat dipahami bahwa kinerja Badan Kehormatan DPR pada saat

dia masih di sana lebih baik dari sekarang. Dengan melakukan hal ini dia sudah

melanggar maksim kerendahan hati karena ucapannya terdengar sombong, apalagi

dia menggunakan pronomina “saya”, seolah-olah semua hal itu dia kerjakan

sendiri. Padahal Badan Kehormatan itu terdiri atas 11 orang yang dipilih

berdasarkan pemerataan dan perimbangan jumlah fraksi. Jad,i keputusan adalah

keputusan bersama, bukan keputusan P5-6 saja.

Meskipun terdengar agak sombong, P5-6 sudah mengaplikasikan maksim

kualitas. Dengan jujur dia mengakui bahwa kerja Badan Kehormatan DPR

melibatkan kepentingan politik. Badan Kehormatan DPR adalah bagian dari DPR

dan sebagai anggota DPR, P5-6 juga bagian dari DPR. Dengan mengatakan hal-

hal yang negatif tentang lembaganya sendiri yang juga berdampak negatif pada

dirinya, P5-6 sudah mengaplikasikan maksim kerendahan hati. Dengan demikian,

dalam suatu kesempatan bicara P5-6 sudah melanggar, tetapi sekaligus

mengaplikasikan maksim kerendahan hati. Badan kehormatan secara status berada

di atas anggota DPR biasa. Oleh karena itu, seharusnya P5-6 tidak membicarakan

hal-hal yang negatif tentang sebuah lembaga yang berstatus lebih tinggi.

Ada dua hal penting yang ingin disampaikan oleh P5-6 dengan memberi

penekanan pada kata-kata “menegaskan” dan “menyoroti”. Dia ingin menegaskan

bahwa apabila menjadi anggota badan kehormatan atribut partai harus

Page 251: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

251

ditanggalkan supaya dapat bekerja maksimal karena tugas Badan Kehormatan

DPR ialah menyoroti pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR.

Dengan melanggar dua maksim kesantunan yaitu maksim cara dan maksim

kerendahan hati, tingkat ketidaksantunan P5-6 adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10

Nilai itu menjadikannya politisi yang santun dan kadar kesantunannya akan

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kesantunan yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim kualitas dan maksim kerendahan hati. Maksim lain yang

diaplikasikannya adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi melalui

bahasanya yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke. Saya ke Pak P5 lagi. Pak P5 ini sudah mendapat banyak masukan begitu dari teman-teman disini, dari narasumber kami disini. Apakah mungkin begitu masukan-masukan ini bisa kemudian diakomodasi dan anda sampaikan pada teman teman di badan kehormatan sekarang walaupun anda sudah outsider begitu.

Politisi 5 – Data 7 (P5-7)

Ya. Ini memang untuk komposisi di BK itu pilihan sebenarnya. Ad..pada masa yang lalu sebelum undang-undang mengatur BK merupakan alat kelengkapan yang permanen. Dulu memang terdiri dari campuran tokoh masyarakat dan kampus untuk DPR, BK DPR yang ad-hock pada waktu itu. Nah, sekarang kalau akan diminta pendapat dari masyarakat itu akan merupakan hal yang baik juga. Jadi memang melibatkan langsung atau tidak langsung itu bagian daripada pilihan pilihan yang bisa diakomodasi oleh BK sebenarnya. Jadi saya mendukung sekali kalau ada masukan dari masyarakan bahkan melihat situasi intervensi akan lebih tepat kalau ada pihak luar yang masuk menjadi bagian dari BK, dari unsur BK. Tetapi ini perlu revisi undang undang.

Page 252: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

252

P5-7 setuju apabila masyarakat memberi masukan pada BK atau bahkan lebih

baik lagi apabila ada pihak luar masuk menjadi BK. Akan tetapi, hal ini

memerlukan revisi undang-undang.

Menurut P5-7 akomodasi pendapat dari masyarakat sebenarnya dapat

dilakukan oleh Badan Kehormatan DPR. P5-7 menggunakan kata “sebenarnya”

dan hal ini berimplikasi bahwa Badan Kehormatan DPR tidak bersedia melakukan

hal yang baik. Pernyataan P5-7 itu melanggar maksim kebijaksanaan dan maksim

kecocokan. Pelanggaran maksim kebijaksanaan disebabkan oleh pernyataannya

yang merugikan nama baik badan kehormatan yang dianggap tidak mau

melakukan hal yang positif dan maksim kecocokan dilanggar karena dia sudah

menunjukkan ketidaksetujuannya dengan cara kerja Badan Kehormatan DPR

dalam proses perumusan etika DPR.

P5-7 tidak mengaplikasikan maksim kesantunan, tetapi dia memberi

penekanan pada kata “permanen” dan “bagian”. Tujuan penekanan pada kedua

kata itu ialah untuk menegaskan bahwa, meskipun Badan Kehormatan adalah

alat kelengkapan DPR yang tetap, dia setuju apabila ada pihak luar masuk

menjadi bagian badan kehormatan meskipun harus mengubah undang-undang.

P5-7 sudah melakukan pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan dan

maksim kecocokan. Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10 Hasil itu menunjukkan bahwa P5-7 adalah politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

Page 253: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

253

cara dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke, itu satu hal tetapi bagaimana dengan ketidakmampuan Badan Kehormatan untuk melakukan eksekusi terhadap putusannya sendiri. Ketika BK mengatakan ya, satu orang bersalah, ketika dilempar ke partai politik ternyata tidak bersalah, tidak usah mundur, tidak usah non-aktif. Badan kehormatan tidak bisa berbuat apa-apa.

Politisi 5 – Data 8 (P5-8)

Ya, memang itu tidak diatur secara explisit tetapi ada tindakan tindakan dewan yang tidak bisa digunakan semestinya. Kalau katakan seseorang anggota “saya pernah mengalami” dipindahkan dari alat kelengkapan, artinya dia tidak boleh memimpin sebuah komisi. BK memutus seperti itu karena cukup berat, hanya karena dia tidak diberhentikan maka yang saya lihat fraksinya masih menempatkan yang bersangkutan disana. Kami langsung menemui pimpinan DPR, pimpinan DPR harus dengan tegas untuk bisa memindahkan, paling tidak melarang yang bersangkutan untuk ada ditempat dimana dia tidak diperbolehkan oleh Fraksinya. Itu dalam wilayah-wilayah pimpinan DPR. Jadi saya pikir tidak boleh ada keputusan BK yang tidak tereksekusi atau terlaksanakan. Saya pikir selama saya memimpin periode yang lalu, yang sekarang belum pernah ada putusan ketika saya setahun di BK; periode kedua ini. Yang lalu tidak ada keputusan BK yang dilaksanakan. Ada yang hampir-hampir tidak dilaksanakan tetapi segera kita atasi. Pimpinan BK menghadap pada pimpinan DPR.

P5-8 mengatakan bahwa semua putusan BK harus dieksekusi. Kalau ada

masalah dalam pengeksekusian karena ada campur tangan fraksi, maka ketua BK

akan menghadap pimpinan dan meminta agar pimpinan DPR dengan tegas

melaksanakan putusan itu.

Pada saat P5-8 mengatakan bahwa dia pernah menghukum seorang anggota

DPR dengan cara tidak mengizinkannya memimpin sebuah komisi karena

melakukan pelanggaran yang cukup berat, P5-8 melanggar maksim cara karena

Page 254: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

254

tidak dengan jelas menyebutkan siapa anggota yang terhukum itu. Hal ini dia

lakukan untuk melindungi nama baik orang tersebut. Jadi, pada saat P5-8

melanggar maksim cara, dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Dia

melindungi muka negatif orang yang terhukum tersebut dan partai yang

melindunginya. Dia juga melanggar maksim kerendahan hati karena memuji-muji

diri sendiri. Dia mengatakan bahwa pada masanya semua keputusan badan

kehormatan harus tereksekusi. P5-8 juga dapat dianggap melanggar maksim

penerimaan karena dia sudah meminimalkan rasa hormat pada sebuah fraksi yang

tetap membela anggotanya yang sudah dinyatakan bersalah oleh badan

kehormatan. Pernyataannya menunjukkan bahwa fraksi tersebut tidak

menghormati keputusan Badan Kehormatan DPR.

P5-8 mengaplikasikan maksim kualitas sebagai salah satu maksim kesantunan

karena dia dengan jujur mengakui kelemahan undang-undang yang mengatur

kewenangan badan kehormatan sebagai institusi yang berada di DPR, sementara

dia sendiri adalah anggota DPR yang merupakan bagian pembuat undang-undang

badan kehormatan itu. Di samping itu, apa yang dikatakannya adalah suatu

pengakuan atas kelemahan diri sendiri yang berarti dia juga mengaplikasikan

maksim kerendahan hati.

Keinginan P5-8 untuk menunjukkan keinginannya untuk menegakkan

kehormatan badan kehormatan dan melakukan eksekusi terhadap anggota yang

dinyatakan bersalah, dapat dilihat dari penekanan yang diberikan pada kata-kata

“dipindahkan”, “tegas” dan “melarang”.

Page 255: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

255

Melihat bahwa P5-8 sudah melakukan pelanggaran atas maksim cara, maksim

penerimaan, dan maksim kerendahan hati, dapat dikatakan bahwa nilai

pelanggaran kesantunannya adalah

3 ----- X 100% = 30%. 10

Nilai itu menunjukkan bahwa P5-8 adalah politisi yang santun. Kesantunannya

ini meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan, maksim

kualitas, dan maksim kerendahan hati yang menunjukkan bahwa dia adalah

politisi yang jujur, mau mengakui kelemahan sendiri. Dia juga mengaplikasikan

maksim kuantitas dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Karena etikanya saja yang harus dibenahi terlebih dahulu. Pak P5...Pak P5 ini akan dibahas dalam paripurna terdekat walaupun bukan paripurna pada malam hari ini. Bagaimana anda bisa meyakinkan sebagai anggota DPR bahwa pasal-pasal yang sudah ditiadakan apakah itu disengaja atau tidak akan kembali ada nantinya?

Politisi 5 – Data 9 (P5-9)

Ya tentu sangat diperlukan...aturan etik yang bernama kode etik ini karena ini bersifat imperatif artinya memaksa. Jadi kalau tidak ada apa-apa yang tertulis atau norma yang tertulis dalam sebuah peraturan ini akan menjadi bias. Walaupun pada tataran hukum atau pada Court of Law itu ada tetapi kalau Code of Ethics atau code of Conduct tidak mengatur, ini lalu kita kehilangan pedoman untuk menerapkan sangsi yang imperatif itu.

Menurut P5-9, kode etik itu bersifat memaksa. Jadi meskipun aturan itu ada

dalam undang-undang peradilan, aturan itu harus ada secara tertulis dalam kode

etik agar ada pedoman untuk menerapkan sanksi.

Page 256: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

256

Kalimat-kalimat P5-9 di atas adalah kalimat-kalimat yang memberi informasi

tentang pentingnya kode etik yang tertulis. Tidak ada pelanggaran kesantunan di

dalam ujarannya, tetapi ada aplikasi kesantunan, yaitu implikatur yang termasuk

dalam maksim penerimaan. Aplikasi implikatur percakapan ini berhubungan

dengan diskusi sebelumnya yang menyatakan bahwa undang-undang gratifikasi

tidak perlu ditulis secara detail dalam rancangan kode etik DPR. Sebenarnya P5-9

ingin mengatakan bahwa peraturan gratifikasi harus tertulis dengan jelas di dalam

kode etik DPR meskipun hal itu sudah tertulis di dalam undang-undang tipikor.

Tujuannya adalah supaya aturan gratifikasi atau peraturan lain yang bersifat

memaksa itu dapat dijalankan dengan baik oleh seluruh anggota DPR. Dengan

tidak adanya pelanggaran kesantunan, tingkat kesantunan P5-9 adalah 100%.

Nilai kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas dan

relevan dengan pertanyaan.

Untuk lebih jelasnya, deskripsi di atas ditabelkan berikut ini.

Page 257: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

257

Tabel 4.11: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 5 Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase

Pelanggaran Predikat

Kesantunan P5-1

Kecocokan 10% Sangat Santun

P5-2

Kecocokan 10% Sangat Santun

P5-3

Kecocokan 10% Sangat Santun

P5-4

-

0% Sangat Santun

P5-5

Cara Kebijaksanaan

20% Sangat Santun

P5-6

Cara Kerendahan Hati

20% Sangat Santun

P5-7

Kebijaksanaan Kecocokan

20% Sangat Santun

P5-8

Cara Kerendahan Hati Penerimaan

30% Santun

P5-9

-

0% Sangat Santun

Politisi 5 : Sangat Santun (13,3%) Berdasarkan diskusi tentang P5 di atas, dapat dipaparkan bahwa ada lima

maksim yang dilanggar. Berikut adalah urutan maksim yang dilanggar berikut

frekuensi pelanggarannya yang disajikan dalam bentuk tabel.

Page 258: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

258

Tabel 4.12: Urutan Pelanggaran maksim Politisi 5

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kecocokan 4

2. Maksim cara 3

3. Maksim kebijaksanaan 2

4. Maksim kerendahan hati 2

5. Maksim penerimaan 1

6. Maksim kebijaksanaan 0

7. Maksim kesimpatian 0

8. Maksim kualitas 0

9. Maksim kuantitas 0

10. Maksim relevansin 0

Urutan maksim yang dilanggar itu menunjukkan bahwa banyak ketidakcocokan

yang terjadi antara P5 dan badan kehormatan yang secara status lebih tinggi dari

dirinya sehingga dia seharusnya berbicara santun.

Strategi kesantunan yang diaplikasikannya untuk menjaga atau

meningkatkan kesantunan ialah mengaplikasikan maksim kualitas, maksim

kerendahan hati, dan maksim penerimaan melalui penggunaan kalimat berpagar

dan maksim kebijaksanaan.

Analisis di atas menunjukkan bahwa nilai ketidaksantunan P5 adalah

10 + 10 + 10 + 0 + 20 + 20 + 20 + 30 + 0 --------------------------------------------------- = 13,3%. 9 Hasil di atas menunjukkan bahwa P5 adalah politisi yang sangat santun. Maksim

kesantunan yang diaplikasikannya adalah maksim kebijaksanaan, danmaksim

Page 259: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

259

penerimaan melalui kalimat berpagar dan implikatur, maksim kerendahan hati,

maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim cara dan maksim relevansi.

Untuk mengetahui kemampuan komunikasi P5 yang merupakan partisipan

tayangan “Politik Beretika”, berikut ini adalah tabel hasil analisis SPEAKING

yang dilakukan atas P5

Tabel 4.13: Analisis SPEAKING Politisi 5

Elemen SPEAKING Data Komunikasi Waktu dan tempat komunikasi (S)

Komunikasi berlangsung dalam acara talk show “Today”s Dialogue” di Metro TV yang ditayangkan hari Selasa, jam 23.00 – 24.00 WITA, tanggal 22 Februari 2011, dengan topik “Politik Beretika”.

Partisipan (P) P5 dan pembawa acara. Hasil Komunikasi (E) Adanya kesepakatan untuk melibatkan orang luar dalam

penentuan kode etik anggota DPR. Bentuk dan isi Komunikasi (A)

P5 mengaplikasikan kesantunan, misalnya dengan mengucapkan kalimat berpagar “Saya tidak berpikir negatif bahwa ini sengaja dihilangkan, tetapi saya lebih menilai kurang lengkapnya orang-orang yang ikut serta dalam pembahasan”. Isi komunikasinya adalah tentang adanya ketentuan baru dalam kode etik yang dianggap tidak relevan, misalnya larangan bagi anggota DPR untuk ke tempat pelacuran, dan adanya kelonggaran peraturan tentang gratifikasi sehingga memperluas peluang untuk korupsi

Perilaku penyampaian Pesan (K)

Berdasarkan analisis kesantunan, perilaku penyampaian pesan P5 adalah sangat santun meski dia juga memuji-muji diri sendiri, misalnya, “...pada periode yang lalu saya juga memberhentikan anggota PDI Perjuangan, fraksi saya karena...”.

Cara penyampaian Pesan (I)

Pesan disampaikan secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan.

Norma interaksi dan Interpetasi (N)

Dalam penyampaian pesan, P5 beberapa kali melanggar maksim kecocokan

Jenis-jenis ujaran (G) P5 menyampaikan pesan dengan menggunakan kalimat-kalimat deklaratif kompleks.

Page 260: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

260

Berdasarkan analisis di atas dan apabila dianalogikan dengan analisis kesantunan,

dapat dikatakan bahwa P5 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang sangat

baik.

4.2.4 “SBY Gertak Koalisi”

Dalam tayangan “SBY Gertak Koalisi” yang akan dibicarakan ialah

kekacauan yang terjadi di dalam tubuh partai koalisi. Fokus perbincangan adalah

pertanyaan apakah PKS dan Golkar akan dikeluarkan dari koalisi karena kedua

partai anggota koalisi ini tidak sejalan dengan anggota koalisi lain mengenai hak

angket mafia pajak. Kedua partai itu setuju dengan hak angket, sementara anggota

koalisi lainnya menolak. Dalam pidatonya SBY mengatakan akan mengevaluasi

efektivitas satu sampai dua parpol koalisi dan bagi partai yang tidak komit dengan

kesepakatan koalisi akan diberi sanksi alias dikeluarkan dari koalisi. Narasumber

hadir lima orang tetapi yang dikategorikan politisi ada empat orang dan

selanjutnya akan disebut Politisi 6 (P6), yaitu politisi dari Golkar, Politisi 7 (P7),

yaitu politisi dari Partai Demokrat, Politisi 8 (P8), yaitu politisi dari PKS, dan

Politisi 9 (P9), yaitu politisi dari PDI-P. Sementara itu seorang narasumber yang

bukan politisi adalah seorang pengamat politik.

Berikut ini adalah data yang berasal dari ucapan para politisi tersebut yang

menjawab pertanyaan pembawa acara berdasarkan narasi berikut.

Narasi 1

Koalisi memasuki tahap paling menggelikan sekaligus memalukan. Partai Demokrat sudah tak betah berkoalisi dengan partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS bahkan dengan bermacam-macan ekspresi

Page 261: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

261

telah mendorong kedua partai itu agar keluar dari koalisi. Akan tetapi Golkar dan PKS tidak membacanya sebagai dorongan untuk keluar apalagi merasa diusir dari koalisi dengan argumentasi berbeda pendapat adalah perkara yang wajar dalam politik. Wajar sekalipun dalam koalisi itu mereka acap berseberangan kepentingan politik. Kedua partai kian hari kian menjadi kerikil dalam sepatu koalisi. Inilah kerikil yang semakin tajam dan semakin menyakiti tetapi melawan ketika hendak dibuang. Begitulah..menggelikan melihat Partai Demokrat yang disatu pihak berkuasa tidak benar-benar berani mengusir dan dilain pihak memalukan melihat Golkar dan PKS tidak merasa hendak diusir. Puncak persoalan terjadi dalam hak angket mafia pajak. Golkar dan PKS mendukung penuh hak penyelidikan DPR terhadap kasus mafia pajak itu. Padahal koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono tentu berkepentingan menghadang hak angket tersebut. Sebab hak angket dapat berujung ke hak menyatakan pendapat yang berujung pada pemakzulan. Menjelang hak angket diputuskan di DPR. Golkar dan PKS berkoar-koar siap keluar dari koalisi sebagai konsekuensi dari mereka terhadap pengukuhan hak angket. Kedua partai juga berkoar-koar bahwa mereka siap bahwa menteri mereka di-resuffle dari kabinet. Golkar mendukung hak angket pajak, seperti dikatakan ketua umumnya Prio Budisantoso adalah untuk membersihkan citra Ketua Umum Golkar Abu Rizal Bakrie dimata publik. Tiga perusahaan Bakrie pernah disebut oleh Gayus sebagai perusahaan pengemplang pajak. Disisi lain Golkar juga paham betul Demokrat sebagai partai berkuasa tetap membutuhkan Golkar di DPR. Adapun PKS mendukung dan mengusung hak angket sepertinya untuk memenuhi aspirasi konstituen mereka. Tujuannya apalagi untuk memenuhi sedikitnya mempertahankan perolehan suara pada pemilu 2014. Hak angket itu jelas menguntungkan Golkar dan PKS dengan mendukung hak angket nama mereka harum dimata publik. Tetapi dengan mudah pihak Partai Demokrat yang berkuasa. Setelah melalui voting Golkar dan PKS kalah, hak angket pun kandas. Partai Demokrat kemudian menyerukan agar presiden Yudoyono mengevaluasi keberadaan Golkar dan PKS di koalisi dan kabinet. Bahkan kian kencang suara mereka mendorong agar Golkar dan PKS keluar dari koalisi. Akan tetapi yang didorong tidak merasa sebenarnya pada tahap diusir. Bukankah itu menggelikan dan memalukan?

4.2.4.1 Analisis Data Politisi 6 (P6)

P6 yang berasal dari partai Golkar ini menanggapi adanya isu yang

mengatakan bahwa Golkar akan dikeluarkan dari koalisi dan adanya pergantian

menteri-menteri yang berasal dari partai Golkar.

Page 262: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

262

Pembawa acara

Terima kasih telah bergabung bersama kami. Baik langsung saja kita akan mulai perbincangan kita pada malam hari. Saya akan mulai dengan ke Pak P6 terlebih...dahulu. Bagaimana kemudian dari Partai Golkar sendiri memaknai pernyataan dari Presiden tadi sore, ada nada mengancam disitu tetapi memang tidak ada... tidak ada ketegasan begitu apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh Presiden. (Pertanyaan ini berhubungan dengan pernyataan SBY bahwa beliau sedang mengevaluasi efektivitas 1 sampai dengan 2 parpol koalisi. Dan juga pada saatnya nanti mereka....tidak komit dengan kesepakatan koalisi maka SBY berjanji akan memberikan sanksi alias tidak akan mempertahankan koalisi tersebut. Presiden juga tidak secara explisit menyebutkan parpol yang selama ini dianggap melenceng dari kesepakatan koalisi.

Politisi 6 – Data 1 (P6-1)

Ya, kami santai saja. Artinya kami menanggapi... apa. Kita dalam posisi yang ‘wait and see” karena itu belum final. Artinya Presiden hanya memberikan warning. Tinggal pertanyaannya sekarang, Presiden menyinggung soal 11 butir kesepakatan yang diduga dilanggar oleh partai tertentu, kan begitu?

P6-1 menyatakan bahwa pernyataan SBY hanya merupakan peringatan

bahwa ada kesepakatan koalisi yang dilanggar oleh partai tertentu yang tergabung

dalam koalisi. Dengan menekankan pengucapan pada kata “hanya”, P6-1

menganggap bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pernyataan

presiden yang berupa ancaman untuk memberi sanksi pada anggota koalisi yang

tidak setia. Ada nada meremehkan di dalam nada ucapannya sehingga hal itu

dapat dikatakan melanggar kesantunan apalagi pernyataan bernada meremehkan

itu diucapkan untuk seorang kepala negara sekaligus ketua koalisi. Pernyataan

yang serius dari seorang kepala negara ditanggapi dengan santai saja sehingga

kesan meremehkan semakin kuat. Pernyataan P6-1 dapat dikatakan sebagai

pelanggaran terhadap maksim penerimaan.

Page 263: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

263

Karena P6-1 hanya melanggar satu maksim yaitu maksim penerimaan,

tingkat pelanggarannya adalah

1 ------ X 100% = 10%. 10

Hal ini berarti bahwa P6-1 adalah politisi yang santun. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Partai Golkar merasa dari salah satu partai yang di.. (Pembawa acara bermaksud menanyakan apakah Partai Glokar merasa

salah satu partai yang dianggap melanggar kesepakatan koalisi)

Politisi 6 – Data 2 (P6-2)

Ya, sejauh.. justru itu kita akan menjelaskan bahwa kami tidak merasa melakukan pelanggaran. Karena dalam membangun koalisi, yang kami pahami adalah kesepakatannya memperjuangkan cita-cita reformasi, membangun pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas korupsi. Kemudian bebas ketergantungan asing, Nah, apakah ketika kami dan partai koalisi lainnya memperjuangkan Century itu dibilang pelanggaran? Apakah ketika kami membongkar mafia pajak disebut pelanggaran? Justru kita ingin mengawal pemerintahan ini agar sukses dalam rangka memberantas korupsi. Justru yang harus dipertanyakan adalah kalau ada anggota koalisi lain. Dia memaksakan kehendak pada anggota koalisi lainnya untuk menutup-nutupi suatu ....bau busuk misalnya. Atau menutup-nutupi suatu dugaan ada mafia pajak dan sebagainya di negara ini. Karena bicara korupsi, praktik mafia pajak itu adalah kejahatan yang massive.

P6-2 menyatakan bahwa Golkar mengerti cita-cita koalisi, yaitu

memperjuangkan cita-cita reformasi, membangun pemerintahan yang bersih,

Page 264: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

264

berwibawa, bebas korupsi. Jadi, seharusnya pada saat Golkar memperjuangkan

Century, hal itu namanya bukan pelanggaran. Jadi, Golkar tidak melanggar

kesepakatan koalisi. Partai lain mungkin melanggar kesepakatan koalisi dengan

menutup-nutupi kejahatan seperti mafia pajak. Pemikiran bahwa justru partainya

ingin mewujudkan cita-cita reformasi ditegaskan dengan menekankan pengucapan

kata/frasa “cita-cita reformasi” dan “justru”.

Pada saat P6-2 menyatakan bahwa adanya anggota koalisi lain yang

menutup-nutupi bau busuk atau menutu-nutupi dugaan ada mafia pajak adalah

pelanggaran kesepakatan koalisi. Pernyataan tersebut melanggar maksim cara

karena tidak jelas dinyatakan anggota koalisi yang mana yang menutupi bau

busuk. Akan tetapi, apabila disebut secara eksplisit siapa yang menutupi bau

busuk itu, P6-2 akan melanggar maksim kebijaksanaan karena dia sudah

merugikan orang lain dengan cara mengungkap keburukan orang tersebut. P6-2

juga melanggar kesantunan dengan mengucapkan kata/frasa “bau busuk” yang

terdengar sangat tidak santun untuk diucapkan oleh seorang politisi di hadapan

publik. Frasa “bau busuk” mungkin dapat diperhalus dengan menggunakan frasa

“hal yang tidak baik”. Pilihan kata/frasa ini termasuk pelanggaran terhadap

maksim penerimaan karena tidak menghargai orang yang mendengarkan. Pada

saat P6-2 menanyakan apakah memperjuangkan Century dan membongkar mafia

pajak dikatakan pelanggaran, dia sebenarnya sudah melanggar maksim

kebijaksanaan karena memperjuangkan Century dan membongkar mafia pajak

bukan merupakan pelanggaran, melainkan merupakan hal yang harus dilakukan

untuk menghentikan korupsi. Jadi, siapapa pun yang menganggap hal itu

Page 265: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

265

pelanggaran, pasti merupakan orang yang tidak berpihak pada pemberantasan

korupsi. Hal ini berarti bahwa SBY adalah orang yang tidak berpihak pada

pemberantasan korupsi. Dengan demikian, SBY berada di pihak yang dirugikan.

Analisis di atas menunjukkan bahwa P6-2 melanggar tiga maksim

kesantunan yaitu maksim cara, maksim penerimaan dan maksim kebijaksanaan

sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

3 ------ X 100% = 30%. 10

Hal ini berarti bahwa P6-2 adalah politisi yang cukup santun dan semakin santun

karena dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Maksim lain yang

diaplikasikan adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi melalui bahasanya

yang efektif dan relevan dengan pertanyaan. Akan tetapi, tuduhan yang dia

tujukan pada presiden sebagai orang yang menyalahkan partai politik yang anti

korupsi dan pilihan kata/frasa “bau busuk”, mengurangi nilai kesantunannya.

Pembawa acara

Tetapi sebelum kita masuk kesitu dari poin-poin apa saja sebenarnya yang dianggap telah dilakukan pelanggaran begitu. Tetapi partai Golkar sendiri merasa tidak tersindir begitu ya dengan pernyataan presiden SBY.

Politisi 6 – Data 3 (P6-3)

Ya kita nggak...karena....karena yang kita lakukan masih on the track, sesuai dengan kesepakatan awal kita membangun koalisi ini.

Menurut P6-3, partai Golkar tidak merasa tersindir karena Golkar tidak

melakukan pelanggaran kesepakatan koalisi. Jawaban P6-3 atas pertanyaan

pembawa acara melanggar maksim kuantitas karena dia menyatakan hal yang

Page 266: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

266

sama dua kali, yaitu on the track dan sesuai dengan kesepakatan awal. Alih kode

yang digunakan hanya untuk menunjukkan bahwa dia dapat berbahasa asing,

menunjukkan bahwa dia orang terpelajar. Sikap itu dapat dimaknai sebagai sikap

yang sombong atau pamer, dan hal ini melanggar maksim kerendahan hati.

Karena P6-3 hanya melanggar dua maksim kesantunan yaitu maksim cara dan

maksim kerendahan hati nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Hal ini berarti bahwa P6-3 adalah politisi yang santun. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim cara dan maksim relevansi

melalui bahasanya yang jelas dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

(Pembawa acara bertanya apa yang sebenarnya menyebabkan kegaduhan di DPR)

Politisi 6 - Data4 (P6-4)

Jadi sebetulnya gini, kegaduhan ini karena ketidakmampuan Demokrat sebagai partai yang berkuasa mengelola perbedaan pendapat di DPR dan kesalahan itu ditimpakan pada partai-partai yang menolak diajak untuk berkongsi untuk diajak melakukan suatu yang tidak benar misalnya menutup-nutupi kejahatan pajak.

P6-4 ingin menyatakan bahwa Partai Demokrat adalah partai yang kotor yang

ingin menutup-nutupi mafia pajak. Frasa “tidak benar” yang diberi tekanan

menunjukkan bahwa Partai Demokrat adalah partai yang melakukan hal-hal yang

tidak benar.

Page 267: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

267

Melalui pernyataannya yang menyebutkan bahwa kegaduhan di DPR

disebabkan oleh karena ketidakmampuan Partai Demokrat mengelola perbedaan

pendapat di DPR, P6-4 sudah melanggar kesantunan. Pernyataan merendahkan

kemampuan pihak lain itu dapat dikatakan sebagai pengancaman muka positif dan

melanggar maksim penerimaan. P6-4 juga mengatakan bahwa Partai Demokrat

menimpakan kesalahan yang terjadi atas ketidakmampuannya pada partai-partai

yang tidak mau bersekongkol menutupi kejahatan. Hal ini berarti bahwa P4-6

menuduh Partai Demokrat melakukan kejahatan dan hal ini melanggar maksim

kualitas karena apa yang dituduhkan oleh P6-4 tidak bisa dibuktikan dan juga

melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan Partai Demokrat P6-4.

Tuduhan ini melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan nama baik

Partai Demokrat.

Dari sepuluh maksim pengukur kesantunan, P6-4 melanggar tiga maksim

yaitu maksim penerimaan, maksim kualitas dan maksim kebijaksanaan. Hal ini

berarti bahwa pelanggaran kesantunan yang dilakukannya adalah

3 ------ X 100% = 30%. 10

Hal ini berarti bahwa P6-4 adalah politisi yang cukup santun. Nilai kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan. Akan tetapi tuduhannya terhadap presiden sebagai pelaku kejahatan

dapat menurunkan tingkat kesantunannya.

Page 268: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

268

Pembawa acara

Baik kembali kami lanjutkan perbincangan. Saya langsung ke pak P6 juga nanti saya akan tanyakan ke Pak P8 begitu ya?

Kita sudah tidak ingin membicarakan lagi....dimundurkan atau apa sebenarnya yang dimaksudkan pak SBY tadi. Tetapi kalau konsekuensinya saja ketika memang sudah ada perbedaan sikap, perbedaan visi misi begitu ya..dari Partai Golkar sendiri anda mengatakan bahwa dalam tekanan dan lain sebagainya. Mengapa tidak kemudian konsekuen keluar saja dari koalisi?

Politisi 6 – Data 5 (P6-5)

Ya, gini..ini kan soal kedewasaan kita dalam berpolitik ya? Tentu Golkar dalam posisi yang “wait and see” ya...kita tetap tegak lurus tanpa perlu membungkukkan badan dan kehilangan harga diri. Kita sudah serahkan para kandidat partai kita untuk di menteri, untuk menjadi pembantu presiden. Kalau misalnya presiden sudah tidak membutuhkan lagi ya tidak ada masalah begitu, tidak akan ada juga yang dirugikan di partai Golkar. Bahkan kami sendiripun atas desakan...kalaupun kami ....untuk keluar dari setgab dan menarik menteri. Itu atas desakan daripada....kalaupun kami...

Pembawa acara

Apa yang ditunggu partai Golkar? “wait and see” seperti apa yang di..?

Politisi 6 – Data 6 (P6-6)

Ya, kami menghargai keputusan daripada ketua umum kami dan DPP. Kita serahkan pada ketua umum untuk mengambil keputusan apakah kita tetap bersama dengan pemerintahan ini sampai 2014 atau kita berpisah ditengah jalan. semua sangat tergantung pada hubungan.....Ketua umum partai Golkar dengan Dewan Pembina Demokrat yaitu Pak SBY.

jadi ini..ini kan kegaduhan ini muncul karena partai koalisi yang satu memaksakan kehendak pada partai koalisi yang lain. Kan begitu?

Politisi 7 (Menyela) Enggakkkk..ini salah... Politisi 6 – Data 7 (P6-7) Tunggu sebentar.....

Page 269: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

269

Politisi 7 (Menyela) Ini...ini bahasanya tendensius banget... Politisi 6 – Data 8 (P6-8) Jelas dong... “memaksakan kehendak”... Kegaduhan ini timbul.. Politisi 7 (Menyela)

Tidak. Demokrat tidak pernah memaksa-memaksa. Tidak. Itu bukan ciri khas kita.

Politisi 6 – Data 9 (P6-9) Ya, mengancam-mengancam kan gitu... Pembawa acara Mengancam?..mengancam siapa? Politisi 7 (Menyela) Mengancam-mengancam ..apalagi mengancam-mengancam. Makanya kita

terpilih yang terbesar gara-gara itu. Politisi 6 – Data10 (P6-10) Sudahlah. Saya sudah..kita sudah terbiasa dengan gaya-gaya Pak P7 dan

temen-temen begitu kan... Politisi 7 (Menyela)

Ya, saya juga sudah biasa dengan gaya-gaya anda...loncat-loncatnya jauh-jauh hahahaha.

Politisi 6 – Data 11 (P6-11)

Jadi sebetulnya gini, kegaduhan ini karena ketidakmampuan demokrat sebagai partai yang berkuasa mengelola perbedaan pendapat di DPR dan kesalahan itu ditimpahkan pada partai-partai yang menolak diajak untuk berkongsi untuk diajak melakukan suatu yang tidak benar misalnya menutupi-nutupi kejahatan pajak.

Page 270: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

270

Pembawa acara Baik. Kalau begitu beralih ke.. Politisi 6 – Data 12 (P6-12)

Tetapi bagi kami dibawah sebagai kader partai Golkar gak ada masalah mau terus silahkan mau enggak juga tidak ada masalah.

Pembawa acara

Betul seperti itu ya?

Politisi 6 – Data 13 (P6-13) Ya, gak ada masalah Pembawa acara

Kalau begitu siap untuk dikeluarkan, siap untuk mundur, siap untuk di resuffle?

Politisi 6 – Data 14 (P6-14) Ya, masak kita nangis-nangis guling-guling kayak anak kecil kan gak

mungkin.

P6 - (5 – 14) menyatakan bahwa Golkar adalah partai yang bersikap dewasa

dan mempunyai harga diri. Golkar tidak perlu mengemis untuk menjadikan

kadernya menteri. Kadernya mau dijadikan menteri atau tidak, bagi Golkar tidak

masalah dan sekarang tergantung pada Ketua Umum, Golkar masih di koalisi

sampai 2014 atau tidak. Golkar tidak takut untuk keluar dari koalisi atau

menterinya diganti. Kericuhan dalam koalisi disebabkan oleh ketidakmampuan

Partai Demokrat untuk membina koalisi itu. Ketidakmampuan itu dibebankan

pada partai-partai yang tidak mau diajak menutupi kejahatan. Kegaduhan dalam

koalisi karena ketidakmampuan Partai Demokrat untuk membina koalisi. Partai

Demokrat memaksakan kehendak pada partai anggota koalisi yang lain.

Page 271: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

271

Pernyataan ini dipertegas dengan memberi penekanan pada kata-kata “tetap”,

“memaksakan”, “ketidakmampuan”, dan “menolak”.

P6-5 menyatakan bahwa Golkar adalah partai yang mempunyai harga diri,

dan hal ini melanggar maksim kerendahan hati karena pernyataannya itu

memaksimalkan penghargaan untuk diri sendiri. Dia juga mengatakan, kalaupun

presiden tidak memakai kader Golkar di dalam kabinetnya, Golkar tidak merasa

rugi, dia sudah melanggar kesantunan karena pernyataannya mengandung makna

bahwa duduk dalam kabinet bukan hal yang penting bagi kader Golkar. Hal ini

juga berarti bahwa kabinet tidak penting bagi Golkar. Hal ini berarti bahwa dia

meremehkan presiden dan kabinetnya dan ini melanggar maksim penerimaan.

Pelanggaran kesantunan ini sangat terasa karena presiden dan kabinet adalah

lembaga negara yang wajib dihormati oleh siapa pun.

P6-6 menyatakan bahwa keputusan apakah Golkar akan keluar atau tidak dari

koalisi diserahkan sepenuhnya pada ketua umum. Pernyataan itu dapat dianggap

tidak santun karena menyerahkan semua beban tanggung jawab hanya pada satu

orang. Pernyataan itu sangat menguntungkan dirinya sendiri karena tidak ikut

bertanggung jawab atas keputusan tetap di koalisi atau keluar, sementara

pernyataan itu sangat merugikan ketua umum karena diserahi beban tanggung

jawab penuh untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini, P6-6 melanggar maksim

kebijaksanaan. P6-6 juga melanggar maksim cara karena dia tidak jelas

mengatakan partai mana yang memaksakan kehendak dan memaksakan kehendak

pada partai koalisi yang mana. P6-6 sebenarnya tahu siapa yang dia anggap

memaksakan kehendak atas partai lain, tetapi dia dengan sengaja tidak

Page 272: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

272

menyebutkannya secara eksplisit karena akan mengancam muka negatif partai itu

dan melanggar maksim kebijaksanaan karena partai tersebut sudah dianggap

partai yang melindungi kejahatan.

P6-11 menyatakan bahwa Partai Demokrat tidak mampu mengelola

perbedaan pendapat di DPR. Pernyataan itu meremehkan kemampuan Partai

Demokrat, dan hal ini melanggar maksim penerimaan. P6-11 juga mengatakan

bahwa Partai Demokrat menimpakan kesalahan itu pada partai lain yang tidak

mau diajak bekerja sama menutupi kejahatan pajak. Ucapan itu merupakan

tuduhan bahwa Partai Demokrat adalah partai pelindung penjahat, sementara

partainya adalah partai yang dianggap melanggar sehingga partainya adalah partai

politik yang baik. Pernyataan itu melanggar maksim kerendahan hati. Di dalam

ucapannya tersirat usaha untuk memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri

sebagai anggota partai yang anti kejahatan dan meminimalkan rasa hormat pada

Partai Demokrat yang disebutnya sebagai partai pelindung kejahatan pajak.

P6-12 menyatakan bahwa kalau masih berada di koalisi tidak masalah, kalau

tidak masih juga tidak masalah. Pernyataan itu sangat meremehkan keberadaan

koalisi yang beranggotakan partai-partai besar, yang berarti dia melanggar

maksim penerimaan. Dia juga melanggar kesantunan dengan cara mencoba

mendominasi pembicaraan. Mendominasi pembicaraan merupakan tanda bahwa

orang tersebut tidak menghargai keberadaan dan hak bicara orang lain, dan hal ini

melanggar maksim penerimaan.

Unit data di atas menunjukkan usaha P7 untuk menyela pembicaraan P6 karena

P7 menganggap apa yang diucapkan oleh P6 merugikan partainya. Akan tetapi,

Page 273: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

273

P6 tidak bersedia menghentikan ucapan-ucapannya karena merasa saat itu adalah

haknya untuk berbicara.

Dalam data (5-14), P6 melakukan empat pelanggaran maksim yaitu maksim

kerendahan hati yang dilakukan dua kali, maksim penerimaan yang dilakukan

sebanyak empat kali, maksim cara, dan maksim kebijaksanaan yang dilanggar

sebanyak dua kali. Dengan demikian, pelanggaran kesantunan yang dilakukannya

adalah

4 ------ X 100% = 40%. 10

Hal ini berarti bahwa P6-(5-14) adalah politisi yang cukup santun. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas dan

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

Akan tetapi kesantunannya berkurang karena dia melakukan pelanggaran maksim

yang sama berkali-kali dan pelanggaran itu ditujukan pada orang yang berstatus

sosial lebih tinggi, yaitu ketua koalisi yang juga seorang presiden.

Pembawa acara

Gimana Pak P6? Kalau kemudian dari partai Golkar sendiri memutuskan untuk keluar dari koalisi atau dikeluarkan begitu ya dikedepannya. Kan dalam tradisinya kan Partai Golkar ini selalu dalam lingkar kekuasaan. Apakah siap untuk beroposisi?

Politisi 6 – Data 15 (P6-15)

Ya. Enggak juga. Bagi partai Golkar, ada atau tidaknya menteri di kabinet ini atau bersama atau tidaknya di dalam koalisi tidak terlalu penting karena bagi kami adalah ketika kita mengambil jargon ”suara Golkar, suara rakyat” Kita lebih mengedepankan apa yang diinginkan dalam masyarakat.

Page 274: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

274

Makanya ketika kita harus berhadapan dengan kawan-kawan yang tidak sejalan, ketika kita memperjuangkan kepentingan masyarakat ya... sorry saja kan begitu? Nah, bagi kita adalah kepentingan...kan pemerintahan kita tidak lama lagi 3,5 tahun. Yang kita harus perjuangkan bagaimana kita memperjuangkan hati rakyat agar 2014 bisa menang kembali.

Pembawa acara

Jadi kalau kemudian di...Baik. Kalau kita sekarang bicara mengenai resuffle/jatah menteri di kabinet. Kalau kemudian jatah dari partai Golkar dikurangi ini akan...

Politisi 6 – Data 16 (P6-16)

Inilah yang kadang-kadang bingung juga kok seolah-olah bingung juga kayaknya menganggap Golkar ini takut kalau dikurangin menterinya. Gak ngaruh tuh..

Pembawa acara Gak ngaruh. Politisi 6 – Data 17 (P6-17) Gak ngaruh..kita gak ngaruh. Pembawa acara Tetapi akan tetap berada di koalisi? Kalo kemudian jatah menterinya

dikurangi? Politisi 6 – Data 18 (P6-18)

Ya, kalau memang presiden tidak menghendaki lagi kita keluar gak ada masalah. Tentu kita punya kalkulasi politik tersendiri, kan begitu? Kita berkomitmen pada menjaga pemerintahan ini sampai 2014. Namun kalau misalnya Demokrat dan presiden sudah tidak menghendaki lagi tidak ada masalah, kita tidak akan mengorbankan harga diri partai untuk bergabung, apa nangis guling-guling seperti anak kecil? Sorry deh..itu bukan karakter partai Golkar.

(Pembawa acara bertanya pada P7 bagaimana tanggapannya tentang kisruh

koalisi di DPR yang tidak kunjung selesai) Politisi 6 – Data 19 (menyela karena yang dituju adalah P7)

Itulah hebatnya pak P7 Cuma sekarang udah botak dulu kan gondrong...hahaha.

Page 275: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

275

P6- (15-19) menyatakan bahwa ada atau tidak Golkar di kabinet tidak

menjadi masalah. Yang jelas Golkar akan selalu membela kepentingan rakyat.

Golkar tidak takut berseberangan dengan siapa saja yang berseberangan dengan

Golkar. Golkar akan berpihak pada rakyat untuk memenangkan Pemilu 2014.

Golkar tidak terpengaruh apabila jatah menterinya dikurangi dan Golkar pasti

punya perhitungan sendiri bila keluar atau dikeluarkan dari koalisi. Golkar adalah

partai yang mempunyai harga diri yang tidak bersedia merengek-rengek untuk

bergabung dengan pemerintah. Pernyataan tersebut dipertegas dengan memberi

tekanan pada kata-kata “suara” dan “tentu.

P6-15 menyatakan bahwa yang penting bagi dia ialah memperhatikan suara

rakyat agar dapat memenangkan pemilu tahun 2014. Pernyataan tersebut

menunjukkan bahwa dia tidak harus loyal pada koalisi, tetapi dia harus loyal pada

keinginan rakyat. Pernyataannya melanggar maksim kecocokan karena

menyiratkan adanya ketidakcocokan dengan partai anggota koalisi lainnya. P6-15

juga melanggar maksim cara karena tidak jelas siapa yang dimaksud sebagai

pihak yang tidak sejalan dengan partainya. Pelanggaran terhadap maksim cara ini

merupakan aplikasi maksim kebijaksanaan karena dia memaksimalkan

keuntungan bagi partai yang dianggap tidak baik karena berseberangan dengan

partainya yang menurutnya menyuarakan suara rakyat. Pernyataan P6-15 yang

mengatakan, “Nah, bagi kita adalah kepentingan...kan pemerintahan kita tidak

lama lagi 3,5 tahun. Yang kita harus perjuangkan bagaimana kita

memperjuangkan hati rakyat agar 2014 bisa menang kembali” merupakan

pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan karena hanya menguntungkan diri

Page 276: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

276

sendiri dan memaksimalkan kerugian pada pihak lain. Dari pernyataannya tersirat

bahwa dia akan melakukan apa pun agar menjadi pemenang pemilu.

Pernyataan P6-16 “...menganggap Golkar ini takut kalau dikurangin

menterinya. Gak ngaruh tuh..” sangat meremehkan presiden sebagai pimpinan

kabinet dan dapat dianggap melanggar maksim penerimaan. Pernyataan, “Gak

ngaruh...kita gak ngaruh”, kembali diulangi pada data P6-17 yang membuat

ujarannya semakin tidak santun.

Pada data P6-18, politisi tersebut mengatakan bahwa “Ya, kalau memang

presiden tidak menghendaki lagi kita keluar gak ada masalah. Tentu kita punya

kalkulasi politik tersendiri, kan begitu?” Pernyataan ini mengandung ancaman

bahwa apabila dikeluarkan dari koalisi partai P6 akan melakukan sesuatu yang

pasti tidak menguntungkan Partai Demokrat. Mengancam dapat merupakan

pengancaman terhadap muka positif, dan hal ini melanggar maksim penerimaan.

Dia juga mengatakan bahwa “...kita tidak akan mengorbankan harga diri partai

untuk bergabung, apa nangis guling-guling seperti anak kecil? Sorry deh...itu

bukan karakter partai Golkar”. Pernyataan ini menunjukkan kesombongan P6-18,

dan hal ini melanggar maksim kerendahan hati.. Ancaman dan usaha

menunjukkan kesombongan dilakukan dengan memberi penekanan pada ucapan

“kalkulasi politik tersendiri, kan begitu?” dan “Sorry deh...itu bukan karakter

partai Golkar”.

Pernyataan P6-19, meskipun hanya terdiri dari satu kalimat, ternyata

melanggar beberapa kesantunan. Pertama dia menjawab padahal bukan dia yang

dituju. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin mengejek P7. Jadi, di dalam

Page 277: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

277

ucapannya ada usaha memotong waktu partisipan lain untuk berbicara, dan hal ini

melanggar maksim penerimaan.

P6 (15-19) dalam ucapannya sudah melanggar maksim kecocokan, maksim

cara, maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan yang dia langgar sebanyak tiga

kali, dan maksim kerendahan hati. Dengan demikian, dia dapat dikatakan sebagai

politisi yang kurang santun karena tingkat pelanggarannya adalah:

5 ------ X 100% = 50% 10

Kekurangsantunannya meningkat karena dia tidak menghargai mitra tuturnya

melalui pelanggaran maksim penerimaan yang berulang-ulang dan ditujukan pada

ketua partai koalisi dan Presiden Republik Indonesia orang yang secara status

sosial lebih tinggi dari P6 (15-19). Akan tetapi aplikasi maksim kebijaksanaan

yang dilakukan oleh P6 (15-19) mengurangi kekurangsantunannya. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

cara dan maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik...pak P6? Waktunya segera habis singkat saja..singkat saja.

(Pembawa acara menanyakan bagaimana nasib koalisi di masa yang akan

datang)

Politisi 6 – Data 20 (P6-20)

Ya, bagi Golkar kalau kita diajak-ajak untuk berkolusi dengan perbuatan

jahat pasti kita tolak.

Page 278: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

278

P6-20 menyatakan bahwa partainya tidak akan bergabung dengan partai mana

pun (termasuk partai yang berkuasa) yang melakukan kejahatan.

Dengan pernyataan di atas P6-20 melanggar maksim cara karena tidak dengan

jelas menyebutkan siapa yang mengajak partainya berkolusi untuk melakukan

kejahatan. Dalam pernyataannya hanya satu maksim yang di langgar sehingga

tingkat pelanggaran kesantunannya adalah:

1 ------ X 100% = 10% 10

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa P6-20 adalah politisi yang santun. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas dan

maksim relevansi melalui bahasanya yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

Secara keseluruhan tingkat pelanggaran kesantunan P6 adalah

10 + 30 + 20 + 30 + 40 + 50 +10 = 27,14%. 7 Melihat nilai di atas memang benar P6 adalah politisi yang santun.

Kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan,

maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi. Akan tetapi, kesantunan

ini berkurang karena sejumlah maksim dia langgar secara berulang-ulang dan

dilakukan pada orang yang berstatus sosial lebih tinggi.

Tabel berikut ini adalah ringkasan deskripsi kesantunan politisi 6.

Page 279: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

279

Tabel 4.14: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 6

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P6-1

Penerimaan 10% Sangat Santun

P6-2

Cara Penerimaan Kebijaksanaan

30% Santun

P6-3

Kuantitas Kerendahan Hati

20% SangatSantun

P6-4

Penerimaan Kualitas Kebijaksanaan

30% Santun

P6-(5–14)

Kerendahan Hati (2X) Penerimaan (4X) Kebijaksanaan (2X) Cara

40% Santun

P6-(15–19)

Kecocokan Cara Kebijaksanaan Penerimaan (3X) Kerendahan Hati

50% Cukup Santun

P6-20

Cara

10% Sangat Santun

Politisi 6: Santun (27,14%)

Pelanggaran maksim kesantunan yang dilakukan oleh P6 apabila diurut

berdasarkan frekuensinya adalah sebagai berikut

Page 280: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

280

Tabel 4.15: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 6

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim penerimaan 5

2. Maksim cara 4

3. Maksim kebijaksanaan 4

4. Maksim kerendahan hati 3

5. Maksim kuantitas 1

6. Maksim kualitas 1

7. Maksim kecocokan 1

8. Maksim kemurahan hati 0

9. Maksim relevansi 0

10. Maksim kesimpatian 0

Melihat frekuensi pelanggaran maksim yang dilakukan oleh P6, dapat

dikatakan bahwa P6 adalah seorang politisi yang cenderung tidak menghargai

orang lain, merugikan orang lain, berbicara dengan cara yang tidak jelas

maksudnya dan sombong.

4.2.4.2 Analisis Data Politisi 7 (P7)

P7 yang berasal dari Partai Demokrat berusaha menyanggah bahwa evaluasi

yang dilakukan oleh SBY bukan karena berseberangan pendapat tentang hak

angket, melainkan karena setiap organisasi apalagi koalisi yang sangat

menentukan nasib sebuah negara, memang harus dievaluasi.

Pembawa acara

Dan partai mana yang dimaksud oleh presiden begitu ya. Pak P7 bagaimana? Mengapa tadi tidak secara eksplisit kemudian tadi dinyatakan oleh Presiden siapa sebenarnya partai-partai yang dianggap telah melanggar?

Page 281: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

281

Politisi 9 (Menyela)

Nah, persis...

Politisi 7 – Data 1 (P7-1)

Begini, saya pertama menyampaikan meluruskan apa yang mau disampaikan mbak Kania tadi seolah-olah SBY ragu-ragu. Kedua, ada seolah-olah mengancam. Bukan tipe seorang SBY yang ragu-ragu. Bukan tipe seorang SBY yang mengancam. Beliau menyampaikan pada kami, berpolitik dengan bersih, cerdas dan santun. Itu tolong digarisbawahi lho, baru kita main bareng ini kan. Gitu...

Pembawa acara Ha’a. Oke.

Politisi 7 – Data 2 (P7-2)

Aa..masalah yang disampaikan Pak SBY. Masalah...evaluasi itu menurut saya itu hal yang wajar-wajar saja. Ya..disampaikan oleh seorang pimpinan pada...koalisi. karena apa? Menejemen apapun baik di perusahaan,di organiasi, apalagi menejemen koalisi yang menentukan baik buruknya nasib bangsa ini. Ya harus ada evaluasi. Itu hal yang wajar. Siapa yang kena, lah kan itu urusan Pak SBY. Kami dari fraksi Partai Demokrat kalau diminta masukan, Insyaallah..kita buat masukan yang terukur. Karena apa? Tadi seperti kata Pak P6 itu kok seolah-olah ada apa ini?, masalah angket?...Tidak ada kaitannya dengan masalah angket...century dan masalah.... angket yang kemaren. Karena sudah ...

Politisi 6 (Menyela)

Bener nih??..bener??..(tertawa)

Politisi 7 – Data 3 (P7-3)

Tunggu dulu...tunggu dulu..ini saya sampaikan angket kemarin kan rata-rata... semua sudah dikatakan. Siapa yang mendukung angket, yang mema...memakai instrumen angket. Kalau menurut saya itu bom...

Politisi 9 (Menyela)

Kata siapa...

Page 282: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

282

Pembawa acara

Baik..tetapi sebelumnya..saya ingin mengutip...Pak..Pak...P7...

Politisi 7 – Data 4 (P7-4)

Karna apa?..karena..karena...

Politisi 8 (Menyela)

Ga nyambung.... Ga nyambung dengan pernyataan pak SBY.

Politisi 7 – Data 5 (P7-5)

Tunggu dulu... tunggu dulu...

Pembawa acara

Gak nyambung katanya. (Narasumber Tertawa)

Politisi 7 – Data 6 (P7-6)

Tunggu dulu.saya belum sampaikan...

Pembawa acara

Tetapi saya ingin...boleh...boleh saya bacakan kembali isi dari pidato pak SBY agar ada...

Politisi 7 – Data 7 (P7-7)

Tunggu dulu...Tunggu dulu saya belum selesai... Tunggu dulu...Tunggu dulu..saya mau selesaikan dulu....

Politisi 6 (Menyela)

minum...minum...dulu.

Politisi 7 – Data 8 (P7-8)

Ini...saya..mengkritik apa yang disampaikan...saya mengkritik apa yang...

Page 283: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

283

Pembawa acara

Apa langsung saja ke Mas narasumber kalau begitu.

Politisi 7 – Data 9 (P7-9)

Saya belum memberikan apa...apa...

Pembawa acara

Saya merasa anda salah memaknai ni pidato dari Pak SBY tadi...

Politisi 6 (Menyela)

Minum...minum...dulu.

Politisi 7 – Data 10 (P7-10)

Mbak kania...belum selesai. (Audiens tepuk tangan)

Politisi 7 – Data 11 (P7-11)

Saya mau menyampaikan ke pak P6 kok seolah olah kita yang mendukung

atau tidak mendukung kok...

P7- (1-11) menyatakan bahwa SBY bukan tipe ragu-ragu atau yang suka

mengancam. Beliau menyampaikan pada anggota partainya agar berpolitik dengan

bersih, cerdas dan santun. Masalah evaluasi itu adalah hal yang wajar, tidak ada

hubungannya dengan hak angket atau Century. Evaluasi itu tidak ada

hubungannya dengan mendukung atau tidak mendukung hak angket. Maksud

tersebut dipertegas dengan memberi tekanan pada saat mengucapkan “manajemen

apa pun”, “apalagi”, “menentukan baik buruknya bangsa ini”, dan “insyaallah”.

Pada data 1 P7 mengatakan, “Bukan tipe seorang SBY yang ragu-ragu.

Bukan tipe seorang SBY yang mengancam. Beliau menyampaikan pada kami,

berpolitik dengan bersih, cerdas dan santun”. Pernyataan itu melanggar maksim

Page 284: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

284

kerendahan hati karena P7-1 memuji-muji SBY yang merupakan pihaknya

sendiri, apalagi P7 meminta agar pernyataan itu digarisbawahi, berarti harus

diingat dan diperhatikan. Pada saat P7-2 mengatakan, “Siapa yang kena, lah kan

itu urusan Pak SBY”, dia menyerahkan seluruh beban pada SBY sehingga

merugikan SBY dan memberikan keuntungan pada dirinya yang tidak mempunyai

beban tanggung jawab meskipun dia berada di pihak yang sama dengan SBY. Hal

ini berarti bahwa P7- (1-11) melanggar maksim kebijaksanaan. Dalam usahanya

membela partainya, P7- (1-11) mencoba mendominasi percakapan, dan hal ini

melanggar maksim penerimaan karena sikapnya merupakan sikap yang

meminimalkan penghargaan terhadap orang lain termasuk pada pembawa acara.

P7-2 juga melanggar maksim kualitas pada saat mengatakan bahwa evaluasi

yang akan dilakukan oleh SBY tidak ada kaitannya dengan hak angket karena dia

sudah berbohong. Dari berita-berita di media, masyarakat sudah mengetahui

bahwa dalam menentukan hak angket untuk mafia pajak, partai Golkar dan PKS

berseberangan dengan koalisi sehingga kedua parti itu dianggap menyeleweng

dari kesepakatan koalisi.

Unit data di atas terdiri atas beberapa sub-unit yang berbentuk kalimat-

kalimat pendek. Kalimat-kalimat itu dicantumkan termasuk kalimat-kalimat yang

digunakan oleh P6, P8, dan P9. P6 menyela untuk mengejek P7 yang tampaknya

emosi karena partainya dipojokkan, P8 menyela untuk mengejek bahwa apa yang

diucapkan oleh P7 tidak sesuai dengan apa yang dikatakan SBY, dan P9 menyela

untuk mengonfirmasi siapa yang mengatakan bahwa mendukung hak angket sama

dengan bom.

Page 285: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

285

Usaha P7 untuk mendominasi pembicaraan agar dapat menyelesaikan apa

yang ingin dikatakannya terlihat pada data 2-9. Bagaimanapun dia disela oleh P6,

P8, P9 termasuk pembawa acara, P7 tetap berusaha untuk terus berbicara sampai

akhirnya pembawa acara mengalihkan kesempatan pada narasumber.

Dengan melanggar empat maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan,

maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, dan maksim kualitas, nilai

pelanggaran kesantunan P7 adalah:

4 ------ X 100% = 40% 10

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (1-11) adalah politisi yang santun.

Kesantunannya bertambah karena dia sudah mengaplikasikan maksim penerimaan

dengan cara menyapa membawa acara dengan sebutan “Mbak Kania”. Hal ini

berarti bahwa P7- (1-11) memaksimalkan penghargaan pada pembawa acara

karena “Mbak” adalah panggilan santun untuk wanita yang lebih muda dalam

budaya Jawa. Maksim lain yang diaplikasikan adalah maksim kuantitas, maksim

cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif,

jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik anda kembali bergabung bersama kami dalam forum Today’s Dialogue. Tadi kan kita sudah mendengarkan bersama-sama lagi pernyataan dari pak SBY tadi. Jadi anda masih tetap pada sikap anda semua bahwa ini adalah pernyataan yang biasa-biasa saja.

Page 286: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

286

Politisi 7 – Data 12 (P7-12)

Ya..Ya..Saya...saya...kira begini ya. Beliau itu kan mengevaluasi. Dari dulu ada evaluasi itu. Kali ini pake tata etika. Ada yang dikatakan oleh pak Narasumber tadi agak lebih keras. Saya kira kalau evaluasi itu..menurut saya ..saya katakan evaluasi itu menurut saya itu hal yang biasa ... .

Politisi 9 (Menyela)

Kesimpulannya apa sih?

Politisi 7 – Data 13 (P7-13)

Kesimpulannya saya kira lihat aja nanti akhirnya bagaimana.. apa yang

terjadi?

Politisi 9 (Menyela)

Evaluasi terus... .

Politisi 7 – Data 14 (P7-14)

Tetapi yang jelas...ini yang jelas ya...memang kami rasakan kalau kami nanti diminta oleh...Pak SBY. Apa yang terjadi sebenarnya di parlemen koalisi ini. Koalisi ini kan sudah sepakat mestinya, seiring sejalan untuk membuat pemerintahan ini kuat sampai tahun 2014 demi untuk rakyat.

Politisi 6 (Menyela)

bukan hanya kuat... bersih dan berwibawa

Politisi 7 – Data 15 (P7-15)

Ya, bersih dan berwibawa.

Politisi 6 (Menyela)

Bebas korupsi... .

Politisi 7 – Data 16 (P7-16)

Itu kan...pro rakyat. Pro rakyat itu kan berarti bebas korupsi... Jadi kalau anda mengungkit-ungkit masalah angket. Sudah selasai itu angket. Angket

Page 287: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

287

sudah sama-sama kita katakan, angket atau tidak angket sama-sama untuk memberantas korupsi. Instrumennya berbeda. Itu sudah sepakat, gak usah diungkit-ungkit lagi ya.

Pembawa acara Tetapi bukannya... Tetapi Ini hanya sekedar... . Politisi 7 – Data 17 (P7-17) Kita lihat nanti hasilnya. Oleh sebab itu...yang kita tetapkan adalah...kami

juga...kami juga...di fraksi... .

Pembawa acara

Tetapi sangsi?

Politisi 6 (Menyela) Gara-gara angket... Ya, karena gara-gara angket kemudian ada

pernyataan keluar seperti itu? Politisi 7 – Data 18 (P7-18)

Makanya saya bilang. Itu sudah selesai saya bilang

Pembawa acara Sudah selesai... . Politisi 7 – Data 19 (P7-19) Sekarang instrumen apa yang dibuat Pak SBY untuk mengevaluasi ini.

Apakah etika? Apakah sebelas kesepakatan itu yang mau disampaikan beliau. Beliau yang tau. Tetapi ketika kalau fraksi kami diminta masukan kami juga merasa lelah dalam berkoalisi ini. Gak jelas. Mana berkoalisi yang... teman sebenarnya, mana yang kawan, mana yang lawan. Kalau..kalau..PDI Perjuangan saya hormat. Karena beliau itu ...udah tau bahwa kalau kita katakan A mereka B. Jelasssss...ini kadang-kadang kawan-kawan, kita A mereka Z. Jauh kali lompatannya, kaget-kaget kita. (audiens tertawa). Walaupun kata mereka ini hal biasa. Biasaaaa...kita, tetapi lama-lama jadi luar biasa.

Page 288: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

288

Pembawa acara

Diantara... hhhhh...

Politisi 9 (Menyela)

Gini Pak P7... .

Politisi 7 – Data 20 (P7-20)

Tetapi saya ga nuduh siapa-siapa ya... .

Menurut P7 (12-20), dari dulu SBY selalu mengadakan evaluasi, tetapi kali

ini evaluasi yang beretika. Sudah ada kesepakatan bahwa koalisi ini harus seiring

sejalan untuk membentuk pemerintahan yang kuat, bersih, berwibawa, dan bebas

korupsi sampai tahun 2014 demi rakyat. Masalah angket sudah selesai. Menurut

P7, koalisi itu sudah tidak jelas, mana kawan, mana lawan. Yang disangka kawan

ternyata bukan kawan, jauh berbeda. Pernyataannya ditegaskan dengan memberi

tekanan pada kata-kata/frasa/kalimat “mengevaluasi”, “kali ini”, “lihat saja

nanti”, “pemerintahan ini kuat”, “angket atau tidak angket”, “itu sudah sepakat”,

“apakah sebelas kesepakatan”, dan “kami juga merasa lelah”.

P7-14 mengatakan, "Koalisi ini kan sudah sepakat mestinya, seiring sejalan

untuk membuat pemerintahan ini kuat sampai tahun 2014 demi untuk rakyat”.

Dalam pernyataan itu ada kata “mestinya” yang menyiratkan bahwa anggota

koalisi lain, di luar partainya, tidak menjalankan kesepakatan untuk membuat

pemerintahan kuat sampai tahun 2014 demi rakyat. Jadi, partai-partai yang

tergabung di dalam koalisi di luar partainya tidak perduli terhadap rakyat.

Pernyataan tersebut merugikan partai-partai yang dianggap tidak menjalankan

kesepakatan. Hal ini berarti bahwa P7-14 melanggar maksim kebijaksanaan

Page 289: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

289

karena sudah memaksimalkan kerugian atas partai-partai tersebut. Pernyataannya

juga melanggar maksim kerendahan hati karena melalui pernyataannya itu dia

ingin mengatakan bahwa hanya partainya yang peduli pada rakyat. Dia sudah

memaksimalkan penghargaan pada dirinya sendiri.

P7-19 mengatakan, “Kami juga merasa lelah dalam berkoalisi ini”.

Pernyataan ini mengandung makna bahwa partai tempat P7 bernaung sudah tidak

ada kecocokan lagi dengan anggota koalisi yang lain. Hal ini melanggar maksim

kecocokan. Akan tetapi sehubungan dengan pernyataan tersebut, P7-19 juga

mengakui kelemahannya bahwa koalisi itu membuatnya lelah karena banyak

masalah, dan hal ini berarti P7-19 mengaplikasikan maksim kerendahan hati. P7-

19 juga mengatakan, “Gak jelas. Mana berkoalisi yang... teman sebenarnya, mana

yang kawan, mana yang lawan”. Pernyataan itu mengandung tuduhan bahwa

anggota koalisi yang lain tidak jujur dalam menjalankan kesepakatan koalisi

sehingga koalisi dirugikan. Pernyataan itu melanggar maksim cara karena tidak

disebut dengan jelas siapa kawan, siapa lawan. Akan tetapi, pelanggaran maksim

cara itu merupakan aplikasi maksim kebijaksanaan karena ketidakjelasan itu

bertjuan untuk memaksimalkan keuntungan pada koalisi sebagai gabungan partai

politik yang harusnya sejalan.

Unit yang terdiri atas data 12-20 disela oleh P6 dan P9. P6 menyela dengan

sinis pada saat dia menambahkan apa yang sudah disampaikan oleh tentang

pemerintahan yang diharapkan. Dia mengatakan bahwa (pemerintah) bukan hanya

kuat, tetapi harus bersih, berwibawa, dan bebas korupsi. Secara implisit P6 ingin

menyampaikan bahwa pemerintahan yang sekarang tidak bersih, tidak berwibawa,

Page 290: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

290

dan tidak bebas korupsi sehingga perlu disela untuk menyampaikan kriteria itu. P9

menyela dengan maksud mengejek bahwa evaluasi yang dilakukan SBY tidak ada

simpulannya dan juga mengejek bahwa SBY terus melakukan evaluasi saja. P9

juga menyela dengan maksud menjelaskan mengapa ada perbedaan pandangan

terhadap angket mafia pajak. Akan tetapi usahanya menyela tidak berhasi karena

P7 tidak memberi kesempatan untuk melanjutkan penjelasannya sehingga P9

mengalah untuk tidak melanjutkan ucapannya. Lagi pula dia tahu bahwa bukan

saatnya dia berbicara karena saat itu adalah giliran P7 berbicara.

P7-(12-20) melanggar empat maksim kesantunan, yaitu maksim kecocokan,

maksim cara, maksim kebijaksanaan, dan maksim kerendahan hati sehingga dia

melakukan pelanggaran sebanyak

4 ------ X 100% = 40%. 10

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (12-20) adalah politisi yang santun.

Kesantunan ini meningkat karena dalam pembicaraannya dia mengaplikasikan

maksim kerendahan hati dan maksim kebijaksanaan. Maksim lain yang

diaplikasikan adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi karena dia sudah

menggunakan bahasa yang efektif dan relevan dengan pertanyaan.

(P8 menyatakan bahwa dia bingung menghadapi sikap Partai Demokrat yang membingungkan dalam urusan angket).

Politisi 7 – Data 21 (P7-21)

(Menyikapi kebingungan P8, P7-21menjawab sebagai berikut) Nah... nah ini salah, ini membawa Partai Demokrat. Padahal itu, hak angket itu individu-individu. Itu juga sudah saya jelaskan. Kita...kami...kami...mau jelaskan bahwa yang dilakukan teman-teman orang-orang Demokrat itu begitu luar biasa melihat Gayus. Kok banyak

Page 291: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

291

sekali instrument-instrument yang pake gayus ini? Ini harus dihantam, ini harus diberantas. Dengan semangatnya kawan-kawan ini bikin angket. Ketika kita tanya..ini kan individu..ini yang ada pake, instrumen ini kan harus ada kebijakan ya? Apa...Kebijakan apa yang diambil?

Politisi 8 (Menyela)

Oh, yaaa...individu tetapi... tetapi sudah menggalang 100 lebih lho, Pak

P7?

Politisi 7 – Data 22 (P7-22)

Bukan begitu...makanya mereka mundur... .

Politisi 6 (Menyela)

Karena tahu-tahunya mafia pajak temen juga...hahahahahaha.

Politisi 7 – Data 23 (P7-23)

Gak juga... Ini...ini...yang begini-begini ini...

Pembawa acara

baik...baik...

Politisi 7 – Data 24 (P7-24) Ini...inii... dipasang untuk itu. Ini bahaya ini bahasa-bahasa ini.

Tetapi...tetapi...coba. apa yang disampaikan Pak P6 pernah terbukti gak? Yang dikatakan...century ini begini, namanya begini. Fakta hukum sama rekomendasi parelemen...itu kan beda.

Politisi 6 (Menyela)

terbukti dong...ya...terbuktilah... .

Pembawa acara

Oke... baik.

Page 292: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

292

P7 (data 21 – data 24) menyatakan bahwa angket itu dilakukan oleh individu

bukan oleh Partai Demokrat. P7 meminta P6 untuk membuktikan tuduhannya

bahwa Partai Demokrat sudah melindungi kejahatan. Bahasa yang digunakan oleh

P6 sangat berbahaya. Makna yang ingin disampaikan oleh P7-(21-24) ditekankan

dengan memberi tekanan pada kata/frasa “individu-individu” dan “ini bahaya”

P7-21 ingin menyampaikan bahwa hak angket itu dilakukan oleh individu-

individu, tidak digalang oleh partainya. Dia juga menyampaikan bahwa instrumen

yang dipakai memiliki kebijakan dan kebijakan itulah yang diambil oleh

partainya. Akan tetapi dalam menyampaikan maksudnya P7-21 berputar-putar

sehingga maksudnya tidak jelas. Hal ini melanggar maksim cara. Dia juga

mencoba mendominasi pembicaraan, dan mendominasi adalah salah satu cara

pelanggaran maksim penerimaan karena tidak menghargai orang lain.

Dalam unit bicara di atas, P6 dan P8 berusaha menyela P7 meskipun tidak

sepenuhnya berhasil. P6 menyela dengan maksud mengejek dengan mengatakan

bahwa mafia pajak adalah teman P7 dan ada usaha P7 dan partainya melindungi

kejahatan dalam kasus Bank Century. P8 menyela dengan sinis bahwa partai P7

sudah menggalang dukungan untuk menggagalkan angket mafia pajak meskipun

P7 gigih mengatakan bahwa penggalangan dukungan itu tidak ada karena sifatnya

individu.

Pada saat mengucapkan data 23, pembawa acara mengucapkan,

“baik...baik...”, dengan maksud menghentikan pembicaraan P7. Akan tetapi, P7

terus berusaha mendominasi dengan mengucapkan data 24. Meskipun sempat

disela oleh P6, pembawa acara akhirnya dapat menghentikan pembicaraan P7.

Page 293: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

293

Karena P7-(21-24) melanggar dua maksim yaitu maksim cara dan maksim

penerimaan, dapat dikatakan bahwa nilai kesantunan yang dilanggarnya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (21-24) adalah politisi yang sangat santun.

Nilai kesantunannya bertambah karena dia juga mengaplikasikan maksim

kuantitas, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, dan relevan dengan pertanyaan.

(Menanggapi masalah hak angket dan Bank Century yang dikemukakan oleh P6, P7 menjawab sebagai berikut):

Politisi 7 – Data 25 (P7-25) P7-25 menyatakan sudah sepakat bahwa dikatakan bahwa siapa yang mendukung angket siapa yang tidak, sama-sama memberantas mafia pajak. Kenapa anda sekarang....ini sekarang sudah menang lo..kita menang tidak jumawa. Ketika anda menang di century waduh meriahnya bukan main. Luar biasa. Tetapi kita tawaduk, tujuan kita baik. Sama-sama mari kita berantas korupsi. Kenapa? Instrumennya beda...

Politisi 6 (Menyela)

Minum dulu..minum...tenang...tenang...santai... Gak ada. Oh ya. Luar biasa karena kemenangan kita adalah kemenangan rakyat. Pembawa acara baik...baiklah...baik...baik...kita berhenti disitu dulu sebentar kita lanjutkan

lagi Pak P7. Sesaat lagi pemirsa kita kita ikuti beberapa informasi dalan headline news berikut ini.

Politisi 6 (Menyela)

Gini... .

Page 294: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

294

Politisi 7 – Data 26 (P7-26)

Halah... .

Politisi 6 (Menyela)

Lagi-lagi membela mafia pajak ...hahahhahaha.

Politisi 7 – Data 27 (P7-27)

Wah, bahasanya ni...dari mana... .

P7(25-27) menyatakan bahwa partai yang memenangkan kasus Bank Century

sangat jumawa sementara pada saat Partai Demokrat dan koalisinya

memenangkan hak angket, mereka tidak sombong. Pernyataannya dipertegas

dengan memberi penekanan pada kata/frasa “sudah sepakat” dan “anda menang” .

P7-25 mengatakan bahwa pada saat memenangkan kasus Bank Century

mereka (partai-partai yang bergabung dalam koalisi tetapi berbeda pendapat

dengan Partai Demokrat) sangat jumawa sedangkan pada saat Partai Demokrat

memenangkan hak angket mereka tidak sombong. Pernyataan ini melanggar dua

maksim. Yang pertama adalah maksim kebijaksanaan karena pernyataannya itu

mengandung tuduhan bahwa partai-partai itu sombong, dan hal ini berarti

memaksimalkan kerugian di pihak mereka. Yang kedua adalah maksim

kerendahan hati karena dengan mengatakan bahwa dirinya tidak sombong,

sebenarnya P7-25 memaksimalkan penghargaan untuk dirinya sendiri.

Pada bagian itu P6 menyela dengan menyuruh P7 yang sedang berbicara

dengan emosional untuk minum supaya emosinya mereda. Dia juga mengatakan

bahwa kemenangan partainya atas kasus Bank Century adalah kemenangan rakyat

Page 295: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

295

bukan kemenangan partainya. P6 juga menyela untuk melontarkan tuduhan bahwa

partai P7 membela mafia pajak.

P7-(25-27) selama berbicara melanggar dua maksim saja, yaitu maksim

kebijaksanaan dan maksim kerendahan hati. Dengan demikian, nilai

pelanggaran kesantunan yang dilakukan adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (25-27) adalah politisi yang sangat santun.

Nilai kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa Acara

Baik, Pak P7 tanggapannya? (Pembawa acara menanyakan bagaimana tanggapan tentang pendapat P8 yang menyatakan bahwa SBY yang mengajak berkoalisi, maka SBY pula yang harus mengakhiri atau mengeluarkan partai yang dianggap tidak loyal dari koalisi).

Politisi 7 – Data 28 (P7-28)

Aa..bagi kami apa yang disampaikan Pak P8 tadi, beliau mengatakan Pak SBY ngajak berkoalisi itu betul. Karena apa? Di negeri ini gak ada yang “single majority”. Pastilah harus bersama-sama dan bahkan bukan ke PKS saja. PDI Perjuangan juga beliau minta kalau bisa bergabung bersama-sama di negeri ini. Karena apa? Beliau katakan... .

Politisi 9 (Menyela)

siapa yang minta?

Politisi 7 – Data 29 (P7-29)

Page 296: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

296

Beliau mengatakan, beliau juga menyampaikan ke kita ya. Minta kalau bisa PDI juga bisa ikut membangun negeri ini bersama-sama karena beliau mengatakan bahwa tidak mungkin koalisi saja untuk membangun negeri ini yang begitu banyak masalahnya dan begitu luas wilayahnya. Kan demikian...Bagi kita tidak... .

Pembawa acara

Jadi, memang ada permintaan bagi PDI-P bergabung dengan koalisi?

Politisi 9 (Menyela)

Ya..saya jawab sedikit ya..ini poin... .

Politisi 7 – Data 30 (P7-30)

Menurut saya...jadi..kita ni bersahabat semua. Jadi hal yang itu hal yang biasa, ajak berkoalisi. Karena apa? Tidak ada yang single majority. Dan ini memang...begini saya kira...keadaan...sistem pemerintahan kita kan. Sistem pemerintahan yang presidensil, yang multipartai. Jadi ini tetap tidak ter... .

Politisi 9 (Menyela)

Ya... .

Melalui data 28 – 30, P7 ingin mengatakan bahwa karena tidak ada mayoritas

tunggal, SBY mengajak partai-partai lain untuk berkoalisi termasuk PDI-P.

Ajakan untuk berkoalisi adalah hal biasa. Pernyataan ini ditegaskan dengan

memberi penekanan pada saat P7-(28-30) mengucapkan kata/frasa “betul”, “single

majority”, dan bisa bergabung. Akan tetapi ada kerancuan dalam ucapan-ucapan

P7-(28-30). Yang dipertanyakan ialah apakah SBY mengajak serta PDI-P masuk

dalam koalisi. Awalnya, P7-(28-30) menyatakan bahwa SBY mengundang PDI-P

bergabung dalam koalisi. Akan tetapi, setelah ditanya ulang oleh P9 dan pembawa

acara, P7-(28-30) menjawab bahwa SBY mengajak PDI-P bersama-sama

Page 297: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

297

membangun negeri ini. Membangun negeri ini adalah keinginan semua partai

yang ada di Indonesia, tetapi dengan caranya masing-masing. Sementara itu

koalisi mempunyai kesepakatan sendiri yang belum tentu diterima oleh PDI-P.

Karena ajakan membangun negeri ini dan ajakan ikut masuk dalam koalisi adalah

dua hal yang berbeda dan kedua hal yang berbeda ini dicampuradukkan oleh P7-

(28-30), dapat dikatakan bahwa dia melanggar maksim cara. Maksud ucapannya

tidak jelas. P7(28-30) menggunakan pronomina “kita” dalam usahanya membagi

beban permasalahan pada orang lain. Hal ini melanggar maksim kebijaksanaan

karena P7 –(28-30) memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri dan

meminimalkan keuntungan untuk orang lain. Pada kesempatan itu P7-29

mengaplikasikan maksim kerendahan hati dengan meminimalkan penghargaan

pada dirinya melalui ucapannya bahwa tidak mungkin koalisi bekerja sendiri

membangun negara yang begitu banyak permasalahannya.

Penjelasan siapa yang meminta partai P9 melakukan penyelaan untuk minta

partainya bergabung dengan koalisi dan dia juga menyela untuk menjelaskan

tentang permintaan pada partainya untuk bergabung dengan koalisi. Namun usaha

itu tidak berhasil karena P7 tidak memberikan kesempatan sehingga terpaksa P9

harus berhenti menyela.

Selama berbicara P7-(28-30) hanya melanggar dua maksim saja yaitu maksim

cara dan maksim kebijaksanaan. Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunan

yang dilakukan adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Page 298: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

298

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (28-30) adalah politisi yang sangat santun

dan kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan

hati. Maksim lain yang diaplikasikan adalah maksim kuantitas dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Baik. Pak P7 sendiri bagaimana? (Pembawa acara menanyakan siapa yang akan dikeluarkan dari koalisi

oleh SBY) Politisi 7 – Data 31 (P7-31)

Begini kalau kita...sudah saya katakan tadi kalau seandainya Pak SBY meminta masukan-masukan dari fraksi ya...Ini kan... .

Pembawa acara

Hmm,..evaluasi dari fraksi seperti apa? Mana yang lebih nakal antara PKS

dan Golkar?

Politisi 7 – Data 32 (P7-32)

Hahaha...ini kan kadang-kadang Kania ni menjerat pertanyaan ni supaya kita riuh rendah gitu. Padahal menurut saya evaluasi itu ada. Kalau diminta kami pun sampaikan... . Tetapi siapa-siapa nanti kan terukur ya. Terukur nanti siapa-siapa yang....yang dimaksud oleh Pak SBY itu yang melanggar etika itu, beliaulah yang tahu. dan itu tidak untuk dipublikasikan seperti sekarang ini. Kalau itu dimainkan saya kira sudah selesai ni barang. Sudah gak ada dialog kita malam ini.

Pembawa acara

Tetapi evalusi itu sudah ada begitu ya? Dari fraksi sendiri antara PKS dan Golkar di parlemen, lebih kewalahan menghadapi yang mana begitulah? Mana yang lebih...?

Page 299: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

299

Politisi 7 – Data 33 (P7-33)

Saya kira... kita menyampaikan... kita juga menyampaikan ke DPP makanya ada kata-kata ketua umum kami. Ya kalau begini seperti ini kayak pepatah ya...”jaka sembung makan sayur lodeh, kalau begini aja Bung cape deh” kan begitu? Capek koalisi kalau begini terus.

Melalui data (31-33), P7 ingin menyampaikan bahwa siapa yang nanti akan

dikeluarkan dari koalisi hanya SBY yang tahu dan hal itu tidak untuk

dipublikasikan. Penyampaiannya dipertegas dengan menekankan pengucapan

kata-kata “beliaulah”, “tidak”, dan “capek”

Untuk menyampaikan makna tersebut di atas, P7-(31-33) sudah menggunaan

kalimat yang tidak lengkap dan secara keseluruhan sulit dimengerti sehingga

dapat dikatakan bahwa P7-(31-33) melanggar maksim cara. Dengan mengatakan

“Capek koalisi kalau begini terus”, P7-33 ingin mengatakan bahwa anggota

koalisi tidak sejalan dengan partainya sehingga timbullah masalah-masalah dalam

koalisi. Pernyataan itu melanggar maksim kecocokan karena, meskipun tidak

dinyatakan dengan eksplisit atau dengan menggunakan implikatur, dapat

dimengerti bahwa partainya tidak memiliki kecocokan dengan beberapa anggota

yang lain. Dengan tidak menyebutkan secara jelas partai mana yang tidak sejalan,

P7-33 sudah melanggar maksim cara. Akan tetapi, apabila disebut dengan

eksplisit partai mana yang tidak sejalan dengan Partai Demokrat, berarti P7 (31-

33) melanggar maksim kebijaksanaan karena meminimalkan keuntungan partai

tersebut sebagai partai yang tidak loyal pada tujuan koalisi, yaitu pemerintahan

yang kuat sampai tahun 2014 demi rakyat.

Page 300: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

300

Dalam pembicaraannya P7-(31-33) melanggar dua maksim kesantunan, yaitu

maksim cara yang dilakukan sebanyak dua kali dan maksim kecocokan. Hal ini

berarti bahwa tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Nilai di atas menunjukkan bahwa P7 (31 -33) adalah politisi yang sangat santun

dan kesantunan ini meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim

kebijaksanaan. Maksim lain yang diaplikasikan adalah maksim kuantitas dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif dan relevan

dengan pertanyaan.

Politisi 7 – Data 34 (P7-34)

Saya..saya kira gak perlu ada yang harus..seperti kata Pak SBY tadi “perlu diperuncing ya...ini menejemen pemerintahan, ini menejemen koalisi. Biarkan berjalan dulu mengalir. Ujungnya kemana...mari kita saling introspeksi menurut saya untuk menjadi suatu kekuatan yang dibutuhkan dan diperlukan oleh masyarakat. Kan itu aja sebenarnya. Koalisi itu intinya begitu.

Pembawa acara

Baik.

P7-34 mengulangi pernyataan SBY bahwa masalah tidak perlu diperuncing.

Yang penting adalah bagaimana menggalang koalisi melalui manajemen

pemerintahan dan manajemen koalisi agar menjadi suatu kekuatan yang

dibutuhkan masyarakat. Pernyataan ini dipertegas dengan menekankan

pengucapakan kata-kata “manajemen” dan “intinya”.

Page 301: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

301

Pada data 34, P7 tidak mengucapkan pernyataan yang melanggar kesantunan.

Akan tetapi, dia mengajak partai lain untuk bersama-sama menjalankan inti

ideologi koalisi yaitu membangun kekuatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dia menghormati seluruh anggota koalisi dengan cara mengajak mereka secara

bersama-sama mencapai tujuan mulia, yaitu memenuhi kebutuhan rakyat. Ajakan

ini secara implisit mengandung pernyataan bahwa semua partai dalam koalisi

memiliki visi dan misi yang mulia. Sikap ini santun karena menawarkan

kebersamaan atau solidaritas dan merupakan aplikasi dari maksim penerimaan.

Karena P7-34 tidak melakukan pelanggaran kesantunan, dapat dikatakan

bahwa P7-34 adalah politisi santun dengan tingkat kesantunan 100%. Di samping

mengaplikasikan maksim penerimaan, maksim lain yang diaplikasikan adalah

maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah

menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik. Pak P7?

(Pembawa acara menanyakan pendapat P7 tentang keberadaan PKS dan

Golkar dalam koalisi tetapi mendua)

Politisi 7 – Data 35 (P7-35)

Ya, bagi kami adalah ketika kami berkoalisi ada komitmen-komitmen disana, mari kita pegang baik-baik dan bertanggung jawab disana untuk kepentingan rakyat agar... .

Politisi 8 (Menyela)

Menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat yang akhirnya mengganggu

komitmen itu.

Page 302: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

302

Politisi 7 – Data 36 (P7-36)

Ya silahkan saja, nanti kita bicarakan di intern, gak usah diluar, gak ada masalah.

P7 – (35 - 36) menyatakan bahwa partainya berkomitmen untuk bertanggung

jawab untuk kepentingan rakyat. Komitmen itulah yang harus dipegang dengan

baik dan dengan penuh tanggung jawab. Dia ingin agar masalah koalisi

dibicarakan di dalam saja, bukan di hadapan publik. Pernyataan ini ditegaskan

dengan memberi penekanan pada saat mengucapkan kata “komitmen”.

Pernyataan P7-35 “Ada komitmen-komitmen disana, mari kita pegang baik-

baik dan bertanggung jawab disana untuk kepentingan rakyat agar... .”,

menyiratkan adanya keinginan untuk membina kebersamaan. Dengan kata lain,

P7-35 menawarkan solidaritas sehingga semua partai dalam koalisi dapat

menggalang kekuatan untuk kepentingan rakyat. P7 berasal dari partai penguasa,

tetapi dia memosisikan diri sama dengan anggota koalisi lain yang dia buktikan

dengan penggunaan pronomina “kita”. Dengan demikian, ajakan itu dapat

dikatakan santun dan mengaplikasikan maksim penerimaan.

P8 menyela dengan sinis dengan mengatakan bahwa persoalan-persoalan

rakyat yang dihadapi oleh partai P7 mengganggu komitmen-komitmen yang

sudah disetujui oleh koalisi. Ucapan P8 ini menyiratkan bahwa bukan kepentingan

rakyat yang dinomorsatukan oleh pemerintah, melainkan kepentingan rakyat yang

merusak komitmen itu karena koalisi terbelah menjadi kelompok yang pro rakyat

dan pro pemerintah yang dituduh melindungi kejahatan.

Karena P7-35-36 tidak melakukan pelanggaran kesantunan, dapat dikatakan

bahwa P7 adalah politisi sangat santun dengan tingkat kesantunan 100%. Maksim

Page 303: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

303

lain yang diaplikasikan adalah maksim kuantitas, maksim cara dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Deskripsi di atas dapat ditabelkan berikut ini.

Tabel 4.16: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 7

Politisi-Data PelanggaranMaksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P7-(1–11)

Kerendahan Hati Kebijaksanaan Penerimaan Kualitas

40% Santun

P7-(12–20)

Kecocokan Cara Kebijaksanaan Kerendahan Hati

40% Santun

P7-(21–24)

Cara Penerimaan

20% Sangat Santun

P7-(25–27)

Kebijaksanaan Kerendahan Hati

20% Sangat Santun

P7-(28–30)

Cara Kebijaksanaan

20% Sangat Santun

P7-(31-33)

Cara Kecocokan

20% Sangat Santun

P7-34

- 0% Sangat Santun

P7-(35–36)

-

0% Sangat Santun

Politisi 7: Sangat Santun (20%) Secara keseluruhan, P7 melakukan pelanggaran maksim kesantunan dengan

urutan sebagai berikut.

Page 304: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

304

Tabel 4.17: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 7

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim cara 4

2. Maksim kebijaksanaan 4

3. Maksim kerendahan hati 3

4. Maksim kecocokan 2

5. Maksim penerimaan 2

6. Maksim kualitas 0

7. Maksim kuantitas 0

8. Maksim relevanmsi 0

9. Maksim kemurahan hati 0

10. Maksim kesimpatian 0

Dengan melihat frekuensi maksim yang dilanggar, dapat dikatakan bahwa P7

adalah politisi yang tidak terbiasa menggunakan bahasa yang jelas dan lugas

sehingga cenderung melanggar maksim cara. Dia juga cenderung merugikan

orang lain dan agak sombong.

Nilai pelanggaran kesantunan yang dilakukan oleh P7 adalah

40 + 40 + 20 +20 + 20 +20 + 0 + 0 = 20 %. 7 Berdasarkan nilai pelanggaran yang dilakukan oleh P7, dapat dikatakan

bahwa P7 adalah politisi yang sangat santun. Tingkat kesantunannya meningkat

karena dia mengaplikasikan maksim penerimaan, maksim kerendahan hati,

maksim kebijaksanaan, maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi.

Akan tetapi, perlu diberi catatan bahwa, apabila melihat tayangannya, sebagian

besar ucapannya diucapkan dengan nada meninggi dan emosional. Perlu diteliti

Page 305: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

305

lebih lanjut apakah nada suara itu disebabkan oleh karena kejengkelannya atas

olok-olok partisipan lain, ataukah nada suara tersebut ada hubungannya dengan

daerah asalnya.

4.2.4.3 Analisis Data Politisi 8 (P8)

P6 yang berasal dari PKS, yang juga diisukan sebagai partai yang tidak komit

dengan kesepakatan koalisi, menjawab partanyaan-pertanyaan pembawa acara

seputar isu dikeluarkannya PKS dari koalisi dan pergantian menteri-menteri yang

berasal dari PKS.

Pembawa acara

Baiklah, ke Pak P8 kalau begitu. Anda merasa tersindir atau tidak ni PKS dengan pernyataan Presiden tadi?

(Presiden menyatakan bahwa ada anggota koalisi yang melanggar kesepakatan).

Politisi 8 – Data 1 (P8-1) Kalau Golkar tadi santai PKS lebih santai Mbak. Pembawa acara Lebih santai lagi?

(Audiens tertawa)

Politisi 8 – Data 2 (P8-2) Lebih santai. Pembawa acara Kenapa begitu? Politisi 8 – Data 3 (P8-3)

Kenapa...karena pertama kalau dikatakan ada partai koalisi yang melanggar komitmen. Sebelumnya kita mau denger tadi komitmen apa yang dilanggar biar kami juga bisa menjelaskan. Nah, tetapi sejauh pemahaman kami pertama dalam kasus angket mafia pajak yang menjadi sikap PKS untuk mendukung itu adalah 100% sejalan dengan visinya Pak SBY. Presiden yang kami dukung dalam pilpres 2004 dan 2009 ini yaitu

Page 306: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

306

mewujudkan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Ya,kan? Nah yang tidak setuju justru itu yang kemudian menimbulkan tanda tanya, jangan-jangan mereka yang tidak mau terwujudnya clean government. Itu satu.

Pembawa acara Ha’a. Baik. Politisi 8 – Data 4 (P8-4)

Yang kedua, yang melanggar itu adalah ketika setuju cara angket bukan cara yang lain. Nah, kalau itu saya mau tanya. Apakah memang pernah ada kesepakatan di setgab yang 2 kali rapat itu bahwa memang koalisi ini akan menggunakan angket atau menggunakan panja. Setahu saya 2 kali rapat di setgab itu gak ada kata sepakat karena masing-masing berbeda. Nah, jadi kalau gak ada sepakat bagaimana bisa dikatakan melanggar kesepakatan.

Pembawa acara Tetapi yang tadi secara eksplisit disebut... . Politisi 8 – Data 5 (P8-5) Nah, tadi saya berharap dijelaskan pelanggarannya itu yang mana. Biar

kita juga bisa menjelaskan.

P8-(1-5) ingin menyatakan bahwa PKS tidak merasa melanggar kesepakatan

koalisi. Dia ingin tahu kesepakatan mana yang dilanggar agar bisa menjelaskan

karena pada kasus angket mafia pajak, PKS sudah mendukung SBY. Yang

dianggap melanggar ialah pada saat menentukan apakah yang disetujui adalah

yang digunakan cara angket atau cara panja. Dalam rapat tidak ada kesepakatan

tentang hal itu, jadi bagaimana bisa dikatakan melanggar kesepakatan. Pernyataan

tersebut ditegaskan dengan cara memberi penekanan pada kata/frasa “komitmen

apa yang dilanggar”, “visinya Pak SBY”, dan “ketika setuju cara angket”.

P8-3 mengatakan, “Presiden yang kami dukung dalam pilpres 2004 dan 2009

ini yaitu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan

yang baik. Ya kan?”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa partai P8 adalah partai

Page 307: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

307

yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik, dan sebagai orang yang juga

berada dalam partai itu, dia sudah memaksimalkan pujian untuk dirinya sendiri

sehingga dapat dikatakan dia melanggar maksim penerimaan.

P8-4 berkata “Nah, jadi kalau gak ada sepakat bagaimana bisa dikatakan

melanggar kesepakatan.” Perkataan itu menyiratkan bahwa Partai Demokrat yang

mengetuai setgab koalisi tidak dengan tuntas menghasilkan kesepakatan sehingga

menguntungkan anggota koalisi lain termasuk partainya P8 yang menganggap diri

tidak bersalah karena merasa tidak melanggar kesepakatan. Pernyataan ini

melanggar maksim kebijaksanaan karena P8 memaksimalkan keuntungan untuk

dirinya sendiri.

P8-(1-5) melanggar dua maksim kesantunan yaitu maksim penerimaan dan

maksim kebijaksanaan sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10 Nilai pelanggaran itu menjadikan P8-(1-5) politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif,

jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke Pak P8 dulu.Nggak nunjuk siapa-siapa ya... . Pak P8 bagaimana anda merasa... . (Pembawa acara menanyakan pendapat P8 tentang pidato SBY yang

menyatakan “kalau memang semua masih tetap ingin sama-sama berjuang dalam koalisi untuk rakyat, bangsa, dan negara kita maka semua kesepakatan yang disebut dengan Code of Conduct; tata etika yang sebelas butir ini harus betul-betul dipatuhi dan dijalankan. Jika ada yang tidak

Page 308: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

308

bersedia berarti atau barangkali menjadi takdir sejarah untuk tidak lagi bersama-sama dalam koalisi”).

Politisi 8 – Data 6 (P8-6)

Ini..ini yang terakhir ini menarik. Kata Pak P7, kita A teman-teman koalisi Z. Dia bingung kan? Dalam kasus angket itu terbalik. Partai Demokrat sudah Z, menginisiasi usul angket mafia pajak lalu kita ikut A, B, C, D sudah sampai F. Dari Z itu kembali ke A. Nah kita yang bingung.

Pembawa acara Hmm. Politisi 6 (Menyela) Balik badan... . Politisi 8 – Data 7 (P8-7) Oh, yaaa...? Individu tetapi... tetapi sudah menggalang 100 lebih lho,

Pak P7? (Kalimat ini diucapkan untuk menanggapi pernyataan P7 yang menyatakan bahwa hak angket itu bersifat individu-individu.)

P8-(6-7) menyatakan bahwa Partai Demokrat tidak konsisten dengan

pendiriannya. Meskipun hak angket itu dikatakan hak individu, tetapi untuk

mengusung hak angket ini Partai Demokrat sudah mengumpulkan seratus lebih.

Pendapat itu ditekankan dengan memberi penekanan pada kata-kata “bingung”,

“kita yang bingung”, “individu-individu”.

P8-6 berkata “Partai Demokrat sudah Z, menginisiasi usul angket mafia pajak

lalu kita ikut A, B, C, D sudah sampai F. Dari Z itu kembali ke A”. Perkataan ini

mengandung arti bahwa Partai Demokrat tidak konsisten. Ketidakkonsistenan ini

dianggap menjadi penyebab kekisruhan dalam koalisi. Kesalahan ini adalah

kesalahan Partai Demokrat, bukan kesalahan anggota koalisi yang lain.

Page 309: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

309

Pernyataan ini melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian

untuk pihak lain.

P8-7 mengatakan, “Oh, yaaa...? Individu tetapi... tetapi sudah menggalang

100 lebih lho, Pak P7?”. Apa yang diucapkan oleh P8 melanggar maksim

kecocokan karena P8 membantah pernyataan P7 yang mengatakan bahwa angket

itu adalah individu-individu, padahal menurut P8 penggalangan suara sudah

dilakukan sebelumnya.

P8-(6-7) melanggar dua maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan dan

maksim kecocokan sehingga tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10 Nilai pelanggaran itu menjadikan P8-(6-7) politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

(Seorang narasumber mengatakan bahwa hubungannya...koalisi seperti Tom and Jerry... Cuma tidak diketahui mana yang Tom mana yang Jerry. Ada kebutuhan untuk saling mengikat diri dalam koalisi. Tetapi disisi lain ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak populer, jangan salahkan kalau kemudian ada yang menarik diri. Problem dasarnya adalah design institusi yang tidak klop antara sistem presidensial dengan sistem multi partai ekstrim. Itu yang pertama. Nah yang kedua, kalaupun toh ada koalisi presidensial karena kita tidak mungkin menutupi realitas semacam ini. Menurut saya dibutuhkan memang aktor yang decisive untuk bisa mengatur lalu lintas koalisi yang carut marut ini. Tahun 2004-2009 itu ada JK. Nah, sekarang kita tidak punya yang mampu mengatur menejemen koalisi yang carut-marut ini menjadi lebih disiplin. Kalaupun ada nota kesepakatan, itu terlalu multi tafsir.)

Page 310: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

310

Politisi 8 – Data 8 (P8-8)

Na, multitafsir itu begini...ketika kita menggeser substansi pada kode etik. Jadi hal yang sering dipersoalkan oleh teman-teman Demokrat itu soal kode etik kan? Padahal kalau kita lihat, di setgab sendiri dalam konteks...ini maaf saya buka, ya. Dalam konteks pembahasan panitia angket itu; soal angket pajak itu. Setgab dalam dua kali pertemuan itu belum sampai sepakat. Ini mau diapakan barang ini. Gitu. Karena apa? Karena perbedaannya masih tajam. Nah, sekarang kalau masing-masing fraksi itu mengambil sikapnya yang berbeda-beda, dikatakan ini melanggar kesepakatan. Kesepakatan yang mana? Karena belum tuntas. Kenapa belum tuntas? Ini persolan lain lagi. Karena memang di setgab ini yang berkumpul itu adalah lapis kedua dari pimpinan partai. Sementara koalisi itu... Court of Conduct, Piagam koalisi itu kan ditandatangani oleh pimpinan-pimpinan partai. Nah, pimpinan-pimpinan partai ini dengan Pak SBY itu nyaris tidak pernah ketemu. Sehingga wajar kalau kemudian Quran nya itu gak jelas, Sunnah-nya itu , Haddist-nya itu jadi macem-macem tafsirnya itu tadi... ini. .ini yang penting menurut saya... .

P8-8 menyampaikan bahwa tidak ada yang melanggar kesepakatan karena

memang belum ada kesepakatan dalam rapat-rapat setgab. Kalau fraksi-fraksi

mengambil sikap yang berbeda, hal itu karena tidak ada kesepakatan. Rapat setgab

tidak bisa menghasilkan kesepakatan karena yang hadir di sana adalah pimpinan

lapis kedua, sedangkan piagam koalisi ditandatangani oleh pimpinan partai yang

tidak pernah bertemu dengan SBY. Jadi tafsir tentang koalisi memang menjadi

bermacam-macam. Penafsiran tentang kesepakatan koalisi yang bermacam-

macam itu ditegaskan dengan memberi penekanan pada kata/frasa “belum sampai

sepakat”, “lapis kedua” dan “nyaris tidak pernah ketemu”.

Pernyataan P8-8 menyatakan bahwa Partai Demokrat mencoba menggeser

permasalahan dari substansi pembahasan panitia angket pada kode etik. Di sini

implikatur digunakan karena sebenarnya P8 ingin mengatakan bahwa ada yang

ingin disembunyikan oleh Partai Demokrat dalam pembahasan panitia angket

sehingga masalah itu dialihkan ke kode etik. P8 mencoba menghindari tuduhan

Page 311: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

311

langsung dengan menggunakan implikatur sebagai salah satu strategi kesantunan

yang merupakan aplikasi maksim kebijaksanaan. Pernyataan tersebut juga

menyiratkan bahwa Partai Demokrat bukan partai yang jujur dan pernyataan ini

memaksimalkan kerugian bagi Partai Demokrat, dan hal ini melanggar maksim

kebijaksanaan.

P8-8 juga mengatakan bahwa masalah tidak pernah tuntas karena yang

berkumpul di setgab adalah pimpinan lapis kedua sedangkan yang

menandatangani piagam koalisi adalah pimpinan partai dan SBY. Namun,

kemudian pimpinan partai dan SBY nyaris tidak pernah bertemu. Pernyataan P8

itu melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian bagi SBY

yang tidak mengadakan pertemuan untuk membahas masalah koalisi dan

memaksimalkan keuntungan bagi anggota koalisi yang lain. Jadi, kalau sekarang

koalisi kisruh, semuanya kesalahan Partai Demokrat/SBY. Fraksi-fraksi tidak bisa

disalahkan karena tidak ada kesepakatan, jadi tidak ada yang dilanggar.

Multitafsir juga tidak dapat disalahkan karena pembahasan mengenai arti

kesepakatan tidak pernah dilaksanakan dengan tuntas. Akan tetapi, P8 berusaha

mengurangi tekanan ketidaksantunannya melalui kalimat berpagar “Maaf saya

buka ya... .”, yang merupakan aplikasi maksim penerimaan karena dia menghargai

orang yang kesalahannya dia tunjukkan.

P8-8 melanggar satu maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan, yang

dilakukan sebanyak dua kali sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------ X 100% = 10%. 10

Page 312: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

312

Nilai pelanggaran itu menjadikan P8-8 politisi yang sangat santun dan tingkat

kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan dan

maksim penerimaan. Maksim lain yang diaplikasikan adalah maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Hahaha...oke. Pak P8, bagaimana posisinya? Sekjen PKS Pak Andismata sudah menyatakan siap untuk menjadi partai opisisi. Kenapa tidak keluar saja bahwa memang sudah tidak...tidak sama aspirasi dan pendapatnya?

Politisi 8 – Data 9 (P8-9)

Jadi begini. PKS sudah menjelaskan apa argumentasinya ya....Ketika mendukung usul angket mafia pajak dan itu sudah clear. Nah, kalau sekarang PKS dengan sikap politiknya dinilai telah melanggar Code of Conduct berkoalisi dan Presiden akan segera mengambil keputusan politik terkait dengan hal ini. Ya..kita tunggu saja. Apa keputusan yang akan diambil oleh presiden SBY. Bagi PKS secara politik, kami diluar atau didalam pemerintahan, diresuffle atau tidak, itu bukan masalah yang besar karena masalah yang besar bagi kami ini adalah bagaimana terus menjaga konsistensi perjuangan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa ini. Satu catatan lain, kenapa kok...Saya ditanya beberapa orang ; lalu kok PKS tidak mengambil inisiatif saja ya....Mundur saja dari koalisi. Saya katakan begini: masuknya PKS dalam koalisi itu karena diminta oleh Pak SBY. Bahkan 1 tahun sebelum pemilu 2009, Pak SBY meminta pada kami melalui ketua Majelis Syuro kami agar PKS melanjutkan koalisi dengan Partai Demokrat. Nah, bahasa gampangnya begini. Ada satu judul lagu”kau yang mulai, kau yang mengakhiri”.

P8-9 menyatakan bahwa PKS akan menunggu keputusan SBY saja. Partai ini

tidak mengalami masalah berada di dalam atau di luar pemerintahan. PKS tidak

mengambil inisiatif untuk keluar dari koalisi karena dulu SBY yang mengajak,

Page 313: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

313

jadi biarlah SBY yang mengeluarkan. Penegasan pernyataan ini dilakukan dengan

menekankan pengucapan kata-kata “dinilai” dan “diminta”

P8-9 mengatakan “Bagi PKS secara politik, kami di luar atau di dalam

pemerintahan, di resuffle atau tidak, itu bukan masalah yang besar karena masalah

yang besar bagi kami ini ialah bagaimana terus menjaga konsistensi perjuangan

untuk kepentingan masyarakat dan bangsa ini”. Pernyataan P8 itu mengandung

makna bahwa apabila PKS dikeluarkan dari koalisi berarti koalisi tidak konsisten

berjuang untuk kepentingan rakyat karena dia sebagai partai yang konsisten

berjuang untuk kepentingan rakyat dikeluarkan dari koalisi. Hal ini berarti bahwa

PKS dan koalisi tidak sejalan. Pernyataan itu juga melanggar maksim kerendahan

hati karena P8-9 memaksimalkan rasa hormat pada dirinya sendiri.

P8-9 melanggar satu maksim kesantunan, yaitu maksim kerendahan hati

sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------ X 100% = 10%. 10 Nilai pelanggaran itu menjadikan P8-9 politisi yang sangat santun. Kesantunannya

bertambah karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Ini...begitu ya? Yang dimaksud siapa sih sebenarnya yang suka nangis guling-guling ini?

Pak P8 bagaimana? Artinya ketika kemudian koalisi ini tetap dipertahankan, ada konsekuensi, ada sanksi jatah menterinya dikurangi. Itu bagaimana PKS?

Page 314: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

314

Politisi 8 – Data 10 (8-10)

Tadi saya sudah sampaikan ya. Bagi PKS mau resuffle 1,2,4,9 menteri itu bukan persoalan yang prinsipil kok..ya...Dan opsi-opsi yang yang disampaikan...[ehem] apa namanya narasumber tadi. Apakah opsi 1, opsi 2, opsi 3, kalau itu diambil oleh presiden. Apakah besok lusa atau kapan begitu ya..mudah-mudahan gak sampai tahun depan [narasumber lain tertawa] tetapi kalau akar masalah kisruh beda pendapat koalisi ini tidak bisa diidentifikasi dan dicarikan solusi yang tepat. Ini akan selalu muncul..akan selalu muncul dan kalau kita ingat munculnya ini dimana? Munculnya ini bukan di eksekutif lo...Munculnya ini bukan di kabinet. Tetapi munculnya itu di DPR, di parlemen. Nah, sekarang siapa koordinator koalisi di parlemen, di DPR? Partai Demokrat.

Nah, apakah tidak pantas kita bertanya. Apakah tidak pantas Pak SBY mengevaluasi, ada yang salah apa sih Demokrat ini dalam mengelola koalisi di parlemen. Ini kan pertanyaan yang tidak pernah diangkat. Karena sudah digiring pada area, ini ada kode etik yang dilanggar, ini ada kesetiaan yang dilanggar, tetapi substansi masalahnya tidak pernah diangkat. 2004-2009 relatif tidak ada gejolak yang sangat tajam dalam koalisi di DPR. Karena dipimpin Pak P7 waktu itu. Sekarang tidak dipimpin Pak P7 gitu. Nah, mungkin Pak P7 bisa menjawab tetapi ini pura-pura gak tau aja Pak Sutan ini.

P8-10 mengatakan bahwa PKS tidak masalah jika jatah menterinya dikurangi.

Namun hal itu bukan penyelesaian apabila akar masalahnya tidak diselesaikan dan

akar masalah itu ada di DPR. Partai Demokrat tidak mampu menangani koalisi

itu. Sebaiknya Partai Demokrat mengintrospeksi diri. Penegasan pernyataan ini

dilakukan dengan memberi penekanan pada saat mengucapkan “bukan persoalan”,

“diidentifikasi”, dan “Partai Demokrat”.

P8-10 dengan tegas mengatakan kekisruhan terjadi di DPR dan hal ini

kesalahan koordinator koalisi yaitu Partai Demokrat. P8 memberikan semua

beban kesalahan pada Partai Demokrat. Dengan melakukan hal ini P8

memaksimalkan kerugian untuk Partai Demokrat dan memaksimalkan

keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan demikian P8-10 melanggar maksim

kebijaksanaan. P8-10 juga menyatakan bahwa SBY tidak pernah mempertanyakan

Page 315: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

315

apa yang salah dengan Partai Demokrat sehingga kekisruhan di DPR terjadi,

malahan menggiringnya pada pelanggaran kode etik. Ucapan itu menyiratkan

bahwa P8 tidak setuju dengan apa yang dilakukan SBY dan berarti dia sudah

melanggar maksim kecocokan.

P8-10 melanggar dua maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan dan

maksim kecocokan sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20% 10 Nilai pelanggaran itu menjadikan P8-10 politisi yang sangat santun.

Kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Jadi keputusan itu segera dikeluarkanlah kurang lebih seperti apa masa depan koalisi itu yang ditunggu bersama-sama dan... .

Politisi 8- Data 11 (P8-11)

Dan catatan saya...PKS, Golkar ada didalam atau diluar pemerintahan selama problem inti dari koalisi ini tidak diselesaikan akan muncul terus.

P8-11 menyatakan bahwa apa pun yang terjadi dengan PKS dan Golkar,

Partai Demokrat harus menyelesaikan dulu masalah inti dari koalisi (karena partai

ini yang mengorganisasikan koalisi di parlemen).

Pernyataan P8-11 mengandung suatu penegasan pada koordinator koalisis

untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah yang muncul dalam koalisi. Kalau

tidak, meskipun PKS dan Golkar dikeluarkan dari koalisi, masalah tidak akan

Page 316: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

316

selesai. Pernyataan yang merupakan penegasan ini melanggar maksim

kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian pada Partai Demokrat yang harus

menyelesaikan masalah inti dari koalisi dan juga merupakan pengancaman muka

negatif Partai Demokrat.

Karena P8-11 hanya melanggar satu maksim, yaitu maksim kebijaksanan,

nilai ketidaksantunannya adalah

1 ------ X 100% = 10%. 10 Nilai tersebut menjadikannya politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat kesantunan yang dilanggar

oleh P8 adalah

20 + 20 + 10 + 10 + 20 + 10 = 15%. 6 Tingkat pelanggaran yang hanya 15% itu menjadikannya politisi yang sangat

santun. Kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim

kebijaksanaan dan maksim penerimaan. Maksim lain yang diaplikasikan adalah

maksim kuantitas, maksim cara dan maksim relevansi karena dia sudah

menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan relevan dengan pertanyaan.

Pelanggaran dan predikat kesantunan Politisi 8 seperti yang dideskripsikan di

atas, dapat ditabelkan sebagai berikut.

Page 317: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

317

Tabel 4.18: Pelanggaran dan PredikatKesantunan Politisi 8

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P8-(1-5)

Penerimaan Kebijaksanaan

20% Sangat Santun

P8-(6–7)

Kebijaksanaan Kecocokan

20% Sangat Santun

P8-8

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

P8-9

Kerendahan Hati 10% Sangat Santun

P8-10

Kebijaksanaan Kecocokan

20% Sangat Santun

P8-11

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

Politisi 8: Sangat Santun (15%)

Frekuensi pelanggaran yang dilakukannya dapat dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.19: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 8

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 5

2. Maksim kecocokan 2

3. Maksim kerendahan hati 1

4. Maksim penerimaan 1

5. Maksim kemurahan hati 0

6. Maksim kesimpatian 0

7. Maksim kualitas 0

8. Maksim kuantitas 0

9. Maksim cara 0

10. Maksim relevansi 0

Page 318: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

318

Frekuensi itu menunjukkan bahwa P8 adalah politisi yang cenderung

menimpakan kesalahan pada pihak lain atau dengan kata lain, P8 adalah politisi

yang memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri dan memaksimalkan

kerugian pada pihak lain.

4.2.4.4 Analisis Data Politisi 9 (P9)

P9 yang merupakan politisi dari partai yang beroposisi dengan pemerintah

menjawab pertanyaan sekitar perkembangan koalisi.

Pembawa acara Kalau di PDI-P seperti apa? (Pembawa acara bertanya pada P9 bagaimana menafsirkan perkembangan

koalisi sekarang.) Politisi 9 – Data 1 (P9-1) Ya, kalau kami melihat memang...setgab ya...ini ...tidak ada gunanya bagi

negara. Dan juga keliatan sekali temen-temen ini juga tanpa berkoordinasi dengan baik. Dan terlalu banyak...habis waktu mengurusi soal kekuasaan.

Pembawa acara

Mmm..tetapi yang anda katakan tidak ada gunanya itu apa pak? Politisi 9 – Data 2 (P9-2) Ya saya gak pernah denger. Mungkin itu banyak masalah bangsa. Apakah

setgab pernah...berbicara dan memperjuangkan supaya aa..harga gabah itu bisa ditingkatkan dan dibeli oleh pemerintah, oleh Bulog? Gak pernah saya dengar apakah pernah bagaimana caranya supaya impor beras itu dilawan dengan cara yang lebih konkret gitu kan? Bagaimana memperbaiki petani-petani kita? Gak pernah. Jadi ini saya lihat bahwa ini lebih pada bagi-bagi kekuasaan. Jadi...menurut kami rakyat sudah...selesailah kegaduhan ini. Masing-masing partai ini sikapnya... .

Politisi 8 (Menyela) Kalau...Hak angket mafia pajak itu peduli rakyat gak kira-kira?

Page 319: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

319

Politisi 9 – data 3 (P9-3) Ya, jadi partai ini musti punya sikap yang jelas. Kalau memang tidak

bisa...bisa dalam satu koalisi. Menurut saya kayak PDI Perjuangan ada jelas sebagai partai oposisi.

Pembawa acara Hahahaha. Anda sampai pada kesimpulan yang jelas itu atau karena ada

melihat adanya perbedaan sikap diantara sesama partai koalisi. Itu yang anda maksud?

Politisi 9 – Data 4 (P9-4) Ya. Mengatakan tidak ada apa-apa tetapi ada apa-apa. Pembawa acara

Ada apa-apa? Kalau...PDI-P melihatnya ada apa-apa? Politisi 9 – Data 5 (P9-5)

Ya, kalau kami sih jelas pendekatannya ideologi ya.

Pembawa acara Oke. Politisi 9 – data 6 (P9-6) Jadi bukan kekuasaan. Kami memilih berkoalisi dengan rakyat daripada

dengan kekuasaan. Itu udah sikap kami. Pembawa acara Baik...nanti... .

Menurut P9-(1-6) setgab tidak ada gunanya karena tidak pernah mengurus

kepentingan rakyat, yang diurus hanya masalah bagi-bagi kekuasaan. Sikap partai

harus jelas, kalau tidak bisa berkoalisi, jadilah oposisi seperti PDI-P. PDI-P

memilih berkoalisi dengan rakyat. Pernyataan ini dipertegas dengan memberi

penekanan pada kata/frasa “tidak ada gunanya”, “berkoordinasi dengan baik”, dan

harga gabah” untuk menekankan bahwa koalisi tidak ada gunanya, anggotanya

jalan sendiri-sendiri dan koalisi ini tidak pernah memperjuangkan kepentingan

Page 320: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

320

rakyat, misalnya meningkatkan harga gabah dengan cara meminta pemerintah

atau Bulog untuk membelinya.

P9- (1-2) mengkritik beberapa hal tentang koalisi. Dia mengatakan bahwa

koalisi tidak ada gunanya, tidak mampu berkoordinasi dan tidak pernah

memperhatikan kepentingan rakyat. Semua hal itu dikatakan dengan jujur

sehingga dapat dikatakan bahwa dia mengaplikasikan maksim kualitas. Akan

tetapi, bersamaan dengan pengaplikasian maksim kualitas, P9 melanggar maksim

kesantunan kecocokan dan maksim kesimpatian. P9 dikatakan melanggar maksim

kecocokan karena dia tidak setuju dengan adanya koalisi. Dia dikatakan

melanggar maksim kesimpatian karena pernyataannya yang mengatakan bahwa

koalisi tidak pernah memikirkan kepentingan rakyat dan terlalu banyak mengurus

soal kekuasaan dapat menimbulkan rasa antipati pada koalisi. Akan tetapi aplikasi

maksim kualitas yang dia lakukan sudah merupakan pengancaman muka positif

koalisi dan pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan karena dia

memaksimalkan kerugian pada koalisi yang dituduhnya tidak berpihak pada

rakyat.

P9-(3,6) memuji diri sendiri dengan mengatakan bahwa partainya adalah

partai oposisi yang jelas dan memilih berkoalisi dengan rakyat. Pernyataan ini

melanggar maksim kerendahan hati karena P9-(3,6) memaksimalkan kehormatan

terhadap diri sendiri dengan merendahkan pihak lain.

P8 menyela untuk dengan secara implisit mempromosikan diri sebagai pihak

yang peduli pada rakyat. P8 berasal dari partai yang setuju dengan hak angket

mafia pajak. P9 menyatakan bahwa pemerintah, yang dalam hal ini berarti koalisi

Page 321: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

321

yang di dalamnya termasuk partai P8, tidak perduli pada rakyat. Dengan

menanyakan apakah hak angket mafia pajak yang didukungnya termasuk peduli

rakyat, dia ingin menyatakan bahwa dia adalah sosok yang peduli rakyat.

Dengan melanggar tiga maksim yaitu maksim kerendahan hati, maksim

kecocokan, dan maksim kesimpatian, tingkat pelanggaran kesantunannya adalah

3 ----- X 100% = 30%. 10

Nilai itu menjadikan P9-(1-6) politisi yang santun. Tingkat kesantunannya

meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kualitas meskipun berbenturan

dengan maksim kesimpatian Maksim lain yang diaplikasikannya adalah maksim

cara dan maksim relevansi karena bahasanya efektif dan jawabannya relevan

dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik kalau begitu. Saya ke Pak P9 dulu kalau begitu Pak P9 sendiri..PDI-P lebih suka seperti apa? Apakah lebih suka Golkar

dan PKS berada diluar pemerintahan?

Politisi 9 – Data 7 (P9-7)

Memang sekarang jarang yang berbicara soal ideologi ya... . PDI Perjuangan, Pancasila 1 Juli ideologinya dan kami adalah..yang paling

penting adalah berdaulat di bidang politik, dan berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang budaya. Jadi tadi Pak P6 mengatakan grassroot-nya. Udah ada desakan kan gitu? Sikap PDI Perjuangan tidak tergantung partai lain dan tidak tergantung pada pemerintah. Kita parameternya, seperti yang tadi saya katakan memilih berkoalisi dengan rakyat dan parameternya ideologi. Kalau pemerintah SBY mengambil langkah-langkah misalnya menolak impor beras. Kita pasti dukung. Gak usah pun kita di dalam koalisi, kita pasti dukung. Kalau pemerintah pak SBY ini katakanlah berani tegas bagaimana menghadapi Malaysia yang sering masuk ke wilayah kita dan mengganggu nelayan

Page 322: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

322

kita. Kita akan dukung. Jadi menurut kami hari ini yang penting ini kan ...Pak P7 ya..Evaluasi ini sudah sering dilakukan. Kesimpulannya yang gak ada gitu. Sebenarnya rakyat itu butuh sekarang supaya jelas begitu dan saya memberikan, kami memberikan suatu kepastian. Kalaupun Golkar dan PKS dikeluarkan dalam koalisi, tidak akan ada jaminan bahwa PDI Perjuangan akan satu front politik dengan mereka. Tergantung kebijakan yang diambil.

P9-7 menyatakan bahwa PDI-P akan berkoalisi dengan rakyat. Meskipun

tidak berada dalam koalisi, apabila kebijakan SBY itu untuk kepentingan rakyat,

pasti akan didukung. Kalaupun PKS dan Golkar keluar dari koalisi belum tentu

PDI-P mau bergabung dengan mereka, tergantung pada kebijakan mereka.

Keinginan PDI-P untuk berpihak pada rakyat dan mandiri ditekankan melalui

penekanan pada kata/frasa “tidak tergantung”, “menolak impor beras”. PDI-P

tidak tergantung pada partai lain atau pada pemerintah dan meskipun tidak berada

dalam koalisi, PDI-P akan mendukung kebijakan SBY seperti jika SBY menolak

impor beras.

P9-7 menyatakan bahwa evaluasi terhadap kinerja koalisi sudah sering

dilakukan tetapi simpulannya tidak ada. Dengan mengatakan hal itu, P9

melakukan pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan dan maksim kesimpatian.

P9 dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena ucapannya merugikan

Partai Demokrat/SBY yang dianggap tidak mampu mengkoordinasikan koalisi

dan pada saat yang sama P9 memaksimalkan keuntungan untuk dirinya dengan

cara mencoba mendapatkan simpati rakyat karena berani mengkritik penguasa.

Ucapannya juga dikatakan melanggar maksim kesimpatian karena dapat

menimbulkan rasa antipati masyarakat pada Partai Demokrat/SBY dan koalisinya

yang dianggap tidak mampu berpihak pada rakyat. Rasa percaya rakyat pada SBY

Page 323: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

323

akan menurun dan berdampak pada Pemilu yang akan datang sementara PDI-P

mencoba mengambil keuntungan melalui kritikannya.

P9-7 melakukan pelanggaran terhadap dua maksim, yaitu maksim

kebijaksanaan dan maksim kesimpatian. Dengan demikian, nilai pelanggarannya

adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10

Nilai itu menjadikan P9-7 politisi yang sangat santun. Kesantunannya meningkat

karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan relevan

dengan pertanyaan. Akan tetapi, kesantunan ini berkurang karena secara

gamblang dia menyebut kalau SBY berani menolak impor beras, berani tegas

pada Malaysia, P9 beserta partainya akan mendukung. Tuduhan ini terdengar

sangat tajam padahal sebenarnya yang bertanggung jawab bukan hanya SBY,

tetapi juga DPR.

Pembawa acara

Baik. Bagaimana pak P9 sebelum saya beralih. Pembawa acara menanyakan pada P9 bagaimana tanggapannya atas ajakan

SBY pada PDI-P untuk membangun negara bersama-sama karena tidak mungkin koalisi bekerja sendiri.)

Politisi 9 – Data 8 (P9-8)

Saya...sedikit...sedikit..soal oposisi tadi ya. Soal ajakan tadi ya ini kan ironis sekali ya dan sangat memprihatinkan. Koalisi ini terdiri dari 6 Partai Demokrat, Golkar,PKS, PPP, PAN, PKB. Sudah menguasai plus minus 75% kursi di DPR/parlemen. Sekarang mengajak PDI Perjuangan? Sudahlah PDI Perjuangan itu. Kita punya beberapa alasan, nomor satu

Page 324: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

324

alasan grassroot PDI Perjuangan yang minta kita betul-betul menjadi partai oposisi. Yang kedua, keputusan kongres/forum tertinggi partai yang mengikat dan itu harus dihormati. Menjadi partai ideologi dan menjadi partai oposisi. Yang ketiga, bagaimana menyelenggarakan negara ini? Kita berbeda secara ideologi. Kita menghormati kalau Pak SBY punya cara sendiri. Tetapi kami juga punya cara sendiri. Tadi kami contohkan sendiri, beberapa banyak contohnya itu dan kami sportif karena kamu punya pandangan dan ideologi yang berbeda. Kami memilih di luar pemerintahan. Jadi itulah sikap yang jelas.

P9-8 menyatakan bahwa PDI-P memilih berada di luar pemerintahan karena

ideologi sudah berbeda. Keputusan kongres tertinggi yang mengikat sudah

menentukan bahwa PDI-P harus menjadi partai ideologi dan oposisi. Namun

PDI-P tetap menghargai cara SBY. Pernyataan ini dipertegas dengan menekankan

pengucapan kata/kalimat “mengajak” dan “Kami juga punya cara sendiri”.

P9-8 mengatakan bahwa ideologi partainya berbeda dengan ideologi SBY.

Pernyataan itu melanggar maksim kecocokan karena dengan langsung

mengatakan bahwa mereka tidak cocok. P9 juga dapat dikatakan melanggar

maksim kerendahan hati pada saat mengatakan bahwa partainya mempunyai cara

sendiri dalam menyelenggarakan negara ini. Pernyataan itu terdengar sombong

karena dibenturkan dengan cara SBY menyelenggarakan negara ini.

P9-8 melanggar dua maksim, yaitu maksim kecocokan dan maksim

kerendahan hati sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10

Nilai itu menjadikan P9-8 politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan

Page 325: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

325

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Baik. Kalau kemudian misalnya yang dipinang di...di koalisi yang akan datang ini. Misalnya diputuskan Gerindra yang akan diajak begitu untuk masuk dalam koalisi. PDI-P kan selama ini mesra dengan..dengan gerindra. Ini bagaimana kemudian masa depan di 2014 bagi PDI-P sendiri?

Politisi 9 – Data 9 (P9-9)

Kita bekerja sama untuk di pilpres 2009. Ibu Megawati dengan Pak Prabowo. Itu saja. Secara organisasi kami tidak ada suatu ikatan organisasi dengan partai manapun. Kebetulan saya 2 periode menjadi ketua pimpinan pusat PDI Perjuangan. Jadi saya mengerti betul tidak ada anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan keputusan partai apapun yang membangun suatu hubungan itu. Dan bebas-bebas saja kalau Gerindra lebih nyaman dengan pemerintahan SBY kami persilahkan. Itu bukan suatu masalah yang berarti bagi PDI Perjuangan. mungkin yang sedikit [ehem] masukan. Kalau boleh begini. Kasihan juga menteri-menteri yang bekerja profesional ya... karena nanti parameternya apa? Loyalitas partai atau profesionalitas dia? Begitu banyak PR menteri-menteri yang ada di pemerintahan ini. Sekarang ini. Menteri keuangan, menteri BUMN dan sebagainya yang profesional dan bekerja keras, saya pikir kedepan ini juga tidak terlalu mudah kalau bekerja dalam situasi begini dan akhirnya akan dalam pikiran para menteri itu. Kalau tidak ada dukungan politik begini mereka bisa kapan saja bisa pergi begitu. Saya pikir ini iklim yang tidak sehat bagi indonesia saat ini.

P9-9 mengatakan bahwa tidak ada aturan yang mengatur PDI-P harus bekerja

sama dengan siapa. Megawati bekerja sama dengan Prabowo hanya sebatas

pilpres 2009, setelah itu tidak ada ikatan apa-apa. Kalau Gerindra bekerja sama

dengan SBY juga tidak ada masalah. PDI-P hanya kasihan pada para menteri yang

sudah bekerja keras tanpa tahu jelas parameternya apa. Loyalitas partai atau

profesionalisme. Untuk bisa berhasil, para menteri itu membutuhkan dukungan

Page 326: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

326

politik. Bentuk kerja sama PDI-P dengan partai lain sebatas pilpres saja dan hal

itu ditekankan melalui penekanan pengucapan kata/frasa “pilpres 2009”.

P9-9 mengatakan bahwa silahkan saja apabila Gerindra bekerja sama dengan

SBY. Pernyataan itu melanggar maksim penerimaan karena meminimalkan

penghargaan pada Gerindra yang dianggap tidak penting. Pernyataan ini juga

menunjukkan kesombongan P9 karena sudah menunjukkan bahwa apabila

Gerindra meninggalkan PDI-P, hal itu bukan masalah besar, dan hal ini melanggar

maksim kerendahan hati.

P9-9 melanggar dua maksim kesantunan yaitu maksim penerimaan dan

maksim kerendahan hati. Hal ini berarti bahwa nilai pelanggaran kesantunannya

adalah

2 ----- X 100% = 20%. 10

Nilai ini menjadikan P9-9 politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

(Seorang mahasiswa bertanya apa pendapat P9 apabila nanti benar PKS dan Golkar dinyatakan keluar dari koalisi. Apa pernyataan yang akan dikeluarkan oleh P9)

Politisi 9 – Data 10 (P9-10)

Ya. Begini ya kalau kita tadi mamakai kata narasumber saya setuju sekali. Matematika politik... itu gak bisa karena ilmu politik bukan ilmu pasti.

Page 327: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

327

Yang tadi saya katakan itu 74% itu koalisi yang mendukung SBY-Boediono itu dari parlemen. Tetapi begitu banyak agenda soal Century, soal berbagai hal itu kalah dalam pemilihan. Makanya PDI Perjuangan itu mesti ada benchmark, mesti ada ukuran dalam memilih pilihan-pilihan politik itu ditengah politik transaksional yang sekarang dagang sapi. Kita tadi disampaikan pak P7 kita ditawarkan untuk bergabung. Kita tunjukkan bahwa kita tidak berorientasi pada kekuasaan. Kita tunjukkan kita lebih memilih bersama dengan rakyat dan itu tidak basa-basi kita tunjukkan... .

Pembawa acara

Baik, baik...Mas narasumber... .

Politisi 9 – Data 11 (P9-11)

Dan tentunya PDI Perjuangan tidak berkecil tidak menjadi oposisi seumur hidup. Kita ingin menjadi pemerintah pada waktunya dengan memenangkan pemilu. Itu ada waktunya nanti.

P9-(10-11) menyatakan bahwa PDI-P harus mempunyai ukuran untuk

memilih pilihan politik. PDI-p tidak berorientasi pada kekuasaan tetapi memilih

untuk bersama rakyat. PDI-P pada waktunya nanti akan menjadi pemerintah lewat

pemilu. Pendapat P9-(10-11) bahwa ada perhitungan dalam pilihan politik

ditegaskan dengan menekankan pengucapan frasa “matematika politik”.

P9-10 mengatakan bahwa pendukung SBY dalam koalisi ada 74% di Parlemen

tetapi dalam pemilihan selalu kalah. Ucapannya ini menunjukkan bahwa SBY

tidak mampu memanfaatkan pendukung mayoritasnya di DPR. Hal ini

mengancam muka positif SBY sekaligus partai pendukungnya dan hal ini

melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan SBY.

P9-(10-11) melakukan dominasi karena tetap berbicara pada saat pembawa

acara mencoba meminta narasumber lain untuk berbicara. Mendominasi adalah

salah satu pelanggaran maksim penerimaan karena dia meminimalkan

Page 328: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

328

penghargaan pada orang lain yang juga mempunyai hak berbicara. P9 menyatakan

bahwa politik sekarang adalah politik dagang sapi yang maksudnya adalah politik

sekarang adalah politik jual beli. Ucapannya ini melanggar maksim kebijaksanaan

karena merugikan para pelaku politik yang non-oposisi. Politik jual beli adalah

politik yang tidak jujur dan PDI-P sudah mengangkat dirinya sendiri sebagai

pelaku politik yang jujur karena berada berseberangan dengan pelaku politik

dagang sapi.Ucapannya ini melanggar maksim penerimaan karena dia

memaksimalkan penghargaan untuk dirinya.

P9-(10-11) mengatakan “Kita tunjukkan kita lebih memilih bersama dengan

rakyat dan itu tidak basa-basi kita tunjukkan”. Ucapan ini bertujuan meraih

simpati yang sebesar-besarnya dari rakyat sebagai pemilih sehingga pada pemilu

yang akan datang mereka akan memenangkan PDI-P. Ucapan itu berarti

memaksimalkan simpati terhadap diri sendiri. dan hal ini melanggar maksim

kesimpatian.

P9-(10-11) melanggar tiga maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan

yang dia lakukan sebanyak dua kali, maksim penerimaan, dan maksim

kesimpatian. Hal ini berarti bahwa nilai pelanggaran kesantunan P9-(10-11)

adalah

3 ----- X 100% = 30%. 10

Nilai ini menjadikan P9 politisi yang santun. Nilai kesantunannya meningkat

karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim

Page 329: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

329

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Secara keseluruhan nilai pelanggaran kesantunan P9 adalah

30 + 20 + 10 + 20 + 30 = 22 %. 5 Hal ini berarti bahwa P9 adalah politisi yang santun. Kesantunan itu meningkat

karena P9 juga mengaplikasikan maksim kualitas, maksim cara, dan maksim

relevansi. Dalam pelaksanaannya maksim kualitas mempunyai dua mata pisau.

Pertama, yang mengandung kejujuran karena P9 mengungkapkan bahwa koalisi

tidak ada gunanya, tidak mampu berkoordinasi dan tidak pernah memperhatikan

kepentingan rakyat. Kedua, ucapan ini mengandung kritikan dan mengritik adalah

perbuatan yang tidak santun karena melanggar maksim kebijaksanaan dan

merupakan pengancaman muka bagi yang dituju.

Tabel yang menyajikan deskripsi pelanggaran dan predikat kesantunan

Politisi 9 disajikan berikut ini.

Page 330: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

330

Tabel 4.20: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 9

Politisi- Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P9-(1–6)

Kecocokan Kesimpatian Kerendahan Hati

305 Santun

P9-7

Kebijaksanaan Kesimpatian

20% Sangat Santun

P9-8

Kecocokan Kerendahan Hati

10% Sangat Santun

P9-9

Penerimaan Kerendahan Hati

20% Sangat Santun

P9-(10-11)

Kebijaksanaan Penerimaan Kesimpatian

30% Santun

Politisi 9: Santun (22%)

Secara berurutan pelanggaran maksim kesantunan yang dilakukan oleh P9

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.21: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 9

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kesimpatian 3 2. Maksim kerendahan hati 3 3. Maksim kecocokan 2 4. Maksim kebijaksanaan 2 5. Maksim penerimaan 2 6. Maksim relevansi 0 7. Maksim kemurahan hati 0 8. Maksim kuantitas 0 9. Maksim kualitas 0 10. Maksim cara 0

Page 331: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

331

Frekuensi pelanggaran semacam itu menunjukkan bahwa P9 adalah politisi

yang selalu berusaha merebut simpati dengan menimbulkan antipati pada pihak

lain, sombong dan cenderung mengucapkan kata-kata yang merugikan lawan

politiknya, dan memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri.

Untuk mengetahui kemampuan komunikasi Politisi 6, Politisi 7, Politisi 8,

dan Politisi 9, analisis SPEAKING disajikan pada tabel berikut ini.

Page 332: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

332

Tabel 4.22: Analisis SPEAKING Politisi 6, politisi 7, Politisi 8, dan Politisi 9

Elemen SPEAKING Data Komunikasi Waktu dan tempat komunikasi (S)

Komunikasi berlangsung dalam acara talk show “Today”s Dialogue” di Metro TV yang ditayangkan hari Selasa, jam 23.00 – 24.00 WITA, tanggal 1 Maret 2011,dengan topik “SBY Gertak Koalisi”.

Partisipan (P) P6, P7, P8, P9, dan pembawa acara. Hasil Komunikasi (E) Menyepakati bahwa SBY seharusnya lebih transparan dalam

melakukan evaluasi terhadap parpol anggota koalisi. Bentuk dan isi Komunikasi (A)

P6 menggunakan kata-kata yang seolah-olah menganggap remeh peringatan dari presiden, misalnya kata “santai”, dan juga ujaran yang berbentuk tanya tetapi tujuannya untuk menyerang SBY sebagai presiden yang tidak memperjuangkan Century, dalam kalimat “Apakah ketika kami dan partai koalisi lainnya memperjuangkan Century itu dibilang pelanggaran?”. P7 cenderung membenarkan apa yang dilakukan partainya, misalnya, “Masalah...evaluasi itu menurut saya itu hal yang wajar-wajar saja”. P8 menggunakan kata-kata yang menunjukkan bahwa partainya tidak melakukan pelanggaran karena sebelumnya tidak ada kesepakatan. Hal itu terlihat dalam kalimat berikut. “ Apakah memang pernah ada kesepakatan di setgab yang dua kali rapat itu bahwa memang koalisis ini akan menggunakan angket atau panja?” P9 menggunakan pilihan kata yang kurang santun, misalnya mengatakan bahwa setgab tidak ada gunanya. Pilihan kata yang lebih santun mungkin dapat digunakan, misalnya dengan mengatakan bahwa setgab harus meningkatkan kinerjanya.

Perilaku penyampaian Pesan (K)

Berdasarkan analisis kesantunan, perilaku penyampaian pesan P6 dan P9 santun; P7 dan P8 sangat santun.

Cara penyampaian Pesan (I)

Pesan disampaikan secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan.

Norma interaksi dan Interpetasi (N)

Dalam penyampaian pesan, P6 cenderung melanggar maksim penerimaan dan P7 cenderung melanggar maksim cara, P8 cenderung melanggar maksim kebijaksanaan, dan P9 cenderung melanggar maksim kesimpatian

Jenis-jenis ujaran (G) P6, P7, P8, dan P9 menyampaikan pesan dengan menggunakan kalimat-kalimat deklaratif kompleks.

Berdasarkan analisis di atas dan apabila dianalogikan dengan analisis kesantunan,

dapat dikatakan bahwa P6 dan P9 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang

Page 333: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

333

baik, sedangkan P7 dan P8 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang sangat

baik.

4.2.5 “Menekan Parpol Koalisi”

Tayangan tentang “Menekan Parpol Koalisi” membahas masalah pernyataan

presiden SBY yang akan mengevaluasi parpol koalisi. PKS dan Golkar dianggap

sebagai parpol yang tidak menaati kesepakatan koalisi, tetapi isu yang berhembus,

PKS diprediksi akan dikeluarkan dari koalisi, sedangkan Golkar dipertahankan.

PKS sebagai partai bersih dan perduli rakyat diserang berbagai isu negatif seperti

daging impor sampai dugaan penyalahgunaan dana pemilukada. Golkar yang juga

diserang isu negatif seperti penggelapan Blackberry dan tunggakan pajak, tampak

tenang-tenang saja. Tayangan itu menghadirkan lima orang narasumber, tetapi

hanya tiga orang politisi, yang selanjutnya diberi kode P10 yang merupakan

politisi dari Partai Demokrat, P11 yang merupakan politisi dari Partai GOLKAR,

dan P12 yang merupakan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dua

orang narasumber nonpolitisi adalah seorang pengamat politik dan seorang kuasa

hukum. Diskusi dalam tayangan itu dilakukan berdasarkan narasi yang diucapkan

oleh tiga pembicara secara bergantian.

Narator 1.

Sebulan sudah, janji presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengevaluasi parpol peserta koalisi. Hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda ujung dari gonjang-ganjing politik, apakah sanksi yang akan dijatuhkan pada parpol koalisi. Dua parpol yang menjadi sorotan, PKS dan GOLKAR tampaknya masih bisa menahan nafas sementara waktu. Dosa mereka mendukung hak angket anti mafia pajak masih menyimpan misteri. Apa gerangan sanksi yang pas buat mereka? Apakah menteri-menteri parpol

Page 334: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

334

tersebut akan ditendang dari kabinet Indonesia Bersatu Jilid Dua? Ditengah ketidakpastian sangsi politik tersebut, dua peristiwa nasional muncul. Pertama ketika dua koran Australia, The Age dan Sydney Morning membuat Kubu Istana meradang. Koran The Age menuding SBY meyalahgunakan kekuasaannya, dan Kubu Istana secara seragam membantah tudingan tersebut sebagai berita sampah.

Narator 2

Siapa sesungguhnya yang sungguh demokratis, dan siapa yang tidak, yang main lapor, main tuduh, main hakim di dalam media massa, di dalam diplomasi, yang sungguh merugikan nama baik seseorang, yang boleh disebut sebagai character assassination.

Narator 1

The Age sendiri hingga saat ini tetap mempertahankan argumentasinya dan menolak berita mereka disebut berita sampah.

Pertengahan Maret lalu kita juga disibukkan dengan bom buku, yang dikirimkan oleh orang tidak di kenal pada sejumlah tokoh nasional. Munculnya pemberitaan ini membuat sejumlah politisi menduga peristiwa yang terjadi bergantian merupakan pengalihan isu.

Narator 3

Rangkaian aksi bom ini telah berhasil menciptakan dan mengalihkan perhatian masyarakat, yang sebelumnya ada isu-isu besar gitu ya, bahwa ada kegaduhan baru yang mengalihkan perhatian publik, itu terjadi.

Narator 1

Tidak beberapa lama kemudian, muncul pula pemberitaan yang menyudutkan PKS. Yusuf Supendi, salah seorang pendiri PKS, melaporkan dugaan penyimpangan dana partai ke KPK. Yang dibidik adalah Sekjen PKS Anis Matta, dan presiden PKS Lutfi Hasan Ishak. Laporan serupa juga dilaporkan Yusuf pada badan kehormatan DPR. Bagaimana dengan Golkar? Fungsionaris partai Golkar, Azis Syamsudin, juga dibidik dalam kasus dugaan penyelundupan Blackberry. Bambang Soesatyo, meski dalam kasus lama, dibidik dalam kasus dugaan tunggakan pajak. Tidak ada bukti siapa yang memainkan isu tersebut, namun muatan politis dibalik munculnya kasus-kasus tersebut mengindikasikan ada tekanan cukup kuat pascapengumuman SBY untuk mengevaluasi parpol peserta koalisi. Juru bicara keperesidenan, Julian Pasha, sejauh ini belum bisa memastikan ujung dari evaluasi parpol koalisi.

Page 335: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

335

Narator 3

Reshuffle merupakan suatu hal yang final, bilamana nanti diputuskan untuk ada formasi yang baru, rumusan baru atau format baru dari partai-partai yang berkoalisi di pemerintah, apakah itu nanti akan berubah atau tidak, ya tentu nanti akan kita tunggu bersama.

Narator 1

Apakah janji evaluasi SBY akan dibuktikan pada bulan April nanti, semua bergantung SBY sebagai pemegang hak prerogratif presiden.

4.2.5.1 Analisis Data Politisi 10 (P10)

P10 yang merupakan politisi Partai Demokrat menjawab pertanyaan seputar

isu negatif yang ditujukan pada PKS dan GOLKAR.

Pembawa acara Baik, kalau boleh sekarang saya mengutip ada pernyataan dari dari bapak Anis Matta Sekjen PKS yang mencurigai bahwa sejumlah berita miring yang menerpa PKS saat ini, mulai dari impor daging sapi hingga kekecewaan Yusuf Supendi ini, merupakan serangan balik akibat sikap kritis PKS terhadap pemerintah. Tanggapan Pak P10?

Politisi 10 – Data 1 (P10-1)

Saya ingin pertama, ini kan soal internal PKS ya, jadi persoalan internal PKS yang kita tidak mau mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Yang kedua kalau misalnya dikaitkan dengan tadi dicurigai ini bagian, ada operasi politik, ada apa intervensi apa dari luar, menurut saya itu terlalu berlebihan. Saya ingin menyampaikan bahwa… .

Pembawa acara Mengapa terlalu berlebihan?

Politisi 10 – Data 2 (P10-2)

Jadi begini lho, jangan sampai apa yang menjadi persoalan internal di partai dan partai itu tidak mampu menyelesaikan problem internalnya, itu melempar persoalan itu seakan-akan ini bagian dari operasi politik, ini bagian dari sebuah intervensi. Nah justru buat buat kita sebagai bagian dari pengurus partai justru kita harus melakukan instropeksi pada diri kita kenapa persoalan seperti ini selalu muncul kan gitu, satu hal. Itu, yang kedua saya ingin sampaikan bahwa dalam situasi Negara yang sudah

Page 336: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

336

terbuka seperti ini, dimana masing-masing punya komitmen untuk melakukan penguatan terhadap partai politik, karena karena kita sangat menyadari penuh bahwa partai politik itu merupakan pilar utama demokrasi, maka menurut saya di tengah-tengah seperti ini, rasanya intervensi itu sudah tidak relevan lagi, gitu lho... .

Pembawa acara Baik.... Pak P12.... ya... . Betul begitu Pak P12 sendiri rasanya seperti apa begitu, artinya apakah memang tidak… .

Politisi 12 (Menyela)

Begini yang kalau kemudian kami mengatakan operasi politik itu tidak identik bahwa ini dilakukan oleh partai politik tertentu ya... .

Politisi 10 – Data 3 (P10-3) Demokrat maksudnya?

P10 (1-3) mengatakan bahwa urusan PKS adalah urusan internal partai lain,

jadi P10 tidak mau ikut campur. Pemikiran bahwa ada intervensi dari luar, hal itu

tidak benar. Sebuah partai jangan melemparkan kesalahan pada orang lain jika

tidak mampu menyelesaikan masalah. Masing-masing harus introspeksi diri untuk

menguatkan partai politik karena partai politik adalah pilar demokrasi.

Pernyataannya dipertegas dengan menekankan pengucapan kata/frasa “urusan

rumah tangga”, “intervensi”, “problem internal”, “pilar utama demokrasi”.

P10-3 melanggar kesantunan dengan memotong pembicaraan P12 yang

diminta oleh pembawa acara untuk memberi tanggapan. Pemotongan ini

merugikan P12 yang hak bicaranya tidak diberikan sehingga dapat dikatakan

bahwa P10 melanggar maksim kebijaksanaan.

Di samping melanggar kesantunan, P10-2 juga mengaplikasikan salah satu

maksim kesantunan yaitu maksim kerendahan hati. Dia meminimalkan rasa

Page 337: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

337

hormat terhadap dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa dia harus introspeksi

diri untuk mencari jawaban kenapa masalah selalu timbul.

P12 menyela untuk menjelaskan bahwa ada partai tertentu yang identik

dengan operasi politik. Akan tetapi,P10 yang pada saat itu mendapat kesempatan

berbicara kembali memotongnya.

Berdasarkan analisis di atas, P10-(1-3) melanggar satu maksim, yaitu

maksim kebijaksanaan sehingga nilai ketidaksantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10

sehingga dapat dikatakan bahwa dia adalah politisi yang sangat santun.

Kesantunannya bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kesantunan, yaitu

maksim kerendahan hati dalam dalam ucapan-ucapannya. Maksim lain yang

diaplikasikannya adalah maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi

karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Ya, bagaimana Pak P10 mau... mau mengomentari soal ini? (Pembawa acara bertanya pada P10 tentang isu miring yang menimpa anggota PKS dan Golkar serta adanya ancaman terhadap anggota parpol koalisi

Politisi 10 – Data 4 (P10-4)

Biasanya gini, jadi apa yang terjadi hari ini di internal masing-masing partai, itu saya ingin menyatakan bahwa itu sama sekali tidak ada kaitan dengan kontalasi politik nasional ya, ini terlalu jauh, ini kan problem internal masing-masing, seperti Mas Burhan sampaikan, masing-masing parpol itu kan punya problem internal, ada faksi-faksi, itu kan sesuatu

Page 338: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

338

yang biasa, sesuatu yang biasa, biasa di partai. Nah cuman saya katakan, ketika misalnya ada sebuah persoalan internal di suatu parpol, langsung kita mengatakan bahwa ini mencurigai, jangan-jangan ini adalah bagian dari sebuah operasi karena parpol tersebut bersikap kritis. Nah cara berpikir jangan-jangan, cara berpikir apa, e... mencurigai, ini saya katakan sekali lagi ini menurut saya apa ya, kurang sehat, menurut saya ini kurang sehat... .

P10-4 mengatakan bahwa masing-masing partai mempunyai masalah internal.

Apabila setiap kali ada masalah internal selalu dikaitkan dengan kecurigaan

karena parpol itu sudah bersikap kritis, itu kondisi yang tidak sehat.

Pernyataannya ditegaskan dengan menekankan pengucapan kata/frasa “internal”,

“problem internal” dan “bersikap kritis”.

P10-4 setuju dengan pendapat narasumber bahwa setiap partai memiliki

masalah internal. Pendapat ini menunjukkan kecocokan dengan pendapat orang

lain sehingga dapat dikatakan bahwa P10-4 mengaplikasikan maksim kecocokan.

P10-4 menunjukkan ketidakcocokannya dengan pendapat narasumber lain

yang mengatakan bahwa apa yang terjadi hari ini di internal masing-masing

partai ada kaitan dengan kontalasi politik nasional. Dia mengatakan bahwa

masalah yang timbul hanya disebabkan oleh masalah internal partai sendiri. Dia

juga tidak setuju dengan kecurigaan yang ditunjukkan oleh suatu partai pada

partai yang lain. Dengan demikian, P10-4 dapat dikatakan melanggar maksim

kecocokan.

P10-4 melanggar satu maksim yaitu maksim kecocokan. Dengan demikian

nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10

Page 339: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

339

Nilai itu menjadikannya politisi yang sangat santun dan semakin santun karena

dia mengaplikasikan maksim kecocokan. Maksim lain yang diaplikasikannya

adalah maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah

menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara Ya, Pemirsa anda kembali bergabung bersama kami dalam Forum Today’s Dialogue, saya untuk segmen ini sekaligus juga untuk mengingatkan kembali sebenarnya tema pada hari ini adalah untuk menanyakan apa kabar hasil evaluasi koalisi yang sudah sebulan yang lalu diumumkan begitu, ada satu dua parpol yang telah melanggar kontrak dan akan dievaluasi dan akan diberikan sanksi yang sesuai setelah evaluasi itu tuntas dilaksanakan, namun sampai hari ini belum ada juga kabar dari evaluasi tersebut, Pak P10.

Politisi 10 – Data 5 (P10-5)

Ini kan lagi proses ya… Mengevaluasi, meng... apa memutuskan bagaimana hasil, dari sebuah evaluasi terhadap koalisi, itu kan memerlukan kehati-hatian, memerlukan pertimbangan yang sangat cermat, dan sebagainya, karena ini kan menyangkut untuk apa, kepentingan yang jauh lebih besar lagi ke depan, nah seperti dikatakan bahwa memang nggak ada, nggak ada apa, ee, tidak ada istilahnya batas. Kemarin kita sempat ketemu setelah angket ya, setelah paripurna angket, Setgab sempat ketemu sekali, kan gitu kan, di semua peserta apa koalisi itu kan hadir, dari PKS, dari Golkar, dari Demokrat, PAN, yang enam itu hadir lah, di masing-masing ada perwakilannya, dan…

P10-5 mengatakan bahwa evaluasi sedang dilakukan atas koalisi dan evaluasi

itu harus dilakukan dengan hati-hati karena menyangkut kepentingan yang lebih

besar. Evaluasi itu akan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terbatas. Pertemuan

sudah dilaksanakan dan dihadiri oleh enam anggota koalisi. Pernyataannya

Page 340: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

340

diperkuat dengan memberi penekanan pada pengucapan kata-kata “kehati-hatian”,

“menyangkut”,dan “enam”.

Data 5 hanya mengandung informasi tentang bagaimana evaluasi dilakukan

dan sudah adanya pertemuan antara keenam anggota koalisi setelah rapat

paripurna angket. Informasi itu bersifat netral dan tidak menyerang siapa pun

sehingga tidak ada pelanggaran maksim kesantunan. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa nilai kesantunan P10 adalah 100%. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Ada pertemuan juga antara Pak SBY dengan Pak Ical begitu, nah dengan PKS misalnya apakah akan ada pertemuan dengan Uztad Helmi?

Politisi 10 – Data 6 (P10-6)

Itu kan urusan apa, ketua koalisi nanti kan gitu lho kan, dan kalau dilihat dari proses perjalanannya, ini ke Bang Nasir ini, ini kan Pak Lutfi Hasan pernah apakah berseloroh atau tidak, katanya partai yang dipanggil itu kan partai yang bermasalah, nah PKS nggak dipanggil karena nggak bermasalah… itu kan ... .

P10-6 mengatakan bahwa secara berseloroh P12 dan Lutfi Hasan mengatakan

bahwa yang dipanggil adalah partai yang bermasalah. Jadi, karena PKS tidak

dipanggil, berarti PKS tidak bersalah. Pernyataan itu dipertegas dengan

menekankan pengucapan kata/frasa “proses perjalanannya” dan “ bermasalah”.

Yang dimaksud proses perjalanan adalah proses dari terjadinya masalah sampai

pemanggilan ketua partai.

Page 341: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

341

P10-6 mengatakan bahwa semua urusan itu adalah urusan ketua koalisi.

Dengan mengucapkan hal itu P10 sudah memberikan semua beban pada ketua

koalisi sehingga memaksimalkan kerugian pada ketua koalisi dan memaksimalkan

keuntungan untuk dirinya. Hal ini melanggar maksim kebijaksanaan.

P10-6 juga mengatakan bahwa partai yang dipanggil itu adalah partai yang

bermasalah. Dengan mengatakan hal itu, meskipun secara berseloroh, P10

menuduh bahwa partai Pak Ical bermasalah, padahal dia tidak punya bukti untuk

itu. Dengan demikian, dia dapat dikatakan melanggar maksim kualitas. P10 juga

menyatakan bahwa partainya tidak dipanggil berarti partainya tidak bermasalah.

Ucapan itu memaksimalkan penghargaan terhadap diri sendiri sehingga dapat

dikatakan bahwa dia melanggar maksim penerimaan.

P10-6 melanggar tiga maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kebijaksanaan

dan maksim penerimaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai

pelanggarannya adalah

3 ------- X 100% = 30%. 10 Nilai itu menjadikannya politisi yang santun. Nilai kesantunannya meningkat

karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan

dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Tetapi artinya evaluasi ini apakah masih berlangsung sampai sekarang ini, Pak P10, apa sudah diputuskan atau tidak?

Page 342: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

342

Politisi 10 – Data 7 (P10-7)

Nggak, ini, ini kan lagi disiapkan semua kan, artinya ini kan sudah dipanggil, udah mulai kan dipanggil, udah mulai di ini, soal menata ulang koalisi, kan gitu kan, bagaimana nanti bentuk mena.., apa hasil akhir dari menata ulangnya menjadi kesepakatan bersama, saya katakan tadi, bahwa koalisi itu, evaluasi koalisi itu kan tidak harus berujung ada partai peserta koalisi yang harus dikeluarkan, tidak juga, kan gitu lho. Atau ada menambah mitra koalisi yang baru, tidak juga, kan gitu… .

P10-7 mengatakan bahwa anggota koalisi sudah mulai dipanggil untuk

menata kesepakatan baru. Evaluasi itu tidak berarti bahwa akan ada yang

dikeluarkan atau ada anggota baru. Pernyataan itu dipertegas dengan menekankan

pengucapan kata/frasa “sudah dipanggil”, “dipanggil”, “evaluasi koalisi”, dan

“harus dikeluarkan”.

P10-7 melanggar maksim cara pada saat dia mengatakan suatu ketidakpastian

apakah ada anggota koalisi yang akan dikeluarkan atau akan ada penambahan

anggota baru. Pernyataan itu tidak jelas dan mengundang pertanyaan sehingga

dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap maksim cara.

P10-7 melanggar satu maksim, yaitu maksim cara. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa nilai pelanggarannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu menjadikannya politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif dan relevan dengan

pertanyaan.

Page 343: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

343

Pembawa acara

Jadi evaluasinya masih berlangsung sampai sekarang… .

Politisi 10 – Data 8 (P10-8) Nggak, kita kan gini, ini saya ingin klarifikasi dulu ya, saya ingin

sampaikan dulu, kita kan ini begini, ini kan beberapa waktu yang lalu pertemuan, itu semua hadir, Sekjen Golkar hadir, dari PKS kalau gak salah Menteri Sosial, hadir, semua hadir. Mereka ketika selesai hasil, selesai rapat itu mengatakan, justru yang mengatakan itu dari sekjen Golkar bahwa kita mengatakan bahwa sudah ada komitmen sementara, walaupun itu dalam, bukan dalam bentuk kesepakatan yang tertuang, karena itu belum ada, bahwa sesama partai peserta koalisi untuk berhenti saling serang. Nah itu, itu disampaikan oleh, oleh Sekjen Golkar, dan kita, kita menghargailah ajakan itu, kan gitu lho kan?

P10-8 mengklarifikasi bahwa pada saat ada pertemuan yang dihadiri oleh

semuanya, Sekjen Golkar mengatakan bahwa sudah ada komitmen sementara

meskipun bukan dalam bentuk kesepakatan bahwa anggota koalisi berhenti saling

serang. Dia menekankan bahwa pernyataan itu dikeluarkan oleh Sekjen Golkar.

Pernyataan itu dipertegas dengan memberi penekanan pada kata/frasa

“klarifikasi”, Sekjen Golkar”, “partai peserta koalisi”, dan “berhenti”.

Dalam data 8 informasi yang disampaikan bersifat netral, tidak menyerang

siapa-siapa sehingga tidak ada pelanggaran maksim. Dengan demikian, tingkat

kesantunan P10-8 adalah 100%. Tingkat kesantunannya bertambah karena P10

menggunakan kalimat berpagar, “Sekjen Golkar hadir, dari PKS kalau gak salah

Menteri Sosial, hadir,...”. “Kalau gak salah” adalah pagar yang memagari kalimat

di atas sehingga menjadi lebih santun. Dengan kalimat berpagar itu dia

menunjukkan bahwa ada kemungkinan bahwa dia salah dan hal ini berarti dia

meminimalkan penghargaan terhadap dirinya dan hal ini adalah aplikasi maksim

penerimaan. Maksim penerimaan juga diaplikasikan pada saat dia menyebut

Page 344: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

344

bahwa Sekjen Golkar sudah mengajak semua anggota koalisi untuk berhenti

saling serang. Melalui ucapannya P10 menunjukkan penghargaan pada Sejen

Golkar yang sudah mengatakan sesuatu yang baik. Maksim lain yang

diaplikasikannya adalah maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi

karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan.

Politisi 11 mengatakan: Maksudnya tidak boleh saling serang jangan… Ketika ada partai anggota koalisi yang ingin menegakkan suatu kebenaran, suatu fakta kebenaran, kemudian diserang oleh partai yang lainnya untuk menutupi kebenaran kan… .

Politisi 10 – Data 9 (P10-9) Oh nggak ada. Saya ingin sampaikan dulu gini, saya ingin sampaikan ke

Mas P11, soal soal kekritisan ya, saya katakan bahwa kekritisan itu udah menjadi apa…, menjadi bagian inheren dari anggota DPR. Anggota DPR memang harus kritis, sama dengan mahasiswa, kalau mahasiswa tidak kritis itu kan bukan mahasiswa namanya, bahkan kalau mahasiswa nggak pernah demo, itu kan bukan mahasiswa… .

P10-9 mengatakan bahwa semua anggota DPR harus kritis, sama dengan

mahasiswa. Pernyataan dipertegas dengan memberi tekanan pada saat

mengucapkan “kekritisan” dan “mahasiswa”.

Pada saat mengucapkan “Anggota DPR memang harus kritis, sama dengan

mahasiswa...”, P10 melanggar maksim penerimaan karena dia memaksimalkan

penghargaan pada dirinya karena dia adalah anggota DPR.

P10 melanggar maksim penerimaan sehingga nilai ketidaksantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10

Page 345: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

345

Nilai itu menjadikannya politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Tetapi ada, sudah sudah ada hasilnya atau belum, itu yang ingin kita

ketahui begitu… .

Politisi 10 – Data 10 (P10-10)

Gini, gini, yang ingin saya sampaikan adalah, kita tidak akan pernah membungkam kekritisan anggota DPR, karena memang dipilih dia untuk bersuara, tetapi yang kita pertanyakan… .

Politisi 11 (Menyela)

Tetapi pendapatnya Pak P10 ini berbeda dengan ketua fraksinya... .

Politisi 10 – Data 11 (P10-11)

Yang kita ingin pertanyakan adalah sikap partai, ketika partai harus mengambil sebuah sikap politik. Nah kenapa kita pertanyakan sikap politik? Ini kan konsekuensi dari mereka bergabung dalam koalisi. Nah tentu ketika partai mengambil sikap politik, itu kan sudah mempertimbangkan masukan, argumentasi dari anggota partai masing-masing, kan begitu... .

P10-(10-11) mengatakan bahwa partainya tidak pernah melarang orang

bersikap kritis. Akan tetapi, pada saat ketua fraksi harus mengambil sikap politik

dalam koalisi, mereka seharusnya sudah mendapat masukan dari masing-masing

anggota partainya. Pernyataan itu ditegaskan dengan memberi penekanan pada

kata-kata “masukan” dan “argumentasi”

Page 346: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

346

P10-(10-11) tidak menyetujui sikap narasumber lain yang mempertanyakan

kebebasan anggota DPR untuk bersuara karena dia menganggap dengan masuk

sebagai anggota koalisi, kebebasan itu pasti harus menuruti aturan. Dengan

mengatakan ketidaksetujuannya, P10 melanggar maksim kecocokan.

P11 menyela pada saat P10 sedang berbicara dengan mengatakan bahwa apa

yang diucapkan oleh P10 berbeda dengan ketua fraksinya. Dia menunjukkan

kelemahan P10 yang berpikiran tidak sejalan dengan ketua fraksinya tentang sikap

politik partai-partai yang bergabung dalam koalisi. Secara implisit dia mengatakan

bahwa apabila koalisi saja tidak sependapat, bagaimana mungkin koalisi bisa

mengatur negara?

Dengan melanggar satu maksim kesantunan yaitu maksim kecocokan, P10

mempunyai nilai pelanggaran kesantunan sebanyak

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu sudah menjadikan P10-(10-11) politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Ya anda kembali bergabung bersama kami dalam forum Today’s Dialogue. Saya ke Pak P10. Kalau begitu sejauh ini berarti kan evaluasinya ni kan masih terus berlangsung begitu ya. Artinya tetapi apakah sudah disepakati, begitu diantara para peserta parpol ini, setidaknya apa yang dinginkan dalam koalisi ini, apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan koalisi pemerintahan?

Page 347: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

347

Politisi 10 – Data 12 (P10-12)

Kan gini, yang diinginkan oleh parpol peserta koalisi saya rasa dari segi ide, dari segi gagasan dan komitmen itu sama, yaitu bagaimana mengawal dan mensukseskan program-program pemerintah sampai 2014. Itu komitmen yang sama. Yang kedua, bagaimana komitmen yang sama itu diturunkan dalam tataran politik yang lebih praktis. Nah mereka juga sama semua, bahwa kita ingin koalisi ke depan itu kan menjadi lebih solid, menjadi lebih efisien, dan lebih efektif. Yang kedua, bagaimana misalnya untuk mewujudkan koalisi yang solid, koalisi yang efisien, dan efektif dalam menopang berbagai program dan kebijakan pemerintah itu, maka ada bentuk komunikasi yang lebih intensif, kualitas komunikasi yang terus ditingkatkan. Intensitas pertemuan, intensitas rapat juga terus ditingkatkan.

P10-12 mengatakan bahwa tujuan koalisi adalah menyukseskan program-

program pemerintah sampai tahun 2014. Semua partai yang bergabung dalam

koalisi menginginkan bahwa untuk membentuk koalisi yang solid, efektif, dan

efisien harus ada komunikasi yang lebih efektif, peningkatan kualitas komunikasi,

dan peningkatan intensitas rapat. Penegasan atas ucapannya dilakukan dengan

memberi penekanan pada kata-kata “mengawal”, “mensukseskan”, solid”,

“efisien”, “efektif”, dan “intensitas”.

P10-12 mengatakan bahwa ada keinginan agar koalisi ke depan menjadi

lebih solid, menjadi lebih efisien, dan lebih efektif. P10 menggunakan implikatur

yang merupakan satu strategi kesantunan untuk menghindari pengucapan

langsung bahwa sekarang ini koalisi kurang solid, kurang efisien dan kurang

efektif. Hal yang sama juga terjadi pada saat P10 mengatakan bahwa intensitas

pertemuan, intensitas rapat juga terus ditingkatkan. Hal ini berarti bahwa selama

ini intensitas pertemuan dan rapat belum dilaksanakan dengan baik. Kedua

pernyataan itu melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan koalisi yang

dianggap kurang solid, kurang efisien, dan kurang efektif dan juga adanya

Page 348: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

348

tuntutan bahwa untuk bisa solid, efektif dan efisien, koalisi harus meningkatkan

intensitas pertemuan. Penggunaan kata “lebih” pada “lebih solid, efektif dan

efisien” dan “lebih intensif” dipergunakan untuk menurunkan tekanan akibat

adanya pelanggaran maksim kebijaksanaan dan pengancaman muka positif. Ada

implikasi bahwa koalisi sudah solid, efektif dan efisien (meskipun sebenarnya

tidak solid, efektif dan efisien), tetapi perlu ditingkatkan. Demikian pula

pertemuan sudah dianggap intensif (meskipun sebenarnya tidak intensif) tetapi

perlu ditingkatkan. Implikatur ini mengaplikasikan maksim kebijaksanaan.

Kesantunan lain yang dilakukan oleh P10 ialah menawarkan rasa solidaritas

dengan menyebutkan bahwa tujuan dan komitmen partai koalisi itu sama dan hal

ini adalah aplikasi maksim penerimaan karena memaksimalkan penghargaan

untuk pendengar.

Selama pembicaraannya P10 melanggar maksim kebijaksanaan sehingga

nilai kesantunannya:

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu menjadikannya politisi yang sangat santun. Tingkat kesantunannya

bertambah karena dia juga mengaplikasikan maksim kebijaksanaan dan maksim

penerimaan Nilai kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan

maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah

menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Page 349: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

349

Pembawa acara Jadi ada sejumlah catatan begitu mengapa… Selama ini tidak seperti yang diharapkan, apakah kemudian kontraknya yang nanti akan dirubah begitu?

Politisi 10 – Data 13 (P10-13) Ini, ini hasil dari.., ini semua sama seperti ini, nah, cuman kan ada

persoalan, begitu.. selesai, gini... Persoalannya apakah memang ketika ada koalisi itu tadi dengan berbagai, apa, komitmen baru, untuk kedepan itu tadi, akan menegasikan sikap kekritisan, akan menyandera kebebasan berpendapat dan sebagainya, saya katakan tidak, yang namanya anggota DPR itu kan harus tetap kritis, Kita tidak pernah mempersoalkan kekritisan Mas P11, Sama, Pak P12 tidak pernah dipersoalkan kekritisannya, dan justru itu, itu bagian penting dari apa, anggota DPR... .

P10-13 mempertanyakan apakah dengan adanya komitmen baru, kekritisan

tidak akan hilang dan kebebasan berpendapat tidak akan disandera. Hal ini

ditegaskan melalui penekanan pada kata-kata ”menegasikan”, ”menyandera”, dan

”kekritisan”.

P10 melanggar maksim kecocokan pada saat dia mempertanyakan apakah

komitmen di koalisi tidak menghilangkan kekritisan anggota parpol koalisi di

DPR. Dengan pertanyaan itu P10 sudah menunjukkan keraguannya tentang

keberlangsungan kekritisan anggota DPR yang berasal dari partai anggota koalisi.

Hal ini melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan SBY sebagai penentu

pembuatan komitment baru.

P10-13 melanggar satu maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan.

Dengan demikian nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10

Page 350: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

350

Nilai itu sudah menjadikan P10-13 politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Tapi, kalau saya ingin menanyakan ini adalah pernyataan dari ketua fraksi Jafar Absah yang menyatakan, “Kita tidak bisa berbeda untuk hal yang strategis, perbedaan itu ada tempatnya, yaitu di luar koalisi.”

Politisi 10- Data 14 (P10-14)

Kan gini, kan saya katakan gini, ada, yang kemarin itu kan masih ada berbagai pandangan, yang dimaksud dengan koalisi itu kan masih interpretasinya masih berbeda beda. Misalnya, gini, apa Pak P12 menyatakan… .

Politisi 12 (Menyela)

Itu aja udah beda... .

P10-14 mengatakan bahwa interpretasi tentang koalisi masih berbeda-beda.

Hal ini ditekankan dengan menekankan pengucapan “pandangan” dan

“interpretasi”.

Dengan mengatakan bahwa kemarin (pada masa yang lalu) interpretasi koalisi

masih berbeda-beda, P10 ingin mengatakan bahwa pada masa sekarang ini

interpretasi koalisi sudah tidak berbeda. Akan tetapi, pernyataan itu tidak

menjawab pertanyaan pembawa acara yang ingin mendapat jawaban apa benar di

dalam koalisi tidak boleh ada perbedaan untuk hal yang strategis. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa P10-14 melanggar maksim relevansi.

Page 351: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

351

P10-13 melanggar satu maksim kesantunan, yaitu maksim relevansi.

Dengan demikian nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu sudah menjadikan P10-14 politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan

maksim cara. Dia juga sudah menggunakan bahasa yang efektif dan jelas

meskipun tidak relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Definisi koalisi belum tuntas, lalu bagaimana ini?

Politisi 10- Data 15 (P10-15)

Bukan, bukan. Jadi... Saya ingin jelaskan dulu ya, kenapa Pak Jafar itu menyatakan seperti itu ya, Misalnya Pak P12 mengatakan bahwa kami berkoalisi dengan Pak SBY, satu. Mas P11 menyatakan “Kami berkoalisi kan di Eksekutif,” Kita berfikiran bahwa… .

Pembawa acara

Oke.

Politisi 11 (Menyela)

Ndak… Saya nggak pernah ngomong begitu… .

Politisi 10 – Data 16 (P10-16)

Yang namanya, Golkar lah ya, yang namanya koalisi.. Saya katakan itu kan harus itu, tidak bisa ada yang namanya koalisi dalam teori politik apapun, ini, ini Mas Burhan ahli politik, walaupun saya kuliahnya di Ilmu Politik, tetapi yang ahli kan Mas Burhan, bahwa yang namanya koalisi itu harus utuh... Kenapa kita koalisi, karena kita juga butuh topangan dari parlemen. Nah ini, Nah kedepan, pernyataan-pernyataan seperti itu, perbedaan definisi seperti itu harus sudah sama.

Page 352: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

352

Pembawa acara

Oke, baik...

Politisi 10 – Data 17 (P10-17)

Jadi bagaimana kita mau membangun kebersamaan, kesolidan, soal yang mendasar, soal definisi intepretasi terhadap koalisi aja berbeda, kan begitu ya.

Pembawa acara

Oke, berarti harus diperjelas di kontrak yang baru, begitu kurang lebih... Bagaimana akan diterima atau tidak ini kalau nanti... kontraknya dirubah… .

Politisi 10 – Data 18 (P10-18)

Ya itu tentu akan ada…

P10- (15–18) menyatakan bahwa pendapat tentang apa yang namanya koalisi

itu masih bermacam-macam, jadi pada masa yang akan datang perbedaan definisi

koalisi itu harus sudah tidak ada lagi. Pemahaman terhadap definisi koalisi harus

sama. Bagaimana membangun koalisi yang solid akan ada di dalam kontrak yang

baru. Koalisi diperlukan karena pemerintah perlu topangan dari parlemen.

Pernyataan P10 ditegaskan dengan cara memberi penekanan pada kata/frasa

“kami berkoalisi”, “koalisi”, dan “topangan”

P10-15 mengatakan bahwa P11 mengatakan bahwa koalisi terjadi di

eksekutif. Apa yang dikatakan oleh P itu ternyata tidak benar karena langsung

dibantah oleh P11. Dengan mengatakan sesuatu yang tidak benar, P10 sudah

melanggar maksim kualitas. P10-16 mengatakan bahwa meskipun dia kuliah di

bidang politik tetapi dia tidak ahli karena yang ahlinya adalah narasumber yang

Page 353: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

353

lain. Dengan mengatakan hal itu, P10 sudah mengaplikasikan maksim kerendahan

hati.

P11 menyela pembicaraan P10 untuk membantah bahwa dia mengatakan

koalisi hanya terjadi di eksekutif. P10 juga mencoba untuk mendominasi, dan hal

itu terlihat pada saat dia mengucapkan data 16. Apa yang ingin dia bicarakan pada

butir itu sudah selesai, tetapi ada butir lain yang ingin dia sampaikan sehingga

pada saat pembawa acara mengatakan “oke...baik...” dengan tujuan untuk

memberikan kesempatan pada politisi lain, P10 tetap menyambung

pembicaraannya dan berhenti pada saat pembawa acara menghentikannya dengan

cara menyimpulkan apa yang sudah P10 ucapkan.

Maksim kualitas adalah satu-satunya maksim kesantunan yang dilanggar oleh

P10-(15-18) sehingga nilai pelanggaran kesantunannya adalah

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu sudah menjadikan P10-(15-18) politisi yang santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena disamping mengaplikasikan maksim kerendahan

hati dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan maksim

relevansi karena dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan relevan

dengan pertanyaan.

(Seorang narasumber mengatakan bahwa masing-masing anggota koalisi sedang meningkatkan daya tawar politik. Partai yang sudah setia pada koalisi tentu berharap mendapat insentif. Apabila tidak, ada kemungkinan mereka juga akan mengikuti langkah PKS dan Golkar karena tidak ingin disebut sebagai partai yang mengekor Demokrat. Partai yang awalnya terlihat membela rakyat, ujung-ujungnya menunjukkan kemunafikan sendiri-sendiri sehingga rakyat apatis, tidak menyukai partai politik yang

Page 354: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

354

dianggap tidak mampu menjadi saluran kepentingan yang tepat. Partai akhirnya dianggap kotor)

Politisi 10 – Data 19 (P10-19) Saya, saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Mas narasumber,

bagaimana parpol itu, itu kan bisa menjadi lebih solid, menjadi lebih baik kinerjanya. Justru yang menjadi apa, komitmen dari Partai Demokrat, Demokrat itu kan sudah mendapatkan mandat yang begitu luar biasa dari rakyat, di Pemilu Legislatif, dia diberikan mandat paling besar, di Pilpres juga diberikan mandat oleh rakyat, justru yang menjadi concern sekarang, agenda Partai Demokrat itu adalah bagaimana menunaikan mandat yang diberikan oleh rakyat itu, itu ditunaikan secara baik. Nah ini, ini menjadi, menjadi ini kita, kita ingin menunaikan mandat yang sudah diberikan... Itu dengan baik. Nah, sekarang problemnya…

P10-19 mengatakan bahwa harus diusahakan agar parpol menjadi lebih solid

dan lebih baik. Dia juga mengatakan bahwa rakyat sudah memberikan mandat

terbesar pada Partai Demokrat dan keinginan utama Partai Demokrat itu ialah

bagaimana menunaikan mandat itu dengan baik. Penegasan pernyataan ini

dilakukan dengan memberi penekanan pada kata/frasa “solid”, “lebih baik”,

“mandat”, “concern”, dan “menunaikan mandat”.

Dalam pemilihan umum untuk level mana pun, rakyat sebagai pemilih

mempunyai kekuasaan yang paling tinggi. P10 mengatakan bahwa Partai

Demokrat sudah mendapat mandat dari rakyat. Karena P10 berasal dari Partai

Demokrat, pernyataannya dapat dianggap sebagai meninggikan diri sendiri

sehingga melanggar maksim kerendahan hati.

Pelanggaran kesantunan yang dilakukan oleh P10 hanya pelanggaran

terhadap maksim kerendahan hati sehingga nilai pelanggarannya adalah

Page 355: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

355

1 ------- X 100% = 10%. 10 Nilai itu sudah menjadikan P10-19 politisi yang sangat santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara dan maksim relevansi dan sudah menggunakan bahasa yang efektif,

jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

(P11 mengatakan bahwa pada saat Partai Demokrat tidak menguasai DPR, keadaan aman-aman saja. Akan tetapi ketika Partai Demokrat memimpin DPR, keadaan jadi gonjang ganjing)

Politisi 10 – Data 20 (P10-20) Saya ingin menyimpulkan ya. Begini, begini… Bukan, bukan, bukan

kepemimpinan… nggak... nggak... saya, sebentar dulu ya... nggak... nggak, saya ingin me... Karena gini, saya ingin gini, ingin sampaikan masing-masing peserta koalisi itu double track, kenapa double track? Dia... mengatakan istilah, meminjam istilah Pak Amien Rais, tangan kanannya salaman dengan koalisi, tetapi tangan kirinya menusuk dari belakang... Jadi partai peserta koalisinya hipokrit.

P10-20 mengatakan bahwa gonjang ganjing bukan disebabkan oleh

kepemimpinan Partai Demokrat, tetapi karena anggotanya mendua dan munafik.

Tangan kanan salaman dengan koalisi, tangan kiri menusuk dari belakang.

Pernyataan ini dipertegas dengan memberi penekanan pada kata/frasa “double

track” dan “menusuk”.

P10-20 menuduh anggota koalisi melakukan double track atau hipokrit.

Pernyataan ini merugikan partai yang dianggap hipokrit tetapi pada saat yang

sama memaksimalkan keuntungan pada dirinya sendiri, yaitu Partai Demokrat.

Dengan demikian, P10 dapat dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan. P10

Page 356: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

356

juga melanggar maksim cara karena dia tidak menyebut siapa yang dimaksud

mendua, padahal di dalam koalisi ada enam. Akan tetapi, apabila maksim cara

diaplikasikan, P10 melanggar maksim kebijaksanaan karena dia merugikan partai

yang disebut mendua. Mendua dikatakan merugikan karena kata “mendua”

menunjukkan ketidaktegasan dan mau untung saja.

P10-20 melanggar dua maksim kesantunan, yaitu maksim cara dan maksim

kebijaksanaan sehingga nilai pelanggarannya adalah

2 ------- X 100% = 20%. 10 Nilai itu sudah menjadikan P10-20 politisi yang sangat santun. Kesantunannya

bertambah karena dia mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Dia juga

mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara dan maksim relevansi karena dia

sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan pertanyaan.

Secara keseluruhan nilai pelanggaran kesantunan yang dilakukan oleh P7

adalah

10 + 10 + 0 +30 + 10 + 0 +10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 20 = 10,71%. 14

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa P10 adalah politisi yang sangat santun.

Deskripsi kesantunan Politisi 10 dideskripsikan pada tabel berikut ini.

Page 357: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

357

Tabel 4.23: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 10

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P10-(1–3)

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

P10-4

Kecocokan 10% Sangat Santun

P10-5

-

0% Sangat Santun

P10-6

Kebijaksanaan Kualitas Penerimaan

30% Santun

P10-7

Cara 10% Sangat Santun

P10-8

-

0% Sangat Santun

P10-9

Penerimaan

10% Sangat Santun

P10-(10–11)

Kecocokan 10% Sangat Santun

P10-12

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

P10-13

Kebijaksanaan 10% Sangat Santun

P10-14

Relevansi 10% Sangat Santun

P10-(15–18)

Kualitas 10% Sangat Santun

P10-19

Kerendahan Hati 10% Sangat Santun

P10-20

Kebijaksanaan Cara

20% Sangat Santun

Politisi 10: Sangat Santun (10,71%)

Frekuensi pelanggaran maksim kesantunan yang dilakukan oleh P10 adalah

sebagai berikut.

Page 358: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

358

Tabel 4.24: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 10

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 5

2. Maksim kecocokan 2

3. Maksim cara 2

4. Maksim kualitas 2

5 Maksim penerimaan 2

6. Maksim relevansi 1

7. Maksim kerendahan hati 1

8. Maksim kuantitas 0

9. Maksim kemurahan hati 0

10. Maksim kesimpatian 0

Frekuensi pelanggaran itu menunjukkan bahwa P10 adalah politisi yang

cenderung memaksimalkan kerugian untuk orang lain. Kesantunan yang

ditunjukkan oleh P10 meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan

hati, maksim kecocokan, maksim penerimaan, maksim kebijaksanaan, maksim

kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi.

4.2.5.2 Analisis Data Politisi 11 (P11)

P11 yang berasal dari Partai Golkar memberi jawaban dan tanggapan seputar

isu negatif yang ditujukan pada dirinya dan partainya.

Pembawa acara Baik, Pak P11 bagaimana melihatnya, dari, ke Partai Golkar sendiri kan ini juga ada sejumlah isu miring begitu ya, yang menerpa gitu saat ini, termasuk juga soal Blackberry, nah… .

Page 359: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

359

Politisi 11 – Data 1 (P11-1)

Ya, pertama saya harus klarifikasi tadi disebut bahwa saya bersalah, ada masalah dengan pajak. Saya katakan saya clear dan saya, apa, dalam soal pajak ini, saya sudah sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku, sampai 2010 udah clear. Jadi nggak ada urusan pajak itu, jadi itu hanya, apa... memang ada beberapa upaya-upaya sejak saya mendorong Hak Angket Century, untuk mencoba mencari kesalahan, ta... tetapi karena mungkin karena saya menjadi pejabat negara baru seumur jagung, jadi saya... mereka belum menemukan unsur-unsur itu… .

Pembawa acara

Jadi ada kaitannya, anda menduga ada kaitannya dengan sikap... sikap kritis anda gitu yang selama ini anda perlihatkan kemudian… .

Politisi 11 – Data 2 (P11-2)

Ya, itu diakui atau tidak, ya. Karena teman-teman, banyak pihak yang menyampaikan pada kami bahwa beberapa pihak, yang apa, sosok yang kritis di DPR, termasuk dari PKS, termasuk dari Hanura, itu menjadi sasaran atau TO disebutnya… .

Pembawa acara

Memangnya apa yang salah dengan sikap kritis?

Politisi 11 – data 3 (P11-3)

Sebetulnya nggak ada yang salah… justru kalau kita meminjam perkataan sahabat saya tadi, sebetulnya ini urusan internal Partai Demokrat ya, yang tidak mampu melakukan lobi pada seluruh partai yang ada di DPR termasuk juga dengan koalisi, lalu menyalahkannya pada anggota koalisi yang tidak kompak. Kemudian juga ada pihak teman-teman Pak P10 mengatakan, bukan, bukan, bukan demokrat yang mengatakan, partai lain, tetapi anggota koalisi juga mengatakan bahwa jangan lagi ada di koalisi yang melakukan pengkhianatan. Nah pertanyaannya apakah ketika Golkar, PKS dan lain-lainnya berkeyakinan untuk membongkar mafia pajak lewat hak angket itu merupakan suatu pengkhianatan, gitu... rasanya kan tidak....

Pembawa acara

Nggak ada yang salah... . Baik. Tetapi perasaan dibidik itu ada gitu ya? karena sikap kritis anda... .

Page 360: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

360

Politisi 11 – Data 4 (P11-4)

Ya saya tidak pernah mempedulikan itu, dan sampai saat ini saya walahualam ta ala aja, dan tidak ada persoalan, saya tidak pernah diancam, kecuali Akbar Faisal pernah meyampaikan pada kita secara terbuka dia diancam kan begitu, saya alhamdulilah tidak ada yang mengancam, mungkin… .

P11-(1-4) mengatakan bahwa dia tidak bersalah. Kesalahan yang dicari-cari

itu kemungkinan karena P11 mendorong terjadinya angket Century tetapi karena

dia pejabat negara baru, tidak ada kesalahan yang dapat ditemukan. Sikap yang

tidak kompak dari parpol koalisi disebabkan oleh kesalahan Partai Demokrat yang

tidak mampu melakukan lobi. Partai Demokrat mengatakan bahwa bukan mereka

yang mengatakan, tetapi anggota koalisi lain yang mengatakan bahwa jangan lagi

ada penghianatan. Ketika ada keinginan untuk membongkar mafia pajak, hal itu

bukan penghianatan. Meskipun sudah bersikap kritis, P11 tidak pernah merasa

ada ancaman terhadap dirinya. Pernyataan itu dipertegas melalui penekanan pada

kata/frasa “clear”, “udah clear”, “seumur jagung”, internal”, “anggota koalisi”,

dan “tidak kompak.

Menjawab pertanyaan pembawa acara apakah sikap kritis itu yang

menjadikan dirinya sasaran operasi, P11-2 mengatakan bahwa dirinya, termasuk

PKS dan Hanura, adalah anggota DPR yang kritis sehingga dia menjadi sasaran

operasi. Pernyataannya melanggar maksim kebijaksanaan karena menguntungkan

dirinya sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi anggota DPR yang tidak

berasal dari partainya, PKS, dan Hanura. Ucapannya itu juga ditujukan untuk

menarik simpati masyarakat karena dia mendapat masalah akibat mendorong hak

angket Bank Century. Dia ingin memaksimalkan simpati pada dirinya dan

Page 361: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

361

memaksimalkan antipati pada mereka yang sudah mencari-cari kesalahan dirinya.

Dia juga melanggar maksim cara karena tidak menyebut dengan pasti siapa yang

mencoba mencari-cari kesalahan dirinya.

P11-2 mengatakan, “Karena teman-teman, banyak pihak yang

menyampaikan pada kami bahwa beberapa pihak, yang apa, sosok yang kritis di

DPR, termasuk dari PKS, termasuk dari Hanura, itu menjadi sasaran atau TO

disebutnya…”. Pernyataan ini melanggar maksim cara karena dia tidak

menyatakan dengan jelas siapa yang mengatakan hal itu. Apakah memang benar

ada yang mengatakan hal itu atau tidak.

P11-3 juga mengatakan bahwa semua masalah muncul karena Partai

Demokrat tidak mampu melakukan lobi pada semua partai di DPR termasuk

koalisi. Dia menyoroti ketidakmampuan Partai Demokrat, dan hal ini sangat

merugikan sehingga dapat dikatakan dia melanggar maksim kebijaksanaan.

Pada saat P11-3 bertanya apakah membongkar mafia pajak lewat hak

angket merupakan suatu penghianatan, dia memaksimalkan keuntungan untuk

dirinya karena dia adalah salah satu dari mereka yang ingin membongkar mafia

pajak dan ucapannya merugikan Partai Demokrat sebagai partai yang

menganggapnya berhianat.

Pada saat pembawa acara bertanya apakah P11 merasa dibidik (diancam)

P11-4 menjawab dengan panjang dan bahkan menyebutkan orang lain yang

diancam. Jawaban itu melanggar maksim kuantitas dan juga maksim relevansi.

Dia dikatakan melanggar maksim kuantitas karena jawabannya terlalu panjang.

Sebenarnya dia tidak perlu mengatakan, “Ya saya tidak pernah mempedulikan

Page 362: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

362

itu”, karena membuat kesan bahwa memang dia diancam tetapi tidak peduli. Akan

tetapi kemudian dia mengatakan “...saya tidak pernah diancam...”. Ada

kontradiksi pada dua ucapannya itu. Awalnya dia mengatakan ada upaya dirinya

dijadikan target operasi, tetapi ketika kembali dikonfirmasi oleh pembawa acara

dia mengatakan bahwa dirinya tidak merasa dijadikan target operasi. Pernyataan

yang menyiratkan tidak tetap pendirian ini merupakan pelanggaran terhadap

maksim kualitas. Kemudian ucapannya yang mengatakan bahwa Akbar Faisal

mengatakan dirinya diancam, tidak relevan untuk menjawab pertanyaan pembawa

acara.

P11-(1-4) dalam pembicaraannya sudah melakukan pelanggaran terhadap

enam maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim cara yang

dilakukan dua kali, maksim kebijaksanaan yang dilakukan sebanyak tiga kali,

maksim kualitas, dan kesimpatian. Hal ini berarti bahwa tingkat pelanggaran

kesantunannya adalah

6 ------ X 100% = 60 %. 10

Nilai tersebut menjadikan P11-(1-4) politisi yang cukup santun, tetapi

kesantunannya berkurang karena pelanggaran maksim yang sama dilakukan

berkali-kali.

(Seorang narasumber mengatakan bahwa parpol yang bertikai akan saling membuka aib lawannya. Jadi yang untung adalah masyarakat yang akhirnya mengetahui kebusukan masing-masing parpol tersebut. Narasumber ini malah akan bertepuk tangan ketika semua aib yang berada di bawah meja yang dibuat berdasarkan kesepakatan, dapat diketahui publik)

Page 363: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

363

Pembawa acara Baiklah kalau...

Politisi 11 – Data 5 (P11-5)

Dan Kania, saya kira saya mengulangi keyakinan bahwa tidak, tidak... tidak ada kejahatan yang sempurna, mungkin saat pemerintahan yang sekarang, yang tinggal tiga tahun lagi berhasil disembunyikan, tetapi saya yakin setelah pemerintahan ini berakhir itu akan terungkap semua, ya kita tunggu saja, seperti kasus Wiki Leaks misalnya. Malah kita tiba-tiba menjadi terbuka kan begitu. Saya kira seperti itu.

P11-5 mengatakan bahwa dia yakin terbongkarnya kejahatan hanya

menunggu waktu saja. Hal ini ditegaskan dengan menekankan pengucapan

kata/frasa/klausa berikut “disembunyikan”, “saya yakin”, dan “wiki Leaks”

P11-5 melalui ucapannya “...mungkin saat pemerintahan yang sekarang, yang

tinggal tiga tahun lagi berhasil disembunyikan, tetapi saya yakin setelah

pemerintahan ini berakhir itu akan terungkap semua...”, menuduh bahwa

pemerintah sekarang sudah melakukan kejahatan dengan cara menutupi kejahatan.

Ucapan itu sudah melanggar maksim kebijaksanaan karena merugikan pemerintah

sekarang dan memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Di samping itu,

ucapan yang sama juga dapat dikatakan melanggar maksim kualitas karena sudah

mengatakan sesuatu tanpa bukti tentang pemerintah, sementara dia sendiri

seharusnya ikut bertanggung jawab. P11 menyapa pembawa acara dengan

menyebut namanya saja. Hal ini berarti dia ingin menunjukkan bahwa secara

status sosial dia lebih tinggi, dan dia tidak menghargai pembawa acara. Dengan

demikian, dia melanggar maksim penerimaan.

Page 364: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

364

Pada data 5 tersebut P11 melakukan pelanggaran terhadap tiga maksim

kesantunan, yaitu maksim kualitas, maksim penerimaan dan maksim

kebijaksanaan. Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

3 ------ X 100% = 30 %. 10

Nilai tersebut menjadikan P11-5 politisi yang santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi, dan dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Jadi ada gagal melobi-lobi… . Apakah memang… sengaja diulur begitu Mas Burhan, memang sengaja

diulur karena… memang belum saatnya... . Politisi 11 – Data 6 (P11-6)

Saya sependapat... Bukan Kania, jadi gini, saya sependapat dengan apa saudara kompor ini, ketua kompor soalnya ini, jadi memang kalau kita, saya harus mengakui, ini kekuatan Pak SBY, dia berhitung betul, dia kalkulasi betul dampak ka... dampak politiknya, ketika desakan dari partainya sendiri, ingin mengeluarkan PKS dan Golkar. Kenapa dia kemudian harus mengorbankan muka partai sendiri dengan tidak menuruti PKS dan Golkar dikeluarkan, dia berhitung untuk pengamanan, keamanan dan stabilitas politik menunggu 2014. Dimanapun setiap presiden, ingin menyelesaikan jabatannya dengan soft landing. Dia tidak ingin ada kegaduhan, tidak ing... tidak ingin ada serangan serangan yang dari partai-partai yang selama ini mendukung dia… Jadi kalkulasi politiknya ada di situ.

P11-6 mengatakan bahwa SBY melakukan kalkulasi politik agar akhir masa

jabatannya berjalan mulus. Kalkulasi politik itu dia laksanakan meskipun

Page 365: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

365

mengorbankan partainya sendiri. Pernyataan itu dipertegas melalui penekanan

pada kata-kata “kalkulasi” dan “mengorbankan”. Dia memberi penekanan juga

pada kata “kompor” karena orang yang diacu dengan sebutan “kompor” itu adalah

narasumber yang merupakan pengamat politik yang menjadi salah satu

narasumber dalam tayangan itu. Narasumber itu mengatakan bahwa SBY

melakukan kalkulasi politik tentang siapa yang akan dikeluarkan dari koalisi, PKS

atau Golkar.

P11-6 mengatakan bahwa SBY ingin menyelesaikan masa jabatannya dengan

baik meskipun dia harus mengorbankan muka partainya sendiri dengan jalan

tidak mengeluarkan Golkar dan PKS dari koalisi. Ucapannya menimbulkan

antipati terhadap SBY yang dapat dianggap sebagai pemimpin yang mau enak

sendiri, dan hal ini melanggar maksim kesimpatian. Dia juga menyebut

narasumber lain sebagai “kompor” yang berkonotasi sebagai orang yang

menambah panas situasi. Hal ini berarti bahwa dia meminimalkan penghargaan

pada orang lain, dan hal ini berarti bahwa dia melanggar maksim penerimaan.

P11-6 melanggar dua maksim kesantunan, yaitu maksim kesimpatian dan

maksim penerimaan. Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20 %. 10

Nilai tersebut menjadikan P11-6 politisi yang sangat santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

Page 366: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

366

maksim relevansi, dan dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas dan

relevan dengan pertanyaan.

Pembawa acara

Oke, berarti harus diperjelas di kontrak yang baru, begitu kurang lebih... Bagaimana akan diterima atau tidak ini kalau nanti... kontraknya dirubah… .

Politisi 10 (Menyela)

Ya itu tentu akan ada… .

Politisi 11 – Data 7 (P11-7)

Jadi begini, yang disampaikan... Pak P10 kita dapat memahami, kalau yang bahasa awal itu bahasa bunga-bunga, itu bahasa retorika, itu ilmu kita sama. Tetapi yang intinya adalah, Ketua Fraksi Demokrat menyatakan tidak boleh ada lagi hal-hal yang berbeda pendapat... ketika merumuskan hal yang strategis, kan begitu. Nah kita sepakat, Golkar sepakat, dan akan mendukung pemerintahan ini untuk sukses, sampai 2014. Nah kapan pemerintahan ini dikatakan sukses, ketika kebijakannya selalu dan harus diarahkan pada kepentingan publik atau kepentingan masyarakat, kan gitu… .

Kita pasti akan berbeda pandangan ketika koalisi mulai diarahkan untuk melakukan hal-hal diluar itu… Katakanlah contoh kasus misalnya Kasus Bank Century.Kita akan menolak… Kasus mafia pajak, kita kan menolak untuk diseragamkan... kan begitu.

P11-7 mengatakan bahwa Ketua Fraksi Demokrat tidak lagi memperbolehkan

adanya perbedaan ketika merumuskan hal-hal yang strategis. Semua anggota

koalisi sepakat untuk mendukung agar pemerintahan sukses sampai 2014, dan

pemerintahan dapat dikatakan sukses apabila diarahkan untuk kepentingan rakyat.

Apabila kebijakan tidak lagi untuk menyejahterakan rakyat maka anggota koalisi

Page 367: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

367

pasti berbeda pendapat. Pernyataan itu ditegaskan dengan memberikan penekanan

pada kata/frasa “tidak boleh” dan “kapan”.

P11-7 mengatakan bahwa partainya dan parpol koalisi lain akan sepakat

apabila kebijakannya selalu diarahkan pada kepentingan publik atau kepentingan

masyarakat. Kemudian dia memberi contoh kasus-kasus yang membuat mereka

tidak sepakat, yaitu kasus Century dan mafia pajak. Partai P11 tidak sepakat

dengan Fraksi Demokrat, dan hal ini berarti bahwa fraksi Demokrat sudah

melakukan sesuatu yang tidak berpihak pada rakyat. Perkataannya melanggar

maksim kebijaksanaan karena merugikan Fraksi Demokrat dan juga melanggar

maksim kesimpatian karena masyarakat yang merasa kepentingannya tidak dibela

akan merasa antipati dengan fraksi Demokrat. Ucapannya juga melanggar maksim

kecocokan karena sudah memksimalkan ketidakcocokan pendapat dengan Partai

Demokrat.

P11-7 melanggar tiga maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan,

maksim kesimpatian, dan maksim kecocokan. Hal ini berarti bahwa nilai

kesantunan yang dilanggar adalah

3 ------ X 100% = 30 %. 10

Nilai tersebut menjadikan P11 politisi yang santun. Nilai kesantunannya

meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan

maksim relevansi, dan dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan

relevan dengan pertanyaan.

Page 368: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

368

Secara keseluruhan nilai pelanggaran kesantunan yang dilakukan oleh P11

adalah

60 + 20 + 20 + 30 = 32,5 %. 4 Berdasarkan nilai itu dapat dikatakan bahwa P11 adalah politisi yang santun. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim

cara, dan maksim relevansi, dan dia sudah menggunakan bahasa yang efektif,

jelas dan relevan dengan pertanyaan.

Berikut ini adalah penyajian deskripsi kesantunan politisi dalam bentuk tabel.

Tabel 4.25: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 11

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P11-(1–4)

Kebijaksanaan Kesimpatian Cara Kuantitas Kualitas Relevansi

60% Cukup Santun

P11-5

Kebijaksanaan Kualitas Penerimaan

20% Sangat Santun

P11-6

Kesimpatian Penerimaan

20% Sangat Santun

P11-7

Kebijaksanaan Kesimpatian Kecocokan

30% Santun

Politisi 11: Santun (32,5)

Frekuensi pelanggaran maksim kesantunan yang dilakukan oleh P11 disajikan

dalam tebel berikut.

Page 369: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

369

Tabel 4.26: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 11

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 3

2. Maksim kesimpatian 3

3. Maksim kualitas 2

4. Maksim penerimaan 2

5. Maksim kuantitas 2

6. Maksim relevansi 1

7. Maksim cara 1

8. Maksim kecocokan 1

9. Maksim kemurahan hati 0

10. Maksim kerendahan hati 0

Frekuensi itu menggambarkan bahwa P11 adalah politisi yang cenderung

merugikan orang lain dan juga cenderung menciptakan rasa antipati masyarakat

pada lawan politiknya.

Label sebagai politisi yang santun mungkin akan berkurang karena P11

melakukan pelanggaran maksim yang sama berkali-kali, dan dia sama sekali tidak

mengaplikasikan maksim kesantunan.

4.2.5.3 Analisis Data Politisi 12 (P12)

P12 yang berasal dari PKS menjawab pertanyaan tentang tuduhan-tuduhan

negatif yang ditujukan pada partainya.

Pembawa acara

Baik, saya beralih dulu ke Pak P12 yang juga sudah hadir bersama kami pada malam hari ini untuk meminta tanggapannya. Isi dari SMS tersebut

Page 370: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

370

adanya tuduhan ada kolaborasi dengan... dengan BIN, [jeda] bagaimana anda melihat permasalahan ini.

Politisi 12- Data 1 (P12-1)

Ya dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada Pak Yusuf Supendi yang juga salah seorang pendiri Partai keadilan, saya menilai apa yang dilakukan atau yang dialami Pak Yusuf Supendi itu berlebihan dan ada kesan mendramatisasi persoalan yang dihadapi, contohnya ketika kemudian ia menyampaikan permasalahan ini ke badan kehormatan DPR lalu kemudian ke KPK, lalu dia datang ke LPSK, katanya bahwa rumahnya itu digambar dengan cat merah ya, dan apa, ada lambang cross, yang kemudian dia melaporkan ke LPSK untuk mendapatkan perlindungan, kita nggak tahu siapa yang menggambar lambang itu di rumahnya, ya kan? Seolah-olah kan kemudian orang berpikir ini mungkin kader PKS yang melakukan itu, jauh sekali, kader PKS tidak akan pernah mau melakukan hal-hal seperti itu.

Pembawa acara

Tetapi isi-isi dari SMS tersebut adanya tudingan bahwa Pak Yusuf Supendi berkolaborasi dengan… .

Politisi 12 – Data 2 (P12-2)

Saya belum bertanya langsung dengan presiden partai ya, tetapi rasanya apa benar ya presiden partai mau mengirim SMS seperti itu ya? Apalagi suasana seperti ini, jadi sekali lagi saya menilai bahwa ketika dia mendramatisir persoalan, apalagi dengan kondisi seperti ini, dan kami juga sepertinya mencium bahwa ini ada semacam operasi politik yang dilakukan oleh… pada PKS, ya dengan berbagai macam cara. Ya dan ini tentu apa namanya, apa yang... kami pandangnya tadi seperti itu. Nah, kalau kemudian Yusuf Supendi merasa bahwa dia dicemarkan nama baiknya dan lain sebagainya ya silakan saja lapor ke polisi, ya kan, dan yang saya tahu di, di media, polisi kan menolak karena tidak cukup bukti ya untuk untuk dilaporkan. Apakah dia sudah membawa bukti lain saya tidak tahu. Tetapi bagi kami, silakan saja, sebagai warga Negara, ya sebagai Negara Negara hukum ya silakan saja melapor pada aparat penegak hukum.

P12-(1-2) mengatakan bahwa dia merasa partainya sudah dituduh melakukan

intimidasi atau semacam operasi politik atas Yusuf Supendi. Laporan Yusuf

Supendi ke DPR, KPK dan LPSK dianggap terlalu berlebihan dan mendramatisir.

P12 merasa bahwa ada yang melakukan operasi politik terhadap partainya. Dia

Page 371: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

371

mempersilakan Yusuf Supendi untuk melapor ke polisi apabila merasa terancam.

Pernyataannya itu dipertegas dengan memberi penekanan pada kata/frasa

“berlebihan”, “mendramatisasi”, “perlindungan”, “kader PKS”, “sekali lagi”, dan

“operasi politik”.

P12-1 mengaplikasikan penerimaan pada saat dia mengatakan Yusuf Supendi

berlebihan dan mendramatisasi persoalan. Pernyataannya dipagari dengan

kalimat, “...dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada Pak Yusuf Supendi

yang juga salah seorang pendiri Partai keadilan...”.

Pada saat mengucapkan kalimat, “...kita nggak tahu siapa yang menggambar

lambang itu di rumahnya, ya kan?” P12-1 melanggar kesantunan karena pada saat

dia mengatakan “ya kan?” dia tidak memberi pilihan lain pada partisipan lain

kecuali menyetujui pernyataannya juga. Ada nada memaksa dalam pertanyaannya

itu sehingga dapat dikatakan bahwa P12 melanggar maksim kebijaksanaan. Dia

sudah merugikan pendengarnya karena seolah-olah sudah tidak memberi pilihan.

P12-2 juga melanggar kesantunan dengan cara mendominasi pembicaraan. Dia

memotong pertanyaan pembawa acara sehingga pertanyaan pembawa acara

menjadi tidak jelas karena tidak lengkap. Mendominasi adalah bentuk

minimalisasi penghargaan pada orang lain sehingga dia dapat dikatakan

melanggar maksim penerimaan.

Pelanggaran kesantunan juga dilakukan pada saat P12-2 mengatakan, “...dan

kami juga sepertinya mencium bahwa ini ada semacam operasi politik yang

dilakukan oleh… pada PKS...”. Pelanggaran pertama adalah pelanggaran

terhadap maksim kualitas. Pertama, dia menuduh ada operasi politik tanpa

Page 372: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

372

memberikan bukti. Kedua, dia melanggar maksim cara karena dia tidak dengan

jelas menyebut siapa yang melakukan operasi politik terhadap PKS. Apabila P12

sebenarnya tahu siapa yang melakukan operasi politik, tetapi tidak

menyebutkannya dengan alasan ingin meminimalkan kerugian pada pihak

tersebut, dia berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Akan tetapi, kalau

dia memang tidak tahu siapa yang melakukan hal tersebut, dia berarti mengatakan

sesuatu yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga dia

melanggar maksim kualitas. P12 juga mempertanyakan apakah mungkin Presiden

PKS mengirim SMS seperti itu? Meskipun tidak disebutkan isi SMS itu, dapat

diasumsikan bahwa SMS itu pasti berisi sesuatu yang tidak menyenangkan Yusuf

Supendi. Pertanyaan itu menyiratkan bahwa Yusuf Supendi sudah berbohong dan

ucapan itu mengancam muka negatif Yusuf Supendi, dan hal ini melanggar

maksim kecocokan karena P12 tidak setuju dengan tuduhan bahwa presiden PKS

sudah menulis SMS itu.

P12-(1-2) melakukan lima pelanggaran maksim kesantunan, yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kualitas, maksim cara dan maksim

kecocokan. Dengan demikian, nilai pelanggaran kesantunannya adalah

5 ------ X 100% = 50%. 10 Nilai itu membuktikan bahwa P12-(1-2) adalah politisi yang cukup santun.

kesantunannya itu bertambah karena dia mengaplikasikan maksim penerimaan

melalui kalimat berpagar dan maksim kebijaksanaan. Dia juga mengaplikasikan

Page 373: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

373

maksim kuantitas dan relevansi karena bahasa yang digunakan efektif dan relevan

dengan topik pembicaraan.

Pembawa acara

Betul begitu Pak P12 sendiri rasanya seperti apa begitu, artinya apakah memang tidak… .

Politisi 12 – Data 3 (P12-3)

Begini yang kalau kemudian kami mengatakan operasi politik itu tidak identik bahwa ini dilakukan oleh partai politik tertentu ya... .

Politisi 10 (Menyela)

Demokrat maksudnya?

Politisi 12 – Data 4 (P12-4)

Kita juga tidak merasa begitu, jadi tidak sama sekali...bahwa kemudian kami mengatakan bahwa ada partai-partai politik tertentu yang melakukan operasi ini, tidak. Jadi yang disebut dengan operasi politik bahwa ini diarahkan pada partai politik yaitu PKS. Ya bisa saja kelompok-kelompok mana yang memanfaatkan, orang-orang barisan sakit hati, ya kebetulan memang ini momentumnya pas ya, diobok-obok disini nggak mempan, diobok-obok disini nggak mempan, kayanya ini dicoba dengan dengan dengan cara seperti ini. Nah jadi sekali lagi Kang P10 saya ingin sampaikan bahwa tidak, tidak kemudian kami defensif ya, kemudian berusaha untuk cuci tangan bahwa ini e apa namanya operasi ini kemudian tidak ada kaitannya dengan kami, tentu kami sebagi partai introspeksi ya, bahwa ternyata memang serangan yang diberikan, yang dilakukan pada PKS itu ternyata belum berhenti begitu. Nah makanya kami instropeksi, konsolidasi. Nah Jadi sebenarnya ketika kita mencermati ini, ya tentu konsolidasi ditubuh partai itu semakin semakin kuat. Dan Ketika kami misalnya melakukan unjuk rasa, hari minggu yang lalu, itu juga ingin menunjukkan pada internal bahwa kita solid bersama gitu dalam, jadi tidak merisaukan isu-isu miring yang diarahkan pada pada PKS.

P12-(3-4) menganggap bahwa serangan terhadap PKS belum selesai, jadi

PKS harus melakukan introspeksi dan konsolidasi agar partainya semakin kuat.

Unjuk rasa yang dilakukan hanya untuk menunjukkan bahwa internal partai masih

Page 374: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

374

solid. Penegasan terhadap pernyataannya dilakukan dengan memberi penekanan

pada saat mengucapkan kata/frasa “defensif”, “introspeksi”, “konsolidasi”,

“internal”, dan “solid bersama”.

Dalam data 4, P12 mengaplikasikan maksim kerendahan hati karena dengan

adanya serangan-serangan dari luar partai, dia akan melakukan introspeksi dan

konsolidasi ke dalam. P12-4 melanggar maksim cara karena dia tidak dengan jelas

menyebutkan partai mana yang berniat mengobok-obok PKS, siapa kelompok-

kelompok yang memanfaatkan situasi dan siapa saja yang termasuk barisan sakit

hati. Pelanggaran terhadap maksim cara itu juga berdampak pada pelanggaran

maksim kualitas karena dia tidak memiliki bukti adanya operasi politik yang

mungkin dilakukan oleh kelompok-kelompok yang disebut di atas yang dilakukan

terhadap PKS. Apabila ternyata P12-4 tidak tahu siapa yang termasuk kelompok

barisan sakit hati, berarti P12-4 juga melanggar maksim kualitas karena sudah

mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dijamin. Akan tetapi, apabila

P12-4 tahu siapa yang termasuk kelompok barisan sakit hati, tetapi tidak

mengatakannya karena tidak ingin memaksimalkan kerugian bagi pihat tersebut,

P12-4 mengaplikasikan maksim kebijaksanaan.

P12-(3-4) melakukan dua pelanggaran maksim kesantunan, yaitu maksim

kualitas dan maksim cara. Dengan demikian, berarti bahwa nilai pelanggaran

kesantunannya adalah

2 ------ X 100% = 20%. 10

Page 375: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

375

Nilai itu membuktikan bahwa P12-(3-4) adalah politisi yang sangat santun.

Kesantunannya meningkat karena dia mengaplikasikan maksim kerendahan hati

dan maksim kebijaksanaan. Dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas dan

relevansi karena bahasa yang digunakan efektif dan relevan dengan topik

pembicaraan.

Pembawa acara

Baik, Pak P12 sendiri seperti apa meli... . (Pembawa acara menanyakan pendapat P12 tentang pendapat bahwa SBY

mengorbankan partainya sendiri untuk keamanan dirinya)

Politisi 12 – Data 5 (P12-5)

Di luar itu semua menurut saya, apa yang kita bicarakan tadi, saya pikir SBY juga menilai bahwa kemudian perombakan koalisi dan lain sebagainya itu bukan agenda penting dan mendesak yang harus dilakukan, lebih bagus bagaimana pemerintahan sekarang itu mendekatkan ya, jarak antara harapan dan kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat. Itu lebih penting daripada tentang perubahan koalisi dan lain sebaginya. Rakyat justru menanti bagaimana mereka bisa memperbaiki kehidupan mereka, begitu, ada perbaikan hidup di tengah-tengah masyarakat, itu yang dibutuhkan oleh masyarakat yang sebenarnya… Daripada gonjang-ganjing politik. Seperti itu… .

Pembawa acara

Tetapi ada... . Tetapi Anda, anda sendiri melihat kenyataanya bahwa hingga hari ini PKS belum juga dipanggil apakah itu sebagai sinyal yang positif atau negatif…?

Politisi 12 – Data 6 (P12-6)

Berkomunikasi itu kan tidak mesti harus dipanggil ya, berkomunikasi itu tidak harus harus bertemu. Kalau sekarang komunikasi bisa by phone dan lain-lain sebagainya, jadi kami tidak begitu mengkhawatirkan, jadi diplomasi Presiden PKS yang tadi disampaikan oleh Kang P10 itu saya pikir itu sudah mencerminkan… .

Page 376: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

376

P12-(5-6) mengatakan bahwa, menurut SBY, perombakan koalisi tidak

penting, yang lebih penting adalah berusaha memperbaiki kehidupan rakyat

seperti yang mereka harapkan. Fakta bahwa PKS belum dipanggil oleh SBY, P12-

6 menyatakan bahwa komunikasi tidak selalu harus dipanggil dan bertemu.

Penyataan tersebut ditegaskan melalui penekanan pada kata/frasa “penting”,

“mendesak”, “mendekatkan”, “memperbaiki kehidupan” dan “by phone”.

P12-(5-6) mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak melanggar maksim

kesantunan. Dia hanya menjelaskan bahwa perombakan koalisi tidak sepenting

usaha menyejahterakan rakyat dan komunikasi dapat dilakukan secara tidak

langsung yaitu melalui telepon. Karena P12-(5-6) tidak melanggar kesantunan,

nilai kesantunannya adalah 100%, dan hal ini berarti bahwa dia adalah politisi

yang santun. Dia mengaplikasikan maksim penerimaan karena sudah

memaksimalkan penghargaan pada SBY yang ternyata lebih mementingkan

perbaikan kehidupan rakyat daripada perombakan koalisi. Dia juga

mengaplikasikan maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi karena

dia sudah menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan relevan dengan

pertanyaan.

Pembawa acara

Baik, Pak… seakan... oke, oke... Pak P12 dulu… . (Pembawa acara meminta pendapat P12 tentang pernyataan narasumber

lain yang mengatakan bahwa pendapat di dalam koalisi akan berbeda kalau tidak diarahkan untuk kepentingan publik)

Politisi 12 – Data 7 (P12-7)

Menurut saya Kang P10, yang harus dipahami itu adalah perbedaan itu harus dipahami sebagai sebuah usaha untuk mencari alternatif yang

Page 377: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

377

terbaik. Nah kalau kemudian perbedaan itu kemudian dipahami sebagai sebuah pembangkangan, apalagi kemudian kejahatan ya, apalagi dipahami sebuah, sebagai sebuah sikap menantang, itu tidak akan pernah kita menuju pada sebuah toleransi dan kemudian menuju sebuah satu konsensus dan kemudian bisa bekerja sama kalau kemudian perbedaan-perbedaan itu seperti saya katakan tadi itu. Jadi pahamilah bahwa perbedaan itu sebagai usaha untuk mencari alternatif yang terbaik. Jadi, jadi untuk bahagia… .

P12-7 mengatakan bahwa perbedaan itu digunakan untuk mencari alternatif

yang baik. Akan tetapi, apabila perbedaan dianggap sesuatu yang negatif seperti

pembangkangan maka toleransi yang akan mencapai kata sepakat tidak akan

pernah terjadi. Ucapan-ucapannya dipertegas dengan menekankan pengucapan

kata-kata “alternatif”, “pembangkangan”, “kejahatan”, “menantang”, “toleransi”,

“konsensus”, dan “bekerja sama”.

Dalam data 7 tidak ditemukan adanya pelanggaran maksim kesantunan

karena P12-7 hanya memberi informasi bagaimana cara mencari alternatif yang

terbaik, bagaimana seharusnya perbedaan itu dipandang. Karena tidak ada

pelanggaran kesantunan, nilai kesantunan P12-7 adalah 100%. Nilai

kesantunannya meningkat karena dia juga mengaplikasikan maksim kuantitas,

maksim cara, dan maksim relevansi, dan dia sudah menggunakan bahasa yang

efektif, jelas dan relevan dengan pertanyaan.

Secara keseluruhan nilai pelanggaran kesantunan P12 adalah

50 + 20 + 0 + 0 = 17,5%. 4 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa P12 adalah politisi yang sangat santun.

Nilai kesantunannya meningkat karena selama berbicara dia mengaplikasikan

maksim penerimaan, maksim kebijaksanaan, dan maksim kerendahan hati.

Page 378: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

378

Deskripsi kesantunan Politisi 12 dideskripsikan dalam bentuk tabel berikut

ini.

Tabel 4.27: Pelanggaran dan Predikat Kesantunan Politisi 12

Politisi-Data Pelanggaran Maksim Persentase Pelanggaran

Predikat Kesantunan

P12-(1–2)

Kebijaksanaan Penerimaan Kualitas Cara Kecocokan

50% Cukup Santun

P12-(3–4)

Cara Kualitas

20% Sangat Santun

P12-(5–6)

-

0% Sangat Santun

P12-7

-

0% Sangat Santun

Politisi 12: Sangat Santun (17,5%)

Frekuensi pelanggaran kesantunan yang dilakukannya disajikan dalam tabel

berikut ini.

Tabel 4.28: Urutan Pelanggaran Maksim Politisi 12

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kualitas 2 2. Maksim cara 2 3. Maksim kebijaksanaan 1 4. Maksim penerimaan 1 5. Maksim kecocokan 1 6. Maksim kuantitas 0 7. Maksim relevansi 0 8. Maksim kerendahan hati 0 9. Maksim kemurahan hati 0

10. Maksim kesimpatian 0

Page 379: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

379

Dengan demikian, berarti bahwa P12 adalah politisi yang cenderung

mengatakan sesuatu tanpa bukti dengan cara yang tidak jelas dan dapat

dipertanggungjawabkan sehingga merugikan orang lain.

Untuk mengetahui kemampuan komunikasi Politisi 10, Politisi 11, dan

Politisi 12, analisis SPEAKING atas ketiga politisi itu dipaparkan melalui tabel

berikut ini.

Tabel 4.29: Analisis SPEAKING Politisi 10, Politisi 11, dan Politisi 12

Elemen SPEAKING Data Komunikasi Waktu dan tempat komunikasi (S)

Komunikasi berlangsung dalam acara talk show “Today”s Dialogue” di Metro TV yang ditayangkan hari Selasa, jam 23.00 – 24.00 WITA, tanggal 29 Maret 2011,dengan topik “Menekan Parpol Koalisi”.

Partisipan (P) P10, P11, P 12 dan pembawa acara. Hasil Komunikasi (E) Kesepakatan bahwa SBY dan partai Demokrat kurang mampu

menangani masalah yang ada di dalam tubuh koalisi dan menebarkan wacana adanya konspirasi politik untuk menjatuhkan pemerintahan.

Bentuk dan isi Komunikasi (A)

P10 menggunakan kata-kata yang menyatakan bahwa partainya adalah partai yang rendah hati. Hal ini dibuktikan melalui kalimat berikut. “...sebagai bagian dari pengurus partai, kita harus introspeksi pada diri kita kenapa persoalan seperti ini selalu muncul...”. P11 menggunakan kata-kata yang menyerang muka positif mitra tuturnya dengan mengatakan “...sebetulnya ini urusan internal partai Demokrat ya, yang tidak mampu melakukan lobi pada seluruh partai yang ada di DPR, termasuk juga dengan koalisi...”. P12 melalui ucapannya melakukan pembenaran diri dengan mengatakan “...tetapi rasanya, apa benar ya presiden partai mau mengirim SMS seperti itu ya? Isi komunikasi adalah tentang ketidak mampuan SBYdan partai Demokrat mengelola parpol yang ada di DPR termasuk koalisi dan kecenderungan adanya konspirasi politik yang dituduhkan kepada pihak-pihak tertentu.

Perilaku penyampaian Pesan (K)

Berdasarkan analisis kesantunan, perilaku penyampaian pesan P10 dan P12 adalah sangat santun, sedangkan P11, adalah santun.

Cara penyampaian Pesan (I)

Pesan disampaikan secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan.

Norma interaksi dan Interpetasi (N)

Dalam penyampaian pesan, P10 dan P11 cenderung melanggar maksim kebijaksanaan dan P12 cenderung melanggar maksim kualitas

Jenis-jenis ujaran (G) P10, P11, dan P2 menyampaikan pesan dengan menggunakan kalimat-kalimat deklaratif kompleks.

Page 380: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

380

Berdasarkan analisis di atas dan apabila dianalogikan dengan analisis kesantunan,

dapat dikatakan bahwa P10 dan P12 mempunyai kemampuan berkomunikasi yang

sangat baik, sedangkan P11 mempunyai kemampuan komunikasi yang baik.

4.3 Rangkuman

Berdasarkan isi pembicaraan keduabelas politisi itu dapat dikatakan bahwa

pembicaraan mereka dilatarbelakangi usaha untuk menarik simpati rakyat sebagai

pemilih sehingga partai mereka bisa memenangkan Pemilu 2014 atau paling tidak

mendapat suara banyak agar dapat menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Usaha

itu diupayakan melalui pelanggaran maksim kesantunan dan aplikasi maksim

kesantunan.

Penentuan nilai kesantunan berbahasa dilakukan dengan cara menjumlahkan

nilai pelanggaran kesantunan keduabelas politisi tersebut kemudian dibagi

duabelas. Perhitungan tersebut menghasilkan nilai berikut:

30,77 + 25 + 18,57 + 18 + 13,30 + 27,14 + 20 + 15 + 22 + 10,71 + 32,5 + 17,5 12 = 20,87 %.

Nilai itu membuktikan bahwa politisi Indonesia adalah politisi yang santun

menggunakan bahasa.

Pengabaian pola gilir juga dilakukan oleh para politisi dengan menyela pada

saat seorang politisi diberi giliran berbicara oleh pembawa acara. Akan tetapi,

usaha mengabaikan pola gilir itu tidak pernah berhasil karena politisi yang

mendapat giliran bicara tidak bersedia menyerahkan kesempatan itu pada politisi

Page 381: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

381

lain yang menyelanya. Usaha mendominasi juga terjadi, tetapi selalu dapat diatasi

oleh pembawa acara. Misalnya dalam kasus ketika P7 berbicara tentang

berbahayanya mendukung hak angket pajak. Usaha mendominasi juga terjadi

pada saat P10 berbicara tentang keharusan bagi koalisi untuk utuh.

Frekuensi pelanggaran maksim kesantunan keduabelas politisi dapat dilihat

pada tabel berikut

Tabel 4.30: Frekuensi Pelanggaran Maksim Seluruh Politisi

No. Pelanggaran Maksim Frekuensi Pelanggaran

1. Maksim kebijaksanaan 47

2. Maksim penerimaan 34

3. Maksim cara 32

4. Maksim kecocokan 16

5. Maksim kerendahan hati 15

6. Maksim kesimpatian 14

7. Maksim relevansi 9

8. Maksim kualitas 9

9. Maksim kuantitas 8

10. Maksim kemurahan hati 4

Frekuensi pelanggaran yang terbesar ialah pelanggaran terhadap maksim

kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim cara, dan maksim kecocokan.

Frekuensi tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya politisi Indonesia selalu

berusaha merugikan lawan politik atau yang dianggap pesaing, dan usaha ini

dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan lawan

politiknya. Mereka juga cenderung melanggar maksim cara, dengan

menyampaikan pendapat atau idenya dengan cara yang tidak jelas. Misalnya

Page 382: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

382

bahasanya berputar-putar atau tidak menyebut dengan jelas apa atau siapa yang

dimaksud. Cara yang berputar-putar itu menyebabkan ujaran menjadi panjang

dan tidak relevan. Akan tetapi, panjangnya ujaran ini bukan dengan maksud

meningkatkan kesantunan, melainkan usaha untuk semakin mengancam muka

partisipan yang mereka anggap berseberangan. Mereka menunjukkan kelemahan

lawan politiknya dalam kasus yang tidak relevan dengan topik saat itu. Misalnya,

pada saat membicarakan kasus Gayus, pembicaraan meluas ke Miranda Gate, dan

Bank Century. Sebenarnya, dengan sengaja berusaha memberikan jawaban

panjang pada saat menjawab pertanyaan pembawa acara, para politisi itu

mendapat kesempatan untuk menyampaikan pada masyarakat luas semua

kelebihan partainya, baik secara langsung maupun tidak langsung, tanpa

mempedulikan relevansinya. Jadi, jawaban itu tidak hanya ditujukan pada yang

bertanya, tetapi ditujukan pada semua pendengar terutama pemilih, dan sebagai

konsekuensinya, kesantunan/ketidaksantunan juga ditujukan pada pendengar juga.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa panjangnya ujaran dalam dunia politik

tidak berkorelasi positif dengan kesantunan. Melalui pelanggaran maksim

penerimaan, para politisi itu menunjukkan penghargaan yang minimal pada mitra

tuturnya dan melalui pelanggaran maksim kecocokan, politisi-politisi itu berusaha

menunjukkan sesuatu kepada masyarakat bahwa mereka tidak menyetujui semua

hal yang merugikan masyarakat yang telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal

ini, Presiden SBY. Dengan demikian, mereka berharap mendapat simpati

masyarakat, dan memilih mereka pada saat pemilihan umum yang akan datang.

Page 383: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

383

Untuk meningkatkan kesantunan, mereka mengaplikasikan maksim

kesantunan yang berdasarkan frekuensi penggunaannya dipaparkan pada tabel

berikut.

Tabel 4.31: Frekuensi Aplikasi Maksim Seluruh Politisi

No. Aplikasi Maksim Frekuensi Aplikasi

1. Maksim kuantitas 83

2. Maksim relevansi 78

3. Maksim cara 58

4. Maksim penerimaan 28

5. Maksim kebijaksanaan 22

6. Maksim kerendahan hati 11

7. Maksim kemurahan hati 10

8. Maksim kesimpatian 5

9. Maksim kualitas 5

10. Maksim kecocokan 1

Frekuensi tersebut di atas menunjukkan bahwa para politisi itu pada

umumnya sangat membatasi panjang ucapannya, menjaga relevansi antara

pertanyaan dan jawaban serta dengan cara yang sejelas mungkin. Hal itu mereka

lakukan karena mereka menyadari bahwa dalam talk show waktu sangat terbatas.

Dalam waktu yang terbatas itu mereka berusaha menarik simpati masyarakat

sebanyak mungkin melalui relevansi jawaban yang dapat dimengerti oleh peserta

talk show dan masyarakat. Akan tetapi, nilai kesantunannya bertambah karena dia

mengaplikasikan maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim

kerendahan hati, dan maksim penerimaan. Maksim lain yang banyak

diaplikasikan adalah maksim penerimaan, maksim kebijaksanaan dan maksim

Page 384: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

384

kerendahan hati. Aplikasi ketiga maksim itu sejalan dengan predikat bahwa

politisi Indonesia itu santun karena aplikasi maksim itu menunjukkan bahwa

politisi Indonesia memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur, meminimalkan

kerugian bagi mitra tutur dan meminimalkan penghargaan untuk diri sendiri.

Dalam komunikasi seperti yang terjadi di dalam talk show, pelanggaran

terhadap kesantunan atau pengancaman muka tidak dapat dihilangkan, tetapi

aplikasi maksim kesantunan dalam bentuk penggunaan metafora, pilihan kata,

kalimat berpagar, dan implikatur dapat mengurangi tekanan ketidaksantunan.

Dari analisis data juga ditemukan bahwa penggunaan maksim dapat

menimbulkan masalah, yaitu maksim cara seringkali berbenturan dengan maksim

kebijaksanaan atau maksim penerimaan, pelanggaran maksim kuantitas seringkali

mengakibatkan pelanggaran maksim relevansi dan maksim kuantitas berbenturan

dengan kesantunan. Maksim kualitas merupakan salah satu maksim yang jarang

digunakan karena tidak mudah untuk mengetahui apakah pembicara berbohong

atau tidak. Dari data yang dianalisis, ditemukan bahwa maksim kualitas yang

mengharuskan pembicara berbicara jujur, ternyata berkonflik dengan maksim lain

seperti misalnya maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, dan maksim

kesimpatian.

Berdasarkan analisis data keduabelas politisi itu, temuan yang dapat

dipaparkan adalah sebagai berikut.

Pertama, ketidaksantunan yang mereka lakukan bukan karena topik

pembicaraan atau partai asal politisi tersebut. Ketidaksantunan yang mereka

lakukan disebabkan oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial

Page 385: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

385

mereka, termasuk latar belakang keluarga. Misalnya, P7 seringkali berbicara

dengan nada suara tinggi, bukan karena topik pembicaraan, melainkan karena dia

berasal dari Sumatra Utara (Pematang Siantar), dan karena dia sedang emosional

karena partainya dipojokkan oleh narasumber lain. Akan tetapi, hal yang berbeda

terjadi pada P9. Meskipun dia juga berasal dari Sumatra Utara, pembawaannya

dalam berbicara sangat tenang meskipun pada saat melakukan pelanggaran

kesantunan. Oleh karena itu, asal daerah tidak dapat dijadikan alasan untuk

berkata keras atau kasar di hadapan kelompok masyarakat lain. Pendidikan

kesantunan yang diberikan dalam keluarga akan membuat seseorang mampu

membedakan status sosial sehingga mampu memilih bahasa yang pantas

digunakan pada suatu konteks dan situasi tertentu. Pelanggaran kesantunan juga

bukan disebabkan oleh partai asal politisi tersebut. Dalam data ditunjukkan bahwa

P3, P7, dan P10 adalah politisi yang berasal dari partai yang sama. Ketiganya

mendapat serangan yang bertubi-tubi dari partisipan talk show yang lain. Akan

tetapi, yang bereaksi keras hanya P7, dan reaksi kerasnya itu membuat dia

menjadi defensif, mendominasi, dan mengucapkan kalimat-kalimat dengan nada

tinggi, bahkan menggunakan bahasa tubuh, menunjuk-nunjuk orang yang

membuatnya kesal. Sebagai anggota kelompok masyarakat yang terhormat, P7

seharusnya bisa lebih menjaga emosi. Berdasarkan temuan itu, dapat disarankan

bahwa sebaiknya untuk dapat menjadi politisi yang baik, seseorang harus

mempunyai kualitas emosional yang baik. Pengukuran kesantunan sangat

ditentukan oleh konteks, situasi, dan budaya. Sehubungan dengan dunia politik,

dalam berbicara pada level nasional, budaya yang berterima adalah budaya

Page 386: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

386

nasional, yaitu budaya yang berterima pada level nasional, berterima di

masyarakat umum. Keberadaan politisi itu bukan mewakili budaya-budaya

tertentu karena akan ada budaya yang tidak terwakili, tetapi bagaimana caranya

memahami kesantunan yang berlaku umum.

Kedua, Leech (1983) mengatakan bahwa pelanggaran kesantunan dapat

dilakukan untuk menjaga perasaan mitra tutur. Akan tetapi politisi dalam talk

show ini pelanggaran kesantunan dilakukan untuk menyerang mitra tuturnya.

Misalnya:

Pembawa acara

Oke, itu satu hal tetapi bagaimana dengan ketidakmampuan Badan Kehormatan untuk melakukan eksekusi terhadap putusannya sendiri. Ketika BK mengatakan ya, satu orang bersalah, ketika dilempar ke partai politik ternyata tidak bersalah, tidak usah mundur, tidak usah non-aktif. Badan kehormatan tidak bisa berbuat apa-apa.

Politisi 5 – Data 8 (P5-8)

Ya, memang itu tidak diatur secara explisit tetapi ada tindakan tindakan dewan yang tidak bisa digunakan semestinya. Kalau katakan seseorang anggota “saya pernah mengalami” dipindahkan dari alat kelengkapan, artinya dia tidak boleh memimpin sebuah komisi. BK memutus seperti itu karena cukup berat, hanya karena dia tidak diberhentikan maka yang saya lihat fraksinya masih menempatkan yang bersangkutan disana. Kami langsung menemui pimpinan DPR, pimpinan DPR harus dengan tegas untuk bisa memindahkan, paling tidak melarang yang bersangkutan untuk ada ditempat dimana dia tidak diperbolehkan oleh Fraksinya. Itu dalam wilayah-wilayah pimpinan DPR. Jadi saya pikir tidak boleh ada keputusan BK yang tidak tereksekusi atau terlaksanakan. Saya pikir selama saya memimpin periode yang lalu, yang sekarang belum pernah ada putusan ketika saya setahun di BK; periode kedua ini. Yang lalu tidak ada keputusan BK yang dilaksanakan. Ada yang hampir-hampir tidak dilaksanakan tetapi segera kita atasi. Pimpinan BK menghadap pada pimpinan DPR.

Page 387: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

387

Pada saat P5-8 mengatakan bahwa pada saat menjabat sebagai Badan

Kehormatan dia pernah menghukum seorang anggota DPR dengan cara tidak

mengizinkannya memimpin sebuah komisi karena melakukan pelanggaran yang

cukup berat, P5-8 melanggar maksim cara karena tidak dengan jelas menyebutkan

siapa anggota yang terhukum itu. Dia juga melanggar maksim kerendahan hati

karena memuji-muji diri sendiri. Dia mengatakan bahwa pada masanya semua

keputusan Badan Kehormatan harus tereksekusi. P5-8 juga dapat dianggap

melanggar maksim penerimaan karena dia sudah meminimalkan rasa hormat pada

sebuah fraksi yang tetap membela anggotanya yang sudah dinyatakan bersalah

oleh Badan Kehormatan. Pernyataannya menunjukkan bahwa fraksi tersebut

tidak menghormati keputusan Badan Kehormatan DPR. Kutipan di atas

menunjukkan bahwa pelanggaran kesantunan yang dilakukan tiga kali bertujuan

untuk mengatakan bahwa Badan Kehormatan sekarang tidak mampu

melaksanakan kewajibannya, dan hal ini menyerang muka positif Badan

Kehormatan yang sekarang

Ketiga, Wijana & Rohmadi (2009:55) mengatakan bahwa ujaran yang

panjang justru sering kali dimaksudkan untuk bersikap sopan. Akan tetapi dalam

bahasa yang digunakan oleh politisi dan dalam talk show, ujaran yang panjang

bukan digunakan untuk berlaku sopan dan menyenangkan mitra tutur, melainkan

digunakan sebagai kesempatan untuk semakin banyak melakukan ketidak

santunan atau menyerang muka mitra tuturnya. Misalnya:

Page 388: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

388

Pembawa acara Tetapi pernyataan dari Gayus ini kemudian menawarkan diri untuk menjadi staff ahli Kapolri, staff ahli KPK, kemudian mengatakan bisa membersihkan Indonesia dari korupsi, apabila diberi kesempatan dalam waktu dua tahun. Artinya ini bisa dijadikan tamparan bagi para penegak hukum? Apa yang bisa kita tangkap dari pernyataan Gayus ini? Saya ke Pak P1. Politisi 1 – Data 1 (P1-1)

Jadi memang kalau kita melihat secara utuh gambar negara kita sekarang ini Mbak Kania, e... seolah-olah kita dihadapkan pada sebuah frustrasi yang meluas sekali ya. Karena para penegak hukum itu justru yang mungkin malah pertama-tama melanggar hukum ya. Di Kejaksaan, di Kepolisian, di KPK jangan lupa, itu sami mawon ya. Jadi sepertinya Ketuhanan yang Maha Esa sudah menjadi keuangan yang maha kuasa itu ya. Jadi sudah ugal-ugalan mereka itu ya. Semua itu uang, uang, uang, uang ya. Dan saya sendiri sering kali merenung apa apa apa masih ada cara lain ya. Karena tadi disebut dibelakang Gayus ada godfather... saya kira itu godfathers. Bukan satu, saya kira banyak ya. Jadi banyak godfather-godfather yang yang memang bekerjanya itu sehari semalam, patologinya itu patologi... maaf mungkin garong atau perampok ya (KS tertawa) sudah ugal-ugalan gitu ya. (P1-1) Kutipan di atas memperlihatkan bahwa P1-1 melanggar maksim cara karena

P1-1 tidak langsung memberi jawaban pada pertanyaan pembawa acara tentang

apa yang bisa ditangkap dari pernyataan Gayus. P1-1 bahkan memberi komentar

tentang kenyataan bahwa aparat penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian dan

KPK sebagai pelanggar hukum nomor satu. Dia juga menyatakan bahwa Gayus

memiliki godfathers atau pelindung yang kuat dan ugal-ugalan. P1-1 juga

menyampaikan bahwa dia sedang merenungkan suatu cara, padahal pembawa

acara tidak bertanya tentang cara untuk melakukan apa pun. Kalimat bahwa dia

sedang merenungkan suatu cara dikategorikan pelanggaran terhadap maksim cara

karena apa yang disampaikan tidak jelas. Cara untuk apa yang sedang

direnungkan oleh P1-1? Pelanggaran terhadap maksim cara ini sekaligus juga

Page 389: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

389

merupakan pelanggaran terhadap maksim kuantitas. Panjangnya jawaban P1-1,

dalam hal ini, tidak menyiratkan adanya usaha untuk bersikap lebih santun, tetapi

usaha untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa aparat hukum di negeri ini

adalah penjahat, penerima suap dan pelindung penjahat. Contoh ini menunjukkan

ujaran yang panjang, akan tetapi isinya bukan untuk membuat mitra tutur atau

pada siapa tuturan itu ditujukan merasa nyaman, melainkan merasa bahwa muka

positif mereka terancam dan hal ini berarti melanggar maksim penerimaan. Apa

yang sudah dilakukan oleh aparat hukum, yang menurut mereka baik, sudah tidak

dihargai oleh P1-1

Page 390: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

390

BAB V

CIRI-CIRI SATUAN VERBAL PARA POLITISI

5.1 Pendahuluan

Setelah pembicaraan tentang bahasa yang digunakan oleh para politisi, pada

Bab V ini akan dilakukan pembicaraan tentang bagaimanakah ciri-ciri satuan

verbal para politisi dikaitkan dengan kesantunan dan ketidaksantunan. Tujuan

pembahasan satuan verbal ini ialah untuk menemukan bentuk-bentuk bahasa

yang digunakan oleh para politisi dan sejauh mana satuan verbal itu memengaruhi

kesantunan.

Pembicaraan ini dilakukan dalam tiga tataran yaitu tataran fonem, morfem dan

kalimat.

5.2 Analisis Fonologi

Pembicaraan tentang fonologi yang berhubungan dengan bahasa lisan

biasanya berhubungan dengan fitur prosodik. Sebagaimana yang telah disebutkan

di atas bahwa analisis percakapan memberi sumbangan pada bentuk-bentuk

linguistik, seperti prosodi, fonologi, sintaksis, dan leksikon. Misalnya, fitur

prosodik digunakan untuk menandai pergantian pembicara, menandai ujaran yang

sudah atau belum selesai, dan pemilihan pembicara berikutnya. Fitur prosodik ini

disebut juga suprasegmental dan meliputi nada bicara, intonasi, dan tekanan.

Suprasegmental berupa fonem, tidak berbentuk kata, tetapi dapat membedakan

makna. Dilihat dari sudut pragmatik fitur prosodik dan siapa yang berbicara dapat

Page 391: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

391

mengubah fungsi ujaran. Misalnya ujaran, “Bener nih...bener?” (P6). Apabila

ujaran itu diucapkan dengan nada menaik di ujung ujaran disertai jeda pendek

antara “nih”dan “benar” yang kedua, ujaran itu diucapkan dengan maksud

menegaskan apakah sesuatu itu benar. Akan tetapi, kalau ujaran itu diucapkan

dengan nada datar dan agak panjang di bagian ujungnya seperti yang dilakukan

oleh P6, ujaran itu diucapkan dengan maksud mengejek. Si pembicara tahu bahwa

apa yang diucapkan mitra tuturnya ialah sesuatu yang tidak benar dan mereka

berdua (P6 dan P7) dalam konteks pembicaraan itu tidak sepaham. Contoh lain

ialah ujaran “minum...minum dulu” (P6). Apabila ujaran itu diucapkan dalam

konteks yang berbeda, misalnya antara tuan rumah dan tamu dan diucapkan tanpa

memperpanjang bagian ujung ujaran, itu berarti tawaran. Akan tetapi, di dalam

konteks tayangan talk show, ujaran itu diucapkan oleh P6 pada P7 yang sedang

emosi dan sedang berbeda pendapat dengan P6 dan diucapkan dengan ucapan

yang lebih panjang di bagian ujung, ujaran itu menjadi ujaran yang mengejek P7.

P6 meminta P7 untuk minum dulu agar emosinya menurun. Intonasi yang berbeda

dapat mengubah fungsi suatu ujaran. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa

dalam pragmatik, makna suatu ujaran tidak saja ditentukan oleh intonasi, tetapi

juga ditentukan oleh siapa yang berbicara dan konteks pembicaraan tersebut.

Tekanan yang diberikan pada suatu kata dapat digunakan untuk membuat

pendengar memusatkan perhatian pada kata-kata yang diberi tekanan lebih oleh

penutur. Penekanan yang diberikan pada kata-kata tertentu dapat merupakan tanda

bahwa kata-kata itulah yang merupakan bagian penting dari ujarannya.

Misalnya:

Page 392: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

392

1) Kita tetap tegak lurus tanpa perlu membungkukkan badan dan kehilangan

harga diri (P6).

2) Beliau mengatakan bahwa tidak mungkin koalisi saja untuk membangun

negeri ini yang begitu banyak masalahnya dan begitu luas wilayahnya

(P7).

3) Kami di luar atau di dalam pemerintahan, di resuffle atau tidak, itu bukan

masalah yang besar (P8).

4) Kalau pemerintah SBY mengambil langkah-langkah misalnya menolak

impor besar, kita pasti dukung (P9).

Pada contoh (1) ada beberapa kata yang digarisbawahi. Kata-kata itu ialah

“kita”, “badan” dan “diri”. Penekanan itu dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Page 393: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

393

Bagian atas diagram di atas menunjukkan ketebalan pelafalan suku kata

sedangkan bagian bawah diagram ialah diagram yang menunjukkan tinggi

rendahnya tekanan suara. Bagian bawah diagram itu akan digunakan untuk

mengukur tekanan yang diberikan pada sebuah kata. Kata-kata yang mendapat

tekanan digambarkan melalui frekuensi gelombang suara yang tinggi. Dengan

memberi tekanan pada kata “badan” dia ingin menarik perhatian pendengar pada

frasa “membungkukkan badan” dan dengan memberi tekanan pada kata “diri” dia

ingin menarik perhatian pendengar pada frasa “harga diri”. Kedua frasa itu

menunjukkan sikap yang menghormati diri sendiri. Jadi, “kita” ialah sekelompok

orang yang menghormati diri sendiri sehingga tidak takut dikeluarkan dari koalisi.

Ketiga kata yang diberi tekanan itu mengacu pada sosok manusia yang sama

yang menurut konteks pembicaraan mempunyai harga diri, tidak takut dikeluarkan

dari koalisi. Dengan menggunakan tiga kata yang beracuan sama sebanyak tiga

kali, P6 ingin menyampaikan ketetapan hatinya untuk tetap berpegang pada

kebenaran tanpa takut dikeluarkan dari koalisi. Hal ini merupakan ujaran

sombong apalagi ditujukan pada penguasa. Oleh sebab itu dia dapat dikatakan

melanggar maksim penerimaan karena diucapkan oleh anggota salah satu partai

koalisi yang dianggagap tidak setia, telah melanggar kesepakatan koalisi, dan

menteri dari partainya diisukan akan diganti.

Pada contoh (2) kata/frasa yang mendapat penekanan ialah ”mengatakan”,

”saja”, ”banyak masalah” dan ”luas”. Penekanan ini dapat dilihat pada bagian

bawah diagram berikut.

Page 394: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

394

Maksud P7 memberi tekanan pada kata-kata tersebut di atas ialah untuk

menyatakan bahwa tanggung jawab untuk membangun negara yang begitu banyak

masalah dan begitu luas wilayahnya seharusnya tidak dibebankan pada kelompok

koalisi saja. Partai-partai nonkoalisi juga harus berpartisipasi. Penekanan

kata/frasa itu juga membuat pernyataan itu menjadi suatu pengakuan bahwa

“beliau” (SBY) tidak sanggup membangun negeri ini tanpa bantuan pihak lain.

Hal ini dapat dikatakan aplikasi maksim penerimaan karena diucapkan oleh orang

yang berada di pihak SBY.

Pada contoh (3) kata-kata yang digarisbawahi ialah “di luar”, “diresuffle” dan

“bukan”. Penekanan yang dimaksud dapat dilihat pada bagian bawah diagram

berikut ini.

Page 395: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

395

Maksud P8 memberikan penekanan pada kata-kata itu ialah untuk menunjukkan

bahwa partainya tidak mempersoalkan apakah anggotanya masih duduk di

kabinet atau diganti karena yang lebih penting ialah berusaha membangun negara

Indonesia. Pernyataan yang terdengar terlalu menghargai diri sendiri ini

melanggar maksim penerimaan karena diucapkan oleh orang yang berbeda

pendapat dengan penguasa meskipun dia berada di dalam koalisi.

Contoh (4) menunjukkan bahwa kata-kata yang mendapat penekanan ialah

“SBY”, “langkah-langkah”, “misalnya”, dan pasti”. Hal ini ditunjukkan pada

bagian bawah diagram berikut.

Page 396: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

396

Maksud P9 memberi tekanan pada kata-kata tersebut ialah untuk menyatakan

bahwa, meskipun partainya tidak bergabung dalam koalisi, jika SBY melakukan

kebijakan yang pro rakyat, partainya pasti akan mendukung. Kalimat (4)

merupakan suatu perumpamaan yang tidak terjadi, yang mempunyai makna

bahwa partainya tidak membantu karena SBY tidak melakukan sesuatu yang pro

rakyat, seperti menolak impor beras. Pernyataan ini merupakan pelanggaran

maksim kebijaksanaan karena merugikan SBY dan pihaknya. Apalagi ujaran itu

diucapkan oleh orang dari partai oposisi.

Analisis di atas menunjukkan bahwa tekanan pada kata juga dapat digunakan

untuk mendapatkan makna suatu ujaran. Namun, hal itu harus dibantu dengan

pengetahuan tentang latar belakang pembicara.

Page 397: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

397

5.3 Analisis Morfologi

Dalam membentuk kalimat-kalimat yang mereka ucapkan, para politisi itu

menggunakan kata-kata, baik kata-kata dasar maupun kata-kata yang sudah

mengalami proses afiksasi. Proses afiksasi ini dapat dan tidak dapat mengubah

kategori kata. Proses afiksasi yang ditemukan dalam kalimat-kalimat yang

diucapkan oleh para politisi dipaparkan di bawah ini. Alwi (1998) mengatakan

bahwa analisis kata dapat dilakukan dari segi sintaksis, bentuk, dan makna.

Karena bagian ini hanya akan mencari ciri-ciri satuan verbal bahasa yang

digunakan oleh politisi, pembahasan pada tataran kata dilakukan hanya pada

bentuknya saja. Pembahasan berdasarkan bentuk ini juga akan dilakukan hanya

pada verba karena hanya verba merupakan kategori kata terpenting dalam suatu

kalimat dan verba ini dapat memengaruhi keformalan bahasa (Alwi,1998:99)

Alwi (1998:99), verba dapat dibagi menjadi dua, yaitu verba asal dan verba

turunan.

(1) Verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri, misalnya ada, datang,

mandi, tidur.

(2) Verba turunan yang dibagi menjadi:

(a) Verba dasar bebas dengan afiks wajib, misalnya mendarat, melebar,

mengering.

(b) Verba dasar bebas, dengan afiks manasuka, misalnya (mem)baca,

(mem)beli, (meng)ambil.

(c) Verba dasar terikat dengan afiks wajib, misalnya bertemu, bersua,

membelalak.

Page 398: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

398

(d) Verba berulang, misalnya berjalan-jalan, memukul-mukul, makan-

makan

(e) Verba majemuk, misalnya naik haji, campur tangan, cuci muka.

Berikut disajikan prefiks yang digunakan membentuk verba. Menurut Alwi

(1992:107) prefiks dan sufiks dapat digabungkan. Penggabungan prefiks dan

sufiks harus mengikuti aturan sebagai berikut: (a) ke- tidak dapat bergabung

dengan –kan atau –i, kecuali untuk kata “ketahui”, (b) meng-, per-, ter-, dan di-

tidak dapat bergabung dengan –an, (c) ber- tidak dapat bergabung dengan –i, dan

(d) ke- hanya dapat bergabung dengan –an dan –i. Penentuan kategori kata dasar

dilakukan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka

tahun 2005.

5.3.1 Prefiks Meng-

Alwi (1988) mengatakan bahwa penggunaan prefiks meng- mempunyai

delapan kaidah. Kedelapan kaidah tersebut akan dipaparkan di bawah ini beserta

contoh yang diambilkan dari kata-kata dalam kalimat-kalimat yang diucapkan

oleh politisi dalam tayangan talk show Today’s Dialogue.

Kaidah 1:

Jika prefiks meng- dilekatkan pada kata dasar yang diawali oleh fonem /a/, /i/,

/u/, /e/, /o/, /ǝ/, /k/, /g/, /h/ dan /x/, prefiks meng- akan tetap meng- .

Misalnya:

5) Ini sesungguhnya hanya... apa, menggunakan ini apa e... rasa takut semu,

begitu ya. (P1)

Page 399: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

399

6) Seorang Madof bisa mengkorupsi uang negara sampai 65 milyar dollar,

atau 60 trilyun lebih ya. (P1)

7) Dan (Gayus) bahkan belakangan menghadirkan tadi yang menghadirkan

banyak orang barangkali tertawa tapi juga sangat geram begitu; ... (P2)

8) Dia mengundurkan diri, ya. (P1)

9) Bahwa bangsa-bangsa yang lainpun juga pernah mengalami problem-

problem yang tidak kalah dahsyat daripada perjalanan bangsa kita. (P2)

Verba “menggunakan” berasal dari nomina “guna” yang diberi meng- dan -

kan ; verba “mengkorupsi” berasal dari nomina “korupsi” yang diberi meng-;

“menghadirkan” berasal dari verba “hadir” yang diberi meng- dan –kan, verba

“mengundurkan” berasal dari verba “undur” yang diberi meng- dan -kan, verba

“mengalami” berasal dari verba “alam” yang diberi meng- dan –i.

Kaidah 2:

Jika prefiks meng- dilekatkan pada kata dasar yang diawali oleh fonem /l/,

/m/, /n/, /ñ/, /ṉ/, /r/, /y/, dan /w/, prefiks meng- berubah menjadi me-.

Misalnya:

10) Karena (yang tidak bersalah) harus melanjutkan kehidupannya dalam

konteks reformasi maupun kita-kita bernegara ini. (P2)

11) Konstitusi kita meniscayakan adanya distribusi kekuasaan. (P3)

12) Karena mereka yang bermain inilah yang merasakan bagaimana menata

negara ini. (P3)

Verba “melanjutkan” berasal dari adjektiva “lanjut” yang diberi meng- dan -

kan; verba “meniscayakan” berasal dari adverbia “niscaya” yang diberi meng- dan

Page 400: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

400

–kan; dan verba “merasakan” berasal dari nomina “rasa” yang diberi meng- dan –

kan.

Kaidah 3:

Jika prefiks meng- dilekatkan pada kata dasar yang diawali oleh fonem /d/,

/t/, prefiks meng- berubah menjadi men- .

Misalnya:

13) Ketika (PKS) mendukung usul angket mafia pajak... (P8)

14) Saya tidak mendahului takdir ya,... (P1)

Verba “mendukung” berasal dari verba “dukung” yang diberi meng-, dan

verba “mendahului” berasal dari nomina “dahulu” yang diberi meng- dan –i.

Kaidah 4:

Jika prefiks meng- dilekatkan pada kata dasar yang diawali oleh fonem /b/,

/p/, /f/ prefiks meng- berubah menjadi mem-.

Misalnya:

15) Ketika pun mahasiswa dan Pak Amien Rais ketika itu memperjuangkan

reformasi... (P2)

16) Jadi teri dan paus juga bukan berarti akan saling me... akan saling

bertarung atau akan saling membongkar, bisa jadi akan saling

berkolaborasi lagi nanti si teri dan paus membuat skandal-skandal baru

yang e... lebih dahsyat lagi. (P2)

Verba “memperjuangkan” berasal dari verba “juang” yang diberi memper-

dan -kan; dan verba “membongkar” berasal dari verba “bongkar” yang diberi

meng-.

Page 401: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

401

Kaidah 5:

Jika prefiks meng- dilekatkan pada kata dasar yang diawali oleh fonem /c/,

/j/, /s/ dan /š/ prefiks meng- berubah menjadi meny- .

Misalnya”

17) Semua kita menjadi saling mencurigai, semua kita menjadi tidak bisa

saling dipercaya omongannya. (P2)

18) Ini (kasus Gayus) kan sama aja akan menyandera kita semuanya untuk

tidak pernah menyelesaikan. (P2)

19) Tapi etika hukum pun juga menjadi bagian yang penting untuk di

dicermati. (P2)

Verba “mencurigai” berasal dari adjektiva “curiga” yang diberi meng- dan -i;

verba “menyandera” berasal dari nomina “sandera” yang diberi meng-, dan verba

“menjadi” berasal dari verba “jadi” yang diberi meng-.

Kaidah 6:

Apabila prefiks meng- dilekatkan pada kata yang bersuku satu, meng-

berubah menjadi menge- .

Contoh untuk kaidah enam ini tidak ditemukan dalam data yang terkumpul.

Kaidah 7:

Kaidah 7 mengatakan bahwa perlakuan terhadap kata-kata yang berasal dari

bahasa asing diperlakukan berbeda-beda Yang diperhatikan hanyalah kecocokan

artikulasi.

Misalnya:

20) Seorang Madof bisa mengkorupsi uang negara sampai 65 milyar dollar,

Page 402: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

402

atau 60 trilyun lebih ya... (P1)

21) Saya tidak ingin mengkritik atau memuji ya... (P1)

22) Dia merefleksikan kehendak rakyat. (P1)

23) Beliau itu kan mengevaluasi. (P7)

Verba berprefiks meng- pada contoh 18 - 21 berasal dari kata asing. verba

“korup: berasal dari “corrupt”, verba “kritik” berasal dari “critique”, verba

“refleksi” berasal dari “reflect” dan verba “evaluasi” berasal dari “evaluate”.

Akan tetapi, apabila diperhatikan penggunaan kaidah untuk prefiks meng- sesuai

dengan kaidah 1 – 5.

Kaidah 8:

Apabila verba direduplikasi, kata dasarnya diulangi dengan mempertahankan

peluluhan konsonan pertamanya.

Misalnya”

24) Atau (dia/partai Demokrat) menutup-nutupi suatu dugaan ada mafia pajak

dan sebagainya di negara ini. (P6)

25) Jadi kalau anda mengungkit-ungkit masalah angket, ...(P7)

Kata dasar “menutup-nutupi” ialah nomina “tutup” dan kata dasar

“mengungkit-ungkit” ialah verba “ungkit.

5.3.2 Prefik Ber-

Alwi (1988) menyatakan bahwa penggunaan prefiks ber- memiliki empat

kaidah.

Page 403: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

403

Kaidah 1:

Prefiks ber- berubah menjadi be- jika dilekatkan pada kata dasar yang diawali

oleh /r/. Contoh verba ini tidak dijumpai dalam data yang terkumpul.

Kaidah 2:

Prefiks ber- berubah menjadi be- jika dilekatkan pada kata dasar yang suku

pertamanya berakhir dengan /ǝr/. Contoh verba ini tidak dijumpai dalam data yang

terkumpul.

Kaidah 3:

Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada kata dasar tertentu.

Misalnya:

26) Karena kalau (kita) hanya belajar dari luar negeri, dari negara lain,...(P5)

Kata dasar dari verba “belajar” ialah nomina “ajar”

Kaidah 4:

Prefiks ber- tidak berubah apabila dilekatkan pada kata dasar di luar kaidah -

1-3

Misalnya:

27) Manusia itu besok bertanggungjawab dihadapan Allah, ...(P1)

28) Jadi teri dan paus juga bukan berarti akan saling me... akan saling

bertarung atau akan saling membongkar, bisa jadi akan saling

berkolaborasi lagi nanti si teri dan paus membuat skandal-skandal baru

yang e... lebih dahsyat lagi. (P2)

29) Kekurangan-kekurangan diantara lembaga ini sangat berpengaruh

terhadap perjalanan bangsa. (P3)

Page 404: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

404

30) Dalam suasana yang demikian memang kita berharap...(P4) ,

31) Saya tidak berpikir buruk... (P5)

Kata dasar dari verba “bertanggung jawab” ialah nomina “tanggung jawab”,

kata dasar dari verba “bertarung” ialah verba “tarung’ kata dasar dari verba

“berkolaborasi” ialah nomina “kolaborasi”, kata dasar dari verba “berpengaruh”

ialah nomina “pengaruh”, kata dasar dari verba “berharap” ialah verba “harap”

dan kata dasar dari verba “berpikir” ialah nomina “pikir”.

Di samping adanya verba yang diberi prefiks dalam bentuk baku seperti

contoh-contoh yang sudah diberikan sebelumnya, ada juga verba yang

menggunakan prefiks tetapi prefiksnya tidak digunakan sebagaimana mestinya

sehingga bentuk verba tersebut menjadi tidak baku.

Misalnya:

32) Mereka itu hanya untuk nakut-nakuti saja. (P1)

33) Bagaimana orang yang ditahan bisa jalan-jalan ke luar negeri.(P4)

34) Ya, masak kita nangis-nangis guling-guling kayak anak kecil kan gak

mungkin. (P6)

35) Tapi saya ga nuduh siapa-siapa ya... (P7)

Pada contoh (32) di atas, kata “nakut-nakuti” ialah bentuk yang tidak baku

karena bentuk bakunya ialah “menakut-nakuti”. Kata “jalan-jalan” pada contoh

(33) ialah bentuk yang tidak baku karena bentuk bakunya ialah “berjalan-jalan.

Demikian pula kata “nangis-nangis” pada contoh (34) seharusnya digunakan

dalam bentuk baku yaitu “menangis”. Pada contoh (35) kata “nuduh” yang tidak

baku seharusnya diucapkan secara baku, yaitu “menuduh”

Page 405: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

405

Para politis dalam talk show juga menggunakan verba dalam bentuk kata

dasar dan bentuk kata dasar itu ada yang merupakan bentuk baku dan ada pula

yang tidak baku.

Contoh verba dalam bentuk kata dasar yang baku ialah:

36) Dengan semangatnya kawan-kawan ini bikin angket. (P7)

37) Beliaulah yang tahu. (P7)

Contoh verba dalam bentuk dasar yang tidak baku ialah:

38) Kali ini (mengevaluasi) pake tata etika. (P7)..

39) Sebelumnya kita mau denger tadi komitmen apa yang dilanggar ...(P8)

Kata “pake” ialah bentuk tidak baku karena bentuk bakunya ialah “memakai”

sedangkan bentuk baku dari “denger” ialah “dengar”

Afiksasi sebenarnya tidak memengaruhi santun atau tidak santunnya suatu

kata apabila yang dilihat ialah isi pembicaraan. Menurut Leech (1983:139),

kesantunan ditentukan oleh isi pembicaraan dan cara menyampaikannya. Bahasa

tidak baku belum tentu tidak santun dan bahasa baku belum tentu santun. Bahasa

santun berbeda dengan bahasa baku. Bahasa baku ialah bahasa yang mengikuti

kaidah tata bahasa, sedangkan bahasa yang santun ialah bahasa yang pilihan

katanya tidak merendahkan atau menyinggung perasaan mitra tutur. Bahasa yang

santun dapat direpresentasikan melalui bahasa yang baku dan bahasa yang tidak

baku, tergantung dengan siapa seseorang berbicara dan dimana pembicaraan itu

dilakukan. Bahasa yang santun yang digunakan untuk menghormati orang lain

ialah bahasa yang menggunakan kata-kata santun. Wardhaugh (1986:100)

mengatakan bahwa di Singapura bahasa formal digunakan pada ranah pendidikan,

Page 406: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

406

agama dan pemerintahan. Ketiga ranah itu ialah ranah resmi tempat semua

partisipan wajib menggunakan bahasa baku untuk mengekspresikan kesantunan

mengingat bahwa partisipan pada ranah itu ialah orang-orang terhormat. Kalaupun

dalam ranah-ranah tersebut orang yang lebih tua berhadapan dengan peserta tutur

yang lebih muda, mereka tetap sama-sama wajib menggunakan bahasa santun

untuk menghargai satu sama lain.

Harras (2009:1) mengatakan bahwa pilihan kata yang tidak santun dapat

menimbulkan masalah. Oleh karena itu, penggunaan kata seperti “tolong”,

“silakan”, dan “maaf” dapat digunakan untuk meningkatkan kesantunan.

Penggunaan kata-kata yang tidak baku juga dapat dianggap tidak santun karena

kata-kata itu dianggap tidak pantas diucapkan pada acara formal, seperti talk show

“Today’s Dialogue”. Halliday (1985:19) mengatakan bahwa pilihan kata atau

bahasa harus disesuaikan dengan konteks situasi. Halliday (1985:12) mengatakan

bahwa untuk berbicara santun ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dan ketiga

hal itu ialah siapa mitra tuturnya, topik apa yang sedang dibicarakan dan tempat

mereka melakukan komunikasi itu. Talk show “Today’s Dialogue” adalah suatu

aktivitas formal yang membicarakan masalah yang berkaitan dengan negara dan

masyarakat dan dilakukan oleh kelompok politisi yang merupakan anggota

masyarakat yang terhormat sehingga sudah sepantasnya semua partisipan dalam

acara itu menggunakan bahasa yang santun.

Akan tetapi, sejalan dengan pendapat Wahyu (www@t-

wahyu.staff.gunadarma.ac.id) yang menyatakan bahwa bahasa lisan sering

menampilkan unsur gramatikal yang tidak lengkap, politisi yang dijadikan sumber

Page 407: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

407

data pada penelitian ini juga sering menampilkan bahasa yang tidak gramatikal.

Berdasarkan data yang ada, para politisi itu cenderung menggunakan kata dasar

karena mereka ingin berbicara dengan cepat dalam waktu yang sangat terbatas. Di

samping itu dengan tidak mendominasi waktu, pembicara dapat dikatakan

menghargai keberadaan partisipan lain yang juga ingin mendapat kesempatan

berbicara. Hal ini ialah salah satu cara mengaplikasikan kesantunan. Dalam hal

ini, penghilangan afiks tidak memengaruhi kesantunan, bahkan dapat menciptakan

suasana yang lebih santai, sepanjang pilihan kata dan isi ujaran tetap santun, tidak

mengancam muka positif atau negatif mitra tutur.

Berikut adalah contoh yang menunjukkan bahwa penghilangan afiks dan

penggunaan kata tidak baku dapat menghemat penggunaan waktu.

Kalimat, “Tapi saya ga nuduh siapa-siapa ya.” (P7)” mengandung kata “ga” yang

merupakan bentuk tidak baku dari “tidak” dan kata “nuduh” yang bentuk bakunya

ialah “menuduh”. Apabila diucapkan, “Tapi saya tidak menuduh siapa-siapa ya.”

lebih panjang daripada kalimat “Tapi saya ga nuduh siapa-siapa ya.”

Kalimat, “Kali ini pake tata etika” (P7) menggunakan kata tidak baku “pake” yang

bentuk bakunya “memakai”. Kalimat, “Kali ini memakai tata etika” memerlukan

waktu pengucapan yang lebih lama daripada “Kali ini pake tata etika”

Disamping penghilangan afiksasi, ada kecenderungan politisi menggunakan

reduplikasi. Menurut Alwi (1998:147-148) reduplikasi dalam bahasa Indonesia

baku mempunyai enam bentuk, yaitu

1. Dasar + Dasar, misalnya: makan-makan.

2. Dasar + (Prefiks + Dasar), misalnya: memukul pukul-memukul.

Page 408: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

408

3. Dasar + (Prefiks + Dasar + Sufiks), misalnya: mencintai

cinta-mencintai.

4. (Prefiks + Dasar) + Dasar, misalnya: berjalan-jalan.

5. Prefiks + (Dasar + Dasar) + Sufiks, misalnya: bersalaman

Bersalam-salaman.

6. Perulangan dengan salin bunyi, misalnya: bolak-balik.

Dalam data, ada kata-kata “menutup-nutupi”, mengungkit-ungkit”, “nakut-

nakuti”, “jalan-jalan”, dan nangis-nangis” yang merupakan reduplikasi. Semua

contoh itu merupakan reduplikasi yang sebenarnya berpola (Prefiks + Dasar) +

Dasar. Akan tetapi tidak semua contoh itu menggunakan bentuk baku karena

“nakut-nakuti” dan “nangis-nangis” yang dalam bentuk baku seharusnya

“menakut-nakuti” dan “menangis-nangis” tidak menggunakan prefiks me-,

sementara “jalan-jalan” yang dalam bentuk bakunya adalah “berjalan-jalan” tidak

menggunakan prefiks ber-

Penggunaan kata dasar atau penghilangan afiksasi ini merupakan ciri

kelisanan, seperti yang disampaikan oleh Wahyu (2010) tentang ciri-ciri bahasa

lisan. Oleh karena talk show ini adalah komunikasi lisan, meskipun digunakan

oleh politisi,bahasa yang dipakai adalah bahasa yang mempunyai ciri kelisanan.

5.4 Analisis Kalimat

Pada bagian ini kalimat-kalimat yang diucapkan oleh keduabelas politisi akan

dibahas berdasarkan hubungan antarklausa (koordinasi dan subordinasi),

berdasarkan bentuk sintaksis (deklaratif, imperatif, interogatif dan eksklamatif)

Page 409: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

409

dan berdasarkan predikasi yang digunakan dalam kalimat (kalimat berpredikat

adjektiva, nomina, numeralia, dan frasa preposisional),

5.4.1 Kalimat Berdasarkan Hubungan Antarklausa

Kalimat-kalimat yang digunakan oleh para politisi di dalam talk show

sebagian besar ialah kalimat-kalimat kompleks yang klausa-klausa pembentuknya

mempunyai hubungan koordinasi dan subordinasi. Untuk hubungan koordinasi

konjungtor yang digunakan ialah “kemudian”, “tetapi/tapi”, “padahal”, “atau” dan

“lalu”.

Misalnya:

40) Artinya...ya, setengah gila dalam arti e.. dalam arti dia melakukan sebuah

kejahatan yang sesungguhnya amat sangat dahsyat ya, tapi kan tenang ya,

kemudian tidak ada rasa menyesalnya. (P1)

41) Tentulah tidak untuk diikuti, tidak untuk kemudian dijadikan sebagai

suatu e.. trend, suatu mode yang akan diikuti oleh yang lain, tetapi

sesuatu yang harus, saya dalam beragam wawancara saya katakan, harus

menampar para penegak hukum. (P2)

42) Kita tidak bisa hanya menyalahkan dari sisi eksekutif apabila tidak

mendapat dukungan daripada legislatif, dan juga apabila tidak mendapat

dukungan daripada yudikatif. (P3)

43) Tapi kalau kita kemudian e... media, rekan-rekan pers, penegak hukum

yang masih punya nurani, partai-partai politik yang nuraninya masih

Page 410: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

410

mereka mereka jaga dengan baik, atau mereka individu-individu negeri

ini yang tetap mau bekerja untuk Indonesia,...(P2)

44) Mungkin yang lain yang lebih prinsipil juga ialah unsur-unsur yang

membuat atau mengurus undang-undang itu atau aturan itu tidak semua

fraksi padahal hal itu akan diberlakukan di keanggotaan seluruh fraksi.

(P5)

45) Partai Demokrat sudah Z, menginisiasi usul angket mafia pajak lalu kita

ikut A, B, C, D sudah sampai F, dari Z itu kembali ke A. (P8)

Menurut Alwi (1988:386), klausa-klausa pada kalimat di atas digabungkan

dengan cara koordinasi sehingga terbentuklah kalimat majemuk setara. Dalam

kalimat majemuk setara, semua klausa mempunyai kedudukan yang sama atau

dengan kata lain semua klausa itu merupakan klausa utama. Konjungtor

“kemudian” dan konjungtor “lalu” menunjukkan urutan kejadian, konjungtor

“tetapi” dan “padahal” menunjukkan pertentangan, konjungtor “dan”

menunjukkan penggabungan, dan konjungtor “atau” menunjukkan pilihan.

Untuk hubungan subordinasi, konjungtor yang digunakan oleh para politisi

itu ialah “karena”, “kalau”, “ketika”, “sehingga”, “walaupun”, “bahwa”,

“bagaimana”, dan “apakah”.

Misalnya:

46) Dan saya sendiri sering kali merenung apa apa apa masih ada cara lain ya,

karena tadi disebut di belakang Gayus ada godfather... saya kira itu

godfathers. (P1)

47) Awas kalau Gayus diusut tuntas nanti republic bisa goncang. (P1)

Page 411: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

411

48) Ketika pernyataan-pernyataannya menghadirkan ketidakjujuran, yang

menghadirkan dalam tanda kutip secara terbuka me... betul-betul hukum

ialah sesuatu yang bisa dipermainkan, sesuatu yang bisa diperjualkan,

bahkan sesuatu yang bisa dibohongkan sekalipun. (P2)

49) Ada niat presiden untuk memperbaiki sistem pemilukada, tapi tarik-

menarik politik demikian besar, sehingga kekuatan politik yang paling

dominan yang ada di DPR itulah yang pada akhirnya ya memenangkan

pertarungan itu. (P3)

50) Walaupun pada tataran hukum atau pada Court of Law itu ada tapi kalau

Code of Ethics atau Code of Conduct tidak mengatur, ini lalu kita

kehilangan pedoman untuk menerapkan sangsi yang imperatif itu.(P5)

51) Kita tahu bahwa proses peralihan kepemimpinan terlalu tidak cermat.

(P3)

52) Kita serahkan pada ketua umum untuk mengambil keputusan apakah kita

tetap bersama dengan pemerintahan ini sampai 2014 atau kita berpisah

ditengah jalan. (P6)

53) Makanya kita sebagai ketua-ketua lembaga Negara bersepakat untuk

selalu berkomunikasi, bersinergi, bagaimana masing-masing institusi

kita bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa kita ini. (P3)

Alwi (1988:390)) mengatakan bahwa konjungtor “karena” mempunyai makna

memberi alasan, konjungtor “kalau” menyatakan syarat, konjungtor “ketika”

menyatakan waktu, konjungtor “sehingga” menunjukkan hasil, dan konjungtor

“walaupun” menunjukkan konsesif. Klausa subordinasi yang diawali oleh

Page 412: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

412

“bahwa” akan menjadikan klausa tersebut menjadi klausa subordinasi yang

berfungsi sebagai objek. Klausa subordinasi juga dapat dibentuk dengan

menggunakan kata tanya “apakah” dan “bagaimana.

Berdasarkan analisis dan observasi tayangan talkshow, para politisi

menggunakan kalimat-kalimat kompleks karena mereka ingin berbicara dalam

kalimat-kalimat panjang sehingga dapat menggunakan sebagian bahkan seluruh

waktu yang tersedia, yang biasanya sangat terbatas, untuk mengemukakan atau

menyampaikan pesan partainya pada masyarakat dengan selengkap mungkin.

Cara ini juga dilakukan untuk mencegah partisipan talkshow yang lain yang

berasal dari partai yang lain menyampaikan pesan partainya sehingga masyarakat

tidak mengetahui kondisi partai tersebut.

5.4.2 Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis.

Menurut Alwi (1988:352) berdasarkan bentuk sintaksis kalimat dapat dibagi

menjadi bentuk deklaratif, imperatif, interogatif dan eksklamatif. Kalimat

deklaratif ialah kalimat yang menyatakan sesuatu dan oleh sebab itu dinamakan

kalimat berita. Kalimat imperatif ialah kalimat yang menyatakan larangan, kalimat

interogatif ialah kalimat tanya dan kalimat eksklamatif ialah kalimat yang

digunakan untuk menyatakan perasaan.

5.4.2.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif yang digunakan dalam talk show dapat merupakan kalimat

tunggal dan kalimat majemuk setara (koordinatif) dan kalimat majemuk

bertingkat (subordinatif).

Page 413: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

413

Contoh kalimat deklaratif ialah

54) Ketuhanan Yang Maha Esa sudah menjadi keuangan yang maha kuasa

itu ya. (P1)

55) Ini periode kedua saya. (P5)

56) Ada sekian banyak anggota BK yang diadukan menyimpang dalam

perjalanan dinas pun saya usut dan ini juga merupakan bagian

dari.....ketidaksukaan bahwa saya terlampau mencampuri urusan aduan.

(P5)

57) Ya, memang itu tidak diatur secara explisit tetapi ada tindakan tindakan

dewan yang tidak bisa digunakan semestinya. (P5)

58) Kita serahkan pada ketua umum untuk mengambil keputusan apakah

kita tetap bersama dengan pemerintahan ini sampai 2014 atau kita

berpisah ditengah jalan. (P6)

59) Bagi partai Golkar, ada atau tidaknya menteri di kabinet ini atau

bersama atau tidaknya di dalam koalisi tidak terlalu penting karena bagi

kami ialah ketika kita mengambil jargon ”suara Golkar, suara rakyat”

kita lebih mengedepankan apa yang diinginkan dalam masyarakat. (P6)

60) Kita..kami..kami..mau jelaskan bahwa yang dilakukan teman-teman

orang-orang Demokrat itu begitu luar biasa melihat Gayus. (P7)

61) Kalau itu dimainkan saya kira sudah selesai ni barang, udah gak ada

dialog kita malam ini. (P7)

Kalimat (54) dan (55) di atas ialah contoh kalimat tunggal karena masing-

masing kalimat itu hanya memiliki satu predikat. Kalimat (56) –(58) ialah kalimat

Page 414: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

414

majemuk setara karena kedua klausanya memiliki posisi yang sama, yaitu sama-

sama merupakan klausa utama. Klausa-klausa tersebut dikatakan mempunyai

hubungan koordinasi. Sedangkan kalimat (59) – (61) ialah kalimat majemuk tidak

setara karena salah satu klausanya merupakan bagian dari klausa yang lain.

Klausa-klausa tersebut dikatakan memiliki hubungan subordinasi.

Kalimat tunggal memiliki predikat dan predikat ini dapat diisi oleh verba,

adjektifa, nomina, numeral dan frasa preposisional.

Contoh kalimat bepredikat verba adalah

62) Sa.. saya tidak tidak mungkin menunjuk apalagi nama ya. (P1)

63) Bagaimana dia mati-matian menyangkal dia pergi ke e.. Bali. (P2)

64) Ada niat presiden untuk memperbaiki sistem pemilukada... (P3)

65) Artinya pengelolaan pemerintahan sudah sebagian besar diserahkan

pada daerah. (P3)

66) Sehingga memang eksekutif sekarang ini tersandera. (P4)

67) Dalam Undang-Undang MB3 memang hal ini disebutkan. (P5)

Contoh kalimat berpredikat adjektifa adalah

68) Kekecewaan rakyat luar biasa. (P4)

69) Kita tetap tegak lurus tanpa perlu membungkukkan badan dan kehilangan

harga diri. (P6)

70) Kita menang tidak jumawa. (P7)

Contoh kalimat berpredikat nomina adalah

Page 415: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

415

71) Itu (money politic) memang fakta besar yang ada dimasyarakat. (P2)

72) Ini (persoalan) persoalan kita semua. (P3)

73) Itu bahasa yang janggal sekali dan jarang sekali digunakan. (P5)

Contoh kalimat berpredikat numeral adalah

74) Kania, pada waktu Pak Harto lengser tahun 98, hutang luar negeri

republik kita itu baru 54 milliar US$, (P4)

75) Tapi rakyat miskin tetap banyak. (P4)

Contoh kalimat berpredikat frasa preposisional adalah

76) Keruntuhan hampir di semua institusi negara. (P4)

77) Tentu Golkar dalam posisi yang “wait and see” ya...(P6)

78) Munculnya ini bukan di eksekutif lo... (P8)

Dari hasil analisis data, kalimat yang paling banyak digunakan oleh para

politisi itu ialah kalimat yang berpredikat verba. Hal ini menunjukkan bahwa

materi pembicaraan yang dilakukan oleh politisi itu ialah tentang melakukan

aktivitas. Hal ini sejalan dengan tugas yang harus dilakukan oleh para politisi

yang yang harus selalu bekerja melakukan aktivitas yang tentunya diharapkan

dapat semakin menyejahterakan masyarakat.

Di samping berbentuk aktif, kalimat deklaratif dapat juga berbentuk pasif

seperti contoh berikut ini.

79) Seberapa besarpun perkara itu akan diusut sampai keujung bumi dan

sampai selesai, ya. (P1)

Page 416: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

416

80) Ternyata (Gayus) terbukti pergi ke Bali. (P2)

81) Artinya pengelolaan pemerintahan sudah sebagian besar diserahkan pada

daerah. (P3)

Kalimat (78) – (80) di atas ialah kalimat pasif yang menggunakan prefiks di-

dan ter- Kalimat pasif digunakan apabila si pembicara lebih mementingkan

aktivitas yang dilakukan daripada yang melakukan aktivitas tersebut. Hal ini

sejalan dengan pendapat Kress (1985:30) yang menyatakan bahwa perubahan

bentuk aktif ke pasif atau sebaliknya membawa pesan tertentu dari pembicara.

Tujuan para politisi menggunakan kalimat pasif ialah untuk memberi penekanan

pada verba yang digunakan untuk menyiratkan bahwa verba-verba itu ialah verba-

verba yang penting. Misalnya kata “diusut” menyiratkan bahwa kasus kejahatan

yang bagaimanapun seharusnya diusut, bukan dibiarkan karena pelakunya ialah

orang penting atau didukung oleh orang penting. Kata “terbukti” menyiratkan

bahwa meskipun Gayus selalu membantah, tetapi ternyata memang benar Gayus

pergi ke Bali dan itu sudah dapat dibuktikan. Kata “diserahkan” menyiratkan

bahwa pengelolaan pemerintahan memang sudah diserahkan pada daerah, bukan

dikelola oleh pemerintah pusat.

Penggunaan kalimat yang mengandung hubungan koordinasi atau subordinasi

dapat digunakan untuk mendominasi waktu pembicaraan karena dengan

mengaplikasikan kedua hubungan itu dalam kalimat-kalimat, kalimat-kalimat itu

akan menjadi panjang dan sulit untuk dipotong. Richard dan Schmidt (1984)

menyatakan bahwa dalam percakapan ada aturan pergantian pembicara. Apabila

Page 417: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

417

ada usaha untuk tidak membagi waktu bicara dengan partisipan lain, dapat

dikatakan bahwa di sana sudah terjadi pelangaran kesantuan.

Pemilihan penggunaan bentuk aktif atau pasif dapat dikaitkan dengan

kesantunan berbahasa. Apabila seseorang menggunakan kalimat aktif, berarti dia

akan dengan jelas menyebut siapa pelaku aktivitas tersebut. Misalnya kalau A

menyebutkan bahwa B melakukan aktivitas positif, maka A termasuk pembicara

yang santun karena memuji B, memaksimalkan keuntungan B. Akan tetapi,

apabila A menyebutkan bahwa B melakukan aktivitas yang negatif, maka A ialah

pelanggar kesantunan karena memaksimalkan kerugian bagi B. Tetapi dalam

kalimat pasif, pelaku aktivitas dianggap tidak penting sehingga tidak perlu

disebutkan. Apabila pelaku suatu aktivitas melakukan sesuatu yang positif namun

tidak disebutkan, maka si pembicara sudah melanggar kesantunan karena tidak

menghormati orang lain. Dal hal ini dia memaksimalkan kerugian bagi orang lain

yang namanya tidak disebutkan. Leech (1983:132) melalui maksim

kebijaksanaannya menyatakan bahwa orang harus meminimalkan kerugian pada

mitra tuturnya. Berdasarkan pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa

menyebabkan kerugian pada orang lain ialah suatu perilaku yang tidak santun.

Kalimat-kalimat deklaratif yang diucapkan juga ada yang tidak dapat

dimengerti karena diucapkan secara spontan. Hal ini sejalan dengan yang

dikatakan oleh Wahyu (www@t_wahyu,staff.gunadarma.ac.id) yang menyatakan

bahwa hakikat bahasa lisan ialah spontan sehingga seringkali kurang cermat

dalam menyampaikan pikiran atau perasaan. Contoh kalimat yang sulit dimengerti

ialah:

Page 418: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

418

82) Terlalu banyak ada ada... apa ada satgas ini satgas itu, ada ini macem-

macem, mbak. (P1)

83) Dalam Undang-Undang MB3 memang hal ini disebutkan bahwa....untuk

melakukan...perubahan-perubahan kalau diperlukan ini melalui BK

tetapi...pasal itu haruslah dimaknai dengan BK sebagai inisiator, BK

merumuskan saja...,apa saja yang kurang, apa saja perkembangan

kemasyarakatan timbul hal yang baru. (P5)

84) Saya pikir selama saya memimpin periode yang lalu, yang sekarang belum

pernah ada putusan ketika saya setahun di BK; periode kedua ini. (P5)

5.4.2.2 Kalimat Imperatif

Menurut Alwi (1988:353) kalimat imperatif ialah kalimat yang menyatakan

perintah atau suruhan dan permintaan. Kalimat perintah apabila dilihat dari isinya

dapat diperinci dari enam golongan, yaitu:

1) perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh mitra tuturnya

berbuat sesuatu;

2) perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi

menyuruh mencoba atau mempersilakan mitra tutur sudi berbuat sesuatu;

3) permohonan jika pembicara, demi kepentingannya minta mitra tutur

berbuat sesuatu;

4) ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap mitra tutur

berbuat sesuatu;

5) larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan

dilakukan sesuatu;

6) pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang.

Page 419: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

419

Di dalam talk show yang dijadikan tempat pengambilan data, imperatif juga

digunakan oleh politisi untuk menyatakan perasaannya. Berikut ini ialah beberapa

contoh kalimat imperatif yang diambil dari tayangan talk show tersebut.

85) Mahasiswa tetaplah istiqomah dalam semangat anda (P2)

86) Jadi pahamilah bahwa perbedaan itu sebagai usaha untuk mencari

alternatif yang terbaik (P12)

87) Tapi bagi kami di bawah sebagai kader partai Golkar, gak ada masalah,

mau terus silahkan, mau enggak juga tidak ada masalah. (P6)

88) ...ya silahkan saja melapor pada aparat penegak hukum (P12)

89) Mari kita meninggalkan atribut partai, kita menindak tegas...(P5)

90) Mari kita pegang baik-baik dan bertanggung jawab disana untuk

kepentingan rakyat agar...(P7)

91) Dan ini harus kita akhiri juga, artinya mahasiswa jangan diam saja ya,

kalau Anda diam saja ya salah anda sendiri. (P1)

92) ...mahasiswa jangan diam saja ya, kalau anda diam saja ya salah anda

sendiri. (P1)

93) Jangan sebut itu kelas menengah. (P4)

Kalimat (84) dan (85) merupakan kalimat imperatif yang meyuruh mitra

tuturnya melakukan sesuatu; kalimat yang merupakan suruhan ini diperhalus

dengan menggunakan partikel –lah; kalimat (86) dan (87) ialah kalimat perintah

halus karena ditandai dengan penggunaan kata “silahkan”; kalimat (88) dan (89)

yang menggunakan kata “mari” ialah kalimat imperatif yang merupakan ajakan;

Page 420: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

420

dan kalimat (90), (91) dan (92) ialah kalimat imperatif yang merupakan larangan

dan larangan itu ditunjukkan dengan penggunaan kata “jangan”.

Kalimat imperatif yang menggunakan kata “marilah” menempatkan

pembicara berada dalam satu kelompok dengan lawan tutujrnya. Hal ini

menunjukkan solidaritas dan merupakan aplikasi kesantunan. Kata “silahkan”

juga digunakan untuk menunjukkan kesantunan karena kata tersebut dapat

mengurangi tekanan akibat adanya perintah untuk melakukan sesuatu. Perintah

yang diberikan pada seseorang dapat merupakan ancaman terhadap muka

negatifnya dan penggunakan kata “silahkan” dapat mengurangi tekanan ancaman

tersebut. Dari 25 kalimat imperatif, hanya 3 yang menggunakan kata “jangan”,

sedangkan sisanya menggunakan partikel –lah, kata “mari”, “silahkan”, “tolong”

seperti misalnya “...tolong ini diingat ya” (P1). Fakta ini menunjukkan bahwa para

politisi ini mengaplikasikan kesantunan melalui penggunaan kata-kata tersebut di

atas.

5.4.2.3 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif ialah kalimat yang digunakan untuk bertanya (Alwi,

1988:357)) Berikut ini ialah contoh kalimat interogatif yang digunakan oleh para

politisi dalam tayangan talk show yang digunakan sebagai tempat pengambilan

data.

94) Kemudian lagi-lagi ini saudara Gayus Tambunan ini, apa Gayus siapa

namanya? (P1)

Page 421: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

421

95) Apakah memang kita akan kemudian begitu saja mudah dikalahkan oleh

logika-logika tentang Gayus, tentang barter? (P2)

96) Nah, apakah ketika kami dan partai koalisi lainnya memperjuangkan

Century. Itu dibilang pelanggaran? (P6)

97) Kok banyak sekali instrumen-instrumen yang pake gayus ini? (P7)

98) Tapi...tapi..coba. apa yang disampaikan Pak P6 pernah terbukti gak? (P7)

99) Udah ada desakan kan gitu? (P9)

100) Kita nggak tahu siapa yang menggambar lambang itu di rumahnya, ya

kan? (P12)

Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan diajukan oleh para

politisi itu dengan menggunakan berbagai bentuk. Bentuk pertama yang

digunakan ialah bentuk tanya seperti yang diperlihatkan pada contoh (94) . Pada

contoh itu pertanyaan dibentuk dengan menggunakan kata tanya “siapa”.

Pertanyaan memerlukan jawaban yang merupakan informasi. Situasi tersebut

sama dengan contoh kalimat interogatif (99) dan (100). Pada kedua contoh itu

jawaban yang diharapkan ialah jawaban yang menyatakan setuju terhadap apa

yang dikatakan sebelumnya. Pada contoh (95 & 96) kalimat tanya diawali oleh

penggunaan “Apakah”. Dengan menggunakan kata “apakah” si penanya hanya

mengharapkan jawaban “ya” atau “tidak” dari orang yang ditanya. Pada contoh

(96) tidak ditemukan adanya penggunaan kata-kata yang menandakan bahwa

kalimat itu ialah kalimat tanya. Tetapi dengan memberi intonasi menurun, kalimat

tersebut menjadi kalimat tanya. Kalimat interogatif juga dapat ditandai dengan

penggunaan kata “kok”. Dengan meletakkan kata “kok” di awal kalimat dan

Page 422: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

422

memberi intonasi naik, kalimat tersebut akan menjadi kalimat tanya. Pada contoh

(98) si penanya bertanya dengan memberi penekanan pada kata “gak” dan itu

menunjukkan bahwa dia berharap bahwa jawabannya ialah “gak”. Berdasarkan

pembahasan di atas, para politisi itu menggunakan kalimat interogatif dari yang

paling baku sampai yang tidak baku. Yang disebut baku ialah membentuk kalimat

interogatif dengan menempatkan kata tanya di awal kalimat sedangkan yang

termasuk tidak standar ialah dengan menggunakan kata “kok” dan “kan” yang

merupakan bentuk singkat dari “bukan(kah)”. Dalam pembentukan kalimat

interogatif yang tidak memberikan pilihan pada mitra tutur untuk menjawab “ya”

atau “tidak”, untuk setuju atau tidak setuju merupakan pemaksaan dan ini

merupakan pelanggaran kesantunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown and

Levinson (1978:177) yang menyatakan bahwa tidak memberi pilihan pada

seseorang merupakan pengancaman muka negatif yang juga berarti pelanggaran

kesantunan.

Akan tetapi, apabila disimak isi tayangan talkshow yang ada, kalimat-kalimat

di atas hanya berbentuk kalimat interogatif yang tidak memerlukan jawaban

karena mereka semua sudah tahu jawabannya. Dapat dikatakan bahwa bentuk

tanya itu berfungsi melakukan pengancaman muka positif koalisi dan pemerintah

dalam hal ini presiden yang partainya merupakan koordinator koalisi. Berdasarkan

contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan fungsi kalimat

interogatif tidak sama.

Page 423: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

423

5.4.2.4 Kalimat Eksklamatif

Menurut Alwi (1988:362) kalimat eksklamatif ialah kalimat yang digunakan

untuk menyatakan perasaan kagum atau heran. Kalimat ini juga disebut kalimat

seru. Kalimat eksklamatif juga digunakan oleh para politisi dalam talk show ini.

Berikut ini akan disajikan contoh kalimat eksklamatif yang digunakan oleh para

politisi tersebut.

101) Oh (penggunaan teknologi) sangat luar biasa. (P4)

102) Luar biasa itu. (P4)

103) Sangat berbahaya. (P4)

104) Ketika anda menang di century waduh meriahnya bukan main. Luar

biasa. (P7)

Kalimat (101) – (103) ialah ucapan keheranan bercampur kekaguman yang

dilatarbelakangi oleh adanya fakta di masyarakat bahwa pada masa sekarang ini

teknologi komunikasi berkembang dengan pesat sehingga dengan cepat dapat

berhubungan dengan orang lain termasuk mengumpulkan orang banyak dalam

waktu yang sangat singkat. Kalimat (104) ialah kalimat eksklamatif yang

sebenarnya merupakan ejekan pada partai-partai yang menang dalam angket bank

Century. Yang dianggap luar biasa di sana ialah cara mereka merayakan

kemenangan mereka.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kalimat eksklamatif juga dapat

digunakan untuk mengejek mitra tutur tergantung dari konteks kalimat tersebut

dan intonasinya. Apabila kalimat tersebut digunakan untuk mengejek, si

Page 424: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

424

pembicara dapat dianggap melanggar kesantunan karena mengejek ialah perilaku

yang tidak santun.

5.4.2.5 Kalimat Inversi

Kalimat inversi ialah kalimat yang disusun terbalik dan berfungsi untuk

menekankan makna (Alwi, 1988:363)

Misalnya:

105) ...sudah ugal-ugalan mereka itu ya. (P1)

106) Bahkan hampir di semua proses politik terjadi money politics. (P4)

107) Ya, harus ada evaluasi. (P7).

Bentuk normal kalimat (105) ialah “...mereka itu sudah ugal-ugalan ya”

dengan struktur S-P-Komp. Akan tetapi, pada saat yang menjadi topik ialah

“sudah ugal-ugalan” susunan dirubah menjadi “...sudah ugal-ugalan mereka itu

ya.” dengan struktur P-Komp-S. Kalimat inversi ini memberi ancaman terhadap

muka negatif para penegak hukum karena sudah dianggap ikut serta berkontribusi

dalam tindakan korupsi dan kejahatan lain.

Bentuk normal dari kalimat (106) ialah “Money politics terjadi bahkan hampir

di semua proses politik”. Kalimat itu menentukan money politics sebagai topik

yang penting dan susunannya menjadi S–P–Ket. Akan tetapi, pada saat penutur

ingin menekankan bahwa bahwa money politic terjadi hampir di semua proses

bukan hanya di proses tertentu saja, maka struktur kalimat itupun dirubah menjadi

Ket–P–S. Bentuk inversi yang digunakan mengancam muka positif para kepala

Page 425: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

425

daerah terpilih karena kemenangan mereka dianggap melalui proses money

politics”

Bentuk normal kalimat (107) ialah “Ya, evaluasi harus ada” yang berstruktur

S–P. Akan tetapi, pada saat “harus ada” menjadi penting, struktur berubah

menjadi “Ya, harus ada evaluasi” yang berstruktur P-S. Kalimat inversi ini

mengancam muka positif koordinator koalisi di DPR karena sudah dianggap tidak

pernah melakukan evaluasi terhadap kinerja koalisi.

5.5 Rangkuman

Dari pembahasan tentang fitur-fitur verbal yang digunakan oleh para politisi

dalam tayangan talk show “Today’s Dialogue” hasil yang dapat disampaikan ialah

para politisi itu cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur

kompleks. Kesimpulan ini sejalan dengan karakter politisi yang ingin

menyampaikan informasi sebanyak mungkin dalam waktu terbatas. Menurut

Leech (1983:100) kalimat negatif kurang disukai dibandingkan dengan kalimat

positif. Alasannya ialah karena kalimat negatif kurang informatif dan memerlukan

waktu lebih lama untuk memahaminya. Hal ini dapat dikategorikan menambah

beban bagi mitra tutur dan oleh sebab itu tidak santun. Bukti bahwa kalimat

deklaratif lebih disukai dibuktikan melalui penelitian ini yang menyatakan bahwa

dari 767 kalimat yang mereka ucapkan, 631 berbentuk deklaratif dan ini berarti

bahwa 82,4% kalimat yang digunakan ialah kalimat deklaratif dan kalimat

deklaratif ini ialah kalimat kompleks.

Page 426: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

426

Bentuk imperatif yang digunakan berjumlah 28 (3,7%), dan yang paling

dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna ajakan terhadap mitra tuturnya

untuk melakukan sesuatu. Bentuk interogatif yang digunakan berjumlah 69

(8,9%), dan yang harus diperhatikan ialah bentuk dan fungsi interogatif tidak

sama. Kalimat berbentuk interogatif tidak selalu berfungsi bertanya tetapi dapat

berfungsi lain, misalnya menunjukkan kekurangan orang lain. Misalnya

pertanyaan “Apakah pernah BULOG membeli gabah dari petani?” Pertanyaan

yang diucapkan oleh P9 itu difungsikan untuk menunjukkan bahwa pemerintah

tidak pernah berusaha membantu rakyat petani. Bentuk eksklamatif yang

digunakan 6 (0,7%) dan bentuk inversi 33 (4,3%). Bentuk inversi dapat juga

digunakan sebagai alat mengancam muka mitra tutur. Seperti sudah disebutkan di

atas, bentuk deklaratif mengambil porsi terbanyak karena politisi tersebut

memang ingin memberikan informasi yang meliputi informasi tentang kegiatan-

kegiatan yang mereka lakukan baik oleh mereka sendiri atau oleh partainya atau

kelompok lain, informasi siapa yang melakukan kegiatan-kegiatan tersebut,

bagaimana kegiatan itu dilakukan, dimana dan jumlahnya berapa. Apabila kalimat

deklaratif yang berjumlah 631 dipecah lagi menjadi klausa, jumlah klausa yang

diperoleh berjumlah 967. Klausa-klausa tersebut menggunakan predikasi yang

pengisinya berbeda-beda sesuai dengan tujuannya. Dari jumlah itu 383 (39,6%)

menggunakan verba aktif, 153 (15,8%) menggunakan verba pasif, 156 (16,1%)

menggunakan nomina, 156 (16,1%) menggunakan adjektiva, 5 (0,5%)

menggunakan numeral dan 14 (1,4%) menggunakan frasa preposisional. Verba

aktif biasanya digunakan apabila subyek kalimat ingin ditonjolkan.

Page 427: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

427

Oleh karena penggunaan verba aktif mempunyai frekuensi tertinggi, prefiks

yang paling banyak digunakan ialah prefiks meng- meskipun makna aktif itu juga

dapat direalisasikan dengan penggunaan bentuk dasar baik bentuk dasar yang

baku maupun tidak baku. Meskipun kalimat-kalimat yang diucapkan oleh para

politisi itu dapat dimengerti, tetapi karena kalimat-kalimat mereka itu ialah

kalimat-kalimat spontan, banyak kalimat yang tidak memenuhi kaidah gramatikal.

Hal ini sudah dikatakan oleh Wahyu (www@t_wahyu,staff.gunadarma.ac.id). Dia

mengatakan bahwa dalam bahasa lisan unsur gramatikal tidak dinyatakan dengan

lengkap dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. Tinggi rendah suara atau

intonasi juga dapat digunakan oleh menunjukkan bentuk kalimat dan

menunjukkan perasaan. Bahasa lisan seperti yang dikatakan oleh Wahyu adalah

bahasa yang juga digunakan dalam talk show.

Berdasarkan analisis bahasa yang digunakan oleh politisi, simpulan yang

dapat dikemukakan ialah

1) Fitur prosodik digunakan oleh politisi untuk menyampaikan bagian

kalimat yang penting dengan memberi tekanan untuk bagian-bagian

kalimat yang dianggapnya penting, menandai pergantian pembicara,

menyampaikan fungsi ujaran apakah bertanya, meminta konfirmasi,

mengejek, atau menuduh. Mengejek merupakan pelanggaran maksim

penerimaan sedangkan menuduh merupakan pelanggaran maksim

kebijaksanaan.

2) Ciri-ciri satuan verbal dalam tataran morfologis yang menunjukkan

banyaknya pelanggaran terhadap kaidah bahasa baku menunjukkan

Page 428: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

428

keinginan para politisi itu untuk menggunakan waktu yang tersedia

seefektif dan seefisien mungkin sehingga mereka cenderung menggunakan

bahasa yang tidak baku atau penghilangan afiksasi. Dengan berbicara

secara efektif dan efisien, pembicara akan menghemat waktu dan memberi

kesempatan pada pembicara yang lain untuk berbicara. Ini aalah aplikasi

maksim penerimaan, maksim yang mengharuskan pembicara menghargai

pembicara lain.

3) Alasan mengapa para politisi itu menyukai penggunaan kalimat deklaratif

ialah (1) karena dalam talk show atau kesempatan berbicara di hadapan

publik lainnya, tugas para politisi ialah untuk memberi informasi pada

masyarakat tentang apa saja yang mereka kerjakan dan pikirkan. Yang

jelas informasi tersebut harus menguntungkan bagi diri dan partainya, dan

(2) penggunaan kalimat deklaratif lebih mudah dimengerti dan ini harus

digunakan mengingat pemirsa mereka datang dari berbagai kalangan.

Mengurangi beban bagi mitra tutur ialah merupakan salah satu strategi

kesantunan.

4) Alasan mengapa para politisi itu banyak menggunakan kalimat kompleks

ialah keinginan untuk mendapat kesempatan berbicara semaksimal

mungkin membuat mereka menggunakan struktur kalimat kompleks yang

cenderung panjang sehingga sulit disela oleh partisipan lain atau pembawa

acara. Cara ini mengarah pada adanya dominasi dan ini ialah pelanggaran

kesantunan karena tidak menghargai keberadaan partisipan lain yang juga

memiliki hak bicara.

Page 429: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

429

5) Kalimat imperatif yang banyak digunakan ialah kalimat imperatif yang

merupakan perintah biasa, perintah halus, ajakan dan larangan. Dalam

penggunaannya, pembicara menggunakan –lah, “mari”, “silahkan”, dan

“tolong”. Semua kata penghalus itu merupakan aplikasi maksim

penerimaan karena si pembicara menghormati mitra tuturnya.

6) Verba aktif yang mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi

itu menunjukkan bahwa bagi mereka siapa yang melakukan apa penting

artinya. Apabila yang disebut ialah hal-hal yang menguntungkan mitra

tutur, pembicara berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Akan

tetapi, apabila yang disebut ialah hal-hal yang merugikan mitra tutur,

pembicara melanggar maksim kebijaksanaan.

Page 430: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

430

BAB VI

FAKTOR-FAKTOR DAN IDEOLOGI YANG TERSIRAT DALAM

PELANGGARAN DAN KETAATAN PADA KESANTUNAN BERBAHASA

6.1. Pendahuluan

Kress (1985:29) mendefinisikan ideologi sebagai bentuk-bentuk

pengetahuan dan hubungannya dengan struktur masyarakat, konflik yang terjadi

di masyarakat dan apa yang disukai di masyarakat, cara produksi dan struktur

ekonomi, dan hubungannya dengan bentuk-bentuk pengetahuan dalam praktik-

praktik sosial yang praktis; ideologi menaruh perhatian yang sama, baik pada

bentuk pengetahuan yang dominan maupun bentuk pengetahuan yang

bertentangan di masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa cara terbaik untuk

mengamati ideologi adalah bahasa karena bahasa adalah salah satu interaksi sosial

di masyarakat. Hubungan antara bahasa dan ideologi dapat terjadi di berbagai

level bahasa seperti pada level kata, tata bahasa, dan kalimat. Bahkan, perubahan

bentuk aktif ke pasif, atau sebaliknya, juga membawa pesan tertentu dari

pembicara. Karena setiap kegiatan berbahasa membawa serta ideologi, kategori

atau fitur linguistik tidak pernah berdiri sendiri.

Sehubungan dengan ideologi Thompson (1984:17-18) mengemukakan

beberapa hal yang berikut

1) Ideologi adalah sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktik-praktik simbolik

yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik.

Page 431: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

431

2) Ideologi juga secara mendasar berhubungan dengan proses pembenaran

hubungan kekuasaan yang tidak simetris, berhubungan dengan pembenaran

dominasi.

3) Ideologi bekerja sebagai perekat hubungan sosial yang mengikat anggota

masyarakat secara bersama dengan menetapkan nilai-nilai dan norma-norma

yang disepakati secara kolektif.

Bahasa adalah medium dari tindakan sosial Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa bahasa dan tindakan sosial selalu dilakukan berdasarkan ideologi

tertentu.

Disertasi ini menganalisis ucapan, ungkapan, dan teks. Tradisi hermeneutik

mengatakan bahwa bentuk-bentuk wacana yang dianalisis merupakan tafsir itu

sendiri (Thompson, 1984:24). Analisis diskursif juga dilakukan atas teks yang

menjadi sumber data. Analisis diskursif mempelajari serangkaian ungkapan-

ungkapan, bukan sekadar kejadian yang bersifat sosial dan sejarah, tetapi juga

konstruksi bahasa yang menunjukkan struktur bermakna (Thompson, 1984:26)

6.2 Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran atau Ketaataan terhadap Kesantunan

Berbahasa

Dalam setiap komunikasi pertisipan diharap dapat melakukan komunikasi

dengan santun. Menurut Watts bahasa yang santun adalah bahasa yang tidak

terlalu langsung atau bahasa yang menunjukkan penghargaan atau tenggang rasa

pada orang lain. Akan tetapi, ada juga orang yang menganggap bahwa

penggunaan bahasa santun sebagai perilaku yang munafik, tidak jujur, menjaga

jarak, tidak berperasaan dan sebagainya (Watts, 1992:1-2). Dia juga mengatakan

Page 432: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

432

bahwa santun atau tidaknya suatu perilaku tergantung pada interpretasi perilaku

tersebut dalam interaksi sosial secara keseluruhan. Dalam bahasa Inggris,

kesantunan adalah sesuatu yang eksklusif dan banyak cara untuk

mengonsepkannya. Hal ini disebabkan oleh kesantunan dalam bahasa Inggris

yang makna leksimnya yang terbuka untuk dinegosiasikan oleh penutur bahasa

Inggris (Watts, 1992:8-13).

Pernyataan Watts (1992) di atas menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi

seseorang harus santun dan kesantunan merupakan suatu interaksi sosial sehingga

santun atau tidaknya suatu ujaran tergantung pada nilai-nilai yang berlaku pada

komunitas tempat terjadinya komunikasi. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa kesantunan dilakukan dengan tujuan untuk dapat diterima pada suatu

komunitas bahasa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Watts (1992:27) yang

memfokuskan kesantunan bahwa kelompok sosial harus mengonsepkan

kesantunan karena mereka yang berpartisipasi dalam interaksi komunikasi sosial.

Akan tetapi, ketidaksantunan dapat juga terjadi dan siapa pun yang

melakukan ketidaksantunan itu pasti mempunyai alasan sendiri. Ketidaksantunan

dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi mitra tutur dan sehubungan dengan ini

Brown & Levinson menggagas teori pengancaman muka. Teori ini menyatakan

bahwa muka adalah sesuatu yang harus diperlakukan sebagai keinginan dasar

setiap partisipan untuk dihargai (Brown & Levinson, 1987:67). Sehubungan

dengan pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa alasan seseorang melanggar atau

menaati kesantunan ialah untuk menyerang dan menjaga muka partisipan lain.

Page 433: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

433

Setiap komunikasi seharusnya melibatkan elemen-elemen SPEAKING

(Hymes, 1962) yang dilandasi oleh skala kesantunan seperti yang dikemukakan

oleh Brown & Levinson (1978). Akan tetapi, karena adanya berbagai

kepentingan, semua skala kesantunan dan parameter kesantunan diabaikan.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, ada beberapa faktor yang menyebabkan

para politisi itu melanggar atau menjaga kesantunan dalam berbicara. Faktor-

faktor penyebab pelanggaran kesantunan itu akan diuraikan pada bagian berikut.

6.2.1 Faktor-faktor penyebab pelanggaran kesantunan

Setiap partisipan dalam suatu komunikasi ingin menjaga muka masing-

masing, baik muka negatif maupun muka positif. Oleh karena itu sangat

diharapkan agar setiap partisipan menggunakan bahasa yang santun satu sama

lain. Akan tetapi, pada kenyataannya sering kali kesantunan dilanggar untuk

mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian, politisi Indonesia dapat dikategorikan politisi

santun. Akan tetapi, ada kecenderungan mereka melanggar maksim kesantunan.

Urutan menurut besarnya persentase pelanggaran adalah, maksim kebijaksanaan

(25%), maksim penerimaan (18,1%) dan maksim cara (17%). Pelanggaran

terhadap maksim kesantunan lain dilakukan dalam persentase kecil (lihat Tabel

9.5). Berdasarkan pelanggaran di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang

medorong pelanggaran kaidah-kaidah kesantunan adalah sebagai berikut.

3) Keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan).

Page 434: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

434

4) Keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur (pelanggaran

maksim penerimaan dan maksim cara)

6.2.1.1 Keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur.

Dalam dunia politik, persaingan untuk memperoleh dukungan masyarakat

sangat ditentukan oleh seberapa besar simpati para calon pemilih terhadap partai

tertentu. Ketidaksimpatian para calon pemilih terhadap partai tertentu dapat

merugikan partai tersebut. Simpati dapat diberikan berdasarkan berbagai macam

hal misalnya karena partai tersebut dianggap memiliki anggota yang dapat

memperbaiki kehidupan masyarakat atau mungkin juga karena masyarakat

menganggap bahwa suatu partai ditekan oleh penguasa sehingga mereka

bersimpati terhadap partai ini dan hal ini sangat menguntungkan partai tersebut.

Untuk merebut simpati masyarakat dan menguntungkan partainya, anggota partai

yang mendapat kesempatan berbicara di hadapan publik akan menjadi agen

penyebar informasi yang dapat memaksimalkan rasa keuntungan terhadap

partainya dan memaksimalkan kerugian terhadap mitra tuturnya.

Misalnya:

108. Jadi, saya kira, jadi Gayusnya itu juga memang setengah gila ya saya kira ya. Artinya...

ya, setengah gila dalam arti e.. dalam arti dia melakukan sebuah kejahatan yang sesungguhnya amat sangat dahsyat ya. tapi kan tenang ya. Kemudian tidak ada rasa menyesalnya. Saya yakin karena dia tahu networking dibelakang dia itu cukup kuat ya. Saya tidak mendahului takdir ya, tapi adik-adik mahasiswa, saya mudah-mudahan keliru ya... tapi percayalah Gayus inipun nanti akan mentok ya, tidak pernah akan selesai. Negeri ini... (P1-2)

Page 435: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

435

109. Memang sekarang jarang yang berbicara soal ideologi ya... PDI Perjuangan, Pancasila 1 Juli ideologinya dan kami adalah..yang

paling penting adalah berdaulat di bidang politik, dan berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang budaya. Jadi tadi Pak P6 mengatakan grassroot-nya. Udah ada desakan kan gitu? Sikap PDI Perjuangan tidak tergantung partai lain dan tidak tergantung pada pemerintah. Kita parameternya, seperti yang tadi saya katakan memilih berkoalisi dengan rakyat dan parameternya ideologi. Kalau pemerintah SBY mengambil langkah-langkah misalnya menolak impor beras. Kita pasti dukung. Gak usah pun kita di dalam koalisi, kita pasti dukung. Kalau pemerintah pak SBY ini katakanlah berani tegas bagaimana menghadapi Malaysia yang sering masuk ke wilayah kita dan mengganggu nelayan kita. Kita akan dukung. (P9-7)

Pada contoh (108) P1 menggunakan kata-kata setengah gila untuk Gayus

karena menurut anggapannya Gayus adalah penjahat besar tetapi tetap tenang

karena dia merasa memiliki pelindung. Dengan mengungkapkan ketidakwarasan

Gayus yang mampu melakukan kejahatan yang menurut P1 sangat hebat, P1 ingin

membuat masyarakat merasa antipati terhadap Gayus dan juga merasa antipati

pada siapa pun yang melindungi Gayus. Masyarakat diharapkan tahu siapa atau

partai apa yang melindungi Gayus sehingga nanti pada saat pemilihan umum tidak

memberikan suara pada individu atau partai pelindung Gayus tersebut. Yang jelas,

pelindung Gayus bukan partai P1. Dengan demikian usaha untuk menimbulkan

rasa antipati yang dilakukan melalui pilihan kata yang tidak santun, “setengah

gila”, tidak hanya ditujukan pada Gayus, tetapi juga pada semua pihak yang

melindungi Gayus.

Dalam contoh (109), P9 mengatakan bahwa meskipun tidak dalam koalisi,

partainya akan mendukung SBY apabila kebijakan SBY berpihak pada rakyat.

Dalam ucapannya tersirat bahwa partai P9 menjadi partai oposisi karena SBY

tidak berpihak pada rakyat. Penyataannya meningkatkan rasa antipati rakyat pada

Page 436: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

436

Partai Demokrat yang sekarang sedang berkuasa yang nantinya dapat berdampak

menurunnya perolehan suara Partai Demokrat dan meningkatnya perolehan suara

partai tempat bernaungnya P9.

Berikut ini adalah contoh ujaran yang dapat menimbulkan rasa tidak hormat

pada mitra tutur, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pada mitra tutur

tertsebut

Pemilihan umum yang dilakukan baik untuk kepala negara, kepala daerah

maupun anggota legislatif membuat para calon terpilih berusaha untuk tampil

dengan tingkat kehormatan yang tinggi karena ada kelompok tertentu yang

cenderung memilih calon yang mereka hormati. Karena rasa hormat terhadap

seseorang memegang peranan penting, dalam dunia politik sudah sering terjadi

bahwa seseorang mengatakan sesuatu yang dapat menjatuhkan kehormatan lawan

politiknya. Usaha menjatuhkan lawan politik dapat dilakukan dengan cara

mengungkapkan kelemahan, ketidakmampuan dan kesalahan lawan politiknya.

Misalnya:

110. Jadi sebetulnya gini, kegaduhan ini karena ketidakmampuan Demokrat sebagai partai yang berkuasa mengelola perbedaan pendapat di DPR dan kesalahan itu ditimpakan pada partai-partai yang menolak diajak untuk berkongsi untuk diajak melakukan suatu yang tidak benar misalnya menutup-nutupi kejahatan pajak. (P6-4)

111. Ini..ini yang terakhir ini menarik. Kata Pak P7, kita A teman-teman

koalisi Z. Dia bingung kan? Dalam kasus angket itu terbalik. Partai Demokrat sudah Z, menginisiasi usul angket mafia pajak lalu kita ikut A, B, C, D sudah sampai F. Dari Z itu kembali ke A. Nah kita yang bingung. (P8-6)

Dalam contoh (110), P6 mengungkapkan ketidakmampuan Partai Demokrat

mengelola perbedaan pendapat di DPR. Kalimat itu juga menyiratkan kelemahan

Page 437: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

437

Partai Demokrat. Ketidakmampuan dan kelemahan Partai Demokrat itulah yang

merupakan kesalahan besar sehingga koalisi tidak terkelola dengan baik dan pada

akhirnya menimbulkan kekacauan, Dalam contoh (111), P8 mengatakan bahwa

Partai Demokrat adalah partai yang tidak konsisten. Ucapan-ucapan P6 dan P8

merupakan pengungkapan bahwa Partai Demokrat yang pada saat ini berkuasa

bukanlah partai yang mampu menyikapi perbedaan sementara Indonesia adalah

negara yang mempunyai masyarakat majemuk. Masyarakat yang mendengar

pernyataan itu akan menjadi ragu-ragu apakah akan memilih Partai Demokrat

yang memiliki banyak kelemahan itu untuk kembali berkuasa. Dengan

mengetahui kelemahan dan ketidakmampuan Partai Demokrat, ada kemungkinan

bahwa pemilih yang dulu memilih Partai Demokrat akan berkurang rasa

hormatnya dan berpaling ke partai lain. Berdasarkan pembahasan di atas dapat

dikatakan bahwa ketidaksantunan yang dilakukan oleh P6 dan P8, karena sudah

mengungkapkan sisi negatif orang lain, merupakan usaha untuk menurunkan

tingkat kehormatan orang tersebut

Salah satu perilaku manusia yang banyak dijumpai ialah kecenderungan

untuk membebaskan diri dari beban dengan cara memberikan beban itu pada

orang lain. Upaya ini dapat memaksimalkan kerugian pada mitra tutur. Hal yang

sama juga terjadi pada dunia politik. Seseorang tidak segan-segan memberikan

beban yang harus ikut ditanggungnya pada orang lain dengan harapan apabila

terjadi kesalahan, beban itu tidak ikut ditanggungnya. Sikap ini tercermin pada

contoh-contoh berikut.

112. Aa..masalah yang disampaikan Pak SBY. Masalah...evaluasi itu menurut saya itu hal yang wajar-wajar saja. Ya...disampaikan oleh seorang

Page 438: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

438

pimpinan pada...koalisi. karena apa? Menejemen apapun baik di perusahaan,diorganiasi, apalagi menejemen koalisi yang menentukan baik buruknya nasib bangsa ini. Ya harus ada evaluasi. Itu hal yang wajar. Siapa yang kena, lah kan itu urusan Pak SBY. Kami dari fraksi Partai Demokrat kalau diminta masukan, Insyaallah..kita buat masukan yang terukur. Karena apa? Tadi seperti kata Pak P6 itu kok seolah-olah ada apa ini?, masalah angket?...Tidak ada kaitannya dengan masalah angket...century dan masalah... angket yang kemaren. Karena sudah ...(P7-2)

113. Tadi saya sudah sampaikan ya. Bagi PKS mau resuffle 1,2,4,9 menteri

itu bukan persoalan yang prinsipil kok..ya...Dan opsi-opsi yang yang disampaikan...[ehem] apa namanya narasumber tadi. Apakah opsi1, opsi 2, opsi 3, kalau itu diambil oleh presiden. Apakah besok lusa atau kapan begitu ya..mudah-mudahan gak sampai tahun depan [narasumber lain tertawa] tetapi kalau akar masalah kisruh beda pendapat koalisi ini tidak bisa diidentifikasi dan dicarikan solusi yang tepat. Ini akan selalu muncul..akan selalu muncul dan kalau kita ingat munculnya ini dimana? Munculnya ini bukan di eksekutif lo...Munculnya ini bukan di kabinet. Tapi munculnya itu di DPR, di parlemen. Nah, sekarang siapa koordinator koalisi di parlemen, di DPR? Partai Demokrat. (P8-10)

Contoh (112) dan (113) menunjukkan adanya keinginan seseorang untuk

membebaskan diri dari beban dan melepaskan diri dari tanggung jawab.

Perbedaannya adalah pada contoh (112) seseorang memberikan bebannya pada

orang lain yang berasal dari satu partai, sedangkan contoh (113) menunjukkan

pemberian beban dilakukan oleh seseorang pada orang lain dari partai yang

berbeda. Contoh (116) mengungkapkan bahwa P7 mengatakan bahwa SBY- lah

yang sepenuhnya bertanggung jawab untuk mengatakan siapa yang dianggap

meyimpang dari kesepakatan koalisi sedangkan meskipun dirinya berada dalam

satu partai dengan SBY, dia tidak ikut bertanggung jawab. Dalam contoh (113) P8

mengatakan bahwa satunya-satunya yang harus bertanggung jawab atas

kekisruhan di DPR adalah Partai Demokrat, bukan partainya meskipun partainya

ikut dalam koalisi.

Page 439: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

439

Memaksakan kehendak pada orang lain atau tidak memberikan pilihan pada

orang lain adalah salah satu pelanggaran kesantunan (Brown & Levinson,

1978:77). Pelanggaran kesantunan dengan menggunakan cara ini juga digunakan

oleh para politisi untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling benar

sehingga partisipan yang lain wajib menyetujui apa yang dikatakan.Apabila usaha

itu berhasil dia lakukan, mitra tuturnya akan mengalami kerugian. Contoh berikut

akan memberi ilustrasi tentang adanya pemaksaan kehendak yang merugikan

mitra tutur, yang dilakukan oleh para politisi.

114. Oh nggak ada. Saya ingin sampaikan dulu gini, saya ingin sampaikan ke Mas P11, soal soal kekritisan ya, saya katakan bahwa kekritisan itu udah menjadi apa…, menjadi bagian inheren dari anggota DPR. Anggota DPR memang harus kritis, sama dengan mahasiswa, kalau mahasiswa tidak kritis itu kan bukan mahasiswa namanya, bahkan kalau mahasiswa nggak pernah demo, itu kan bukan mahasiswa… .(P10-9)

115. Ya, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada Pak Yusuf Supendi yang juga salah seorang pendiri Partai keadilan, saya menilai apa yang dilakukan atau yang dialami Pak Yusuf Supendi itu berlebihan dan ada kesan mendramatisasi persoalan yang dihadapi, contohnya ketika kemudian ia menyampaikan permasalahan ini ke badan kehormatan DPR lalu kemudian ke KPK, lalu dia datang ke LPSK, katanya bahwa rumahnya itu digambar dengan cat merah ya, dan apa, ada lambang cross, yang kemudian dia melaporkan ke LPSK untuk mendapatkan perlindungan, kita nggak tahu siapa yang menggambar lambang itu di rumahnya, ya kan? (P12-1)

Pada contoh (114), P10 menyampaikan bahwa kalau mau disebut mahasiswa,

harus pernah demo, kalau tidak pernah bukan mahasiswa namanya.

Pernyataannya terkesan memaksa dan hal ini melanggar kesantunan karena

tersirat bahwa mahasiswa yang ada sekarang, yang tidak pernah demo, tidak layak

menyandang status mahasiswa. Pernyataan yang tidak santun ini bertujuan untuk

Page 440: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

440

mendapatkan simpati dari mahasiswa meskipun hasilnya diragukan karena masih

banyak mahasiswa yang tidak suka demo, apalagi demo yang anarkis.

Pada contoh (115), P12 menggunakan bentuk tanya “ya, kan?” pada akhir

ucapannya. Dengan intonasi meninggi P12 tidak memberi peluang pada partisipan

lain untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka. Hal ini juga melanggar

kesantunan karena pernyataannya berisi tuduhan yang harus disetujui.

6.2.1.2 Keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur.

Richard & Schmidt (1984:141 menyatakan bahwa distribusi kesempatan

bicara di antara partisipan tidak acak tetapi diatur oleh norma pola acak (turn

taking), yaitu konvensi yang menentukan siapa yang berbicara, kapan dan berapa

lama. Dalam suatu tayangan seperti talk show “Today’s Dialogue”, penggunaan

waktu bicara diatur oleh pembawa acara. Akan tetapi, beberapa politisi menolak

untuk berhenti berbicara meskipun pembicara lain atau pembawa acara sudah

mencoba memotongnya. Sikap ini tidak santun karena menunjukkan perilaku mau

menang sendiri. Tujuan mendominasi ialah untuk memberikan kesempatan pada

dirinya sendiri untuk berbicara dan mengambil kesempatan orang lain sehingga

orang lain tidak sempat berbicara atau mengemukakan pendapatnya. Dengan

demikian, informasi hanya berasal dari satu orang saja, sementara di sana ada

beberapa orang yang ingin berbicara, yang ingin juga menyampaikan pendapat.

Situasi ini tentu sangat merugikan partisipan yang lain. Contoh usaha

mendominasi yang pada akhirnya merugikan mitra tutur adalah sebagai berikut.

Page 441: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

441

116. Politisi 6 – Data 11 (P6-11) Jadi, sebetulnya gini, kegaduhan ini karena ketidakmampuan demokrat sebagai partai yang berkuasa mengelola perbedaan pendapat di DPR dan kesalahan itu ditimpahkan pada partai-partai yang menolak diajak untuk berkongsi untuk diajak melakukan suatu yang tidak benar misalnya menutupi-nutupi kejahatan pajak. (P6-11)

Pembawa acara Baik. Kalau begitu beralih ke... .

Politisi 6 – Data 12 (P6-12) Tapi, bagi kami dibawah sebagai kader partai Golkar gak ada masalah mau terus silahkan mau enggak juga tidak ada masalah. (P6-12)

117.Yang tadi saya katakan itu 74% itu koalisi yang mendukung SBY-Boediono itu dari parlemen. Tapi begitu banyak agenda soal Century, soal berbagai hal itu kalah dalam pemilihan. Makanya PDI Perjuangan itu mesti ada benchmark, mesti ada ukuran dalam memilih pilihan-pilihan politik itu ditengah politik transaksional yang sekarang dagang sapi. Kita tadi disampaikan pak P7 kita ditawarkan untuk bergabung. Kita tunjukkan bahwa kita tidak berorientasi pada kekuasaan. Kita tunjukkan kita lebih memilih bersama dengan rakyat dan itu tidak basa-basi kita tunjukkan (P9-10)

Pembawa acara

Baik, baik...Mas narasumber... . Politisi 9-11

Dan tentunya PDI Perjuangan tidak berkecil tidak menjadi oposisi seumur hidup. Kita ingin menjadi pemerintah pada waktunya dengan memenangkan pemilu. Itu ada waktunya nanti. (P9-11)

Pada contoh (116) dan (117) di atas dapat dilihat bahwa P6 dan P9 sama-

sama tidak berhenti berbicara meskipun sudah disela oleh pembawa acara yang

menginginkan narasumber lain untuk urun pendapat. Pada contoh (116), P6

mendominasi komunikasi untuk dapat menyampaikan bahwa tidak menjadi

masalah apabila Golkar dipecat dari koalisi atau dipertahankan. P6 mengatakan

hal ini untuk menunjukkan bahwa partainya bukan partai yang bergantung pada

Page 442: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

442

partai penguasa. Sementara itu, P9 mendominasi tidak hanya untuk dapat

menyelesaikan pernyataannya bahwa partainya tidak mempunyai masalah apabila

selamanya menjadi partai oposisi, tetapi dia juga menyatakan bahwa dia ingin

partainya menjadi partai yang berkuasa seperti Partai Demokrat.

Ujaran yang meminimalkan penghargaan terhadap lawan tutur dapat berupa

usaha untuk memamerkan kelebihan diri, mengganggap diri lebih baik dari

partisipan lain.

Brown & Levinson (1978:66) menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai

muka untuk dilindungi dan orang yang diajak berbicara harus mengenali muka itu

agar tidak melakukan pelanggaran kesantunan. Salah satu cara untuk menjaga

muka mitra tutur ialah tidak menunjukkan sifat pamer. Sifat suka pamer dapat

dilakukan dengan cara memamerkan kelebihan diri, misalnya menunjukkan

bahwa dia lebih pandai, lebih kuat dari yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara menggunakan bahasa asing dalam komunikasi yang dilakukannya atau

menyatakan sesuatu yang menurut anggapannya dapat membuat dirinya terlihat

kuat. Akan tetapi, harus disadari bahwa alih kode yang membuat mitra tutur tidak

mengerti bukan merupakan sikap yang santun atau sikap yang cenderung

meremehkan orang lain dan juga bukan merupakan sikap santun. Meskipun

demikian, alih kode tetap dilakukan untuk memamerkan keintelektualan diri

dengan harapan orang akan mengagumi dirinya dan menjadikan dirinya sebagai

orang yang lebih terpilih dibandingkan mitra tutur yang tidak mampu

menunjukkan keintelektualan. Contoh ujaran yang menunjukkan adanya

keinginan menunjukkan kelebihan diri adalah sebagai berikut.

Page 443: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

443

118. Saya kira sikap PKS tetap ya, selama wata’awanu a’lal birri wa taqwa kita jalan terus. Selama koalisi itu dalam rangka a’lal birri wa taqwa jalan terus. Tapi ketika koalisi ini mengarah pada al istm al udwan partai saya pasti akan melakukan koreksi. (P2-9)

119. Ya, kami santai saja. Artinya kami menanggapi... apa. Kita dalam posisi

yang ‘wait and see” karena itu belum final. Artinya Presiden hanya memberikan warning. Tinggal pertanyaannya sekarang, Presiden menyinggung soal 11 butir kesepakatan yang diduga dilanggar oleh partai tertentu, kan begitu? (P6-1)

Dalam contoh (118), P2 menggunakan alih kode dari bahasa Indonesia ke

dalam bahasa Arab tanpa menyertakan terjemahannya. Mengingat bahwa tidak

semua pendengar mengerti bahasa Arab, alih kode itu merupakan ketidaksantunan

karena menimbulkan ketidakmengertian bagi para pendengar yang tidak mengerti

maknanya. Meskipun perilaku tersebut merupakan pelanggaran, alih kode tersebut

tetap dilakukan untuk menunjukkan bahwa dia adalah orang yang pandai

berbahasa Arab sehingga dia berharap dapat menarik simpati kaum muslim yang

merupakan kaum mayoritas di negeri ini. Dengan memiliki kelebihan ini, dia

berharap dia atau partainya akan menjadi yang terpilih.

Dalam contoh (119) P6 menanggapi peringatan presiden dengan santai.

Melalui ucapannya dia ingin menunjukkan bahwa presiden tidak akan dapat

melakukan apa-apa terhadap partainya karena partainya adalah salah satu dari

partai terkuat di Indonesia. Sadar akan kekuatan partainya P6 merasa tidak perlu

menanggapi peringatan presiden. Pernyataan meremehkan yang menggunakan

kata “santai” yang secara langsung diucapkan, tentu merupakan sikap yang

melanggar kesantunan karena meremehkan ucapan seorang kepala negara, orang

yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari seorang anggota DPR.

Page 444: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

444

6.2.2 Faktor--faktor penyebab penjagaan kesantunan

Pada awal bab ini sudah disampaikan skala kesantunan yang dikemukakan

oleh Brown & Levinson (1978) dan Scolon (1995). Brown & Levinson (1978)

mengajukan tiga skala kesantunan tuturan yaitu skala peringkat sosial antara

penutur dan mitra tutur, skala peringkat status sosial antara penutur, dan mitra

tutur, dan skala peringkat tindak tutur. Sementara itu, pola-pola skala kesantunan

dari Scolon (1995:44) adalah sistem kesantunan berdasarkan penghormatan,

sistem kesantunan berdasarkan solidaritas, dan sistem kesantunan yang

berdasarkan hirarki. Pada dasarnya kedua skala kesantunan itu mempunyai prinsip

yang sama, yaitu kesantunan diaplikasikan berdasarkan kekuasaan, solidaritas dan

jarak sosial.

Dari pembicaraan terdahulu dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek

penelitian ini adalah bahasa yang diucapkan oleh para politisi dalam tayangan talk

show ‘Today’s Dialogue”. Karena mereka semua adalah politisi dalam tayangan

sama, seharusnya mereka dapat saling menjaga muka dengan saling menggunakan

bahasa yang santun. Akan tetapi, berdasarkan data yang diperoleh, para politisi itu

saling menyerang satu sama lain untuk mendapatkan simpati masyarakat. Di

samping ada faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran kesantunan, ada pula

faktor-faktor yang menyebabkan adanya penjagaan kesantunan, seperti yang akan

dipaparkan di bawah ini.

Berdasarkan analisis tentang kesantunan bahasa politisi, dapat dinyatakan

bahwa politisi Indonesia adalah politisi santun. Kesantunan bahasa politisi

meningkat karena mereka cenderung mengaplikasikan maksim kesantunan.

Page 445: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

445

Urutan besarnya persentase pelanggaran maksim kesantunan adalah, maksim

kuantitas (27,6%), maksim relevansi (26,0%), dan maksim cara (19,4%). Aplikasi

maksim kesantunan itu didorong oleh faktor-faktor seperti berikut.

5) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas).

6) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi maksim

kuantitas dan maksim cara)

7) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur (aplikasi

maksim relevansi).

8) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim cara)

Bagaimana kesantunan diaplikasikan oleh para politisi dapat dilihat pada contoh

berikut ini.

120. Maka... makanya sekarang diperlukan ya diperlukan sebuah tim yang memang betul-betul bersih dan berani ya. Jadi sekarang ini menurut saya kon... disini letak dilemanya. Saya kira antar pentolan pentolan hukum itu, maaf ya, bukan semuanya, tentu masih ada yang bagus, ada yang sangat apa bermoral, sangat bertanggungjawab, tapi dari sebagian mereka itu memang sudah sudah rusak sejak niatnya semula, Mbak. Jadi kan niatnya sudah rusak ya, maka ketika mendapatkan jabatan itu, yang terjadi adalah use misuse of power atau abuse of power ya. Sehingga muncul skandal yang seperti terjadi sekarang ini, dan yang justru kita kembangkan mungkin media masa ya, bisa meng counter kata-kata kalau bank Century dikejar sampai ke ujung, kemudian e... Gayus di apa kejar terus sampai ke akarnya, itu justru dibalik itulah penyembuhan sejati dari e.. bangsa yang menderita korupsi selama ini. Tapi kalau ikuti, kita ikuti lakukan mereka itu hanya untuk nakut-nakuti saja. (P1-5)

121. Saya harus kembali pada konstitusi. Konstitusi kita meniscayakan

adanya distribusi kekuasaan. Kalau kita menyalahkan apa yang terjadi ini hanya pada eksekutif saja, menurut saya sangat tidak fair dan sangat tidak adil. Makanya kita sebagai ketua-ketua lembaga Negara bersepakat untuk selalu berkomunikasi, bersinergi, bagaimana masing-masing institusi kita bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa kita ini. Artinya ada kekurangan-kekurangan diantara lembaga ini sangat berpengaruh

Page 446: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

446

terhadap perjalanan bangsa. Kita tidak bisa hanya menyalahkan dari sisi eksekutif apabila tidak mendapat dukungan daripada legislatif, dan juga apabila tidak mendapat dukungan daripada yudikatif. Kita harus bicara komperehensif, kita bicara negara Republik Indonesia. Kita tidak bicara hanya bicara eksekutif saja. (P3-1)

Dalam contoh (120), P1 menggunakan kata sapaan “Mbak” untuk menyapa

pembawa acara yang usianya masih muda. Dalam budaya Jawa, tempat asal P1,

“Mbak” adalah sapaan santun untuk wanita yang lebih muda meskipun di daerah

lain “Mbak” mungkin diartikan “kakak perempuan”. Penggunaan kata sapaan ini

menunjukkan bahwa penggunanya adalah seseorang yang menghargai wanita

meskipun usianya lebih muda.

Dalam contoh (121) P3 menggunakan pronomina “kita” untuk menunjukkan

rasa solidaritasnya pada ketua lembaga negara yang lain yang posisinya tidak

setinggi dirinya. Dia menempatkan dirinya satu kelompok dengan mereka,

meskipun di balik kesantunannya mengaplikasikan solidaritas tersirat usaha untuk

menunjukkan pada orang banyak bahwa kesalahan partainya adalah kesalahan

mereka juga.

Berdasarkan contoh (120) dan (121) dapat dinyatakan bahwa penggunaan

kata sapaan yang bernuansa budaya dan penggunaan pronomina inklusif “kita”

untuk mengaplikasikan kesantunan adalah suatu cara untuk menarik simpati

masyarakat.

Faktor lain yang mendorong aplikasi kesantunan adalah memaksimalkan

keuntungan pada mitra tutur dan membagi beban dengan mitra tutur.

Misalnya:

Page 447: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

447

122. Kita juga tidak merasa begitu, jadi tidak sama sekali...bahwa kemudian kami mengatakan bahwa ada partai-partai politik tertentu yang melakukan operasi ini, tidak (P12)

123. Kalau kita menyalahkan apa yang terjadi ini hanya kepada eksekutif

saja, menurut saya sangat tidak fair dan sangat tidak adil. Makanya kita sebagai ketua lembaga-lembaga negara bersepakat untuk selalu berkomunikasi, bersinergi, bagaimana masing-masing institusi kita bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan b angsa kita ini (P3)

Ujaran 122 di atas diucapkan oleh P12 yang merupakan anggota PKS. Pada

saat dia didesak untuk mengakui bahwa partai Demokrat adalah partai yang

melakukan operasi politik terhadap partai lain, dia mengatakan tidak. Jawaban ini

tentunya menguntungkan partai Demokrat.

Ujaran 123 di atas diucapkan oleh P3 yang tidak setuju apabila semua

masalah dibebankan hanya pada eksekutif saja. Dia bersedia ikut serta

menanggung beban itu bahkan mengajak lembaga-lembaga yang lain untuk

bekerja sama.

Berdasarkan paparan tentang faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran

dan penjagaan kesantunan dapat disimpulkan bahwa apa pun yang dilakukan oleh

para politisi itu adalah berlatar belakang ideologi, dan pembahasan tentang

ideologi akan disajikan pada bagian berikut.

Temuan pada bagian ini adalah fakta bahwa para politisi itu tidak

mengaplikasikan budaya politik yang berlaku di Indonesia. Terdapat pandangan

yang Anonim menyatakan bahwa budaya politik Indonesia merupakan

(Anonim,www.id.wikipedia.org/wiki/budaya_politik)

1) Hierarki yang tegar/ketat karena ada perbedaan yang tegas antara penguasa

dan orang kebanyakan. Hal ini berimplikasi pada penggunaan bahasa,

Page 448: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

448

bahwa rakyat kebanyakan yang berstatus sosial lebih rendah harus

menggunakan bahasa halus terhadap penguasa yang dianggap berstatus

sosial lebih tinggi.

2) Kecenderungan mencari perlindungan (patronage), yaitu memilih mencari

dukungan dari atas daripada menggali dukungan dari bawah.

3) Kecenderungan mewarisi kebiasaan lama dengan cara baru (neo-

patrimonialistik), yaitu perilaku negara yang masih memperlihatkan tradisi

dan budaya politik yang berkarakter patrimonial meskipun sudah memiliki

atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokrasi.

Simpulan pada bab IV menunjukkan bahwa tingkat ketidaksantunan para

politisi itu meningkat karena menggunakan bahasa yang tidak santun pada

pemerintah bahkan pada presiden. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak

santun dan tidak membutuhkan dukungan dari presiden atau mereka yang bestatus

lebih tinggi. Sementara itu, karakteristik ketiga tidak relevan dengan kondisi para

politisi dalam penelitian ini karena karakteristik itu mengacu pada sistem

ketatanegaraan. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa budaya politik yang

dianut oleh para politisi ialah politik menyerang lawan politik untuk

meningkatkan citra politik mereka di mata masyarakat.

6.3 Ideologi yang Tersirat dalam Bahasa Politisi dalam Tayangan Talk

Show “Today’s Dialogue”

Voloŝinov (1973:9-7) menyatakan bahwa ideologi adalah tanda yang

merepresentasikan sesuatu di luar tanda itu sendiri dan bahasa tidak bisa lepas dari

Page 449: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

449

ideologi . Di antara individu-individu yang membentuk kelompok sosial, ideologi

ini akan muncul karena merupakan medium komunikasi. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa ideologi selalu tersirat dalam semua ujaran yang terucap. Hal

inilah yang menyebabkan Kress (1985:30) mengatakan bahwa cara terbaik untuk

mengamati ideologi ialah melalui bahasa karena ideologi dapat dibaca melalui

item-item linguistik di dalam teks dan ideologi dapat tersirat pada semua level

bahasa.

Thompson (1984:17) menyatakan bahwa ideologi adalah sistem berpikir,

sistem kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan

sosial dan politik. Dia berpendapat bahwa ideologi adalah pemikiran yang secara

mendasar berhubungan dengan proses pembenaran hubungan kekuasaan yang

tidak simetris, berhubungan dengan pembenaran dominasi. Definisi ideologi

Thompson (1984) yang lain menyatakan bahwa ideologi adalah perekat

hubungan sosial yang mengikat anggota masyarakat secara bersama dengan

menetapkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati secara kolektif.

Pendapat Thompson (1984) tersebut diaplikasikan dalam data penelitian ini.

Sumber data yang digunakan untuk penulisan disertasi ini adalah bahasa yang

digunakan oleh sekelompok politisi dalam tayangan talk show “Today’s

Dialogue”. Dari data yang diperoleh tergambar kondisi para politisi yang

menjadi narasumber terbelah menjadi dua. Di satu sisi, ada Partai Demokrat,

Golkar, dan PKS, tiga partai besar yang tergabung dalam koalisi (PPP, PAN, PKB

Page 450: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

450

tidak terwakili) yang merupakan kelompok partai pendukung pemerintah. Di sisi

lain, ada Partai Nasional Demokrat yang merupakan partai baru dan Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan yang berseberangan dengan pemerintah. Kedua

kelompok ini mempunyai ideologi yang sama, yaitu kekuasaan dan solidaritas.

Ideologi utama ini tergambar dari ujaran-ujaran yang diucapkan oleh para politisi

tersebut. Meskipun nampaknya mereka mengutamakan kepentingan rakyat,

mengedepankan hukum atau apapun yang dipahami peserta tutur melalui ujaran

mereka, tujuan akhir mereka adalah mendapat suara dari pemilih dan berkuasa.

Partai Demokrat yang menyadari bahwa tidak mungkin menjadi pemenang

pemilu sebagai single majority mengajak partai-partai lain untuk berkoalisi

dengan harapan parta-partai ini dapat menjadi pendukung Partai Demokrat di

DPR untuk mendapat kekuatan mayoritas. Ajakan SBY untuk berkoalisi atau

bersolidaritas dalam berkuasa agar mendapatkan kekuatan mayoritas ditujukan

untuk mendapat kekuasaan dilandasi kebersamaan dan hal tersebut tergambar

dalam ucapan P7 yang merupakan politisi Partai Demokrat.

Politisi 7 – Data 28 (P7-28)

Aa..bagi kami. Apa yang disampaikan Pak Mahfud tadi. Beliau mengatakan Pak SBY ngajak berkoalisi itu betul. Karena apa? Di negeri ini gak ada yang “single majority”. Pastilah harus bersama-sama dan bahkan bukan ke PKS saja. PDI Perjuangan juga beliau minta kalau bisa bergabung bersama-sama di negeri ini. Karena apa? Beliau katakan... .

Pada data (P7-28) ditemukan adanya kata “berkoalisi”. “Berkoalisi”

mempunyai arti menggabungkan partai-partai politik untuk tujuan tertentu

(Hornby, 1973). Tujuan SBY dan partainya berkoalisi dengan partai lain ialah

untuk memperkuat pemerintahannya dan memperkokoh kekuasaannya. Ucapan

P7 menyiratkan kerendahan hati karena dalam ucapannya ada pengakuan bahwa

Page 451: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

451

pihaknya tidak mungkin mampu mengelola negara ini tanpa didukung oleh partai-

partai lain. Hal ini adalah aplikasi maksim kerendahan hati.

Perlunya kekuatan mayoritas di DPR digambarkan oleh salah seorang politisi

yang berasal dari Partai Nasional Demokrat. Dia mengatakan bahwa kekuatan

mayoritas dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Hal itu dapat dilihat

pada kutipan berikut.

Politisi 4 – Data 4 (P4-4)

Ya saya melihat memang ini eksperimen baru bagi kita, dimana tidak ada satupun partai yang mayoritas. Saya 32 tahun mengalami orde baru dengan Golkar yang sampai 60%. Putusan memang cepat. Di DPR ini, Demokrat 20%, Golkar 14,5; PDI 14, nggak ada satupun, sehingga pengambilan keputusan itu bertele-tele tidak efisien. Pernyataan P4 di atas menunjukkan bahwa negara ini memerlukan kekuasaan

mayoritas seperti zaman Orde Baru dulu agar pengambilan keputusan dapat

berlangsung cepat. Sebaran kekuasaan di DPR seperti disebutkan pada (P4-4)

membuat segala pengambilan keputusan tidak efisien dan dengan alasan untuk

efisiensi inilah Partai Demokrat menggalang koalisi untuk memperkuat dukungan

dan keinginan ini tergambar dari ucapan salah satu politisi yang berasal dari Partai

Demokrat. Pernyataan tentang pengambilan keputusan yang tidak efisien

merupakan pelanggaran maksim kebijaksanaan karena merugikan anggota

parlemen yang sekarang menjabat wakil rakyat itu.

Dalam ucapan-ucapannya, politisi juga menyuarakan keinginan mereka untuk

berpihak pada rakyat, menyejahterakan kehidupan rakyat yang menurut mereka

tidak diperhatikan oleh pemerintah. Keinginan untuk menjadi pembela rakyat

(people defender) itu tersirat dalam kutipan di bawah ini.

Page 452: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

452

Politisi 9 – Data 2 (P9-2)

Apakah setgab pernah.....berbicara dan memperjuangkan supaya aa..harga gabah itu bisa ditingkatkan dan dibeli oleh pemerintah, oleh BULOG? Gak pernah saya dengar apakah pernah bagaimana caranya supaya impor beras itu dilawan dengan cara yang lebih konkret gitu kan? Bagaimana memperbaiki petani-petani kita? Gak pernahh. Jadi ini saya lihat bahwa ini lebih pada bagi-bagi kekuasaan. Jadi...menurut kami rakyat sudah...selesailah kegaduhan ini. Masing-masing partai ini sikapnya...

Melalui kutipan data di atas P9-2 mengatakan bahwa Setgab (Sekretariat

Gabungan ) tidak pernah memperhatikan kepentingan rakyat, tetapi mereka sibuk

membagi-bagi kekuasaan. P9-2 berusaha menunjukkan pada masyarakat bahwa

pemerintah sekarang yang didukung oleh beberapa partai politik yang bergabung

dalam koalisi tidak layak untuk memimpin negara ini karena mengabaikan

kepentingan rakyat. Ucapan ini melanggar maksim kebijaksanaan karena sudah

merugikan kredibilitas pemerintah, dan hal ini juga mengancam muka positif

pemerintah karena apa yang sudah dilakukan tidak dihargai. Contoh lain yang

menyuarakan pembelaan terhadap rakyat adalah kutipan berikut.

Politisi 4 – Data 3 (P4-3)

Saya berharap presiden mengambil langkah-langkah tepat untuk memenuhi harapan-harapan tersembunyi yang ada di hati rakyat yang mungkin tidak muncul (P4-3)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa P4 sangat peduli pada rakyat dan berani

mengimbau agar presiden mau mengambil langkah-langkah tepat. Memberi

nasihat pada seseorang yang secara hierarki lebih tinggi dapat

dikategorikan pelanggaran kesantunan karena menganggap presiden selama ini

tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga mengancam muka positifnya.

Hal ini melanggar maksim kebijaksanaan.

Page 453: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

453

Cara lain untuk mendapatkan simpati rakyat ialah menunjukkan penghargaan

pada diri sendiri (self-esteem). Hal ini dilakukan oleh P9, seperti yang terlihat

pada kutipan berikut.

Politisi 9 – Data 10 (P9-10)

Ya. Begini ya kalau kita tadi mamakai kata narasumber saya setuju sekali. Matematika politik... itu gak bisa karena ilmu politik bukan ilmu pasti. Yang tadi saya katakan itu 74% itu koalisi yang mendukung SBY-Boediono itu dari parlemen. Tapi begitu banyak agenda soal Century, soal berbagai hal itu kalah dalam pemilihan. Makanya PDI Perjuangan itu mesti ada benchmark, mesti ada ukuran dalam memilih pilihan-pilihan politik itu ditengah politik transaksional yang sekarang dagang sapi. Kita tadi disampaikan pak P7 kita ditawarkan untuk bergabung. Kita tunjukkan bahwa kita tidak berorientasi pada kekuasaan. Kita tunjukkan kita lebih memilih bersama dengan rakyat dan itu tidak basa-basi kita tunjukkan.

P9 yang berasal dari PDI-P mengungkapkan keinginannya untuk selalu

bersama rakyat. Hal ini merupakan upaya memuji-muji diri sendiri dan

merupakan cara untuk menarik simpati rakyat. Melalui pujian terhadap dirinya

sendiri, dia mengatakan bahwa tidak ada gunanya bergabung dengan kelompok

besar yang tidak mampu memenangkan pemilihan di DPR sementara dia yang

berasal dari kelompok oposisi yang lebih kecil ternyata dapat memenangkan

pemilihan di DPR. Pernyataan ini melanggar maksim kerendahan hati karena

memaksimalkan penghargaan terhadap diri sendiri. Contoh lain dari usaha memuji

diri sendiri adalah sebagai berikut.

Politisi 6 – Data 20 (P6-20)

Ya, bagi Golkar kalau kita diajak-ajak untuk berkolusi dengan perbuatan jahat pasti kita tolak.

Ucapan P6 menyiratkan bahwa dia dan partainya adalah partai yang baik

yang anti kejahatan. Dia juga menyiratkan adanya partai jahat yang mengajaknya

Page 454: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

454

berbuat kejahatan. Karena dia tidak menyebutkan partai mana yang melakukan

kejahatan, melanggar maksim relevansi.

Pembenaran diri (self-opinionated) juga ideologi yang tersirat dalam ucapan-

ucapan politisi dan pembenaran diri itu dapat dilihat pada contoh berikut.

Politisi 7 – Data 2 (P7-2)

Masalah...evaluasi itu menurut saya itu hal yang wajar-wajar saja.

P7 mengatakan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh SBY adalah hal yang

wajar meskipun Golkar dan PKS menganggap evaluasi itu tidak wajar karena

dilakukan setelah Golkar dan PKS berseberangan dengan Partai Demokrat tentang

masalah hak angket mafia pajak. Pembenaran diri ini merupakan pelanggaran

terhadap maksim penerimaan karena P7 tidak menghargai pendapat pihak lain

yang menganggap evaluasi itu tidak wajar. Dia memaksimalkan penghargaan

terhadap diri sendiri dengan menganggap apa yang dikatakannya benar. Contoh

lain yang menunjukkan usaha memuji diri sendiri adalah sebagai berikut.

Politisi 6 – Data 2 (P6-2)

Ya...sejauh...justru itu kita akan menjelaskan bahwa kami tidak merasa melakukan pelanggaran karena dalam membangun koalisi, yang kami pahami adalah kesepakatannya memperjuangkan cita-cita reformasi, membangun pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas korupsi, kemudian bebas ketergantungan asing. Nah, apakah ketika kami partai koalisi lainnya memperjuangkan Century itu disebut pelanggaran?

Kutipan ucapan P6 di atas menunjukkan bahwa dia tidak mau mengakui kalau

dirinya bersalah karena memperjuangkan Century bukan merupakan pelanggaran.

Ucapannya menyiratkan bahwa pihak yang menyalahkannya adalah pihak yang

tidak mendukung penyelesaian kasus Century. Dia menganggap bahwa Partai

Demokrat yang identik dengan SBY tidak menyetujui dukungannya terhadap

Page 455: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

455

penyelesaian kasus Century. Ucapan ini melanggar maksim kebijaksanaan karena

merugikan SBY dan Partai Demokrat.

Para politisi juga ingin menampilkan citra diri sebagai orang yang taat hukum

atau penegak hukum (law supremacy) seperti terlihat pada kutipan berikut.

Politisi 2 – Data 3 (P2-3)

Ya untuk sampai ke ujung saya kira e.. saya ikut mengomentari yang tadi tadi telah disampaikan Pak P1, justru kalau menurut saya memang ketika kemudian kasus ini tidak dibongkar, inilah yang akan menghancurkan negara. Kar... oh ya, karena semua kita menjadi tidak percaya dengan penegakan hukum. Semua kita menjadi saling mencurigai, semua kita menjadi tidak bisa saling dipercaya omongannya. Terus bangsa mana yang hukumnya dibiarkan menjadi tidak dipercaya kemudian dia bisa bangkit? Negara maju mana yang kemudian membiarkan hukumnya menjadi permainan dan kemudian tidak membawa pada perbaikan? Negara mana yang kemudian bisa tumbuh kuat menjadi sesuatu yang ditakuti, mempunyai hibah pada pada dunia? Mempunyai aura yang kuat ditingkat dunia ketika bahkan antara bangsanya saja tidak saling mempercaya? Tidak ada! Jadi justru kalau kita ingin menyelamatkan bangsa ini, kasus Gayus ini harus dibongkar sampai keakar-akarnya. Ya mohon maaf, berapapun yang kemudian terlibat, saya yakin tidak sampai sepuluh juta. Habis buka... sepuluh juta orang di Indonesia begitu maksud saya, ...

Ucapan P2 menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin semua kasus korupsi

dibongkar sampai tuntas. Dia menyadari bahwa hukum di Indonesia kurang

ditegakkan. Ucapannya dapat menarik simpati rakyat, tetapi melanggar maksim

kebijaksanaan karena sudah merugikan penegak hukum yang secara tersirat

dinyatakan tidak mampu memberantas korupsi. Contoh lain dari ideologi

penegakan hukum adalah sebagai berikut.

Politisi 11 – Data 7 (P11-7)

Kita pasti akan berbeda pandangan ketika koalisi mulai diarahkan untuk melakukan hal-hal diluar itu… Katakanlah contoh kasus misalnya Kasus

Page 456: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

456

Bank Century. Kita akan menolak… Kasus mafia pajak, kita kan menolak untuk diseragamkan.... kan begitu.

Kasus Bank Century adalah kasus hukum, kasus korupsi yang yang menurut

P11 pelakunya dilindungi oleh pemerintah. Sebagai pihak yang ingin dianggap

penegak dan taat hukum, P11 menyatakan bahwa dia menolak kasus Bank

Century, kasus mafia pajak diseragamkan, yang ditentukan sesuai dengan

kehendak Partai Demokrat karena tidak sesuai dengan hukum. Pernyataan ini

menyiratkan bahwa P11 menuduh pengelola koalisi mengarahkan koalisi ke hal-

hal yang melanggar hukum, dan hal ini melanggar maksim kebijaksanaan.

Berdasarkan pembahasan tentang ideologi di atas dapat disimpulkan bahwa

setiap partai, baik yang sedang berkuasa, yang berada di dalam lingkaran

penguasa atau yang berseberangan dengan kekuasaan, mempunyai ideologi sama

yaitu kekuasaan (power ), didukung oleh nilai-nilai pembenaran diri (self-

opinionated), pembela rakyat (people defender), pemuji diri (self-esteem), dan

penegak hukum (law supremacy).

6.4 Rangkuman

Berdasarkan analisis tentang faktor-faktor dan ideologi yang tersirat dalam

pelanggaran dan ketaatan pada kesantunan politisi dalam menggunakan bahasa,

dapat disimpulkan bahwa:

1) Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran dan ketaataan pada

kesantunan berhubungan dengan maksim kesantunan yang dikemukakan

oleh Leech (1983) dan Grice (1975). Pelanggaran kesantunan disebabkan

karena adanya (1) keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra

Page 457: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

457

tutur, dan (2) adanya keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada

mitra tutur. Aplikasi kesantunan disebabkan karena adanya (1) keinginan

untuk memaksimalkan penghargaan padamitra tutur, (2) memaksimalkan

keuntungan pada mitra tutur, (3) memaksimalkan rasa solidaritas terhadap

mitra tutur, dan (4) adanya keinginan untuk membagi beban dengan miyta

tutur.

2) Semua ucapan yang diucapkan oleh politisi di dalam talk show Today’s

Dialogue” menyiratkan ideologi mereka, yaitu kekuasaan dan solidaritas

(power and solidarity), yang didukung oleh nilai-nilai pembenaran diri

(self-opinionated), pembela rakyat (people defender), pemujian diri (self-

esteem), dan penegak hukum (law supremacy). Berdasarkan ideologi yang

mereka anut, para politisi tidak segan-segan melakukan aplikasi atau

pelanggaran terhadap kesantunan yang pada akhirnya mengancam muka

positif ataupun muka negatif. Semua aplikasi atau pelanggaran kesantunan

itu pada dasarnya ditujukan untuk membuat lawan politiknya terlihat tidak

mampu duduk dalam pemerintahan, dan sebaliknya, menunjukkan bahwa

apabila dia atau partainya yang terpilih menduduki pemerintahan,

kehidupan rakyat akan membaik. Maksim kesantunan yang cenderung

dilanggar adalah maksim kebijaksanaan, penerimaan, maksim penerimaan

dan maksim cara Sementara itu, maksim yang cenderung diaplikasikan

adalah maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim cara. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa ideologi dan nilai-nilai pendukungnya

juga berkaitan dengan pelanggaran dan aplikasi kesantunan.

Page 458: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

458

BAB VII

TEMUAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, temuan penelitian ini dapat

dipaparkan adalah sebagai berikut

1. Sehubungan dengan tingkat kesantunan berbahasa politisi, temuan baru yang

ditemukan adalah sebagai berikut.

a. Maksim yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesantunan adalah

sepuluh maksim yang merupakan gabungan maksim kerja sama dan

kesantunan. Penggabungan ini bersifat sling melengkapi,sejalan dengan

pendapat bahwa komunikasi yang santun adalah komunikasi yang

mengandung usaha untuk bekerja sama guna mencapai tujuan komunikasi

dan usaha untuk menjaga perasaan mitra tutur. Pengukuran tingkat

kesantunan yang dilihat hanya dari sudut keinginan berkerja sama saja

atau keinginan menjaga perasaan mitra tutur saja cenderung kurang tepat.

Kesepuluh maksim itu adalah (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas,

(3) maksim relevansi, (4) maksim cara, (5) maksim kebijaksanaan, (6)

maksim kemurahan hati, (7) maksim penerimaan, (8) maksim kerendahan

hati, (9) maksim kecocokan, dan (10) maksim kesimpatian.

b. Kalimat-kalimat panjang yang digunakan oleh politisi bukan bermaksud

untuk menunjukkan kesantunan seperti yang diutarakan oleh Wijana &

Rohmadi (2009), tetapi kalimat-kalimat panjang digunakan untuk

Page 459: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

459

memaksimalkan serangan terhadap mitra tutur dan memaksimalkan pujian

terhadap diri sendiri.

c. Ketidaksantunan yang mereka lakukan bukan karena topik pembicaraan

atau partai asal politisi tersebut. Ketidaksantunan yang mereka lakukan

disebabkan oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial mereka,

termasuk latar belakang keluarga.

d. Leech (1983) mengatakan bahwa pelanggaran kesantunan dapat dilakukan

untuk menjaga perasaan mitra tutur. Akan tetapi politisi dalam talk show

ini pelanggaran kesantunan dilakukan untuk menyerang mitra tuturnya

atau untuk memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

2. Temuan baru sehubungan dengan ciri-ciri verbal politisi adalah sebagai

berikut.

a. Fitur prosodik , dalam hal ini tekanan pada kata, digunakan oleh politisi

untuk menonjolkan kata yang menyerang mitra tutur atau memuji diri

sendiri, mengejek, atau menuduh. Menyerang mitra tutur dan mengejek

merupakan pelanggaran maksim penerimaan sedangkan menuduh dan

memuji diri sendiri merupakan pelanggaran maksim kebijaksanaan. Jadi,

fitur prosodik dapat digunakan untuk mengekspresikan pelanggaran

kesantunan.

b. Penghilangan afiksasi ditujukan untuk mempersingkat waktu bicara

sehingga penyampaian informasi dalam waktu terbatas dapat dilakukan

dengan lebih efektif dan efisien. Dengan berbicara secara efektif dan

efisien, pembicara akan menghemat waktu dan memberi kesempatan pada

Page 460: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

460

pembicara yang lain untuk berbicara. Ini adalah aplikasi maksim

penerimaan, maksim yang mengharuskan pembicara menghargai

pembicara lain.

c. Pemilihan kata yang cenderung berorientasi pada zamannya. Menurut

Santoso, pada zaman pasca orde baru, kata-kata yang mengarah pada

reformasi dan status quo banyak digunakan. Akan tetapi dalam analisis

disertasi ini, kata-kata yang digunakan cenderung terkait dengan

kekuasaan, misalnya koalisi, partai, rakyat dan sebagainya, dan terkait

dengan hukum, misalnya hakim, hukum, kejaksaan dan sebagainya. Hal

ini sejalan dengan ideologi politisi, yaitu kekuasaan, yang didukung oleh

nilai-nilai pembenaran diri, pemuji diri, pembela rakyat dan penegak

hukum.

d. Para politisi cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur

kompleks. Kalimat deklaratif lebih mudah dimengerti sehingga

mengurangi beban mitra tutur untuk memahaminya, dan ini adalah salah

satu bentuk kesantunan. Kalimat kompleks adalah kalimat yang cenderung

sulit dipotong, dan cenderung mengimplikasikan usaha mendominasi

komunikasi. Hal ini merupakan pelanggaran maksim penerimaan.

e. Bentuk imperatif yang paling dominan ialah kalimat imperatif yang

bermakna ajakan terhadap mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

f. Bentuk interogatif dapat berfungsi menunjukkan kekurangan orang lain.

Misalnya pertanyaan “Apakah pernah BULOG membeli gabah dari

petani?” Pertanyaan yang diucapkan oleh P9 itu difungsikan untuk

Page 461: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

461

menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah berusaha membantu rakyat

petani.

g. Verba aktif mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi itu.

Hal ini menunjukkan bahwa bagi mereka siapa yang melakukan apa,

penting artinya. Apabila yang disebut ialah hal-hal yang menguntungkan

mitra tutur, pembicara berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan.

Akan tetapi, apabila yang disebut ialah hal-hal yang merugikan mitra tutur,

pembicara melanggar maksim kebijaksanaan.

3. Dari pengamatan empiris, pelanggaran kesantunan disebabkan oleh adanya

hubungan yang tidak baik antara pembicara dan mitra bicaranya. Akan tetapi,

penelitian ini membuktikan bahwa pelanggaran kesantunan disebabkan oleh:

1) keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan) dan

2) keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur

(pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara).

Aplikasi maksim kesantunan didorong oleh faktor-faktor seperti berikut.

1) Keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas).

2) Keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas dan maksim cara)

3) Keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur

(aplikasi maksim relevansi).

Page 462: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

462

4) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim

cara)

5. Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para politisi,

dapat disimpulkan bahwa ideologi mereka adalah kekuasaan (power),

didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people defender), pemuji diri sendiri

(self-esteem), pembenaran diri (self-opinionated), dan penegak hukum (law

supremacy). Semua ideologi politisi ini merupakan ideologi yang mendukung

ideologi utama mereka yaitu kekuasaan.

Page 463: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

463

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Ada empat permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Berikut ini

adalah paparan hasil penelitian dari masing-masing permasalahan tersebut.

Sehubungan dengan penelitian tentang tingkat kesantunan berbahasa politisi,

hasil yang diperoleh adalah:

10. Pengukuran tingkat kesantunan berbahasa politisi menggunakan sepuluh

maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim

cara, maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim penerimaan,

maksim kerendahan hati, maksim kesimpatian dan maksim kecocokan.

11. Politisi Indonesia dapat dikategorikan sebagai politisi yang santun dengan

tingkat pelanggaran kesantunan 20,87%.

12. Selama berkomunikasi, ada usaha untuk mengabaikan pola gilir dan usaha

untuk mendominasi, akan tetapi, usaha untuk mengabaikan pola gilir seringkali

tidak berhasil dilakukan karena politisi yang sedang berbicara tidak bersedia

memberikan kesempatan bicaranya kepada politisi lain. Usaha mendominasi

juga cenderung tidak berhasil dilakukan karena sikap pembawa acara yang

tegas.

13. Panjangnya ujaran dalam dunia

politik tidak berkorelasi positif dengan kesantunan. Ujaran mereka yang

panjang digunakan secara maksimal untuk menyerang mitra tutur yang

Page 464: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

464

dianggap tidak sepaham dan juga digunakan untuk mempromosikan diri

sendiri atau partainya.

14. Untuk mengurangi tekanan ketidaksantunan, disamping menggunakan

maksim, para politisi juga menggunakan metafora, kalimat berpagar, alih

bahasa, pilihan kata dan implikatur.

15. Para politisi melakukan pelanggaran terhadap maksim kesantunan dengan

frekuensi sebagai berikut: maksim kebijaksanaan (47), maksim penerimaan

(34), maksim cara (32), maksim kecocokan (16), Maksim kerendahan hati

(15), maksim kesimpatian (14), maksim relevansi (9), maksim kualitas (9),

maksim kuantitas (8) , dan maksim kemurahan hati (4).

16. Untuk meningkatkan kesantunan, mereka mengaplikasikan maksim

kesantunan yang berdasarkan frekuensi penggunaannya dipaparkan sebagai

berikut: maksim kuantitas (83), maksim relevansi (78), maksim cara(58),

maksim penerimaan (28), maksim kebijaksanaan (22), maksim kerendahan

hati (11), maksim kemurahan hati (10), maksim kesimpatian (5), maksim

kualitas (5), dan maksim kecocokan (1).

17. Ketidaksantunan yang mereka lakukan bukan karena topik pembicaraan atau

partai asal politisi tersebut. Ketidaksantunan yang mereka lakukan disebabkan

oleh karakter mereka sendiri dan latar belakang sosial mereka, termasuk latar

belakang keluarga.

18. Leech (1983) mengatakan bahwa pelanggaran kesantunan dapat dilakukan

untuk menjaga perasaan mitra tutur. Akan tetapi politisi dalam talk show ini

Page 465: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

465

pelanggaran kesantunan dilakukan untuk menyerang mitra tuturnya atau untuk

memaksimalkan promosi untuk dirinya sendiri.

Analisis tentang ciri-ciri satuan verbal yang digunakan oleh para politisi

memperoleh hasil sebagai berikut.

8) Fitur prosodik , dalam hal ini tekanan pada kata, digunakan oleh politisi untuk

menonjolkan kata yang menyerang mitra tutur atau memuji diri sendiri,

mengejek, atau menuduh. Menyerang mitra tutur dan mengejek merupakan

pelanggaran maksim penerimaan sedangkan menuduh dan memuji diri sendiri

merupakan pelanggaran maksim kebijaksanaan.

9) Penghilangan afiksasi ditujukan untuk menggunakan waktu seefektif dan

seefisien mungkin. Dengan berbicara secara efektif dan efisien, pembicara

akan menghemat waktu dan memberi kesempatan pada pembicara yang lain

untuk berbicara. Ini aalah aplikasi maksim penerimaan, maksim yang

mengharuskan pembicara menghargai pembicara lain.

10) Pilihan kata politisi itu mengacu kepada kekuasaan, misalnya koalisi, partai,

presiden, menteri, anggota DPR dan sebagainya.

11) Para politisi itu cenderung menggunakan bentuk deklaratif yang berstruktur

kompleks. Kesimpulan ini sejalan dengan karakter politisi yang ingin

menyampaikan informasi sebanyak mungkin dalam waktu terbatas. Kalimat

deklaratif lebih mudah dimengerti sehingga mengurangi beban mitra tutur

untuk memahaminya, dan ini adalah salah satu bentuk kesantunan. Kalimat

kompleks adalah kalimat yang cenderung sulit dipotong, dan dengan

menggunakan kalimat-kalimat kompleks, lebih banyak informasi yang dapat

Page 466: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

466

disampaikan sebelum pembawa acara menghentikannya. Bukti bahwa kalimat

deklaratif lebih disukai dibuktikan melalui penelitian ini yang menyatakan

bahwa dari 767 kalimat yang mereka ucapkan, 631 berbentuk deklaratif dan

ini berarti bahwa 82,4% kalimat yang digunakan ialah kalimat deklaratif dan

kalimat deklaratif ini ialah kalimat kompleks.

12) Bentuk imperatif yang digunakan berjumlah 28 (3,7%), dan yang paling

dominan ialah kalimat imperatif yang bermakna ajakan terhadap mitra

tuturnya untuk melakukan sesuatu.

13) Bentuk interogatif yang digunakan berjumlah 69 (8,9%), dan tidak selalu

berfungsi bertanya tetapi dapat berfungsi lain, misalnya menunjukkan

kekurangan orang lain. Misalnya pertanyaan “Apakah pernah BULOG

membeli gabah dari petani?” Pertanyaan yang diucapkan oleh P9 itu

difungsikan untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah berusaha

membantu rakyat petani.

14) Verba aktif yang mendominasi kalimat-kalimat yg diucapkan para politisi itu

menunjukkan bahwa bagi mereka siapa yang melakukan apa penting artinya.

Apabila yang disebut ialah hal-hal yang menguntungkan mitra tutur,

pembicara berarti mengaplikasikan maksim kebijaksanaan. Akan tetapi,

apabila yang disebut ialah hal-hal yang merugikan mitra tutur, pembicara

melanggar maksim kebijaksanaan.

15) Politisi cenderung menggunakan kalimat-kalimat spontan, yang cenderung

tidak memenuhi kaidah gramatikal. Hal ini sudah dikatakan oleh Wahyu

(www@t_wahyu,staff.gunadarma.ac.id). Dia mengatakan bahwa dalam

Page 467: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

467

bahasa lisan unsur gramatikal tidak dinyatakan dengan lengkap dan

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. Bahasa lisan seperti yang dikatakan

oleh Wahyu adalah bahasa yang juga digunakan dalam talk show.

Sehubungan dengan analisis tentang faktor-faktor yang mendorong politisi

melakukan pelanggaran atau menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa, hasil

penelitian menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap kaidah-kaidah kesantunan

disebabkan oleh:

5) keinginan untuk memaksimalkan kerugian pada mitra tutur (pelanggaran

terhadap maksim kebijaksanaan), dan

6) keinginan untuk meminimalkan penghargaan pada mitra tutur

(pelanggaran maksim penerimaan dan maksim cara).

sedangkan faktor-faktor yang membuat mereka menaati kaidah-kaidah kesantunan

adalah

9) keinginan untuk memaksimalkan penghargaan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas).

10) keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur (aplikasi

maksim kuantitas dan maksim cara)

11) keinginan untuk memaksimalkan rasa solidaritas terhadap mitra tutur

(aplikasi maksim relevansi).

12) Keinginan untuk membagi beban dengan mitra tutur (aplikasi maksim

cara)

Page 468: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

468

Berdasarkan analisis tentang ideologi yang tersirat di balik ujaran para

politisi, dapat disimpulkan bahwa ideologi utama mereka mereka adalah

kekuasaan (power), yang didukung oleh nilai-nilai pembela rakyat (people

defender), pemuji diri sendiri (self-esteem), pembenaran diri (self opinionated),

dan penegak hukum (law supremacy).

8.2 Saran

Saran yang dikemukakan ditujukan kepada politisi dan akademisi. Kepada

politisi disarankan untuk menggunakan bahasa yang santun, yang menghargai

keberadaan mitra tutur melalui:

4) peningkatan pemahaman tentang strategi mempersantun ujaran,

5) pemahami tentang kesantunan yang berlaku umum di setiap situasi dan

kondisi,

6) peningkatan kemampuan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah

dimengerti oleh pemirsa yang berasal dari berbagai kalangan.

`Saran kepada akademisi adalah sebagai berikut.

Penelitian sosiopragmatik semacam ini masih banyak dapat dilakukan, misalnya

mengukur kesantunan kelompok masyarakat yang berbeda, bagaimana kesantunan

berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Penelitian semacam ini akan

memperkaya ranah sosiopragmatik dengan temuan-temuan barunya.

Saran kepada masyarakat.

Setiap orang berhak diperlakukan dengan santun. Oleh karena itu masyarakat

sebaiknya menjaga perasaan mitra tutur dengan memperhatikan adanya perbedaan

Page 469: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

469

status sosial dan kekuasaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan

pilihan kata dan panjangnya ujaran. Kesantunan tidak selalu berkorelasi positif

dengan bahasa baku karena bahasa baku yang dipakai pada konteks situasi yang

tepat dapat menyebabkan ketidaksantunan.

Page 470: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

470

BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Zein. 2009. Fungsi Komunikasi Politik Partai dalam

Pemilu (Sebuah Tinjauan Terhadap Kesuksesan dan Kegagalan Partai Politik dalam Pemilu). Dalam Observasi: Kajian Komunikasi dan Informatika. Hlm.31-48

Alwi, Hasan, dkk. 1992. Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Anonim.2013. Budaya Politik.(diunduh 6 Maret 2013 available from: www.id.wikipedia.org/wiki/budaya-politik

Austin, J.L. 1962. How to do Things with Words. New York, Oxford:

University Press. Aziz, Abdul S.R. 2003. Menyusun Rancangan Penelitian Kualitatif. Dalam:

Bungin, B., ed. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal. 18–36.

Bauer, L. (1988. Introducing Linguistic Morphology. Edinburgh: University

Press. Beard, A. 2000. The Language of Politics. London: Routledge. Brown, P. dan Stephen C. Levinson. 1978. Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press. Brown, J. D. dan Theodore S. Rodgers. 2002. Doing Second Language

Research. Oxford: Oxford University Press. Djojosuroto, K. 2006. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Donnely, K. P., 2009. “Examining the Role of Political Language in Rhode

Island’s Health Care Debate” (disertasi). USA: Universitas Northwestern. Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. Essex: Longman Group UK Limited. Faisal, S. 2003. Filosofi dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif. Dalam Bungin,

Burhan. 2003. Analisis Data penelitian Kualitatif . Hal 3 – 17. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 471: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

471

Faisal, S. 2003. Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data penelitian Kualitatif . Hal 64 – 79. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Fowler, R. 1986. Linguistic Criticism. Oxford: Oxford University Press. Fraser, B. 1983. The Domain of Pragmatics. In: Language and Communication.

Ed: Richards, Jack. C., Richard W. Schmidt. Essex: Longman Group Limited hlm. 156 – 188

Geertz, C. 1960. Linguistic Etiquette. IDalam: Selected Reading Sociolinguistic.

1986. Ed: Pride J.B. dan Janet Holmes. Middlesex: Penguin Books hlm. 167 -179

Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. Reprinted from Cole et al. 2004.

Syntax and Semantic 3: Speech Arts. With permission from Elsevier Grundy, P. 2000. Doing Pragmatics. New York: Oxford University Press, Inc. Gunarwan, A. 2007. Pragmatik: Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta: Penerbit

Universitas Atma jaya Halliday, M. dan R. Hasan. 1976. Cohesion in English. London:Longman, Halliday, M.A.K. dan Hasan R. 1985. Language, Context and Text: Aspects of Language in Social-Semiotic Perspective. Victoria: Deakin University. Harras, K. A. 2009. Menyoal Kesantunan Berbahasa Politisi Kita. (cited 15

Agustus 2011) diunduh dari: Kholidharras.blogspot.com/2009/04/... Haugh, Michael, 2003. “Politeness Implicature in Japanese: A Multilingual

Approach” (Disertasi). Queensland: University of Queensland. Hikmat, M. M. 2010. Komunikasi Politik: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media Holmes, J. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Essex: Pearson Education

Limited. Hornby, S, et al (1973) Advanced Learner’s Dictionary of Current English.

Oxford : Oxford University Press. Hudson, R.A. 1980. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Hymes, D.H. 1964. Toward Ethnographies of Communication: The Analysis of

Page 472: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

472

Communicative Events. In: Language and Social Context. 1972 Editor: Giglioli, Pier paolo. Essex : Penguin Books.

Jakobson, R, 1960. Closing Statement: Linguistics and Poetics.Function of

[email protected]. (diunduh: 15 Agustus 2010). Diunduh dari: en.wikipedia.org/wiki/Roman Jakobson.

Katamba, F. 1993 Morphology. London: Macmillan Press Ltd. Keesing, R. M. 1974. Theories of Culture. In: Language, Culture, and Cognition.

Editor: Casson, Ronald W. 1981. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Kramsch, Claire. 1998. Language and Culture. Oxford: Oxford University Press. Kress, Gunther. 1985. Ideological Structure in Discourse. Dalam: Handbook of

Discourse Analysis Vol.4. Ed: Van Dijk.A.Teun 1985. Hlm.27-42 London:Academic Press.

Kristiansen, T.1997. Language Attitude in Danish Cinema. Dalam: Coupland, N.

And Jaworski, A. 1997. Sociolinguistics. A Reader and Coursebook. London: Macmillan Press Ltd. Hlm. 291-306 Leech, G.; Margaret Deuchar dan Robert Hoogenraad. 1982. English Grammar

for Today. Hongkong: Macmillan Education Ltd. Leech, G. 1983. Principles of Pragmatics. London and New York: Longman. Levinson, S. C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Miles, M.B dan A. Michael Huberman 1994. Qualitative Data Analysis. London,

New Delhi: Sage Publication. Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ng, Sik Hung dan James J. Bradac. 1993. Power in Language: Verbal

Communication and Social Influence. Newbury Park, London, New Delhi:Sage Publication: International Educational and Professional Publisher.

Orwel, G. 1986. Politics and the English Language In: Exploring Language.

Editor: Goshgarian, G. Boston: Little, Brown, and Company.

Page 473: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

473

Rahardi, R. K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Ciracas, Jakarta 13740: Penerbit Erlangga,.

Richards, J. C. dan Richard W Schmidt. 1984. Conversational Analysis. Dalam: Language and Communication. Ed: Richards, Jack C. & Richard W, hlm:90-117 Schmidt.London: Longman. Salzmann, Z. 1998. Language, Culture and Society. An Introduction to Linguistic

Anthropology. Colorado: Westview Press. Santoso, A. 2003. Bahasa Politik Pasca Orde Baru. Jakarta: Penerbit Wedatama

Widya Sastra, Jakarta. Santoso, A. 2004. Analisis Wacana Kritis Penggunaan Metafora dalam Bahasa

Politik Pasca-Orde Baru. Dipresentasikan pada Seminar Internasional bertajuk Developing Critical Thinking in a Democratic Society pada Lustrum ke-50 UM 2004.

Santoso, R. 2003. Semiotika Sosial:Pandangan Terhadap bahasa. Surabaya: JP Press Scollon, R. dan Suzanne Wong Scollon. 1995. Intercultural Communication.

Oxford UK: Blackwell. Searle, J. 1969. Speech Act: An Essay in the Phylosophy of Language. London: Cambridge University Press. Sidiksuhada . 2010. Media dan Komunikasi :Bahasa dan Ideologi dalam Retorika

Politik (diunduh 15 Agustus 2010) diunduh dari: http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalamretorika.html.

Simpen, I W. 2008. “Kesantunan Berbahasa pada Penutur Bahasa Kambera di

Sumba Timur” (disertasi). Denpasar:Universitas Udayana.

Simpen, I W. 2008. Sopan Santun Berbahasa Masyarakat Sumba Timur: Sebuah kajian Linguistik Kebudayaan. Sumba Timur: Pustaka Larasan.

Stubbs, M, 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural

Language, Oxford, UK: Basil Blackwell Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Page 474: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

474

Susanto, E. H. 2010. Komunikasi manusia:Esensi dan Aplikasi dalam Dinamika Sosial Ekonomi Politik. Mitra Wacana Media.

Taylor, C. 2002. Bahasa dan Hakikat Manusia. Dalam: Tafsir Politik. Editors:

Geertz, Clifford dkk. Yogyakarta: CV Qalam. Hlm: 119 – 174. Thompson, John,B. 1984. Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi

Dunia. Gowok: IRCioD Voloŝinov, V.N. (1973). Marxism and The Phylosophy of Language. (Ladislav

Matejka and I.R. Titunik). New York and London: Seminar Press. Wahyu. 2010. “Ciri-Ciri Bahasa Lisan dan Bahasa Tulis. Wahyu (cited 16

Agustus 2010) diunduh dari (www@t_wahyu.staff.gunadarma.ac.id). Wardhaugh, R. 1987. Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell. Watts, R, J dkk. 1992. Politeness in Language. Berlin, New York: Mouton de Gruyter. Watts, R, J. 2003. politeness. Cambridge: Cambridge University Press Webster’s New Collegiate Dictionary. 1956. Springfield, Mass, USA: G&C

Merriam Co. Publishers. Wijana, I D. P. dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik:

Kajian Teori dan Analisis. Surakarta.Yuma Pustaka. Wittgenstein, L. 1953. Philosophical Investigations. (G.E.M Anscombe). Oxford:

Basil Blackwell. Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Page 475: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

475

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel 9.1: Daftar Today’s Dialog

No Topik dan Tanggal Tayang Nama Politisi Partai

1. Lucunya Negeri ini

11 Januari 2011

1.Amin Rais (P1)

2.Hidayat Nurwahid (P2)

PKS

2. Krisis Kepemimpinan Nasional

1 Februari 2011

1.Marzuki Ali (P3)

2.Siswono Yudho Husodo (P4)

Demokrat

Nasdem

3. Politik Beretika

22 Februari 2011

1.Gayus Lumbuun (P5) PDI-P

4 SBY Gertak Koalisi 1 Maret 2011

1.Bambang Soesatyo (P6)

2.Sutan Bhatoegana (P7)

3.Mahmudz Siddiq (P8) 4.Maruarar Sirait (P9)

Golkar

Demokrat

PKS PDI-P

5. Menekan Parpol Koalisi 29 maret 2011

1.Saan Mustafa(P10) 2.Bambang Soesatyo

(P11) 3.Nasir Jamil (P12)

Demokrat Golkar

PKS

Page 476: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

476

LAMPIRAN 2

Tabel 9.2: Rekapitulasi Pelanggaran dan Aplikasi Maksim Kesantunan

Politisi 1

Data P1 Pelanggaran Aplikasi 1

(50%) Cukup Santun

Cara (2X) Kuantitas Penerimaan (2X) Kebijaksanaan Kesimpatian

Penerimaan Relevansi

2 (30%) Cukup Santun

Kesimpatian Kebijaksanaan Kemurahan Hati

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

3 (50%) Cukup Santun

Cara Kjebijaksanaan (2X) Penerimaan Kesimpatian Kemurahan Hati

Kebijaksanaan Penerimaan Kuantitas Relevansi

4 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan

Penerimaan (Hedge) Kuantitas

5 (20%) Santun

Cara (2X) Kebijaksanaan

Kebijaksanaan Penerimaan Kualitas Relevansi

6-7 (40%) Cukup Santun

Cara (3X) Penerimaan Kualitas Kesimpatian

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

8 (30%) Cukup Santun

Penerimaan Kebijaksanaan (2X) Kemurahan Hati

Penerimaan (Hedge) Kuantitas Relevansi Cara

9 (40%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Cara Kuantitas Relevansi

Kebijaksanaan (Hedge) Kebijaksanaan Kemurahan Hati

10 (20%) Santun

Penerimaan Kebijaksanaan

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

11 Kebijaksanaan Penerimaan

Page 477: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

477

(50%) Cukup Santun

Kemurahan Hati Penerimaan Relevansi Kuantitas

Kemurahan Hati Cara

12 (30%) Cukup Santun

Cara (2X) Kebijaksanaan Relevansi

Kebijaksanaan Penerimaan Kuantitas

13 (20%) Santun

Relevansi (2X) Kuantitas

Penerimaan Kemurahan Hati Cara

30,77% Cukup Santun

Page 478: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

478

Politisi 2

Data P2 Pelanggaran Aplikasi 1

(40%) Cukup Santun

Cara Kebijaksanaan (3X) Kesimpatian Penerimaan

Penerimaan Keseimpatian Kuantitas Relevansi

2 (40%) Cukup Santun

Kuantitas Relevansi Cara (3X) Penerimaan

Kebijaksanaan Penerimaan Penerimaan (Metafora) Kualitas

3 (10%) Santun

Relevansi Kerendahan Hati Kualitas Kuantitas Relevansi

4 (10%) Santun

Cara Kebijaksanaan Kemurahan Hati Kualitas Penerimaan Kuantitas Relevansi

5 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Cara Kerendahan Hati

Kuantitas Relevansi

6 - 7 (20%) Santun

Kebijaksanaan Penerimaan

Kuantitas Relevansi Cara

8 (0%)

Santun

-

Penerimaan (Metafora, Kata Pinjaman) Kemurahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

9 (50%) Cukup Santun

Kuantitas Relevansi Cara Kerendahan Hati Penerimaan

Kuantitas Cara Relevansi

25 % Santun

Page 479: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

479

Politisi 3

Data P3 Pelanggaran Aplikasi 1

(0%) Santun

-

Kemurahan Hati Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

2 (20%) Santun

Kebijaksanaan Cara

Kesimpatian Kuantitas Cara

3 (20%) Santun

Kebijaksanaan Penerimaan

Kesimpatian Kemurahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

4 (20%) Santun

Cara Penerimaan

Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan Kuantitas Relevansi

5 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Kesimpatian Cara

Kesimpatian Kuantitas Relevansi

6 (10%) Santun

Penerimaan (2X)

Kemurahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

7 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Kesimpatian Penerimaan

Kuantitas Relevansi Cara

18,57% Santun

Page 480: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

480

Politisi 4

Data P4 Pelanggaran Aplikasi 1

(40%) Cukup Santun

Penerimaan Kecocokan Kebijaksanaan (2X) Cara

Kebijaksanaan Kemurahan Hati Kuantitas Relevansi

2 (10%) Santun

Penerimaan Kerendahan Hati Kuantitas Cara Relevansi

3 (20%) Santun

Kebijaksanaan Cara

Kerendahan Hati Kemurahan Hati Penerimaan Kuantitas Relevansi

4 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kerendahan Hati Kuantitas Cara Relevansi

5 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi Cara

18 % Santun

Page 481: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

481

Politisi 5

Data P5 Pelanggaran Aplikasi 1

(10%) Santun

Kecocokan (2X) Kualitas Relevansi Cara

2 (10%) Santun

Kecocokan Penerimaan (Hedge) Kuantitas Relevansi Cara

3 (10%) Santun

Kecocokan Kuantitas Relevansi Cara

4 (0%)

Santun

-

Penerimaan (Hedge) Kuantitas Relevansi Cara

5 (20%) Santun

Cara Kebijaksanaan (2X)

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

6 (20%) Santun

Cara Kerendahan Hati

Kebijaksanaan Kualitas Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi

7 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kecocokan

Kuantitas Relevansi Cara

8 (30%) Cukup Santun

Cara Kerendahan Hati Penerimaan

Kebijaksanaan Kualitas Kerendahan Hati Kuantitas

9 (0%)

Santun

-

Penerimaan (Implikatur) Kuantitas Relevansi Cara

13,3% Santun

Page 482: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

482

Politisi 6

Data P6 Pelanggaran Aplikasi 1

(10%) Santun

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

2 (30%) Cukup Santun

Cara Penerimaan Kebijaksanaan

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

3 (20%) Santun

Kuantitas Kerendahan Hati

Relevansi Cara

4 (30%) Cukup Santun

Penerimaan Kualitas Kebijaksanaan

Kuantitas Relevansi Cara

5 – 14 (40%) Cukup Santun

Kerendahan Hati (2X) Penerimaan (4X) Kebijaksanaan (2X) Cara

Kuantitas Relevansi

15 – 19 (50%) Kurang Santun

Kecocokan Cara Kebijaksanaan Penerimaan (3X) Kerendahan Hati

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi Cara

20 (10%) Santun

Cara

Kuantitas Relevans

27,14 % Cukup Santun

Page 483: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

483

Politisi 7

Data P7 Pelanggaran Aplikasi 1 – 11 (40%) Cukup Santun

Kerendahan Hati Kebijaksanaan Penerimaan Kualitas

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

12 – 20 (40%) Cukup Santun

Kecocokan Cara Kebijaksanaan Kerendahan Hati

Kerendahan Hati Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

21 – 24 (20%) Santun

Cara Penerimaan

Kuantitas Relevansi

25 – 27 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kerendahan Hati

Kuantitas Relevansi Cara

28 – 30 (20%) Santun

Cara Kebijaksanaan

Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi

31 -33 (20%) Santun

Cara (2X) Kecocokan

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

34 (0%)

Santun

-

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

35 – 36 (0%)

Santun

-

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

20% Santun

Page 484: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

484

Politisi 8

Data P8 Pelanggaran Aplikasi 1 - 5

(20%) Santun

Penerimaan Kebijaksanaan

Kuantitas Relevansi Cara

6 – 7 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kecocokan

Kuantitas Relevansi Cara

8 (10%) Santun

Kebijaksanaan (2X) Kebijaksanaan Penberimaan (Hedge) Kuantitas Relevansi Cara

9 (10%) Santun

Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

10 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kecocokan

Kuantitas Relevansi Cara

11 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi Cara

15% Santun

Page 485: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

485

Politisi 9

Data P9 Pelanggaran Aplikasi 1 – 6

(30%) Cukup Santun

Kecocokan Kesimpatian Kerendahan Hati

Kualitas Kuantitas Relevansi Cara

7 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kesimpatian

Kuantitas Relevansi Cara

8 (10%) Santun

Kecocokan Kerendahan Hati

Kuantitas Relevansi Cara

9 (20%) Santun

Penerimaan Kerendahan Hati

Kuantitas Relevansi Cara

10 - 11 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan (2X) Penerimaan Kesimpatian

Kuantitas Relevansi Cara

22% Santun

Page 486: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

486

Politisi 10 Data P10 Pelanggaran Aplikasi

1 – 3 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

4 (10%) Santun

Kecocokan Kecocokan Kuantitas Relevansi Cara

5 (0%)

Santun

-

Kuantitas Relevansi Cara

6 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Kualitas Penerimaan

Kuantitas Relevansi Cara

7 (10%) Santun

Cara Kuantitas Relevansi

8 (0%)

Santun

-

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

9 (10%) Santun

Penerimaan

Kuantitas Relevnsi Cara

10 – 11 (10%) Santun

Kecocokan Kuantitas Relevansi Cara

12 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kebijaksanaan Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

13 (10%) Santun

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi Cara

14 (10%) Santun

Relevansi Kuantitas Cara

15 – 18 (10%) Santun

Kualitas Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

Page 487: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

487

19 (10%) Santun

Kerendahan Hati Kuantitas Relevansi Cara

20 (20%) Santun

Kebijaksanaan Cara

Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

10,71% Santun

Page 488: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

488

Politisi 11

Data 11 Pelanggaran Aplikasi 1 – 4

(60%) Kurang Santun

Kebijaksanaan (3X) Kesimpatian Cara (2X) Kuantitas Kualitas Relevansi

-

5 (20%) Santun

Kebijaksanaan Kualitas Penerimaan

Kuantitas Relevansi Cara

6 (20%) Santun

Kesimpatian Penerimaan

Kuantitas Relevansi Cara

7 (30%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Kesimpatian Kecocokan

Kuantitas Relevansi Cara

32,5% Cukup Santun

Page 489: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

489

Politisi 12 Data P12 Pelanggaran Aplikasi

1 – 2 (50%) Cukup Santun

Kebijaksanaan Penerimaan Kualitas Cara Kecocokan

Penerimaan (Hedge) Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

3 – 4 (20%) Santun

Cara Kualitas

Kerendahan Hati Kebijaksanaan Kuantitas Relevansi

5 – 6 (0%)

Santun

-

Penerimaan Kuantitas Relevansi Cara

7 (0%)

Santun

-

Kuantitas Relevansi Cara

17,5% Santun

Page 490: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

490

LAMPIRAN 3

Tabel 9.3: Sebaran Pelanggaran Maksim Keseluruhan

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Jml

Kebijaksanan 10 3 4 4 2 4 4 5 2 5 3 1 47

Kemurahan Hati

4 - - - - - - - - - - - 4

Penerimaan 7 4 4 2 1 5 2 1 2 2 2 2 34

Kerendahan Hati

- 2 - - 2 3 3 1 3 1 - - 15

Kecocokan - - - 1 4 1 2 2 2 2 1 1 16

Kesimpatian 5 1 2 - - - - - 3 - 3 - 14

Kualitas 1 - - - - 1 1 - - 2 2 2 9

Kuantitas 4 2 - - - 1 - - - - 1 - 8

Relevansi 4 3 - - - - - - - 1 1 - 9

Cara 6 5 3 2 3 4 4 - - 2 1 2 32

Jumlah pelanggaran maksim keseluruhan

188

Page 491: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

491

LAMPIRAN 4

Tabel 9.4: Sebaran Applikasi Maksim Keseluruhan

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Jml

Kebijaksanaan 6 2 1 1 3 2 2 1 - 2 - 2 22

Kemurahan Hati 3 2 3 2 - - - - - - - - 10

Penerimaan 10 5 2 1 3 - 3 1 - 1 - 2 28

Kerendahan Hati - 1 - 3 2 - 2 - - 2 - 1 11

Kecocokan - - - - - - - - - 1 - - 1

Kesimpatian - 1 4 - - - - - - - - - 5

Kualitas - 2 - - 2 - - - 1 - - - 5

Kuantitas 8 6 7 5 9 6 8 6 5 14 5 3 84

Relevansi 8 5 7 5 9 7 8 6 5 13 3 3 79

Cara 6 3 4 3 6 3 4 6 5 13 3 3 59

Jumlah aplikasi maksim keseluruhan

304

Page 492: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

492

LAMPIRAN 5

Tabel 9.5 Urutan Pelanggaran Maksim

No Maksim yang dilanggar Jumlah Persentase

1. Maksim kebijaksanaan 47 25

2. Maksim penerimaan 34 18,1

3. Maksim cara 32 17

4. Maksim Kecocokan 16 8,5

5. Maksim Kerendahan hati 15 8,0

6. Maksim Kesimpatian 14 7,4

7. Maksim relevansi 9 4,8

8. Maksim Kualitas 9 4,8

9. Maksim Kuantitas 8 4,3

10. Maksim kemurahan hati 4 2,1

Page 493: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

493

LAMPIRAN 6:

Tabel 9.6: Urutan Aplikasi Maksim

No Maksim yang diaplikasikan Jumlah Persentase

1. Maksim kuantitas 84 27,6

2. Maksim relevansi 79 26,0

3. Maksim cara 59 19,4

4. Maksim penerimaan 28 9,2

5. Maksim kebijaksanaan 22 7,2

6. Maksim kerendahan hati 11 3,6

7. Maksim kemurahan hati 10 3,3

8. Maksim kesimpatian 5 1,7

9. Maksim kualitas 5 1,7

10 Maksim kecocokan 1 0,3

Page 494: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

494

LAMPIRAN 7

Tabel 9.7: Tingkat Pelanggaran Maksim Masing-Masing Politisi

No. Kode Nama Partai % Predikat

1. P1 Amin Rais PAN 30,77 Santun

2. P2 Hidayat Nurwahid PKS 25 Santun

3. P3 Marzuki Ali DEMOKRAT 18,57 Sangat Santun

4. P4 Siswono Yudho

Husodo

NASDEM 18 Sangat Santun

5. P5 Gayus Lumbuun PDI-P 13,3 Sangat Santun

6. P6 Bambang Soesatyo GOLKAR 27,14 Santun

7. P7 Sutan Bhatoegana DEMOKRAT 20 Sangat Santun

8. P8 Mahmudz Siddiq PKS 15 Sangat Santun

9. P9 Maruarar Sirait PDI-P 22 Santun

10. P10 Saan Mustafa DEMOKRAT 10,71 Sangat Santun

11. P11 Bambang Soesatyo GOLKAR 32,5 Santun

12. P12 Nasir Jamil PKS 17,5 Sangat Santun

Page 495: KESANTUNAN BAHASA POLITISI DALAM TALK SHOW DI METRO TV

495

LAMPIRAN 8

Tabel 9.8: Urutan Politisi Berdasarkan Kesantunan

No Nama Partai Persentase

1. Saan mustafa Demokrat 10,71

2. LumbuunGayus PDI-P 13,3

3. Mahmudz Siddiq PKS 15

4. Nasir Jamil PKS 17,5

5. Siswono Yudho Husodo NasDem 18

6. Marzuki Ali Demokrat 18,5

7. Sutan Bhatoegana Demokrat 20

8. Maruarar Sirait PDI-P 22

9. Hidayat Nurwahid PKS 25

10. Bambang Soesatyo GOLKAR 27,14

11. Amin Rais PAN 30,77

12. Bambang Soesatyo GOLKAR 32,5