Kerangka Konseptual Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

4. KERANGKA KONSEPTUAL INDONESIA Di Indonesia, kerangka konseptual dikenal pada bulan September 1994. dalam hal ini IAI mengambil kebijakan untuk mengadopsi kerangka konseptual yang disusun oleh IASC sebagai dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan tersebut disetujui oleh Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1994 dan disahkan oleh Pengurus Pusat IAI pada tanggal 7 September 1994. IAI menanamkan kerangka konseptual Indonesia dengan istilah Kerangka Dasar Penyususnan dan penyajian Laporan Keuangan. A. Tujuan dan Ruang Lingkup Dalam paragraph 1 disebutkan bahwa kerangka konseptual dimaksudkan untuk merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Tujuan kerangka konseptual tersebut pada intinya sejalan dengan tujuan kerangka konseptual milik FASB. Tujuan kerangka konseptual (kerangka dasar) adalah untuk membantu berbagai pihak dalam mencapai tujuan tertentu berkaitan dengan masalah akuntansi yang muncul. Kerangka konseptual dapat digunakan sebagai acuan berbagai pihak (1990: p. 1) dalam menjalankan kegiatan berikut ini: 1. komite penyususnan standar akuntansi keuangan dalam pelaksanaan tugasnya. 2. penyususnan laporan keuangan, dalam menanggulangi masalah-masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan. 3. auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 4. para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Kerangka konseptual berisi pembahasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: 1. tujuan laporan keuangan

2. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi yang disajikan dalam laporan keuangan 3. definisi, pengakuan dan pengukuran elemen-elemen yang membentuk laporan keuangan 4. konsep modal serta pemeliharaan modal Dalam kerangka konseptual tersebut juga disebutkan bahwa pembahasan dalam kerangka konseptual berkaitan dengan laporan keuangan bertujuan umum. Dalam laporan tersebut biasanya juga disertai skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, seperti: informasi mengenai segmen industri dan pengungkapan pengaruh perubahan daya beli uang (inflasi). B. Tujuan dan Pemakai Laporan Keuangan Menurut IAI tujuan tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan, prestasi (hasil usaha) perusahaan, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. IAI mengidentifikasi para pemakai laporan keuangan berdasar kepentingan mereka. Pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Para pemakai laporan keuangan meliputi: Investor, yang berkepentingan dengan resiko dan hasil dari investasi yang mereka lakukan. Kreditor, yang menggunakan informasi akuntansi untuk membantu mereka memutuskan apakah pinjaman dan bunganya dapat dibayar pada waktu jatuh tempo. Pemasok, yang membutuhkan informasi mengenai kemempuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya pada saat jatuh tempo. Karyawan, yang membutuhkan informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan, dan kemampuan memberi pension dan kesempatan kerja. Pelanggan, yang berkepentingan dengan informasi tentang kelangsungan

hidup perusahaan terutama bagi mereka yan memiliki perjanjian jangka panjang dengan perusahaan. Pemerintah, yang berkepentingan dengan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kepentingan pajak, dan untuk menyusun statistic pendapatan nasional dan lain-lain. Masyarakat, yang berkepentingan dengan informasi tentang kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta berbagai aktivitas yang menyertainya. C. Asumsi Dasar Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan disebutkan bahwa ada dua asumsi dasar yang digunakan dalam akuntansi, yaitu: dasar akrual dan kelangsungan hidup. 1. Dasar Akrual Agar laporan keuangan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar konsep akrual. Atas dasar asumsi ini, pengaruh peristiwa atau transaksi diukur dan diakui/dicatat dalam laporan keuangan pada saat terjadinya, buka pada saat diterima/dikeluarkannya kas. Dengan asumsi ini, laporan keuangan diharapakan dapat memberikan informasi tentang masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, serta kewajiban pembayaran kas dimasa mendatang dan sumber daya yang menggambarkan kas yang akan diterima dimasa mendatang. 2. Kelangsungan Hidup Dalam penyusunan laporan keuangan diasumsikan bahwa perusahaan akan hidup terus dan akan melanjutkan usahanya dimasa mendatang. Dengan demikian, perusahaan dianggap tidak bermaksud melikuidasi usahanya dan memperkecil/mengurangi secara material skala usahanya. Apabila perusahaan akan melakukan hal tersebut, maka informasi mengenai rencana likuidasi/penurunan skala perusahaan harus diungkapkan dalam laporan

keuangan. D. Karakteristik Kualitatif dan Kendala Informasi Karakteristik yang digunakan IAI adalah Dapat Dipahami (Understandability), Relevan, Keandalan (Reliability), dan Daya Banding (Comparability). Masing-masing elemen kualitas tersebutsangat tergantung pada kualitas lainnya seperti yang diungkapkan oleh FASB. Misalnya, Relevan dipengaruhi oleh kualitas predictive value, feedback value dan timeliness. Sementara kualitas Keandalan ditentukan oleh faktor penyajian yang jujur dan wajar (faithful representation), Substansi Mengungguli bentuk (Substance over Form), netralitas, pertimbangan sehat dan pengungkapan. E. Elemen Laporan Keuangan Agak berbeda dengan FASB, IAI hanya mengakui 5 elemen laporan keuangan, yaitu: 1. aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. 2. kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus kas keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. 3. ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. 4. penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan/penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mangakibatkan kenaikkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. 5. beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadi kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

F. Pengakuan dan Pengukuran Pengakuan merupakan proses pembentukan pos yang memenuhi definisi elemen laporan keuangan serta kriteria pengakuan. Criteria pengakuan yang dikemukakan oleh IAI dapat dipandang lebih sederhana dibandingkan FASB. Menurut IAI, pos yang memenuhi definisi elemen laporan keuangan harus diakui apabila: 1. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaiatan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau kedalam perusahaan, dan 2. pos tersebut mempunyai nilai/biaya yang dapat diukur dengan andal. Pengukuran adalah proses penentuan jumlah rupiah untuk mengakui dan memasukkan setiap elemen laporan keuangan kedalam neraca atau laporan laba rugi. Berbagai dasar pengukuran dapat digunakan sesuai dengan derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah: 1. Biaya Historis. Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligatioan) atau dalam keadaan tertentu (misalnya, PPh), dalam jumlah Kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal. 2. Biaya Terkini (current cost). Aktiva dinilai dalam jumlah kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation)

sekarang. 3. Nilai Realisasi/Penyelesaian (Realizable/Settlement Value). Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyesuaian, yaitu: jumlah kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kawajiban dalam pelaksanaan usaha normal. 4. Nilai Sekarang (present value). Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan kenilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih dimasa depan yang didiskontokan kenilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

6. MAMPUKAH KERANGKA KONSEPTUAL MENYELESAIKAN SEMUA MASALAH? Kerangka konseptual harus dapat dipraktikkan dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Kemampuan kerangka konseptual untuk dapat dipraktikkan mungkin dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan tingkat keabstrakan dari karakteristik kualitatif dan rekomendasi lainnya. Cara yang dapat digunakan untuk menentukan keberterimaan kerangka konseptual adalah dengan memastikan kelayakan (soundness) atau penalaran yang melandasi elemen kerangka konseptual (Belkaoui, 1993: p, 213). Sementara itu, Hongren mengatakan bahwa: peranan utama kerangka konseptual pada akhirnya ditujukan pada usaha untuk meningkatkan kemungkinan keberterimaan dari pernyataan tertentu yang diusulkan atau telah ada. Semakin baik asumsi yang digunakan dan

semakin lengkap analisis yang dilakukan terhadap suatu fakta, amak semakin besar kesempatan untuk mendapatkan dukungan dari pihak yang memiliki kepentingan berbeda dan mempertahankan serta meningkatkan kekuatan FASB. Kasus di Amerika, yang ditemikan oleh Dopuch dan Sunder (1980), menunjukkan bahwa kerangka konseptual tidak mampu memecahkan isu akuntansi utama atau dalam menentukan standar akuntansi, pernyataan yang dibuat Dopuch dan Sanders: Definisi FASB tentang hutang bersifat terlalu umum sehingga kita tidak dapat memprediksi posisi FASB terhadap pajak tangguhan (deferred taxes). Meski demikian, mereka yang suka pengakuan pajak tangguhan dapat mengadopsi interpretasi FASB yang luas tentang definisi hutang. Sebaliknya mereka yang melihat pernyataan FASB secara literal akan menolak pengakuan pajak tangguhan itu. Penyataan yang dilakukan secara eksplisit adalah bahwa informasi tentang laba periodik perusahaan dan komponennya diukur berdasar akuntansi akrual. Meski demikian, baik metode full cost maupun metode successful effort sama-sama didasarkan oleh akuntansi akrual. Dopuch dan Sunder menyimpulkan bahwa tak ada kerangka konseptual yang mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam praktik terutama yang berkaitan dengan masalah reliabilitas (keandalan). Isu lain yang berkaitan dengan kerangka konseptual adalah: Pertama, kerangka konseptual dianggap sebagai bentuk konstitusi. Solomon (1986) mengajukan perbedaan itu yaitu: 1. konstitusi memiliki kekuatan hukum, sedangkan kerangka konseptual tidak memiliki otoritas pelaksanaan. 2. konstitusi terdiri dari elemen yang bersifat arbitrer, sedangkan kerangka konseptual tak ada ruang untuk suatu yang bersifat arbitrer. 3. ada perbedaan signifikan antara berbagai Negara dunia dalam merancang konstitusi, sedang untuk kerangka konseptual mingkin perbedaan tidak

begitu material. Kedua, Miller (1985) mengatakan ada 8mitos berkaitan dengan kerangka konseptual, yaitu: 1. accounting principles board mengalami kegagalan karena badan tersebut tidak memiliki kerangka konseptual. 2. FASB tak akan berhasil kalau tak punya kerangka konseptual. 3. kerangka konseptual akan menghasilkan standar yang konsisten. 4. kerangka konseptual dapat mengatasi standar yang berlebihan (overload). 5. kerangka konseptual FASB hanya mencakup status quo dari praktik akuntansi. 6. proyek kerangka konseptual butuh dana yang besar dari yang seharusnya. 7. FASB akn merevisi standar yang sudah ada, agar konsisten dengan kerangka konseptual. 8. FASB telah membatalkan kerangka konseptual. Kenyataannya adlah kerangka konseptual hanya merupakan dokomen yang bersifat politis yang tidak memiliki otoritas untuk memecahkan semua masalah yang timbul. Ketiga, kerangka konseptual tidak dapat memberi jawaban atas semua pernyataan yang timbul. Kerangka konseptual hanya memberi arah dalam penentuan standard an mengurangi pengaruh bias pribadi dan tekanan polotik dalam membuat pertimbangan akuntansi (Pacter 1988).