Upload
vanngoc
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
i
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Buku
Kumpulan Peraturan KUR Tahun 2018 ini dapat disusun tepat waktu.
Buku ini berisi kumpulan peraturan yang dikeluarkan oleh Komite
Kebijakan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan Program Kredit
Usaha Rakyat mulai tahun 2018. Peraturan tersebut merupakan
payung hukum bagi Komite Kebijakan, Pedoman Pelaksanaan Program
KUR, serta Tata Cara Pembayaran Subsidi Bunga KUR.
Buku ini diharapkan dapat memberikan dukungan informasi kepada
berbagai pihak baik instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Penyalur KUR, Penjamin
KUR, masyarakat, akademisi, pelaku usaha, dan instansi terkait lainnya dalam melaksanakan
kebijakan program KUR.
Semoga buku ini dapat bermanfaat.
Pakai KUR, usaha kecil jadi makmur
Jakarta, 2 Januari 2018
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.... ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2
BAB II PERATURAN KUR TAHUN 2018 ............................................................ 4
A. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 .................................. 4
B. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015................................... 9
C. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR ......................... 11
D. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Pembayaran Subsidi Bunga untuk KUR ................................. 58
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
1
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga saat ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih merupakan salah satu
sektor unggulan yang dapat menopang perekonomian Indonesia. Hal ini terbukti dari kontribusi
UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja serta ekspor yang
cukup besar. Tercatat pada tahun 2013, kontribusi sektor UMKM terhadap PDB yang terus
meningkat menjadi sebesar 60,34%. Kontribusi sektor UMKM terhadap penyerapan total tenaga
kerja juga tinggi, yaitu sebesar 96,99%. Selain itu, kontribusi sektor UMKM terhadap total
ekspor non migas mencapai 15,68%
Pelaku usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari
seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang,
pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa. Jumlah UMKM pada tahun 2013 tercatat
mencapai 57,9 juta unit usaha, meningkat dari 52,8 juta unit pada tahun 2009. Jumlah tenaga
kerja yang terlibat dalam UMKM mencapai 114,1 juta orang pada tahun 2013 meningkat dari
96,2 juta orang pada tahun 2009.
Selain sumbangsih yang besar terhadap perekonomian Indonesia, UMKM juga
merupakan salah satu solusi untuk mengurangi ketimpangan maupun kesenjangan pendapatan
masyarakat Indonesia, karena sektor ini mempunyai ketahanan ekonomi yang tinggi. Hal ini
yang mendorong pemerintah untuk terus menciptakan dan mendukung program
pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan.
Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada
lembaga keuangan dengan pola penjaminan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan
pada November 2007. Dalam perkembangannya, KUR skema subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP)
sejak November 2007 sampai dengan 31 Desember 2014 telah disalurkan sebesar Rp. 178,85
triliun. Sedangkan kebijakan KUR baru yaitu dengan skema subsidi bunga yang diluncurkan sejak
14 Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2017 telah tersalurkan sebesar 213,88 triliun.
Untuk tahun 2017 saja, jumlah kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp 96,7 triliun kepada 4
juta debitur, dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) sangat kecil, yaitu 0,3%.
Arah kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019 adalah
meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
2
berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”) dalam rangka mendukung
kemandirian perekonomian nasional. Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan adalah
sebagai berikut: 1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia, 2) Peningkatan akses
pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, 3) Peningkatan nilai tambah produk dan
jangkauan pemasaran, 4) Penguatan kelembagaan usaha, 5) Peningkatan kemudahan, kepastian
dan perlindungan usaha.
Memperhatikan arah kebijakan peningkatan daya saing UMKM tersebut, Presiden telah
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan
bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM diketuai oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan para menteri/kepala lembaga
terkait dengan tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM
termasuk penetapan prioritas bidang usaha, melakukan monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian
hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM.
Pada akhir tahun 2017, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2018. Dalam
peraturan tersebut, terdapat 12 ketentuan baru yaitu terkait penurunan suku bunga, kelompok
usaha sebagai penerima KUR, skema KUR Khusus, pengaturan minimum porsi penyaluran KUR
ke sektor produksi, skema KUR multisektor, mekanisme pembayaran yarnen, perubahan istilah
KUR Ritel menjadi KUR Kecil, jumlah plafon KUR Mikro untuk sektor produksi, penyaluran KUR
bersamaan dengan kredit lain yang dibolehkan, struktur biaya KUR Penempatan TKI, KUR untuk
masyarakat perbatasan, dan KUR untuk optimalisasi KUBE.
Dengan penetapan plafon maksimal KUR pada tahun 2018 sebesar Rp 120 triliun,
diharapkan dapat memberikan kemudahan pemberian kredit kepada UMKM khususnya di
sektor pertanian, kelautan dan perikanan, industri pengolahan, kontruksi dan sektor jasa
produksi, serta penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
3
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan Buku Kumpulan Peraturan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2018 bertujuan:
1. Memperluas dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan KUR agar sesuai dengan
pengaturan yang diamanatkan dalam Keputusan Presiden tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
2. Meningkatkan efektivitas sinergi dan kerjasama pelaksanaan KUR oleh
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha.
3. Sebagai pedoman/petunjuk pelaksanaan bagi masing-masing pihak yang terkait dengan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pengawasan program KUR.
4. Menyediakan informasi penting terkait pelaksanaan program KUR.
5. Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program KUR.
6. Sebagai dokumen tertulis kepada berbagai pihak yang membutuhkan.
7. Sebagai referensi pelaksanaan kredit program pemerintah di waktu mendatang.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
4
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
5
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
4
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2015
TENTANG
KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan
menengah, perlu mengembangkan akses pembiayaan dari perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank bagi usaha mikro, kecil, dan menengah;
b. bahwa untuk menyinergikan kebijakan atas pengembangan akses
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu membentuk
komite kebijakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.
Pasal 1
(1) Membentuk Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan.
(2) Komite Kebijakan berkedudukan dan bertanggungjawab kepada
Presiden.
Pasal 2
(1) Komite Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, mempunyai
tugas sebagai berikut:
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
5
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penetapan prioritas
bidang usaha;
b. melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan
pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
c. mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan
permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 3
Susunan keanggotaan Komite Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1, terdiri dari:
Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
Anggota : 1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah;
4. Menteri Perindustrian;
5. Menteri Perdagangan;
6. Menteri Pertanian;
7. Menteri Kelautan dan Perikanan;
8. Menteri Tenaga Kerja;
9. Menteri Badan Usaha Milik Negara;
10. Sekretaris Kabinet;
11. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan;
12. Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia;
Sekretaris : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan kebijakan pembiayaan
bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
6
diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Komite
Kebijakan:
a. berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. dapat melibatkan dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah, serta pihak lain yang dianggap perlu.
Pasal 6
(1) Untuk membantu pelaksanaan tugas Komite Kebijakan, dibentuk Tim
Pelaksana.
(2) Susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Tim Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan.
Pasal 7
(1) Untuk memberikan dukungan pelaksanaan tugas Komite Kebijakan,
dibentuk Sekretariat Komite Kebijakan.
(2) Sekretariat Komite Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan secara fungsional oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pasal 8
Ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan untuk pelaksanaan kebijakan
pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang
ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Pasal 9
Komite Kebijakan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Presiden
paling kurang 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
7
Pasal 10
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komite Kebijakan
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Anggaran
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pasal 11
Keputusan Presiden ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
8
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
9
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
9
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG
KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan pengembangan akses pembiayaan untuk
meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu
dilakukan perubahan pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.
Pasal I
Ketentuan Pasal 8 dalam Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
Ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga, dan fasilitas
lainnya untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
10
dan Menengah, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan
memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Pasal II
Keputusan Presiden ini berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Juli 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
11
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
12
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
11
SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA
MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL,
DAN MENENGAH,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah ditetapkan
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat;
b. bahwa untuk meningkatkan dan memperluas pelaksanaan penyaluran
Kredit Usaha Rakyat serta mendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya di Sektor Produksi seperti pertanian, perikanan, industri
pengolahan, konstruksi, dan jasa produksi, perlu diatur kembali
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah tentang
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat;
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
12
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 8);
2. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 9);
3. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 768);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN
MENENGAH TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini
yang dimaksud dengan:
1. Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah
kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur
individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang
produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum cukup.
2. Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan yang berdasarkan
prinsip konvensional maupun syariah yang diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang jasa keuangan.
3. Koperasi adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan/atau Koperasi
Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang diawasi oleh
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
13
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkoperasian.
4. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan
kewajiban finansial debitur KUR oleh penjamin KUR baik berdasarkan
prinsip konvensional maupun syariah.
5. Penjamin KUR adalah perusahan penjaminan dan perusahaan lain
yang ditunjuk untuk memberikan penjaminan KUR.
6. Suku Bunga/Marjin adalah tingkat bunga/marjin yang dikenakan
dalam pemberian KUR.
7. Penyalur KUR adalah Lembaga Keuangan atau Koperasi yang ditunjuk
untuk menyalurkan KUR.
8. Subsidi Bunga/Subsidi Marjin adalah selisih antara tingkat
bunga/marjin yang diterima oleh Penyalur KUR dengan tingkat
bunga/marjin yang dibebankan kepada penerima KUR.
9. Penerima KUR adalah individu/perseorangan baik sendiri-sendiri
maupun dalam Kelompok Usaha atau badan usaha yang melakukan
usaha yang produktif.
10. Marjin untuk Akad Murabahah yang selanjutnya disebut Marjin
adalah besaran keuntungan atau istilah lain sesuai akad syariah yaitu
imbalan bagi hasil atau lainnya yang ditetapkan dalam rangka
pemberian KUR syariah.
11. Kelompok Usaha adalah kumpulan pelaku usaha yang dibentuk
berdasarkan kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan (sosial,
ekonomi, sumber daya, tempat) dan/atau keakraban untuk
meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
12. Sektor Produksi adalah sektor ekonomi yang menghasilkan barang
dan/atau jasa.
Pasal 2
Pelaksanaan KUR bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha
produktif;
b. meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan
menengah; dan
c. mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
14
BAB II
PELAKSANAAN KUR
Bagian Kesatu
Penerima KUR
Pasal 3
(1) Penerima KUR terdiri dari:
a. usaha mikro, kecil, dan menengah;
b. calon tenaga kerja indonesia yang akan bekerja di luar negeri;
c. calon pekerja magang di luar negeri;
d. anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan
tetap atau bekerja sebagai tenaga kerja indonesia;
e. tenaga kerja indonesia yang purna bekerja di luar negeri;
f. pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja;
g. usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah perbatasan
dengan negara lain; dan/atau
h. Kelompok Usaha seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE),
Gabungan Kelompok Tani dan Nelayan (Gapoktan), dan
kelompok usaha lainnya.
(2) Persyaratan Penerima KUR yang berupa Kelompok Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. terdiri atas seluruh anggota yang memiliki usaha produktif dan
layak, dan/atau diperbolehkan beberapa anggota merupakan
pelaku usaha pemula;
b. dalam hal anggota Kelompok Usaha terdapat pelaku usaha
pemula maka harus memiliki surat rekomendasi pengajuan
kredit/pembiayaan dari ketua Kelompok Usaha;
c. kegiatan usaha dapat dilakukan secara mandiri dan/atau
bekerja sama dengan mitra usaha;
d. kegiatan Kelompok Usaha dilaksanakan untuk meningkatkan
dan mengembangkan usaha anggotanya;
e. Kelompok Usaha telah memiliki surat keterangan Kelompok
Usaha yang diterbitkan oleh dinas/ instansi terkait dan/atau
surat keterangan lainnya;
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
15
f. pengajuan permohonan kredit/pembiayaan dilakukan oleh
Kelompok Usaha melalui ketua Kelompok Usaha dengan jumlah
pengajuan berdasarkan plafon kredit/pembiayaan yang
diajukan oleh masing-masing anggota Kelompok Usaha;
g. perjanjian kredit/pembiayaan untuk Kelompok Usaha dilakukan
oleh masing-masing individu anggota Kelompok Usaha dengan
Penyalur KUR;
h. dalam hal hasil penilaian Penyalur atas pengajuan
kredit/pembiayaan yang dilakukan oleh Kelompok Usaha
membutuhkan agunan tambahan maka Kelompok Usaha dapat
memberikan agunan tambahan kolektif yang bersumber dari
aset Kelompok Usaha itu sendiri atau aset dari sebagian anggota
Kelompok Usaha yang dapat dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme tanggung renteng;
i. dalam hal terdapat kegagalan pembayaran angsuran
kredit/pembiayaan maka ketua Kelompok Usaha mengoordinir
pelaksanaan mekanisme tanggung renteng antar anggota
Kelompok Usaha.
(3) Usaha produktif dan layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah ini.
Bagian Kedua
Penyalur KUR
Pasal 4
(1) Penyalur KUR terdiri atas Lembaga Keuangan atau Koperasi.
(2) Persyaratan Penyalur KUR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai berikut:
a. sehat dan berkinerja baik;
b. melakukan kerja sama dengan perusahaan Penjamin dalam
penyaluran KUR; dan
c. memiliki online system data KUR dengan Sistem Informasi
Kredit Program (SIKP).
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
16
Pasal 5
(1) Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
yang berminat sebagai Penyalur KUR wajib:
a. mengajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a;
b. melakukan kerja sama dengan Penjamin KUR untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b yang dibuktikan dengan
perjanjian kerja sama antara Penyalur dan Penjamin;
c. mengajukan kepada Kementerian Keuangan untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c; dan
d. melakukan perjanjian kerjasama pembiayaan dengan kuasa
pengguna anggaran setelah memenuhi semua persyaratan
sebagai Penyalur KUR.
(2) Pengajuan pemenuhan persyaratan kepada Kementerian Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilakukan
apabila Lembaga Keuangan telah ditetapkan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pengajuan dari Lembaga
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menetapkan
Lembaga Keuangan telah memenuhi atau tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a.
(4) Penetapan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) disampaikan kepada Lembaga Keuangan bersangkutan, Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Kementerian Keuangan, dan kuasa pengguna anggaran KUR.
(5) Kementerian Keuangan berdasarkan pengajuan dari Lembaga
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, menetapkan
Lembaga Keuangan telah memenuhi atau tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.
(6) Penetapan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) disampaikan kepada Lembaga Keuangan bersangkutan, Komite
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
17
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Otoritas Jasa Keuangan, dan kuasa pengguna anggaran KUR.
(7) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian berkala kepada Lembaga
Keuangan yang telah ditetapkan sebagai Penyalur KUR atas kesehatan
dan kinerja Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf a.
(8) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Otoritas
Jasa Keuangan dapat menetapkan Lembaga Keuangan tidak layak atau
kinerjanya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan hasil penetapan tersebut
disampaikan kepada Lembaga Keuangan bersangkutan, Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Kementerian Keuangan, serta kuasa pengguna anggaran.
(9) Lembaga Keuangan yang dinyatakan tidak layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (8), diberhentikan sebagai Penyalur KUR.
(10) Lembaga Keuangan yang telah berhenti sebagai Penyalur KUR
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat mengajukan kembali
sebagai Penyalur KUR dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 6
(1) Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang berminat
sebagai penyalur KUR wajib:
a. mengajukan permohonan kepada Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah untuk dapat dinyatakan memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf
a;
b. melakukan kerja sama dengan Penjamin KUR untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b yang dibuktikan dengan
perjanjian kerja sama antara Penyalur dan Penjamin;
c. mengajukan kepada Kementerian Keuangan untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c; dan
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
18
d. melakukan perjanjian kerja sama pembiayaan dengan kuasa
pengguna anggaran setelah memenuhi semua persyaratan
sebagai Penyalur KUR.
(2) Pengajuan pemenuhan persyaratan kepada Kementerian Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilakukan
apabila Koperasi telah ditetapkan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a oleh
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
(3) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan
pengajuan dari Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
menetapkan Koperasi telah memenuhi atau tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a
setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Penetapan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Koperasi
yang bersangkutan, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, Kementerian Keuangan, dan kuasa pengguna
anggaran KUR.
(5) Kementerian Keuangan berdasarkan pengajuan dari Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, menetapkan Koperasi
telah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.
(6) Penetapan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) disampaikan kepada Koperasi yang bersangkutan, Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
(7) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melakukan
penilaian secara berkala kepada Koperasi yang telah ditetapkan
sebagai Penyalur KUR atas kesehatan dan kinerja Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, yang
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
(8) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah setelah
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan
Koperasi tidak layak atau kinerjanya tidak sesuai dengan persyaratan
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
19
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan hasil
penetapan tersebut disampaikan kepada Koperasi yang bersangkutan,
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, Kementerian Keuangan, serta kuasa pengguna anggaran
KUR.
(9) Koperasi yang dinyatakan tidak layak sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) diberhentikan sebagai Penyalur KUR.
(10) Koperasi yang telah berhenti sebagai Penyalur KUR sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) dapat mengajukan kembali sebagai Penyalur
KUR dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 7
(1) Penyaluran KUR oleh Penyalur KUR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf b dapat menggunakan pola linkage yaitu secara
channeling atau executing.
(2) Ketentuan lebih lanjut pola linkage sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan
bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini.
Pasal 8
Pendanaan untuk penyaluran KUR oleh Penyalur KUR bersumber dari dana
Lembaga Keuangan Penyalur KUR.
Pasal 9
(1) Penyaluran KUR oleh Penyalur KUR mengacu kepada basis data yang
tercantum dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang disusun
oleh Kementerian Keuangan.
(2) SIKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bertahap,
yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
(3) Kementerian Keuangan dalam menyusun SIKP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu kepada basis data dari kementerian/lembaga
teknis, pemerintah daerah, Penyalur KUR, dan perusahaan Penjamin
KUR.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
20
Bagian Ketiga
Penjamin KUR
Pasal 10
(1) Penjamin KUR terdiri atas perusahaan penjaminan dan perusahaan
lain yang ditunjuk untuk memberikan penjaminan KUR.
(2) Persyaratan Penjamin KUR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai berikut:
a. perusahaan yang sehat dan berkinerja baik;
b. melakukan kerja sama dengan Lembaga Keuangan dan/atau
Koperasi dalam penjaminan KUR; dan
c. memiliki online system data KUR dengan Sistem Informasi
Kredit Program (SIKP).
(3) Perusahaan yang berminat sebagai Penjamin KUR:
a. mengajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a;
b. melakukan kerja sama online system dengan Lembaga
Keuangan atau Koperasi yang dibuktikan dengan perjanjian
kerja sama antara Penjamin KUR dan Penyalur KUR; dan
c. mengajukan kepada Kementerian Keuangan untuk dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c.
(4) Pengajuan pemenuhan persyaratan kepada Kementerian Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c hanya dapat dilakukan
apabila perusahaan telah ditetapkan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(5) Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pengajuan dari perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menetapkan
perusahaan telah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
(6) Penetapan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) disampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan, Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Kementerian Keuangan, dan kuasa pengguna anggaran KUR.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
21
(7) Kementerian Keuangan berdasarkan pengajuan dari perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c menetapkan perusahaan
telah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(8) Penetapan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) disampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan, Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Otoritas Jasa Keuangan, dan kuasa pengguna anggaran KUR.
(9) Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian secara berkala kepada
perusahaan yang telah ditetapkan sebagai Penjamin KUR atas
kesehatan dan kinerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a.
(10) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Otoritas
Jasa Keuangan dapat menetapkan perusahaan tidak layak atau
kinerjanya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan hasil penetapan tersebut disampaikan
kepada perusahaan yang bersangkutan, Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kementerian
Keuangan, dan kuasa pengguna anggaran KUR.
(11) Perusahaan yang dinyatakan tidak layak atau kinerjanya tidak sesuai
dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (10),
diberhentikan sebagai Penjamin KUR.
(12) Perusahaan yang telah diberhentikan sebagai Penjamin KUR
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dapat mengajukan kembali
sebagai Penjamin KUR dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a.
Pasal 11
(1) Penjamin KUR menjamin KUR berdasarkan perjanjian kerja sama
dengan Penyalur KUR.
(2) Imbal jasa Penjaminan bagi Penjamin KUR berdasarkan hasil
kesepakatan dengan Penyalur KUR.
(3) Imbal jasa Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
bagian komponen dalam Subsidi Bunga/ Marjin.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
22
Bagian Keempat
Agunan
Pasal 12
(1) Agunan KUR terdiri atas:
a. agunan pokok; dan
b. agunan tambahan.
(2) Agunan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan usaha atau obyek yang dibiayai oleh KUR.
(3) Agunan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
untuk:
a. KUR mikro dan KUR penempatan tenaga kerja Indonesia tidak
diwajibkan dan tanpa perikatan; dan
b. KUR kecil dan KUR khusus sesuai dengan kebijakan/ penilaian
Penyalur KUR.
Bagian Kelima
Subsidi Bunga/Marjin
Pasal 13
(1) Pemerintah memberikan Subsidi Bunga/Marjin penyaluran KUR
sebesar selisih antara tingkat bunga/marjin yang diterima oleh
Penyalur KUR dengan tingkat bunga/marjin yang dibebankan kepada
Penerima KUR.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran subsidi bunga/marjin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
23
BAB III
PENYALURAN KUR
Bagian Kesatu
Jenis Penyaluran KUR
Pasal 14
(1) KUR yang disalurkan oleh Penyalur KUR, terdiri atas:
a. KUR mikro;
b. KUR kecil;
c. KUR penempatan tenaga kerja Indonesia; dan
d. KUR khusus.
(2) Penyaluran KUR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan
pada Sektor Produksi yaitu sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan, sektor kelautan dan perikanan, sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor jasa produksi.
(3) Penyaluran KUR pada Sektor Produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), wajib memenuhi porsi penyaluran KUR Sektor Produksi
paling sedikit mencapai target porsi penyaluran yang ditetapkan oleh
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dalam forum rapat koordinasi.
(4) Penyalur KUR dapat memberikan kredit/pembiayaan multisektor
kepada calon penerima yang memiliki usaha lebih dari satu sektor
usaha namun dengan porsi pembiayaan paling banyak kepada Sektor
Produksi, dengan menggunakan 1 (satu) akad kredit/pembiayaan.
(5) Pencatatan penyaluran KUR pada sektor usaha yang dominan dibiayai
oleh KUR dilakukan berdasarkan pemberian kredit/pembiayaan
multisektor sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
24
Bagian Kedua
Penyaluran KUR Mikro
Pasal 15
(1) KUR mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
diberikan kepada Penerima KUR dengan jumlah paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) setiap individu.
(2) Suku Bunga/Marjin KUR mikro sebesar 7% (tujuh persen) efektif
pertahun atau disesuaikan dengan Suku Bunga/Marjin flat/anuitas
yang setara.
(3) Jangka waktu KUR mikro:
a. paling lama 3 (tiga) tahun untuk kredit/pembiayaan modal
kerja; atau
b. paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/pembiayaan investasi,
dengan grace period sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
(4) Dalam hal skema pembayaran KUR mikro, Penerima KUR dapat
melakukan pembayaran pokok dan Suku Bunga/Marjin KUR mikro
secara angsuran berkala dan/atau pembayaran sekaligus saat jatuh
tempo sesuai dengan kesepakatan antara Penerima KUR dan Penyalur
KUR dengan memerhatikan kebutuhan skema pembiayaan masing–
masing penerima.
(5) Ketentuan jangka waktu terkait perpanjangan, tambahan
kredit/pembiayaan (suplesi), dan restrukturisasi KUR mikro
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah ini.
Pasal 16
(1) Calon Penerima KUR mikro terdiri atas Penerima KUR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g, dan huruf h.
(2) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf a, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h harus mempunyai
usaha produktif dan layak yang telah berjalan paling singkat 6 (enam)
bulan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
25
(3) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf f telah mengikuti pelatihan kewirausahaan dan telah
memiliki usaha selama paling singkat 3 (tiga) bulan.
(4) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berupa Kelompok Usaha wajib melengkapi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(5) KUBE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h yang
menjalankan usaha untuk semua sektor ekonomi yang dapat dibiayai
KUR, dapat menerima KUR mikro sebagai modal kerja pengembangan
usaha bersama.
(6) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat sedang menerima kredit/pembiayaan yaitu KUR pada penyalur
yang sama, kredit kepemilikan rumah, kredit/leasing kendaraan
bermotor, kartu kredit, dan resi gudang dengan kolektibilitas lancar.
(7) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki surat izin usaha mikro dan kecil yang diterbitkan pemerintah
daerah setempat dan/atau surat izin lainnya.
(8) Calon Penerima KUR mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dibuktikan
dengan kartu identitas berupa KTP Elektronik atau Surat Keterangan
Pembuatan KTP Elektronik.
Pasal 17
(1) Calon Penerima KUR mikro yang sedang menerima KUR mikro tetap
dapat memperoleh tambahan kredit/ pembiayaan dengan total
outstanding pinjaman sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk skema kredit/pembiayaan investasi dengan
kredit/pembiayaan investasi dan kredit/pembiayaan modal
kerja dengan kredit/pembiayaan modal kerja diijinkan; dan
b. pemberian kredit/pembiayaan investasi dan kredit/ pembiayaan
modal kerja dapat dilakukan bersamaan dalam KUR mikro.
(2) Calon Penerima KUR mikro dapat menerima KUR mikro Sektor
Produksi paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
per musim tanam atau satu siklus produksi.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
26
(3) Satu musim tanam atau satu siklus produksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yaitu:
a. sektor pertanian satu musim tanam;
b. sektor peternakan satu musim budidaya ternak;
c. sektor perikanan satu musim budidaya dan/atau tangkap ikan;
dan
d. Sektor Produksi lainnya satu siklus produksi sampai dengan
menghasilkan barang dan/atau jasa.
(4) Calon Penerima KUR mikro diluar Sektor Produksi hanya dapat
menerima KUR mikro dengan total akumulasi plafon KUR mikro
termasuk suplesi atau perpanjangan paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dari Penyalur KUR.
Pasal 18
(1) Penyalur KUR mikro wajib melakukan pengecekan calon penerima
KUR melalui Sistem Informasi Debitur (SID) atau Sistem Layanan
Informasi Keuangan (SLIK).
(2) Dalam hal calon Penerima KUR mikro berdasarkan pengecekan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih memiliki baki debet
kredit/pembiayaan produktif dan kredit/pembiayaan program diluar
KUR yang tercatat pada Sistem Informasi Debitur (SID) atau Sistem
Layanan Informasi Keuangan (SLIK) tetapi yang bersangkutan sudah
melunasi pinjaman, diperlukan surat keterangan lunas/roya dengan
lampiran cetakan rekening dari pemberi kredit/pembiayaan
sebelumnya.
Bagian Ketiga
Penyaluran KUR Kecil
Pasal 19
(1) KUR kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b
diberikan kepada Penerima KUR dengan jumlah diatas
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap individu.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
27
(2) Suku Bunga/Marjin KUR kecil sebesar 7% (tujuh persen) efektif
pertahun atau disesuaikan dengan Suku Bunga/Marjin flat/anuitas
yang setara.
(3) Jangka waktu KUR kecil:
a. paling lama 4 (empat) tahun untuk kredit/ pembiayaan modal
kerja; atau
b. paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/pembiayaan investasi,
dengan grace period sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
(4) Dalam hal skema pembayaran KUR kecil, Penerima KUR dapat
melakukan pembayaran pokok dan Suku Bunga/Marjin KUR kecil
secara angsuran berkala dan/atau pembayaran sekaligus saat jatuh
tempo sesuai dengan kesepakatan antara Penerima KUR dan Penyalur
KUR dengan memerhatikan kebutuhan skema pembiayaan masing-
masing Penerima KUR.
(5) Ketentuan jangka waktu terkait perpanjangan, tambahan
kredit/pembiayaan (suplesi), dan restrukturisasi KUR Kecil tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah ini.
Pasal 20
(1) Calon Penerima KUR kecil terdiri atas Penerima KUR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Calon Penerima KUR kecil harus mempunyai usaha produktif dan
layak yang telah berjalan paling singkat 6 (enam) bulan.
(3) Calon Penerima KUR kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berupa Kelompok Usaha wajib melengkapi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Calon Penerima KUR kecil dapat sedang menerima kredit/pembiayaan
lainnya yaitu KUR pada penyalur yang sama, kredit kepemilikan
rumah, kredit/leasing kendaraan bermotor, kartu kredit, dan resi
gudang dengan kolektabilitas lancar.
(5) Calon Penerima KUR kecil memiliki surat izin usaha mikro dan kecil
yang diterbitkan pemerintah daerah setempat dan/atau surat izin
lainnya.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
28
(6) Calon Penerima KUR kecil wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan
(NIK) yang dibuktikan dengan kartu identitas berupa KTP Elektronik
atau Surat Keterangan Pembuatan KTP Elektronik.
(7) Calon Penerima KUR kecil dengan plafon diatas Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), wajib memiliki NPWP.
Pasal 21
(1) Calon Penerima KUR kecil yang sedang menerima KUR kecil tetap
dapat memperoleh tambahan kredit/ pembiayaan dengan total
outstanding pinjaman sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk skema kredit/pembiayaan investasi dengan
kredit/pembiayaan investasi dan kredit/pembiayaan modal
kerja dengan kredit/pembiayaan modal kerja diijinkan; dan
b. pemberian kredit/pembiayaan investasi dan kredit/ pembiayaan
modal kerja dapat dilakukan bersamaan dalam program KUR
Kecil.
(2) Calon Penerima KUR kecil hanya dapat menerima KUR Kecil dengan
total akumulasi plafon KUR kecil termasuk suplesi atau perpanjangan
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dari
Penyalur KUR.
Pasal 22
(1) Penyalur KUR kecil wajib melakukan pengecekan calon penerima KUR
melalui Sistem Informasi Debitur (SID) atau Sistem Layanan Informasi
Keuangan (SLIK).
(2) Dalam hal calon Penerima KUR Kecil berdasarkan pengecekan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih memiliki baki debet
kredit/pembiayaan produktif dan kredit/pembiayaan program diluar
KUR yang tercatat SID atau SLIK tetapi yang bersangkutan sudah
melunasi pinjaman, diperlukan surat keterangan lunas/roya dengan
lampiran cetakan rekening dari pemberi kredit/pembiayaan
sebelumnya.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
29
Bagian Keempat
Penyaluran KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Pasal 23
(1) KUR penempatan tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diberikan kepada Penerima KUR
dengan jumlah paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
(2) Suku Bunga/Marjin KUR penempatan tenaga kerja Indonesia sebesar
7% (tujuh persen) efektif pertahun atau dapat disesuaikan dengan
Suku Bunga/Marjin flat/anuitas yang setara.
(3) Jangka waktu KUR penempatan tenaga kerja Indonesia paling lama
sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 24
Pemerintah memberikan subsidi bunga/marjin dan biaya penagihan
(collection fee) KUR penempatan tenaga kerja Indonesia.
Pasal 25
(1) Calon Penerima KUR penempatan tenaga kerja Indonesia terdiri atas
Penerima KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b
dan huruf c.
(2) Persyaratan calon Penerima KUR penempatan tenaga kerja Indonesia
sebagai berikut:
a. memiliki perjanjian penempatan tenaga kerja Indonesia yang
ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS); dan
b. memiliki Perjanjian Kerja dengan pengguna bagi tenaga kerja
Indonesia baik yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), Pemerintah atau
Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja secara perseorangan.
(3) Calon Penerima KUR penempatan tenaga kerja Indonesia selain
memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap
harus memenuhi persyaratan lainnya yang diperlukan untuk
penempatan tenaga kerja Indonesia dan pekerja magang sesuai
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
30
dengan ketentuan peraturan kementerian/lembaga yang membina
tenaga kerja.
(4) Calon Penerima KUR penempatan tenaga kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang dibuktikan dengan kartu identitas berupa
KTP Elektronik atau Surat Keterangan Pembuatan KTP Elektronik.
Pasal 26
(1) Besar pinjaman KUR penempatan tenaga kerja Indonesia disesuaikan
dengan struktur biaya (cost stucture) yang ditetapkan oleh
Kementerian Ketenagakerjaan yang mencakup biaya untuk:
a. pengurusan dokumen jati diri;
b. pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
c. pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja; dan/atau
d. biaya lain-lain sebagaimana ditetapkan oleh
kementerian/lembaga yang berwenang.
(2) Nilai pinjaman KUR penempatan tenaga kerja Indonesia ditetapkan
berdasarkan hasil analisis kredit/pembiayaan oleh Penyalur KUR.
(3) Dalam hal cost stucture (struktur biaya) tahun berjalan belum
ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Penyalur KUR dapat
menggunakan acuan tahun sebelumnya dan dalam melakukan analisis
kredit/pembiayaan memerhatikan kebijakan Pemerintah dan kondisi
ekonomi tahun berjalan serta perkembangan biaya penempatan yang
berlaku.
Pasal 27
(1) Perjanjian kredit/pembiayaan bagi KUR penempatan tenaga kerja
Indonesia dapat dilakukan bersamaan dengan perjanjian
penempatan.
(2) Tenaga Kerja Indonesia difasilitasi oleh Penyalur KUR untuk membuka
rekening penerimaan gaji di bank koresponden yang akan dimasukkan
ke dalam perjanjian kerja dengan memerhatikan ketentuan hukum
yang berlaku di masing-masing negara penempatan.
(3) Pencairan KUR penempatan tenaga kerja Indonesia dilakukan setelah
tenaga kerja Indonesia mendapatkan kepastian penempatan
terhadap pengguna dan telah memiliki izin kerja di negara tujuan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
31
Bagian Kelima
Penyaluran KUR Khusus
Pasal 28
(1) KUR khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d
diberikan kepada kelompok yang dikelola secara bersama dalam
bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk komoditas
perkebunan rakyat dan peternakan rakyat serta perikanan rakyat.
(2) KUR khusus diberikan kepada penerima KUR dengan jumlah plafon
diatas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap
individu anggota kelompok.
(3) Suku Bunga/Marjin KUR khusus sebesar 7% (tujuh persen) efektif
pertahun atau disesuaikan dengan Suku Bunga/Marjin flat/anuitas
yang setara.
(4) Jangka waktu KUR khusus:
a. paling lama 4 (empat) tahun untuk kredit/ pembiayaan modal
kerja; atau
b. paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/pembiayaan investasi,
dengan grace period sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
(5) Dalam hal skema pembayaran KUR khusus, Penerima KUR dapat
melakukan pembayaran pokok dan Suku Bunga/Marjin KUR khusus
secara angsuran berkala dan/atau pembayaran sekaligus saat jatuh
tempo sesuai dengan kesepakatan antara Penerima KUR dan Penyalur
KUR dengan memerhatikan kebutuhan skema pembiayaan masing-
masing Penerima KUR khusus.
(6) Calon Penerima KUR khusus dapat sedang menerima
kredit/pembiayaan lainnya yaitu berupa KUR pada penyalur yang
sama, kredit kepemilikan rumah, kredit/leasing kendaraan bermotor,
kartu kredit, dan resi gudang dengan kolektabilitas lancar.
(7) Calon Penerima KUR khusus memiliki surat izin usaha mikro dan kecil
yang diterbitkan pemerintah daerah setempat dan/atau surat izin
lainnya.
(8) Calon Penerima KUR khusus wajib memiliki Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang dibuktikan dengan kartu identitas berupa
KTP Elektronik atau Surat Keterangan Pembuatan KTP Elektronik.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
32
(9) Calon Penerima KUR khusus dengan plafon diatas Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah), wajib memiliki NPWP.
(10) Mekanisme penyaluran kredit/pembiayaan terkait KUR khusus
komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan
rakyat, serta ketentuan jangka waktu terkait perpanjangan, tambahan
kredit/pembiayaan (suplesi), dan restrukturisasi KUR Khusus
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah ini.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 29
(1) Penyalur KUR wajib melaporkan pelaksanaan penyaluran KUR kepada
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah secara berkala setiap bulan, paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
kantor pusat penyalur KUR melalui Sistem Informasi Kredit Program
(SIKP).
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga disampaikan
secara tertulis kepada Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah melalui Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dengan format laporan tercantum dalam Lampiran V,
Lampiran VI, Lampiran VII, dan Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah ini.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan kepada
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan dan
Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
33
(5) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dapat meminta laporan tambahan kepada Penyalur KUR
dalam hal data/informasi yang diperlukan tidak tersedia dalam Sistem
Informasi Kredit Program (SIKP).
BAB V
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 30
(1) Kementerian/lembaga teknis dan pemerintah daerah melakukan
pembinaan teknis pelaksanaan KUR.
(2) Pembinaan oleh kementerian/lembaga teknis meliputi:
a. menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan
menerima Penjaminan KUR;
b. melakukan upload data calon Penerima KUR potensial untuk
dapat dibiayai KUR ke dalam Sistem Informasi Kredit Program
(SIKP);
c. mengidentifikasi data calon Penerima KUR yang di upload oleh
Penyalur KUR dan perusahaan penjamin, sesuai dengan sektor
masing-masing ke dalam Sistem Informasi Kredit Program
(SIKP);
d. melakukan pembinaan dan pendampingan usaha baik yang
sedang menerima KUR maupun yang belum menerima KUR di
sektornya masing-masing; dan
e. memfasilitasi hubungan antara debitur dengan pihak lainnya
yang memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran
usaha.
(3) Pembinaan oleh pemerintah daerah melalui:
a. melakukan upload data calon Penerima KUR potensial untuk
dapat dibiayai KUR ke dalam SIKP dengan penanggung jawab
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
34
b. mengidentifikasi data calon Penerima KUR yang di upload oleh
Penyalur KUR dan perusahaan penjamin, sesuai dengan wilayah
masing-masing ke dalam SIKP; dan
c. mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
untuk keperluan pengembangan dan pendampingan usaha
Penerima KUR di masing-masing wilayah.
(4) Penetapan cost structure (struktur biaya) di masing-masing sektor
Penerima KUR, Penyalur KUR dapat mengacu pada petunjuk teknis
penyaluran yang dikeluarkan oleh kementerian teknis dan/atau
disepakati oleh para pihak.
(5) Dalam hal pembinaan pelaksanaan KUR Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia:
a. Kementerian Ketenagakerjaan:
1. menerbitkan ketentuan struktur biaya (cost structure)
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia;
2. mengawasi kinerja Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) yang bekerja sama dengan
Penyalur KUR; dan
3. menerbitkan daftar Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta (PPTKIS) yang berkinerja baik untuk menjadi
referensi Penyalur KUR;
b. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia:
1. memfasilitasi pelatihan keuangan kepada Tenaga Kerja
Indonesia dan keluarganya melalui kerja sama antar
kementerian/lembaga dan industri keuangan;
2. melakukan sosialisasi penyaluran KUR Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia kepada para pihak terkait; dan
3. memfasilitasi kerja sama Penyalur KUR dan PPTKIS dengan
mitra kerja di negara penempatan debitur KUR
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
35
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 31
(1) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR sebagai
tindakan yang bersifat preventif.
(2) Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan kinerja
KUR paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
Pasal 32
(1) Dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR, dibentuk
Forum Koordinasi Pengawasan KUR yang selanjutnya disebut Forum
Pengawasan.
(2) Forum Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(selaku koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perdagangan, Kementerian
BUMN, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Forum Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan kementerian/lembaga teknis lainnya dan/atau Satuan
Kerja Audit Internal (SKAI) Penyalur KUR dan Penjamin KUR.
(4) Forum Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
rapat paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk membahas
pengawasan pelaksanaan KUR pada bulan Juni dan bulan Desember.
(5) Simpulan dan keputusan Rapat Forum Pengawasan disampaikan
secara tertulis kepada Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
(6) Forum Pengawasan menyusun ruang lingkup, uraian pekerjaan dan
tata tertib penyelenggaraan Forum Koordinasi Pengawasan KUR.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
36
Pasal 33
(1) Dalam hal laporan forum pengawasan mengindikasikan adanya
penyimpangan yang material, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menugaskan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan pengawasan tujuan
tertentu yang berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Kriteria pengawasan tujuan tertentu tersebut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dituangkan dalam kerangka acuan.
Bagian Ketiga
Evaluasi
Pasal 34
Tingkat keberhasilan pelaksanaan KUR dinilai dari indikator jumlah plafon
KUR yang disalurkan, tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non
Performing Loan/NPL atau Non Performing Financing/NPF), jumlah debitur
yang menerima KUR, dan jumlah debitur berhasil mengalami graduasi.
Pasal 35
(1) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan,
menghentikan penyaluran KUR dalam hal Penyalur KUR memiliki
tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di
atas 5% (lima persen) selama 6 (enam) bulan secara berturut-turut.
(2) Penghentian penyaluran KUR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada Penyalur KUR dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dapat memberikan persetujuan kembali kepada Penyalur
KUR untuk menyalurkan KUR yang dihentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam hal tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) penyalur KUR telah menurun menjadi di bawah
5% (lima persen) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan
mendapatkan rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
37
Pasal 36
(1) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan memberikan teguran
tertulis kepada Penyalur KUR yang melakukan tindakan tidak sesuai
dengan ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
ditindaklanjuti dalam waktu 2 (dua) bulan, Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat
menghentikan kepesertaan Penyalur KUR.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37
(1) Penyalur KUR, Penjamin KUR, kementerian/lembaga teknis dan
Otoritas Jasa Keuangan menyusun petunjuk teknis penyaluran
dan/atau pengawasan KUR.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi capaian
plafon sektoral, capaian plafon bank atau Lembaga Keuangan
nonbank, serta kepatuhan terhadap ketentuan Pedoman Pelaksanaan
KUR.
(3) Penyalur KUR yang tidak mencapai target plafon penyaluran KUR di
Sektor Produksi sebagaimana ditetapkan pada forum rapat koordinasi
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, akan diberikan pembinaan/sanksi sesuai yang ditetapkan
oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Pasal 38
(1) Penyalur KUR sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 170
Tahun 2015 tentang Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat Mikro dan
Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat Mikro dinyatakan sebagai
Penyalur KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
38
(2) Perusahaan penjamin sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor
170 Tahun 2015 tentang Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat Mikro
dan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat Mikro dinyatakan
sebagai Penjamin KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1) Segala perjanjian kerja sama yang telah dilakukan oleh Penyalur KUR
dan perusahaan penjamin sebelum berlakunya Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini tetap berlaku
serta mengikat para pihak sampai perjanjian kerja sama berakhir.
(2) Perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi atas KUR yang telah
disalurkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah ini mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat.
(3) Perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi atas KUR yang telah
disalurkan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
39
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat tetap mengikat para pihak sampai masa
berlakunya perjanjian kredit berakhir.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah ini mulai berlaku, penggunaan istilah KUR Kecil sebagai
pengganti istilah KUR Ritel yang berakibat hukum terhadap pengaturan KUR
Ritel berlaku untuk KUR Kecil.
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 105 Tahun 2016 tentang Penetapan
Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
40
Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1604) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1701) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 2018.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
41
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2017
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2017
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1794
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
42
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
RINCIAN USAHA PRODUKTIF DAN LAYAK PER SEKTOR EKONOMI
I. Sektor yang dibiayai KUR Mikro, KUR Kecil, dan KUR Penempatan TKI (mengacu pada
Laporan Bank Umum 19 sektor ekonomi)
1. Sektor Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan:
Seluruh usaha di sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan (sektor 1), termasuk
tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan, dan peternakan).
2. Sektor Kelautan dan Perikanan:
Seluruh usaha di sektor kelautan dan perikanan (sektor 2), termasuk penangkapan
dan pembudidayaan ikan).
3. Sektor Industri Pengolahan:
Seluruh usaha di sektor Industri Pengolahan (sektor 4), termasuk industri kreatif di
bidang periklanan, fesyen, film, animasi, video, dan alat mesin pendukung kegiatan
ketahanan pangan.
4. Sektor Konstruksi:
Seluruh usaha di sektor Konstruksi (sektor 6), termasuk konstruksi perumahan,
konstruksi gedung, bangunan perairan, dll.
5. Sektor Perdagangan:
Seluruh usaha di sektor perdagangan besar dan eceran (sektor 7), termasuk kuliner
dan pedagang eceran.
6. Jasa Produksi:
Seluruh usaha: sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan (sektor 8),
sektor transportasi – pergudangan - dan komunikasi (sektor 9), sektor real estate -
usaha persewaan - jasa perusahaan (sektor 11), sektor jasa pendidikan (sektor 13),
sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (sektor 14), sektor jasa kemasyarakatan –
sosial budaya – hiburan – perorangan lainnya (sektor 15).
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
43
II. Sektor yang dibiayai KUR Khusus (mengacu pada Laporan Bank Umum 19 sektor ekonomi)
adalah Sektor Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan (sektor 1) dan sektor kelautan dan
perikanan (sektor 2), untuk usaha:
a. Perkebunan Rakyat, khususnya untuk pembiayaan peremajaan, dengan komoditas
seperti: kelapa sawit, karet, cengkeh, kelapa, kakao, kopi, teh, pala, lada, tebu, dan
tembakau.
b. Peternakan Rakyat, khususnya untuk usaha penggemukan ternak dan ternak perah.
c. Komoditas Perikanan Rakyat, akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Teknis
sepanjang sesuai dengan ketentuan KUR yang berlaku.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
44
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
POLA PENYALURAN KUR MELALUI LEMBAGA LINKAGE
Ketentuan Umum KUR melalui Lembaga Linkage yaitu:
a. Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat menerus-pinjamkan KUR
dari Penyalur KUR kepada Penerima KUR berdasarkan perjanjian kerja sama. Lembaga
Linkage meliputi Koperasi atau koperasi simpan pinjam atau koperasi simpan pinjam
pembiayaan syariah sekunder, koperasi atau koperasi simpan pinjam atau koperasi
simpan pinjam pembiayaan syariah primer, bank perkreditan rakyat/bank pembiayaan
rakyat syariah, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan
mikro pola konvensional atau syariah, lembaga keuangan bukan bank lainnya termasuk
fintech, dan kelompok usaha.
b. Penyalur KUR meng-upload data calon penerima KUR yang diberikan oleh lembaga linkage
ke Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).
c. Perusahaan Penjamin menerbitkan Sertifikat Penjaminan atas nama UMKM Penerima KUR
yang telah diberikan penyaluran kredit/pembiayaan.
d. Suku bunga/marjin dari lembaga linkage kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
ditetapkan paling tinggi sebesar 7% (tujuh persen) efektif pertahun untuk KUR Mikro, KUR
Kecil, KUR Penempatan TKI, dan KUR Khusus.
e. Kementerian/lembaga teknis dan/atau pemerintah daerah dapat melakukan identifikasi
data calon penerima KUR di sektor dan/atau wilayah masing-masing yang diajukan oleh
Lembaga Linkage yang di-upload oleh Penyalur KUR dan penjamin KUR namun tidak
mempengaruhi proses penyaluran KUR.
f. Lembaga Linkage yang sedang memperoleh kredit/pembiayaan dari perbankan tetap
diperbolehkan menyalurkan KUR.
g. Jumlah KUR yang disalurkan oleh Penyalur KUR adalah sesuai dengan daftar nominatif
calon debitur yang diajukan oleh Lembaga Linkage.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
45
h. Plafon, suku bunga/marjin dan jangka waktu KUR melalui Lembaga Linkage kepada debitur
mengikuti ketentuan KUR.
i. Pengaturan lebih lanjut terkait penyaluran KUR melalui Lembaga Linkage dengan pola
channelling atau pola executing sesuai kesepakatan Penyalur KUR dengan Lembaga
Linkage.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
46
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
JANGKA WAKTU, PERPANJANGAN, SUPLESI, DAN RESTRUKTURISASI
1. Jangka waktu, Perpanjangan, Tambahan Kredit/Pembiayaan (Suplesi), dan Restrukturisasi
KUR Mikro ditetapkan sebagai berikut:
a. Dalam hal diperlukan perpanjangan, suplesi, atau restrukturisasi, jangka waktu
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) khusus untuk kredit/pembiayaan modal
kerja dapat diperpanjang menjadi maksimal 4 (empat) tahun dan untuk
kredit/pembiayaan investasi dapat diperpanjang menjadi maksimal 7 (tujuh) tahun
terhitung sejak tanggal perjanjian kredit/pembiayaan awal dengan grace period
sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
b. Calon Penerima KUR Mikro dapat menerima KUR Mikro sektor produksi paling
banyak sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per musim tanam atau
1 (satu) siklus produksi.
c. Satu musim tanam atau satu siklus produksi sebagaimana dimaksud pada butir b
adalah untuk sektor pertanian 1 (satu) musim tanam; sektor peternakan 1 (satu)
musim budidaya ternak; sektor perikanan 1 (satu) musim budidaya dan/atau
tangkap ikan; sektor produksi lainnya 1 (satu) siklus produksi sampai dengan
menghasilkan barang dan/atau jasa.
d. Calon penerima KUR Mikro diluar sektor produksi hanya dapat menerima KUR Mikro
dengan total akumulasi plafon KUR Mikro termasuk suplesi atau perpanjangan
paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dari Penyalur KUR.
e. Penerima KUR Mikro yang bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi sesuai
ketentuan yang berlaku di penyalur KUR, dengan ketentuan diperbolehkan
penambahan plafon pinjaman KUR Mikro sesuai dengan pertimbangan penyalur
KUR masing-masing.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
47
2. Jangka waktu, Perpanjangan, Tambahan Kredit/Pembiayaan (Suplesi), dan Restrukturisasi
KUR Kecil ditetapkan sebagai berikut:
a. Dalam hal diperlukan perpanjangan, suplesi, atau restrukturisasi, maka jangka waktu
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (3) khusus untuk kredit/pembiayaan modal
kerja dapat diperpanjang menjadi paling lama 5 (lima) tahun dan untuk
kredit/pembiayaan investasi dapat diperpanjang menjadi paling lama 7 (tujuh) tahun
terhitung sejak tanggal perjanjian kredit/pembiayaan awal dengan grace period
sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
b. Total akumulasi plafon termasuk suplesi atau perpanjangan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per debitur.
c. Penerima KUR Kecil yang bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi sesuai
ketentuan yang berlaku di Penyalur KUR, dengan ketentuan diperbolehkan
penambahan plafon pinjaman KUR Kecil sesuai dengan pertimbangan Penyalur KUR
masing-masing.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
48
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
POLA PENYALURAN KUR KHUSUS
1. Penyaluran KUR Khusus Perkebunan Rakyat:
a. KUR Khusus untuk komoditas perkebunan rakyat adalah KUR yang diberikan kepada
kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan
mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, yang diberikan kepada penerima
KUR dengan jumlah plafon diatas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan
paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap individu
anggota kelompok.
b. Suku bunga/marjin KUR Khusus Perkebunan Rakyat sebesar 7% (tujuh persen)
efektif pertahun atau disesuaikan dengan suku bunga/marjin flat/anuitas yang
setara.
c. Jangka waktu pemberian subsidi bunga untuk KUR Khusus Perkebunan Rakyat sesuai
dengan jangka waktu KUR yang diterima.
d. Dalam hal skema pembayaran KUR Khusus, maka Penerima KUR dapat melakukan
pembayaran pokok dan bunga/marjin KUR Khusus secara angsuran berkala dan/atau
pembayaran dengan mempertimbangkan jangka waktu kredit dan jangka waktu
subsidi sesuai dengan kesepakatan antara Penerima dan Penyalur KUR dengan
memerhatikan kebutuhan skema pembiayaan masing–masing Penerima.
e. Dalam hal penerima KUR telah mendapatkan dana Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), maka yang dapat dibiayai dengan KUR hanya
selisih kekurangan dari total pembiayaan peremajaan kelapa sawit dimaksud.
2. Penyaluran KUR Khusus Peternakan Rakyat:
a. KUR Khusus untuk komoditas peternakan rakyat adalah KUR yang diberikan kepada
kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan
mitra usaha untuk komoditas peternakan rakyat, yang diberikan kepada penerima
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
49
KUR dengan jumlah plafon diatas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan
paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap individu
anggota kelompok.
b. Suku bunga/marjin KUR Khusus sebesar 7% (tujuh persen) efektif pertahun atau
disesuaikan dengan suku bunga/marjin flat/anuitas yang setara.
c. Jangka waktu pemberian subsidi bunga untuk KUR Khusus Peternakan Rakyat sesuai
dengan jangka waktu KUR yang diterima.
3. Penyaluran KUR Khusus Perikanan Rakyat:
a. KUR Khusus untuk komoditas perikanan rakyat adalah KUR yang diberikan kepada
kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan
mitra usaha untuk komoditas perikanan rakyat (termasuk pengadaan kapal nelayan),
yang diberikan kepada penerima KUR dengan jumlah plafon diatas Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) setiap individu anggota kelompok.
b. Suku bunga/marjin KUR Khusus sebesar 7% (tujuh persen) efektif pertahun atau
disesuaikan dengan suku bunga/marjin flat/anuitas yang setara.
c. Jangka waktu pemberian subsidi bunga untuk KUR Khusus Perikanan Rakyat sesuai
dengan jangka waktu KUR yang diterima.
4. Persyaratan calon penerima KUR Khusus:
a. Calon penerima KUR Khusus adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,
huruf d, dan huruf e.
b. Calon penerima KUR Khusus harus mempunyai usaha produktif dan layak yang telah
berjalan paling kurang 6 (enam) bulan.
c. Calon penerima KUR Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa
kelompok usaha wajib melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2).
d. Calon penerima KUR Khusus dapat sedang menerima kredit/pembiayaan lainnya
yaitu berupa KUR pada penyalur yang sama, kredit kepemilikan rumah,
kredit/leasing kendaraan bermotor, kartu kredit, dan resi gudang dengan
kolektibilitas lancar.
e. Calon penerima KUR Khusus memiliki surat Izin Usaha Mikro dan Kecil yang
diterbitkan pemerintah daerah setempat dan/atau surat izin lainnya.
f. Calon penerima KUR Khusus wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang
dibuktikan dengan kartu identitas berupa KTP Elektronik atau Surat Keterangan
Pembuatan KTP Elektronik.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
50
g. Calon penerima KUR Khusus dengan plafon diatas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), wajib memiliki NPWP.
5. Jangka waktu, Perpanjangan, Tambahan Kredit/Pembiayaan (Suplesi), dan Restrukturisasi
KUR Khusus ditetapkan sebagai berikut :
a. Dalam hal diperlukan perpanjangan, suplesi, atau restrukturisasi, maka jangka waktu
KUR Khusus untuk kredit/pembiayaan modal kerja dapat diperpanjang menjadi
paling lama 5 (lima) tahun dan untuk kredit/pembiayaan investasi dapat
diperpanjang menjadi paling lama 7 (tujuh) tahun terhitung sejak tanggal perjanjian
kredit/pembiayaan awal dengan grace period sesuai dengan penilaian Penyalur KUR.
b. Penerima KUR Khusus yang bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi sesuai
ketentuan yang berlaku di Penyalur KUR, dengan ketentuan diperbolehkan
penambahan plafon pinjaman KUR Kecil sesuai dengan pertimbangan Penyalur KUR
masing-masing.
c. Calon penerima KUR Khusus yang sedang menerima KUR Khusus tetap dapat
memperoleh tambahan kredit/pembiayaan dengan total outstanding pinjaman
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) untuk skema kredit/pembiayaan investasi dengan kredit/pembiayaan investasi
dan kredit/pembiayaan modal kerja dengan kredit/pembiayaan modal kerja
diijinkan; dan
2) Pemberian kredit/pembiayaan investasi dan kredit/pembiayaan modal kerja
dapat dilakukan bersamaan dalam program KUR Khusus.
d. Calon penerima KUR Khusus hanya dapat menerima KUR Khusus dengan total
akumulasi plafon KUR Khusus termasuk suplesi atau perpanjangan paling banyak
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dari Penyalur KUR.
6. Penyalur KUR Khusus wajib melakukan pengecekan calon penerima KUR melalui Sistem
Informasi Debitur (SID) atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
51
7. Dalam hal calon penerima KUR Khusus berdasarkan pengecekan sebagaimana dimaksud
pada angka 6 masih memiliki baki debet kredit/pembiayaan produktif dan
kredit/pembiayaan program diluar KUR yang tercatat pada Sistem Informasi Debitur (SID)
atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) tetapi yang bersangkutan sudah melunasi
pinjaman, diperlukan surat keterangan lunas/roya dengan lampiran cetakan rekening dari
pemberi kredit/pembiayaan sebelumnya.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
52
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
FORMAT LAPORAN KUR
1. Format laporan sebagai berikut:
a. Realisasi total penyaluran dan baki debet dari KUR, termasuk jumlah debiturnya.
b. Realisasi penyaluran KUR menurut sektor ekonomi, termasuk jumlah debiturnya.
c. Realisasi penyaluran KUR menurut provinsi, termasuk jumlah debiturnya.
d. Realisasi total penyaluran KUR dari Lembaga Linkage kepada debitur menurut pola
channeling dan pola executing, termasuk jumlah Lembaga Linkage dan jumlah
debiturnya.
e. Jumlah Kredit Bermasalah (Non Performing Loan = NPL atau Non Performing
Financing = NPF), termasuk jumlah debitur, sektor ekonomi, dan provinsi.
f. Untuk KUR Penempatan TKI, termasuk realisasi total penyaluran dan jumlah debitur
masing – masing negara tujuan.
2. Laporan sebagaimana dimaksud berisi data posisi akhir bulan dan disampaikan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
53
3. Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat meminta
laporan tambahan dari Penyalur KUR dalam hal data/informasi yang diperlukan tidak
tersedia dalam SIKP.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
54
LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA
KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
FORMULIR LAPORAN REALISASI PENYALURAN KUR PER PROVINSI
NO PROVINSI
(Nama Penyalur)
Total KUR Mikro KUR Kecil/KUR Khusus KUR Penempatan TKI
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
(Rp juta) (Rp juta) (%)
(Rp juta)
(Rp juta) (%)
(Rp juta) (Rp juta) (%)
(Rp juta) (Rp juta) (%)
1 ACEH
2 SUMATERA UTARA
3 SUMATERA BARAT
4 RIAU
5 JAMBI
6 SUMATERA SELATAN
7 BENGKULU
8 LAMPUNG
9 KEPULAUAN RIAU
10 BANGKA BELITUNG
11 DKI JAKARTA
12 JAWA BARAT
13 JAWA TENGAH
14 D.I. YOGYAKARTA
15 JAWA TIMUR
16 BANTEN
17 BALI
18 NTB
19 NTT
20 KALIMANTAN BARAT
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
55
NO PROVINSI
(Nama Penyalur)
Total KUR Mikro KUR Kecil/KUR Khusus KUR Penempatan TKI
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
Plafon Baki
Debet Debitur
NPL/NPF
(Rp juta) (Rp juta) (%)
(Rp juta)
(Rp juta) (%)
(Rp juta) (Rp juta) (%)
(Rp juta) (Rp juta) (%)
21 KALIMANTAN TENGAH
22 KALIMANTAN SELATAN
23 KALIMANTAN TIMUR
24 KALIMANTAN UTARA
25 SULAWESI UTARA
26 SULAWESI TENGAH
27 SULAWESI SELATAN
28 SULAWESI TENGGARA
29 GORONTALO
30 SULAWESI BARAT
31 MALUKU
32 MALUKU UTARA
33 PAPUA BARAT
34 PAPUA
TOTAL
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
56
LAMPIRAN VII
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA
KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
FORMULIR LAPORAN REALISASI PENYALURAN KUR PER SEKTOR
Kode LBU SEKTOR EKONOMI
(Nama Penyalur)
Total KUR Mikro KUR Kecil/KUR Khusus KUR Penempatan TKI
Plafon Baki Debet
Debitur
NPL/ NPF
Plafon Baki Debet
Debitur
NPL/ NPF
Plafon Baki Debet
Debitur
NPL/ NPF
Plafon Baki Debet
Debitur
NPL/ NPF
(Rp juta) (Rp juta)
(%)
(Rp juta) (Rp juta)
(%)
(Rp juta) (Rp juta)
(%)
(Rp juta) (Rp juta)
(%)
PERTANIAN, PERBURUAN, DAN KEHUTANAN
PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
JASA-JASA*
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
57
LAMPIRAN VIII
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
LAPORAN REALISASI PENYALURAN KUR PENEMPATAN TKI PER NEGARA TUJUAN DAN JENIS
LAPANGAN KERJA
NO NEGARA TUJUAN KUR TKI
Plafon (Rp juta) Debitur
1 MALAYSIA
2 BRUNEI DARUSSALAM
3 HONGKONG
4 KOREA
5 SINGAPURA
6 TAIWAN
7 JEPANG
8 LAIN – LAIN
TOTAL - -
NO LAPANGAN KERJA KUR TKI
Plafon (Rp juta) Debitur
1 PEMBANTU RUMAH TANGGA
2 PENJAGA RUMAH
3 KONSTRUKSI
4 PERKEBUNAN
5 PABRIK/MANUFACTURING
6 PERAWAT/JAGA KESEHATAN
7 PERTANIAN
8 PERIKANAN
9 LAIN-LAIN
TOTAL - -
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK
INDONESIA
SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
DARMIN NASUTION
58
59
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
58
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 180 /PMK.05/2017
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN
UNTUK KREDIT USAHA RAKYAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun
2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Keputusan
Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, ketentuan
mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga dan fasilitas lainnya
untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, dan
menengah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
b. bahwa untuk melaksanakan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 19
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 14
Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro,
Kecil, Dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016
tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk Kredit Usaha
Rakyat;
KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2018
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
59
c. bahwa dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Republik Indonesia Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit
Usaha Rakyat, terdapat perluasan cakupan penyalur dan skema penyaluran
Kredit Usaha Rakyat melalui skema syariah dengan pemberian fasilitas
subsidi marjin;
d. bahwa untuk mengakomodir perluasan cakupan penyalur dan skema
penyaluran Kredit Usaha Rakyat sebagaimana dimaksud dalam huruf c,
perlu dilakukan pengaturan kembali terhadap tata cara pelaksanaan subsidi
bunga untuk Kredit Usaha Rakyat yang sebelumnya diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Subsidi Bunga Untuk Kredit Usaha Rakyat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin Untuk Kredit
Usaha Rakyat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana
Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5178);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5423);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251);
60
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SUBSIDI
BUNGA/SUBSIDI MARJIN UNTUK KREDIT USAHA RAKYAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah
kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha
yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum cukup.
2. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah
sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh Penyalur KUR
dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Penerima KUR.
3. Subsidi Marjin adalah bagian marjin yang menjadi beban Pemerintah
sebesar selisih antara marjin yang diterima oleh Penyalur KUR dengan
marjin yang dibebankan kepada Penerima KUR dalam skema pembiayaan
syariah.
4. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
5. Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
6. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang
berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada
kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
7. Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya
disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung
jawab dari PA untuk menggunakan anggaran dalam rangka pembayaran
subsidi atas KUR.
8. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang
selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh
Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam
memberikan arahan terhadap kebijakan program KUR.
61
9. Penerima KUR adalah pihak yang memenuhi kriteria untuk menerima KUR
sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
10. Penyalur KUR adalah lembaga yang memenuhi persyaratan untuk
menyalurkan KUR sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
11. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
12. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat
yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
13. Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib
dibayar kembali oleh Penerima KUR kepada Penyalur KUR.
14. Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah
sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan
menyediakan informasi penyaluran Kredit Program.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman atas pelaksanaan
pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Marjin dalam rangka mendukung pelaksanaan
program KUR.
BAB III
KPA DAN PENGALOKASIAN DANA
Pasal 3
(1) Menteri selaku PA atas anggaran belanja subsidi menetapkan pejabat pada
K/L yang membidangi pemberian subsidi atas KUR sebagai KPA.
(2) Dalam menetapkan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
dapat mempertimbangkan masukan dari Komite Kebijakan.
(3) Penetapan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata
cara pelaksanaan APBN.
62
Pasal 4
(1) KPA menerbitkan keputusan untuk menetapkan:
a. pejabat yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan
dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja negara; dan
b. pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian atas
permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
(2) Salinan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja
selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
Pasal 5
(1) Dana Subsidi Bunga/Subsidi Marjin dialokasikan dalam APBN.
(2) Setiap awal tahun anggaran, KPA menyusun indikasi kebutuhan dana
Subsidi Bunga/Subsidi Marjin tahun anggaran berikutnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan,
penelaahan, dan penetapan alokasi Bagian Anggaran BUN.
(3) Indikasi kebutuhan dana Subsidi Bunga/Subsidi Marjin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), disusun dengan mempertimbangkan antara lain:
a. perkiraan Baki Debet KUR pada tahun anggaran berikutnya;
b. plafon penyaluran tahunan KUR yang ditetapkan oleh Komite
Kebijakan untuk masing-masing Penyalur KUR;
c. perkiraan tunggakan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin pada periode
tahun-tahun sebelumnya; dan/atau
d. data/dokumen pendukung lain yang dibutuhkan.
(4) KPA menyampaikan indikasi kebutuhan dana Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
sebagaimana di maksud pada ayat (2) kepada pejabat eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan yang menjalankan fungsi PA atas
anggaran belanja subsidi.
63
BAB IV
TATA CARA PELAKSANAAN
SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN
Pasal 6
(1) Subsidi Bunga/Subsidi Marjin diberikan melalui skema kerjasama antara
KPA dengan Penyalur KUR yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. identitas para pihak;
b. hak dan kewajiban para pihak; dan
c. sanksi atas pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak.
Pasal 7
(1) Subsidi Bunga/Subidi Marjin diberikan terhadap KUR yang penyalurannya
sesuai dengan plafon penyaluran tahunan untuk masing-masing Penyalur
KUR.
(2) Dalam hal penyaluran KUR melebihi plafon penyaluran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terhadap kelebihan penyaluran tersebut tidak
diberikan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin, kecuali ditentukan lain oleh Komite
Kebijakan.
Pasal 8
(1) Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
(2) Dalam rangka penetapan besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mempertimbangkan:
a. kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan;
b. kemampuan pemerintah menyediakan alokasi belanja subsidi;
dan/atau
c. data dan informasi pendukung lainnya.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin per jenis KUR sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai pedoman pelaksanaan KUR.
b. mulai berlakunya besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin; dan/atau
c. batas akhir berlakunya besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin pada
Keputusan Menteri sebelumnya.
64
Pasal 9
(1) Formula Subsidi Bunga/Subsidi Marjin dihitung sebagai berikut:
Besaran Subsidi × Baki Debet × hari bunga/hari marjin 360
(2) Hari bunga atau hari marjin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan jumlah hari dalam satu periode penagihan Subsidi
Bunga/Subsidi Marjin dimana Baki Debet KUR tidak berubah.
(3) Perhitungan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin dilakukan sesuai contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Subsidi Bunga/Subsidi Marjin diberikan kepada Penerima KUR untuk
mendukung pelaksanaan program KUR.
(2) Subsidi Bunga/Subsidi Marjin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayarkan oleh KPA mewakili Pemerintah kepada Penyalur KUR.
(3) Untuk memperoleh pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyalur KUR mengajukan tagihan
pembayaran kepada KPA.
(4) Pengajuan tagihan pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. diajukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan atau hari
kerja berikutnya dalam hal tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur
atas Baki Debet KUR per akhir bulan sebelumnya; dan
b. disertai dokumen pendukung yang terdiri atas:
1. surat permohonan pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
sesuai contoh tercantum dalam Lampiran huruf B yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini;
2. rincian tagihan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin sesuai contoh
tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
3. kuitansi atau bukti penerimaan pembayaran yang telah
ditandatangani Direksi Penyalur KUR; dan
4. arsip data komputer tagihan yang diunggah ke dalam SIKP.
65
(5) Kebenaran data dalam dokumen pendukung tagihan pembayaran Subsidi
Bunga/Subsidi Marjin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b,
merupakan tanggung jawab Penyalur KUR.
Pasal 11
(1) KPA melakukan pengujian terhadap dokumen tagihan Subsidi
Bunga/Subsidi Marjin yang diajukan oleh Penyalur KUR.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kelengkapan dokumen tagihan; dan
b. kebenaran perhitungan tagihan.
(3) Dalam melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA
dapat menggunakan SIKP.
(4) Dalam hal terdapat ketidak-lengkapan dokumen tagihan dan/atau
kesalahan penghitungan tagihan dalam pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), KPA menunda pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
sampai Penyalur KUR melengkapi dokumen tagihan dan/atau memperbaiki
kesalahan penghitungan tagihan.
(5) Hasil pengujian terhadap dokumen tagihan digunakan sebagai dasar
pembayaran Subsidi Bunga/ Subsidi Marjin.
Pasal 12
(1) KPA menetapkan Standar Prosedur Operasi atas pengujian dan
pembayaran tagihan Subsidi Bunga/ Subsidi Marjin berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam penyusunan Standar Prosedur Operasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), KPA meminta pendapat Aparat Pengawas Intern Pemerintah.
Pasal 13
Tata cara pencairan dana dalam rangka pelaksanaan kegiatan Subsidi
Bunga/Subsidi Marjin mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata
cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara atas beban bagian
anggaran bendahara umum negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara.
66
BAB V
AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Pasal 14
KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan belanja
subsidi.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 15
Pengawasan atas ketepatan pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin
dilaksanakan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai
pedoman pelaksanaan KUR.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
(1) Untuk KUR yang akad kreditnya ditandatangani sampai dengan tanggal 31
Desember 2015, besaran Subsidi Bunga yang dibayarkan tetap sebesar:
a. kredit mikro 7% (tujuh persen) per tahun;
b. kredit ritel 3% (tiga persen) per tahun; dan
c. kredit tenaga kerja Indonesia 12% (dua belas persen) per tahun,
sampai dengan berakhirnya masa pemberian Subsidi Bunga KUR sesuai
akad kredit antara Penyalur KUR dengan Penerima KUR.
(2) Perjanjian Kerjasama antara KPA dan Penyalur KUR yang telah
ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, harus dilakukan
penyesuaian berdasarkan Peraturan Menteri ini.
67
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 1 sampai dengan
Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.05/2017 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk Kredit Usaha Rakyat dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 November 2018
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR
68
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN DAN PENYELESAIAN
IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT
A. CONTOH PERHITUNGAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN
69
B. CONTOH SURAT PERMOHONAN PEMBAYARAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN KREDIT USAHA
RAKYAT
70
C. CONTOH RINCIAN TAGIHAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN
RINCIAN TAGIHAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARJIN
KREDIT USAHA RAKYAT
(NAMA PENYALUR)
Periode Tagihan : Januari 2017
Jenis KUR : ..................... (diisi jenis KUR sesuai pedoman pelaksanaan KUR, contoh : KUR Mikro,
KUR Penempatan TKI dll.)
No Kode Sektor
Uraian Sektor Nilai Subsidi (Rp)
1 01 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 200.000
2 04 Industri Pengolahan 500.000
3 07 Perdagangan Besar dan Eceran 300.000
dst
Jumlah Tagihan 1.000.000
(diisi nama penyalur KUR)
Direksi
(diisi nama direksi penyalur KUR)
Keterangan : Kode dan uraian sektor mengacu pada referensi yang terdapat dalam SIKP
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
71