22
KELAINAN KULIT AKIBAT ALERGI MAKANAN Reaksi simpang makanan adalah setiap reaksi yang tidak diinginkan akibat ingesti makanan atau bahan aditif makanan sehingga menimbulkan berbagai gejala. Reaksi ini terbagi dalam alergi makanan dan intoleransi makanan. Alergi makanan didasari oleh mekanisme imunologis, sedangkan intoleransi makanan terjadi akibat mekanisme fisiologis atau non imunologis. Intoleransi makanan dapat terjadi akibat sifat farmakologis makanan tersebut (misalnya kafein mengakibatkan irritable bowel) atau toksin yang ada didalam makanan (biasanya karena proses pembuatan yang tidak baik), atau akibat adanya gangguan metabolisme (misalnya defisiensi laktase, feniketonuria). 1 Manifestasi alergi makanan pada kulit umumnya berupa urtikaria/angioedema atau dermatitis atopik. Namun dapat juga berupa dermatitis herpitiformisn Duhring. 1 Prevalensi alergi makanan tidak diketahui dengan pasti, namun besarnya dugaan masyarakat terhadap alergi makanan melebihi prevalensi yang dibuktikan melalui penelitian klinis. Gangguan ini lebih sering ditemukan pada bayi dan anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. 1 1

Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

KELAINAN KULIT AKIBAT ALERGI MAKANAN

Reaksi simpang makanan adalah setiap reaksi yang tidak diinginkan akibat ingesti

makanan atau bahan aditif makanan sehingga menimbulkan berbagai gejala. Reaksi ini

terbagi dalam alergi makanan dan intoleransi makanan. Alergi makanan didasari oleh

mekanisme imunologis, sedangkan intoleransi makanan terjadi akibat mekanisme fisiologis

atau non imunologis. Intoleransi makanan dapat terjadi akibat sifat farmakologis makanan

tersebut (misalnya kafein mengakibatkan irritable bowel) atau toksin yang ada didalam

makanan (biasanya karena proses pembuatan yang tidak baik), atau akibat adanya

gangguan metabolisme (misalnya defisiensi laktase, feniketonuria).1

Manifestasi alergi makanan pada kulit umumnya berupa urtikaria/angioedema atau

dermatitis atopik. Namun dapat juga berupa dermatitis herpitiformisn Duhring.1

Prevalensi alergi makanan tidak diketahui dengan pasti, namun besarnya dugaan

masyarakat terhadap alergi makanan melebihi prevalensi yang dibuktikan melalui

penelitian klinis. Gangguan ini lebih sering ditemukan pada bayi dan anak-anak

dibandingkan dengan orang dewasa.1

Alergi makanan mempengaruhi sampai 6% dari anak-anak dan 3% -4% dari orang

dewasa. Sebuah meta-analisis memfokuskan pada susu, telur, kacang tanah, dan alergi

makanan laut dengan prevalensi alergi makanan adalah sekitar 3,5%. Sebuah studi di

Amerika Serikat baru-baru ini yang memanfaatkan database beberapa kesehatan nasional

dan survei kesehatan yang menyimpulkan bahwa 3,9% dari anak-anak AS dilaporkan

memiliki alergi makanan, dengan peningkatan prevalensi sebesar 18% antara tahun 1997

dan 2007. Secara khusus, studi tentang alergi kacang di Amerika Serikat dan Inggris

menunjukkan bahwa jumlah anak yang terkena dua kali lipat dalam dekade terakhir,

dengan prevalensi sekarang lebih dari 1% .2

1

Page 2: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

DEFINISI

Kelainan kulit akibat alergi makanan ialah dermatosis akibat reaksi imunologik

terhadap makanan atau bahan pelengkap makanan. 1

PATOFISIOLOGI

Saluran cerna setiap saat pasti terpajan dengan berbagai macam protein yang

bersifat alergenik, namun reaksi hipersensitivitas terhadap makanan relatif jarang terjadi.

Hal ini mencerminkan betapa efisiennya fungsi saluran cerna dalam memproses makanan.

Sawar mekanis atau non-imunologis yang terdapat pada saluran cerna yaitu asam lambung,

enzim proteolitik mukus dan gerakan peristaltik. Selain sawar mekanis, penting pula sawar

imunologis yang diperankan oleh gut-associated lyphoid tissue (GALT) yang terdiri atas :

1. Folikel limfoid sepanjang mukosa usus, termasuk apendiks dan bercak Peyer

2. Limfosit intraepitel

3. Limfosit, sel plasma dan sel mast pada lamina propria

4. Kelenjar limfe mesenterium 1

Setelah ingesti makanan, terjadi peningkatan produksi IgA-sekretori pada lumen

usus, yang akan mengikat protein membentuk suatu kompleks, sehingga absorbsi

berkurang. Sekitar 2% makromolekul tetap akan terserap dalam bentuk antigen utuh, dan

terhadap bagian ini akan timbul toleransi. Mekanisme terjadinya toleransi belum diketahui

dengan pasti, kemungkinan melalui perangsangan sel T CD8+. Hipersensitivitas terhadap

makanan terjadi bila toleransi hilang atau berkurang. 1

Toleransi ini merupakan hal yang sangat penting sekali pada alergi mkanan.

Toleransi ini biasanya terjadi secara oral, dimana protein yang masuk dari saluran cerna

berinteraksi dengan APC (Antigen Presenting Cell) yang selanjutnya akan mensupresi

sistem imun seluler maupun humoral. Pada penelitian model murine, dimana antigen

2

Page 3: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

diinjeksikan secara subkutan, akan terjadi respon imun seluler ataupun humoral pada

jaringan in vitro, sedangkan apabila sebelumnya dilakukan sensitisasi secara oral, kemudian

dilanjutkan dengan injeksi secara subkutan, maka respon imun yang terjadi akan lebih

rendah. 2

Tingginya insidens alergi makanan pada bayi dan anak-anak, mungkin akibat

imaturitas sistem imun dan fungsi fisiologis saluran cerna yang belum sempurna. 1

Urtikaria dan angioedema didasari oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Alergen

makanan yang masuk akan mengakibatkan terjadinya cross-linking IgE yang melekat pada

permukaan sel mast atau basofil. Akibat keadaan tersebut, terjadi pelepasan mediator,

misalnya histamin, leukotrien dan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengakibatkan

gejala klinis. 1

Pengaruh alergen makanan pada eksaserbasi dermatitis atopik masih diperdebatkan.

Sebagian berpendapat bahwa alergen makanan pada awalnya menimbulkan eritema dan

pruritus yang diperantarai oleh IgE seperti reaksi hipersensitivitas tipe I. Hal tersebut akan

mengakibatkan rangsangan untuk menggaruk, sehingga terjadi eksaserbasi dermatitis

atopik. Pendapat lain menyebutkan bahwa mekanisme pembentukan lesi akibat makanan

pada dermatitis atopik tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah, mungkin berupa respon

fase lambat dari hipersensitivitas tipe I atau merupakan hipersensitivitas tipe IV. 1

Lebih dari 85% penderita dermatitis herpetiformis Duhring memiliki gangguan pada

usus halus berupa enteropati sensitif-gluten. Ada 2 teori tentang peranan enteropati ini

terhadap patogenesis penyakit ini. Yang pertama, usus halus merupakan tempat terjadinya

reaksi yang spesifik terhadap gluten, yaitu respons selular yang menimbulkan enteropati

dan respons humoral berupa IgA yang menimbulkan kelainan kulit. Yang kedua, defek usus

mengakibatkan gluten, protein non-gluten dan lektin mencapai sirkulasi, hingga terbentuk

antibodi spesifik, yang selanjutnya diendapkan di kulit. 1

3

Page 4: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Glikoprotein yang terkandung dalam makanan merupakan komponen yang paling

berperan pada alergi makanan. Bahan ini mempunyai berat molekul 10.000 – 67.000

Dalton, larut dalam air, umumnya stabil terhadap pemanasan dan resisten terhadap asam

dan aktivitas proteolitik. 1

Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa jenis

makanan yang sering menimbulkan reaksi alergi adalah susu, telur, ikan, siput, kacang

tanah, kedelai, gandum. Proses yang dilakukan terhadap makanan (pemanasan,

pengalengan, liofolisasi) dapat mengubah antigenisitas makanan tertentu. Kadang-kadang

juga ditemukan reaksi silang antara beberapa jenis bahan makanan. 1

GEJALA KLINIS

Manifestasi alergi makanan pada

kulit umumnya bervariasi dari urtikaria akut

dan atau angioedema sampai ruam

morbiliformis. Urtikaria kronis jarang

disebabkan oleh alergi makanan. Alergi

makanan juga telah dibuktikan merupakan

pencetus dermatitis atopik pada sepertiga

kasus anak-anak. Dalam waktu 2 jam

setelah ingesti makanan tersangka, akan

terjadi eritema dan pruritus yang

menyebabkan penderita menggaruk, sehingga terjadi eksaserbasi dermatitis atopik. Kasus

dermatitis atopik pada bayi diperkirakan 85% akan mengalami toleransi terhadap makanan

setelah mencapai usia 3 tahun.1

Dermatitis herpetiformis Duhring merupakan hipersensitivitas terhadap makanan

yang bermanifestasi sebagai ruam pruritik, dan dihubungkan dengan adanya enteropati

4

Page 5: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

sensitive-gluten. Lesi kulit bervariasi dari urtikaria, papul, vesikel sampai bula. Lesi kulit

maupun enteropati akan membaik dengan diet eliminasi gluten.1

Gejala klinis alergi makanan3

5

Page 6: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Gejala klinis berdasarkan gelaja pada kulit

Dermatitis atopik

Gejala utama pada dermtitis atopik ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang

hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan

menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan dikulit berupa papul,

likensifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta.

D.A dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu

a. D.A infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)

D.A paling sering muncul pada tahun

pertama kehidupan, biasanya setelah

usia 2 bulan. Lesi mulai dimuka

(dahi, pipi) berupa eritema, papulo-

vesikel yang halus, karena gatal

digosok, pecah, eksudatif, dan

akhirnya terbentuk krusta. Lesi

kemudian meluas ke tempat lain yaitu

ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai

merangkak, lesi ditemuk an dilutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah

berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak

gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A infantil

eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi

dapat meluas generalisata bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma.

Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.1

Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likensifikasi. Pada sebagian besar penderita

sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut

menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi

bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.1

b. D.A anak (usia 2 sampai 10 tahun)

6

Page 7: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri (de novo). Lesi

lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likensifikasi, dan

sedikit skuama. Letak kelainan kulit dilipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan

bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang dimuka. Rasa gatal menyebabkan

penderita sering menggaruk; dapat terjadi erosi, likensifikasi, mungkin juga

mengalami infeksi sekunder. Akibat menggaruk, kulit menebal dan perubahan

lainnya yang menyebabkan gatal sehingga terjadi lingkaran setan “siklus gatal-

garuk”. Rangsangan menggaruk sering diluar kendali.1

c. D.A pada remaja dan dewasa

Lesi kulit D.A. pada bentuk dini dapat berupa plak papular-eritematosa dan

berskuama, atau plak likensifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi

dilipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.

dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan

pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya dibibir (kering,

pecah, bersisik), vulva, putting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan

paling parah dilipatan mengalami likensifikasi. Lesi kering, agak menimbul,

papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likensifikasi dengan sedikit

skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat

laun terjadi hiperpigmentasi. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari

waktu beristirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya

kambuh bila mengalami stres. Mungkin karena stres bisa menurunkan ambang

rasa gatal.1

Urtikaria

7

Page 8: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema

dan edema setempat berbatas tegas,

kadang-kadang bagian tengah tampak

lebih pucat. Bentuknya dapat papular

seperti pada urtikaria akibat sengatan

serangga, besarnya dapat rentikular,

numular, sampai plakat. juBila mengenai

jaringan yang lebih dalam sampai dermis

dan jaringan submukosa atau subkutan,

juga beberapa alat dalam misalnya saluran

cerna dan nafas, disebut angioedema. Pada

keadaan ini jaringan yang lebih sering

terkena ialah muka, disertai sesak nafas,

serak dan rinitis.1

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan

yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari

beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat

sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan

nyeri kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan

umumnya timbul secara akaut dan generalisata.1

Dermatitis herpetiformis Duhring

Dermatitis herpetiformis mengenai anak dan dewasa. Perbandingan pria dan wanita

3 : 2, terbanyak pada dekade ketiga. Mulainya penyakit biasanya perlahan-lahan.

Perjalanannya kronik dan residif. Biasanya berlangsung seumur hidup, remisi

spontan terjadi pada 10-15% kasus.1

Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat prediklesinya

ialah dipunggung, daerah sakrum, bokong daerah ekstensor berupa eritema, papulo-

vesikel dan vesikel/ bula yang berkelompok dan sistemik. Kelainan yang utama

ialah vesikel, oleh karena itu disebut herpetiformis yang berarti seperti herpes

8

Page 9: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

zoster. Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding vesikel

atau bula tegang.1

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis alergi makanan dibutuhkan anamnesis yang teliti untuk

membedakan antara intoleransi dan reaksi hipersensitivitas sejati. Berbagai uji in vivo dan

in vitro dapat membantu pembuktian dugaan alergi makanan Uji in vivo yang sering

digunakan adalah uji tusuk dan diet eliminasi selama 7-14 hari terhadapa makanan

terangka. Uji in vitro umumnya berupa pemeriksaan kadar IgE spesifik dalam serum

(RAST), namun nilainnya kurang bermakna bila dibandingkan dengan uji tusuk.1

Uji tusuk/ Skin prick test (SPT)

digunakan untuk membantu dan

mengidentifikasig makanan yang

memicu IgE yang dimediasi oleh

makanan sehingga dapat menginduksi

suatu reaksi alergi, namun pemeriksaan

SPT saja tidak cukup untuk

menegakkan diagnosis.2 Selain itu dapat

dilakukan pemeriksan dengan uji gores

(scratch test) pada urtikaria dan tes

intradermal untuk mencari allergen

inhalan, makanan dermatofit dan

kandida.1

Pemeriksaan kadar IgE spesifik dalam

serum (RAST) dapat digunakan sebagai

alternatif untuk SPT dalam menilai mediasi IgE pada alergi makanan.4

9

Page 10: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Atopi Patch Test (APT). Dalam beberapa tahun terakhir, tes patch atopi (APT) telah

diperkenalkan sebagai alat diagnostik untuk alergi makanan dengan onset lama, termasuk

dermatitis atopik dan esofagitis eosinofilik. APT didasarkan pada kulit, mediasi respon sel

setelah aplikasi epicutaneous dari allergen makanan. Telah disarankan bahwa APT, dalam

hubungannya dengan test IgE yang secara signifikan meningkatkan akurasi diagnostik dari

tes alergi, sekali lagi mengurangi kebutuhan untuk tantangan resmi. Namun, peran patch

tets dalam diagnosis alergi makanan membutuhkan klarifikasi lebih anjut dan merupakan

daerah ini sedang berlangsungnya penelitian.4

Skin application food test (SAFT) juga sering digunakan untuk mencari makanan pencetus

dermatitis atopik, terutama untuk anak yang berusia dibawah 4 tahun, karena banyak anak

takut jika akan dilakukan uji tusuk. Makanan dalam kondisi sama seperti yang dikonsumsi

diaplikasikan secara tertutup pada punggung penderita dan efek yang diharapkan timbul

berupa urtikaria kontak.1

Test eliminasi makanan. Test eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua

makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.1

Double blind placebo controlled food challenge test (DBPCFC) merupakan beku emas

dalam menegakkan diagnosis alergi makanan. Pemilihan jenis makanan untuk DBPCFC

dilakukan berdasarkan anamnesis, uji kulit atau RAST, atau diet eliminasi. DBPCFC tidak

dilakukan pada penderita dengan riwayat alergi makanan yang mengancam jiwa dan hasil

uji kulit yang positif.1

Khusus untuk dermatitis herpetiformis During, sering ditemukan kompleks imun dalam

serum penderita, meskipun perannya belum pasti. Antibody IgA terhadap endomisium otot

polos ditemukan pada 70% penderita, dengan korelasi positif antara titer dan beratnya

kelainan usus.1

PENATALAKSANAAN

10

Page 11: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Pengobatan kelainan kulit yang terjadi akibat makanan tidak berbeda dengan pengobatan

kelainan kulit akibat penyebab lain yang bukan makanan. Bila diagnosis hipersensitivitas

makanan telah ditegakkan, maka allergen penyebab harus dihindari. Diagnosis alergi

makanan pada masa anak tidak bersifat menetap seumur hidup, dan dianjurkan untuk

melaksanakan evaluasi ulang dengan uji kulit, pemeriksaan RAST atau oral challenge

setiap 1-3 tahun. Keadaan ini tidak berlaku untuk dermatitis herpetiformis, sehingga pada

penyakit ini penghindaran allergen berlaku seumur hidup.1

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut dalam

jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan

bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian

jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih

berat akan muncul kembali.

Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama

malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah

yang mempunyai efek sedatif , misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang

lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai antidepresan dan

memblokade reseptor histamin H1 dan H2, dengan dosis 10-75 mg secara oral malam hari

pada orang dewasa.

11

Page 12: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

Terapi untuk alergi makanan.2

12

Page 13: Kelainan kulit akibat alergi makanan awsfa.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, S. Hamzah, M. Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi

Keenam, Cetakan Kedua. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :

Jakarta. 2011.

2. Wang, J, Sampson, HA. Food Allergy : Recent Advances in Patophysiology and

Treatment. The Korean Academy of Asthma, Allergy and Clinical Immunology. Vol.

1. Number 1. Page 19 – 29, 827. 2009. Avalilable from :

http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/0166AAIR/aair-1-19.pdf (March

9th 2013).

3. Boyce, Joshua A,. Assa’ad, Amal,. Burks, A.Wesley, et al. Guidelines for the

Diagnosis and Management of Food Allergy in theUnitedStates: Summary of the

NIAID - Sponsored Expert Panel Report. J Allergy Clin Immunol Volume 126,

Number 6. Page 111. 2010. Available from :

http://download.journals.elsevierhealth.com/pdfs/journals/0091-6749/

PIIS0091674910015691.pdf (March 5th 2013).

4. Allen, Katrina J,. Hill, David J,. Heine, Ralf G. Food Allergy In Childhood. MJA

Practice Essentials – Allergy Volume, 185 Number 7. 2006. Available from :

https://www.mja.com.au/journal/2006/185/7/4-food-allergy-childhood (March 2nd

2013).

13