39
Kegawatdaruratan Urologi Non Trauma Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien. Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah: 1. Urosepsis 2. Sumbatan aliran urine akut (Retensi urine, anuria, kolik) 3. Hematuria 4. Strangulasi (torsio testis, priapismus, parafimosis). Makalah ini menjelaskan beberapa kedaruratan urologi non traumatik tentang gejala klinis dan diagnosis agar terdiagnosis dengan benar. Dengan diagnosis yang benar maka dapat dilakukan penanganan yang cepat dan mengurangi komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit tersebut. 1. Urosepsis Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik. 1 Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius. 2 Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan. 3 Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis 2,3 Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel, policystic kidney disease Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi

Kegawatdaruratan Urologi Non Trauma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok32

Citation preview

Kegawatdaruratan Urologi Non Trauma

Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien. Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah: 1. Urosepsis2. Sumbatan aliran urine akut (Retensi urine, anuria, kolik)3. Hematuria4. Strangulasi (torsio testis, priapismus, parafimosis).Makalah ini menjelaskan beberapa kedaruratan urologi non traumatik tentang gejala klinis dan diagnosis agar terdiagnosis dengan benar. Dengan diagnosis yang benar maka dapat dilakukan penanganan yang cepat dan mengurangi komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit tersebut. 1. UrosepsisUrosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.1 Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.2 Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.3 Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis2,3ObstruksiKongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel, policystic kidney diseaseDidapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi

InstrumentasiKateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube, prosedur urologik.

Impaired voidingNeurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral

Abnormalitas metabolikNefrokalsinosis, diabetes, azotemia

Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif, neutropenia.

Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan komplikasi lebih lanjut.3 Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004 study) dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada non-kateter.2 PatogenesisPatogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:41. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF ) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.Diagnosis Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam, panas badan dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik.3,5,6 Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu, takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 38-40 C.3,5 Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.5Tabel 2. Definisi Sepsis5KeadaanKriteria

SIRS (Systemic Inflammatory Respond Syndrome) Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah ini :1. suhu tubuh > 38 C atau 2. Denyut nadi > 90 x/3. Frekuensi nafas > 20 x/ atau PaCO2 4. Leukosit > 12000/mm3 atau 10%

MODS (Multiple Organ Dysfunction Sydrome)SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat dipertahankan tanpa adanya intervensi

SepsisSIRS dengan tanda-tanda infeksi

Sepsis BeratSepsis disertai dengan hipotensi (sistole

Syok SeptikSepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi

Dikutip dari : concencus Conference Criteria Defining Sepsis dalam Lazaron V dan Barke RS.Uro Clin of N Am 1999, 26, hal 688Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus urinarius penting untuk menentukan pre eksisting anomalinya dan yang diketemukan sangat bervariasi tergantung kelainan primernya. Dilakukan palpasi pada daerah costophrenikus, abdomen bawah, regio pubis, kelenjar limfe inguinal, genital, serta pemeriksaan transvaginal dan transrektal.5 Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya lekositosis dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.6Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang berada dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin). Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk menentukan jenis antibiotika yang diberikan. Pemeriksaan roentgen yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen. Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan ukuran dari batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang diperhatikan pada hasil foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas muskulus psoas. Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari kaliks, ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat, maka pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga dapat untuk membedakan antara hidro dan pyelonefrosis. Selain pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI.3,4,7PenatalaksanaanPenanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya penanganan terdiri dari:41. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC2. Pemberian antibiotika3. Resusitasi cairan dan elektrolit4. Tindakan definitif (penyebab urologik)Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi golongan florokuinolon dan piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh Concia dan Azzini terhadap levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi tambahan memiliki efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan oral.2,4,6 Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan tersebut menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga biasanya oral intake menurun. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan ekstra. Kebutuhan cairan dan terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan vena sentral dan produksi urine. Bila penderita dengan hipotensi atau syok (tensi 2O dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit.4,8 Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L atau lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu dikerjakan bila terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat (derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang berat menyebabkan terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase dapat dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia maka harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.4,82. Retensi UrineRetensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli terlampaui. Adapun kapasitas maksimal pada dewasa adalah 400-500 cc, sedangkan anak-anak : (umur + 2) x 30 ml.4,8Adapun penyebab retensi urine antara lain:4,6A. Kelemahan detrusorCedera/gangguan pada medula spinalis atau kerusakan saraf perifer (misalnya diabetes melitus), detrusor yang mengalami peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk waktu yang lama.B. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi) :Cedera/gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.C. Hambatan/obstruksi uretra : kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca), striktura uretra, batu uretra, kerusakan uretra (trauma), fimosis, parafimosis, gumpalan darah di dalam buli-buli (clot retention) dll.Akibat retensi urin tersebut akan menyebabkan:4,6- Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat. - Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.- Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan didaerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin. Keadaan ini disebut inkontinensia paradoksa atau overflow incontinence- Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot buli-buli akan menyusut.- Retensi urine merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat darurat yang serius seperti pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.Gambaran klinis Pasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit-sedikit. Keadaan ini harus dibedakan dengan inkontinensia paradoksa, yaitu keluarnya urin secara menetes, tanpa disadari dan tidak mampu ditahan oleh pasien. Selain itu, tampak benjolan kistus pada perut bagian bawah disertai dengan rasa nyeri yang hebat.4 Pemeriksaan pada genitalia eksterna mungkin teraba batu di uretra anterior, terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior, terlihat fistel atau abses di uretra, fimosis/parafimosis, atau terlihat darah keluar dari uretra akibat cedera uretra. Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli dikososngkan ditujukan untuk mencari adanya hiperplasia prostat/karsinoma prostat, dan pemeriksaan refleks bulbokavernosus untuk mendeteksi adanya buli-buli neurogenik.4 Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. Pada pemeriksaan uretrografi tampak adanya striktur uretra.4PenatalaksanaanUrin yang tertahan lama dalam buli-buli secepatnya harus dikeluarkan karena jika dibiarkan akan menimbulkan beberapa masalah yaitu, infeksi saluran kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah, dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal. Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi, sistotomi, atau pungsi suprapubik. Tindakan penyakit primer penyebab retensi urin dikerjakan setelah keadaan pasien stabil.4 3. AnuriaAnuria adalah tidak adanya produksi urin tetapi dalam praktek klinik didefinisikan sebagai produksi urin kurang dari 100 mL dalam 24 jam. Anuria sering dihubungkan dengan obstruksi total dari saluran kemih bagian bawah dengan diagnosis banding yang terbatas (tabel 3). Secara umum penyebab dari anuria sendiri bisa bersifat prerenal, intrarenal atau postrenal.9 Tabel 3. Diagnosis banding anuria9

Gambaran klinisPada anamnesis pasien mengeluh tidak kencing atau kencing hanya sedikit, yang kadang kala didahului oleh keluhan obstruksi yang lain yaitu nyeri di daerah pinggang atau kolik, dan tidak jarang diikuti dengan demam. Jika didapatkan riwayat adanya kehilangan cairan, asupan cairan yang berkurang, atau riwayat menderita penyakit jantung, harus diwaspadai adanya faktor penyebab pre renal. Perlu ditanyakan kemungkinan pemakaian obat-obat nefrotoksik, pemakaian bahan kontras untuk foto radiologi, setelah menjalani radiasi di daerah perut sebelah atas, riwayat reaksi tranfusi hemolitik, atau riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Semuanya untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab intrarenal. Diperiksa keadaan hidrasi pasien dengan mengukur tekanan darah, nadi dan perfusinya. Lebih baik jika dapat dipasang manometer tekanan vena sentral atau CVP sehingga dapat diketahui keadaan hidrasi pasien dengan tepat dan mudah. Pemeriksaan laboratorium sedimen urine menunjukkan lekosituria atau hematuria. Pemeriksaan darah rutin diketemukan leukositosis, terdapatnya gangguan faal ginjal, tanda asidosis atau hiperkalemia. Foto polos abdomen ditujukan untuk mencari adanya batu opak pada saluran kemih, atau bayangan pembesaran ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen penting karena dapat mengetahui adanya hidronefrosis atau pionefrosis, dan dengan tuntunan USG dapat dilakukan pemasangan kateter nefrostomi.4,6,8PenatalaksanaanJika tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan penyulit berupa uremia, infeksi dan terjadi SIRS yang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu sambil memperbaiki keadaan pasien, secepatnya dilakukan diversi/pengeluaran urine. Pengeluaran urine dapat dilakukan melalui pemasangan kateter nefrostomi atau mungkin dilakukan pemasangan kateter double J. Pemasangan kateter nefrostomi dapat dilakukan perkutan yaitu dengan tuntunan ultrasonografi atau dengan operasi terbuka, yaitu memasang kateter yang diletakkan di kaliks ginjal agar urine atau nanah yang berada pada sistem pelvikalises ginjal dapat dikeluarkan. Kadang-kadang pasien membutuhkan bantuan hemodialisa untuk mengatasi penyulit akibat uremia.4,6,8

4. Kolik Ureter atau Kolik Ginjal Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang timbul (intermiten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Keluhan nyeri ini bersifat gawat darurat sehingga harus didiagnosis dengan cepat dan penatalaksanaan yang tepat. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke daerah inguinal, testis atau labium disertai dengan atau tanpa keluhan mual, muntah, disuria atau hematuria. Nyeri ini biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran kemih akibat urolitiasis, bekuan darah, infark renal, pielonefritis akut, nyeri pada kegawatan abdomen lain seperti divertikulitis, apendisitis, dan ruptur aneurisma aorta abdominal.4,10 Gambaran klinisPasien tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidur, kemudian berdiri guna memperoleh posisi yang dianggap tidak nyeri. Denyut nadi meningkat karena gelisah dan tekanan darah meningkat pada pasien yang sebelumnya normotensi. Tidak jarang dijumpai adanya pernapasan cepat dan grunting terutama pada saat puncak nyeri. Jika disertai demam harus diwaspadai terhadap adanya infeksi yang serius atau urosepsis. Dalam keadaan ini pasien harus secepatnya dirujuk karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri.4,8Keluhan kolik pada urolitiasis jika batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing dan urgensi.4,8LaboratoriumPemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel-sel darah merah. Tetapi pada sumbatan total saluran kemih tidak didapatkan sel-sel darah merah, yaitu kurang lebih terdapat pada 10 % kasus. Ditemukannya piuria perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi, sedangkan didapatkannya kristal-kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih.4,8Pencitraan Pemeriksaan foto polos perut ditujukan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, tetapi hal ini seringkali tidak tampak karena tidak disertai persiapan pembuatan foto yang baik. Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada ginjal berupa hidronefrosis. Sekitar 70% kasus kolik renal dapat didiagnosis dengan cepat menggunakan USG selain untuk menyingkirkan kegawatan abdomen yang lain. USG memiliki sensitivitas 90% tetapi spesifisitasnya sekitar 65-84% untuk mendeteksi adanya obstruksi. Setelah episode kolik berlalu dilanjutkan dengan pemeriksaan foto PIV. Foto PIV atau CT scan merupakan gold standard untuk menentukan derajat obstruksi, ukuran batu dan akibat obstruksi terhadap fungsi ekskresi renal.4,10,11PenatalaksanaanSerangan kolik harus segera diatasi dengan medikamentosa ataupun dengan tindakan lain. Obat-obat yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolik adalah antispasmodik dan analgetik. Namun terapi konservatif dengan analgetik tidak dianjurkan untuk pasien dengan resiko urosepsis, obstruksi lama, nyeri persisten, atau adanya infeksi.12 Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit ditanggulangi, ditawarkan untuk pemasangan kateter ureter double J (DJ stent) yaitu suatu kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter hingga buli-buli. Pasien yang menunjukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna (muntah-muntah atau ileus) sebaiknya dimasukkan ke rumah sakit agar hidrasi pasien tetap terjaga. Diuresis pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresis akan mengurangi frekuensi serangan kolik. Tindakan penyakit primer penyebab retensi urin dikerjakan setelah keadaan pasien stabil.4,85. HematuriaHematuria berarti didapatkannya sel darah merah pada urine, pada umumnya dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik hematuria dikatakan apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang pandang.Gross hematuria jika didapatkan darah atau bekuan darah berwarna merah atau kecoklatan yang dapat berasal dari perdarahan di ureter/ginjal, buli-buli dan prostat.4,13Beberapa jenis hematuria berdasarkan penyebab yaitu:Inisial hematuria: penyebabnya ada pada proksimal urethra atau di leher/dasar buli-buli.Total hematuria: penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.Idiopatic hematuria adalah hematuria dimana penyebabnya tidak dapat ditentukan.False/pseudohematuria: adalah diskolorasi dari urine karena pigmen dari pewarna makanan dan myoglobin.Hematuria dapat disebabkan oleh faktor renal (infeksi, kongenital anomali, tumor, trauma, batu), buli (infeksi, batu, tumor, trauma), urethra (penyakit menular seksual, trauma, benda asing, instrumentasi), prostat (infeksi, BPH, kanker prostat), atau bleeding disorder. Adapun sebanyak 20 % dari penderita tidak diketahui penyebabnya meskipun telah dilakukan pemeriksaan urologi lebih lanjut.4,6DiagnosisDiagnosis pada saat awal adalah dengan memastikan adanya sel darah merah pada urine. Hal ini penting oleh karena warna darah pada urine bisa disebabkan oleh: hemoglobinuria, myoglobinuria, pigmen makanan, zat pewarna makanan, obat-obatan seperti phenothiazine, phenazopyridine, porphyrin, phenolptalein.4,13Dari anamnesis dicari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada saat episode hematuri, antara lain : bagaimanakah warna urine yang keluar?, apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?, dibagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?, apakah diikuti dengan perasaan sakit?. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik tanda vital diperhatikan terutama tekanan darah dan suhu badan.13 Perlu diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi dari penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli. Colok dubur dapat memberikan informasi adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat.4Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial. IVP dapat mengungkapkan adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor-tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih. Pemeriksaan USG berguna untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu non opak, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. Tindakan ini biasa dilakukan setelah bekuan darah yang ada di dalam buli-buli dibersihkan sehingga dapat diketahui asal perdarahan.4Penatalaksanaan Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, dicoba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah, demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria.46. Akut SkrotumAkut skrotum adalah keadaan-keadaan dimana didapatkan adanya nyeri mendadak yang hebat didalam skrotum dan seringkali disertai pembengkakan dari isi skrotum dan gejala umum lainnya. Keadaan ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat karena beberapa penyebab dari akut skrotum ini adalah problem vaskular sehingga prognosanya sangat dipengaruhi oleh lamanya gangguan vaskular tersebut berlangsung. Akut skrotum ini sering terjadi pada remaja, dewasa muda dan atlet.4,8,14 Adapun diferensial diagnosis yang harus dipertimbangkan dalam menangani akut skrotum adalah:4,141. Torsio testis2. Epididimitis3. Hernia inkarserata4. Torsio apendik testis5. Torsio apendik epididimis6. Tumor testis7. Torsio TestisTorsio testis terjadi karena testis terputar di dalam skrotum sehingga terjadi obstruksi aliran darah arteri dan vena testis.15 Angka kejadiannya 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).4 Ada 2 puncak insiden torsio testis, yaitu tahun pertama dan pubertas. Insiden torsio testis pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi dan mungkin sebagian besar darinya terjadi intrauterin sehingga pada saat lahir penderita ini mempunyai massa intraskrotal padat, dan akhirnya kehilangan testis karena orchidektomi atau atropi. Pada masa pubertas resiko meningkat karena mereka mempunyai deformitas yang disebut dengan bell-clapper. Bentuk deformitas ini berupa perlekatan testis pada tunica vaginalis yang tidak kuat sehingga testis menggantung bebas dalam skrotum. Perlekatan yang tidak kuat ini menyebabkan testis mudah bergerak dan terputar.4,15

Gambar 1. Deformitas testis bell-clapper15Secara fisiologis otot kremaster berfungsi untuk menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaaan yang menyebabkan pergerakan berlebihan dari testis yaitu adalah perubahan suhu yang mendadak (saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terputarnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.4 Gambaran KlinisGejala utama dari torsio testis adalah nyeri testis yang hebat dan biasanya mendadak diikuti pembengkakan pada testis. Nyeri ini biasanya terbatas pada skrotum tetapi bisa juga menjalar sepanjang perjalanan funikulus spermatikus yakni ke inguinal dan perut bagian bawah. Pada beberapa penderita nyeri terutama dirasakan di perut bagian bawah ipsilateral bahkan di perut bagian atas atau di pinggang. Testis yang membengkak letaknya lebih tinggi dan horisontal dengan funikulus spermatikus yang menebal, kadang-kadang bisa diraba adanya lilitan funikulus spermatikus. Pada saat permulaan epididimis masih teraba tetapi tidak pada posisi yang normal. Penderita mengalami mual, muntah dan panas badan.4,6Torsio testis sering mengalami reposisi spontan, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya. Kesalahan diagnosa yang seringkali dibuat adalah epididimitis dan merupakan penyebab utama keterlambatan pengobatan dan rendahnya angka viabilitas testis. Tanda dari Prehn adalah berkurang atau hilangnya nyeri pada epididimitis apabila testis diangkat, sedangkan pada torsio testis nyerinya tidak akan berkurang. Akan tetapi banyak ahli yang berpendapat bahwa tanda dari Prehn ini tidak bisa dijadikan pegangan.4,6Penatalaksanaan Evaluasi dan penatalaksanaan harus secepat mungkin karena torsio testis menyebabkan iskemia dan jarang bertahan lebih dari 12 jam.15 Penatalaksanaan torsio testis dapat dilakukan dengan:1. Detorsi ManualDetorsi manual yaitu mengembalikan posisi testis ke asalnya,yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu. Kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Keberhasilan detorsi manual tidak menghilangkan indikasi untuk melakukan eksplorasi oleh karena reposisi manual testis tidak menjamin bisa mengembalikan testis ke posisinya yang normal. 2. OperasiPembedahan eksplorasi dilakukan dengan tujuan, yaitu memperbaiki viabilitas testis, reposisi testis kearah yang benar dan fiksasi testis kontralateral untuk mencegah berulangnya torsio. Jika testis masih viable maka dilakukan orchidektomi atau orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos dan dianjurkan orchidopeksi pada testis kontralateral.4,15Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika dartos dengan mempergunakan bahan yang tidak diserap misalnya sutera. Tamil melaporkan terjadinya torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah orchidopeksi mempergunakan chromic catgut. Sedangkan Kuntze melaporkan 2 kasus torsio pada testis yang telah difiksasi dengan chromic catgut.6,88. Kedaruratan PenisAnatomi penisPenis terdiri dari 3 jaringan erektil yaitu 2 buah korpora kavernosa dan 1 korpus spongiosum yang membungkus urethra anterior dan berakhir disebelah distal sebagai glans penis. Korpora kavernosa dibungkus oleh tunika albuginea yang merupakan jaringan elastis dan kolagen yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada saat ereksi atau flaksid. Ketiga korpora ini secara bersama-sama dibungkus oleh fasia dari colles. Tiap-tiap korpus terdiri dari jaringan berongga yang berupa lakunae atau trabekel dan terdiri atas endotel dan lapisan otot polos. Korpora akan menjadi tegang dan mengeras bila lakuna-lakuna tersebut penuh berisi darah (saat ereksi) dan jika darah sudah dipompa keluar maka penis akan melemah (flaksid).6,8

Gambar 2. Potongan melintang anatomi penisEreksiYang memegang peranan penting pada proses ereksi adalah jaringan erektil penis yaitu : otot-otot polos kavernosus, arteriolar dan arteri. Pada keadaan flaksid (rangsangan simpatik) terjadi peningkatan tonus dari otot-otot polos tersebut sehingga darah tidak dapat mengisi rongga-rongga sinusoid. Sebaliknya rangsangan parasimpatik akan menyebabkan relaksasi sinusoid, dilatasi arterial dan kompresi vena sehingga rongga sinusoid akan terisi darah dan korpora menjadi tegang/keras.6,89. PriapismusPriapismus adalah ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering disertai rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani Priapus yaitu nama dewa kejantanan. Menurut etiologinya, priapismus dibedakan menjadi primer (idiopatik) dan sekunder. Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh kelainan pembekuan darah (anemia bulan sabit, leukemi dan emboli lemak), trauma perineum/genitalia, nerogen (anestesi regional), keganasan, obat-obatan (alkohol, psikotropik, antihipertensi) dan injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif yang saat ini mulai banyak dilakukan oleh para dokter sebagai salah satu cara diagnosis dan terapi impotensia.4Kegagalan penis untuk melemas kembali ini dapat terjadi karena : gangguan mekanisme veno-oklusi (outflow) sehingga darah tak dapat keluar dari jaringan erektil, atau akibat peningkatan aliran darah ke jaringan erektil (inflow), sehingga dibedakan 2 jenis priapismus yaitu:41. Low-flow Priapismus (statis=Ischemic) yaitu berupa ereksi berkepanjangan dan diikuti rasa nyeri.2. High-Flow Priapismus (non-ischemic) yang sering tanpa rasa nyeri dan prognosanya baik.Lue dkk (1986) membedakan keduanya dengan mengukur tekanan dan memeriksa gas darah intrakavernosa. Ereksi berkepanjangan 4-6 jam harus dicurigai priapismus. Nyeri biasanya terjadi 6-8 jam. Spycher & Hauri (1986) menyatakan bahwa akibat kegagalan hemodinamik pada korpora kavernosa pertama-tama akan terjadi edem jaringan pada interstitiel trabekula, yang kemudian setelah 24 jam terjadi kerusakan dan nekrosis sel-sel yang luas. > 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi endotel sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.4,6DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti diharapkan dapat diketahui penyebab priapismus. Pemeriksaan lokal akan dijumpai batang penis yang tegang tanpa disertai ketegangan pada glans penis. Adanya pulsasi a.kavernosa dengan bantuan Doppler Sonografi dan analisa gas darah yang diambil intrakavernosa dapat membedakan jenis ischemic atau non ischemic.4PenatalaksanaaniPrinsipnya adalah sesegera mungkin mengeluarkan darah yang ada di korpora kavernosa karena akan memperberat kerusakan jaringan erektil yang amat menentukan reversibilitas potensi seksual penderita. Terapi priapismus tidak spesifik, yaitu:4 1. Konservatif, dilakukan pada priapismus sekunder sambil mengobati penyakit primernya. Meliputi pemberian hidrasi yang baik, sedativa, enema dengan es saline, kompres pada skrotum atau penis, masase prostat dan epidural anestesi2. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa, aspirasi darah intrakavernosa saja atau kemudian disusul irigasi (instilasi) zat adrenergik yang diencerkan, memberi respon yang sangat baik pada priapismus akibat injeksi vasodilator intrakavernosal. Cara ini dapat pula dicobakan pada priapismus spontanea non iskemik atau iskemia derajat ringan dengan hasil yang cukup baik. 3. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa, tindakan ini harus segera diperkirakan terutama pada priapismus veno-oklusive (static) atau yang gagal dengan terapi medikamentosa/aspirasi. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindrom kompartemen yang akan menekan a.kavernosa yang berakibat iskemi korporal.- Pintas Korporo-Granular, melakukan pintas korpora kavernosa dengan glans penis sehingga aliran darah vena akan keluar dari korpora kavernosa dan diharapkan aliran darah arterial akan kembali normal.- Pintas Korporo-Spongiosum, pada priapismus yang terjadi beberapa hari bagian distal kavernosum sering menjadi fibrotik sehingga tak mungkin mengalirkan darah dari kavernosum ke spongiosum secara adekuat, sehingga perlu dilakukan pintas disebelah proksimal.

Gambar 3. Pintas cavernosal-spongiosum proximal (Quackel shunt)- Pintas Safeno-Kavernosum, dengan anestesi dibuat 2 insisi yaitu diatas v. Safena dan pada lateral basis penis. V. Safena dibebaskan dari insersinya kedalam vena femoralis. Dibuat terowongan subkutan antara v. Safena dengan basis penis. V. Safena ditarik melalui terowongan tersebut kemudian di anastomosekan dengan jendela yang sudah dibuat pada tunika albuginea korpus kavernosum dan dijahit jelujur 2 semisirkuler.Gambar 4. Pintas cavernosal-saphenous proximal (Grayhack shunt)10. Strangulasi PenisStrangulasi penis adalah terjeratnya penis oleh benda yang melingkar pada penis sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik disebelah distal jeratan, berupa bendungan aliran darah vena yang berakibat edem, hipoksemia sampai nekrose jaringan. Merril membedakan strangulasi penis menjadi dua, yaitu yang menimpa orang dewasa dan yang menimpa anak-anak/bayi. Pada dewasa biasanya karena kesengajaan memasukkan benda berongga atau menjerat penisnya pada saat ereksi. Benda yang dimasukkan bisa cincin karet/logam, pipa, botol atau tali. Sedang pada anak/bayi dapat disebabkan oleh kelalaian orang tua misalkan melingkarkan tali pada batang penis anaknya dengan tujuan mencegah enuresis, atau karena terjerat seutas rambut yang terdapat pada popok bayi, ataupun karena sengaja anak yang lebih besar bermain-main dengan melingkarkan tali pada penis.4Karena strangulasi penis adalah kedaruratan vaskular pada penis maka pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan suhu, warna, sensibilitas, denyut nadi (dapat dibantu dengan Doppler Sonografi) dan miksi. Kelainan yang ditemukan tergantung pada lamanya strangulasi, mulai dari edem sampai nekrose penis bagian distal jeratan.4PenatalaksanaanPada prinsipnya benda yang menjerat penis harus segera dikeluarkan. Caranya tergantung pada bahan, ukuran dan lama jeratan. Jeratan oleh cincin baja sulit dikeluarkan apalagi bila ada edem hebat disebelah distal jeratan. Bila edem belum terlalu besar, pelepasan dapat dilakukan seperti melepaskan cincin dari jari tangan. Seutas pita kecil atau nylon dilewatkan dibawah cincin dengan bantuan klem bengkok yang telah diberi pelicin sampai ke proksimal cincin. Disebelah distal cincin, pita dililitkan pada penis yang sebelumnya telah pula diberi pelicin 2-3 cm. Ujung proksimal pita ditarik ke distal dengan sudut 95 sampai cincin melewati lilitan pita. Prosedur ini diulangi sampai cincin keluar. Diameter penis yang amat besar dan ketegangan penis yang hebat dapat dikurangi dengan menusuk glans dan kulit penis hingga cairan edem beserta darah dapat dikeluarkan dan akan memperkecil diameter penis. Cincin baja dapat pula dikeluarkan dengan memotongnya dengan gerinda baja berkecepatan tinggi. Tetapi alat ini belum tentu tersedia dan sering menimbulkan panas yang dapat merusak jaringan penis, karena itu selama digerinda harus selalu ditetesi air. Pengambilan jeratan hanya merupakan awal pengobatan strangulasi penis, perawatan selanjutnya tergantung derajat kerusakannya. Uretrografi perlu dilakukan bila ada kecurigaan lesi uretra. Kerusakan kulit yang luas memerlukan debridemen dan tandur kulit.411. ParafimosisParafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.4PenatalaksanaanPrepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.4

KEDARURATAN UROLOGI NON TRAUMATIKA

Penyakit di dalam sistem urogenitalia dapat dengan cepat mengancam kelangsungan organ tersebut atau bahkan dapat mengancam jiwa pasien jika tidak segera mendapatkan pertolongan. Keterlambatan pertolongan yang diberikan tidak hanya berasal dari ketidaktahuan pasien terhadap penyakitnya, tetapi juga disebabkan karena petugas kesehatan kurang waspada terhadap timbulnya ancaman pada organ atau sistem organ tersebut.

Kedaruratan urologi bisa disebabkan oleh karena trauma urogenitalia maupun non traumatika. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebihlengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non traumatika, yang seringkali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien.Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut di antaranya adalah:

(1) perdarahan atau hematuria,(2) sumbatan aliran urine akut,(3) infeksi berat/urosepsis, dan(4) strangulasi atau gangguan aliran darah pada organ, seperti pada torsio testis,priapismus, dan parafimosis.

HEMATURIAHematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine. Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: hematuria makroskopik dan mikroskopik.Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang.Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbataliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis.

PenyebabHematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam system urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah: Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli,tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal Trauma yang mencederai sistem urogenitalia. Batu saluran kemih.

Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain adalah: kelainanpembekuan darah, SLE, dan kelainan sistem hematologik yang lain.

DiagnosisHarus diyakinkan dahulu, benarkah seorang pasien menderita hematuria, pseudo hematuria, atau perdarahan per-uretra. Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau kecoklatan yang bukan disebabkan sel-sel darah merah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena hemoglobinuria, mioglobinuria, konsentrasi asam urat yang meningkat, sehabis makan/minum bahan yang mengandung pigmen tumbuh-tumbuhan yang berwarna merah, atau setelah mengkonsumsi beberapa obat-obatan tertentu antara lain: fenotiazina, piridium, porfirin, rifampisin, dan fenolftalein. Perdarahan per-uretra adalah keluarnya darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi, hal ini sering terjadi pada trauma uretra atau tumor uretra.

AnamnesisDalam mencari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada saat episodehematuria, antara lain:

Bagaimanakah warna urine yang keluar? Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah? Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah? Apakah diikuti dengan perasaan sakit ?

Pemeriksaan FisisPada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolumik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar. Diketemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli. Colok dubur dapat memberikan informasi adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat.

Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler.2. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.3. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial.4. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria. Pemeriksaanini dapat mengungkapkan adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium,trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.5. USG berguna untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu non opak, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.6. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belumdapat menyimpulkan penyebab hematuria.

PenatalaksanaanJika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, dicobadilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasibekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus difikirkan pemberian transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika.Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria.

SUMBATAN URINE AKUTKeadaan gawat darurat urologi yang paling sering dijumpai di klinik dan praktek dokter adalah sumbatan urine akut. Sumbatan ini dapat terjadi pada sistem saluran kemih sebelah atas maupun pada saluran kemih bagian bawah. Pada saluran kemih bagian atas memberikan manifestasi klinis berupa kolik atau anuria sedangkan pada saluran kemih bagian bawah berupa retensi urine.

KOLIK URETER ATAU KOLIK GINJALKolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak,hilang-timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke daerah inguinal, tetis, atau labium. Penyebab sumbatan pada umumnya adalah batu, bekuan darah, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter. Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing dan urgensi.

Gambaran KlinisPasien tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidurKemudian berdiri guna memeperoleh posisi yang dianggap tidak nyeri. Denyut nadi meningkat karena kegelisahan dan tekanan darah meningkat pada pasien yang sebelumnya normotensi. Tidak jarang dijumpai adanya pernafasan cepat dan grunting terutama pada saat puncak nyeri.

Jika disertai demam harus waspada terhadap adanya infeksi yang serius atau urosepsis. Dalam keadaan ini pasien secepatnya harus dirujuk karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri.

LaboratoriumPemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel-sel darah merah. Tetapi pada sumbatan total saluran kemih tidak didapatkan sel-sel darah merah, yaitu kurang lebih terdapat pada 10% kasus. Diketemukannya piuria perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi, sedangkan didapatkannya kristal-kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih.

PencitraanPemeriksaan foto polos perut ditujukan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, tetapi hal ini seringkali tidak tampak karena tidak disertai persiapan pembuatan foto yang baik. Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada ginjal berupa hidronefrosis. Setelah episode kolik berlalu dilanjutkan dengan pemeriksaan foto IVP

TerapiSerangan kolik harus segera diatasi dengan medikamentosa ataupun dengan tindakan lain. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolik adalah: antispasmodik, aminofilin, anti inflamasi non steroid, meperidin, atau morfin. Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit ditanggulangi ditawarkan untuk pemasangan kateter ureter double J (DJ stent), yaitu suatu kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter hingga buli-buli,Pasien yang menujukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna (muntah-muntah atau ileus) sebaiknya dimasukkan ke rumah sakit untuk hidrasi pasien tetap terjaga. Diuresis pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresis akan mengurangi frekuensi serangan kolik

Anuria ObstruktifManifestasi dari sumbatan total aliran urine pada sistem saluran kemih sebelah atas adalah anuria yaitu berkurangnya produksi urine hingga kurang dari 200 ml dalam 24 jam. Anuria obstruktif ini terjadi jika terdapat sumbatan saluran kemih bilateral atau sumbatan saluran kemih unilateral pada ginjal tunggal. Selain disebabkan oleh adanya sumbatan di saluran kemih, anuria juga bisa disebabkan oleh: perfusi darah ke jaringan ginjal yang berkurang (disebut sebagai anuria pre renal) atau kerusakan pada jaringan ginjal (anuria intra renal).

Gambaran klinisPada anamnesis pasien mengeluh tidak kencing atau kencing hanya sedikit, yang kadang kala didahului oleh keluhan obstruksi yang lain, yaitu nyeri di daerah pinggang atau kolik; dan tidak jarang diikuti dengan demam. Jika didapatkan riwayat adanya kehilangan cairan, asupan cairan yang berkurang, atau riwayat menderita penyakit jantung, harus diwaspadai adanya faktor penyebab pre renal. Perlu ditanyakan kemungkinan pemakaian obat-obat nefrotoksik, pemakaian bahan kontras untuk foto radiologi, setelah menjalani radiasi di daerah perut sebelah atas, riwayat reaksi transfusi hemolitik, atau riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Kesemuanya itu untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab intra renal.Diperiksa keadaan hidrasi pasien dengan mengukur tekanan darah, nadi, dan perfusinya. Lebih baik jika dapat dipasang manometer tekanan vena sentral atau CVP (central venous pressure) sehingga dapat diketahui keadaan hidrasi pasien dengan tepat dan mudah. Tidak jarang dijumpai pasien datang dengan tanda-tanda uremia yaitu pernafasan asidosis, demam karena urosepsis atau dehidrasi, serta tanda-tanda ileus.Palpasi bimanual dan perkusi di daerah pinggang bertujuan untuk mengetahui adanya nyeri atau massa pada pinggang akibat hidro atau pionefrosis. Pada colok dubur atau colok vagina mungkin teraba adanya karsinoma buli-buli, karsinoma prostat, atau karsinoma serviks stadium lanjut yang membuntu kedua muara ureter. Pemeriksaan laboratorium sedimen urine menunjukkan leukosituria atau hematuria. Pemeriksaan darah rutin diketemukan leukositosis, terdapat gangguan faal ginjal, tanda asidosis, atau hiperkalemia. Foto polos abdomen ditujukan untuk mencari adanya batu opak pada saluran kemih, atau bayangan pembesaran ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen sangat penting karena dapat mengetahui adanya hidronefrosis atau pionefrosis; dan dengan tuntunan USG dapat dilakukan pemasangan katerer nefrostomi.

TerapiJika tidak segera diatasi, uropati obstruksi akan menimbulkan penyulit berupa uremia, infeksi, dan terjadi SIRS yang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu sambil memperbaiki keadaan pasien, secepatnya dilakukan diversi/pengeluaran urine. Pengeluaran urine dapat dilakukan melalui pemasangan kateter nefrostomi atau kalau mungkin dilakukan pemasangan kateter double J.Pemasangan kateter nefrostomi seperti pada gambar 12-2, dapat dilakukan secara perkutan yaitu dengan tuntunan ultrasonografi atau dengan operasi terbuka, yaitu memasang kateter yang diletakkan di kaliks ginjal agar urine atau nanah yang berada pada sistem pelvikalises ginjal dapat dikeluarkan. Kadang-kadang pasien membutuhkan bantuan hemodialisis untuk mengatasi penyulit akibat uremia

RETENSI URINERetensi urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi harmonik antara otot detrusor buli-buli sebagai penampung dan pemompa urine dengan uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine. Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak adekuat, atau tidak adanya koordinasi antara buli-buli dan uretra dapat menimbulkan terjadinya retensi urine.

Gambaran KlinisPasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit-sedikit. Keadaan ini harus dibedakan dengan inkontinensia paradoksa yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, dan tidak mampu ditahan oleh pasien. Selain itu tampak benjolan kistus pada perut sebelah bawah dengan disertai rasa nyeri yang hebat.Pemeriksaan pada genitalia eksterna mungkin teraba batu di uretra anterior, terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior, terlihat fistel atau abses di uretra, fimosis/parafimosis, atau terlihat darah keluar dari uretra akibat cedera uretra. Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli dikosongkan ditujukan untuk mencari adanya hiperplasia prostat/karsinoma prostat, dan pemeriksaan refleks bulbokavernosus untuk mendeteksi adanya buli-buli neurogenik. Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. Pada pemeriksaan uretrografi tampak adanya striktura uretra.

PenatalaksanaanUrine yang tertahan lama di dalam buli-buli secepatnya harus dikeluarkan karena jika dibiarkan, akan menimbulkan beberapa masalah antara lain: mudah terjadi infeksi saluran kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal. Urine dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi atau sistostomi. Tindakan penyakit primer dikerjakan setelah keadaan pasien stabil.Untuk kasus-kasus tertentu mungkin tidak perlu pemasangan kateter terlebih dahulumelainkan dapat langsung dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab retensi urine, misalnya batu di meatus uretra eksternum atau meatal stenosis dilakukan meatotomi, fimosis atau parafimosis dilakukan sirkumsisi atau dorsumsisi.

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA SALURAN CERNA A.Definisi Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma AbdomenPerdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu.Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 )Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

B.Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen1.Penyebab perdarahan pada saluran pencernaan : a.Kerongkongan Robekan jaringan Kanker b.LambungLuka kanker atau non-kanker Iritasi (gastritis) karena aspirin atau Helicobacter pylori c.Usus halus Luka usus dua belas jari non-kanker Tumor ganas atau jinak d.Usus besar *Kanker Polip non-kanker Penyakit peradangan usus (penyakit Crohn atau kolitis ulserativa)Penyakit divertikulumPembuluh darah abnormal di dinding usus (angiodisplasia) e.Rektum : Kanker Tumor non-kanker f.Anus Hemoroid Robekan di anus (fisura anus) 2.Penyebab trauma abdomenKecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Berdasarkan mekanisme trauma, trauma abdomen dibagi menjadi 2 yaitu :a.Trauma tumpulSuatu pukulan langsung, misalkan terbentur setir ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen.b.Trauma tajamLuka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).c.Trauma tembus peluruDimana kerusakan organ agak Complicated, karena dimungkinkan timbulnya kerusakan multi-organ. Akibat kecepatan tembus peluru dan perputaran yang terjadi, luka yang terjadi berupa laserasi yang lebih besar dari diameter peluru. Bila terjadi penembusan diameter abdomen, dimungkinkan terjadinya kerusakan organ intraperitoneal maupun retroperitoneal sekaligus. Dalam keadaan tersebut, selain perdarahan, sering ditemukan juga perforasi usus yang multipel, dan perdarahan luas retroperitoneal

C.Manifestasi Klinis Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen1. Manifestasi klinis pada perdarahan saluran cerna dapat berupa: muntah darah (hematemesis) mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia) Tinja yang kehitaman biasanya merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok. Gejala kehilangan darah yang serius bisa berbeda-beda, tergantung pada apakah penderita memiliki penyakit tertentu lainnya. Penderita dengan penyakit arteri koroner bisa tiba-tiba mengalami angina (nyeri dada) atau gejala-gejala dari suatu serangan jantung. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).

2.Manifestasi Klinis pada trauma abdomen Pada hakekatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan disebabkan karena 2 hal:a.Pecahnya organ solidHepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan bahkan kematian.Gejala dan tandanya adalah: Gejala perdarahan secara umum dimana penderita tampak anemis (pucat) bila perdarahan berat akan menimbulkan gejala dan tanda dari syok perdarahan.Gejalanya adalah darah intra peritoneal, penderita akan merasa nyeri abdomen, yang dapat bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat. Pada auskultrasi biasanya bising usus menurun. Tanda ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan lain. Pada pemeriksaan akan teraba bahwa abdomen, nyeri tekan, kadang kadang ada nyeri lepas dan defance muscular ( kekakuan otot) seperti pada peritonitis.b.Pecahnya organ berlumenPecahnya gaster, usus halus atau colon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali ( gaster) atau lambat. Pada pemeriksaan penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen. Pada auskultasi bising usus akan menurun. Pada palpasi akan ditemukan defans muskular, nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada perkusi akan nyeri pula (nyeri ketok). Biasanya peritonitis bukan merupakan keadaan yang memerlukan penanganan sangar segera, sehingga jarang menjadi masalah pada fase pra-RS.Klinis kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:a.Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomenb.Terjadi perdarahan intra abdominal.c.Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)d.Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. e.Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:a.Terdapat luka robekan pada abdomenb.Luka tusuk sampai menembus abdomenc.Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomend.Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.

D.Komplikasi Perdarahan Saluran Cerna 1.Anemia2.Dehidrasi3.Kehilangan darah4.Syok5.Penurunan perfusi jaringan6.Hipoksia7.kematian

E.Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen1.Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna Pada lebih dari 80% penderita, tubuh akan berusaha menghentikan perdarahan.Penderita yang terus menerus mengalami perdarahan atau yang memiliki gejala kehilangan darah yang jelas, seringkali harus dirawat di rumah sakit dan biasanya dirawat di unit perawatan intensif.Bila darah hilang dalam jumlah besar, mungkin dibutuhkan transfusi. Untuk menghindari kelebihan cairan dalam pembuluh darah, biasanya lebih sering diberikan transfusi sel darah merah (PRC/Packed Red Cell) daripada transfusi darah utuh (whole blood). Setelah volume darah kembali normal, penderita dipantau secara ketat untuk mencari tanda-tanda perdarahan yang berlanjut, seperti peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah atau kehilangan darah melalui mulut atau anus. Perdarahan dari vena varikosa pada kerongkongan bagian bawah dapat diobati dengan beberapa cara. Diantaranya dengan memasukkan balon kateter melalui mulut ke dalam kerongkongan dan mengembangkan balon tersebut untuk menekan daerah yang berdarah.Cara lain ialah dengan menyuntikan bahan iritatif ke dalam pembuluh yang mengalami perdarahan, sehingga terjadi peradangan dan pembentukan jaringan parut pada pembuluh balik (vena) tersebut.Perdarahan pada lambung sering dapat dihentikan melalui endoskopi. Dilakukan kauterisasi pembuluh yang mengalami perdarahan dengan arus listrik atau penyuntikan bahan yang menyebabkan penggumpalan di dalam pembuluh darah. Bila cara ini gagal, mungkin perlu dilakukan pembedahanPerdarahan pada usus bagian bawah biasanya tidak memerlukan penanganan darurat. Tetapi bila diperlukan, bisa dilakukan prosedur endoskopi atau pembedahan perut. Kadang-kadang lokasi perdarahan tidak dapat ditentukan dengan tepat, sehingga sebagian dari usus mungkin perlu diangkat.a.EndoskopiThermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah banyak digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa elektrokoagulasi dapat berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula kolon, meskipun terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy ini juga dapat memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan. Sebaliknya, angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan endoskopik. Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari pasien dengan perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang juga dapat terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk pasien dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy. Pendarahan dapat terjadi pada 1% sampai 2% pasien setelah polypectomy dan mungkin terjadi hingga 2 minggu setelah polypectomy dimana terapi endoskopik dianjurkan.b.AngiographicAngiography dipakai sebagai metode perioperatif, terutama pada pasien-pasien dengan risiko gangguan vascular, sementara menunggu terapi bedah definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari pembuluh darah mesentrika yang langsung menuju ke lokasi sumber perdarahan yang akan dilanjutkan dengan pemberian vasokontriktor intra-arteridengan vasopressin yang dapat menghentikan perdarahan sekitar 80 % kasus. Perdarahan berulang mungkin terjadi jika terapi tidak dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada metode ini adalah iskemi miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan hiponatremia. Transarterial vasopressin tidak boleh digunakan pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular lainnya. Peran utama dari terapi ini adalah untuk mengehentikan perdarahan sebagai terapi darurat sebelum bedah definitif. Embolisasi transkateter pendarahan massive dapat juga dilakukan pada pasien yang tidak mempunyai cukup biaya untuk menjalani operasi. Embolisasi dari gelatin spons atau microcoils dapat menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan angiodysplasias dan divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan dan sepsis yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon sehingg aterjadi infark kolon.c.Pembedahan Indikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya pasien dengan perdarahan yang terus menerus berlangsung dan berulang, tidak sembuh dengan tindakan non operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC, perlu transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan indikasi colectomy pada perdarahan akut.Pembedahan emergensi dilakukan pada pasien dengan LGIB sebanyak 10% kasus, dilakukan pada saat setelah ditemukannya lokasi sumber perdarahan. Tingkat kejadian perdarahan yang berulang adalah 7% (0-21%) dan tingkat mortalitas sebesar 10% (0-15%). Pada sebagian besar studi segmental colectomy tidak mempunyai tingkat mortalitas, morbiditas dan perdarahan berulang yang tinggi.Segmental colectomy diindikasikan pada pasien dengan perdarahan colon persisten dan rekuren. Pasien dengan LGIB rekuren juga sebaiknya dilakukan colectomy karena risiko meningkatnya beratnya perdarahan dengan berjalannya waktu. Jika pasien mengalami ketidakseimbangan hemodinamik pembedahan emergensi ini dilakukan tanpa uji diagnostic dan lokasi sumber perdarahan ditentukan pada intraoperatif dengan cara EGD, surgeon-guided enteroscopy, and colonoscopy. Dengan melihat kondisi dan peralatan yang ada, dapat dilakukan subtotal colectomy dengan inspeksi distal ileal daripada dengan ketiga metode yang telah disebutkan.Subtotal colectomy dilakukan jika sumber perdarahan tidak diketahui dengan studi diagnostic perioperatif dan intraoperatif. Jika lokasi sumber perdarahan tidak dapat didiagnosis dengan endoscopy intraoperatif dan dengan pemeriksaan dan jika terdapat bukti perdarahan berasal dari kolon, subtotal colectomy dilakukan dengan anastomosis iloerectal. Subtotal colectomy adalah pilihan yang tepat karena berhubungan dengan tingkat perdarahan berulang yang rendah dan tingkat morbiditas (32%) dan tingkat mortalitas (19%).Hemicolectomy lebih baik dilakukan daripada blind subtotal abdominal colectomy, apabila bertujuan untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan. Saat lokasi sumber perdarahan diketahui, operasi dengan positive 99m Tc-red blood cell scan. juga dapat menyebabkan perdarahan berulang pada lebih dari 35% pasien.Blind total abdominal colectomy tidak dianjurkan karena memiliki perdarahan berulang 75% tingkat morbiditas 83%, tingkat mortalitas 60%. Sekali lokasi sumber perdarahan diketahui, lakukan segmental colectomy.Pasien dengan riwayat perdarahan berulang dengan lokasi sumber perdarahan yang tidak diketahui harus dilakukan elective mesenteric angiography, upper and lower endoscopy, Meckel scan, Foto serial saluran cerna atas dengan usus halus, and enteroclysis. Pemeriksaan seluruh bagian saluran cerna diperlukan untuk mendiagnosis lesi yang jarang dan AVM yang tidak terdiagnosis. Jika lokasi sumber perdarahan telah diketahui dengan mesenteric angiography, infuse vasopressin dapat digunakan secara berkala untuk control perdarahan dan penstabilan pasien untuk antisipasi apabila harus dilakukan segmental colectomy semi urgent. Embolisasi mesenteric selektif digunakan pada pasien dengan risiko tinggi apabila dilakukan operasi, dan perhatikan iskemi dan perforasi. Subtotal colectomy dengan ileoprostostomy dilakukan pada pasien dengan perdarahan berulang dengan lokasi sumber perdarahan tidak diketahui, dan pada pasien dengan perdarahan yang berasal dari kedua bagian colonTidak ada kontraindikasi terhadap pembedahan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dan perdarahan yang berlangsung terus menerus. Pembedahan juga diperintahkan walaupun pada pasien yang membutuhkan 5 unit labu transfuse atau lebih pada 24 jam dan penentuan lokasi sumber perdarahan secara perioperatif tidak akurat. embedahan juga perlu dilakukan pada pasien dengan perdarahan berulang selama dirawat di rumah sakit. PreoperatifPerdarahan Saluran cerna bawah akut merupakan masalah kesehatan yang serius yang berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tingkat mortalitas adalah sebesar 10-20% dan tergantung pada usia (> 60 tahun), penyakit multiorgan, kebutuhan transfuse (> 5 labu), perlu dilakukan operasi, dan stress (pembedahan, trauma, sepsis)13Tiga aspek utama yang berperan dalam penanganan LGIB adalah perawatan initial syok, mecari lokasi sumber perdarahan, dan rencana intervensi. Pasang NGT pada semua pasien, aspirasi cairan yang jernih tanpa cairan empedu menyingkirkan perdarahan yang berasal dari proximal Ligamentum Treitz. Setelah resusitasi inisial, sumber perdarahan dapat dicari dengan cara angiogram, perdarahan dapat terkontrol sementara dengan embolisasi angiographic atau infuse vasopressin. Segmental colectomy dilakukan 12-24 jam kemudian.IntraoperatifIntervensi pembedahan yang diperlukan memiliki persentase yang kecil pada kasus LGIB. Pilihan dilakukanyya tindakan bedah tergantung dari sumber perdarahan yang telah diidentifikasi pada saat preoperative sebelumnya.setelah itu baru dapat dilakukan segmental colectomy. 13Jika sumber perdarahan tidak diketahui, dilakuakan endoscopy saluran cerna bagian atas. Jika tidak berhasil lakukan intraoperative pan-intestinal endoscopy dan jika gagal, lakukan subtotal colectomy dengan end ileostomy.Postoperatif Hipotensi dan syok biasanya terjadi akibat kehilangan darah, tetapi tergantung dari tingkat perdarahan dan respon pasien. Syok dapat mempresipitasi infark miokard, kelainan cerecrovaskular, gagal ginjal dan gagal hati. Azotemia biasanya muncul pada pasien dengan perdarahan saluran cerna.d.Komplikasi pembedahanKomplikasi dini postoperative yang paling sering adalah perdarahan intraabdomina dananastomose, ileus, obstruksi usus halus mekanik, sepsis intraabdominal, peritonitis local dan diffuse, infeksi luka operasi, Clostridium difficile colitis, pneumonia, retensi urin, infeksi saluran kemih, deep vein thrombosis, dan emboli paru. Sedangkan komplikasi lanjut biasanya muncul lebih dari 1 minggu setelah operasi, yaitu sriktur anastomosis, hernia insisional, dan incontinens.

2.Penatalaksanaan trauma abdomenPengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.a.Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang membuka jalan napas menggunakanteknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.b.Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).c.Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napasd.Disability, tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis. Selalu periksa tingkat kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan motorik yang lebih lemah satu sisi)e.Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup dengan menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada benda menancap, jangan dicabut, tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap dinding perut.

Tindakan Khusus Pada Pengelolaan Trauma Abdomena.Pemasangan pipa lambungTujuan dari tindakan ini adalah untuk mengurangi dilatasi akut gaster, dekompresi abdomen dan mengeluarkan isi abdomen sehingga mengurangi resiko terjadinya aspirasi.b.Kateterisasi kandung kemihTujuan pemasangan kateter urine dalam proses resusitasi adalah untuk menghilangkan retensi urin, dekompresi kandung kemih dan pemantauan produksi urin sebagai tolak ukur perfusi jaringan. Pastikan uretra utuh sebelum melakukan tindakan melalui pemeriksaan rektal, adanay darah dari meatus, patah tulang pelvis yang tidak stabil menunjukkan kecurigaan rupture uretra sehingga harus dilakukan tube suprapubik (sistostomi)c.Apabila ditemukan usus yang menonjol kasar , cukup menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada benda menancap jangan dicabut tetepi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap dinding perut.