7
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN KEKRISTENAN DAN KEBUDAYAAN Saya warga negara Indonesia yang merupakan keturunan Cina/Tionghoa. Dalam budaya Tionghoa, ada beberapa tradisi yang diterapkan, antara lain: 1. Rangkaian Perayaan Sincia atau Tahun Baru Imlek Perayaan Sincia biasa dirayakan selama 22 hari dimulai dengan hari ketujuh sebelum Sincia, di mana dipercaya dewa penunggu dapur naik ke langit melaporkan situasi rumah tangga. Pada malam sebelum Imlek, dilakukan sembayang menggunakan daging babi, ikan dan ayam. Tepat pada hari Sincia, dilakukan kunjungan kepada orangtua dan sanak saudara yang lebih tua untuk menghormat dan juga sembayang di depan meja sembayang nenek moyang yang telah meninggal. Pada kesempatan ini juga dibagikan angpao, yaitu uang yang dibungkus amplop berwarna merah. Angpao dianggap bukan sekedar hadiah, namun juga merupakan jimat yang akan membawa rejeki bagi yang menerima. Pada hari keempat setelah Sincia, dewa penunggu dapur kembali dari langit dan disambut dengan permainan barongsai diiringi petasan dan bunyi-bunyian ramai dengan maksud mengusir roh-roh jahat. Pada hari kelimabelas, diadakan Cap Go Meh dengan hiasan lampion berwarna merah, dan ritual sembayang kepada langit dan bumi.

Kebudayaan Tionghoa Kristen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

agama kristen dan budaya

Citation preview

Page 1: Kebudayaan Tionghoa Kristen

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

KEKRISTENAN DAN KEBUDAYAAN

Saya warga negara Indonesia yang merupakan keturunan Cina/Tionghoa. Dalam budaya Tionghoa, ada beberapa tradisi yang diterapkan, antara lain:

1. Rangkaian Perayaan Sincia atau Tahun Baru ImlekPerayaan Sincia biasa dirayakan selama 22 hari dimulai dengan hari ketujuh

sebelum Sincia, di mana dipercaya dewa penunggu dapur naik ke langit melaporkan situasi rumah tangga. Pada malam sebelum Imlek, dilakukan sembayang menggunakan daging babi, ikan dan ayam. Tepat pada hari Sincia, dilakukan kunjungan kepada orangtua dan sanak saudara yang lebih tua untuk menghormat dan juga sembayang di depan meja sembayang nenek moyang yang telah meninggal. Pada kesempatan ini juga dibagikan angpao, yaitu uang yang dibungkus amplop berwarna merah. Angpao dianggap bukan sekedar hadiah, namun juga merupakan jimat yang akan membawa rejeki bagi yang menerima. Pada hari keempat setelah Sincia, dewa penunggu dapur kembali dari langit dan disambut dengan permainan barongsai diiringi petasan dan bunyi-bunyian ramai dengan maksud mengusir roh-roh jahat. Pada hari kelimabelas, diadakan Cap Go Meh dengan hiasan lampion berwarna merah, dan ritual sembayang kepada langit dan bumi.

(Sumber foto: http://www.giharu.com/wp-content/uploads/2016/02/post_cny1.jpg)

Page 2: Kebudayaan Tionghoa Kristen

Merayakan Sincia sebetulnya adalah netral seperti halnya merayakan Tahun Baru Masehi. Semua orang, tidak terbatas pada orang Tionghoa saja, boleh merayakan Sincia. Bahkan saat ini di beberapa gereja, termasuk gereja di mana saya berdomisili, ikut merayakan Sincia dengan cara membagi-bagikan angpao kepada jemaat gereja, berpakaian serba merah saat ibadah Minggu, dan dekorasi-dekorasi khas turut menghias gedung gereja.

Banyak hal-hal positif yang dapat kita praktekkan dalam perayaan Sincia ini, seperti tradisi makan bersama di malam Sincia, tradisi mengunjungi orangtua/ sanak saudara pada hari Sincia, tradisi memberikan hormat kepada orangtua/ yang lebih tua, tradisi pemberian angpao kepada anak-anak kecil. Tradisi-tradisi tersebut justru dapat mempererat hubungan dengan orangtua, sanak saudara, maupun kerabat, menciptakan kerukunan, bahkan malah dapat membangun relasi positif dengan orang-orang non-Tionghoa.

Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu kita hindari adalah praktek-praktek pemujaan dalam perayaan tersebut. Penyembahan kepada dewa-dewi, kepercayaan ritual mengusir roh jahat, sembayang kepada nenek moyang, langit dan bumi, itulah yang harus dihindari sebagai umat Kristen. Kita harus pandai-pandai menyaring kebudayaan yang mau tidak mau telah melekat kepada kita sejak dari leluhur kita. Tidak mungkin kita meninggalkan tradisi, tetapi kita dapat “memperbarui” kebudayaan tersebut sesuai dengan ajaran Kristus.

2. Simbolisme Hewan (Shio)Masyarakat Tionghoa punya kepercayaan bahwa baik manusia maupun hewan

setelah mati rohnya masih tetap hidup di langit dan roh itu memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia di bumi. Ada 12 hewan yang dijadikan simbol oleh masyarakat Tionghoa dan dijadikan obyek penyembahan karena dipercayai memiliki kekuatan magis yang dapat mempengaruhi manusia.

Memang semula simbol hewan tersebut hanya digunakan sebagai nama bulan, namun kelamaan dijadikan sebagai obyek penyembahan, dan dipercaya memiliki kekuatan tadi. Ke-12 simbol hewan tersebut dipercayai mempengaruhi kehidupan manusia yang dilahirkan di bawah simbol hewan tersebut.

Page 3: Kebudayaan Tionghoa Kristen

(Sumber gambar: http://sutan123.blogspot.co.id/2014/02/shio-cina.html)

Selain itu pula dalam kepercayaan terhadap shio ini, dipercayai bahwa dalam memilih pasangan hidup, ada shio-shio yang cocok dan ada yang bertentangan. Sebagai contoh misalnya, orang yang bershio ular tidak boleh menikah dengan orang bershio tikus. Bahkan tidak jarang, ada kasus orangtua Tionghoa yang membuang anaknya karena dipercayai shio si orangtua dan anaknya “Ciong” atau berlawanan. Si orangtua berkeyakinan bila dia menerima anak tersebut, salah satu dari mereka akan mati.

(Sumbergambar: https://ramalanfengshuiastrologimetafisika.files.wordpress.com/2015/01/29f08-ciong2015.jpg)

Page 4: Kebudayaan Tionghoa Kristen

Kepercayaan terhadap shio ini tentunya sangat bertentangan dengan iman Kristen dan seharusnya seorang Kristen tidak boleh percaya dengan hal seperti ini. Kehidupan manusia telah ada dalam tangan Tuhan dan oleh rencanaNya sajalah semua dapat terjadi. Jadi apapun nasib kita bukanlah diakibatkan di bawah simbol hewan apa kita dilahirkan. Seperti tertulis di Yeremia 1:5a “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau...” Artinya Tuhan telah menetapkan kehidupan kita bahkan jauh sebelum kita dilahirkan. Tidak ada gunanya kita mereka-reka nasib berdasarkan ramalan.

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11)

3. Pernikahan Sesama Tionghoa

Pada masyarakat Tionghoa yang bermukim di Indonesia, khususnya golongan Tionghoa yang totok/kolot, masih menjunjung tinggi keyakinan untuk tetap mempertahankan kemurnian ras mereka. Artinya, para orangtua akan menghimbau bahkan mewajibkan anak-anaknya untuk mencari pasangan hidup sesama orang Tionghoa. Mereka dilarang untuk menikahi ras lain.

Selain itu pula, mereka dilarang untuk menikah dengan yang marganya sama, misalnya: sama-sama memiliki marga Lie tidak boleh menikah, karena dianggap masih mempunyai hubungan kekerabatan walaupun mereka tidak saling kenal sebelumnya.

Page 5: Kebudayaan Tionghoa Kristen

Aturan-aturan ini dimaksudkan untuk menjaga kemurnian ras masyarakat Tionghoa. Selain itu ada beberapa alasan lainnya, yaitu masyarakat Tionghoa kolot beranggapan bahwa mereka adalah golongan rajin, tipe pekerja keras, dan lihai dalam hal berdagang. Mereka khawatir kesuksesan mereka terganggu oleh masuknya ras lain yang dianggap tidak memiliki kelebihan-kelebihan yang mereka miliki itu. Alasan lainnya adalah diskriminasi dan perlakuan-perlakuan tidak baik yang telah dirasakan oleh leluhur-leluhur bangsa Tionghoa sejak masuknya mereka ke Indonesia dulu. Singkatnya, ada “luka-luka lama” yang masih dibawa oleh keturunan mereka.

Banyak masyarakat Tionghoa yang telah beriman Kristen pun masih menerapkan prinsip seperti ini. Mereka bahkan tidak peduli untuk menikahi orang non-Kristen asalkan dia Cina! Jika prinsip ini dilanggar oleh sang anak, sang orangtua tidak akan merestui pernikahan sang anak, bahkan ada banyak kasus, sang anak “diusir” dari keluarga besarnya.

Tentunya hal seperti ini bertentangan dengan ajaran iman Kristen. Seperti kita tahu, sebagai orang Kristen kita memiliki kriteria sendiri yang telah diberikan Tuhan untuk memilih pasangan hidup kita, yaitu haruslah yang seiman, seperti tertulis dalam 2 Korintus 6:14-15: "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?"

Di luar itu, Tuhan tidak pernah memberikan batasan pada kita untuk memilih pasangan hidup. Sah-sah saja kita mengikuti himbauan leluhur, tetapi tetap di atas segalanya kita boleh melanggar perintah Tuhan. Saya sendiri secara pribadi menolak dan menentang prinsip seperti ini, memilih pasangan hidup bukan tergantung dari ras, tetapi mengikuti kehendak Tuhan sendiri. Dan saya beruntung tidak terlahir dari keluarga yang memiliki prinsip rasis kasar seperti ini.

-------------------------------------------