13
1 KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA DAN KEIKUTSERTAAN DALAM KERJASAMA EKONOMI DI KAWASAN ASIA TENGGARA DAN ASIA PASIFIK (disampaikan pada Seminar Trans Asia dalam konteks Trans Asia dan ASEAN Highway: Peluang dan Tantangan menghadapi Tatanan Global, 1 Juli 2009 di Jakarta) Oleh: Herry Soetanto Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Diplomasi Perdagangan I. Pendahuluan 1. Mengawali presentasi tentang hal ini, dirasa sangat perlu untuk melihat Amanat yang terdapat dalam Perpres No. 7 Tahun 2005 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pada Bab 17 tentang Arah Kebijakan di Sektor Perdagangan menyebutkan bahwa untuk Perdagangan Luar Negeri adalah, bahwa dalam rangka mendukung perkuatan daya saing produk ekspor, arah kebijakan bidang perdagangan luar negeri adalah meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor serta perkuatan kinerja eksportir dan calon eksportir. Di bidang perdagangan dalam negeri , kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha. Upaya ini perlu diintegrasikan dengan arah kebijakan peningkatan kinerja perdagangan luar negeri guna mewujudkan ketahanan ekonomi yang kokoh. 2. Dengan memperhatikan lokasi geografis dan peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik maka Arah Kebijakan di Sektor Perdagangan Indonesia perlu dirancang untuk dapat mengamankan dan mengambil manfaat semaksimal mungkin dari keanggotaan Indonesia dalam organisasi-organisasi kawasan yaitu Association of South-east Asia Nations (ASEAN) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). 3. Kerjasama Ekonomi dalam kerangka ASEAN selama lebih dari 40 tahun ditandai dengan pergeseran dari kerjasama preferensi perdagangan barang yang kemudian meluas cakupannya kepada perdagangan jasa dan investasi. Selanjutnya sejak tahun 2007 disepakati suatu cetak biru bagi terwujudnya Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC) pada tahun 2015. 4. Pada kawasan Asia Pasifik, Indonesia tergabung sebagai anggota ekonomi APEC yaitu forum Kerjasama ekonomi di wilayah Asia Pasifik yang sifatnya terbuka, informal dan tidak mengikat, dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan investasi di wilayah ini.

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA DAN KEIKUTSERTAAN DALAM

KERJASAMA EKONOMI DI KAWASAN ASIA TENGGARA DAN ASIA PASIFIK

(disampaikan pada Seminar Trans Asia dalam konteks Trans Asia dan ASEAN Highway: Peluang dan Tantangan menghadapi Tatanan Global, 1 Juli 2009 di Jakarta)

Oleh: Herry Soetanto

Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Diplomasi Perdagangan

I. Pendahuluan

1. Mengawali presentasi tentang hal ini, dirasa sangat perlu untuk melihat Amanat yang terdapat dalam Perpres No. 7 Tahun 2005 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pada Bab 17 tentang Arah Kebijakan di Sektor Perdagangan menyebutkan bahwa untuk Perdagangan Luar Negeri adalah, bahwa dalam rangka mendukung perkuatan daya saing produk ekspor, arah kebijakan bidang perdagangan luar negeri adalah meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor serta perkuatan kinerja eksportir dan calon eksportir. Di bidang perdagangan dalam negeri, kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha. Upaya ini perlu diintegrasikan dengan arah kebijakan peningkatan kinerja perdagangan luar negeri guna mewujudkan ketahanan ekonomi yang kokoh.

2. Dengan memperhatikan lokasi geografis dan peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik maka Arah Kebijakan di Sektor Perdagangan Indonesia perlu dirancang untuk dapat mengamankan dan mengambil manfaat semaksimal mungkin dari keanggotaan Indonesia dalam organisasi-organisasi kawasan yaitu Association of South-east Asia Nations (ASEAN) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

3. Kerjasama Ekonomi dalam kerangka ASEAN selama lebih dari 40 tahun ditandai dengan pergeseran dari kerjasama preferensi perdagangan barang yang kemudian meluas cakupannya kepada perdagangan jasa dan investasi. Selanjutnya sejak tahun 2007 disepakati suatu cetak biru bagi terwujudnya Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC) pada tahun 2015.

4. Pada kawasan Asia Pasifik, Indonesia tergabung sebagai anggota ekonomi APEC yaitu forum Kerjasama ekonomi di wilayah Asia Pasifik yang sifatnya terbuka, informal dan tidak mengikat, dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan investasi di wilayah ini.

Page 2: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

5. Letak geografis Indonesia juga berbatasan langsung dengan sejumlah negara tetangga yaitu Malaysia, Philippina, Papua Nugini, dan Timor Leste. Dengan Negara-negara tersebut juga telah dibuat Perjanjian-perjanjian Perdagangan Lintas Batas dengan berbagai bentuk dan cakupannya.

6. Indonesia juga menjalin kerjasama kawasan pada tingkat sub-regional yang disebut Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) yaitu Kerjasama Ekonomi Sub-Regional antar daerah-daerah/propinsi dengan negara-negara bertetangga yang meliputi kerjasama Indonesia - Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT - GT), Indonesia – Malaysia - Singapore Growth Triangle (IMS - GT), Brunei – Indonesia- Malaysia - Phillipines - East ASEAN Growth Area (BIMP - EAGA) serta Australia -Indonesia Development Area (AIDA).

II. Kebijakan Sektor Perdagangan 2004 – 2009 7. Secara umum, pengembangan sektor perdagangan sangat bergantung pada

upaya untuk mengurangi kendala yang menghambat kinerja perdagangan. Adapun beberapa hal yang dapat diidentifikasi bisa menghambat kinerja perdagangan pada saat ini misalnya adalah : - Tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh dunia usaha secara

langsung menurunkan daya saing produk ekspor. Banyak faktor penyebab yang antara lain adalah : masih maraknya korupsi dan penyalahgunaan wewenang; belum terjaminnya keamanan berusaha; lemahnya penegakan hukum; tumpang tindihnya antara peraturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal lain yang mempengaruhi daya saing adalah rendahnya efisiensi kepabeanan dan kepelabuhan.

- Lemahnya sistem jaringan koleksi dan distribusi nasional yang kurang mendukung peningkatan daya saing ekspor. Dewasa ini jaringan koleksi dan distribusi barang dan jasa perdagangan dalam negeri banyak mengalami hambatan karena belum terintegrasinya sistem perdagangan di tiga tingkatan pasar (pengumpul, eceran, dan grosir) serta maraknya berbagai pungutan dan peraturan di tingkat daerah akibat penyelenggaraan otonomi. Masalah ini menyebabkan berkurangnya daya saing produk dalam negeri untuk dimanfaatkan sebagai bahan antara (intermediate goods) karena kalah bersaing dengan produk impor sejenis dan berkurangnya daya saing produk yang langsung di ekspor. Masalah ini juga menyebabkan berkurangnya atau bahkan terbatasnya pilihan pemasaran para produsen ke dalam jaringan pasar dalam negeri yang dampaknya lebih jauh adalah kelesuan untuk peningkatan volume produksinya. Perbaikan dalam sistem jaringan koleksi dan distribusi nasional, selain bermanfaat untuk peningkatan daya saing produk ekspor, juga akan meningkatkan ketahanan ekonomi karena mendorong integrasi komponen-komponen produksi dalam negeri yang terkait. Lebih jauh lagi, perbaikan sistem akan memiliki kehandalan di dalam mendorong perwujudan stabilitas harga serta bermanfaat untuk pengamatan dini (early warning system), misalnya terhadap kemungkinan serbuan produk-produk impor tertentu, gangguan terhadap pasokan dan distribusi barang.

Page 3: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

- Keterbatasan dan menurunnya kualitas infrastruktur. Masalah infrastruktur juga

menjadi salah satu penyebab turunnya ekspor Indonesia. Keterbatasan dan rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik dan telepon merupakan faktor utama penyebab tingginya biaya ekspor. Rendahnya kualitas infrastruktur pelabuhan di Indonesia mengakibatkan sebagian pengapalan kontainer dari Indonesia dilakukan melalui Singapura dan Malaysia. Hal ini disebabkan tingkat efisiensi pelabuhan di Indonesia relatif rendah.

- Belum memadainya perangkat hukum di sektor perdagangan. Infrastruktur non fisik berupa perangkat hukum sektor perdagangan belum sepenuhnya menunjang pengembangan sektor perdagangan seperti belum diterbitkannya Undang-Undang Perdagangan serta peraturan perundang-undangan lain di sektor perdagangan, mengakibatkan masih terdapat tumpang tindihnya peraturan antara pusat–daerah dan antar sektor

Oleh karena itu, permasalahan yang mendasar tersebut di atas perlu diatasi secara komprehensif dengan berbagai instansi terkait.

8. Berdasarkan Arah Kebijakan Perdagangan tersebut diatas disebutkan Program-

program Pembangunan untuk Peningkatan Daya Saing Ekspor dan Efisiensi Sistem Perdagangan yaitu:

- Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor - Program peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional - Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri - Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan - Program Persaingan Usaha

9. Sebagai implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN 2004-2009), Strategi Operasional diarahkan untuk: i. Menata aturan yang jelas, pemangkasan birokrasi dalam prosedur perijinan

dan pengelolaan usaha dengan prinsip transparansi dan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan program deregulasi dan debirokratisasi melalui penyederhanaan prosedur ekspor dan impor.

ii. Menata aturan yang jelas peningkatan efisiensi waktu dan biaya administrasi. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan program peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah.

iii. Pengembangan kapasitas lembaga publik dan aparat pelaksananya. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan tiga program: transparansi dan kepemerintahan yang baik (good governance); peningkatan SDM, pengawasan

Page 4: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

dan akuntabilitas kinerja aparatur; dan program peningkatan kemampuan manajemen litbang perdagangan.

iv. Memperkuat daya saing di pasar global. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan delapan program: pengembangan komoditi/produk ekspor Indonesia yang berdaya saing di pasar global; perkuatan kelembagaan, sarana dan prasarana ekspor; pengembangan dan implementasi fasilitasi ekspor dan impor; pengembangan kebijakan perdagangan luar negeri yang menunjang bisnis dan persaingan sehat; sinkronisasi kebijakan perdagangan luar negeri antara pusat dan daerah; pengembangan Sistem Informasi Perdagangan; peningkatan kapasitas SDM, prasarana teknologi dan bahan-bahan; dan program peningkatan kualitas pelayanan kepada para eksportir melalui pendekatan perusahaan (support at company level).

v. Mempertahankan dan meningkatkan akses dan penetrasi pasar ke pasar tradisional maupun non-tradisional. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan lima program: peningkatan peran Indonesia dalam Kerjasama perdagangan multilateral (WTO), regional (ASEAN, APEC), bilateral (pembentukan FTA/EPA) dan perdagangan lintas batas; peningkatan litbang iklim usaha perdagangan dalam Pengembangan ekspor; peningkatan litbang perdagangan luar negeri; peningkatan litbang Kerjasama perdagangan internasional; dan program sosialisasi hasil-hasil kesepakatan perundingan multilateral (WTO), Kerjasama regional (ASEAN, APEC, ASEM), dan Kerjasama intra-antar regional.

vi. Meningkatkan kemampuan kantor perwakilan perdagangan di luar negeri dan kualitas pelayanan serta pembukaan kantor baru dinegara/kawasan mitra dagang. Pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui dua program yaitu peningkatan akses, promosi dan penetrasi pasar dan program perkuatan sumber daya aparatur Atase Perdagangan termasuk penyediaan tenaga magang.

vii. Meningkatkan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui program monitoring dan evaluasi pelaksanaan kesepakatan Kerjasama multilateral, regional dan bilateral.

viii. Memperkuat kelembagaan pengamanan perdagangan internasional (safeguard dan anti dumping) serta kelembagaan hamonisasi tarif. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan dua program: fasilitasi penyelesaian sengketa perdagangan (termasuk advokasi dan bantuan teknis) seperti dumping, subsidi dan safeguard dan program peningkatan efektivitas koordinasi penanganan berbagai isu perdagangan internasional baik multilateral, regional dan bilateral maupun pendekatan komoditi.

ix. Mengembangkan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana sub-sistem distribusi didaerah tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil) dan sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi produksi dan pasar serta perluasan pasar lelang lokal dan regional. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan tiga program: perumusan, alternatif solusi dan implementasi penyelesaian permasalahan termasuk harmonisasi

Page 5: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

dari berbagai peraturan perundang-undangan tentang distribusi dan sarana penunjang perdagangan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah; program peningkatan sarana dan prasarana (infrastruktur) dalam rangka peningkatan efisiensi perdagangan; dan program Pengembangan sarana distribusi dan Pengembangan kawasan perbatasan, daerah terpencil, dan pulau kecil terluar.

x. Harmonisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penyederhanaan prosedur, perijinan yang menghambat kelancaran arus barang dan jasa serta pengembangan kegiatan jasa perdagangan. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan dua program sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perdagangan dalam negeri Pusat dan daerah dan program peningkatan litbang perdagangan dalam negeri.

xi. Memperkuat kelembagaan perlindungan konsumen, kemetrologian dan kelembagaan persaingan usaha dan kelembagaan perdagangan lainnya. Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan sebelas program, yaitu pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan konsumen termasuk kapasitas lembaga penyelesaian dan advokasi terhadap kebijakan perlindungan konsumen guna meningkatkan kesadaran konsumen terhadap pentingnya standar barang dan jasa terutama dibidang obat dan makanan; promosi penggunaan produksi dalam negeri; peningkatan efektivitas dan ketersediaan jaringan informasi perdagangan baik ditingkat pusat maupun di daerah; peningkatan penerapan peraturan kebijakan persaingan usaha; peningkatan kualitas penanganan perkara dan rekomendasi kebijakan; peningkatan pengawasan dan pembinaan usaha, kelembagaan dan kemitraan dibidang perdagangan; penataan pola kemitraan usaha bidang perdagangan terutama antara Hypermarket/Supermarket dengan usaha kecil (pemasok) dalam struktur perdagangan yang harmonis; pemberdayaan usaha dagang kecil dan menengah melalui peningkatan SDM, akses pasar dan kemitraan usaha; Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif (KUKM) dan program peningkatan litbang iklim usaha perdagangan dalam rangka pengamanan perdagangan dan perlindungan konsumen.

xii. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur dan memperkuat sistem pengawasan barang dan jasa. Pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui enam program: perkuatan system dan pelaksanaan pengawasan barang beredar terutama barang-barang yang menyangkut aspek Keselamatan, Kesehatan, Keamanan dan Lingkungan (K3LL) dan jasa yang rawan penipuan; penyempurnaan peraturan perundang-undangan dalam negeri yang terkait dengan ekspor-impor, dan tertib usaha, tertib ukur, perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan jasa, sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan standar dan laboratorium metrology legal serta pelaksanaan pengawasan Ukuran, Takaran, Timbangan dan Perlengkapannya (UTTTP) dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus BDKT); pemantapan sistem metrology legal Indonesia; penyusunan standar kualifikasi profesi jasa dibidang perdagangan; dan program peningkatan pelaksanaan kebijakan pengawasan mutu barang impor SNI wajib. Memperkuat kelembagaan bursa berjangka komoditi serta mengembangkan alternatif

Page 6: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

pembiayaan. Pelaksanaan Kebijakan dilakukan dengan dua program; penguatan kapasitas kelembagaan Perdagangan Berjangka Komoditi termasuk menyiapkan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan kebijakan dan operasional PBK, dan peningkatan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran peraturan dibidang perdagangan berjangka dan program pemantapan dan Pengembangan pasar lelang local dan regional serta sarana alternatif pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang (SRG).

10. Pada tataran implementasi yang menyangkut pembangunan Infrastruktur disektor perdagangan, telah dialokasikan anggaran untuk Program Stimulus Pasar Tradisional dan Program Stimulus Pergudangan. Program Stimulus Pasar Tradisional adalah untuk pembangunan dan/atau merehabilitasi pasar tradisional sejumlah 37 unit pada 23 Kabupaten/Kota dengan tujuan meningkatkan kelancaran distribusi khususnya barang kebutuhan pokok masyarakat serta menyediakan tempat transaksi yang lebih layak bagi pedagang dan masyarakat. Sasaran lain yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan daya saing dan eksistensi pasar tradisional melalui perwujudan pasar tradisional yang bersih, aman dan nyaman. Program Stimulus Pergudangan adalah untuk komoditi primer di sentra produksi pada 31 kabupaten yang tersebar di 11 propinsi. Jumlah gudang yang akan dibangun sebanyak 41 gudang.

III. Kerjasama di kawasan Asia Tenggara (dalam ASEAN) 11. ASEAN merupakan soko guru politik luar negeri Indonesia karena mempunyai

arti strategis dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman dan tantangan guna menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan. Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati pembentukan suatu Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang didasarkan pada 3 (tiga) pilar yaitu Komunitas Politik ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Oleh karena itu Negara-negara anggota ASEAN sepakat meningkatkan Kerjasama dibawah payung Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang ditandatangani pada Konperensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 tanggal 20 Nopember 2007 di Singapura.

12. Pada Pilar Ekonomi, para kepala Negara anggota ASEAN juga telah menandatangani suatu Deklarasi yaitu “Declaration on the Economic Community Blueprint”. Deklarasi dimaksud memuat kerangka dan elemen ASEAN Economic Community (AEC), rencana aksi dan target waktu hingga tahun 2015 (8 tahun).

13. Kerangka AEC dengan masing-masing elemennya adalah: A. Pasar Tunggal dan Basis Produksi Regional

Dengan terwujudnya AEC maka akan terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi, tenaga kerja trampil dan adanya aliran modal yang lebih bebas, tercapainya liberalisasi untuk sejumlah sektor yang sudah diprioritaskan, serta untuk produk makanan, pertanian dan kehutanan.

Page 7: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

B. Kawasan yang memiliki daya saing yang tinggi Tingkat daya saing ASEAN akan menjadi lebih tinggi pada saat itu dengan adanya kebijakan yang mengatur persaingan, konsumen yang semakin terlindungi kepentingannya, penghargaan atas hak kekayaan intelektual, perkembangan yang baik untuk infrastruktur, energy, perpajakan, dan aktivitas E-Commerce.

C. Pembangunan ekonomi yang merata di kawasan ASEAN Kegiatan Usaha kecil dan menengah akan berkembang dan kesenjangan ekonomi yang saat ini ada diantara negara anggota ASEAN dapat dihilangkan.

D. Integrasi perekonomian kawasan dengan perekonomian global Terdapat pendekatan yang koheren menuju Kerjasama ekonomi eksternal dan peningkatan partisipasi dalam jejaring pasokan global.

14. Guna mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas maka dibuat suatu “Strategic Schedule for ASEAN Economic Community” yang memuat Pendekatan Strategis berdasarkan elemen-elemen tersebut diatas dengan Aksi Prioritas yang terbagi dalam jangka waktu yaitu 2008 – 2009, 2010 – 2011, 2012 – 2013, 2014 – 2015. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN – 6 menerapkan AEC Blueprint sesuai jadwal, sedangkan ASEAN – 4 (Kamboja, Laos, Myanmar, dan - untuk beberapa hal Vietnam) mendapatkan fleksibilitas dalam waktu pencapaiannya.

15. Tidaklah terelakkan bahwa upaya bagi terwujudnya pilar ekonomi dalam bentuk ASEAN Economic Community pada tahun 2015 (yang merupakan salah satu pilar terbentuknya Masyarakat ASEAN/ASEAN Community) sangat memerlukan dukungan Infrastruktur yang memadai, termasuk Jalan Raya. Dalam hubungan ini, perlu juga mengacu kepada “Strategic Schedule” dimaksud yang salah satunya adalah dalam upaya menjadikan ASEAN Kawasan yang memiliki daya saing yang tinggi (Towards a Highly Competitive Economic Region).

16. Jaringan transportasi yang efisien, aman dan terintegrasi di ASEAN merupakan hal yang penting untuk memanfaatkan secara maksimal kawasan perdagangan bebas ASEAN dan agar wilayah ASEAN sebagai sebagai tempat produksi dan tujuan investasi dan pariwisata dapat lebih atraktif. Selain itu juga diperlukan untuk memperkecil kesenjangan pembangunan diantara negara anggotanya. Transportasi ASEAN juga penting dalam menghubungkan ASEAN dengan negara-negara di wilayah timur laut dan Asia selatan.

17. Dalam AEC Blueprint disebutkan bahwa ASEAN Transport Action Plan (ATAP) 2005-2010 mencakup transportasi laut, darat dan udara serta fasilitasi transportasi yang menyangkut 48 kegiatan yaitu: - Implementasi ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in

Transit pada tahun 2009; - Implementasi ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport pada

tahun 2010; dan

Page 8: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

- Finalisasi ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Inter-State Transpor pada tahun 2008 dan implementasinya pada tahun 2010.

18. Dalam Pendekatan Strategis yang mengarah kepada “a highly competitive economic region” terdapat pula rencana Pengembangan Infrastruktur (B4. Infra Structure Development) yang dijabarkan dengan mengacu kepada sejumlah kesepakatan dan rencana yang disepakati ASEAN yaitu:

• Transport Action Plan - Singapore-Kunming Rail Link - Road Safety Requirements

(misalnya Implementasi the ASEAN five-year Regional Road Safety Action Plan target waktu 2010-2011, dan penyusunan ASEAN Standard measures for road safety dng target waktu 2012-2013)

• ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport (ditargetkan untuk implementasi pada 2012-2013)

• ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in Transit (AFAFGIT) (misalnya “completion of road construction/improvement of below class III road sections of the designated Transport Routes of Protocol 1 of the ASEAN Highway Network, i.e Poipet – Sisophon (48 km) dan Kratie Stung Treng (198 km)” dengan target waktu 2008-2009).

• ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Interstate Transport (FAIST).

• Roadmap for Integration of Air Travel Sector (RIATS).

• Roadmaps towards an Integrated an Competitive Maritime Transport in ASEAN which promotes and strengthenes intra ASEAN shipping market and services.

• Information Infrastructure

• Content Industry

• Energy Cooperation (ASEAN Power Grid dan Trans-ASEAN Gas Pipeline) 19. Aspek pembiayaan untuk proyek-proyek Infrastruktur juga terdapat dalam AEC

Blueprint mengingat pentingnya infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu diperlukan skema pembiayaan yang inovatif agar dapat menarik keterlibatan sektor swasta. Terkait dengan hal ini maka langkah yang diperlukan adalah berupaya meningkatkan partisipasi sektor swasta dan organisasi-organisasi internasional dalam membiayai pembangunan infrastruktur di kawasan ini misalnya dalam ASEAN Highway Network, APG, TAGP, SKRL; dan mengurangi atau menghapuskan hambatan atas “cross-border investment in/financing of regional infrastructure projects”.

Page 9: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

 

20. Terkait dengan Integrasi Ekonomi ASEAN, hal yang perlu menjadi perhatian adalah Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008 – 2009 kepada para Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota, dimana disebutkan dalam Diktum pertama adalah instruksi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan Fokus Program Ekonomi Tahun 2008 - 2009 guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, kelestarian sumber daya alam, peningkatan ketahanan energi dan kualitas lingkungan, dan untuk pelaksanaan berbagai komitmen Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

IV. Kerjasama di kawasan Asia Pasifik 21. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dibentuk pada tahun 1989 dengan

anggota terdiri dari 21 ekonomi yang terletak di kawasan Asia-Pasifik. Indonesia sebagai salah satu anggota APEC ikut membantu terbentuknya APEC tahun 1989 dan menjadi tuan rumah pertemuan APEC pada tahun 1994, yang mencetuskan Bogor Goals untuk mewujudkan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010 untuk ekonomi maju dan tahun 2020 untuk ekonomi berkembang.

APEC dibentuk untuk mendukung proses integrasi ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Kesepakatan untuk menetapkan Bogor Goals - liberalisasi perdagangan dan investasi pada tahun 2010/2020, merupakan salah satu langkah nyata APEC mendukung akselerasi integrasi regional. Dari tahun ke tahun kegiatan APEC selalu mengalami perkembangan dalam membahas isu-isu yang berkembang baik di kawasan regional APEC maupun di tingkat dunia. Salah satu dari prioritas APEC 2007 tersebut adalah mengenai Regional Economic Integration (REI) sebagai tindak lanjut dari pertemuan APEC 2006 untuk mempelajari bentuk kerjasama regional guna mendorong integrasi ekonomi dimana Agreed Actions dilakukan secara bertahap (incremental steps), sejalan dengan Bogor Goals dan sistem perdagangan multilateral. Dalam hal Free Trade Area for the Asia-Pacific (FTAAP) perlu pengkajian dan konsekuensi atas eksistensi APEC sebagai forum non-negosiasi. Menindaklanjuti gagasan tersebut pada pejabat senior (SOM) APEC telah menyusun laporan mengenai regional economic integration (REI) dan telah disampaikan kepada para Pemimpin Ekonomi APEC pada bulan September 2007 yang memuat kajian mengenai ways and means untuk mendorong integrasi ekonomi regional, termasuk kemungkinan pembentukan Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) sebagai long term prospect. Indonesia berpandangan bahwa FTAAP bukan merupakan pengganti dari Bogor Goals tetapi terus berlanjut melewati ‘Bogor timeline’.

Page 10: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

10 

 

22. Tujuan Indonesia tergabung dalam sejumlah Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) adalah untuk mendorong terjadinya peningkatan kerjasama ekonomi antara daerah-daerah di Indonesia dengan daerah-daerah di wilayah negara lain yang secara geografis saling berbatasan; memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta membantu program pengentasan kemiskinan di daerah; meningkatkan kualitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia di daerah (baik sumberdaya alam maupun manusia); seiring dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, KESR diharapkan dapat menjadi daerah dalam meningkatkan pemberdayaan potensi ekonomi di wilayah masing-masing; dan menunjang kesiapan Daerah dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi dan perdagangan dunia baik dalam rangka AFTA, APEC maupun perdagangan dunia dalam lingkup yang lebih luas yang didorong oleh persetujuan perdagangan dunia WTO.

• Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) merupakan salah

satu bentuk Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) yang diresmikan melalui penandatanganan ‘Agreed Minutes’ pada Pertemuan ke-1 Tingkat Menteri IMT-GT di Langkawi, Malaysia, tanggal 20 Juli 1993. Saat ini provinsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand yang masuk dalam Kerjasama IMT-GT berjumlah 32 propinsi. IMT-GT telah menetapkan Roadmap for Development 2007 – 2011 pada saat KTT ke-2 IMT-GT di Cebu, Filipina, 12 Januari 2007. Roadmap tersebut memuat berbagai program dan rencana aksi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan yang berbatasan. Visi dari IMT-GT Roadmap sendiri adalah “a seamless, progressive, prosperous and peaceful sub region”. Program-program tersebut terbagi ke dalam lima moda pendorong pertumbuhan IMT-GT, yaitu: (i). Facilitate and Promote Intra-and Inter-IMT-GT trade and investment, (ii). Promote growth in agriculture, agro-industry and tourism, (iii). Strengthen infrastructure linkages and support to the integration of the IMT-GT region, (iv). Address cross-sectoral concerns, specifically to develop human resources and skills competencies, enhance the mobility of labor, and strengthen, environment and natural resource management in the IMT-GT region, dan (v). Strengthen institutional arrangements and mechanisms for cooperation in IMT-GT region, including public-private sector collaboration, participation of stakeholders at the local level and mobilization of support from development partners.

Moda pendorong pertama, facilitate and promote intra and inter IMT-GT trade and investment jelas-jelas ditujukan untuk memfasilitasi perdanganan dan investasi yang pada akhirnya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ekspor negara-negara IMT-GT. Secara spesifik, moda ini mencantumkan kelompok-kelompok program sebagai berikut: (i). fasilitasi perdagangan lintas batas antar negara, (ii). promosi perdagangan dan investasi, dan (iii). penyebarluasan informasi bisnis dan investasi di kawasan IMT-GT. Hal tersebut didukung dengan program pengembangan infrastruktur dan transportasi untuk meningkatkan laju perpindahan barang dan orang di dalam kawasan. Sementara kerjasama yang lain yang juga merupakan pendorong meliputi pula,

Page 11: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

11 

 

antara lain, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan kapasitas sektor pertanian, pariwisata dan industri pendukung pertanian.

• Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Triangle (BIMP-

EAGA) dibentuk di Davao, Filipina pada tanggal 26 Maret 1994 oleh para kepala negara Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Keanggotaan BIMP-EAGA terdiri atas provinsi-provinsi dan negara bagian, yang meliputi seluruh wilayah Brunei Darussalam; seluruh provinsi di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya, Indonesia; wilayah negara bagian Sabah, Sarawak dan Labuan, Malaysia; dan wilayah Mindanao dan Palawan, Filipina.

Kerjasama BIMP-EAGA memiliki karakteristik-karakteristik market driven, penekanan kepada peran sektor swasta, struktur organisasi desentralistik, tanpa secretariat pusat, dan tidak diperlukan konsensus empat pihak. BIMP- EAGA tidak membatasi keputusan atau kesepakatan kepada hanya yang dicapai oleh keempat pihak, namun juga mengenali dan mengakui pengaturan kerjasama bilateral dan trilateral termasuk kerjasama dengan negara atau organisasi di luar BIMP-EAGA. Kesepakatan kerjasama tersebut akan dipertimbangkan menjadi program BIMP-EAGA. Cakupan kerjasama BIMP-EAGA dikelompokkan dalam empat cluster, yaitu (i). Natural Resources Development (CNRD, diketuai Indonesia, membawahi kerjasama di bidang agro-industri, perikanan, kehutanan, lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral); (ii). Transport and Infrastructures and Information/Communication Technology (CTIICT, diketuai Brunei, membawahi kerjasama telekomunikasi, perhubungan udara, perhubungan laut dan konstruksi); (iii). Joint Tourism Development (CJTD, diketuai Malaysia, membawahi kerjasama bidang pariwisata); (iv). Small & Medium Enterprises Development (diketuai Filipina, membawahi kerjasama pengembangan UKM).

BIMP-EAGA Roadmap for Development 2006 – 2010 ditetapkan pada saat KTT ke-2 BIMP-EAGA di Kuala Lumpur, 11 Desember 2005. Tujuan dari penetapan Roadmap tersebut adalah untuk memberikan arah kerjasama BIMP-EAGA untuk periode lima tahun guna mewujudkan tujuan pembangunannya, khususnya dalam peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata baik antar negara BIMP maupun dengan negara - negara lainnya. Roadmap BIMP- EAGA juga memuat berbagai program dan rencana kegiatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan EAGA. Secara spesifik, Roadmap BIMP- EAGA mencantumkan bahwa tujuan pembangunan BIMP-EAGA adalah untuk mempersempit kesenjangan pembangunan antar negara-negara EAGA dan dengan negara ASEAN lainnya. Sasaran jangka pendek BIMP-EAGA adalah untuk meningkatkan perdagangan, investasi dan pariwisata di dalam EAGA.

Page 12: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

12 

 

Secara khusus, Roadmap BIMP-EAGA ditujukan untuk (i). Meningkatkan perdagangan antar dan inter EAGA sebesar 10% sampai dengan tahun 2010; (ii). Meningkatkan investasi di kawasan EAGA sebesar 10% sampai dengan tahun 2010; dan (ii). Meningkatkan investasi pariwisata di kawasan EAGA sebesar 20% sampai dengan tahun 2020. 23. Kegiatan Perdagangan Lintas Batas (Border Trade) bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat perbatasan; meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah perbatasan; memantapkan ketertiban dan keamanan daerah perbatasan dengan negara tetangga; dan lebih memperkuat kerjasama yang sudah ada antara kedua negara secara timbal balik melalui peningkatan fasilitas bagi penduduk yang tinggal diperbatasan. Manfaat Perjanjian Perdagangan Lintas Batas adalah untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Daerah Sekitar Perbatasan; Memudahkan Lalu Lintas Orang dan Barang; Memberikan Kepastian Dalam Perdagangan Lintas Batas; Mengurangi Penyelundupan

Perjanjian Perdagangan Lintas antara Indonesia dengan Negara tetangga adalah dengan Malaysia (Agreement on Border Trade, 24 Agustus 1970). Philippina (Agreement on Border Trade, 8 Agustus 1974), Papua Nugini (Special Arrangement on Traditional and Customary Border Crossing, 11 April 1990), dan Timor Leste (Border Crossing and Regulated Market, 11 Juni 2003).

V. Penutup 24. Upaya pengintegrasian kebijakan peningkatan perdagangan luar negeri dan

perdagangan dalam negeri sangat memerlukan dukungan infrastruktur tidak hanya pasar atau pergudangan, tetapi juga ketersediaan sarana jalan raya yang memadai. Teratasinya keterbatasan infrastruktur termasuk sarana jalan raya yang memadai dapat membuat produk ekspor bisa lebih kompetitif. Peningkatan efisiensi perdagangan dan pengembangan sarana distribusi dan pengembangan kawasan perbatasan, daerah terpencil, dan pulau kecil terluar dan berbagai program stimulus juga akan sangat terdukung bilamana tersedia jalan raya.

25. Dalam kaitan dengan keikutsertaan Indonesia dalam program-program integrasi ekonomi kawasan, hal yang paling mendesak dan memerlukan dukungan infrastruktur termasuk jalan raya adalah dalam rangka pencapaian integrasi ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Community (AEC) yang dijadwalkan selesai pada tahun 2015. Sangat disarankan agar instansi terkait pembuat kebijakan di bidang infrastruktur jalan raya dapat mendasarkan programnya antara lain dengan mengacu kepada AEC Blueprint. Dalam AEC Blueprint juga disebutkan tentang ASEAN Transport Action Plan (ATAP) sebagai bagian dari Pengembangan Infrastruktur di ASEAN (Infrastructure Development). Dapat diselesaikannya dengan baik upaya integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015 tentunya akan mempermudahkan proses integrasi ekonomi kawasan di Asia Pasifik dalam kerangka APEC bilamana nantinya konsep mengenai Free Trade Area di wilayah Asia Pasifik (FTAAP) akan diwujudkan dimasa depan.

Page 13: KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA.pdf

13 

 

26. Kerjasama Ekonomi Sub Regional seperti IMT-GT, BIMP-EAGA dan sebagainya, serta kegiatan implementasi dari sejumlah perjanjian perdagangan lintas batas yang sangat melibatkan keikutsertaan propinsi-propinsi/daerah (termasuk di Indonesia) sangat memerlukan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaannya, termasuk dalam mengembangkan infrastruktur jalan raya.

27. Dalam hal peningkatan perekonomian nasional, kiranya kita dapat melaksanakan dengan baik dan tepat waktu Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008 – 2009 untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, kelestarian sumber daya alam, peningkatan ketahanan energi dan kualitas lingkungan, dan untuk pelaksanaan berbagai komitmen Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Jakarta, 1 Juli 2009