KASUS 3 STRUMA 2.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAKampus II UkridaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Nur Anis binti Mohd Anuar102009337 [email protected]

Struma nodular non toksik

ABSTRAKAbstrak: Struma non toksik yang sederhana, yang difusa atau nodular, adalah hipertrofi tiroid yang non kanker dan tidak mempunyai gejala hipertiroid, hipotiroid atau inflamasi. Kecuali pada beberapa kasus defisiensi yodium, fungsi tiroid adalah normal dan pasien asimptomatik kecuali terdapat gejala yang jelas kelihatan seperti berlaku pembesaran kelenjar tiroid dan pembengkakan adalah keras. Diagnosis ditegakkan dengan manifestasi klinik dan menentukan fungsi tiroid yang normal. Terapi langsung dilaksanakan berdasarkan penyebab yang mendasarinya, tetapi ada juga yang perlu dilakukan operasi pengangkatan tiroid yang parsial untuk kasus goiter (gondok) yang sangat besar. Goiter non toksik adalah tipe yang paling sering terjadi dalam kasus pembesaran kelenjar tiroid, selalunya pada golongan remaja, semasa kehamilan dan juga menopause. Penyebab yang mendasari antaranya adalah defek pada penghasilan hormone tiroid intrinsic, wilayah mempunyai defisiensi yodium, memakan terlalu banyak makanan yang mengandungi zat yang inhibasi sintesis hormone tiroid (singkong, brokoli, kembang kol). Penyebab yang lain adalah penggunaan obat yang menurunkan sintesis hormone tiroid seperti amiodarone, preparat yang mengandungi iodine atau litium.1

Kata kunci: Goiter non toksik, gondok, difusa, nodular, hipertrofi kelenjar tiroid, defisiensi yodium, hormone tiroid.

PENDAHULUANStruma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinyaNodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik. Karena lokasi anatomic kelenjar yang unik, berada di superficial, maka nodul dapat dideteksi baik melalui pemeriksaan fisik maupun menggunakan berbagai moda diagnostic seperti ultrasonografi, sidik tiroid (sintigrafi) atau CT scan. Yang menjadi perkara yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan nodul tersebut ganas, disamping keluhan pasien seperti perasaan tidak nyaman karena tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya serta tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya serta masalah kosmetik. Diperlukan uji saring yang cukup spesifik untuk mendeteksi keganasan mengingat kemungkinannya hanya 5% dari nodul yang ditemukan di klinik.2 Dasar pemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah bagaimana mendeteksi karsinoma yang mungkin ditemukan hanya sebagian kecil pasien, serta menghindarkan pembedahan atau tindakan lain yang sebenarnya tidak perlu pada sebagian besar pasien lainnya. Untuk itu perlu difahami pathogenesis, karakteristik nodul serta penilaian risiko, manfaat spesifik dan keterbatasan alat uji diagnostic serta jenis tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan.2

Anatomi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas 2 lobus, yang dihubungkan oleh isthmus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Struktur isthmus merupakan struktur yang menghubungkan lobus kiri dan kanan dan berukuran sekitar 1,25 cm.

Gambar 1: Struktur kelenjar tiroid Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar tiroid pada fascia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5 - 4 cm, lebar 1,5 - 2, dan tebal 1 - 1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan iodium dalam tubuh. Pada orang dewasa, beratnya berkisar 10 - 20 gram.3

Fisiolgi kelenjar tiroid

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.3

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 70 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan dileher bagian depan yang kian hari makin membesar, sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil dan tidak dihiraukan pasien, namun sekarang pasien menjadi sulit menelan dan pasien juga mengeluh tidak bisa bernafas dengan lapang, suaranya menjadi serak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada leher dengan diameter 10cm, konsistensi keras, dan sukar digerakkan dari dasarnya. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening daerah leher. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 82x/menit, frekuensi nafas 26x/menit, suhu 36.8C.

HIPOTESIS

Laki-laki 70 tahun dengan benjolan di leher bagian depan berdiameter 10cm, keras dan sukar digerakkan, sulit menelan, kesulitan bernafas, suara menjadi serak dan frekuensi nafas meningkat diduga menghidap penyakit struma nodusa non toksik.

ANAMNESISDalam menegakkan diagnosis struma non toksik disamping keluhan utama peril ditanyakan data seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan, keterangan mengenai daerah tempat tinggal sekarang maupun yang dahulu (endemic?), pekerjaan, riwayat obatan dan lain-lain. Juga harus ditanyakan mengenai lamanya membesar, cepatnya membesar dan keluhan ke arah gejala toksik, gejala penekanan, sesak nafas, nyeri dan lain-lain. Pertanyaan lain yang dapat ditanyakan pada pasien yang mempunyai keluhan pada bagian leher dan untuk menegakkan pemeriksaan fisik tiroid adalah4,5: Apakah banyak keringat? Apakah terasa berdebar-debar? Apakah tangan rasa gementar? Apakah badan terasa panas? Apakah badan lebih enak di udara dingin? Adakah penglihatan double? Apakah leher terasa membesar? Apakah ada rasa mengganjal? Apakah berat badan menurun? Apakah banyak atau kurang makan? Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap Cara membesarnya: Cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda Perubahan suara Ganguan menelan, sesak nafas Penurunan berat badan Keluhan tiroksikosis

PEMERIKSAANPEMERIKSAAN FISIK TIROID

Tabel 1: pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah pemeriksaan tanda vital4,5

CaraPerkara yang perlu diperhatikan

Inspeksi Melaporkan jika ada perbesaran nodul atau difus Mengukur lingkar leher untuk perbesaran yang difus Mengukur diameter untuk perbesaran nodul. melihat lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulsasi pada permukaan pembengkakan.

Palpasi Palpasi anterior approach Palpasi posterior approach Pengukuran lingkar leher Pengukuran dimensi benjolan/nodul

Auskultasi Melaporkan adanya bunyi bruit

Berdasarkan kasus- benjolan pada leher dengan diameter 10cm, konsistensi keras, dan sukar digerakkan dari dasarnya. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening daerah leher. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 82x/menit, frekuensi nafas 26x/menit, suhu 36.8C.

NormalPasien

Suhu Tubuh36-37 C36,8 C

Denyut Nadi70-90 x/menit82x/menit

Penapasan18-19x/menit26x/menit

Tekanan Darah120/80 mmHg120/80 mmHg

PEMERIKSAAN OFTALMOPATI2

Jofroy sign: tidak dapat mengerutkan dahi Von Stelwag sign: mata jarang berkedip Von Grave sign: jika melihat ke bawah, palpebra superior tidak dapat mengikuti bulbus oculi, sehingga antara palpebra superior dan cornea terlihat jelas sclera bagian atas Rosenbach sign: tremor dari palpebra jika mata tertutup Moebius sign: sukar mengadakan dan mempertahankan konvergensi ExophtalmusPEMERIKSAAN KHUSUS

Pamberton sign berlaku kemerahan pada wajah, distensi vena leher dan kepala dangkal, inspirasi stridor dan elevasi tekanan vena jugularis (JVP) setelah menaikkan lengan pasien ke atas kepala secara bersamaan atau setinggi mungkin.

Tremor kasarPEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)6

Pemeriksaan JVP mencerminkan tekanan atrium kanan atau Central Venous Pressure (CVP), yang paling baik diperiksa melalui inspeksi pada pulsasi vena jugularis. Antara urutan langkah untuk melakukan pemeriksaan ini adalah1. Buatlah pasien nyaman, letakkan kepalanya pada bantal yang ditinggikan sedikit, agar otot sterno-mastoid relaks.2. Tinggikan bagian kepala meja periksa kira-kira 30 dan palingkan kepala pasien pada arah berlawanan dengan pemeriksa3. Perhatikan dengan seksama titik osilasi atau meniscus dari pulsasi vena jugularis interna pada bagian tengah bawah leher. Bila perlu bagian kepala meja periksa ditinggikan atau direndahkan agar memudahkan inspeksi4. Gambar 2: Cara pengukuran JVP Fokuskan penglihatan pada vena jugularis interna, carilah pulsasi pada supra-sternal nocth, antara perlekatan otot sternomastoid pada sternum dan klavikula atau pada bagian posterior sternomastoid.5. Tentukan titik tertinggi pulsasi pada vena jugularis interna. Pegang kertas atau benda lain horizontal setinggi titik tersebut dan ukurlah dengan pengukur secara vertical, berapa sentimeter diatas sudut sternum dimana benda yang diletakkan horizontal tadi menyentuh penggaris. Jarak ini yang diukur dalam sentimeter diatas sudut sternum atau atrium kanan adalah JVP.6

Gambar 3 : Dalam keadaan B, ranjang pemeriksaan ditinggikan hingga 60. Bagian paling atas internal jugular vein dapat dilihat, dengan ini jarak vertical dari angulus sternalis atau atrium kanan dapat diukur.

Gambar 4: pengukuran JVP

JVP atau CVP dapat diukur dari dua titik refensi yaitu:: Sternum: 014cmH2O Midaxillary line: 815cmH2O Nilai normal JVP adalah 5-2 cmH2O sehingga 5-4 cmH2O.

Peningkatan tekanan mencurigai gagal jantung kanan (right sides congestive heart failure) atau constrictive pericarditis, stenosis tricuspid atau obstruksi vena kava superior.6PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUMTes-tes fungsi tiroid

Thyroid stimulating hormone (TSH)

Kelenjar hipofisis anterior menyekresi TSH sebagai respons terhadap thyroid-releasing hormone (TRH) yang berasal dari hipotalamus. TSH menstimulasi sekresi tiroksin (T4) yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Sekresi TSH bergantung pada system umpan balik negative-penurunan kadar T4 dapat meningkatkan pelepasan TRH, yang menstimulasi sekresi TSH. Peningkatan kadar T4 menyupresi pelepasan TRH, yang menyupresi sekresi TSH.Kadar TSH dan T4 sering diukur bersamaan untuk membedakan antara disfungsi hipofisis dengan disfungsi tiroid. Penurunan kadar T4 dan kadar TSH yang normal atau meningkat dapat mengindikasikan gangguan tiroid. Penurunan kadar T4 yang disertai dengan penurunan kadar TSH dapat mengindikasikan gangguan hipofisis.Nilai rujukan normal bagi dewasa adalah 0.35-5.5 IU/ml, 4cm atau sebagian kistik Keluhan penekanan termasuk disfagia, disfonia, serak, dyspnea, batuk Riwayat keluarga: nodul jinak Struma difusa atau multinodosa Besarnya tetap BAJAH: jinak Kista simpleks Nodul hangat atau panas Mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

PENATALAKSANAAN

Antara penatalaksanaan medis yang utama adalah2,3,9,11:

a. PembedahanPembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. 2,3,9,11

b. yodium radioaktifYodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetikYodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit. obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.2,3,14

c. pemberian tiroksin dan obat anti-tiroidTiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.2,10,11

Gambar 7 : evaluasi nodul tiroid berdasarkan hasil bajah dan sidik tiroid.

Gambar 8 : algoritme pengelolaan nodul tiroid soliter

Tabel 5: Perbandingan pengobatan nodul tiroid soliter jinak2:

Jenis pengobatanKeuntungan Kekurangan

Pembedahan(dekompresi terhadap jaringan vital di sekitar nodul) Ablasi nodul Menghilangkan keluhan Spesifik untuk diagnostic histologi Perlu perawatan di RS Mahal Risiko bedah: paralisis pita suara, hipoparatiroid, hipotiroidisme

Terapi supresi dengan I-tiroksin (levotiroksin) tidak perlu rawat dirumah sakit murah dapat memperlambat pertumbuhan nodul menghambat pembentukan nodul baru

efikasi rendah pengobatan jangka panjang nodul tumbuh kembali setelah dihentikan takiaritmia jantung penurunan densitas tulang tidak berguna bila TSH tersupresi

Iodium radioaktif (I-131) tidak perlu rawat di rumah sakit murah efek samping rendah nodul mengecil sampai 40% dalam satu tahun kontraindikasi pada wanita hamil pengecilan nodul bertahap hipotiroidisme dalam 5 tahun (10% pasien) risiko tiroiditis tirotoksikosis

Suntikan etanol perkutan tidak perlu dirawat rumah sakit relative murah tidak ada hipotiroidisme nodul mengecil 45% dalam 6 bulan pengalaman masih terbatas efikasi rendah pada nodul besar keberhasilan operator rasa nyeri hebat risiko tirotoksikasi dan paralisis pita suara perembesan etanol etanol menggangu penilaian sitologi dan histologi

KOMPLIKASIUmumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut /subakut. Komplikasi dari strumanya jarang terjadi karena adanya penanganan yang baik. Jika melakukan tiroidektomi, dapat berkomplikasi2,3,9: Perdarahan. (akut dan subakut) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. (suara parau) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid. Trakeumalasia (melunaknya trakea). Tetani atau kejang juga dapat terjadi, karena terangkatnya glandula parathyroid pada waktu dilakukan tiroidektomi dan menyebabkan hipokalsemia. Hipotiroid. Hipotiroid terjadi karena kurangnya supresi tiroksin yang diberikan.jika pemberian tiroksin memadai, maka kasus ini akan berkurang.

PROGNOSISPrognosis pada struma nodular non toksik ini terbagi kepada dua perkara yaitu kecepatan penanganan terapi dan tahap komplikasi yang menyertai. Prognosis akan menjadi baik apabila dapat mendiagnosis secara dini dan menangani dengan baik. Jika mempunyai pelbagai komplikasi, prognosis penyakit ini akan memburuk.1

PENCEGAHANPencegahan primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah 2,3,11 : Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan.11

Pencegahan tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan2,3,11

PENUTUPDasar pemikiran pengelolaan nidul tiroid adalah bagaimana mendeteksi dan menyingkirkan kemungkinan keganasan serta menghindari tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. BAJAH, ultrasonografi dan penyidikan isotopic (sidik tiroid) serta penentuan kadar TSH merupakan perangkat diagnostic yang paling sering digunakan dalam evaluasi nodul tiroid. Sedangkan terapi supresi hormonal, terapi iodium radioaktif, operasi, terapi sklerosing atau terapi laser bahkan hanya diobservasu saja (pada nodul jinak) merupakan pilihan pengobatan. Terdapat kontroversi dan perbedaan pendekatan dalam pengelolaan nodul tiroid, tergantung pada pengalaman klinik dan fasilitas yang tersedia. Sampai sekarang belum tersedia data yang cukup untuk membandingkan hasil cara evaluasi diagnostic dan pengelolaan nodul tiroid.2

KESIMPULAN:

Hipotesis diterima.

Laki-laki 70 tahun dengan benjolan di leher bagian depan berdiameter 10cm, keras dan sukar digerakkan, sulit menelan, kesulitan bernafas, suara menjadi serak dan frekuensi nafas meningkat diduga menghidap penyakit struma nodusa non toksik.

DAFTAR PUSTAKA1. Hershman J.M. Simple Nontoxic Goiter (Euthyroid Goiter). Endocrine and Metabolic Disorders. The Merck Manual for Healthcare Professionals. Merck & co USA; 20082. Masjhur J.S. Nodul tiroid. Metabolik dan endokrin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5th ed. Interna Publishing. Jakarta: 2009.3. Price S.A, Wilson L.M. Gangguan Kelenjar Tiroid. Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik. Patofisiologi. Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: 20064. Bickley, Lynn S.; Szilagyi, Peter G. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins: 2009.5. Welsby P.D. Pemeriksaan organ-organ spesifik. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2010.6. Kurnia Y., Santoso M, Rumawas J, Sumadikarya I. Pemeriksaan jugular venous pressure. Buku Panduan Keterampilan Medik (Skills Lab). Fakultas Kedokteran Ukrida Wacana. Jakarta: 20117. Kee J.L.F. Uji laboratorium TSH, T4, T3. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2008.8. Halim S.L, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium pada kelenjar endokrin. Patologi Klinik. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Jakarta: 2011.9. Fauci A.S, Kasper D.L, Braunwald E, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L. Goiter and nodular thyroid disease. Endocrinology and Metabolism. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th ed. Vol.II. Mc-Graw Hill Companies, USA: 200810. Chen Y.A, Christopher T, Davis M, Liu S, Ward M. Nodular thyroid disease. Endocrine and Metabolic. The Toronto Notes. 27th ed. Toronto Notes for Medical Students, Inc. Toronto, Ontario, Canada. 2011. 11. Waspadji S. Diagnosis struma non toksik. Naskah Lengkap Forum Diskusi Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam 1. 1st ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 199712. Lloyd R.V. Patology of Nontoxic Goiter. Differential Diagnosis and Molecular Advances. Endocrine Pathology. Springer Science and Business Media. New York: 201013. Badash M, Juan D. Nontoxic Nodular Goiter. (Sporadic Goiter; Simple Goiter; Nodular Enlargement of the Thyroid Gland ). EBSCO Publishing. NYU Langone Medical Center, New York: 2008.14. Patel P.R. Tiroid. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Erlangga Medical Series. Jakarta: 200715. Setiabudi R, Mariana Y. Obat antitiroid. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. balai Penerbit FKUI Jakarta; 2005.

25 | Page