74
Kasus 2 Sedih dan Pelupa Skenario Seorang laki-laki berusia 69 tahun datang diantar oleh isterinya ke poliklinik umum. Istrinya yang lebih muda 10 tahun darinya menceritakan bahwa suaminya adalah penderita hipertensi dan diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu yang mendapat pengobatan rutin. Pasien juga memiliki riwayat nyeri sendi dan mendapat pengobatan anti nyeri. Namun sudah dua bulan ini, suaminya sering lupa untuk minum obat rutinnya. Ia juga sering lupa pada kegiatan yang baru saja dikerjakan. Suaminya juga sering melamun sendiri, serta marah-marah di rumah tanpa sebab jelas. Setelah dilakukan wawancaraterhadap pasien, dokter memperoleh keterangan bahwa pasien merasa sedih karena tidak bisa membahagiakan isterinya secara batin dan merasa kesal karena penyakitnya ini tak kunjung sembuh padahak ia merasa sudah sering minum obatnya yang banyak macamnya. STEP 1 - STEP 2 1. Mengapa pasien pelupa? 2. Apa hubungan hipertensi dan diabetes melitus dengan pelupa? 1

Kasus 2 Sedih Dan Pelupa (Print)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sedih dan pelupa

Citation preview

Kasus 2Sedih dan Pelupa

Skenario

Seorang laki-laki berusia 69 tahun datang diantar oleh isterinya ke poliklinik umum. Istrinya yang lebih muda 10 tahun darinya menceritakan bahwa suaminya adalah penderita hipertensi dan diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu yang mendapat pengobatan rutin. Pasien juga memiliki riwayat nyeri sendi dan mendapat pengobatan anti nyeri. Namun sudah dua bulan ini, suaminya sering lupa untuk minum obat rutinnya. Ia juga sering lupa pada kegiatan yang baru saja dikerjakan. Suaminya juga sering melamun sendiri, serta marah-marah di rumah tanpa sebab jelas. Setelah dilakukan wawancaraterhadap pasien, dokter memperoleh keterangan bahwa pasien merasa sedih karena tidak bisa membahagiakan isterinya secara batin dan merasa kesal karena penyakitnya ini tak kunjung sembuh padahak ia merasa sudah sering minum obatnya yang banyak macamnya.STEP 1

-

STEP 2

1. Mengapa pasien pelupa?

2. Apa hubungan hipertensi dan diabetes melitus dengan pelupa?

3. Mengapa pasien sering melamun dan marah-marah tidak jelas?

4. Bagaimana perubahan kognitif pada lansia?

a. Fisiologis

b. Patologis

c. Manifestasi klinis

5. Bagaimana perkembangan psikologi pada lansia?

6. Bagaimana hubungan obat dengan gangguan kognitif dan psikologi? Pada obat yag sering pada lansia?

a. Efek samping

b. Cara kerja

c. Indikasi dan kontra indikasi

STEP 3 1. - Penurunan fungsi kognitif- Penurunan jumlah sel otak- Faktor usia- Perubahan aktivitas neurotransmitter- Penyakit yang diderita2. Perubahan pada sel atau (penurunan fungsi kognitif

3. - Karena pasien mengalami depresi- Putus asa karena penyakit- Masalah pada pekerjaan

4. a. Sel otak >60 tahun( peningkatan kematian sel ( penurunan jaringan otak (penurunan fungsi kognitif

b. gangguan neuroanatomi, gangguan prekusor, gangguan neurotransmitter

c. - anxietas

- depresi

gangguan neurotransmitter

- insomnia

- demensia

- delirium

ganggaun neuroanatomi

- konfusio5. memori kreativitas

penalaran

learning

minat

motorik

6. antihipertensi antidislipidemia

hipoglikemik

antidepresan

- analgetik

STEP 41. - Jumlah sel otak ( mempengaruhi kognitif ( ganggan aktivitas

neurotransmitter (Ach) ( mudah lupa Penyakit yang diderita

Hipertensi dan diabetes melitu ( aterosklerosis ( kematian sel di daerah kognitif.

Usia ( fungsi kognitif ( feurotransmitter (fungsi sel otak ( perubahan neurotransmitter ( perubahan kognitif

2. Hipertensi dan Diabetes Melitus ( gangguan profil lipid ( sumbatan pelambatan ( fungsi sel

3. Depresi

Marah-marah merupakan salah satu acara untuk meluapkan depresi

4. Interkoneksi neurotransmitter gangguan neuroanatomi

Serotonin

dopamin

Anxietas. Delirium lunaspnrn genetikdepresri

Asetilkolin

norepinefrin

gg.motorik anxietas depresi anzietas

Demensia alzheimer

Fase I

Fase II

Fase III

Demensia vaskuler: ganggaun neurologik, motorik, ssesorik

Anxietas : kecemasan hingga keringat dingin

STEP 5

1. Manifestasi Klinis dihubungkan dengan mekanismenya

2. Obat-obatan pada lansia

a. Hal-hal yang harus diperhatikan pada lansia

b. Cara kerja dan efek samping

Antihipertensi

Analgetik

Antidislipidemia

Hipoglikemia

Antidepresan

3. Sel-sel yang berperan dalam proses menua

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. Manifestasi klinis dihubungkan dengan mekanisme

a. Depresi

Depresi adalah gangguan mood (keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang) dan sering terdapat dalam masyarakat, tidak memandang suku maupun ras. 18 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi ke-3 (PPDGJ III) di Indonesia mengklasifikasikan gangguan depresi atas episode depresif dan gangguan depresif berulang. Menurut PPDGJ III, depresi adalah gangguan yang memiliki karakteristik :a. Gejala utama

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan

Berkurangnya energi yang menuju pada meningkatnya keadaan mudahlelah dan berkurangnya aktivitas

b. Gejala lainnya

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri, dan kepercayaan diri berkurang

Adanya perasaan bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan suram dan pesimis

Perbuatan atau gagasan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

Biasanya diperlukan waktu sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis.Salah satu mekanisme terjadinya depresi adalah mekanisme kolinergik.Berdasarkan hipotesis kolinergik terjadinya peningkatan asetilkolin otak berhubungan dengan depresi. Pada depresi terjadi peningkatan asetilkolin yang mengakibatkan hipersimpatotonik sistem gastrointestinal yang akan menimbulkan peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung yang dapat menyebabkan hiperasiditas lambung, kolik, vomitus dan sebagian besar menyebabkan gejala-gejala gastritis dan ulkus.Gangguan ansietas umumnya terjadi bersamaan dengan gangguan depresi dan banyak juga gangguan depresi terjadi bersamaan dengan gangguan ansietas, sehingga sampai saat ini hubungan antara gangguan ansietas dan gangguan depresi masih sering diperdebatkan.Ketakutan pergi ke sekolah dan sikap overprotektif dari orang tua dapat menjadi suatu gejala depresi pada anak.Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter selain kolinergik, yaitu berpengaruh pula neurotransmiter golongan aminergik.Neurotransmiter yang paling banyak diteliti selain asetilkolin ialah serotonin.Konduksi impuls dapatterganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atauadanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistemsaraf pusat.Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawidepresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresidisebabkan karena menurunnya pelepasan dantransmisi serotonin (menurunnya kemampuanneurotransmisi serotogenik).Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlahneurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolindan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapaneurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuanneurotransmisi serotogenik.

2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitasnorepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.

3. Menurunnya aktivitas dopamin.

4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yangmenunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI(Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadidepresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil.Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golonganSSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptakeserotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotoninmenjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannyamemperbaiki gejala-gejala depresi.Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan.Pedoman Diagnostik

Seperti dalam DSM III dan DSM IV atau PPDGJ III, kriteria diagnostik untuk gangguandepresi berat secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis yang berhubungandengan depresi ringan dan sedang serta depresi berulang.Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah yaitugangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi berat dengan gejalapsikotik.Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :

Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraanserta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan perhatianberkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dantidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, gagasan atau perbuatanmembahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanyasecara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresifberat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akantetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untukmenegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan idetentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasabertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupasuara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasipsikomotor yang berat dapat menuju stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham atauhalusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

b. Ansietas

Gangguan ansietas atau kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gamran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai dengan respon perilaku, emosiaonal dan fisiologis. Seseorang yang mengalami ansietas/rasa cemas dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panic tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap suatu objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatic atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan. Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat yang buruk mengenai suatu hal yang akan terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas.

Ansietas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir yang disertai dengan gejala somatic yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA).Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi.Ansietas atau cemas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian dari stimulus. Keadaan emosi ini biasanya merupakan pengalaman individu yang subyektif,yang tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Ansietas dapat merupakan suatu sumber kekuatan dan energinya dapat menghasilkan sutau tindakan yang destruktif atau konstruktif (Wahid, 2008). Terdapat 5 varian ansietas yang sering ditemukan, yaitu :1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, yaitu Generalized Anxiety Disorder (GAD)

2. Panic Disorder (PD)

3. Social Anxiety Disorder (SAD)

4. Obsessive Compulsive Disorder (OCD)

5. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Harkness, 1989).

Penyebab ansietasAda beberapa penyebab ansietas yang pertama adalah faktor biologis, termasuk faktor genetik dan yang kedua adalah faktor psiko-sosial.Faktor biologis misalnya karena sakit, pengaruh hormonal atau depresi pasca melahirkan.Sedangkan faktor psiko-sosial misalnya konflik pribadi atau interpersonal, masalah eksistensi atau masalah keluarga. Ansietas berupa gangguan perasaan cemas berlebih sering dianggap sebagai masalah pribadi dan bukan sebagai penyakit.a. Faktor pikiran

Orang yang selalu berfikir apa yang buruk nanti, padahal itu belum tentu dan bahkan biasanya tidak akan terjadi namun mereka mengurung diri dibawah pengaruh kecemasan.

b. Faktor lingkungan

Seorang anak yang ibunya sering mengalami gangguan ansietas maka anaknya cenderung mengalaminya pula. Anak cenderung akan melihat kecemasan ibunya terhadap sesuatu, dan anak tersebut secara otomatis akan megalaminya juga.c. Faktor biologis

Faktor biologis ansietas merupakan akibat dari reaksi syaraf otonom yang berlebihan (tonus saraf simpati meningkat) dan terjadi pelepaan katekholamine, sebagai contoh pada saat Pre Menstrual Syndrome.

d. Faktor psikologis

ansietas terjadi akibat impuls-impuls bawah sadar yang masuk ke alam sadar, atau mekanisme pertahanan jiwa yang tidak sepenuhnya berhasil, dapat menimbulkan ansietas yakni reaksi fobia.

e. Faktor penyakit

Ansietas juga dapat timbul akibat efe sekunder dari suatu penyakit, misalnya pasie yang menderita kanker ternyata juga sering menderita gangguan psikis seperti depresi dan ansietas.

f. Faktor keturunan

Ansietas juga disebabkan karena adanya pengaruh faktor genetic dari keluarga.Gejala-gejala Ansietas/KecemasanSetiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap stress tergantung pada kondisi masing-masing individu, symptom yang muncul pun tidak sama. Beberapa teori membagi ansietas kedalam empat tingkat sesuai dengan rentang respon ansietas yaitu :a. Ansietas ringanAnsietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini, lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon fisiologis :

sesekali nafas pendek

nadi dan tekanan darah naik

gejala ringan pada lambung

muka berkerut dan bibir bergetar

Respon kognitif :

- dapat berkonsentrasi pada masalah

- mampu menerima rangsang yang kompleks

- menyelesaikan masalah secara efektif

Respon perilaku dan emosi :

tidak dapat duduk tenang

tremor halus pada tangan

suara terkadang meninggi

b. Ansietas sedangPada tingkat ini lapang pesepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.Respon fisiologik :

Nafas pendek

Nadi dan tekanan darah naik

Mulut kering

Anorexia

GelisahRespon kognitif

Lapang persepsi menyempit

Rangsang luar tidak mampu diterima

Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya

Respon perilaku dan emosi :

Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)

Bicara banyak dan lebih cepat

Susah tidur

Perasaan tidak aman

c. Ansietas beratPada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan.d. Ansietas panik Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi alaupun sudah diberi pengarahan.Respon fisiologik :

palpitasi

jantung berdenyut keras

berkeringat, pusing, mual

gemetar dan menggigil

sensasi sesak nafas

Respon kognitif

mersa tidak nyata (derealisasi)

merasa terasing pada diri sendiri

takut kehilangan kendali

Respon perilaku dan emosional

parentesia (kesemutan)

merasa tidak tegap

perasaan tidak nyamanc. Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguansignifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders,insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalamtidurberupa kesulitan berulang untuk tidur ataumempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memilikiberbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaianobat-obatan.Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dansuasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

Klasifikasi Insomnia

Insomnia PrimerInsomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas.insomnia atau susahtidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.Insomnia SekunderInsomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisimedis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder jugadapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

Ketegangan dan sakit kepala

Gejala gastrointestinal

d. DemensiaDefinisi

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa praksis dan visuospasial. Defisit yang terjadiharus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan social secara bermakna.Patobiologi dan pathogenesisKomponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid ekstraseular yang dikelilingin neuritis distrofik, sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak -amyloid dan studi mengenaiikatan high-avidity antara Apo E dengan -amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amyloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen microglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursos protein (APP) terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Down (trisomi-21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun. Pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade amyloid). Berbagai mekanisme yang terlibat pada pathogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi dengan obat yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit Alzheimer.Adanya dan jumla plak senilis adalah suatu gambarn patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah pak meningkat seiring usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yamg tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk memenuhi criteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah itu mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum diketahui.Neurofibrillary tangles merupakan struktur untraneuron yang mengandunf tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filament helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai Neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks entohirnal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga rimbul pada penyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika (boxers demensia), dan the Parkinson dementia cmplex of Guam.Pada demensia vascular patologi yang domina adalah adanya infark multiple dan abnormlitas substansia alba (white matter). Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer) mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada strok yang mengenai beberapa bagian otak (multi-infarct dementia) atau hemisfer kiri otak. Sementara abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease atau leukoaraiosis) biaanya berhubungan dengan inark lakunar. Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa gambaran hiperden abnormal yang umumnya tampak dibeberapa tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetic yang dikenal cerebral autosomal dominan arteriophaty with subaortica infarct and leukoencephalopaty (CADASIL), yang secara klinis terjadi demensia yang progresif yang muncul pada decade kelima samppai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dan strok berulang tanpa hipertensi.Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan saraf (neuroimaging) seperti MRI dan CT. atrofi yang terjadi kadang sangat tidak simetri. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion. Sementara pada demesia dengan lewy body sesuai dengan namanya, gambaran neuropatologinya adalah Lewy body di seluruh korteks, amigdala, cingulated cortex, dan subtansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic inclusion intraneuron yang diwarnai dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, yang terdiri dari neurofilamen lurus sepanjang 7 samapi 20 nm yang dikelilingi material morfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protei neurofilmen yang terfosforilasi maupun yang tidak terfosforilasi, ubiquitin, dan protein presinap yng disebut -synuclein. Jika pada seorang demensia tidak ditemukan gambaran patologis selain adanya Lewy body maka kondisi ini disebut diffuse Lewy body disease, sementara jika ditemukan juga plak amyloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body dari penyakit Alzheimer (the Lewy body variant of AD).Deficit neurotransmitter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe lain, adalah system kolinergik. Walaupun system noradrenergic dan serotonin, somatostatin-like reactivity, dan corticotrophin-releasing factor juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer, deficit asetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit dan menjadi target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.Criteria diagnosis demensia (sesuai dengan DSM IV)Munculnya deficit kognitif multiple yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut :1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari)

2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut

a. Afasia (gangguan berbahasa)

b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masih normal)

c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasikan benda walaupun fungsi sensorik masih normal)

d. Gangguan fungsi eksekutif (seprti merencanakan, mengasosiasi, berpikir runul, berpikir abstrak)

Defisit kognitif yang terdapat pada criteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi social dan okupasi serta menunjukkkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisist yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium.

e. Konfusio akutDefinisi

Konfusio akut adalah suatu akibat gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadaran dan kewaspadaan dan terganggunya proses berpikir yang berkibat terjadinya disorientasi. Beberapa istilah lain dari konfusio antara lain keadaan konfusional toksik, delirium akut, sindrom otak akut, gagal otak akut dan sindroma psiko-organik akut.Penyebab dan pathogenesis konfusio akutMetabolisme otak terutama tergantung pada jumlah glukosa dan oksigen yang mencapai otak, dan berbeda dengan organ lain, tidak mempunyai tempat peniympan yang cukup dan oleh karenanya tergantung pada pasokan dari sirkulasi darah. Penurunan mendadak dari pasokan tersebut akan mengganggu jalur metabolic otak dan menyebabkan terjadinya konfusio. Hal ini sangat mencolok pada usia lanjut, dimana berbagai mekanisme cadangan homeostatic sudah sangat buruk.Tiga kelompok penyebab bisa dikatakan sebagai penyebab utama konfusio akut, yaitu keadaan patologik intraserebral, keadaan patologik ekstrserebral dan penyebab iatrogenic. Kehilangan atau gangguan sensorik dan depresi juga dapat memicu terjadinya konfusio akut.Dari penyebab serebral , diantranya adalaha. Penyebab intraserebral terdiri atas: Ensefalopati hipertensi Oedema serebral Serangan iskemik otak sepintas Lesi desak ruang (SOL) yang cepat membesar Hydrosefalus Defisiensi vitamin B12 Ensefalopati wernicke Psikosis Korsakoff Meningitis/ensefalitis Penggunaan sedatif/tranzquilizer/hipnotik berlebihanAkibat penurunan pasokan nutrisi serebral:

Penyebab kardiovaskuler :

Infark miokard

Iskemik koroner akut

Berbagai aritmi

Gagal jantung

Lain-lain: endokarditis, miokard

Penyebab respiratorik :

Infeksi paru

Emboli paru

Penyakit obstruktif paru

Lain-lain: bronkiektasis,abses paru, efusi paru, pneumotoraks

Iatrogenic dan sebab lain:

Obat hipotensi poten

Perdarahan dan anemia

Hipoglikemia

Keracunan

b. Penyebab ekstraserebral dapat dibagi menjadi:

Penyebab toksik

Infeksi, misalnya infeksi paru, ISK, endokarditis bakterialis subakut, dan lain-lain

Septicemia dan toksemia

Alkoholisme

Kegagalan mekanisme homeostaktik

Diabetes mellitus (keto-asidosis, asidosis laktat, dan hipoglisemia)

Gagal hati

Gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia, dan hiperkalemia)

Hipotermia

Dehidrasi

Hipertiroidisme

Pireksia

Manifestasi klinikGambaran klasik penderita berupa kesadaran berkabut disertai dengan derajat kewaspadaan yang berfluktuasi. Ganguan pada memori jangka pendek mungkin disertai dengan gangguan mengingat memori jangka panjang dan halusinasi atau interpretasi visual. DSM-III R memberikan kiteria untuk keadaan konfusio akut, termasuk adaya penurunan mendadak dari kemampuan untuk mempertahankan perhatian terhadap rangsangan luar (antara lain pertanyaan harus diulang karena perhatiannya megembara) atau perhatian penderita mudah teralihkan oleh rangsangan luar yang baru (jawaban penderita atas pertanyaan terdahulu tidak sesuai atau bercabang terhadap kejadian lain).Sebagai tambahan berdasar DSM-III R, dua syarat berikut harus terpenuhi:1. Derajat kesadaran menurun, misalnya sulit untukk tetap bangun saat diperiksa

2. Gangguan persepsi, antara lain ilusi, delusi, halusinasi, dan misinterpretasi

3. Terganggunya siklus bangun tidur dengan terjadinya insomnia tetapi siang hari tertidur

4. Aktivitas psikomotor meningkat atau menurun

5. Disorientasi waktu,tempat dan orang

6. Gangguan memori, misalnya tidak mampu untuk belajar materi baru, misalnya nama beberapa benda yang tak berkaitan setelah 5 menit atau menginagt kejadian yang baru terjadi, missal berbagai hal mengenai permulaan penyakitnya.

Diagnosis banding konfusio akut dan penyakit Alzheimer

Konfusio akutPenyakit demensia Alzheimer

Kesadaran berkabut

Jangka waktu pendek (beberapa hari)

Awitan akut

Derajat kerusakan kognitif sangat bervariasi dengan periode sadar penuh

Gangguan memori jangka pendek

Kecemasan, agitasi, ketakutan, delusi, halusinasi (terutama visual), misinterpretasi visual sangat jelas. Disorganisasi pemikiran dan bicara, sering tentang hal yang tampak betul terjadi

Keadaan fisik tampat cepat memburuk, penderita tampak sakit berat

Pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan penyakit yang mendasari Sadar penuh

Jangka waktu lama (6 bulan atau lebih)

Awitan lambat, menyelinap

Fungsi kognitif memburuk lambat tapi progresif

Memori jangka pendek atau lama terganggu

Tak hirau akan masalah, sering tampak gembira. Delusi seering pada demensia tahap akhir. Sulit untuk pertahankan pembicaraan, jawaban sering tak sesuai, mungkin disfasia.

Keadaan fisik memburuk pada derajat akhir penyakit

Tak adanya bukti tentang penyakit yang mendasari, mendukung diagnosis penyakit Alzheimer

f. DeliriumDefinisiDelirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarakteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada usia diatas 60 tahun.PatofisiologiTanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya melibatkanarea di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsungdalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih darineuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperanpada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium.Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnyapada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapatbersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmitereksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akanmenyebabkan penyebaran depresi membran.Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:a. Delirium hiperaktif Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasiPhencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid (LSD)b. Delirium hipoaktif Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapniac. Delirium campuran

Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguanstruktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadapmetabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter.AsetilkolinObat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states danpada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasiendengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.DopaminDiotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Padadelirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergicNeurotransmitter lainSerotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsisdelirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritmecircadian dan beta-endorphin.Mekanisme inflamasiMekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatansitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperandalam onset deliriumMekanisme strukturalFormatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dariformatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.

Gambar 1. Patofisiologi Delirium

Manifestasi klinisGejala-gejala utama:1. Kesadaran berkabut2. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian3. Disorientasi 4. Ilusi5. Halusinasi6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasiGejala sering berfluktuasi dalam satu hari; pada banyak kasus, pada siang hari terjadi perbaikan, sedangkan pada malam hari tampak sangat terganggu. Siklus tidur-bangun sering berbalik.Gejala-gejala neurologis:1. Disfasia2. Disartria3. Tremor4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia5. Kelainan motorikKriteria diagnostik delirium (DSM-IV)

Gangguan kesadaran (berkurangnya kewaspadaan terhadap ligkungan), berkurangnya kemampuan dalam mefokuskan, memepertahankan, dan mengalihkan perhatian. Perubahan kognitif (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa dan gangguan persepsi) yang terjadi di luar adanya, awal terjadinya atau berkembangnya demensia Gangguan terjadi pada jangka waktu singkat (biasanya antar beberapa jam sampai hari) dan cendrung berfluktuasi dalam satu hari Penemuan yang spesifik dari riwayat, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium dapat mengindikasikan penyebab gangguan apakah akibat fisiologik dari kondisi medis umum, intoksikasi zat, penggunaan obat-obat tertentu atau dapat juga timbul oleh lebih dari satu penyebab2. Obat-obatan pada lansiaa. Pemberian obat pada lansia

Riwayat penyakit lengkap Kenali obat yang digunakan Ketahui sifat farmakologinya yang diberikan, efek merugikan, keracunan, tanda yang mungkin terjadi. Nilai tanda-tanda mental dan fungsi yang disebabkan oleh obat. Hati-hati terhadap obat dosis tinggi karena fungsi ginjal sudah menurun. Dosis yang diberikan harus hati-hati sebab kepekaan terhadap obat meningkat,sehingga lebih sensitif. Obat yang diberikan sebaiknya yang paling aman, sebab efek samping pada lansia lebih mudah timbul. Perlu diingatkan untuk minum obat karena sering lupa.b. Obat yang berhubungan pada kasusAntihipertensi

a. Diuretik

1. Tiazid

Berfungsi memperlambat demineralisasi pada osteoporosis sekunder

Dapat menimbulkan efek abnormalitas pada metabolik seperti peningkatan asam urat serum, pencetus gout dan peningkatan glukosa darah.

Pada peningkatan LDL atau trigliserida dapat dicegah dengan memberi statin.

Efek sampingnya muncul setelah dosis tinggi, contohnya HCT > 100 mg/hari.

Dapat menimbulkan hipokalemia pada pasien yang sedang diberi digitalis, namun dapat dicegah dengan pemberian kombinasi spironolakton/ACE inhibitor atau dengan menurunkan dosis maksimal 50 mg/hari.

Pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung dapat menimbulkan reaksi alergi

2. Diuretik kuatContoh dari diuretik kuat adalah furosemid. Furosemid dapat menimbulkan hipokalsiuria dan peningkatan kalsium dalam darah.3. Diuretik hemat kalsiumContoh dari diuretik hemat kalsium adalah spironolakton. Kontraindikasi dari spironolakton salah satunya adalah tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal. Spironolakton dapat digunakan pada lansia dengan hiperuresemia, hipokalemia dan intoleransi glukosa. Bila spironolakton dikombinasi dengan ACE inhibitor, -bloker, OAINS dapat menimbulkan hiperkalemia pada pasien.Efek samping dari spironolakton salah satunya dalah penurunan libido pada pria dan gangguan menstruasi.Interaksi obat diuretik:

Diuretik kuat/tiazid + digitalis aritmia jantung

Diuretik + kuinidin aritmia jantung

Diuretik + lithium peningkatan toksisitas lithium

Diuretik hemat kalium + OAINS/ACEi peningkatan hiperkalemiab. -blokerBerfungsi untuk penurunan frekuensi denyut jantung atau penurunan kontraktilitas miokard. Dapat pula untuk inhibisi sekresi renin di sel glomerular melalui penurunan angiotensin. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan retensi garam dan air. Dan dapat digunakan pada penderita hipertensi ringan atau sedang.

Indikasinya adalah hipertensi ringan atau sedang, infark miokard akut, PJK, dan adanya aritmia.Kontraindikasinya adalah penyakit asma, penyakit saluran pernapasan reaktif (PPOK), dan blok jantung derajat 2 dan 3.Pemilihan jenisnya dari atenolol lebih banyak dipilih karena dapat menetrasi ke SSP secara minimal, diberikan cukup 1x1 dengan dosis 50-100 mg/oral. Metoprolol dapat digunakan dengan dosis 50-100 mg 2x1. Labetalol atau karvedilol memiliki efek vasodilatasi yang dapat menimbulkan hipotensi postural.Efek sampingnya yaitu dari paru seperti asma dan PPOK yang dapat menyebabkan bronkospasme. Bila dari efek sentralnya dapat menimbulkan depresi, mimpi buruk, halusinasi (propanolol dan oksprenolol).c. ACE inhibitorDapat digunakan oleh penderita hipertensi dan gagal jantung kongestif. Dengan indikasinya yaitu hipertensi ringan sampai sedang, hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas, untuk menurukan proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefrotik DM, PJK, gagal jantung kronik.Kontraindikasinya yaitu wanita hamil, stenosis a.renalis bilateral, jika kadar kreatinin darah meningkat maka hentikan.Interaksi obatnya :

ACE i + antasida absorpsi

ACE i + OAINS efek antihipertensi + hiperkalemiaEfek sampingnya yaitu edema, gagal jantung kronik, proteinuria, hiperkalemia dan batuk kering.Dosisnya untuk kaptopril 25-100 mg/hari 2-3x sehari, lisnopril 10-40 mg/hari 1-2x sehari.d. ARBDapat digunakan untuk menghambat reseptor angiotensin II tanpa efek samping seperti ACE inhibitor. Dapat menurukan tekanan darah tanpa mempengaruhi denyut jantung. Tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah, tapi mempengaruhi asam urat (losartan), yang lain tidak (valsartan). Kontraindikasinya yaitu hipovolemia dan penyakit hati.Manfaat untuk lansia yaitu tidak dapat menembus SSP seperti ACE inhibitor sehingga efek samping sentral dapat dihindari (losartan), absorpsi tidak dipengaruhi makanan, dan obat di ekskresi melallui feses sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal.Dosisnya pada losartan 25-100 mg/hari 1-2x sehari, dan valsartan 80-320 mg/hari 1x sehari.AnalgetikMengobati nyeri tidak spesifik seperti nyeri kepala, nyeri haid, neuralgia atau mialgia, dan arthritis reumatoid.

Efek samping intoksikasi salisilat:

Nyeri kepala Pusing Tinitu, Vertigo Mual Muntah Gelisah Agresif Cemas Delirium Kematian

Diabetes Melitus1. MetforminDalam konsensus ADA-EASD (2008), metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kontra indikasi terhadap metformin misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >133 mmol/L atau 1,5 mg/dLpada pria dan>124 mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan penggunaan alkohol. Namun, karena kreatinin serum tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut, maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia>80 tahun. Metformin bermanfaat terhadap system kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap kejadian hipoglikemia. Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut (terjadi pada 30% pasien).Untuk mengurangi kejadian efek samping ini, dapat diberikan dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu untuk dapat mencapai kadar gula darah yang diinginkan.

2. SulfonilureaSulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan kontra indikasi untuk metformin, atau digunakan sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah target belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 1-2%. Mekanisme kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkans ekresi insulin sel pankreas. Padastudi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, danglipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM. Sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia berkepanjangan. Di antara sulfonilrea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia. Meskipun demikian, semua sulfonylurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu, pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai gula darah target, sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek samping.3. TiazolidindionTiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki control gula darah dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Penggunaan tiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 0,5- 1,4%. Tidak sepertiobat DM lainnya, tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel pankreas yang antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi peurunan fungsi sel pankreas. Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai beberapa efek samping, antara lain peningkatan berat badan dan edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi menunjukkan bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada penggunaan tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Gagal jantung terjadi pada median terapi selama 6 bulan, baik pada dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama terjadi pada lansia. Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung. Bahkan rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia miokard (peningkatan risiko relatif 40%) sehingga konsensus ADA/EASD (2008) tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM tipe 2. Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular karena pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik. Efek samping lain dari tiazolidindion adalah meningkatnya risiko fraktur>2 kali lipat, terutama pada panggul. Efek samping ini dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion 12-18 bulan. Risiko fraktur ini sama baik dengan dosis tinggi maupun rendah, pada pasien lansia maupun non lansia, dan pada pria maupun wanita.Anti depresanPemilihan jenisobat antidepresan bagi pasien usia lanjut lebih merujuk pada profil efek samping obat. Antidepresi generasi lama seperti golongan trisiklik dan golongan penghambat enzim monoamin oksidase, meskipun cukup efektif meredakan gejala-gejala depresi namun mempunyai profil efek samping yang ku rang menguntungkan untuk digunakan pada pasien geriatri. Efek samping antikolinergik, hipotensi ortostatik, Serra gangguan konduksi jantung, dapat menjadi beban tambahan bagi status fisik pasien geriatri, bahkan dapat memicu komplikasi medik yang serius. Profil efek samping ini terutama sangat menonjol pada obat-obatan golongan tersier trisiklik (amitriptilin, imipramin) sehingga obat-obat ini kurang dianjurkan penggunaannya pada usia lanjut.Antidepresan generasi baru bekerja pada reseptor susunan saraf otak, bersifat lebih selektif dan spesifik sehingga profil efek sampingnya lebih baik. Termasuk dalam kelompok ini adalah Serotonin Selective Reuptake Inhibitor/SSRI (fluxetin, sertralin, paroksetin, flufoksamin, sitolapram), Serotonin Enhancer (tianeptin), Reversible MAOIs (moclobemide), antidepresi lainnya (trazodone, nefazodone, mitrazepin, venlafaksin). Profil efek samping yang baik akan mengurangi risiko komplikasi dan memperbaiki kepatuhan pasien. Oleh sebab itu saat ini pemilihan antidepresi lini pertama untuk pasien geriatri mulai bergeser ke generasi baru.

3. Sel berperan pada proses menuaa. Perubahan pada sistem sensoris

Presepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterpretasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.Pada lansia yang mengalami penurunan presepsi sensori akan terdapat keengganan untuk besosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan merupakan kesatuan intergrasi dari presepsi sensori.

1. Penglihatan

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomidasi, konstriksi pupil, akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak.

Semkain bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan diantara iris dan sklera, hal ini disebut sebagai arkus sinilis (biasanya ditemukan pada lansia). Berikut ini meru[akan perubahan yang terjadi pada penglihatan.

Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini, yaitu kesulitan dalam membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat jarak dekat.

Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.

Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan memfokuskan penglihatan pada malam hari, gangguan dalam presepsi dalam presepsi warna.

Penurunan produksi air mata. Implikasi dari ini adalah mata berpotensi terjadi sindrom mata kering.2. Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara daramatis dapat memepngaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat proses menua:

Pada telingan bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi pebuhana konduksi. Implikasi dari hal adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan (misal f,s,sk,sh,l)

Pada telingan bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.

Pada telingan bagian luar, rambut atau silia menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguann konduksi suara.

3. Perabaan

Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungsional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang snetuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.

4. Pengecapan

Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah satu kenikmatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua, yaitu penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa.

5. Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat proses menua, yaitu penurunan atau kehilangan sensasi penciuman karena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap bau.b. Perubahan pada sistem integumen

Pada lansia epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki, permukaan abnormal pada melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh terpejan sinar matahari biasanya adalah permukaan dorsalis. Penipisan ini menyebabkan vena tampak lebih menonjol.Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering dari kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak berkurang 6,3% BB per dekade dengan bertambahnya massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang 2,5% per dekade.

1. Stratum korneum

Stratum korneum merupsksn lspisan terluar yang terdiri dari timbunan korneosit. Berikut merupakan perubahan yang terjadi:

Kohesi sel dan waktu regenerasi terjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu ayang diperlukan untuk sembuh lebih lama

Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit menjadi kasar dan kering.

2. Epidermis

Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit, perlambatan dalam proses perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan antara lapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.

Penurunan jumlah melanosit. Implikasi hal ini adalah perlindungan terhadap sinar UV berkurang dan terjadi pigentasi yang tidak merata pada kulit.

Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah perubahan kecepatan ploriferasi sel yang menyeybakan pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seborhoik dan lesi kulit papilomatosa.

3. Dermis

Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyumbatan luka lambat, penurunan respon inflamsi, dan penurunan absorpsi kulit terhadap zat-zat topikal.

Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya kan tung dan pengriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.

Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu melakukan termoregulasi. 4. Subkutis

Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah penmpilan kulit yang kendur atau menggantung diatas tulang rangka.

Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari fungsi.

5. Bagian tambahan pada kulit

Bagian ini meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meisner, kelenjar keringan dan kelenjar sebasea. Berikut ini perubahan yang terjadi:

Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah rambut bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria rambut dalam hidung dan telinga semakin jelas lebih banyak dan kaku.

Penumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilau, dan cepat mengalami kerusakan.

Korpus pacini (sensasi tekan) dari korpus meisner (sensasi sentuhan) menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah mengalami nekrosis karena rasa terhadap tekanan berkurang.

Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering. Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia berkurang.

c. Perubahan pada sistem muskoloskeletal

Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, dan denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Penurunan estrogen. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada pengroposan tulang. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikorarsitektur, berubah sering patah naik akibat benturan ringan maupun spontan.

1. Sistem skeletal ketika mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi akibat proses menua:

Penurunan tinggi badan secara proresif karena penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barell chest

Penurunan produksi tulang krotikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Implikadi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya resiko fraktur.2. Sistem muskular

Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan kurang aktif.

Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekauan ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degenrasi ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi.

3. Sendi

Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas

Kekauan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan resiko cedera.

d. Perubahan pada sistem neurologis

Berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun, penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Pada penuaan otak kehilangan 10.000 neuron/tahun. Terjadi penebalan atrofi serebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terjadi lipofusi (pigment wear dan tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. Perubahan yang terjadi:

Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini adalah refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.

Peningkatan lipofusi sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang ridak sempurna.

Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikadi dari hal ini adalah bahaya kehilangan panas tubuh.

e. Perubahan pada sistem kardiovaskular

Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas. Yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi.jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-150x/menit.

1. Perubahan struktur

Beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, ayitu mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan amiloid, degenrasi basofilik, akumulasi lipofusi, penebalan dan kekauan pembuluh darah, da peniingkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun. Perubahan yang terjadi:

Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya serat elastis. Implikasi dari hal ini yaitu ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan kontraktil

Jumlah sel-sel pacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat kondukisi yang membawa impuls ke ventrikel. implikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia.

Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus akrena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin.

Vena mengalami peregangan dan dilatasi. Implikadi dari hal ini adalah vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah.f. Perubahan pada sistem pulmonal

Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernafasan sekitar 20% pada usia 60 tahun, peningkatan laju ekspirasi paksa satu detik sebesar 0,2 liter/dekade.

Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran alveoli. Implikasinya adalah penurunan daerah permukaan untuk difusi gas

Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasinya adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.

Penggeseran bronkus dengan peningkatan resistensi, implikadinya dalah dispena saat aktivitas

Kalsifikasi kartilago kosta kekakuan tulang iga pada kondisis pengembangan. Implikadinya dalah emfisema sinilis, pernafasan abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.

Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru, implikasinya dalah atelektasis

Kelenjar mukus kurang produktif. Implikadi dari hal ini adalah akumuladi cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan

Penurunan sensitivitas sfingter esofagus, implikadinya adalah hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.

Penurunaan sensitivitas kemoreseptor. Implikasinya adalah tidak ada perubahan dalam PaCO2 dan kirang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa.

g. Perubahan pada sistem endokrin

Sekitar 50% lansia menunjukan intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa normal. Peneybab dari terjadinya intolransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25% sekitar 75%.

Kadar glukosa darah meningkat, implikasinya dalah glukosa darah puasa 140mg/dl dianggap normal.

Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat, implikasinya adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dl dianggap normal

Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu parauh T3 dan T4 meningkat, implikasinya adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

h. Perubahan pada sistem renal

Pada usia lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai dari 25 tahun. Perubahan:

Membran basalin glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasinya dalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% sarah denga kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hinggan 97 mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrisit menjadi terganggu, nokturia.

Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunana sensasi haus, penurunan kemapuan untuk memekatkan urine. Implikasinya dalah penurunan total cairan tubuh dan resiko dehidrasi.

i. Penurunan sistem urinaria

Perubahan yang terjadi pada sitem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (Normal: 350-400 mL), peningkatan volume residu (normal: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak disadari, dan trofi pada otot kandung kemih secara umum. Implikasinya adalah peningkatan resiko inkontinesia urin.

j. Perubahan pada sistem reproduksi

1. Pria

Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

Atrofi adini prostat dengan are fokkus hiperplasia. Hiperplasia noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.

2. Wanita

Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasinya adalah atrofi jaringan payudara dan genital

Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasinya adalah penurunan massa tulang dengan resiko osteoporosis dan fraktur, peningkatan aterosklerosis.

k. Perubahan pada sistem gastrointestinal

Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus, terjadi perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan.

1. Rongga mulut

Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusutan dan fibrosis pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasinya dalah tanggalnya gigi, kesuliatn dalam mempertahankan perlekatan gigi palsu yang lepas.

Hilangnya kuncup rasa. Implikasinya adalah perubahan sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendaptkan rasa yang sama kulitasnya.

Atrofi pada mulut. Implikasinya adalah mukosa mulut tampak lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan epitelium dan mengadung keratin.

Penurunan produksi saliva. Implikasinya dalah penurunan respon terhadap makanan yang telah dikunyah, penurunan untuk penyediaan enzim pencernaan, penurunan pelumasan dari jaringan lunak. Mineralisasi pada gigi, pengontrolan flora pada mulut, dan penyiapan makanan untuk dikunyah2. Esofagus, lambung, dan usus

Dilatasi esofagus, kehilangan sfingter, pnurunan refleks muntah. Implikasinya dalah peningkatan terjadinya risiko aspirasi

Atrofi penurunan asam hidroklorik mukosa lambung sebesar 11% -40%. Implikasinya adalah perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan terus tumbuh secara berlebihan dan menyebakan kurangnya penyerapan lemak.

Penurunan motilitas lambung. Implikasinya adalah penurunan absorpsi obat-obatan, zar besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi sering terjadi.

3. Saluran empedu, hati, kandung empedu, dan pankreas

Pada hepar mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usai lebih dari 80 tahun. Berikut perubahannya:

Penecilan ukuran hati dan pankreas. Implikasinya adalah terjadinya penurunan kapasitas dalam menyimpan dan mensintesis proyein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/mL)

Perubahan proporsi lemak empedu tanpa diikuti perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasinya adalah peningkatan sekresi kolesterol.

Daftar PustakaDarmojo, B.2004.Buku Ajar Geriatri edisi ke-3.Balai Penerbit FK UI.JakartaEntjang, E.2000.Ilmu Kesehatan Masyarakat.PT Citra Aditya Bakti.Bandung

Sherwood.2005.Human Physiology from cells to systems.5 th ed.West Publishing Company

Sidharta, P.2004.Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat.Jakarta

Suyono, S.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Balai Penerbit FK UI. Jakarta2