37
LAPORAN KASUS RADIODIAGNOSTIK SEORANG PRIA 55 TAHUN DENGAN PNEUMOTHORAKS Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Adi Satria Widjanarko 22010111200017 Aditya Hans Suwignjo 22010111200018 Afriliana Mulyani 22010111200019 Agustinus Salim 22010111200020 Ahmad Andi Sameggu 22010111200021

Kasbes Radio

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasbes Radio

LAPORAN KASUS RADIODIAGNOSTIK

SEORANG PRIA 55 TAHUN DENGAN PNEUMOTHORAKS

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Adi Satria Widjanarko 22010111200017

Aditya Hans Suwignjo 22010111200018

Afriliana Mulyani 22010111200019

Agustinus Salim 22010111200020

Ahmad Andi Sameggu 22010111200021

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: Kasbes Radio

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus besar dengan :

Judul : Seorang Pria 55 Tahun Dengan Pneumothoraks

Bagian : Radiologi

Pembimbing : dr. Lydia Purna W, Sp. Rad

dr. Any Yuliastuti

Diajukan : Maret 2013

Semarang, Maret 2013

Dosen Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr. Lydia Purna W, Sp. Rad dr. Any Yuliastuti

Page 3: Kasbes Radio

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan................................................................................................. 1

Bab II Tinjauan Pustaka......................................................................................... 3

2.1 Anatomi Thoraks.............................................................................................. 3

2.2 Definisi Pneumothoraks................................................................................... 4

2.3 Klasifikasi Pneumothoraks............................................................................... 4

2.4 Patofisiologi .................................................................................................... 5

2.5 Diagnosis.......................................................................................................... 6

2.6 Pemeriksaan Radiologi..................................................................................... 7

2.7 Gambaran Radiologi........................................................................................ 7

2.8 Pengelolaan......................................................................................................

................................................................................................................................

10

2.9 Komplikasi.......................................................................................................

................................................................................................................................

11

3.0 Prognosis..........................................................................................................

................................................................................................................................

11

Bab III Laporan Kasus...........................................................................................

................................................................................................................................

12

Bab IV Pembahasan...............................................................................................

................................................................................................................................

19

Bab V Kesimpulan.................................................................................................

................................................................................................................................

21

iii

Page 4: Kasbes Radio

Daftar Pustaka........................................................................................................

................................................................................................................................

22

Lampiran................................................................................................................

................................................................................................................................

23

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura,

yang berada antara paru-paru dan thoraks. Pneumothoraks dapat terjadi secara

spontan pada orang tanpa kondisi penyakit paru yang mana merupakan

pneumothoraks primer dan orang dengan penyakit paru yang mana merupakan

pneumothoraks sekunder. Selain itu, banyak juga ditemui kasus pneumothoraks

yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi

dari berbagai tindakan.1

Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak

diketahui. Angka kejadian pneumotoraks pada pria lebih tinggi dibandingkan

wanita. Pada pasien-pasien pneumotoraks di Amerika Serikat didapatkan angka

kejadian pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4 kasus per 100.000 orang

pertahun untuk pria dan 1,2 kasus per 100.000 orang pertahun pada wanita

Page 5: Kasbes Radio

sedangkan insiden pneumothoraks spontan sekunder 6,3 kasus per 100.000 kasus

pertahun pada pria dan 2,0 kasus per 100.000 kasus pada wanita. 2

Penelitian epidemiologi pada 15.204 orang di kota Stockholm, Swedia

didapatkan insidens pneumotoraks spontan sebesar 18 kasus per 100.000 orang

untuk pria dan 6 kasus per 100.000 orang untuk wanita. Dilaporkan juga adanya

pneumotoraks spontan familial dalam suatu keluarga, 23 anggota keluarga, 6

diantaranya mengalami serangan pneumotoraks dan ternyata insiden tersebut

berhubungan dengan dijumpainya HLA haplotype A2, B40 dan alpha-I-

antitrypsin phenotype M1M2. Pneumotoraks familial sering menimbulkan

pneumotoraks spontan dan terbanyak didapatkan justru pada wanita daripada pria.

Pneumothoraks traumatik lebih sering terjadi dibandingkan pneumothoraks

spontan dengan laju yang semakin meningkat. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Thoraks

Rongga thoraks berisi paru kanan dan paru kiri yang diselubungi oleh pleura

dan dipisahkan oleh mediastinum, jantung, oesophagus, dan trakea yang berlanjut

menjadi bronkus.1,2

Paru dibentuk oleh kantong-kantong udara yang berdinding sangat tipis dan

terdiri atas lapisan sel tunggal yang disebut alveoli. Alveoli merupakan lanjutan

dari bronkhiolus dimana bronkhiolus merupakan cabang bronkhi. Di dalam

alveoli selalu terdapat sejumlah udara. Paru-paru juga berisi arteri, vena, sistem

saraf, pembuluh limfe, dan jaringan ikat yang membuat alat pernapasan bersifat

elastis.2

v

Page 6: Kasbes Radio

Mediastinum adalah rongga di dalam cavum thoraks yang terletak di antara

pleura kanan dan kiri, di antara sternum dan tulang vertebra, dan dibatasi

diaphragma di sebelah inferior. Mediastinum adalah bangunan central pada cavum

thoraks yang berisi jantung, arcus aorta, vena cava superior, oesophagus, trachea,

thymus, dan pembuluh limfe.3

Gambar 1. Anatomi Thoraks

Paru-paru dibungkus oleh suatu kantong serous yang tertutup yang disebut

pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura parietalis yang berbatasan

langsung dengan dinding thoraks dan pleura visceralis yang melekat pada paru. Di

antar kedua pleura tersebut terdapat rongga yang disebut cavum pleura. Pada

keadaan normal, cavum pleura merupakan ruang potensial yang permukaannya

dilapisi mesothelial yang menghasilkan cairan serous untuk melicinkan

permukaan. pada akhir ekspirasi, tekanan dalam rongga pleura lebih rendah

daripada tekanan atmosfir. Hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan antara

daya recoil paru yang cenderung mengecilkan paru. Tekanan negatif inilah yang

mempertahankan pengembangan paru ibarat sebuah balon yang akan tetap

mengembang dalam lingkungan yang vakum.2

Page 7: Kasbes Radio

Gambar 2. Cavum pleura

2.2 Definisi Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga

atau cavum pleura yaang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Pada

keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru leluasa

mengembang terhadap rongga dada.1,2,3.

Gambar 3. Ilustrasi Pneumothoraks

2.3 Klasifikasi Pneumothoraks

Klasifikasi dari pneumothoraks 3:

1. Pneumothoraks spontan adalah pneumothoraks yang terjadi tanpa

adanya trauma pada thoraks sebelumnya.

a. Pneumothoraks spontan primer merupakan pneumothoraks yang

terjadi karena tidak ada penyebab penyakit paru yang mendasarinya.

b. Pneumothoraks spontan sekunder merupakan pneumothoraks yang

terjadi karena adanya penyakit paru yang mendasarinya, misalnya

penyakit paru obstruktif kronis, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis,

batuk rejan.

vii

Page 8: Kasbes Radio

2. Pneumothoraks traumatik adalah pneumothoraks yang terjadi karena

akibat dari trauma benda tumpul (non – penetrating) atau penetrating

trauma yang mengganggu paru

a. Iatrogenic pneumothorax terjadi akibat konsekuensi dari tindakan

medis misalnya karena akibat torakosentesis, pemasangan kateter

vena sentral, pembedahan , pemasangan ventilasi mekanik.

b. Non-iatrogenic pneumothorax terjadi akibat adanya trauma didada,

baik bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan

pada kecelakaan kendaraan bermotor).

2.4 Patofisiologi

Pneumothoraks terjadi saat udara masuk kedalam rongga pleura akibat

robekan pleura parietal atau visceral; paru kemudian mengalami relaksasi dan

retraksi yang luasnya bervariasi kearah hilus.

Open pneumothorax terjadi akibat ada hubungan langsung antara cavum

thoraks ( cavum pleura ) dengan dunia luar akibat berlubangnya dinding dada.

Keadaan ini dapat terjadi akibat tusukan, terkena ledakan. Pada keadaan open

pneumothorax, udara dapat keluar masuk caum pleura sehingga tekanannya tidak

lagi negatif dan paru dapat kolaps. Jika lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3

diameter trakea maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding

lewat traktus respiratorius yang seharusnya. Masuknya udara terutama saat

inspirasi. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun( semakin

negatif ), sehingga udara dari luar masuk kecavum pleura lewat lubang tadi. Saat

ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara keluar melalui lubang

tersebut. Keluarnya udara ini akan menimbulkan bunyi seperti peluit/siulan yang

disebut sucking chest wound.

Pada kondisi tertentu dimana dinding paru ( pleura visceralis juga ikut

berlubang) maka penutupan ini dapat membahayakan. Pada keadaan seperti ini

pada saat inspirasi, udara dari dalam paru akan bocor kerongga pleura. Pada saat

ekspirasi, udari dari cavum pleura memang bisa masuk lagi ke paru tetapi tidak

Page 9: Kasbes Radio

sempurna, apalagi jika lubangnya bersifat katub ( ventile ). Akibatnya setiap kali

menarik nafas, udara dalam cavum pleura semakin bertambah banyak sehingga

tekanan semakin meningkat, sementara ketika ekspirasi, udara dalam cavum

pleura tidak dapat keluar. Inilah yang disebut pneumothoraks tension.

Pengumpulan udara tersebut akan berlangsung terus sampai sisi yang sakit akan

kolaps secara total. Pada tahap ini, tekanannya belum tinggi. Bila paru telah

kolaps sedangkan udara masih terus masuk kecavum pleura, lama-kelamaan

tekanan disitu akan meningkat. Peningkatan tekanan ini mendesak mediastinum

kesisi yang sehat. 1,2,3

Pergeseran ini dapat mengancam jiwa karena 2 :

a. Di mediastinum banyak terdapat organ penting seperti jantung dan

pericardium, aorta, syaraf, vena cava superior dan inferior. Diantara organ

tadi yang paling terganggu fungsinya bila mediastinum bergeser adalah

vena cava karena dindingnya tipis, sehingga mudah tergencet bahkan bisa

mengempes. Akibatnya aliran darah balik kejantung terganggu, jumlah

darah yang kembali kejantung ( venous return ) berkurang dan berlanjut

dengan penurunan cardiac output. Cardiac output yang turun dapat

menyebabkan syok non hemoragik, yang sering mematikan. Jadi salah

satu tanda tension pneumothoraks adalah syok

b. Mediastinum yang terdesak kearah paru yang sehat mengakibatkan

ventilasi pada paru yang sehat terganggu dan ini akan memperburuk

hipoksia korban. Pada pasien tampak mekanisme kompensasi berupa

peningkatan frekuensi nafas ( hiperventilasi )

2.5 Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan tanda-tanda: nyeri dada yang bertambah saat

inspirasi dalam atau batuk, napas pendek, sesak napas, cepat lelah, denyut

jantung yang meningkat, kulit kebiruan karena kekurangan oksigen. Atau

dapat juga asimptomatik.2

ix

Page 10: Kasbes Radio

Perlu ditanyakan apakah pernah menderita penyakit paru, riwayat batuk

lama dan adanya riwayat trauma pada dinding dada. Perlu juga ditanyakan

apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit paru. Serta pekerjaan

penderita.

2. Pemerikasaan fisik

Pada pasien dengan pneumothorak keadaan umumnya dapat dijumpai

sesak napas, lemah, sianosis, gelisah, atau kesakitan hebat. Pada pemeriksaan

tanda vital didapatkan laju pernapasan meningkat, takikardi, dan hipotensi.

Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan:1,2

Inspeksi : adanya asimetri dada, dada yang terkena lebih cembung

dibanding yang sehat, pada waktu inspirasi bagian yang sakit

gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong kesisi yang sehat

Palpasi : pada sisi yang sakit sela iga dapat normal atau melebar, stem

fremitus paru yang terkena lebih lemah, didapatkan ictus cordis yang

bergeser ke kontralateral

Perkusi : paru yang terkena akan terdengar hipersonor, tanda-tanda

pergeseran mediastinum ke arah kontralateral

Auskultasi : suara pernapasan akan terdengar melemah sampai

menghilang di atas bagian paru yang kolaps.

2.6 Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi

A. Foto Rontgen Thoraks

Foto rontgen thoraks merupakan pemeriksaan terpenting untuk

menegakkan diagnosis pneumothoraks. Pada umumnya diambil dengan

posisi posteroanterior dan lateral decubitus dengan sisi yang terkena

disebelah atas. Foto rontgen thoraks juga berguna untuk evaluasi terhadap

tindakan yang telah dilakukan.

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen thoraks kasus

pneumotoraks antara lain :

Page 11: Kasbes Radio

1. Tampak gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang

mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru

yang mengalami pneumothoraks dan paru yang kolaps memberikan

gambaran relatif radiopak. Bila kolapsnya lengkap, pneumothoraks

ini menekan pulmo sampai sekecil-kecilnya sehingga merupakan

gambaran suatu bulatan opaque kecil didaerah hilus.

Gambar 4 Pneumothorax, tampak bayangan radiolusen seluruh hemithoraks kanan tanpa struktur vaskuler paru dan jaringan paru yang kolaps dibagian sentral1

2. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks

dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang

berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white

line.

xi

Page 12: Kasbes Radio

Gambar 5. Pleural white line

3. Pada posisi supine, tampak gambaran deep sulcus sign yang mana

sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih

jauh ke bawah atau lebih dalam pada foto dada.

Gambar 6 . Deep sulcus sign pada pneumothorak

4. Tampak pergeseran mediastinum kearah kontralateral dari sisi

pneumothoraks pada tension pneumothoraks

Page 13: Kasbes Radio

Gambar 7 Tension pneumothoraks total kiri dengan cairan ( hidropneumothoraks ) mendorong jantung, trakea kekontralateral

B. CT scan

CT- scan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, tetapi dapat

membantu untuk:

o Membedakan antara bulla yang besar dengan pneumothoraks.

o Mendeteksi adanya emphysema atau emphysema like changes.

o Memperkirakan ukuran pneumothoraks yang sebenarnya, terutama

bila sangat kecil.

2.7 Pengelolaan

1. Konservatif

Digunakan terutama pada pneumothoraks primer yang kecil dan

pneumothoraks iatrogenik tanpa gejala atau dengan gangguan pernapasan

minimal dikelola secara konservatif dengan pengawasan yang ketat terhadap

adanya tanda-tanda penurunan keadaan umum.

xiii

Page 14: Kasbes Radio

Pemberian oksigen akan membantu mempercepat absorbsi, tapi hindari

pemakaian oksigen 100%, karena ada bahaya retronal floroplasia atau

intoksikasi oksigen. Cukup diberikan oksigen 40% atau 3L/menit.

2. Aspirasi jarum

Digunakan terutama pada pneumothoraks primer dan sekunder yang kecil

atau sedang dengan gejala tanpa adanya kebocoran yang menetap. Pemakaian

aspirasi jarum ini sangat menolong pada pneumothoraks spontan yang

menjadi tension pneumothoraks.

Aspirasi jarum pada pneumothoraks dilakukan melalui ruang intercostal II

atau III pada linea medioclavicularis, menggunakan spuit 20 cc dan three way

stopcock. Kemudian dilakukan evaluasi foto thorak, untuk melihat

pengembangan paru-paru.

3. Water Seal Drainage

Digunakan terutama pada semua pneumothoraks atau hematothoraks,

terutama pada pneumothoraks traumatik dan tension pneumothoraks.

WSD terdiri dari komponen pipa drainage, botol penampung, botol

pengatur tekanan negatif dengan atau tanpa alat penghisap.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumothoraks :

1. Hemopneumothoraks

Merupakan komplikasi yang sering menyertai pneumothoraks. Pada

pneumothoraks spontan dapat dijumpai sejumlah kecil cairan serous atau

darah tetapi hanya 2% yang berkembang menjadi hematothoraks.5

2. Tension Pneumothorax

Pada pernapasan normal tekanan didalam rongga pleura lebih kecil

dibandingkan tekanan di atmosfer. Pada akhir inspirasi tekanan didalam

rongga pleura paling rendah dibandingkan saat akhir respirasi. Bila terjadi

pneumothorax maka tekanan didalam rongga pleura meningkat

Page 15: Kasbes Radio

menjaditekanan positif, sehingga paru-paru tidak dapat berkembang dan bisa

menakibatkan kolapsnya paru. Tension pneumotorak ditandai dengan depresi

diafragma ipsilateral, dan pergeseran mediastinum kesisi kontralateral.5

3. Pyopneumothorax

Komplikasi yang tidak biasa ini biasanya mengikuti pneumonia

necrotizing atau perforasi esofagus.5

4. Adhesi

Adhesi memberikan gambaran bayangan pita sepanjang batas paru sampai

dinding dada.5

5. Faktor penghambat pengembangan paru kembali

Yang termasuk disini adalah adhesi, pengembangan pleura viseral,

malposisi katup pleura dan obstruksi saluran udara.5

6. Oedem

Kadang komplikasi ini terjadi mengikuti terapi yang diberikan untuk

pengembangan paru setelah kolaps untuk beberapa waktu.5

7. Pneumomediastinum.

8. Pneumothoraks rekurensi.

3.0 Prognosis

Tergantung penyebab yang mendasari. Pada kasus tanpa komplikasi biasanya

berprognosis baik. Pneumothoraks spontan yang kecil dapat di resorbsi sendiri.1,2

xv

Page 16: Kasbes Radio

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. P

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat :Plamongansari RT04/RW12, Kec. Pedurungan, Semarang

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai

No. CM : C406745

Tangal Masuk : 9 Maret 2013

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan anak penderita dan catatan medik pada tanggal 13

Maret 2013 di bangsal A1 Bedah Saraf RSUP dr.Kariadi Semarang

a. Keluhan Utama : penurunan kesadaran

b. Riwayat Penyakit Sekarang

+ 3 jam sebelum masuk RS, saat pasien sedang berjalan kaki, tiba-tiba

ditabrak motor dari belakang, penderita terpental hingga 1 meter, kepala

terbentur aspal dan punggung menghantam aspal lebih dahulu. Pasien

langsung tidak sadar, mual (+), muntah (+). Kemudian dibawa ke RS Pelita

Anugrah, dipasang infus, endotrakeal tube, urine kateter, lalu dirujuk ke

RSUP dr.Kariadi Semarang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Baru pertama kali menderita sakit seperti ini

Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal

Riwaya menderita sakit paru sebelumnya disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Page 17: Kasbes Radio

e. Riwayat.Sosial Ekonomi :

Penderita seorang pegawai. Istri tidak bekerja. Penderita sudah menikah dan

mempunyai 3 orang anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan ditanggung

pribadi .Kesan sosial ekonomi : cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 13 Maret 2013 pukul 08.00 WIB

Keadaan umum : tampak sakit berat, sesak, terpasang collar neck,

ETT dengan ambu bag, NGT, WSD di dada kanan,

infus RL di lengan kanan

Kesadaran : koma, GCS E1M5Vet

Tanda vital : Tensi: 180/100 mmHg; Nadi : 99x/mnt i/t cukup;

RR: 28 x/mnt irreguler; Suhu: 37°C;

Kepala : mesosefal, jejas (+) hematom pada occipital sinistra

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), pupil anisokor

Ø 4/3mm, reflek kornea (+/+)

Mulut : Bibir sianosis (-)

Telinga : Otorhagi -/+

Leher : Deviasi trachea (-), JVP tidak meningkat

Dada

Pulmo : Inspeksi : jejas (+) pada dorsal hemitorak sinistra

berupa ekskoriasi 20 x 20 cm. Hemitorak

dextra lebih cembung, dan tidak ikut gerak

Palpasi : krepitasi udara pada hemotoraks dextra;

nyeri tekan sulit dinilai. Stem Fremitus

kanan < kiri

Perkusi : Kiri sonor seluruh lapangan paru

Kanan hipersonor seluruh paru

Auskultasi : SD vesikuler (-/+) ,ST (-/-)

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : IC teraba di SIC V 2cm medial LMCS

Perkusi : konfigurasi jantung d. b. n.

xvii

Page 18: Kasbes Radio

Auskultasi : Suara jantung I-II murni,Bising (-)

Abdomen: Inspeksi : datar, jejas (+) pada epigastrium berupa ekskoriasi

Palpasi : Supel,Hepar/Lien tak teraba, nyeri tekan sulit

dinilai

Perkusi : Timpani (+), Pekak sisi (+) N, Pekak alih (-),

Pekak hepar (+)

Auskultasi : Bising Usus (+) N

Pelvis : Jejas (-), kesan stabil

Genitalia : Laki-laki

Ekstremitas :Superior Inferior

Motorik 5/5 5/5

Sensorik N N

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Edema -/- -/-

Capp.Refill <2”/ <2” <2”/ <2”

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah hematologi paket dan kimia klinik serial

9-03-2013 12-03-2013 Normal Satuan

Hb 11,50 9,80 13 – 16 gr%

Ht 35,2 29,3 40 – 54 %

Eritrosit 4,10 3,25 4,5 – 6,5 juta/mmk

MCH 28,00 30,10 27 – 32 pq

MCV 85,80 90,10 76 – 96 fL

MCHC 32,60 33,40 29 – 36 g/dl

Leukosit 17,60 23,00 4 – 11 ribu/mmk

Trombosit 325,0 245,0 150 – 400 ribu/mmk

GDS 229 --- 80 – 120 mg/dl

Ureum 54 --- 15 – 39 mg/dl

Creatinin 1,36 --- 0,6 – 1,3 mg/dl

Page 19: Kasbes Radio

Natrium 140 150 136 – 145 mmol/l

Kalium 3,5 5,7 3,5 – 5,1 mmol/l

Chlorida 106 110 98 – 107 mmol/l

Kalsium 2,28 --- 2,12 – 2,25 mmol/l

Pemeriksaan Analisa Gas Darah

9-03-2013 10-03-

2013

Nilai normal Satuan

Temperature 39,5 37,5 OC

Hb 9,80 11,50 g/dl

FiO2 40,00 60,00 %

pH (37OC) 7,060 7,360

PCO2 (37OC) 105,0 38,0 mmHg

PO2 (37OC) 92,0 282,0 mmHg

pH (corrected) 7,030 7,350 7,350-7,450

pCO2

(corrected)

115,0 39,0 35 – 45

pO2 (corrected) 108,0 284,0 83 – 108 mmHg

HCO3 29,7 21,5 18 – 23 mmol/l

TCO2 32,90 22,70

Base execss -3,1 -3,6 -2,0 – 3,0 mmol/l

BE effective -0,60 -3,9

SRC 22,4 100 %

O2 Saturasi 95 95 %

xix

Page 20: Kasbes Radio

Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP (9 Maret 2013)

Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 2-3

Cor : Apeks jantung bergeser ke laterokaudal

Pulmo : Corakan vaskuler meningkat

Tampak bercak pada parakardial dan perihiler kanan kiri

Hemithoraks kanan tampak lebih suram dari kiri

Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior

Sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip

Tampak multiple lusensi pada soft tissue regio lateral hemithoraks kanan

sampai regio colli kanan kiri

Tampak lusensi linier pada os costa 5 posterior

Kesan :

Kardiomegali

Gambaran contusio pulmonum

Curiga efusi pleura

Emphysema subcutis

Suspek fraktur os costa 5 posterior kanan

Page 21: Kasbes Radio

Pemeriksaan X-Foto Thorax AP (9 Maret 2013) dibandingkan

Masih tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 3-4

Tampak terpasang WSD dengan ujung distal pada paravertebra kanan

setinggi V.Th 3

Konfigurasi jantung relatif sama

Masih tampak emphysema subkutis pada regio lateral hemithorak kanan

kiri sampai ke regio colli kanan yang dibandingkan sebelumnya relatif

sama

Corakan vaskuler masih tampak meningkat yang dibandingkan

sebelumnya relatif sama

Masih tampak contusio pulmonum kanan kiri, yang dibandingkan

sebelumnya relatif sama

Tampak luscent avaskuler pada basal paru kanan dengan pleural line

suspek pneumotoraks

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior

E. DIAGNOSIS

Cedera Kepala Berat (ICH, SAH, EDH)

Fraktur basis cranii fossa media

xxi

Page 22: Kasbes Radio

Pneumotoraks dekstra post WSD

Trauma tumpul abdomen

Hipertensi grade II

F. INITIAL PLAN

IPDx : --

IPRx : O2 kanul 8L/menit

Infus RL 20 tetes/menit

Inj. Ceftriakson 2 gr /24jam

Inj. Ketorolac 30 mg /2jam

Inj. Ranitidin 50 mg /8jam

Inj. Paracetamol 2 gr /6jam

Inj. Manitol 125 cc /2jam

IPMx : KU, GCS, Tanda Vital, evalusi WSD, NGT

IPEx : - menjelaskan kepada penderita dan kelurga penderita bahwa

penderita mengalami cedera kepala berat, pneumotoraks dan

trauma tumpul abdomen dan pengelolaan yang akan dilakukan

- Menjelaskan tentang perlunya pemasangan WSD dengan cara

membuat lubang di dinding dada kanan kemudian dimasukkan

selang ke WSD untuk mengatasi sesak pada pasien serta

komplikasi yang mungkin terjadi.

- Menjelaskan tentang perlunya foto rontgen untuk melihat letak

fraktur secara pasti, garis fraktur dan hubungan antara fragmen

fraktur.

- Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin terjadi.

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 23: Kasbes Radio

Pasien datang rujukan dari RS Pelita Anugrah dengan penurunan

kesadaran. 3 jam sebelum masuk RS, saat pasien sedang berjalan kaki, tiba-tiba

ditabrak motor dari belakang, penderita terpental hingga 1 meter, kepala terbentur

aspal dan dada serta punggung menghantam aspal lebih dahulu. Pasien langsung

tidak sadar, mual (+), muntah (+). Kemudian dibawa ke RS Pelita Anugrah,

dipasang infus, endotrakeal tube, urine kateter, lalu dirujuk ke RSUP dr.Kariadi

Semarang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat,

sesak, terpasang collar neck, ETT dengan ambu bag, NGT, WSD di dada kanan,

infus RL di lengan kanan, kesadaran koma, GCS E1M5Vet. Tanda vital terdapat

peningkatan tekanan darah dan tanda vital lain dalam batas normal.

Pada pemeriksaan toraks tidak didapatkan kelainan jantung. Inspeksi dada

ditemukan jejas (+) pada dorsal hemitorak dekstra dan hemitorak dextra lebih

cembung, dan tidak ikut gerak. Palpasi didapatkan krepitasi udara pada

hemotoraks dextra, stem fremitus kanan < kiri. Perkusi paru pada hemitotaks

kanan hipersonor, sonor pada hemithoraks kiri. Auskultasi paru kanan tidak

didapatkan suara dasar vesikuler, sedangkan yang kiri masih terdapat suara dasar

veskuler. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal.

Diagnosis pneumothoraks dekstra ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat

kecelakaan lalu lintas yang berupa trauma tumpul pada dada kanan posterior.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya jejas pada dada kanan, hemithoraks

kanan lebih cembung, stem fremitus kanan < kiri, suara dasar paru kanan

menghilang, dan paru kanan lebih hipersonor.

Pada pemeriksaan X-Foto Thoraks pertama pasien ini awalnya didapatkan

Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 2-3, apeks jantung

bergeser ke laterokaudal, corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada

parakardial dan perihiler kanan kiri, hemithoraks kanan tampak lebih suram dari

xxiii

Page 24: Kasbes Radio

kiri, hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior, sinus kostrofrenikus kanan

kiri lancip, tampak multiple lusensi pada soft tissue regio lateral hemithoraks

kanan sampai regio colli kanan kiri, tampak lusensi linier pada os costa 5

posterior, kemudian dilakukan pemasangan WSD lalu dilakukan pemeriksaan

X-Foto Thoraks ulang didapatkan hasil foto perbandingan yaitu masih tampak

terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 3-4. Tampak terpasang WSD

dengan ujung distal pada paravertebra kanan setinggi V.Th 3. Konfigurasi

jantung relatif sama. Masih tampak emphysema subkutis pada regio lateral

hemithorak kanan kiri sampai ke regio colli kanan yang dibandingkan

sebelumnya relatif sama. Corakan vaskuler masih tampak meningkat yang

dibandingkan sebelumnya relatif sama. Masih tampak contusio pulmonum

kanan kiri, yang dibandingkan sebelumnya relatif sama. Tampak luscent

avaskuler pada basal paru kanan dengan pleural line sehingga suspek

pneumotoraks. Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior.

Diambil kesimpulan bahwa pneumothoraks yang terjadi pada pasien ini

kemungkinan akibat setelah pemasangan WSD, dimana pada X-Foto thoraks

yang kedua tampak bayangan lucen avaskuler pada basal paru kanan dengan

pleural line yang mengarah kearah pneumothorax yang mana tidak terdapat pada

X-Foto Thoraks pertama sebelum pemasangan WSD.

BAB V

KESIMPULAN

Page 25: Kasbes Radio

1. Pneumothorax adalah suatu keadaan dimana kavum pleura terisi oleh

udara.

2. Salah satu penyebab pneumothorax adalah akibat tindakan medis

traumatik atau Iatrogenik

3. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang (antara lain dengan X-Foto Thoraks).

4. Pemeriksaan penunjang berupa X-foto Thoraks pada pasien

pneumothoraks memberikan gambaran hiperlusen avaskuler dengan white

pleural line

5. Pneumothorax adalah kegawatdaruratan yang harus segera ditangani.

Untuk itu diperlukan langkah penegakan diagnosis dan penanganan awal

secara cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiyati S (editor).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit

xxv

Page 26: Kasbes Radio

FKUI, 2006.

2. Selby, Colin D. Pneumothorax. An Illustrated Colour Text Respiratory

Medicine. Churchill Livingstone. London. 2002.

3. Gibson, G. John, dkk. Pneumothorax and Bronchopleural Fistula.

Respiratory Medicine. Third Edition. Saunders. London. 2003

4. Light, Richard W., Y.C. Gary Lee. Pneumothorax, Chylothorax,

Hemothorax, and Fibrothorax. Murray and Nadel’s Textbook of

Respiratory Medicine. Edisi keempat. Elsevier Saunders. Philadelphia.

2005.

5. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi keempat. Caroline Wijaya. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 1995

6. Rasad Sjahriar, Kartoleksono Sukonto, Ekayuda Iwan. Radiologi

Diagnostik. Ed. II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

7. Malueka, Rusdy Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka

Cendekia Press Yogyakarta;2008.

8. Fishman P. A., Elias J. A., Fishman J. A., Grippi M. A., Senior R. M.,

Pack A.I. Fishman’s Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United

States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.

9. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon K.. Diagnostic Radiology.

London:Churcill Livingstone.2002