Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
IDENTIFIKASI KEJADIAN DEMAM TYPOID BERDASARKAN
FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN DAN HYGIENE
PERORANGAN DI RSUD KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
DiajukanSebagaiSalah Satu SyaratUntuk MenyelesaikanPendidikanProgram
Studi Diploma IIIKeperawatan Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
MUJIONO
NIM. P00320014030
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. N a m a : Mujiono
2. Tempat / Tanggal Lahir : Kendari, 25 Juli 1995
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Suku / Bangsa : Tolaki/ Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Chairil Anwar Lr. Durian
II. JENJANG PENDIDIKAN
1. SD Negeri 05 Baruga Kendari, Tamat Tahun 2008
2. MTS Pesri Kendari, Tamat Tahun 2011
3. SMKS Kesehatan Kendari, Tamat Tahun 2014
4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2014 Sampai
Sekarang
v
MOTTO
Optimislah, meskipun engkau berada jangan putus asa, karena perubahan itu tak bisa secepat yang engkau harapkan…
beranilah tuk bermimpi dan beranikan diri untuk mewujudkan semua impian karena impian tidak akan tercapai tanpa keberanian
pintu kebahagian terbesar adalah do’a kedua orang tua berusahalah mendapatkan doa itu dengan berbakti kepada mereka berdua agar doa mereka menjadi benteng kuat yang menjagamu…
karya tulis ini ku persembahkan untuk
almamaterku
bangsa dan negaraku
kedua orang tuaku, saudaraku dan keluargaku
doa, nasehat dan keikhlasan kalian
menunjang keberhasilanku…..
vi
ABSTRAK
Mujiono (P00320014030), Identifikasi Kejadian Demam Typoid Berdasarkan
Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD Kota Kendari Tahun
2017, Pembimbing I Hj. Siti Nurhayani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, dan Pembimbing II
Fitri Wijayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep (xii + 53 halaman + 5 tabel + 12 lampiran).
Menurut data WHO (World Health Organization) memperkirakan angka insidensi
di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat
demam typoid mencapai 600,000 dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Di
Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik, insidensinya tercatat 81,7 % per
100,000. Demam tifoid erat kaitannya dengan hygiene perorangan dan sanitasi
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian demam typoid
berdasarkan faktor sanitasi lingkungandan hygiene perorangan di RSUD Kota
Kendari Tahun 2017, Jenis penelitian ini survey deskriptif, dilaksanakan pada tanggal
19 Juli - 31 Juli 2017di Ruang Perawatan RSUD Kota Kendari. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 145 Pasien dengan jumlah responden 59 orang, tehnik
penarikan sampel menggunakan Accidental Sampling, Instrument dalam penelitian ini
lembar quesioner. Hasil penelitian menunjukkan dari 59 responden di Ruangan
Perawatan kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi lingkungan yang
kategori baik 27 orang (45,76 %), dan yang kategori kurang baik 32orang (54,24 %).
Dan kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene perorangan yang kategori
baik 21orang (35,59 %), dan yang kategori kurang baik 38 orang (64,41 %).
Kesimpulan dari penelitian ini Kejadian Demam typoid di ruang perawatan RSUD
Kota Kendari masih dipengaruhi oleh Faktor Saniatasi dan Hygiene Perorangan.Saran
untuk Pegawai Kesehatan RSUD Kota Kendari untuk melaksanakan perencanaan
kesehatan dan keperawatan kepada penderita demam typoid dalam pencegahan
terjadinya demam typoid dan penularannya.
Kata kunci : Demam Typoid, SanitasiLingkungan, Hygiene Perorangan
Daftar Pustaka : 22 (2005 – 2016)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan ALLAH SWT, yang telah
memberikan rahmat-Nya, berupa ilmu, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul“Identifikasi Kejadian Demam
Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD
Kota Kendari. ”.
Proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalananpanjang
dalam penyusunanya yang tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan saran
dari pihak lain. Karena itu sudah sepatutnya penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Direktur RSUD Kota Kendari yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian di ruang perawatan yaitu ruang Lavender dan ruang Mawar
RSUD Kota Kendari.
3. Kepala Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan
izin penelitian.
4. Bapak Muslimin L,A.Kep., S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
5. Ibu Hj. SitiNurhayani., S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing I dan Ibu Fitri
Wijayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing II yang telah membimbing
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep., Ns., MM selaku penguji I, Ibu Asminarsih
Zainal Prio, M.Kep., Sp.Kom selaku penguji II, Ibu Dian Yuniar SR, SKM.,
viii
M.Kep selaku penguji III yang telah memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah.
7. Seluruh dosen pengajar dan staf Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Kendari
8. Kepala Ruangan Lavender dan Mawar RSUD Kota Kendari yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya buat Ayahanda Alm. Alimansyah
dan Ibunda Nurhayati, S.Pd serta keluarga besar yang selalu memberikan
dorongan baik moral maupun materil serta doadan perhatian bagi penulis.
10. Terima kasih kepada sahabat (Dandi, Erik, Farid, Fina, Anna, Chandra, Fingky,
Awal dan Dani) yang selalu memberikan dorongan dan semangat mulai dari awal
sampai akhir penelitian ini.
11. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari
Angkatan 2014yang tidak bisa disebutkan satu persatu baik kakak senior maupun
adik-adik junior yang selalu member arahan dan nasehatdalam penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhirnya penulis menyampaikan maaf atas segala kekurangan yang terdapat
pada penulisan ini, kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Terima kasih.
Kendari, Juli 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ................................................................................... 1
B. RumusanMasalah .............................................................................. 5
C. TujuanPenelitian ............................................................................... 5
1. TujuanUmum .............................................................................. 5
2. TujuanKhusus ............................................................................. 5
D. ManfaatPenelitian ............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTentangDemamTypoid ....................................................... 7
B. TinjauanTentangFaktorSanitasiLingkungan ..................................... 16
C. TinjauanTentangFaktor Hygiene Perorangan ................................... 26
BAB III KERANGKA KONSEP
A. DasarPemikiranPenelitian ................................................................. 31
B. AlurKerangkaPikir ............................................................................ 32
C. VariabelPeneitian .............................................................................. 32
D. DefinisiOperasional........................................................................... 32
BAB IV METODE PENELITIAN
A. JenisPenelitian ................................................................................... 34
B. TempatdanWaktuPenelitian .............................................................. 34
x
C. PopulasidanSampel ........................................................................... 34
D. InstrumenPenelitian........................................................................... 36
E. Jenisdan Cara Pengumpulan data ...................................................... 36
F. Pengolahan Data................................................................................ 37
G. Analisa Data ...................................................................................... 37
H. Penyajian Data .................................................................................. 38
I. EtikaPenelitian .................................................................................. 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .................................................................................................. 39
B. Pembahasan ....................................................................................... 46
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 52
B. Saran .................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari tahun 2017 ..................................... 42
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari tahun 2017 ..................................... 43
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari tahun 2017 ..................................... 44
5.4 Distribusi kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi
lingkungan di Ruang Perawatan RSUD Kota Kendari tahun 2017 .. 44
5.5 Distribusi kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene
perorangan di Ruang Perawatan RSUD Kota Kendari tahun 2017 .. 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 2 Surat Pernyataan Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 3 LembarKuesioner
Lampiran 4 Tabulasi Data Hasil Penelitian
Lampiran 5 Master Tabel HasilPenelitian
Lampiran 6 Surat Pengantar Pengambilan Data dari Ketua Jurusan Keperawatan
Lampiran 7 Surat Izin Pengambilan Data Awal Penelitian dari Kepala UPPM
Politeknik Kesehatan Kendari
Lampiran 8 Surat Pengantar Izin Penelitian Dari Ketua Jurusan Keperawatan
Lampiran 9 Surat Permohonan Izin penelitian dari Kepala UPPM Politeknik
Kesehatan Kendari
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Kepala BALITBANG PROVINSI SULTRA
Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Meneliti dari Kabid Keperawatan RSUD
Abunawas Kota Kendari
Lampiran 12 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 13 Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan bentuk perwujudan dari
upaya pelayanan kesehatan dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat. Bahwa
kemajuan suatu bangsa dapat diukur melalui status kesehatan yang dapat
dipengaruhi empat determinant utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan herediter (Depkes. RI, 2009).
Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan dan semakin
meningkatnya kemiskinan di masyarakat, memudahkan terjadinya penyakit
saluran cerna salah satunya adalah penyakit typhus abdominalis, hal ini didukung
oleh sanitasi lingkungan yang buruk, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
yang masih kurang serta pola hidup yang tidak teratur ditunjang oleh kebiasaan-
kebiasaan yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Kandun, 2006).
Typhus abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah
Salmonella Typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan
tidak berspora. (Ngastiyah, 2005 : 236)
Menurut data WHO (World Health Organization) memperkirakan angka
insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian
akibat demam typoid mencapai 600,000 dan 70% kematiannya terjadi di Asia.
Di Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik. Menurut WHO (dalam
2
Kurniasih 2016) penderita dengan demam typhoid di Indonesia tercatat 81,7
% per 100,000. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 penderita
demam tifoid dan paratifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081
kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2010).
Demam typhoid ditemukan di masyarakat Indonesia, yang masih tinggal di
kota maupun desa. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas perilaku
hidup bersih dan sehat, sanitasi lingkungan yang kurang baik. Selain masalah
diatas ada beberapa masalah lain yang akan turut menambah besaran
masalah penyakit demam typhoid di Indonesia di antaranya adalah angka
kemiskinan di kota dan desa Indonesia yang mencapai 11,66% yaitu sekitar
28.594.060 orang (Kurniasih, 2016)
Menurut Prof. DR. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, SpA(K) dalam media
informasi obat dan penyakit, mengatakan bahwa angka kejadian demam tifoid
(typhoid fever) diketahui lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang di
daerah tropis, sehingga tak heran jika demam tifoid atau tifus abdominalis banyak
ditemukan di negara kita. Di Indonesia sendiri, demam tifoid masih merupakan
penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Demam tifoid
erat kaitannya dengan Higiene Perorangan dan Sanitasi Lingkungan.
Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa
kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun setelah buang air besar dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan. Peningkatan higiene perorangan adalah salah satu dari program
3
pencegahan yakni perlindungan diri terhadap penularan tifoid (Depkes RI, 2006:
49).
Sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk
memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi
kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia Bahaya
terhadap kesehatan yang dapat ditimbukan oleh pembuangan kotoran yang tidak
baik adalah timbulnya polusi tanah, polusi air, kontaminasi makanan dan
berkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan adalah tifoid,
paratiroid, disentri, diare, kolera, hepatitis virus, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal serta infestasi parasit lainnya. (Chandra, 2009: 52)
Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan
desain case control , mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,
mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas
air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena
penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak
tercemar berat coliform (OR=6,4) .
Tantangan yang dihadapi dalam program pengendalian tifoid di Indonesia
dalam mencegah dan menurunkan angka kesakitan tifoid, yaitu: 1) Meningkatnya
kasus-kasus karier atau relaps dan resistensi 2) Vaksinasi tifoid belum merupakan
program imunisasi nasional di Indonesia; 3) Masih rendahnya akses keluarga
terhadap air bersih; 4) Rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
masyarakat dan terbatasnya ketersediaan sanitasi yang baik; 5) Masih tingginya
4
angka kemiskinan; 6) Banyaknya tempat-tempat penjualan makanan yang belum
memenuhi syarat kesehatan; dan 7) Meningkatnya arus transportasi dan
perjalanan penduduk dengan berbagai tujuan dari satu daerah/ negara ke daerah/
negara lain, sehingga membawa konsekuensi meningkatkan risiko penularan
tifoid sekaligus mempersulit upaya pengendaliannya. (Purba, 2016)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara angka
kejadian kasus Demam typoid di Sulawei Tenggara Tahun 2016 sebanyak 4.644
kasus yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota dengan prevalensi yang
berbeda-beda di setiap tempat. Prevalensi Demam typoid di Kota Kendari
menempati urutan pertama di Sulawesi Tenggara dengan angka kejadian kasus
sebanyak 1.311 atau 28,22 %. Untuk seluruh wilayah di Kota Kendari kasus
demam typoid menempati 10 besar penyakit terbanyak dengan peringkat ke- 7.
Berdasarkan data yang penulis temukan dari rekam medik RSUD Kota
Kendari pada tahun 2015, jumlah pasien demam typoid yang dirawat sebanyak
146 pasien dan pada tahun 2016, jumlah pasien demam typoid yang dirawat
sebanyak 145 pasien dan menempati peringkat ke-7 dalam 10 besar penyakit
terbanyak yang dirawat di RSUD Kota Kendari.
Hasil wawancara awal pada penderita yang pernah mengalami demam tifoid
di ruangan keperawatan dan poli umum RSUD Kota Kendari rata-rata penderita
mengatakan sebelum sakit kurang memperhatikan kebersihan diri mereka sendiri,
seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar, tidak mencuci tangan
sebelum makan dan sering makan di luar rumah
5
Dari berbagai fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
dalam mengenai kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi lingkungan
dan hygiene perorangan, sehingga penulis tertarik meneliti tentang ”Identifikasi
Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene
Perorangan di RSUD Kota Kendari Tahun 2017
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Kejadian Demam
Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan di
RSUD Kota Kendari Tahun 2017 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi
Lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD Kota Kendari Tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi
lingkungan di RSUD Kota Kendari
b. Mengetahui kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene
perorangan di RSUD Kota Kendari
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Untuk RSUD Kota Kendari sebagai bahan masukan dan pertimbangan
untuk melaksanakan perencanaan kesehatan dan keperawatan kepada
penderita demam typoid dalam pencegahan terjadinya demam typoid dan
penularannya.
b. Untuk peneliti sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pengalaman
dalam melakukan penelitian.
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk Institusi Poltekkes Kemenkes Kendari sebagai tambahan
kepustakaan dan sebagai bahan tambahan informasi tentang Kejadian
Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi lingkungan dan Hygiene
Perorangan di RSUD Kota Kendari Tahun 2017.
b. Untuk masyarakat sebagai bahan informasi tentang Kejadian Demam
Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi lingkungan dan Hygiene Perorangan
di RSUD Kota Kendari Tahun 2017.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Demam Typoid
1. Pengertian
Tifus abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Ngastiyah, 2005 : 236)
Demam typoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2008 : 46)
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Thyposa/
Eberthela typhosa yang merupakan kuman gram negatif, motif dan tidak
menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70º C
ataupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya
menyerang manusia. Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar)
Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil
Antigen V1= Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman Dan
melindungi antigen O terhadap fagositosi
8
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
typhosa juga dapat memperoleh plasmid faktor –R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic. Ada 3 spesis utama, yaitu : Salmonella
typhosa (satu serotype), Salmonella choleraesius (satu serotype), Salmonella
enteretides (lebih dari 1500 serotipe). (Rampengan, 2008: 47)
3. Epidemiologi
Demam typoid dijumpai cosmopolitan, saat ini terutama ditemukan di
Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta
kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat.
4. Patologi
Kuman salmonella typoid masuk bersama makakan dan minuma, setelah
berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus
halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat ke pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial
system (RES) terutama hati dan limpa. Ditempat ini, kuman di fagosit oleh
sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit tidak berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5-9 hari, kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman
masuk kedalam organ tubuh terutama limfa, kandung empedu yang
selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke
rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus halus. Dalam masa
9
bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama
dengan antigen somatic (lipopolisakarida ), yang semula diduga bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.
Demam typoid disebabkan oleh salmonella typhosa dan endotoksinnya
yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan
yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah memengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam. (Rampengan, 2008: 48-49)
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengam penderita dewasa. Bila hanya berpegang
pada gejala dan tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis
demam typhoid pada anak , terutama pada penderita yang lebih mudah, seperti
pada typoid congenital ataupun typoid pada bayi
Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi
terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi
mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/
status gizi serta status imunologis penderita
Walaupun gejala demam typoid pada anak lebih bervariasi , secara garis
besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan, demam satu minggu
atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
(Rampengan, 2008: 50)
10
6. Diagnosis
Menegakkan diagnosis demam typoid pada anak merupakan hal yang
tidak mudah, mengingat gejala dan tanda klinis yang tidak khas, terutama
pada penderita dibawah 5 tahun.
Pada anak di atas 5 tahunatau dengan bertambahnya umur, lebih mudah
menegakkan diagnosis mengingat dengan makin bertambahnya umur, gejala
serta tanda klinis demam typoid hampir menyerupai penderita dewasa, seperti
demam 1 minggu atau lebih, lidah typoid, pembesaran limfa, hati dapat
disertai diare maupun konstipasi.
Masalah lain dalam menegakkan diagnosis demam typoid pada daerah
yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologi ataupun
serologis sehingga diagnosis praduga demam tifoid ditegakkan atas dasar
gejala dan tanda klinis yang ada. Mengingat hal ini, ketajaman pengenalan
gejala serta tanda klinis sangatlah penting. Untuk memastikan diagnosis
dibutuhkan pemeriksaan bakteriologis dan serulogis
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella Typhosa pada
salah satu biakan darah, feses, urine, sumsung tulang ataupun cairan
duodenum. Waktu pengambilan sampel sangat menetukan keberhasilan
pemeriksaan bakteriologis tersebut. Misalnya biakan darah biasanya
positif pada minggu pertama perjalanan penyakit, biakan feses dan urine
positif biasanya pada minggu kedua dan ketiga, biakan sumsum tulang
paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan ataupun
11
pemberian antibiotika sebelumnya. Kemungkinan ditemukan biakan yang
positif pada sumsum tulang (84%), pada darah (44%), feses (65%), cairan
duodenum (42%).
Hasil pemeriksaan biakan positif dari sampel darah penderita
digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil pemeriksaan
biakan negative dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urine
digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum
atau karier
b. Pemeriksaan Serulogis
Sampai saat ini tes Widal merupakan reaksi serulogis yang digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosis Demam tifoid. Dasar tes Widal
adalah reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella Typhosa dan antibody
yang terdapat dalam serum penderita
Ada 2 metode yang sampai saat ini dikenal, yaitu :
1. Widal cara tabung (Konvesional)
2. Salmonella Slide Test (Cara Slide)
Sampai saat ini, tidak ada kepustakaan yang menyebutkan nilai titer
Widal yang absolut untuk memastikan diagnosis demam tifoid. Nilai
sensitifitas, spesifisitas serta ramal reaksi Widal sangat bervariasi dari satu
laboratorium dengan laboratorium lainnya.
Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, tes Widal sebaiknya tidak
hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu seri pemeriksaan,
12
kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati nilai standar setempat.
Beberapa factor yang mempengaruhi reaksi Widal antara lain :
1) Faktor Penderita
Factor penderita meliputi :
a. Saat pemeriksaan perjalanan penyakit
b. Pengobatan dini dengan antibiotika
c. Keadaan umum gizi penderita
d. Penyakit tertentu yang menghambat pembentukan antibodi :
agama, globulinemia, leukemia, tumor
e. Pemakaian obat imunosupresif dan kortikosteroid
f. Vaksinasi
g. Infeksi subklinis
h. Reaksi anamnestik
2) Factor teknis
Factor teknis meliputi :
a. Reaksi silang
b. Konsentrasi suspensi antigen
c. Strain salmonella yang dipakai untuk suspensi antigen
(Rampengan, 2008: 52-54)
7. Komplikasi
Komplikasi pada usus halus :
a. Perdarahan Usus
b. Perforasi
13
c. Peritonitis
Komplikasi di luar usus halus :
a. Bronchitis
b. Bronkopneumonia
c. Ensefalopati
d. Kolesistitis
e. Meningitis
f. Miokarditis
g. Karier kronik (Rampengan, 2008: 55-56)
8. Penatalaksanaan
Penderita yang dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus
dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar
ada 3 bagian, yaitu: Perawatan, Diet, dan Obat-obatan
a. Perawatan
Penderita demam tifoid perlu di rumah sakit untuk isolasi, observasi
serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi
tidak harus tirah baring sempurnah seperti pada perawatan demam tifoid
di masa lalu. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan
kondisi penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus
di observasi agar tidak terjadi aspirasi. Tanda komplikasi demam tifoid
yang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar juga perlu
mendapat perhatian
14
Mengenai lamanya perawatan dirumah sakit, sampai saat ini sangat
bervariasi dan tidak ada keseragaman. Hal ini sangat bergantung pada
kondisi penderita serta adanya komplikasi selama penyakitnya berjalan .
b. Diet
Dimasa Lalu, penderita diberi diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat
kekambuhan penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian,
karena tidak sesuai dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum
dan gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi
semakin lama.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun
kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan
kebutuhan baik kalori, protein, eletrolit, vitamin, maupun mineral, serta
diusahakan makanan yang rendah /bebas selulosa, dan menghindari
makanan yang sifatnya iriatif. Pada penderita dengan gangguan
kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
Pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan,
seperti dapat menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di
rumah sakit lebih diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin,
dalam serum serum dan dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi
lain selama perawatan.
15
c. Obat-obatan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian
yang tinggi sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-15%). Sejak
adanya obat antimikroba terutama kloramfenikol angka kematian
menurun secara drastis (1-4%)
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :
a) Kloramfenikol
b) Tiamfenikol
c) Kotrimoksasol
d) Ampisilin
e) Amoksilin
f) Seftriakson
g) Sefotaksim
h) Siproprolaksin (Usia >10 tahun). (Rampengan, 2008: 58-59)
9. Pencegahan
Usaha pencegahan dapat dibagi atas:
a. Usaha terhadap lingkungan hidup:
a) Penyediaan air minumyang memenuhi syarat
b) Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c) Pemberantasan lalat
d) Pengawasan terhadap penjual makanan
b. Usaha terhadap manusia :
a) Imunisasi
16
b) Vaksin yang digunakan adalah vaksin yang dibuat dari Salmonella
Typhosa yang dimatikan, vaksin yang dibuat dari strain Salmonella
yang dilemahkan (Ty 21a), vaksin polisakarida kapsular Vi(Thphi Vi)
c) Menemukan dan mengobati karier
d) Pendidikan kesehatan masyarakat. (Rampengan, 2008: 62)
B. Tinjauan Tentang Faktor Sanitasi Lingkungan
1. Definisi
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit tersebut (Hiasinta A, 2001: 2). Menurut WHO, sanitasi lingkungan
adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang
mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi
perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia (Sri Winarsih,
2008: 1).
Sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk
memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi
kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk penyehatan lingkungan fisik antara
lain penyediaan air bersih, mencegah terjadinya pencemaran udara, air dan
tanah serta memutuskan rantai penularan penyakit infeksi dan lain-lain yang
dapat membahayakan serta menimbulkan kesakitan pada manusia atau
masyarakat.
17
2. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian Demam
Typoid
a. Sarana Air Bersih
1) Pengertian
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, ¾
bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan
hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Tubuh orang dewasa sekitar
55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan
untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan
air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut,
yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu,
untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 152).
Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, perhatian
air dikaitkan sebagai faktor perpindahan atau penularan penyebab
penyakit. Air membawa penyebab penyakit dari kotoran (feces)
penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan, susu
dan minuman. Air juga berperan untuk membawa penyebab penyakit
infeksi yang biasanya ditularkan melalui air yaitu typus abdominalis.
Manusia menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci,
18
kakus, produksi pangan, papan, dan sandang. Mengingat bahwa
berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat
manusia memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air bersih
bagi masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan air (Juli Soemirat,
2006: 108).
Setiap rumah tangga harus memiliki persediaan air bersih dalam
jumlah cukup, meskipun kebutuhan air bersih setiap rumah tangga
berbeda-beda. Di daerah yang padat penduduknya, kebutuhan sumber air
bersih tentu saja semakin banyak. Kebutuhan air bersih yang berasal dari
jenis sarana yang dianggap memenuhi persyaratan antara lain melalui
sistem perpipaan, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan
terlindung. Namun demikian untuk menjamin tersedianya air bersih
yang berkualitas secara berkala Departemen Kesehatan melakukan
pemantauan terhadap kualitas sampel air minum dari PDAM maupun air
bersih dari jenis sarana lainnya yang dilaksanakan secara berkala (Aliya
D.R, 2008: 5).
Di daerah endemik, air yang tercemar merupakan penyebab utama
penularan penyakit demam tifoid (Widoyono, 2011: 43). Sarana air
bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih bagi
penghuni rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari
sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Apabila
sarana air bersih dibuat memenuhi syarat teknis kesehatan diharapkan
tidak ada lagi pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang
19
diperoleh menjadi baik. Persyaratan kesehatan sarana air bersih sebagai
berikut:
1. Sumur Gali (SGL) : jarak sumur gali dari sumber pencemar minimal
11 meter, lantai harus kedap air, tidak retak atau bocor, mudah
dibersihkan, tidak tergenang, air, tinggi bibir sumur minimal 80 cm
dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan kedap air, dibuat tutup
yang mudah dibuat.
2. Sumur Pompa Tangan (SPT) : sumur pompa berjarak minimal 11
meter dari sumber pencemar, lantai harus kedap air minimal 1 meter
dari sumur, lantai tidak retak atau bocor, SPAL harus kedap air,
panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11 meter, dudukan
pompa harus kuat Penampungan Air Hujan (PAH) : talang air yang
masuk ke bak PAH harus dipindahkan atau dialihkan agar air hujan
pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak.
3. Perlindungan Mata Air (PMA) : sumber air harus pada mata air,
bukan pada saluran air yang berasal dari mata air tersebut yang
kemungkinan tercemar, lokasi harus berjarak minimal 11 meter dari
sumber pencemar, atap dan bangunan rapat air serta di sekeliling
bangunan dibuat saluarn air hujan yang arahnya keluar bangunan,
pipa peluap dilengkapi dengan kawat kaca. Lantai bak harus rapat air
dan mudah dibersihkan,
4. Perpipaan : pipa yang digunakan harus kuat tidak mudah pecah,
jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor, bak penampungan
20
harus rapat air dan tidak dapat dicemari oleh sumber pencemar,
pengambilan air harus memalui kran (Lud Waluyo, 2009: 137).
2) Standar Kualitas Air Bersih
Dinegara maju, standar lebih ditekankan pada standar kimia, sedangkan
dinegara berkembang lebih ditekankan pada standar biologis. Di
Indonesia, Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Syarat Fisik : tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh
2. Syarat Kimia : Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung
racun , Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan , Cukup
yodium, pH air antara 6,5 – 9,2, Kadar besi maksimum yang
diperbolehkan 1,0 mg/ l,
3. Syarat Mikrobiologis : Tidak mengandung kuman-kuman penyakit
seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit
(Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990)
Sarana air bersih merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian demam tifoid. Prinsip penularan
demam typhoid adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal dari tinja atau
urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit)
yang masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan. Pemakaian air
minum yang tercemar kuman secara massal sering bertanggung jawab
terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).Di daerah endemik, air
21
yang tercemar merupakan penyebab utama penularanpenyakit demam
tifoid (Widoyono, 2011: 43).
b. Sarana Pembuangan Tinja dan Urine
Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kedua jenis kotoran manusia
ini menyebabkan masalah yang sangat penting.. Pembuangan tinja secara
layak merupakan kebutuhan kesehatan yang diutamakan. Pembuangan tinja
yang tidak baik dan sembarangan akan dapat menimbulkan kontaminasi
pada air, tanah atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya
bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong Water borne diseases akan
mudah berjangkit. (Chandra, 2009: 52)
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbukan oleh pembuangan
kotoran yang tidak baik adalah timbulnya polusi tanah, polusi air,
kontaminasi makanan dan berkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit yang
dapat ditimbulkan adalah tifoid, paratiroid, disentri, diare, kolera, hepatitis
virus, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal serta infestasi parasit
lainnya. Penyakit-penyakit ini tidak hanya menjadi menimbulkan masalah
pada angka kesakitan, mortalitas, dan harapan hidup tetapi juga merupakan
penghalang tercapainya kemajuan dalam bidang social dan ekonomi.
(Chandra, 2009: 52)
Sarana pembuangan tinja yaitu tempat yang biasa digunakan untuk
buang air besar, berupa jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang
mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat
jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit
22
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis-jenis jamban
yang digunakan :
a) Jamban Cemplung
Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi
menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran
kedasar lubang.
b) Jamban Tangki Septik/Leher Angsa
Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa
tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian
atau dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapan
(Atikah Proverawati, 2012: 75). Pembuatan jamban atau kakus
merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan
membuat lingkungan tempat hidup yang sehat (Sri Winarsih, 2008: 41).
Menurut Atikah Proverasari (2012: 78), jamban sehat adalah jamban
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tidak mencemari sumber air bersih (jarak antara sumber air bersih
dengan lubang penampungan minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
4. Tidak mencemari tanah disekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
23
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9. Tersedia air, sabun dan alat pembersih.
Dalam perencanaan pembuatan jamban, perhatian harus diberikan pada
upaya pencegahan keberadaan vektor perantara penyakit demam tifoid
yaitu pencegahan perkembang biakan lalat. Peranan lalat dalam
penularan penyakit melalui tinja (fekal-borne diseases) sangat besar.
Lalat rumah selain senang menempatkan telurnya pada kotoran kuda
atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran
manusia yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami
penguraian. Jamban yang paling baik adalah jamban yang tinjanya
segera digelontorkan ke dalam lubang atau tangki dibawah tanah.
Disamping itu, semua bagian yang terbuka ke arah tinja, termasuk
tempat duduk atau tempat jongkok, harus dijaga selalu bersih dan
tertutup bila tidak digunakan (Soeparman dan Suparmin, 2002: 51).
Pengelolaan kotoran manusia yang tidak memenuhi syarat dapat
menjadi sumber penularan penyakit yang mengancam kesehatan
masyarakat banyak. Oleh karena itu kotoran manusia perlu ditangani
dengan seksama (Depkes RI, 2006: 184).
c) Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah adalah sisa air yang di buang yang berasal dari rumah
tangga, industri dan pada umumya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung didalam air limbah,
maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan
24
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran penyakit (Notoadmodjo, 2003).
Keadaan saluran pembuangan air limbah yang tidak mengalir lancar,
dengan bentuk SPAL yang tidak tertutup dibanyak tempat sehingga air
limbah menggenang ditempat terbuka berpotensi sebagai tempat
berkembang biak vektor dan bernilai negatif dari aspek estetika (Soejadi,
2003).
Air limbah tidak mengandung ekskreta manusia dan dapat berasal dari
buangan kamar mandi, dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin
mengandung mikroorganisme pathogen. (Chandra, 2009: 52)
d) Sarana Pembuangan Sampah
Sampah ialah suatu bahan atau benda yang terjadi karena berhubungan
dengan aktifitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan
dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh
manusia (Kusnoputranto, 2000).
Penanganan sampah yang tidak baik dapat menimbulkan pencemaran
sebagai berikut (Hadiwiyoto, 1983):
1. Sampah dapat menimbulkan pencemaran pada udara, akibat gas-gas
yang terjadi dari penguraian sampah terutama menimbulkan bau yang
tidak sedap. Selain itu sampah mengakibatkan mengganggu penglihatan
yaitu suatu area yang kotor yang mencemari rasa estetika.
2. Tumpukan sampah yang menggunung dapat menimbulkan kondisi
lingkungan fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan dengan kondisi
25
lingkungan normal. Pada umumnya hal tersebut menimbulkan kenaikan
suhu dan perubahan pH menjadi asam atau basa. Kondisi ini
mengakibatkan terganggunya kehidupan manusia dan makhluk lain di
lingkungan sekitarnya.
3. Kadar oksigen di area pembuangan sampah menjadi berkurang akibat
proses penguraian sampah menjadi senyawa lain yang memerlukan
oksigen yang diambil dari udara sekitarnya. Berkurangnya oksigen di
daerah pembuangan sampah menyebabkan gangguan terhadap makhluk
sekitarnya.
4. Dalam proses penguraian sampah dihasilkan gas-gas yang dapat
membahayakan kesehatan, berupa gas-gas yang beracun dan dapat
mematikan.
5. Sampah sangat berpotensi menjadi sumber penyakit yang berasal dari
bakteri patogen dari sampah sendiri serta dapat ditularkan oleh lalat,
tikus, anjing dan binatang lainnya yang senang tinggal di areal
tumpukan sampah.
Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup.
2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan
bagian dalam rata dan dilengkapi dengan penutup.
3. Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau 2/3 bagian telah
terisi penuh.
26
4. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan
sertiap kegiatan. Tempat sampah harus disediakan minimal 1 buah untuk
setiap radius 10 meter, dan tiap jarak 20 meter pada ruang terbuka dan
tunggu.
5. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah
dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak dilokasi yang
terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan
sekurang-kurangnya 3 x 24 jam.
e) Pencemaran Udara
Polusi Udara atau pencemaran udara adalah masuknya komponen lain
ke dalam udara baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak
langsung maupun proses alam sehingga kualitas udara turun sampai
ketingkat tertentu yang dapat menyebabkan lingkungan menjadi kurang
baik. (Chandra, 2009: 52)
C. Tinjauan Tentang Faktor Hygiene Perorangan
1. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 562), higiene diartikan
sebagai ilmu yg berkenaan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk
mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Personal hygiene berasal dari
bahasa Yunani yaitu personal artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.
Higiene perorangan adalah tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah,
2006:78).
27
Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa
kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan. Peningkatan higiene perorangan adalah salah satu dari program
pencegahan yakni perlindungan diri terhadap penularan tifoid (Depkes RI,
2006: 49).
2. Faktor Higiene Perorangan yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid
a. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air Besar
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau
virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh
karenanya kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat
prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan (Siti Fathonah,
2005: 12).]
Kegiatan mencuci tangan sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji
makanan di restoran, atau warung serta orang-orang yang merawat dan
mengasuh anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urine atau dubur
sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci pakai sabun dan kalau
dapat disikat (Depkes RI, 2007: 49). Pencucian dengan sabun sebagai
pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan
menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme
(Siti Fathonah, 2005: 12).
28
b. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan
Kebersihan tangan sangatlah penting bagi setiap orang. Kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan harus dibiasakan. Pada umumnya ada
keengganan untuk mencuci tangan sebelum mengerjakan sesuatu karena
dirasakan memakan waktu, apalagi letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan
mencuci tangan, sangat membantu dalam mencegah penularan bakteri dari
tangan kepada makanan (Depkes RI,2006: 208). Budaya cuci tangan yang
benar adalah kegiatan terpenting. Setiap tangan yang dipergunakan untuk
memegang makanan, maka tangan harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci
karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel
ditempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh.
Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian
kontaminasi dan KLB (Arisman, 2008: 175).
Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:
1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu
harus sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang
berbentuk cairan.
2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.
3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari
dan kuku.
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain.
29
6. Gunakan tisu /handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air
(Atikah Proverawati, 2012: 73).
Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari tangan atau
kuku. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan sebelum makan maka kuman Salmonella typhi dapat
masuk ke tubuh orang sehat melalui mulut, selanjutnya orang sehat akan
menjadi sakit (Akhsin Zulkoni, 2010: 43).
c. Kebiasaan Makan di Luar Rumah
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella
thyphi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan
minuman yang mereka konsumsi. Penularan tifus dapat terjadi dimana saja
dan kapan saja, biasanya terjadi melalui konsumsi makanan di luar rumah
atau di tempat-tempat umum, apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi kurang bersih. Dapat juga disebabkan karena makanan tersebut
disajikan oleh seorang penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang
menjaga kebersihan saat memasak. Seseorang dapat membawa kuman tifus
dalam saluran pencernaannya tanpa sakit, ini yang disebut dengan penderita
laten. Penderita ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang,
apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang
seperti tukang masak di restoran (Addin A, 2009: 104).
30
d. Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan Mentah yang Akan Dimakan Langsung
Di beberapa negara penularan tifoid terjadi karena mengkonsumsi
kerangkerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayuran
mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia (Dinkes Prov Jateng, 2006:
100). Bahan mentah yang hendak dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu
misalnya sayuran untuk lalapan, hendaknya dicuci bersih dibawah air
mengalir untuk mencegah bahaya pencemaran oleh bakteri, telur bahkan
pestisida (Anies, 2006: 97).
Buah dan sayuran segar merupakan satu-satunya kelompok makanan
yang sekaligus memiliki kadar air tinggi, nutrisi dan pembentukan sifat
basa. Oleh sebab itu, porsi sayuran dan buah-buahan segar sebaiknya
menempati persentase 60-70% dari seluruh menu dalam satu hari. Namun,
pada kombinasi makanan serasi sudah banyak terbukti bahwa buah-buahan
tidak pernah menimbulkan masalah jika cara mengkonsumsinya benar yaitu
dengan dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi
pestisida (Andang Gunawan, 2001: 68- 70). Buah dan sayur dapat
terkontaminasi oleh Salmonella typhi, karena buah dan sayur kemungkinan
dipupuk menggunakan kotoran manusia (James Chin, 2006: 647).
31
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Penelitian
Demam typoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella
Typhosa dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir
selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sampai saat
ini, demam typoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh
Sanitasi lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak
memenuhi syarat, hygiene perorangan serta tingkat social ekonomi dan tingkat
pendidikan masyarakat yang kurang. (Rampengan, 2006 : 46)
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit tersebut (Hiasinta A, 2001: 2).
Higiene perorangan adalah tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006:78).
32
B. Alur Kerangka Pikir Penelitian
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah :
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah Kejadian demam typoid berdasarkan
faktor sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan di RSUD Kota Kendari
D. Definisi Operasional dan Keriteria Objektif
1. Demam typoid yang dimaksud dalam penelitian ini adalah infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh Salmonella Typhosa yang terdiagnosa oleh dokter.
2. Sanitasi Lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara dan
usaha individu atau masyarakat untuk memantau dan mengendalikan
lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat
mengancam kelangsungan hidup manusia. Meliputi sarana air bersih, sarana
pembuangan tinja dan urine, sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan
Kejadian Demam Typoid
2. Hygiene Perorangan
1. Sanitasi Lingkungan
33
sarana pembuangan sampah, Pengukuran tingkat sanitasi lingkungan diukur
dengan 10 pertanyaan jika jawaban benar nilai (1) dan jawaban salah nilai (0)
Keriteria obyektif :
a. Baik : Bila skor responden ≥ 60 %
b. Kurang Baik : Bila skor responden < 60 %
(Arikunto, 2006 : 344)
3. Hygiene Perorangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis. Meliputi kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
besar, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, kebiasaan
makan diluar rumah, dan kebiasan mencuci bahan makanan mentah yang akan
dimakan langsung. Pengukuran tingkat hygiene perorangan diukur dengan 10
pertanyaan jika jawaban benar nilai (1) dan jawaban salah nilai (0)
Keriteria obyektif :
c. Baik : Bila skor responden ≥ 60 %
d. Kurang Baik : Bila skor responden < 60 %
(Arikunto, 2006 : 344)
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kejadian
demam typoid berdasarkan faktor sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan di
RSUD Kota Kendari Tahun 2017.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 19 Juli – 31 Juli 2017
2. Tempat
Penelitian dilaksanakan di Ruang Perawatan Lavender dan Mawar RSUD
Kota Kendari
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Hidayat (2007) Populasi merupakan seluruh subjek atau objek
dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua penderita demam typoid di Ruang Perawatan RSUD Kota
Kendari tahun 2016 bulan Januari – Desember yang berjumlah 145 pasien
2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2012), sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili. Dalam mengambil
35
sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga
sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya.
Untuk menentukan sampel pada penelitian ini maka digunakan teori
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2012), dengan rumus sebagai berikut:
n = 𝑁
1+𝑁(𝑑)2
Keterangan:
N : Besar Populasi (Perawat di Ruang Penelitian)
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan / ketepatan 0,1 (10%) atau 0,05 (5%)
Dengan menggunakan rumus diatas dapat diambil jumlah sampel
sebagai berikut:
n = 𝑁
1+𝑁(𝑑)2
n = 145
1+145(0,1)2
n = 145
1+145(0,01)
n = 145
1+1,45
n = 145
2,45
n = 59,18 di bulatkan menjadi 59 orang
Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 59 orang
pasien yang menderita penyakit demam typoid diruang perawatan dan ruang
poli umum RSUD Kota Kendari.
36
Menurut Riyanto (2010) Tehnik sampling adalah tehnik pengambilan
sampel dari populasi. Penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Accidental
sampling, merupakan cara pengambilan sampel dengan mengambil responden
atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia di tempat penelitian.
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner yang dibuat dengan mengacu
pada kerangka konsep, berisi pertanyaan tentang sanitasi lingkungan dan hygiene
perorangan dengan kejadian demam typoid di Ruang Keperawatan Dan Poli
Umum RSUD Kota Kendari.
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
dengan menggunakan quesioner yang telah dibuat oleh peneliti yang
meliputi data tentang sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta
data demografi responden.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data dokumentasi atau
rekam medik tentang jumlah penderita demam typoid di RSUD Kota
Kendari.
2. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
memberikan lembar permohonan menjadi responden, lembar persetujuan
37
menjadi responden dan lembar quesioner pada pasien yang menderita demam
typoid di Ruang Keperawatan RSUD Kota Kendari
F. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari responden diolah dengan langkah-
langkah sebagai berikut:.
a. Editing
Seleksi data (editing) merupakan proses pemeriksaan data di lapangan
sehingga dapat menghasilkan data yang akurat untuk pengelolaan data
selanjutnya.
b. Coding
Pemberian kode (coding) yaitu memberikan kode pada setiap data
sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.
c. Skoring
Memberikan score pada data yang sudah didapatkan dari responden.
d. Tabulation
Pengelolaan data (tabulation) yaitu menyusun dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi setelah dilakukan perhitungan data secara manual.
G. Analisa Data
Untuk mendapatkan persentase hasil dari setiap responden sebagai objek
penelitian maka digunakan rumus sebagai berikut
X =𝑓
𝑛𝑥 𝐾
Keterangan :
38
X = Nilai persentase yang diperoleh
f = Frekuensi variabel yang diamati
n = Jumlah sampel penelitian
K = Konstanta (100%) (Arikunto, 2006)
H. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi yang kemudian dinarasikan secara deskriptif (memaparkan) variabel
yang telah diteliti.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan
izin kepada instansi tempat penelitian dengan menekankan masalah etika
penelitian yang meliputi:
1. Informed consent, lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang
akan diteliti yang telah memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian dan
manfaat penelitian.
2. Anonymity,(tanpa nama) untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality, kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
39
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
RSUD Kota Kendari terletak di Kota Kendari, tepatnya di jalan
Brigjen Z.A. Sugianto No. 39 Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu
dengan luas lahan ±13.000 m2 dengan batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandonga.
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Poasia.
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Mokoau.
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wua – Wua.
b. Sejarah Perkembangan RSUD Kota Kendari
Sebelum menempati gedung baru saat ini, RSUD Kota Kendari
berkedudukan di Kelurahan Kandai Kecamatan Kendari dengan luas lahan
3.527 m2 dan luas bangunan 1.800 m2 yang merupakan gedung
peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927
dan telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu :
1) Dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1927.
2) Dilakukan rehabilitasi oleh pemerintahan Jepang (1942-1945).
3) Menjadi Rumah Sakit Tentara (1945-1960).
4) Menjadi RSU Kabupaten Kendari (1960-1989).
5) Menjadi Puskesmas Gunung Jati (1989-2002).
40
6) Diresmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota Kendari
oleh Walikota Kendari pada tanggal 23 Januari 2003.
7) Pada tahun 2008, oleh pemerintah Kota Kendari dilakukan pembebasan
lahan seluas 13.000 m2 untuk relokasi rumah sakit dengan rencana
pembangunan bertahap dengan sumber anggaran APBD, TP, DAK dan
DPPIPD.
8) Pada tanggal 4 Desember 2011 RSUD Abunawas Kota Kendari resmi
menempati gedung baru yang terletak di jalan Brigjen Z.A. Sugianto
No.39 Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu.
9) Pada tanggal 12-14 Desember 2012 telah divisitasi oleh Tim Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan berhasil terakreditasi penuh
dengan 5 pelayanan (Administrasi dan Manajemen, Rekam Medik,
Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Medik dan IGD).
c. Sarana dan Prasarana
Sarana gedung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Ruangan
Rawat Inap Yaitu Ruang Lavender (Ruang Penyakit Dalam), Ruang
Mawar (Ruang Anak) dan Poli Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari.
.
41
d. Status
RSUD Kota Kendari merupakan rumah sakit umum milik
pemerintah Kota Kendari. Rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit tipe C
dengan kapasitas tempat tidur 143 buah, menyelenggarakan pelayanan
pencegahan, pemeliharaan dan rehabilitasi secara komprehensif, bermutu
dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Untuk itu, RSUD Kota
Kendari semakin berbenah seiring dengan perkembangan zaman untuk
dikembangkan terus secara fisik, peralatan dan sumber daya manusia serta
menajemen yang bermutu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
e. Visi dan Misi
1) Visi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Rumah Sakit Pilihan Masyarakat
2) Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
a) Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan menciptakan
pelayanan yang bermutu, cepat, tepat serta terjangkau oleh
masyarakat.
b) Mendorong masyarakat untuk memamfaatkan RSUD Kota
Kendari menjadi RS mitra keluarga
c) Meningkatkan SDM, sarana dan prasarana medis serta non medis
serta penunjang medis, agar tercipta kondisi yang aman dan
nyaman bagi petugas, pasien dan keluarganya serta masyarakat
pada umumnya.
42
f. Motto dan Tugas Pokok
1) Motto Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Senyum, Salam, Sapa, Santun, Sabar dan Empaty kepada setiap
pengguna jasa Rumah Sakit.
2) Tugas Pokok Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
a) Melaksanakan upaya kesehatan secara budaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilakukan secara narasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
b) Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan
rumah sakit.
2) Karakteristik Responden
a. Umur
Umur adalah usia dari responden pada saat penelitian dilaksanakan.
Distribusi umur responden disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Golongan Umur (Tahun) Jumlah
f %
1 6 – 15 27 45,76 %
2 16 – 25 20 33,90 %
3 26 – 35 12 20,34 %
Jumlah 59 100
Sumber : Data Primer, Tahun 2017
Tabel 5.1 menunjukkan, bahwa dari 59 responden, yang tertinggi
adalah golongan umur 6 – 15 tahun yaitu 27 orang (45,76 %),
43
kemudian golongan umur 16 – 25 tahun yaitu 20 orang dan golongan
umur 26 – 35 tahun yaitu 12 orang (20,34 %).
b. Jenis Kelamin
Karakteristik Jenis Kelamin responden pada saat penelitian
dilaksanakan. Disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Jenis Kelamin Jumlah
f %
1 Laki-laki 34 57,63 %
2 Perempuan 25 42,37 %
Jumlah 59 100
Sumber : Data Primer, Tahun 2017
Tabel 5.2 menunjukkan, bahwa dari 59 responden yang terbanyak
adalah jenis kelamin Laki-laki yaitu 34 orang (57,63 %) sedangkan
jenis kelamin Perempuan yaitu 25 orang (42,37 %).
c. Pendidikan
Distribusi responden menurut tingkat pendidikan responden di ruang
Perawatan dan Poli Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruang
Perawatan RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Tingkat Pendidikan Jumlah
f %
1 SD 18 30,51 %
2 SMP 15 25,42 %
3 SMA 26 44,07 %
Jumlah 59 100
44
Sumber : Data Primer, Tahun 2017
Tabel 5.3 menunjukkan, bahwa dari 59 responden yang terbanyak
adalah tingkat pendidikan menengah atas yaitu 26 orang (44,07 %),
kemudian tingkat pendidikan dasar yaitu 18 orang (30,51 %), dan
tingkat pendidikan menengah pertama yaitu 15 orang (25,42 %).
3) Variabel Penelitian
a) Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan
di RSUD Kota Kendari
Distribusi kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi
lingkungan di Ruang Perawatan, dan Poli Umum Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.4
Distribusi Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi
Lingkungan di Ruang Perawatan RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Faktor Sanitasi Lingkungan Jumlah
f %
1 Baik 27 45,76 %
2 Kurang Baik 32 54,24 %
Jumlah 59 100
Sumber : Data Primer, Tahun 2017
Pada tabel 5.4 di atas menunjukkan dari 59 responden di Ruangan
Perawatan dan Poli Umum kejadian demam typoid berdasarkan faktor
sanitasi lingkungan yang kategori baik 27 orang (45,76 %), dan yang
kategori kurang baik 32 orang (54,24 %)
45
b) Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Hygiene Perorangan
di RSUD Kota Kendari
Distribusi kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene perorangan
di Ruang Perawatan, dan Poli Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 5.5
Distribusi Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor Hygiene
Perorangan di Ruang Perawatan RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Faktor Hygiene Perorangan Jumlah
f %
1 Baik 21 35,59 %
2 Kurang Baik 38 64,41 %
Jumlah 59 100
Sumber : Data Primer, Tahun 2017
Pada tabel 5.5 di atas menunjukkan dari 59 responden di Ruangan
Perawatan dan Poli Umum kejadian demam typoid berdasarkan faktor
hygiene yang kategori baik 21 orang (35,59 %), dan yang kategori
kurang baik 38 orang (64,41 %)
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai ”Identifikasi Kejadian Demam
Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan di
RSUD Kota Kendari maka dapat dilakukan pembahasan
1. Kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi lingkungan di
RSUD Kota Kendari
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kejadian demam typoid di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari, berdasarkan faktor sanitasi
46
lingkungan yang kategori kurang baik 32 orang (54,24%). berdasarkan
karakteristik Usia paling banyak pada usia 6-15 tahun yaitu 13 orang
(40,63%), usia 16-25 tahun sebanyak 11 orang (34,37%), usia 26-35 tahun
sebanyak 8 orang (25%), Sedangkan berdasarkan karakteristik jenis kelamin
paling banyak Perempuan 18 orang (56,25%) dan Laki-laki 14 orang
(43,75%). Selanjutnya dari karakteristik Pendidikan yang paling banyak dari
pendidikan menengah atas (SMA) yaitu 16 orang (50%), selanjutnya
pendidikan menengah pertama (SMP) yaitu 9 orang(28,12%), dan pendidikan
sekolah dasar (SD) yaitu 7 orang (21,88%). Dari 59 responden semua
memiliki sumber air bersih tetapi hanya 26 orang (44, 07%) yang memenuhi
syarat kualitas air bersih dan 25 (42,37%) orang yang memiliki sumber air
bersih < 11 meter dari tempat penampungan tinja.
Menurut Pendapat Widoyono (2011:43), Di daerah endemik, air yang
tercemar merupakan penyebab utama penularan penyakit demam tifoid,
Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih
bagi penghuni rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari
sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Apabila sarana
air bersih dibuat memenuhi syarat teknis kesehatan diharapkan tidak ada lagi
pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh menjadi
baik.
Hasil peneltian semua responden rata-rata menggunakan sumber air
bersih, tetapi beberapa sumber air bersih yang digunakan responden ada yang
tidak memenuhi syarat kualitas air bersih seperti airnya berbau, berasa,
47
berwarna, dan berkeruh serta beberapa sumber air bersih yang mereka
gunakan berjarak <11 meter dengan septik tank sehingga asumsi saya bakteri
penyebab penyakit tifoid ini dapat masuk kedalam sumur melalui aliran air
dibawah tanah, sebaiknya responden harus lebih memerhatikan perawatan
sumur dengan baik agar tidak terjadi pencemaran yang dapat menyebabkan
penyakit dengan menguras sumur selama 6 bulan sekali dan memasangkan
penutup sumur agar dapat terhindar dari bakteri penyebab penyakit
Menurut Soeparman dkk (2002), tinja dapat menjadi perantara penyakit
menular yang biasanya dapat menyerang masyarakat. Proses pemindahan
kuman penyakit dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat
melalui berbagai media perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah,
makanan serta sayuran. Pembuangan tinja dan limbah cair yang dilaksanakan
secara saniter akan memutuskan rantai penularan penyakit Kotoran manusia
yang ditampung pada suatu tempat penampungan kotoran yang selanjutnya
diserapkan ke dalam tanah atau diolah dengan cara tertentu tidak akan
menimbulkan bau dan tidak mencemari sumber air disekitarnya. Untuk
mengurangi pengaruh jamban dalam pengendalian pencemaran air salah
satunya yakni membuat jarak antara lubang penampungan dengan sumber air
minimal 11 meter (Lud Waluyo, 2009: 142).
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden mempunyai sarana
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, yaitu mempunyai
jarak antara sumber air bersih dengan septic tank < 11 meter, masih terdapat
wc yang tidak menggunakan jamban leher angsa. dan pembuangan tinja yang
48
bisa dijamah oleh lalat dan serangga. Padahal sarana pembuangan tinja yang
tidak memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit yang
mengancam kesehatan masyarakat banyak. Oleh karena itu kotoran manusia
perlu ditangani dengan seksama.
Kejadian demam typoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari,
berdasarkan faktor sanitasi lingkungan yang kategori baik 27 orang (45,76%).
Adanya penderita demam typoid dengan sanitasi lingkungan yang baik hal ini
disebabkan sanitasi yang baik tidak menjamin seseorang akan terhindar dari
Demam typoid karena ada faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya
kasus demam typoid yaitu hygiene perorangan, tingkat social masyarakat dan
pengetahuan masyarakat yang kurang, Berdasarkan hasil peneltitian
menunjukkan beberapa responden memiliki sumber air bersih, memiliki
jamban yang memenuhi syarat kesehatan, tempat sampah yang tertutup dan
terhindar dari vektor pembawa penyakit yaitu lalat dan serangga. Tetapi disisi
lain menunjukkan faktor kebersihan diri yang kurang baik yaitu tidak mencuci
tangan sebelum makan, tidak mencuci tangan dengan sabun antimikroba
setelah buang air besar sehingga asumsi saya walaupun sanitasi lingkungan
baik tapi tidak diikuti dengan kebiasaan menjaga kebersihan diri maka resiko
terkena penyakit demam typoid akan tinggi.
2. Kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene perorangan di
RSUD Kota Kendari
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 59 pasien diruangan
Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari, menunjukkan bahwa
49
kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene perorangan yang kategori
kurang baik 38 orang (64,41%), berdasarkan karakteristik Usia paling banyak
pada usia 6-15 tahun yaitu 25 orang (65,79%), usia 16-25 tahun sebanyak 8
orang (21,05%), usia 26-35 tahun sebanyak 5 orang (13,16%),
Ini Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Holly Herawati
(2007:170), prevalensi tifoid terbanyak pada kelompok umur 1-14 tahun dan
15-24 tahun. Determinan faktor umur ini dianggap dominan terhadap kejadian
demam tifoid. Apabila dicermati penyakit demam tifoid ini banyak diderita
anak usia sekolah, usia remaja dan dewasa muda, dimana kelompok ini
mempunyai kebiasaan ruang lingkup gerak yang tinggi, sehingga
dimungkinkan kelompok ini mengenal jajanan diluar rumah, sedangkan
tempat jajan tersebut belum tentu terjamin kebersihannya
Sedangkan berdasarkan karakteristik jenis kelamin paling banyak Laki-
laki 23 orang (60,53%) dan Perempuan 15 orang (39,47%). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor penyebab kejadian
Demam Tifoid dikaitkan bahwa laki-laki lebih sering melakukan aktivitas di
luar rumah yang memungkinkan laki-laki beresiko lebih besar terinfeksi
Salmonella typhi dibandingkan dengan perempuan.
Selanjutnya dari karakteristik Pendidikan yang paling banyak dari
pendidikan dasar (SD) yaitu 18 orang (47,37%), selanjutnya pendidikan
menengah atas (SMA) yaitu 11 orang (28,95%), dan pendidikan menengah
pertama (SMP) yaitu 9 orang (23,68%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
faktor pendidikan mempengaruhi angka kejadian demam typoid karena
50
semakin tinggi pendidikan maka akan semakin banyak pengetahuan tentang
kesehatan sehingga dapat menjaga personal hygiene dengan lebih benar.
Sebagaimana teori menurut Azwar A, (2005:10) pengetahuan dipengaruhi
oleh faktor pendidikan, semakin tinggi tingkatpendidikan, pengetahuan yang
didapatkan akan semakin banyak begitu pula sebaliknya, tetapi ini tidak
berlaku mutlak.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara sebagian besar responden
telah mencuci tangan dengan baik. Namun responden tidak mencuci tangan
sesuai dengan syarat mencuci tangan yang benar setelah buang air besar yaitu
tidak menggunakan sabun cair antimikroba sehingga tangan yang digunakan
untuk kontak dengan feses, apabila tidak dicuci dengan sabun, penggosokan
dan pembilasan dengan air mengalir maka partikel kotoran atau feses tersebut
yang mungkin mengandung Salmonella thypi dapat pindah ke makanan yang
kita makan. Oleh karena itu responden sebaiknya harus memiliki kesadaran
untuk mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum mengonsumsi
makanan dengan benar agar kotoran atau feses yang mengandung
mikroorganisme pathogen tidak ditularkan melalui tangan ke makanan
Menurut pendapat Addin A (2009: 104), yang menyatakan bahwa
penularan tifus dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, biasanya terjadi
melalui konsumsi makanan di luar rumah atau di tempat-tempat umum,
apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Dapat juga
disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita tifus
laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak. Dapat
51
juga disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita
tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak.
Seseorang dapat membawa kuman tifus dalam saluran pencernaannya tanpa
sakit, ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita ini dapat menularkan
penyakit tifus ini ke banyak orang, apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan
makanan bagi banyak orang seperti tukang masak di restoran.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan sebagian
besar responden memiliki kebiasaan makan diluar rumah. Padahal
kebanyakan makanan siap saji atau makanan warung biasanya banyak
mengandung penyedap rasa dan kehigienisan yang belum terjamin,
dibandingkan dengan memasak makanan sendiri di rumah yang lebih
memperhatikan kebersihan dalam mengolah makanan. Oleh karena itu untuk
memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella thyphi, maka setiap individu
harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
Menurut Sri Winarsih (2008: 29), sebelum diolah bahan makanan seperti
daging, ikan, telur, sayur, dan buah, harus dicuci bersih. Lebih-lebih pada
makanan yang akan dikonsumsi langsung atau mentah. Bahan-bahan hewani
seringkali mengandung kuman patogen sedangkan buah dan sayur seringkali
mengandung pestisida atau pupuk. Oleh karena itu lakukan pencucian dengan
air bersih dan mengalir
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan sebagian
besar responden telah mencuci bahan makanan mentah yang akan dimakan
langsung dengan baik. Namun masih terdapat responden yang mempunyai
52
kebiasaan mencuci bahan makanan mentah yang akan dimakan langsung
dengan kurang baik. Hal ini karena responden tidak mencuci buah-buahan dan
sayuran mentah sebelum di makan, sedangkan buah dan sayur seringkali
mengandung pestisida atau pupuk yang berasal dari kotoran manusia. Namun
sayuran mentah dan buah-buahan tidak akan menimbulkan masalah jika cara
mengkonsumsinya benar yaitu dengan dicuci bersih untuk menghilangkan
kotoran dan mengurangi pestisida. Untuk itu sebaiknya responden lebih
meningkatkan kesadaran mencuci bahan makanan mentah yang akan dimakan
langsung sehingga bakteri Salmonella thypi yang mungkin terdapat pada
buah-buahan dan sayuran mentah tersebut dapat dihilangkan melalui
pencucian yang benar.
Kejadian demam typoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari,
berdasarkan faktor hygiene perorangan yang kategori baik 21 orang (35,59%).
Adanya penderita demam typoid dengan hygiene perorangan yang baik hal ini
disebabkan hygiene perorangan yang baik tidak menjamin seseorang akan
terhindar dari Demam typoid karena ada faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya kasus demam typoid yaitu sanitasi lingkungan, tingkat social
masyarakat dan pengetahuan masyarakat yang kurang Sesuai dengan pendapat
Rampengan yaitu Sampai saat ini, demam typoid masih merupakan masalah
kesehatan, hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang
memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat serta tingkat
social ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang kurang. (Rampengan,
2006 : 46)
53
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan sebagian
responden telah melakukan cuci tangan dengan benar setelah BAB dan
Sebelum makan, juga memiliki kebiasaan mencuci bahan makanan mentah
yang akan dimakan langsung dengan baik yaitu mencuci buah-buahan dan
sayuran mentah yang dibeli di pasar sebelum di makan.
Ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh James Chin (2006: 647)
yaitu buah dan sayur dapat terkontaminasi oleh Salmonella typhi, karena buah
dan sayur kemungkinan dipupuk menggunakan kotoran manusia. Namun
sayuran mentah dan buah-buahan tidak akan menimbulkan masalah jika cara
mengkonsumsinya benar yaitu dengan dicuci bersih untuk menghilangkan
kotoran dan mengurangi pestisida (Andang Gunawan, 2001: 70).
54
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 19 Juli sampai
dengan 31 Juli 2017 tentang identifikasi kejadian demam typoid berdasarkan
faktor sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan di RSUD Kota Kendari
kesimpulannya, yakni:
1. Kejadian demam typoid berdasarkan faktor sanitasi lingkungan di RSUD
Kota Kendari menunjukkan dari 59 responden, yang kategori baik 27 orang
(45,76%) dan yang kategori kurang baik 32 orang (54,24%),
2. Kejadian demam typoid berdasarkan faktor hygiene perorangan di RSUD
Kota Kendari menunjukkan dari 59 responden, yang kategori baik 21 orang
(35,59%) dan yang kategori kurang baik 38 orang (64,41%),
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka disarankan:
1. Untuk RSUD Kota Kendari sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk
melaksanakan perencanaan kesehatan dan keperawatan kepada penderita
demam typoid dalam pencegahan terjadinya demam typoid dan penularannya.
2. Untuk peneliti sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian.
3. Untuk Institusi Poltekkes Kemenkes Kendari sebagai tambahan kepustakaan
dan sebagai bahan tambahan informasi tentang Kejadian Demam Typoid
55
Berdasarkan Faktor Sanitasi lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD
Kota Kendari Tahun 2017.
4. Untuk masyarakat sebagai bahan informasi tentang Kejadian Demam Typoid
Berdasarkan Faktor Sanitasi lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD
Kota Kendari Tahun 2017
1
DAFTAR PUSTAKA
Addin A, 2009. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Bandung: PT. Puri
Delco
Akhsin Zulkoni, 2010. Parasitologi, Yogyakarta: Nuha Medika.
Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Elex Media
Konputindo.
Arikunto.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arisman, 2008. Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Atikah Proverawati dan Eni Rahmawati, 2012. Perilaku Hidup Bersih & Sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.
Chandra Budiman, 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC
Depkes RI, 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Jakarta: Direktorat Jendral
PP & PL.
Hidayat, A.Aziz.Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A.Aziz.Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:
Salemba Medika.
James Chin, 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: C.V Info
Medika
Kurniasih. 2016. Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid
Pada Anak Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Pada Tahun
2016. Skripsi. Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah
Ciamis.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notoatmojo, S. 2011. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
1
Purba, Ivan, Elisabeth. Juni 2016. “Program Pengendalian Demam Typoid di
Indonesia: Tantangan dan Peluang”. Media Litbankes. Volume 26, No.2,
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/5447. 16 April
2016
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC
Sadulloh, dkk. 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta
Siti Fathonah, 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan, Semarang: UNNES Press.
Tarwoto dan Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika.
1
SURAT PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth, Responden Penelitian
Di
Tempat
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan, maka saya :
Nama : Mujiono
NIM : P00320014030
Sebagai mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan,
bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul : “Identifikasi Kejadian
Demam Typoid Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene
Perorangan di RSUD Kota Kendari Tahun 2017”
Sehubungan dengan hal tersebut, saya mohon pada anda berhak untuk
menyetujui atau menolak menjadi responden. Namun apabila anda setuju, anda di
minta kesediannya untuk menandatangani surat persetujuan responden. Atas
partisipasi dan kesediaannya menjadi responden, saya mengucapkan terima kasih.
Kendari, Juli 2017
Peneliti,
Mujiono
Lampiran 1
1
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
( INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi
responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Kendari Jurusan Keperawatan dengan judul, “Identifikasi Kejadian Demam Typoid
Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan di RSUD
Kota Kendari Tahun 2017”
Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan ini
dengan suka rela tanpa paksaan manapun, semoga dapat di pergunakan sebagaimana
mestinya.
Kendari, Juli 2017
Responden,
(..................................)
1
LEMBAR KUESIONER
IDENTIFIKASI KEJADIAN DEMAM TYPOID BERDASARKAN FAKTOR
SANITASI LINGKUNGAN DAN HYGIENE PERORANGAN DI RSUD
KOTA KENDARI
No Urut : Hari Tanggal :
A. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Ruangan :
B. Petunjuk :
1. Pertanyaan berikut ini adalah mengenai sanitasi lingkungan dan hygiene
perorangan
2. Berilah tanda cek list (√) pada kolom yang sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya
a) Sanitasi Lingkungan
Pertanyaan Kategori
Ya Tidak
1. Apakah dirumah, menggunakan sumber air bersih
seperti dibawah ini:
Sumur Gali
Sumur Pompa Tangan
Perlindungan Mata Air
Perpipaan (PDAM)
2. Apakah air bersih yang digunakan memenuhi syarat
kualitas air bersih yaitu :
Tidak Berbau
Tidak Berasa
Tidak Berwarna,
Tidak Keruh
3. Apakah jarak air bersih yang digunakan dengan
sumber pencemar (Septik Tank / SPAL) ≥ 11 meter
4. Apakah dirumah menggunakan jamban Leher angsa
Lampiran 3
2
?
5. Apakah diwc tersedia air, sabun dan alat pembersih
kamar mandi ?
6. Apakah tempat pembuangan tinja tidak dapat
dijamah oleh serangga dan tikus ?
7. Apakah saluran pembuangan air limbah (SPAL)
tertutup dan tidak dibuang dihalaman terbuka ?
8. Apakah saluran pembuangan air limbah lancar dan
tidak tersumbat ?
9. Apakah dirumah terdapat tempat sampah yang
tertutup yang tidak bisa dijamah oleh lalat dan tikus
?
10. Apakah sampah selalu dibuang 1 x 24 jam atau
sebelum sampah menumpuk ?
b) Hygiene Perorangan
Pertanyaan Kategori
Ya Tidak
1. Apakah anda selalu mencuci tangan setelah buang
air besar?
2. Apakah anda mencuci tangan dengan sabun anti
mikroba setelah buang air besar ?
3. Apakah anda selalu mencuci tangan setelah buang
air kecil ?
4. Apakah anda mencuci tangan dengan sabun anti
mikroba setelah buang air kecil ?
5. Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum
mengonsumsi makanan ?
6. Apakah anda mencuci tangan dengan sabun anti
mikroba sebelum mengonsumsi makanan ?
7. Apakah dirumah terdapat penutup makanan di atas
meja ?
8. Apakah anda tidak pernah jajan makanan diluar
rumah ?
9. Apakah jika anda makan diluar rumah selalu
memperhatikan kebersihan dari tempat makanan ?
10. Apakah anda selalu mencuci bahan makan mentah
seperti buah-buahan sebelum dimakan langsung ?
3
4
1
1
1
1
1
DOCUMENTASI
1
1
1
1
1
1
1
1