5
Karya-karya Erich Fromm. Awal karier akademis Fromm diawali pada tahun 1922 dengan ditulisnya disertasi yang berjudul Das Judische Gesetz ein Beitrag Zur Soziologie des Diaspora Judentums, yang berisi tentang struktur sosial pada tiga komunitas Yahudi, Diaspora Kaica, Heidisme dan pembaharuan Yahudi. Setelah itu, pada tahun 1930 dia menulis The Development of Dogma Christ ; a Psychoanalytical Study on The Socio-Psychological Function of Religion, yang banyak mengungkapkan hubungan antara agama dan gagasan keagamaan dengan realitas kultural dan sosial masyarakat. Karyanya ini merupakan analisis sosio-psikologis dalam mengkaji fenomena perilaku sosial. Melalui tulisannya ini, Fromm mulai menyinggung teori super- struktur Marx dan psikoanalisa Freud yang menurutnya memiliki beberapa kelemahan. Keberadaan Fromm sebagai pemikir kritis mulai banyak dikenal semenjak terbitnya buku Escape from Freedom, pada tahun 1941. Dalam buku ini banyak dianalisa pelarian diri manusia modern dari diri dan kebebasannya. Gerakan totaliter telah menjadi suatu dambaan sebagai tempat pelarian dari suatu yang dicapai manusia bebas di dunia modern. Fromm melihat bahwa telah bebasnya manusia modern dari ikatan-ikatan abad pertengahan ternyata tidak membuatnya bebas untuk membangun suatu hidup yang bermakna berdasarkan akal budi dan

Karya-Karya Erich Fromm

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya-Karya Erich Fromm

Karya-karya Erich Fromm.

Awal karier akademis Fromm diawali pada tahun 1922 dengan ditulisnya

disertasi yang berjudul Das Judische Gesetz ein Beitrag Zur Soziologie des

Diaspora Judentums, yang berisi tentang struktur sosial pada tiga komunitas

Yahudi, Diaspora Kaica, Heidisme dan pembaharuan Yahudi. Setelah itu, pada

tahun 1930 dia menulis The Development of Dogma Christ ; a Psychoanalytical

Study on The Socio-Psychological Function of Religion, yang banyak

mengungkapkan hubungan antara agama dan gagasan keagamaan dengan

realitas kultural dan sosial masyarakat. Karyanya ini merupakan analisis sosio-

psikologis dalam mengkaji fenomena perilaku sosial. Melalui tulisannya ini,

Fromm mulai menyinggung teori super-struktur Marx dan psikoanalisa Freud

yang menurutnya memiliki beberapa kelemahan.

Keberadaan Fromm sebagai pemikir kritis mulai banyak dikenal

semenjak terbitnya buku Escape from Freedom, pada tahun 1941. Dalam buku

ini banyak dianalisa pelarian diri manusia modern dari diri dan kebebasannya.

Gerakan totaliter telah menjadi suatu dambaan sebagai tempat pelarian dari

suatu yang dicapai manusia bebas di dunia modern. Fromm melihat bahwa

telah bebasnya manusia modern dari ikatan-ikatan abad pertengahan ternyata

tidak membuatnya bebas untuk membangun suatu hidup yang bermakna

berdasarkan akal budi dan cinta. Karena itu mereka mencari rasa aman baru

dalam kepatuhan kepada pemimpin, ras atau negara.

Dalam buku Escape from Freedom, Fromm mencoba melakukan analisis

perilaku masyarakat modern setelah lepas dari ikatan pra industri. Menurut

Fromm manusia modern tidak memperoleh suatu yang positif, karena

kebebasannya dari ikatan pra-industri mengarah pada ketundukan baru,

Page 2: Karya-Karya Erich Fromm

bukannya maju pada perwujudan kebebasan positif yang didasarkan atas

individualitas manusia. Fenomena semacam inilah yang menurut Fromm

membuat manusia teralienasi dari diri dan lingkungannya.

Karya Fromm selanjutnya yang banyak menjadi perhatian adalah Man

for Himself ; an Inquiry into the Psychology of Ethics yang ditulis pada tahun

1946. Dalam bukunya ini Fromm mengembangkan ide-ide tentang pelbagai

orientasi karakter yang menggantikan skema Freudian tentang perkembangan

libido. Orientasi karakter ini diasumsikan dapat membimbing manusia menuju

realisasi individualitasnya.

Dalam bukunya ini, Fromm banyak mengfokuskan pembahasannya pada

masalah etika humanistik yang berakar dari kodrat manusia. Menurutnya, agar

dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi manusia, orang

harus mengetahui sifat dasar manusia. Fromm disini juga menjelaskan tentang

tidak dapat dilepaskannya psikologi dari filsafat, karena personalitas manusia

tidak dapat dipahami jika seseorang tidak melihat manusia dalam totalitasnya,

yang mencakup kebutuhan mendapat sebuah jawaban atas pertanyaan

mengenai arti eksistensinya dan menemukan norma yang sesuai dengan

bagaimana dia seharusnya hidup. Fromm menegaskan bahwa mustahil

memahami manusia dan gangguan emosional secara mental tanpa memahami

sifat dasar, nilai, dan konflik-konflik moral, yang mengarah pada tujuan

manusia untuk menjadi dirinya, dan mengada bagi dirinya.

Fromm dalam karyanya ini juga menunjukkan hubungan struktur sosio-

ekonomis masyarakat dengan pembentukan karakter manusia. Fromm

menjelaskan bahwa struktur watak (karakter) personalitas yang matang dan

terpadu, suatu karakter produktif, merupakan sumber dan basis dari ‘kebaikan’,

Page 3: Karya-Karya Erich Fromm

dan sifat buruk pada hakikatnya adalah pengabdian pada dirinya sendiri dan

perusakan diri. Nilai penting bagi kemanusiaan menurut Fromm bukan

penolakan diri atau bukan keadaan mementingkan diri, melainkan ‘cinta diri’;

bukan peniadaan terhadap individu, melainkan penegasan diri kemanusiaan

yang sebenarnya. Dalam analisis Fromm, kebaikan dalam pengertian

modern adalah sebuah konsepsi tentang etika otoritarianisme. Menjadi baik

menandakan penolakan diri dan kepatuhan pada otoritas kekuasaan, dan

penindasan individualitas lebih baik daripada realisasinya paling penuh.

Pada tahun 1955 Fromm menulis The Sane Society yang mencermati

perkembangan masyarakat yang sedang beranjak dalam transisi dari

kolektivitas tradisional agraris menuju kota --industrialis yang individualis.

Fromm dalam bukunya ini menunjukkan prasyarat-prasyarat bagaimana

mewujudkan masyarakat yang terbuka dan sehat.

The Sane Society menunjukkan bahwa segala rekayasa sosial akan

mencapai batasnya manakala tidak ada penghargaan pada kesadaran masing-

masing individu melalui konsensus yang dialogis. Kesulitan pengelolaan

masyarakat dengan budaya yang telah ada menurut Fromm banyak disebabkan

karena terlalu ekstrem memberikan semua kemerdekaan tanpa batas pada

individu, sehingga mengakibatkan anarkhi (situasi kacau karena masing-masing

individu menurut kemauannya sendiri). Di lain pihak, bila perkembangan

masyarakat diatur ketat dengan kekerasan tangan besi, maka yang terjadi

adalah masyarakat otoriter, beku, apatis, karena daya kreatif anggota-

anggotanya sudah dibekukan dalam sistem penataan. Karya Fromm ini

menjelaskan sejauh mana ruang bebas untuk pemekaran kesadaran masing-

Page 4: Karya-Karya Erich Fromm

masing individu bisa menumbuhkan pola kesepakatan untuk kohabitasi atau

hidup bersama dengan saling menghargai.

Tahun 1962 Fromm menulis The Art of Loving, karya yang memperoleh

best seller. Dalam karyanya ini Fromm menggugat konsepsi cinta yang selama

ini dipercayai dan disepakati. Dalam Pandangan Fromm cinta adalah perhatian

aktif terhadap hidup dan perkembangan dari apa atau siapa yang dicintai,

karena perhatian aktif ini berkurang, maka tidak ada lagi cinta. Cinta bagi

Fromm tidak identik dengan ‘jatuh’ cinta, karena hal ini menunjukkan kepasifan,

suatu bentuk cinta semu yang lebih terlihat ‘mendewakan’ yang dicintai. Jika

seorang pribadi tidak mencapai tingkat tempat ia memiliki suatu kesadaran

identitas, rasa keakuan yang berdasarkan pengungkapan produktif, maka ia

cenderung untuk ‘memuja’ pribadi yang dicintainya. Ia terasing dari kekuatan-

kekuatannya sendiri dan memproyeksikan ke dalam pribadi yang dicintainya itu

sebagai summum bonum.

Pada tahun 1976 Fromm menulis karyanya yang terakhir yang diberi

judul To Have or To Be. Dalam karyanya ini Fromm menjalaskan bahwa karakter

yang produktif dan karakter non produktif dalam diri manusia maupun perilaku

budaya manusia pada akhirnya berakar pada orientasi dasar manusia to have

dan to be. Dua orientasi dasar ini merupakan dua modus pengalaman dan

kecenderungan yang secara fundamental berbeda. Orientasi dasar yang

dominan akan menentukan seluruh pikiran, perasaan dan perbuatan seseorang.