85
i KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA LEVOBUPIVAKAIN DENGAN BUPIVAKAIN INTRATEKAL TERHADAP ONSET DAN DURASI BLOK SENSORIK & MOTORIK SERTA WAKTU RESCUE ANALGETIK PADA OPERASI EKSTREMITAS BAWAH COMPARISON OF INTRATECHAL LEVOBUPIVACAINE AND BUPIVACAINE IN ONSET AND DURATION OF SENSORY AND MOTORIC BLOCK AND TIME OF ANALGETIC RESCUE ADMINISTRATION IN PATIENT UNDERGOING LOWER EXTREMITY SURGERY Rozi Fadhori PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 BIDANG STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

i

KARYA AKHIR

PERBANDINGAN ANTARA LEVOBUPIVAKAIN DENGAN

BUPIVAKAIN INTRATEKAL TERHADAP ONSET DAN

DURASI BLOK SENSORIK & MOTORIK SERTA WAKTU

RESCUE ANALGETIK PADA OPERASI EKSTREMITAS

BAWAH

COMPARISON OF INTRATECHAL LEVOBUPIVACAINE

AND BUPIVACAINE IN ONSET AND DURATION OF

SENSORY AND MOTORIC BLOCK AND TIME OF

ANALGETIC RESCUE ADMINISTRATION IN PATIENT

UNDERGOING LOWER EXTREMITY SURGERY

Rozi Fadhori

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1

BIDANG STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

ii

PERBANDINGAN ANTARA LEVOBUPIVAKAIN DENGAN

BUPIVAKAIN INTRATEKAL TERHADAP ONSET DAN DURASI BLOK

SENSORIK & MOTORIK SERTA WAKTU RESCUE ANALGETIK PADA

OPERASI EKSTREMITAS BAWAH

Karya Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Spesialis

Program Studi

Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif

.

Disusun Dan Diajukan Oleh

ROZI FADHORI

Kepada

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)

PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

iii

Page 4: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rozi Fadhori

No. Stambuk : C113212205

Program Studi : Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif

Konsentrasi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran

Unhas

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya akhir yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya akhir ini hasil karya orang

lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 3 Maret

2017

Yang menyatakan

ROZI FADHORI

Page 5: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha

Kuasa dan Maha Penyayang, karena atas segala limpahan berkat, rahmat dan

karunia-Nya maka penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis

(PPDS) di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar dan menyelesaikan karya akhir ini.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya karya akhir ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik

tenaga, ide-ide, maupun pemikiran, serta memberi bantuan moril maupun

materil.

Pertama-tama penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua orang tua penulis, ayahanda Sunari S. Kanen, SE dan Ibunda Nursiah Yusuf,

SP yang dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang terus menerus tanpa pamrih

membesarkan, mendidik, mendampingi penulis, dan memberikan dukungan

yang luar biasa baik doa maupun materil sehingga penulis dapat mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan spesialis ini dengan baik dan lancar. Kepada kakak-

adik penulis, Reza Fadhilla, S.TP, MSi, Ardha Yasmira, ST, M.Ars, semoga sukses

dalam menempuh pendidikan jenjang S3 dan terus mengabdi mendidik anak

bangsa, Rizki Akbar, dan Hari Yudha Ananta, ST. Kepada calon istriku tercinta dr.

Amelia Wijaya Agustin, terima kasih atas segala doa, dukungan dan semangatnya

yang tiada henti-hentinya memberikan motivasi selama pendidikan ini, kalian

Page 6: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

vi

adalah penyemangat dalam menyelesaian pendidikan ini. Kepada teman-teman

seperjuangan dari Aceh yang menempuh pendidikan dokter spesialis di

Makassar, khususnya dr. Salman Al Wahaby, dr. Widyawan Syahputra, Sp.N,

M.Kes, dan dr. Fauzan BA yang telah saling mendukung untuk menyelesaikan

pendidikan ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga menghaturkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. dr. Andi Salahuddin, Sp.An, KAR sebagai penasehat akademik dan

pembimbing penelitian, yang telah meluangkan waktunya memberikan

bimbingan dan petunjuk serta dengan ikhlas membagi ilmu dan

pengalamannya kepada penulis selama menjalani pendidikan dan

penyusunan karya akhir ini.

2. Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, Prof, Dr, dr.

Muhammad Ramli Ahmad, Sp.An, KMN, KAP, KAO, yang telah

memberikan ilmu dan pengalaman serta memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menimba ilmu di Bagian Ilmu Anestesi dan

Terapi Intensif Unhas.

3. Ketua Program Studi dr. Syafruddin Gaus, Ph.D, Sp.An, KMN, KNA,

yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta kesempatan

kepada penulis untuk menimba ilmu di Bagian Ilmu Anestesi dan

Terapi Intensif Unhas.

4. Para guru kami : Prof. (Em) dr. A. Husni Tanra, Ph.D, Sp.An, KIC,

KMN, dr. Borahima Lami, Sp.An, KAKV, KAO, dr. Wahyudi, Sp.An,

Page 7: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

vii

KAP, dr. Abdul Wahab, Sp.An, Dr. dr. Syafri K. Arif, Sp.An, KIC, KAKV,

Dr. dr. Syamsul Hilal Salam, Sp.An, Dr. dr. Hisbullah, Sp.An, KIC,

KAKV, dr. Alamsyah Ambo Amin, Sp.An, KAR, KMN, Dr. dr. Andi

Takdir Musbah, Sp.An, KMN, dr. Ratnawati, Sp.An, KMN, dr. Faisal

Muchtar, Sp.An, KIC, dr. Nur surya Wirawan, M.Kes, Sp.An, KMN, dr.

Fransiscus Manibuy, Sp.An, KIC, dr. Ari Santri Palinrungi, Sp.An, dr.

Muhammad Ruum, Sp.An, M.Kes, dr. Haizah Nurdin, M.Kes, Sp.An,

KIC, dr. Madonna D. Datu, Sp.An, dr. Andi Adil, M.Kes, Sp.An, yang

telah dengan ikhlas membimbing dan membagi ilmunya kepada

penulis selama proses pendidikan.

5. Para sejawat, rekan-rekan peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis (PPDS) Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian tugas ini khususnya dan

selama proses pendidikan kami. Juga kepada para pegawai dan

paramedik di semua rumah sakit tempat penulis bertugas selama

pendidikan.

6. Khusus kepada para pasien dan keluarganya, baik yang menjadi

sampel penelitian maupun selain itu, yang telah dengan sabar dan

ikhlas menjadi subjek peneltian dan pembelajaran kami selama

pendidikan ini, terima kasih atas kesediaannya semoga Allah SWT

membalasnya dengan segala kemuliaan.

Page 8: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

viii

7. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu

persatu yang telah memberikan bantuan dalam berbagai hal, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya pada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya akhir

ini. Akhir kata semoga tesis ini memberi manfaat bagi masyarakat dan

almamater tercinta, Amin ya Rabbal Alamin

Makassar, 3 Maret 2017

ROZI FADHORI

Page 9: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

ix

Page 10: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

x

Page 11: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR ........................................... iv

KATA PENGANTAR .......................................................................... v

ABSTRAK......................................................................................... ix

ABSTRACT ....................................................................................... x

DAFTAR ISI ...................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK ............................................................................. xvi

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Hipotesis Penelitian .............................................................. 5

D. Tujuan Penelitian ................................................................. 5

E. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 8

A. Anestesi Spinal ..................................................................... 8

1. Sejarah Anestesi Spinal .................................................... 8

2. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Spinal ............................ 8

3. Farmakologi Anestesi Lokal .................................................... 10

4. Penyebaran Anestesi Lokal di Spinal ....................................... 15

Page 12: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xii

5. Bupivakain .............................................................................. 20

6. Levobupivakain …………………………………………………………………… 21

7. Efek Fisiologi Anestesi Spinal ………………………………………………. 23

8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketinggian Blok ……………. 25

9. Faktor Lain Yang Mempengaruhi Level Blok ……………………….. 26

10. Menilai Level Blok …………………………………………………………….. 27

11. Faktor Yang Mempengaruhi Mula Kerja Blok ……………………. 27

12. Penyebaran Obat …………………………………………………………….. 28

13. Komplikasi Anestesi ………………………………………………………… 28

B. Nyeri ..................................................................................... 30

C. Kerangka Teori ...................................................................... 35

BAB III KERANGKA KONSEP ………………………………………………………….. 36

BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 37

A. Desain Penelitian ................................................................. 37

B. Waktu dan Tempat Penelitan .............................................. 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 37

D. Perkiraan Besar Sampel ....................................................... 38

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi dan drop out ............................. 39

F. Ijin Penelitian dan Kelayakan Etik ........................................ 39

G. Metode Kerja ....................................................................... 40

H. Alat dan Bahan ...................................................................... 42

I. Alur Penelitian ....................................................................... 43

K. Definisi Operasional ………………………………………………………….. 45

Page 13: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xiii

L. Kriteria Objektif ………………………………………………………………… 47

M. Masalah Etika …………………………………………………………………. 49

N. Analisis Data ……………………………………………………………………. 49

O. Jadwal Penelitian …………………………………………………………….. 50

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................ 51

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................... 48

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 67

A. Kesimpulan ........................................................................... 67

B. Saran .................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 68

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan sebaran jenis kelamin pada kedua kelompok…… 53

Tabel 2. Perbandingan sebaran ASA PS pada kedua kelompok ........... 54

Tabel 3. Perbandingan sebaran umur pada kedua kelompok ................ 54

Tabel 4. Perbandingan sebaran IMT pada kedua kelompok ................. 54

Tabel 5. Nilai mean onset blok pada kedua kelompok ……………………... 55

Tabel 6. Nilai mean durasi blok pada kedua kelompok ……………………... 56

Tabel 7. Nilai mean laju jantung pada kedua kelompok……………………... 57

Tabel 8. Nilai mean TAR pada kedua kelompok …………………............... 59

Tabel 9. Nilai mean waktu rescue analgetik pada kedua kelompok….. 61

Page 14: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lintasan nyeri : transduksi, konduksi, transmisi,

modulasi dan persepsi. Dimodifikasi dari : Gottscalk A et

al. Am Fam Physician. 2001;63:1981 and Kehlet H et al.

AnesthAlag.1993;77:1049.

35

Gambar 2. Lintasan nyeri : transduksi, konduksi, transmisi,

modulasi dan persepsi. Dimodifikasi dari : Gottscalk A et

al. Am Fam Physician. 2001;63:1981 and Kehlet H et al.

AnesthAlag.1993;77:1049.

36

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 : Perbandingan Mean Onset Blok Sensorik dan Motorik ……..…………….

56

Grafik 2 : Perbandingan Mean Durasi Blok Sensorik dan Motorik ……………

57

Grafik 3: Perbandingan Mean Laju Jantung Kedua Kelompok……………….. 59

Grafik 4: Perbandingan Mean waktu rescue analgetik kedua kelompok …….. 62

Page 15: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xv

AFTAR SINGKATAN

ACTH : Adrenocotritropic Hormone

ADH : Antidiuretic Hormone

AMPA : Amino-3-hydroxyl-5metil-4-propionic acid

ASA PS : American Society of Anesthesia Physical Status

BVM : Bag Valve Mask

CCK : Cholecystokini

CGRP : Calsitonin Gene Related Protein

CSF : Cerebro Spinal Fluid

CSS : Cairan Serebro Spinal

IMT : Indeks Massa Tubuh

KAR : Kainite Reseptor

LJ : Laju jantung

MAP : Mean Arterial Pressure

MLAC : Minimum Local Analgesic Concentration

NMDA : N-methyl-D-aspartic acid

NRS : Numerical Rating Scale

RSI : Rapid Sequence Induction

SAB : Subarachnoid

SSP : Susunan Saraf Pusat

Page 16: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

xvi

TAR : Tekanan Arteri Rerata

TIK : Tekanan Intrakranial

WHO : World Health Organization

Page 17: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini

dapat digunakan untuk prosedur pembedahan daerah abdomen bagian bawah,

perineum dan ekstremitas bawah.1,2

Anestesi spinal dilakukan dengan cara

menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid untuk

mendapatkan analgesia setinggi dermatom tertentu.1,2

Anestesi spinal saat ini

masih menjadi pilihan untuk operasi-operasi singkat terutama pada ekstremitas

bawah.1 Selain mula kerja yang relatif lebih cepat serta memberikan kepuasan

dalam hal kontrol nyeri paska operasi, pasien lebih cepat pulang, biaya lebih

murah dan juga memiliki kontrol nyeri paska operasi yang baik.1

Banyak hal harus diperhatikan dalam menentukan pasien yang akan dilakukan

anestesi spinal atau tidak, meliputi kondisi pasien, farmakologi obat-obatan yang

akan digunakan, serta hal-hal yang mempengaruhi tinggi blok dan sangat berperan

dalam anestesi spinal.2,3

Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi

lokal dalam jumlah besar, sehingga resiko untuk terjadi toksisitas anestesi lokal

jauh lebih tinggi.4

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal standar yang paling sering

digunakan pada anestesi spinal. Bupivakain termasuk obat lokal anestetik

golongan aminoamida, yang mempunyai potensi kuat dengan lama kerja yang

panjang sehingga sering digunakan untuk anestesi spinal. 2

Penggunaan bupivakain selama bertahun-tahun sering dipakai pada anestesi

spinal oleh karena mula kerja yang relatif cepat 5-8 menit, serta durasi kerja yang

lama yaitu 90-150 menit serta memberikan efek blok sensorik dan motorik yang

baik, tetapi penggunaannya cenderung lebih menyebabkan cardiotoxic, ketika

secara tiba- tiba masuk ke dalam pembuluh darah.4,5

Kasus fatal terjadi berupa

henti jantung karena bupivakain telah dilaporkan oleh Albright tahun 1979, Davis

dan de Jong 1982.2,5

Page 18: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

2

Berdasarkan kejadian tersebut serta kecenderungan bupivakain menyebabkan

cardiotoxic maka penelitian difokuskan mencari anestesi lokal baru yang

memiliki kerja yang singkat dan durasi kerja yang lama, serta tidak memiliki

kecenderungan untuk menyebabkan toksisitas. Bupivakain secara kimia dibentuk

dalam dua isomer yaitu dextrorotatory R (+) dan levorotatory L (-) dan diketahui

bahwa bentuk levorotatory L (-) lebih cenderung memiliki toksisitas yang rendah

contohnya ropivakain dan levobupivakain.4,6

Kasus kematian pasien diduga terkait pemakaian anestesi Bupivakain tidak

hanya terjadi di Lampung. Secara total, kasus Bupivakain terjadi di sembilan

rumah sakit di tujuh kota dalam tiga pekan setelah kasus di Lampung terjadi. 12

kasus terkait Bupivakain di sembilan rumah sakit di tujuh kota, yakni Pringsewu

(Lampung), Denpasar, Mataram, Padang, Aceh, Surabaya, dan Bengkulu.

Sebanyak 12 korban itu terdiri dari 6 pasien seksio sesarea, 5 pasien urologi, dan 1

pasien tindakan medis lain. Pasien itu ialah 6 perempuan dan 6 laki-laki.

Sebanyak 9 pasien di antaranya dewasa muda dan sisanya di atas usia 60 tahun.

Dari 12 kasus 2 orang selamat dan 10 orang meninggal.33

Saat ini dikenal levobupivakain yaitu obat anestesi lokal golongan amida juga

yang memiliki S(-) enantiomer menyebabkan efek toksik pada kardiovakular dan

sistim saraf pusat lebih rendah dibandingkan bupivakain serta memiliki efek poten

yang sama dengan bupivakain.39

Keuntungan levobupivakain dibandingkan bupivakain yaitu: (1)

Ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan

kardiovaskular. (2) Toksisitas kardiak dan susunan saraf pusat yang lebih rendah.

(3) Potensiasi terhadap hambatan sensorik dan motorik baik. (4) Toksisitas yang

dicetuskan levobupivakain bersifat reversible. (5) Perubahan kontraktilitas kardiak

dan interval QTc pada elektrokardiogram yang kecil (6) Efek depresan yang

rendah pada elektroensefalogram. 40

Aktivitas levobupivakain menurut beberapa penelitian hampir sama

dengan bupivakain baik dari mula kerja dan durasi kerja anestesi yang

ditimbulkannya. Beberapa penelitian mencoba meneliti keunggulan dari

Page 19: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

3

levobupivakain dibandingkan dengan bupivakain untuk mencari alternatif obat

selain bupivakain, dan para klinisi akan cenderung menggunakan levobupivakain

sehingga efek yang ditimbulkan bupivakain tidak kembali muncul.7

Penelitian yang dilakukan oleh J.F. Luck, P.D.W. Fettes dan J.A.W.

Wildsmith pada tahun 2008 membandingkan efek klinis dari bupivakain

hiperbarik, levobupivakain dan ropivakain. Dari hasil penelitian ini didapati mula

kerja ketiga obat (sampai Th10) tidak jauh berbeda yaitu bupivakain (2-5 menit),

levobupivakain (2-5 menit) dan ropivakain (2-5 menit) dengan p-value yang tidak

bermakna 0,6528. Sedangkan untuk durasi kerja anestesi (sampai pasien

mobilisasi) ropivakain memiliki durasi kerja yang singkat dibandingkan ketiganya

yaitu bupivakain 306 (243–364), levobupivakain 286 (201–389), ropivakain 218

(164–340).8

Penelitian yang dilakukan oleh Opas Vanna MD, Lamai Chumsang Bsc,

Sarinra Thongmee Med pada tahun 2006, membandingkan efektivitas klinis serta

keamanan klinis antara levobupivakain isobarik dengan bupivakain hiperbarik.

Dari hasil penelitian mula kerja kedua obat dari segi sensorik sampai Th10 tidak

jauh berbeda yaitu levobupivakain 10 (4,3) menit dan bupivakain 7,3 (3,6) menit

dengan p-value 0,22 (p>0,05; tidak bermakna secara statistik) sedangkan untuk

blok motorik (Bromage 3) levobupivakain 7,5 (3,2) menit dan bupivakain 4,9

(2,7) menit dengan p-value 0,34 (p>0,05; tidak bermakna secara statistik). Waktu

pulih ditandai dengan dapat merasakan sensasi dermatom sakral 1 (S1)

levobupivakain 256,2 (48,1) menit dan bupivakain 215,1 (50,8) menit dengan p-

value 0,83 (p<0,05). Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa anestesi

spinal dengan 2,5 ml levobupivakain 0,5% isobarik dan 2,5 ml bupivakain 0,5%

hiperbarik memiliki potensi dan efek klinis yang sama serta efek samping yang

ditimbulkan juga tidak berarti dan sama untuk kedua obat.9

Penelitian yang dilakukan oleh Christian Glaser dkk. pada tahun 2002

membandingkan efektivitas klinis dari levobupivakain dan bupivakain. Dari hasil

penelitian didapati hasil yang berbeda (levobupivakain versus bupivakain) dari

segi mula kerja sensorik obat (11±6 versus 13±8 menit), mula kerja blok motorik

(10±7 versus 9±7 menit), durasi kerja sensorik blok (228±77 versus 237±88

Page 20: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

4

menit), durasi kerja blok motorik (280±84 versus 284±80 menit). Kedua grup

menunjukkan penurunan denyut jantung dan mean arterial pressure yang ringan

sehingga penurunan hemodinamik ini tidak bermakna. Dari penelitian ini

disimpulkan bahwa efikasi kedua obat ini sama tetapi levobupivakain dinilai lebih

tidak toksik dibandingkan dengan bupivakain.10

Penelitian yang dilakukan oleh Aygen dkk. pada tahun 2012

membandingkan efektivitas klinis dari levobupivakain + fentanyl dan bupivakain

+ fentanyl. Dari hasil penelitian didapati mula kerja blok sensorik sampai Th4

lebih cepat pada grup B daripada grup L (4,8 versus 6 menit dengan p<0,05).

Waktu mencapai blok motorik (Bromage 3) juga lebih cepat pada grup B (3,4

versus 4,7 menit, p<0,05). Durasi kerja analgesia grup B lebih pendek daripada

grup L (102 versus 118 menit, p<0,05). Dari penelitian tersebut disimpulkan

bahwa mula kerja bupivakain + fentanyl jauh lebih cepat, tetapi durasi kerja

analgesia levobupivakain + fentanyl memiliki durasi kerja analgesia yang lama.

Sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa levobupivakain dapat

memberikan kualitas analgesia yang panjang dibandingkan bupivakain.11

Penelitian yang dilakukan oleh Husein dkk. pada tahun 2009

membandingkan efektivitas klinis dari tiga dosis levobupivakain yang berbeda.

Dari penelitian ini didapati waktu untuk mencapai blok sensorik Th10 dan waktu

mencapai Bromage 0 berbeda untuk ketiga grup dengan p<0,05. Waktu rata-rata

mencapai Th10 lebih rendah pada grup 1 jika dibandingkan dengan grup 2

(p<0,001). Dalam hal waktu rata-rata mula kerja sampai Bromage 0, grup 1

memiliki waktu yang lebih cepat dari grup 3 (p<0,001). Waktu rata-rata durasi

kerja analgesia jauh lebih panjang grup 1 daripada grup 2 dan 3. Dari penelitian

ini didapati levobupivakain hiperbarik lebih baik daripada yang lain serta didapati

penurunan hemodinamik yang tidak bermakna (p>0,05).12

Dari beberapa penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

levobupivakain dapat menjadi obat alternatif selain bupivakain sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian untuk meneliti bagaimana onset dan durasi

blok sensorik dan motorik serta waktu rescue analgetik antara levobupivakain

Page 21: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

5

hiperbarik 12,5 mg dengan bupivacaine hiperbarik 12,5 mg pada operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusunlah rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah anestesi spinal levobupivakain hiperbarik 12,5 mg memiliki onset

blok sensorik dan motorik yang lebih cepat dibandingkan dengan bupivakain

hiperbarik 12,5 mg?

2. Apakah anestesi spinal levobupivakain hiperbarik 12,5 mg memiliki durasi

blok sensorik dan waktu rescue yang lebih lama serta durasi blok motorik

yang lebih cepat dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik 12,5 mg?

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Onset blok sensorik dan motorik kelompok levobupivakain hiperbarik 12,5

mg lebih cepat dibandingkan dengan kelompok bupivakain hiperbarik 12,5 mg

pada operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

2. Durasi blok sensorik dan waktu rescue levobupivakain hiperbarik 12,5 mg

lebih lama dibanding bupivakain hiperbarik 12,5 mg namun durasi blok

motorik levobupivakain 12,5 mg lebih cepat dibandingkan bupivakain 12,5

mg pada operasi ektremitas bawah dengan anestesi spinal.

D. TUJUAN PENELITIAN

D.1. Tujuan Umum

Membandingkan onset dan durasi blok sensorik dan motorik serta waktu

rescue analgetik antara levobupivakain hiperbarik 12,5 mg dengan bupivakain

hiperbarik 12,5 mg pada operasi ektremitas bawah dengan anestesi spinal.

Page 22: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

6

D.2. Tujuan Khusus

a. Menilai onset blok sensorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

b. Menilai onset blok sensorik bupivakain hiperbarik 12,5 mg pada operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

c. Membandingkan onset blok sensorik pada kedua kelompok perlakuan.

d. Menilai durasi blok sensorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

e. Menilai durasi blok sensorik bupivakain hiperbarik 12,5 mg pada operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

f. Membandingkan durasi blok sensorik pada kedua kelompok perlakuan.

g. Menilai onset blok motorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

h. Menilai onset blok motorik bupivakain hiperbarik 12,5 mg pada operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

i. Membandingkan onset blok motorik pada kedua kelompok perlakuan.

j. Menilai durasi blok motorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

k. Menilai durasi blok motorik bupivakain hiperbarik 12,5 mg pada operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal.

l. Membandingkan durasi blok motorik pada kedua kelompok perlakuan.

m. Menilai waktu rescue analgetik levobupivacain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan spinal anestesi

n. Menilai waktu rescue analgetik bupivacain hiperbarik 12,5 mg pada

operasi ekstremitas bawah dengan spinal anestesi

o. Membandingkan waktu rescue analgetik pada kedua kelompok perlakuan.

p. Menilai tekanan arteri rata-rata pada anestesi spinal dengan

levobupivakain hiperbarik 12,5 mg.

q. Menilai tekanan arteri rata-rata pada anestesi spinal dengan bupivakain

hiperbarik 12,5 mg.

r. Membandingkan tekanan arteri rata-rata pada kedua kelompok perlakuan.

Page 23: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

7

s. Menilai laju jantung pada anestesi spinal dengan levobupivakain

hiperbarik 12,5 mg.

t. Menilai laju jantung pada anestesi spinal dengan bupivakain hiperbarik

12,5 mg.

u. Membandingkan laju jantung pada kedua kelompok perlakuan.

E. MANFAAT PENELITIAN

E.1. Manfaat Dalam Bidang Akademik

a. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan

untuk pemilihan obat alternatif untuk anestesi spinal selain bupivakain.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

terutama ilmu anestesi.

E.2. Manfaat Dalam Bidang Pelayanan Masyarakat

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai

penggunaan levobupivakain hiperbarik sebagai obat untuk anestesi spinal

yang dapat digunakan dalam pembedahan.

b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat meminimalkan biaya operasional

bagi pasien yang akan dioperasi dengan menggunakan anestesi spinal.

E.3. Manfaat Dalam Bidang Penelitian

a. Sebagai data untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis

levobupivakain hiperbarik yang berbeda atau dengan kombinasi yang

berbeda pula.

b. Sebagai data untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan

levobupivakain hiperbarik dibandingkan obat lain untuk mula kerja obat

dan lama kerja obat anestesi spinal.

Page 24: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI SPINAL

A.1. Sejarah Anestesi Spinal

Anestesi spinal termasuk ke dalam teknik neuroaksial blok, yang terdiri

dari blokade spinal, kaudal, dan epidural. Blokade spinal, kaudal, dan epidural

pertama kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke 20.2 Blok

sentral tersebut secara luas digunakan sebelum tahun 1940 sampai meningkatnya

laporan tentang terjadinya gangguan neurologis permanen. Akan tetapi, suatu

penelitian epidemiologis yang besar tahun 1950 menunjukkan bahwa

sesungguhnya komplikasi jarang terjadi bila blok dilakukan dengan teknik yang

benar dan penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman.2

Anestesi atau analgesi spinal pertama diberikan pada tahun 1885 oleh

James Leonard Corning (1855-1923), yang merupakan seorang ahli saraf di New

York. Dia bereksperimen dengan kokain pada saraf tulang belakang anjing, tetapi

ketika itu dia secara tidak sengaja menembus duramater. Anestesi spinal pertama

direncanakan untuk operasi pada manusia dilakukan oleh Agustus Bier (1861-

1949) tanggal 16 Agustus 1898, di Kiel, ketika ia menyuntikkan 3 ml larutan

kokain 0,5% pada pasien 34 tahun.3,13,14

Setelah menggunakannya pada 6 pasien,

dia dan asistennya masing-masing menyuntikkan kokain ke dalam tulang

belakang pasien yang lain. Karena efektifivitasnya (anestesi spinal), maka mereka

merekomendasikan anestesi spinal untuk operasi kaki, tetapi mereka akhirnya

tidak menggunakan lagi anestesi spinal karena toksisitas kokain. Sampai saat ini

Agustus Bier dikenal sebagai bapak anestesi spinal.3,13,14

A.2. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Spinal

Anestesi spinal umumnya digunakan untuk prosedur bedah melibatkan

daerah abdomen bagian bawah, perineum, dan ekstremitas bawah.2,3,15-17

Meskipun teknik ini juga bisa digunakan untuk operasi abdomen bagian atas,

sebagian menganggap lebih baik untuk menggunakan anestesi umum untuk

Page 25: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

9

memastikan kenyamanan pasien.17

Selain itu, blok ekstensif diperlukan untuk

operasi abdomen bagian atas dan cara ini mungkin memiliki dampak negatif pada

ventilasi dan oksigenasi.17

Bila dipertimbangkan untuk melakukan neuroaksial anestesi, resiko dan

keuntungan harus didiskusikan dengan pasien, dan informed consent harus

dilakukan. Mempersiapkan mental pasien adalah hal yang penting karena pilihan

teknik anestesi bergantung pada tipe pembedahan. Pasien harus mengerti bahwa

mereka akan merasa lumpuh sampai efek blokade hilang.2

Ada kontraindikasi absolut dan relatif terhadap anestesi spinal. Satu-

satunya kontraindikasi absolut adalah penolakan pasien, infeksi pada tempat

suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis tertentu, koagulopati darah, dan

peningkatan tekanan intrakranial.2,3,14,15-18

Kontraindikasi relatif meliputi sepsis

yang berbeda dari tempat tusukan (misalnya, korioamnionitis atau infeksi

ekstremitas bawah) dan lama operasi yang waktunya belum bisa diperkirakan.

Dari kasus yang pertama, jika pasien diobati dengan antibiotik dan tanda-tanda

vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan.2,3,18

Sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa

kembali pasien untuk mencari tanda-tanda infeksi kulit di tempat suntikan karena

dapat beresiko menyebabkan infeksi SSP akibat tindakan anestesi spinal.2,3,16

Ketidakstabilan hemodinamik pra-operasi atau hipovolemia meningkatkan resiko

hipotensi setelah tindakan anestesi spinal.3 Tekanan intrakranial yang tinggi

meningkatkan resiko herniasi unkal ketika CSF (Cerebro Spinal Fluid) hilang

melalui jarum spinal.3 Kelainan koagulasi meningkatkan resiko pembentukan

hematoma.2,3,14-18

Hal ini juga penting untuk berkomunikasi dengan ahli bedah

dalam menentukan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan operasi, sebelum

dilakukan tindakan anestesi spinal. Anestesi spinal yang diberikan tidak dapat

berlangsung lama sehingga jika durasi operasi tidak bisa diperkirakan lamanya

maka anestesi spinal tidak dapat dipergunakan pada operasi tersebut. Mengetahui

durasi operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan

digunakan, penambahan seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal diperlukan

atau tidak.3

Page 26: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

10

Melakukan anestesi spinal pada pasien dengan penyakit-penyakit

neurologi, seperti multiple sclerosis, adalah kontroversial.3,16,18

Dalam percobaan

in vitro yang menunjukkan bahwa saraf demyelinated lebih rentan terhadap

toksisitas anestesi lokal.3,18

Namun, tidak ada studi klinis yang meyakinkan dan

menunjukkan bahwa anestesi spinal dapat memperburuk penyakit neurologis yang

sudah ada.3,18

Memang nyeri perioperatif, stres, demam, dan kelelahan dapat

memperburuk penyakit, sehingga blok neuraksial bebas stress mungkin lebih

disukai untuk pembedahan.3,18

Sakit punggung kronis tidak mewakili

kontraindikasi teknik anestesi spinal, meskipun para klinisi mungkin menghindari

teknik ini karena tindakan anestesi spinal dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri

paska operasi meskipun belum ada bukti yang saling menguatkan antara nyeri

eksaserbasi paska operasi yang diakibatkan oleh anestesi spinal.16

Pasien dengan stenosis mitral, hipertrofi idiopatik stenosis subaorta, dan

stenosis aorta, tidak toleran terhadap penurunan akut dari resistensi vaskuler

sistemik.16

Dengan demikian, meskipun tidak kontraindikasi, blok neuraksial

harus digunakan hati-hati dalam kasus tersebut.16

Penyakit jantung secara

signifikan dapat menimbulkan kontraindikasi relatif untuk anestesia ketika tingkat

sensorik mencapai lebih dari T6.3,18

Cacat parah dari kolum tulang belakang dapat

meningkatkan kesulitan dalam memasukkan obat anestesi spinal. Artritis,

kifoskoliosis, dan operasi fusi lumbal sebelumnya bukan kontraindikasi untuk

anestesi spinal.3,18

Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien dalam

menentukan kelainan anatomi sebelum melakukan anestesi spinal.3,18

A.3. Farmakologi Anestesi Lokal

Kebanyakan anestesi lokal mengikat pada saluran natrium secara

reversibel, menghambat influks natrium pada keadaan inaktif, mencegah aktivasi

saluran dan influks sementara dari natrium dalam jumlah besar akibat dari

depolarisasi membran.2,20

Hal ini tidak mengganggu potensial membran saat

istirahat atau ambang rangsang, tetapi akan memperlambat tingkat depolarisasi

jika konsentrasi anestesi lokal makin ditingkatkan.2,20,21

Aksi potensial dan

hantaran saraf tidak dimulai karena ambang rangsang tidak pernah terlewati.

Page 27: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

11

Anestesi lokal memiliki afinitas yang besar terhadap saluran natrium yang aktif

daripada yang tidak aktif dalam keadaan istirahat.2,20,21

Dua kelompok yang berbeda dari anestesi lokal yang digunakan dalam

anestesi spinal yaitu ester dan amida ditandai dengan ikatan yang menghubungkan

bagian aromatik dan rantai menengah. Ester berisi link ester antara bagian

aromatik dan rantai menengah, contoh termasuk procaine, kloroprocaine, dan

tetracaine.2,3,16,17,20

Amida berisi link amida antara bagian aromatik dan rantai menengah,

contohnya bupivakain, levobupivakain, ropivakain, etidokain, lidokain,

mepivakain, dan prilokain. Meskipun metabolisme penting untuk menentukan

aktivitas anestesi lokal, kelarutan lemak, protein yang mengikat, dan pKa juga

mempengaruhi aktivitas.2,3,16,22

Kelarutan lemak berkaitan dengan potensi anestesi lokal. Kelarutan lemak

yang rendah menunjukkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari anestesi lokal

harus diberikan untuk mendapatkan blokade saraf.2,3,16,17,20

Sebaliknya, kelarutan

lemak yang tinggi menghasilkan anestesi pada konsentrasi rendah.3 Ikatan

terhadap protein plasma mempengaruhi durasi kerja anestesi lokal. Ikatan obat

anestesi lokal yang tinggi terhadap protein plasma menyebabkan obat tersebut

memiliki durasi kerja yang lama juga.3

Mula kerja berkaitan dengan jumlah anestesi lokal yang tersedia dalam

bentuk basa. pKa anestesi lokal adalah pH dimana bentuk-bentuk terionisasi dan

tidak terionisasi yang tersedia sama di dalam larutan, yang penting karena bentuk

terionisasi memungkinkan anestesi lokal untuk menyebar di seluruh selubung

saraf lipofilik dan mencapai saluran natrium dalam membran saraf.2,3

pKa berarti

pH pada saat 50% molekul basa bebas dan 50% molekul dengan muatan ion

positif.25

Bila ditambahkan bikarbonat, pH akan meningkat sebanding dengan

molekul basa bebas, molekul akan bebas melintasi membran akson dengan mudah

dan secara farmakologis bekerja lebih cepat.25

Sebaliknya pada pH rendah atau

asam akan lebih sedikit molekul basa bebas melintasi membran akson dengan aksi

farmakologis lebih lambat. Kebanyakan anestesi lokal mengikuti aturan bahwa

semakin rendah pKa, semakin cepat terjadinya aksi dan sebaliknya.2,3

Page 28: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

12

Farmakokinetik anestesi lokal termasuk penyerapan dan eliminasi obat.

Empat faktor yang berperan dalam penyerapan anestesi lokal di ruang

subarachnoid ke dalam jaringan saraf :

(1) Konsentrasi anestesi lokal di CSF

(2) Luas permukaan jaringan saraf terkena CSF

(3) Kadar lemak jaringan saraf

(4) Aliran darah ke saraf.2,3,20

Penyerapan anestesi lokal paling besar adalah di tempat suntikan,

konsentrasi obat tertinggi di CSF dan menurun di atas dan di bawah tempat

tersebut. Penyerapan dan penyebaran anestesi lokal setelah injeksi spinal

ditentukan oleh beberapa faktor termasuk dosis, volume, barisitas anestesi lokal,

posisi pasien serta ada tidaknya penambahan vasokonstriktor pada anestesi

lokal.2,3,20

Setelah injeksi ke daerah serabut saraf yang akan diblok, anestesi lokal

diserap ke dalam darah. Anestesi lokal golongan ester dengan cepat dihidrolisis

oleh butyrylcholinesterase dalam darah.2,3,20

Anestesi lokal golongan amida dapat

secara luas didistribusikan melalui sirkulasi. Anestesi lokal golongan amida

dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati dengan demikian waktu paruh obat ini

secara signifikan lebih lama dan toksisitas lebih mungkin untuk terjadi pada

pasien dengan gangguan fungsi hati.2,3,20

Kedua akar saraf dan sumsum tulang belakang mengambil anestesi lokal

setelah diinjeksikan ke dalam ruang subarachnoid.3 Makin luas permukaan saraf

yang terkena anestesi lokal maka makin besar penyerapan anestesi lokal tersebut.3

Sumsum tulang belakang memiliki dua mekanisme untuk penyerapan anestesi

lokal. Mekanisme pertama adalah dengan difusi dari CSF ke piamater dan ke

sumsum tulang belakang, yang merupakan proses yang lambat.2,3

Metode kedua

adalah serapan anestesi lokal dengan cara ekstensi ke dalam ruang dari Virchow-

Robin, yang merupakan daerah dari piamater yang dikelilingi oleh pembuluh

darah yang menembus sistem saraf pusat.3 Ruang-ruang Virchow-Robin

terhubung dengan celah perineuronal yang mengelilingi badan sel saraf di

sumsum tulang belakang dan menembus ke daerah yang lebih dalam dari sumsum

tulang belakang.3

Page 29: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

13

Kadar lemak menentukan penyerapan anestesi lokal. Jaringan saraf yang

bermielin dalam ruang subarachnoid mengandung konsentrasi tinggi anestesi

lokal setelah injeksi.3 Semakin tinggi derajat mielinisasi, semakin tinggi

konsentrasi anestesi lokal, karena ada kandungan lemak yang tinggi dalam

myelin. Jika daerah akar saraf tidak mengandung mielin, peningkatan resiko

kerusakan saraf dapat terjadi pada area tersebut.3

Aliran darah menentukan tingkat eliminasi anestesi lokal dari jaringan

saraf tulang belakang. Semakin cepat aliran darah di sumsum tulang belakang,

semakin cepat pula anestesi yang tereliminasi.3 Hal ini sebagian dapat

menjelaskan mengapa konsentrasi anestesi lokal lebih besar di posterior sumsum

tulang belakang daripada anterior, meskipun anterior lebih mudah diakses oleh

ruang Virchow-Robin.3 Setelah anestesi spinal diberikan, aliran darah dapat

ditingkatkan atau diturunkan ke sumsum tulang belakang, tergantung pada

anestesi lokal tertentu yang diberikan, misalnya tetracaine yang dapat

meningkatkan aliran darah tetapi lidokain dan bupivakain menguranginya, serta

mempengaruhi eliminasi anestesi lokal.3

Eliminasi anestesi lokal dari ruang subarachnoid adalah dengan

penyerapan vaskular dalam ruang epidural dan ruang subarachnoid.3 Anestesi

lokal berjalan melintasi dura di kedua arah. Dalam ruang epidural, penyerapan

pembuluh darah dapat terjadi, seperti dalam ruang subarachnoid. Pasokan

pembuluh darah banyak terdapat di sumsum tulang belakang dan piamater.3

Karena perfusi pembuluh darah ke sumsum tulang belakang bervariasi, laju

eliminasi anestesi lokal juga bervariasi.2,3

Secara umum anestesi lokal memiliki beberapa karakteristik berdasarkan

farmakodinamik obat:2,3,16,20

1. Anestesi lokal khususnya memblokir serabut saraf kecil. Hal ini karena jarak

pasif propagasi impuls dalam saraf kecil yang lebih pendek. Secara umum, saraf C

yang tidak bermielin (sinyal rasa sakit) dan saraf Aδ mielin (nyeri dan suhu) yang

diblokir sebelum serabut saraf besar yang bermilein Aγ, Aβ dan Aα serat yang

lebih besar (postural, sentuhan, tekanan, dan sinyal motorik).

Page 30: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

14

Saraf dengan frekuensi yang lebih tinggi dan lebih positif maka potensial

membran akan lebih sensitif terhadap blok anestesi lokal. Hal ini dikarenakan

muatan anestesi lokal lebih mudah berikatan dengan saluran natrium yang terbuka

dari pada saluran natrium yang tidak aktif. Hal ini karena molekul anestesi lokal

lebih mungkin untuk mengakses ke tempat pengikat di saluran natrium, dan

cenderung kurang untuk memisahkan dari tempat pengikat di saluran terbuka

natrium atau tidak aktif dibandingkan pada saat saluran natrium istirahat. Serabut

sensorik, terutama nyeri, memiliki tingkat rangsangan yang tinggi dan memiliki

durasi kerja potensial yang lebih lama dari serabut motorik, dengan demikian

lebih sensitif terhadap konsentrasi yang lebih rendah dari anestesi lokal.

2. Pada serabut saraf, serat yang terletak circumferentially pertama dipengaruhi

oleh anestesi lokal. Dalam batang saraf besar, saraf motorik biasanya terletak

circumferentially dan teraktivasi sebelum serabut saraf sensorik. Pada ekstremitas,

saraf sensorik proksimal terletak lebih circumferentially dari saraf sensorik distal.

Dengan demikian, hilangnya rasa bagian dari anggota tubuh mungkin menyebar

dari proksimal ke distal.

3. Efektivitas anestesi lokal dipengaruhi oleh pH obat. Seperti disebutkan di atas,

bentuk tidak bermuatan anestesi lokal lebih mungkin untuk menembus membran

namun bentuk yang bermuatan akan lebih aktif dalam memblokir saluran natrium.

Pada pH tinggi, sebagian besar anestesi lokal bermuatan, tetapi juga memiliki

afinitas yang lebih rendah untuk saluran natrium. Pada pH sangat rendah, ada

persentase yang lebih tinggi dari molekul bermuatan yang mengurangi efek obat

karena mereka cenderung untuk memasuki sel.

Klasifikasi serabut saraf

Tipe saraf Modality

served

Diameter(mm) Konduksi(ml/s) Mielinasi

Motor

efferent

Propriosepsi

12-20

12-20

70-120

70-120

Ya

Ya

Page 31: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

15

B

C dorsal root

C simpatetik

Sentuhan,

tekanan

Motor

efferent

(muscle

spindle)

Nyeri, suhu,

sentuhan

Serabut

otonom

preganglion

Nyeri, suhu

Serabut

otonom

postganglion

5-12

3-6

2-5

< 3

0,4-1,2

0,3-1,3

30-70

15-30

12-30

3-14

0,5-2

0,7-2,3

Ya

Ya

Ya

Beberapa

Tidak

Tidak

A.4. Penyebaran Anestesi Lokal di Spinal

CSF dari saluran vertebralis menempati (2-3 mm) dalam ruang yang

mengelilingi sumsum tulang belakang dan kauda equina, dan tertutup oleh

arachnoid. Ketika anestesi lokal disemprotkan ke dalam CSF maka

penyebarannya tergantung aliran dan arus yang dibuat oleh CSF.2,3,19

Bagian

berikutnya adalah penyebaran akibat interaksi CSF dan gravitasi. 2,3,19

Gravitasi

akan 'diterapkan' melalui posisi pasien (tidur, duduk, dll), dalam posisi horizontal,

oleh pengaruh kurva dari saluran vertebralis. Banyak faktor yang dikatakan

mempengaruhi mekanisme ini.2,3,19

Page 32: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

16

Faktor utama dalam penyebaran anestesi lokal adalah karakteristik fisik

CSF dan cairan anestesi lokal yang disuntikkan, teknik yang digunakan serta

gambaran umum pasien. Ini saling berkaitan dalam cara yang kompleks.2,3,19

Faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran anestesi lokal pada anestesi

spinal adalah :

1. Karakteristik anestesi lokal yang disuntikkan: barisitas, volum/dosis/konsentrasi,

suhu, viskositas, penambahan obat lain.

2. Teknik yang digunakan meliputi: posisi pasien, tempat suntikan, tipe jarum, dan

yang terakhir kateter intratekal.

3. Karakteristik pasien: umur, jenis kelamin, tinggi badan, hamil, volum CSF, berat

badan, dan anatomi tulang belakang.2,3,19

Ada beberapa definisi yang sering disalahartikan. Densitas adalah rasio

massa zat untuk volume. Ini bervariasi dengan suhu, yang harus ditentukan.

Specific Gravity adalah rasio kepadatan suatu zat dengan standar. Hal ini biasanya

berhubungan dengan larutan anestesi lokal di 200C air pada suhu 40˚C.

Sedangkan barisitas adalah analog dengan gravitasi, tetapi dinyatakan sebagai

rasio kepadatan anestesi lokal dan CSF pada suhu 37˚C.

Pada suhu 37˚C kepadatan rata-rata CSF adalah 1,0003, dengan kisaran

1,0000-1,0006 (±2 SD) g/liter. Anestesi lokal disebut hipobarik atau hiperbarik

jika barisitas dibawah 0.9990 atau di atas 1.0010.19

Semua cairan anestesi lokal

yang digunakan bebas dari cairan glukosa memiliki barisitas yang hipobarik.

Plain bupivakain memiliki barisitas dari 0.9990, yang berarti bahwa hampir sama

dengan hipobarik.2,3,16,19

Sementara berbagai teknik telah digunakan untuk mengubah barisitas

anestesi lokal, penambahan glukosa adalah satu-satunya cara yang digunakan

secara rutin. Pilihan yang biasa bagi dokter adalah antara hiperbarik atau sama

dengan atau dibawah sedikit dari CSF.2,3

Cairan hiperbarik lebih dapat diprediksi,

dengan penyebaran yang lebih besar dalam arah gravitasi dan variabilitas

kurang.19

Sebaliknya, larutan yang hipobarik menunjukkan variabilitas yang lebih

besar dalam segi efek klinis dan kurang dapat diprediksi, sehingga blok dapat

Page 33: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

17

terlalu rendah dan tidak memadai untuk operasi atau terlalu tinggi yang

menyebabkan efek samping.2,3,19

Penyebaran dari cairan hiperbarik dapat dikaitkan dengan peningkatan

insiden efek samping kardiorespirasi, meskipun hal ini tidak selalu terjadi, dan

mungkin tergantung pada konsentrasi glukosa.19

Larutan tersedia secara komersial

mengandung glukosa hingga 8%, tetapi sebagian besar bukti menunjukkan bahwa

konsentrasi setiap lebih dari 0,8%, akan menghasilkan cairan seperti cairan

hiperbarik, tetapi dengan sedikit penyebaran jika konsentrasi glukosa adalah di

bawah dari kisaran. Larutan hiperbarik dapat dibuat dengan menambahkan 5%

dextrose ke larutan hipobarik.2,19

Densitas 5 mg/ml bupivakain, levobupivakain, dan ropivakain dalam 30 mg/ml

dekstrosa pada suhu 37˚C. Data digambarkan mean (3SD). Pengukuran dengan

DE50 densitas meter (Mettler-Toledo Laboratories, UK). Diproduksi dengan izin

Dr G.A. McLeod8

Lokal anestesi Densitas (gr/ml)

Bupivakain

Levobupivakain

Ropivakain

1,00874 (0,0026)

1,00945 (0,00016)

1,00876 (0,00027)

Volume obat suntikan juga berperan besar. Banyak penelitian yang sudah

dilakukan untuk menunjukkan efek volume berakibat gagal dalam mengubah

konsentrasi anestesi lokal, yang berakibat peningkatan dalam pemberian dosis

yang diberikan. Ketika efek volume (hingga 14 ml) diisolasi dari faktor-faktor

lain, kebanyakan studi menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan pada

penyebaran rata-rata meskipun suntikan volume yang sangat rendah (1,5-2 ml)

dapat mengurangi penyebaran.

Keprihatinan dasar yang sama berlaku untuk studi tentang efek dari dosis

yang berbeda, perubahan dalam dosis akan disertai dengan perubahan volume atau

konsentrasi. Beberapa studi yang dirancang untuk mengendalikan perubahan

Page 34: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

18

dalam faktor-faktor lain, yang menunjukkan bahwa peningkatan dosis dikaitkan

dengan peningkatan penyebaran. Yang perlu diperhatikan adalah efeknya. Jika

tidak ada obat yang disuntikkan tidak akan ada efek, dan kelebihan dosis yang

besar (misalnya injeksi intratekal) disengaja selama blok epidural akan

menghasilkan spinal total, tapi tidak ada hubungan garis lurus diantara keduanya.

Dalam rentang dosis yang biasanya digunakan, atau peningkatan dosis sampai 50

persen, dosis yang disuntikkan akan mengakibatkan peningkatan rata-rata

penyebaran blok pada dermatom.

CSF dan anestesi lokal menunjukkan penurunan densitas dengan

meningkatnya suhu. CSF memiliki suhu tubuh inti sedangkan cairan anestesi lokal

yang diberikan berada pada suhu kamar. Konsekuensi dari efek suhu yang paling

nyata dengan cairan terlihat pada bupivakain 0,5%. Bupivakain akan menjadi

sedikit hiperbarik pada 24°C (densitas 1,0032 kg.m-3), tapi sedikit hipobarik pada

37°C (densitas 0,9984 kg.m-3).19

Bahkan perbedaan kecil seperti pada barisitas

dapat menyebabkan pola distribusi yang berlawanan, dan juga dapat menjelaskan

variabilitas yang besar dalam penyebaran bupivakain ketika disuntikkan di 'ruang'

(yang mungkin bervariasi) terhadap suhu.

Glukosa menjadi larutan yang mempengaruhi viskositas serta densitas.

Cairan lebih kental menghasilkan penyebaran rata-rata secara signifikan lebih

besar dari yang lain. Cairan plain yang jauh lebih encer daripada yang

mengandung glukosa, mungkin kurang larut dengan CSF.19

Luasnya penyebaran intratekal tidak diubah oleh anestesi lokal yang

digunakan, asalkan faktor-faktor lain dikendalikan. Cairan yang mengandung

vasokonstriktor menyebar dengan cara yang hampir sama seperti dengan yang

tidak ditambahkan dengan vasokontriktor, meskipun durasi kerja blok dapat

diperpanjang.19

Penambahan obat lain, seperti opioid atau klonidin, memiliki efek

ganda. Anestesi lokal yang dicampurkan dengan obat lain sebenarnya dapat

berubah menjadi larutan yang hipobarik tetapi efek ini kecil pengaruhnya.19

Penambahan anestesi lokal dengan opioid dapat meningkatkan waktu penyebaran

serta memperpanjang efek kerja dari anestesi lokal.2,3,16,19

Page 35: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

19

Penyebaran anestesi lokal juga tidak terlepas dari teknik yang digunakan.

Perbedaan densitas antara CSF dan anestesi lokal yang disuntikkan adalah faktor

utama penyebaran obat di ruang tulang belakang. Hal ini terbentuk akibat dari

aktivitas gravitasi, cairan hiperbarik (tenggelam) dan hipobarik (melayang), jadi

penyebaran obat di CSF tergantung dari interaksi antara densitas obat dan posisi

pasien.2,3,16,19

Misalnya ketika menginginkan obat anestesi hiperbarik menyebar

lebih cephalad maka pasien akan dibiarkan dalam posisi head down. Jika

menginginkan penyebaran anestesi lokal hipobarik kearah caudal maka posisi

pasien harus dalam keadaan head up.

Tempat penyuntikan yang lebih tinggi juga meningkatkan kemungkinan

penyebaran obat kearah cephalad dibandingkan pada tingkat yang lebih

rendah.2,3,19

Jenis jarum yang digunakan, sudut dan arah jarum spinal awalnya

dinilai mempengaruhi tingkat penyebaran, tetapi efek ini dinilai tidak bermakna

dan dinilai tidak ada pengaruhnya.19

Sebelumnya banyak yang menganggap

bahwa barbotage dianggap dapat meningkatkan penyebaran anestesi lokal pada

anestesi spinal, tetapi ternyata hal ini tidak terbukti.19

Penyuntikan yang cepat

dapat meningkatkan penyebaran, tetapi efek ini lebih besar pada anestesi lokal

yang hipobarik.19

Bagaimana dengan karakteristik pasien, apakah mempengaruhi

penyebaran obat. Pada usia yang lebih tua penyebaran dinilai lebih cepat, hal ini

dimungkinkan karena pada pasien tua mungkin telah terjadi perubahan anatomi,

neurofisiologi, serta kardiovaskular.2,19

Belum ada penelitian yang membuktikan

hubungan tinggi badan dengan penyebaran obat anestesi lokal.19

Berat badan

awalnya dinilai memiliki hubungan dengan penyebaran obat, hal ini secara teoritis

akibat adanya penumpukan lemak di epidural sehingga menekan serta mengurangi

produksi CSF, tetapi hasil penelitian terhadap masalah ini masih kontroversial.19

Jenis kelamin mempengaruhi dalam densitas CSF. Pada pria densitas CSF

akan mengurangi barisitas dari anestesi lokal.19

Kehamilan dan pasien yang

memiliki tekanan intraabdominal yang tinggi juga berpengaruh terhadap

penyebaran obat. Pasien yang memiliki tekanan intraabdomen yang tinggi akan

mengurangi volume CSF dan menyebabkan anestesi lokal lebih cenderung mudah

Page 36: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

20

menyebar ke cephalad.2,3,19

Pada pasien hamil sensitivitas saraf meningkat oleh

karena progesteron juga dibantu oleh lordosis lumbal serta perubahan pada

volume dan densitas CSF.19

Hal yang sangat penting mempengaruhi penyebaran obat adalah anatomi

dari tulang belakang. Kelainan anatomi ini bahkan dapat membuat blok menjadi

gagal. Misalnya skoliosis, susah untuk penyebaran blok yang merata bahkan

dengan berbaring (lateral).19

Kifosis berat atau kifoskoliosis dihubungkan dengan

penurunan volume CSF dan sering mengakibatkan level anestesi yang lebih tinggi

daripada yang diperkirakan, terutama dengan teknik hipobarik dan penyuntikan

yang cepat.2,19

A.5. Bupivakain

Bupivakain adalah derivat mevicaine yang tiga kali lebih kuat dari

asalnya. Nama kimia obat ini 1-butyl-N-[2,6-dimethylphenyl] piperidine-2-

carboxamide. Bupivakain memiliki mula kerja yang cepat (5-10 menit) dengan

durasi kerja analgesia (90-150 menit).2,3,16,17

Untuk mula kerja bupivakain

isobarik dan hiperbarik sebagian penelitian ada yang menyebutkan bupivakain

hiperbarik memiliki mula kerja yang cepat serta durasi kerja yang lama

dibandingkan dengan isobarik dan begitu juga sebaliknya, sebagaian penelitian

yang lain mengatakan bahwa bupivakain isobarik memiliki mula kerja yang cepat

serta durasi kerja yang lama.24

Dalam hal ini mula kerja dan durasi obat bekerja

tentu dipengaruhi banyak faktor yaitu: umur, tinggi badan, CSF, barisitas, teknik

penyuntikan, dan sebagainya. Karena banyak faktor yang berpengaruh, sehingga

mengenai mula kerja dan durasi kerja perlu penelitian lebih lanjut.

Obat ini dipakai pertama sekali tahun 1963.24

Obat ini tersedia di dalam

sediaan 5 mg/ml, dengan konsentrasi 0,75% dengan 8,25 % dekstrose ataupun

tanpa dekstrose serta konsentrasi 0,5% dengan atau tanpa dekstrose.2,3,16

Pada

tahun-tahun terakhir ini bupivakain menjadi sering dipakai untuk operasi-operasi

abdomen bagian bawah, baik yang isobarik ataupun yang hiperbarik. Kualitas

blok motorik yang ditimbulkannya tidak terlalu baik tetapi kualitas sensorik

Page 37: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

21

bloknya jauh lebih baik sehingga obat ini sangat ideal sebagai analgesi paska

operasi.16

Prinsip kerja bupivakain dengan cara sama dengan mekanisme yang

telah diuraikan sebelumnya yaitu menghambat permeabilitas membran sel

terhadap natrium sehingga mencegah terjadinya hantaran saraf disepanjang

serabut saraf. Eliminasi bupivakain terjadi melalui hati dan paru-paru.24

Bupivakain memiliki daya ikat yang tinggi terhadap protein plasma (95,6%), dan

memiliki nilai pKa yang tinggi pula yaitu 8,2.2,24

Telah dilaporkan terjadinya henti

jantung pada penggunaan bupivakain. Kejadian ini terjadi jika bupivakain dalam

dosis besar masuk secara tidak sengaja ke dalam pembuluh darah sehingga obat

ini sebenarnya kurang direkomendasikan pada pasien yang akan dilakukan

anestesi epidural.16

Obat ini dikenal bekerja cepat, tetapi lambat untuk

tereliminasi. Obat ini dapat menyebabkan henti jantung dikarenakan dapat

berikatan dengan saluran natrium di otot jantung. Mekanisme lain yang dapat

dipercaya menyebabkan henti jantung adalah kemampuan obat ini mengganggu

konduksi antara atrium-ventrikel, depresi kontraktilitas otot jantung, dan efek

yang tidak langsung terhadap susunan saraf pusat.16

Sehingga efek depresi otot

jantung menyebabkan para klinis mencari obat alternatif yang kerjanya hampir

sama atau lebih baik dari bupivakain.

A.6. Levobupivakain

Levobupivakain adalah obat anestesi lokal yang termasuk golongan amida

(CONH-) yang memiliki atom karbon asimetrik dan isomer Levo (-).25

Levobupivakain merupakan alternatif menarik selain bupivacaine untuk anestesi

spinal oleh karena obat ini menghasilkan subarachnoid blok dengan karakteristik

sensorik dan motorik yang lebih lama serta recovery seperti bupivacaine.28

Levobupivakain memiliki pKa 8,2. Ikatan dengan protein lebih dari 97% terutama

pada asam α1 glikoprotein dibandingkan pada albumin, sedangkan ikatan protein

dengan bupivakain 95%. Hal ini berarti kurang dari 3% obat berada bebas dalam

plasma.25,26

Fraksi konsentrasi yang kecil ini dapat berefek pada jaringan lain yang

menyebabkan efek samping dan manifestasi toksik. Pada pasien hipoproteinemia,

Page 38: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

22

sindrom nefrotik, kurang kalori protein, bayi baru lahir dengan sedikit kadar

protein, menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma tinggi sehingga efek toksik

terlihat pada dosis rendah.25

Dalam sediaan komersil levobupivakain tersedia dalam konsentrasi 0,5% 5

mg/ml, untuk levobupivakain 0,5% plain memiliki mula kerja yang cepat yaitu 4-

8 menit dengan durasi kerja anestesi 135-170 menit.3 Mekanisme aksi sama

dengan bupivakain atau obat anestesi lokal lain. Apabila MLAC (Minimum Local

Analgesic Concentration) tercapai, obat akan melingkupi membran akson

sehingga memblok saluran natrium dan akan menghentikan transmisi impuls

saraf.2,3

Metabolisme obat terjadi di hepar oleh enzim sitokrom P450 terutama

CYPIA2 dan CYP3A4 isoforms. 25,26

Cara pemberian melalui spinal, epidural,

blok saraf perifer, dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena

beresiko toksik.25,26

Bersihan obat dalam plasma akan menurun bila terjadi

gangguan fungsi hepar. Konsentrasi untuk menimbulkan efek toksik pada jantung

dan saraf lebih kecil pada levobupivakain daripada bupivakain. Batas keamanan

1,3 berarti efek toksik tidak akan terlihat sampai konsentrasi 30%.25,26

Levobupivakain menimbulkan depresi jantung lebih sedikit dibandingkan

bupivakain dan ropivakain.25,26

Gejala toksisitas sistem saraf pusat pada

bupivakain lebih tinggi rata-rata 56,1 mg dibandingkan levobupikacain 47,1

mg.25,26

Levobupivakain dapat digunakan untuk subarachnoid, epidural, blok

pleksus brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan interskalen,

blok saraf perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal,

analgesi

obstetri, pengelolaan nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut dan kronis.

25,26

Dosis tunggal maksimum yang digunakan 2 mg/kgbb dan 5,7 mg/kgbb (400mg)

dalam 24 jam.25,26

Sama dengan efek samping obat anestesi lainnya, diantaranya

hipotensi, bradikardi, mual, muntah, gatal, nyeri kepala, pusing,

telinga

berdenging, gangguan buang air besar, dan kejang.25,26

Levobupivakain toksisitasnya lebih kurang dibandingkan dengan

bupivakain. Dosis letal levobupivakain 1,3-1,6 kali lebih tinggi dibandingkan

bupivakain, sehingga keuntungannya adalah lebih aman dibandingkan bupivakain.

Penelitian in vitro membuktikan dengan levobupivakain resiko kardiotoksisitas

Page 39: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

23

yang rendah dibandingkan dengan dexbupivakain dan atau bupivakain, termasuk

rendahnya efek atau rendahnya potensi pada memblok saluran kalium kardiak

pada status terinaktivasi; memblok saluran natrium kardiak; mengurangi angka

depolarisasi maksimal, memperlama konduksi atrioventrikuler; dan

memperlambat durasi interval QRS. Perbedaan antara kedua obat tersebut

terhadap kontraktilitas kurang konsisten, namun levobupivakain tampaknya tidak

memperburuk kondisi ini. Percobaan pada hewan, levobupivakain hanya sedikit

dan kurang memperberat gangguan kardiak, khususnya aritmia ventrikular. Pada

manusia, levobupivakain intravena (dosis rata-rata 56 mg) menyebabkan

kurangnya efek inotropik negatif daripada bupivakain (dosis 48 mg). Pada studi

lain dengan pemberian intravena, peningkatan maksimum rata-rata pada

QTcinterval secara signifikan lebih kurang dengan levobupivakain dibandingkan

dengan bupivakain (3 vs 24 msec) pada sukarelawan yang menerima > 75mg.7

Resiko yang rendah terhadap toksisitas sistem saraf pusat dengan

levobupivakain dibandingkan dengan dexbupivakain dan/atau bupivakain juga

telah dilaporkan, termasuk kurangnya tendensi untuk menyebabkan apnea dan

tingginya dosis konvulsif (levobupivakain 103 mg vs bupivakain 85 mg) studi

pada hewan. Sedangkan pada manusia, 64% yang mendapat bupivakain intravena

(dosis rata-rata 65,5mg) dibandingkan dengan 36% yang mendapat

levobupivakain (67,7mg) mengalami gangguan sistem saraf sentral atau perifer.

Levobupivakain intravena 40 mg menyebabkan sedikit perubahan penekanan

sistem saraf perifer pada EEG dibandingkan pemberian bupivakain 40 mg.7

A.7. Efek fisiologi anestesi spinal

a. Sistem kardiovaskuler

Efek fisiologis yang paling penting dan terprediksi adalah hipotensi yang

diperkirakan memiliki angka kejadian 16-33%. Efek yang paling menonjol adalah

hipotensi yang disebabkan dilatasi vena, dilatasi kapiler post arteriolar, penurunan

curah jantung sebagai akibat dari penurunan aliran darah balik dan

bradikardia.27,28,29

Page 40: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

24

Pada pasien-pasien yang beresiko tinggi seperti orang usia lanjut dan pada

mereka yang dengan disfungsi organ dimana mekanisme autoregulasinya

abnormal, suatu penurunan tekanan darah yang ringan sekalipun haruslah

dihindari. Hipotensi yang berat bisa mengakibatkan aritmia, blok jantung, iskemia

dan kolaps jantung. 27,28,29

b. Sistem Saraf

Serabut otonom (diperantarai oleh serabut C) merupakan yang paling

sensitif dan diblok paling cepat diikuti oleh serabut sensoris dan kemudian serabut

motoris. Pemulihan berlangsung secara berlawanan meskipun berbagai penelitian

menyimpulkan kembalinya aktifitas otonom sebelum sensoris. Akibat perbedaan

sensitivitas dari serabut saraf terhadap anestesi lokal, level otonom dua segmen

lebih tinggi dari pada level sensoris, dan level sensoris lebih tinggi dua segmen

dari level motorik. Hal ini disebut perbedaan blokade dan segmen dimana salah

satu modalitasnya terblok dan yang lainnya tidak disebut zona blokade diferensial.

Level otonom dinilai dengan suhu, sensoris dengan pin prick dan motoris dinilai

dengan skala Bromage. 27,28,29

c. Sistem respiratoris

SAB yang rendah tidak memberikan efek pada ventilasi. Volume tidal,

volume semenit, tekanan oksigen arteri, dipertahankan dengan baik pada individu

normal. Ventilasi pada pasien-pasien dengan cadangan respirasi yang kurang,

seperti pasien obesitas dan pasien PPOK dapat terjadi kelainan yang bermakna

pada fungsi respirasi jika blok cukup tinggi pada tingkat abdominal dan otot

interkostal bawah. 27,28,29

d. Sistem gastrointestinal

Tonus vagal yang tidak terinhibisi karena blokade simpatis dari Th5-L1

menghasilkan kontraksi usus dengan peristaltik aktif. Hal ini membantu untuk

anestesi general pada operasi laparoskopi. 27,28,29

e. Traktus urinarius

Anestesi neuroaksial pada blok level lumbal dan sakral memblok baik

simpatis maupun parasimpatis ke buli-buli. Hal ini mengakibatkan retensi urin

sampai blok menghilang.28

Page 41: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

25

f. Sistem metabolik dan neuroendokrin

Manipulasi operasi membangkitkan respon stress sehingga menyebabkan

peningkatan Adrenocotritropic hormone (ACTH), kortisol, epinefrin, norepinefrin

dan antidiuretic hormone (ADH) sebagaimana aktivasi dari sistem renin-

angiotensin-aldosteron. Hal ini memicu terjadinya hipertensi intra dan pasca

bedah, takikardia, hiperglikemia, katabolisme protein, penghambatan respon imun

dan fungsi renal yang berubah. Teknik anestesi neuroaksial dapat secara utuh atau

parsial menghambat respon ini jika diinisiasi sebelum operasi dan dilanjutkan

setelah operasi. 27,28,29

A.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketinggian blok

a. Dosis obat

Secara umum, semakin tinggi dosis yang digunakan, semakin tinggi level

blok. Bupivakain merupakan anestesi lokal yang paling sering digunakan,

meskipun lidokain, tetrakain, prokain, ropivakain dan levobupivakain juga

tersedia. Kadang-kadang vasokonstriktor seperti epinefrin ditambahkan ke dalam

anestesi lokal untuk memperpanjang masa kerjanya.. Larutan hiperbarik, isobarik

dan hipobarik dapat dipilih sebagai obat untuk anestesi spinal. Larutan hiperbarik

yang sering digunakan karena penyebarannya lebih efektif dan lebih mudah

dikontrol oleh ahli anestesi. Efek anestesi yang diinginkan adalah blok transmisi

sinyal saraf menuju dan dari area yang diinginkan. Sinyal sensoris dari sisi yang

terblok akan menghilangkan nyeri dan sinyal motoris untuk membatasi area

pergerakan, sehingga menghasilkan analgesia dan paralisis pada area

tersebut.27,28,29

Anestesi spinal terbatas untuk prosedur pada struktur dibawah abdomen

atas. Pemberian obat anestesi spinal pada level yang lebih tinggi dari abdomen

atas akan mempengaruhi kemampuan bernapas akibat kelumpuhan otot respirasi

interkostal, atau bahkan diafragma pada kasus total spinal yang disertai penurunan

Page 42: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

26

kesadaran, demikian juga kemampuan tubuh untuk mengontrol denyut jantung

melalui serabut akselerator jantung. 27,28,29

b. Umur

Umur pasien juga dapat mempengaruhi level blok yang diinginkan. Pada

usia lanjut rongga subarachnoid lebih sempit dan obat anestesi lokal cenderung

menyebar ke arah cephalad, sehingga dosis obat anestesi lokal harus

dikurangi.27,28,29

c. Barisitas

Barisitas menunjukkan densitas dari substansi yang dibandingkan dengan

cairan serebral spinal manusia. Dengan kata lain, barisitas dari larutan obat

anestesi adalah berat jenis relatif terhadap CSS tersebut. Barisitas digunakan pada

anestesia untuk menentukan perlakuan pada obat terutama arah penyebaran pada

ruang intratekal. Cairan hiperbarik lebih padat dari pada CSS, sedangkan cairan

hipobarik kurang padat dibandingkan dengan CSS. Secara umum, semakin tinggi

level injeksi, semakin tinggi level blok. Meski demikian, jika cairan hiperbarik

disuntikkan kepada pasien pada posisi kepala lebih dibawah (head down), akan

menyebar ke arah cephalad, dan sebaliknya larutan hipobarik akan mengalir ke

arah kaudal. Hal yang sama akan terjadi ketika pasien berbaring posisi lateral

dekubitus, cairan hiperbarik akan mengarah ke sisi yang tidak bebas sedangkan

cairan hipobarik akan mengarah ke sisi yang bebas. Dengan anatomi spinal yang

normal, lengkungan apeks torakolumbal adalah Th4. Jika pasien dalam posisi

supine, hal ini seharusnya membatasi penyebaran cairan hiperbarik dan level blok

hingga dibawah Th 4.27,28,29

d. Posisi

Seperti yang telah dijelaskan ketinggian level anestesi tergantung dari

posisi pasien. Jika pasien duduk selama 3 - 4 menit setelah penyuntikan cairan

hiperbarik ke dalam regio lumbar, hanya saraf lumbar dan sakral yang terblok.

Memindahkan pasien dari posisi duduk ke posisi supine segera setelah

penyuntikan maka penyebaran larutan akan lebih ke arah cephalad. Pasien dapat

juga berganti posisi menjadi lateral dekubitus jika menginginkan blok unilateral

Page 43: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

27

(cairan hiperbarik akan pindah ke posisi operasi jika pasien diposisikan secara

tepat).27,28,29

A.9. Faktor lain yang mempengaruhi level blok

Beberapa faktor yang mempengaruhi level blok antara lain : volume CSS,

kelengkungan spinal, volume obat, tekanan intra abdominal, arah jarum, tinggi

pasien, kehamilan, posisi pasien, daerah insersi, berat badan, anatomi spinal dan

jenis kelainan.27

A.10. Menilai level blok

Tes pinprick atau swab alkohol dapat dipakai untuk menilai ketinggian

blok sensoris, sementara penilaian blok simpatis dapat dilakukan dengan sensasi

suhu pada kulit, sedangkan skala Bromage dapat digunakan untuk mengevaluasi

blok motoris.27,28,29

A.11. Faktor-faktor yang mempengaruhi mula kerja blok

Faktor-faktor yang mempengaruhi mula kerja obat anestesi lokal adalah

pH, kecepatan obat berdifusi menembus perineurium dan obat-obat adjuvan

seperti larutan natrium bikarbonat dan garam hidroklorida.

pKa adalah suatu senyawa dimana bentuk ion dan non ion ada dalam

keseimbangan. Mula kerja obat anestesi lokal tergantung dari konsentrasi non ion

yang larut dalam lemak dan bentuk ion yang larut dalam air. Obat anestesi lokal

pada pKa mendekati pH fisiologis mempunyai konsentrasi non ion yang lebih

tinggi, yang dapat melalui membran sel saraf, sehingga mula kerja akan lebih

cepat.27,28,29

Setelah obat anestesi lokal disuntikkan, terjadi peningkatan pH larutan

oleh proses penyangga jaringan, yang akan mengubah menjadi bentuk non ion

yang lebih mudah larut dalam lemak, sehingga lebih mudah menembus membran

lipid untuk masuk ke dalam sel. Di dalam sel sebagian obat akan mengalami

ionisasi kembali. Dalam bentuk ion inilah, dari dalam sel obat akan masuk ke

Page 44: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

28

dalam kanal natrium kemudian obat akan berinteraksi dengan reseptor pada kanal

natrium, sehingga menghambat aliran masuk natrium, lalu terjadi hambatan pada

konduksi impuls. Mula kerja obat anestesi lokal juga berhubungan dengan

kecepatan difusi melalui perinerium, yaitu obat harus menembus jaringan

pengikat yang bukan jaringan saraf.27,28,29

A.12. Penyebaran obat

Penyebaran obat ke sistem saraf pusat (SSP) dalam CSS ditentukan oleh

beberapa faktor, yaitu kelarutan dalam lemak, aliran darah lokal, dan luas

permukaan jaringan yang berinteraksi dengan obat.

Sifat-sifat obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan yang ideal

adalah memberikan blok sensorik dan motorik yang kuat, mula kerja yang cepat,

pemulihan blok motorik yang cepat setelah pembedahan sehingga mobilisasi

segera dapat dimulai, dapat ditoleransi dalam dosis yang tinggi dan resiko

toksisitas sistemik yang rendah.27,28,29

A.13. Komplikasi Anestesi

Sesak nafas

Keluhan sesak nafas setelah anestesi neuraksial dapat terjadi. Penyebab

paling sering adalah hipotensi yang menyebabkan hipoperfusi batang otak,

sehingga penilaian dan penanganan tekanan darah perlu dilakukan. Penyebab

lainnya yaitu blok proprioseptif thorak, blok parsial otot abdomen dan interkostal,

dan posisi rekumben yang meningkatkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Gangguan signifikan respirasi jarang terjadi, karena blok neuraksial jarang

mempengaruhi nervus servikalis yang mengkontrol diafragma.41

Jika pasien kehilangan kemampuan berbicara, menggenggam erat, dan

saturasi oksihemoglobin turun (gejala anestesi spinal tinggi), anestesi umum

intubasi rapid sequence induction (RSI) dengan penekanan krikoid dilakukan

untuk ventilasi dan melindungi paru dari aspirasi cairan lambung.41

Hipotensi

Page 45: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

29

Definisi hipotensi masih kontroversial, namun peneliti menerima definisi

berikut: (1) penurunan tekanan darah sistolik >20% nilai basal atau (2) tekanan darah

sistolik <100 mmHg. Anestesia neuraksial menyebabkan hipotensi saat blok saraf

simpatis, yang mengontrol tonus otot polos vaskuler. Blok simpatis preganglionik

menyebabkan peningkatan kapasitansi vena, menggeser sebagian besar volume darah

ke dalam splanknik dan ekstremitas bawah sehingga menurunkan aliran balik ke

jantung. Juga terjadi penurunan resistensi pembuluh darah pre dan pasca kapiler.

Luasnya blok simpatis dan derajat hipotensi yang terjadi ditentukan oleh onset dan

penyebaran blok neuraksial sehingga hipotensi jarang terjadi pada anestesia epidural

karena onset blok lebih lambat.41

Mual dan muntah

Mual dan muntah dapat terjadi karena disebabkan oleh multifaktor, secara

garis besar faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 faktor yaitu:

1. Faktor pasien, meliputi umur, jenis kelamin, kegemukan, riwayat

motion sickness, terlambatnya pengosongan lambung dan riwayat

merokok.

2. Faktor preoperatif yang meliputi puasa, kecemasan, alasan

pembedahan dan obat premedikasi. Puasa yang terlalu lama pada

persiapan operasi elektif dan pemberian makanan sebelum operasi

dapat meningkatkan kejadian mual muntah. Stres psikologi dan

kecemasan sebelum operasi menjadi predisposisi terjadinya mual

muntah. Operasi yang berhubungan dengan kehamilan dan

gastrointestinal akan meningkatkan resiko mual muntah.

Pemberian obat premedikasi seperti opioid seperti morfin dan

petidin meningkatkan sekresi gastrik, mengurangi motilitas usus

dan menghambat pengosongan lambung.

3. Faktor intraoperatif, meliputi faktor anestesi, teknik anestesi dan

faktor pembedahan. Alasannya adalah penurunan aliran darah

serebral sebagai konsekuensi terjadinya hipotensi. Alasan lainnya

berhubungan dengan level blok yang dicapai, karena terjadi

Page 46: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

30

peningkatan level blok yang dicapai, atau karena penarikan

struktur peritonial selama operasi karena level blok yang yang

dicapai, karena terjadi peningkatan level blok yang dicapai, atau

karena penarikan struktur peritonial selama operasi karena level

blok yang tidak adekuat

Menggigil

Menggigil intraoperatif dan pascaoperatif disebabkan oleh karena

vasodilatasi sehingga terjadi penguapan panas, anestesi spinal juga menghambat

pelepasan katekolamin sehingga akan menekan produksi panas akibat

metabolisme (Atkinson dkk., 1992). Menggigil dapat berpotensi menimbulkan

beberapa skuele antara lain meningkatkan aktifitas otot yang akan meningkatkan

konsumsi oksigen dan produksi CO2, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac

output, pelepasan katekolamin, dan peningkatan tekanan intraokuli. Menggigil

selama anestesi spinal dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruang operasi

optimal, pemberian selimut, memakai penghangat infus, pemberian pethidin 25

mg atau klonidin 150 mcg intravena. Pethidin menjadi agen yang paling efektif

secara konsisten.41

B. NYERI

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau

berpotensi untuk itu, atau yang digambarkan seperti itu. Respon individu terhadap

nyeri sangat bervariasi, dan dipengaruhi oleh faktor genetik, latar belakang

budaya, usia dan jenis kelamin.30

Selama pembedahan berlangsung terjadi kerusakan jaringan tubuh yang

menghasilkan suatu stimulus noksius. Selanjutnya saat pasca bedah, terjadi respon

inflamasi pada jaringan tersebut yang bertanggung jawab terhadap munculnya

stimulus noksius. Kedua proses yang terjadi ini, selama dan pasca bedah akan

Page 47: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

31

mengakibatkan sensitisasi susunan saraf sensorik. Pada tingkat perifer, terjadi

penurunan nilai ambang reseptor nyeri (nosiseptor), sedangkan pada tingkat

sentral terjadi peningkatan eksitabilitas neuron spinal yang terlihat dalam

transmisi nyeri.31

Perubahan sensitisasi yang terjadi pada tingkat perifer dan sentral ini

memberikan gejala khas pada nyeri pasca bedah. Ditandai dengan gejala

hiperalgesia (suatu stimulus noksius lemah yang normal menyebabkan nyeri saat

ini dirasakan sangat nyeri) dan gejala allodinia (suatu stimulus lemah yang

normal tidak menyebabkan nyeri kini terasa nyeri) serta prolonged pain (nyeri

menetap walaupun stimulus sudah dihentikan).30,31

Nyeri pasca bedah merupakan prototipe dari suatu nyeri akut. Antara

kerusakan jaringan (sumber rangsang nyeri) sampai dirasakan sebagai persepsi,

terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologis yang disebut “nosiseptif”.

Terdapat 4 proses yang terjadi pada nosiseptif :

1. Proses transduksi, merupakan proses pengubahan rangsang nyeri menjadi

suatu aktifitas listrik yang akan diterima di ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa

rangsang fisik (tekanan), suhu, atau kimia. Segera setelah terjadi kerusakan

jaringan, ujung saraf sensorik seketika terpapar oleh sejumlah produk kerusakan

sel dan mediator inflamasi yang memicu aktivitas nosiseptif. Inflammatory soup

ini mencakup prostaglandin, proton, serotonin, histamin, bradikinin, purin,

sitokin, eicosanoids, dan neuropeptida yang bekerja pada reseptor spesifik pada

saraf sensorik dan juga memiliki interaksi yang penting. Awal kerusakan dan

inflamasi menyebabkan serabut C dan A- mengalami perubahan yang disebut

sensitisasi, peningkatan aktivitas nosiseptor yang normalnya “tenang” dan

perubahan aktivitas ion channels dan reseptor membrane. Proses transduksi ini

dapat dihambat oleh NSAID.30,31,32

2. Proses konduksi, merupakan penyaluran aksi potensial dari ujung

nosiseptif perifer melalui serabut saraf bermielin dan tidak bermielin hingga ujung

presinaptik. Ujung presinaptik kemudian berhadapan dengan interneuron dan

second order neuron. Interneuron dapat memfasilitasi atau menghambat transmisi

sinyal ke second order neuron. Proses ini dapat dihambat oleh obat anestetik

Page 48: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

32

lokal.30,31

Aksi potensial yang berlangsung dari perifer ke badan sel berjalan

melalui serabut saraf aferen, sedangkan yang berjalan sebaliknya berjalan melalui

serabut saraf eferen. Serabut saraf sensoris berdiameter paling besar, yaitu serabut

A beta, umumnya merupakan serabut non noksius yang mempersarafi struktur

somatic pada kulit dan sendi. Serabut saraf nosiseptif A delta yang bermielin tipis

dan serabut C yang tidak bermielin, mempersarafi kulit dan organ visceral.

Serabut A delta menghantarkan “first pain”, dengan onset yang cepat (kurang

dari 1 detik), mudah terlokalisir, dan sensasi nyeri tajam. Persepsi nyeri ini

member sinyal adanya kerusakan yang nyata dan atau yang berpotensi rusak

sehingga orang dapat mengetahui tempat terjadinya kerusakan dan memberikan

respon reflex menghindar. Serabut C tidak bermielin, dikenal sebagai serabut

nosiseptif polimodal high threshold, berespon terhadap kerusakan mekanis, kimia

dan suhu. Serabut saraf tersebut bertanggung jawab terhadap persepsi second-

pain, yang memiliki onset lambat (detik hingga menit) dan digambarkan sebagai

sensasi terbakar yang difus, tertusuk, yang kadang berlangsung lama dan mungkin

berkembang menjadi lebih tidak nyaman.30,31,32

3. Proses transmisi, merupakan penyaluran isyarat listrik yang terjadi mulai

dari ujung presinaptik untuk kemudian dilanjutkan ke post sinaptik untuk

diteruskan ke supra spinal. Ujung saraf proksimal serabut saraf masuk kedalam

kornu dorsalis medulla spinalis dan bersinap dengan sel second-order neuron.

Impuls noksius dari nosiseptor perifer akan diteruskan ke neuron presinaptik. Di

neuron presinaptik impuls ini akan mengakibatkan Ca+

masuk kedalam sela

melalui kanal Ca+ yang akan merangsang ujung presinaptik melepaskan

neurotransmitter seperti glutamate dan substan P. Ujung presinaptik A delta

dilepaskan neurotransmitter golongan asam amino seperti glutamate dan aspartat,

sedangkan dari ujung presinaptik serabut C dilepaskan selain asam amino juga

dilepaskan neurotransmitter golongan peptida seperti substan P (neurokinin),

calsitonin gene related protein (CGRP), dan cholecystokini (CCK).

Neurotransmitter seperti glutamate dan substan P yang dilepaskan di presinaptik

akan berperan pada transmisi sinaptik dan depolarisasi neuronal cepat. Asam

amino seperti glutamate dan aspartat akan melakukan aktivasi terhadap reseptor

Page 49: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

33

amino-3-hydroxyl-5metil-4-propionic acid (AMPA) dan reseptor kainite (KAR).

Reseptor AMPA mengikat glutamate yang menyebabkan aktivasi reseptor,

membuka kanal dan memungkinkan perpindahan ion Na+ kedalam

sel.meningkatnya perpindahan ion natrium akan menyebabkan depolarisasi

second order neuron dan memungkinkan sinyal noksius berpindah secara cepat ke

lokasi supraspinal untuk membentuk persepsi. Pada stimulus noksius frekuensi

tinggi yang terus menerus akan menyebabkan reseptor AMPA dan KAR

merangsang reseptor N-methyl-D-aspartic acid (NMDA). Reseptor NMDA

memegang peranan pada perubahan patofisiologis seperti pada mekanisme yang

disebut wind up, yaitu melakukan fasilitasi sehingga terjadi sensitisasi

sentral.30,31,32

4. seperti pada mekanisme yang disebut wind up, yaitu melakukan fasilitasi

sehingga terjadi sensitisasi sentral.30,31,32

Gambar 1. Lintasan nyeri : transduksi, konduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

Dimodifikasi dari : Gottscalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:1981 and Kehlet H

et al. AnesthAlag.1993;77:1049.

Page 50: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

34

5. Proses modulasi adalah proses interaksi antara sistem analgetik endogen

yang dihasilkan oleh tubuh dengan isyarat nyeri yang masuk di medulla spinalis.

Analgetik endogen (enkefalin, endorfin, serotonin) dapat menahan impuls nyeri

pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior sebagai pintu dapat

terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen

tersebut. Terdapat 3 sistem yang berperan pada proses ini yaitu opioid,

noradrenergic dan serotonergik. Aktivasi dari sistem ini akan meningkatkan

modulasi inhibisi pada daerah kornu dorsalis terutama sistem opioid yang akan

menghambat transmisi nosisepsi. Pada proses inilah opioid memegang peranan

penting dalam penanganan nyeri pascabedah.30,31,32

6. Persepsi, hasil akhir dari interaksi yang komplek dari proses transduksi,

transmisi dan modulasi yang pada akhirnya menghasilkan suatu proses subyektif

yang dikenal sebagai persepsi nyeri.30,31,32

Gambar 2. Lintasan nyeri : transduksi, konduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

Dimodifikasi dari : Gottscalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:198 and Kehlet H

et al. AnesthAlag.1993;77:1049.

Page 51: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

35

C. KERANGKA TEORI

Tranduksi

Transmisi

Modulasi

Persepsi

SAB

Blok sensorik

Blok motorik

Hipotensi

Bradikardia

Mual

Muntah

Menggigil

Pruritus

Konduksi

Blok kanal Natrium

Depolarisasi menurun

Aksi potensial (-)

Levobupivakain

hiperbarik 12,5 mg Stimulus nyeri

Bupivakain

hiperbarik 12,5mg

pH &pKa

pKa

Kadar obat di

membran sel saraf

Basa ionisasi

Hambatan penghantaran

saraf

Page 52: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

36

BAB III

KERANGKA KONSEP

Keterangan :

Variabel bebas Variabel tergantung

Variabel kendali Variabel antara

Tranduksi

Konduksi

Transmisi

Modulasi

Persepsi

Onset blok

sensorik &

motorik

Pembedahan

dengan anestesi

spinal pada

ektremitas bawah

BUPIVAKAIN

HIPERBARIK 12,5 mg

Umur

IMT

ASA PS

Jenis kelamin

Barisitas

Posisi

Durasi blok

sensorik

&motorik

Tekanan

arteri

rata-rata

Laju

jantung

LEVOBUPIVAKAIN

HIPERBARIK 12,5 mg

Blok kanal Na

Efek

samping

Waktu

rescue

analgetik

Page 53: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

37

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol secara

random tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial ).

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

B.1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar, RS Univ. Pendidikan Unhas dan RS jejaring daerah Makassar.

B.2. Waktu Penelitian

Dilakukan mulai bulan November 2016 sampai dengan sampel terpenuhi.

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani pembedahan

ektremitas bawah dengan anestesi spinal di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar, RS universitas Hasanuddin, dan jejaringnya.

Sampel penelitian adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi dan setuju untuk ikut dalam penelitian yang diambil dengan

metode consecutive sampling.

Page 54: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

38

D. PERKIRAAN BESAR SAMPEL

Dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis analitik

numerik berpasangan.

n = 2 {(Zα+Zᵦ) x s}2

d2

dimana:

Zα dan Zᵦ adalah derivat baku normal untuk Zα (tingkat kesalahan tipe I) dan Zᵦ

(tingkat kesalahan tipe II)

Pada penelitian ini ditetapkan α=0,05 atau tingkat kemaknaannya 95%,

dan β=0,20 atau tingkat ketajaman (power) 80%. Nilai Zα dan Zᵦ dilihat pada

tabel dimana α=0,05 adalah 1,960 dan β =0,20 adalah 0,842.

s = simpang baku yang diharapkan

d = beda durasi blok motorik yang diharapkan

nilai s ditetapkan berdasarkan pengamatan dari hasil penelitian sebelumnya.

nilai d ditetapkan oleh peneliti (8,5).

Dengan rumus tersebut didapatkan:

n = 2 {(1,960 + 0,842) X 9,8}2

8,52

n1=n2= 20,87=21

n total = 42

Ditambah dengan kemungkinan drop out sebesar 10% = 42+4 = 46

Jadi besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 46, dimana 23

sampel untuk kelompok LB dan 23 sampel untuk kelompok B.

Page 55: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

39

E. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI DAN DROP OUT

1. Kriteria Inklusi

a. Bersedia ikut dalam penelitian

b. Pasien yang akan menjalani pembedahan elektif dan emergency

c. Usia 18-60 tahun

d. Status fisik ASA I-II

e. Operasi ekstremitas bawah

f. BMI 18 - 34 kg/cm2

g. Ada persetujuan dari dokter primer yang merawatnya

2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien menolak ikut serta dalam penelitian .

b. Kontraindikasi anestesi spinal.

c. Pasien alergi dengan obat yang akan dilakukan penelitian.

3. Kriteria Drop Out

a. Tidak adanya blok motorik ataupun sensorik setelah penyuntikan yang pertama.

b. Pasien yang akan menjalani operasi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal

<1 jam.

c. Pasien membutuhkan analgetik tambahan.

F. IJIN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARANCE (KELAYAKAN ETIK)

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti meminta keterangan kelayakan

etik (ethical clearance) dari komisi etik penelitian biomedis pada manusia

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Semua penderita yang memenuhi

kriteria inklusi diberi penjelasan secara lisan dan menandatangani lembar

persetujuan untuk ikut dalam penelitian secara sukarela. Bila karena suatu alasan,

penderita berhak mengundurkan diri dari penelitian ini.

Page 56: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

40

G. METODE KERJA

Alokasi Subjek

Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua

kelompok :

a. Kelompok LB, yaitu kelompok yang mendapatkan levobupivakain 0,5%

isobarik 12,5 mg 2,5 cc + dextrose 40% 0,5 cc pada operasi ekstremitas

bawah dengan anestesi spinal.

b. Kelompok B, yaitu kelompok yang mendapatkan bupivakain 0,5%

hiperbarik 12,5 mg 2,5 cc + Aquadest 0,5 cc pada operasi ekstremitas

bawah pasien dengan anestesi spinal.

Cara Kerja

1. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok dan dilakukan

randomisasi tersamar ganda. Kelompok LB akan mendapat

levobupivakain 0,5% isobarik 12,5 mg 2,5 cc + dextrose 40% 0,5 cc,

sedangkan kelompok B mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg

2,5 cc + Aquadest 0,5 cc.

2. Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang

terhadap identitas, diagnosis, rencana tindakan pembiusan dan akses infus

(pastikan telah terpasang infus dengan kateter intravena 18G, threeway,

dan aliran infus lancar).

3. Sebelum pasien memasuki kamar operasi, disiapkan mesin anestesi yang

dihubungkan dengan sumber oksigen. Juga disiapkan set alat intubasi,

Endotrakheal Tube (ETT), dan obat-obat gawat darurat injeksi seperti

epinefrin, sulfas atrofin, efedrin, dan deksametason. Kemudian pasien

dibawa memasuki kamar operasi, dipasang alat pemantau (monitoring)

pada tubuh pasien dan dicatat data mengenai tekanan darah, laju nadi, dan

laju nafas.

4. Kemudian pasien pada kedua kelompok diberikan preloding cairan Ringer

Laktat sebanyak 10 ml/kgbb, 15 menit sebelum anestesi spinal.

5. Anestesi spinal dilakukan dengan posisi lateral dekubitus menggunakan

jarum spinal ukuran 25G. Segera setelah injeksi spinal, pasien di posisikan

Page 57: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

41

supine dengan bantal di bawah kepala dan diberikan O2 lewat nasal kanul

2-3 L/min. Akhir injeksi anestesi lokal adalah waktu untuk mengukur

onset blok sensorik dan blok motorik, blok sensorik dinilai menggunakan

test pin prick sesuai dermatoanalgesia dan blok motorik di nilai dengan

menggunakan skala bromage. Onset blok sensorik diobservasi setiap 1

menit dimulai dari selesai injeksi obat anestesi lokal sampai blok sensorik

maksimal dicapai. Onset blok motorik diobservasi setiap 1 menit mulai

dari selesai injeksi obat anestesi lokal hingga dicapai skala bromage 3.

6. Durasi blok sensorik diukur tiap 15 menit hingga dicapai regresi dua

segmen sampai. Durasi blok motorik diukur dengan cara yang sama

dengan blok sensorik.

7. Kemudian tekanan arteri rata-rata dan laju jantung diukur setiap 3 menit

sampai 30 menit (T0 – T8) setelah dilakukan anestesi spinal. Tekanan arteri

rata-rata diukur dengan metode non invasif dan laju jantung dicatat sesuai

dengan electrocardiogram pada monitor. Bila terjadi hipotensi (TAR <

20% dari TAR basal), diberikan efedrin 5 - 10 mg bolus. Bila terjadi

bradikardi (LJ < 50 kali/menit) diatasi dengan diberikan sulfat atropin 0,5

mg dengan dosis maksimum 2 mg. Pasien juga dimonitor untuk semua

efek tambahan selama pembedahan dicatat kejadian blok motorik,

hipotensi, bradikardi, pruritus, menggigil, dan depresi nafas.

Bila terjadi efek samping maka :

a. Bila terjadi mual - muntah pascabedah diberikan ondansetron 0,1

mg/kgbb mg.

b. Bila terjadi pruritus diberikan diphenhydramine 25 mg i.m.

c. Bila terjadi hipotensi diberikan suatu dosis efedrin 5-10 mg.

d. Bila terjadi bradikardi diberikan sulfat atropin 0,5 mg dengan dosis

maksimum 2 mg.

8. Waktu rescue analgetik dihitung setelah injeksi anestesi spinal sampai

diberikannya analgetik pertama saat NRS ≥ 4.

Page 58: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

42

H. ALAT DAN BAHAN

H.1. Alat yang digunakan

a. Alat monitor, EKG, tekanan darah non invasif otomatis (Dash/GE)

b. Abbocath 18G (Terumo ®)

c. Syringe 3 ml (Terumo ®)

d. Syringe 5 ml (Terumo ®)

e. Jarum spinal 25G (Terumo ®)

f. Laringoskop set (Macinthos)

g. Pipa endotrakea sesuai ukuran (Rusch ®)

h. Infus set (Terumo ®)

i. Pencatat waktu (Stopwatch)

j. Alat tulis dan formulir penelitian

H.2. Bahan yang digunakan

a. Cairan Ringer Laktat

b. Bupivakain hiperbarik 0,5% (Marcaine heavy ®, decain )

c. Levobupivakain isobarik 0,5% (Chirocain ®)

d. Efedrin

e. Sulfas Atropin

f. Epinefrin

g. Dextrose 40%

Page 59: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

43

I. ALUR PENELITIAN

Pasien yang sesuai kriteria penelitian

Anestesi spinal

Penilaian:

Onset dan durasi blok sensorik

Onset dan durasi blok motorik

Waktu rescue analgetik

Tekanan arteri rata-rata

Laju jantung

Efek samping

Pengolahan data dan pelaporan

Preloading RL 10 ml/kgBB, SAB

dengan levobupivakain hiperbarik

12,5 mg ( levobupivakain 0,5%

isobarik 2,5 ml + dextrose 40%

0,5ml

Randomisasi

Operasi ekstremitas bawah

Preloading RL 10 ml/kgBB, SAB

dengan bupivakain hiperbarik

12,5 mg ( bupivakain 0,5%

hiperbarik 2,5 ml + Aquadest 0,5

ml

Kelompok LB Kelompok B

Page 60: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

44

J. Identifikasi Variabel

a. Levobupivakain hiperbarik 12,5 mg

b. Bupivakain hiperbarik 12,5 mg

c. Umur

d. Jenis kelamin

e. ASA PS

f. Indeks massa tubuh

g. Barisitas

h. Operasi ekstremitas bawah

i. Onset blok sensorik

j. Onset blok motorik

k. Durasi blok sensorik

l. Durasi blok motorik

m. Waktu rescue analgetik

n. Tekanan arteri rata-rata

o. Laju jantung

2. Klasifikasi Variabel

a. Berdasarkan jenis variabel

1. Variabel kategorikal : Jenis kelamin, ASA PS

2. Variabel numerikal : Umur, indeks massa tubuh, barisitas, mula kerja

blok sensorik, lama kerja blok sensorik, mula kerja blok motorik, lama

kerja blok motorik, tekanan darah, laju jantung.

b. Berdasarkan peran dan fungsi variabel

1.Variabel bebas : Levobupivakain hiperbarik, bupivakain

hiperbarik

2. Variabel tergantung : Onset blok sensorik, durasi blok sensorik,

onset blok motorik, durasi blok motorik,

waktu rescue analgetik, tekanan arteri rata-

rata, laju jantung

3. Variabel antara : Pembedahan dengan anestesi spinal pada

operasi ektremitas bawah

Page 61: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

45

4. Variabel kendali : Umur, ASA PS, jenis kelamin, indeks

massa tubuh, barisitas, posisi

K. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kelompok L

Levobupivakain adalah obat anestesi lokal yang termasuk golongan amida

(CONH-) yang memiliki atom karbon asimetrik dan isomer Levo (-).

Levobupivakain merupakan alternatif selain bupivakain untuk anestesi spinal oleh

karena obat ini menghasilkan subarachnoid blok dengan karakteristik sensorik

dan motorik yang sama serta recovery seperti bupivakain. Levobupivakain

hiperbarik 12,5 mg adalah levobupivakain isobarik 0,5 % 2,5 cc yang dicampur

dengan dextrose 40% 0,5 cc.

2. Kelompok B

Bupivakain adalah derivat mevikain yang tiga kali lebih kuat dari asalnya.

Nama kimia obat ini 1-butyl-N-[2,6-dimethylphenyl] piperidine-2-carboxamide.

Bersifat lebih kardiotoksik daripada levobupivakain. Bupivakain hiperbarik 12,5

mg adalah bupivakain hiperbarik 0,5 % 2,5 cc yang dicampur dengan aquadest 0,5

cc.

3. Dextrose 40%

Dextrose 40% adalah sediaan dextrose 40% (40 gr/100cc) yang

ditambahkan 0,5 ml ke levobupivakain isobarik 0,5% untuk membuat

levobupivakain isobarik 0,5% menjadi hiperbarik.

4. Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah suatu cara untuk menimbulkan atau menghasilkan

hilangnya sensasi nyeri dengan blok sensorik dengan pin prick test, blok motorik

dengan tes angkat kaki atau bromage scale test, blok otonom ditandai dengan

berkurang atau hilangnya sensasi suhu dengan cold test dengan jalan memberikan

sejumlah obat anestesi lokal kedalam ruang subarachnoid dan memiliki efek

samping hipotensi, penurunan tekanan darah, laju jantung, tekanan arteri rata-rata,

mual muntah, dan reaksi alergi.

5. Barisitas

Page 62: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

46

Barisitas adalah gravitasi spesifik suatu obat dibandingkan dengan CSF.

Hiperbarik jika barisitas obat lebih besar daripada CSF dan dikatakan hipobarik

jika sebaliknya.

6. Onset blok sensorik

Onset blok sensorik adalah waktu antara dimulai suntikan obat anestesi

spinal pada subarachnoid sampai timbul analgesia mencapai blok sensorik

(pinprick test) di level Th10.

7. Onset blok motorik

Onset blok motorik adalah waktu antara dimulai suntikan obat anestesi spinal

pada subarachnoid sampai terjadi blok motorik dengan bromage scale 3.

8. Durasi blok motorik

Durasi blok motorik adalah waktu terjadi blok motorik dengan bromage

scale 3 sampai terjadinya regresi blok motorik dengan nilai bromage scale 0.

9. Lama operasi

Waktu yang dibutuhkan mulai dari insisi pertama sampai jahitan terakhir.

10. ASA PS

Penilaian status fisik pasien untuk menilai resiko anestesi dan pembedahan

berdasarkan kriteria American Society of Anesthesia Physical Status (ASA PS).2

11. Umur

Usia pasien sesuai tanggal lahir yang tercantum di status pasien yang

dikonfirmasikan dengan pasien.

12. Jenis kelamin

Jenis kelamin sesuai yang tercantum di status pasien yang dikonfirmasikan

dengan pasien.

13. IMT

Indeks massa tubuh yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan

pasien dengan rumus BB/TB2.

14. Durasi blok sensorik

Page 63: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

47

Durasi blok sensorik adalah saat pasien sudah mencapai mula kerja

sensorik yang dinilai dengan rangsangan nyeri (pinprick test) Th10 sampai regresi

dua segmen.

15. Waktu regresi dua segmen (two segmen regression)

Waktu regresi dua segmen (two segmen regression) adalah waktu untuk

mengukur durasi kerja dari spinal anestesi. Dihitung saat blok sensorik turun dari

Th10 ke Th12 dihitung tiap 15 menit dengan menggunakan pinprick test.

16. Efek samping obat

Efek samping obat adalah efek negatif yang muncul selama penggunaan

obat, seperti: hipotensi, mual dan muntah, toksisitas obat (kejang dan henti

jantung).

17. Laju jantung

Laju jantung yang diukur dengan monitor elektrik.

18. TAR (Tekanan Arteri Rerata)

TAR diukur dengan menggunakan tensimeter elektrik pada sebelum

dilakukan anestesi spinal dan dibandingkan selama operasi.

19. Waktu rescue analgetik

Rentang waktu yang dinilai mulai saat selesai injeksi obat anestesi lokal

kedalam ruang subarachnoi sampai diberikan rescue analgetik. Rescue diberikan

bila NRS ≥ 4.

L. Kriteria Objektif

1. Umur dinyatakan dalam tahun.

2. ASA PS 1 : pasien sehat dan normal. Sehat, tidak merokok, tidak minum atau

pengguna alkohol ringan.

ASA PS 2 : pasien dengan gangguan sistemik ringan. Penyakit ringan dengan

tanpa gangguan fungsional yang substantif. Contohnya perokok, peminum alkohol

ringan, wanita hamil, obesitas, ( 30 < BMI < 40 ), DM/ HT terkontrol, penyakit

paru ringan.2

3. IMT dinyatakan dalam satuan kg/m2.

Page 64: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

48

4. Onset blok sensorik dinilai dalam menit.

5. Onset blok motorik dinilai dalam menit.

6. Durasi blok motorik dinilai dalam menit.

7. Durasi blok sensorik dinilai dalam menit.

8. Lama operasi dinyatakan dalam menit.

9. Tekanan Arteri Rerata (TAR) 2,34

Hipotensi : TAR < 20% dari TAR basal

Normotensi : TAR ± 20% dari TAR basal

Hipertensi : TAR > 20% dari TAR basal

10. Laju jantung (LJ) 2,34

Takikardi > 100 kali/menit

Normal 50-90 kali/menit

Bradikardi <50 kali/menit

11. Nilai bromage scale 2,34

Nilai 0 : Penderita dapat mengangkat kedua tungkai bawah

Nilai 1 : Penderita tidak dapat mengangkat kedua tungkai

bawah tetapi masih dapat melakukan fleksi sendi lutut

Nilai 2 : Penderita tidak dapat melakukan flexi sendi lutut

Nilai 3 : Penderita tidak dapat menggerakkan seluruh kaki

12. Test Pinprick

positif (+) bila masih ada sensasi nyeri yang dirasakan penderita

negatif (-) bila tidak ada lagi sensasi nyeri yang dirasakan oleh penderita

13. Waktu rescue analgetik dinyatakan dalam menit.

14. Skor Mual 35

0 : Tidak mual

1 : mual

15. Skor Muntah 35

0 : Tidak muntah

Page 65: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

49

1 : muntah

16. Skor Pruritus 35

0 : Tidak ada pruritus

1 : Ada pruritus

17. Skor Menggigil 36

0 : tidak ada menggigil

1 : ada terjadi menggigil

M. MASALAH ETIKA

a. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat, serta resiko dari

hal yang akan terkait dengan penelitian. Penelitian ini aman dilaksanakan pada

manusia karena obat ini sudah lama digunakan dan banyak diteliti sebagai anestesi

lokal yang sesuai dengan pembedahan yang akan dilakukan pembiusan dengan

anestesi spinal. Pada penelitian ini dosis obat yang digunakan adalah dosis

terapeutik. Selain itu penelitian dengan jenis obat yang sama sudah sering

dilakukan pada pusat-pusat pendidikan. Kemudian pasien diminta mengisi

formulir kesediaan menjadi subjek penelitian.

b. Bila timbul depresi napas pada pasien oleh karena blok tinggi maupun total

spinal, maka diberikan bantuan napas dengan Bag Valve Mask (BVM) dengan

Tidal Volume 6-8 ml/kgbb. Jika terjadi efek toksik akibat masuknya anestesi lokal

maka akan dilakukan tindakan resusitasi terhadap pasien, yaitu:

• Jika timbul hipotensi akibat anestesi spinal maka dilakukan pemberian efedrin 5

mg - 10 mg (0,1-0,2 mg/kgbb) intravena dan infus cepat Ringer Laktat.

• Jika timbul henti jantung yang disangka akibat toksisitas anestesi lokal maka

dilakukan resusitasi jantung dan paru serta diberikan sediaan lipid 20% bolus 1,5

mg/kgbb intravena selama 1 menit dilanjutkan dengan infus berkelanjutan 0,25

mg/kgbb/menit intravena.

N. ANALISIS DATA

a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, kemudian data tersebut diperiksa

kembali tentang kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Data

Page 66: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

50

dikumpulkan ke dalam master tabel dengan menggunakan software Microsoft

Office Excel 2007. Setelah data semua lengkap kemudian data diolah dengan

menggunakan SPSS 20.

b. Data numerik dari hasil akan ditampilkan dalam mean dan SD (Standar

Deviasi). Data demografi untuk uji proporsi menggunakan uji Chi Square,

sementara untuk data interval digunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk uji

kenormalan. Jika normal menggunakan uji T independent, jika tidak normal

menggunakan uji Mann Whitney.

c. Interval kepercayaan 95% dengan nilai p<0,05, dianggap bermakna secara

signifikan

O. JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan mulai November 2016 sd sampel terpenuhi.

P. PERSONALIA PENELITIAN

a. Pelaksana : dr. Rozi Fadhori

b. Pembimbing : Dr. dr. Andi Salahuddin, Sp.An

c. Pembantu pelaksana : Peserta PPDS Anestesiologi UNHAS dan

perawat RS Wahidin, RS UNHAS dan Rs

jejaring Makassar

Page 67: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

51

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RS jejaring

Makassar pada periode November 2016- Februari 2017. Dilakukan terhadap 46

pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan pada ekstremitas bawah dengan

teknik anestesi spinal yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria

inklusi. Terbagi dalam dua kelompok secara acak agar variasi individu terbagi

merata pada kedua kelompok. Selanjutnya kelompok yang menerima anestesi

spinal levobupivakain hiperbarik 12,5 mg disebut Kelompok LB dan kelompok

yang menerima anestesi spinal bupivakain hiperbarik 12,5 mg disebut Kelompok

B. Penelitian bertujuan untuk membandingkan efek obat anestesi intratekal antara

levobupivakain dengan bupivakain dimana kedua obat anestesi lokal yang secara

farmakologis memiliki karakteristik yang sama yaitu sama-sama golongan amida

serta memiliki barisitas yang sama sehingga kedua obat ini layak untuk

dibandingkan.

A. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel penelitian kedua kelompok yang meliputi sebaran

jenis kelamin, ASA PS, umur, dan IMT pada kedua kelompok dapat dilihat pada

Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4 berikut.

Tabel 1. Perbandingan sebaran jenis kelamin pada kedua kelompok

Variabel Kelompok LB (n=23) Kelompok B (n=23)

P* n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 69,6 15 65,2 0,753

Perempuan 7 30,4 8 34,8

*Uji Chi square, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Page 68: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

52

Tabel 2. Perbandingan sebaran ASA PS pada kedua kelompok

Variabel Kelompok LB (n=23) Kelompok B (n=23)

P* n % n %

ASA PS

I 16 69,6 18 78,3 0,502

II 7 30,4 5 21,7

*Uji Chi square, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Tabel 3. Perbandingan sebaran umur pada kedua kelompok

Variabel Kelompok LB (n=23) Kelompok B (n=23)

P* n % n %

Umur

< 30 tahun 5 21,7 6 26,1 0,720

≥ 30 tahun 18 78,3 17 73,9

*Uji Chi square, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Tabel 4. Perbandingan sebaran IMT pada kedua kelompok

Variabel Kelompok LB (n=23) Kelompok B (n=23)

P* n % n %

IMT

BB Normal 12 52,2 11 47,8

0,291 BB Lebih 9 39,1 12 52,2

Obes 2 8,7 0 0,0

*Uji Chi square, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4 terlihat bahwa tidak ditemukan

perbedaan yang bermakna (P ≥ 0,05) pada perbandingan sebaran jenis kelamin,

ASA PS, umur, dan IMT kedua kelompok, sehingga data dapat dinyatakan

Page 69: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

53

homogen secara statistik. Frekuensi ASA PS, jenis kelamin, umur dan IMT

dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square dimana jika (P < 0,05) dinyatakan

bermakna. (Syarat penggunaan chi square meliputi jumlah total sampel penelitian

> 40, tanpa melihat nilai harapan, dengan semua nilai harapan > 5 dan data

disajikan dalam bentuk tabel 2x2, maupun bukan 2x2).

B. Onset Blok Sensorik Dan Motorik

Onset blok sensorik dan motorik setelah anestesi spinal Kelompok LB dan

Kelompok B dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 1.

Tabel 5. Nilai mean onset blok pada kedua kelompok

Variabel Kelompok N Mean SD P

Onset Blok Sensorik (menit) LB 23 1,37 0,396

0,061 B 23 1,56 0,269

Onset Blok Motorik (menit) LB 23 2,73 0,283

0,057 B 23 2,54 0,371

*Uji Independent T, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa tidak terdapat perbandingan yang

bermakna secara statistik (P ≥ 0,05) pada mean onset blok sensorik dan mean

onset blok motorik kedua kelompok. Mean onset blok ini diuji dengan

menggunakan uji T tidak berpasangan dimana (P < 0,05) dinyatakan bermakna.

(Uji T tidak berpasangan digunakan karena data mean onset blok sensorik dan

motorik merupakan data interval dan berdistribusi normal dimana syarat distribusi

normal adalah P ≥ 0,05 (nilai P dapat dilihat pada lampiran 3)).

Page 70: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

54

Grafik 1. Perbandingan Mean Onset Blok Sensorik dan Motorik

Pada Grafik 1 dapat dilihat bahwa mean onset blok sensorik untuk

kelompok LB lebih cepat dibandingkan kelompok B, walaupun dengan

perbandingan yang tidak bermakna. Sementara mean onset blok motorik untuk

kelompok LB lebih lama dibandingkan kelompok B, walaupun dengan

perbandingan yang tidak bermakna.

C. Durasi Blok Sensorik Dan Motorik

Durasi blok sensorik dan motorik setelah anestesi spinal Kelompok LB dan

Kelompok B dapat dilihat pada Tabel 6 dan Grafik 2.

Tabel 6. Nilai mean durasi blok pada kedua kelompok

Variabel Kelompok N Mean SD P

Durasi Blok Sensorik (menit) LB 23 192,30 12,349

0,000 B 23 138,09 12,993

Durasi Blok Motorik (menit) LB 23 280,22 15,580

0,047 B 23 289,17 14,089

Page 71: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

55

*Uji Independent T, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa terdapat perbandingan yang bermakna

secara statistik (P < 0,05) pada mean durasi blok sensorik dan durasi onset blok

motorik kedua kelompok. Mean durasi blok ini diuji dengan menggunakan uji T

tidak berpasangan dimana (P < 0,05) dinyatakan bermakna. (Uji T tidak

berpasangan digunakan karena data mean durasi blok sensorik dan motorik

merupakan data interval dan berdistribusi normal dimana syarat distribusi normal

adalah P ≥ 0,05 (nilai P dapat dilihat pada lampiran 4)).

Grafik 2. Perbandingan Mean Durasi Blok Sensorik dan Motorik

Pada Grafik 2 dapat dilihat bahwa mean durasi blok sensorik untuk

kelompok LB lebih lama dibandingkan kelompok B, dengan perbandingan yang

bermakna. Sedangkan mean durasi blok motorik untuk kelompok LB lebih cepat

dibandingkan kelompok B, juga dengan perbandingan yang bermakna.

Page 72: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

56

D. Laju Jantung

Laju jantung selama anestesi spinal Kelompok LB dan Kelompok B dapat

dilihat pada Tabel 7 dan Grafik 3.

Tabel 7. Nilai mean laju jantung pada kedua kelompok

Variabel Kelompok N Mean SD P

Laju Jantung T0 LB 23 78,30 11,519

0,761 B 23 79,35 11,582

Laju Jantung T1 LB 23 76,78 11,870

0,279 B 23 73,43 8,607

Laju Jantung T2 LB 23 75,26 8,807

0,122 B 23 70,96 9,688

Laju Jantung T3 LB 23 75,13 12,219

0,266 B 23 71,04 10,293

Laju Jantung T4 LB 23 71,26 7,846

0,364 B 23 69,04 8,531

Laju Jantung T5 LB 23 73,04 7,737

0,139 B 23 69,87 6,504

Laju Jantung T6 LB 23 70,43 7,051

0,404 B 23 68,61 7,650

Laju Jantung T7 LB 23 69,39 12,901

0,202 B 23 65,52 6,222

Laju Jantung T8 LB 23 69,70 7,594

0,087 B 23 66,35 5,149

*Uji Independent T, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa perbandingan laju jantung kedua

kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (P ≥ 0,05) pada

semua waktu pengukuran, yaitu T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, dan T8. Mean

laju jantung kedua kelompok ini diuji dengan menggunakan uji T tidak

berpasangan dimana (P < 0,05) dinyatakan bermakna. (Uji T tidak berpasangan

digunakan karena data laju jantung merupakan data interval dan berdistribusi

normal dimana syarat distribusi normal adalah P ≥ 0,05 (nilai P dapat dilihat pada

lampiran 5)).

Page 73: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

57

Grafik 3. Perbandingan Mean Laju Jantung Kedua Kelompok

Berdasarkan Grafik 3 dapat dilihat bahwa mean laju jantung untuk

kelompok LB tinggi dibandingkan kelompok B hampir di seluruh waktu

pengamatan, dengan perbandingan yang tidak bermakna.

E. TAR

TAR selama anestesi spinal Kelompok LB dan Kelompok B dapat dilihat

pada Tabel 8 dan Grafik 4.

Tabel 8. Nilai mean TAR pada kedua kelompok

Variabel Kelompok N Mean SD P

TAR T0 LB 23 87,04 4,497

0,603 B 23 87,78 5,045

TAR T1 LB 23 87,26 3,360

0,821 B 23 87,65 7,529

TAR T2 LB 23 77,83 5,060

0,906 B 23 77,52 11,131

TAR T3 LB 23 81,13 10,691

0,469 B 23 84,00 15,498

TAR T4 LB 23 78,87 7,570 0,938

Page 74: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

58

B 23 78,70 7,558

TAR T5 LB 23 73,26 9,649

0,735 B 23 72,43 6,528

TAR T6 LB 23 70,30 8,065

0,479 B 23 71,96 7,619

TAR T7 LB 23 72,43 6,639

0,851 B 23 72,09 5,775

TAR T8 LB 23 69,22 5,427

0,212 B 23 71,43 6,416

*Uji Independent T, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa perbandingan TAR kedua kelompok

tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (P ≥ 0,05) pada semua

waktu pengukuran, yaitu T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, dan T8. Mean TAR

kedua kelompok ini diuji dengan menggunakan uji T tidak berpasangan dimana (P

< 0,05) dinyatakan bermakna. (Uji T tidak berpasangan digunakan karena data

TAR merupakan data interval dan berdistribusi normal dimana syarat distribusi

normal adalah P ≥ 0,05 (nilai P dapat dilihat pada lampiran 7)).

Grafik 4. Perbandingan Mean TAR kedua kelompok

Page 75: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

59

Berdasarkan Grafik 4 dapat dilihat bahwa mean TAR kedua kelompok

berimpit hampir di seluruh waktu pengamatan, dengan perbedaan yang tidak

bermakna.

F. Waktu Rescue Analgetik

Waktu rescue analgetik selama anestesi spinal Kelompok LB dan Kelompok

B dapat dilihat pada Tabel 9 dan Grafik 5.

Tabel 9. Nilai mean waktu rescue analgetik pada kedua kelompok

Variabel Kelompok N Mean SD P

Waktu Rescue Analgetik LB 23 453,04 27,167

0,062 B 23 438,91 22,761

*Uji Independent T, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang

bermakna secara statistik (P ≥ 0,05) pada perbandingan waktu rescue analgetik

kedua kelompok. Mean waktu rescue analgetik kedua kelompok ini diuji dengan

menggunakan uji T tidak berpasangan dimana (P < 0,05) dinyatakan bermakna.

(Uji T tidak berpasangan digunakan karena data waktu rescue analgetik

merupakan data interval dan berdistribusi normal dimana syarat distribusi normal

adalah P ≥ 0,05 (nilai P dapat dilihat pada lampiran 8)).

Page 76: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

60

Grafik 5. Perbandingan Mean waktu rescue analgetik kedua kelompok

Berdasarkan Grafik 5 dapat dilihat bahwa mean waktu rescue analgetik

kelompok LB, yaitu 453,04 menit lebih lama dibandingkan dengan mean rescue

analgetik kelompok B, yaitu 438,91 menit, walaupun dengan perbedaan yang

tidak bermakna.

Page 77: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

61

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan pada 46 orang pasien yang menjalani operasi

ekstremitas bawah dengan anestesi spinal. Pasien dibagi menjadi dua kelompok

yang masing-masing terdiri dari 23 orang. Kelompok pertama atau kelompok LB

mendapat levobupivakain hiperbarik 12,5 mg dan kelompok kedua atau B

memperoleh bupivakain hiperbarik 12,5 mg. Penelitian ini menggunakan dua obat

anestesi lokal yang secara farmakologis memiliki karakteristik yang sama yaitu

sama-sama golongan amida serta memiliki barisitas yang sama sehingga kedua

obat ini layak untuk dibandingkan.

Levobupivakain dan bupivakain adalah obat anestesi lokal golongan

amida. Levobupivakain memiliki S (-) enantiomer dari bupivakain, memblok saraf

sama poten dengan bupivakain dan menghasilkan blok sensorik dan motorik yang

sama pula namun dengan dosis letal yang lebih rendah dibandingkan

bupivakain.39

Keuntungan levobupivakain dibandingkan bupivakain yaitu (1)

Ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan

kardiovaskular. (2) Batas aman dosis letal 78% lebih besar untuk dapat

menyebabkan kematian. (3) Toksisitas kardiak dan susunan saraf pusat yang lebih

rendah. (4) Potensiasi terhadap hambatan sensorik dan motorik baik. (5)

Toksisitas yang dicetuskan levobupivakain bersifat reversibel. (6) Perubahan

kontraktilitas kardiak dan interval QTc pada elektrokardiogram yang kecil. (7)

Efek depresan yang rendah pada elektroensefalogram.40

Karakteristik sampel kedua kelompok meliputi umur, IMT, jenis kelamin, dan

ASA PS. Tidak terdapat perbedaan secara bermakna (p>0,05) pada tabel 1-4

sehingga karakteristik dari 46 sampel penelitian dinyatakan homogen.

Mula kerja obat anestesi lokal sangat ditentukan oleh nilai pKa-nya dimana

semakin rendah nilai pKa semakin cepat mula kerjanya. Anestesi lokal dengan

nilai pKa mendekati pH fisiologis akan mempunyai konsentrasi basa non ionisasi

yang lebih tinggi yang bisa melewati membran sel-sel saraf dimana mula kerjanya

akan berlangsung sangat cepat. pKa menjelaskan jumlah obat anestesi lokal yang

Page 78: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

62

ada dalam bentuk non ionisasi aktif pada pH jaringan. Di dalam saraf akson

bupivakain terpisah ke dalam bentuk non ionisasi dan ionisasi. Bentuk ionisasi

membuat hambatan channel natrium dari dalam dan mencegah depolarisasi

dengan mencegah masuknya natrium secara cepat melalui membran sel akson.

pKa didefinisikan sebagai pH dimana bagian yang terionisasi dan tidak terionisasi

berada pada konsentrasi yang sama. Karena bupivakain merupakan basa lemah,

dimana pH-nya hampir mendekati pH fisiologik 7,4, pKa 8,2 maka akan memiliki

lebih banyak molekul dalam keadaan terionisasi, bentuk yang larut dalam lemak.

Dan untuk bentuk yang tidak terionisasi harus melewati membran aksonal untuk

“memulai blok. Dengan banyaknya fraksi yang tidak terionisasi tentunya akan

semakin banyak juga obat anestesi lokal yang bekerja, sehingga onset yang

didapatkan juga lebih cepat. Faktor lain yang mempengaruhi onset adalah dosis

dan konsentrasi obat anestesi yang digunakan, serta tipe dari serabut saraf yang di

blok.2,29,38

Dari hasil penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan

untuk rerata onset blok sensorik dengan p-value >0,05 (p=0,061) dengan makna

bahwa kedua obat memiliki mula kerja sensorik yang sama pada penelitian ini.

Demikian juga dengan onset blok motorik dengan p-value >0,05 (p=0,057)

dengan makna bahwa kedua obat memiliki mula kerja blok motorik yang hampir

sama. Hasil yang tidak berbeda dalam hal mula kerja sensorik disebabkan karena

kedua obat merupakan obat dengan golongan yang sama yaitu amida dan dengan

mekanisme kerja anestesi lokal yang sama serta memiliki nilai pH dan pKa yang

hampir sama.

Durasi obat anestesi lokal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi:

1. Dosis, semakin tinggi dosis yang digunakan maka durasi blok anestesi akan

semakin lama.

2. Farmakokinetik obat anestesi lokal, meliputi :

- Ikatan dengan protein plasma (obat dengan ikatan protein yang lebih tinggi

memiliki durasi blok yang lebih lama),

- Metabolism obat, golongan ester di metabolise oleh enzim

pseudocholinesterase dan amida di metabolism di hepar oleh enzim

mikrosomal. Ester mempunyai durasi yang lebih singkat sedangkan amida

Page 79: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

63

memiliki durasi yang lebih lama. Bupivakain dan levobupivakain

merupakan golongan amida.

3. Penambahan obat-obat vasokonstriktor, vasokonstriktor dapat menurunkan

absorbsi sistemik dari obat-obat anestesi lokal yang pada akhirnya dapat

memperpanjang durasi blok.37

Dari hasil penelitian yang kami lakukan didapatkan bahwa levobupivakain

hiperbarik 0,5% 12,5 mg memiliki durasi sensorik (regresi dua segmen) yang

lebih lama 192,30 menit dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik 0,5% 12,5

mg 138,09 menit yang berbeda bermakna dengan p-value >0,05 (p=0,000) namun

bupivakain memiliki durasi motorik yang lebih lama 289,17 menit dibandingkan

dengan levobupivakain 280,22 menit yang juga berbeda bermakna dengan p-

value >0,05 (p=0,047). Data ini menunjukkan bahwa durasi sensorik

levobupivakain hiperbarik 12,5 mg lebih lama dari bupivakain hiperbarik 12,5 mg

namun durasi motorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg lebih singkat

dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik 12,5 mg. Durasi blok sensorik lebih

lama pada levobupivakain hal ini dikarenakan levobupivakain memiliki pH 7,4

dan pKa 8,1 dengan ikatan protein lebih dari 97%, sedangkan bupivakain

memiliki nilai pH 7,4 dan pKa 8,2 dengan ikatan protein pada bupivakain 95%.

Anestesi spinal mempengaruhi kardiovaskuler secara tidak langsung, melalui

blokade terhadap system saraf simpatis. Efek blokade neuroaksial pada system

kardiovaskuler tergantung pada seberapa tinggi blok simpatis yang dicapai,

semakin tinggi blok simpatis yang dicapai maka insiden hipotensi dan bradikardia

semakin meningkat. Faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan insiden

hipotensi pada anestesi spinal adalah ketinggian blok lebih dari torakal 5, usia tua,

tekanan darah sistolik basal kurang dari 120 mmHg, kombinasi anestesi spinal

dengan anestesi umum, dan injeksi obat anestesi diatas interspace lumbal 2-3.

Maksimum penurunan tekanan arteri rata-rata terjadi pada 30 menit pertama

setelah injeksi obat anestesi. Faktor-faktor resiko meningkatnya insiden bradikardi

adalah ketinggian blok lebih dari torakal 5, laju jantung basal kurang dari 60

kali/menit, pemanjangan interval PR dan pasien yang mendapatkan terapi beta

bloker.29

Pada penelitian ini didapatkan hasil perubahan tekanan darah dan laju

Page 80: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

64

jantung dengan nilai rata-rata p>0,005, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

secara bermakna pada kedua kelompok.

Dari waktu rescue analgetik atau durasi kerja analgesia obat

levobupivakain dibandingkan dengan bupivakain dinilai dengan menggunakan

NRS (numerical rating scale). Dari hasil penelitian ini walaupun waktu rescue

analgetik pada kelompok levobupivakain hiperbarik lebih lama dibandingkan

bupivakain hiperbarik berbeda namun tidak berbeda bermakna.

Levobupivakain tampaknya menjadi alternatif yang menarik untuk

digunakan sebagai anestesi spinal. Manfaat yang didapat dari pemberian

levobupivakain sebagai obat anestesi lokal yaitu efek toksisitasnya terhadap

kardiovaskuler dan susunan saraf pusat yang rendah sehingga aman bila ada

ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan

kardiovaskular dengan batas aman dosis letal lebih besar dari bupivakain untuk

dapat menyebabkan kematian. Selain keuntungan toksisitasnya yang lebih rendah,

levobupivakain memiliki waktu pulih hambatan motorik yang lebih cepat

dibandingkan bupivakain sehingga dapat mempercepat mobilisasi pasien, dan

tercapai kriteria pemindahan pasien yang lebih cepat dengan efek samping

minimal.

Masih banyak faktor yang mempengaruhi hasil penelitian, hal ini

dikarenakan oleh karena untuk mula kerja dan durasi obat bekerja banyak

dipengaruhi banyak faktor yaitu: umur, tinggi badan, CSF, barisitas, teknik

penyuntikan, dan sebagainya. Karena banyak faktor yang berpengaruh sehingga

mengenai mula kerja dan durasi kerja perlu penelitian lebih lanjut.

Page 81: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

65

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Onset blok sensorik dan motorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg tidak

berbeda bermakna dengan bupivakain hiperbarik 12,5 mg.

2. Durasi blok sensorik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg lebih lama

dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik 12,5 mg dengan perbedaan waktu

54,21 menit.

3. Durasi blok motorik bupivakain hiperbarik 12,5 mg lebih lama dengan

perbedaan waktu 8,95 menit.

4. Waktu rescue analgetik levobupivakain hiperbarik 12,5 mg tidak berbeda

bermakna dengan bupivakain hiperbarik 12,5 mg.

5. Tidak ditemukan adanya hipotensi dan penurunan laju jantung yang berbeda

bermakna pada penelitian ini dan tidak ditemukan kejadian mual muntah serta

menggigil.

7. Levobupivakain memiliki keunggulan dibandingkan bupivakain disamping efek

kardiotoksik yang lebih rendah juga unggul dalam efek sensorik yang lebih lama

dan efek motorik yang lebih cepat sehingga dapat mempercepat mobilisasi pasien.

B. SARAN

4. Levobupivakain dapat digunakan sebagai obat spinal alternatif selain

bupivakain dan sebaiknya disediakan dalam sediaan hiperbarik.

5. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk

memperkuat validitas hasil penelitian.

Page 82: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

66

DAFTAR PUSTAKA

1. Cadena FA, Arboleda LFG, Jordan JH, Mantilla JHM, Cardenas CS, Ordonez

R, Llinas P. Spinal anesthesia using 0,75% hyperbaric levobupivacaine for

outpatient knee arthroscopy: Randomized double blind study comparing three

different doses. Rev. Vol. Anest. 2011;38(4):471-85

2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. Clinical

Anesthesiology. 4thedition. New York: Mc Graw Hill Lange Medical Books:

2006, 151-52, 263-75

3. Hadzic A, NYSORA. Textbook of Regional Anesthesia and Acute Pain

Management. NYSORA. The McGraw-Hill Companies. 2007

4. Udelsmann A, Silvia WA, Dreyer E. Hemodynamic Effect of Ropivacaine and

Levobupivacaine Intravenous Injection in Swines. Acta Cirugica Brasileria. 2009;

24(4):296-302

5. Krikava I, Jarkovsky J, Stourac P, Novakova M, Sevcik P. The Effects of

Lidocaine on Bupivacaine-Induced Cardiotoxicity in the Isolated Rate Heart.

Physiol. Res. 2010; 59 (Suppl. 1):65-9

6. Parpaglioni R, Frigo MG, Lemma A, Sebastian M, Barbati, Celleno D.

Minimum Local Anesthesthic Dose (MLAD) of Intratechal Levobupivacaine and

Ropivacaine for Cesarean Section. Anesthesia. 2006;61:110-5

7. Foster RH, Markhamm A, Levobupivacaine a review of its

pharmacology and use as a local anaesthetic. 2000;59:551-79

8. Luck JF, Fettes PDW, Wildsmith JAW. Spinal Anaesthesia for Elective

Surgery: a comparison of hyperbaric solutions of racemic bupivacaine,

levobupivacaine, and ropivacaine. British Journal of Anaesthesia. 2008;(5):

705–10

9. Chumsang L, Thongmee S. Levobupivacaine and Bupivacaine in Spinal

Anesthesia for Transurethral Endoscopic Surgery. J Med Assoc Thai.

2006;89(8):1133-9

Page 83: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

67

10. Glaser C, Marhofer P, Zimpfer G, Heinz MT, Sitzwolf C, Kapral S, et al.

Levobupivacaine versus Racemic Bupivacaine for Spinal Anesthesia.

2002;(94):194-8

11. Trukmen A, Moralar DG, Ali A, Alitan A. Comparison od The Anesthetic

Effects of Intratechal Levobupivacaine + Fentanyl and Bupivacaine + Fentanyl

During Cesarean Section. MEJ Anesth. 2012;21(4):577-82

12. Sen H, Sizlan A, Ates F, Dree K, Dere L, Gundu L, Ozkan S, Dagli.

Comparison of Three Different Doses of Intratechal LevobupivacaineIn

Urological Surgery. 2009;26(3):214-9

13.Anonim.SpinalAnesthesia.http://en.wikipedia.org/wiki/Spinal_anaesthesia#cite

_note-Bier 4. 2013

14. IFNA. Indications and Contraindications for Regional Anesthesia.

International Federation of Nurse Anesthetist. www.ifna-int.org. 2009: 1-6

15. IFNA. Spinal Anesthesia. International Federation of Nurse Anesthetist.

www.ifnaint. org. 2009:1-8

16. Miller R, Pardo MC. Basic of Anesthesia. 6th Ed. Philadelphia. Elseiver.

2007:111-4

17. Urman RD, Ehrenfeld JM. Pocket Anesthesia. Philadelphia. Lippincott

WiIliams & Wilkin’s, 2009:92-104

18. Hadzic A. Text Book of Regional Anesthesia and Pain Management. China.

The McGraw-Hill Companies. 2007:Chapter 13

19. Hocking G. Spinal Anesthetics Spread. Anesthesia UK. 2006

20. Marshall R. Local Anesthetics. Departemen Of Pharmacology College of

Medicine. University of Illinois at Chicago.2009:1-5

21. Heavner JE. Local Anesthetics. Department of Anesthesiology and

Physiology, Texas Technology University Health Sciences Center, Lubbock,

Texas, USA. 2007:1-7

22. Anesthesia UK. The Psycochemcial of Local Anesthetics. Anesthesia UK.

2009

23. Liu SS, McDonald SB. Current Issues in Spinal Anesthesia. American Society

of Anesthesiologists, Inc. Lippincott Williams & Wilkin’s, Inc. 2001;94(5):1-19

Page 84: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

68

24. Wibowo B. Uji Klinis Perbandingan Mula Serta Durasi kerja Antara

Bupivacaine 0,5% 12,5 mg Hiperbarik dan Isobarik Pada Anestesi Spinal,

UNDIP, 2008:1-101

25. Setiabudi A. Perbandingan Ekspresi Sel T CD4+ di Jaringan Sekitar Luka

dengan dan Tanpa Infiltrasi Levobupivacaine pada Nyeri Pasca Insisi Studi

Imunohistokimia pada Tikus Wistar. UNDIP. 2001:1-75

26. Arias MG. Levobupivacaine: A long acting local anaesthetic, with less cardiac

and neurotoxicity. Update.anesthesiologists.org. 2007:1-3

27. John F. Butterworth IV, David CM. Spinal, epidural & caudal blocks in

morgan & mikhail’s clinical anesthesiology. 5th

edition. New York: Mc Graw-

Hill, 2013;952-90.

28. Gustaffsson LL, Dchildt B, Jacobsen K. Adverse effects of extradural and

intrathecal opiates. Br J Anesth 1993;71:738-40.

29.Wong CA. Physiologic effects of neuroaxial anesthesia in spinal and epidural

anesthesia. New York: Μgraw-Hill, 2007;119-37.

30. Frizelle H. Mechanism of postoperative pain-nociceptive in postoperative pain

management: an evidence-based guide to practice. Philadelphia: Saunder Elseiver,

2006;27-33.

31. The American Society of Anesthesiologist task force on acute pain

management. Practice guidelines for acute pain management in the perioperatif

setting. Br J Anesth 2004;100:1574-81.

32. Tanra AH, Rehatta NM, Musbah MT. Lintasan nyeri. Dalam: Penatalaksanaan

nyeri. Edisi 1. Makassar: Bagian ilmu anestesi perawatan intensif dan manajemen

nyeri fakultas kedokteran universitas hasanuddin. 2013;2-10.

33. Lusia Kus Anna. Kematian akibat Anestesi Bupivakain muncul di 9 rumah

sakit. Harian KOMPAS. 29 April 2016; 1.

34. Doger,C. Effects of intratecal bupivacaine and bupivacaine plus sufentanil in

elderly patients undergoing transurethral resection.Nig J Clin Prac, 2014: 17:149-

153

Page 85: KARYA AKHIR PERBANDINGAN ANTARA ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam anestesi spinal.2,3 Anestesi regional mungkin saja membutuhkan anestesi lokal dalam

69

35. Gupta,S. Intratechal sufentanil or fentanyl to low dose bupivacaine in

endoscopic urological procedures. J Anesth Clin Pharm. 2013: 21:509-515

36. Kim,SY. Comparison of intrathecal fentanyl and sufentanil in low-dose dilute

bupivacaine spinal anaesthesia for transurethral prostatectomy. British J Anesth.

2009: 103 (5): 750-4

37. Yudaf A. Regional anesthesia and anesthesia tecniques in: short textbook of

anesthesia. Second edition. India: Academa publisher, 2004;105-11.

38. Stoelting RK, Hillier CS. Pharmacology and physiology in anesthetic practice.

4th

edition. Philadelphi: Lippincot Williams and Wilkins, 2006;190-8.

39. McClellan, KJ., Spencer, CM. 1998. Levobupivacaine. Drugs 56: 355-62

40. Gristwood, R.W. 2002. Cardiac and CNS toxicity of Levobupivacaine:

Strength of evidence for advantage over bupivacaine. Drug 25(3): 153-63

41. Tsen, L.C. 2009. Anesthesia for Cesarean Delivery. In: Chestnut, D.H.,

Polley, L.S., Tsen, L.C., Wong, C.A., editor. Chestnut’s Obstetric Anesthesia:

principles and Practice, 4th

Ed. Philadelphia. Mosby Elsevier. p.521