81
KARAKTERISTIK PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA resume buku metode penelitian sastra resuman buku pengajaran drama June 12, 2010 ramlannarie bahasa indonesia 1 Comment resuman buku herman Waluyo judul "Drama teori dan pengajaranya DAFTAR ISI BAB I DRAMA DAN PERMASALAHANNYA 1. Lakon DAN KONFLIK MANUSIA 2. STRUKTUR DRAMA NASKAH • PLOT atau krangka cerita • Penokohan dan perwatakan • Dialog atau percakapan • Seting atau landasan atau tempat kejadian • Tema atau nada dasar cerita • Amanat pesan pengarang • Petunjuk teknis • Drama sebagai interprestasi kehidupan 3. NASKAH-PENGARANG-PEMENTASAN - PENONTON 4. PEMENTASAN DRAMA • Aktor dan CASTING • SUTRADARA • penata PENTAS • penata artistik 5. KLASIFIKASI DRAMA • Tragedi atau drama duka atau duka cerita • Melodrama • Komedi atau drama ria • Dagelan Farce 6. JENIS DAN konsepsi DRAMA DAN TEATER • Tipe-tipe drama • Klasifikasi drama berdasarkan aliran • Beberapa konsepsi tentang drama atau teater BAB II PENYUTADARAAN DAN TEKNIK berperan 1. PENYUTRADARAAN • Sejarah timbulnya sutradara • Tugas sutradara 2. TEKNIK berperan • Teknik berperan menurut Rendra • Teknik Edward A. Wright 1

Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

KARAKTERISTIK PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA resume buku metode penelitian sastraresuman buku pengajaran drama

June 12, 2010ramlannarie   bahasa indonesia   1 Comment resuman buku herman Waluyo judul "Drama teori dan pengajaranya DAFTAR ISI

BAB I DRAMA DAN PERMASALAHANNYA 1. Lakon DAN KONFLIK MANUSIA 2. STRUKTUR DRAMA NASKAH • PLOT atau krangka cerita • Penokohan dan perwatakan • Dialog atau percakapan • Seting atau landasan atau tempat kejadian • Tema atau nada dasar cerita • Amanat pesan pengarang • Petunjuk teknis • Drama sebagai interprestasi kehidupan 3. NASKAH-PENGARANG-PEMENTASAN - PENONTON 4. PEMENTASAN DRAMA • Aktor dan CASTING • SUTRADARA • penata PENTAS • penata artistik 5. KLASIFIKASI DRAMA • Tragedi atau drama duka atau duka cerita • Melodrama • Komedi atau drama ria • Dagelan Farce 6. JENIS DAN konsepsi DRAMA DAN TEATER • Tipe-tipe drama • Klasifikasi drama berdasarkan aliran • Beberapa konsepsi tentang drama atau teaterBAB II PENYUTADARAAN DAN TEKNIK berperan 1. PENYUTRADARAAN • Sejarah timbulnya sutradara • Tugas sutradara 2. TEKNIK berperan • Teknik berperan menurut Rendra • Teknik Edward A. Wright • Oscar Broket • Constantin stanislavsky • Richard boleslavsky • Adjib hamzahBAB III PERLENGKAPAN PEMENTASAN 1. PERLENGKAPAN, PEMNTASAN UNTUK aktor atau aktris • Rias • Tata pakaian 

1

Page 2: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

2. PERLENGKAPAN DI PENTAS • Tata lampu • Tata panggung dan dekorasi • Ilustrasi musik dan tata suara • Beberapa catatan tambahanBAB IV PENGAJARAN DRAMA 1. PROSES BELAJAR MENGAJAR • sleksi atau pemilihan materi • Gradasi (urutan penahapan) • Persentasi atau tyeknik penyampaian • Repetisi • Evaluasi dalam pengajaran drama 2. STRATEGI PENGAJARAN TEKS DRAMA (SEBAGAI KARYA SASTRA) • Strategi stratta • Tindakan katering • Strategi induktif Model Taba • Strategi analisis • Strategi sinektik atau Model Gordon • Role playing atau Bermain Peran • Simulasi 3. STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA PENTAS • Pementasan drama di kelas • Pementasan drama oleh teater sekolah • Teknik konstruksi apresiasi drama • Catatan tambahan tentang pemilihan materi 

BAB I DRAMA DAN PERMASALAHANNYA kata "drama" berasal dari bahasa yunani "draomai" yang berarti: berbuat berlaku, bertindak atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Dalam kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau dari apakah drama salah satu genre sastra, ataukah drama itu sebagai cabang kesenian yang mandiri.  Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, kesenian lukis atau dekor, panggung, seni kostum seni rias dan sebagainya. Jika kita bicarakan dram pentas sebagai kesenian mandiri, maka ingatan kita dapat kita layangkan pada film, ketoprak, ludruk, lenong dan film. Dalam kesenian tersebut, naskah drama di ramu dengan berbagai unsur untuk membentuk kelengkapan. 

Terminologi istilah drama biasanya di dasarkan pada wilayah pembicaraan, apaakah yang dimaksud drama naskah atau drama pentas. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan memiliki kemungkinan di Pentaskan. Moulton memberikan definisi drama (pentas) sebagai hidup manusia yang dilukiskan dengan action. Hidup manusia yang dilukiskan dengan action itu lebih dahulu dituliskan maka drama baik naskah maupun pentas berhubungan bahasa dan sastra. Telaah drama harus dikaitkan dengan sastra.

1. Lakon DAN KONFLIK MANUSIA Dasar lakon drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin dari pada fisik.Konflik manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam film, film orang, ketoprak, dan juga ludruk

2

Page 3: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

akan kita saksikan bahwa klimaks dari pada konflik batin tu adalah bentrokan fisik yang diwujudkan dalam perang. 

Konflik yang muncul dalam lakon harus memiliki motif. Motif dari konflik yang dibangunm itu akan mewujudkan kejadian-kejadian. Motif dan kejadian-kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-benar diambil dari kehidupan manusia. Konflik yang muncul dari kehidupan manusia. Jika dalam film persoalan yang di jadiakn konflik adalah perebutan negara atau wanita, maka motif konflik dalam drama moderen janganlah negara atau wanita. Tokoh-tokoh wanita masa kini tidak akan berebut negara dan berebut wanita.

2. STRUKTUR DRAMA NASKAH 2. 1. PLOT atau krangka cerita Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik anatara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. sifat dua tokoh itu bertentangan, misalnya: kebaikan kontra dengan kejahatan, tokoh sopan kontra dengan tokoh berutal, tokoh pembela kebenaran kontra dengan bandit, tokoh ksatria kontra dengan penjahat, tokoh bermoral kontra dengan tokoh tidak bermoral, dan sebgainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik kelimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju solusi. 

Jalinan konflikj dalam plot itu biasanya meliputi hal-hal: • Protasis atau jalinan awal • Epitasio • Catarsis • Catasprophe (Aristoteles)

2. 2. Penokohan dan perwatakan \Penokohan erat hubungannya dengan karakter. Susunan tokoh (drama personae) adalah

daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam tokoh itu dalam susunan tokoh ini yang terlebih dahulu dijeaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan dan kondisi kejiwaannya itu.  Penulis lakon sudah menggambarkan karakter tokoh-tokohnya. \

Gaya tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan samping. Jenis dan warna dialog akan menggambarkan karakter tokoh itu. Dalam wayang kulit atau wayang orang, tokoh-tokohnya sudah memiliki karakter yang khas, yang didukung pula dengan gerak-gerik, suara, panjang pendeknya dialog, jenis kalimat dan ungkapan yang digunakan. 

3. 3. Dialog atau percakapan Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun

dialog ini, penulis harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh penulis naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan diatas panggung.Bayangan pentas diatas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari. 

Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Hal ini di sebab kan karena drama adalah potret kenyataan. Drama adalah kenyataan yang diangkat ke atas pentas, nuansa-nuansa dialog mungkin tidak lengkap dan akan dilengkapi dengan gerakan, musik, ekspresi wajah dan sebagainya. Dalam hal ini, kesempurnaan sebuah naskah drama akan terlihat setelah dipentaskan. 

2. 4. Seting, landasan atau tempat kejadian Seting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara

cermat sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Seting biasanya meliput tiga dimensi yaitu tempat ruang dan waktu. 

2. 5. Tema atau nada dasar cerita Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan

premis. Dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan

3

Page 4: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

sudut pandangan yang dikemukakan oleh pengarangnya sudut pandang ini, sering dihubungkan dengan aliran yang dianut oleh penulis. 

2. 6. Amanat pesan pengarang Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca

atau penonton. Seorang penulis drama sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan amanat dalam karyanga itu. Pembaca cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat dan yang tersurat. Jika karya sastra berhubungan denagn arti atau arti dari karya sasra itu maka amanat berhubungan denagn makna atau significance dari karya sastra itu. Tema bersifat sangat lugas, objektif, dan khusus, sedangkan amanah bersifat kias, subjektif dan umum. Setiap pembaca dapat berbeda-beda menafsirkan makna karya sastra itu untuk dirinya, dan semua cendrung benar. Tema bersifat objektif.Ada drama yang bertema ketuhanan, perikemanusiaan, cinta, patriotisme, kritik sosial, renungan hidup dan sebagainya. Amanat yang khendak di sampaikan oleh penulis perlu diberikan beberapa alternatif. Di dalam menafsirkan amanat itu, kita dapat bersikap akomodatif. 

2. 7. Petunjuk teknis dalam naskah drama dibutuhkan juga petunjukj teknis, yang sering juga disebut teks samping dalam sandiwara radio, sandiwara televisi atau secanario film, posisi teks samping ini sangat penting. Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, suara, musik, keluar masuknya aktor dan aktris, suasana pentas, keras lemahnya dialog, warna suara, perasan yang mendasari dialog dan sebagainya. Teks samping ini biasanya ditulis denag tulisan berbeda dari dialog (misalnya denag huruf miring atau huruf besar semua). 

2. 8. Drama sebagai interprestasi kehidupan Ulasan tentang interperstasi kehidupan erat hubungannya denagn nada dasar atau

pandangan dasar penulis drama itu. Nada dasar drama bukan nada dasar penafsir atau sutradara. Dama sebagai tiruan atau mimetik terhadap kehidupan, berusaha memotret kehidupan secara real. Setiap penulis tidak sama dalam menginterprestasikan sisi kehidupan. Ada penulis yang memfokuskan pada segi keadilan, segi cinta kasih, segi kebobrokan moral, secara moral, secara digdagtsi, segi ketimpangan dalam masyarakat, segi suka dan duka, dan sebagainya. Tontonan atau naskah yang dihasilkan akan ditentukan oleh bagaimana sikap penulis dalam menginterprestasikan kehidupan ini.

3. NASKAH-PENGARANG-PEMENTASAN - PENONTON Naskah-naskah drama yang diutlis setahun 1930-an nilai sastranya cukup tinggi, tetapi

kemungkinan pertunjukannya tidak meyakinkan. Naskah yang demikian bersifat komunikatif, bahasanya adalah bahasa yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act. Nilai literer memang tidak bisa ditinggalkan, tetapi sifat komunikatif harus diperhatikan. Keunggulan pada naskah drama adalah pada konflik yang dibangun. Konflik menentukan Penanjakan-Penanjakan kearah klimaks. Jawaban terhadap konflik itu akan melahirkan atau memproduksi suspense dan kejutan. Tingkat keterampilan penulis dalam drama ditentukan oleh keterampilan menjalin konflik yang diwarnai oleh kejutan dan suspense yang belum pernah diciptakan penulis lain.

4. PEMENTASAN DRAMA Pementasan drama merupakan karya kolektif yang dikoordinasikan oleh sutradara, yaitu

pekerja teater yang denagn kerja kecakapan dan keahliannya memimpin actor-aktris dan pekerja teknis dalam pementasan. Selain itu, adapula produser yang memberikan biaya pementasan dan menejer yang mengatur pelaksanaan pementasan. Biasanya sutradara tidak mampu merangkap sebagai manajer pementasan, demikian juga sutradara tidak mapu mengkoordinasikan seluruh teknisi. Untuk itu diadakan assisten sutradara yang bertugas membantu sutradara dalam menangani tugas koordinasi itu, sedangkan art directur membidangi hal-hal yang bersifat artistik (bukan teknis) seperti kostum, rias, lampu, sound effect dan sebagainya. 

4. 1. Aktor dan CASTING Aktor dan aktris merupakan tulang punggung pementasan. Dengan aktor-aktri yang tepat

berpengalaman, dapat dimungkinkan pementasan yang bermutu jika naskah baik dan sutradaranya cakap. Tokoh seperti Teguh dari Srimulat, Usmar Ismail, Wim Umboh, Teguh Karya, Rendra dan

4

Page 5: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Arifin C. Noer, mampu mengorbitkan calon aktor yang cukup tangguh dengan kemampuan yang memadai. 

Pemilihan aktor-aktris biasa disebut casting.  Ada lima macam teknik casting yaitu • Casting by ability • Casting to Tipe • Anti Tipe Casting • Casting to Emotional Temperament • Terapeyutic Casting 

5. 2. SUTRADARA Sutradara memiliki tugas sentral yang berat dalam pementasan tidak hanya acting para

pemain yang harus diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis. Sutradara harus memiliki technical know how tentang bidang teknis dan artistik pementasan meskipun untuk bidang ini dipercayakan orang lain. 

4. 3. Penata PENTAS Untuk menghidupkan peran dipentas, peralatan teknis akan membantu. Peralatan tersebut

meliputi: pengaturan pentas atau Stage, dekorasi (secenery) tata lampu (lighting), tata suara (sound sistem) dan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pentas.

5. 4. Penata artisticUntuk mengukur secara artistic hal-hal yang berhubungan dengan pementasan secara

langsung, biasanya ada bagian artistic. Bagian artistik berhubungan dengan tata rias (make up), tata busana (costum), tata musik dan efek suara (music dan sound effect).

6. KLASIFIKASI DRAMA Kalsifikasi drama didasarkan atas jenis streotipe manusia dan tanggapan manusia terhadap

hidup [dan kehidupan. Seorang penulis drama dapat menghadapi kehidupan ini dari sisi yang menggembirakan dan sebaliknya dapat juga dari sisi yang menyedihkan.Dapat juga seseorang memberikan variasi antara sedih dan gembira mencampurkan dua sikap itu karena dalam kehidupan yang real manusia tidak selalu sedih dan tidak selalu gembira. Karya yang sering memadukan dua sikap hidup manusia itu dipandang merupakan karya yang lebih baik karena kenyataan hidup yang ditemukan memang demikian adanya. 

6. 1. Tragedi atau drama duka atau duka cerita Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung

tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana besar. Tokoh-tokoh tersebut dalam kisah bencana ini penulis nsakah mengharapkan agar penontonya memandang kehidupan secara optimis. Pengarang secara bervariasi ingin melukiskan keyakinannya tentang ketidak sempurnaanya manusia. Penulis berusaha untuk menempatkan dirinya secara tepat dalam kemelut kehidupan manusia itu. Kenyataan hidup yang dilukiskan berwarna romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang dilukiskan seringkali mengungkapkan kekecewaan hidup karena penulis mengharapkan sesuatu yang sempurna atau yang paling baik dari hidup ini.

5. 2. Melodrama Melodrama adalah lakon yang sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Penggarapan alur dan penokohan yang kurang dipertimbangkan secara crmat, maka cerita yang dilebih-lebihkan sehingga kurang m, eyakinkan penonton.Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti dalam tragedi). Dalam kehidpan sehari-hari sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali merendahkan martabat orang tersebut karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaanya. Drama-drama Hamlet dan Macbeth disampiung bersifat tragedi ini bersifat melodrama. Ada beberapa hal yang dilebih-lebihkan dalam kedua drama besar itu. Romeo dan Yuliet dipandang dari cintanya yang begitu tinggi juga dapat dinyatakan sebagai melodrama. 5. 3. Komedi atau drama ria Komedi adalah drama ringan yang sifatnay menghibur dan didalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Lelucon bukan tujuan utama dalam

5

Page 6: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

komedi, tetapi drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Kelucuan bukan tujaun utama, maka nilai dramatic dari komedi (meskipun bersifat ringan) masih tetap dipelihara. Nilai dramatis tidak dikorbankan untuk kepentingn untuk menemukan kelucuan ("Geer"). Hal ini berbeda denagn dagelan atau farce yang mudah mengorbankan nilai dramatis dari lakon demi kepentingan menemukan kelucuan itu. 5. 4. Dagelan Farce Dagelan adalah banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan atau komedi picisan atau komedi ketengan. Sering pula disebut tontonan konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan dan tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur dan fulgar.6. JENIS DAN konsepsi DRAMA DAN TEATER 6. 1. Jenis-jenis drama • Drama pendidiakn • Drama duka • Drama ria • Closed drama (drama yang dibaca) • Drama teatrikal • Drama romantis drama adat • Drama liturgi • Drama simbolis • Drama monolog • Drama lingkungan • Komedi intrik • Drama mini kata • Drama radio • Drama televisi • Drama eksperimental • Sosial drama • Melodrama • Drama Absurd • Drama Improvisasi • Drama sejarah 6. 2. Klasifikasi drama berdasarkan aliran Sifat-sifat drama berdasarkan aliran tidak bercorak kaki tetapi hanya merupakan fitur pokok saja. Tidak ada drama yang seratus persen mengikuti salah satu aliran tertentu. • Aliran Klasik • Aliran Romantis • Aliran Realisme • Aliran Ekspresionisme • Aliran Natularisme • Aliran EksistensialismeBAB II PENYUTADARAAN DAN TEKNIK berperan 1. PENYUTRADARAAN Penyutradaraan berhubungan denagn kerja sejak perencanaan pementasan, sampai pementasan terakhir. Dalam drama tradisional dan film, sutradara disebut "dalang" peran sutradara dalam teater tradisional tidak sepenting dan sebesar peran sutradara dalam teater moderen. Seluruh pementasan drama moderen adalah tanggung jawab sutradara.Dialog, acting dan segala perlengkapan panggung diatur oleh sutradara. Dalam teater tradisional, sutradara hanya memberikan instruksi secara garis besar. Tugas sutradara drama moderen disamping melatih mengkorsinasikan aktor atau aktris, juga

6

Page 7: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

memimpin urusan unsur pentas seperti: penta lampu, penata panggung, penata musik, penata pakaian,, dekolator dan petugas lainnya.2. TEKNIK berperan2.1 Teknik berperan menurut Rendra Teknik berperan menurut rendra menyebutkan bahwa dalam pementasan ada empat sumber gaya, yaitu actor atau bintang, sutradara, lingkungan dan penulis. Dalam hal teknik berperan ini diharapkan actor menjadi sumber gaya dalam pementasan drama.Dalam pengajaran di sekolah, sutradara (dalam hal ini guru drama), kiranya juga dapat menjadi sumber gaya. Dalam ketoprak drama moderen, penulis drama menjadi sumber gaya. 2.2 Teknik Edward A. Wright Menurut teknik Edward A. Wright ada lima syarat yang harus dimiliki seorang calon actor yaitu • Sensitif • sensible • Kualitas persona yang memadai • Daya imajinasi yang kuat • Stamina fisik yang baik. 2.3 Oscar Broket Menurut teknik Oscar Broket menyebutkan tujuh langkah dalam latihan beracting yaitu: • Latihan tubuh • Latihan suara • Observasi dan imjinasi • Latihan konsentrasi • Latihan teknik • Latihan system acting • Pelatihan untuk memperlentur keterampilan (1965: 396) 2.4 Constantin Stanislavsky Tokoh yang dikenal sebagai pelopor pendekatan metode atau pendekatan kreatif, yang mementingkan latihan sukma, memberikan pedoman untuk mempersiapkan seorang actor (Stanislavsky, 1980) dalam buku terjemahanya Aslu Sani dinyatakan lima belas tahap latihan yang harus di lalui. 2.5 Richard Boleslavsky Menurut Richard Boleslavsky dikenal sebagi murid Stanisslavsky, mengembangkan teori Stanisslvsky. Boleslavsky lebih menitik beratkan pada pembangunan sukma. 2.6 Adjib hamzah Hamzah menggaris bawahi Boleslavsky dan Stanisslvsky bahwa dalam latihan acting sangat perlu motivasi, pusat perhatian dan mimik. Ditambahkan olehnya actor atau aktris selaul menghindari over acting. Karena itu, sutradara harus senantiasa memimpin latihan untuk menghindari over acting tersebut.BAB III 1. PERLENGKAPAN, PEMNTASAN UNTUK aktor atau aktris 1.1 Rias Tata rias adalah seni yang menggunakan bahasa kosmetika untuk menghasilkan atau menciptakan wajah peran, sesuai dengan tuntutan lakon. Fungsi pokok tata rias adalah merubah karakter seseorang baik dari segi fisik, psikis dan sosial. Fungsi bantuan rias adalah untuk memberikan tekanan terhadap perannya. Jika rias menuntut berperan sebagai fungsi pokok maka, berarti mengubah diri aktor ke dalam peran yang lain dari dirinya sendiri. Peran rias ini akan dibantu oleh tata sinar dan jarak antara panggung dan penonton. 1.2 Tata pakaian Seperti halnya rias, tata pakaian, membantu actor membawakan perannya sesuai dengan tuntutan lakon. Jika rias dan kostum agak asing, dan jumlahnya cukup banyak, diperlukan latihan penyesuaian diri denagn rias dan kostum tersebut (misalnya; dalam "Oedipus karya rendra, yang menggunakan topeng dan juba) 

7

Page 8: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

2. PERLENGKAPAN DI PENTAS 2.1 Tata lampu Lampu dapat membantu pengaruh psikologis dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi atau hiasan atau petunjuk waktu (pagi, sore) dan suasana pentas. Lampu yang digunakan hendaknya berwarna-warni, agar mampu memberikan efek psikologis-psikologis dan variasi. Selain itu juga harus ada, pengaturan derajat ketajaman sinar atau voltase. Juru lampu harus membuat alat tata lampu ini semudah mungkin, sepraktis mungkin dan harus di sertai perencanaan tata lampu yang mendetail untuk satu lakon yang disiapkan atau ligting plot. 2.2 Tata panggung dan dekorasi Tata pentas biasanya dipimpin oleh stage manager digunakan istilah pentas, karena pementasan drama tidak serlalu di panggung, sehingga istilah panggung tidak digunakan dalam kaitan ini. Pementasan dapat di panggung, dapat di area. Mempelajari tata panggung tidak luput dari mempelajari bentuk dan kontruksi pentas dari berbagai kurun waktu. Secara umum peranan dan perlengkapan pentas tidak jauh berbeda, dalam kaitan dengan tujuan pentas itu. 2.3 Ilustrasi musik dan tata suara di panggung dipasang pengeras suara denag microphoneyang cukup memadai. Peran microphone ini sangat penting sebab jika lakon drama ada pada dialog. Jika microphone tidak cukup dan tidak kuat kepekaannya (sensitif) maka kegagalan akan terjadi karena dialog tidak dapat di dengar penonton. Pengeras suara sebaiknya menyewa yang cukup sensitif denag daya watt out put yang besar, selain itu di pasang microphon yang memadai sehingga dialog akan dapat didengar penonton. 2.4 Beberapa catatan tambahan Putu Widjaya mengatakan ada dua tokoh yang sangat berjasa dalam perkembangan teater moderen di indonesia saat ini , yaitu rendra dan arifin. C Noer. Rendra dengan bengkel teaternya dan arifin. C Noer dengan teater kecilnya, secara terus menerus dan konsisten kedua orang itu menggunakan teater dengan eksperimen-eksperimenya yang baru. Melalui kedua tangan tokoh tersebut munculah wajah-wajah baru dalam dunia teater Indonesia. Misalnya; Rian Tiarn, Azuar AN, Putu Widjaya, Syubach Asa, ikra negara dan lain-lain.BAB IV 1. PROSES BELAJAR MENGAJAR Yang dimaksud dengan proses belajar mengjar adalah apa yang disebut "Metode" oleh Mac key di dalamnya terdapat keseluruhan peristiwa seperti: • Seleksi • grasi • Prsentasi • Repetisi • evaluasi 1.1 sleksi atau pemilihan materi Seleksi maeri ditentukan oleh pengajaran ini. Untuk melatih keterampilan mana, konsep, informasi, prspektif, apresiasi atau justru tujuan pengajaran drama dapat mentaskan atau dapat mengadakan festival drama. Hal ini membutuhkan sleksi materi, dalam hal jenis, panjang, mutu, tingkat kesulitan, jumlah pemain dan sebagainya. 1.2 Gradasi (urutan penahapan) Debora Elkin menyatakan, bahwa latihan-latihan drama harus mengarah pada pementasan dan festival drama. Untuk pementasan drama hendaknya dimulai dari role flying atau (bermain peran). Role flying lebih baik jika bersumber pada hasil observasi terhadap suatu kejadian tertentu (misalnya; percakapan di terminal bis, rapat desa, transaksi dagang, peristiwa-peristiwa yang terjadi). 1.3 Persentasi atau teknik penyampaian Untuk dapat menghayati naskah drama dengan lebih baik, dapat juga di berikan tugas menulis naskah drama kepada siswa. Penulisan ini dimulai denag naskah role flying kemudian naskah dari

8

Page 9: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

saduran cerita atau cerita populer dari karya sastra, dongeng atau film. 1.4 Repetisi Materi yang sudah diberikan harus diulangi dalam bentuk ulasan guru atau tanya jawab, dapat juga berwujud resensi terhadap drama yang sudah dibaca, dilihat atau ditulis.Parafrase dari bentuk drama kedalam bentuk prosa, dapat juga merupakan repetisi, misalnya; mendiskusi, menonton ditempat lain, mementaskan sendiri (naskah) menulis drama dengan tema yang sama dan sebagainya merupakan repetisi. 1.5 Evaluasi dalam pengajaran drama • Evaluasi untuk apresiasi drama dalam hal pemahaman naskah, pada hakikatnya sama dengan evaluasi dalam pengajaran sastra. • Tes informasi merupakan tingkat tes paling rendah, sebab itu b utir soal yang lebih banyak • Evaluasi dalam tugas individual dalam penampilan memerankan dalam suatu tokoh. • Tugas kelompok dalam mementaskan role flying.2. STRATEGI PENGAJARAN TEKS DRAMA (SEBAGAI KARYA SASTRA) 2.1 Strategi stratta Strategi ini diciptakan oleh leslie stratta dan dapat diterapkan untuk drama dan prosa fiksi.seperti setelah dibicarakan oleh IGA Wardani dalam makalah pengajaran sastra ada tiga pengajaran yaitu: tahap penjelajahan, interprestasi dan rekreasi. 2.2 Langkah-langkah penyajian Sebelum guru dapat mengajarkan satu dramadi dalam kelasia harus mengadakan dua macam persiapan yaitu memilih bahan yang cocok untuk kelasnya dan menyusun persiapan guna dapat mengajarkan dengan baik, sebelum ia siap untuk membawa bahan itu ke kelas. 2.3 Strategi induktif Model Taba Model ini dikemukakan oleh Hilda Taba. Model pengajarannya bersifat induktif, dan biasanya strategi induktif cocok untuk pembahasan sastra. Data-data sastra dapat langsung diteliti siswa, kemudian diadakan penyimpulan-penyimpulan. Hal ini sesuai dengan pendekatan apresiasi yang telah dikemukakan hilda Taba yaitu mengembangkan model pengajaran yang berorientasi pada pengelolaan informasi. 2.4 Strategi analisis Strategi ini dissebut strategi analisis karena menitik beratkan pada frase analisis terhadap tema sebagai hasil akhir, setelah penguraian penokohan, plot, hubungan sebab akibat dan sebagainya, yang kemudian disusul dengan pemahaman hal atau unsur yang abstrak dari naskah drama. SH burton menyatakan bahwa yang harus dianalisis adalahmakna harfiah dari naskah, sikap penulis terhadap tuliasnya dan pembacanya tujuan yang hendak dicapai melalui tulisannya, jenis, dan gaya tulisan tersebut. 2.5 Strategi sinektik atau Model Gordon Strategi ini dikembangkan oleh Gordon dalam bukunya The Metaforical Way of Learning knowling. Dalam strategi ini dikombinasikan oleh beberapa unsure yang berbeda dan nyata. Treffenger memasukan metode ini dalam pembentukan kreatifitas pada tahap kedua. 2.6 Role playing atau Bermain Peran Sebetulnya metode ini termasuk pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan nyata sehari-hari (bukan imajinatif). Dari aspek role flying dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan memecahkan masalah, dan pemahaman terhadap permasalahan pokok. 2.7 Simulasi Arti sederhana dari simulasi adalah "peniruan dari kondisi yang sebenarnya". Dari masa orde baru simulasi ini banyak sekali digunakan untuk penataran P/04 dari tingkat desa sampai tingkat nasional (penulis adalah manggala BP/07). Strategi simulasi adalah strategi untuk memberikan kemungkinan murid agar ia dapat menguasi suatu ketrampilan melalui pelatihan dalam situasi tiruan.3. STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA PENTAS

9

Page 10: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

3.1 Pementasan drama di kelas Pementasan drama di kelas terkait pelajaran bahasa indonesia aspek sastra dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok, dapat berupa kelompok atau kelompok-kelompok yang dibentuk dari seluruh murid di kelas. Pada waktu pementasan, murid yang tidak mendapatkan giliran berpentas dapat ditugasi sebagai pengamat. Yang dipentaskan tentulah drama-drama pendek denagn durasi 30 menit sampai 35 menit sehingga tersisa waktu diskusi dalam satu jam pelajaran. Jika ada jam pelajaran yang berurutan, dapat mementaskan drama denagn durasi 60 menit. 3.2 Pementasan drama oleh teater sekolah Pementasan oleh teater sekolah dapat memilih teks drama karya dramawan dengan durasi lebih dari satu jam (rata-rata 90 menit sampai 180 menit). Untuk pementasan sekolah hendaknya di pilih naskah-naskah yang kominakatif, yang mudah dipahami, memiliki konflik batin yang kuat dan atraktif. 3.3 Teknik konstruksi apresiasi drama Kata "pembangunan" di sin dapat berarti dua yaitu pembinaan hal yang sudah terlaksana agar lebih baik, dan juga berarti membuat yang belum ada, menyelenggaraan konstruksi.Sulitnya naskah drama dan belum tentu setiap guru mampu menyutradarai drama menjadikan prospek pengajaran drama kurang memuaskan. Tanpa pembaca naskah sendiri oleh siswa dan menonton pertunjukan drama sendiri, maka pembinaan ini sulit dilakukan. 3.4 Catatan tambahan tentang pemilihan materi Pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan memenuhi kriteria: • Sesuai dan menarik untuk tingakat kematangan jiwa murid • Jika tingkat kesulitan bahasanya sesuai untuk tingkat kemampuan bahasa murid yang akan menggunakannya. • Bahasanya sedapat mungkin mengguankan bahasa yang standar kecuali kalau cerita mempermaslahkan penggunaan dialeg. • Isinya tidak bertentangan denag haluan negara kitaDaftar pustaka  Waluyo, herman. 2001. Drama teori dan pengajaranya. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.

PENGEMBANGAN SENI DRAMADALAM PEMBELAJARAN SASTRA

Makalah ini disusununtuk memenuhi tugas pada mata kuliah " Bahasa Indonesia " Dosen Pengampu: Drs. Sutejo M.Hum

Oleh:Nama: Eny MurniasihNim: 0921081854Kelas: PBI 2009 RF PENDIDIKAN BAHASA INGGRISSEKOLAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANSTKIP PGRI PONOROGO

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

10

Page 11: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Perkembangan seni Drama akhir-akhir ini begitu pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya pertunjukan drama di televisi. Di sekolah-sekolah, Drama merupakan karya sastra paling tidak diminati. Hal ini disebabkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu cukup sulit dan harus tekun. Dengan pementasan atau pembacaan oleh orang yang terlatih, hambatan tersebut kiranya dapat diatasi. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada penghayatan naskah prosa dan puisi. Pembelajaran sastra pada umumnya dan pembelajaran drama Inggris pada khususnya mengemban misi efektif yaitu memperkaya pengalaman siswa dan meningkatkan kemampuan speaking dan listening untuk siswa.Secara khusus pembelajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif dan nilai sosial. Dalam konteks inilah pembelajaran sastra perlu dilaksanakan. Guru dituntut mampu menjembatani akuisisi pemahaman siswa melalui unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik dalam karya sastra. B. Rumusan MasalahAdapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:1. Apakah yang dimaksud dari Seni Drama?2. Bagaimana pembelajaran Drama sekolah?3. Manfaat apa yang diperolah dalam pengembangan drama dalam pembelajaran sastra?4. Apakah pembelajaran Bahasa Inggris dapat dilakukan dengan teknik pembelajaran Drama? C. Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:1. Untuk memahami seni drama dalam mempelajari sastra.2. Untuk memahami metode-metode pembelajaran drama.3. Untuk menemukan manfaat pengembangan seni drama dalam pembelajaran sastra.4. Menemukan media pembelajaran Bahasa Inggris dengan pengembangan drama. BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Seni DramaDrama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan diatas pentas. Melihat drama, penonton-penonton seolah melihat kejadian-kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka maupun duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. (Prof. Dr. Herman J. Waluyo 1)Kata drama berasal dari bahasa yunani "draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau beraksi. Yang dimaksud teks-teks drama adalah semua teks yang bersifat dialog-dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur. (Janvan Luxemburgh, dkk 158)Drama adalah karya sastra yang menggambarkan aktivitas kehidupan manusia yang dalam penceritaannya menekankan dialog, laku dan gerak. Meski drama adalah karya sastra yang bisa dibaca dan dianalisa secara tekstual karena menggunakan medium bahasa dalam penciptaannya, namun drama pada dasarnya ditulis untuk dipentaskan di atas panggung (stage). Oleh karena itu, dalam teks drama, selain terdapat unsur dialog sebagai penanda alur cerita, pembaca juga akan menemukan gambaran ekspresi dan laku (Stage direction) yang ditulis pengarang untuk memberikan gambaran kepada para pembaca, calon aktor, dan juga sutradara tentang tingkah laku, ekspresi , gerak dan juga mimik tokoh-tokoh dalam drama. B. Pembelajaran DramaPembelajaran darama di sekolah dapat ditafsirkan dua macam yaitu: pembelajaran teori drama, atau pembelajaran apresiasi drama. Masing-masing juga terdiri atas dua jenis, yaitu; pembelajaran teori tentang teks naskah drama dan apresiasi pementasan drama. Dalam apresiasi yang itu naskah

11

Page 12: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

maupun pementasan tampaknya kedua hal ini penting, hanya saja tekanannya harus pada aspek apresiasi. Jika teori termasuk dalam area kognitif, maka apresiasi menitikberatkan area afektif.Materi pembelajaran harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan sekolah. Tentang meteri ini ada berbagai pendapat materi teori drama dan materi apresiasi drama. Materi teori drama berupa buku pegangan teoretis tentang apa dan bagaimana serta untuk apanya drama, semakin tinggi jenjang pendidikan tentulah semakin mendalam. Satu langkah yang bisa ditempuh agar siswa meningkat daya apresiasinya adalah meningkatkan kemampuan membaca karya sastra dalam tugas-tugas di rumah. (Suroso: 152)Hal ini disebabkan membaca sastra tidak mungkin dilakukan dalam pelajaran Bahasa Indonesia di kelas formal. Apalagi mainimnya alokasi waktu yang tersedia untuk pengajaran sastra. Selain itu, perlu dipompakan semangat kepada siswa untuk senantiasa menonton seni pertunjukan serta mengamati berbagai peristiwa sosial budaya. Siswa akan memiliki pengetahuan luas masalah kehidupan pada umumnya dan dan budaya seni, sastra, dan drama.Drama ini berperan sebagai penunjang pemahaman dan penggunaan Bahasa. Waktu menonton suatu drama sering terjadi penonton dapat memahami jalan cerita meskipun ada kata-kata atau kalimat yang kurang dipahaminya. Ini dimungkinkan karena pembicaraan dalam dialog satu drama diikuti oleh mimik dan gerak-gerik serta intonasi yang jelas oleh pelaku yang memainkan perannya yang baik. Melalui drama, selain dapat mempelajari dan menikmati isinya, orang juga dapat memahami masalah yang disodorkan didalamnya tentang masyarakat. Melalui dialog-dialog pelaku dan murid sekaligus belajar tentang isi drama tersebut dan juga mempertinggi pengertian mereka tentang bahasa lisan. Membaca naskah drama dapat memperkaya kemampuan pembaca dengan memahami jalan cerita, tema, problematika dalam drama tersebut. Jika pembaca memang diarahkan untuk itu.Pengajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti melatih ketrampilan:a. Membaca (Teks Drama)Teks drama adalah wacana dialog yang berbeda-beda dengan teks prosa. Wacana dialog lebih sulit dibaca atau dipahami karena dialog tokoh-tokoh yang satu dilengkapi oleh tokoh yang lain.b. Mendengarkan (Menyimak Drama)Teks drama dapat juga dibaca didepan kelas oleh beberapa murid, sedang murid lainnyamendengarkan, mencatat tema dan isinya, dan berusaha untuk dapat menggapai hasil kegiatan mendengarkan itu.c. MenulisMenulis yang berkaitan dengan pengajaran drama dapat berupa menulis naskah drama sederhana, ataupun menulis resensi teks drama.d. WicaraLatihan wicara dapat dilaksanakan dengan menceritakan isi singkat drama didepan kelas dan pendramaan teks drama dengan pendramaan itu, dapat dibangun kelancaran berbicara.Latihan wicara itu dapat juga dilakukan dengan pengkasetan dialog seperti dalam drama radio. C. Manfaat dari Pembelajaran DramaPementasan naskah drama bila dikaji lebih jauh akan memberikan beberapa manfaat bagi siswa. Pertama, siswa akan belajar memahami heterogenitas budaya (multikulturalisme) yang tercermin dalam sebuah pementasan, baik yang berwujud ide, benda dan kebiasaan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa teks drama merupakan cerminan dari hasil budaya yang lahir dan berkembang dalam negara dan bangsa tertentu dengan etnis dan sukunya. Filosofi dan keunikan sebuah budaya akan terlihat dalam kostum, kebiasaan dan tradisi yang ditampilkan oleh aktor, dan dari properti dan dekorasi panggung. Teks drama yang dipentaskan selalu menghadirkan protret kebudayaan dan peradapan manusia yang pasti sedikit banyak mempengaruhi pikiran dan perasaan aktor dan juga para penonton.Kedua, siswa akan lebih memiliki rasa percaya diri terutama ketika berhadapan dengan publik. Beban psikologis untuk berbicara, beraktualisasi, dan bertindak dihadapan orang banyak dengan sendirinya akan terkikis melalui serangkaian proses bersama yang dijalani dalam bermain

12

Page 13: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

drama. Rasa canggung dan minder akan hilang secara perlahan ketika siswa berada diatas panggung, dan melalui dorongan dan motivasi guru dan teman-temannya, mereka dilatih untuk tidak ragu-ragu lagi memerankan tokoh dalam naskah drama.Ketiga, siswa akan mendapat kesempatan luas untuk bersosialisasi dan meningkatkan kemampuan dalam mengorganisir kerja tim. Hal ini tidak terlepas dari kompleksitas sumber daya yang dibutuhkan dalam pementasan mulai dari pemain, sutradara, penata rias, penata musik dan tim artistik panggung. Kerjasama dalam proses mengangkat teks tertulis dalam sebuah pertunjukan ini diharapkan akan memberi ruang bagi siswa untuk tidak hanya sekedar mengenal berbagai karakter anggota kelompok tetapijuaga meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam manajemen, khususnya seni pertunjukan. D. Media Pembelajaran Bahasa Inggris Melalui Kegiatan DramaBahasa Inggris sering dianggap sebagai pelajaran yang paling menakutkan dan sulit untuk dipelajari karena antara pengucapan (pronunciation) dan tulisan (writing) berbeda. Namun jika menggunakan media pembelajaran yang tepat mungkinakan lebih mudah bagi siswa untuk memahami atau belajar Bahasa Inggris. Media pembelajaran Bahasa Inggris yang cukup bermanfaat untuk pemahaman siswa adalah melalui kegiatan drama. Peserta didik sering mengalami kesulitan untuk berbicara (speaking). Kesulitan berbicara biasanya disebabkan:1. Kesulitan mengungkapkan ide; sehingga peserta didik bingung apa yang akan mereka tampilkan.2. Terbatasnya kosakata (vocabulary) dan grammar (tata bahasa); sehingga peserta didik sulit berbicara dengan lancar dan berterima.3. Keterbatasan melafalkan / mengucapkan kata-kata (pronunciation); sehingga sulit mengucapkan kata dengan benar.4. Tidak adanya keberanian berbicara karena takut salah. Agar para siswa dapat berbicara dalam bahasa inggris, bisa dicoba pembelajaran melalui drama dengan teknik pembelajaran sebagai berikut:1. Membagi siswa dalam kelompok yang terdiri atas 5-6 orang secara heterogen berdasarkan kemampuan.2. Ambil sebuah cerita dan untuk menjadi penggalan-penggalan cerita. Setiap kelompok mendapatkan satu penggalan cerita tersebut.3. Secara berurutan, setiap kelompok memerankan penggalan cerita tersebut maksimal 10 menit. Aspek-aspek penilaian speaking secara individu dengan memperhatikan:1. Intonasi (Intonation)2. Pengucapan (Pronunciation)3. Tata bahasa (Grammar)4. Kelancaran berbicara (fluency)5. Gaya bahasa (Diction)  BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan1. Drama adalah karya sastra yang menggambarkan aktifitas kehidupan manusia yang dalam penceritaannya menekankan dialog, laku, dan gerak.2. Pembelajaran drama di sekoloah dapat ditafsirkan dua macm yaitu: pembelajaran teori drama atau pembelajarn apresiasi drama.3. Memainkan dram merupakan kesempatan berharga bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman tekstual dan pengalaman praktis.4. Media pembelajaran Bahasa Inggris yang cukup bermanfaat untuk pemahaman siswa adalah salah satunya melalui kegiatan drama.

13

Page 14: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

 B. Saran1. Sebagai calon pendidik kita harus mempersiapkan diri dan bersungguh-sungguh mampu menciptakan suatu sistem pembelajaran yang efektif dan inovatif yang dapat menunjang peningkatan mutu pendidikan anak didik kita2. Sebagai mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, kita harus belajar rajin agar menjadi pendidik yang mampu menciptakan generasi muda yang potensial.  DAFTAR PUSTAKAK Toha, Riris 2002. Sastra Masuk Sekolah . Magelang: Indonesiatera Janvan dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia Waluyo, Herman. 2003. Drama Teori dan Pengajarannya . Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya Soetrisman. 1984. Drama Formal Dan Teater remaja . Yogyakarta: PT HaninditaHttp :/ / mbahbrata-edu.blogspot.com/2008/workshop-pembelajaran-seni-drama-di-smp.htmlhttp://sastra-indonesia.com/2011/01/siswa-dan-aspek-pembelajaran-drama/

Sebagai hasil kreasi dan ekspresi jiwa, karya sastra mampu mengungkap fenomena kehidupan, gejolak jiwa, pikiran, perasaan, ide, maupun gairah kreativitas yang berkecamuk dalam diri manusia.Amat disayangkan bila seluruh potensi yang dimiliki manusia tersebut terbuang dengan percuma, tanpa dikembangkan, tanpa disalurkan karena tanpa adanya wadah kegiatan untuk menampungnya.Ada baiknya bila dibentuk suatu wadah kegiatan agar potensi-potensi tadi bisa berubah menjadi suatu prestasi. Nah, salah satu bentuk wadah kegiatan yang dapat ditawarkan adalah kegiatan drama.

Pembelajaran Drama

Pembelajaran sastra, khususnya drama di sekolah sampai saat ini masih menitikberatkan pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Akibatnya, para siswa hanya mampu mengetahui atau mungkin hapal istilah-istilah yang ada dalam teori drama, di antaranya judul naskah, ringkasan cerita, maupun nama pengarangnya. Kondisi seperti ini tentu saja tidak dapat dijadikan tuntutan agar siswa mampu aktif dalam suatu kegiatan.

Yang diharapkan dari pembelajaran apresiasi drama pada dasarnya adalah segi apresiasinya, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Itulah sebabnya, kegiatan apresiasi drama di kalangan para siswa merupakan masalah yang harus ditangani bersama. Selain memiliki pengetahuan yang layak tentang drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang cepat terhadap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan drama.

Untuk menyampaikan materi pembelajaran drama dengan baik dibutuhkan tenaga pengajar yang benar-benar mampu dan menguasai seluk-beluk drama, baik secara teori maupun praktik.Penguasaan teori dan praktik secara bersama sangat penting agar nantinya para siswa mampu menerapkan teori yang diperolehnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung, ke dalam bentuk praktik pementasan naskah drama. Untuk dapat menghasilkan hasil pementasan yang bermutu, tentu saja dibutuhkan keterlibatan bimbingan staf pengajar yang kompeten.

14

Page 15: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Namun, pada kenyataannya jarang sekali ada pengajar materi Bahasa Indonesia yang benar-benar menguasai teori dan praktik drama sekaligus. Biasanya para pengajar hanya menguasai kemampuan secara teori saja. Padahal, kemampuan teori tanpa dibarengi dengan kemampuan praktik akan terasa hambar. Barangkali para guru kurang menaruh minat terhadap bidang apresiasi drama karena beranggapan bahwa dirinya akan menemui banyak kesulitan, takut pada bayangan sebelum mencobanya. Hal yang demikian tentu saja tidak dapat merangsang minat siswa untuk gemar menggeluti penelitian drama. Siswa menjadi kurang dapat menghayati dan menikmati keindahan yang timbul dari kegiatan apresiasi drama karena guru tidak pernah mengajarkannya.

Alternatif cacat

Upaya yang pertama kali harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan apresiasi drama pada siswa adalah meningkatkan minat dan kemampuan kita sebagai pengajarnya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus agar diri kita terhindar dari sebutan "jarkoni", bisa ngajar ora bisa nglakoni (bisa mengajar namun tidak bisa melakukan sendiri). Setelah itu, dapat kita lakukan dengan mengajak siswa untuk mengikuti kegiatan apresiasi drama, baik dengan menyaksikan pementasan drama (secara langsung atau melalui rekaman) maupun dengan berlatih memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama.

Akan lebih baik lagi bila dibentuk suatu wadah kegiatan guna menampung dan menyalurkan kemampuan siswa berupa kegiatan drama atau kelompok teater. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan bila pada jam-jam pelajaran efektif tidak memungkinkan, dapat dilakukan di luar jam pelajaran. Dengan kata lain, drama tersebut dijadikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler.

Dengan mengikuti kegiatan drama, siswa dapat memetik berbagai manfaat yang terkandung dalam karya drama, yang banyak mengungkap dramatiknya gelombang kehidupan manusia yang penuh dinamika. Selain itu, dalam kegiatan tersebut siswa akan terlatih untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan sosial, seperti memiliki rasa tanggung jawab, bekerja sama dalam kelompok, setia kawan, dan mampu bahu membahu demi tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, siswa dapat diarahkan pada suatu kegiatan yang positif.

Hal tersebut di atas, tentu saja membutuhkan peran serta aktif seorang guru sebagai pengajar dan orang tua siswa di sekolah. Dengan peran serta aktif tersebut, seorang guru dapat menjadi teladan bagi siswa di dalam menentukan langkah hidup di masa selanjutnya. ( Raden Kusdaryoko Tjokrosutiksno * )Teknik Drama Dalam Pengajaran Dan Pembelajaran Bahasa Melayu: Tinjauan Terhadap Sikap Dan Minat Murid Orang Asli Di Sekitar Negeri Pahang Oleh:

15

Page 16: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Ghazali Bin Ismail Mazlan Zaharuddin Bin Mat Arof Mohamad Hanifah Bin Moideen Jabatan Pengajian Melayu Institut Perguruan Tengku Ampuan Afzan Kuala Lipis, Pahang Abstract This quantitative survey research was conducted in order to gain some understanding into the interest and attitude of Orang Asli pupils toward the application of drama techniques in the teaching and learning of Bahasa Melayu. Drama techniques such as plays, pentomime and several other related activities in the pedagogical practice of Bahasa Melayu have been proven to be successfull in inspiring liveliness in the teaching and learning process in the classroom because of the diversity of medium and heterogeneity of the activities. Henceforth, this study tries to unreval the extent to which drama techniques influence the interest and attitude of the pupils towards Bahasa Melayu as a subject insofar as to induce a positive attitude towards the learning in general. A total of 160 Orang Asli pupils in six districts in the state of Pahang were involved in this study which was analysed using statistical frequency. The finding of this study indicated that Orang Asli pupils were interested in the nature of the teaching and learning of Bahasa Melayu using drama techniques. They participated actively in the all activities prepared by the teacher. This study also proved that by using drama techniques in the language classroom, the school became more appealing as the Orang Asli pupils were now interested in attending school. Pendahuluan Pengajaran ialah satu usaha ke arah mempertingkat dan memperkembangkan potensi diri dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani seseorang individu. Pengajaran juga berupaya menambah kemahiran, kebolehan, pengetahuan dan pengalaman murid supaya dapat memberi kegembiraan, faedah dan kemajuan dalam kehidupannya. Ini akan membantu dan mendorongnya bertindak dengan cara yang sihat bagi faedah diri dan masyarakat, bangsa dan negaranya Bagi mencapai hasrat itu, guru memainkan peranan penting. Seseorang guru harus merancang, melaksana dan membuat penilaian sesi pengajaran dan pembelajaran agar menepati citarasa dan hasrat Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK). Melalui daya kreativiti guru, pengubahsuaian strategi dan teknik mengajar dapat dilakukan untuk menjadikan pengajarannya lebih menarik, bermakna dan membawa kesan yang maksimum lebih-lebih lagi berdepan dengan murid-murid yang bermasalah. Salah satu teknik yang mampu memenuhi ciri tersebut adalah melalui pelaksanaan 2teknik drama dalam amalan pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Melayu. Matlamat ini akan menjadi realiti sekiranya para guru dapat melaksanakan set pengajaran dan pembelajaran dengan berpaksikan ilmu kemahiran yang tinggi, perancangan yang rapi dan pelaksanaan yang sistematik. Sesungguhnya pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan teknik drama dalam bilik darjah mampu menyuburkan minat belajar dan menamkan sikap positif terhadap mata pelajaran Bahasa Melayu khususnya bagi menangani murid-murid yang agak lambat menguasai kemahiran membaca dan menulis. Dari segi sosialnya pula, aktiviti yang berteraskan elemen drama seperti berlakon, berupaya menyuburkan kemahiran bersosial seperti semangat kerjasama, berani dan bertanggungjawab. Pendidikan drama di sekolah atau dalam bilik darjah lazimnya diserapkan dalam mata pelajaran Bahasa Melayu atau aktiviti kebahasaan yang lain. Bahkan aktiviti berunsurkan drama, begitu bermanafaat kepada murid-murid kerana mereka akan

16

Page 17: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

meneroka dan meraih pelbagai kemahiran baik secara langsung mahupun secara tidak langsung. Sebagai contohnya, melalui aktiviti berdialog dengan menggunakan skrip, akan mengasuh murid-murid membaca dan bertutur dengan menggunakan intonasi dan sebutan yang betul dan jelas. Manakala melalui aktiviti gerak lakon pula, akan memupuk semangat berani tampil ke hadapan tanpa malu dan segan, sekaligus akan menjadikan seorang murid yang bersikap yakin diri, bertolak ansur dan seterusnya berupaya mencorakkan pembinaan personaliti diri yang mantap. Sebagaimana yang kita sedia maklum bahawa masyarakat orang asli merupakan satu kelompok masyarakat yang mendiami kawasan luar bandar. Mereka hidup dalam keadaan yang serba ringkas dan mudah. Corak kehidupan sebegini ternyata banyak mempengaruhi gaya pembelajaran murid-murid Orang Asli. Secara puratanya murid-murid Orang Asli mempunyai pencapaian yang lemah dalam akademik. Mereka juga tidak mempunyai minat yang tinggi. Begitu juga dengan sikap terhadap pelajaran pelajaran. Kebanyakkan murid orang asli begitu pasif dan pemalu. Namun begitu, sifat-sifat negatif yang sinonim dengan murid orang asli terutamanya dari aspek minat dan sikap terhadap pelajaran bukanlah sesuatu yang tepu sifatnya. Minat boleh dipupuk dan sikap boleh diubah jika kena dengan cara dan gayanya. Apa yang paling penting adalah usaha yang berterusan oleh para pendidik untuk mencari strategi yang sesuai dalam usaha menyampaikan ilmu dan nilai kepada murid orang asli. Hakikatnya dari segi teori, pelaksanaan teknik drama dalam amalan pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu di bilik darjah mampu menyuburkan daya kognitif dan kemahiran sosial murid-murid. Apa yang diharapkan agar strategi yang dirancang dengan mengaplikasikan beberapa teknik drama mampu memberi semangat dan dimensi baru kepada minat dan sikap murid-murid orang asli terhadap subjek Bahasa Melayu khususnya dan terhadap bidang pelajaran amnya. Sesungguhnya usaha murni ini diharap dapat mengubah senario amalan pedagogi Bahasa Melayu ke arah yang lebih mantap,kemas dan tersusun dalam usaha mengubah nasib masyarakat orang asli ke arah yang lebih cemerlang dan terbilang. Tujuan Kajian 3Kajian ini mengemukakan 4 objektif seperti berikut:1. Untuk meninjau bagaimana reaksi murid Orang Asli terhadap mata pelajaran Bahasa Melayu yang menerapkan teknik drama. 2. Untuk meninjau penglibatan murid Orang Asli dalam setiap aktiviti pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu yang mengaplikasikan teknik drama. 3. Untuk meninjau implikasi daripada aktiviti pengajaran dan pembelajaran teknik drama ke atas kemahiran kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif di kalangan murid-murid Orang Asli. 4. Untuk meninjau implikasi pengajaran dan pembelajaran guru Bahasa Melayu teknik drama terhadap motivasi diri untuk datang ke sekolah di kalangan murid Orang Asli. Rasional Kajian a. Guru 1. Dapat memberi kesedaran kepada guru tentang keberkesanan penerapan teknik drama dalam usaha mengajar kemahiran berbahasa. 2. Dapat membantu guru-guru merancang aktiviti drama yang kreatif dan inovatif bagi menarik minat murid orang asli belajar dengan seronok dalam bilik darjah. 3. Dapat membantu guru mengetahui dan mengenal pasti masalah-masalah yang dihadapi oleh murid Orang Asli dalam proses pengajaran dan pembelajaran. 4. Dapat membantu guru mengetahui tahap aprisiasi murid Orang Asli sebagai asas dalam penyediaan perancangan dan pelaksanaan pengajaran Bahasa Melayu melalui penerapan teknik drama.

17

Page 18: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

b. Jabatan Pelajaran Negeri dan Kementerian Pelajaran Malaysia 1. Dapat membantu Jabatan Pelajaran Negeri dan Kementerian Pelajaran Malaysia dalam usaha merangka modul berkesan bagi meningkatkan keberkesanan pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Melayu bagi murid-murid Orang Asli. Definisi Operasi Untuk menjelaskan lagi gaya operasional yang digunakan dalam kajian ini, beberapa frasa penting diberi penjelasan untuk mengikis sebarang ketaksamaan yang mungkin timbul daripada pelbagai istilah yang agak relatif: Pengajaran Pengajaran dalam kajian ini bermaksud satu proses atau aktiviti yang berusaha untuk memperkembangkan fizikal, inetelek, rohani dan emosi seseorang individu. Pengajaran dalam konteks kajian ini pengajaran yang dilakukan oleh guru dalam bilik darjah bagi menambah kemahiran, kebolehan, pengetahuan dan pengalaman murid. 4Pembelajaran Pembelajaran ialah satu proses perolehan maklumat dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat serta pembentukan sikap kepercayaan. Proses ini merupakan perkembangan sikap, emosi, nilai dan estetika serta kesenian. Teknik Merupakan tindakan yang dijalankan oleh guru semasa proses pengajaran dan pembelajaran. Guru mestilah menguasai teknik pengajaran yang pelbagai supaya mereka dapat menyesuaikan diri teknik tersebut dengan objektif pengajaran dan pembelajaran. Drama Abdul Rahman Napiah (1984: 2) berpendapat: “..drama ialah bentuk karya fiksyen atau cereka yang mementingkan dialog dan aksi watak. Sesebuah drama yang lengkap ditulis dinamakan skrip..” Manakala Mustafa Kamal Yasin (1963: 23) pula menyatakan: “…drama satu bentuk seni sastera untuk mempersembahkan terus perlakonan dan watak manusia menerusi lakonan seseorang di hadapan para penonton..” Teknik Drama Teknik drama dalam kajian ini bermaksud cara bagaimana sesuatu pergerakan tubuh badan bergerak atau dilakonkan. Teknik ini juga merujuk kepada pengesahan secara spontan atau diatur sama ada bersuara atau tidak. Dalam erti kata lain, cara bagaimana seseorang itu melakonkan atau melakukan aksi seperti; 1. main peranan, 2. meniru perlakuan watak atau orang sebenar. 3. dialog 4. Lakonan bisu 5. Pentomin dan lain-lain. Minat Minat merujuk kepada reaksi pelajar mengikuti secara berterusan dan mendalami sesuatu perkara atau kemahiran yang dipelajari dalam mata pelajaran Bahasa Melayu. Orang Asli Satu kelompok masyarakat yang menghuni di sesuatu tempat. Biasanya di kawasan pedalaman yang jauh dari arus pembangunan. Hidup dalam keadaan yang serba sederhana dan ringkas.Terdapat beberapa jenis suku kaum seperti jakun, jahut dan semelai.

18

Page 19: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Batasan Kajian Kajian ini merupakan kajian kuantitatif yang berbentuk tinjauan untuk melihat reaksi murid Orang Asli dari segi minat dan sikap semasa dan selepas mengikuti set pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu yang mengaplikasikan teknik drama. Oleh itu populasi kajian ialah murid-murid sekolah Orang Asli yang mengikuti kelas 5pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu di 8 buah sekolah dalam daerah Temerloh, Bera, Cameron Highland, Pekan, Rompin dan Bentong. Kajian juga dibataskan kepada perkara-perkara berikut: 1. Murid tahap dua yang dijadikan kumpulan sasaran di 8 buah sekolah tersebut. 2. Kelas dan guru yang telah dipilih sahaja yang akan dibuat pemerhatian dan pencerapan proses pengajaran dan pembelajaran. 3. Hanya aplikasi teknik drama dalam proses pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu sahaja yang dicerap. 4. Dua aspek yang dikaji iaitu proses pengajaran guru dan pembelajaran murid. Tinjauan Literatur Drama dalam pendidikan telah bermula apabila anak-anak Queen Victoria dan Albert mementaskan Athalia dan beberapa cerita lain. Bermula dari sinilah dikatakan drama telah mula digunakan untuk membantu pengajian bahasa di sekolah-sekolah. Peranan drama dalam pendidikan begitu signifikan berlaku pada pertengahan abad kelapan belas (Zainal Abd. Latiff 1989: 4) Kemudian Coldwell Cook sebagaimana yang dipetik oleh Zainal Latiff (1991:4) pula telah memperkenalkan kaedahnya cara mainan (Play Way) untuk pembelajaran. Prinsip asasnya ialah aktiviti drama adalah cara yang berkesan untuk pembelajaran, dimana kanak-kanak belajar dengan cara membuat sesuatu. Tokoh-tokoh yang lain menggunakan kaedah-kaedah yang hamper serupa ialah John Menik dan William Went. Bermula dari sini, banyak sekolah telah cuba mengadakan aktiviti pembelajaran dengan berbagai-bagai kaedah drama. Cook dalam Courtney Richard (1975: 54) menyatakan bahawa lakon merupakan satu cara yang sebenar untuk belajar. Di negara-negara barat terutama di England, terdapat pendekatan yang dikenali sebagai The Living History yang membenarkan kata-kata Cook di atas. Pendekatan ini menggunakan peristiwa dalam sejarah dan dilakonkan semula oleh kanak-kanak di tempat kejadian. John Adam (1960) sebagaimana oleh Zainal Latiff (1991:5) telah mempelopori pendidikan yang dikenali sebagai Pidato Centric dan pendidikan dari kaca mata kanakkanak. Pendekatan ini lebih mementingkan kreativiti dan imaginasi kanak-kanak terhadap pendidikan. Pendekatan ini selaras dengan pendapat Athur T. Jershild (1963: 35) yang menyatakan bahawa apabila kanak-kanak itu memasuki sekolah rendah, mereka telahpun mempunyai daya ingatan untuk mengumpul semua pengalamanpengalaman silam dan merancang untuk masa depannya. Beliau juga menegaskan bahawa kanak-kanak itu mempunyai daya imaginasi yang tinggi dan boleh mentakrif lambang-lambang yang mereka lihat tanpa menyoal apakah sebenarnya maksud lambang itu. Di Britain, pada tahun 1974, kanak-kanak yang berumur antara 5 hingga 7 tahun kebanyakkan daripada masa mereka dihabiskan dengan mainan. Bagi yang 6berumur 7 – 11 tahun, mereka mempunyai waktu-waktu tertentu untuk aktiviti drama. Pada peringkat sekolah menengah pula, terdapat pertambahan guru-guru pakar dalam bidang drama. Oleh itu, banyak sekolah yang mempunyai drama dalam jadual waktu mereka ( Zainal Abdul Latif 1989: 5) Penerapan teknik drama dalam amalan pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu sememangnya mampu memikul tanggugjawab untuk memperkembangkan potensi murid-murid. Menurut Mana Sikana (1985:90), beliau

19

Page 20: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

mengungkapkan bahawa “meskipun drama yang sifatnya sebagai satu cabang seni selalunya bercorak ekslusif tetapi drama dapat digunakan dalam bidang pengajaran dan pembelajaran”. Kajian yang dilakukan oleh Faziah Sulaiman (1980) mendapati bahawa pelaksanaan teknik drama dalam pedagogi Bahasa Melayu KBSR mampu mencapai objektif program Bahasa Melayu melalui aktiviti lakonan, main peranan dan improvisasi. Misalnya melalui teknik main peranan, murid-murid berupaya untuk bertutur dan mengeluarkan buah fikiran dengan menggunakan bahasa yang sesuai dalam pelbagai bentuk perhubungan. Hal ini juga sejajar dengan pendapat Robiah Kulup Hamzah (1989:3) yang mengungkapkan bahawa pengaplikasian teknik drama dalam bilik darjah mampu membina daya pemikiran intelek yang tinggi, perkembangan bahasa dan interaksi sosial yang baik. Tegasnya, penerapan teknik drama dalam amalan pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Melayu terutamanya di sekolah rendah mampu memainkan peranan sebagai pemangkin dalam usaha dan menambah kefahaman terhadap isi pelajaran dan menyuburkan minat belajar di kalangan murid. Metodologi Kajian ini telah dilakukan untuk melihat reaksi murid-murid Orang Asli terhadap amalan pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan teknik drama dalam mata pelajaran Bahasa Melayu di sekolah kebangsaan sekitar negeri Pahang Darul Makmur. Pengelasan reka bentuk kajian ini adalah untuk menentukan kesan pembolehubah tak bersandar (teknik drama) pada pemboleh ubah bersandar (minat belajar, penglibatan murid, keupayaan berfikir secara kreatif dan kritis dan minat datang ke sekolah). Pengelasan rekabentuk adalah berdasarkan kepada sejauh mana sesuatu rekabentuk memberi kawalan terhadap eksperimen. Oleh itu, kajian ini menggunakan reka bentuk pemerhatian satu kumpulan. Kajian ini merupakan kajian kuantitatif yang berbentuk tinjauan (Gay & Arasian, 2003:10). Populasi kajian ialah murid orang asli sekolah rendah kebangsaan di enam daerah di negeri Pahang Darul Makmur. Kajian ditadbir ke atas satu kumpulan eksperimen untuk mengkaji kesan olehan pembolehubah tak bersandar. Cerapan dilakukan dengan menggunakan borang pemerhatian (BP1) bagi menentukan kedudukan subjek semasa olahan diberikan. Ujian juga dilakukan selepas olahan 7diberikan bagi menentukan kedudukan subjek dengan menggunakan borang soal selidik(BSS1). Instrumen Kajian Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data bagi kajian ini ialah a. Pemerhatian turut serta b. Soal selidik Borang pemerhatian (Borang BP1) digunakan untuk melihat pemboleh ubah kajian semasa pengajaran dan pembelajaran berlangsung. Manakala satu set soal selidik (BSS1) juga digunakan untuk melihat pemboleh ubah selepas sesi pengajaran dan pembelajaran dilakukan. SET 1 : Soal selidik kepada murid-murid (subjek) selepas mengikuti pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu melalui teknik drama. Bahagian A: Butir-butir peribadi murid Bahagian B: Soalan umum tentang minat murid dan sikap murid setelah mengikuti satu sesi pengajaran dan pembelajaran yang menerapkan teknik drama. SET 2 : Borang Pemerhatian.. Populasi

20

Page 21: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Populasi kajian ini adalah murid-murid orang asli sekolah kebangsaan yang dipilih berdasarkan daerah iaitu daerah Bera, Pekan, Rompin, Temerloh, Bentong dan Cameron Highland. Bagi mendapatkan sampel kajian yang benar-benar mewakili populasi, kaedah persampelan kelompok telah digunakan. Kaedah persampelan kelompok adalah pemilihan sampel berdasarkan kumpulan dan bukan individu secara rawak (Gay, 1996). Murid-murid yang telah dipilih sebagai responden terdiri daripada murid lelaki dan perempuan yang belajar dalam Tahun 5. Seramai 160 orang murid yang mewakili 6 daerah dalam negeri Pahang telah terlibat dengan kajian ini. Taburan persampelan ditunjukkan melalui jadual di bawah. 8Jadual 1 Taburan murid-murid mengikut jantina dan suku kaum di sekolah yang dipilih Suku kaum Jantina Bil Sekolah pilihan Jahut Temuan Semelai Semai Jakun Asli Lain-lain L P Jum 1. S.K Peneras,Kuala Krau, Temerloh. 18 1 11 8 19 2. S.K Sungai Dua Karak, Karak, Bentong. 21 4 1 12 14 26 3. S.K Bukti Rok, Bera. 2 20 1 11 12 23 4. S.K Bukit Gemuroh, Bera. 21 1 8 14 22 5. S.K Telanok, Tanah Rata, Cameron Highland. 15 5 10 15 6. S.K Menson, Tanah Rata, Cameron Highland. 23 14 9 23 7. S.K Kedaik, Rompin. 17 5 12 17 8. S.K Tasik Chini, Pekan. 5 9 1 14 15 JUMLAH 18 23 45 38 22 9 4 67 93 160 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data kajian ini dijalankan di 8 buah sekolah yang mewakili 6 daerah. Dengan bantuan pihak Pejabat Pelajaran Daerah (PPD) dan pihak sekolah, guru-guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Melayu kelas yang terpilih diberi penerangan mengenai tatacara pengendalian kajian ini terlebih dahulu. Sebelum pencerapan dilakukan, guru-guru telah dibekalkan dengan beberapa set rancangan pengajaran dan pembelajaran yang menggaplikasikan teknik drama sepenuhnya dalam setiap langkah pengajaran. Hal ini bertujuan supaya guru dapat membuat persiapan secukupnya. Proses pengumpulan data dimulakan dengan pencerapan ke atas sampel murid semasa mengikuti sesi pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu yang menggunakan teknik drama sepenuhnya. Catatan pemerhatian dibuat dalam Borang Pemerhatian (BP1). Selepas sesi pengajaran pembelajaran berlangsung, sampel murid yang sama telah diminta menjawab soalan yang terdapat dalam Borang Soal Selidik

21

Page 22: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

(BS1) dengan bimbingan pengkaji. 9 Analisis Data Data telah dikumpul hasil daripada maklumat yang terdapat dalam Borang Soal Selidik (BS1) dan Borang Pemerhatian Pra (BP1). Data yang dikumpulkan dalam borang soal selidik, telah dianalisis dengan menggunakan program SPSS Window versi 11.0. Manakala borang pemerhatian dianalisis secara deskriptif. Penganalisisan data dalam kajian melibatkan statistik deskriptif seperti jadual di bawah. Jadual 2 Kaedah analisis data kajian Bil Permasalahan kajian Pemboleh ubah Skala pengukuran Statistik 1. Minat murid-murid orang asli terhadap mata pelajaran Bahasa Melayu yang menggunakan teknik drama dalam pengajaran dan pembelajaran pemulihan. a. Minat murid b.Pengajaran mengunakan teknik drama Ordinal Frekuansi 2. Untuk mengetahui sambutan murid orang asli dalam setiap aktiviti drama yang dirancangkan semasa pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu. a.Penglibatan murid b.Pengajaran menggunakan teknik drama. Ordinal Frekuansi 3. Untuk mengetahui pengaruh aktiviti drama dalam p-p yang mampu menjana daya fikir yang kreatif dan kritis murid orang asli. a. Kemampuan berifkir secara kritis yang dijelmakan melui aksi yang kreatif b.Pengajaran menggunakan teknik drama Ordinal Frekuansi 4. Untuk mengetahui kesan amalan pengajaran yang menerapkan teknik drama terhadap menarik minat murid

22

Page 23: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Orang Asli untuk hadir ke sekolah a. Minat datang ke sekolah b.Amalan p-p menggunakan teknik drama Ordinal Frekuansi Analisis Data 10Analisis data tertumpu kepada empat aspek yang merupakan angkubah signifikan bagi melihat reaksi murid terhadap pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan teknik drama. Empat aspek tersebut adalah: 1. Minat belajar mata pelajaran Bahasa Melayu 2. Penglibatan murid-murid untuk mengikuti aktiviti yang dirancang oleh guru 3. Keupayaan murid berfikir lebih aktif dan kreatif 4. Motovasi diri murid untuk datang ke sekolah Soalan-soalan yang diajukan berdasarkan kepada 4 aspek tersebut dipilih, diproses dan diperturunkan dalam bentuk jadual yang memperlihatkan data dalam bentuk peratusan dan kekerapan. Dapatan Kajian Kajian ini melibatkan sejumlah 160 orang murid Orang Asli. Ia terdiri daripada 8 buah sekolah kebangsaan sekitar negeri Pahang. Dapatan kajian dapat dirumuskan melalui jadual di bawah: Jadual 3 Sikap dan Minat Murid Orang Asli terhadap Pengajaran dan Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Melayu yang mengaplikasikan teknik drama Setuju Tidak Setuju Bil Perkara Kekerapan(f) Peratus% Kekerapan(f)Peratus% 1. Guru yang mengajar melalui teknik drama menjadikan saya seronok belajar subjek Bahasa Melayu 118 73.8 42 26.3 2. Saya sedia menawarkan diri melakukan aktiviti yang diarahkan oleh guru 128 80 32 20 3. Aktiviti yang saya dilakukan mendorong saya berfikir lebih kritis dan kreatif. 109 68.1 51 31.9 4. Saya suka datang sekolah jika cikgu mengajar aktiviti lakonan dan nyanyian setiap hari. 149 93.1 11 6.9

23

Page 24: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Jadual di atas menunjukkan bahawa terdapat 73.8 % murid-murid Orang Asli bersetuju bahawa mereka berminat untuk belajar mata pelajaran Bahasa Melayu yang diajar pada hari tersebut. Manakala hanya terdapat 26.3% sahaja yang tidak bersetuju. Dapatan daripada pemerhatian turut serta oleh pengkaji juga mendapati murid-murid menunjukkan riak muka yang ceria dan gembira semasa sesi pengajaran dan 11pembelajaran berjalan. Keadaan ini sedikit sebanyak mencerminkan perasaan dalamannya yang cukup seronok dan gembira mengkuti kelas tersebut. Selain itu, jadual di atas juga menunjukkan bahawa peratus murid-murid yang bersedia untuk menawarkan diri bagi mengikuti aktiviti yang dirancang oleh guru adalah besar iaitu 80 %. Manakala hanya 32 orang sahaja yang tidak bersedia untuk ikut serta dalam aktiviti yang dijalankan. Hal ini juga dibuktikan melalui pemerhatian pengkaji yang mendapati bahawa murid-murid sentiasa mengangkat tangan apabila guru meminta murid melakukan aktiviti yang dirancangkan semasa sesi pengajaran dan pembelajaran. Malah suasana kelas menjadi agak bising tetapi terkawal. Melalui salah satu aktiviti berasaskan drama yang dijalankan semasa sesi pengajaran dan pembelajaran iaitu aktiviti main peranan ‘tugas seorang posmen’ , ternyata beberapa orang murid orang asli yang diberi peranan masing-masing, berjaya melakukan dengan baik. Daripada pemerhatian pengkaji terdapat beberapa adegan dan situasi spontan yang sangat kreatif telah dipamerkan oleh murid-murid. Ternyata melalui aktiviti drama mereka mampu berfikiran lebih kreatif dan kritis. Pernyataan ini dibuktikan lagi melalui dapatan kajian yang menunjukkan bahawa terdapat 68% murid bersetuju bahawa aktiviti berasaskan drama mampu menjadikan mereka berfikiran lebih kreatif dan kritis. Manakala hanya 32% sahaja yang tidak bersetuju dengan pernyataan itu. Selain itu, dapatan kajian juga mendapati bahawa unsur-unsur hiburan, keseronokan dan peluang turut serta dalam setiap aktiviti yang berunsurkan drama sememangnya memberi pengaruh besar kepada minat murid-murid orang asli untuk datang ke sekolah. Ini dibuktikan daripada hampir 93% murid orang asli bersetuju apabila diajukan soalan yang berkenaan. Selebihnya pula, iaitu hanya 6.9% sahaja yang tidak bersetuju bahawa aktiviti drama tidak mendorong minat mereka untuk datang ke sekolah setiap hari mata pelajaran Bahasa Melayu di ajar. Rumusan, perbincangan dan cadangan Secara keseluruhannya, dapatan kajian menunjukkan bahawa murid-murid Orang Asli begitu seronok dan berminat untuk mengikuti kelas mata pelajaran Bahasa Melayu, yang diajar oleh guru yang menggunakan teknik drama. Kenyataan ini dibuktikan dengan sebahagian besar murid (73.8%) memberikan reaksi positif semasa menjawab soalan yang diajukan dalam borang soal selidik. Pemerhatian turut serta oleh pengkaji juga mendapati bahawa murid-murid telah mengikuti sesi pengajaran dan pembelajaran yang berlangsung selama satu jam, dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Segala arahan dan permintaan guru, dipatuhi dan dilakukan dengan baik. Riak muka mereka begitu ceria dan situasi bilik darjah begitu ‘hidup’. Situasi ini bukanlah perkara yang luar biasa, bahkan ia sememangnya diduga akan berlaku. Beberapa faktor mungkin boleh dikaitkan dengan hal ini. Pertamanya, tidak boleh dinafikan bahawa segala bentuk aktiviti yang dijalankan itu, lebih menjurus kepada gaya pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pelajar (student oriented). Gaya pengajaran dan pembelajaran ini sudah tentu menuntut kepada penyertaan yang menyeluruh dan penglibatan yang aktif daripada murid. Murid-murid bukan sahaja sebagai penonton dan pendengar yang setia (hanya memasang telinga dan membuka mata), malah akan turut serta dalam sebarang aktiviti yang dirancangkan oleh guru. 12Tambahan pula dengan perancangan yang rapi dan persediaan yang baik dibuat oleh

24

Page 25: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

guru, sudah tentu hasilnya tentu membanggakan. Murid seronok belajar, manakala guru seronok mengajar. Menurut aliran pendekatan teori tingkahlaku yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Pavlov, Thorndike, Watson dan Skinner (Slavin, R.E 1997) telah membuktikan bahawa pembelajaran yang dilakukan dengan adanya kesediaan dalaman sudah pasti akan menghasilkan pembelajaran positif. Thorndike, misalkan melalui teorinya yang berkait rapat dengan konsep Hukum Kesediaan, Hukum Kesan dan Hukum Latihan, berpendapat bahawa pembelajaran akan menjadi lebih sempurna sekiranya dilaksanakan dalam bentuk yang menyeronokkan. Seandainya dapat dilaksanakan dalam bilik darjah sudah pasti akan memberi impak yang positif dalam pengajaran dan pembelajaran (Roblyer, M.D, et al. (1977).. Faktor kedua adalah minat murid-murid Orang Asli terhadap mata pelajaran Bahasa Melayu yang mengaplikasikan teknik drama, juga disebabkan oleh mereka diberi ruang dan peluang untuk turut serta dalam setiap aktiviti yang dirancang oleh guru. Lumrah kehidupan sebenar masyarakat orang asli yang lasak dan sentiasa bergerak untuk survivalnya nampak lebih sinonim dengan aktiviti yang disediakan melalui teknik drama. Sebagai contohnya, melalui aktiviti main peranan, murid diminta tampil ke hadapan, bergerak dan bertindak sebagaimana yang diarahkan, sudah tentu akan menghilangkan rasa bosan dan mengantuk. Teknik drama mampu memenuhi keperluan ini kerana drama membuat situasi pengajaran dan pembelajaran yang kurang konkongan, tidak formal dan penglibatan secara lansung dan aktif di kalangan murid-murid ( Faridah Jaafar 1989:2) Dapatan kajian ini juga menunjukkan bahawa setelah diserapkan teknik drama dalam pengajaran dan pembelajaran, bilangan murid Orang Asli yang bersedia untuk memberikan kerjasama kepada guru dalam setiap aktiviti mempunyai peratus yang tinggi. Tidak kurang daripada 80% responden bersedia untuk mengikuti sebarang aktiviti teknik drama yang dirancang oleh guru. Melalui pemerhatian pengkaji, murid Orang Asli begitu ghairah mengangkat tangan dan menawarkan diri, untuk turut serta dalam setiap aktiviti. Pemerhatian pengkaji juga mendapati, situasi ini memberi sedikit cabaran kepada guru dalam pengurusan bilik darjah. Fenomena ini agak luar biasa dan jarang berlaku. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat orang asli begitu pasif dan sangat menebal rasa rendah dirinya. Anak-anak murid Orang Asli amat sukar untuk memberi kerjasama jika dia tidak berminat terhadap sesuatu perkara. Faktor inilah merupakan salah satu tabiat negatif yang menyumbang kepada kemunduran masyarakat Orang Asli di negara kita. Namun begitu, pengalaman mengikuti kelas Bahasa Melayu di 8 buah sekolah Orang asli yang menjadi subjek kajian, didapati bahawa rata-rata murid Orang Asli memberikan respon yang baik terhadap aktiviti yang dijalankan oleh guru. Perasaan malu, segan dan rendah diri ternyata berjaya dihindari seketika semasa mengikuti pengajaran dan pembelajaran yang mengaplikasikan teknik drama. Walaupun tempoh pemerhatian yang singkat iaitu selama 60 minit sahaja, namun dapat diperhatikan dengan jelas perubahan sikap ini. Sekaligus, dapatan kajian ini juga selari dengan pendapat Faridah Jaafar dan Hasriah Hussein (1989). Menurut dua orang pengkaji ini, tujuan drama di sekolah adalah untuk meningkatkan daya pemikiran murid supaya lebih cerdas serta dapat membina keyakinan diri (1989:2) 13 Selain itu, menurut Rahmah Bujang (1989), pendidikan drama di sekolah antara lain bertujuan untuk menggalakkan murid-murid melibatkan diri dalam memahami sesuatu subjek dan membolehkan murid-murid mengendalikan sesuatu melalui lakonan. Sememangya, murid-murid Orang Asli yang menjadi subjek kajian sudah memenuhi matlamat tersebut. Hal ini kerana melalui aktiviti main peranan yang dijalankan, murid-murid harus melibatkan diri untuk memahami tugas sebenar mengikut peranan yang diberikan. Seandainya, mereka diberi peranan sebagai polis misalnya, maka murid perlu terlebih dahulu memahami tugas sebagai seorang anggota polis,

25

Page 26: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

mengaitkan dengan pengalaman sedia ada, kemudian menterjemahkan semula dalam bentuk lakonan dalam bilik darjah. Corak pengajaran dan pembelajaran yang mengaplikasikan teknik drama, amat berkait rapat dengan falsafah pembelajaran Konstruktivisme. Pendukung teori ini seperti Dewey, Piaget, Vysgotsky dan Bruner (Epstein, 2002) mempercayai bahawa dalam proses pembelajaran, peranan utama seharusnya dimainkan oleh pelajar atau murid itu sendiri. Seseorang murid dianggap telah mengalami proses belajar sekiranya beliau berjaya membina kefahaman kendiri tentang ilmu atau idea baru melalui pengalaman sedia ada atau skemata. Green & Gredler (2002) menambah bahawa seseorang murid akan belajar apabila pembelajaran mereka sentiasa dibawah kawalan dan mereka juga sedar bahawa mereka belajar dalam keadaan terkawal. Sehubungan itu, melalui aktiviti yang dijalankan dalam teknik drama, banyak menyediakan gabungan pengalaman sedia ada murid untuk di bawa dan dilakonkan atau dinyanyikan dalam bilik darjah. Jadi tidak hairanlah murid-murid Orang Asli sentiasa bersedia untuk bersama-sama dengan guru bagi mengikuti sesi pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu dengan jayanya kerana ia merupakan satu saluran murid-murid orang asli berkongsi pengalaman dengan kawan lain. Masalah ponteng sekolah sudah menjadi sinonim dengan budaya sekolah orang asli. Kedatangan harian ke sekolah begitu mengecewakan. Sememangnya, pihak pengurusan sekolah telah melakukan berbagai-bagai cara dan ikhtiar untuk mengatasi gejala ini kerana jika keadaan ini berterusan maka hasrat kerajaan untuk mengatasi masalah murid tercicir, khusunya di kalangan masyarakat luar bandar, akan menemui jalan buntu. Dapatan kajian ini mendapati bahawa murid Orang Asli berminat untuk datang ke sekolah jika guru menyediakan set pengajaran dan pembelajaran yang berteraskan drama. Dapatan kajian menunjukkan bahawa hampir 92% responden bersetuju dengan kenyataan ini. Dengan bahasa yang lebih mudah dapat dikatakan iaitu, teknik drama yang diaplikasikan dalam pengajaran mata pelajaran Bahasa Melayu berkeupayaan bagi menarik minat murid-murid Orang Asli untuk datang ke sekolah. Fenomena ini nampaknya memberikan satu dimensi baru dalam usaha mengurangkan masalah keciciran murid yang menjadi salah satu agenda utama Kementerian Pelajaran Malaysia. Secara semula jadi, ramai orang gemar kepada hiburan sama ada melalui nyanyian, tarian dan lakonan. Persembahan yang menghiburkan ini merupakan sebahagian daripada kehidupan masyarakat, tidak kira rupa paras dan warna kulit. Melalui seni pesembahan (lagu atau tarian), seseorang itu dapat berhibur, meluahkan perasaan dan menyampaikan mesej. Begitu juga dengan masyarakat orang asli. Anakanak orang asli amat meminati seni persembahan dan seni muzik. Sejak dari kecil lagi 14mereka didedahkan dengan lagu-lagu rakyat warisan nenek moyang mereka. Salah satu daripadanya adalah persembahan tradisional ‘Sewang’. Oleh itu tidaklah menghairankan jika seni persembahan menjadi sebahagian daripada cara hidup masyarakat orang asli. Arnald Bently (1966), mendefinisikan nyayian sebagai melafazkan sesuatu perkataan atau rangkaikata ayat dalam bentuk lagu yang merangkumi beberapa unsur muzik termasuk irama, melodi, tempo, rentak, dimanik dan mod. Aktiviti nyanyian sememangya menjadi salah satu aset yang dipraktikkan dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu. Murid diminta untuk menyanyi sambil bergerak mengikut seni kata lagu dan murid diminta berlakon mengikut skrip yang dibekalkan, merupakan sebahagian daripada aktiviti biasa dilakukan dalam pengajaran dan pembelajaran teknik drama. Misalnya, melalui lagu rakyat dan lagu kanak-kanak, seperti “Burung Kenek-Kenek” dan “Seloka Pak Kaduk”. Menurut Siti Khairiah Zubir

26

Page 27: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

(2006: 229-230), aktiviti nyanyian dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu bukan sahaja mengembirakan murid-murid malah ia berupaya mengeksplotasi kecerdasan pelbagai murid seperti kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan kinestatik dan kecerdasan muzik. Tambahnya lagi, Teori Kecerdasan Pelbagai yang dipelopori oleh Gardner , David G. Lazer dan Thomas Amstrong sangat perlu diaplikasikan dalam bilik darjah kerana ia boleh digunakan untuk meningkatkan harga diri, kreativiti dan motivasi melalui pengajaran dan pembelajaran yang menyeronokkan . Guru dan murid seronok ke sekolah, kadar ponteng kelas menurun dan pencepatan pembelajaran berlaku. Kes slah laku berkurangan dan murid bermasalah dan lembam dapat meningkat tahap pencapaian mereka. Pemikiran kritis yang dijelmakan melalui aksi yang kreatif telah berjaya ditunjukkan oleh murid-murid Orang Asli. Hasil dapatan kajian telah menunjukkan bahawa lebih daripada 68% responden bersetuju apabila diajukan soalan yang mengaitkan aktiviti drama dengan dorongan keupayan berfikir. Menurut Rahmah Bujang dan Azlin Hamdon yang dipetik oleh Dahlia Janan dan Zuraini Ramli (2006:308), seni persembahan yang mencakupi aktiviti bercerita,berlagu, gerak tari atau lakonan pendek (sketsa) membolehkan peserta atau orang yang melakukannya menguji pencapaian intelek, emosi dan nilai hidup mereka. Selain itu, mereka juga dapat meluahkan pernyataan perasaan seperti marah, kasih, suka dan duka selain dapat memperlihatkan kreativitinya. Ciri-ciri sedemikian semangnya dapat dieksploitasikan melalui aktiviti yang dijalankan semasa proses pengajaran dan pembelajaran teknik drama. Murid-murid akan diberi peluang untuk mengembangkan potensi diri melalui medium seni persembahan. Melalui aktiviti simulasi, main peranan, pentomin dan improvisasi, murid boleh melakukan aktiviti mengikut daya kreativiti masing-masing. Sebagai contohnya, melalui satu aktiviti yang meminta murid Orang Asli menghayati watak seorang posmen. Ternyata beberapa orang yang dipilih untuk melakonkan aksi sebagai seorang posmen, berjaya menghayatinya dengan baik. Sebahagian daripada mereka juga menyatakan perasaan simpati terhadap nasib yang menimpa seorang posmen yang dikejar anjing semasa menghantar surat di sebuah rumah. Walaupun diungkapkan dalam bahasa lisan yang ringkas, tetapi ternyata mereka telah berkemampuan mengaplikasikan kemahiran berfifkir secara kritis dan kreatif di dalam bilik darjah. Menurut Rubin (1991), kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif memerlukan pemikiran bercapah yang bergantung kepada pengetahuan dan pengalaman personal 15murid. Kemahiran yang dimaksudkan merangkumi kemahiran menilai, membuat kesimpulan, menghayati dan mengesan pengajaran. Melalui teknik mengalami menghayati yang dilakukan oleh murid Orang Asli dalam aktiviti lakonan, ternyata menyerlahkan kemampuan berfikir secara kritis dan kreatif. Hal ini sekali gus membuktikan bahawa murid orang asli sememangnya tidak ada beza dengan muridmurid bangsa lain jika dididik dengan gaya dan cara yang betul. Diharapkan kajian ini dapat diaplikasikan oleh guru Bahasa Melayu dalam usaha meningkatkan pencapaian murid dalam mata pelajaran Bahasa Melayu khususnya di kalangan Orang Asli. Kajian ini menunjukkan bahawa minat yang mendalam dan sikap yang positif terhadap mata pelajaran Bahasa Melayu boleh meningkatkan kebolehan murid menguasai kemahiran berbahasa sekali gus dapat meningkatkan pencapaian murid secara keseluruhannya dalam mata pelajaran Bahasa Melayu.Pengalaman menjalankan kajian ini membuatkan penyelidik merasakan bahawa teknik drama seperti main peranan, nyanyian, melafazkan dialog dan lakonan begitu berkesan dalam usaha menarik minat murid Orang Asli untuk mengikuti sesi pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu. Apabila pengkaji melakukan refleksi tentang sesi pengajaran dan pembelajaran

27

Page 28: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

yang menggunakan teknik drama, kami berasa sungguh kesal kerana didapati guru-guru di sekolah Orang Asli jarang menggunakan teknik drama dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu. Sedangkan sudah terbukti bahawa teknik ini sangat sesuai dan begitu berkesan. Setelah menjalankan kajian ini pengkaji mendapati bahawa kita seharusnya berani berubah demi kejayaan murid-murid Orang Asli. Berubah dari segi amalan dalam pendekatan pengajaran, perancangan dan perspekstif terhadap murid. Kepelbagaian pendekatan dan teknik dalam melaksanakan proses pengajaran dan pembelajaran adalah aset penting untuk menarik minat untuk belajar di kalangan murid-murid. Secara keseuruhannya kajian ini telah menunjukkan bahawa peningkatan penguasaan kemahiran berbahasa di kalangan murid Orang Asli boleh dipertingkatkan melalui amalan pengajaran dan pembelajaran yang mengaplikasikan teknik drama. Serentak dengan itu dapat membantu mengatasi masalah buta huruf yang begitu membimbangkan sebagaimana yang dilaporkan dalam akhbar baru-baru ini. 16Rujukan Abdul Rahman Napiah 1987. Drama Moden Malaysia: Perkembangan dan Perubahan.K. Lumpur: DBP Azman Wan Chik 1981. Prinsip dan Kaedah Mengajar Kesusasteraan Melayu, K.L : Utusan Publication & Distributors _______________1982. Drama Melayu Melalui Sistem Pendidikan, dalam Rahman Bujang (ed). Drama Melayu 25 tahun. K.L : DBP Countney, Richard 1991 (terjemahan). Lakon, Drama dan Pemikiran. K. Lumpur: DBP Epstein, M. 2002. Cinstruction. http://tiger.fowson.edu Faziah Sulaiman 1995. Drama Dalam Pendidikan Bahasa. K. Lumpur:Bahagian Pendidikan Guru. _____________1995. Pengajaran Lisan melalui Drama. K.Lumpur: Institut Bahasa. Faridah Jaafar dan Hasriah Hussein. 1989. Peranan Drama Dalam Pendidikan. Kerta Kerja Seminar Kebangsaan Drama Dalam Pendidikan,. Universiti Pertanian Malaysia. Serdang, 14-15 Okt. Gay, L.R. dan Arasian, P., 2003. Educational Research: Competencies for analysis andapplication. (5th.Ed) . New Jersey :Prantice Hall Green, S.k. & Gredler, M. E, 2002. “A review and analysis of constructivism for schoolbased practice. Dlm School Psycology Review, V.3 n1 ms 53-70. Idris Mohd Radzi dan Dahlia Janan (ed). 2006. Mengajar dan Belajar Bahasa Melayu : Penyerapan Kemahiran Bernilai Tambah. Tanjung Malim : UPSI Mana Sikana 1985. Kaedah Kajian Drama. K. Lumpur: Karya Bestari.17Rahmah Bujang. 1989. Falsafah dan Matlamat Drama Dalam Pendidikan. Kerta Kerja Seminar Kebangsaan Drama Dalam Pendidikan,. Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, 14-15 Okt. Rubin,D., 1991. Diagnosis and Correction in Reading Instruction. (2nd. Ed.). Massachussets Allyn and Bacon. Robiah Kulop Hamzah. 1989. Pengendalian Aktiviti Drama dalam Pendidikan di luar bilik darjah. Kerta Kerja Seminar Kebangsaan Drama Dalam Pendidikan,. Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, 14-15 Okt. Roblyer, M.D., Edwards,J, Harviluk, M.A., 1977. Antegrating Educational Technology into Teaching. New Jersey: Prantice Hall. Slavin, R.E 1997. Educatinal Psychology : Theory and Practise. Boston: Allyn Bacon.Zainal Abdul Latif.1989. Bentuk Teater yang sesuai untuk Pendidikan masa kini. Kertas

28

Page 29: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Kerja Seminar Kebangsaan Drama Dalam Pendidikan, Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, 14-15 Oktober.

EFEKTIVITAS PENGAJARAN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS XI SMU NEGERI 07 MAKASSAR

 

I. PENDAHULUAN

1. A.    Latar Belakang

Sastra merupakan hasil cipta yang mengungkapkan pribadi manusia berupa pengalaman, semangat, ide, prevasi, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang mampu membangkitkan gairah yang dapat tersalurkan dengan alat bahasa. Dengan melihat dan mendengarkan karya sastra yang indah, maka keindahan tersebut dapat menggetarkan sukma, dapat menimbulkan keharuan, kemesraan, kebencian, atau pandangan hati, gemas, dan dendam bagi penikmatnya.

 

Hasil dari karya sastra baik yang berupa puisi, prosa, maupun drama telah diajarkan melalui bangku sekolah pada pengajaran bahasa Indonesia yang tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga kemampuan untuk mengapresiasi dari hasil karya sastra tersebut. Salah satu hasil dari karya sastra adalah drama, di mana drama adalah salah satu genre sastra yang hidup dalam dua dunia, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater.Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukkan akan membuang fokus itu sebab perhatiannya harus dibagi rata dengan unsur lainnya (Mulyana, 1997: 144).

Di dalam setiap pengajaran, khususnya pengajaran sastra drama tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai baik itu secara berkelompok maupun secara individu.Pengajaran sastra di sekolah, khususnya drama merupakan suatu pengajaran yang membutuhkan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berencana. Sebagai suatu kegiatan yang direncanakan, tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai.Pendalaman dan pemahaman tujuan tersebut ikut menentukan baik tidaknya pengajaran drama di sekolah. Namun, pada kenyataannya pengajaran sastra tidaklah seindah yang dibayangkan, oleh karena banyaknya tenaga pengajar yang tidak mampu untuk mengajarkan sastra dan dengan berlandaskan pada dasar ketidaktersedianya media ataupun sarana dan metode untuk pengajaran sastra, sehingga harapan terhadap keberhasilan pengajaran sastra sulit untuk terpenuhi.Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus sebab dapat mengganggu proses pengajaran sastra, khususnya di SMA.

Banyak metode yang dapat digunakan. Namun Seorang guru harus mengetahui metode yang tepat yang dapat di gunakan untuk pengajarannya meskipun media dan sarana untuk pengajaran merupakan ujung tombak dari keberhasilan suatu pembelajaran yang dipegang penuh oleh tenaga pengajar (guru). Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang diinginkan atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2003: 740). Oleh karena itu, di dalam proses pengajaran dibutuhkan metode tertentu untuk merangsang anak didik guna keberhasilan pencapaian tujuan dari pengajaran.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh tenaga pengajar yakni menggunakan metode bermain peran di dalam pengajaran drama guna pencapaian hasil belajar yang lebih efektif. Namun, tidak bisa

29

Page 30: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

dipungkiri bahwa keberhasilan dan kemunduran mutu pendidikan selalu dikembalikan kepada guru meskipun demikian, terlalu berlebihan sebab keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh banyak faktor seperti: siswa, metode, alat, dan sarana pengajaran, serta situasi belajar (Satina dalam Sulfiani, 2004 : 2).

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa pengajaran sastra, khususnya pengajaran drama di sekolah itu belum mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi penghambat, salah satunya adalah faktor metode pengajaran yang akan digunakan. Adapun penelitian yang saya maksudkan adalah penelitian yang dilkukan oleh Sufiani dengan judul penelitian "Problematika pengajaran drama di SLTP N 3 Bantimurung kabupaten Maros", yang menyimpulkan bahwa problematika pengajaran tergolong kedalam dua faktor yakni, faktor intern dan ekstern namun metode pengajaran drama tergolong pada faktor ektern .

Selain hal itu, pada penelitian ini pula peneliti mencoba untuk tidak menggunakan naskah - naskah drama yang sudah ada sebagai bahan kajian, melainkan peneliti mencoba untuk mengangkat sebuah masalah sosial yang kemudian dibentuk menjadi sebuah naskah drama. Lain halnya dengan penelitian - penelitian sebelumnya yang menggunakan naskah drama yang telah ada sebagai bahan penelitiannya. Penelitia - penelitian yang dimaksud tersebut antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Suherman Rauf dengan judul penelitian "Analisis Naskah Drama Pengadilan karya M. Hasan Pabelatabisyam dengan pendekatan Hermeneutika ", yang hasil penelitiannya menyipulkakan bahwa dalam naskah drama" Pengadilan "adalah dua unsur ekstensik yang membangun karya sastra ini, yakni unsur religi dan unsur sosial yang diperkuat oleh aspek historisnya yang juga sangat dibutuhkan dalam perkembangan zaman yang semakin mengglobal dan juga sebagai modal menghadapi tantangan zaman. Dan penelitian yang dilakukan pula oleh Rosdiana dengan judul penelitian "studi Tindak Tutur Teks Percakapan Drama Sumur Tanpa Dasar". Karya Arifin C. Noer

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pengajaran drama dengan menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas XI SMU Negeri 07 Makassar.

1. B.     Rumusan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: "Bagaimana Efektivitas Pengajaran Drama dengan Menggunakan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas XI SMU Negeri 07 Makassar?"

1. C.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pada hakikatnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data mengenai keefektivitasan pengajaran drama dengan menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas XI SMU Negeri 07 Makassar.

1. D.    Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dalam mempelajari metode-metode pengajaran sastra, khususnya pengajaran drama.

30

Page 31: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman atau wawasan tentang metode pengajaran drama, dan memberikan sumbangan pikiran terhadap tenaga pengajar, khususnya pada pengajaran drama.

 

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

1. A.    Tinjauan Pustaka1. 1.      Pengertian Karya Sastra

Karya adalah pekerjaan, hasil perbuatan (ciptaan), asli hasil yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan. Lain halnya dengan sastra adalah hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat tradisional yang isinya dapat disejajarkan dengan sastra tulis dalam masyarakat modern. Jadi, karya sastra adalah hasil sastra baik, baik berupa puisi, prosa, maupun lakon; ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakannya (KBBI, 2003: 511).

Menurut Zulfahnur dalam Nuriah (1999: 6), sastra berasal dari kata "Sas" dan "tra." "Sas" dalam bahasa Indonesia memiliki pengertian mengajar, memberi petunjuk; dan "tra" berarti sarana, alat. Maka dari itulah sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Selanjutnya, Teeuw dalam Nuriah (1999: 7) menambahkan bahwa penambahan awalan "Su" pada kata sastra berarti baik, indah, sehingga "susastra" dapat dibandingkan dengan "belleslettres" (Belanda), atau "Letterkunde" (Belanda), yang berarti sastra indah, terjemahan harfiah dari "litterature" (Latin) yang berarti puisi, sastra. Kata susastra tidak ada dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Jadi, susastra adalah ciptaan jawa atau Melayu, yang timbul kemudian.

Sastra merupakan bagian dari karya seni, yang keduanya merupakan unsur integral dari kebudayaan dan usianya sudah sangat tua. Kehadiran kedua unsur tersebut hampir bersamaan dengan kehadiran manusia di muka bumi, karena ia diciptakan dan dinikmati oleh manusia. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia, baik dari segi aspek manusia yang memanfaatkan untuk pengalaman hidupnya maupun dari aspek penciptanya yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra Zulfahnur (dalam Nuriah 1999: 6)

Karya sastra dapat didefinisikan berdasarkan dari mana kita meninjaunya. Misalnya dalam Nuriah (1999: 6), menyatakan bahwa sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Berdasarkan definisi tersebut, sastra adalah seni, bukan ilmu pengetahuan. Sastra memiliki jiwa dan badan, jika sastra berupa pikiran, perasaan dan pengalaman manusia. Maka badannya adalah ungkapan bahasa yang indah sehingga mampu memberikan hiburan bagi pembacanya.

Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya tentang kehidupan masyarakat dalam suatu kurun waktu dan situasi budaya tertentu. Di dalam suatu karya sastra dilukiskan kondisi kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa, ide, dan gagasan, serta nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh cerita. Sastra mempertanyakan manusia, kebudayaan serta zamannya (Aminuddin dalam Nuriah, 1999: 7)

Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan pengertian sastra sebagai berikut:

1) Sastra adalah kegiatan kreatif seni yang bentuk dan ekspresinya imajinatif;31

Page 32: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

2) Sastra adalah tulisan bernilai seni tentang suatu objek, khusus kehidupan manusia dalam suatu negeri pada suatu waktu;

3) Sastra adalah ekspresi kehidupan dengan media bahasa yang khas;

4) Sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi yang bersifat fiksionalitas yang merupakan luapan emosi spontan.

5) Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

1. 2.      Fitur Karya Sastra

Badrun dalam Nuriah (1999: 8), menyatakan bahwa keindahan dalam seni sastra dibangun oleh seni kata. Yang dimaksud dengan seni kata adalah penjelmaan pengalaman jiwa yang diekspresikan ke dalam keindahan kata. Bertolak dari bagaimana pengalaman jiwa ke dalam keindahan kata itu, maka sastra sebaiknya bersifat imajinatif. Meskipun karya sastra bersifat imajinatif, namun ia berangkat dari kenyataan hidup secara objektif, dia berangkat dari fenomena kehidupan nyata yang dapat dihayati, dirasakan, dan dimengerti.

Pada tataran karya sastra, faktor, dan fenomena kehidupan yang diangkat itu menjadi fiksi makna. Meskipun ia menggunakan bahan dari kenyataan obyektif (realita hidup di masyarakat), pernyataan imajinatif dalam karya sastra tidak identik lagi dengan kenyataan obyektif tadi.

Ungkapan pengalaman manusia dalam bentuk bahasa yang ekspresif dan mengesankan terdiri dari berbagai bentuk. Tiap bentuk sastra memiliki persyaratan dan fitur tersendiri, bahkan fitur tiap bentuk sastra memang tidak mudah untuk dibedakan. Pengertian sastra tidak dapat diterapkan secara menyeluruh terhadap semua jenis atau bentuk sastra. Jenis sastra ada bermacam-macam, baik jenis maupun ragamnya, semua menuntut untuk dinamai "karya sastra".

Fitur karya sastra yang menuntut adanya nilai seni bisa dikatakan tidak ada permasalahan sebab semua karya sastra memiliki nilai seni atau estetiknya. Namun di sisi lain, ada hal yang harus diperhatikan yakni sifat khayati dan penggunaan bahasa yang memiliki beberapa perbedaan sehingga perlu adanya dua penggolongan sastra.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fitur karya sastra (Harjana dalam Nuriah 1999: 9) adalah:

1) Sastra bersifat Khayati (fictionality), maksudnya lewat daya imajinasi penulis ingin mengungkapkan kenyataan hidup, menafsirkannya menjadi kenyataan imajinatif kehidupan, agar lebih bermakna dan menarik untuk penggemar.

2) Sastra mengandung nilai estetika (keindahan seni) sehingga karya sastra punya daya pesona tersendiri. Nilai estetik ini memiliki kriteria seperti integritas, keseimbangan, keselarasan, dan fokus atau tekanan.

3) Sastra memakai bahasa yang khas yaitu bahasa yang estetik.

1. 3.      Pembagian Karya Sastra

32

Page 33: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Menurut Sumarjo dalam Nuriah (1999: 10), pada garis besarnya pembagian karya sastra dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

1) Sastra non-imajinatif

Karya sastra non-imajinatif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

a) Essay

b) Kritik

c) Biografi

d) Memoar

e) Catatan harian

f) Sejarah

2) Sastra imajinatif

Karya sastra imajinatif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

a) Puisi

(1) Epilog

(2) Lirik

(3) Dramatik

b) Prosa

(1) Prosa narasi, yang terdiri atas:

(A) Novel

(B) Cerpen

(C) Novelet

(2) Drama, yang terdiri atas:

(A) Tragedi

(B) Komedi

(C) Melodrama

1. 4.      Pengertian Drama

33

Page 34: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Istilah "drama" kembali berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario, tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur esensial sebuah "seni drama" belum terlihat lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan karakter melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan (KBBI, 2003: 275).

Menurut Oemardjati (dalam Rosdiana, 2002: 9) mengatakan bahwa drama dalam perkembangannya mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Selanjutnya, Rahmanto (dalam Rosdiana, 2002: 9) mendefinisikan drama sebagai bentuk karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya, yang diperagakan di atas panggung (pentas). Ia menegaskan bahwa drama yang dipentaskan itu mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan yang mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.

Adapun beberapa batasan yang dikemukakan antara lain; oleh HB Yasin (dalam Sufiani, 2004: 6) mengatakan bahwa drama adalah rentetan kejadian yang merupakan cerita. Sedangkan menurut Rendra (dalam Sufiani, 2004: 6) mengatakan bahwa drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran dan perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata. Pendapat lain yakni dari Aristoteles (dalam Sufiani, 2004: 6) bahwa drama adalah penyajian atau peragaan (peniruan) semua kejadian atau cerita.Sedangkan menurut Moolton (dalam Sufiani, 2004: 6) mengemukakan bahwa drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Selain itu, drama adalah cerita yang dipanggungkan (Hazin, 1990: 90).

Kata "drama" biasanya diperuntukkan bagi karya pentas yang serius, sehingga hampir identik dengan tragedi. Tokoh-tokoh dalam sebuah drama meliputi: peran utama dipegang oleh protagonis lawannya adalah antagonis. Perbuatan dan pandangan kedua tokoh itu yang berbeda menimbulkan konflik (Hartoko, 1986: 20).

Menurut (Rosidi, 1998: 56), umumnya drama-drama itu berbentuk Closet drama, yaitu drama untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan. Di dalamnya kurang sekali aksi ataupun tampilan karakter, melainkan banyak sekali percakapan. Namun, rata-rata drama itu pernah juga dipertunjukkan di atas panggung.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sumber di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Drama adalah cabang seni,

2) Drama dapat berbentuk prosa atau puisi,

3) Drama mementingkan dialog, gerak, dan perbuatan,

4) Drama adalah lakon yang dipentaskan di atas panggung,

5) Drama adalah seni menggarap lakon-lakon, mulai penulisan hingga pementasannya,

6) Drama membutuhkan ruang, waktu, dan penonton,

34

Page 35: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

7) Drama adalah gambaran hidup yang disajikan dalam gerak,

8) Drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati.

1. 5.      Unsur-unsur yang Membangun Drama

Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra tersebut. Misalnya; agama, ekonomi, budaya, maupun adat istiadat.

Adapun unsur intrinsik yang membangun karya sastra drama yaitu:

1) Tema

Tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu yang membentuk dan membangun dasar bahkan gagasan utama dari suatu karya fiksi.

Selanjutnya dikatakan bahwa tema pokok pikiran atau dasar cerita (KBBI, 2003: 1164). Selain itu, tema ini tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tujuan yang hendak dicapai oleh penulis. Jadi, dalam pengertian tema tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca.

Tema dalam sebuah drama membutuhkan kepekaan dan pemahaman yang tinggi.Kepekaan dan pemahaman itu dapat diperoleh dengan adanya usaha untuk memahami informasi-informasi penting yang terdapat pada drama tersebut.

2) Latar (setting)

Latar atau setting adalah merupakan latar belakang fisik, unsur tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita. Akan tetapi, latar sebuah cerita itu akan terkait dengan hal seperti adat istiadat, agama, dan lain sebagainya yang berhubungan dan hendak diceritakan. Latar merupakan pemandangan yang dipakai dalam pementasan drama, seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan (KBBI, 2003: 643).

Pemilihan latar atau setting yang baik itu dapat membentuk tema dan plot tertentu.Setting atau latar dapat mencakup hal yang lebih luas lagi, seperti tingkat pendidikan pelaku, usia, bahkan jenis kelamin. Pemilihan latar seperti ini hendaknya terkait dengan peristiwa yang terjadi seperti dalam cerita. Junaedi (dalam Sufiani; 2004: 9).

3) Penokohan

Karakter atau penokohan adalah tokoh pemain dalam karya susastra yang hanya diungkapkan satu segi wataknya, tidak dikembangkan secara maksimal, dan apa yang dilakukan atau dikatakannya tidak menimbulkan kejutan pada pembaca (KBBI, 2003: 1203).

4) Sudut Pandang

Sudut pandang adalah visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil oleh penulis untuk melihat suatu kejadian cerita. Namun hal itu harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi. Sebab sebuah drama yang diangkat oleh si penulis adalah merupakan pandangan penulis terhadap kehidupan (Fujiwiatna, 2003: 15).

35

Page 36: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Secara struktural lakon atau cerita drama terdiri atas lima bagian, (Juanda, 2002: 75) yakni:

a) Pemaparan atau eksposisi yaitu bagian lakon drama yang berisi pembeberan atau penjelasan mengenai situasi awal suatu cerita. Pada bagian ini, akan ditampilkan hal-hal yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan aspek-aspek psikologis tokoh. Melalui bagian inilah tema cerita atau sering disebut pula dengan premis diperkenalkan demikian rupa sehingga penonton atau penikmatnya mengetahui konflik. Meskipun selama bertahan pemaparan tersebut, situasi masih dalam keseimbangan artinya belum terjadi konflik yang sebenarnya.

b) Penggawatan atau komplikasi yaitu drama yang secara jelas menunjukkan adanya konflik yang sebenarnya. Dalam bagian ini tampak keseimbangan mulai terganggu, terutama karena adanya atau munculnya perbuatan-perbuatan perangsang. Pada bagian inilah penulis mempertemukan protagonis dengan antagonis untuk membranous konflik yang merupakan dasar sebuah cerita drama.

c) Puncak atau klimaks yaitu bagian cerita yang merupakan puncak ketegangan cerita, merupakan titik perselisihan paling tinggi antara protagonis dengan antagonis. Bagian ini merupakan bagian cerita paling penting. Dengan demikian, sudah tidak mungkin diperhebatkan lagi.

d) resolusi atau anti klimaks yaitu bagian tempat penulis mengetengahkan pemecahan konflik.

e) Solusi atau konklusi yaitu bagian cerita yang berfungsi mengembalikan lakon pada keseimbangan awal.

1. 6.      Tipe Karya Sastra Drama

1) Berdasarkan Isi Lakon

Berdasarkan isi lakon atau ceritanya (Juanda, 2002: 80), karya sastra drama dapat dibagi sebagai berikut:

a) Tragedi atau duka cita; yaitu jenis drama yang melukiskan perikehidupan tokoh yang penuh dengan kecelakaan atau kesedihan.

b) Komedi atau suka cerita; yaitu melukiskan perikehidupan tokoh yang membuat selalu tergelitik untuk tertawa.

c) Melodrama; yaitu jenis drama yang merupakan gabungan antara tragedi dan komedi.

d) Farce; yaitu jenis drama yang kejadian-kejadiannya dan tokoh-tokohnya pun mungkin terjadi bahkan ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinannya itu, menimbulkan kelucuan seenaknya yang tidak teratur dan tidak menentu. Selain itu, segala sesuatu yang terjadi muncul dari situasi, bukan dari tokoh.

 

2) Berdasarkan Katering

Jika dipandang dari cara menyajikannya di atas pentas atau panggung (Juanda, 2002: 81), maka drama dapat dibedakan atas:

36

Page 37: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

a) pantomim, yakni jenis drama yang cara menyajikannya hanya dengan gerak-gerak saja. Dalam drama jenis ini tidak akan kita jumpai kata-kata atau dialog antar pelakunya.

b) Opera, yakni drama yang dialog-dialognya disampaikan dengan nyanyian.

c) Sendratari, yakni jenis drama yang penyuguhannya menggunakan tarian. Pada drama jenis ini, dialog juga tidak akan kita temukan dalam pementasan. Kata "Sendratari" adalah kombinasi dari "Seni drama" dan "tari".

d) Drama mini kata. Dalam drama jenis ini, dialog-dialog antara para pelaku sangat sedikit kita dapatkan. Contoh drama mini kata, misalnya:

- Bib Bop karya WS Rendra

- Entah karya Putu Wijaya

1. 7.      Pengajaran Drama di Sekolah

Rahmanto (di dalam Djumingin, 2004: 43) menampilkan tentang penahapan penyajian drama sebagai berikut:

1) Pelacakan Pendahuluan

Sebelum guru menyajikan naskah drama di kelas, sebaiknya ia lebih dahulu menyeleksi dan menguasai isi drama itu, ia mendahului dengan menceritakan secara singkat pokok persoalan dalam naskah drama.

2) Penentuan Sikap Praktis

Guru sebaiknya menyampaikan drama baik melalui cerita atau memperlihatkan contoh pementasan melalui rekaman video, dan tindakan lain yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mempelajari drama.

3) Introduksi dan Katering

- Setiap siswa diberi teks agar ia dapat mempelajari

- Diajukan pertanyaan-pertanyaan sekilas isi drama untuk mengetahui pemahaman siswa akan isi drama dan memancing mereka untuk secara tidak langsung membaca drama secara berulang-ulang.

- Mendiskusikan fakta lewat pertanyaan-pertanyaan.

- Memilih salah seorang siswa sebagai sutradara yang tidak hanya memahami alur cerita, tetapi juga dapat membaca arah penampilan panggung dan bila perlu dapat menggambarkan situasi serta memberi komentar spontan dan jelas.

4) Diskusi

Pertanyaan dalam diskusi ini sebagai upaya untuk membantu pemahaman siswa dan mendorong pemeran untuk meneliti makna adegan dengan lebih jeli.

5) Pengukuhan37

Page 38: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Pengukuhan dapat dilakukan dengan cara melaporkan pementasan, menuliskan dialog, membuat adegan, menemukan cerita pendek, novel yang dapat diubah menjadi teks drama atau sebaliknya drama diubah menjadi cerpen / novel / sinopsis.

6) Diskusi lanjut

Selain pembahasan yang mendalam tentang isi teks, diskusi hendaknya disertai dengan peragaan praktis adegan-adegan tertentu.

7) Praktek percobaan

Percobaan ini dapat memanfaatkan gedung sekolah dengan cara membagi kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk mempelajari adegan tertentu, kemudian memerankannya dengan versi mereka sendiri untuk diamati oleh teman-teman sekelasnya yang lainnya. Cara ini cocok untuk menumbuhkan pemikiran baru, saran-saran dan perbaikan pada praktek pementasan selanjutnya.

8) Latihan mengucapkan dialog

- Semua siswa diajak untuk memperhatikan lafal, lagu, tekanan, jeda, tempo, ekspresi wajah dan suasana keheningan.

- Guru selalu siap untuk mendemonstrasikan bagaimana mengucapkan dialog dan berakting dengan baik.

- Guru memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks dimulai.

- Proses memilih para pemain yang tepat dan penghafalan teks dimulai.

- Proses penghafalan teks ini dapat diulang-ulang dengan menekankan nilai dramatis di tempat-tempat tertentu dalam teks tersebut.

9) Akting

- Kapan seorang pemain harus muncul, bagaimana posisinya, kapan harus mengubah posisinya, gerakan-gerakan apa yang harus dilakukan agar dapat menimbulkan efek dramatis, kapan harus diam dan kapan harus berkata-kata atau berteriak.

- Unsur gerak dan kata-kata dapat dipadukan dalam bentuk lakon sehingga permainan akan menjadi lebih hidup.

10) Pementasan

- Guru harus menentukan pementasan macam apa yang diinginkan. Ketika pentas drama untuk umum, maka guru harus bertindak sebagai produser, melatih secara khusus, membagi tugas untuk pementasan.

- Guru tidak perlu mempersiapkan perlengkapan lengkap jika drama tidak dipentaskan untuk umum.

1. 8.      Strategi Pengajaran Drama

Rahmanto (dalam Djumingin, 2004: 42) menampilkan cara mengajarkan drama pada siswa, yakni:38

Page 39: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

- Melakukan pembacaan naskah drama di kelas sebagai suatu cara perkenalan.

- Menyiapkan rekaman atau jenis drama.

- Memberikan pelatihan gerak semua anggota tubuh (olah tubuh) sebagai latihan dasar.

- Siswa disuruh mengamati dan mendiskusikan gerakan atau aktivitas temannya.

- Setelah para siswa berhasil menirukan gerakan-gerakan sederhana dengan baik, mereka kemudian dapat diminta untuk memikirkan situasi yang lebih kompleks dengan menirukan gerak-gerak yang lebih bervariasi.

- Sampai pada tahap-tahap tertentu, latihan gerak ini hendaknya mulai disertai dengan latihan mengucapkan kata-kata.

- Untuk latihan perpaduan gerak dengan kata-kata ini, guru hendaknya menentukan pemilihan cerita dan skenario yang sebelumnya telah dikenal siswa.

- Siswa hendaknya mulai dibangun untuk mencari situasi dramatis dalam cerita dan mencoba menyusunnya sendiri.

1. 9.      Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan oleh Guru dalam Pementasan Drama

Adapun beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan sebelum pementasan drama dilakukan, yakni:

1) Alur Cerita

Sebagai guru, harus benar-benar memahami jalannya cerita dari satu adegan ke adegan berikutnya, sehingga dapat memberikan pengarahan yang benar kepada anak-anak.

 

2) Waktu

Alokasi waktu harus diatur dengan baik untuk setiap adegan, agar setiap adegan tidak menyerap waktu terlalu banyak.

3) Penokohan

Pilihlah anak-anak yang memiliki kemampuan (menghafal dan berakting) dan keberanian untuk menjadi pemeran utama, yang harus mengucapkan dialog.Namun demikian, Anda jangan mengabaikan anak yang pemalu. Mereka tetap dapat diikutsertakan dalam drama sebagai pemeran pembantu atau figuran yang tidak perlu mengucapkan banyak kata-kata.

4) Setting Panggung

Penataan panggung ini dapat disesuaikan dengan besarnya panggung. Untuk yang besar dan luas, maka bisa ditata sedemikian rupa sesuai dengan adegan-adegan dalam naskah (dua atau tiga latar belakang). Namun untuk panggung yang tidak besar, panggung dapat ditata dalam tiap babak.

5) Kostum pemain39

Page 40: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Sedapat mungkin sediakan kostum yang sesuai dengan cerita untuk menambah semarak pementasan cerita.

 

6) Musik Pengiring

Iringan musik dapat digunakan untuk mendukung suasana dalam setiap adegan dan setiap babak. Untuk itu persiapkan musik pengiring yang sesuai dengan semangat setiap babak.

7) Lighting

Lighting juga dapat digunakan untuk mendukung suasana. Anda bisa menggunakan spot light dengan aneka warna. Namun apabila tidak ada spot light Anda bisa menggunakan bohlam aneka warna yang ditata sedemikian rupa, sehingga Anda dapat mengatur lampu sesuai dengan apa yang diinginkan.

8) Sound System

Sediakan sound system yang memadai dan beberapa mikrofon di panggung agar anak tidak perlu berteriak dalam mengucapkan dialognya.

9) Latihan

Usahakan latihan sebanyak mungkin agar anak semakin mahir dalam melakukannya. Dalam latihan yang perlu diperhatikan:

- Latihan menghafal naskah dan urutan-urutan adegan,

- Pelatihan suara, khususnya intonasi suara,

- Latihan ekspresi wajah dan sikap,

- Latihan akting adegan yang sulit-sulit.

10) Pementasan

Pada saat pementasannya, pastikan anak-anak tidak tegang. Berikan waktu persiapan ekstra agar tidak terburu-buru, khususnya dalam mendandani anak dan memakaikan kostumnya.

1. 10.  Keuntungan-keuntungan mengajarkan drama untuk siswa

Dengan mengajarkan drama kepada siswa, maka ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh siswa bersangkutan, hal ini muncul dalam jurnal yang diakses dari internet.

1) Cara efektif untuk membantu anak belajar konsep-konsep, prinsip-prinsip dan sifat-sifat manusia yang abstrak.

2) Kemampuan anak untuk berkonsentrasi terbatas (15 menit), lebih dari itu akan sulit.  Oleh karena itu, mendengarkan satu orang yang berbicara secara monoton akan membuat anak cepat bosan. Dengan drama anak mendapat lebih banyak variasi sehingga anak bisa bertahan duduk dan mendengarkan cerita lebih lama.

40

Page 41: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

3) Dengan mendengar dan melihat cerita lewat drama, anak akan mengingat apa yang diajarkan lebih baik; apalagi untuk anak-anak yang terlibat langsung dalam memainkan drama.

4) Melalui drama, anak akan mendapatkan kesan emosi yang mendalam karena dengan melihat secara langsung adegan itu dimainkan, anak akan mendapatkan kesan emosi tidak mudah dilupakan.

5) Bagi anak-anak yang terlibat dalam memainkan drama, mereka dapat belajar untuk mengekspresikan emosi-emosi tertentu.

6) Melatih anak untuk berani berdiri di depan umum dan memberikan rasa percaya diri kalau mereka berhasil melakukannya.

7) Membangun kemampuan kerja sama dalam kelompok.

8) Mendorong anak berkreasi dan mengembangkan talenta yang ada.

Sebelum menyajikan sastra, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal memahami masalah pengembangan minat baca siswa, yakni dengan menggiatkan minat baca siswa. Masalah pembangunan kebiasaan membaca dengan memperhatikan 4 aspek, yakni: memberi contoh, sugesti, fasilitas, dan pengukuhan.

Guru sastra hendaknya dapat memancing kesiapan para siswanya untuk mengikuti contoh-contohnya dengan memberikan bacaan berupa cerita baru, esai, dan puisi yang sesuai dengan situasi khusus dihadapi siswa-siswanya.

Guru juga memberikan sugesti dengan cara: memperkenalkan buku-buku anjuran dengan memberikan daftar buku, menunjukkan di mana diperoleh buku tersebut.

Di samping itu, guru memberi kemudahan dalam hal pemilihan edisi buku, mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, memberikan penahapan belajar, membuat cerita lebih hidup, pendekatan, metode, dan teknik yang bervariasi, membuat catatan ringkas, serta pengkajian ulang dengan cara diskusi.

Sebagai pengukuhan, guru menyarankan agar siswa membuat catatan singkat tentang apa yang mereka baca, memperkenalkan aspek perbukuan (cara mencetak, mendistribusi, pembiayaan, tipografi, penjilidan, penerbitan). Kunjungan ke tempat penerbitan, dan kliping.

Karya sastra drama sama halnya dengan karya sastra lainnya mengandung peranan penting dalam kehidupan manusia, termasuk untuk dunia pendidikan.Artinya pengajaran drama membawa manfaat yang besar terhadap anak didik.

Menurut Moody (dalam Sufiani, 2004: 16), sumbangan sastra drama khususnya dalam dunia pendidikan adalah:

a) Menunjang keterampilan berbahasa siswa,

b) Meningkatkan pengetahuan siswa,

c) Mengembangkan cipta, karsa, dan rasa siswa,

d) Mengembangkan pembentukan karakter siswa.41

Page 42: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Selain itu, menurut Sastrowadoyo (dalam Sufiani, 2004: 16) mengemukakan bahwa manfaat utama drama untuk siswa adalah:

a) Memupuk kerja sama yang baik dalam pergaulan siswa,

b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melahirkan daya kreasi masing-masing,

c) Mengembangkan emosi sehat anak,

d) Menghilangkan sifat malu, gugup, dan lain-lain.

e) Mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik,

f) Menghargai pendapat dan pikiran orang lain,

g) Menanamkan kepercayaan kepada diri sendiri,

h) Mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Begitu pentingnya karya drama dalam kehidupan manusia, maka secara antusias Sami (dalam Sufiani, 2004: 17), mengemukakan bahwa kita sangat terkait dengan suatu drama. Dengan drama, kita dapat menyalurkan emosi, dapat berekspresi dengan senang, dapat menumbuhkan emosi yang menyenangkan, memperkaya pemikiran, mengembangkan rasa ingin tahu, dan spekulasi, serta mengembangkan rasa simpati.

1. 11.  Metode Bermain Peran1. a.      Pengertian Metode Bermain Peran

Memainkan peran atau teknik sosiodrama adalah suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antarinsan (Hamalik, 2005: 199).

Teknik sosiodrama adalah teknik yang bertalian dengan studi kasus, tetapi kasus tersebut melibatkan individu manusia dan tingkah laku mereka atau interaksi antarindividu tersebut dalam bentuk dramatisasi. Para siswa dapat berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat (observer) tergantung pada tujuan-tujuan dari penerapan teknik tersebut. Di sisi lain, Roestiyah (2001: 90) mengatakan bahwa teknik-teknik sosiodrama adalah siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antarmanusia. Ataupun rool-playing di mana siswa bisa berperan atau memainkan peran dalam dramatisasi masalah sosial / psikologis. Karena itulah, kedua teknik ini hampir sama, maka dapat digunakan pul secara bergantian dan tidak ada salahnya.

Tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan oleh Sabri (2005: 61) yang mengatakan bahwa metode sosiodrama adalah metode mengajar dengan mendemonstrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan memainkan peran menekankan kenyataan di mana para siswa diikutsertakan dalam permainan peran di dalam mendemonstrasikan masalah-masalah sosial . Tidak begitu menyimpang dengan yang dikemukakan oleh Roestiyah pada, maka Djamarah dan Zain (2002: 100) mengemukakan bahwa metode sosiodrama dan rool-playing dapat dikatakan sama artinya dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.

Penggunaan metode sosiodrama dan memainkan peran dilakukan:

42

Page 43: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

1. Bila ingin melatih anak-anak agar mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat sosial psikologis.

2. Bila akan melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi pemahaman terhadap orang lain dan masalahnya.

3. Bila ingin menjelaskan suatu peristiwa di dalamnya menyangkut orang banyak.

Guru menggunakan teknik ini dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami perasaan orang lain; dapat tepa seliro dan toleransi. Kita juga mengetahui sering terjadinya perselisihan dalam pergaulan hidup antar kita; dapat disebabkan karena salah paham. Maka dengan sosiodrama mereka dapat menghayati peran apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang diinginkan guru. Ia bisa belajar karakter orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya. Siswa dapat mengerti dan menerima pendapat orang lain. Dalam kelompok tertentu sering terjadi perbedaan pendapat; yang satu memiliki pendapat yang lain, hal itu terjadi karena perbedaan sudut tinjauan dan argumentasi yang berbeda. Dengan mendramatisasikan siswa dalam situasi peran yang dimainkannya harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila perlu harus bisa mencari jalan keluar atau kompromi bila terjadi banyak perbedaan pendapat.Kemudian siswa dengan perannya itu harus mampu mengambil kesimpulan / Hasil; karena dalam kehidupan bersama kita tidak bisa hidup sendiri; apalagi bermasyarakat Indonesia berbasis demokrasi, dan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan. Maka hal-hal yang menyangkut kesejahteraan bersama harus ada musyawarah dan mufakat agar dapat mengambil keputusan bersama. Maka siswa dengan memainkan peran, harus dapat melakukan negosiasi untuk memecahkan bersama masalah yang dihadapi dan akhirnya mencapai keputusan bersama.

1. b.     Tindakan di dalam Bermain Peran

Dalam melaksanakan teknik ini agar berhasil dengan efektif, maka perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya. Adapun langkah-langkah yang dikemukakan oleh Roestiyah (2001, 91) sebagai berikut:

- Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.

- Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.

- Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk mengatur adegan yang pertama.

- Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.

Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog. Siswa yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan

43

Page 44: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat barang yang berbentuk sandiwara.

1. c.       Tujuan Penggunaan Metode Bermain Peran

Di dalam penggunaan metode bermain peran ada beberapa tujuan. Tujuan itu salah satunya sesuai dengan jenis belajarnya yang mana dikemukakan oleh Hamalik (2005: 199) yaitu:

1) Belajar dengan melakukan. Para siswa melakukan peran tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif.

2) Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.

3) Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain / pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan.

4) Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Selain yang dikemukakan oleh Hamalik, adapun beberapa tujuan penggunaan metode bermain peran yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain. (2002: 100), yakni:a) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.b) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.c) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.Selain tujuan penggunaan metode bermain peran, adapun beberapa petunjuk guna menggunakan metode bermain peran yang juga dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002:100)a) Menetapkan dahulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa untuk dibahas.b) Ceritakan kepada kelas (siswa) mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut.c) Menetapkan siswa yang dapat atau yang bersedia untuk memainkan peranannya di depan kelas.d) Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu sosiodrama sedang berlangsung.e) Berikan kesempatan kepada para pelaku untuk berkonsultasi beberapa menit sebelum bertahan.f) Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan.

g) Akhiri metode dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan masalah persoalan yang ada pada metode tersebut.

h) Jangan lupa menilai hasil dari penggunaan metode tersebut sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.

1. d.     Organisasi Bermain Peran

Pola organisasi disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang menuntut bentuk partisipasi tertentu, yaitu pemain, pengamat, dan peneliti. Ada tiga organisasi, yang ditampilkan oleh hamalik (2005: 199) yakni sebagai berikut:

44

Page 45: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

1) Bermain peran tunggal (single role-play). Mayoritas siswa bertindak sebagai pengamat terhadap permainan yang sedang dipertunjukkan (sosiodrama).Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan nilai.

2) Bermain peran jamak (Multiple role-play). Para siswa dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentuannya disesuaikan dengan banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta memegang dan memainkan peran tertentu dalam kelompoknya masing-masing. Tujuannya juga untuk mengembangkan sikap.

3) Peranan ulangan (role repetition). Peran utama dalam suatu drama atau simulasi dapat dilakukan setiap siswa bergiliran. Dalam situasi seperti itu setiap siswa belajar melakukan, mengamati, dan membandingkan perilaku yang ditampilkan oleh pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak dilakukan dalam rangka mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif.

1. e.      Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran

Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, begitu pula dengan metode ini. Oleh karena itu, Djamarah dan Zain (2002: 101) mengemukakan, yakni:

1. Kelebihan Metode Bermain Peran- Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat, isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.- Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan rekreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.- Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibangun dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.- Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibangun dengan sebaik-baiknya.- Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.- Bahasa lisan siswa dapat dibangun menjadi bahan yang baik agar mudah dipahami orang lain. 

1. Kelemahan Metode Bermain Peran- Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang kreatif.- Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukkan.- Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas.- Sering kelas lain terganggu oleh suara para pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya.Selain itu, ada pula beberapa kelemahan yang dikemukakan oleh Roestiyah (2001: 92), yaitu bahwa kalau guru tidak menguasai tujuan instruksional penggunaan teknik ini untuk sesuatu unit pelajaran, maka sosiodrama (Metode memainkan peran) juga tidak akan berhasil. Dengan metode ini jangan menjadi kesempatan untuk menumbuhkan sifat prasangka yang buruk, ras, diskriminasi, balas dendam dan sebagainya; sehingga menyimpang dari tujuan semula.

Dalam hubungan antarmanusia selalu memperhatikan norma-norma, kaidah, sosial, adat istiadat, kebiasaan, dan keyakinan seseorang, jangan sampai ditinggalkan, sehingga tidak menyinggung perasaan seseorang.

Kekurangan / kelemahan terakhir bila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan metode ini, sehingga akan mengacaukan berlangsungnya sosiodrama, karena yang mengacaukan

45

Page 46: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

berlangsungnya sosiodrama karena yang memegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama-sama.

Namun demikian teknik ini lebih banyak keunggulan / kelebihannya. Bahkan dengan teknik ini, siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi mereka. Karena mereka memainkan peranan sendiri, maka mudah memahami masalah-masalah sosial itu. Bagi siswa dengan berperan seperti orang lain itu, maka ia dapat menempatkan diri seperti karakter orang lain.Ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama makhluk akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup karena merasa menghayati sendiri permasalahannya. Juga penonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.

1. B.     Kerangka Pikir

Dengan memperhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan berpikir untuk mengarahkan penulis menentukan data dan informasi dalam penelitian ini, demi pemecahan masalah yang telah dirumuskan di depan.

Landasan pemikiran yang dijadikan pegangan dalam penulisan ini adalah penggunaan metode bermain peran yang digunakan oleh guru di dalam pengajaran drama di sekolah.

Adapun skema kerangka pikir sebagai berikUT (BAGAN!)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu langkah pada pelaksanaan yang harus ditempuh untuk memperoleh hasil dan tujuan penelitian. Proses pelaksanaan penelitian ini meliputi pengertian variabel dan desain penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

1. A.    Variabel dan Desain Penelitian1. Variabel Penelitian

Penelitian ini berjudul "Efektivitas Pengajaran Drama dengan Menggunakan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas XI SMU Negeri 07 Makassar." Adapun variabelnya yaitu Efektivitas Pengajaran Drama dengan Menggunakan Metode Bermain Peran yang juga biasa disebut dengan variabel tunggal.

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sebagai gambaran umum proses berlangsungnya penelitian ini, maka diuraikan desain penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

1. Memberikan perlakuan yang berbeda pada siswa sampel baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, yaitu kelompok eksperimen diberi perlakuan (koreksian). Perlakuan yang dimaksud yakni pemaparan tentang drama secara jelas dan juga solusinya. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan (non-koreksian), maksudnya

46

Page 47: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

kelas kontrol hanya mendapatkan informasi tentang isi drama tersebut tanpa adanya solusi yang ada pada drama tersebut. Solusi tentang tentang permasalahan yang ada pada drama tersebut. Setelah itu, kedua kelompok diberi tes yang sama.

2. Setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua kelas diuji coba dengan memberi tes untuk mengetahui bagaimana penguasaan siswa terhadap materi atau pun drama yang telah ditampilkan oleh peneliti.

3. B.     Definisi Operasional Variabel

Keefektifan metode bermain peran adalah suatu keberhasilan, pengaruh sebagai akibat dari perlakuan metode dan media dalam proses pembelajaran, perlakuan yang dimaksud dalam hal ini adalah penggunaan metode bermain peran dalam proses belajar mengajar pada pembelajaran drama guna mengetahui tingkat keberhasilan metode pengajaran tersebut.

Metode bermain peran itu sendiri merupakan suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antarinsan (Hamalik, 2005: 199).

Jadi maksud dari penggunaan metode bermain peran pada drama ini yakni peneliti menyajikan sebuah permasalahan sosial yang telah dikemas dalam bentuk drama yang kemudian ditampilkan ke siswa dengan tujuan agar siswa mampu memerankan tokoh-tokoh yang ada pada drama tersebut dengan baik serta mampu menyelesaikan masalah yang ada drama itu pula.

1. C.    Populasi dan Sampel1. 1.      Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (arikunto, 1998: 115). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua siswa kelas XI SMU Negeri 07 Makassar tahun ajaran 2006/2007 yang terdiri atas tujuh kelas, yaitu: semua siswa kelas XI IPA dan XI IPS dengan jumlah siswa 230 orang.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 1.1 berikut ini:

Tabel. 1.1 Kondisi Populasi

No. Pijat Kelas Populasi    Jumlah

1. XI IPA 1   40 orang

1. XI IPA 2   40 orang

1. XI IPA 3   41 orang

1. XI IPA 4 39 orang

1. XI IPS 1   35 orang

1. XI IPS 2   35 orang

Jumlah 230 orang

Sumber: Daftar hadir SMU Negeri 07 Makassar tahun ajaran 2006/2007

1. 2.      Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (arikunto, 1998: 117).Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik random atau acak.Dalam artian, sampel itu didasarkan

47

Page 48: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel tersebut dapat mewakili jumlah populasi. Karena jumlah subjeknya besar, maka sampel yang diambil disatukan dalam dua kelas yakni kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

Penarikan sampel dilakukan dengan purposif sampel dengan pertimbangan bahwa subjek yang diteliti itu memiliki latar belakang pembelajaran yang sama baik karena referen (buku acuan) yang digunakan dalam pembelajarannya sama, serta guru dan metode pembelajaran yang mereka dapatkan juga sama. Karena jumlah populasi yang diteliti sebanyak 230 siswa, maka dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel sebanyak dua kelas yakni kelas XI IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan XI IPS 2 sebagai kelas kontrol, yang terdiri atas masing-masing 35 siswa.

1. D.    Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Adapun teknik yang ditempuh oleh peneliti dalam mengumpulkan data, yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan dalam penelitian ini yang dilakukan dengan mengunjungi obyek penelitian selama satu bulan. Hal ini dilakukan oleh peneliti guna ketika pelaksanaan penelitian dilakukan, tidak akan ada lagi rasa asing terhadap si peneliti dan objek.

Selain itu, observasi juga dilakukan oleh peneliti ketika objek penelitian sedang melakukan tes yaitu memainkan peran.

1. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara secara tidak terstruktur sesuai dengan kebutuhan penelitian sebagai langkah awal guna mencari informasi untuk langkah selanjutnya.

1. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu cara peneliti di dalam mengumpulkan data.Dokumentasi yang dimaksud yakni pengambilan gambar pada saat proses memainkan peran itu bertahan guna adanya pembuktian pada aktivitas memainkan peran yang dilakukan oleh objek penelitian.

4. Eksperimen

Eksperimen merupakan kunci utama dari penelitian ini sebab penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan metode bermain peran sebagai bahan percobaan terhadap siswa.

5. Tes

Instrumen tes merupakan pengumpulann data terakhir pada penelitian ini. Tes yang dimaksud dibagi atas dua bentuk, yakni

- Tes objektif

Tes obyektif digunakan untuk mengukur kemampuan mengekspresikan metode bermain peran oleh siswa. Tes ini berbentuk multiplechoice yang terdiri dari 4 alternatif jawaban dengan skor pernomor soal adalah 5, jadi skor tertinggi adalah 100.

48

Page 49: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

- Tes praktik

pada penelitian ini siswa kelas eksperimen melakukan praktik memainkan peran dengan kriteria adalah adalah, (1) _ lafal, (2) intonasi, (3) nada / tekanan, (4) mimik / gerak-gerik, dan (5) penghayatan.

Setiap kriteria tersebut mendapat poin 20, jadi skot tertinggi yakni 100. Adapun tabel kriteria tersebut yaitu:

Tabel 1.2 kriteria

No. Kriteria Skor

1.

2.

3.

4.

5.

Lafal

Informasi

Nada / tekanan

Mimik / gerak-gerik

penghayatan

20

20

20

20

20

Jumlah 100

 

1. E.     Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif dan statistik diferensial parametrik jenis Indenpendent - Sample T Test yang diolah dengan program komputer sistem Statistical Product Servis Solution (SPSS) versi 11 windows. Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah:

1. membuat data skor mentah;2. membuat distribusi frekuensi dari skor mentah;3. mencari mean rata-rata dengan menggunakan rumus:

Xi = 60% x skor maksimalKeterangan:Xi = mean ideal(Nurgiyantoro, 1995: 369)4. Mengukur penyebaran dengan rumusKeterangan:Si = Simpangan baku idealXi = mean ideal.5. untuk kepentingan standardisasi hasil pengukuran (skor) dilakukan transformasi dari skor mentah dalam nilai skala 1 -10. Rumus untuk mengkonversi skor mentah dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 1.3 Konversi angka ke dalam nilai skala 1-10

Skala Sigma Nilai Skala angaka Ekuivalensi Nilai Mentah

+ 2,25 10 Mean + (2,25 x DS)  

49

Page 50: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

+ 1,75

+1,25

+ 0,75

+ 0,25

- 0,25

- 0,75

- 1,25

- 1,75

- 2,25

9

8

7

6

5

4

3

2

1

Mean + (1,75 x DS)

Mean + (1,25 x DS)

Mean + (0,75 x DS)

Mean + (0,25 x DS)

Mean - (0,25 x DS)

Mean - (0,75 x DS)

Mean - (1,25 x DS)

Mean - (1,75 X DS)

Mean - (2,25 x DS)

6. Melakukan uji normalitas dengan kriteria pengujian data normal apabila X hitung lebih besar dari X tabel.

7. melakukan uji homoginitas varians kedua kelompok. Kedua kelompok memiliki varian yang sama ketika F hitung <F tabel.

8. Melakukan uji hipotesis dengan statistik, hipotesis ini dinyatakan sebagai berikut:H0: th < tt lawan H1: th > ttKriteria pengujian:Jika t hitung <t tabel, maka H0 diterimaJika t hitung> t tabel, maka H0 ditolak.AtauJika Sig (2-tailed)> d, maka H0 diterima.Jika sig (2 (tailed) <d, maka H0 ditolak 

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri., & Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djumingin, Sulastriningsih. 2004. Bahan Ajar Pengajaran Prosa Fiksi dan Drama.Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Fujiwiatna. 2003. "Kemampuan Siswa Kelas II SMU Negeri I Baraka Kabupaten Enrekang Menggunakan Plot Naskah Drama Radio Romantika Putih Abu-abu" .Skripsi . Makassar: FBS UNM.

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.Jakarta: Bumi Aksara.

50

Page 51: Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesiaresume Buku Metode Penelitian Sastra

Hartoko, Dick. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Hazin. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Bumi Aksara.

Juanda. 2002. Teori Sastra. Makassar: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Makassar.      

Muljana, Slamet. RB 1997. Bimbingan Seni Sastra. Jakarta: JB Wolters.

Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Nurgiatoro, Burhan.1995. Nilai Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPEE.

Nuriah. 1999. "Keterampilan memerankan Drama Siswa Kelas II SLTP Negeri 07 Soppeng Riaja Kabupaten Barru". Skripsi . Makassar: FBS UNM.

Rauf, Suherman. 2001. "Analisis Naskah Drama" Pengadilan "Karya M.Hasan Pabelatabisyam dengan Pendekatan Hermeneutika" . Skripsi . Makassar: FBS UNM.

Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rosdiana. 2002. "Penelitian Tindak Tutur Teks Percakapan Drama Sumur TanpaDasar. " Skripsi . Makassar: FBS UNM.

Rosidi, Ajip. 1998. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung : Percetakan Bina Cipta.

Sabda. 2006. Mempersiapkan Drama . Internet. http:/www. Sabda.org / pepak / pustaka / 010178 /

Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching.

Sudjana. 1999. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.   

Sufiani. 2004. "Problematika Pengajaran Drama di SLTP Negeri 3 Bantimurung Kabupaten Maros". Skripsi . Makassar: FBS UNM.Syamsuddin., & Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.Bandung: Rosda

51