14
1 Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk. DOI : http://dx.doi.org/10.24111/jrihh.v13i1.6469 Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan invasif Anatomical and energy characteristics of wood from three invasive species Silmi Yusri Rahmadani a,* , Alponsin Alponsin a ,Tesri Maideliza a , Robby Jannatan a Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang Jl. Limau Manis, Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat. 25163 *E-mail: [email protected] Diterima 15 September 2020, Direvisi 09 November 2020, Disetujui 28 Desember 2020 ABSTRAK Keberadaan tumbuhan asing atau invasif spesies sering dianggap sebagai masalah pada lingkungan dan ekonomi. Selain itu, kehidupan dari spesies invasif juga dianggap sebagai organisme yang mengancam keberlangsungan biodivesitas di suatu ekosistem. Di lain hal potensi tumbuhan invasif yang mampu tumbuh secara cepat dan mampu beregenerasi bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, contohnya produksi energi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik anatomi dan energi dari tumbuhan invasif Melastoma malabathricum, L., Calliandra callothyrsus, Meissn., dan Acacia Mangium, Willd yang berpotensi digunakan sebagai sumber untuk produksi energi alternatif. Penelitian ini menggunakan metoda purposive sampling dengan ketentuan sampel kayu dipotong pada ketebalan ≥5 cm. Hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif terhadap karakteristik anatomi kayu. Untuk diameter dan frekuensi vessel, tinggi dan lebar parenkim, serta nilai kalori, kadar abu dan kadar air dianalisis menggunakan Kruskall Wallis dan Mann Whitney. Karakteristik anatomi dari dua spesies invasif memiliki tipe vessel baur, sebaran vessel tunggal dan berganda, frekuensi vessel agak jarang sampai banyak, vessel berdiameter kecil sampai agak kecil serta tipe parenkim axial paratrakeal. Susunan jari-jari empulur uniseriet atau biseriet dengan 1 sampai 3 seri, kategori tinggi jari-jari empulur luar biasa pendek dan kategori lebar jari-jari empulur sempit sampai luar biasa sempit. Tipe komposisi sel penyusun jari-jari empulur dua tumbuhan invasif adalah homoroseluer. Nilai kalori dua spesies invasif ini mulai dari 3.887,59 sampai 4.132,99 kal/g. Kadar abu mulai dari 1,271,73% dan kadar air mulai dari 11,612,6%. Berdasarkan karakteristik energi, C. callothyrsus memenuhi standar untuk pembuatan biopellet berdasarkan SNI 8021 dan EN- 14961-2. Kata kunci: anatomi kayu; invasif spesies; nilai kalori ABSTRACT The presence of invasive species is often seen as environmental and economic problem. On the other hand, the potential of these species which have fast growing and regeneration ability can be used for various purposes such as alternative bioenergy utilization. This study is aimed to observe the wood anatomical and energy characteristics of invasive species such as Melastoma malabathricum, L., Calliandra callothyrsus, Meissn and Acacia mangium, Willd. It is potentially utilized as source of alternative energy. This study used purposive sampling method, and used wood samples with the thickness of about 5 cm. This research was analyzed descriptively for anatomy characteristic whereas the diameter and frequency of vessel, heigh and width of parenchyma then calorific value, ash and moisture content analyzed using Kruskall Wallis and Mann Whitney. Anatomical characteristic of wood from two species were diffuse porous vessel, solitary and multiple vessel, frequency of vessel were rare to many and diameter of vessel were small to rather small and paratracheal axial parenchyma. Rays were uniseriate or biseriate with 1-3 seriate, height of ray category was extremely short and width rays were

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

1

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

DOI : http://dx.doi.org/10.24111/jrihh.v13i1.6469

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan invasif

Anatomical and energy characteristics of wood from three invasive species

Silmi Yusri Rahmadania,*, Alponsin Alponsina,Tesri Maidelizaa, Robby Jannatana Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang Jl. Limau Manis, Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat. 25163

*E-mail: [email protected]

Diterima 15 September 2020, Direvisi 09 November 2020, Disetujui 28 Desember 2020

ABSTRAK

Keberadaan tumbuhan asing atau invasif spesies sering dianggap sebagai masalah pada lingkungan dan ekonomi. Selain itu, kehidupan dari spesies invasif juga dianggap sebagai organisme yang mengancam keberlangsungan biodivesitas di suatu ekosistem. Di lain hal potensi tumbuhan invasif yang mampu tumbuh secara cepat dan mampu beregenerasi bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, contohnya produksi energi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik anatomi dan energi dari tumbuhan invasif Melastoma malabathricum, L., Calliandra callothyrsus, Meissn., dan Acacia Mangium, Willd yang berpotensi digunakan sebagai sumber untuk produksi energi alternatif. Penelitian ini menggunakan metoda purposive sampling dengan ketentuan sampel kayu dipotong pada ketebalan ≥5 cm. Hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif terhadap karakteristik anatomi kayu. Untuk diameter dan frekuensi vessel, tinggi

dan lebar parenkim, serta nilai kalori, kadar abu dan kadar air dianalisis menggunakan Kruskall Wallis dan Mann Whitney. Karakteristik anatomi dari dua spesies invasif memiliki tipe vessel baur, sebaran vessel tunggal dan berganda, frekuensi vessel agak jarang sampai banyak, vessel berdiameter kecil sampai agak kecil serta tipe parenkim axial paratrakeal. Susunan jari-jari empulur uniseriet atau biseriet dengan 1 sampai 3 seri, kategori tinggi jari-jari empulur luar biasa pendek dan kategori lebar jari-jari empulur sempit sampai luar biasa sempit. Tipe komposisi sel penyusun jari-jari empulur dua tumbuhan invasif adalah homoroseluer. Nilai kalori dua spesies invasif ini mulai dari 3.887,59 sampai 4.132,99 kal/g. Kadar abu mulai dari 1,27–1,73% dan kadar air mulai dari 11,6–12,6%. Berdasarkan karakteristik energi, C. callothyrsus memenuhi standar untuk pembuatan biopellet berdasarkan SNI 8021 dan EN- 14961-2.

Kata kunci: anatomi kayu; invasif spesies; nilai kalori

ABSTRACT

The presence of invasive species is often seen as environmental and economic problem. On the other hand, the potential of these species which have fast growing and regeneration ability can be used for various purposes such as alternative bioenergy utilization. This study is aimed to observe the wood anatomical and energy characteristics of invasive species such as Melastoma malabathricum, L., Calliandra callothyrsus, Meissn and Acacia mangium, Willd. It is potentially utilized as source of alternative energy. This study used purposive sampling method, and used wood samples with the thickness of

about ≥5 cm. This research was analyzed descriptively for anatomy characteristic

whereas the diameter and frequency of vessel, heigh and width of parenchyma then calorific value, ash and moisture content analyzed using Kruskall Wallis and Mann Whitney. Anatomical characteristic of wood from two species were diffuse porous vessel, solitary and multiple vessel, frequency of vessel were rare to many and diameter of vessel were small to rather small and paratracheal axial parenchyma. Rays were uniseriate or biseriate with 1-3 seriate, height of ray category was extremely short and width rays were

Page 2: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

2

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

narrow to extremely narrow. All rays were homorocelular with upright or procumbent cells. The calorific value of these species started from 3,887.59 to 4,132.99 kal/g. Ash content start from 1.27–1.73% meanwhile the moisture content were 11.6–12.6%. Base on energy properties, Calliandra callothyrsus, Meissn. fulfilled the standard of bio pellet production base on SNI 8021 and EN- 14961-2.

Keywords: calorific value; invasive species; wood anatomy

I. PENDAHULUAN

Tumbuhan invasif merupakan spesies asing yang tumbuh dan menyebar secara cepat serta mampu mengalahkan spesies asli (Sunaryo et al., 2012). Selain itu, invasif spesies menyebabkan beberapa masalah pada lingkungan dan ekonomi pada ekosistem tersebut (Vilà et al., 2011). Kehadiran kehidupan spesies invasif juga dianggap sebagai ancaman pada keberlangsungan biodiversitas di bumi (Foxcroft et al., 2013: Early et al., 2016). Penyebaran spesies invasif bervariasi secara global di mana spesies ini memiliki jangkauan habitat yang luas baik basah maupun kering (Aref et al., 2017). Karakteristik penting spesies invasif yang mampu mendominasi habitat baru diantaranya adalah efisiensi dalam perkembangbiakan, proses pembungaan yang cepat, tingkat kesuburan tinggi, kemampuan kompetisi yang tinggi, produksi biji tinggi, tingkat pertumbuhan cepat, kemampuan aklimatisasi, reproduksi vegetatif serta efektifitas dispersal (Baruch et al., 2000). Invasif spesies juga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta mampu berubah walaupun pada ekosistem yang rusak (Mukaromah & Imron, 2020).

Keberadaan spesies invasif yang sering dianggap sebagai tumbuhan merugikan memiliki potensi dalam menghasilkan energi alternatif atau bioenergi. Beberapa potensi spesies invasif sebagai bioenergi yaitu Calotropis procera, Rhazya stricta, Phragmites australis (Aref et al., 2017), F. japonica, H. mantegazzianum, I. glandulifera dan S. gigantea (Meerbeek et al., 2015). Indonesia memiliki beberapa tumbuhan invasif diantaranya M. malabathricum, dan C. callothyrsus, yang belum dieksplorasi pemanfaatannya. M. malabathricum adalah

kelompok invasif spesies yang terdistribusi

secara luas di Asia Tenggara, serta merupakan tumbuhan asli subtropis dan tropis (Sari et al., 2018). Sedangkan C. callothyrsus adalah invasif spesies yang terdistribusi luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Hendrati et al., 2014).

M. malabathricum dan C. callothyrsus termasuk pada tanaman trubusan yang secara alami dapat melakukan proses regenerasi dan memiliki potensi sebagai pembangkit energi yang besar dan memadai (Amirta, 2018). Di Indonesia, A. mangium merupakan salah satu tumbuhan invasif yang telah dikembangkan untuk penggunaan biomassa dan pulp (Marsoem & Irawati, 2016). Potensi penggunaan A. mangium untuk biomasa karena tingginya nilai kalori yang dimiliki oleh A. mangium serta kadar abu yang rendah (Marsoem & Irawati, 2016). Hal ini yang mendasari A. mangium digunakan sebagai pembanding dan juga standar untuk dua tumbuhan invasif C. callothyrsus dan M. malabathricum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai karakteristik anatomi, nilai kalori, kandungan abu dan air yang terdapat pada kayu M. malabathricum dan C. callothyrsus yang berkontribusi pada upaya diferensiasi spesies dan upaya pemanfaatannya.

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan Penelitian ini menggunakan bahan

kayu dari tiga spesies invasif M. malabathricum, C. callothyrsus dan A. mangium, safranin 1%, alcian blue 1%, alkohol bertingkat (30%, 50% 70%, 96% dan 100%), entelan, xilol, gliserin, kawat chrom, methyl orange, gas O2 (Oksigen), natrium karbonat, objek dan cover glass. Sedangkan alat yang digunakan adalah mikroskop Olympus cx21, kamera

Page 3: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

3

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

mikroskop optilab, oven, tanur, adiabatic oxygen bom calorimeter, dan sliding microtome Thermo Fisher HM-430, serta timbangan analitik.

2.2 Metode

Sampel kayu invasif spesies M. malabathricum, C. callothyrsus dan A. mangium berasal dari Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas (0º 54’12,753” S, 100º 28’ 02,999” E). A. mangium digunakan untuk

perbandingan semua data terhadap dua invasif spesies baik dari karakteristik anatomi ataupun energinya. Sampel kayu dipotong pada ketebalan ≥5 cm diambil dari masing-masing spesies dengan dimensi 2x2x5 cm untuk tiga pengamatan bidang anatomi yaitu transversal, tangensial dan radial (Nisgoski et al.,

2014). Pengukuran nilai energi pada masing-masing spesies dilakukan dengan membuat kayu menjadi serbuk kecil serta dihitung nilai kalori, kadar abu dan kadar air.

2.2.1 Pengamatan anatomi kayu

Pembuatan sampel uji untuk tiga bidang orientasi (transversal, radial, tangensial) menggunakan metoda Schmit dan Nele (2012). Sampel yang telah dibuat potongan seperti balok kayu direbus sampai lunak kemudian disimpan di dalam campuran gliserin, alkohol dan air (1:1:1) untuk pelunakan kayu, setelah itu potongan kayu disayat menggunakan mikrotom sorong dengan tebal sayatan antara 10-15 μm. Selanjutnya dibilas dengan air dan diwarnai safranin 1% dan alcian blue 1% dengan konsentrasi 1:1 selama 30 menit, kemudian dibilas dengan air dan sayatan didehidrasi dalam alkohol bertingkat dengan konsentrasi 30%, 50% 70%, 96% dan 100% masing-masingnya 5-10 menit. Terakhir sayatan dijernihkan dengan xilol selama 5 menit kemudian dipindahkan ke kaca objek, ditetesi entelan dan ditutup dengan cover glass. 2.2.2 Penentuan nilai kalori

Nilai kalori kayu dihitung berdasarkan metoda Assosiation Official Analytic Chemistry (AOAC) 1999. Sembilan sampel

serbuk kayu (3 sampel untuk masing-masing spesies) yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 70ºC. Sampel uji ditimbang antara 0,5–1 gram dan dilakukan pengukuran nilai kalori menggunakan adiabatic oxygen bomb calorimeter. Jumlah nilai kalori dari sampel uji ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan nilai kalori seperti pada Persamaan 1.

E ( )

(AOAC, 1999) (1)

Dalam persamaan ini, E menyatakan nilai kalori (kal/g), b adalah suhu akhir ºC, a adalah suhu awal ºC, k adalah kawat platina yang terbakar, ti adalah volume Na2CO3 yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi, dan w = 2436 (water equiva).

2.2.3 Analisis kadar air Nilai kadar air dihitung menggunakan

metoda Assosiation Official Analytic Chemistry (AOAC), 2005. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan pada cawan yang telah diketahui berat konstan sebelumnya. Setelah itu, sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100º-105ºC sampai berat tidak berubah (8-12 jam). Nilai persentase kadar air dihitung dengan rumus perhitungan kadar air seperti pada Persamaan 2.

Kadar air

(AOAC, 2005) (2)

Dalam persamaan ini W1 menyatakan berat sampel awal (g), W2 adalah berat sampel setelah dikeringkan (g). 2.2.4 Analisa kadar abu

Nilai kadar air dihitung menggunakan metoda Assosiation Official Analytic Chemistry (AOAC), 2005. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui berat konstannya. Kemudian sampel dibakar dalam tanur dengan suhu 600ºC selama 4–5 jam (sampai sampel berwarna putih seluruhnya). Pindahkan sampel ke oven 105ºC lalu dinginkan dalam desikator dan timbang. Nilai persentase kadar abu

Page 4: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

4

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

dihitung dengan rumus perhitungan kadar abu seperti pada Persamaan 3.

Kadar abu

(AOAC, 2005) (3)

Dalam persamaan ini W1 menyatakan berat sampel sebelum diabukan (g), W2 adalah berat sampel setelah diabukan (g).

2.2.5 Analisis data Hasil penelitian dianalisis secara

deskriptif terhadap karakteristik yang terdapat pada pengamatan sayatan transversal, tangensial, serta radial masing-masing spesies. Deskripsi anatomi kayu dari tiga invasif spesies mengacu pada IAWA list of microscopic features for hardwood identification (Wheeler et al., 1989) dan juga (Mandang et al., 2008). Pengamatan sayatan transversal meliputi tipe vessel, sebaran vessel, diameter vessel frekuensi vessel, serta tipe parenkim axial. Untuk pengamatan sayatan tangensial parameter yang diamati adalah tipe susunan jari-jari empulur, tinggi serta lebar dari jari-jari empulur. Sedangkan untuk pengamatan radial terdiri dari komposisi sel penyusun jari-jari empulur. Untuk pengamatan kuantitaif seperti diameter vessel, frekuensi vessel, tinggi dan lebar jari-jari empulur diamati sebanyak 30 sel dalam 1 preparat permanen kayu (Krisdianto & Balfas, 2016). Hasil perhitungan dan pengukuran dari pengamatan kuantitatif dirata-ratakan dan dihitung standar deviasinya. Untuk diameter vessel, tinggi parenkim, lebar parenkim frekuensi vessel, nilai kalori, kadar air, dan kadar abu dianalisis dengan uji Kruskal Wallis. Adanya keadaan yang menunjukkan beda nyata (sign<0,05) dilanjutkan dengan uji berganda Mann-Whitney pada taraf 5% serta dilakukan uji korelasi spearman antara karakter anatomi yang diukur dengan nilai kalori, kadar air dan kadar abu dengan menggunakan aplikasi SPSS 19.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Struktur Anatomi Kayu Pada Sayatan Transversal

Karakteristik anatomi kayu merupakan sumber informasi yang bernilai untuk studi lingkungan (Fonti et al., 2010), kajian ini menentukan infomasi ekologi baik baru atau tambahan, serta dapat melihat hubungan pertumbuhan kayu dengan lingkungan (Wangkhem et al., 2020). Pada pengamatan sayatan transversal kali ini dilihat tipe susunan, tipe sebaran, diameter dan frekuensi vessel serta tipe parenkim aksial dari tiga spesies invasif (Tabel 1). Tipe susunan serta sebaran vessel dari

tiga spesies invasif tersebut sama yaitu diffuse porous atau baur dengan vessel tersebar secara soliter dan berganda. Nirsatmanto et al. (2017) melaporkan A. mangium dan A. auricularis memiliki vessel dengan tipe baur dengan sebaran soliter atau berganda. Begitu juga dengan laporan Silva (2015) lima spesies dari famili melastomataceae memiliki vessel dengan tipe baur dengan sebaran soliter atau berganda. Steppe & Lemeur (2007) melaporkan perbedaan anatomi kayu sangat mempengaruhi nilai kapasitas hidraulik. Kayu dengan tipe diffuse porous memiliki kapasitas hidraulik yang lebih rendah dibandingkan tipe ring porous.

Perbedaan ini terkait dengan elastisitas jaringan penyimpanan batang pada masing-masing tumbuhan. Kapasitas hidraulik berhubungan dengan transportasi air yang dilakukan oleh xylem.

Pada pengamatan parenkim aksial tiga spesies invasif termasuk pada tipe paratrakeal (Gambar 1). M. malabathricum, memiliki tipe scanty paratrakeal. Laporan Silva (2015) mengemukakan bahwa lima spesies dari famili melastomataceae memiliki tipe parenkim aksial scanty

paratrakeal. Wheeler et al., (1989) menyatakan bahwa parenkim axial bertipe scanty paratrakeal adalah parenkim aksial yang jarang terhubung dengan vessel atau

selubung parenkim yang tidak sempurna di sekitar vessel. Tipe aksial parenkim C. callothyrsus, Meisn. memiliki tipe paratrakeal winged-aliform, aksial parenkim dengan tipe paratrakeal winged-aliform

adalah aksial parenkim yang mengelilingi atau ke satu sisi vessel dengan ekstensi lateral yang memanjang dan sempit (Wheeler et al., 1989). Sedangkan A.

Page 5: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

5

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

mangium, bertipe paratrakeal vasicentric yaitu aksial parenkim terbentuk seperti

bundar sampai oval yang terkait langsung

Gambar 1. Penampang Transversal dari C. callothyrsus (A dan D), A. mangium

(B dan E), M. malabathricum (C dan F). Keterangan VS: Vessel; JE: Jari-jari Empulur

dengan vessel tunggal atau berganda secara sempurna (Morris, 2016). Dilihat dari fungsinya, axial parenkim yang terhubung langsung dengan vessel lebih

baik karena hal ini berhubungan dengan system pengangkutan air dan jaringan aksesoris pada tumbuhan (Morris, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Nirsatmanto et al. (2017) melaporkan seluruh jenis akasia tropis memiliki tipe aksial parenkim paratrakeal vasicentric. Perbedaan karakter anatomi dari ketiga spesies ini disebabkan karena jenis tumbuhan ini berbeda baik dari tingkat spesies dan juga famili. Nirsatmanto et al. (2017) menyatakan untuk masing-masing spesies Acacia memiliki anatomi dengan proporsi vessel dan jari-jari empulur berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan karakter dominan yang dimiliki induk betina untuk masing-masing karakter yang diturunkan pada spesies tersebut. Menurut Zheng & Martínez-Cabrera (2013) karakter parenkim pada angiospermae akan memiliki fungsi yang berbeda dan merupakan suatu karakter yang diturunkan serta memiliki peranan penting dalam

strategi ekologi. Beberapa fungsi dari parenkim pada kayu adalah sebagai tempat penyimpanan (Wheeler et al., 2007), terlibat dalam perbaikan pembuluh (Salleo et al., 2004) serta dapat memproduksi metabolisme sekunder untuk melawan adanya pathogen (Wheeler et al., 2007).

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sebaran vessel pada ketiga spesies tumbuhan tersebut adalah diffuse porous atau baur. Menurut Steppe & Lemeur (2007) sebaran vessel akan mempengaruhi

aliran air dan penyimpanan, dengan sebaran vessel yang banyak memungkinkan kandungan air yang terdapat pada tumbuhan juga banyak. Von Arx et al. (2012) melaporkan distribusi ukuran vessel ke elemen yang lebih luas mengalirkan air 54% lebih efisien. Steppe & Lemeur (2007) juga melaporkan bahwa kapasitas hidraulik (hydraulic capacitance) yang rendah pada tumbuhan dengan sebaran vessel bertipe baur. Menurut Scholz et al. (2011) hal ini akan mempengaruhi sumber air internal yang berhubungan dengan ukuran batang. Hydraulic capacitance berkaitan dengan

Page 6: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

6

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

fotosintesis dan pertumbuhan serta biomassa yang dihasilkan. Barotto et al. (2017) juga melaporkan bahwa ukuran

vessel yang besar dalam jumlah kecil berkontribusi lebih signifikan pada kapasitas tranportasi air di xylem dari pada

Tabel 1. Karakteristik Anatomi Kayu Invasif Spesies pada Sayatan Transversal

Jenis Invasif Spesies

Pori/vessel

Tipe Parenkim aksial

Rerata Diameter

vessel

(µm)±SD

Kategori

Rerata Frekuensi

vessel

(jumlah/mm2)

Kategori Tipe

vessel Sebaran

C. callothyrsus 95,64±16,81b Kecil 8,±2,30a Agak Jarang

Soliter dan

berganda

Diffuse porous

Paratrakeal

winged-aliform

M. malabathricum

57.48±6,58a Kecil 20,6±6,54b Banyak

Soliter dan

berganda

Diffuse porous

Paratrakeal

Scanty

A. mangium 117.98±18,53b Agak Kecil

8.8±1,78a Agak jarang

Soliter dan

berganda

Diffuse porous

Paratrakeal

Vasicentric

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji lanjut Mann-Whitney pada taraf 5%.

ukuran vessel yang kecil dengan jumlah besar. Marsoem & Irawati (2016) menambahkan diameter dan frekuensi vessel berkontribusi pada proses pembakaran yang lebih mudah karena aliran oxigen ke kayu lebih baik.

M. malabathricum memiliki kerapatan vessel yang lebih tinggi dibandingkan C. callothyrsus dan A. mangium. Kerapatan vessel ini akan berbanding terbalik dengan diameter vessel. Meningkatnya jumlah vessel akan mengurai diameter vessel pada tumbuhan (Schreiber et al., 2015). Karakter kuantitafif vessel ini merupakan bentuk

plastisitas dari tumbuhan yang dipengaruhi oleh temperatur, kekeringan dan kelembaban. Diameter vessel dianggap sebagai hal yang mewakili variabel penting pada tumbuhan (Zimmarmann & Jeje, 1981; Savage et al., 2010; Morris et al., 2018). Menurut hukum Hagen-Poiseuille, bahkan peningkatan ukuran diameter vessel kecil akan menghasilkan

peningkatan konduktivitas yang besar (Kotowska et al., 2015; Morris et al., 2016). Menurut Gleason et al. (2016) dengan efisiensi konduktivitas hydraulic yang tinggi memberikan keuntungan dalam hal fotosintesis. Ketika terjadi perubahan iklim tumbuhan invasif memiliki plastisitas tinggi dan merupakan suatu strategi ekologis yang baik jika dibandingkan dengan tumbuhan natif (Davidson et al., 2011). Menurut Von Arx et al. (2012) plastisitas pada tumbuhan erat kaitannya dengan keseimbangan kandungan air yang menentukan kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Nicotra et al. (2010) menambahkan bahwa plastisitas merupakan kunci fungsional tumbuhan dalam merespon perubahan iklim. Salah satu bentuk respon tersebut terkait dengan sistem transportasi air.

3.2 Struktur Anatomi Kayu pada Sayatan Tangensial

Pengamatan tangensial dari tiga spesies invasif memberikan informasi mengenai tipe susunan serta ukuran dari jari-jari empulur. Dilihat dari tipe susunan jari-jari empulur, C. callothyrsus memiliki 1 atau 3 seri jari-jari empulur, sejalan dengan laporan Stepanova et al. (2013) bahwa susunan jari-jari empulur dari kelas fabaceace umumnya memiliki 1 sampai 3 seri jari- jari empulur. M. malabathricum dan A. mangium memiliki tipe uniseriet

Page 7: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

7

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

dengan 1 atau 2 seri jari-jari empulur (Gambar 2). Silva (2015) melaporkan susunan jari-jari empulur dari lima spesies

Gambar 2. Sayatan Tangensial dari C. callothyrsus (A), M. malabathricum (B) A.

mangium (C) Keterangan: JE: Jari-jari Empulur Tabel 2. Karakteristik Anatomi Kayu Invasif Spesies pada Sayatan Tangensial

Jenis Invasif Spesies

Jari-Jari Empulur

Susunan Jari-Jari Empulur

Tinggi (mm) ±SD

Kategori Lebar (µm)±SD

Kategori

C. callothyrsus 1 sampai

3 seri 168,29±86.80

a Luar biasa

pendek 20,91±4.9

7c Sempit

M. malabathricum

1 sampai 2 seri

221,57±117.25b

Luar biasa pendek

16,66±2.56b

Luar biasa sempit

A. mangium 1 sampai

2 seri 139,57±40.96

a Luar biasa

pendek 12,97±2.6

3a Luar biasa

sempit

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji lanjut Mann-Whitney pada taraf 5%.

famili melastomataceae adalah uniseriet terkadang 1 atau 2 seri jari-jari empulur. Nirsatmanto et al. (2017) mengamati susunan jari-jari empulur pada aksia tropis bertipe uniseriet atau biseriet.

Ukuran jari-jari empulur dapat dihitung dari tinggi dan lebar masing-masing spesies pada satu bidang pandang. Sama halnya dengan ukuran tinggi jari-jari empulur tiga spesies masuk pada kategori yang sama yaitu luar biasa pendek. Akan tetapi pada ukuran lebar jari-jari empulur memiliki perbedaan C. callothyrsus, bertipe sempit sedangkan dua spesies lainnya M. malabathricum, A. mangium kategori luar biasa sempit.

Berdasarkan Tabel 2 M. malabathricum memiliki ukuran jari-jari

empulur paling tinggi secara statistik meskipun ketiga spesies ini tergolong ke

dalam kategori luar biasa pendek. Menurut Von Arx et al. (2015) parenkim pada xilem merupakan jaringan hidup yang berperan secara ekologis serta eko-fisiologis. Peranan penting dari jaringan ini adalah suplai karbon dan air untuk kelangsungan hidup pohon yang merupakan suatu tanggapan terhadap kondisi lingkungan.

3.3 Struktur Anatomi Kayu pada

Sayatan Radial Hasil dari pengamatan sayatan radial

akan menginformasikan tipe komposisi dari jari-jari empulur dari kayu. Secara garis besar, tipe komposisi jari-jari empulur tebagi menjadi dua, yaitu homoroseluler dan heteroseluler. Pembagian tipe ini berdasarkan adanya sel baring dan sel tegak yang dimiliki oleh jari-jari empulur tersebut. Tiga jenis spesies invasif memiliki

Page 8: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

8

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

tipe sel penyusun jari-jari empulur yang sama yaitu homoroseluer yang terdiri dari sel baring atau sel tegak saja.

C. callothyrsus dan A. mangium memiliki satu sel yang sama yaitu sel baring

Gambar 3. Sayatan Radial dari C. callothyrsus (A), M. malabathricum (B) A. mangium

(C); Keterangan: SB: Sel baring (procumbent ray cells); ST: Sel tegak (upright ray cells).

(procumbent ray cells) saja sedangkan M. malabathricum memiliki satu sel tegak (upright ray cells) saja. Laporan dari Silva (2015) bahwa lima dari spesies dari famili melastomataceae memiliki komposisi jari-jari empulur homoroseluler dengan adanya sel tegak saja. Wheeler et al. (1989) menyatakan sel baring (procumbent ray cells) adalah sel jari-jari empulur dengan

dimensi radial yang paling panjang yang terlihat pada satu bidang sayatan radial. Sedangkan sel tegak (upright ray cells) adalah sel jari-jari empulur dengan dimensi aksial paling panjang yang terlihat pada satu bidang sayatan radial. Komposisi jari-jari empulur ini berkaitan dengan transportasi senyawa karbohidrat atau gula. Menurut Carlquist (1975) konduksi radial (radial conduction) lebih efisien diharapkan pada jari-jari empulur yang terdiri dari baring (procumbent ray cells) daripada sel persegi atau tegak (upright ray cells), karena jumlah sambungan sel ke sel yang disilangkan lebih kecil pada sel baring. 3.4 Karakteristik Energi Kayu

Nilai kalori yang terkandung pada kayu invasif spesies menggambarkan nilai yang bervariasi (Tabel 3). Nilai kalori pada C. callothyrsus 4.132,99 kal/g tertinggi dari dua spesies lain M. malabathricum, L. 3.887,59 kal/g dan A. mangium, 4.037,63 kal/g. Dengan nilai C. callothyrsus dan A. mangium yang besar dari 4.000 kal/g, dua

spesies ini berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bahan dasar pembuatan pellet kayu. Perbedaan nilai kalori dari ketiga jenis invasif spesies dari segi anatomi diantaranya disebabkan oleh perbedaan diameter dan frekuensi vessel yang dimilikinya. Selain itu kandungan lignin dan berat jenis pada tumbuhan mempengaruhi nilai kalori yang dihasilkan. Laporan dari Islam et al. (2019) menyatakan kayu dengan kandungan massa jenis yang lebih tinggi memiliki kandungan energi tinggi. Islam et al. (2019) menyatakan kandungan lignin memberikan nilai kalori yang tinggi pada kayu. Hendrati et al. (2014) melaporkan C. callothyrsus memiliki kerapatan yang tinggi dengan berat jenis 0,5–0,8 serta kandungan lignin yang cukup tinggi (>30%) sehingga sangat baik digunakan untuk suplai bahan baku pellet.

Diameter dan frekuensi vessel

berhubungan dengan sumber energi yang dimiliki oleh tumbuhan kayu. Diameter vessel yang lebih besar dan frekeuensi vessel yang lebih banyak akan mengurangi

nilai kayu sebagai sumber energi karena dalam volume kayu yang sama memiliki kandungan zat padat yang lebih rendah (Marsoem & Irawati, 2016). Hal ini sejalan dengan nilai diameter dan frekuensi vessel yang dimiliki oleh A. mangium dan C. callothyrsus. A. mangium memiliki diameter vessel yang agak kecil dan frekeunsi vessel yang agak jarang. Nilai frekuensi vessel C. callothyrsus sama dengan A.

Page 9: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

9

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

mangium yang masuk pada kategori agak jarang. Kategori tersebut menjadikan dua spesies invasif ini memiliki nilai kalori yang berpotensi dijadikan bahan dasar pembuatan pellet. Persyaratan nilai kalori untuk produksi pellet yang sesuai dengan SNI 8021 (2014) adalah minimal 4.000 kal/g sedangkan menurut standar EN- 14961-2 (2013) nilai kalori pellet adalah dalam rentang 3.941 ≤ Q ≤ 4.538. Potensi M. malabathricum untuk dijadikan bahan pembuatan pellet bisa dipertimbangkan disebabkan oleh nilai kalori ini belum diukur dalam bentuk pellet. Hal ini disebabkan karena nilai kalori dari M. malabathricum 3.887,59 kal/g mendekati nilai standar minimal yang disyaratkan oleh SNI 8021: 2014. Proses pembuatan pellet yang menambah beberapa bahan-bahan perekat seperti tapioka akan menambah nilai kalori yag terdapat pada pellet kayu. Laporan dari Damayanti et al. (2017); Junaidi et al. (2017) dengan penambahan perekat tapioka 20% pada bahan dasar akan menambah nilai kalori yang terdapat pada pellet kayu.

Kadar air tiga spesies invasif mulai dari 11,6–12,6% (Tabel 3). Seperti halnya dengan nilai kalori, C. callothyrsus dan A. mangium memiliki kadar air yang masuk kategori standar minimal SNI 8021 (2014) yaitu ≤ 12 . Kadar abu ketiga spesies ini tidak masuk dalam kategori standar eropa EN-14961-2 akan tetapi pada proses pembuatan pellet menggunakan suhu dan tekanan tinggi, hal ini dapat mengurangi kadar air yang terdapat pada bahan apabila sudah dalam bentuk pellet. Kadar air yang lebih dari 15% dalam bahan

mentah akan menyulitkan dalam proses pembuatan pellet (Thiffault et al., 2019). Menurut Bantacut et al. (2013), tingginya suhu dan tekanan berdampak pada berkurangnya kandungan air pada bahan baku yang dikempa menjadi bentuk biopellet.

Kadar abu, C. callothyrsus memiliki

nilai yang sesuai dengan standar minimal yang ditentukan SNI 8021: 2014 yaitu minimal 1,5%. Akan tetapi kadar abu tiga spesies invasif memenuhi standar EN- 14961-2 yakni di bawah nilai 3. Abu merupakan sisa senyawa anorganik pada kayu yang tidak bisa dibakar (Yazdani et al., 2012). Nasser & Aref (2014) menambahkan bahwa abu merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam industri kayu khususnya untuk produksi energi. Menurut Nisgoski et al. (2014) semakin rendah nilai kadar abu kayu, maka akan semakin tinggi nilai kalori yang dimiliki dari kayu tersebut. Bantacut et al. (2013) menambahkan biopellet dengan kadar abu yang tinggi tentunya tidak akan memenuhi persyaratan apabila digunakan sebagai bahan bakar pemanas ruangan (residential heating). Pada uji korelasi spearman

karakter anatomi lebar dan tinggi jari-jari parenkim, diameter dan frekuensi vessel, kadar abu dan kadar air tidak berkorelasi (sign>0,05). Sedangkan nilai kalori berkorelasi negatif terhadap frekuensi vessel (-0,788) hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai kalori maka frekuensi vessel-nya semakin rendah dan

nilai korelasi ini tergolong tinggi yaitu 78,8%. Hal serupa juga ditemukan oleh Marsoem & Irawati (2016).

Tabel 3. Nilai Kalori Kadar Air dan Kadar Abu Kayu

Parameter Uji

Jenis Invasif Spesies SNI 8021

EN- 14961-2 C. callothyrsus M. malabathricum A. mangium

(kal/g) ± SD 4.132,99±86,61 3.887,59±12,83 4.037,63±70,33

Min 4000

3.941≤Q≤4.538

Kadar Air (%) ± SD

12±0,01 12,6± 0,00 11,6±0,01 Maks1

2 Maks 10

Page 10: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

10

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

Kadar Abu (%) ± SD

1,27±0,75 1,73±0,40 1,91±0,98 Maks 1.5

Maks 3

4 KESIMPULAN

Karakteristik anatomi dari tiga spesies invasif sangat bervariasi. Dilihat dari tipe vessel, pada kedua spesies invasif bertipe vessel baur, sebaran vessel tunggal-berganda, frekuensi vessel agak jarang sampai banyak, vessel berdiameter kecil sampai agak kecil serta tipe parenkim axial paratrakeal. Susunan jari-jari empulur uniseriet atau multiseriet dengan 1–3 seri, kategori tinggi jari-jari empulur luar biasa pendek dan lebar jari-jari empulur sempit sampai luar biasa sempit. Dari karakteristik energi, nilai kalori dua spesies invasif ini mulai dari 3.887,59 sampai 4.132,99 kal/gr. Kadar abu mulai dari 1,27–1,73% dan kadar air mulai dari 11,6–12,6%. Berdasarkan karakteristik energi, C. callothyrsus memenuhi standar untuk pembuatan biopellet berdasarkan SNI 8021 (2014) dan EN- 14961-2.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penelitian ini dibiayai oleh Dana PNBP Fakultas MIPA Universitas Andalas sesuai dengan kontrak penelitian Nomor: 30/UN.16.03D/PP/FMIPA/2020 Tahun Anggaran 2020. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada Bapak Syarif selaku teknisi laboratorium yang telah berkontribusi membantu pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amirta, R. (2018). Pelet kayu energi hijau masa depan. Samarinda: Mulawarman University Press.

Association Official Analitical Chemist. (1999). Official methods of analysis. 16 th ed.; AOAC International, Maryland USA: Author

Association Official Analitical Chemist. (2005). Official methods of analysis.

(18 ed); AOAC International, Maryland USA: Author

Aref, I. M., Salem, M. Z., Shetta, N. D., Alshahrani, T. S., & Nasser, R. A. (2017). Possibility of using three invasive non-forest tree species as an alternative source for energy production. Journal of Wood Science, 63(1), 104–114. https://doi.org/10.1007/s10086-016-1599-7

Bantacut, T., Djeni., H. & Rathi. N. (2013). The quality of biopellet from combination of palm shell charcoal and palm fiber. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 (1), 1-12

Barotto, A. J., Monteoliva, S., Gyenge, J., Martínez-Meier, A., Moreno, K., Tesón, N., & Fernández, M. E. (2017). Wood density and anatomy of three eucalyptus species: Implications for hydraulic conductivity. Forest Systems, 26(1), 1–11. https://doi.org/10.5424/fs/2017261-10446

Baruch, Z., Pattison, R. R., & Goldsteint, G. (2000). Responses to light and water availability of four invasive melastomataceae in the Hawaiian islands. International Journal of Plant Sciences, 161(1), 107–118. https://doi.org/10.1086/314233

Carlquist, S. (1975). Wood anatomy of onagraceae, with notes on alternative modes of photosynthate movement in dicotyledon woods author (s): Sherwin Carlquist Source : Annals of the Missouri Botanical Garden, (62)2 (1975), pp.386-424 Published by : Missouri. 62(2), 386–424.

Damayanti, R., Lusiana, N., & Prasetyo, J. (2017). Studi pengaruh ukuran partikel dan penambahan perekat tapioka terhadap karakteristik biopelet dari kulit coklat (Theobroma Cacao L.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Jurnal Teknotan, 11(1). https://doi.org/10.24198/jt.vol11n1.6

Page 11: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

11

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

Davidson, A. M., Jennions, M., & Nicotra, A. B. (2011). Do invasive species show higher phenotypic plasticity than native species and, if so, is it adaptive? A meta-analysis. Ecology Letters, 14(4), 419–431. https://doi.org/10.1111/j.1461-0248.2011.01596.x

Early, R., Bradley, B. A., Dukes, J. S., Lawler, J. J., Olden, J. D., Blumenthal, D. M., Gonzalez, P., Grosholz, E. D., Ibañez, I., Miller, L. P., Sorte, C. J. B., & Tatem, A. J. (2016). Global threats from invasive alien species in the twenty-first century and national response capacities. Nature Communications, 7. https://doi.org/10.1038/ncomms1248

EN 14961-2. (2013). Handbook for The Certification of Wood Pellets for Purposes (Version 2). Brussels

EN 14961-2. (2013). Handbook for the certification of wood pellets for purposes (version 2). Brussels

Fonti, P., Arx, G. Von, & Garcı, I. 2010 . Studying global change through investigation of the plastic responses of xylem anatomy in tree rings. New Pythologist, 185, 42–53.

Foxcroft LC, Richardson DM, Pyšek P, Genovesi P. (2013). Invasive alien plants in protected areas: threats, opportunities, and the way forward. In plant invasions in protected areas: patterns, problems and challenges. India: Springer Netherlands. 621–639

Gleason, S. M., Westoby, M., Jansen, S., Choat, B., Hacke, U. G., Pratt, R. B., Bhaskar, R., Brodribb, T. J., Bucci, S. J., Cao, K. F., Cochard, H., Delzon, S., Domec, J. C., Fan, Z. X., Feild, T. S., Jacobsen, A. L., Johnson, D. M., Lens, F., Maherali, H., … Zanne, A. E. (2016). Weak tradeoff between xylem safety and xylem-specific hydraulic efficiency across the world’s woody plant species. New Phytologist, 209(1), 123–136. https://doi.org/10.1111/nph.13646

Hendrati, R. L., Suwandi, & Margiyanti. (2014). Budidaya kaliandra (Calliandra calothyrsus). Bogor: IPB Press

Islam, M. N., Ratul, S. B., Sharmin, A., Rahman, K. S., Ashaduzzaman, M., & Uddin, G. M. N. (2019). Comparison of calorific values and ash content for different woody biomass components of six mangrove species of Bangladesh Sundarbans. Journal of the Indian Academy of Wood Science,

16(2), 110–117. https://doi.org/10.1007/s13196-019-00246-9

Junaidi, Ariefin, & Mawardi, I. (2017). Pengaruh persentase perekat terhadap karakteristik pellet kayu dari kayu sisa gergajian. Jurnal Mesin Sains Terapan, 1(1), 13–17.

Kotowska, M. M., Hertel, D., Rajab, Y. A., Barus, H., & Schuldt, B. (2015). Patterns in hydraulic architecture from roots to branches in six tropical tree species from cacao agroforestry and their relation to wood density and stem growth. Frontiers in Plant Science, 6, 191

Krisdianto & Balfas, J. (2016). Anatomical properties and fibre quality of wood and hanging roots of beringin (Ficus benjamina Linn.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 21(1), 13–19. https://doi.org/10.18343/jipi.21.1.13

Mandang, Y.I., Ratih D, Tajudin EK & Siti N. (2008). Pedoman identifikasi kayu ramin dan kayu mirip ramin. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bekerja Sama Dengan International Tropical Timber Organization (ITTO).

Marsoem, S. N., & Irawati, D. (2016). Basic properties of Acacia mangium and Acacia auriculiformis as a heating fuel. AIP Conference Proceedings, 1755. https://doi.org/10.1063/1.4958551

Meerbeek, K. Van, Sciences, E., & Leuven, K. U. (2015). On the map biomass of invasive plant species as a potential feedstock for bioenergy production. 273–282. https://doi.org/10.1002/bbb

Morris, H. R. (2016). The structure and function of ray and axial parenchyma in woody seed plants. Dissertation. ULM.

Page 12: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

12

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14

Morris, H., Gillingham, M. A. F., Plavcová, L., Gleason, S. M., Olson, M. E., Coomes, D. A., Fichtler, E., Klepsch, M. M., Martínez-Cabrera, H. I., McGlinn, D. J., Wheeler, E. A., Zheng, J., Ziemińska, K., & Jansen, S. 2018 . Vessel diameter is related to amount and spatial arrangement of axial parenchyma in woody angiosperms. Plant Cell and Environment, 41(1), 245–260. doi.org/10.1111/pce.13091

Mukaromah, L., & Imron, M. A. (2020). Invasive plant species in the disturbed forest of Batukahu Nature Reserve, Bali, Indonesia. Biotropia, 27(1), 22–32. https://doi.org/10.11598/btb.2020.27.1.933

Nasser, R. A., & Aref, I. M. (2014). Fuelwood characteristics of six acacia species growing wild in the Southwest of Saudi Arabia as affected by geographical location. BioResources, 9(1), 1212–1224. https://doi.org/10.15376/biores.9.1.1212-1224

Nasional, B.S. (2014). SNI ISO 8021: 2014. Pelet Kayu. Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Nicotra, A. B., Atkin, O. K., Bonser, S. P., Davidson, A. M., Finnegan, E. J., Mathesius, U., Poot, P., Purugganan, M. D., Richards, C. L., Valladares, F., & van Kleunen, M. (2010). Plant phenotypic plasticity in a changing climate. Trends in Plant Science,

15(12), 684–692. https://doi.org/10.1016/j.tplants.2010.09.008

Nirsatmanto, A., Sunarti, S., & Praptoyo, H. (2017). Wood anatomical structures of tropical acacias and its implication to tree breeding. International Journal of Forestry and Horticulture, 3(3), 9–16.

Nisgoski, S., Magalhães, W. L. E., Batista, F. R. R., França, R. F., & Muñiz, G. I. B. de. (2014). Anatomical and energy characteristics of charcoal made from five species. Acta Amazonica, 44(3),

367–372. https://doi.org/10.1590/1809-4392201304572

Salleo, S., Lo Gullo, M.A., Trifilo`, P., Nardini, A. (2004). New evidence for a

role of vessel-associated cells and phloem in the rapid xylem refilling of cavitated stems of Laurus nobilis L. Plant, Cell and Environment, 27:

1065–1076 Sari, N. M., Kuspradini, H., Amirta, R., &

Kusuma, I. W. (2018). Antioxidant activity of an invasive plant, Melastoma malabathricum and its potential as herbal tea product. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 144(1).

https://doi.org/10.1088/1755-1315/144/1/012029

Savage, V. M., Bentley, L. P., Enquist, B. J., Sperry, J. S., Smith, D. D., Reich, P. B., & von Allmen, E. I. (2010). Hydraulic trade‐offs and space filling enable better predictions of vascular structure and function in plants. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 107, 22722–22727

Schmitz, Nele. 2012 . “Re: What is the best alternative to Astra blue in double stainingofSafraniAstrablueforwoodanatomystudy?.Retrievedfromhttps://www. researchgate.net/post/What_is_the_best_alternativeto_Astra_blue_in_double_staining_of_SafraninAstra_blue_for_wood_anatomy

Scholz, F. G., Phillips, N. G., Bucci, S. J., Meinzer, F. C., & Goldstein, G. (2011). Hydraulic capacitance: biophysics and functional significance of internal water sources in relation to tree size. Tree Phisiology, 341–361. https://doi.org/10.1007/978-94-007-1242-3_13

Schreiber, S. G., Hacke, U. G., & Hamann, A. (2015). Variation of xylem vessel diameters across a climate gradient: Insight from a reciprocal transplant experiment with a widespread boreal tree. Functional Ecology, 29(11), 1392–1401. https://doi.org/10.1111/1365-2435.12455

Silva, M. (2015). Systematic wood anatomy of Huberia, Miconia and Tibouchina (Melastomataceae). IAWA Journal, 36(3), 326-337,

Page 13: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

13

Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan……Silmi Yusri Rahmadani, dkk.

https://doi.org/10.1163/22941932-20150103

Stepanova, A. V, Oskolski, A. A., Tilney, P. M., & Wyk, B. Van. (2013). Wood anatomy of the tribe Podalyrieae (Fabaceae, Papilionoideae): Diversity and evolutionary trends. South African Journal of Botany.

https://doi.org/10.1016/j.sajb.2013.07.023

Steppe, K., & Lemeur, R. (2007). Effects of ring-porous and diffuse-porous stem wood anatomy on the hydraulic parameters used in a water flow and storage model. Tree Physiology, 27(1), 43–52. https://doi.org/10.1093/treephys/27.1.43

Sunaryo, Uji, T., & Tihurua, E. F. (2012). Komposisi jenis dan potensi ancaman tumbuhan asing invasif di taman nasional gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Berita Biologi, 11(2), 231–239.

Thiffault, E., Barrette, J., Blanchet, P., Nguyen, Q. N., & Adjalle, K. (2019). Optimizing quality of wood pellets made of hardwood processing residues. Forests, 10(7), 1–19.

https://doi.org/10.3390/f10070607 Vilà, M., Espinar, J.L., Hejda, M., Hulme,

P.E., Jarošík, V., Maron, J.L., & Pysek, P. (2011). Ecological impacts of invasive alien plants: a meta-analysis of their effects on species, communities and ecosystems. Ecology Letters 14(7): 702–8.

https://doi.org/10.1111/j.1461-0248.2011.01628

Von Arx, G., Archer, S. R., & Hughes, M. K. (2012). Long-term functional plasticity in plant hydraulic architecture in response to supplemental moisture. Annals of Botany, 109(6), 1091–1100. https://doi.org/10.1093/aob/mcs030

von Arx, G., Arzac, A., Olano, J. M., & Fonti, P. (2015). Assessing conifer ray parenchyma for ecological studies: Pitfalls and guidelines. Frontiers in Plant Science, 6(November), 1–10.

https://doi.org/10.3389/fpls.2015.01016 Wangkhem, M., Sharma, M., & Lal

Sharma, C. (2020). Comparative wood anatomical properties of genus

syzygium (family Myrtaceae) from Manipur, India. Indonesian Journal of Forestry Research, 7(1), 27–42. https://doi.org/10.20886/ijfr.2020.7.1.27-42

Wheeler, E.A., Baas, P., & Gasson, P.E. (1989). IAWA list of microscopic features for hardwood identification. International Association of Wood Anatomists bulletin new series, 10(3), 219-332

Wheeler, E.A., Bass, P., Rodgers, S. (2007). Variations in dicot wood anatomy: a global analysis based on the Inside Wood database. IAWA Journal, 28, 229–248

Yazdani, M. G., Hamizan, M., & Shukur, M. N. (2012). Investigation of the fuel value and the environmental impact of selected wood samples gathered from Brunei Darussalam. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16(7), 4965–4969. https://doi.org/10.1016/j.rser.2012.04.025

Zheng, J., & Martínez-Cabrera, H. I. (2013). Wood anatomical correlates with theoretical conductivity and wood density across China: Evolutionary evidence of the functional differentiation of axial and radial parenchyma. Annals of Botany, 112(5),

927–935. https://doi.org/10.1093/aob/mct153

Zimmermann, M. H., & Jeje, A. A. (1981). Vessel‐length distribution in stems of some American woody plants. Canadian Journal of Botany, 59, 1882–1892

Page 14: Karakteristik anatomi dan energi kayu dari tiga tumbuhan

14

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.13, No.1, Juni 2021: 1 - 14