Upload
deasy-faradita
View
215
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hiv
Citation preview
MAKALAH ILMU PENYAKIT MULUT
KANDIDIASIS ERITEMATOSA MENGARAH PADA MANIFESTASI SISTEMIK HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DENGAN KOINFEKSI SIFILIS SEKUNDER: SEBUAH DILEMA DIAGNOSTIK DAN TERAPETIK
(ERTYTHEMATOUS CANDIDIASIS LEADING TO SYSTEMIC MANIFESTATION OF HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS CO-INFECTION WITH SECONDARY SYPHILIS: A DIAGNOSTIC AND
THERAPEUTIC DILEMMA)
Disadur dari:Suvirya S, Gandhi R, Agarwal J, Patil R. Erythematous candidiasis leading to a
systemic manifestation of an immunodeficiency virus co-infection with secondary syphilis: a diagnostic and therapeutic dilemma. European Journal of Dentistry 2015;
9: 449-52
Dosen Pembimbing Penyaji:1. Elisabeth Saragih
NIM: 1106001352. Deasy Faradita Putri
Pocut Astari, drg. NIM: 110600037NIP:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUTMEDAN
2015
Kandidiasis Eritematosa Mengarah
Pada Manifestasi Sistemik Human
Immunodefieceny Virus dengan
Koinfeksi Sifilis Sekunder: Sebuah
Dilema diagnostic dan Terapetik
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Rongga mulut dapat secara
tepat disebut sebagai ‘cermin’ yang
mencermikan keadaan sehat dan sakit.
Rongga mulut bertindak sebagai pintu
bagi tubuh, berfungsi sebagai pembatas
dari serangan terus menerus bakteri,
virus, dan jamur dari lingkungan luar.
Dalam keadaan sakit, tampilan oral
terkadang merupakan manifestasi
pertama dan satu-satunya dari penyakit
yang mendasari, terutama dalam
kondisi imunokompromis. Sering
digambarkan sebagai ‘penyakit dari
sakit’, kandidiasis oral dengan jelas
terkait dengan keadaan
imunokompromis sebagaimana pada
Human Immunodeficiency Virus
(HIV), beberapa penelitian melaporkan
90% kandidiasis oral terjadi pada
individu yang terinfeksi HIV.
Kandidasi oral merupakan satu dari
tujuh lesi kardinal yang menunjukkan
hubungan erat pertama dengan HIV.
Oleh karena itu, dalam mendiagnosa
lesi ini diperlukan kehati-hatian dan
kecurigaan yang mengarah pada
kondisi yang mendasarinya. Sistem
kekebalan tubuh berperan penting
dalam melindungi individu. Ketika
sistem kekebalan tubuh sedang lemah,
diikuti dengan kondisi sosial yang
berubah, dapat menyebabkan infeksi
dengan agen-agen mikrobiologis yang
cara utama penularannya adalah kontak
seksual.
Sifilis merupakan penyakit infeksi
kronis dengan banyak gambaran klinis
yang disebabkan mikroorganisme
Treponema pallidum. Sifilis disebut
sebagai ‘the great imitator’ karena
dapat menunjukkan gambaran klinis
yang berubah-ubah. Interaksi kompleks
dari HIV dan sifilis merupakam subjek
dari penelitian yang sedang
berlangsung, dan suatu koinfeksi
dengan HIV dapat merubah gambaran
dari sifilis, terkadang mengarah pada
tertutupnya gambaran primer dan
sekunder sifilis.
Berikut merupakan sebuah laporan
kasus dari infeksi jamur sederhana
pada rongga mulut yang berkaitan
dengan infeksi HIV, yang mana juga
berkaitan dengan sifilis. Kasus ini
menunjukkan pentingnya tampilan
klinis primer, yang mana keadaan oral
mengarah pada diagnosis HIV dan
diikuti dengan suatu koinfeksi dari
sifilis.
Banyak pasien dengan manifestasi oral
infeksi jamur memiliki kondisi yang
mendasarinya, namun sangat sedikit
dokter gigi dan tenaga medis yang
melakukan pemeriksaan tambahan
yang dibutuhkan, terutama dengan
keadaan imunokompromis. Kasus ini
juga memaparkan pentingnya prozone
phenomenon dalam kasus sifilis
sekunder. Prozone phenomenon
terlihat kurang dari 2% pada kasus
sifilis sekunder meskipun pada
individu yang terinfeksi HIV dapat
ditemukan presentasi yang lebih besar,
hal ini membuat pemeriksaan terhadap
prozone phenomenon menjadi penting
pada populasi HIV dengan koinfeksi
sifilis.
LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 26 tahun dan
belum menikah melapor pada bagian
Ilmu Penyakit Mulut dan Radiologi
dengan riwayat rasa terbakar dan
kemerahan pada lidah selama 2
minggu disertai dengan perubahan
kemampuan pengecapan. Pemeriksaan
oral pada pasien menunjukkan
kehilangan secara difus dan atrofi dari
papaila filiformis pada dorsum lidah
dengan perubahan mukosa oral yang
tidak signifikan. Pemeriksaan ekstra
oral pada saat ini tidak signifikan.
Diagnosis sementara adalah
kandidiasis eritematosa, dan pasien
diberikan resep clotrimazole 1%
berat/volume tiga kali sehari selama 1
minggu. Lima hari kemudian, pasien
kembali tanpa pengurangan lesi pada
lidah, begitu pula pada sensasi
terbakar. Pasien juga mengeluhkan
gejala sistemik berupa lesu, malaise,
demam ringan, dan sulit menelan
disertai lesi bersisik psoriasiform pada
telapak tangan dan kaki, serta beberapa
plak keunguan pada tubuh.
Pemeriksaan intraoral lebih lanjut
menunjukkan bahwa lesi pada lidah
telah, menyebar ke faring,
menunjukkan gambaran kandidiasis
orofaringeal. Hal ini meningkatkan
kecurigaan dan pada pemeriksaan lebih
jauh menunjukkan riwayat seksual
positif terhadap kontak berulang, tidak
terproteksi dan berbayar, selama 2
bulan terakhir. Pasien adalah seorang
heteroseksual.
Pada kunjugan kedua pasien diminta
untuk melakukan pemeriksaan
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) untuk HIV 1 dan 2 serta
Veneral Disease Research Laboratory
(VDRL). Beberapa hari kemudian
pasien dating dengan hasil, yang
menunjukan positif untuk HIV 1 dan
negatif pada pemeriksaan VDRL. Hal
ini menyebabkan dilemma diagnostik
dan terapetik, kemudian pasien dirujuk
ke bagian Dermatologi dimana sisik
yang diamati keabuan, padat, dan
melekat pada plak. Beberapa plak
keunguan terlihat pada paha, dada (2-3
cm) dan daerah skrotum dengan
diameter 1-2 cm.
Lesi palmo-plantar lembut pada saat
diberikan tekanan dengan pin berujung
tumpul (tanda positif Buschke-
Ollendorf). Pasien juga menunjukkan
generalized lymphadenopathy. Tidak
ada bukti temuan dari condyloma lata
dan ulkus genital. Tidak ada
organomegaly. Rambut, kuku, dan
daerah mukosa lain normal. Riwayat
pasien sebelumnya terdapat ulkus
genital tunggal 2 bulan yang lalu, yang
sembuh secara spontan. Dilakukan
pemeriksaan T. pallidum Particle
Agglutination Assay (TPHA) dan
didapatkan hasil positif. Pemeriksaan
VDRL sebelumnya tidak menunjukkan
reaktifitas namun dengan informasi
laboraturium mengenai kemungkinan
sifilis sekunder oleh dermatologis,
prozone phenomenon (dengan
kebutuhan untuk melakukan
pemeriksaan dengan pengenceran yang
lebih tinggi), menghasilkan VDRL
positif di pengenceran 1:64. Biopsi
kulit dari plak di dada menunjukkan
perivascular superfisial dan dalam,
serta infiltrate periappendageal yang
cukup padat dengan limfosit, histosit,
dan sel plasma. Infiltrate pada dermis
bagian atas menunjukkan pola yang
hampir sama dengan bercak lichenoid.
Epidermis menunjukkan hyperplasia
ringan, spongiosis dengan neutrfil dan
parakeratosis focal. Cairan
serebrospinal VDRL tidak reakatif.
Hemogram rutin, fungsi hati dan ginjal
di periksa dan semunya berada pada
batas normal. Jumlah darah perifer
CD4+ sel-T pasien 737 sel/mm3.
Dengan demikian, atas dasar riwayat
pribadi, manifestasi klinis,
pemeriksaan VDRL positif (prozone
phenomenon) dan biopsi dari lesi,
diagnosis akhir berupa infeksi HIV-1
dengan koinfeksi sifilis sekunder dan
superimposed kandidiasis eritematosa
pada lidah
DISKUSI
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang
disebabkan organisme serupa jamur
Candida albicans. Candida dapat
ditemukan dalam dua bentuk yang
dinamakan pseudo-hyphae, dan jamur.
Organisme ini adalah penghuni umum
dari rongga mulut, saluran pencernaan,
dan vagina dari orang normal. Namun,
pada kondisi yang tepat, jamur non-
patogenik ini berubah menjadi bentuk
hyphae yang patogen. Terletak sebagai
komensal yang menunggu untuk
sistem pertahanan host melemah. Hal
ini dapat diklasifikasikan dalam dua
kategori utama yaitu kandidiasis oral
yang terbatas pada jaringan oral dan
kandidiasis sekunder sebagai
manifestasi dari kandidiasis
mukokutaneus sistemik. Hal ini dapat
muncul sebagai bentuk akut dan kronis
dengan pola pengamatan klinis sebagai
pseudomembran, eritema, hyperplasia,
dan kelitis angular, dimana dua varian
pertama berkaitan erat dengan kondisi
imunosupresif seperti HIV.
Sekitar 52% dari individu dengan
infeksi HIV memiliki lesi candida pada
tahapan awal infeksi. Semenjak
penemuan HIV dan AIDS pada tahun
1981, telah dilaporkan di seluruh dunia
dan beberapa dekade sebelumnya
terlihat peningkatan infeksi HIV ke
proporsi pandemik. Sindrom ini
menunjukkan infeksi virus mematikan
yang menghasilkan beberapa
manifestasi primer dan sekunder
karena keadaan imunosupresi yang
berat. Target sel HIV memiliki antigen
permukaan CD4, yang ditemukan
terutama pada sel T-Helper
menyebabkan imunosupresi progresif
yang mengarah pada infeksi opurtunis,
neoplasma, dan manifestasi
neurologik. Pada individu yang
terinfeksi HIV, virus dapat ditemui di
berbagai cairan tubuh termasuk serum,
darah, saliva, semen, air mata, urin, air
susu, telinga, dan sekresi vagina. Rute
utama dari transmisi adalah kontak
seksual, penyalah gunaan obat-obatan
secara intravena, dan paparan perinatal.
Dengan rendahnya respon imun,
individu terinfeksi HIV akan mudah
dan lebih seing tertular penyakit secara
seksual, misalnya sifilis. Hal ini
disebabkan T. pallidum. Organisme
yang menyerang adalah gram positif,
motile, microaerophilic spirochete.
Organisme tersebuh sangat rentan
terhadap kondisi kering, maka cara
penularan utama adalah melaui kontak
seksual dan melalui ibu ke anak.
Menurut World Health Organization
(WHO), lebih dari 10,6 juta kasus
sifilis terjadi setiap tahun, yang mana 3
juta kasus terjadi di daerah Asia
Tenggara. Karna sifilis dan HIV
ditularkan secara seksual, tidak
mengejutkan apabila jumlah pasien
yang terinfeksi keduanya cukup
signifikan. HIV membuat sifilis
muncul dengan gambaran klinis yang
berbeda dari biasanya dan menutupi
tahapan sifilis. Hal ini mejadi penting
bagi tenaga kedokteran gigi dan medis
untuk lebih hati-hati tentang bagimana
sifilis dapat muncul pada pasien
dengan infeksi HIV yang
mendasarinya. Prinsip diagnosis untuk
mendeteksi sifilis pada individu
dewasa tanpa infeksi HIV adalah
serologi. Namun, pemeriksaan ini
dapat menunjukkan hasil serologi false
positive dan false negative pada
individu yang terinfeksi HIV. False
negative pemeriksaan nontreponenal
antibody terlihat sekitar 2% dari pasien
disebabkan efek prozone dimana
antibody obstruktif atau konsentrasi
antibody yang sangat tinggi
mempengatuhi pemeriksaan. Efek ini
diamati ketika anomaly dari sel-B
menyebabkan respon berlebihan
terhadap stimulasi antigen,
menyebabkan produksi antibody yang
berlebihan.
Ketika kondisi tersebut muncul, suatu
diagnosis dan terapetik dapat
ditemukan 22 . Dilema dalam kasus ini
adalah merawat pasien manifestasi
kutan dengan penicillin atau
mempertimbangkan kasus ini sebagai
TPHA persisten positif dikarenakan
ulkus lama dari sifilis primer. Terdapat
ketidak pastian apakah lesi merupakan
sifilis sekunder atau manifestasi
mukokutan non spesifik dari HIV.
TPHA adalah suatu pemeriksaan
dimana apabila hasil positif akan tetap
positif seumur hidup meskipun kasus
sifilis yang sudah dirawat, dimana
VDRL merupakan pemeriksaan yang
menentukan apabila seorang pasien
butuh dirawat atau tidak. Satu-satunya
kegunaan dari TPHA adalah untuk
membedakan true positive dari false
positive dalam pemeriksaan standar
nontreponemal. Dengan adanya
kemungkinan sifilis sekunder,
pemeriksaan ulang dengan
pengenceran yang lebih tinggi
menunjukkan hasil VDRL reaktif
dalam pengenceran 1:64. Setelah
mencapai diagnosis akhir dari HIV-1
dengan koinfeksi sifilis sekunder
dengan superimposed kandidiasis
eritematosa pada lidah, kemudian
rencana perawatan dilakukan. Pasien
dirawat dengan injeksi benzathine
penicillin intramuskular 3 kali
seminggu dengan dosis 2,4 juta unit
setelah pemeriksaan sensitifitas. Pasien
juga diberkan ketoconazole 200 mg
satu kali sehari selama 15 hari untuk
merawat lesi oral. Pasien diberi
pengarahan untuk melakukan
hubungan seksual dengan aman.
Pemberitahuan pasangan dan
penelusuran kontak dilakukan pada
pasien. Pasien juga dirujuk ke pusat
terapi antiretroviral. Pasien diperiksa
setiap minggu kemudian setiap bulan
dengan pengurangan yang signifikan
dari lesi klinis pada akhir minggu
kedua dan VDRL menurun pada
konsentrasi 1:4 di akhir bulan keenam.
Kasus ini menekankan pentingnya
implikasi diagnostik dan terapetik
ketika pasien memiliki banyak
manifestasi yang membingungkan,
yang bisa menipu bahkan mata yang
sudah terlatih.