173
STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA T E S I S Oleh HENDRA ARIF K.H LUBIS 057020003/AR SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA

KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA

T E S I S

Oleh

HENDRA ARIF K.H LUBIS 057020003/AR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 0 8

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 2: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA

KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA ARIF K.H LUBIS 057020003/AR

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 8

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 3: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Judul Tesis : KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA

Nama Mahasiswa : Hendra Arif Kurniawan Hamonangan Lubis Nomor Pokok : 057020003 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Komisi Pembimbing

(A/Prof. Abdul Majid, B.Sc, B.Arch, PhD) Ketua

(Achmad Delianur Nasution, ST, MT) Anggota

Ketua Program Studi,

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc) Tanggal Lulus: 25 April 2008

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 4: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Telah diuji pada Tanggal 25 April 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD

Anggota : 1. Achmad Delianur Nasution, ST, MT

2. Ir. Rudolf Sitorus, MLA

3. Ir. Sri Gunana, MT

4. Devin Defriza Harisdani, ST, MT

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 5: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

ABSTRAK

Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan sebagai suatu kemudahan bergerak melalui dan menggunakan bangunan gedung dan lingkungan dengan memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitan dengan masalah sirkulasi, visual dan komponen setting. Sehingga aksesibilitas wajib diterapkan secara optimal, guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam mencapai segala aspek kehidupan dan penghidupan, menuntut adanya kemudahan dan keselamatan akses bagi semua pengguna tanpa terkecuali.

Aksesibilitas dalam kajian ini difokuskan kepada aksesibilitas difabel pada ruang publik kota dengan mengambil kasus sarana aksesibilitas yang terdapat di kawasan Lapangan Merdeka untuk melihat sejauh mana sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka dapat memfasilitasi kebutuhan dari kaum difabel. Yang menjadi acuan dasar kajian ini adalah prinsip universal design yang diimplementasikan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 30/PRT/M/2006 yang menjadi parameter bagi penyediaan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka

Dari kajian ini ditemukan bahwa sarana aksesibilitas yang ada di kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk diakses oleh kaum difabel yang dikarenakan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka tidak memenuhi prinsip universal design tentang kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian. Kata kunci : Aksesibilitas untuk semua, Difabel, Universal Design

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 6: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

ABSTRACT

Accessibility is easiness for difabel to realise the same of opportunity in all of life and living aspect as easiness in movable by and using the buildings and environment by pay attention to the smoothness and feasibility that related to circulation, visual and setting component issue. Therefore, accessibility must applied optimally in order to realice the same of opportunity in acieving the life and living aspect and requires the easiness and access safety for all of the users.

Accessibility in this study focus to difabel accessibility at the city public space by take a case of the accessibilities facilities at the area of Independence Square in order to study how far the accessibilities facilities in the area of Independence Square facilitates the needs of the difabel group. The basic reference on this study is a Universal Design principle that implemented on the Regulation of Public Work Minister No. 30/PRT/M/2006 as parameter for the accessibilities facilities supplier at the area of Independence Square.

Based on this study, it found that the available accessibilities facilities at the area of Independence Square has not yet accessible for the difabel group because the accessibilities facilities at the area of Independence Square did not fulfill the principle of universal design about the easiness, utility, safety and self-sufficiency. Keywords : Accessibility for all, Difabel, Universal Design

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 7: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………………………………………………………………… i

ABSTRACT……………………………………………………………….. ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. iii

RIWAYAT HIDUP……………………………………………………...... v

DAFTAR ISI………………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1

1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi……………………………………. 3

1.3 Identifikasi Masalah…………………………………………….. 4

1.4 Perumusan Masalah…………………………………………….. 4

1.5 Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5

1.6 Hipotesis………………………………………………………… 5

1.7 Kontribusi Penelitian……………………………………………. 6

1.8 Batasan Penelitian………………………………………………. 6

1.9 Kerangka Pemikiran…………………………………………….. 7

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 8: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.10 Sistematika Pembahasan………………………………………... 8

BAB II TINJAUAN UMUM……………………………………………… 10

2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia…………………………………… 10

2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan………………………………… 13

2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan…………. 13

2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota

Medan…………………………………………………. 14

2.2.3 Implementasi Kebijakan……………………………… 14

2.3 Isu Aksesibilitas Pada Ruang Publik Kota……………………… 15

2.4 Lapangan Merdeka Sebagai Ruang Publik Kota……………….. 17

BAB III LANDASAN TEORI…………………………………………….. 20

3.1 Mendefinisikan Difabel…………………………………………. 20

3.2 Universal Design Sebagai Paradigma Baru…………………….. 22

3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design……………………………….. 23

3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas…………………. 26

3.4.1 Ukuran Dasar Ruang………………………………….. 26

3.4.2 Jalur Pemandu………………………………………… 27

3.4.3 Jalur Pedestrian……………………………………….. 28

3.4.4 Ramp………………………………………………….. 29

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 9: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3.4.5 Tangga………………………………………………… 31

3.4.6 Pintu…………………………………………………… 31

3.4.7 Toilet………………………………………………….. 32

3.4.8 Telepon Umum……………………………………….. 34

3.4.9 Area Parkir……………………………………………. 35

3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan

Umum……………………………………………….................... 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN………………………………... 38

4.1 Pendahuluan…………………………………………………….. 38

4.2 Tahapan Penelitian……………………………………………… 39

BAB V DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN…………………………. 43

5.1 Gambaran Umum……………………………………………….. 43

5.2 Segmentasi Kawasan……………………………………………. 45

5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)………………………………... 46

5.3.1 Peruntukan Lahan……………………………………... 46

5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi…………………………. 47

5.3.3 Utilitas………………………………………………… 48

5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)……………………………... 49

5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api)………………………………… 54

5.4.1 Zoning………………………………………………… 55

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 10: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.4.2 Muka Jalan (Streetscape)……………………………... 55

5.5 Bangunan Monumental…………………………………………. 56

5.6 Studi Banding (Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur)………. 57

5.6.1 Maksud dan Tujuan…………………………………... 59

5.6.2 Hasil dan Pembahasan………………………………... 60

5.6.3 Hasil Penilaian………………………………………... 65

BAB VI ANALISA DAN PEMBAHASAN……………………………… 67

6.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen A (Lapangan Merdeka) 67

6.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen B (Stasiun Kereta Api) 97

6.3 Rekapitulasi Penilaian Elemen Aksesibilitas…………………... 109

6.3.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor…………….. 109

6.3.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor………………. 114

BAB VII TEMUAN DAN KESIMPULAN……………………………… 117

7.1 Temuan Dari Hasil Tabulasi Kuesioner………………………... 117

7.2 Temuan Dari Hasil Penilaian Elemen Aksesibilitas…………… 119

7.3 Kesimpulan…………………………………………………….. 130

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 11: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB VIII REKOMENDASI DAN SARAN……………………………… 131

8.1 Rekomendasi……………………………………………………. 131

8.2 Saran…………………………………………………………….. 138

BAB IX PENUTUP………………………………………………………... 140

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 142

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 12: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran…………………………….. 7

2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka……… 18

5.1 Lokasi Penelitian, Insert : Peta Kota Medan……. 43

5.2 Peta Kegiatan di Kawasan Lapangan Merdeka…. 44

5.3 Segmentasi Kawasan……………………………. 45

5.4 Peruntukan Lahan Segmen A…………………… 46

5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian…………………… 47

5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian………….. 48

5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian………….. 48

5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A……………... 49

5.9 Pembagian Sub Segmen A……………………… 49

5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1……………. 50

5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2…………….. 50

5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1……………. 51

5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2……………. 51

5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3……………… 52

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 13: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3………………. 52

5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1……………. 53

5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2……………. 53

5.18 Segmen B, Stasiun Kereta Api………………….. 54

5.19 Zoning Ruang Stasiun Kereta Api………………. 55

5.20 Muka Jalan Pada Segmen B…………………….. 55

5.21 Bird Eye View Bangunan Monumental di Kawasan Lapangan Merdeka……………………………… 56

5.22 Peta Lokasi Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur 57

5.23 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada Jalur Pedestrian……………………………………….. 58

5.24 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada Jalur Pedestrian……………………………………….. 59

5.25 Jalur Pemandu di Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur…………………………………………. 60

5.26 Jalur Pedestrian di Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur…………………………………………. 61

5.27 Ramp Outdoor di Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur…………………………………………. 62

5.28 Tangga Outdoor di Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur………………………………….. 63

5.29 Toilet Umum Portable di Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur………………………………….. 64

6.1 Pembagian Sub Segmen Pada Segmen A………... 67

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 14: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

6.2 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-1………… 68

6.3 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-2………… 70

6.4 Ramp Pada Sub Segmen A1-2…………………… 72

6.5 Tangga Pada Sub Segmen A1-2…………………. 73

6.6 Pintu Masuk Pada Sub Segmen A1-2……………. 74

6.7 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-1………… 76

6.8 Telepon Umum Pada Sub Segmen A2-1………… 78

6.9 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-2………… 80

6.10 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3…………... 82

6.11 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3…………… 83

6.12 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A3…………… 85

6.13 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-1………… 86

6.14 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-2………… 88

6.15 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A5…………... 89

6.16 Ramp Pada Sub Segmen A5……………………... 91

6.17 Tangga Pada Sub Segmen A5………………….... 92

6.18 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A5…………... 94

6.19 Toilet Umum Pada Sub Segmen A5……………... 95

6.20 Peta Lokasi Segmen B……………………………. 97

6.21 Skematik Denah Segmen B………………………. 98

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 15: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

6.22 Akses ke Bangunan Pada Segmen B……………… 98

6.23 Area Loket Pada Segmen B………………………. 100

6.24 Tangga Pada Segmen B…………………………… 103

6.25 Telepon Umum Pada Segmen B…………………... 104

6.26 Toilet Umum Pada Segmen B…………………….. 106

8.1 Permukaan Jalur Pedestrian……………………….. 132

8.2 Ukuran Jalur Pedestrian…………………………… 132

8.3 Tepi Pengaman/ Kanstin…………………………... 133

8.4 Jalur Pemandu……………………………………... 133

8.5 Ramp Pada Jalur Pedestrian……………………….. 134

8.6 Tangga Pada Jalur Pedestrian……………………… 134

8.7 Pintu Masuk Toilet………………………………… 135

8.8 Jenis Toilet………………………………………… 135

8.9 Kelengkapan Toilet……………………………….. 136

8.10 Area Parkir………………………………………… 136

8.11 Telepon Umum……………………………………. 137

8.12 Ramp Pada Akses ke Bangunan…………………… 137

8.13 Pintu Masuk ke Bangunan………………………… 138

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 16: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1.1 Surat Rekomendasi Ikatan Arsitek Indonesia…… 144

1.2 Kuesioner Penelitian……………………………. 145

1.3 Formulir Peninjauan Akses……………………… 148

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 17: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Kota Medan sampai saat ini belum mencerminkan keadilan

bagi semua orang, dikarenakan adanya kelompok masyarakat yang memiliki

keterbatasan fisik yang lazim disebut kaum difabel (poeple with different abilities)

belum menikmati hasil dari pembangunan kota terutama di bidang aksesbilitas pada

ruang publik kota.

Fenomena yang terjadi adalah bahwa isu tentang penyedian fasilitas

aksesibilitas kaum difabel di Kota Medan dianggap tidak cukup penting. Dimana

dalam pembangunan fasilitas publik, fasilitas transportasi umum, dan kawasan

perumahan di Kota Medan sebagian besar masih belum memenuhi standar minimal

suatu konsep aksesibilitas. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pembangunan dari

PBB bahwa “ no part of the built-up environment should be designed in a manner

that excludes certain groups of people on the basis of their ability and frailty” (

United Nations, 1995).

Dalam skala Nasional, perumusan kebijakan dan undang-undang tentang

aksesibilitas kaum difabel telah dikumandangkan dalam Undang-undang RI no. 4

tahun 1997 tentang upaya peningkatan sosial penyandang cacat dan Undang-Undang

R.I No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 18: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hal ini menjadi dasar guna menjamin dan melindungi hak-hak kaum difabel

di Kota Medan yang berjumlah 8929 orang (Dinas Kesehatan PROVSU, 2005),

melalui kegiatan semiloka aksesibilitas fisik bagi penyandang cacat yang

berlangsung pada tanggal 29-31 Mei 2006, dengan tema “ Aksesibilitas Fisik Bagi

Penyandang Cacat pada fasilitas Umum dan Sosial” untuk mendapatkan kesempatan

yang setara untuk menikmati lajunya pembangunan guna meningkatkan kehidupan

dan penghidupannya.

Pentingnya sarana aksesibilitas untuk kaum difabel dalam menjalankan

aktifitas sehari-hari menurut pandangan penulis dirasakan cukup menarik untuk

diteliti karena sangat menentukan kemampuan mobilitas kaum difabel dalam

melakukan kegiatan dalam kehidupan mereka (termasuk dalam melaksanakan kegiatan

pendidikan, ekonomi dan kemasyarakatan).

Isu aksesibilitas untuk kaum difabel sangat berkaitan dengan tuntutan

penerapan desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang

untuk melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak

dapat dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip

universal design. Perwujudan sarana aksesibilitas sebagai universal design didasari

oleh :

1. Resolusi PBB No. 48 Th. 1993, tentang Peraturan Aksesibilitas

2. Undang-Undang No.4/1997 tentang Penyandang Cacat.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 19: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.468/KPTS/1998 tentang Persyaratan

Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan yang telah direvisi

melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006.

4. Undang-Undang No. 39 Th. 1999, tentang Hak Azasi Manusia (HAM),

Kesamaan hak dalam kehidupan

5. Peraturan Pemerintah No.43/1999 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan

Penyandang Cacat.

6. Keputusan Menteri Perhubungan No. 71/1999 tentang Aksesibilitas bagi

Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan

7. Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Lingkungan

1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi

Adapun kawasan Lapangan Merdeka dipilih dengan kriteria :

1. Fungsi kawasan sebagai ruang publik kota yang terletak di pusat kota.

2. Terdapat stasiun Kereta Api yang merupakan salah satu pintu masuk kota

Medan.

3. Dikelilingi fasilitas pelayanan publik seperti kantor pos dan pelayanan asuransi

perbankan.

4. Terdapat ruang terbuka yang berfungsi sebagai area sikulasi dan interaksi sosial.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 20: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5. Fungsi ruang terbuka di pusat kota dan dikelilingi fasilitas pelayanan publik yang

berfungsi sebagai generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Krier,

1979).

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pengamatan awal terdapat beberapa permasalahan yang dapat

diidentifikasi dalam hal keberadaan kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang

publik kota terhadap kaitannya dengan aksesibilitas kaum difabel yaitu :

1. Mendesaknya fasilitas umum, sarana dan prasarana transportasi yang aksesibel

bagi difabel di kawasan Lapangan Merdeka dalam rangka menuju kesamaan

kesempatan dan kesetaraan perlakuan (Tavip Mustafa, 2005).

2. Kawasan Lapangan Merdeka tidak mempunyai fasilitas khusus sarana

aksesbilitas untuk kaum difabel.

3. Belum optimalnya sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka

untuk memfasilitasi kaum difabel sehingga secara umum kaum difabel tidak

dapat mengakses ruang publik kota secara mandiri.

1.4 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah penilaian aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka dari sudut

pandang kaum difabel ?

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 21: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2. Permasalahan aksesibilitas fisik apakah yang menghalangi kaum difabel dalam

mengakses kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang

publik kota :

1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi keadaan eksisting sarana aksesibilitas di

kawasan Lapangan Merdeka.

2. Sebagai bentuk sosialisasi pentingnya memfasilitasi sarana aksesibilitas kaum

difabel pada ruang publik kota.

3. Sebagai usaha menuju perlindungan hukum (advokasi) yang memungkinkan

adanya aturan yang baku tentang aksesibilitas kaum difabel pada sarana

aksesibilitas umum ruang publik kota.

1.6 Hipotesis

1. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk kaum

difabel

2. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria

kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 22: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.7 Kontribusi Penelitian

Penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai

ruang publik kota ini dimaksudkan untuk :

1. Memberikan usulan yang berguna untuk perencanaan aksesibilitas di Kota

Medan terutama di kawasan Lapangan Merdeka dengan menerapkan prinsip-

prinsip universal design.

2. Memberi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan

suatu lingkungan binaan di daerah perkotaan.

3. Memberikan landasan bagi studi-studi selanjutnya yang berhubungan dengan

aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

1.8 Batasan Penelitian

1. Kaum difabel pada penelitian ini dibatasi pada tuna netra, tuna rungu, tuna daksa

pengguna kruk dan tuna daksa pengguna kursi roda.

2. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel

pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

3. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.

4. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan stasiun

kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 23: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.9 Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.1

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 24: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.10 Sistematika Pembahasan

Adapun setiap bab pembahasan dalam penelitian ‘Kajian Aksesibilitas

Difabel Pada Ruang Publik Kota’ adalah :

1. BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan,

tahapan penelitian, serta sistematika pembahasan.

2. BAB II Tinjauan Umum

Mengemukakan isu-isu umum yang berhubungan dengan aksesibilitas

difabel pada ruang publik kota.

3. BAB III Landasan Teori

Mendefinisikan tentang difabel serta menjelaskan teori ‘universal design’

yang menjadi acuan bagi difabel untuk mendapatkan kesetaraan aksesibilitas

pada ruang publik kota.

4. BAB IV Metodologi Penelitian

Menjelaskan tentang tahapan penelitian dan metoda yang digunakan untuk

membuat analisis data yang didapat dari penelitian lapangan.

Bintang Kuala Lumpur yang sudah menyediakan sarana aksesibilitas untuk

difabel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 25: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5. BAB V Deskripsi Daerah Penelitian

Medeskripsikan Kawasan Lapangan Merdeka serta melakukan identifikasi

tentang kondisi eksisting sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka.

6. BAB VI Analisa dan Pembahasan

Membuat analisis sarana aksesibilitas yang ada di Kawasan Lapangan

Merdeka dengan menggunakan metoda penelitian yang telah dijabarkan pada

BAB IV.

7. BAB VII Temuan dan Kesimpulan

Mengemukakan hasil rangkuman dari analisa data untuk menjawab

permasalahan yang dikemukakan pada BAB I.

8. BAB VIII Rekomendasi dan Saran

Merumuskan kondisi ideal penyediaan sarana aksesibilitas bagi difabel.

9. BAB IX Penutup

Berisi tentang rangkuman dari ‘ Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang

Publik Kota’.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 26: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia

Dalam era globalisasi, menuntut terwujudkan bangunan gedung dan

lingkungan yang aksesibel, selaras dengan Undang-Undang No. 28/2002 tentang

Bangunan Gedung (UUBG) yang telah disahkan sebagai pedoman umum pada

tanggal 16 Desember 2002 terdiri dari 10 bab dan 49 pasal. Setiap bangunan gedung

harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis, diantaranya pemenuhan

persyaratan elemen aksesibilitas. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Sosial No.

A/A164/VIII/2002/MS dinyatakan agar penyediaan elemen aksesibilitas mengacu

pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468/KPTS/1998 yang telah direvisi

melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan

Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.

Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.30/PRT/M/2006 adalah :

1. KEMUDAHAN, semua orang dapat mencapai semua tempat

2. KEGUNAAN, setiap orang dapat mempergunakan semua tempat

3. KESELAMATAN, setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan

keselamatan bagi semua orang.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 27: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

4. KEMANDIRIAN, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan

mempergunakan semua tempat tanpa bantuan orang lain.

Sebagai pedoman umum, undang-undang tersebut mengatur tentang

ketentuan bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan dan

pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan,

keseimbangan, dan keserasian dengan lingkungannya bagi kepentingan masyarakat

yang berperi kemanusiaan dan berkeadilan. Kehadirannya melahirkan berbagai

konsekuensi yang harus dilaksanakan lebih lanjut oleh Pemerintah/ daerah. Hal

tersebut perlu ditindaklanjuti dengan mengembangkan program ke

daerah/wilayah/kota lain (Departemen Kimpraswil, 2004).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tertera persamaan hak bagi setiap warga

negara tanpa membedakan kondisi fisik, serta memberikan perlindungan dan

persamaan hak kepada kaum difabel dengan menerbitkan berbagai peraturan

pengadaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan difabel. Dalam Undang-

Undang No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah No.

43/1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

dinyatakan bahwa: kesamaan kesempatan kaum difabel pada aspek kehidupan dan

penghidupan, dilaksanakan melalui penyediaan elemen aksesibilitas untuk

menunjang kaum difabel agar dapat hidup bermasyarakat secara wajar dan mandiri.

Titik tolak dari perwujudan bangunan gedung dan lingkungan yang berwawasan adil

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 28: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

bagi semua kelompok masyarakat (development for all) berarti memiliki asas

kebersamaan bagi semua warga negara, tidak dibedakan kemampuan dan

kepentingan individu atau kelompok. Semua mendapatkan kesempatan yang sama

berperan dalam pembangunan sekaligus dapat menikmati hasil pembangunan

(Wiwik Setyaningsih,2005). Hal ini senada dengan pengertian “equity“ (persamaan

atau keadilan) yang menekankan equity in access atau access for all (Kevin Lynch,

1987).

Pada 4 Juni 2000 Pemerintah Pusat telah mengawali dengan pencanangan

Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) berupa penyediaan elemen

aksesibilitas di Stasiun Gambir dan berlangsung hingga saat ini. Tahun 1987 sampai

1996 Center for Universal Design and Disabilities (CUDD) Jurusan Teknik

Arsitektur Universitas Gajah Mada (UGM) mengembangkan Malioboro’s pilot

project sebagai kawasan yang aksesibel bagi semua dengan model prototype guiding

block (ubin pengarah untuk tuna netra), tetapi mengkristal pada penyusunan

pedoman teknis. Tahun 2002 Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia

(HWPCI) dengan Universitas Trisakti dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) telah

melakukan pendataan 30 bangunan gedung di DKI Jakarta, hasilnya kurang

terpublikasi (Wiwik Setyaningsih, 2005).

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 29: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan

2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan

Tabel 2.1 Data Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara

Tubuh Netra Rungu Mental Kusta1 Medan 2364 2166 940 1791 1668 89292 P.Siantar 356 451 269 195 22 12933 Binjai 280 183 125 187 11 7864 T.Balai 236 261 127 172 507 13035 T.Tinggi 254 128 75 37 85 5796 Sibolga 109 190 73 85 89 5267 D. Serdang 2795 1986 818 596 2023 82188 Karo 383 377 154 386 508 18089 Langkat 838 912 595 463 625 3433

10 Asahan 717 602 312 381 13 202511 Simalungun 1410 1209 602 601 295 408112 L.Batu 1008 792 320 241 412 2773

Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara 2005

No Kota Jumlah Klasifikasi

2.2.2 Kebijakan Penerapan Sumber : Dinas Kesehatan (2005)

Dari tabel di atas populasi kaum difabel di kota Medan berjumlah 8929 orang

dengan distribusi pembagian 2364 orang difabel dalam hal fisik, 2166 orang difabel

dalam hal penglihatan, 940 orang difabel dalam hal pendengaran, 1791 orang difabel

dalam hal mental dan 1668 orang penderita kusta. Dalam penelitian ini sebutan kaum

difabel dibatasi menjadi kelompok difabel dalam hal fisik, penglihatan dan

pendengaran saja. Karena bagi difabel dalam hal fisik, penglihatan dan pendengaran

keberadaan ruang publik kota menjadi sesuatu yang bersifat rehabilitatif.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 30: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota Medan

Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum

No.468/KPTS/1998 yang telah direvisi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada

Bangunan Umum dan Lingkungan dan kemudian terbitnya Undang-Undang no.28

tahun 2002 sudah seharusnya dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan

pembangunan gedung dan lingkungan di Kota Medan.

Penyediaan aksesibilitas fasilitas umum dan fasilitas sosial di Propinsi Sumatera

Utara sesuai dengan otonomi daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah

kabupaten/ pemerintah kota, sedangkan propinsi hanya sebagai fasilitator, pengarah

pembinaan (Departemen Tarukim, 2006).

2.2.3 Implementasi Kebijakan

Melalui wawancara dengan ketua daerah Himpunan Wanita Penyandang

Cacat Indonesia (HWPCI) daerah Sumatera Utara bahwa dalam Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum no. 30 tersebut terdapat dua objek sebagai sasaran yaitu

“bangunan” dan “lingkungan”. Untuk pengaturan bangunan otoritas dipegang oleh

Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Tetapi untuk penataan lingkunagan (di luar

bangunan dan tapak bangunan), otoritas tersebut tidak jelas. Penataan aksesibilitas

pada lingkungan umumnya adalah meliputi pedestrian, penyebrangan, parkir,

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 31: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

fasilitas umum (telepon umum, halte, tempat sampah, dsb), dimana banyak pihak

terlibat yaitu : Dinas Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan ,

Dinas Kebersihan, Perusahaan Telekomunikasi dan Badan Pengelola Parkir. Masing-

masing pihak mempunyai fungsi dan target kerja yang tidak sama. , sehingga terjadi

tumpang tindih pembangunan di lokasi yang sama tanpa ada koordinasi. Sehingga

sudah saatnya kota Medan mempunyai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL) untuk kawasan-kawasan tertentu dimana di dalamnya sudah tercantum

pengaturan tentang aksesibilitas.

Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan pembinaan dalam pelaksanaan

fisik maupun sosialisasi kepada Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota dengan

cara mensosialisasikan aturan/ pedoman tentang aksesibilitas pada bangunan umum

dan lingkungan, Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota berkewajiban membuat

sarana percontohan aksesibilitas untuk penyandang cacat. Saat ini yang menjadi

percontohan adalah bangunan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) dan Rumah Sakit

Pringadi. Kemudian kawasan- kawasan yang mendesak untuk ditata adalah kawasan

Kesawan, kawasan Lapangan Merdeka, koridor jalan Sisingmangaraja, kawasan

Polonia, kawasan Perbelanjaan Petisah, kampus USU, kampus Unimed dan Rumah

Sakit Adam Malik berikut lingkungannya.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 32: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2.3 Isu Aksesibilitas pada Ruang Publik Kota

Pembangunan perkotaan sebagai salah satu engine of growth pengembangan

wilayah melalui berbagai kebijakan penataan ruang dan pengembangan prasarana

dan sarana wilayahnya, dimana ruang publik menjadi salah satu komponen penting

dalam pembangunan kota. Menurut Departemen Kimpraswil ruang publik kota dapat

dipahami sebagai bagian dari ruang kota yang dapat dimanfaatkan oleh warga kota

secara tidak terkecuali (inclusive) untuk menyalurkan hasrat dasarnya sebagai

mahluk sosial yang membutuhkan interaksi.

Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai wahana interaksi antar

komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok. Dalam hal ini

ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya

tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial. Disamping itu, ruang publik juga

berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya segi estetika kota,

pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro, serta memberikan

“image” dari suatu kota.

Beranjak dari pemahaman tentang ruang publik dan fungsinya, ada banyak

aspek yang harus dapat dipenuhi oleh suatu ruang publik. Salah satunya adalah aspek

aksesibel tanpa terkecuali (accessible for all) dimaksudkan bahwa ruang publik

sudah seharusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga kota yang membutuhkan.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 33: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Isu accessibility atau aksesibilitas sangat berkaitan dengan tuntutan perlunya

desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang untuk

melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak dapat

dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip universal

design. Dengan kata lain bahwa guna membantu mobilitas kaum difabel perlu

diciptakannya fasilitas aksesibilitas yang memenuhi standar universal yang dalam hal

ini diperlukan suatu logika sosial dan arsitektural untuk mendesain.

Pentingnya fasiltas aksesibilitas tidak hanya mencakup pentingnya mobilitas

dalam arti umum saja, tetapi juga dapat berarti membantu berbagai golongan

masyarakat yang membutuhkan dengan memperlakukan mereka secara adil dan

sejajar dalam wujud penyediaan fasilitas aksesbilitas yang memenuhi standar di

lingkungan binaan. Pemikiran dan informasi tentang pentingnya aksesibilitas sangat

penting dikembangkan, disebarluaskan, langsung diterapkan dan diperjuangkan di

kota Medan untuk mewujudkan suatu pemahaman konsep perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan kota (Bimo Hernowo, 2005).

2.4 Lapangan Merdeka sebagai Ruang Publik Kota

Lapangan Merdeka merupakan ruang publik terbesar di Kota Medan,

berukuran 175x275 m, yang merupakan titik pertemuan warga dari berbagai etnis.

Lapangan Merdeka dibentuk sejak tahun 1880

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 34: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

dengan nama ‘Esplanade’ (Lapangan Trebuka) dan merupakan pusat kota , di bagian

periferi ditanami pohon Ki Hujan (Samanea Saman), sebagai ciri ruang terbuka di

daerah tropis. Awalnya adalah bagian dari perkebunan tembakau berupa rawa-rawa.

Pada tahun 1927, bagian tengah dari sisi utara Lapangan Merdeka telah digunakan

sebagai lapangan olahraga. Setelah tahun 1927, bagian tengah (inti) dari Lapangan

Merdeka secara keseluruhan digunakan sebagai taman. Setelah kemerdekaan,

namanya berubah menjadi Lapangan Merdeka (Independence Square).

Hingga sekarang beberapa bangunan bersejarah yang mengelilinginya mesih

mencerminkan karakter Kota Medan Lama. Bangunan-bangunan ini antara lain

adalah Post Office, Hotel de Boer, The Javasche Bank, The City Hall, The Office of

the Netherlands Trading Company, Lloyd’s of Rotterdam dan the Juliana Building,

yang mana juga ditempati perusahaan Inggris, Harrison & Crossfield, dan sekarang

digunakan oleh perusahaan the London-Sumatera Plantations. Deli Maatscappij

mendirikan sebuah perusahaan kereta api Deli Sporweg Maatscappij pada tahun

1883 dan pada tahun 1885 jalur kereta api Medan – Labuhan Deli resmi dijalankan.

Stasiun kereta api ini terletak di sebelah timur dari Lapangan Merdeka (A.D.

Nasution, 2003).

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 35: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pada saat sekarang terjadi perubahan fungsi sebagian lahan dari Lapangan

Merdeka menjadi pusat jajanan makanan, hiburan dan promosi yang dikenal dengan

Merdeka Walk. Dibangun oleh PT. Orange Indonesia yang didukung oleh

Pemerintah Kota Medan yang berada di sebelah barat Lapangan Merdeka dengan

menggunakan lahan ±6600 m².

Keterangan Perubahan Fungsi Bangunan :

1. Grand Hotel menjadi Bank Mandiri

2. Stasiun Kereta Api

3. Titi Gantung

4. Club ‘de Witte’ menjadi BCA

5. Kantor Pos

6. Hotel de Boer menjadi Hotel Dharma Deli

7. Javasvhe Bank menjadi Bank Indonesia

8. Balai Kota (City Hall)

9. Nederlandshe Handel Maatschappiij

menjadi Bank Mandiri

10. Netherlands Trading Company menjadi

Bank Mandiri

11. Harrison&Crossfield menjadi PT. Lonsum

12. Netherlands Shipping Company &

Rotterdam Lloyd menjadi Asuransi Jasindo

Gambar 2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka

Keberadaan Merdeka Walk membawa arti positif bagi kawasan Lapangan

Merdeka. Karena sebelum dibangunnya Merdeka Walk, intensitas penggunaan

lapangan Merdeka sifatnya berkala. Umumnya Lapangan Merdeka digunakan untuk

kegiatan upacara dan olahraga yang kesemuanya berakhir setelah pukul 18.30 WIB

yaitu setelah orang selesai berolah raga (.A.D. Nasution, 2003). Setelah dibangunnya

Merdeka Walk, warga yang hendak berinteraksi hingga dini hari menjadi

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 36: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

terfasilitasi. Sudah seharusnya kawasan Lapangan Merdeka dapat berfungsi sebagai

generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Rob Krier, 1979).

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 37: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Mendefinisikan Difabel

Konsep difabel berakar dari suatu pendekatan medis dan individual. Menurut

pendekatan ini, keberfungsian secara fisik dan mental seseorang merupakan

prasyarat bagi kaum difabel untuk dapat menentukan kehendaknya dan berpartisipasi

dalam berbagai aktivitas.

Dunia barat mengelompokkan difabel berdasarkan usia dan kemampuan.

Untuk mereka pada usia tertentu atau mereka yang memiliki tingkat kemampuan

yang berbeda, menunjukkan hasil yang mengecewakan apabila dinilai dari kondisi

fisik mereka. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan pada 1000 orang

anak-anak dan remaja di New York tahun 1989.

Dalam penelitian tersebut anak-anak diminta untuk menjelaskan apa yang

mereka lihat. Tanpa terkecuali, anak-anak tersebut melaporkan bahwa mereka

melihat pria dan wanita melakukan pekerjaan, seperti memasak makanan, merawat

peliharaan dan melakukan pekerjaan rutin mereka. Selanjutnya mereka melaporkan

hal yang sama ketika para remaja melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi selanjutnya,

mereka melihat orang cacat fisik mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan yang

sama dengan sebelumnya. Dalam waktu singkat, dalam pemikiran anak-anak

tersebut.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 38: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kritikan terhadap penanganan masalah difabel tersebut sesungguhnya sudah

direspon World Health Organization (WHO) dan para profesional yang

bekerja di bidang rehabilitasi. WHO, misalnya, sejak tahun 2001 sudah merevisi

definisi difabel. Pedoman dari WHO menjadi acuan di banyak negara termasuk di

Indonesia disebut International Classification of Impairment, Disability and

Handicap. Dari pedoman ini ada 3 konsep yang dibedakan, yaitu :

1. Impairment , adalah hilangnya atau ketidaknormalan struktur atau fungsi

psikologis, fisik atau anatomi.

2. Disability, mengacu kepada keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas

secara “normal” yang disebabkan oleh impairment .

3. Handicap, merupakan ketidakberuntungan sesorang yang diakibatkan oleh

impairment dan disability yang menyebabkan ia tidak dapat melakukan perannya

secara sosial maupun ekonomi

WHO merevisi konsep ini menjadi International Classification of

Functioning Disability and Health (ICF). Pada konsep ini, impairment bukanlah

satu-satunya faktor yang menjadi fokus dalam menilai keberfungsian kemampuan

seseorang. Ada dua komponen utama yang perlu dipelajari dalam memahami

masalah difabel, yaitu:

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 39: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1. Functioning (keberfungsian), meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur

serta aktivitas dan partisipasi.

2. Disability (ketidakmampuan), bagian pertama meliputi keberfungsian

badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi, sedangkan bagian

kedua terdiri dari faktor-faktor kontekstual, seperti faktor lingkungan dan faktor

–faktor yang sifatnya personal.

Menurut konsep ini, masalah difabel timbul sebagai interaksi dari berbagai

komponen-komponen tersebut. Keberfungsian secara fisik dan mental seseorang

merupakan prasyarat baginya untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.

Namun cara ini juga direfleksikan dalam kehidupan sosial yang menyebabkan

terhambatnya kaum difabel mendapatkan kesempatan berpartisipasi secara sama

dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat (Eva Kasim, 2004).

3.2 Universal Design Sebagai Paradigma Baru

Universal design pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Ron

Mace pada tahun 1985. Sebelumnya pada tahun 1950 dikenal terminologi barrier-

free design (desain bebas hambatan) yang dalam perkembangannya barrier- free

design memiliki persepsi yang negatif di antara orang Amerika. Karena barrier-free

design hanya dapat digunakan oleh kaum difabel. Sehingga kedudukan antara difabel

dan non difabel di ruang publik menjadi terpisah. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip

equity yang mengharuskan adanya persamaan hak bagi setiap orang di ruang publik.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 40: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Selanjutnya pada tahun 1970 berkembang terminologi yang lebih populer yang

dikenal dengan accessible design (desain yang aksesibel) yang mengatakan bahwa

sarana aksesibilitas sebagai parameter yang mempengaruhi pergerakan masyarakat di

lingkungan publik. Tetapi accessible design dalam penerapannya dirasakan masih

kurang praktis karena cakupannya terlalu luas.

Oleh karena itu Ron Mace mengatakan perlu adanya suatu standar minimum

untuk mengatur fasilitas umum kaum difabel dan non difabel dalam ruang publik

secara bersamaan yang dikenal dengan universal design. Dalam artiannya “Universal

design adalah produk dan lingkungan yang dihasilkan dalam perancangan

lingkungan binaan, yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah untuk

mengakses setiap elemen di dalamnya”. Dalam penerapannya universal design bisa

tidak sama di setiap tempat tergantung dari berbagai pendekatan desain dan undang-

undang yang berlaku (Ron Mace dalam Elaine Ostroff, 2001).

3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design

Menurut Molly Folente Story (Universal Design Handbook, 2001) prinsip-

prinsip utama universal design, yaitu :

1. Dapat digunakan semua jenis pengguna

Definisi : Produk desain dapat digunakan dan dipasarkan untuk semua

jenis pengguna

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 41: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Implikasi dalam perencanaan :

a. Mempertimbangkan aturan kekerabatan dalam memfasilitasi

aksesibilitas pejalan kaki

b. Mengembangkan pendekatan strategis dalam membuat kebijakan

transportasi yang memprioritaskan transportasi non kendaraan

bermotor

c. Jalan dapat diakses semua jenis pengguna tanpa ada batasan

2. Fleksibel dalam penggunaan

Definisi : Produk desain mengakomodasi semua jenis pengguna dan tidak

dibedakan berdasarkan kemampuannya

Implikasi dalam perencanaan :

a. Mengadaptasi proposal pengembangan sebagai aturan detail untuk

perencanaan

b. Produk aksesibilitas harus dapat memfasilitasi setiap pengguna

3. Sederhana dan mudah untuk digunakan

Definisi : Penggunaan desain mudah dimengerti ditinjau dari segi

pengalaman dan kemampuan pengguna

Implikasi dalam perencanaan :

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 42: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

a. Proposal pengembangan mudah diterapkan dalam setiap lokasi,

bangunan dan jalan

b. Rute langsung bagi pedestrian tanpa kendaraan bermotor

4. Informasi yang memadai

Definisi : Produk desain dilengkapi informasi pendukung yang penting untuk

pengguna dimana informasi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan

pengguna

Implikasi dalam perencanaan :

a. Sebagai masukan dalam proses perencanaan yang berguna untuk

mengurangi ‘jarak’di antara setiap pengguna

b. Mempertimbangkan cara untuk membuat setiap perencanaan tepat

sasaran

5. Toleransi kesalahan

Definisi : Meminimalkan resiko kecelakaan akibat dari kejadian yang tidak

terduga

Implikasi dalam perencanaan :

a. Faktor keselamatan sebagai prioritas utama dalam perencanaan.

Termasuk di dalamnya keselamatan di jalan, menghindari

kriminalitas, mengutamakan kesehatan dan semua yang membuat

hidup lebih baik

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 43: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

6. Mengurangi usaha fisik

Definisi : Produk desain dapat digunakan secara efisien dan aman dengan

mengurangi resiko cedera

Implikasi dalam perencanaan :

a. Diprioritaskan untuk desain pedestrian dan jalan yaitu dengan

meminimalkan gangguan dalam perjalanan

7. Ukuran ruang untuk penggunaan yang tepat

Definisi : Penggunaan ukuran ruang dalam desain yaitu dengan melakukan

pendekatan melalui postur, ukuran dan pergerakan pengguna

Implikasi dalam perencanaan :

a. Memperhatikan kebutuhan minimum standar ruang

b. Mempertimbangkan aspek kepadatan dan hubungan antar ruang

dalam merancang bentuk

8. Memasukkan unsur kesenangan

Definisi : Dengan adanya penambahan unsur kesenangan dalam perencanaan

maka lingkungan yang dihasilkan akan memberikan pengalaman yang

menyenangkan

Implikasi dalam perencanaan :

a. Memperkenalkan pentingnya urban desain dalam proses perencanan

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 44: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas

3.4.1 Ukuran Dasar Ruang

Esensi : Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacu kepada

ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang

dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya.

Persyaratan :

1. Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan fungsi

2. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini

dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat tercapai.

3.4.2 Jalur Pemandu

Esensi : Jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan

memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.

Persyaratan :

1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.

2. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan

situasi di sekitarnya/warning.

3. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks):

a. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 45: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas

persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.

c. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area

penumpang.

d. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan.

e. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum

terdekat.

4. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada

perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak

terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin

peringatan. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan

ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.

3.4.3 Jalur Pedestrian

Esensi : Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi difabel

secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman,

mudah, nyaman dan tanpa hambatan.

Persyaratan :

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 46: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak

licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa

ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm.

2. Kemiringan maksimum 2° dan pada setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat

bagian yang datar minimal 120 cm.

3. Area istirahat digunakan untuk membantu pengguna jalan difabel dengan

menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi

4. Pencahayaan berkisar antara 50 -150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,

tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.

5. Drainase dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5

cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi jalur

pedestrian.

6. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm

untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu,

lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.

7. Tepi pengaman dibuat setinggi maksimal 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur

pedestrian.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 47: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3.4.4 Ramp

Esesnsi : Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan

kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan

tangga.

Persyaratan:

1. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°, perhitungan

kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb

ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan

maksimum 6°.

2. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak boleh lebih dari

900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih

panjang.

3. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm

dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan

kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama

lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau

dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.

4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan

datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda

dengan ukuran minimum 160 cm.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 48: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur

sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

6. Lebar tepi pengaman ramp/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk

menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.

Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan

harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

7. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu

penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian

ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-

bagian yang membahayakan.

8. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin

kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah

dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm.

3.4.5 Tangga

Esensi : Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan

mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang

memadai.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 49: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Persyaratan :

1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.

2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60°

3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna

tangga.

4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu

sisi tangga.

5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm dari

lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya

harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungnya (puncak dan

bagian bawah) dengan 30 cm.

7. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada

air hujan yang menggenang pada lantainya.

3.4.6 Pintu

Esensi : Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang

merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan

penutup (daun pintu).

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 50: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Persyaratan :

1. Pintu pagar ke tapak harus mudah dibuka dan ditutup oleh difabel.

2. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-pintu

yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.

3. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau

perbedaan ketinggian lantai.

4. Hindari penggunan bahan lantai yang licin di sekitar pintu

5. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna

kursi roda dan tongkat tuna netra.

3.4.7 Toilet

Esensi : Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa

terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau

fasilitas umum lainnya.

Persyaratan :

1. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan

rambu/simbol dengan sistem cetak timbul “penyandang cacat” pada bagian

luarnya.

2. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk

masuk dan keluar pengguna kursi roda.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 51: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi

roda sekitar (45-50 cm)

4. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat

(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna

kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki

bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi

roda.

5. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-

perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang

sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki

keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.

6. Semua kran sebaiknya dengan menggunakan sistem pengungkit dipasang pada

wastafel, dll.

7. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

8. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.

3.48 Telepon Umum

Esensi : Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang

sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 52: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Persyaratan :

1. Telepon umum disarankan yang menggunakan tombol tekan, harus terletak pada

lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang tua,

orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil.

2. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum sehingga

memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan menggunakan telpon.

3. Ketinggian telpon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang telpon

terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm

4. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan alat kontrol

volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.

5. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf Braille dan

dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang terpasang di dekat

telpon umum.

6. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda untuk

menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman. (± 75 cm).

7. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan gerak

pengguna dan site yang tersedia.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 53: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3.4.9 Area Parkir

Esensi : Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh

penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi

roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan

penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang,

termasuk penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.

Persyaratan :

1. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/

fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter

2. Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga

pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari

kendaraannya;

3. Area parkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda parkir

penyandang cacat yang berlaku;

4. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua sisi kendaraan

5. Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm untuk

parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram dan jalan menuju fasilitas-

fasilitas lainnya.

6. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu-

lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 54: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

7. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk mempermudah dan

membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.

3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan Umum

Tabel 3.1 Standar aksesibilitas pada bangunan fasilitas pelayanan umum

Elemen Standar Minimal Standar yang direkomendasikan Pintu

Masuk/ Keluar

o Pintu masuk dan keluar bangunan harus cukup lebar minimal 90 cm dan hendaknya dikonstruksi sedemikian rupa sehingga dapat dilalui oleh pengguna kursi roda

o Dari pintu masuk/keluar menuju ke meja penerima tamu perlu dilengkapi dengan jalur pemandu

o Pintu bangunan hendaknya dikonstuksi sedemikian rupa sehingga para pengguna kursi roda dapat melaluinya dengan mudah dan lebar pintu minimal 120 cm

o Pintu masuk/keluar utama sebaiknya pintu otomatis, lebar minimal 120 cm, sedangkan pintu masuk/keluar lainnya hendaknya memiliki lebar minimal 90 cm

o Pada dasarnya diperlukan jalur pemandu dari pintu masuk/keluar menuju ke meja penerima tamu

Koridor o Lebar koridor minimal 120 cm sehingga pengguna kursi roda dapat melaluinya dan perlu disediakan ruang yang longgar agar pengguna kursi roda dapat berputar

o Apabila dalam suatu bangunan terdapat perbedaan ketinggian lantai , perlu dipasang ramp yang dapat menghilangkan perbedaan ketinggian tersebut

o Lebar koridor sebaiknya 180 cm atau lebih sehingga dua pengguna kursi roda dapat berpapasan dan merubah arah dengan mudah dan perlu disediakan ruang yang longgar agar pengguna kursi roda dapat berputar. Jika fasilitas ini disediakan, lebar koridor dan lainnya minimal 140 cm

o Apabila dalam suatu bangunan terdapat perbedaan ketinggian lantai, perlu dipasang alat/sarana seperti ramp yang dapat menghilangkan perbedaan ketinggian lantai

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 55: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Tangga o Apabila dalam suatu bangunan terdapat tangga, perlu dipasang pegangan tangan

o Ubin peringatan dan ubin pengarah perlu dipasang pada bagian atas tangga

o Apabila dalam suatu bangunan terdapat tangga, perlu dipasang pegangan tangan pada kedua sisinya

o Tinggi setiap anak tangga maksimal 16 cm dan lebar tapak anak tangga minimal 30 cm

o Pada bagian atas tangga perlu dipasang peringatan

Ramp o Pada ramp perlu dipasang pegangan tangan

o Lebar ramp minimal 120 cm dengan kemiringan 7°-8°

o Ubin peringatan perlu dipasang pada ramp

o Perlu dipasang pegangan tangan pada kedua sisi ramp

o Lebar ramp sebaiknya 150 cm atau lebih dengan kemiringan 7°-8° atau kurang

o Ubin peringatan perlu dipasang pada ramp

Kamar mandi

o Pada kamar mandi minimal disediakan satu kloset duduk untuk digunakan pengguna kursi roda

o Pada prinsipnya 2% atau lebih dari jumlah kloset yang tersedia pada setiap lantai bangunan sebaiknya berupa kloset duduk yang dapat dipergunakan pengguna kursi roda

Area parkir

o Pada area parkir, perlu disediakan minimal satu tempat parkir untuk pengguna kursi roda dengan lebar minimal 350 cm

o Pada prinsipnya minimal 2% dari tempat pakir dalam suatu area sebaiknya diperuntukkan bagi pengguna kursi roda. Lebar tempat parkir adalah 350 cm.

Sumber : United Nations (1995 : 27-28)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 56: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Pendahuluan

Dalam melakukan kajian aksesibilitas difabel pada ruang publik kota, metoda

penelitian yang digunakan yaitu :

1. Metoda kuantitatif dengan metoda survey dan membagikan kuesioner kepada

responden dalam jumlah tertentu. Kuesioner yang dibagikan berupa gabungan

dari kuesioner berstruktur dan tidak berstruktur.

2. Metoda kualitatif yaitu dengan metoda wawancara.

Untuk melakukan penilaian elemen aksesibilitas tehadap sarana aksesibilitas

publik di kawasan Lapangan Merdeka dimana penilaian tersebut diklasifikasikan atas

4 (empat) kelompok difabel yaitu : tuna netra, tuna rungu, tuna daksa pengguna kruk

dan tuna daksa pengguna kursi roda.

Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan

Merdeka ada 2 (dua) standar yang digunakan untuk kriteria penilaian elemen

aksesibilitas :

1. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No.30/PRT/M/2006 )

2. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 57: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

4.2 Tahapan Penelitian

1. Menentukan Objek dan Batasan Penelitian

a. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel

pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

b. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.

c. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan

stasiun kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.

2. Hipotesis

a. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk

kaum difabel

b. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria

kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.

3. Studi Banding

a. Dalam penelitian ini yang menjadi studi banding adalah penelitian pada

kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur. Studi banding ini dilakukan atas dasar

kesamaan fungsi kawasan sebagai ruang publik kota .

4. Pengumpulan Data

a. Data Primer, berupa hasil pengamatan langsung di lapangan yaitu dengan

membagikan kuesioner kepada 100 orang kaum difabel ynag pernah

berkunjung ke kawasan Lapangan Merdeka dan melakukan observasi/

pengukuran pada sarana aksesibilitas umum di kawasan Lapangan Merdeka.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 58: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

I. Tahap-tahap persiapan kuesioner

II. Jumlah kuesioner : 100 lembar

III. Jumlah pertanyaan : 15 pertanyaan

IV. Distribusi kuesioner :

V. Kuesioner ditujukan kepada kaum difabel yang sudah pernah berkunjung ke

kawasan Lapangan Merdeka. Perhitungan distribusi kuesioner berdasarkan

jumlah populasi kaum difabel Kota Medan

1) 39 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna netra

2) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kruk

3) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kursi

roda

4) 17 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna rungu

VI. Observasi/ pengukuran

1) Segmentasi Kawasan

2) Dokumentasi

3) Pengukuran, diawali dari luar bangunan (outdoor) sampai ke dalam

bangunan (indoor)

4) Elemen penelitian meliputi pedestrian, ramp, tangga, pintu masuk,

telepon umum, loket, area informasi, toilet umum, kantin dan tempat

ibadah.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 59: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Data sekunder , berupa data yang diperoleh dari studi literatur

5. Analisa Data

Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan

Merdeka ada 2 variabel untuk kriteria penilaian aksesibilitas :

a. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 ).

b. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995).

Kemudian dilakukan metoda multi exposed yaitu dengan melakukan pemeriksaan

silang terhadap data standar aksesibilitas dengan data yang ditemui di lapangan.

Tabel 4.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas

Netra Rungu Kruk K.Roda Penilaian

Nama Elemen Aksesibilitas

No Variabel Data Standar

KomentarTuna netra……………………………………………………………………………………….Tuna rungu………………………………………………………………………………………Tuna daksa pengguna kruk……………………………………………………………………

Untuk tuna daksa pengguna kruk elemen aksesibilitas……………………………………Untuk tuna daksa pengguna kursi roda elemen aksesibilitas…………………………….

Tuna daksa pengguna kursi roda……………………………………………………………..KesimpulanUntuk tuna netra elemen aksesibiltas………………………………………………………..Untuk tuna rungu elemen aksesibilitas………………………………………………………

Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 60: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Tabel 4.2 Klasifikasi Difabel

No Keterangan1 Difabel dalam hal penglihatan2 Difabel dalam hal pendengaran3 Difabel fisik dengan alat bantu kruk4 Difabel fisik dengan alat bantu kursi roda

KlasifikasiTuna Netra

Tuna daksa pengguna krukTuna daksa pengguna kursi roda

Tuna rungu

Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

Tabel 4.3 Kriteria Penilaian

No Kriteria Penilaian Skor Keterangan1 Akses 1 Kaum difabel dapat akses2 Akses Tidak Memadai 0.5 Kaum difabel dapat akses tetapi elemen

aksesibiitas tidak memenuhi standar3 Tidak Akses 0 Kaum difabel memerlukan bantuan untuk akses Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

Tabel 4.4 Kriteria Skor

No Kisaran Skor Kriteria Skor Keterangan1 A/ (skor =4) Aksesibilitas Baik Aksesibel Sempurna Standar2 B/3 Aksesibilitas Cukup Aksesibel Sebagian Standar3 C/2 Aksesibilitas Kurang Kurang Aksesibel4 D/1 Tidak Ada Aksesibilitas Tidak Aksesibel

Komentar yang diberikan oleh kaum difabel ketika mengakses kawasan

Lapangan Merdeka digunakan untuk menentukan permasalahan fisik sarana

aksesibilitas yang menghambat aksesibilitas kaum difabel dalam mengakses kawasan

Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota

Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

5. Temuan dan Kesimpulan

6. Rekomendasi dan Saran

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 61: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB V

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum

Kawasan Lapangan Merdeka terletak di pusat kota dengan luas ± 5 hektar.

Pada kawasan ini, ruang terbuka menggunakan lahan sekitar 60%. Lapangan

Merdeka dan Lapangan Benteng memiliki peranan penting dalam struktur kawasan

dan core kota Medan pada umumnya.

Gambar 5.1 Lokasi Penelitian, insert : Peta Kota Medan

Kawasan Lapangan Merdeka didominasi oleh fungsi perkantoran. Hal-hal

yang paling khusus dari kawasan ini adalah bangunan-bangunan bersejarah dan

ruang terbuka publik. Berdasarkan SK Walikotamadya KDH Tk.II Medan No.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 62: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

188.342/789/SK/1991 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Medan

Nomor 5 tahun 1990, bahwa Lapangan Merdeka tergolong sebagai taman klasifikasi

A, yang memiliki kriteria terletak di pusat wilayah dengan daerah pelayanan radius

2000-10000 m², dan luas area 10000-50000 m². Berdasarkan peraturan tersebut

Lapangan Merdeka harus dapat melayani lebih dari 25000 penduduk kota Medan.

Gambar 5.2 Peta Kegiatan di kawasan Lapangan Merdeka

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Keterangan peta aktivitas publik di Kawasan Lapangan Merdeka- Lapangan Benteng :

17. Blok Komersial

18. Kantor Walikota

19. Pusat Perbelanjaan

20. Gedung DPR

21. Lapangan Upacara

22. Perbankan

23. Pusat Onderdil

24. Pujasera

9. Perbankan

10. Hotel

11. Bank Sentral

12. Perbankan

13. Kantor Swasta

14. Kantor Asuransi

15. Perbankan

16. Perbankan

1. Lapangan Upacara

1. Lapangan Olahraga

2. Pujasera

3. Pasar Buku

4. Stasiun Kereta Api

5. Kantor Pos Pusat

6. Perbankan

7. Blok Komersial

Page 63: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.2 Segmentasi Kawasan

Untuk mempermudah dalam mendeskripsikan dan menganalisis kawasan

Lapangan Merdeka maka kawasan dibagi atas 2 segmen, yang masing-masing terdiri

dari :

Gambar 5.3 Segmentasi Kawasan

1. Segmen A : Lapangan Merdeka

a. Terdiri dari 5 sub segmen yaitu koridor jalan Balai Kota, koridor jalan

Bukit Barisan, koridor jalan Kereta Api, koridor jalan Pulau Pinang

dan Lapangan Merdeka.

2. Segmen B : Stasiun Kereta Api

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 64: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)

5.3.1 Peruntukan Lahan

Lokasi Lapangan Merdeka terletak di pusat kota Medan tepatnya di

kecamatan Medan Barat, dengan luas ±4,7 ha. Dalam studi kasus ini Lapangan

Merdeka dikelilingi oleh empat koridor jalan satu arah yaitu jalan Balai Kota, jalan

Bukit Barisan, jalan Kereta Api dan jalan Pulau Pinang.

Peruntukan lahan di segmen Lapangan Benteng didominasi oleh ruang

terbuka (66%), selanjutnya perbankan (15%), komersil (6%), hotel (6%),

perkantoran milik swasta (2%), perkantoran milik pemerintah (1.2%), pertokoan

(0,8%), kantor pos (0,1%), kantor polisi (0,07%) dan mushalla (0,03%). Hal-hal

yang paling khusus dari segmen ini adalah bangunan bersejarah dan Lapangan

Merdeka.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 65: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Gambar 5.4 Peruntukan Lahan Segmen A

5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi

Keempat koridor jalan di segmen Lapangan Merdeka memiliki jalur

pedestrian dua arah dan tidak semua koridor jalan memiliki fasilitas penyeberangan.

Selain di keempat koridor jalan juga terdapat jalur pedestrian yang berada di dalam

Lapangan Merdeka.

Jenis-jenis pohon yang terdapat di dalam Lapangan Merdeka antara lain :

Gambar 5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian

1. Pohon Trambesi, dalam bahasa latin Samanea Saman yang sering disebut pohon

‘Ki Hujan’. Pohon-pohon tersebut rata-rata berumur 110 tahun

2. Pohon Seri, selain pohon ‘Ki Hujan’ juga terdapat pohon seri yang ditanam

sejajar koridor jalan Balai Kota.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 66: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Pohon Palem, ditanam sejajar mengelilingi lintasan dalam.

4. Pohon Cemara, hanya terdapat beberapa batang di dalam Lapangan Merdeka

5. Pohon peneduh, yang terdapat di sepanjang lintasan tengah sebagai pembatas

antara lintasan tengah dan lintasan luar. Selain pohon-pohon peneduh juga

terapat tanaman- tanaman hias.

Gambar 5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian

Pada keempat koridor jalan ditanami pohon yang bersifat visual dan tidak

memberi kontribusi untuk kenyamanan jalur pejalan kaki.

Gambar 5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 67: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.3.3 Utilitas

Sistem utilitas di segmen Lapangan Benteng masih belum menggunakan

sistem jaringan terpadu. Penyediaan prasarana umum seperti air bersih, listrik,

telepon dan drainase terletak menyebar khususnya di bawah jalur utama pejalan kaki

dan badan jalan.

Gambar 5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 68: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)

Pembagian sub segmen pada masing-masing koridor jalan terbagi menjadi 2 sub

segmen kecuali koridor jalan Kereta Api. Pembagian sub segmen pada masing-

masing koridor jalan adalah : koridor jalan Balai Kota terbagi menjadi segmen C1-1

dan segmen C1-2 ; koridor jalan Bukit Barisan terbagi menjadi segmen C1-1 dan

segmen C2-2; koridor jalan Kereta Api terbagi menjadi segmen C3-1 dan segmen

C3-2; koridor jalan Pulau Pinang terbagi menjadi segmen C4-1 dan segmen C4-2.

Gambar 5.9 Pembagian Sub Segmen A

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 69: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1. Sub Segmen A1-1

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang

berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian langsung

berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak bangunan

setback ke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.

2.Sub Segmen A1-2

Gambar 5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2

Gambar 5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang

berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil. Pada segmen ini pedestrian

terlihat teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 70: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Sub Segmen A2-1

Gambar 5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan

dengan latar bangunan publik dan pertokoan. Pada segmen ini bangunan tampak

setback di belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi. Jalur pedestrian

pada sub segmen A2-1 dilengkapi dengan fasilitas telepon umum.

4. Sub Segmen A2-2

Gambar 5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan

yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan kantor polisi dan gerbang masuk

ke Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi

oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 71: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.Sub Segmen A3

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang

berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat

teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

6. Sub Segmen A3

Gambar 5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3

Gambar 5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang

berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat

teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 72: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

7. Sub Segmen A4-1

Gambar 5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang

yang berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian

langsung berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak

bangunan setback ke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.

8. Sub Segmen A4-2

Gambar 5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang

yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil dan gerbang masuk ke

Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi

oleh deretan pohon ‘Ki Hujan’ yang bertajuk lebar.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 73: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api)

Gambar 5.18 Segmen B Stasiun Kereta Api

Stasiun Kereta Api Besar Medan terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka.

Didirikan pada tahun 1883 oleh perusahaan Deli Maaatschappij dan pada tahun 1885

jalur kereta api Medan- Labuhan Deli resmi dijalankan. Pada masa sekarang Stasiun

Kereta Api Besar dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan rute

pelayanan ke berbagai kota di Sumatera Utara.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 74: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Dalam penelitian ini Stasiun Kereta Api Besar Medan menjadi objek

penelitian di dalam bangunan (indoor), karena bangunan Stasiun Kereta Api Besar

Medan merupakan salah satu pintu masuk utama ke Kota Medan dan sudah

selayaknya fasilitas aksesibilitas di Stasiun Kereta Api Besar Medan dapat diakses

oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali.

5.4.1 Zoning

Pembagian zoning di Stasiun Kereta Api Besar Medan meliputi : zoning

publik (hall utama, peron), zoning semi publik (retail), zoning private (ruang

pengelola), zoning service (Toilet/WC).

Gambar 5.19 Zoning Ruang Stasiun Kereta Api

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 75: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.4.2 Muka Jalan (Streetscape)

Gambar 5.20 Muka Jalan Pada Segmen B

Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang

berlatar bangunan Stasiun Kereta Api Besar Medan.

5.5 Bangunan Monumental

Bangunan yang mendominasi Kawasan Lapangan Merdeka adalah bangunan

perkantoran, dimana bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan peninggalan

Belanda yang didominasi bangunan bergaya arsitektur neo-klasik (gedung Balai

Kota, gedung Bank Indonesia, hotel de’ Boer, kantor Pos Besar, kantor Asuransi

Jasindo dan gedung PT. London Sumatera Plantations) dan art deco (gedung Bank

Mandiri, Stasiun Kereta Api dan kantor Bank Panin). Selain bangunan peninggalan

Belanda terdapat juga bangunan baru yang bergaya arsitektur tropis (kantor Bank

Niaga), dan Modern Style yang didominasi oleh bidang- bidang transparan (hotel

Natour Dharma Deli dan Bank Indonesia).

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 76: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.6 Studi Banding (Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur)

Gambar 5.21 Bird Eye View Bangunan Monumental di Kawasan Lapangan Merdeka

Kawasan Bukit Bintang (Star Hill) adalah sebuah distrik pusat belanja dan hiburan di

Kuala Lumpur. Kawasan Bukit Bintang terdiri dari 3 jalan utama : dimulai dari Jalan

Pudu, Jalan Bukit Bintang dan berakhir dengan berpotongan pada Jalan Sultan

Ismail. Kawasan Bukit Bintang adalah generator aktifitas kawasan yang didominasi

pusat perbelanjaan, kafetaria, klub, dan deretan toko-toko yang beraktifitas selama

24 jam sehari. Kawasan Bukit Bintang adalah kawasan yang didominasi oleh pejalan

kaki.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 77: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kawasan Bukit Bintang adalah kawasan yang didominasi oleh pejalan kaki.

Sumber : Google Images Gambar 5.22 Peta Lokasi kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur

Dimana hal ini dapat terlihat dari intensitas jalan yang dipenuhi oleh pejalan

kaki yang difasilitasi dengan jalur pedestrian yang lebar. Pada jalur pejalan kaki juga

dilengkapi dengan sarana aksesibilitas untuk difabel, seperti jalur pemandu, tepi

pengaman low curb untuk pengguna kursi roda, tangga yang dilengkapi pegangan

tangga, ramp dan toilet umum yang aksesibel untuk difabel.

Yang menarik dari kawasan Bukit Bintang adalah kawasan ini awalnya tidak

didesain untuk mengakomodasi aksesibilitas untuk difabel. Tetapi pada kawasan

Bukit Bintang dilakukan penyesuaian pada sarana aksesibilitas agar dapat digunakan

oleh difabel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 78: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hal ini dapat terlihat dari tinggi jalur pedestrian yang tidak aksesibel untuk

pengguna kursi roda tetapi pengguna kursi roda dapat menggunakan jalur pedestrian

setelah dibuat bagian yang landai pada bagian awal dan akhir jalur pedestian.

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 5.23 Sarana aksesibilitas untuk difabel pada jalur pedestrian

Selain itu jalur pedestrian menggunakan material aksesibilitas yang sifatnya

knock down. Material aksesiblitas yang sifatnya knock down antara lain :

Penggunaan jalur pemandu semi permanen berupa pelat stainless yang diletakkan di

atas material penutup jalan, pegangan tangga dan ramp semi permanen yang terbuat

dari pipa stainless yang dipasang pada material penutup jalan dan toilet umum

berupa bangunan knock down.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 79: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 5.24 Sarana aksesibilitas untuk difabel pada jalur pedestrian

5.6.1 Maksud dan Tujuan

1. Penelitian pada kawasan Bukit Bintang dimaksudkan sebagai pembanding untuk

penelitian pada kawasan Lapangan Merdeka. Hal ini dilakukan karena adanya

kesamaan fungsi kawasan yaitu sebagai ruang publik kota dan juga generator

aktifitas di lingkungan perkotaan.

2. Kawasan Lapangan Merdeka tidak didesain untuk mengakomodasi aksesibilitas

kaum difabel dan oleh sebab itu penyesuaian yang dilakukan pada kawasan Bukit

Bintang diharapkan juga dapat diterapkan pada kawasan Lapangan Merdeka.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 80: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5.6.2 Hasil dan Pembahasan

1. Jalur Pemandu

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 5.25 Jalur Pemandu di kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur

Data :

Jalur pemandu pada kawasan Bukit Bintang terletak pada jalur pedestrian dan

pada bagian tangga dilengkapi dengan ubin pengarah maupun pelat stainless yang

bermotif garis dan lingkaran. Jalur pemandu dibedakan dengan warna kuning.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna netra jalur

pemandu aksesibel sempurna

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna rungu jalur

pemandu aksesibel sempurna

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna

daksa pengguna kruk jalur pemandu aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 81: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala. Sehingga bagi

tuna daksa pengguna kursi roda jalur pemandu aksesibel sempurna.

2. Jalur Pedestrian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 5.26 Jalur Pedestrian di kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur

Data :

Jalur pedestrian pada kawasan Bukit Bintang memiliki ukuran lebar 360 cm,

tinggi 20 cm dan kemiringan 1°-3°. Dilengkapi dengan kanstin selebar 20 cm. Pada

bagian permukaan menggunakan material permukaan yang tidak licin dan dalam

kondisi lengkap.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 82: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna netra jalur

pedestrian aksesibel sempurna

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna rungu jalur

pedestrian aksesibel sempurna

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna

daksa pengguna kruk jalur pedestrian aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala. Sehingga bagi

tuna daksa pengguna kursi roda jalur pedestrian aksesibel sempurna.

3. Ramp

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 5.27 Ramp outdoor di kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 83: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Pada jalur pedestrian di kawasan Bukit Bintang dilenkapi dengan ramp

selebar 150 cm dengan panjang 180 cm dan sudut kemiringan 5°. Material

permukaan yang digunakan pada ramp ridak licin dan dilengkapi pegangan pada

kedua sisinya.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna netra ramp

aksesibel sempurna

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna rungu ramp

aksesibel sempurna

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna

daksa pengguna kruk ramp aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala. Sehingga bagi

tuna daksa pengguna kursi roda ramp aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 84: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

4. Tangga

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 5.28 Tangga outdoor di kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur

Data :

Pada jalur pedestrian di kawasan Bukit Bintang dilenkapi dengan tangga

setinggi 60 cm dengan tinggi anak tangga 15 cm dan lebar 30 cm. Pada bagian sisi

tangga dilengkapi dengan pegangan tangga 80 cm dan diameter pegangan Ø 5 cm.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna netra tangga

aksesibel sempurna

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna rungu tangga

aksesibel sempurna

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna

daksa pengguna kruk tangga aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 85: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga karena

bentuk dasar dari tangga tidak diperuntukkan untuk pengguna kursi roda.

Sehingga bagi tuna daksa pengguna kursi roda tangga tidak aksesibel.

5. Toilet Umum

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 5.29 Toilet umum portable di kawasan Bukit Bintang

Kuala Lumpur

Data :

Toilet umum pada kawasan Bukit Bintang menggunakan pintu otomatis

selebar 100 cm dan terdapat kerb ramp pada bagian landing space. Panjang ruang

dari toilet umum adalah 200 cm , lebar 150 cm dan tidak menggunakan material

lantai yang licin. Kloset yang digunakan adalah kloset duduk yang pada bagian

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 86: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

sisinya terdapat pegangan. Toilet umum juga dilengkapi dengan wastafel setinggi 60

cm dan juga terdapat urinoir.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna netra toilet umum

aksesibel sempurna

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna rungu toilet

umum aksesibel sempurna

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga bagi tuna

daksa pengguna kruk toilet umum aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala. Sehingga bagi

tuna daksa pengguna kursi roda toilet umum aksesibel sempurna.

5.6.3 Hasil Penilaian

Dari hasil kajian pada 5 (N=5) sarana aksesibilitas difabel pada kawasan

Bukit Bintang Kuala Lumpur kesemuanya sudah memenuhi standar aksesibilitas

untuk difabel, tetapi masih ditemukan kendala yaitu tidak adanya tempat parkir

kendaraan yang aksesibel untuk difabel dan tidak adanya fasilitas telepon umum di

luar bangunan.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 87: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB VI

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Dalam tahap ini akan dilakukan penilaian elemen aksesibilitas tehadap sarana

aksesibilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka dimana penilaian tersebut

diklasifikasikan atas 4 (empat) kelompok difabel yaitu : tuna netra, tuna rungu, tuna

daksa pengguna kruk dan tuna daksa pengguna kursi roda.

Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka

ada 2 (dua) standar yang digunakan untuk kriteria penilaian elemen aksesibilitas :

1. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No.30/PRT/M/2006 )

2. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995)

6.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen A (Lapangan Merdeka)

Gambar 6.1 Pembagian Sub Segmen Pada Segmen A

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 88: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pembagian sub segmen pada masing-masing koridor jalan terbagi menjadi 2

sub segmen kecuali koridor jalan Kereta Api. Pembagian sub segmen pada masing-

masing koridor jalan adalah : koridor jalan Balai Kota terbagi menjadi segmen C1-1

dan segmen C1-2 ; koridor jalan Bukit Barisan terbagi menjadi segmen C1-1 dan

segmen C2-2; koridor jalan Kereta Api terbagi menjadi segmen C3; koridor jalan

Pulau Pinang terbagi menjadi segmen C4-1 dan segmen C4-2. Sedangkan

aksesibilitas yang ada di dalam Lapangan Merdeka termasuk dalam segmen C5.

Analisa penilaian aksesibilitas dilakukan dengan menggunakan form

penilaian aksesibilitas yang dikeluarkan oleh Himpunan Wanita Penyandang Cacat

Indonesia (HWPCI) Pusat. Adapun pembahasan pada tiap-tiap sub segmen :

1. Sub Segmen A1-1

Jalur Pedestrian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.2 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-1

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 89: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A1-1 memiliki ukuran lebar 180 cm, tinggi

20-22 cm, dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dengan material penutup

permukaan yang kurang lengkap.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan ketinggian jalur pedestrian.

Sehingga untuk tuna netra jalur pedestrian aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan ketinggian

jalur pedestrian. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk jalur

pedestrian aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses jalur

pedestrian dikarenakan tinggi jalur pedestrian tidak memenuhi

syarat aksesibilitas. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi

roda jalur pedestrian tidak aksesibel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 90: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Penyesuaian ketinggian jalur pedestrian dengan standar aksesibilitas serta

melengkapi permukaan jalur pedestrian.

2. Sub Segmen A1-2

Jalur Pedestrian

Data :

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.3 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-2

Jalur pedestrian pada sub segmen A1-2 memiliki ukuran lebar 120-800 cm,

tinggi 20cm, dilengkapi dengan kanstin selebar 5 cm dengan material

penutup permukaan yang kurang lengkap. Pada bagian permukaan terdapat

gundukan setinggi 3 cm.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 91: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk jalur pedestrian aksesibel

sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda menemui kendala dengan

material penutup jalur pedestrian yang kurang lengkap. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kursi roda jalur pedestrian aksesibel

sebagian.

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi material penutup permukaan jalur pedestrian agar tidak

mengganggu aksesibilitas.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 92: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Ramp

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.4 Ramp Pada Sub Segmen A1-2

Data :

Ukuran panjang ramp pada segmen A1-2 adalah 600 cm dengan sudut

kemiringan 3°, material penutup yang tidak licin dan dilengkapi landing

space selebar 300 cm.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

ramp aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

ramp aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 93: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk ramp aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda ramp aksesibel

sempurna.

Tangga

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.5 Tangga Pada Sub Segmen A1-2

Data :

Anak tangga pada sub segmen A1-2 memiliki lebar 30 cm dan tinggi 10 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya pegangan

tangga. Sehingga untuk tuna netra tangga aksesibel sebagian.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 94: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

tangga aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tidak adanya

pegangan tangga. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk

tangga aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga

dikarenakan bentuk dasar dari tangga tidak sesuai untuk pengguna

kursi roda. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda tangga

tidak aksesibel.

Potensi :

Ukuran lebar dan tinggi anak tangga sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi tangga dengan pegangan tangga yang memenuhi standar

keamanan dan kenyamanan aksesibilitas.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 95: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pintu Masuk

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.6 Pintu Masuk Pada Sub Segmen A1-2

Data :

Pintu masuk pada sub segmen A1-2 menggunakan jenis pintu geser dengan

ukuran lebar 600 cm. Pada area landing space selebar 300 cm tidak

dilengkapi dengan curb ramp.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

pintu masuk aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

tangga aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk pintu masuk aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 96: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Tuna daksa pengguna kursi roda menemui kendala dengan tidak

adanya curb ramp untuk kemudahan mengakses landing space.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda pintu masuk

aksesibel sebagian.

Potensi :

Ukuran pintu masuk sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi pintu masuk dengan curb ramp untuk memudahkan pengguna

kursi roda.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 97: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Segmen A2-1

Jalur Pedestrian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.7 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-1

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A2-1 memiliki ukuran lebar 180 cm, tinggi

20cm, dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dengan material penutu permukaan

yang rusak dan tidak terdefinisi. Pada bagian permukaan terdapat gundukan setinggi

5 cm.

Kendala :

a. Jalur pedestrian tidak terdefinisi karena elemen penutup jalur

pedestrian hampir tidak ada, jalur hijau tidak tertata dan gundukan

permukaan yang tersebar merata pada bagian jalur pedestrian

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 98: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

yang masih lengkap menjadikan kaum difabel (tuna netra, rungu

dan daksa) memilih tidak menggunakan jalur pedestrian untuk

aksesibilitas.

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Mengganti material penutup permukaan jalur pedestrian yang

rusak agar tidak mengganggu aksesibilitas.

b. Penataan jalur hijau pada jalur pedestrian agar tidak terjadi

hambatan pada pengguna jalur pedestrian.

Telepon Umum

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.8 Telepon Umum Pada Sub Segmen A2-1

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 99: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Tinggi telepon umum pada segmen A2-1 adalah 120 cm. Pesawat telepon

dilengkapi dengan tanda braille pada angka 5.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dalam mengakses telepon umum

dikarenakan akses untuk menuju ke telepon umum harus melewati

bagian jalur pedestrian yang rusak dan saluran drainase yang

terbuka. Sehingga untuk tuna netra telepon umum aksesibel

sebagian standar.

b. Tuna rungu tidak dapat mengakses telepon umum. Sehingga untuk

tuna rungu telepon umum tidak aksesibel.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dalam mengakses

telepon umum dikarenakan akses untuk menuju ke telepon umum

harus melewati bagian jalur pedestrian yang rusak dan saluran

drainase yang terbuka. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk

telepon umum aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses telepon

umum. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda telepon

umum tidak aksesibel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 100: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Potensi :

Adanya tanda braille yang memudahkan tuna netra dalam menggunakan

telepon umum.

Prospek :

Melengkapi telepon umum dengan telepon text agar dapat digunakan oleh

tuna rungu

4. Segmen A2-2

Jalur Pedestian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.9 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-2

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 101: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A2-2 memiliki ukuran lebar 150 cm, tinggi

20cm, dengan posisi drainase terbuka tegak lurus jalur pedestrian , dilengkapi

dengan kanstin selebar 15 cm dan material penutup jalur pedestrian yang

kurang lengkap.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan letak rambu lalu lintas dan

papan informasi yang tidak tertata. Sehingga untuk tuna netra

jalur pedestrian aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tinggi jalur

pedestrian. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk jalur

pedestrian aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses jalur

pedestrian dikarenakan tinggi jalur pedestrian tidak memenuhi

syarat aksesibilitas. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi

roda jalur pedestrian tidak aksesibel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 102: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Mengganti material penutup permukaan jalur pedestrian yang

rusak agar tidak mengganggu aksesibilitas.

b. Penataan rambu-rambu lalu lintas pada jalur pedestrian agar tidak

terjadi hambatan pada pengguna jalur pedestrian.

c. Memberi penutup pada drainase agar toleransi kesalahan pada

aksesibilitas dapat mencapai angka minimal.

5. Segmen A3

Jalur Pedestrian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.10 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 103: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A3 memiliki ukuran lebar 150 cm, tinggi

50 cm, dengan posisi drainase terbuka tegak lurus jalur pedestrian ,

dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dan material penutup jalur

pedestrian yang kurang lengkap.

Kendala :

a. Jalur pedestrian setinggi 50 cm tidak dapat diakses oleh kaum

difabel (tanpa bantuan orang lain) kecuali untuk tuna rungu.

Sehingga untuk tuna netra, tuna daksa pengguna kruk dan tuna

daksa pengguna kursi roda jalur pedestrian tidak akses sama sekali

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Mengganti material penutup permukaan jalur pedestrian yang

rusak agar tidak mengganggu aksesibilitas.

b. Menyesuaikan ketinggian jalur pedestrian agar dapat diakses

kaum difabel

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 104: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Memberi penutup pada drainase agar toleransi kesalahan pada

aksesibilitas dapat mencapai angka minimal.

Tangga

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.11 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3

Data :

Anak tangga pada sub segmen A3 memiliki lebar 25 cm dan tinggi 25 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tinggi anak tangga dan tidak

adanya pegangan tangga. Sehingga untuk tuna netra tangga tidak

aksesibel.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

tangga aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 105: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tinggi anak

tangga dan tidak adanya pegangan tangga. Sehingga untuk tuna

daksa pengguna kruk tangga tidak aksesibel.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga

dikarenakan tinggi tangga tidak memenuhi syarat aksesibilitas.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda tangga tidak

aksesibel.

Potensi :

Ukuran lebar anak tangga sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Melengkapi tangga dengan pegangan tangga yang memenuhi

standar keamanan dan kenyamanan aksesibilitas.

b. Menyesuaikan tinggi anak tangga agar dapat diakses oleh kaum

difabel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 106: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pintu Masuk

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.12 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A3

Data :

Pintu masuk pada sub segmen A1-2 tidak menggunakan pintu. Pada area

landing space selebar 160 cm dan dilengkapi dengan curb ramp.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

pintu masuk aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

pintu masuk aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk pintu masuk aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 107: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Tuna daksa pengguna kursi roda menemui kendala dengan curb

ramp yang tidak memadai untuk kemudahan mengakses landing

space. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda pintu

masuk tidak aksesibel.

Potensi :

Ukuran landing space sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi pintu masuk dengan curb ramp yang memadai untuk

memudahkan pengguna kursi roda.

6. Segmen A4-1

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.13 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-1

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 108: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A4-1 memiliki ukuran lebar 240 cm, tinggi

22 cm, dengan posisi drainase terbuka berada pada jalur pedestrian ,

dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dan material penutup jalur

pedestrian yang kurang lengkap.

Kendala :

a. Posisi lubang kontrol drainase berukuran 80 cm x 180 cm terletak

beraturan sepanjang jalur pedestrian sehingga jalur pedestrian

tidak dapat diakses oleh kaum difabel.

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Mengganti material penutup permukaan jalur pedestrian yang

rusak agar tidak mengganggu aksesibilitas.

b. Menyesuaikan ketinggian jalur pedestrian agar dapat diakses

kaum difabel

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 109: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Memberi penutup pada drainase agar toleransi kesalahan pada

aksesibilitas dapat mencapai angka minimal.

7. Segmen A4-2

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.14 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-2

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A4-2 memiliki ukuran lebar 150 cm, tinggi

25 cm, dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dan material penutup jalur

pedestrian.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tinggi jalur pedestrian.

Sehingga untuk tuna netra jalur pedestrian aksesibel sebagian.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 110: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tinggi jalur

pedestrian. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk jalur

pedestrian tidak aksesibel.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses jalur

pedestrian dikarenakan tinggi jalur pedestrian tidak memenuhi

syarat aksesibilitas. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi

roda jalur pedestrian tidak aksesibel.

Potensi :

Lebar jalur pedestrian sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Menyesuaikan ketinggian jalur pedestrian agar dapat diakses kaum difabel

8. Segmen A5

Jalur Pedestrian

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.15 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A5

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 111: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Jalur pedestrian pada sub segmen A5 memiliki ukuran lebar 150 cm, tinggi 2

cm, dilengkapi dengan kanstin selebar 15 cm dan material penutup jalur

pedestrian.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

jalur pedestrian aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk jalur pedestrian aksesibel

sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda jalur pedestrian

aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 112: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Ramp

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.16 Ramp Pada Sub Segmen A5

Data :

Ukuran panjang ramp pada segmen A5 adalah 360 cm dengan sudut

kemiringan 12°, material penutup yang tidak licin dan dilengkapi landing

space selebar 120 cm.

Kendala :

a. Tuna netra tidak dapat mengakses ramp dikarenakan sudut

kemiringan ramp terlalu curam. Sehingga untuk tuna netra ramp

tidak aksesibel.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

ramp aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 113: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak dapat mengakses ramp

dikarenakan sudut kemiringan ramp terlalu curam. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk ramp tidak aksesibel.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses ramp

dengan sudut kemiringan 12° tanpa mendapat bantuan dari orang

lain.

Potensi :

Ukuran dasar panjang dan lebar ramp sudah sesuai dengan standar

aksesibilitas

Prospek :

Ukuran sudut kemiringan ramp agar disesuaikan agar dapat diakses oleh

kaum difabel.

Tangga

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.17 Tangga Pada Sub Segmen A5

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 114: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Anak tangga pada sub segmen A5 memiliki lebar 60 cm dan tinggi 15 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya pegangan

tangga. Sehingga untuk tuna netra tangga aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

tangga aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tidak adanya

pegangan tangga. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk

tangga aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga

dikarenakan bentuk dasar dari tangga tidak sesuai untuk pengguna

kursi roda. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda tangga

tidak aksesibel.

Potensi :

Ukuran lebar dan tinggi anak tangga sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi tangga dengan pegangan tangga yang memenuhi standar

keamanan dan kenyamanan aksesibilitas.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 115: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pintu Masuk

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.18 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A5

Data :

Pintu masuk pada sub segmen A5 menggunakan jenis pintu dorong dengan

ukuran lebar 220 cm. Pada area landing space selebar 120 cm dilengkapi

dengan curb ramp.

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

pintu masuk aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

pintu masuk aksesibel sempurna.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 116: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Toilet Umum

Data :

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.19 Toilet Umum Pada Sub Segmen A5

Toilet umum pada sub segmen A5 tidak dilengkapi dengan tanda akses,

menggunakan pintu dorong dengan lebar pintu 75 cm dan pada bagian pintu

tidak dilengkapi dengan curb ramp. Memiliki ukuran panjang 180 cm, lebar

135 cm, menggunakan kloset jongkok dan tidak dilengkapi dengan pegangan

pada bagian dinding kloset. Toilet umum pada sub segmen A5 menggunakan

material lantai yang permukaannya licin.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya tanda akses

dalam huruf braille sehingga memungkinkan terjadinya

disorientasi. Selain itu material lantai yang digunakan bersifat

licin sehingga cukup beresiko ketika bersentuhan dengan ujung

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 117: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. tongkat tuna netra. Sehingga untuk tuna netra toilet umum

aksesibel sebagian.

c. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

toilet umum aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kruk tidak dapat mengakses toilet umum

karena menemui kendala dengan lebar pintu. Sehingga untuk tuna

daksa pengguna kruk toilet umum tidak aksesibel.

e. Tuna daksa pengguna kruk tidak dapat mengakses toilet umum

karena toilet umum tidak memenuhi syarat untuk dapat diakses

tuna daksa pengguna kursi roda. Sehingga untuk tuna daksa

pengguna kursi roda toilet umum tidak aksesibel.

Prospek :

a. Melengkapi toilet umum dengan tanda akses

b. Membuat curb ramp pada bagian pintu masuk agar dapat

diakses oleh pengguna kursi roda

c. Mengganti material lantai yang licin

d. Menyesuaikan ukuran dasar toilet umum agar sirkulasi

kursi roda tidak terganggu

e. Melengkapi bagian dinding kloset dengan pegangan

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 118: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

6.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen B (Stasiun Kereta Api)

Stasiun Kereta Api Besar Medan terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka.

Merupakan salah satu gerbang masuk ke Kota Medan.

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.20 Peta Lokasi Segmen B

Skematik Denah

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.21 Skematik Denah Segmen B

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 119: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Yang menjadi objek penelitian pada bangunan Stsiun Kereta Api adalah

ruang-ruang pelayanan publik yang merupakan sarana utama seperti : entrance,

loket, dan area informasi. Selain itu juga mencakup sarana pendukung seperti :

tangga, telepon umum, toilet umum dan kantin. Adapun pembahasan pada masing-

masing sarana aksesibilitas :

1. Akses ke bangunan (entrance)

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.22 Akses ke Bangunan Pada Segmen B

Data :

Akses ke bangunan pada segmen B menggunakan pintu masuk jenis pintu

geser dengan lebar 300 cm, dilengkapi dengan curb ramp 15 cm , koridor

selebar 330 cm dan landing space selebar 330 cm

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 120: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala disorientasi dikarenakan tidak

adanya jalur pemandu dan papan informasi dalam huruf braile.

Sehingga untuk tuna netra akses ke bangunan aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala dan merasa terbantu dengan

adanya papan informasi yang menggunakan moving text.

Sehingga untuk tuna rungu akses ke bangunan aksesibel

sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan tidak adanya

jalur pemandu sehingga tuna daksa pengguna kruk harus melewati

area sirkulasi umum dimana biasanya orang berjalan dengan

tergesa-gesa. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kruk akses ke

bangunan aksesibel sebagian.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda akses ke

bangunan aksesibel sempurna.

Potensi :

a. Ukuran dasar akses ke bangunan sudah memenuhi standar

aksesibilitas.

b. Penggunaan moving text sebagai papan informasi keberangkatan.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 121: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Prospek :

Melengkapi akses ke bangunan dengan jalur pemandu dan papan informasi

dengan huruf braile.

2. Loket

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.23 Area Loket Pada Segmen B

Data :

Area loket pada segmen B berada pada ruang selebar 750 cm dan dibatasi slot

antrian selebar 70 cm. Sedangkan tinggi kounter loket adalah 110 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala disorientasi dikarenakan tidak

adanya jalur pemandu. Sehingga untuk tuna netra loket aksesibel

sebagian.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 122: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Tuna rungu tidak menemui kendala . Sehingga untuk tuna rungu

loket aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak dapat akses karena lebar slot

antrian loket tidak memenuhi standar minimal ruang untuk dapat

diakses oleh tuna daksa pengguna kruk. Sehingga untuk tuna

daksa pengguna kruk loket tidak aksesibel.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat akses karena lebar

slot antrian loket tidak memenuhi standar minimal ruang untuk

dapat diakses oleh tuna daksa pengguna kruk. Sehingga untuk

tuna daksa pengguna kursi roda loket tidak aksesibel.

Prospek :

a. Melengkapi akses ke bangunan dengan jalur pemandu

b. Menyesuaikan lebar dari slot antrian agar dapat diakses oleh tuna

daksa pengguna kruk dan tuna daksa pengguna kursi roda.

3. Area Informasi

Data :

Area informasi pada segmen B berada pada ruang loket yang dilengkapi

dengan meja berukuran tinggi 90 cm.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 123: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Kendala :

a. Tuna netra tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna netra

area informasi aksesibel sempurna.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

area informasi aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk area informasi aksesibel

sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak menemui kendala.

Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda area informasi

aksesibel sempurna.

4. Tangga

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.24 Tangga Pada Segmen B

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 124: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Anak tangga pada segmen B memiliki lebar 30 cm dan tinggi 15 cm,

dilengkapi pegangan setinggi 85 cm dan besar pegangan 7,5 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya jalur pemandu.

Sehingga untuk tuna netra tangga aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

tangga aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk tangga aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga

karena bentuk dasar dari tangga tidak sesuai untuk pengguna kursi

roda. Sehingga untuk tuna daksa pengguna kursi roda tangga tidak

aksesibel.

Potensi :

Ukuran dasar tangga sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

Melengkapi tangga dengan jalur pemandu.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 125: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

5. Telepon Umum

Sumber : Dok. Pribadi

Gambar 6.25 Telepon Umum Pada Segmen B

Data :

Fasilitas telepon umum pada segmen B terletak pada boks kayu setinggi 120

cm dan dilengkapi dengan tombol braile pada angka 5.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya jalur pemandu.

Sehingga untuk tuna netra telepon umum aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak dapat mengakses telepon umum. Sehingga untuk

tuna rungu telepon umum tidak aksesibel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 126: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk tangga aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak akses sama sekali karena

telepon umum terletak di luar jangkauan. Untuk tuna daksa

pengguna kursi roda telepon umum tidak aksesibel.

Potensi :

Telepon umum sudah dilengkapi dengan tombol braile.

Prospek :

Menyesuaikan tinggi telepon umum agar dapat diakses oleh tuna daksa

pengguna kursi roda

6. Toilet Umum

Sumber : Dok. Pribadi Gambar 6.26 Toilet Umum Pada Segmen B

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 127: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Data :

Toilet umum pada segmen B tidak dilengkapi dengan tanda akses,

menggunakan pintu dorong dengan lebar pintu utama 75 cm, pintu toilet 65

cm dan pada bagian pintu utama tidak dilengkapi dengan curb ramp.

Ruangan toilet umum memiliki ukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm,

menggunakan kloset jongkok dan tidak dilengkapi dengan pegangan pada

bagian dinding kloset.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya papan tanda

toilet umum dengan huruf braile sehingga tuna netra tidak bisa

membedakan toilet untuk pria maupun untuk wanita. Sehingga

untuk tuna netra toilet umum aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

toilet umum aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak dapat akses karena lebar pintu

utama toilet umum tidak memenuhi standar minimal ruang untuk

dapat diakses oleh tuna daksa pengguna kruk. Sehingga untuk

tuna daksa pengguna kruk toilet umum tidak aksesibel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 128: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat akses karena lebar

pintu utama toilet umum tidak memenuhi standar minimal ruang

untuk dapat diakses oleh tuna daksa pengguna kruk. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kursi roda toilet umum tidak

aksesibel.

Prospek :

a. Melengkapi toilet umum dengan tanda akses

b. Membuat curb ramp pada bagian pintu masuk agar dapat diakses

oleh pengguna kursi roda

c. Mengganti material lantai yang licin

d. Menyesuaikan ukuran dasar toilet umum agar sirkulasi kursi roda

tidak terganggu

e. Melengkapi bagian dinding kloset dengan pegangan

6. Kantin

Data :

Area kantin pada segmen B menggunakan meja berukuran tinggi 70 cm

sebagai pembagi ruangan. Lebar gang antar meja adalah 100 cm dan tidak

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 129: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

dilengkapi dengan jalur pemandu. Pada bagian kasir terdapat meja kasir

berukuran tinggi 90 cm.

Kendala :

a. Tuna netra menemui kendala dengan tidak adanya jalur pemandu.

Sehingga untuk tuna netra kantin aksesibel sebagian.

b. Tuna rungu tidak menemui kendala. Sehingga untuk tuna rungu

kantin aksesibel sempurna.

c. Tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala. Sehingga

untuk tuna daksa pengguna kruk kantin aksesibel sempurna.

d. Tuna daksa pengguna kursi roda sulit untuk mengakses meja kasir

karena harus menggunakan meja kasir yang sama tinggi dengan

pengunjung kantin yang lain . Untuk tuna daksa pengguna kursi

roda telepon umum aksesibel sebagian.

Potensi :

Ukuran dasar ruang dari kantin sudah memenuhi standar aksesibilitas.

Prospek :

a. Melengkapi kantin dengan jalur pemandu

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 130: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Menambah satu meja kasir dengan ukuran yang lebih rendah dari

meja kasir untuk pengunjung umum agar dapat diakses oleh

pengguna kursi roda.

6.3 Rekapitulasi Penilaian Elemen Aksesibilitas

6.3.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor

1. Tuna Netra

Pada jalur pedestrian tuna netra dapat mengakses dengan sempurna pada

sub segmen A1-2 dan sub segmen A5. Selebihnya tuna netra hanya dapat mengakses

sebagian pada sub segmen A1-1, sub segmen A2-2, sub segmen A4-2 dan tidak

akses sama sekali pada sub segmen A2-1, sub segmen A3 dan sub segmen A4-1

Pada ramp tuna netra dapat mengakses dengan sempurna pada sub segmen A1-2 dan

tidak akses sama sekali pada sub segmen A5.

Pada tangga tuna netra dapat mengakses sebagian pada sub segmen A1-2

dan A5, sedangkan pada sub segmen A3 tidak dapat akses sama sekali.

Untuk pintu masuk tuna netra tidak menemui kendala.

Pada toilet umum di sub segmen A5 tuna netra dapat mengakses sebagian

fasilitas toilet umum. Telepon umum yang ada pada sub segmen A2-1 kurang

aksesibel untuk diakses oleh tuna netra.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 131: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Tabel 6.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor Untuk Tuna Netra

2. Tuna rungu

Pada jalur pedestrian tuna rungu dapat mengakses dengan sempurna pada

sub segmen A1-1, sub segmen A1-2, sub segmen A2-2, sub segmen A3, sub segmen

A 4-2 dan sub segmen A5. Selebihnya sub segmen A4-1 kurang aksesibel untuk

diakses oleh tuna rungu dan tidak akses sama sekali pada sub segmen A2-1.

Pada ramp tuna rungu tidak menemui kendala. Pada tangga tuna rungu tidak

menemui kendala. Untuk pintu masuk tuna rungu tidak menemui kendala. Pada toilet

umum tuna rungu tidak menemui kendala.Telepon umum yang ada pada sub segmen

A2-1 tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna rungu.

Tabel 6.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor Untuk Tuna Rungu

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 132: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

3. Tuna daksa pengguna kruk

Pada jalur pedestrian tuna daksa pengguna kruk dapat mengakses dengan sempurna

pada sub segmen A1-2 dan sub segmen A5. Selebihnya tuna daksa pengguna kruk

hanya dapat mengakses sebagian pada sub segmen A1-1, sub segmen A2-2, sub

segmen A4-2 dan tidak akses sama sekali pada sub segmen A2-1, sub segmen A3

dan sub segmen A4-1

Pada ramp tuna daksa pengguna kruk dapat mengakses dengan sempurna pada sub

segmen A1-2 dan tidak akses sama sekali pada sub segmen A5.

Pada tangga tuna daksa pengguna kruk dapat mengakses sebagian pada sub segmen

A1-2 dan A5, sedangkan pada sub segmen A3 tidak dapat akses sama sekali.

Untuk pintu masuk tuna daksa pengguna kruk tidak menemui kendala.

Toilet umum di sub segmen A5 tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna daksa

pengguna kruk.

Telepon umum yang ada pada sub segmen A2-1 kurang aksesibel untuk diakses oleh

tuna daksa pengguna kruk.

Tabel 6.3 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor Untuk Tuna Daksa Pengguna Kruk

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 133: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

4. Tuna daksa pengguna kursi roda

Pada jalur pedestrian tuna daksa pengguna kursi roda dapat mengakses dengan

sempurna pada sub segmen A1-2 dan sub segmen A5. Selebihnya tuna daksa

pengguna kursi roda tidak dapat akses sama sekali pada sub segmen A1-1, sub

segmen A2-1, sub segmen A2-2, sub segmen A3, sub segmen A4-1 dan sub segmen

A4-2

Pada ramp tuna daksa pengguna kursi roda dapat mengakses dengan sempurna pada

sub segmen A1-2 dan tidak akses sama sekali pada sub segmen A5.

Untuk tangga tuna daksa pengguna kruk tidak dapat akses sama sekali.

Untuk pintu masuk tuna daksa pengguna kursi roda dapat mengakses dengan

sempurna pada sub segmen A5. Selebihnya tuna daksa pengguna kursi roda dapat

mengakses sebagian pada sub segmen A1-2 dan tidak akses sama sekali pada sub

segmen A3.

Toilet umum di sub segmen A5 tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna daksa

pengguna kursi roda.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 134: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Telepon umum yang ada pada sub segmen A2-1 kurang aksesibel untuk diakses oleh

tuna daksa pengguna kursi roda.

Tabel 6.4 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor Untuk Tuna Daksa Pengguna Kursi Roda

6.3.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor

1.Tuna Netra

Pada segmen B telepon umum dapat diakses dengan sempurna oleh tuna netra.

Sedangkan pada akses ke bangunan, area loket, area informasi, tangga, toilet umum

dan kantin tuna netra hanya dapat mengakses sebagian.

Tabel 6.5 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor Untuk Tuna Netra

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 135: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2.Tuna Rungu

Pada segmen B tuna rungu dapat mengakses dengan sempurna akses ke bangunan,

area loket, area informasi, tangga, toilet umum dan kantin. Sedangkan telepon umum

tidak aksesibel untuk tuna rungu.

Tabel 6.6 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor Untuk Tuna Rungu

3.Tuna Daksa Pengguna Kruk

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 136: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Pada segmen B tuna daksa pengguna kruk dapat mengakses dengan sempurna area

informasi dan telepon umum. Selebihnya tuna daksa pengguna kruk dapat

mengakses sebagian pada akses ke bangunan, tangga, kantin dan tidak akses sama

sekali pada area loket dan toilet umum.

Tabel 6.7 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor Untuk Tuna Daksa Pengguna Kruk

4.Tuna Daksa Pengguna Kursi Roda

Pada segmen B tuna daksa pengguna kursi roda dapat mengakses dengan sempurna

akses ke bangunan, area informasi dan kantin. Selebihnya tuna daksa pengguna kursi

roda tidak dapat mengakses sama sekali pada area loket, tangga, telepon umum dan

toilet umum.

Tabel 6.8 Penilaian Elemen Aksesibilitas Indoor Untuk Tuna Daksa Pengguna Kursi Roda

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 137: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB VII

TEMUAN DAN KESIMPULAN

Hasil dari kajian aksesibilitas difabel pada kawasan Lapangan Merdeka didapat

berdasarkan hasil dari kegiatan tabulasi kuesioner sebanyak 15 pertanyaan yang

dibagikan kepada 100 orang difabel (dengan rincian 39 lembar ditujukan untuk tuna

netra, 22 lembar untuk tuna daksa pengguna kruk, 22 lembar untuk tuna daksa

pengguna kursi roda dan 17 lembar untuk tuna rungu) yang pernah berkunjung ke

kawasan Lapangan Merdeka. Hasil dari tabulasi kuesioner merupakan jawaban

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 138: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

pertanyaan yang ditanyakan kepada kaum difabel yang pernah mengunjungi kawasan

Lapangan Merdeka seputar perilaku dari kaum difabel ketika berada di kawasan

Lapangan Merdeka dan harapan akan terwujudnya sarana aksesibilitas untuk kaum

difabel.

Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil dari analisa data observasi dan

pengukuran elemen aksesibilitas yang didapat di kawasan Lapangan Merdeka.

7.1 Temuan Dari Hasil Tabulasi Kuesioner

1. Tuna Netra

a. 74 % tuna netra memerlukan bantuan dari orang lain dalam menjalankan

aktifitas sehari-hari

b. 81% tuna netra memerlukan bantuan dari orang lain ketika berada di kawasan

Lapangan Merdeka.

c. 69 % tuna netra menemui kendala disorientasi arah ketika berada di kawasan

Lapangan Merdeka.

d. 74 % tuna netra menginginkan penyediaan sarana aksesibilitas untuk difabel

di kawasan Lapangan Merdeka.

2. Tuna Rungu

a. 76 % tuna rungu tidak memerlukan bantuan dari orang lain dalam

menjalankan aktifitas sehari-hari.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 139: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. 56 % tuna rungu tidak memerlukan bantuan dari orang lain ketika berada di

kawasan Lapangan Merdeka

c. 63 % tuna rungu menemui kendala dengan jalur pedestrian yang rusak

d. 87 % tuna rungu menginginkan penyediaan sarana aksesibilitas untuk difabel

di kawasan Lapangan Merdeka.

3. Tuna Daksa Pengguna Kruk

a. 77 % tuna daksa pengguna kruk tidak memerlukan bantuan dari orang lain

dalam menjalankan aktifitas sehari hari

b. 68 % tuna daksa pengguna kruk memerlukan bantuan dari orang lain ketika

berada di kawasan Lapangan Merdeka

c. 90 % tuna daksa pengguna kruk menemui kendala dengan jalur pedestrian

yang tidak aksesibel.

d. 90 % tuna daksa pengguna kruk menginginkan penyediaan sarana

aksesibilitas untuk difabel di kawasan Lapangan Merdeka.

4. Tuna Daksa Pengguna Kursi Roda

a. 72 % tuna daksa pengguna kursi roda memerlukan bantuan dari orang lain

dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 140: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. 90 % tuna daksa pengguna kursi roda memerlukan bantuan dari orang lain

ketika berada di kawasan Lapangan Merdeka.

c. 90 % tuna daksa pengguna kursi roda mengaku tidak dapat mengakses sarana

aksesibilitas umum di kawasan Lapangan Merdeka secara mandiri.

d. 81 % tuna daksa pengguna kursi roda menginginkan penyediaan sarana

aksesibilitas untuk difabel di kawasan Lapangan Merdeka.

7.2 Temuan Dari Hasil Penilaian Elemen Aksesibilitas

1. Tuna Netra

a. Dari hasil kajian pada 8 (N=8) jalur pedestrian, terdapat 2 (2/N=8) jalur

pedestrian yang aksesibel , 3 (3/N=8) jalur pedestrian aksesibel sebagian dan

3 (3/N=25) jalur pedestrian tidak akses sama sekali untuk diakses oleh tuna

netra. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Disorientasi, diakibatkan tidak adanya jalur pemandu. Hal ini

bertentangan dengan prinsip universal design no.1 ( dapat digunakan

oleh semua jenis pengguna) dan prinsip universal design no.2 (fleksibel

dalam penggunaan)

II. Tata letak street furniture yang tidak teratur. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.7 (ukuran ruang untuk penggunaan

yang tepat)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 141: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

III. Terdapat jalur pedestrian yang tidak terdefinisi. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

IV. Perletakan lubang kontrol drainase terbuka pada jalur pedestrian. Hal

ini bertentangan dengan prinsip universal design no.5 (toleransi

kesalahan)

b. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) ramp, terdapat 1 (1/N=2) ramp yang aksesibel

dan 1 (1/N=2) ramp tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna netra. Hal-hal

yang menjadi permasalahan adalah:

I. Sudut kemiringan ramp yang terlalu curam. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.7 (ukuran ruang untuk penggunaan

yang tepat)

c. Dari hasil kajian pada 3 (N=3) tangga, terdapat 2 (2/N=3) tangga yang

aksesibel sebagian dan 1 (1/N=3) tangga tidak aksesibel untuk diakses oleh

tuna netra. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Tidak adanya pegangan tangga. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

II. Terdapat anak tangga yang terlalu tinggi. Hal ini bertentangan dengan

prinsip universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

d. Dari hasil kajian pada 3 (N=3) gerbang masuk, ketiganya (N=3) aksesibel

untuk diakses oleh tuna netra.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 142: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

e. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) toilet umum, adalah aksesibel sebagian untuk

diakses oleh tuna netra. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Disorientasi, diakibatkan tidak adanya jalur pemandu. Hal ini

bertentangan dengan prinsip universal design no.1 ( dapat digunakan

oleh semua jenis pengguna) dan prinsip universal design no.2 (fleksibel

dalam penggunaan)

II. Disorientasi, diakibatkan tidak adanya papan tanda toilet untuk pria dan

toilet untuk wanita dalam huruf braile. Hal ini bertentangan dengan

prinsip universal design no. 4 (informasi yang memadai)

III. Penggunaan material lantai yang licin pada toilet umum. Hal ini

bertentangan dengan prinsip universal design no. 5 (toleransi

kesalahan)

f. Dari hasil kajian pada 1 telepon umum, terdapat 1 (N=1) telepon umum yang

aksesibel sebagian untuk diakses oleh tuna netra. Hal yang menjadi

permasalahan adalah :

I. Posisi telepon umum yang apabila ingin mengakses harus melewati

jalur pedestrian yang rusak. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no. 6 (mengurangi usaha fisik)

g. Dari hasil kajian pada bangunan Stasiun Kereta Api yang terdapat 7 (N=7)

elemen aksesibilitas, terdapat 1 (1/N=7) akses ke bangunan yang aksesibel

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 143: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

sebagian, 1(1/N=7) loket yang aksesibel sebagian, 1(1/N=7) area informasi yang

aksesibel sebagian, 1(1/N=7) tangga yang aksesibel sebagian, 1 (1/N=2) telepon

umum yang aksesibel, 1(1/N=7) toilet umum yang aksesibel sebagian dan 1(1/N=7)

kantin yang aksesibel sebagian untuk diakses oleh tuna netra. Hal-hal yang menjadi

permasalahan adalah:

I. Pada akses ke bangunan tidak dilengkapi dengan jalur pemandu dan

papan informasi dalam huruf braile. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no.1 (dapat digunakan oleh semua jenis pengguna),

prinsip universal design no.2 (fleksibel dalam penggunaan) dan prinsip

universal design no.4 (informasi yang memadai)

II. Pada area loket tidak dilengkapi dengan jalur pemandu. Hal ini

bertentangan dengan prinsip universal design no.1 (dapat digunakan

oleh semua jenis pengguna) dan prinsip universal design no.2 (fleksibel

dalam penggunaan).

III. Pada area informasi tidak dilengkapi dengan papan informasi dalam

huruf braile. Hal ini bertentangan dengan prinsip universal design no.4

(informasi yang memadai)

IV. Pada tangga tidak dilengkapi dengan jalur pemandu dan papan

informasi dalam huruf braile. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no.1 (dapat digunakan oleh semua jenis pengguna),

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 144: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

prinsip universal design no.2 (fleksibel dalam penggunaan) dan prinsip universal

design no.4 (informasi yang memadai)

V. Pada toilet umum tidak dilengkapi dengan papan tanda toilet untuk pria

dan toilet untuk wanita dalam huruf braile. Hal ini bertentangan dengan

prinsip universal design no.4 (informasi yang memadai)

VI. Pada area kantin tidak dilengkapi dengan jalur pemandu dan papan

informasi dalam huruf braile. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no.1 (dapat digunakan oleh semua jenis pengguna),

prinsip universal design no.2 (fleksibel dalam penggunaan) dan prinsip

universal design no.4 (informasi yang memadai)

2. Tuna Rungu

a. Dari hasil kajian pada 8 (N=8) jalur pedestrian, terdapat 6 (6/N=8) jalur

pedestrian yang aksesibel, 1 (1/N=8) jalur pedestrian kurang aksesibel dan 1

(1/N=1) jalur pedestrian tidak akses sama sekali untuk diakses oleh tuna

rungu. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Terdapat jalur pedestrian yang tidak terdefinisi. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 145: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

II. Perletakan lubang kontrol drainase terbuka pada jalur pedestrian. Hal

ini bertentangan dengan prinsip universal design no.5 (toleransi

kesalahan)

b. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) ramp, adalah aksesibel untuk diakses oleh

tuna rungu

c. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) tangga, adalah aksesibel untuk diakses oleh

tuna rungu

d. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) gerbang masuk, keduanya (N=2) aksesibel

untuk diakses oleh tuna rungu.

e. Dari hasil kajian pada 1(N=1) toilet umum adalah aksesibel untuk diakses

oleh tuna rungu.

f. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) telepon umum, adalah tidak aksesibel untuk

diakses oleh tuna rungu. Hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Fasilitas telepon umum yang ada tidak mengakomodasi telepon dalam

bentuk text. Hal ini bertentangan dengan prinsip universal design no. 1

(dapat digunakan oleh semua jenis pengguna)

g. Dari hasil kajian pada bangunan Stasiun Kereta Api yang terdapat 7 (N=7)

elemen aksesibilitas, terdapat 1 (1/N=7) akses ke bangunan yang aksesibel ,

1(1/N=7) loket yang aksesibel, 1(1/N=7) area informasi yang aksesibel,

1(1/N=7) tangga yang aksesibel, 1 (1/N=2) telepon umum yang tidak

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 146: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

aksesibel, 1(1/N=7) toilet umum yang aksesibel dan 1(1/N=7) kantin yang

aksesibel untuk diakses oleh tuna rungu. Hal yang menjadi permasalahan

adalah :

I. Fasilitas telepon umum yang ada tidak mengakomodasi telepon dalam

bentuk text. Hal ini bertentangan dengan prinsip universal design no. 1

(dapat digunakan oleh semua jenis pengguna)

3. Tuna Daksa Pengguna Kruk

a. Dari hasil kajian pada 8 (N=8) jalur pedestrian, terdapat 2 (3/N=8) jalur

pedestrian yang aksesibel, 3 (3/N=8) jalur pedestrian yang aksesibel sebagian

dan 3 (3/N=8) jalur pedestrian tidak akses sama sekali untuk diakses oleh

tuna daksa pengguna kruk. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Terdapat jalur pedestrian yang terlalu tinggi untuk dijangkau. Hal ini

bertentangan dengan prinsip universal design no. 6 (mengurangi usaha

fisik)

II. Terdapat jalur pedestrian yang tidak terdefinisi. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

III. Perletakan lubang kontrol drainase terbuka pada jalur pedestrian. Hal

ini bertentangan dengan prinsip universal design no.5 (toleransi

kesalahan)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 147: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

b. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) ramp, terdapat 1 (1/N=2) ramp yang aksesibel

dan 1 (1/N=2) ramp tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna daksa pengguna

kruk. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Sudut kemiringan ramp yang terlalu curam. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.7 (ukuran ruang untuk penggunaan

yang tepat)

c. Dari hasil kajian pada 3 (N=3) tangga, terdapat 2 (2/N=3) tangga yang

aksesibel sebagian dan 1 (1/N=3) tangga tidak aksesibel untuk diakses oleh

tuna daksa pengguna kruk. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Tidak adanya pegangan tangga. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

II. Terdapat anak tangga yang terlalu tinggi. Hal ini bertentangan dengan

prinsip universal design no.6 (mengurangi usaha fisik)

d. Dari hasil kajian pada 3 (N=3) gerbang masuk, keduanya (N=3) aksesibel

untuk diakses oleh tuna daksa pengguna kruk.

e. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) toilet umum, adalah tidak aksesibel untuk

diakses oleh tuna daksa pengguna kruk.

I. Ukuran pintu toilet yang tidak memadai. Hal ini bertentangan dengan

prinsip universal design no.7 (ukuran ruang untuk penggunaan yang

tepat)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 148: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

f. Dari hasil kajian pada 1 telepon umum, adalah kurang aksesibel untuk

diakses oleh tuna daksa pengguna kruk. Hal yang menjadi permasalahan

adalah :

I. Posisi telepon umum yang apabila ingin mengakses harus melewati

jalur pedestrian yang rusak. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no. 6 (mengurangi usaha fisik)

g. Dari hasil kajian pada bangunan Stasiun Kereta Api yang terdapat 7 (N=7)

elemen aksesibilitas, terdapat 1 (1/N=7) akses ke bangunan yang aksesibel

sebagian , 1(1/N=7) loket yang tidak aksesibel, 1(1/N=7) area informasi

yang aksesibel, 1(1/N=7) tangga yang aksesibel sebagian, 1 (1/N=2) telepon

umum yang aksesibel, 1(1/N=7) toilet umum yang tidak aksesibel dan

1(1/N=7) kantin yang aksesibel sebagian untuk diakses oleh tuna daksa

pengguna kruk.

4. Tuna Daksa Pengguna Kursi Roda

a. Dari hasil kajian pada 8 (N=8) jalur pedestrian, terdapat 2 (2/N=8) jalur

pedestrian yang aksesibel dan 6 (6/N=25) jalur pedestrian tidak aksesibel

untuk diakses oleh tuna daksa pengguna kursi roda.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 149: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Jalur pedestrian yang tidak terjangkau kursi roda. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no. 6 (mengurangi usaha fisik) dan

prinsip universal design no. 7 (ukuran ruang untuk penggunaan yang

tepat)

II. Kondisi jalur pedestrian yang rusak sebagian. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no. 5 (toleransi kesalahan) dan prinsip

universal design no. 6 (mengurangi usaha fisik)

b. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) ramp, terdapat 1 (1/N=2) ramp yang aksesibel

dan 1 (1/N=2) ramp tidak aksesibel untuk diakses oleh tuna daksa pengguna

kursi roda. Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah:

I. Sudut kemiringan ramp yang terlalu curam. Hal ini bertentangan

dengan prinsip universal design no.7 (ukuran ruang untuk penggunaan

yang tepat)

c. Dari hasil kajian pada 2 (N=2) gerbang masuk, terdapat 1 (1/N=2)

gerbang masuk yang aksesibel sebagian dan terdapat 1 (1/N=2) yang

tidak akses sama sekali untuk diakses oleh tuna daksa pengguna kruk.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 150: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hal-hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Perbedaan ketinggian landing space dan gerbang masuk tidak

dilengkapi dengan kerb ramp. Hal ini bertentangan dengan prinsip

universal design no. 6 (mengurangi usaha fisik)

d. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) toilet umum, adalah tidak aksesibel untuk

diakses olehtuna daksa pengguna kursi roda.

e. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) tempat ibadah adalah kurang aksesibel untuk

diakses oleh tuna daksa pengguna kursi roda.

f. Dari hasil kajian pada 1 (N=1) telepon umum, adalah tidak aksesibel untuk

diakses oleh tuna daksa pengguna kursi roda.

g. Dari hasil kajian pada bangunan Stasiun Kereta Api yang terdapat 7 (N=7)

elemen aksesibilitas, terdapat 1 (1/N=7) akses ke bangunan yang aksesibel

sebagian , 1(1/N=7) loket yang tidak aksesibel, 1(1/N=7) area informasi

yang aksesibel, 1(1/N=7) tangga yang tidak aksesibel, 1 (1/N=2) telepon

umum yang tidak aksesibel, 1(1/N=7) toilet umum yang tidak aksesibel dan

1(1/N=7) kantin yang aksesibel sebagian untuk diakses oleh tuna tuna daksa

pengguna kursi roda. Hal yang menjadi permasalahan adalah :

I. Pada area kantin terdapat meja kasir yang terlalu tinggi untuk dicapai.

Hal ini bertentangan dengan prinsip universal design no. 6

(mengurangi usaha fisik)

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 151: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

7.3 Kesimpulan

Dari kajian tentang aksesibilitas difabel pada ruang terbuka sebagai ruang publik

kota didapatkan kesimpulan :

1. Dari hasil kajian pada 25 elemen aksesibilitas yang ada di kawasan Lapangan

Merdeka hanya 5 elemen aksesibilitas (20%) yang dapat diakses oleh kaum

difabel. Dapat disimpulkan bahwa kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel

untuk diakses oleh kaum difabel.

2. Permasalahan aksesibilitas fisik yang menghalangi aksesibilitas kaum difabel

dikarenakan elemen aksesibilitas yang ada di kawasan Lapangan Merdeka tidak

memenuhi asas aksesbilitas seperti yang tecantum pada Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum no. 30/PRT/M/2006 yang secara detail dijelaskan pada prinsip-

prinsip universal design tentang kemudahan, kegunaan, keselamatan dan

kemandirian.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 152: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB VIII

REKOMENDASI DAN SARAN

8.1 Rekomendasi

Kawasan Lapangan Merdeka sebagai salah satu kawasan ruang terbuka

publik kota yang dapat mewadahi kegiatan masyarakat kota secara lebih optimal,

termasuk kaum difabel yang berkunjung ke kawasan Lapangan Merdeka untuk

melakukan aktifitas untuk berbagai keperluan.

Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan serta wawancara, maka skenario

aktifitas dan ruang pada kawasan Lapangan Merdeka adalah menjadikan Lapangan

Merdeka sebagai suatu lingkungan yang menerapkan desain yang universal pada

sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka dimana sesuatu hal yang

membatasi seseorang untuk melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat

keleluasaan ruang gerak dapat dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang

memenuhi prinsip desain yang universal.

Dengan demikian kawasan Lapangan Merdeka dapat dikatakan sebagai

kawasan ruang terbuka publik kota yang memperhatikan aspek kesetaraan diantara

masing-masing pengguna kawasan ruang terbuka publik kota. Untuk itu penulis

mencoba memberikan rekomendasi untuk tiap-tiap elemen aksesibilitas pada

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 153: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

penyediaan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka yang memenuhi

prinsip universal design agar dapat diakses oleh kaum difabel, yang terdiri dari :

1. Jalur Pedestrian

Rekomendasi untuk permukaan jalur pedestrian :

a. Material penutup permukaan harus tidak licin

b. Tinggi gundukan pada permukaan maksimal 1,25 cm

c. Tidak ada sambungan yang mengganggu aksesibilitas

Ilustrasi

Rekomendasi untuk ukuran jalur pedestrian : Gambar 8.1 Permukaan jalur pedestrian

a. Lebar jalur pedestrian minimal 120 cm

b. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang , rambu, drainase dan benda

lain yang menghalangi

Ilustrasi

Gambar 8.2 Ukuran jalur pedestrianHendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 154: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Rekomendasi untuk penyediaan tepi pengaman/ kanstin :

a. Tepi pengaman dibuat setinggi maksimum 10 cm dan lebar 15 cm

Ilustrasi

Gambar 8.3 Tepi pengaman/kanstin

Rekomendasi untuk penyediaan jalur pemandu :

a. Pemasangan jalur pemandu perlu memperhatikan pola susunan ubin

eksisting agar tidak terjadi disorientasi

b. Untuk membedakan dengan ubin eksisting perlu diberi warna berbeda

semisal kuning atau jingga

Ilustrasi

Gambar 8.4 Jalur pemandu

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 155: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Rekomendasi untuk penyediaan ramp :

a. Pada ramp perlu dipasang pegangan rambat pada kedua sisinya

b. Lebar ramp minimal 120 cm

c. Kemiringan maksimal ramp 7°-8°

Ilustrasi

Rekomendasi untuk penyediaan tangga :

a. Pada ramp perlu dipasang pegangan rambat pada kedua sisinya

b. Ubin peringatan dan ubin pengarah perlu dipasang pada bagian awal dan

akhir tangga

Ilustrasi

Gambar 8.5 Ramp pada jalur pedestrian

Gambar 8.6 Tangga pada jalur pedestrian

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 156: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

2. Toilet Umum

Rekomendasi untuk pintu masuk :

a. Pintu masuk dan keluar toilet harus cukup lebar minimal 120 cm

b. Sebaiknya menggunakan pintu otomatis

Ilustrasi

Rekomendasi untuk jenis kloset :

a. Pada toilet sebaiknya disediakan minimal 1 kloset duduk untuk pengguna

kursi roda

b. Minimal 2% dari jumlah toilet menggunakan kloset duduk

Ilustrasi

Gambar 8.7 Pintu masuk toilet

Gambar 8.8 Jenis toilet

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 157: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Rekomendasi untuk kelengkapan toilet :

a. Pada sisi kloset harus dilengkapi dengan pegangan

b. Terdapat urinoir yang aksesibel

c. Terdapat wastafel yang aksesibel

Ilustrasi

3. Area Parkir Gambar 8.9 Kelengkapan toilet

Rekomendasi untuk lot parkir :

a. Perlu disediakan minimal 1 tempat parkir untuk pengguna kursi roda dengan

lebar minimal 350 cm

b. Pada prinsipnya 2% dari area parkir pada satu area diperuntukkan bagi

pengguna kursi roda

Ilustrasi

Gambar 8.10 Area Parkir

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 158: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

4. Telepon Umum

Rekomendasi untuk ukuran ruang telepon umum :

a. Perlu ruang gerak yang cukup agar dapat dijangkau oleh pengguna kursi roda

b. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap daya jangkau pengguna kursi

roda yaitu maksimal 80-100 cm

Ilustrasi

Gambar 8.11 Telepon umum

5. Akses ke Bangunan

Rekomendasi untuk penyediaan ramp :

a. Perlu dipasang pegangan rambat pada kedua sisi ramp

b. Lebar minimal ramp 120 cm dengan sudut kemiringan 7° - 8°

c. Pada bagian awal dan akhir ramp perlu dipasang ubin pengarah

Ilustrasi

Gambar 8.12 Ramp pada akses ke bangunan

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 159: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Rekomendasi untuk penyediaan pintu masuk :

a. Lebar minimal pintu masuk 120 cm

b. Pintu masuk sebaiknya menggunakan pintu otomatis

c. Dari pintu masuk ke meja penerima tamu diperlukan ubin pengarah

Ilustrasi

Gambar 8.13 Pintu masuk ke bangunan

8.2 Saran

Kawasan Lapangan Merdeka dikelola oleh suatu badan yang berkompeten

dan mempunyai otoritas untuk mengatur investasi di kawasan Lapangan Merdeka,

sehingga guna komersial dapat menjadi sumber subsidi bagi berbagai fasilitas publik

di kawasan Lapangan Merdeka. Apabila kawasan Lapangan Merdeka dapat aksesibel

untuk diakses oleh kaum difabel juga akan berdampak kepada sisi komersial

kawasan Lapangan Merdeka itu sendiri.

Untuk mewujudkan kawasan Lapangan Merdeka menjadi kawasan yang

aksesibel untuk kaum difabel memerlukan peran aktif dari kaum difabel itu sendiri.

Yang banyak terjadi sekarang kaum difabel hanya dipandang sebagai objek bukan

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 160: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

subjek utama. Sehingga yang terjadi penyediaan sarana aksesibilitas untuk kaum

difabel bukan yang sebenarnya mereka butuhkan.

Berikut penulis mencoba memberikan beberapa strategi untuk mewujudkan

kawasan Lapangan Merdeka sebagai kawasan ruang terbuka yang aksesibel bagi

semua :

1. Meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu aksesibilitas.

2. Meneyediakan fasilitas publik termasuk sarana aksesibilitas umum yang

aksesibel untuk semua.

3. Mengikutsertakan kaum difabel sebagai kontrol pelayanan publik

4. Memberikan penghargaan kepada pengelola bangunan dan lingkungan yang

sudah menerapkan sarana aksesibilitas yang aksesibel untuk difabel.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 161: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

BAB IX

PENUTUP

Dalam kehidupan bermasyarakat masih ditemui rendahnya tingkat kesadaran

dalam mengapresiasi masalah difabel. Dalam kehidupan sehari-hari, meski tiap-tiap

komponen masyarakat fasih melafalkan term demokrasi, pada kenyataannya hasrat

untuk menempatkan kaum difabel pada posisi sosial yang adil dan setara masih

rendah. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat cenderung enggan

menerima kaum difabel “apa adanya” dalam lingkungan sosial mereka. Hal ini

tampak pada sulitnya memenuhi keinginan kaum difabel untuk untuk mendapatkan

aksesibilitas ruang publik dalam menjalani kehidupan sehari hari.

Ada pola pandang yang salah terhadap kaum difabel, yakni banyak orang

berpikir bahwa seharusnya kaum difabel tetap menjadi tanggung jawab keluarganya

masing masing, dan tidak membebani dunia luar. Kita lupa bahwa cacat fisik yang

diderita mereka tidak berhubungan dengan intuisi, pemikiran, dan kecerdasan

mereka. Banyak yang ingin tetap sekolah, bekerja dan berinteraksi seperti halnya

orang orang normal disekitarnya. Lalu bagaimana memahami isu- isu kecacatan

dengan perspektif yang masuk akal dan bertanggung jawab?

Pertama yang harus dilakukan adalah mendorong media massa sebagai

pembongkar bentuk-bentuk kekerasan yang selama ini disembunyikan oleh menjadi

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 162: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

peduli dan menempatkan difabel setara dengan dirinya. Dalam perkembangan

sejarah, media massa terbukti berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir

masyarakat. Mulai dari promosi suatu produk, hiburan , propaganda sampai syiar

agama bisa menggunakan media massa. Bagaimanapun media massa adalah cermin

dari budaya bangsa, sehingga pesan pesan atau muatan yang terkandungnya juga

merupakan refleksi budaya dan perilaku yang terjadi di masyarakat.

Kedua yang harus dilakukan adalah merealisasikan terwujudnya bangunan

dan lingkungan yang aksesibel, maka diharapkan dari pihak terkait antara aparat

pemerintah, swasta, pengelola/pemilik, penyedia jasa dan masyarakat pada

umumnya, dapat merealisasikannya secara terpadu, sinergis dan koordinatif agar

tercapai target utama yaitu tersosialisasinya program aksi dalam mewujudkan

bangunan dan lingkungan yang manusiawi, bermartabat dan dapat diakses oleh

semua kelompok masyarakat tanpa terkecuali.

Akhir kata penulis ingin menyampaikan, “The most interesting thing I

learned is how the word "disability" becomes a label. There's a great dissonance

between those of us who feel we're normal and those whom we label as disabled.

We're often afraid to make eye contact with people in wheelchairs, who don't look

quite "normal." And that changed me forever, when I realized that the barriers that

divide us are not so much physical as cultural, that they grow out of the way that we

look at people. “

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 163: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Design an Accessible City, Corporation of London BAPPEDA PROVSU, 2005, Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Implementasi

Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat, Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper. Departemen Penataan Ruang dan Permukiman, 2005, Persyaratan Teknis

Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan, Seminar Manajemen Ruang Publik Jakarta, Paper

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2005, Aksesibilitas Pada

Ruang Publik, Seminar Manajemen Ruang Publik Jakarta, Paper. Dinas Kesehatan PROVSU, 2005, Mendesaknya Fasilitas Yang Akses Bagi

Penyandang Cacat Dalam Rangka Menuju Kesamaan Kesempatan dan Kesetaraan Perlakuan, Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper .

Dinas Perhubungan PROVSU, 2005, Penyandang Cacat Akan Kebutuhan Darurat

Aksesibilitas, Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper . Direktorat Transportasi , 2005, Mewujudkan Perencanaan dan Penganggaran

Sektor Transportasi Yang Responsif Terhadap Tantangan Pembangunan Nasional, Semiloka Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Cacat, Paper.

Haryadi, dan B. Setiawan, 1995, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Suatu

Pengantar ke Teori Metodologi dan Aplikasi, PPSL DIRJEN DIKTI DEPDIKBUD RI.

Hernowo, Bimo, 2005, Aksesibilitas Difabel Sebagai Tuntutan Hak Azasi, Paper Kasim, Eva, 2004, Tinjau Kembali Rehabilitasi Penyandang Cacat , World

Congress International Rehabilitation, Paper. Krier, Rob, 1992, Urban Space, Rizolli, New York Lynch, K, 1987, Good City Form, The MIT Press.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 164: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Macken, Elizabeth, 1998, Prolegomena to A Theory of Disability, Inability and Handicap, Paper.

Moore, Patricia A, 2001, Experiencing Universal Design, Universal Design Handbook

Mustafa, Tavip Kurniadi, 2005, Peran Profesi Dalam Implementasi Persyaratan

Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan, Semiloka Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Cacat, Paper.

Nasution, A.D, 2003, Ruang Terbuka Kota Yang Bersahabat Bagi Pegawai dan

Kayawan Kantor, Magister Teknik Arsitektur USU – Pemko Medan, Seminar Internasional Manajemen Pembangunan Kota Yang Bersahabat, Paper

Ostroff, Elaine, 2001, Universal Design : The New Paradigm, Universal Design

Handbook. Parker, Kenneth J, 2001, Developing Economies : A Reality Check, Universal

Design Handbook. Setyaningsih, Wiwik , Perwujudan Elemen Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, Unit Kajian Aksesibilitas Arsitektu (UKAA) UNS – 2005 : Policy And Regulation SEMINAR INTERNATIONAL Supporting Inclusion In Indonesia, Paper

Story, Molly Folente, 2001, Principles of Universal Design, Universal Design

Handbook. Tim Penyusun Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, 2002, Undang

– Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Jakarta.

Trancik, Roger, 1986, Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold, New York Weisman, Leslie Kanes, 2001, Creating The Universally Designed City : Prospects

for The New Century, Universal Design Handbook.

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 165: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.1 LAMPIRAN

Surat Rekomendasi Ikatan Arsitek Indonesia

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 166: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.2 LAMPIRAN

Kuesioner Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin : Pria/Wanita

Pekerjaan :

Klasifikasi :

1. Apa yang menjadi penyebab bapak/ibu memiliki perbedaan kemampuan : a. Perbedaan sedari lahir b. Kecelakaan c. Penyakit d. d.Kekerasan fisik

2. Dalam beraktifitas apakah bapak/ibu memerlukan bantuan dari orang lain untuk memudahkan bapak/ibu :

a. Ya b. Tidak

3. Apakah dalam beraktifitas bapak/ibu menggunakan alat bantu aksesibilitas : a. a.Ya b. b.Tidak

4. Jenis alat bantu aksesibilitas yang digunakan : a. a.Tongkat b. b.Kruk c. Kursi roda

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 167: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

d. Alat bantu pendengaran e. lain-lain…………………………

5. Apakah dalam beraktifitas bapak/ibu menggunakan moda transportasi umum :

a. a.Ya b. b.Tidak,

alasannya……………………………………………………………...

6. Apabila ya, moda transportasi umum apakah yang sering dipergunakan bapak/ibu dalam berkatifitas (jawaban bisa lebih dari satu) :

a. Taksi b. Sudako c. Becak d. Bus

7. Kegiatan publik apakah yang Bapak/Ibu ketahui sering berlangsung di

Lapangan Merdeka? a. …………………………………………………………………………

..

8. Pernahkah bapak/ibu berkunjung ke kawasan Lapangan Merdeka? a. Pernah b. Tidak pernah

9. Apabila pernah, dalam mengakses Kawasan Lapangan Merdeka apakah

bapak/ibu memerlukan bantuan dari orang lain untuk memudahkan bapak/ibu a. Ya

a. b. Tidak

10. Fasilitas pelayanan umum manakah yang sering bapak/ibu kunjungi di kawasan Lapangan Merdeka?

a. ………………………………………………………………………..

11. Apakah bapak/ibu sering berkunjung ke fasilitas-fasilitas pelayanan umum tersebut :

a. Sering b. Tidak sering

12. Permasalahan aksesibilitas apakah yang dijumpai dalam mengakses kawasan Lapangan Merdeka:

a. ………………………………………………………………………..

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 168: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

13. Menurut pengalaman bapak/ibu bagaimanakah pengelolaan kawasan

Lapangan Merdeka dalam memfasilitasi sarana aksesibiltas penyandang cacat?

Sarana

Aksesibilitas Baik Cukup Kurang Tidak

Akses Tidak Tahu

Pedestrian Ramp

Tangga Jalur

peyebrangan

14. Menurut pengalaman bapak/ibu bagaimanakah pengelolaan fasilitas umum di kawasan Lapangan Merdeka?

Fasilitas Umum

Baik Cukup Kurang Tidak Akses

Tidak Tahu

Telepon umum ATM

Mushalla Toilet

15. Adakah saran dan masukan dari bapak/ibu untuk pemerintah Kota Medan sebagai pengelola kawasan Lapangan Merdeka?

………………………………………………………………………..

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 169: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

1.3 LAMPIRAN

Formulir Peninjauan Akses

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 170: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 171: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 172: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008

Page 173: Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus

Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008