Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal
POLA KOMUNIKASI REHABILITASI ANAK JALANAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi dalam Rehabilitasi Keterampilan
Pokok antara Anak Jalanan dengan Pembimbing di Panti Pelayanan Sosial Anak
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)
Disusun Oleh:
Laras Shinta Andari Putri
D1215028
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
1
POLA KOMUNIKASI REHABILITASI ANAK JALANAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi dalam Rehabilitasi Keterampilan
Pokok antara Anak Jalanan dengan Pembimbing di Panti Pelayanan Sosial Anak
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)
Laras Shinta Andari Putri
A. Eko Setyanto
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Street children with low ability and education work in the streets. Panti
Pelayanan Sosial Anak Tawangmangu is provide social skills training such as
automotive motorcycle workshop, welding workshop and cullinary class for street
children. The purpose of this research is to know the communication pattern of
primary skill rehabilitation between mentor and street children. The theory used
is theory of Devito, this theory find the communication patterns into five forms of
communication patterns of wheels, chains, Y, circles and stars.
The type of research used in this study is descriptive qualitative research.
Technique of collection data in this research is observation, interview, and
literature study. The sampling technique using purposive sampling. Selection of
interviewees for mentors based on their task and intesity of interaction with street
children, for street children based on their duration of rehabilitation, active
participation in skill rehabilitation and communicative. Interviewees consists
from 3 skill mentors and 3 skill members. The technique of data validity is
triangulation data. While the analysis technique is data reduction, data
presentation and conclusion.
The results showed the pattern of communication between mentors and
street children in the primary rehabilitation of automotive motorcycle workshop,
welding workshop and cullinary class is the communication pattern of stars. In
principle, all members can communicate and influence both mentors and street
children. Supporting factors mentors in the process of communication is a
comfortable environment, a clear message, complete learning media, and active
street children. While the inhibiting factors is psychological barriers such as lack
of discipline, ignorance and lack of ability of street children in receiving
messages and mechanical barriers to the media practice of less automotive
workshop skills.
Keywords : communication patterns, social rehabilitation, street children.
2
A. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan salah satu tantangan besar yang harus diselesaikan
oleh negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah terus mengupayakan
penurunan penduduk miskin dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2016
mencapai 27,76 juta orang, berkurang sebesar 0,25 juta orang dibandingkan
dengan kondisi Maret 2016 sebesar 28,01 juta orang.1
Banyak anak putus sekolah disebabkan ketidakmampuan orang tua untuk
membayar biaya sekolah, sehingga mencari uang untuk membantu ekonomi
keluarga. Namun minimnya keterampilan dan pendidikan yang dimiliki membuat
mereka memiliki sedikit peluang kerja, sehingga turun ke jalan menjadi alternatif
lain yang mereka pilih. Delapan puluh persen anak jalanan disuruh oleh orang tua
mereka untuk mencari uang dengan menjadi pengemis dan pengamen di jalanan.2
Menurut Departemen Sosial, anak jalanan atau anjal merupakan anak yang
melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan dan pusat-
pusat keramaian lainnya.3
Jamiludin dalam Jurnal International Street Children’s Problem in Getting
Education : Economic and Parental Factors4 menyatakan :
The main focus of social community development is social protection.
Therefore, helping street children is not simply removing them from the
street, but rather improving their quality of life or protecting them from
exploitation. Referring to the principles of the social work profession, the
policy and social protection programs include social assistance, education
for encouraging skill and knowledge, and social welfare insurance. As a
result, the social rehabilitation and empowerment are developed by right-
based initiatives, considering serious fundamental rights of children
inaccordance with their best aspirations.
1http://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-berkurang-025-
juta/diakses 18 Mei 2017 pukul 09.00 WIB. 2 https://www.merdeka.com/peristiwa/80-persen-anak-jalanan-mengemis-disuruh-orang-tua.html
3https://www.kemsos.go.id/ content/anak-jalanan diakses 18 Mei 2017 pukul 09.15 WIB.
4 Jamiludin, 2018, Street Children’s Problem in Getting Education : Economic and Parental
Factors, Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol 9 No 1, ISSN 2039-9340
http://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-berkurang-025-juta/http://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-berkurang-025-juta/https://www.kemsos.go.id/https://www.kemsos.go.id/content/anak-jalanan
3
Pemerintah terus mengupayakan dalam penanganan anak jalanan ini, salah
satunya dengan mengeluarkan kebijakan sebuah Program Kesejahteraan Sosial
Anak (PKSA), yang didalamnya termasuk Program Kesejahteraan Sosial Anak
Terlantar/Jalanan (PKS-Antar/PKS Anjal). Program ini bertujuan untuk
pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan anak sehingga tumbuh kembang,
kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.5 Bentuk program ini
adalah rehabilitasi sosial dengan memberikan pelayanan sosial seperti pemenuhan
kebutuhan dasar, kesehatan, rekreasi, keterampilan.
Kisirkoi and Godfrey Shed (2018) dalam Jurnal Internatonal Education Access
and Retention for Street Children: Perspectives from Kenya6 menyatakan :
Rehabilitation of all street children should be carried out. The rehabilitation
course should include: hygiene, games, sports, athletics, drama, basic
numeracy and literacy, skills development, life skills, living values
acquisition, drug abuse and HIV/Aids messages and religious education. The
length of this phase should depend on the learners/needs. As long as a child
can adjust to a learning atmosphere he or she should be moved to the next
stage where they should be prepared for academic and trade skills
developments.
Permasalahan anak jalanan di Provinsi Jawa Tengah ditangani unit pelaksana
teknis yang disebut Panti Pelayanan Sosial Anak, salah satunya Panti Pelayanan
Sosial Anak Tawangmangu, yang beralamat di Jalan Lawu Nomor 73
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Bentuk rehabilitasi yang diberikan meliputi bimbingan fisik, mental, sosial,
karakter, dan keterampilan7. Tujuannya untuk membentuk kualitas diri anak
jalanan agar dapat memperoleh kehidupan lebih baik. Anak tersebut kemudian
akan dikembalikan kepada orang tua dan disalurakan ke perusahaan guna
memperoleh pekerjaan, setelah rangkaian bimbingan diselesaikan.
Bimbingan keterampilan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam
rehabilitasi. Menurut Hovland, komunikasi adalah mengubah perilaku seseorang.8
Komunikasi ini berperan aktif mengubah perilaku anak jalanan yang disebut panti 5http://dinsos.jogjaprov.go.id/progam-kesejahteraan-sosial-anak/diakses 30 Mei 2018.
6 Kisirkoi and Godfrey Shed,2016, Education Access and Retention for Street Children:
Perspectives from Kenya, Journal of Education and Practice, Vol.7, No.2, ISSN 2222-1735 7 http://barehsoskartini.blogspot.co.id/2014/12/tahap-resosialisai-dan-penyaluran.html.
8 Suprapto, Tommy dan Fahrianoor,2004,Komunikasi Penyuluhan Dalam Teori Dan
Praktek,Yogyakarta : Arti Bumi Intaran.
http://dinsos.jogjaprov.go.id/progam-kesejahteraan-sosial-anak/
4
sebagai “penerima manfaat (PM)” melalui arahan dan bimbingan dalam rangka
merealisasikan tujuan rehabilitasi. Proses komunikasi yang berlangsung selama
bimbingan membentuk pola komunikasi dan faktor – faktor yang mempengaruhi
keberhasilan komunikasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti tentang Pola
Komunikasi Rehabilitasi Anak Jalanan (Studi Deskriptif Kualitatif Pola
Komunikasi dalam Rehabilitasi Keterampilan Pokok antara Anak Jalanan dengan
Pembimbing di Panti Pelayanan Sosial Anak Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar). Pola komunikasi yang diteliti adalah proses komunikasi rehabilitasi
keterampilan pokok dengan mengkaji komunikator, pesan, media, komunikan,
umpan balik, serta faktor - faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan
komunikasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh rumusan masalah
adalah ;
1. Bagaimana pola komunikasi antara pembimbing dengan anak jalanan dalam
mengikuti rehabilitasi keterampilan pokok di Panti Pelayanan Sosial Anak
Tawangmangu ?
2. Dalam proses komunikasi antara pembimbing dengan anak jalanan, apa saja
faktor pendukung dan penghambat pembimbing sebagai komunikator dalam
rehabilitasi keterampilan pokok di Panti Pelayanan Sosial Anak
Tawangmangu ?
C. Landasan Teori
1. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Mulyana9 adalah komunikasi antara orang
– orang yang bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
Komunikasi interpersonal sangat berpotensial untuk mempengaruhi ataupun
9 Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
halaman 73.
5
membujuk orang lain. Sedangkan menurut pawito10
adalah jalinan hubungan yang
interaktif antar individu dimana pesan digunakan secara efektif. Jalinan hubungan
merupakan seperangkat harapan yang pada partisipan menunjukkan perilaku
tertentu dalam berkomunikasi. Jalinan hubungan antar individu melatar belakangi
pola-pola interaksi dan tujuan personal menjadi faktor penentu kesepakatan
komunikasi.
Dari kedua pengertian komunikasi interpersonal diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi tatap
muka secara langsung dapat diketahui reaksi dari relasi yang dilakukan. Dari
komunikasi interpersonal ini komunikator dapat mempengaruhi atau membujuk
komunikan sesuai dengan tujuan personal.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada
kepada orang lain sesuai dengan tujuannya. Dalam proses berkomunikasi ini
terdapat unsur – unsur yang terlibat. Seperti yang ditemukan oleh Shannon dan
Berlo dengan formula “SMCR” yakni Source (pengirim), Message (pesan),
Channel (saluran media), dan Receiver (penerima). Kemudian dikembangkanoleh
Charles Osgood, Gerald Miller, dan Melvin L De Fleur menambahkan unsur efek
dan umpan balik (feedback).11
Digambarkan dalam bagan berikut :
Bagan 1 Proses Komunikasi
Untuk lebih jelasnya Effendi menjabarkan unsur – unsur komunikasi yaitu
yaitu12
:
a. Komunikator
10
Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta : LkiS halaman 2-4. 11
Cangara, Haied, 2016, Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua, Depok : PT Rajagrafindo
Persada halaman 26. 12
Effendy, Onong Uchjana, 2006, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya halaman 6.
6
Komunikator adalah seseorang yang menyampaikan pesan. Dalam
menyampaikan pesan komunikator memiliki tujuan tertentu seperti
menginformasikan, membujuk atau memerintah.
b. Pesan
Pesan adalah seperangkat simbol – simbol verbal dan non verbal yang
bermakna. Simbol verbal berbentuk bahasa sedangkan non verbal berbentuk
gesture, gerakan dan lain – lain.
c. Media
Media adalah saluran penyampaian pesan. Dalam berkomunikasi
penyampaian pesan dilakukan dengan langsung atau dengan menggunakan
alat atau perantara dengan tujuan untuk memudahkan dalam penyampaian
pesan.
d. Komunikan
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan. Seorang menerima pesan
melalui penafsiran lambang – lambang dalam dirinya,
e. Efek
Efek adalah tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. Pesan – pesan yang
disampaikan komunikator ditanggapi oleh komunikan baik itu secara verbal
maupun non verbal.
Dalam komunikasi yang dilakukan, tentunya ada faktor-faktor yang
mempengaruhi seperti faktor pendukung dan penghambat. Dalam bukunya,
Effendy13
menjelaskan beberapa faktor penghambat komunikasi adalah sebagai
berikut :
a. Hambatan sosio-antro-psikologis
Hambatan sosiologis merupakan hambatan tentang status sosial dalam
masyarakat, sedangkan hambatan antropologis adalah hambatan komunikasi
yang disebabkan oleh budaya. Seorang komunikator untuk mencapai tujuan
komunikasi harus mengenal siapa komunikannya. Mengenal kebudayaan,
gaya hidup, norma , kebiasan dan bahasanya. Hambatan psikologis adalah
13
Effendi, Onong Uchjana, 2004, Dinamika Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdkarya halaman 11.
7
hambatan yang terjadi ketika komunikator tidak mengkaji diri komunikan.
Kajian diri pada komunikan dalam kondisi sedih, kecewa marah dan kondisi
psikologis lainnya juga menaruh prasangka pada komunikator.
b. Hambatan sematis
Hambatan sematis adalah hambatan yang terjadi menyangkut bahasa.
Gangguan seperti salah ucap, salah tulis, kata – kata yang sama tetapi
pengertian berbeda dan pemilihan kata yang kurang tepat.
c. Hambatan mekanis
Hambatan mekanis adalah hambatan yang terjadi pada media yang
digunakan. Misalnya suara telepon yang krotokan, ketikan huruf yang buram,
suara yang muncul dan hilang. Beberapa hambatan mekanis dapat diatasi oleh
komunikator seperti menelepon kembali atau memperbaiki mesin ketik.
d. Hambatan ekologis
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap
proses berlangsungnya komunikasi. Gangguan seperti kebisingan suara riuh,
kebisingan lalu lintas dan lain – lain.
Selain hambatan, terdapat juga faktor – faktor pendukung yang
mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi. Djamarah14
berpendapat bahwa
ketercapaian tujuan komunikasi merupakan keberhasilan komunikasi.
Keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :
a. Komunikator
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kepercayaan
penerimaan pesan pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam
melakukan komunikasi menentukan keberhasilan komunikasi.
b. Pesan
Pesan merupakan tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Untuk mencapai
keberhasilan komunikasi, cara penyampaian pesan sangat berpengaruh yaitu
dengan cara pesan yang dibuat dapat menarik perhatian penerima pesan. Isi
dan peran pesan yang sesuai dengan kebutuhan komunikan dimaksud untuk
14
Djamarah, Bahri, Syaiful, 2004, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, Jakarta : PT. Reneka Cipta halaman 14-15.
8
menimbulkan umpan balik. Pesan yang disampaikan disesuaikan dengan
pengalaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan sehingga
menimbulkan saling pengertian.
c. Komunikan
Kemampuan komunikan dalam menafsirkan pesan menentukan pesan dapat
diterima dan dipahami dengan baik. Kesadaran komunikan atas pesan yang
memenuhi kebutuhannya mempengaruhi perhatian terhadap pesan yang
diterimanya.
d. Konteks
Komunikasi berlangsung dalam setting atau lingkungan tertentu. Lingkungan
yang kondusif seperti nyaman, menyenangkan, aman, menantang sangat
menunjang keberhasilan komunikasi.
e. Sistem penyampaian
Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode atau media yang
digunakan dalam penyampaian pesan. Metode dan media yang disesuaikan
dengan berbagai jenis indra penerima pesan yang kondisinya berbeda – beda
akan menunjang keberhasilan komunikasi.
2. Pola komunikasi
Djamarah15
mendefinisikan pola komunikasi sebagai pola hubungan antara
dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang
tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Devito16
menjelaskan
terdapat lima pola komunikasi yaitu pola komunikasi roda, pola komunikasi
rantai, pola komunikasi Y, pola komunikasi lingkaran dan pola komunikasi
bintang. Pola tersebut digambarkan sebagai berikut :
a. Pola Komunikasi Roda
Pola komunikasi roda memiliki pemimpin yang jelas dengan posisi yang
berada di pusat. Pemimpin menjadi satu – satunya yang dapat mengirim dan
menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota akan
15
Ibid, Djamarah, halaman 1. 16
A Devito, Joseph. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang Selatan: Karisma Publishing
Group halaman 382-384.
9
berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui
pemimpinnya.
Gambar 1 pola komunikasi roda
b. Pola Komunikasi Rantai
Pola komunikasi rantai sama dengan struktur lingkaran, kecuali bahwa para
anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja.
Keadaan terpusat juga terdapat disini. Orang yang berada pada posisi tengah lebih
berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di posisi lain.
Gambar 2 pola komunikasi rantai
c. Pola Komunikasi Y
Pola komunikasi ini kurang tersentralisasi dibanding dengan struktur roda,
tetapi lebih tersentralisasi dibanding pola lainnya. Pada pola ini terdapat
pemimpin yang jelas yaitu orang ketiga dari bawah. Anggota dapat mengirim dan
menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga anggota lainnya hanya terbatas
pada satu orang lainnya.
Gambar 3 pola komunikasi y
d. Pola Komunikasi Lingkaran
Pola komunikasi lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota
posisinya sama. Mereka mempunyai wewenang atau kekuatan yang sama untuk
10
mempengaruhi kelompok. Setiap anggota dapat berkomunikasi degan dua anggota
lain di sisinya.
Gambar 4 pola komunikasi lingkaran
e. Pola Komunikasi Semua Saluran atau Bintang
Pola komunikasi ini hampir sama dengan pola lingkaran dalam arti semua
anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki peran yang sama untuk
mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam pola ini semua anggota bisa
berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan partisipasi
secara optimum
Gambar 5 pola komunikasi bintang
3. Anak Jalanan
Keberadaan anak jalanan merupakan dampak dari lingkungannya. Menurut
Departemen Sosial anak jalanan atau anjal merupakan anak yang melewatkan atau
memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di
jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan dan pusat-pusat keramaian
lainnya.17
Sedangkan menurut Suyanto bahwa anak jalanan adalah anak yang
tersisih, termarginal dan kurangnya kasih sayang saat usia yang masih dini dan
berhadapan dengan lingkungan yang keras serta tak bersahabat dengan anak.18
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak jalanan
merupakan anak yang termarginal dan kurang mendapatkan perhatian sehingga
menghabiskan sebagian besar waktunya dijalan untuk melakukan kegiatan sehari
hari karena lingkungan yang keras dan tidak bersahabat dengannya.
17
https://www.kemsos.go.id/ diakses 18 mei 2017 pukul 09.15 WIB. 18
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Anak Sosial . Jakarta : Kencana halaman 185.
https://www.kemsos.go.id/
11
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia dalam Bajari19
terdapat tiga
kategori anak jalanan yaitu :
a) Anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street)
Merupakan anak jalanan dengan intensitas bertemu dengan orang tua yang
rendah bahkan putus hubungan dengan menghabiskan sebagian besar waktu
di jalanan dengan rata – rata putus sekolah atau drop out.
b) Anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the street)
Merupakan anak jalanan yang mempunyai hubungan dengan orang tua tidak
teratur, menghabiskan waktu dijalanan untuk bekerja, hidup di daerah kumuh
dengan mengontrak bersama dan putus hubungan dengan sekolah atau drop
out.
c) Anak rentan menjadi anak jalanan
Merupakan anak yang masih memiliki intensitas hubungan dengan teratur
karena tinggal bersama, rata – rata masih bersekolah, menghabiskan waktu
dijalan untuk mendapatkan uang dengan waktu empat sampai enam jam.
4. Pola Komunikasi Untuk Anak Jalanan
Bajari20
menguraikan fenomena anak jalanan dengan menggunakan beberapa
teori, salah satunya Teori Interaksi Simbolik yaitu munculnya simbol – simbol
spesifik dalam interaksi anak jalanan. Menemukan dalam perilaku komunikasi
interpersonal pada anak jalanan biasanya berlangsung pada situasi yang memaksa,
otoritatif, konflik, menganggu (teasing), membiarkan (bebas), sukarela dan
rayuan. Komunikasi interpersonal melalui pesan verbal dan nonverbal. Pesan
verbal berupa istilah/kata – kata yang berhubungan dengan kekerasan, panggilan
khass atau konteks dan aktivitas jalanan. Sedangkan pesan non verbal seperti
gestur, intonasi suara, mimik muka, isyarat bunyi, pakaian, aksesories, dan
penampilan.
Dengan kondisi seperti diatas maka komunikasi yang dilakukan dengan
pendekatan yang empatis dengan kebiasaan, tindakan, dan simbol – simbol yang
melekat pada diri anak jalanan.
19
Bajari, Atwar,2012, Anak Jalanan : Dinamika Komunikasi dan Perilaku Anak, Bandung :
Humaniora halaman 18. 20
Bajari, Ibid halaman 226.
12
D. Metodologi
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini
bertujuan untuk mendiskripsikan tentang pola hubungan dalam proses pengiriman
dan penerimaan pesan dalam proses rehabilitasi keterampilan pokok antara
pembimbing dan anak jalanan di Panti Pelayanan Sosial Anak Tawangmangu.
Dan juga menjelaskan tentang faktor pendukung dan penghambat pembimbing
sebagai komunikator dalam menyampaikan materi kepada anak jalanan. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
dengan memilih tiga pembimbing keterampilan pokok dan tiga anak jalanan pada
masing – masing keterampilan. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Validitas data diperoleh melalui tehnik
triagulasi data dengan pengujian data yang diperoleh dari satu sumber dengan data
sumber lain pada persoalan yang sama.
E. Sajian dan Analisis Data
Komunikasi antara pembimbing dengan anak jalanan terjadi ketika pemberian
materi rehabilitasi keterampilan pokok. Di Panti anak jalanan dinamakan
penerima manfaat. Proses yang terjalin dalam pemberian materi tersebut
membentuk pola komunikasi seperti yang disampikan oleh Devito, selain itu juga
muncul faktor – faktor pendukung dan penghambat pembimbing dalam
menyampaikan materi.
1. Pola Komunikasi antara Pembimbing dengan Anak Jalanan dalam
Mengikuti Rehabilitasi Keterampilan Pokok di Panti Pelayanan Sosial
Anak Tawangmangu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, komunikasi dalam rehabilitasi
keterampilan pokok bengkel automotif sepeda motor, bengkel las dan tataboga
terdapat tiga bentuk komunikasi yaitu komunikasi antar pembimbing, komunikasi
antar penerima manfaat dan komunikasi antara pembimbing dengan penerima
manfaat.
a. Pola komunikasi bengkel automotif sepeda motor
1. Komunikasi antar pembimbing
13
Komunikasi yang dilakukan antar pembimbing mengenai koordinasi dalam
bentuk kesepakatan pembagian dan pelaksanaan tugas secara bersama – sama.
Keterampilan ini diampu oleh dua pembimbing atau instruktur, yaitu bapak bowo
dan bapak joko. Pemberian materi dilaksanakan sebelum praktek di kelas. Saat
praktek pembongkaran sepeda motor dilaksanakan bersama – sama. Pembimbing
berperan mengawasi praktek yang dilaksanakan.
2. Komunikasi antar penerima manfaat
Komunikasi yang dilakukan antar penerima manfaat terkait dengan
pembahasan materi bengkel dan pengarahan praktek. Pada saat praktek, penerima
manfaat meminta pengarahan bagaimana cara yang dilakukan untuk membongkar
bagian – bagian sepeda motor.
3. Komunikasi antara pembimbing dengan penerima manfaat
Komunikasi yang dilakukan antara pembimbing dan penerima manfaat terkait
dengan pembelajaran teori yang diberikan dan evaluasi praktek. Dalam
menyampaikan pesan, pembimbing memilih pesan yang sederhana dan nyaman.
Pembimbing menempatkan diri penerima manfaat yang berkomunikasi dengan
teman, sehingga menimbulkan suasana yang nyaman. Pembimbing juga selalu
membangun respon dari penerima manfaat atas pesan yang disampaikan.
Pembimbing bersifat terbuka dengan pendapat dan ide yang disampaikan
penerima manfaat. Pembimbing juga memberikan kesempatan kepada penerima
manfaat untuk mengembangkan kemampuan bengkel seperti modifikasi
menaikkan CC kendaraan. Dalam menyampaikan pesan pembimbing
mednggunakan dua media yaitu modul untuk pembelajaran secara teori dan
sepeda motor untuk alat praktek. Sedangkan dalam menerima pesan Penerima
Manfaat bersifat aktif bertanya dan mengungkapkan ide serta masalah yang
dihadapi ketika praktek, namun ada pula yang pasif hanya mendengarkan.
Berdasarkan bentuk - bentuk komunikasi tersebut maka pola komunikasi
yang terbentuk dalam rehabilitasi keterampilan bengkel automotif sepeda motor
adalah sebagai berikut :
14
Gambar 6
Pola Komunikasi Keterampilan Bengkel Automotif Sepeda Motor
b. Pola komunikasi keterampilan bengkel las
1. Komunikasi antar pembimbing
Komunikasi antar pembimbing terkait dengan pembagian tugas dan
pengawasan. Terdapat dua instruktur dalam keterampilan ini yaitu bapak nurul
dan bapak tri. Sistem pembelajaran langsung praktek jadi penyampaian materi
langsung dalam praktek yang dilakukan. Komunikasi juga dilakukan pada
penentuan model pengelasan seperti pot atau jemuran.
2. Komunikasi antar penerima manfaat
Komunikasi yang dilakukan antar penerima manfaat terkait dengan
pembelajaran modul dan praktek. Sistem pembelajaran bengkel las yaitu langsung
praktek dan penerima manfaat hanya diberikan modul untuk mempelari sendiri
teori tentang pengelasan. Komunikasi juga dilakukan saat praktek tentang cara
pengelasan dan model yang dibuat. Dalam komunikasi ini penerima manfaat ada
yang menanyakan kepada temannya tentang penggunaan alat maupun cara.
3. Komunikasi antara pembimbing dengan penerima manfaat
Komunikasi yang dilakukan pembimbing terkait dengan materi praktek dan
evaluasi praktek. Pembimbing menyampaikan materi pengelasan sekaligus
dengan menunjukkan cara yang dilakukan. Dalam menyampaikan pesan
pembimbing memilih pesan yang sesuai dengan kondisi penerima manfaat.
Kondisi karakteristik anak jalanan yang slengean dan pendidikan yang rendah.
Pesan dibuat dengan sederhana dan mudah dimengerti. Sifat pembimbing yang
santai, friendly dan terbuka membuat suasana komunikasi yang nyaman.
Pembimbing juga selalu menanyakan kejelasan dari pesan yang disampaikan.
Pembimbing memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
15
bengkel las dengan kreatifitas penerima manfaat seperti bentuk pot sepeda. Media
yang digunakan modul dan peralatan serta perlengkapan mengelas.
Penerima manfaat dalam menerima pesan aktif bertanya dan mendengarkan.
Dalam evaluasi praktek penerima manfaat diberi kesempatan untuk mengutarakan
kesulitan dan masalah yang dihadapi ketika praktek. Namun ada pula yang pasif
hanya mendengarkan saja.
Berdasarkan bentuk - bentuk komunikasi tersebut maka pola komunikasi
yang terbentuk dalam rehabilitasi keterampilan bengkel las adalah sebagai berikut
:
Gambar 7 Pola Komunikasi Keterampilan Bengkel Las
c. Pola komunikasi keterampilan tataboga
1. Komunikasi antar pembimbing
Komunikasi antar pembimbing terkait dengan koordinasi tugas yaitu
pengawasan dan pembagian tugas serta materi yang diberikan. Koordinasi
dilaksanakan sebelum praktek tataboga dilaksanakan. Dalam keterampilan
tataboga terdapat dua pembimbing satu sebagai instruktur yaitu ibu nuning dan
satu sebagai pengawas yaitu bu nuri. Materi yang disampaiakn berdasarkan
kesepakatan yang telah diprogramkan.
2. Komunikasi antar penerima manfaat
Komunikasi antar penerima manfaat terkait dengan koordinasi pembagian
tugas memasak resep. Dalam ketrampilan ini setidaknya ada tiga anggota masing
– masing mempunyai tugas sendiri yang ditentukan berdasarkan koordinasi
bersama. Setiap penerima manfaat meempunyai buku catatan tentang resep yang
disampaikan oleh pembimbing. Pelaksanaan praktek tata boga berdsarkan resep
yang disampaikan.
3. Komunikasi anatar pembimbing dengan penerima manfaat
16
Komunikasi antara pembimbing dengan penerima manfaat tentang cara
pembuatan masakan dan evaluasi praktek. Dalam keterampilan tataboga
pembimbing menjelaskan resep dan bahan – bahan yang dibutuhkan. Kemudian
cara memasak, semua penerima manfaat menulis resep yang ditentukan.
Kemudian melaksanakan praktek yang diawasi oleh pembimbing. Dalam
menyampaikan pesan pembimbing menyesuaikan dengan kemampuan penerima
manfaat. Pembimbing berisifat serius tetapi juga santai. Pembimbing juga aktif
dalam menayakan kejelasan dan pemahaman dari pesan yang disampaikan dan
memberikan kesempatan penerima manfaat untuk mengembangkan kreatifitas dan
kemampuan dalam memasak sperti pengemasan. Dalam menerima pesan,
penerima manfaat mencatat dan memperhatikan resep yang diberikan. Ada yang
aktif bertanya. tentang kegagalan dalam memasak. Ada juga yang memperhatikan
arahan.
Berdasarkan hubungan dari bentuk – bentuk komunikasi tersebut maka
terbentu pola komunikasi sebagai berikut :
Gambar 8 Pola Komunikasi Keterampilan Tataboga
2. Faktor pendukung dan penghambat pembimbing sebagai komunikator
dalam menyampaikan materi rehabilitasi keterampilan pokok di Panti
Pelayanan Sosial Anak Tawangmangu
Dalam proses komunikasi tentunya terdapat faktor – faktor pendukung dan
penghambat yang mempengaruhi komunikator dalam menyampaikan pesan.
Menurut effendi21
faktor – faktor penghambat komunikasi adalah hambatan sosio-
antro-psikologis, hambatan sematis, hambatan mekanis dan hambatan ekologis.
Sedangkan Djamarah22
keberhasilan komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti komunikator, pesan, komunikan, konteks dan sistem penyampaian.
21
Effendi, Op.Cit halaman 11-16. 22
Djamarah, Op.Cit halaman 1.
17
Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan, peneliti memperoleh
beberapa faktor yang mempengaruhi pembimbing sebagai komunikator dalam
proses komunikasi yaitu :
a. Faktor pendukung yang mempengaruhi pembimbing sebagai
komunikator
Dalam proses komunikasi antara pembimbing dengan penerima manfaat,
pembimbing sebagai komunikator dalam menyampaikan materi terdapat faktor
pendukung jalannya komunikasi. Faktor – faktor tersebut tentunya berpengaruh
terhadap keberhasilan komunikasi rehabilitasi keterampilan. Faktor faktor tersebut
adalah media yang tersedia lengkap. Media dalam hal ini adalah media
pembelajaran seperti modul, catatan, perlengkapan dan peralatan keterampilan.
Pembimbing juga menciptakan lingkungan yang nyaman dan pesan yang
disesuaikan dengan kondisi penerima manfaat. Penerima manfaat yang aktif
dalam bertanya dan berpendapat j uga mempengaruhi keberhasilan komunikasi.
b. Faktor penghambat yang mempengaruhi pembimbing sebagai
komunikator
Dalam proses komunikasi antara pembimbing dengan penerima manfaat,
pembimbing sebagai komunikator dalam menyampaikan materi terdapat faktor
pendukung jalannya komunikasi. Faktor – faktor tersebut tentunya berpengaruh
terhadap keberhasilan komunikasi rehabilitasi keterampilan. Faktor faktor tersebut
adalah kemampuan penerima manfat dalam menerim pesan. Hal ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan penerima manfat yang rendah.
Faktor lain yang menghambat adalah penerima manfaat yang kurang disiplin.
Seperti terlambat masuk atau bahkan tidak mengikuti keterampilan, ngobrol
sendiri dengan temannya ketika pembimbing menyampaikan materi dan media
praktek pada keterampilan bengkel sehingga materi yang disampikan kurang jelas
karena tidak dapat praktek dan emnunjukkan bagian secara langsung.
Munculnya faktor – faktor tersebut, pembimbing sebagai komunikator
mengatasi dengan menasehati untuk tidak mengganggu teman – teman lainnya
dan mengulangi materi apabila kurang jelas.
18
F. Kesimpulan
1. Pola komunikasi antara pembimbing dengan anak jalanan dalam
rehabilitasi keterampilan pokok.
Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dibahas dalam bab
sebelumnya, maka dapat diketahui pola komunikasi antara pembimbing dengan
anak jalanan dalam rehabilitasi keterampilan pokok yaitu bengkel automotif
sepeda motor, bengkel las dan tataboga. Ketiga keterampilan tersebut sama –
sama mempunyai tiga bentuk komunikasi yaitu komunikasi antar pembimbing
yang berkaitan dengan pembagian tugas, komunikasi antar penerima manfaat
yang berkaitan dengan diskusi materi dan praktek, kemudian komunikasi antara
pembimbing dan penerima manfaat yang berkaitan dengan pembahasan materi,
praktek dan evaluasi. Media yang digunakan yaitu modul dan alat praktek. Dalam
menyampaikan pesan pembimbing bersifat terbuka dan menempatkan diri
sebagai teman. Penerima manfaat dalam menerima pesan terdapat yang aktif
bertanya atau mencoba menjawab pertanyaan temannya ada pula yang hanya
mendengarkan.
Berdasarkan bentuk pola dari ketiga keterampilan pokok diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pola komunikasi rehabilitasi keterampilan pokok adalah
menggunakan pola komunikasi semua saluran atau bintang. Hal ini ditandai
dengan semua anggta dapat berkomunikasi satu sama lain seperti antar
pembimbing, antar penerima manfaat maupun antara pembimbing dan penerima
manfaat. Masing – masing anggota tidak mendominasi meskipun pembimbing
sebagai guru yang mengajarkan materi keterampilan namun penerima manfaat
diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya sesuai bidang yang
diminati.
2. Faktor Pendukung dan penghambat pembimbing sebagai komunikator
dalam rehabilitasi keterampilan pokok
a. Faktor pendukung
Faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi yaitu pembimbing sebagai
komunikator yang menciptakan suasana yang nyaman, pesan yang disampikan
19
jelas, media yang digunakan lengkap, penerima manfaat sebagai komunikan ada
yang aktif sehingga membangun suasana.
b. Faktor penghambat
Faktor penghambat keberhasilan komunikasi yaitu hambatan psikologis
seperti kondisi penerima manfaat yang kurang disiplin, jahil menganggu
temannya, kemampuan dalam menerima pesan. Selanjutnya hambatan mekanis
yaitu media yang kurang seperti media sepeda motor matic untuk praktek di
keterampilan bengkel automotif sepeda motor.
Namun pembimbing sebagai komunikator telah berupaya mengatasi faktor
penghambat dengan cara menasehati untuk tidak mengganggu teman – teman
lainnya dan mengulangi materi apabila kurang jelas.
Daftar Pustaka
Bajari, Atwar, 2012, Anak Jalanan : Dinamika Komunikasi dan Perilaku Anak,
Bandung : Humaniora.
Effendy, Onong Uchjana, 2006, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek , Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Djamarah, Bahri, Syaiful, 2004, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga, Jakarta : PT. Reneka Cipta.
Jamiludin, 2018, Street Children’s Problem in Getting Education : Economic and
Parental Factors, Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol 9 No 1, ISSN
2039-9340
Kemensos. Pengertian Anak Jalanan, diakses 18 Mei 2017 dari kemensos :
https://www.kemsos.go.id/content/anak-jalanan
Kisirkoi and Godfrey Shed,2016, Education Access and Retention for Street
Children: Perspectives from Kenya, Journal of Education and Practice, Vol.7,
No.2, ISSN 2222-173.
Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Pawito,2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta : LkiS.
PPSA Kartini. Tahap Rehabilitasi Sosial, diakses 18 Mei 2017 dari PPSA Kartini :
http://barehsoskartini.blogspot.co.id/2014/12/tahap-resosialisai-dan-
penyaluran.html
Setkab. Jumlah penduduk miskin indonesia, diakses 18 mei 2017 dari setkab RI :
http://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-
indonesia-bekurang-025-juta/.
Suprapto, Tommy dan Fahrianoor, 2004, Komunikasi Penyuluhan Dalam Teori
Dan Praktek, Yogyakarta : Arti Bumi Intaran.
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Anak Sosial . Jakarta : Kencana.
http://barehsoskartini.blogspot.co.id/2014/12/tahap-resosialisai-dan-penyaluran.htmlhttp://barehsoskartini.blogspot.co.id/2014/12/tahap-resosialisai-dan-penyaluran.htmlhttp://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-bekurang-025-juta/http://setkab.go.id/bps-per-september-2016-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-bekurang-025-juta/
20