38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang populasi lansia tertinggi di dunia. Hal ini sesuai dengan kondisi di Indonesia khususnya di provinsi D.I Yogyakarta yang memiliki populasi lansia terbanyak di Indonesia. Usia Harapan Hidup di D.I Yogyakarta berada pada usia 74 tahun, usia ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan usia harapan hidup di Indonesia yang berada pada usia 72 tahun. Masa lanjut usia merupakan masa perkembangan terakhir manusia. Perkembangan manusia akan diikuti dengan perubahan-perubahan khas yang menyertai. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia seperti penurunan fungsi pada berbagai sistem organ. Selain itu pada lansia juga terdapat perubahan fungsi psikologis misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, perasaan tersisih atau merasa diabaikan. Dukungan sosial merupakan kunci utama dalam memelihara kesehatan pada lansia dari segi psikologis. Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu ketika terdapat suatu masalah (Videbeck, 2008). Sumber dukungan sosial bermacam-macam. Dukungan sosial bisa saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang sangat 1

Jurnal Kelompok 1 Week 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Kelompok 1 Week 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jepang merupakan salah satu negara yang populasi lansia tertinggi di dunia.

Hal ini sesuai dengan kondisi di Indonesia khususnya di provinsi D.I Yogyakarta

yang memiliki populasi lansia terbanyak di Indonesia. Usia Harapan Hidup di D.I

Yogyakarta berada pada usia 74 tahun, usia ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan

usia harapan hidup di Indonesia yang berada pada usia 72 tahun.

Masa lanjut usia merupakan masa perkembangan terakhir manusia.

Perkembangan manusia akan diikuti dengan perubahan-perubahan khas yang

menyertai. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia seperti penurunan fungsi pada

berbagai sistem organ. Selain itu pada lansia juga terdapat perubahan fungsi

psikologis misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan,

perasaan tersisih atau merasa diabaikan.

Dukungan sosial merupakan kunci utama dalam memelihara kesehatan pada

lansia dari segi psikologis. Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang

berasal dari teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang

membantu individu ketika terdapat suatu masalah (Videbeck, 2008). Sumber

dukungan sosial bermacam-macam. Dukungan sosial bisa saja datang dari berbagai

pihak, tetapi dukungan sosial yang sangat bermakna dalam kaitannya dengan masalah

kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki

kedekatan emosional seperti keluarga dan kerabat dekat.

Sementara itu, hubungan negatif yang dialami lansia juga dinilai ada

hubungannya dengan fungsi mental lansia. Beberapa kejadian seperti kritikan,

ketidakpercayaan terhadap lansia yang dilakukan oleh orang lain ada hubungannya

dengan kesehatan mental lansia. Kondisi ini dianalisis dalam jurnal Mental health

among older adults in Japan: do sources of social support and negative interaction

make a difference.

1

Page 2: Jurnal Kelompok 1 Week 3

B. Tujuan

1. Mengetahui Evidence Based Nursing pada aspek psikososial khususnya pengaruh

dukungan sosial dan interaksi negatif dari berbagai sumber yang berbeda terhadap

kesehatan jiwa dewasa tua (lansia).

2. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kesehatan jiwa pada dewasa

tua (lansia).

C. Manfaat

1. Bagi Perawat

Dapat memberikan tindakan selanjutnya seperti promosi kesehatan mengenai

kesehatan jiwa lansia.

2. Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan tentang kesehatan jiwa, dukungan sosial, dan

interaksi negatif yang terjadi pada lansia.

3. Bagi Klien dan Keluarga

Dapat memberikan dukungan sosial dan interaksi yang positif untuk menunjang

kesehatan jiwa lansia yang lebih sehat.

2

Page 3: Jurnal Kelompok 1 Week 3

BAB II

LITERATUR REVIEW

A. Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa (mental health) adalah status kinerja fungsi kejiwaan yang

baik yang memberikan hasil berupa aktivitas yang produktif, penjalinan hubungan

dengan orang lain dan suatu kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dan

dapat mengatasi permasalahan yang ada.

Kesehatan jiwa yang baik diungkapkan dalam kematangan emosional,

kesehatan jiwa yang baik akan dapat:

– Tetap berfungsi saat berada dalam tekanan.

– Berubah atau beradaptasi terhadap perubahan disekitar mereka.

– Memeiliki kepuasaan lebih dalam memberi bukan menerima.

– Memberikan perhatian kepada orang lain.

– Dapat menahan benci dan bersalah

– Menyayangi orang lain.

Perkembangan jiwa di dunia:

LAYANAN KESEHATAN JIWA ERA PD II

_ Era pengobatan moral (tradisional), pasung dll

_ Rumah sakit jiwa (pengobatan medis)

_ Gerakan higiene mental (identifikasi dan pengobatan secara dini)

LAYANAN KESEHATAN JIWA PASCA PD II

_ Deinstitusionallisasi (pemulangan pasien dalam skala besar dari RSJ)

_ Dibuatkan UU (orang sakita jiwa TJ negara).

_ Lembaga Pusat Kesehatan Jiwa Masyarakat.

_ Pelintaslembagaan (pemidandahan pasien dari institusi publik ke institusi lain akibat

perubahan kebijakan)

_ Program dukungan masyarakat (dukungan sosial bagi penderita kejiwaan)

LAYANAN KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

_ Dibangun RSJ hampir disetiap daerah.

3

Page 4: Jurnal Kelompok 1 Week 3

_ Adanya pembinaan bagi penderita gangguan jiwa yang liar

_ Rumah bagi Tunawisma

_ Pemasungan merupakan pelanggaran HAM

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas

pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari

Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi

aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI,

1992:6)

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.

Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat

menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi

para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

Penurunan Kondisi Fisik

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan Aspek Psikososial

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga

berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin

rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia

mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan

gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan

lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan

kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau

tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir

fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya

makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

4

Page 5: Jurnal Kelompok 1 Week 3

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan

dengan berbagai gangguan fisik seperti :

Gangguan jantung

Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus

Vaginitis

Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat

kurang

Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,

tranquilizer, serta

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh

tradisi dan budaya

Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

Pasangan hidup telah meninggal

Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa

lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan

perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)

meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,

tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia

sebagai berikut:

Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini

tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

5

Page 6: Jurnal Kelompok 1 Week 3

Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia

tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya

Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu

harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika

tidak segera bangkit dari kedukaannya.

Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah

memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak

keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga

menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini

umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain

atau cenderung membuat susah dirinya.

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan

ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,

namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering

diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status

dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari

model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah

lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi

masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang

merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh

terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak

bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih

menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup

lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun

yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan

hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-

masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan

6

Page 7: Jurnal Kelompok 1 Week 3

arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk

merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan

pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara

berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.

Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga

menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini

ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi

masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka

menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan

kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya

dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang

bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika

keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain

dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung

diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis

bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang

memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung

karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat

umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan

pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara

karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan

pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali

menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk

pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation

yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan

sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial

Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai

seorang lansia.

7

Page 8: Jurnal Kelompok 1 Week 3

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

_ Pencegahan

_ Primier yaitu mencegah munculnya kesakitan jiwa misalnya pelatihan pemecahan

masalah kognitif untuk mencegah kegagalan disekolah serta kelompok dukungan

sosial bagi yang baru menjanda.

_ Sekunder yaitu intervensi kejadian krisis, program penurunan kejahatan dan

program dukungan bagi karyawan.

_ Tersier yaitu pengobatan dan rehabilitas.

_ Pelayanan Pencegahan, misalnya NMHA (National Mental Health Association)

lembaga relawan swasta: memberikan pelatihan manajemen stress, pengembangan

kepercayaan diri dan keterampilan.

_ Pendekatan Terapi, misalnya psikoterapi, psikofarmakologi.

B. Dukungan Sosial

Informasi yang meliputi satu atau lebih 3 hal berikut:

1. Informasi terkemuka subjek bahwa ia dicintai dan diperhatikan

2. Informasi terkemuka subjek bahwa ia dihargai

3. Informasi terkemuka subjek bahwa ia termasuk jaringan sosial dalam komunikasi

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang

diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan social ini mengarah

pada variable tingkat individual, dan merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan

dapat diukur dengan pertanyaan tertentu. Dukungan sosial bisa saja datang dari

berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang sangat bermakna dalam kaitannya dengan

masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki

kedekatan emosional seperti keluarga dan kerabat dekat.

Dukungan Sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari teman,

anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu

ketika terdapat suatu masalah. Dukungan sosial merupakan faktor penting dalam

promosi dan pemeliharaan kesehatan umum dalam jangka panjang, berkontribusi

terhadap fisik dan kognitif, serta berfungsi dan mendukung keterlibatan dengan

kehidupan. Dukungan sosial sangat berpengaruh tidak hanya dalam kaitannya dengan

8

Page 9: Jurnal Kelompok 1 Week 3

perilaku kesehatan, baik pencegahan dan pengobatan, tetapi juga pada bagaimana

individu dengan masalah medis serius bereaksi dan pulih dari berbagai penyakit.

Penentu lingkungan sosial termasuk dukungan sosial, kekerasan dan pelecehan,

dan pendidikan. Faktor ini mempengaruhi kualitas hidup orang tua untuk

mempengaruhi lingkungan mereka positif atau negatif. Dukungan sosial dapat

mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan, mempercepat pemulihan dan memfasilitasi

sesuai dengan resimen medis yang ditentukan.

Dukungan Keluarga

Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam

penyembuhan pasien. Walaupun keluarga tidak selalu merupakan sumber positif

dalam kesehatan jiwa, mereka merupkan bagian penting dalam penyembuhan pasien

yang paling sering. Petugas kesehatan khususnya perawat tidak dapat sepenuhnya

menggantikan peranan anggota keluarga. Perawat juga harus mendorong anggota

keluarga untuk terus mendukung pasien dan mengidentifikasi kekuatan keluarga

seperti cinta dan perhatian, yang merupakan sumber bagi pasien.

C. Negative Relathionship

Negative Relationship atau dalam bahasa Indonesia disebut hubungan yang

negatif. Dalam statistika relationship atau hubungan, mempunyai dua variabel karena

adanya ketidaksesuaian dalam kemiringan grafik. Contoh: pada pengamatan

hubungan negatif antara penyakit dan vaksinasi. Insidensi vaksinasi meningkat,

kejadian penyakit mengalami penurunan dan sebaliknya. Dapat dibandingkan pada

contoh hubungan positif antara penyakit dan waktu sakit. Akan dapat terlihat jika

kejadian penyakit meningkat maka hari untuk cuti kerja juga meningkat.

(Wikipedia,2011)

Analogi itu merupakan contoh statistika mengenai gambaran hubungan tidak

sehat. Lansia sering mengalami hubungan yang negatif. Beberapa penyebab hubungan

yang negatif menurut Connors antara lain:

1. Unresolved conflicts. Konflik yang tidak terselesaikan sering memicu adanya

siklus negatif dalam menjadi hubungan. Apabila konflik tersebut tidak ditangani

dengan baik maka akan terjadi siklus negatif. Konflik yang belum terselesaikan

secara fisiologis adalah luka yang menimbulkan pus atau nanah yang

menggerogoti satu atau kedua pasangan. Konflik sosial terjadi adanya

9

Page 10: Jurnal Kelompok 1 Week 3

ketidakharmonisan dalam hubungan. Ahli hubungan John Gotman mengatakan

bahwa keberhasilan hubungan sering tergantung pada orang dalam menerima

pengaruh dari kekuasaan dan berbagai nasehat dari perempuan. Konflik antara

kedua pasangan lansia yang sama – sama mempunyai kebutuhan yang sama dan

saat mencukupi kebutuhan menimbulkan konflik yang tidak dapat dihindarkan.

Baiknya pasangan tersebut saling memngungkapkan perasaan dan lebutuhan agar

pasangan mereka mendengarnya dan pasangan juga mengerti serta belajar

mengenai perasaan mereka.

2. Negative reciprocity is the other driver. Interpretasi dan Reaksi yang salah

terhadap suatu hal akan mengakibatkan terjadinya hubungan negatif. Penggunaan

interpretasi yang negatif akan menurunkan tingkat interaksi yang menurun

mencerminkan penurunan tingkat spiritual.

3. Loss of trust.kepercayaan merupakan kunci utama dalam nejalin hubungan. Jika

kepercayaan bertahap menghilang bertahap karena buruknya perilaku dan sikap

maka akan semakin memperburuk pula hubungan. Kehilangan kepracayaan

dalam menjalin hubungan sering mengakibatkan matinya komunikasi dan dapat

menyebabkan penghindaran psikologis dan menarik diri. Begitu kepercayaan

tumbuh, maka ada sedikit motivasi untuk bersikap baik atau untuk

mempertimbangkan orang lain. Sebaliknya, begitu kepercayaan hilang, hubungan

memiliki sedikit kesempatan untuk bertahan hidup

Becoming Enemies. Hubungan negatif juga muncul karena masalah masa lalu

yang kemudian diakumulasikan pada masa datang. Beberapa orang mungkin memang

sengaja membuat hubungan menjadi negatif terhadap pasangannya karena merupakan

wujud balas dendam. Beberapa gaya yang terjadi pada fase ini adalah beberapa orang

sering menjadi musuh psikologis. Artinya berusaha melemahkan lawan bicara berupa

kesejahteraan dan reputasi si lawan bicara. Ada juga musuh materi yang

menggunakan manipulasi hukum untuk menyita uang. Ketiga, merupakan menyakiti

dan memanipulasi anak – anak. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan hubungan

menjadi sangat negatif.

10

Page 11: Jurnal Kelompok 1 Week 3

BAB III

ISI JURNAL

A. Jurnal

Judul : Mental health among older adults in Japan: do sources of social

support and negative interaction make a difference?

Pengatang : Hideki Okabayashi, Jersey Liang, Neal Krause, Hiroko Akiyama,

Hidehiro Sugisawa.

Tahun terbit : 2004

B. Isi Jurnal

Latar Belakang Jurnal

Penelitian yang ekstensif telah menyarankan bahwa dukungan sosial

merupakan penentu utama kesehatan di usia tua. Dewasa akhir memiliki jaringan

sosial yang mendukung, mereka yang mempunyai dukungan sosial yang adekuat

cenderung lebih baik dalam fisik dan mental kesehatan daripada mereka yang tidak

(Berkman, 1984; House, Landis & Umberson, 1988; Krause, 2001; Rowe & Kahn,

1998).

Selain itu, dewasa akhir menerima dukungan sosial dari sumber-sumber yang

berbeda, karena beberapa peran sosial mereka (yaitu, pasangan, orang tua, saudara,

dan teman), tergantung paling dekat hubungan interpersonalnya. Jika beberapa peran

lebih dihargai daripada yang lain, dan berkomitmen terhadap mereka. Kemudian

pertukaran sosial dalam peran tersebut juga akan berdampak lebih besar pada

kesejahteraan psikologis.

Menurut model kompensasi hirarki, kerabat lain, teman, dan tetangga adalah

pilihan sumber bantuan dalam rangka berurutan setelah pasangan dan anak-anak,

dengan organisasi formal yang tidak disukai dan tidak akan dipanggil untuk meminta

bantuan (Antonucci, 2001; Cantor & Little, 1985).Sehubungan dengan gejala depresi

di kalangan orang tua, Dean, Kolody, dan Wood (1990) menemukan bahwa pasangan,

teman, dan anak-anak yang telah dewasa menduduki peringkat yang penting,

sedangkan kerabat lainnya menunjukkan tidak ada pengaruhnya. Temuan ini semakin

diperkuat oleh bukti bahwa Amerika dan India, dukungan emosional dari pasangan

11

Page 12: Jurnal Kelompok 1 Week 3

jauh lebih penting daripada dengan anak-anak dewasa, teman-teman, atau keluarga

dalam mempengaruhi kesejahteraan personal (Venkatraman, 1995).

Sebagian besar didasarkan pada penelitian yang berasal dari Amerika Serikat

atau Western developed nations yang lain , bukti yang relevan dari masyarakat lain

sangat jarang. Budaya memainkan peran penting dalam membentuk individu kognitif,

emosional, dan perilaku (Fiske, Kitayama, Markus, & Nisbett, 1998).

Sebagai contoh, budaya Asia bahwa anak-anak dewasa diharapkan untuk

mematuhi dan menghormati orang tuanya, mendukung orang tua mereka di usia tua,

dan memberikan prioritas kebutuhan orangtua mereka selama mereka sendiri (Ishii-

Kuntz, 1997). Sebaliknya, budaya Amerika tidak menempatkan penekanan yang sama

pada keterhubungan tersebut. Sebaliknya, individu berusaha untuk mempertahankan

kemandirian mereka dari orang lain dengan memperhatikan diri sendiri dan

menemukan serta mengekspresikan kekhasan mereka (Markus & Kitayama,1991).

Nilai-nilai budaya (misalnya, individualisme versus kolektivisme) dapat

mempengaruhi hubungan sosial dan kesejahteraan, karena kewajiban orang terhadap

orang lain ditentukan oleh konteks budaya . Sebagai contoh, ada beberapa bukti

positif yang mempengaruhi keterkaitan dengan keterlibatan interpersonal diri di

Jepang dengan pelepasan diri interpersonal di Amerika Serikat (Kitayama, Markus, &

Kurokawa, 2000).

Baik Jepang dan Amerika Serikat berada dalam tahap yang sama dalam

pembangunan ekonomi dan penduduk yang cepat mengalami penuaan (OECD,

1998).Namun, perbedaan signifikan dari Amerika Serikat dan Jepang adalah dalam

mendukung usia tua. Merawat lanjut usia sangat dihargai di Jepang, dan merupakan

tanggung jawab generasi berikutnya. Mampu tergantung pada anak-anak mereka di

usia tua umumnya dipandang sebagai suatu berkat dan keberuntungan.

Di sisi lain, di Amerika Serikat, beberapa pengamat telah menafsirkan tren

selama 50 tahun terakhir Lanjut usia di Amerika Serikat berusaha untuk hidup

mandiri dari anak-anak mereka sebagai tanda penurunan keluarga sebagai sumber

keamanan usia tua (Silverstein & Bengtson, 1997). Namun, pada tahun 1960-an, studi

menunjukkan bahwa lansia tidak terisolasi dari anak-anak dewasa mereka tetapi

sering berinteraksi dan bertukar bantuan bahkan ketika terpisah oleh jarak fisik besar

(Shanas, 1979). Namun, secara keseluruhan tingkat memberi dan menerima dukungan

antara orang tua dan anak-anak dewasa mereka tidak terlalu tinggi, dan mereka yang

baru-baru ini mengalami menjanda, mereka dalam kemiskinan, dan mereka yang

12

Page 13: Jurnal Kelompok 1 Week 3

menjadi caregivers, tidak lebih mungkin untuk menerima dukungan dari anak-anak

mereka dibandinkan ornag tua yang tidak membutuhkan (Hogan & Eggebeen, 1995).

Usia dukungan di Jepang mungkin bersifat konvergen dibandingkan dengan

mereka negara-negara maju di Barat, karena beberapa makro-demografi dan sosial

tren. Pertama, penurunan wirausaha, sebagai akibat dari perubahan struktural ekonomi

di Jepang, telah berkurang keuntungan ekonomi dari co-tinggal. Kedua, ditandai

meningkatnya partisipasi perempuan dalam bekerja, secara signifikan telah

mengurangi waktu dan energi perempuan tersedia untuk perawatan keluarga. Ketiga,

peningkatan cakupan dan imbalan yang diberikan oleh pensiun publik sehingga

meningkatkan status keuangan lansia di Jepang, dan telah mengurangi ketergantungan

mereka pada anak-anak mereka di beberapa dekade terakhir (Ogawa & Retherford,

1993, 1997). Keempat, pelayanan perawatan jangka panjang termasuk panti penitipan

pada siang hari, pembantu rumah, dan pusat pensiun telah tumbuh secara signifikan di

Jepang. Pada tahun 2000 sebuah nasional sistem asuransi perawatan jangka panjang

dimulai untuk melengkapi perawatan informal berbasis keluarga (Campbell &

Ikegami, 2000). Akhirnya, survei secara konsisten menunjukkan penurunan tidak

hanya dalam sikap yang menguntungkan terhadap anak yang berpusat pada

penyediaan pelayanan untuk orang tua lanjut usia, tetapi juga dalam proporsi setengah

baya dan tua orang yang berharap untuk mengandalkan dukungan dari anak-anak

mereka (Ogawa & Retherford, 1993, 1997). Dilihat dari perubahan ini, survei juga

menunjukkan bahwa sebagian besar orang Jepang yang sudah tua dan anak-anak

mereka sekarang berencana untuk mulai mempertimbangkan co-tinggal hanya bila

satu orangtua meninggal dunia atau sakit parah (Naoi, 1996). Akibatnya, Ogawa dan

Retherford (1993, 1997) berpendapat bahwa dukungan usia tua di Jepang merupakan

contoh dari perubahan normatif di balik transformasi cepat yang mendasari kondisi

sosial ekonomi dan demografi.

Metode

Sampel

Data dalam penelitian ini diperoleh dari survey national Probability jepang

dengan usia 60 tahun atau lebih sejumlah 2200 orang Jepang. Dengan tingkat

respon 69%, maka sampel yang ditentukan telah mewakili jumlah penduduk

lanjut usia (Jay, Liang, Liu, & Sugisawa, 1993). Responden dibagi kedalam

empat kategori yaitu : (1) memiliki pasangan dan anak-anak, (2) hanya memiliki

13

Page 14: Jurnal Kelompok 1 Week 3

anak-anak, (3) hanya memiliki pasangan, (4) tidak memiliki pasangan dan anak-

anak.

Pengukuran

Dukungan sosial diukur dengan menggunakan 2 item yaitu (1) sejauh mana

pasangan anda atau anak-anak atau saudara lain dan teman-teman bersedia

mendengarkan anda berbicara tentang kekhawatiran anda? dan bagaimana

pasangan anda atau anak-anak atau saudara yang lain atau tetangga anda

melakukan hal yang membuat anda merasa bahwa anda menyayangi dan

mencintai mereka?

Sementara itu, hubungan negatif dinilai dengan menggunakan 3 item

pertanyaan yang mengacu pada tiga sumber yang sama, yaitu (1) seberapa sering

pasangan atau anak-anak atau saudara atau teman anda mengkritik apa yang anda

lakukan? (2) seberapa sering pasangan, anak-anak, saudara atau teman-teman

anda menuntut terlalu banyak kepada anda? apakah pasangan, anak-anak, saudara

atau teman-teman ada terlalu menjaga anda (over protecting)? skala skor pada

item ini yaitu dari 1 (tidak sama sekali) - 5 (Sering Sekali).

Kesehatan mental terdiri dari 3 komponen, yaitu : (a) kepuasan hidup, (b)

gejala depresi, dan (c) kognitif. Komponen pertama kepuasan hidup diukur

dengan menggunakan 10 item yang dipilih dari 20 item indeks kepuasan hidup-A

(LSI-A) yang dikembangkan oleh Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961).

Semangat hidup didefinisikan sebagai melakukan aktiftas-aktifitas yang

menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari seperti item “saya mengharapkan

hal-hal yang menyenangkan terjadi dalam masa depan saya”. Keselarasan

mengacu pada tujuan dan hal yang ingin dicapai yang berkaitan, seperti item

“saya merasa teah berhasil mencapai tujuan utama saya”. Skor Gabungan

merupakan hasil perhitungan dari semua faktor. Nilai alpha chronbach dari

semangat hidup dan keselarasan masing-masing adalah 0,64 dan 0,65.skor yang

tinggi menandakan kesejahteraan psikologi yang sangat baik.

Komponen kedua yaitu gejala depresi diukur dengan singkat menggunakan

studi epidemiologi skala depresi (CES-D). komponen yang terakhir yaitu

kognitif, diukur dengan menggunakan Short Portable mental status versi bahasa

jepang. Secara khusus, 13 item yan digunakan tersebut untuk mengetahui 2

faktor, yaitu : pengaruh depresi (6 item, alpha chronbach : 0,74) dan gejala

somatic dan retardasi (7 item, alpha chronbach : 0,75). Skor gabungan adalah

14

Page 15: Jurnal Kelompok 1 Week 3

hasil perhitungan dari keduanya, skot yang tinggi menandakan distress psikologi

yang tinggi.

Komponen yang terakhir, penurunan kognitif (deficit cognitive) diukur dengan

menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) (Pfeiffer,

1975; Liang, Borawski-Clark, Liu, & Sugisawa, 1996), yang tediri dari 9 item.

Skor gabungan adalah hasil kalkulasi dengan menambahkan jawaban yang salah.

Skor yang tinggi pada instrument ini menggambarkan penurunan kognitif yang

sangat besar standar error variance dari SPMSQ sebesar 0,189 sebab berdasarkan

hasil test-retest uji reliabilitas adalah sebesar 0,82 (Pfeiffer, 1975).

Hasil

Statistik deskriptif dari berbagai tindakan yang diperiksa secara terpisah untuk

dua sub kelompok (yaitu, mereka dengan pasangan, anak-anak, dan kerabat lain /

teman, dan mereka dengan anak-anak dan kerabat lain / teman-teman saja). Pada

umumnya, yang tanpa pasangan secara signifikan lebih tua, kebanyakan perempuan,

dengan pendidikan rendah, dan memiliki kekurangan fisik dan mental kesehatan

dibandingkan dengan yang memiliki pasangan. Pada saat yang sama, yang tanpa

pasangan cenderung memiliki dukungan yang lebih besar dari anak-anak dan kerabat

lainnya atau teman dan kurang interaksi negatif dari kedua sumber. Untuk menghemat

ruang, statistik deskriptif tidak termasuk di sini, tetapi akan tersedia dibuat oleh

penulis atas permintaan.

Sebelum memeriksa temuan substantif, sangat penting untuk mengevaluasi

keseluruhan yang diusulkan model untuk data. Untuk M1 (disajikan pada Gambar

1.), dengan 235 derajat kebebasan, Indeks Kebaikan-of-Fit (GFI) adalah 0,960,

sedangkan GFI disesuaikan dengan ukuran sampel (AGFI) adalah 0,936; Indeks Fit

Bentler-Bonnett bernorma (IFN) adalah 0,940; Non-bernorma Tucker-Lewis Fit Index

(NNFI) adalah 0,937; dan CN Hoelter adalah 511. Dengan mengacu pada mereka

yang tidak mempunyai pasangan, revisi model termasuk dari dukungan sosial dan

interaksi negatife dengan pasangan (M2) telah digunakan. Dengan 153 derajat

kebebasan, GFI adalah 0,949, AGFI adalah 0,916; Index Fit bernorma adalah 0,908;

Indeks Fit Tucker-Lewis Non-bernorma adalah 0,907; dan CN Hoelter adalah 318.

Langkah-langkah ini mencerminkan lebih dari cukup untuk kebaikan keduanya M1

dan M2

15

Page 16: Jurnal Kelompok 1 Week 3

Pengukuran spesifikasi

Faktor standar yang menghubungkan materi variabel laten dengan indikator

lebih dari satu berkisar dari 0,332-0,884, mencerminkan tingkat umum yang

memadai. Umur, jenis kelamin, pendidikan, dan gangguan kognitif diperlakukan

sebagai variabel laten-indikator tunggal, dengan memuat faktor mereka dibatasi jadi

1. Mengingat bahwa kata-kata yang sama dan format respon digunakan untuk menilai

dukungan sosial dan interaksi negatif dengan referensi untuk pasangan, anak-anak,

dan lain-lain, berkorelasi kesalahan pengukuran telah ditentukan antara indikator di

sumber yang berbeda. Umur, jenis kelamin, pendidikan, dan penurunan kognitif yang

dioperasionalkan sebagai variabel laten indikator tunggal. Sebuah tabel mengandung

perkiraan akan tersedia berdasarkan permintaan.

Korelasi antara dukungan sosial dan tindakan interaksi negatif

Ada korelasi positif substansial antara dukungan sosial dari pasangan, anak-

anak, dan kerabat lainnya dan teman-teman (Tabel 1). Misalnya, di antara mereka

menikah, emosional dari anak-anak berkorelasi dengan itu dari pasangan dan kerabat

lain / teman. Demikian pula, di antara mereka tanpa pasangan, dukungan dari anak-

anak secara signifikan berkorelasi dengan itu dari kerabat yang lain atau teman.

Korelasi antara hubungan negatif dari berbagai sumber secara substansial lebih besar.

Korelasi antara pertukaran sosial yang positif dan interaksi negatif tampaknya

tergantung pada sumber hubungan sosial dan sifat jaringan di mana seorang individu

melekat. Di antara mereka dengan pasangan, interaksi negatif dengan pasangan adalah

berkorelasi dengan dukungan sosial dari semua sumber. Sebaliknya, ketegangan

antara responden dan anak-anaknya secara signifikan berkorelasi dengan dukungan

dari anak-anak dan dari orang lain. Akhirnya, hubungan negatif dengan orang lain

secara positif berkorelasi dengan dukungan sosial dari semua sumber. Dengan

demikian, hubungan antara positif dan pertukaran sosial yang negatif adalah sumber-

spesifik.

Di antara orang tua jepang tanpa pasangan, hubungan negatif dengan anak-

anak tidak berkorelasi dengan dukungan sosial dari anak-anak dan orang lain. Namun,

ketegangan interpersonal dengan saudara lain dan teman-teman terbalik terkait

dengan dukungan dari anak-anak tapi positifnya berkorelasi dengan dukungan sosial

dari orang lain. Selain itu, hubungan antara dukungan sosial dan ketegangan

tampaknya lebih tinggi untuk pertukaran dengan orang lain dari mereka dengan

16

Page 17: Jurnal Kelompok 1 Week 3

pasangan dan anak-anak. Hal ini berlaku untuk responden di kedua jenis jaringan

sosial.

Support sosial dan kesehatan mental

Pengaruh dukungan sosial bervariasi sesuai dengan hasil kesehatan mental

spesifik dan di mana jaringan sosial berada. Pada lansia Jepang yang tinggal dengan

pasangan, dukungan sosial dari pasangan, anak-anak, dan lain-lain memiliki efek

yang signifikan signifikan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan. Dukungan dari

pasangan memiliki dampak lebih besar daripada dukungan yang berasal dari keluarga

lain, teman atau anak-anak. Sebaliknya, peningkatan dukungan dari anak-anak dapat

mengurangi gejala depresi, sedangkan dukungan sosial dari pasangan dan orang lain

tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hingga pada akhirnya, tidak ada

sumber dukungan sosial yang spesifik terkait dengan gangguan kognitif.

Hubungan antara dukungan sosial dan kesehatan mental antara lansia tanpa

pasangan berbeda dengan mereka yang tinggal dengan pasangan. Secara khusus,

dukungan dari anak-anak tidak hanya menyebabkan kesejahteraan meningkat tetapi

juga menurunkan gejala depresi dan menghilangkan gangguan kognitif. Dukungan

sosial dari kerabat dan teman-teman lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kesehatan mental.

Interaksi negatif dan kesehatan mental

Interaksi negatif berasal dari 3 sumber yaitu pasangan, anak, dan orang lain.

Konsekuensi interaksi negatif pada mereka yang menikah dan mempunyai anak

dikatkan dengan sumber spesifik tidak mempunyai efek yang bermakna berhubungan

dengan kesehatan mental. Sebaliknya, pada mereka yang hidup tanpa pasangan,

interaksi negatif dengan anak meningkatkan gejala depresi lebih tinggi. Namun, ini

mungkin merupakan akibat dari tingginya korelasi antara ketiga sumber ketegangan

yang negatif.

Untuk menghindari bias dilakukan tambahan analisis tindakan interaksi

negatif agregat. Menurut analisis ini, di antara mereka dengan pasangan, ketegangan

negatif/interaksi negatif yang lebih besar berhubungan dengan rendahnya tingkat

kesejahteraan yang positif (B = -0.118, p<0.001), gejala depresi meningkat (B =

0.146, p<0.001), dan hasilnya terjadi penurunan nilai tingkat kognitif (B = -0.082,

p<0,05). Di antara mereka yang tidak mempunyai pasangan, ukuran gabungan

17

Page 18: Jurnal Kelompok 1 Week 3

interaksi negatif negatif hanya bermakna jika dikaitkan dengan disstres psikologis (B

= 0.212. p<0.001. Akibatnya, meskipun tiga sumber interaksi negatif digabungkan

maupun dipisah, tidak ada dampak yang signifikan yang berkaitan dengan kesehatan

mental. Hal ini menunjukkan bahwa sumber interaksi negatif yang diberikan tidak

cukup membuktikan adanya dampak negatif pada kesehatan mental. Namun

demikian, akumulai interaksi negatif dari berbagai sumber bisa berbahaya bagi

kesehatan mental.

Pembahasan

Penelitian ini merupakan salah satu yang pertama dalam menguji kepentingan

relatif dari dukungan sosial sumber-spesifik dan hubungan negatif antara kesehatan

mental di masyarakat non-Barat seperti Jepang. Hal ini telah memberikan kontribusi

terhadap pengetahuan terkini dalam beberapa cara. Pertama, penelitian ini telah

memberikan pengamatan baru tentang hubungan antara berbagai sumber dukungan

sosial dan interaksi negatif. Di antara orang Jepang, lama dengan dukungan, mitra

sosial dari pasangan, anak-anak, dan lain-lain yang positif dan cukup berkorelasi,

sedangkan nilai korelasi antara interaksi negatif dari sumber-sumber ini jauh lebih

tinggi. Korelasi yang serupa diamati di antara mereka tanpa pasangan. Hasil

penelitian konsisten dengan temuan terbaru tentang korelasi antara interaksi negatif

yang signifikan dan sering substansial (Akiyama, Antonucci, Takahashi, & Langfahl,

2003; Krause & Rook, 2003; Okun & Keith, 1998). Korelasi berdasarkan data yang

diperoleh agak lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan oleh Okun dan Keith

(1998). Di sisi lain, Krause dan Rook (2003) melaporkan korelasi tinggi antara tiga

variabel laten merupakan interaksi negatif dengan peran pasangan-spesifik, anak-anak

dan kerabat lainnya. Selanjutnya, Akiyama dan rekan (2003) telah menemukan bahwa

di antara orang dewasa Amerika dan Jepang dari segala usia, adanya interaksi negatif

dengan ibu, ayah, pasangan, anak (orang terdekat) adalah berkorelasi secara

signifikan, terutama pada lansia Jepang .

Korelasi tersebut berdasarkan karakteristik pribadi dari lansia (misalnya,

keterampilan sosial yang terbatas atau karakter kepribadian, dll) dan status sosial

ekonomi serta interaksi sosial (Krause, 2001 sosial stres; Krause & Rook, 2003).

Sebagai contoh, beberapa orang tua mungkin tidak bergaul dengan orang lain karena

mereka memiliki kemampuan interpersonal yang buruk (Hansson & Carpenter, 1990).

Adanya status ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi interaksi sosial. Lansia

18

Page 19: Jurnal Kelompok 1 Week 3

yang memiliki status ekonomi yang rendah cenderung mengalami gangguan dalam

berinteraksi sosial. Perbedaan budaya juga dapat mempengaruhi dalam berinteraksi

sosial.

Berdasarkan hasil dari analisis peneltian ini, dukungan sosial dan hubungan

negatif dapat menjadi positif atau negatif H. PASAL DALAM PERS 2266 et al

Okabayashi. / Ilmu Sosial & Medicine 59 (2004) 2259-2270 berkorelasi tergantung

pada sumber dan jaringan sosial yang ada.

Namun, ada peneliti yang melaporkan korelasi positif antara dukungan sosial

dan interaksi negatif (Liang, Krause, & Bennett, 2001). Kurangnya konsistensi

mungkin sebagian akibat heterogenitas dalam tindakan pertukaran sosial dan

konfigurasi jaringan sosial. Okun dan Lockwood (2003) telah menyarankan bahwa

korelasi antara interaksi positif dan negatif tergantung pada apakah hubungan ini

diukur pada kategori, tingkat agregat, atau individu. Maka dari itu perlu dilakukan

penelitian yang lebih lanjut.

Menurut hasil penelitian ini bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh anak-

anak lebih penting daripada dari sumber lain (misalnya, pasangan, teman, dll).

Dukungan sosial yang diberikan pada anak-anak secara signifikan berhubungan

dengan ketiga hasil kesehatan kecuali adanya gangguan fungsi kogintif dan belum

menikah. Sebaliknya, dukungan sosial yang diterima dari teman terdekat atau kerabat

lainnya secara bermakna terkait dengan tingkat kesejahteraan yang positif dan hanya

di antara mereka yang sudah menikah. Namun, di antara mereka yang memiliki

pasangan, dukungan dari suami lebih besar berpengaruh terhadap kesejahteraan dari

pada dukungan dari anak.

Analisis lebih lanjut didapatkan hasil bahwa dukungan sosial yang didapatkan

dari anak-anak secara signifikan lebih penting dalam memberikan dampak positif bagi

kesejahteraan lansia yang tidak menikah daripada di antara mereka yang sudah

menikah. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan yang mengacu pada tekanan

psikologis dan kognitif. Oleh karena itu, dampak dari dukungan sosial berbeda-beda,

tergantung pada jenis jaringan sosial dan hasil kesehatan mental. Maka dari itu,dalam

mengambil penyimpulan harus dilakukan secara mengenai dampak dari dukungan

sosial dan hasil kesehatan mental.

Penelitian ini lebih difokuskan pada hubungan antara dimensi interaksi sosial

dan kesehatan mental mereka. Termasuk efek langsung dan dukungan sosial terhadap

depresi dan penurunan kognitif. Dalam penelitian ini disampaikan bahwa dampak dari

19

Page 20: Jurnal Kelompok 1 Week 3

interaksi negatif terhadap kesehatan mental tidak sepenuhnya konsisten. Beberapa

penelitian lain menyarankan bahwa interaksi sosial yang negatif menunjukan

pengaruh yang kuat daripada interaksi sosial positif.

Pada yang sudah menikah interaksi negatif tidak membuat perbedaan dalam

kesehatan mental. Interakasi negatif tampaknya tidak membuat dampak lebih besar

daripada interaksi social positif.

Penelitian ini juga digunakan untuk mengkaji hubungan dukungan sosial dan

interaksi negatif dengan gangguan fungsi kognitif pada lansia di jepang.

Seeman and Associates (2001) menemukan bahwa dukungan emosional dan interaksi

negatif secara signifikan dengan fungsi kognitif. Namun, tidak diteliti perbedaan efek

antara sumber dukungan serta sumber ketegangan.

Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosioal dari anak-anak

dengan berkurangnya gangguan fungsi kognitif. Namun, hal ini hanya berlaku di

antara mereka tanpa pasangan. Diantara mereka yang memiliki pasangan meskipun

tidak ada korelasi antara sumber dukungan emosional dengan kerusakan kognitif,

interaksi negatif pada sumber yang berbeda telah menunjukkan hubungan yang

signifikan dengan penurunan fungsi kognitif. Hal ini menunjukkan pertanyaan

menarik terkait konsekuensi interaksi negatif pada fungsi kognitif.

Terdapat beberapa hipotesis bahwa ketegangan interpersonal ada

hubungannya dengan fungsi kognitif orang tua, khususnya di antara mereka yang

kognitif relatif utuh seperti yang ditemukan dalam sampel.

Dengan demikian, interaksi negatif dapat menjaga orang yang aktif dan tajam,

mungkin melalui perdebatan, yang pada gilirannya akan mengurangi penurunan

kognitif. Di sisi lain, hubungan ini bisa disebabkan keengganan responden dengan

kognitif mengkritik anggota keluarga dan teman-teman, kepada siapa mereka

bergantung bantuan. Analisis lebih lanjut tentang sifat dan frekuensi interaksi negatif

diperlukan menguraikan teka-teki ini.

Aspek unik lain yang diteliti adalah terletak pada kontras eksplisit hubungan

antara hubungan sosial dan kesehatan mental antara kedua jenis jaringan sosial:

mereka yang memiliki pasangan dan mereka yang tidak. Pendekatan ini konsisten

dengan sarat bahwa pengaruh jumlah dukungan dari sumber tertentu harus dibedakan

dari sumber yang tidak tersedia.

20

Page 21: Jurnal Kelompok 1 Week 3

Pengaruh hubungan yang mendukung dengan pasangan harus dibedakan dari

efek yang tidak memiliki pasangan. Apakah dia menikah atau janda karena ini

berpengaruh pada penelitian.

Temuan kami yang menghubungkan antara hubungan sosial dan kesehatan

mental dapat bervariasi antara berbagai jenis jaringan sosial mungkin sebagian karena

fakta bahwa wanita yang lebih tua secara substansial lebih mungkin untuk menikah.

Meskipun laki-laki dan perempuan memiliki jenis yang sama hubungan sosial

(misalnya, pasangan, anak-anak, kerabat lainnya, dan teman-teman), itu juga

mengakui bahwa sifat hubungan yang berbeda secara signifikan di seluruh gender.

Secara khusus, wanita mungkin mengalami perasaan yang kuat dan positif terhadap

orang lain yang signifikan, tetapi mereka juga lebih mungkin melaporkan lebih

banyak konflik, perbedaan pendapat, dan frustrasi dengan hubungan yang sama.

Selain itu, jaringan perempuan yang terkait dengan pasangan, keluarga, dan teman-

teman langsung, sedangkan jaringan laki-laki yang terkait dengan pasangan yang pada

gilirannya hubungan mereka dengan keluarga dan teman-teman (atau secara tidak

langsung).

Seperti semua upaya ilmiah, penelitian ini dapat ditingkatkan. Secara khusus,

menganalisis pengaruh interaksi sosial yang positif dan efek negatif terhadap

kesehatan mental harus dieksplorasi. Dalam kerangka ini, prioritas kausal dan efek

timbal balik dapat diperiksa. Sebagai contoh, dianggap kesehatan mental fungsi efek

negatif dengan interaksi sosial. Namun, ada kemungkinan bahwa kesehatan mental

juga dapat mempengaruhi dukungan sosial (lihat, sebagai contoh, Henderson et al,

1986.). Untuk melakukan analisis, data longitudinal diperlukan. Dalam studi ini,

karena data cross-sectional saja yang digunakan, maka waktu antara konstruksi urutan

kunci yang tidak didefinisikan dengan baik dan harus bergantung pada asumsi teoritis

yang kuat.

Namun, seperti yang diamati oleh Davey dan Eggebeen (1998), sangat sedikit

penelitian pertukaran sosial dan kemakmuran telah didasarkan pada data longitudinal.

Akibatnya, ada pemahaman yang sangat terbatas dari link dinamis antara berbagai

sumber dukungan sosial, dan ketegangan. Sebagai contoh, kebanyakan studi

melibatkan hubungan sosial yang positif dan negatif adalah cross sectional, dan

waktu-urutan antara kedua jenis hubungan sosial yang belum ditangani (Okun &

Keith, 1998).

21

Page 22: Jurnal Kelompok 1 Week 3

BAB IV

IMPLIKASI KEPERAWATAN

1. Perawat Sebagai Edukator

Perawat bisa menerapkan EBN ini di Indonesia dengan memberikan pendidikan

kepada keluarga terkait interaksi negative terhadap lansia sehingga kognitifnya tetap

bisa berjalan dengan baik.

2. Perawat Sebagai Konselor

Perawat bisa menyarankan agar lansia tidak tinggal sendiri melainkan agar tinggal

dengan keluarga baik anak maupun saudaranya sehingga lansia tidak merasa kesepian

dan mengurangi dampak depresi.

3. Perawat Sebagai Klinisi

Perawat bisa memberikan intervensi terhadap lansia tentang EBN ini.

4. Perawat Sebagai Peneliti

Perawat sebaiknya mencoba mengaplikasikan EBN ini di Indonesia melalui

penelitian-penelitian yang berkualitas.

22

Page 23: Jurnal Kelompok 1 Week 3

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia yang diberikan interaksi negatif memiliki dampak yang baik dalam fungsi

kognitifnya dibandingkan dengan lansia yang hanya mendapatkan dukungan sosial

saja tidak memiliki perubahan yang signifikan terhadap kesehatan mentalnya.

Pada lansia Jepang yang tinggal dengan pasangan, dukungan sosial dari pasangan,

anak-anak, dan lain-lain memiliki efek yang signifikan berpengaruh positif terhadap

kesejahteraan. Dukungan dari pasangan memiliki dampak lebih besar daripada

dukungan yang berasal dari keluarga. Sebaliknya, peningkatan dukungan dari anak-

anak dapat mengurangi gejala depresi, sedangkan dukungan sosial dari pasangan dan

orang lain tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa

Dapat menambah ilmu pengetahuan dalam menangani lansia dengan masalah

psikososial.

2. Bagi perawat

Dapat memeberikan asuhan keperawatan yang tepat sehingga lansia dapat

mencapai kesehatan mental yang optimal dan berpengaruh positif terhadap

hubungan psikososial.

3. Bagi masyarakat

Dapat mengetahui bagaimana kondisi lansia dengan segala keterbatasannya,

sehingga dapat memberikan dukungan sosial yang tepat pada lansia.

23

Page 24: Jurnal Kelompok 1 Week 3

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Negative_relationship dikutip pada hari Sabtu 21 Mei

2011;pukul 13.55

http://www.desertexposure.com/200910/200910_bms-neg_relationships.php dikutip pada

hari Sabtu 21 Mei 2011;pukul 13.58

Okabayashi, Hideki, et all. 2004. Mental health among older adults in Japan: do sources of

social support and negative interaction make a difference. Jepang : Elsevier

Toward an integrated medicine: classics from Psychosomatic medicine, 1959-1979. Oleh

Ann Maxwell Eward,American Psychosomatic Society

Videbeck, Sheila L.2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC

24