Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
JURNAL
KEHIDUPAN WARGA MUSLIM AMERIKA SERIKAT DALAM FOTO
JURNALISTIK
(Analisis Semiotika Isi Pesan Foto tentang Warga Muslim Amerika pada
Foto Cerita Jurnalistik Karya Lynsey Addario dalam Majalah National
Geographic Edisi Mei 2018)
Disusun Oleh
Ahmad Nur Hidayat
D0214004
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
2
KEHIDUPAN WARGA MUSLIM AMERIKA SERIKAT DALAM FOTO
JURNALISTIK
(Analisis Semiotika Isi Pesan Foto tentang Warga Muslim Amerika pada
Foto Cerita Jurnalistik Karya Lynsey Addario dalam Majalah National
Geographic Edisi Mei 2018)
Ahmad Nur Hidayat
Sri Herwindya Baskara Wijaya
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
The growth of muslims in the world has always shown a rapid progress, its
happening in the United States too. Pew research center also give predictions that
by 2040 muslim populations will undergo development more rapidly than Jewish
resident and in 2050 muslim populations of the United States will reach the level
or 2.1 % 8.1 million of the population ( http://www.pewresearch.org/fact-
tank/2018/01/03/new-estimates-show-u-s-muslim-population-continues-to-grow/
accesed 8 7 2018 ). The growth of muslims in the united states also accompanied
by increasing the contribution to society in various fields, ranging from health ,
education, science and technology into the political world.
The fact is that , the muslim populations and contribution is not welcomed
by Americans as a whole. A number of discrimination and threats still often
experienced. As assumed on muslim as terrorist until burning mosque tragedy. But
that does not stop muslim populations desire to prove the united states about islam
and terrorism is wrong.
National geographic on may 2018 issued an article and be a main news
about muslim showing a a united states.These articles load a photograph story by
Lynsey Addario work with 14 photos to represent existence muslim residents united
states and various problems they face. Not only that leila fadel also give a better
understanding of the article in the form of text to be more understand about the
case.
The writer uses the logician Roland Barthes proper analysis as a guideline.
Meaning to display in these stories called “Muslims in America” will be analyzed
in depth the purport appointed based .The first stage is denotasi, describing the
relationship between the pertandaan penanada and a falsehood that produces signs
and his relationship to the explicit meaning .The second is the clear connotations
hubunganantara petanda signs and the implicit , no direct and open to many
possibilities. Followed by a myth as a form of a message or tuturan to believed the
3
truth but not provable , a myth in semiotics is not a concept but the way of meaning
( Sobur: 2016).
The results of this study show how the lives of U.S. Muslims and how they
deal with the problems that occur. A number of Muslims also live in groups in small
communities scattered in various regions. Despite the various acts of
discrimination, the threat to the burning of the Mosque did not detract from their
intention to remain good citizens of the United States and contribute to society.
They also struggle to prove to the public that Islam is not always synonymous with
oppression, violence and terrorism.
Keywords: Semiotic Analysis, Journalism, Photo Story, American Muslim,
Terrorism
Pendahuluan
Pertumbuhan warga muslim di dunia semakin hari menunjukan peningkatan
yang cukup pesat, begitu juga yang terjadi di Amerika Serikat. Pew Research
Center sebuah lembaga riset yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat
menjelaskan jumlah muslim di Amerika serikat pada tahun 2017 mencapai 3.45 juta
warga dimana jumlah tersebut mencakup 1.1% total keseluruhan warga Amerika
Serikat, dimana 2.15 juta diantaranya adalah orang dewasa. Pew Research Center
juga memberikan prediksi bahwa pada tahun 2040 warga muslim akan mengalami
perkembangan lebih pesat daripada warga yahudi dan pada tahun 2050 warga
muslim Amerika Serikat akan mencapai angka 8.1 juta atau 2.1% dari populasi
Tentunya semakin meningkatnya jumlah warga muslim di Amerika Serikat akan
berpengaruh pada tatanan hidup sosial dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
negara. (http://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/01/03/new-estimates-show-
u-s-muslim-population-continues-to-grow/ diakses pada 7 Agustus 2018).
Perkembangan jumlah warga muslim di Amerika Serikat tidak sejalan
dengan penerimaan dan kebijakan dari pemerintah serta warga Amerika Serikat.
Bukan hal baru jika Amerika Serikat adalah negara dengan kebijakan diskriminatif
serta ketakutan pada warga muslim. Puncak diskriminasi dan ketakutan pada warga
muslim di Amerika Serikat terjadi setelah peristiwa 9/11 yang semakin memperkuat
anggapan bahwa warga muslim fanatik dan intoleran. Semenjak kejadian tersebut
banyak perlakuan negatif pada warga muslim di Amerika Serikat seperti pengucilan
sosial, pelecehan verbal dan fisik, fitnah pada media hingga penyerangan masjid-
4
masjid di Amerika Serikat (Halstead: 2008). Ketakutan pada warga muslim dan
budaya Islam sering disebut islamophobia (Arif: 2014). Islamophobia adalah
bentuk ketakutan dan kecemasan yang dialami oleh seseorang atau kelompok sosial
terhadap islam dan orang-orang Muslim yang berasal dari pandangan tertutup
tentang Islam serta adanya prasangka bahwa Islam adalah agama uang “inferior”
dan tidak pantas untuk berpengaruh pada nilai-nilai yang telah ada di masyarakat
(Moordiningsih: 2004).
Diskriminasi dan buruknya perlakuan lingkungan terhadap warga muslim
Amerika Serikat tidak membuat mereka semakin lemah dalam menjalani
kehidupan. Bukan melemahkan justru perlakuan dan diskriminasi tersebut memicu
semangat agar dapat berkontribusi lebih bagi Amerika Serikat. Dalam setiap
permasalahan akan selalu ada pro dan kontra, setidaknya inilah yang dialami oleh
warga muslim Amerika Serikat. Pew Researrh Center pada 23 Januari hingga 2
Mei 2017 melakukan survey kepada warga Muslim di Amerika Serikat dan
mendapatkan hasil dimana 49% warga muslim Amerika Serikat mendapat
dukungan untuk mereka karena agama yang mereka anut selama setahun
kebelakang. Selain itu 55% warga muslim Amerika Serikat percaya bahwa secara
keseluruhan warga Amerika Serikat ramah untuk warga Muslim Amerika Serikat.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwa tidak semua warga Amerika Serikat menentang
keberadaan mereka. Bahkan 89% dari merka mengatakan mereka bangga menjadi
warga muslim dan warga Amerika Serikat.
(http://www.pewforum.org/2017/07/26/findings-from-pew-research-centers-2017-
survey-of-us-muslims/ diakses pada 12 Agustus 2018)
Kehidupan muslim di Amerika Serikat kerap kali menjadi sorotan media
internasional baik itu positif ataupun negatif. Pemberitaan yang disajikan tidak
hanya dalam bentuk teks berita namun juga dalam bentuk foto. Kehadiran fotografi
dapat menjadi salah satu cara untuk memberikan pesan pada khalayak mengenai
kondisi warga Muslim di Amerika Serikat, tidak hanya melalui teks namun juga
melalui visual tentang bagaimana gambaran nyata yang terjadi. Fotografi juga
menjadi sarana penyampai pesan, gagasan bahkan propaganda politik untuk
membuka mata dunia pada peristiwa yang sedang terjadi.
5
Dengan perkembangan yang terjadi mengakibatkan munculnya penerapan
fotografi pada bidang khusus seperti fotografi jurnalistik, pernikahan, arsitektur dan
ilmiah. Hal ini menuntut fotografer memiliki kemampuan serta pengetahuan
mengenai bidang apa yang digelutinya (Giwanda: 2001). Foto jurnalistik adalah
sajian gambar yang dapat berdiri sendiri sebagai visualisasi dari peristiwa yang
sedang terjadi. Foto jurnalistik juga dapat melekat pada suatu berita sebagai
pelengkap dan penguat pesan yang disampaikan oleh berita tersebut. Foto
jurnalistik biasanya dicirikan oleh berbagai unsur yang harus dipenuhi, sepert
memiliki nilai berita tersendiri, bersifat melengkapi berita atau artikel, dimuat
dalam suatu media (Yunus: 2010).
Salah satu media yang selalu menghadirkan foto cerita dalam
pemberitaannya adalah Majalah National Geographic. National Geographic adalah
majalah resmi National geographic Society yang pertama kali terbit pada tahun
1888 di Amerika Serikat. Majalah ini memuat artikel yang berkaitan dengan
geografi, sejarah dan budaya dunia. Pada bulan Mei 2018 majalah National
Geographic menerbitkan salah satu edisinya yang berjudul “Menjadi Muslim di
Amerika” pada edisi ini National Geogrpahic menyajikan artikel utama mengenai
warga muslim di Amerika Serikat disertai dengan foto cerita didalamnya. Foto
cerita karya Lynsey Addario ini mengungkapkan mengenai kehidupan warga
muslim di Amerika Serikat yang tertuang dalam 14 rangkaian foto. Foto cerita ini
disajikan tidak hanya sebagai penyampaian informasi saja, namun ingin
menggambarkan kondisi warga Muslim Amerika Serikat pada saat ini yang
mengalami tekanan dalam berbagai hal. Tidak hanya disajikan secara teks, pembaca
juga diberikan foto-foto kegiatan warga Muslim Amerika Serikat sehingga dapat
merangsang pembaca untuk merasakan apa yang dialami oleh mereka.
Rumusan Masalah
Berdasar penjelasan di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai
berikut: Makna apa yang terkandung dalam foto cerita “Menjadi Muslim di
Amerika” karya Lynsey Addario dalam majalah National Geographic Edisi Mei
2018.
6
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi
Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa latin communication,
berasala dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah
kesamaan makna. Komunikasi memerlukan kesamaan makna antara
komunikator dan komunikan, selain itu komunikasi juga harus bersifat
informatif dan persuasif, yaitu mencoba mengajak atau memengaruhi
pemikiran lain dengan pesan yang ingin disampaikan.
Menurut Hovland, communication is the process to modify the behavior of
other individual (komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain).
Komunikasi dapat dikatakan efektif ketika pesan yang ditangkap oleh
komunikan sama dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator (Effendy:
2004). Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan
antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap
dan perilaku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut.
(Cangara: 2005)
b. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa baik cetak
maupun elektronik. Komunikasi massa berasalah dari pengembangan kata
media of mass communication. Pengertian massa dalam komunikasi massa
lebih merujuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa yaitu
khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca (Nurudin: 2004). Massa
Communications (dengan s) dan Mass Communication (tanpa s) memiliki
pengertian yang berbeda. Mass Communcications memiliki arti media massa,
sedangkan Mass Communication merupakan proses komunikasi melalui media
massa (Effendy: 2004).
Komunikasi massa merujuk pada media massa modern, seperti surat kabar
atau majalah yang memiliki jangkauan luas, siaran radio dan telivisi yang
ditujukan pada khalayak umum dan pertunjukkan film di bioskop. Menurut
Elizabeth Noelle Neuman, terdapat empat pokok dari komunikasi massa:
7
1. Bersifat tidak langsung, harus melalui media.
2. Bersifat satu arah, tidak ada interaksi antara peserta-peserta
komunikasi.
3. Bersifat terbuka, ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim.
4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Rakhmat: 1991)
c. Fotografi Jurnalistik
Cliff Edom mendefinisikan foto jurnalistik sebagai paduan kata dan gambar
(Alwi: 2004). Foto berita atau foto jurnalistik adalah berita visual yang
disampaikan pada masyarakat luas serta memiliki nilai berita tinggi bahkan
sampai kejadian secepat mungkin. Penilaian terhadap kekuatan foto sebagai
berita dapat dilihat pada hal paling mendasar dari sebuah berita yaitu harus
ingin diketahui oleh orang banyak (Prihatna: 2003).
Oscar I. Motuloh mendefinisikan foto jurnalistik sebagai medium sajian
untuk menyampaikan beragam bukti visual atas beberapa kejadian pada
masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut,
dengan tempo yang secepat mungkin (Motuloh: 2003). Foto jurnalistik
sesungguhnya juga foto berita, namun tidak harus dibuat oleh wartawan foto
atau pekerja pers. Tidak ada keharusan bagi pemilik foto untuk
menyebarluaskan. Namun ketika foto yang dihasilkan mengandung berita dan
dipublikasikan, foto tersebut termasuk dalam foto berita. Foto berita tidak
hanya seputar masalah/peristiwa, huru-hara demonstrasi, perang, atau segala
hal yang berhubungan tingkah manusia. Berbagai hal yang berkaitan dengan
alam, makhluk hidup selain manusia, benda mati, bahan, dan situasi kehidupan
lain juga bisa menjadi objek foto (Sugiarto: 2005). Berdasar pada berbagai
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik adalah foto yang
memiliki nilai berita dan ingin diketahui orang banyak serta disebarluaskan
kepada khalayak. Objek foto tidak selalu mengenai kegiatan manusia, segala
hal yang berkaitan dengan makhluk hidup hingga benda mati dapat memiliki
nilai berita.
8
d. Semiotika Komunikasi
Menurut Piliang dalam Tinarbuko (2009) mengatakan semiotikan berasal
dari bahasa yunani semeion yang berarti tanda. Semiotika sebagai kajian ke
berbagai caban keilmuan dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Bila seluruh
wacana sosial dapat dianggap sebagai bahasa, maka semua juga dapat
dipandang sebagai tanda karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.
Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda
adalah perangkat yang kita pakai untuk mencari jalan di dunia ini, diantara
manusia dan bersama manusia. Semiotika dalam istilah Barthes, semiologi,
pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) dan memaknai
banyak hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti membawa
objek-objek tidak hanya informasi, dalam hal mana objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem yang terstruktur dari tanda
(Sobur: 2003).
Peirce memaknai tanda sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang
lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu pada sesuatu yang
lain yang disebut objek (denotatum), mengacu berarti mewakili atau
menggantikan. Tanda dapat berfungsi jika dinterpretasikan dalam pikiran
penerima tanda melalui interpretantt. Interpretantt adalah pemahaman makna
yang muncul dalam diri penerima tanda. Pemahaman terjadi berkat ground
yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. hubungan
ketiga unsur ini disebut dengan segi tiga semiotik (Tinarbuko: 2009). Peirce
dalam teorinya membedakan tanda berdasar ciri khasnya menjadi 3 jenis, yaitu
ikon, indeks dan Simbol. Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan rupa
sehingga tanda itu dapat dikenali oleh pemakainya. Hubungan antara
representasi dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas.
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistens di
antara representasi dan objek. Dalam indeks hubungan antara tanda dan objek
bersifat konkret, aktual serta melalui cara yang sekuensial atau kasual. Simbol
9
adalah tanda yang berdasar pada kesepakatan atau konvensi orang atau
masyarakat (Wibowo: 2006).
Roland Barthes mendefinisikan bahwa semiotik tidak hanya meneliti
mengenai penanda dan pertanda, tetapi juga hubungan yang mengikat secara
keseluruhan. Barthes mengaplikasikan semiotika hampir dalam setiap bidang
kehidupan, seperti iklan, mode, sastra, film dan fotografi (Sobur: 2003).
Barthes mengembangkan dua tingkat pertandaan yang memungkinkan
dihasilkannya makna yang bertingkat, yaitu denotasi dan konotasi.
Denotasi adalah tingkatan tanda yang menjelaskan hubungan antara
penanta dan pertanda atau antara tanda dan hubungannya pada realitas yang
menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Sedangkan konotasi adalah
tingat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda
yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan
terbuka pada banyak kemungkinan. Ia menciptankan makna lapis kedua yang
terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, emosi,
perasaan dan keyakinan (Piliang: 2005). Barthes menjelaskan bahwa konotasi
menggambarkan interkasi yang berlangsung saat tanda saat tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi pengguna dan nilai kulturalnya. Lewat unsur
verbal dan visual diperleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang
didapat pada semiosis tingkat pertam dan makna konotatif yang didapat dari
semiosis tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat
dipahami secara utuh (Tinarbuko: 2010).
Metode Penelitian
Jenis penelitian bersifat interpretatif dengan pendekatan kualitatif.
Interpretatif berarti mencari makna, berusaha memahami dengan perspektif
individu yaitu kemampuan peneliti dalam memahami masalah yang diteliti,
terutama referensi terhadap berbagai fenomena empirik yang berhubungan dengan
apa yang menjadi subjek studi sebagai tumpuan utama dalam penelitian. Metode
penelitian kualitatif adalah penelitian dengan hasil akhir yang tidak berupa angka,
tetapi dalam bentuk uraian deskripsi. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data
10
sedalam-dalamnya (Kriyantono: 2006). Penelitian ini tidak mengutamakan besaran
populasi atau sampling, tetapi menekankan pada kualitas kedalaman data.
1. Data Primer. Seumber data primer (korpus) ini adalah foto-foto cerita pada
artikel berjudul “Menjadi Muslim di Amerika” tentang gambaran kehidupan
warga Muslim di Amerika Serikat terbitan majalah National Geographic
Indonesia edisi Mei 2018.
2. Data Sekunder. Data sekunder dari penelitian didapatkan dari studi pustaka
dengan menggunakan berbagai dokumen resmi yang berhubungan dengan
penelitian. Mengkombinasikan sejumlah literatur dengan tetap mengutamakan
buku yang berkaitan dengan teori komunikasi dan semiotika komunikasi.
Didukung sejumlah buku tentang fotografi yang bersifat non-teknis pada
umumnya dan mengenai foto jurnalistik pada khususnya. Peneliti juga
menyertakan materi mengenai diskusi foto, jurnal, dan berita yang berhubungan
dengan kehidupan warga Muslim di Amerika Serikat.
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara Purposive Sampling merupakan teknik pengumpulan data
menggunakan sampel yang telah dipilih dengan sengaja agar didapatkan sampel
yang mewakili kriteria dan sesuai penelitian. Peneliti mengumpulkan foto dalam
foto-foto cerita pada artikel berjudul “Menjadi Muslim di Amerika” tentang
gambaran kehidupan warga Muslim di Amerika Serikat terbitan majalah National
Geographic Indonesia edisi Mei 2018. Dilanjutkan dengan studi pustaka untuk
mengumpulkan teori-teori yang mendasari penelitian ini yang berasal dari berbagai
literatur, yaitu buku, jurnal, dan situs yang berhubungan dengan foto cerita berjudul
“Kehidupan Muslim di Amerika”.
Validasi data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi. Teknik
trianggulasi adalah upaya untuk menunjukkan bukti empirik untuk meningkatkan
pemahaman terhadap realitas dan gejala yang diteliti. Proses validasi dilakukan
dengan cara menggali data dari sumber yang berbeda-beda serta teknik
pengumpulan data yang berbeda, sehingga data sejenis dapat teruji kebenarannya.
Penelitian ini akan menerapakan trianggulasi data dengan cara membandingkan
anatara data yang diperoleh melalui analisis semiologi komunikasi terhadap simbol-
11
simbol yang terdapat dalam foto cerita di artikel “Menjadi Muslim di Amerika”.
Selain itu terdapat data pembanding lain seperti pendapat ahli yang berkaitan
dengan penelitian serta dokumen atau jurnal sebagai pendapat ilmiah dari
masyarakat.
Penelitian ini akan menerapakan trianggulasi data dengan cara
membandingkan anatara data yang diperoleh melalui analisis semiologi komunikasi
terhadap simbol-simbol yang terdapat dalam foto cerita di artikel “Menjadi Muslim
di Amerika”. Selain itu terdapat data pembanding lain seperti pendapat ahli yang
berkaitan dengan penelitian serta dokumen atau jurnal sebagai pendapat ilmiah dari
masyarakat.
Sajian dan Analisis Data
Artikel “Menjadi Muslim di Amerika” adalah salah satu dari beberapa
artikel yang dimuat oleh majalah National Geogrpahic Indonesia pada edisi Mei
2018. Artikel ini memuat 14 foto karya fotografer Lynsey Addario, foto-foto
tersebut diambil dari lokasi yang berbeda-beda di Amerika Serikat, seperti Chicago,
Houston, Washington D.C. dan beberapa tempat lain. 14 foto yang dimuat dalam
artikel tersebut berusaha mewakili tentang eksistensi warga Muslim di Amerika
Serikat dan permasalahan yang mereka hadapi. Dimulai dari foto kegiatan anak-
anak Muslim di Amerika Serikat hingga foto yang menggambarkan tragedi
pembakaran Masjid di Washington D.C. Amerika Serikat.
Semua foto yang disajikan dalam artikel teresebut berusaha
menggambarkan bagaimana warga Muslim di Amerika Serikat hidup dan menjalani
hidupnya, serta bagaimana usaha mereka untuk berbaur dan menunjukkan
kontribusi nyata pada komunitas dan masyarakat, meskipun hidup dalam ancaman
dan stigma buruk yang dialami. Tidak hanya foto karya Lynsey Addario saja yang
ditampilkan, sajian informasi berupa teks oleh jurnalis National Geographic
bernama Leila Fadel memberikan pemahaman lebih mendalam pada pembaca
tentang isu yang sedang dibicarakan. Bercerita tentang perjalanan mereka dari awal
hingga akhir tentang menyelami sisi kehidupan warga Muslim di Amerika Serikat
dari berbagai wilayah.
12
Korpus 1
Caption:
Anak-anak di Los Angeles Selatan merayakan idul fitri, dengan piknik yang
disponsori oleh Islah LA, sebuah lembaga komunitas Muslim Kulit Hitam.
Dipimpin oleh Imam Jihad Saafir, lembaga ini mempromosikan komunitas,
pendidikan, dan pemberdayaan sosial dan ekonomi.
Foto diatas menampilkan lima orang anak yang sedang bermain di sebuah
wahana permainan dengan objek utam seorang anak perempuan menggunakan kaca
mata hitam dan berkerudung sebagai salah satu ciri seorang perempuan muslim.
Makna denotasi yang muncul dari korpus 1 adalah kepolosan dan kebahagiaan
anak-anak muslim di Amerika Serikat yang bermain dengan teman sebayanya.
Memiliki objek utam seorang anak perempuan berkerudung dan mengenakan
kacamata hitam dengan ekspresi kosong menjadi pembeda diantara objek lainnya
yang tampil bahagia. Foto ini menggunakan bukaan diafragma kecil untuk
menghasilkan ruang tajam yang lebar serta tanpa bantuan alat pencahayaan
tambahan.
Makna konotasi yang terkandung dalam foto ini dapat dilihat dari sudut
pengambilan gambar yang menggunakan teknik low angle untuk menunjukkan
kekuasaan dan kekuatan pada objek utama dalam foto. Foto ini mencoba
13
menggambarkan kerentanan anak usia dini terhadap lingkungan yang mereka
tinggali, anak-anak mengalami berbagai perkembangan seperti pada psikologi anak
yang mulai belajar berinteraksi dengan orang tua hingga berinterkasi dengan orang
lain. Pada anak usia dini anak mulai berinterkasi dengan orang sekitar, mulai dari
orang tua sampai masyarakat lingkungannya. Pada usia ini anak mulai dapat
membedakan baik dan buruk dan pada naak usia dini pula anak-anak mulai
mengenal nama Tuhan dan agamanya (Masganti : 2015). Warna merah
mendominasi dalam foto ini, Suhandra (2019) dalam penelitiannya memaknai
warna merah sebagai penunjuk peringatan tentang sesuatu yang bersifat bahaya.
Warna merah juga sebagai lambang keberanian, keangkuhan, amarah dan
kejantanan.
Mitos yang muncul dari foto korpus 1 meampilkan gambaran nyata tentang
objek diskriminasi di Amerika Serikat yaitu kulit hitam dan Muslim. Anggapan
kulit hitam sebagai kaum rendahan diawali dengan maraknya praktik perbudakan
pada abad ke-16 hingga abad ke-18 yang mempekerjakan warga kulit hitam di
bidang perkebunan dan pembantu rumah tangga (Odon: 2018). Sedangkan stigma
Muslim adalah teroris muncul dan diperkuat sejak terjadinya penyerang 11
September yang menewaskan warga Amerika Serikat.
Adapun 13 korpus lainnya, sebagai berikut:
No. Korpus Caption
2
Airaj Jilani, pensiunan manajer
proyek minyak dan gas bumi dari
pinggiran Houston, berdandan ala
Elvis Presley. Dia penggemar Elvis
sejak masih kecil di Pakistan. “saya
penggemar Elvis, kakak saya
penggemar The Beatles” ujarnya.
Pada 1978, dia mengunjungi
Gracelan Mansion milik Presley di
Memphis, Tennessee; tahun
berikutnya dia pindah ke Texas.
14
3
Jumana Mussa, Dana Mussa, Jana
Hasan dan Marya Tailakh, pramuka
dari troop 3408 di Anaheim,
California, menampilkan sandiwara
anti-penindasan di sebuah
perpustakaan umum. Menurut
sebuah lembaga yang meneliti
berbagai persoalan yang
memengaruhi umat Islam,
penindasan di AS meningkat pesat
yang umumnya disebabkan oleh
kesalahpahaman budaya dan religi.
4
Imam Fazal Hassan dan Amjad
Shaik menyurvei kerusakan pada
masjid mereka di Bellevue,
Washington, setelah dibakar tahun
lalu. Seorang pria dengan gangguan
jiwa, yang sebelumnya menyerang
jamaah masjid, mengaku bersalah.
Tetrapi, ia tidak didakwa dengan
kejahatan kebencian.
5
Pelayat di Dearborn, Michigan,
menghadiri pemakaman polisi
keturunan Irak yang tewas melawan
ekstrimis Islam.
6
Setelah resepsi pernikahan
tradisional Bengal, pengantin laki-
laki Tazer Khan, naik ke panggung
di Athena Banquet Center di
Roseville, Michigan, bersama para
istri dari ketiga saudara laki-
lakinya-Papia Jeani, Fatima Koli,
dan Ferdous Akhtar sambil
menunggu pengantin wanita tiba
untuk berfoto bersama.
15
7
Dalam acara tamasya ke Showboat
Drive-in Theater di Hockley, Texas,
anak-anak dari Centro Islamico di
Houston menunggu makanan ringan
yang dibelikan orang tua. Masjid
itu, yang mulai digunakan pada
2016, melayani umat Islam
berbahasa spanyol.
8
Imam Jamil Bastress adalah imam
salat sekaligus peternak di Farm of
Peace, tempat peristirahatan
spiritual di Pennsylvania. Bila
diperlukan, dia juga menjadi tukang
jagal halal. Tujuannya, ujarnya,
adalah mencintai Bumi dan sesama.
Bastress adalah seorang mualaf,
seperti kebanyakan anggota
komunitas kecil sufi ini.
9
Sekelompok pemuda Amerika
keturunan Afganistan menikmati
malam di Big Al’s Pizzeria di
Maywood California, yang
menyajikan hidangan khusus
dengan taburan daging sapi dan
ayam halal. Kelompok ini ada yang
sudah berteman, dan ada yang baru
pertama kali bertemu, datang ke Los
Angeles untuk merayakan Nowruz,
tahun baru persia yang jatuh pada
ekuinoks musim semi.
10
Setiap pagi Abdelrahman Abdelaziz
(kiri) menyapa tetangganya di
kantor pemadam kebakaran Squad
18 di West Village, New York City.
Orang Amerika keturunan Palestina
ini, letnan di kesatuannya,
memandang dirinya semacam duta
untuk agamanya. “Saya ingin
menunjukkan bahwa tidak semua
Muslim itu teroris”, ujarnya. “kami
anggota masyarakat yang
produktif”.
16
11
Sekitar 20.000 warga Muslim
mengikuti salat id tahun lalu di
Angel Stadium di Anaheim,
California, untuk merayakan Idul
Fitri. Umat Islam biasanya memakai
pakaian terbagus pada hari raya ini.
Salat ini menandai awal dari
perayaan dan jamuan tiga hari. Di
AS, hari raya ini tidak diakui oleh
banyak perusahaan dan sekolah, jadi
kebanyakan Muslim harus
mengambil cuti untuk
merayakannya.
12
Di Hamtramck, Michigan, anak-
anak mendatangi sebuah truk es
krim untuk membeli kudapan
dingin. Di lingkungan ini sebagian
besar anak memiliki orang tua yang
berasal dari Yaman. Kota yang
dikelilingi oleh Detroit ini (dengan
populasi 21.750 jiwa),
masyarakatnya didominasi oleh
Muslim, dan Muslim menjadi
mayoritas di dewan kota.
13
Produser musik Amerika keturunan
Iran yang dikenal dengan nama
Metal Sanaz beristirahat di
studionya di Los Angeles. Dia
dibesarkan di keluarga yang tidak
taat. Muslim, seperti penganut
agama lainnya, ada yang sekuler dan
ada yang taat. Mereka semua terlihat
santai dan tidak dalam keadaan yang
tegang dengan menyilakan kaki
mereka di atas kaki yang satu.
14
Marya Ayloush tertawa saat
mengawasi acara pemotretan
busana di Los Angeles untuk
perusahaan hijab daring miliknya,
Austere Attire. Ayloush akan
menggunakan foto-foto tersebut
untuk memasarkan busana melalui
17
media sosial dan laman webnya.
Bisnis busana sederhana untuk
wanita religius sedang menjamur di
Amerika Serikat.
Penggambaran kehidupan warga muslim Amerika Serikat ditampilkan pada
keseluruhan korpus yang ada. Dalam foto cerita ini penggambaran warga Muslim
di Amerika Serikat ditampilkan dalam berbagai rentang usia, pada korpus 1, 3, 7,
dan 12 menampilkan kehidupan anak-anak dan remaja Muslim di Amerika Serikat
yang bertumbuh dan berkembang selayaknya anak-anak biasanya, mereka bermain,
bertamasya hingga menikmati es krim yang banyak digemari anak-anak. Pada
korpus 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, dan 14 menampilkan orang dewasa yang
melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya dalam masyarakat.
Teror dan diskriminasi yang terjadi pada warga Muslim Amerika Serikat
tergambar pada korpus 4 yang menampilkan keadaan masjid yang telah hangus
terbakar. Pada korpus 10 menggambarkan bagaimana respon masyarakat Amerika
Serikat pada keberadaan Muslim di lingkungannya, Abdelaziz yang secara rutin
menyapa tetangganya nampak tidak digubris bahkan tidak ada kontak mata dan
ekspresi menyenangkan yang ditampilkan dalam foto. Tindakan diskriminasi juga
tergambar pada korpus 11 yang menampilkan sejumlah wanita Muslim yang sedang
melaksanakan salat Idul Fitri di sebuah stadion, hari raya Idul Fitri sebagai salah
satu hari besar umat Muslim tidak mendapat pengakuan dari sebagian besar sekolah
dan perusahaan hingga mewajibkan umat Muslim untuk mengambil cuti kerja.
Keseluruhan mitos yang berhasil terungkap dari cerita foto jurnalistik
tentang kehidupan warga Muslim di Amerika Serikat membahas tentang
islamophobia serta penggambaran diskriminasi oleh masyarakat umum pada warga
Muslim Amerika Serikat. Selain itu, beberapa foto juga menggambarkan tentang
mitos hubungan keluarga dan lingkungan dalam membentuk karakter anak-anak
Muslim Amerika Serikat.
Kesimpulan
Penelitian ini dilatarbelakangi rasa ingin tahu tentang kehidupan warga
Muslim di Amerika Serikat yang hidup sebagai minoritas. Tindakan diskriminasi
18
yang terwujud dalam kebijakan pemerintah seperti pelarangan masuknya imigran
Muslim dari Chad, Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman. Selain itu tindakan
teror terhadap warga Muslim di Amerik Serikat juga kerap terjadi, seperti pelecehan
verbal dan fisik, fitnah yang disebarakn melalui media massa, serta penyerangan
hingga pembakaran masjid sebagai tempat ibadah umat Islam. Tindakan
diskriminasi bahkan dapat dirasakan pada setiap jenjang usia, salah satu penelitian
memberikan temuan bahwa terjadi tindakan perundungan pada anak usia sekolah
dimana seperempat dari kasus yang terjadi melibatkan guru serta staf sekolah.
Semua diskriminasi dan teror yang dialami oleh warga Muslim di Amerika
Serikat tidak menghalanginya untuk dapat berkontribusi dan berusaha berbaur
dengan masyarakat Amerika Serikat. Dalam beberapa penelitian menyebutkan
grafik pertumbuhan warga Muslim di Amerika Serikat meningkat dengan pesat,
pada tahun 2017 jumlah waega Muslim di Amerikat Serikat mencapai 3,45 juta jiwa
dan diprediksi pada tahun 2040 jumlah warga Muslim akan bertambah hingga 8,1
juta jiwa atau 2.1% dari populasi. Dalam kehidupan sehari-hari, warga Muslim di
Amerika Serikat juga turut berkontribusi di berbagai bidang, seperti kesehatan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, demokrasi, kemanusiaan, pendidikan, ekonomi, seni
dan hiburan serta olahraga.
Daftar Pustaka
Alwi, Audy Mirza. 2004. Foto Jurnalistik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Arif, Muhammad Qobidl. 2014. Politik Islamophobia Eropa. Yogyakarta:
Deepublish
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada:
Effendy, Onong Uchjana. 2004. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Giwanda, Griand. 2001. Panduan Praktis Belajar Fotografi. Jakarta: Puspa Swara
Kriyantono, Rahmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : PT.
Kencana Perdana.
Masganti, Sit. 2015. Perkembangan Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing
Motuloh, Oscar I. 2003. Foto Jurnalistik Suatu Pendekatan Dengan Suara Hati.
Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA (LPJA)
19
Piliang, Yasraf Amir. 2005. Hipersemiotika “Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makn”. Bandung: Jalasutra.
Prihatna R, Hermanus. 2003. Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Jakarta:
Lembaga Pendidikan Jurnalistika ANTARA (LPJA).
Rakhmat, Jalaludin. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sobur ̧Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiarto, Atok. 2005. Paparazzi: Memahami Fotografi Kewartawanan. Jakarta.
Gramedia Pustaka Umum.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2006. Semiotika Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Prof. DR.
Moestopo
Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Odon S, Isaskhar. 2018. Kebijakan Politik Abraham Lincoln Terhadap
Penghapusan Perbudakan di Amerika Serikat. Skripsi. Strata 1 Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Halstead, J. Mark. 2008. Islamophobia. Encyclopedia of Race, Ethnicity, and
Society. Thousand Oaks. CA: Sage Publications Vol. 2,pp. 762–764.
Moordiningsih. 2004. Islamophobia dan Strategi Mengatasinya. Buletin Psikologi.
Vol.12 No.2 pp 73-84.
Suhandra, Ika Rahma. 2019. Studi Komparatif Konotasi Warna Dalam Budaya
Barat Dan Masyarakat Suku Sasak Lombok Indonesia. Cordova Jurnal.
Vol.9 No.1,pp. 17-38.
Mohamed, Besheer. 3 Januari 2018. New estimates show U.S. Muslim population
continues to grow. http://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/01/03/new-
estimates-show-u-s-muslim-population-continues-to-grow/ diakses pada 7
Agustus 2018.
Pew Research Center. 26 July 2017. U.S. Muslims Concerned About Their Place in
Society, but Continue to Believe in the American Dream.
http://www.pewforum.org/2017/07/26/findings-from-pew-research-
centers-2017-survey-of-us-muslims/ diakses pada 12 Agustus 2018.