20
JURNAL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKS TERJEMAHAN DAN SULIH SUARA DALAM FILM TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN CERITA ANAK (Studi Eksperimen tentang Efektivitas Penggunaan Teks Terjemahan Bahasa Indonesia dan Sulih Suara Bahasa Indonesia dalam Film “The Boy Who Cried Wolf” terhadap Tingkat Pemahaman Isi Cerita melalui Unsur Intrinsik Cerita Bagi Siswa Kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus Surakarta) Oleh: Mazda Radita Roromari D0212068 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

JURNAL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKS TERJEMAHAN DAN SULIH SUARA DALAM FILM … · 2016. 10. 4. · menayangkan film berbahasa asing dalam dua versi terjemahan, teks terjemahan dan juga

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • JURNAL

    EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKS TERJEMAHAN DAN SULIH

    SUARA DALAM FILM TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN

    CERITA ANAK

    (Studi Eksperimen tentang Efektivitas Penggunaan Teks Terjemahan Bahasa

    Indonesia dan Sulih Suara Bahasa Indonesia dalam Film “The Boy

    Who Cried Wolf” terhadap Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    melalui Unsur Intrinsik Cerita Bagi Siswa Kelas 6

    SD Kristen Kalam Kudus Surakarta)

    Oleh:

    Mazda Radita Roromari

    D0212068

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2016

  • 1

    1

    EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKS TERJEMAHAN DAN SULIH

    SUARA DALAM FILM TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN

    CERITA ANAK

    (Studi Eksperimen tentang Efektivitas Penggunaan Teks Terjemahan

    Bahasa Indonesia dan Sulih Suara Bahasa Indonesia dalam Film

    “The Boy Who Cried Wolf” terhadap Tingkat Pemahaman

    Isi Cerita melalui Unsur Intrinsik Cerita Bagi Siswa

    Kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus Surakarta)

    Mazda Radita Roromari

    Adolfo Eko Setyanto

    Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

    Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Subtitle is used to show the foreign language-kids film in Indonesia.

    Meanwhile, the ablity of children to read the subtitle is not as good as adult

    people.

    The purpose of this research to determine which is the most effective to

    increase the story understanding between film with subtitle and with dubbing.

    This research based on medium of the message theory by Marshall McLuhan and

    Jeanne S. Chall’s Stages of Reading Development of 11 years old children or 6th

    grade students.

    Experiment method by two-group posttest-only randomized experiment

    design is used in this research. The respondents of this research is the 6th grade

    students of SD Kristen Kalam Kudus Surakarta. Experiments done by divide

    students into two groups, a group of students watching the subtitled film and a

    group of students watching the dubbed film. The effectivity measured by finding

    the significant difference between the level of story understanding’s score of the

    subtitled group with the dubbed group and then comparing the means of each

    group

    Keywords: experiment, audiovisual translation, film, children

    Pendahuluan

  • 2

    2

    Film keluarga karya sineas Indonesia yang beredar di bioskop dapat

    dibilang tidak banyak dalam kurun waktu lima tahun terakhir dibandingkan

    dengan film karya sineas asing. Situs web yang menyajikan data dan informasi

    lengkap tentang perfilman Indonesia, filmindonesia.or.id, mencatat hanya terdapat

    18 film bergenre anak-anak pada tahun 2011-2015.1 Sementara, terdapat

    setidaknya 39 judul film asing yang ditayangkan bioskop-bioskop Indonesia pada

    tahun 2011-2015 yang termasuk dalam kategori “Semua Umur”.2

    Berdasar temuan tersebut, maka anak-anak Indonesia lebih banyak

    menikmati film dengan bahasa asing, bukan dengan Bahasa Indonesia sebagai

    bahasa ibu. Penguasaan bahasa asing yang lebih lemah dibandingkan dengan

    penggunaan bahasa ibu menjadi suatu kendala tersendiri bagi anak-anak Indonesia

    untuk memahami cerita film yang mereka saksikan.

    Translasi menjadi jembatan kendala bahasa dalam film. Translasi

    merupakan sebuah proses di mana mengubah bahasa asli dari sumber tertulis atau

    sumber bahasa menjadi teks atau suara dalam bahasa berbeda yang sesuai dengan

    bahasa penerima.3 Dalam proses tersebut, tidak hanya perubahan kata demi kata

    saja yang dipertimbangkan, melainkan juga pemahaman akan kebudayaan

    maupun konteks bahasa, mulai dari konteks bahasa asli atau bahasa sumber dan

    juga perubahannya ke bahasa tujuan atau bahasa sasaran. Teks terjemahan tidak

    menjadi satu-satunya alih bahasa yang dapat digunakan dalam film. Dubbing atau

    sulih suara merupakan alternatif lain yang dapat digunakan untuk

    mengalihbahasakan film yang berbahasa asing.

    Beberapa negara memiliki kebijakan tersendiri mengenai penggunaan

    translasi audiovisual. Jerman, Italia, Austria, Belgia, dan Spanyol menggunakan

    sulih suara sebagai translasi. Sementara Portugal, Britania Raya, kawasan

    1 filmindonesia. (2010). Daftar judul film Indonesia berdasarkan genre “children.” Diakses pada

    23 Desember 2015, melalui filmindonesia.or.id,

    http://filmindonesia.or.id/movie/title/list/genre/children. 2 Penghitungan berdasarkan pencocokan antara film asing dalam kategori family movie (film

    keluarga) yang tercatat oleh situs film movieweb.com dengan film asing berkategori SU (Semua

    Umur) yang ditayangkan oleh bioskop jaringan 21 dalam catatan pada situs resminya,

    21cineplex.com. 3 Munday, J. (2001). Introducing Translation Studies Theories and applications [Versi E-Book].

    London: Routledge. Hlm. 5.

  • 3

    3

    Skandinavia dan Eropa Timur menggunakan teks terjemahan sebagai translasi.

    Sedangkan Prancis memiliki kebijakan yang berbeda, yang mana negara tersebut

    menayangkan film berbahasa asing dalam dua versi terjemahan, teks terjemahan

    dan juga sulih suara.4

    Violeta Tănase meneliti pro dan kontra penggunaan teks terjemahan dan

    sulih suara dalam program anak-anak dan kartun.5 Dalam penelitian tersebut

    disimpulkan bahwa teks terjemahan dan sulih suara memiliki peranan masing-

    masing terhadap pemahaman bagi anak. Sulih suara menjadi pilihan yang lebih

    baik bagi penonton anak-anak kecil agar dapat memahami cerita. Bagi anak-anak

    tanggung dan remaja, sulih suara tetap menjadi pilihan yang baik untuk

    mempermudah pemahaman, namun teks terjemahan dapat membantu mereka

    dalam meningkatkan serta mengembangkan pengetahuan dan kemampuan bahasa

    asing. Pada akhir penelitiannya, ia mengungkapkan bahwa dua jenis translasi

    tersebut seharusnya disediakan dalam kegiatan pemutaran. Sehingga, penonton

    dapat memilih yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka, terutama

    penonton anak-anak.

    Anderson melakukan eksperimen terhadap anak-anak di bawah usia 5 tahun

    yang berbicara dengan Bahasa Inggris.6 Dalam penelitian tersebut kendala bahasa

    memicu menurunnya perhatian anak-anak terhadap tayangan. Sehingga, perhatian

    yang minim mengakibatkan minimnya informasi yang didapatkan anak-anak

    untuk memahami isi dari tayangan yang mereka saksikan. Penelitian Anderson

    tersebut perlu ditilik untuk memahami situasi anak-anak dalam memahami tulisan.

    Anak-anak yang tidak lancar membaca pada akhirnya tidak memahami tayangan

    yang mereka saksikan karena hambatan membaca teks terjemahan. Mereka hanya

    memahami cerita film secara parsial, hanya memahami gambar yang muncul.

    Pemahaman akan pesan yang disampaikan oleh film merupakan sebuah

    tanda bahwa terjadi komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif berhubungan

    4 Jones, H. D. (31 Oktober 2014). The Market for Foreign Language Films in the UK [Makalah

    Presentasi]. Migrating Texts colloquium. University College London. 5 Tănase, V. (2014). Pros and Cons of Subtitling and Dubbing of Audiovisual Texts in Children’s

    Programmes and Cartoons. Communication, Context, Interdisciplinarity, 3, 968–975. 6 Berger, Roloff, & Roskos-Ewoldsen. (2014). The Handbook of Communication Science

    [Handbook Ilmu Komunikasi]. Bandung: Nusa Media. Hlm. 185.

  • 4

    4

    dengan proses berbagi informasi yang mengarah pada hasil yang diharapkan.7

    Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss menyebutkan bahwa komunikasi dikatakan

    efektif apabila komunikan berhasil menyampaikan yang dimaksudkannya.8

    Apabila komunikasi efektif terwujud dalam penyampaian film, maka segala pesan

    atau informasi dapat dipahami oleh penonton. Dalam kasus tulisan ini, maka film

    anak menjadi efektif apabila anak-anak, sebagai target penonton, dapat memahami

    informasi atau pesan yang disampaikan cerita film.

    Penelitian ini menjadi upaya untuk melihat secara langsung bagaimana

    anak-anak memahami isi cerita dalam film, ketika mereka dihadapkan pada film

    dengan teks terjemahan maupun dengan sulih suara. Penelitian ini menjadi salah

    satu perwujudan mengenai penelitian alih bahasa yang melibatkan anak-anak

    sebagai responden. Penelitian ini diharapkan memberikan sebuah pandangan dan

    gagasan baru mengenai penggunaan alih bahasa bagi anak-anak dalam konteks

    ruang Indonesia.

    Rumusan Masalah

    Manakah yang lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman isi cerita melalui

    unsur intrinsik cerita bagi siswa kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus Surakarta yang

    menyaksikan film “The Boy Who Cried Wolf” yang menggunakan teks

    terjemahan Bahasa Indonesia dengan yang menggunakan sulih suara Bahasa

    Indonesia?

    Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih efektif

    dalam meningkatkan pemahaman isi cerita melalui unsur intrinsik cerita bagi

    siswa kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus Surakarta yang menyaksikan film “The

    Boy Who Cried Wolf” yang menggunakan teks terjemahan Bahasa Indonesia

    dengan yang menggunakan sulih suara Bahasa Indonesia.

    7 Effective communication. (November 2014). Diakses 6 Maret 2016, melalui Communication

    Theory, http://communicationtheory.org/effective-communication/. 8 Tubbs, S. L., & Moss, S. (2012). Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar Buku Pertama.

    Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 22.

  • 5

    5

    Tinjauan Pustaka

    a. Pengaruh Film Terhadap Khalayak

    Film sebagai sebuah media berarti memiliki kemampuan untuk

    menginformasikan, mendidik, dan menghibur masyarakat. Film dekat dengan

    masyarakat karena kemampuan menghiburnya. Kedekatan antara film dengan

    penontonnya membuat penonton tidak menyadari mendapatkan informasi dan

    pendidikan baru bagi dirinya. Kemampuan film tersebut dapat dilihat dari

    pengaruh yang muncul setelah munculnya film “Birth of Nations” pada 1915

    di Amerika Serikat.9

    Pemahaman pesan berkaitan dengan komunikasi yang efektif. Menurut

    Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi efektif dapat menimbulkan

    lima hal, yaitu: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang

    makin baik, dan tindakan.10

    Dalam bahasan ini, tingkat pemahaman pesan

    dalam mencapai komunikasi efektif lebih dititikberatkan pada aspek

    pengertian. Komunikasi efektif berupa pengertian berarti dapat dimengerti

    sebagai penerimaan pesan sesuai dengan maksud komunikator.11

    Pengertian yang terjadi antara komunikator dan komunikan merupakan

    sebuah efek. Fokus dalam penelitian ini adalah berupaya untuk menggali

    tingkat pemahaman anak akan film berbahasa asing yang disaksikan. Hal

    tersebut sesuai dengan efek primer pemahaman yang dinyatakan oleh Keith

    R. Stamm dan John E. Bowes bahwa pemahaman terkait bagaimana pesan

    yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti oleh komunikan.12

    Unsur intrinsik film menjadi jembatan untuk menggali pemahaman

    anak-anak terhadap film yang disaksikan. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur

    yang membangun cerita, yang mana dapat ditemukan di dalam cerita yang

    disampaikan. Kieran Donaghy merumuskan lima unsur intrinsik dalam cerita

    9 Baran, S. J., (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya [Introduction to

    Mass Communication Media Literacy and Culture]. Jakarta: Erlangga. Hlm. 217-218. 10

    dalam Rakhmat, J. (2015). Psikologi Komunikasi (Ed. 30). Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm.

    13. 11

    Ibid. 12

    Dalam Nurudin (2011). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 206.

  • 6

    6

    pendek, yaitu tokoh, latar, plot, konflik, dan tema.13

    Melalui unsur-unsur

    intrinsik tersebut, seseorang dapat memahami siapa tokohnya, di mana,

    kapan, dan di situasi masyarakat seperti apa cerita terjadi, lalu memahami

    urut-urutan cerita, memahami masalah dari cerita, serta memahami bahasan

    dan pesan cerita. Sehingga, pemahaman tentang unsur intrinsik menjadi hal

    yang mendasar bagi seseorang untuk memahami cerita secara utuh.

    b. Pengaruh Film Terhadap Anak

    Dalam teori film, penonton bukanlah sosok yang nyata, melainkan

    dipahami sebagai konstruksi buatan yang dibentuk serta digerakkan oleh

    karena aspek-aspek film dan juga budaya.14

    Sehingga, film mampu

    mempengaruhi khalayak karena film dibuat untuk mempengaruhi khalayak

    dengan membentuk dan menggerakkannya sesuai dengan yang menjadi

    tujuan film itu sendiri. Hal tersebut tak terkecuali anak-anak yang melakukan

    imitasi, meskipun hanya pada aspek luaran saja. Seperti yang terjadi pada

    masa Hindia Belanda, di mana anak-anak kecil mulai menggunakan atribut-

    atribut serta mengidolakan tokoh dan bintang film impor Amerika Serikat

    dalam kehidupannya sehari-hari, dan menggeser tokoh pewayangan.15

    Terdapat satu asas perilaku menonton anak, yaitu terdapat hubungan

    dinamis antara perhatian dan pemahaman pada anak-anak.16

    Asas tersebut

    menyatakan bahwa perhatian anak menjadi menurun ketika keterpahaman

    juga menurun. Hal tersebut sejalan dengan salah satu model perhatian anak

    dalam menonton, yaitu model aktif. Menurut model aktif, kemudahan

    pemahaman akan mendorong penjatahan perhatian. Bila sebuah acara mudah

    dimengerti, anak tidak terlalu mencurahkan banyak perhatian pada tayangan.

    13

    Donaghy, K. The 5 Elements of a Short Story [File PDF]. Diunduh pada 26 April 2016, melalui

    Film English, http://film-english.com/wp-content/uploads/2013/02/the-5-elements-of-a-short-

    story.pdf. 14

    Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory [E-book].

    California: SAGE. Hlm. 915. 15

    Nugroho, G., & Herlina, D. (2015). Krisis dan Paradoks Film Indonesia. Jakarta: Kompas. Hlm.

    34. 16

    Berger, C. R., Roloff, M. E., & Roskos-Ewoldsen, D. R. Op.Cit.

  • 7

    7

    Namun, jika sebuah program terlampau rumit untuk dimengerti, anak akan

    berhenti menonton dan melakukan kegiatan lain.17

    c. Pengaruh Teks Terjemahan terhadap Pemahaman Pesan

    Dari beragam referensi, teks terjemahan dapat dipahami sebagai sebagai

    teks tertulis yang muncul pada film untuk menjelaskan dan menceritakan

    dialog, elemen diskursif, maupun soundtrack dari bahasa asli film menjadi

    bahasa sasaran. 18192021

    Translasi teks terjemahan banyak mengubah bahasa

    lisan menjadi bahasa tulisan. Penerjemahan bahasa lisan menjadi tulisan

    memiliki kecenderungan mengubah elemen verbal menjadi kata benda karena

    bahasa lisan biasanya adalah kalimat yang tidak utuh secara tata bahasa,

    disertai dengan pernyataan berlebihan dan gangguan.

    Dalam memahami teks terjemahan sebagai bahasa tulisan,

    membutuhkan kemampuan membaca yang baik. Kemampuan membaca anak

    menjadi suatu pertimbangan khusus karena hal tersebut menyangkut dengan

    kemampuannya untuk mengikuti dan memahami tulisan yang muncul dalam

    teks terjemahan. Jeanne S. Chall merumuskan tingkatan perkembangan

    membaca anak. Tingkatan perkembangan membaca anak tersebut terbagi atas

    enam tahap.22

    Penelitian ini berfokus pada Tahap 3, yaitu tahap Reading for

    Learning the New atau membaca untuk belajar hal baru, yang terjadi pada

    anak usia 9-13 tahun atau kelas 4 hingga kelas 8. Pada tahap tersebut,

    membaca digunakan untuk mempelajari hal-hal baru, menambah

    pengetahuan, menerima pengalaman yang baru, serta mempelajari sikap dan

    17

    Ibid. Hlm. 187. 18

    dalam Tănase. Loc.Cit. 19

    Schröter, T. (2005). Shun the Pun, Rescue the Rhyme? – The Dubbing and Subtitling of

    Language-Play in Film (Desertasi). Karlstad University, Karlstad. 20

    Cintas, J. D., & Remael, A. (2014). Audiovisual Translation: Subtitling [E-book]. New York:

    Routledge. Hlm. 8. 21

    Şahin, A. (2012) Dubbing As A Type of Audiovisual Translation: A Study of Its Methods and

    Constraints Focusing on Shrek 2 (Thesis). Atilim Üniversitesi, Ankara. 22

    dalam Tools4Reading, (Mei 2015). Chall’s Stages of Reading Development [Materi Instruksi].

    Diunduh pada 26 April 2016, melalui http://tools4reading.com/web/wp-

    content/uploads/2015/05/challs_stages_of_reading_development.pdf.

  • 8

    8

    perilaku baru yang biasanya berasal dari satu sudut pandang.23

    Pada awal

    tahap ketiga, kemampuan mendengar lebih efektif dibandingkan dengan

    kemampuan membaca. Sementara pada akhir tahap ketiga, kemampuan

    membaca dan mendengar mulai berimbang bagi yang membaca dengan baik,

    yang mana mampu membaca dengan lebih efisien. Anak usia 11 tahun, atau

    siswa kelas 6 di Indonesia, merupakan kelompok anak yang memiliki

    kemampuan di tengah-tengah dalam tahap ketiga, yang memiliki kemampuan

    membaca dan mendengar yang mulai berimbang.

    Selain faktor kemampuan membaca, kemampuan memahami teks

    terjemahan pada anak juga dipengaruhi oleh kecepatan membaca. Kecepatan

    membaca rata-rata anak Sekolah Dasar yaitu 200 kata per menit (kpm).

    Sementara, kecepatan baca rata-rata orang dewasa adalah 250 - 300 kpm.24

    d. Pengaruh Sulih Suara terhadap Pemahaman Pesan

    Dari beragam referensi, sulih suara dapat dipahami sebagai penggantian

    suara dari dialog bahasa asli menjadi dialog dalam bahasa sasaran yang

    disesuaikan dengan pergerakan bibir dan pergerakan aktor dalam film. 25262728

    Perubahan bahasa lisan tersebut seringkali menghilangkan otentikasi karya.

    Hal tersebut seringkali berkaitan dengan ekspresi yang dikeluarkan oleh

    penyulih suara yang tidak sealamiah pemeran asli dalam film.

    Thorsten Schröter menguraikan kelebihan dari sulih suara.29

    Pertama

    tidak terjadi perubahan secara visual dan tidak memerlukan perhatian yang

    lebih besar bagi audiens untuk menyaksikan. Lalu, penonton yang memiliki

    kemampuan membaca yang rendah tetap dapat menikmati film asing. Selain

    23

    Ibid. 24

    Noer, M. (28 Maret 2011). Bagaimana Memulai Kebiasaan Membaca Dengan (Sangat) Cepat?

    Diakses pada 9 Mei 2016, melalui Membaca Cepat, .

    http://www.membacacepat.com/artikel/bagaimana-memulai-kebiasaan-membaca-dengan-sangat-

    cepat/. 25

    dalam Tănase, Loc.Cit. 26

    Schröter. Loc.Cit. 27

    Szarkowska, A. (2005). The Power of Film Translation. Translation Journal, 9(2). Diakses pada

    9 Mei 2016, melalui Translation Journal, http://translationjournal.net/journal/32film.htm. 28

    Şahin. Loc.Cit. 29

    Schröter. Loc.Cit.

  • 9

    9

    itu keunggulan sulih suara adalah tidak ada pengurangan informasi linguistik

    dalam sulih suara.

    e. Pengaruh Bentuk Medium dalam Penggunaan Teks tErjemahan dan

    Sulih Suara

    Perbandingan pengaruh penggunaan teks terjemahan dan sulih suara

    dalam pengaruh bentuk medium didasarkan pada teori medium is the message

    serta media panas dan dingin yang kesemuanya digagas oleh Marshall

    McLuhan.

    Dalam medium is the message, media atau saluran komunikasi adalah

    yang memiliki kekuatan dan memberikan pengaruh kepada masyarakat,

    bukan isi pesannya. Media membentuk dan mempengaruhi pesan atau

    informasi yang disampaikan.30

    Teks terjemahan dan sulih suara dapat disebut

    sebagai medium tersendiri. Medium yang diterima dengan membaca (teks

    terjemahan) atau dengan mendengar (sulih suara) tentu saja memiliki dampak

    yang berbeda bagi audiens.

    Konsep media panas dan dingin menjelaskan bagaimana beragam

    media berpengaruh terhadap otak dan perasaan. Konsep ini juga berhubungan

    dengan pengaruh media yang berbeda-beda terhadap level dan tipe

    partisipasi.31

    Media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari

    audiens. Hal ini dikarenakan media panas memiliki detail yang melimpah,

    sehingga tidak menuntut banyak perhatian untuk memahaminya. Media panas

    adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari audiens media

    bersangkutan, di mana media tersebut menyediakan data sensoris yang lebih

    lengkap untuk diterima indera manusia.32

    Sedangkan media dingin

    merupakan media yang membutuhkan partisipasi audiens yang besar, yang

    30

    Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana. Hlm. 493. 31

    Vémola, J. (2009). Reflections of Marshall McLuhan’s Media Theory in t he Cinematic Work of

    David Cronenberg and Atom Egoyan (Thesis). Masaryk University, Brno. 32

    Szarkowska. Loc.Cit.

  • 10

    10

    berarti menuntut partisipasi aktif dari audiens. Media dingin menyediakan

    sedikit informasi atau menyediakan informasi dalam definisi yang rendah.33

    Teks terjemahan merupakan media dingin di mana penonton dituntut

    untuk melibatkan pengelihatan dan gagasannya untuk membaca teks

    terjemahan dan menginterpretasi teks terjemahan tersebut ke dalam

    gagasannya. Penonton membutuhkan kerja lebih keras untuk dapat

    memahami cerita dalam film melalui teks terjemahan. Sedangkan sulih suara

    merupakan media panas di mana penonton hanya tinggal menyaksikan dan

    mendengarkan dialog dalam film tanpa harus berpikir lebih mendalam lagi.

    Metodologi

    Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Desain eksperimen yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah two-group posttest-only randomized

    experiment. Dalam desain penelitian ini tidak dilakukan pretest karena dalam

    desain ini dua kelompok yang dieksperimenkan diasumsikan setara. Desain ini

    menitikberatkan pada pencarian jawaban atas perbedaan dua kelompok pasca

    program eksperimen.34

    Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok, yaitu kelompok siswa yang

    menyaksikan film berbahasa asing “The Boy Who Cried Wolf” dengan teks

    terjemahan Bahasa Indonesia dan kelompok siswa yang menyaksikan film

    berbahasa asing “The Boy Who Cried Wolf” dengan sulih suara Bahasa

    Indonesia. Setelah dua kelompok tersebut menyaksikan film “The Boy Who Cried

    Wolf” dengan medium translasi yang berbeda, mereka menjawab kuesioner yang

    telah disediakan sebagai post-test.

    Ruang lingkup penelitian dilakukan di SD Kristen Kalam Kudus Surakarta.

    Alasan pemilihan SD Kristen Kalam Kudus Surakarta sebagai ruang lingkup

    penelitian karena banyaknya jumlah siswa dalam setiap angkatan.

    33

    Szarkowska. Loc.Cit. 34

    Trochim, W. M. K. (10 Oktober 2006). Two-Group experimental designs. Diakses pada 20 April

    2016, from Research Method Knowledge Base,

    http://www.socialresearchmethods.net/kb/expsimp.php.

  • 11

    11

    Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 6 reguler SD Kristen Kalam

    Kudus Surakarta. Keseluruhan siswa kelas 6 reguler yang dijadikan populasi

    sejumlah 120 siswa. Pertimbangan pemilihan kelas 6 reguler SD Kristen Kalam

    Kudus Surakarta sebagai populasi penelitian dikarenakan beberapa landasan.

    Landasan pertama adalah siswa kelas 6 sebagai representasi anak usia 11 tahun

    termasuk dalam tahap ketiga menurut tingkatan perkembangan membaca anak

    Jeanne S. Chall. Kemudian, materi unsur intrinsik cerita baru diajarkan pada kelas

    5, sehingga siswa kelas 6 sudah mempelajari materi tersebut. Lalu, penelitian ini

    hanya melibatkan siswa reguler karena mempertimbangkan homogenitas siswa.

    Sampel dalam penelitian ini ditentukan sejmlah 92 sampel, yang mengacu

    pada Tabel Ukuran Sampel untuk Ukuran Populasi Tertentu menurut Stephen

    Isaac dan William B.Michel.35

    Meskipun, dalam penelitian ini semua responden

    dalam populasi dilibatkan dalam kegiatan eksperimen karena adanya kesepakatan

    antara pihak sekolah dengan peneliti dalam aspek kemudahan pengaturan siswa.

    Untuk menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

    dengan melakukan pengacakan secara sistematik. Upaya eliminasi dilakukan

    dengan tidak menyertakan data kelipatan empat dalam daftar presensi di tiap

    kelas. Eliminasi ini dilakukan pada saat sebelum penelitian dan mengasumsikan

    bahwa hanya 92 sampel saja yang diundang dalam penelitian.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pemutaran film

    “The Boy Who Cried Wolf” dengan translasi dan kuesioner. Sampel dibagi

    menjadi dua, kelompok yang menyaksikan film dengan teks terjemahan dan

    kelompok yang menyaksikan film dengan sulih suara. Kemudian, dua kelompok

    tersebut diminta untuk menjawab kuesioner intrinsik cerita film.

    Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji t-test independent

    samples. Uji t-test independent samples merupakan salah satu teknik analisis yang

    digunakan dalam penelitian komparatif. Uji t-test independent samples adalah

    bagian dari statistik uji inferensial, yang digunakan untuk mengukur hubungan

    atau menguji hipotesis korelasi (hubungan asosiasi dan hubungan kausal).36

    35

    Ibid. Hlm. 388. 36

    Silalahi, U. (2015). Metode Penelitian Sosial Kuantitatif. Bandung: Refika Aditama. Hlm. 532.

  • 12

    12

    Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan langsung mengukur hasil skor

    tingkat pemahaman isi cerita. Hasil analisis dari pengukuran tersebut kemudian

    terbagi atas dua syarat, yaitu apabila tidak terdapat perbedaan yang signifikan

    maka tidak ada yang lebih efektif antara penggunaan teks terjemahan dengan

    penggunaan sulih suara, serta apabila terdapat perbedaan signifikan maka

    penentuan mana yang lebih efektif dilihat melalui perbandingan rata-rata antara

    skor tingkat pemahaman isi cerita kelompok teks terjemahan dengan rata-rata skor

    tingkat pemahaman isi cerita kelompok sulih suara.

    Dalam penelitian ini dilakukan beberapa upaya untuk menjga validitas

    internal dan eksternal. Validitas internal mengacu pada sebaik apa eksperimen

    dilakukan yang berhubungan dengan penentuan sampel dan juga instrumen

    penelitian, sedangkan validitas eksternal berkaitan dengan sejauh mana penelitian

    dapat digeneralisasikan untuk situasi lain dan responden lainnya. Lima aspek yang

    dianggap akan mengganggu dalam penelitian ini adalah: sejarah proaktif,

    maturasi, bias peneliti, efek Hawthorne, dan efek interaksi garapan ganda. Sejarah

    proaktif dan efek interaksi garapan ganda diantisipasi dengan memilih film yang

    kurang populer. Untuk maturasi diantisipasi dengan penelitian yang dilakukan

    dalam waktu singkat. Dalam mengantisipasi bias peneliti dilakukan dengan situasi

    kontrol doubleblind, yang mana peneliti tidak diberi tahu karakteristik subyek

    yang diteliti. Untuk mengantisipasi munculnya efek Hawthorne, penelitian ini

    menggunakan bantuan guru atau wali kelas dari kelas yang diteliti untuk

    memandu eksperimen dan post-test.

    Dalam penelitian ini, peneliti menyadari adanya keterbatasan penelitian,

    terutama berkaitan dengan kondisi sampel. Peneliti tidak melakukan pengacakan

    dalam pembagian kelompok eksperimen karena ada kesepakatan antara pihak

    sekolah dengan peneliti yang mempertimbangkan kemudahan dalam pengaturan

    siswa. Selain itu, peneliti menyadari tidak dapat mengontrol kehadiran sampel,

    sehingga apabila terdapat missing data karena ketidakhadiran, datanya akan

    digantikan oleh data cadangan siswa lain yang hadir, namun tidak masuk dalam

    bagian sampel.

  • 13

    13

    Sajian Data

    Sajian data skor tingkat pemahaman isi cerita merupakan jumlah

    keseluruhan skor dari 25 pertanyaan yang diajukan kepada responden melalui

    kuesioner. Skor tingkat pemahaman isi cerita merupakan akumulasi dari masing-

    masing skor unsur intrinsik cerita, yaitu unsur intrinsik tokoh, latar, plot, konflik,

    dan tema. Berikut adalah data tingkat pemahaman isi cerita:

    Tabel 1. Tabel Distribusi Frekuensi Skor & Kategori Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Kelompok Teks Terjemahan

    Kategori Skor Frekuensi

    Skor

    Frekuensi

    Kategori

    Presentase

    Kategori

    Paham

    17 2

    17 36,96% 18 1

    19 7

    20 7

    Sangat Paham

    21 14

    29 63,04% 22 7

    23 5

    24 2

    Total Total 46 100%

    Sumber: Data Primer Kuesioner

    Tabel 2. Tabel Distribusi Frekuensi Skor & Kategori Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Kelompok Sulih Suara

    Kategori Skor Frekuensi

    Skor

    Frekuensi

    Kategori

    Presentase

    Kategori

    Paham

    17 1

    14 30,43% 18 2

    19 3

    20 8

    Sangat Paham

    21 9

    32 69,57% 22 10

    23 6

    24 7

    Total Total 46 100%

    Sumber: Data Primer Kuesioner

  • 14

    14

    Dalam penyajian data di atas dapat dilihat tingkat pemahaman isi cerita dari

    masing-masing kelompok perlakuan. Dalam kelompok teks terjemahan terdapat

    29 responden (63,04%) yang masuk dalam kategori sangat paham terhadap isi

    cerita, sedangkan 17 responden (36,96%) masuk dalam kategori paham.

    Sementara dalam kelompok sulih suara ditunjukkan bahwa terdapat 32 responden

    (69,57%) yang masuk dalam kategori sangat paham, dan 14 responden (30,43%)

    tergolong dalam kategori paham. Meskipun mayoritas responden dua kelompok

    perlakuan tergolong dalam kategori sangat paham, namun tidak ada satu pun yang

    mampu memiliki skor 25 atau skor tertinggi.

    Analisis Data

    Hasil uji t-test independent samples untuk menguji hipotesis penelitian ini

    dapat ditunjukkan sebagai berikut:

    Tabel 3. Tabel Statistik Kelompok Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Translasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

    Tingkat Pemahaman

    Isi Cerita

    Teks Terjemahan 46 20.8696 1.69455 .24985

    Sulih Suara 46 21.4130 1.78358 .26297

    Sumber: Analisis SPSS 16 For Windows pada Uji t-test independent samples Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Tabel 4. Tabel T-Test Independent Samples Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Tingkat Pemahaman Isi Cerita

    Equal Variances

    Assumed

    Equal Variances

    not Assumed

    Levene’s Test for

    Equality of Variances

    F .554

    Sig. .459

    t-test for Equality of

    Means

    T -1.498 -1.498

    Df 90 89.765

    Sig. (2-tailed) .138 .138

    Mean Difference -.54348 -.54348

    Std. Error Difference .36274 .36274

    95% Confidence Interval

    of the Difference

    Lower -1.26412 -1.26415

    Upper .17717 .17719

    Sumber: Analisis SPSS 16 For Windows pada Uji t-test independent samples Tingkat Pemahaman Isi Cerita.

  • 15

    15

    Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata skor tingkat pemahaman

    isi cerita responden pada kelompok teks terjemahan adalah 20,8696 dengan

    standar deviasi 1.69455. Sedangkan rata-rata skor tingkat pemahaman responden

    terhadap unsur intrinsik tokoh pada kelompok sulih suara adalah 21,4130 dengan

    standar deviasi 1,78358. Hal ini berarti sulih suara dalam film “The Boy Who

    Cried Wolf” dapat meningkatkan pemahaman isi cerita lebih baik dibandingkan

    dengan penggunaan teks terjemahan. Namun, penggunaan teks terjemahan

    dianggap lebih konsisten dalam meningkatkan pemahaman isi cerita dibandingkan

    dengan penggunaan sulih suara.

    Dalam kolom Equal Variances Assumed dan baris Levene’s Test Equality of

    Variances menunjukkan bahwa F = 0,554. Sementara itu, nilai Sig. atau nilai P =

    0,459. Berarti nilai P > 0,05. Hal tersebut memiliki makna bahwa varian populasi

    kedua kelompok adalah sama atau homogen. Sehingga, populasi dari dua

    kelompok tersebut dianggap tidak memiliki perbedaan.

    Hasil analisis Levene’s Test Equality of Variances menghasilkan asumsi

    varian antar populasi yang sama, sehingga perlu memperhatikan hasil analisis uji

    t-test independent samples pada kolom Equal Variances. Pada baris t-test for

    Equality of Means diperoleh t = -1.498, yang berarti rasio rata-rata perbedaan

    dengan standar eror kelompok sulih suara lebih besar dibandingkan dengan

    kelompok teks terjemahan. Sementara itu nilai Sig. (2 tailed) atau nilai P = 0,138.

    Hal tersebut berarti nilai P > 0,05, yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan

    signifikan antara dua variabel. Hal tersebut juga berarti bahwa Ho ditolak. Dalam

    hasil analisis ini menyatakan bahwa penggunaan teks terjemahan dan penggunaan

    sulih suara relatif sama dalam meningkatkan pemahaman isi cerita.

    Berdasarkan analisis tersebut, maka hipotesis yang berlaku dalam efektivitas

    penggunaan ini adalah: Film “The Boy Who Cried Wolf” yang menggunakan teks

    terjemahan Bahasa Indonesia relatif sama atau lebih efektif dalam meningkatkan

    pemahaman isi cerita melalui unsur intrinsik cerita bagi siswa kelas 6 SD Kristen

    Kalam Kudus Surakarta dibandingkan dengan yang menggunakan sulih suara

    Bahasa Indonesia.

  • 16

    16

    Alasan berlakunya hipotesis tersebut adalah dua perlakuan yang

    dieksperimenkan ternyata memiliki hasil yang relatif sama yang ditunjukkan

    dengan perhitungan analisis menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan.

    Sulih suara terlihat lebih unggul dibandingkan dengan penggunaan teks

    terjemahan dalam meningkatkan pemahaman isi cerita, yang mana rata-rata skor

    kelompok sulih suara lebih unggul 0,54348 dibandingkan dengan rata-rata skor

    kelompok teks terjemahan. Namun, tidak adanya perbedaan yang signifikan

    antara dua kelompok tidak menghasilkan simpulan bahwa sulih suara lebih efektif

    dibandingkan dengan teks terjemahan.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teori medium is the message tidak

    berlaku dalam penelitian ini karena dua medium, teks terjemahan dan sulih suara,

    dapat dipahami dan dikuasai oleh responden secara berimbang. Sehingga,

    pemaknaan atas pesan dari medium yang berbeda menjadi cenderung sama.

    Hasil penelitian ini sekaligus membuktikan pemaparan Jeanne S. Chall

    dalam Tingkat Perkembangan Membaca pada Tahap 3 terbukti. Dalam pemaparan

    tersebut anak usia 11 tahun, yang merupakan batas tengah dari kelompok Tahap 3,

    sudah cukup memiliki kemampuan membaca dan mendengar yang mulai

    berimbang. Hasil penelitian ini sesuai dengan kondisi tersebut, yang mana skor

    tingkat pemahaman isi cerita kelompok sulih suara lebih tinggi karena anak-anak

    memiliki kemampuan mendengar yang lebih baik daripada kemampuan membaca.

    Namun, hasil analisis yang menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan

    menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan mendengar anak mulai

    berimbang.

    Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis penelitian

    eksperimen ini adalah:

    Film “The Boy Who Cried Wolf” yang menggunakan teks terjemahan Bahasa

    Indonesia relatif sama atau lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman isi

    cerita melalui unsur intrinsik cerita bagi siswa kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus

    Surakarta dibandingkan dengan yang menggunakan sulih suara Bahasa Indonesia.

  • 17

    17

    Makna dari berlakunya hipotesis tersebut lebih kepada antara film yang

    menggunakan teks terjemahan dengan film yang menggunakan sulih suara relatif

    sama dalam meningkatkan pemahaman isi cerita dalam film “The Boy Who Cried

    Wolf” bagi siswa kelas 6 SD Kristen Kalam Kudus Surakarta.

    Saran

    Berdasarkan data penelitian dan proses penelitian yang telah dijalankan, peneliti

    memberikan saran-saran sebagai berikut:

    1. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan guna

    memiliki spesifikasi-spesifikasi khusus terkait sarana dan prasarana

    pemutaran, seperti perangkat audio, perangkat pemutaran, kondisi ruangan,

    dan kondisi di sekitar ruang pemutaran. Sehingga, meminimalisir

    gangguang-gangguan dalam proses eksperimen, sekaligus dapat menjadi

    acuan apabila dalam pada kasus tertentu harus mengalami perubahan

    rencana terkait pemutaran.

    2. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian lanjutan untuk melakukan

    penelitian dengan menggunakan film durasi panjang. Sehingga, dapat

    mengetahui efektivitas penggunaan translasi, baik teks terjemahan dan sulih

    suara maupun jenis translasi lainnya, pada durasi yang lebih bervariasi lagi.

    3. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian lanjutan untuk melakukan

    pengujian terhadap rentang usia yang lebih luas. Sehingga, dapat

    memperoleh hasil yang lebih luas dalam mewakili tingkat pemahaman isi

    cerita film bagi anak-anak.

    4. Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, bagi peneliti yang

    tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan guna menguji kemampuan

    membaca responden, serta kemampuan bahasa terjemahan dan bahasa asli

    film karena kemampuan yang baik dalam hal-hal tersebut membantu

    responden dalam memahami isi cerita.

    5. Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, bagi peneliti yang

    tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan guna menguji penggunaan teks

    terjemahan dan sulih suara dengan melibatkan pihak-pihak yang

  • 18

    18

    berkompeten dalam melakukan alih bahasa ke dalam bentuk teks terjemahan

    maupun ke dalam bentuk sulih suara. Sehingga, penelitian yang dilakukan

    menggunakan translasi yang lebih baik secara kualitas serta meminimalisir

    kendala-kendala dalam translasi bahasa.

    6. Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, bagi peneliti yang

    tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan untuk melibatkan guru maupun

    pihak yang berkompeten untuk menyusun pertanyaan kuesioner dengan

    bobot pertanyaan yang berimbang antara item pertanyaan satu dengan yang

    lainnya. Karena dalam pembuatan kuesioner penelitian ini, hanya

    berdasarkan pada gagasan peneliti sendiri yang kemudian diuji reliabilitas

    untuk mengukur konsistensi pertanyaan. Namun, tidak banyak

    mempertimbangkan bobot pertanyaan satu dengan lainnya, yang bisa jadi

    tidak berimbang.

    Daftar Pustaka

    Baran, S. J., (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya

    [Introduction to Mass Communication Media Literacy and Culture]. Jakarta:

    Erlangga.

    Berger, Roloff, & Roskos-Ewoldsen. (2014). The Handbook of Communication

    Science [Handbook Ilmu Komunikasi]. Bandung: Nusa Media.

    Cintas, J. D., & Remael, A. (2014). Audiovisual Translation: Subtitling [E-book].

    New York: Routledge.

    Donaghy, K. The 5 Elements of a Short Story [File PDF]. Diunduh pada 26 April

    2016, melalui Film English, http://film-english.com/wp-

    content/uploads/2013/02/the-5-elements-of-a-short-story.pdf.

    Effective communication. (November 2014). Diakses 6 Maret 2016, melalui

    Communication Theory, http://communicationtheory.org/effective-

    communication/.

    filmindonesia. (2010). Daftar judul film Indonesia berdasarkan genre “children.”

    Diakses pada 23 Desember 2015, melalui filmindonesia.or.id,

    http://filmindonesia.or.id/movie/title/list/genre/children.

    Jones, H. D. (31 Oktober 2014). The Market for Foreign Language Films in the

    UK [Makalah Presentasi]. Migrating Texts colloquium. University College

    London.

    Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory

    [E-book]. California: SAGE.

  • 19

    19

    Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana.

    Munday, J. (2001). Introducing Translation Studies Theories and applications

    [Versi E-Book]. London: Routledge.

    Noer, M. (28 Maret 2011). Bagaimana Memulai Kebiasaan Membaca Dengan

    (Sangat) Cepat? Diakses pada 9 Mei 2016, melalui Membaca Cepat, .

    http://www.membacacepat.com/artikel/bagaimana-memulai-kebiasaan-

    membaca-dengan-sangat-cepat/.

    Nugroho, G., & Herlina, D. (2015). Krisis dan Paradoks Film Indonesia. Jakarta:

    Kompas.

    Nurudin (2011). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.

    Rakhmat, J. (2015). Psikologi Komunikasi (Ed. 30). Bandung: Remaja

    Rosdakarya.

    Şahin, A. (2012) Dubbing As A Type of Audiovisual Translation: A Study of Its

    Methods and Constraints Focusing on Shrek 2 (Thesis). Atilim Üniversitesi,

    Ankara.

    Schröter, T. (2005). Shun the Pun, Rescue the Rhyme? – The Dubbing and

    Subtitling of Language-Play in Film (Desertasi). Karlstad University,

    Karlstad.

    Silalahi, U. (2015). Metode Penelitian Sosial Kuantitatif. Bandung: Refika

    Aditama.

    Szarkowska, A. (2005). The Power of Film Translation. Translation Journal, 9(2).

    Diakses pada 9 Mei 2016, melalui Translation Journal,

    http://translationjournal.net/journal/32film.htm.

    Tănase, V. (2014). Pros and Cons of Subtitling and Dubbing of Audiovisual Texts

    in Children’s Programmes and Cartoons. Communication, Context,

    Interdisciplinarity, 3, 968–975.

    Tools4Reading, (Mei 2015). Chall’s Stages of Reading Development [Materi

    Instruksi]. Diunduh pada 26 April 2016, melalui

    http://tools4reading.com/web/wp-

    content/uploads/2015/05/challs_stages_of_reading_development.pdf.

    Trochim, W. M. K. (10 Oktober 2006). Two-Group experimental designs. Diakses

    pada 20 April 2016, from Research Method Knowledge Base,

    http://www.socialresearchmethods.net/kb/expsimp.php.

    Tubbs, S. L., & Moss, S. (2012). Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar

    Buku Pertama. Bandung: Remaja Rosdakarya.

    Vémola, J. (2009). Reflections of Marshall McLuhan’s Media Theory in t he

    Cinematic Work of David Cronenberg and Atom Egoyan (Thesis). Masaryk

    University, Brno.