Upload
eko-susanto
View
37
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Fakultas Kedokteran Ukrida
Approach to the Patient with
Chronic Fatigue
Referat Ilmu Kedokteran Jiwa FK UKRIDA
Di susun oleh :
Syaiful Anuar bin Rahmat
Pembimbing :
dr. Siregar, Sp. KJ
Chronic fatigue syndrome
Sindrom kelelahan kronis (CFS) atau encephalomyelitis myalgic di Inggris dan Kanada ditandai
dengan kelelahan berat 6 bulan atau lebih, sering disertai dengan myalgia, sakit kepala, faringitis,
demam ringan, keluhan kognitif, gejala gastrointestinal, dan kelenjar getah bening yang
melunak. Pencarian masih berlanjut untuk penyebab infeksi kelelahan kronis karena tingginya
persentase pasien yang melaporkan onset mendadak setelah penyakit seperti flu berat.1
Pada tahun 1988, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan kriteria
diagnostik yang spesifik untuk sindrom kelelahan kronis. Sejak itu, gangguan ini telah menarik
perhatian dari kedua profesi medis dan masyarakat umum. Kelainan ini diklasifikasikan dalam
revisi ke-10 Internasional Statistik Klasifikasi Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait (ICD-10)
sebagai kondisi yang tidak jelas dari etiologi yang tidak diketahui di bawah judul “Malaise and
Fatigue” dan dibagi menjadi asthenia dan cacat yang tidak ditentukan.1
Chronic fatigue syndrome atau sindrom kelelahan kronis adalah suatu sindrom yang
didefinisikan secara consensus. Tidak ditemukan etiologi yang menyebabkan kelelahan kronis.
Suatu studi dit ahun 1980-an menggambarkan sindrom kelelahan kronis disebabkan oleh virus,
walaupun tiada virus yang spesifik dianggap menyebabkan sindrom ini. CFS adalah suatu
sindrom klinis yang bertumpang tindih dengan pelbagai diagnosis psikiatri dan medis
(fibromyalgia, IBS, sindrom alergi multiple, multiple chemical sensitivity syndrome). 1
Kriteria mendiagnosis CFS, revisi tahun 1994, bertujuan untuk mendefinisikan CFS sebagai
kelelahan mental dan fisik yang parah, bukan somnolen atau disebabkan oleh kekurangan
motivasi melakukan aktivitas dan tidak disebabkan oleh kondisi medis yang terdiagnosis.2
1. Kriteria mendiagnosis CFS termasuklah
a. Kelelahan kronis seharusnya dievaluasi klinis sebagai “unexplained”, persisten dan
kambuh dengan onset yang baru atau jelas.
b. Tidak disebabkan oleh aktivitas fisik atau bertambah baik dengan istirahat
c. Penurunan produktivitas atau penghasilan adalah kriteria utama.
2. Adanya 4 atau lebih gejala sekarang
a. Gangguan memory jangka pendek atau perhatian yang cukup parah yang dilaporkan
pasien yang menyebabkan penurunan aktivitas yang bermakna
b. Sakit tenggorokan
c. Kelenjar getah beining servikal atau axila yang melunak
d. Myalgia
e. Nyeri sendi tanpa bengkak dan kemerahan
f. Nyeri kepala dengan pola dan keparahan yang tidak pernah dirasakan pasien
g. Merasa tidak bermaya saat bangun dari tidur
h. Malaise postexertional lebih dari 24 jam istirahat
i. Gejala berlangsung atau berulang selama 6 atau lebih bulan berturut-turut
3. Idiopathic chronic fatigue2
a. Dievaluasi secara klinis, kelelahan kronis yang tidak memenuhi kriteria CFS
b. Sebab tidak memenuhi kriteria jelas
4. Psychiatric exclusions2
a. Sekarang atau 2 tahun sebelumnya mempunyai riwayat; depresi dengan gejala psikotik,
gangguan bipolar, schizophrenia, gangguan waham, anorexia nervosa, bulimia,
penyalahgunaan zat (dalam 2 tahun sebelum onset kelelahan kronis)
5. Adanya gangguan cemas atau depresi nonmelancholic tidak menyingkirkan
diagnosisFibromyalgia – kondisi yang tumpang tindih yang dikarakterkan oleh kelelahan/fatigue,
disfungsi tidur, dan myalgia. Kriteria fibromyalgia yang direvisi menurut Wolfe
1. Riwayat nyeri musculoskeletal yang difus tidak kurang dari 3 bulan
2. Kelunakan yang ditemukan dengan palpasi di Sembilan trigger point bilateral
Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatic yang banyak yang tidak
dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Keluhan yang
diutarakan pasien sangat melimpa dan meliputi berbagi system organ seperti
gastrointesitinal, seksual saraf dan bercamour dengan keluhan nyeri. Gangguan ini
bersifat kronis, berkaitan dengan stressor psikologi yang bermaknan menimbukan
hendaya di bidang social dan okupasi serta adanya perilaku mencari perotlongan medis
yang berlebihan. Dikenal juga sebagai briquet’s syndrome.
3. Prevalensi sepanjang hidup 0.2 -2% pada wanita dan 0.2% pada pria. Wanita lebih
banyak menderita gangguan somatisasi dibandingkan pride dengan rasio 3:1. Awitan
ganggun ini sebelum usia 30 tahun dan biasanya dimulai ketika usia remaja.2
Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatic yang banyak yang tidak dapat
dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Keluhan yang diutarakan pasien
sangat melimpah dan meliputi berbagai system organ seperti gastrointesitinal, seksual saraf dan
bercamour dengan keluhan nyeri. Gangguan ini bersifat kronis, berkaitan dengan stressor
psikologi yang bermaknan menimbukan hendaya di bidang social dan okupasi serta adanya
perilaku mencari perotlongan medis yang berlebihan. Dikenal juga sebagai briquet’s syndrome.3
Prevalensi sepanjang hidup 0.2 -2% pada wanita dan 0.2% pada pria. Wanita lebih banyak
menderita gangguan somatisasi dibandingkan pride dengan rasio 3:1. Awitan ganggun ini
sebelum usia 30 tahun dan biasanya dimulai ketika usia remaja.3
Epidemiologi
Insiden dan prevalensi tepat sindrom kelelahan kronis yang tidak diketahui, namun kejadiannya
berkisar 0,007 persen menjadi 2,8 persen pada populasi orang dewasa umum. Penyakit ini
diamati terutama pada orang dewasa muda (usia 20 sampai 40). Sindrom kelelahan kronis juga
terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Wanita setidaknya dua
kali lebih mungkin sebagai laki-laki akan terpengaruh.1
Di Amerika Serikat, studi menunjukkan bahwa sekitar 25 persen dari populasi orang dewasa
umum mengalami kelelahan yang berlangsung 2 minggu atau lebih. Ketika kelelahan terus
berlanjut lebih dari 6 bulan, kondisi ini didefinisikan sebagai kelelahan kronis. Gejala-gejala
kelelahan kronis sering berdampingan dengan penyakit lain, seperti fibromyalgia, irritable bowel
syndrome, dan gangguan sendi temporomandibular.1
Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui. Diagnosis dapat dibuat hanya setelah semua penyebab
medis dan psikiatris lain penyakit kronis yang menyebabkan kelelahan telah dikeluarkan.
Penelitian ilmiah telah divalidasi ada tanda-tanda patognomonik atau tes diagnostik untuk
kondisi ini.1
Para pengkaji telah mencoba untuk melibatkan virus Epstein-Barr (EBV) sebagai agen etiologi
sindrom kelelahan kronis. Infeksi EBV, bagaimanapun, adalah terkait dengan antibodi spesifik
dan limfositosis atipikal, yang tidak hadir dalam sindrom kelelahan kronis. Hasil tes untuk agen
virus lainnya, seperti enterovirus, herpes, dan retrovirus, juga negatif. Beberapa peneliti telah
menemukan penanda nonspesifik kelainan kekebalan pada pasien dengan sindrom kelelahan
kronis; misalnya, mengurangi respon proliferasi limfosit darah perifer, namun tanggapan ini
mirip dengan yang terdeteksi pada beberapa pasien dengan depresi berat.1
Beberapa laporan telah menunjukkan gangguan pada hipotalamus-hipofisis-axis (HPA) pada
pasien dengan sindrom kelelahan kronis, dengan hypocortisolism ringan. Karena itu, kortisol
eksogen telah digunakan untuk mengurangi kelelahan tetapi dengan hasil yang samar-samar.
Sindrom kelelahan kronis mungkin bersifat genetic. Dalam sebuah penelitian, hubungan dalam
pasangan kembar untuk kembar monozigot lebih dari 2,5 kali lebih besar dari korelasi untuk
kembar dizigot. Penelitian lebih lanjut diperlukan, namun.1
Diagnosis dan gejala klinis
Karena sindrom kelelahan kronis tidak memiliki penanda patognomonik, diagnosisnya sulit
untuk ditegakkan. Dokter harus berusaha untuk menggambarkan semua tanda-tanda dan gejala
yang mungkin untuk memfasilitasi proses. Meskipun kelelahan kronis adalah keluhan yang
paling umum, kebanyakan pasien memiliki banyak gejala lain. Semakin keluhan pasien
dikeluarkan, dokter cenderung memikirkan berbagai keadaan penyakit yang disebabkan oleh
kelainan neurologis, metabolik, atau gangguan kejiwaan. Dalam kebanyakan kasus,
bagaimanapun, tidak ada gambaran gangguan yang jelas muncul dari hanya dari anamnesis.1
Pemeriksaan fisik juga merupakan sumber yang tidak dapat diandalkan untuk menegakkan
diagnosis. Selain kelelahan kronis, pasien juga mungkin mengeluhkan merasa hangat atau
menggigil dengan suhu tubuh normal, dan mungkin juga mengeluh nyeri kelenjar getah bening
tanpa adanya pembesaran. Temuan samar-samar ini dan lainnya tidak mengkonfirmasi atau
menyingkirkan gangguan.1
kriteria diagnostik CDC untuk sindrom kelelahan kronis, yang tercantum dalam termasuklah
kelelahan minimal 6 bulan, gangguan memori atau konsentrasi, sakit tenggorokan, kelenjar getah
bening yang melunak atau membesar, nyeri otot, arthralgia, sakit kepala, gangguan tidur, dan
malaise postexertional (selesai beraktivitas). Kelelahan, yang merupakan gejala yang paling
jelas, ditandai dengan kelelahan mental dan fisik yang parah, yang cukup untuk menyebabkan
penurunan 50% dalam aktivitas pasien. Onset biasanya bertahap, tetapi beberapa pasien memiliki
onset akut yang menyerupai penyakit seperti flu. Dalam beberapa kasus, terdapat korelasi yang
nyata ada antara CFS dan hipotensi neural , bagian dari disfungsi sistem saraf otonom. 1
Kasus berikut menggambarkan banyaknya ketidakpastian dan kesulitan yang terlibat dalam
diagnosis dan pengobatan.
Nn. J adalah seorang pustakawan berkulit putih berusia 35 tahun dengan riwayat penyakit
dahulu dengan sakit ringan dan tidak ada gejala kejiwaan sebelum terkena penyakit seperti flu.
Setelah 10 hari, episode akut berlalu, tapi ia terus merasa lesu dan mudah lelah. Dua minggu
setelah timbulnya penyakit ini, ia kembali bekerja tetapi tidak mampu untuk menyelesaikan
kerjanya yang biasanya berlangsung selama 8 jam sehari karena meningkatnya kelelahan dan
nyeri otot dan sendi yang difus dan berubah-ubah.
Dokter perawatan primer nya menyarankan naproxen (Naprosyn) dan menggalakkannya
mengikuti konseling kesabaran. Dokter mengatakan tiada apa-apa yang aneh tentang suasana
hatinya, dan meresepkan obat tidur untuk membantunya tidur. Pasien mengatakan tidak ada
perbaikan. Pasien kemudian mulai mengalami sakit kepala yang dirasakn bi-temporal. Setelah 3
bulan, pasien dirujuk ke rheumatologist yang mencoba untuk memberikan amitriptyline nya
(Elavil) 50 mg pada malam hari. Pasien memprotes keras, mengatakan bahwa ia tidak depresi,
hanya kelelahan.
Sebelumnya, pasien merupakan karyawan yang rajin dan jarang mengambil cuti atas alasan
sakit.Setelah 3 bulan, bagaimanapun, pasien terpaksa untuk mengambil cuti dan kembali untuk
tinggal bersama ibunya, karena dia tidak lagi memiliki sumber penghasilan. Dia terus
melaporkan nyeri seluruh tubuh, lesu dan mudah tersinggung, dan kurang tidur karena sakit.
Ketika dia tidur, pasien melaporkan bahwa dia tidak lagi terbangun dalam kondisi segar.
Enam bulan setelah timbulnya gejala awal, dia merujuk sendiri ke klinik reumatologi pusat
kesehatan akademik, di mana pasien tidak demam dan sehat tetapi marah tentang penyakitnya
yang berlarut-larut dan kondisi kehidupan yang memburuk. Dia mengaku kesulitan dengan
konsentrasi. Pemeriksaan sendi menunjukkan hasil normal tanpa nyeri gerak , merah, panas,
atau bengkak; kelunakan hadir di semua 18 sendi.
Ahli rheumatoidnya meresepkan amitriptyline 25 mg pada malam hari selama 4 hari dan
kemudian menyuruhnya untuk meningkatkan dosis dengan satu tablet sampai dia mencapai tidur
yang lebih baik atau mencapai dosis 150 mg. Pasien masih memprotes bahwa dia tidak tertekan,
dia mengambil obat antidepresan karena ia putus asa untuk mendapatkan bantuan. Sebulan
kemudian pasien kembali ke klinik reumatologi, masih bermusuhan dan tidak sabar, dengan
sedikit perubahan, dan dia kemudian diresepkan 20 mg fluoxetine (Prozac) di pagi hari selain
amitriptyline di malam hari.
Dalam waktu satu bulan dari selepas diterapi ini, kondisi pasien dirasakan agak membaik
dengan pengurangan gejala suasana hati, tidur, dan gejala sendi. Namun, ia masih terus
memiliki episode kelelahan, biasanya terkait dengan peristiwa kehidupan yang penuh stres. Dia
belum kembali bekerja. (Courtesy of Brian Anthony Fallan, M.D)1
a. General recommendations3
1. Diagnosis CFS tidak menggambarkan 1 jenis pengobatan.
2. Permasalahan bisa ditangani sama seperti menatalaksanai gangguan somatoform
a. Memberitahu pasien bahawa penyembuhan sempurna adalah sangat jarang.
b. Gangguan depresi dan cemas yang menjadi komorbiditas harus ditangani secara
agresif
3. Hubungan longitudinal dengan dokter yang merawat adalah factor terpenting dalam
penatalaksanaan
b. Riwayat penyakit
1. Focus terhadap gejala dan riwayat penyakit sebelumnya untuk menjelaskan penyebab
medis yang mungkin.
2. Mengambil data hasil evaluasi semua gejala tanpa etiologi yang jelas
3. Mencari riwayat penyakit sewaktu kanak-kanak atau model disabilitas dalam
keluarga
4. Mengidentifikasi alergi dalam keluarga
5. Riwayat penyalahgunaan zat
6. Riwayat penyakit dahulu yang menyebabkan pasien berasa lelah atau lesu
7. Mereview semua pengobatan
8. Menentukan gangguan dan kelainan neurologi sekiranya ada
c. Wawancara 3
1. Memberi kesempatan terhadap pasien untuk menceritakan tentang riwayat penyakit
yang sedang dialami
2. Memastikan keluhan yang dialami pasien
3. Menentukan tingkat fungsional pasien dan menetapkan aktivitas yang terganggu
akibat kelelahan dan tahapnya
4. Menilai kos disabilitas dan kerugian disabilitas ini terhadap pasien
5. Menentukan sekiranya pasien menolak adanya campuran penyebab fisik dan
psikologi yang menyebabkan kelelahan
d. Pemeriksaan pasien3
1. Menentukan tanda-tanda vital
2. Melakukan pemeriksaan fisik secara rinci
3. Menilai keperluan untuk melakukan ujian aktivitas fisik informal
e. Pemeriksaan laboratorium
1. Hitung darah lengkap
2. Laju endap darah
3. Uji fungsi hati
4. Kalsium, bilirubin dan glukosa
5. BUN, creatinine
6. Elektrolit
7. TSH
8. Urinalisi
f. Pemeriksaan laboratorium yang tidak dianjurkan3
1. Creatine kinase, ANA, rheumatoid factor
2. Foto toraks
3. Serologi darah
g. Lain lain uji laboratorium dengan indikasi3
h. Mempebesar kemungkinan diagnosis CFS
1. Mendapatkan data longitudinal
2. Data dari teman-teman dan keluarga
3. Mendokumentasi berat dan suhu
Differential diagnosis
Kelelahan kronis harus dibedakan dari gangguan endokrin (misalnya, hipotiroidisme), gangguan
saraf (misalnya, multiple sclerosis [MS]), gangguan infeksi (misalnya, diperoleh sindrom
defisiensi imun [AIDS], mononucleosis menular), dan gangguan kejiwaan (misalnya, gangguan
depresi). 4
Sampai dengan 80 persen pasien dengan sindrom kelelahan kronis memenuhi kriteria diagnostik
untuk depresi berat. Korelasi sangat tinggi sehingga banyak dokter percaya bahwa semua kasus
sindrom ini adalah gangguan depresi, namun pasien dengan sindrom kelelahan kronis jarang
melaporkan perasaan bersalah, keinginan bunuh diri, atau anhedonia dan menunjukkan sedikit
atau tidak ada penurunan berat badan. Juga, biasanya tidak ada riwayat keluarga depresi atau
beban genetik lainnya untuk gangguan kejiwaan ditemukan dan sedikit, jika ada, peristiwa stres
terjadi dalam kehidupan pasien yang mungkin memicu atau account untuk penyakit depresi.
Selain itu, meskipun beberapa pasien merespon dengan terapi antidepresan, banyak pasien yang
akhirnya menjadi refrakter terhadap semua agen psychopharmacology. 4
a. Acute situational fatigue
b. Gangguan depresi berat: comorbid diagnosis3
c. Gangguan panic
d. Gangguan bipolar mungkin pada pasien dengan baseline hipomanik atau siklotimik yang
tidak pernah didiagnosa sebelumnya
e. Penyalahgunaan zat yang tidak diketahui
f. Gangguan somatisasi3
1. Didapatkan pada 15% pasien CFS pada penelitian
2. Pasien dengan lapan atau lebih keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun;
setidaknya memilik 4 gejala nyeri, 2 gejala GI, 1 gejala seksual dan reproduktif dan 1
gejala mengarah kepada gangguan neurologi
3. Diagnosis atau CFS dan gangguan somatisasi sebagian tergantung kepada gejala
medis yang disebabkan oleh masalah fisik atau psikiatri
g. Gangguan nyeri
1. Kelelahan yang analog terhadapa gangguan nyeri kronis. Gejala bersifat kronis,
etiologi tidak diketahui, dengan dimensi afektif dengan persoalan mengenai
penyebab medis yang jarang ditemukan.
2. Sebagai analogi, kelelahan diwarnai dengan depresi, marah-marah dan cemas.
3. Perilaku fatigue, seperti perilaku nyeri, mencerminkan gejala kronis merubah
hubungan individual. Pasien bisa mengambil alih dengan memainkan perain sebagai
seorang pasien yang menderita disabilitas.Seperti pada pasien dengan penyakit
kronis, pasien dengan CFS mencatakan nilai yang tinggi dengan hipokondriasis,
depresi dan hysteria.
h. Hypokondriasis3
1. Dalam kondisi ini, pasien mempunyai keyakinan yang tinggi tentang sesuatu penyakit
sehingga pasien mengabaikan fakta.
i. Skizofrenia3
1. Diagnoiss skizofrenia mengeksklusikan CFS. Walaubagaimanapun, gejala prodromal
skizofrenia mungkin melibatkan penarikan social, gangguan fungsi dan kerja dan
preokupasi dengan waham. Jika waham dan paranoia tidak jelas, pasien mungkin
kelihatan mempunyai CFS.
j. Neuratsthenic neurosis atau neurasthenia
1. Kategori diagnosis ini dari International Classification of Disease mengidentifikasi
pasien dengan gejala CFS yang tidak memenuhi diagnosis medis atau psikiatri.
k. Karakter atau patologi
1. Keyakinan diri yang rendah mungkin dikaitkan dengan kelelahan kronis (Horowitz,
1996)
2. Individu yang suka menyendiri merupakan predictor kelelahan kronis.
3. Pasien yang mudah merasa malu atau disisihkan mungkin merasa sedih dan
merasakan kelelahan.
4. Pasien dengan neurosis mungkin mengkeluhkan kelelahan sebagai maksud untuk
mengawal interaksi interpersonal.
5. Pasien yang diisolasikan social dan secara kronis rentan mungkin tidak mempunyai
kemampuan untuk mengawal permintaan personal dan mengekspresikannya sebagai
kelelalahan yang kronis.3
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang dapat menjelaskan gejala
pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple, miastenia gravis, lupus eritematosus
sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan dari gangguan depresi berat, gangguan
kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.5
Prognosis
Pemulihan spontan jarang terjadi pada pasien dengan sindrom kelelahan kronis, namun dapat
terjadi perbaikan. Saat ini, sebagian besar laporan di lapangan dan prognosis didasarkan pada
sampel kecil. Dalam satu studi, 63 persen pasien dengan sindrom, difollow-up hingga 4 tahun,
melaporkan peningkatan dengan terapi. Pasien dengan prognosis terbaik biasanya tidak memiliki
penyakit jiwa sebelumnya atau bersamaan, mampu mempertahankan kontak sosial, dan terus
bekerja.6
a. Prognosis kurang bagus terhadap pasien denganlebih dari 8 gejala yang tidak bsia
dijelaskan
b. Prognosis kurang baik dengan distimia
c. Prognosis kurang baik terhadap pasien dengan keyakinan yang kuat terhadap tingkat
penyakit yang dihidapinya.
d. Prognosis kurang baik pada pasien yang telah menghidap penyakit lama.6
Penatalaksanaan
Pengobatan sindrom kelelahan kronis terutama bersifat supportif. Dokter harus terlebih dahulu
menjalin hubungan baikdan tidak mengabaikan keluhan pasien sebagai tanpa dasar. Keluhan
yang dihadap pasien tidak imajiner. Pemeriksaan medis dengan hati-hati diperlukan, dan evaluasi
status mental harus dilakukan, baik yang diarahkan untuk menyingkirkan penyebab lain untuk
gejala.
Tidak ada pengobatan yang efektif yang diketahui. Antivirus dan kortikosteroid tidak berguna,
meskipun beberapa pasien telah menunjukkan berkurangnya kelelahan dengan obat antiviral
amantadine (Symmetrel). Pengobatan simtomatik (misalnya, analgesik untuk arthralgia dan
nyeri otot) adalah pendekatan yang biasa, tetapi obat anti-inflammatory drugs (NSAID) tidak
efektif. Pasien harus didorong untuk melanjutkan kegiatan sehari-hari dan melawan kelelahan
mereka sebanyak mungkin. Mengurangi beban kerja yang jauh lebih baik daripada tidak bekerja
sama. Beberapa penelitian telah melaporkan efek positif dari terapi latihan bergradasi (GET).
Perawatan psikiatris yang diindikasikan, terutama ketika adanya depresi. Dalam banyak kasus,
gejala membaik nyata ketika pasien dalam psikoterapi. Terapi kognitif-perilaku ini sangat
berguna. Terapi ditujukan untuk membantu pasien mengatasi dan memperbaiki keyakinan yang
keliru, seperti takut bahwa setiap kegiatan yang menyebabkan kelelahan memperburuk
gangguan. Agen farmakologis, terutama antidepresan dengan kualitas nonsedasi, seperti
bupropion (Wellbutrin), mungkin dapat membantu. Nefazodone (Serzone) dilaporkan untuk
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kualitas tidur dan memori pada beberapa pasien.
Analeptics (misalnya, amfetamin atau methylphenidate [Ritalin]) dapat membantu mengurangi
kelelahan. 2
Strategi tatalaksana 3
a. Prinsip evaluasi medis
1. Memikirkan kemungkinan diagnosis medis yang bisa dirawat saat melakukan
evaluasi medis.
2. Mengedukasikan pasien tentang peran inaktivitas dalam menyebabkan kelelahan.
3. Menetapkan perbaikan fungsi sebagai target terapi.
4. Tidak memberikan status disabilitas permanen kepada pasien. Hal ini akan
menyebabkan pasien menjadi tidak produktif.
5. Memikirkan psikoterapi dan intervensi psikotropi mungkin menjanjikan perbaikan.
6. Prognosis bergantung kepada keterbukaan terhadap pengobatan.
b. Medikasi psikotropik
1. Memulai antidepresen sebagai komorbiditas depresi, dan mentitrasikan dosis dengan
memikirkan efek samping.
2. Laporan terisolasi melaporkan keuntungan terapi dari nortriptyline, venlafaxine atau
buproprion.
3. Hasil bercampur melaporkan fluoxetine dalam studi terkontrol, tetapi dosis terapi,
toleransi efek sampik dan sampel yang heterogen mungkin membataskan factor
metodologi.
4. Amitriptyline dan siklobenzaprine, yang mungkin bermanfaat dalam fibromyalgia,
tidak menunjukkan manfaat dalam satu studi,tetapi strategi dosis mungkin tidak
fleksibel (Carrette, 1994)
5. Benzodiazepine mungkin bermanfaat kepada pasien dengan gangguan panic
walaupun awalnya disedasi.
c. Tatalaksana kognitif yang dikembangkan oleh Wessely dan Sharpe, 19953
1. Menerangkan dengan jelas tujuan-tujuan dari rehabilitasi
2. Tidak menganjurkan evaluasi atau pengobatan alternative
3. Mengingatkan kepada pasien bahawa pengobatan mungkin meningkatkan kelelahan
sementara.
4. Mengidentifikasi keparah dari standar all-or-none pasien
5. Menggantikan tangggungjawab dari penyakit dengan tanggungjawab terhadap
rehabilitasi
6. Mengingatkan kepada pasien perbaikan control dan fungsi adalah tujuan.
7. Menekankan perbaikan fungsi.
Kelelahan harusnya ditangani aktif, sebaiknya sebelum telah menjadi kronis. Ketika penyebab
penyakit tertentu kelelahan dapat diidentifikasi ini harus ditatalaksana. Jika tidak ada diagnosis
penyakit dapat dibuat, atau jika pengobatan medis penyakit gagal untuk meredakan kelelahan,
strategi manajemen biopsikososial yang lebih luas adalah yang diperlukan. Diskusi dengan
pasien tentang kelelahan dan pengobatannya dapat dilengkapi dengan bahan tertulis.3
Pasien harus diberitahu bahwa mereka menderita kondisi umum yang bisa diobati dokter yang
mengambil serius dan tentang pengobatan perilaku yang dapat membantu. Pasien mungkin
khawatir tentang penyakit dan kebutuhan untuk penyelidikan medis dan pengobatan, dapat
dijelaskan kepada pasien bahwa tidak ada penyakit telah ditemukan, dan karenanya tidak ada
pengobatan berbasi penyakit yang dapat diberikan, tetapi dengan bantuan ada banyak yang
pasien dapat melakukan sendiri.3
Mengidentifikasi keyakinan yang tidak membantu – keyakinan yang berpotensi tidak
membantu harus didiskusikan. Jika pasien memiliki model etiologi sederhana (Seperti "Ini
semua karena virus") pendekatan alternatif berbasis pada formulasi biopsikososial dapat
diuraikan. Ini memiliki keuntungan untuk mengidentifikasi faktor hambatan untuk pemulihan.
Dokter dan pasien kemudian dapat bekerja sama untuk mengatasi hal ini.
Mengelola kegiatan dan penghindaran - peningkatan aktivitas bertahap dapat disarankan
kecuali ada kontraindikasi jelas. Adalah penting, bagaimanapun, untuk membedakan antara
peningkatan aktivitas yang dilakukan dengan bekerjasama dengan pasien daripada kegiatan yang
"dipaksa". Juga penting untuk menjelaskan bahwa variasi tidak menentu antara aktivitas yang
berlebihan dan berkurang tidak tidak membantu pemulihan jangka panjang dan bahwa
"menstabilkan" aktivitas harus diutamakan.
Depresi dan cemas - jika ada bukti adanya depresi percobaan obat antidepresan sementara dapat
diberikan. Pasien dengan kelelahan sering sensitif terhadap efek samping antidepresan. Namun,
jika mereka diberi informasi yang memadai tentang apa yang harus diharapkan ketika
pengobatan dimulai, dengan dosis kecil, sebagian besar pasien dapat mentolerir obat dengan
baik. Percobaan acak telah menunjukkan terapi psikologis seperti terapi perilaku kognitif untuk
sama efektif untuk depresi ringan sampai sedang.
Mengelola pekerjaan dan tekanan social - Pasien yang tetap dalam pekerjaan dapat tertekan
oleh karena pekerjaannya. Mereka yang telah meninggalkan kerja mungkin tidak aktif dan
demoralisasi dan tidak ingin kembali ke pekerjaan yang sama. Situasi ini memerlukan
pendekatan pemecahan untuk mempertimbangkan bagaimana mengelola tuntutan pekerjaan,
mencapai kembali kesenangan bekerja, atau untuk merencanakan karir alternatif.4
Gambar 1 menunjukkan efisiensi dari CBT1
Intervensi farmakologis harus ditujukan untuk mengatasi atau mengendalikan gejala yang
dialami oleh individu dengan Sindrom Kelelahan kronis karenatidak ada terapi obat yang secara
langsung akan mengobati sindrom itu sendiri.
Bukti dasar untuk intervensi farmakologis untuk Sindrom Kelelahan Kronis telah dinilai oleh
Institut Nasional untuk Clinical Excellence, yang menyimpulkan bahawa kebanyakan studi
bersifat kecil, dengan sangat sedikit menunjukkan efek yang menguntungkan terhadap pasien.
Perbaikan yang signifikan bagi individu dengan kelelahan ditemukan dalam percobaan
dexamphetamine tetapi penurunan nafsu makan adalah efek samping.
Bagi individu yang susah tidur atau menderita sakit, bukti menunjukkan bahwa antidepresan
trisiklik dosis rendah, khususnya amitriptyline, bisa efektif. Namun, ini kontraindikasi pada
individu yang sudah mengambil serotonin selektif reuptake inhibitor (SSRI) karena potensi
interaksi yang serius.
Individu mungkin menganggap saran percobaan obat antidepresan secara negatif - ini bisa
memperkuat pandangan bahwa gangguan mereka dipandang sebagai psikologis atau imajiner.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) telah membuat sejumlah
rekomendasi terhadap intervensi farmakologi yang TIDAK harus digunakan untuk pengobatan
sindrom kelelahan kronis
Inhibitor monoamine oxidase (seperti meclobamide)
Glukokortikoid (seperti hidrokortison)
Mineralokortikoid (misalnya fludrocortisone)
Dexamphetamine (digunakan dalam ADHD)
Methylphenidate (digunakan dalam ADHD)
Tiroksin
Antivirus.
Perlu diingat bahwa, meskipun tidak ada dasar bukti untuk mendukung ini, ada bukti anekdot
bahwa individu dengan CFS melaporkan toleransi yang lebih besar dan peningkatan efek
samping obat yang lebih tinggi. Pertimbangan harus diberikan untuk memulai setiap pengobatan
farmakologis dengan dosis lebih rendah dari praktek klinis biasa, dan meningkatkan dosis
perlahan-lahan untuk menghindari toleransi atau efek samping yang tidak diinginkan.
Manajemen nyeri
Sejumlah individu dengan Sindrom Kelelahan kronis mungkin menderita sakit kronis. Jika ini
adalah gejala utama, rujukan ke klinik manajemen nyeri harus dipertimbangkan.
Cognitive Behavioural Therapy
Cognitive Behavioural Therapy adalah terapi psikologis tertentu, berdasarkan prinsip-prinsip
teoritis yang mendasari, dengan dasar bukti yang luas di berbagai kondisi. Terapi ini bertujuan
untuk mengurangi tingkat gejala, kecacatan dan distress terkait dengan Chronic Fatigue
Syndrome. CBT atau pendekatan psikologis untuk gangguan ini tidak berarti bahwa gejala
psikologis, 'direkayasa', tetapi adalah pengobatan yang paling umum untuk Sindrom Kelelahan
kronis.
Perlu diingat, bahwa meskipun terapi ini digunakan dengan banyak kondisi (misalnya, depresi,
gangguan makan, rehabilitasi jantung, diabetes, nyeri kronis) ianyabukan terapi yang efektif
untuk semua individu, dan memerlukan individu yang terampil dalam pengiriman teknik CBT
khusus untuk menangani CFS. Perawatan melibatkan periode aktivitas dan istirahat yang
direncanakan, meningkat secara bertahap dalam latihan dan aktivitas, dan melihat keyakinan dan
asumsi yang mungkin berdampak pada kesehatan psikologis individu. Durasi terapi biasanya
sekitar 12-16 sesi dan dapat berlangsung selama enam bulan sampai satu tahun.
Indikator prediksi hasil yang buruk dari CBT meliputi tingkat aktivitas pasif, miskinfungsi sosial
dan pekerjaan sebelum terjadinya kelelahan, ketika seorang individu terlalu berfokus pada gejala.
Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa orang yang pensiun atau mengklaim
tunjangan cacat selama periode CBT akan mendapatkan keuntungan lebih dari terapi.2
Graded exercise therapy
Graded exercise therapy adalah rencana latihan terstruktur, di mana aktivitas fisik dasar yang
bisa dicapai dan disepakati secara bertahap meningkat untuk mencapai aktivitas dari waktu ke
waktu.2
Individu disarankan untuk tidak melebihi tingkat aktivitas yang direncanakan. Terapi ini harus
dilakukan oleh dokter yang terlatih dengan pengalaman kerja dengan Chronic Fatigue Syndrome.
Jika individu melebihi tingkat aktivitas yang direncanakan, atau GET diperkenalkan atau
dilaksanakan pada tingkat yang terlalu tinggi, individu dapat mengalami eksaserbasi dari gejala
mereka. Ada beberapa bukti yang menyatakan adanya tingkat compliance yang rendah dengan
GET - mungkin pada individu dengan Sindrom kelelahan kronis lebih parah menemukan semua
bentuk latihan bermasalah. Rencana tersebut mungkin setiap hari atau mingguan dan akan
terlihat menyebar dan menuntut aktivitas periode yang lebih lama misalnya seminggu, dan untuk
memecah tugas ke dalam bagian dikelola kecil2
Manajemen kegiatan
Manajemen Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan rencana terstruktur untuk
menyeimbangkan kegiatan yang berbeda,2
Nutrisi dan Diet
Intervensi diet termasuk suplemen umum, ekstrak serbuk sari, obat jamur, acclydine (alkaloid
yang merangsang pelepasan hipofisis pertumbuhan hormon), asam amino, suplemen asam lemak
esensial dan suplemen magnesium terbukti memiliki efektivitas yang tidak diketahui.
Sekelompok pasien dengan sindrom pasca-virus melakukan laporan efek menguntungkan secara
keseluruhan dengan suplemen asam lemak esensial dengan perbaikan langkah-langkah gejala.
Suplemen magnesium memiliki efek positif perbaikan secara keseluruhan dari segi energi, reaksi
emosional, kesehatan umum dan hasil laboratorium, tapi tidak dalam tidur, mobilitas fisik atau
isolasi sosial.
Individu dengan CFS mungkin memiliki berbagai masalah dengan gizi karena kondisi mereka
dan harus dirujuk ke ahli gizi jika sesuai.1
Isu-isu ini meliputi:
Berat badan karena kurangnya mobilitas
Berat badan akibat gizi buruk
Kesulitan makan karena kelelahan dan / atau nyeri
Sulit atau sakit saat menelan, sakit tenggorokan
Mual atau fisik sulit untuk istirahat dan tidur. 1
Kesimpulan
Kelelahan adalah gejala yang penting untuk pasien dan memiliki dampak besar pada kualitas
hidup mereka. Masalah ini masih kurang dipahami dan sampai sekarang mungkin tidak diberi
perhatian yang cukup oleh dokter. Manajemen awal dan aktif kelelahan dalam perawatan primer
dapat mencegah perkembangan ke kronisitas. Pasien yang telah mengembangkan sindrom
kelelahan kronis bisa mendapat manfaat dari perawatan khusus. Memberi lebih perhatian kepada
gejala kelelahan dapat membantu untuk menghindari distress dan prognosis yang buruk yang
berhubungan dengan pasien merasa bahwa mereka masalah yang tidak diterima atau dipahami.
Mungkin juga mengurangi angka pasien yang beralih ke pendekatan alternative yang belum
terbukti dan bahkan berbahaya.7
Daftar pustaka
1. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th ed. Lippincott
Williams and Wilkins: Philadelphia. 2007.
2. Richard M. Michael S. Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ publishing group:
London. 2003.
3. Theodore AS. John BH. Peter LS. MGH Guide to Psychiatri in Primary Care. McGraw-
Hill: New York
4. Maulany RF. Setio M: Buku Saku Psikiatri, Edisi I, Jakarta; EGC, 1997
5. Maslim, R.: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Jakarta, 2001
6. Chronic Fatigue Syndrome. 2007. Diunduh dari welfare.ie/en/downloads/protocol5.pdf.
Diunduh tanggal 10 Januari 2015
7. Fatigue – a rational approach to investigation. Diunduh dari racgp.org.au//fatigue/.
Diunduh tanggal 10 Januari 2015