Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa
pariwisata adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan
ekonomi manusia. Hal ini dirasakan oleh Negara-negara yang ada, termasuk
Indonesia. Pariwisata adalah istilah yang memberikan apabila seseorang
wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, dengan kata lain aktivitas dan
kejadian yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan
(Sutrisno 2008, h.23). Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai
kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekidjo 2000,
h.27).
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan
yang semula hanya dinikmati oleh sebagian orang-orang yang relative kaya. Pada
awal abad ke 20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini tidak
terjadi di Negara maju tetapi mulai dirasakan pula di Negara berkembang. (Pendit
2002, h.65).
Indonesia terus berupaya meningkatkan sektor pariwisata, yang
diharapkan terus mampu meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat
serta berkontribusi pada produk domestik bruto, hal ini sesuai dengan kajian
bahwa jika mesin penggerak penyerapan tenaga kerja pada abad ke-19 adalah
pertanian, pada abad ke-20 adalah industri manufaktur dan pada abad ke-21
1
2
adalah pariwisata (Wahab 2009, h.49). Keberhasilan pengembangan sektor
kepariwisataan, berarti akan meningkatkan perannya dalam penerimaan daerah,
dimana kepariwisataan merupakan komponen utamanya dengan memperhatikan
juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti jumlah wisatawan, pemerintah,
dan lingkungan ekonomi.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan
sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan
asli daerah, maka program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan
potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pembangunan ekonomi. Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai
multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor
pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane 2004,
67).
Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa
Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,
mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek
dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan
mempererat persahabatan antar bangsa.
Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun
3
investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan
jasa. Selama berwisata, wisatawan berbelanja, sehingga secara langsung
menimbulkan permintaan pasar barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara
tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk
berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut.
Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang
transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan
dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain
(Spillane 2004, h.68).
Provinsi Aceh memiliki berbagai jenis objek wisata yang dapat menarik
para wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Diantaranya : Lhok Nga,
Pulau Sabang, Ulee Lhee, Cagar Budaya, Mesjid, Kuliner, dan lain sebagainya
yang sangat indah dan mengagumkan para pengunjung. Hal ini dikarenakan
kondisi alamnya yang segar dan nyaman serta budaya masyarakat setempat yang
memiliki keramah-tamahan sehingga pada akhirnyanya banyak wisatawan yang
suka.
Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Provinsi Aceh. Kabupaten ini memiliki potensi wisata yang dapat dijadikan
sebagai salah satu sektor sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Aceh Selatan
memiliki beraneka ragam pariwisata, dari keindahan lautnya, dan terkenal dengan
pantainya Tapak Tongkat Tuan Tapa (Kecamatan Tapak Tuan), Goa Kelongsong
(Kecamatan Labuhan Haji), Sungai Batu Berhujan (Labuhan Haji Timur), Makam
Syek Muda Wali (Kecamatan Labuhan Haji Barat), Air Terjun Ceureucue
4
(Kecamatan Meukek), Goa Muslimin (Kecamatan Sawang), Pantai Batu Berlayan
(Kecamatan Samadua), Gunung Terbang (Pasie Raja), Mesjid Tuo Pulo Kambing
(Kecamatan Kluet Utara), Arung Jeuram Jambor Teka Mega (Kluet Tengah),
Pusat Penelitian Orang Utan (Kecamatan Kluet Timur), Hutan Lindung TNGL
(Kecamatan Kluet Selatan) dan lain sebagainya yang cukup menarik perhatian
masyarakat. Di samping itu juga, banyak terdapat pariwisata kuliner maupun
makanan khas Aceh Selatan. Seluruh ikon tersebut dapat berkontribusi dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah itu.
Namun demikian, aktivitas wisata yang ada ini tidak mengesampingkan
dengan hukum syariat islam yang berlaku di daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat
dari wisata pemandian yang ada dengan memberlakukan pemisahan antara laki-
laki dan perempuan, dan juga pakaian yang digunakan tidak melanggar aturan
yang telah diberlakukan di daerah tersebut.
Hasil survey awal yang telah peneliti lakukan, dari data Dinas Pariwisata
Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir (2010 - 2014) menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan jumlah anggaran dalam setiap tahunnya. Tahun 2010,
jumlah anggaran sektor pariwisata sebesar 42.645.902; Tahun 2011 sebesar
38.381312; Tahun 2012 sebesar 47.384.335; Tahun 2013 sebesar 49.023.500; dan
pada Tahun 2014 semakin meningkat yakni sebesar 53.813.271. Secara umum
dari tahun ke tahun jumlah anggaran tersebut terus meningkat dan berdampak
positif pada peningkatan pendapatan asli daerah serta secara langsung
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan. Secara
5
lebih rinci terkait dengan jumlah anggaran sektor pariwisata selama 5 tahun
terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata
Selama 5 Tahun Terakhir.No.
Tahun Jumlah Anggaran
1 2010 42.645.9022 2011 38.3813123 2012 47.384.3354 2013 49.023.5005 2014 53.813.271
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2015.
Kontribusi penerimaan atau pajak dari akomodasi selama 5 tahun terakhir
(2009 sampai dengan 2013) yaitu 2009 sebesar 22.041.460, tahun 2010 sebesar
34.446.800, tahun 2011 sebesar 31.481.250, tahun 2012 27.361.750, dan tahun
2013 sebesar 26.570.000. Berikut ini secara lengkap dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 1.2Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata
Selama 5 Tahun Terakhir.No.
Tahun Kontribusi Penerimaan/Pajak
1 2009 22.041.4602 2010 34.446.8003 2011 31.481.2504 2012 27.361.7505 2013 26.570.000
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
Data pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun
terakhir (2010 sampa dengan 2014), tahun 2010 sebesar 4,19, tahun 2011 sebesar
4,47%, tahun 2012 4,56%, tahun 2013 sebesar 4,27%, dan pada tahun 2014
sebesar 4,49%. Tabel 3 menjelaskan secara rinci tentang pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Aceh Selatan.
6
Tabel 1.3.Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan
Selama 5 Tahun Terakhir.No.
Tahun Perttumbuhan Ekonomi (%)
1. 2010 4,192. 2011 4,473. 2012 4,564. 2013 4,275. 2014 4,49
Sumber : BPS Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
Sejalan dengan penjelasan ketiga Tabel 1.3di atas, dapat terlihat bahwa
setiap tahun anggaran terjadi peningkatan, hal ini terjadi karena kebutuhan dari
sektor pariwisata terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
di Kabupaten Aceh Selatan. Walaupun demikian, anggaran yang telah dikeluarkan
mendapatkan pendapatan (feedback) yang dikeluarkan berpengaruh terhadap
kontribusi penerimaan pajak. Selain itu, baik secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten tersebut.
Di samping itu, apabila sektor pariwisata penerimaan pajak tidak
berpengaruh secara signifikan, hal ini dapat disebabkan oleh sektor lainnya yang
tidak menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini, namun demikian sudut pandang
sektor pariwisata mampu memberikan kontribusi peningkatan pertumbuhan
ekonomi walau secara persentase tidak terlalu besar.
Dengan demikian, perubahan anggaran dan penerimaan pajak dari sektor
pariwisata pada setiap tahunnya sangat penting dipahami. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh sektor pariwisata tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Aceh Selatan.
7
Berdasarkan penjelasan pada uraian di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh sektor pariwisata terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahannya, bagaimana pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh
Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Penulis
Dapat dijadikan sebagai wahana bagi peneliti dalam penerapan dan
pengembangan ilmu pengetahuan serta wawasan yang dimiliki dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
2. Lingkungan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber
referensi dan bacaan bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar, khususnya
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi.
8
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berisikan
tentang pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Aceh Selatan.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain, yang akan melakukan penelitian
berkaitan dengan penelitian ini.
1.5 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah pada Bagian
Pertama pendahuluan yang berisi tentang pokok – pokok pembahasan mengenai
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, serta
sistematika pembahasan.
Bagian Kedua Tinjauan Pustaka meliputi Pertumbuhan Ekonomi,
Pariwisata, Peranan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah,
Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Perumusan Hipotesis.
Bagian Ketiga Metode Penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel,
sumber dan teknik pengumpulan data, model analisis data, serta definisi
operasional variabel.
Bagian Keempat Hasil Penelitian dan Pembahasan yang terdiri dari
Gambaran Daerah Penelitian, Pengujian Data, dan Analisis Kuantitatif.
Bagian Kelima Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari Kesimpulan dari
penelitian dan saran yang diberikan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Bodie, et.al. (2006, h.72), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai suatu kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang
bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.
Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya
kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan)
dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
Menurut Boediono (2009, h.71), pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi terjadi
apabila ada kecenderungan output per kapita untuk naik yang bersumber dari
kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar
atau bersifat sementara. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output
per kapita. Dalam hal ini, terdapat dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu dari sisi
output totalnya (PDB) dan sisi jumlah penduduknya.
Proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan melihat apa
yang terjadi dengan output total dan jumlah penduduk. Aspek lain dari definisi
“pertumbuhan ekonomi” adalah perspektif waktu. Suatu perekonomian tumbuh
apabila dalam jangka waktu yang cukup lama mengalami kenaikan output per
kapita. Pada suatu saat memang bisa terjadi penurunan output, tetapi apabila
selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan
9
10
kecenderungan yang meningkat, maka dapat dikatakan bahwa terjadi
pertumbuhan ekonomi (Boediono 2009, h.71).
2.1.1 Teori Solow
Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan,
pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output
perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk
menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan
dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw 2006,
h.68).
Menurut Ariefianto (2012, h.42) dari model pertumbuhan Solow, yang
akan dibahas adalah bagaimana tabungan (akumulasi modal) dapat mempengaruhi
pertumbuhan. Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan
permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Pada tahap ini kita
akan mengasumsikan bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah tetap.
Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang
menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada persediaan modal (K) dan tenaga
kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut: Y = F (K, L) (Ariefianto 2012, h.43).
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi
memiliki pengembalian skala konstan (constant return to scale). Fungsi produksi
dengan pengembalian skala konstan memungkinkan analisa seluruh jumlah
perekonomian relatif terhadap besarnya angkatan kerja. Apabila setiap input
11
dilipatgandakan sebesar c kali maka input juga akan bertambah sebesar c kali,
yang dirumuskan sebagai berikut: cY = F (cK, cL) (Ariefianto 2012, h.44).
Apabila c = 1/L, maka kita akan dapatkan Y/L = f (K/L, 1). Apabila y =
Y/L; k = K/L dan f (k) adalah f (K/L, 1) maka persamaan dapat ditulis kembali
menjadi y = f(k). Berdasarkan persamaan di atas kita dapat melihat bahwa output
per kapita merupakan fungsi dari modal per pekerja. Persamaan ini sesuai dengan
definisi pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan output per kapita. Permintaan
terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan
kata lain output per pekerja (y) dibagi di antara konsumsi per pekerja (c) dan
investasi per perkerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut: y = c + I (Putri 2009,
h.59).
Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung
sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s), yang
dirimuskan sebagai berikut: c = (1-s) y. Untuk mengetahui apakah fungsi
konsumsi tersebut berpengaruh terhadap investasi, maka dengan subsitusi
persamaan, didapat fungsi sebagai berikut: y = (1-s) y + i atau dapat ditulis
sebagai berikut: i = sy. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa investasi sama
dengan tabungan, jadi tingkat tabungan juga merupakan bagian dari output yang
menunjukkan investasi (Suharyono 2009, h.41).
2.1.2. Teori Harrod-Domar
Menurut Sukirno (2010, h.75), Teori Harrod-Domar menekankan
pentingnya peran akumulasi modal dalam proses pertumbuhan. Dimana setiap
perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
12
nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun
demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-
investasi baru sebagai tambahan stok modal. Harrod-Domar menitikberatkan
bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu menumbuhkan
pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas produksi dengan cara
memperbesar persediaan modal
Secara sederhana teori Harrod-Domar adalah misalnya pada suatu waktu
tercipta keseimbangan pada tingkat full employment income, maka untuk
memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun dibutuhkan sejumlah pengeluaran.
Karena investasi itu harus cukup untuk memenuhi kenaikan output yang
ditimbulkannya. Oleh karena itu, investasi harus selalu ada supaya keseimbangan
tidak terganggu, sebab bila tidak pendapatan per kapita akan turun karena adanya
penduduk yang bertambah (Suharyono 2009, h.42).
2.1.3 Produk Domestik Bruto
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur pendapatan
total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw 2006, h.73). Produk Domestik
Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output
barang dan jasa pada periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja
ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB suatu negara maka dapat dikatakan bahwa
semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Sebenarnya banyak sekali
faktor yang mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap PDB.
13
Namun menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat faktor yang
secara positif mempengaruhinya, keempat faktor tersebut adalah konsumsi (C),
investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor neto (NX). Keempat faktor
tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, suku bunga, tingkat
inflasi, money supply, nilai tukar, dan sebagainya.
2.2 Pariwisata
2.2.1 Pengertian Pariwisata
Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-Undang RI No.10 Tahun 2009,
tentang kepariwisataan, disebutkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Konsep Pariwisata.
Sedangkankepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata yang bersifat multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dengan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan
pengusaha.
Pariwisata berasal dari kata yakni, Pari dan Wisata. Pari diartikan sebagai
banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata dapat
diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan
kata travel; dalam bahasa Inggris. Maka kata Pariwisata dapat diartikan sebagai
perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke
tempat lain, yang dalam bahasa Inggris disebut tour (Yoeti 2001, h.39). Pariwisata
14
dapat juga diartikan sebagai kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan
mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki
kesehatan, menikmati olah raga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah, dan
lain-lain, pariwisata bukanlah merupakan kegiatan yang baru saja dilakukan oleh
manusia masa kini.
Oleh karena itu, pariwisata mengandung nilai ekonomi ynag tinggi bagi
pemanfaatan jasa tersebut sebagai komoditas ekonomi. Suatu perjalan dianggap
sebagai perjalanan wisata bila memenuhi persyaratan yang diperlukan yaitu : 1)
bersifat sementara, 2) bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi
paksaan, 3) tidak bekerja yang bersifat menghasilkan upah ataupun bayaran.
2.2.2 Jumlah Wisatawan Dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata
Menurut Soekadijo (2001, h.56), wisatawan adalah orang yang
mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang
didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang
didatanginya. Mereka yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang
melakukan kesenangan, karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang
melakukan perjalanan untuk pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya
sebagai perwakilan (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, keagamaan, atlit
dan alasan bisnis).
Secara teoritis dalam Austriana (2005, h.64), semakin lama wisatawan
tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang
dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut.Dengan adanya kegiatan konsumtif
baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik, maka akan memperbesar
15
pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu, semakin
tingginya arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata di suatu
daerah juga akan semakin meningkat.
2.2.3 Perilaku Pemerintah dalam meningkatkan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata
1. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah.Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari
identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang
merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur
tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah
bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikkan atau
menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari
pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah
tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya.
Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati
kebijaksanaan tersebut.
Susunan pengeluaran daerah ini disusun dengan mengaitkan penerimaan
daerah tersebut dalam sebuah susunan sistematis yang dinamakan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Menurut Mustopadidjaya (2007, h.53)
menyatakan bahwa Penyusunan rencana Anggaran Pengeluaran salah satu
16
kegiatannya adalah identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kebutuhan serta
mempertimbangkan kebijaksanaan yang menyangkut pengalokasian pada
program-program yang dihubungkan baik dengan tujuan perekonomian secara
keseluruhan maupun sasaran-sasaran spesifik sektoral dan regional tertentu.
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Yani 2002, h.72)
adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD. Selanjutnya oleh Mardiasmo (2002) dikatakan
bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan
dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.
Menurut Kunarjo (2006, h.62), menyatakan bahwa salah satu fungsi
spesifik anggaran daerah dalam proses pembangunan ialah sebagai instrumen
kebijakan fiskal yaitu dengan mengubah prioritas dan besar alokasi dana APBD,
kemudian digunakan mendorong, memberikan fasilitas serta mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat. Selanjutnya menurut Guritno (2008,
h.52), bahwa dalam pengeluaran pemerintah senantiasa didasarkan atas analisis
manfaat dan biaya sebagai landasan dalam mengevaluasi sumber-sumber ekonomi
agar pemanfaatannya dilakukan secara efisien. Hal tersebut harus dilakukan
mengingat peranan pemerintah masih sangat dibutuhkan dengan berbagai
program, sedangakan biaya atau dana terbatas.
Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Belanja daerah
dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib,
urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
17
yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau
antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi
dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi
kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,
pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar
pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Klasifikasi
belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Permendagri
No. 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1) terdiri dari 25 belanja urusan wajib dan 7
belanja urusan pilihan.
Untuk meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pariwisata dengan
sektor lain, maka digunakan dasar Undang-Undang Nomor 64 Tahun 2014
Tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja kepariwisataan di
pusat maupun daerah.
2. Lingkungan Ekonomi (PDRB) dalam Peningkatan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata
Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang penting untuk
mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu, yang
ditunjukan dengan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar
harga berlaku maupun atas harga konstan.
18
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan seluruh nilai tambah
yang dihasilkan (barang dan jasa) oleh seluruh sektor atau lapangan usaha yang
melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tanpa memperhatikan kepemilikan
atas faktor produksi yang dipakai. Secara agregat, PDRB suatu daerah
menggambarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu daerah,
struktur perekonomian suatu daerah, indikator tingkat kemakmuran, dan tingkat
pertumbuhan harga (inflasi/deflasi).
Untuk menghitung nilai PDRB ada tiga macam metode pendekatan yaitu :
1) Pendekatan produksi, merupakan jumlah netto atas suatu barang/jasa yang
dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan dalam jangka
waktu tertentu (satu tahun). Kelemahan pengukuran metode melalui
pendekatan produksi ini adalah sering terjadinya perhitungan ganda (double
counting). Perhitungan ganda ini akan terjadi jika beberapa output dari suatu
jenis usaha dijadikan input bagi jenis usaha lain. Untuk menghindari
perhitungan ganda tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menghitung nilai akhir (final goods) atau dengan menghitung nilai tambah
(value added).
2) Pendekatan pendapatan, merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah
(satu tahun). Balas jasa factor produksi tersebut adalah upah/gaji, sewa tanah,
bunga modal, dan keuntungan.
3) Pendekatan pengeluaran, dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang
dilakukan oleh semua sektor ekonomi, yaitu sektor rumah tangga, sektor
19
perusahaan, sektor pemerintah dan sektor luar negeri pada suatu masyarakat
atau negara pada periode tertentu(satu tahun) (Guritno 2008, h.58).
Untuk menghindari perubahan harga pada perhitungan PDRB, dilakukan
atas dasar harga konstan, sehingga perubahan yang diukur merupakan
pertumbuhan riil ekonomi.
Dalam penghitungan PDRB, menurut lapangan usaha dibagi menjadi 9
sektor yaitu :
1. Pertanian,
2. Pertambangan dan Penggalian,
3. Industri Pengolahan,
4. Listrik, gas dan air minum,
5. Bangunan,
6. Perdagangan, hotel dan restoran,
7. Angkutan dan komunikasi,
8. Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan,
9. Jasa-jasa.
Untuk menghasilkan total PDRB suatu daerah, maka nilai dari masing-
masing sektor kemudian dijumlahkan. Total PDRB umumnya ditampilkan dalam
dua bentuk yaitu total PDRB dengan mengikutsertakan sektor migas dan total
PDRB tanpa mengikutsertakan sektor migas.
Pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat
konsumsi perkapita yang selanjutnya menimbulkan intensif bagi diubahnya
struktur produksi (pada saat pendapatan meningkat, permintaan akan barang
20
manufaktur dan jasa pasti akan meningkat lebih cepat dari pada permintaan akan
produk-produk pertanian) (Todaro 2000, h.53). Kemudian jika dikaitkan dengan
pengadaan perjalanan wisata, tentunya pendapatan perkapita yang dapat
diindikasikan dengan PDRB, memiliki peran yang cukup positif terhadap
pengadaan perjalanan wisata itu sendiri sebab pada umumnya orang-orang yang
melakukan perjalanan wisata adalah orang-orang dengan tingkat sosial ekonomi
yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan waktu senggang serta tingkat
pendapatan (income) yang cukup besar. Artinya kebutuhan hidup minimum
mereka telah terpenuhi dan mempunyai cukup uang untuk membiayai perjalanan
wisata.
Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang dipengaruhi
oleh PDRB maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan
perjalanan wisata, yang pada akhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan
penerimaan daerah sektor pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.
3. Hubungan antara Jumlah Wisatawan terhadap Penerimaan Daerah di Sektor Pariwisata
Pada dasarnya wisatawan ingin melihat sesuatu yang jarang, unik dan
indah. Kebutuhan inilah yang akan mendorong pengembangan kreasi, penggalian,
pemeliharaan atau pagelaran seni yang baik. Dari pengembangan seni budaya
inilah yang pada mulanya menimbulkan adanya keuntungan ekonomi akan lebih
menjurus ke arah perkembangan jumlah daripada mutu yang baik maka seni
budaya dengan mutu yang baik akan tetap menonjol dan tidak tenggelam.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah yaitu dengan
mengoptimalkan potensi dalam sektor pariwisata. Keterkaitan industri pariwisata
21
dengan penerimaan daerah berjalan melalui jalur PAD dan bagi hasil pajak/bukan
pajak. Menurut Tambunan yang dikutip oleh Badrudin (2001, h.61), bahwa
industri pariwisata yang menjadi sumber PAD adalah industri pariwisata milik
masyarakat daerah (Community Tourism Development atau CTD). Dengan
mengembangkan CTD pemerintah daerah dapat memperoleh peluang penerimaan
pajak dan beragam retribusi resmi dari kegiatan industri pariwisata yang bersifat
multisektoral, yang meliputi hotel, restoran, usaha wisata, usaha perjalanan
wisata, profesional convention organizer, pendidikan formal dan informal,
pelatihan dan transportasi.
Secara teoritis dalam Austriana (2005, h.81) semakin lama wisatawan
tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang
dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan
makan, minum dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut. Berbagai
macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkan
gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuan wisata. Dengan
adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik,
maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah.
4. Hubungan antara Perilaku Pemerintah terhadap Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata
Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan
keterlibatan segenap unsur satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam
pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan
berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam
rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran
22
tersebut sebagian digunakan untuk administrasipembangunan dan sebagian lain
untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting.
Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan
mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi.
Dalam usaha pengembangan objek pariwisata sangat terkait di dalamnya
beberapa komponen pelaksana dimana antara yang satu dengan yang lain saling
mendukung. Komponen tersebut antara lain Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Aceh Selatan, pihak swasta dalam hal ini disebutkan sebagai investor
baik investor dalam negeri maupun investor luar negeri, masyarakat dan instansi
pemerintah lainnya, dimana dalam pengembangan objek wisata ini dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah. Pengembangan pariwisata ini tidak lepas
dari peran organisasi kepariwisataan pemerintah, seperti Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata yang mempunyai tugas dan wewenang serta kewajiban untuk
mengembangkan dan memanfaatkan aset negara yang berupa obyek wisata.
Sebagaimana suatu organisasi yang diberi wewenang dalam pengembangan
pariwisata diwilayahnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus menjalankan
kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya. Oleh karena
itu peranan organisasi kepariwisataan dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata merupakan salah satu hal utama dalam pengembangan pariwisata
disuatu daerah. Selain itu perlu pula disiapkan beberapa hal, seperti sumber daya
yang ada, mempersiapkan masyarakatnya serta kesiapan sarana penunjang
lainnya, karena bagaimanapun juga wisatawan menghendaki pelayanan yang
memuaskan.
23
5. Hubungan antara Lingkungan Ekonomi (PDRB) terhadap Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata
Hubungan antara PDRB terhadap penerimaan daerah sektor pariwisata,
yaitu dengan meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan pemerintah
daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya dengan
bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk
membayar pajak dan pungutan lainnya. Dalam konsep makro dapat dianalogikan
bahwa semakin besar PDRB yang diperoleh maka akan semakin besar pula
potensi penerimaan daerah. Jadi, dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini
mengindikasikan akan mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (Saragih
2003, h.47).
Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata
mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan
waktu senggang serta pendapatan (income) yang relatif besar. Artinya
kebutuhan hidup minimum mereka sudah terpenuhi.Mereka mempunyai cukup
uang untuk mebiayai perjalan wisata. Semakin besar tingkat pendapatan perkapita
masyarakat maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan
perjalanan wisata,yang pada akhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan
penerimaan daerah sektor pariwisata suatu daerah.
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perubahan PDRB. Hal ini sejalan dengan pendapat Bappenas (2003) yang
menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan
24
pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brata (2004)
menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi
didaerah, dan penelitian oleh Tambunan (2006, h.51) yang menyatakan
pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan kenaikan tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
6. Peranan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah
Pariwisata dikatakan sebagai suatu industri atau membentuk industri
dimana produknya baik barang maupun jasa yang diperhitungkan dalam industri
pariwisata berasal dari berbagai sektor yang sebagian atau seluruhnya dikonsumsi
oleh wisatawan antara lain : akomodasi, agen perjalanan, hotel, restoran,
transportasi, pramuwisata dan souvenir. Produk wisata ini merupakan rangkaian
barang dan jasa yang saling terkait membentuk suatu industri pariwisata.
Pengembangan pariwisata ini tidak dapat berdiri sendiri dan manfaat maksimal
hanya dapat dicapai bila pertumbuhannya selaras dengan usaha pengembangan
sektor-sektor lain.
Dalam taraf perkembangan saat ini, sektor pariwisata telah menjadi
industri yang bersifat internasional. Dari sektor pariwisata diharapkan mampu
memperoleh devisa dalam bentuk pengeluaran uang bagi para wisatawan
mancanegara maupun sebagai penanam modal asing industri pariwisata. Dengan
kata lain, akan meningkatkan penerimaan suatu negara/daerah.
2.2.4 Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sumbangan pariwisata dalam pertumbuhan ekonomi nasional dapat diukur
dengan bermacam-macam cara. Yang paling penting adalah sumbangannya pada
25
neraca pembayaran, pendapatan nasional, penciptaan lapangan kerja, dan sektor-
sektor lain. Pariwisata merupakan unsur penting dalam komponen “tak kelihatan”
dari neraca pembayaran. Oleh karena itu, pariwisata dipromosikan sebagai bagian
penting dari strategi untuk membayar biaya impor. Maka pariwisata merupakan
unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Pariwisata juga mempunyai akibat pengganda (multiplier)
terhadap pembagunan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun perubahan pada jangka panjang dalam struktur permintaan yang
mendorong perluasan dari sektor jasa dalam perekonomian, khususnya jasa
pariwisata. Semakin tinggi tingkat pendapatan nyata dan semakin banyak waktu
yang tersedia untuk berkunjung, maka semakin besar permintaan akan rekreasi
dan liburan dan manfaat lain dari pariwisata. Oleh karena itu, pariwisata
dipertimbangkan sebagai salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi
realitas untuk pertumbuhan jangka panjang.
2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian Fitri Rahayu (2006, h.54). Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata
Terhadap Perekonomian Kota Bogor. Hasil penelitian memperlihatkan sektor
pariwisata memiliki peran cukup penting terhadap pembentukan struktur
permintaan antara dan permintaan akhir. Tingginya permintaan akhir dibanding
dengan permintaan antara menunjukkan bahwa output sektor pariwisata sebagian
besar digunakan untuk dikonsumsi langsung dibandingkan sebagai input langsung
oleh sektor perekonomian lain. Dilihat dari hasil analisis keterkaitan sub sektor
pariwisata maka dapat dilihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan yang
26
memiliki nilai terbesar adalah sektor restoran. Untuk nilai keterkaitan output
langsung dan tidak langsung ke depan terbesar diduduki oleh sektor restoran.
Untuk keterkaitan ke belakang, baik keterkaitan langsung maupun langsung
dan tidak langsung ke belakang sektor pariwisata yang memiliki nilai terbesar
adalah sektor jasa angkutan.
Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, dapat disimpulkan bahwa
secara umum sektor pariwisata memiliki nilai koefisien penyebaran yang relatif
lebih besar dibanding dengan nilai kepekaan penyebarannya. Hal itu
menunjukkan bahwa keberadaan sektor pariwisata mempunyai kemampuan
menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan
dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.
Berdasarkan hasil analisis multiplier output, sub sektor pariwisata yang
memiliki nilai terbesar dalam perolehan nilai pengganda tipe I dan tipe II adalah
sektor jasa angkutan. Berdasarkan hasil analisis multiplier pendapatan sektor jasa
angkutan memiliki nilai pengganda tipe I dan tipe II terbesar. Berdasarkan hasil
analisis multiplier tenaga kerja sektor jasa angkutan memiliki nilai pengganda
untuk tipe I dan tipe II terbesar. Berdasarkan hasil analisis Multiplier standar
yang tergolong dalam sektor kunci sektor pariwisata adalah sektor jasa angkutan,
sektor hotel dan sektor restoran.
Asyhar Basyir (2014, h.65) pengaruh sektor pariwisata terhadap
pertumbuhan Ekonom di Kabupaten Jembrana Bali. Berdasarkan dapat diketahui
bahwa pengoptimalan sektor pariwisata dapat memajukan dan mensejahterakan
daerah wisata khusunya sehingga dapat berdampak positif bagi negara. Dengan
27
langkah dan kebijakan pemerintah yang tepat, sektor pariwisata
merupakanpenyumbang devisa trbesar kelima setelah minyak, gas, batubara dan
kelapa sawit. Trend pertumbuhan pariwisata Indonesia terus meningkat setiap
tahunnya.
Sektor pariwisata dapat membuka banyak lapangan kerja sehingga dapat
mengurangi tingkat pengangguran yang tentu saja berdampak baik untuk
kesejahteraan masyarakat. Sektor ini memberikn kesempatan bagi para pengusaha
kecil hingga pengusaha besar karena menyerap dari berbagi usaha, antara lain
perhotelan atau penginapan untuk tempat menginap selama berwisata, jasa
transportasi, guide, rumah makan atau restoran, ticketing, dan lain-lain.
Dari semua kegiatan usaha yang dapat dilakukan, daerah dan negara berhak
memperoleh retribusi yang masuk kedalam APBD dan APBN.
Dari peningkatan jumlah wisatawan yang terus meningkat maka
berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh sehigga pengembangan dan
pembangunan berjalan dengan lancar.
Oleh karena itu langkah dan kebijakan pemerintah dengan didukung oleh
masyarakat daerah wisata dengan semakin memberikan kenyaman dan
kemudahan dapat terus meniingkatkan pengunjung baik dari dalam maupun luar
negeri sehingga diharapkan Indonesia dengan kekayaan alamnya dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin oleh warga negaranya untuk negranya.
28
2.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.5 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan landasan teoritis yang telah dipaparkan,
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa Sektor Pariwisata
Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.
Sektor Pariwisata
Restoran Hotel
Pertumbuhan Ekonomi
Objek Pariwisata
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai pengaruh sektor wisata yang
mencakup penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak
objek wisata dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan Periode 2011-
2015.
3.2. Sumber Data dan Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diterima langsung dari sumber pertama. Data
primer ini diperoleh melalui wawancara. Dalam kaitannya dengan penelitian ini,
observasi dilakukan untuk mengamati langsung di lapangan terhadap Sektor
Pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan yang
diperlukan dalam penelitian ini.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang peroleh dari studi kepustakaan (Library
research), dimana sumber data dapat berupa dokumen-dokumen resmi, karya
ilmiah, jurnal-jurnal penelitian ilmiah, artikel ilmiah, surat kabar, majalah maupun
sumber tertulis lain yang ada hubungannya dengan objek penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 macam teknik pengumpulan
data, lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut:
29
30
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi atau pengamatan lagsung merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dimana peneliti terjun langsung ke lapangan sebagai partisipan
atau nonpartisipan. Dengan teknik observasi, peneliti dapat memperoleh
gambaran langsung dan mengetahui keadaan yang sesungguhnya yang terjadi di
lapangan.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti akan mengobservasi hal-hal atau
unsur-unsur yang berkaitan Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.
2. Wawancara Mendalam (Indept interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau yang mengajukan
pertanyaan, dan yang diwawancarai (informan) atau yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong, 2006 : h.115). Informan adalah orang yang
memberikan informasi dengan pengertian ini maka informan dapat dikatakan
sama dengan responden apabila pemberian keterangannya karena dipancing oleh
pihak peneliti. Istilah-istilah informan ini banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka yang akan peneliti wawancarai
adalah menyangkut dengan Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan. Informan yang akan di wawancara ini
ditetapkan secara sengaja (Purposive Sampling). Purposive Sampling adalah
prosedur pengambilan atau penetapan orang atau responden yang akan
31
diwawancarai secara sengaja. Responden dari kata asal ‘respon’ (penanggap)
yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian responden adalah orang yang
diminta memberikan keterangan tentang sesuatu fakta/pendapat. Keterangan
tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu ketika mengisi
angket/lisan ketika menjawab wawancara.
Perihal yang akan diwawancarai misalnya : Bagaimankah Pengaruh Sektor
Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.
Beberapa pihak (Stake Holder) yang akan menjadi informan dalam
penelitian ini adalah para pihak yang memahami atau berkompetensi di bidang
sektor pariwisata. Diantaranya adalah Dinas Pariwisata, Kepala Bappeda, dan
Kepala kantor bidang lainnya.
3. Dokumentasi
Studi pustaka dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan
menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia pada lembaga tertentu baik berupa
literatur, Jurnal Harian, maupun Laporan Kegiatan Ilmiah dan lain sebagainya.
3.4 Model Analisis Data
Hasil data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis lebih
mendalam dalam bentuk tabel dan uraian. Data yang akan di analisis ditabulasikan
dalam bentuk tabelis, sesuai dengan kebutuhan analisis. Analisis yang akan
digunakan adalah model Regresi Linier Berganda ( Sudjana 2002, h.37 ).
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e ……………………..(1)
32
Dimana :
Y = Pertumbuhan Ekonomi
X1 = Penerimaan/Pajak Hotel
X2 = Penerimaan/Pajak Restoran
X3 = Penerimaan/Pajak Objek Wisata
b0 = Konstanta
= Koefisien Regresi
e = error (Kesalahan)
3.4.1 Analisis Korelasi
Korelasi linier berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang
terjadi antara variable terikat (Y) dan beberapa variable bebas (X1 + X2 + X3,… Xn).
Analisis korelasi menurut Hasan (2002, h.270) menggunakan koefisien korelasi
yaitu :
a. Koefisien Korelasi Berganda
Koefisien korelasi berganda disimbolkan dengan rr.12 yang merupakan
ukuran keeratan hubungan antara variable terikat dan semua variable bebas secara
bersama-sama. Koefisien korelasi berganda akar dari koefisien determinasi
berganda dirumuskan sebagai berikut :
rr.12 = b1ƩX1Y + b2ƩX2Y + b3ƩX3Y ……(2) Ʃy2
Dimana :
r = Koefisien Korelasi
Y = Variabel Terikat (Produksi dan Pendapatan Masyarakat)
X1 = Penerimaan/Pajak Hotel
X2 = Penerimaan/Pajak Restoran
X3 = Penerimaan Objek Wisata
33
b. Koefisien Determinasi Berganda
Koefisien determinasi berganda, disimbolkan dengan R2 merupakan
ukuran kesesuaian garis regresi linear berganda terhadap suatu data. Digunakan
untuk mengukur besarnya kontribusi variasi X1 + X2 + X3 terhadap variasi Y.
b1ƩX1Y + b2ƩX2Y + b3ƩX3Y ……(3)R2 =
Ʃy2
(Ʃy2)Ʃy2 = Ʃy2 – …………………………………………………………. (4)
n
Dimana :
R2 = Koefisien Penentu Berganda (determinasi)
Y = Variabel Terikat (Pertumbuhan Ekonomi)
X1 = Penerimaan/Pajak Hotel
X2 = Penerimaan/Pajak Restoran
X3 = Penerimaan/Pajak Objek Wisata
n = Jumlah Sampel
3.4.2. Uji t
Uji signifikansi parameter individual (Uji t) dilakukan untuk melihat
signifikasi dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual
dengan rumus sebagai berikut (Hasan 2002, h.279).
r n – r2
t = ……………………………………………………… (5) 1 – r2
Dimana :n = Jumlah Tahun
r = Koefisien Korelasi
34
3.4.3. Uji F-test
Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien
regresi yang didapat signifikan atau tidak. Uji f, ini dipergunakan guna melakukan
uji hipotesis koefisien regresi secara bersamaan yaitu antara X1, X2, X3 terhadap Y
dengan rumus adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman 2006).
R2/ (k - 1)F =
1 – R2/(n – k)Dimana ;
k = Banyaknya Variabel Bebas
R2 = Koefisien Determinasi
3.5. Definisi Operasional
1. Sektor Pariwisata (X) merupakan sektor yang bergerak di bidang kegiatan yang
bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan
obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang
terkait di bidang tersebut.
2. Penerimaan/Pajak Hotel adalah besarnya retribusi/uang yang diterima dari
subsektor pariwisata dari aktifitas perhotelan dalam satuan rupiah (X1).
3. Penerimaan/Pajak Restoran adalah besarnya retribusi / uang yang diterima dari
subsektor pariwisata dari aktifitas restoran dalam satuan rupiah (X2).
4. Penerimaan/Pajak Objek Wisata adalah penerimaan dari hasil retribusi kegiatan
objek wisata yang dimiliki Kabupaten Aceh Selatan (X3).
5. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari Kabupaten Aceh Selatan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi
kepada penduduknya (Y).
35
3.6 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dalam bentuk statisticnya adalah :
a. Ho ; = 0, penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,
penerimaan/pajak objek wisata, yang diteliti secara bersama-sama tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Aceh Selatan.
b. H1 ; = 0, penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,
penerimaan/pajak objek wisata, yang diteliti secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Aceh Selatan.
Kriteria uji t, hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila th > tt, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh
yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,
penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Aceh Selatan.
b. Apabila th < tt, maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat
pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak
restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Aceh Selatan.
Kriteria uji f, hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya secara
bersamaan terdapat pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel,
36
penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.
b. Apabila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya secara
bersamaan tidak terdapat pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak
hotel, penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Distribusi Wisata Aceh Selatan
Wisata Kabupaten Aceh Selatan tersebar diseluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten tersebut. Dari total 17 Kecamatan yang ada di Aceh Selatan terdapat
101 objek wisata. Tabel 4.1 berikut ini menjelaskan secara rinci terkait distribusi
objek wisata yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.
Tabel 4.1Distribusi Wisata Aceh Selatan
Selama 5 Tahun Terakhir
No Nama Kecamatan Jumlah Objek Wisata
Persentase (%)
1. Labuhan Haji Barat 3 2.972. Labuhan Haji 10 9.903. Labuhan Haji Timur 5 4.954. Meukek 3 2.975. Sawang 5 4.956. Samadua 5 4.957. Tapak Tuan 15 14.858. Pasi Raja 4 3.969. Kluet Utara 7 6.93
10. Kluet Tengah 6 5.9411. Kluet Selatan 5 4.9512. Bakongan 7 6.9313. Kota Bahagia 9 8.9114. Bakongan Timur 3 2.9715. Trumon Tengah 4 3.9616. Trumon 8 7.9217. Trumon Timur 2 1.98
Jumlah 101 100.00Sumber : Dinas Wisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
37
38
Berdasarkan penjelasan pada Tabel.4.1 diatas, dapat diketahui bahwa
jumlah objek wisata terbanyak terdapat di Kecamatan Tapak Tuan yakni
berjumlah 15 objek wisata. Sedangkan objek wisata yang paling sedikit terdapat
di Kecamatan Trumon Timur. Untuk mengetahui tingkatan distribusi jumlah
objek wisata yang ada di Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada grafik yang
terdapat pada Gambar.1.
0
20
40
60
80
100
120
310
5 3 5 515
4 7 6 5 7 93 4 8
2
Nama Kecamatan
Jumlah Wisata
Persentase (%)
Gambar.1 Grafik Distribusi Objek Wisata Kabupaten Aceh Selatan.
4.1.2 Jumlah Hotel
Perkembangan jumlah hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun
terakhir terjadi fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2011 berjumlah 19
(20.88%) hotel dan pada tahun 2012 dan 13 masing-masing hanya 17 hotel
(18.68%), pada tahun 2014 bertambah menjadi 18 hotel (19.78%), bahkan pada
tahun 2015 menjadi 20 hotel (21.98%). Secara rinci terkait perkembangan jumlah
hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel.
4.2 berikut ini.
39
Tabel 4.2Jumlah Hotel
Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Hotel Persentase (%)1 2011 19 20.882 2012 17 18.683 2013 17 18.684 2014 18 19.785 2015 20 21.98
Jumlah
5 91 100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Dari penjelasan Tabel. 4.2 di atas, dapat digambarkan dalam grafik pada
Gambar. 2 terkait dengan jumlah hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun
terakhir.
1 2 3 4 5 Jumlah0
500
1000
1500
2000
2500
2011 2012 2013 2014 2015
519 17 17 18 20 91
20.88 18.68 18.68 19.78 21.98
100
TahunJumlah HotelPersentase (%)
Gambar.2 Grafik Jumlah Hotel di Kabupaten Aceh Selatan.
Berdasarkan Gambar. 2 terlihat bahwa grafik perkembangan jumlah hotel
di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir terjadi perubahan jumlah
secara fluktuatif.
40
4.1.3 Jumlah Restoran
Jumlah restoran di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 Tahun terakhir tidak
mengalami pningkatan jumlah, terutama pada tahun 2011 sampai dengan 2014
hanya berjumlah 2 restoran dan baru mengalami peningkatan pada tahun 2015
yakni berjumlah 5 hotel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3.Jumlah Restoran
Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Restoran Persentase (%)1 2011 2 15.382 2012 2 15.383 2013 2 15.384 2014 2 15.385 2015 5 38.46
Jumlah
5 13 100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.3 diatas, persentase jumlah restoran di
Kabupaten Aceh selatan selama 5 tahun terakhir secara umum sama yakni sebesar
15.38%, kecuali pada tahun 2015 sebesar 38.46%. Secara rinci gambaran
persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar. 3 berukut ini.
1 2 3 4 5 Jumlah0
500
1000
1500
2000
2500
2011 2012 2013 2014 2015
515.38 15.38 15.38 15.38 38.46 100
TahunJumlah RestoranPersentase (%)
41
Gambar.3 Grafik Jumlah Restoran di Kabupaten Aceh Selatan.
4.1.4. Kunjungan Objek Wisata
Pada 5 tahun terakhir jumlah kunjungan objek wisata baik wisatawan lokal
maupun nasional terus mengalami peningkatan yakni sebanyak 14.000 wisatawan
pada tahun 2011, 15.400 pada tahun 2012, 324.800 pada tahun 2013, 325.900
pada tahun 2014 bahkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 452.753 wisatawan.
Jumlah kunjungan objek wisata selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada uraian
Tabel. 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4Jumlah Kunjungan Objek Wisata
Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Kunjungan
Objek Wisata (Orang)Persentase (%)
1 2011 14.000 1.252 2012 15.400 1.343 2013 324.800 28.674 2014 325.900 28.775 2015 452.753 39.97
Jumlah
5 1.132.853 100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa persentase
peningkatan kunjungan wisatawan dari tahun 2011 sampai dengan 2015 terjadi
peningkatan secara signifikan yakni 1.25% pada tahun 2011, 1.34% pada tahun
2012, 28.67% pada tahun 2013, dan 28.77% pada tahun 2014, bahkan persentase
pada tahun 2015 menjadi 39.97%. lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4
berikut ini.
42
1 2 3 4 5 Jumlah0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
14000 15400
324800 325900452753
1132853
TahunJumlah Kunjungan Objek WisataPersentase (%)
Gambar.4 Jumlah Kunjungan Objek Wisata di Kabupaten Aceh Selatan.
4.1.5 Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata Selama 5 Tahun Terakhir
Anggaran pada dinas pariwisata dari 2011 – 2015 terjadi peningkatan, hal
ini dapat dilihat dari persentase jumlah anggaran yang bergulir pada 5 tahun
terakhir tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian Tabel. 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata
Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Anggaran Persentase (%)1 2011 38.381312 15.492 2012 47.384.335 19.123 2013 49.023.500 19.784 2014 53.813.271 21.725 2015 59.194.598 23.89
Jumlah
5 247.797.016 100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Berdasarkan data pada Tabel. 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun
2011 anggaran dinas pariwisata sebesar Rp.38.381312, pada tahun 2012 sebesar
Rp.47.384.335, dan pada tahun 2013 sebesar Rp.49.023.500, pada tahun 2014
sebesar 53.813.271, terjadi peningkatan cukup signifikan pada tahun 2015 yakni
sebesar Rp.59.194.598. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar. 5 berikut ini.
43
1 2 3 4 5 Jumlah0
50000000
100000000
150000000
200000000
250000000
300000000
383813124738433549023500
5381327159194598
247797016
TahunJumlah AnggaranPersentase (%)
Gambar.5 Jumlah Anggaran Dinas Pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.
Tabel 4.6Jumlah Kontribusi Pajak Per Subsektor Pada Sektor Pariwisata
Selama 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Objek Wisata
Jumlah Persentase
(%)
1 2011 12158250 10993000 8330000 31.481.250 20.662 2012 10919500 9545250 6897000 27.361.750 17.963 2013 10670000 7800000 8100000 26.570.000 17.444 2014 13351000 10083000 8450000 31.884.000 20.935 2015 15276400 11010000 8786000 35.072.400 23.01
Jumlah 5 62.375.150 43.226.000 46.768.250 152.369.400
100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Berdasarkan penjelasan Tabel 4.6 di atas, dapat memperlihatkan bahwa
bahwa kontribusi penerimaan/pajak subsektor pada pariwisata adalah subsektor
pajak hotel dengan kontribusi sebesar Rp.62.375.150; kemudian kontribusi kedua
terbesar berada pada pajak restoran Rp.43.226.000. Sedangkan kontribusi terkecil
berada pada subsektor penerimaan/pajak objek wisata Rp.46.768.250.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hotel memiliki sumbangan
terbesar bagi pemasukan pajak bagi Dinas Pariwisata yang ada di Kabupaten Aceh
44
Selatan. Sedangkan subsektor lainnya jauh lebih sedikit. Hal ini dikarenakan
perhotelan sangat dibutuhkan keberadaannya bagi para wisatawan luar daerah.
4.1.6 Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata Selama 5 Tahun Terakhir
Kontribusi penerimaan/pajak sektor pariwisata selama 5 tahun terakhir
terjadi fluktuatif walaupun tidak terlalu signifikan, namun berpengaruh terhadap
kontribusi pada dinas pariwisata secara umum. Berikut dijelaskan secara rinci
pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata
Selama 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Kontribusi Penerimaan/Pajak
Persentase (%)
1 2011 31.481.250 20.662 2012 27.361.750 17.963 2013 26.570.000 17.444 2014 31.884.000 20.935 2015 35.072.400 23.01
Jumlah
5 152.369.400 100.00
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.
Berdasarkan penjelasan pada Tabel. 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa
persentase peningkatan kontrbusi penerimaan/pajak sektor pariwisata tidak telalu
signifikan bahwa mengalami proses naik – turun secara jumlah, secara rinci dapat
dilihat pada Gambar. 6 pada grafik penerimaan / pajak pariwisata berikut ini.
45
1 2 3 4 5 Jumlah 0
20000000
40000000
60000000
80000000
100000000
120000000
140000000
160000000
3148125027361750
265700003188400035072400
152369400
TahunKontribusi Penerimaan/PajakPersentase (%)
Gambar.6 Jumlah Kontribusi Penerimaam Pajak Dinas Pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.
4.1.7 Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan Selama 5 Tahun Terakhir.
Berdasarkan penerimaan / pajak maupun kontribusi dari sektor diluar
pariwisata, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh
Selatan mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada Tabel. 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan
Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%)1. 2011 4.472. 2012 4.563. 2013 4.274. 2014 4.495. 2015 4.57
Jumlah
5 22.36
Rerata 4.47Sumber : BPS Kabupaten Aceh Selatan, Tahun 2016.
Berdasarkan penjelasan pada Tabel.4.8 dapat diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2015 yakni sebesar 4.57%, dan
terendah terjadi pada tahun 2013 yakni sebesar 4.27%. secara jelas gambaran
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Gambar. 7
46
berikut ini.
1 2 3 4 5 Jumlah Rerata 0
500
1000
1500
2000
2500
4.47 4.56 4.27 4.49 4.57
22.36 4.47
Pertumbuhan Ekonomi (%)Tahun
Gambar.7 Pertumbuhann Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan Selama 5 Tahun.
4.2 Pengujian Data
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga (3) variabel
bebas yang terdiri dari penerimaan/pajak hotel (X1), penerimaan/pajak restoran
(X2), penerimaan/pajak objek wisata (X3), serta satu variabel terikat yaitu
Pertumbuhan Ekonomi (Y). Data-data dari variabel ini digali dengan
menggunakan wawancara sebagai instrumennya.
Berdasarkan hasil wawancara dari masing-masing variabel dengan
menggunakan analisis deskriptif prosentase. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada uraian berikut ini.
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Uji Normalitas
Tabel 4.9Tests Of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sign. Statistic Df Sign.
Peneriman/Pajak Hotel ,110 82 ,015 ,937 82 ,001
47
Peneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata
,105,088
8282
,020,177
,943,982
8282
,009,310
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan penjelasan data pada Tabel. 4.9 di atas, dapat diketahui
bahwa sebaran maupun distribusi data berjalan secara normal, sehingga dapat
dilakukan analisis lebih lanjut secara lebih mendalam terkait dengan hasil yang
telah diperoleh tersebut.
4.3.2 Analisis Regresi Berganda
Penggunaan metode analisis regresi bertujuan untuk menganalisa apakah
ada pengaruh dari faktor-faktor penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak
restoran dan penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
pengaruh yang lebih dominan dari pertumbuhan ekonomi tersebut.
Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan antara variabel
dependen (pertumbuhan ekonomi) dengan variabel independen (penerimaan/pajak
hotel, penerimaan/pajak restoran dan penerimaan/pajak objek wisata) dengan
program SPSS 20.0 yang telah dilakukan terlihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 4.10
Analisis RegresiCoefficients a
Model
UnstandardizedCoefficients
UnstandardizedCoefficients Sig
B Std. Error Beta T
1 (constant )Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata
-460 .311 .083 .078
1.405.058033031
.789264239
-3285.3332.4892.378
.744
.000
.016
.014
48
a. Dependent Variabel : Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan uraian Tabel. 4.10 di atas, diperoleh suatu persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = 0,460 + 0,311 (X1) + 0,083 (X2) + 0,078 (X3)
= 0,460, artinya jika Peneriman/Pajak Hotel (X1), Peneriman/Pajak
Restoran (X2) dan Peneriman/Pajak Objek Wisata (X3) sama
dengan nol, maka nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 0,460
persen.
1 = 0,311, koefisien regresi Peneriman/Pajak Hotel sebesar 0,311, menyatakan
setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak Hotel (X1), maka
akan menaikkan Pertumbuhan Ekonomi (Y) sebesar 0,311 persen.
Dengan asumsi Peneriman/Pajak Restoran dan Peneriman/Pajak
Objek Wisata.
2= 0,083, Koefisien regresi Peneriman/Pajak Restoran sebesar 0,083,
menyatakan setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak
Restoran (X2), maka akan menaikkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,083 persen. Dengan asumsi Peneriman/Pajak Hotel dan
Peneriman/Pajak Objek Wisata.
3= 0,078, Koefisien regresi Peneriman/Pajak Objek Wisata sebesar 0,78
menyatakan setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak
Objek Wisata (X3), maka akan menaikkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,078 persen. Dengan asumsi Peneriman/Pajak Hotel dan
Peneriman/Pajak Restoran.
49
4.3.3 Pengujian Koefisien Regresi dengan R2
Tabel 4.11. Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji R2
Model SummaryModel R R Square Adjusted Std Error of
the Estimate1 .647a .421 .365 .559
a. Predictors :(Constant), Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.
Besarnya persentase semua variabel independen dapat menjelaskan
terhadap nilai variabel dependen dapat diketahui dari besarnya koefisien
determinasi (R2). Pada hasil perhitungan dengan program SPSS 20.0 terlihat pada
Tabel 10 diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2/Rsquare) adalah 0,421. Hal
ini menyatakan 42,1% Pertumbuhan Ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel
Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek
Wisata. Sisanya 57,9% disebabkan oleh variabel lain yang tidak termasuk atau
diluar model yang diteliti.
4.3.4 Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji F
Uji simultan ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek
Wisata. Secara bersama-sama dapat mempengaruhi variabel Pertumbuhan
Ekonomi. Uji simultan dilakukan dengan membandingkan antara nilai Fhitung
dengan Ftabel yaitu :
Jika Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan
Penerimaan/Pajak Objek Wisata Fhitung> Ftabel maka menolak Ho. Sebaliknya, Jika
Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek
Wisata Fhitung< Ftabel maka menerima Ho.
50
Tabel 4.12.Hasil Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji F (simultan)
Anovab Model Sum of
Squaredf Mean Square F Sig
1. Regression Residual Total
12.12916.85428.983
55459
2.426.312
7.773 .000a
a. Predictors : (Constant) Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.
b. Dependen Variabel : Pertumbuhan Ekonomi
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS terlihat pada Tabel
4.11 diperoleh besarnya Fhitung adalah 7,773 sedangkan nilai Ftabel digunakan taraf
signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1 = 1, sehingga diperoleh hasil F tabel =
finv (0.05, 5) sebesar 2,368.
Dengan demikian Fhitung: 7,773> Ftabel: 2,368. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan variabel Penerimaan/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan
Penerimaan/Pajak Objek Wisata secara bersama-sama dapat mempengaruhi
variabel Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.
4.3.5 Pengujian Koefsien Regresi dengan Uji t
Uji koefisien regresi untuk β1 (Penerimaan/Pajak Hotel) Pengujian
terhadap nilai β1 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya pengaruh
antara Penerimaan/Pajak Hotel terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Rumusan
hipotesis Ho: β1 = 0, Ho: β1 ≠ 0, dengan kriteria pengujian : thitung> ttabel, Ho ditolak,
sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari hasil analisis didapat nilai thitung sebesar
5,333 sedangkan nilai t table digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 =
5 – 3 – 1 = 1, sehingga diperoleh hasil ttable = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.
Dengan demikian thitung sebesar 5,333> ttabel 2,368, dari hasil tersebut
keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka
51
Penerimaan/Pajak Hotel berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, yang
artinya jika Penerimaan/Pajak Hotel meningkat, maka akan diikuti dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.
Uji koefisien regresi untuk β2 (Penerimaan/Pajak Restoran). Pengujian
terhadap nilai β2 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya pengaruh
Penerimaan/Pajak Restoran terhadap pertumbuhan ekonomi. Rumusan hipotesis
Ho : β2 = 0, Ho : β2 ≠ 0, dengan kriteria pengujian: thitung> ttabel, Ho ditolak,
sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari pengujian nilai thitung sebesar 2,532
sedangkan nilai ttabel digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1
= 1, sehingga diperoleh hasil ttabel = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.
Dengan demikian thitung sebesar 2,489> ttabel 2,368, dari hasil tersebut
keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka
Penerimaan/Pajak Restoran juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,
yang artinya jika Penerimaan/Pajak Restoran Tinggi, maka akan diikuti dengan
tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Kabupaten Aceh
Selatan.
Uji koefisien regresi untuk β3 (Penerimaan/Pajak Objek Wisata).
Pengujian terhadap nilai β2 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya
pengaruh Penerimaan/Pajak Restoran terhadap pertumbuhan ekonomi. Rumusan
hipotesis Ho : β3 = 0, Ho : β3 ≠ 0, dengan kriteria pengujian: thitung> ttabel, Ho ditolak,
sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari penujian nilai thitung sebesar 2,378
sedangkan nilai ttabel digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1
= 1, sehingga diperoleh hasil ttabel = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.
Dengan demikian thitung sebesar 2,378> ttabel 2,368, dari hasil tersebut
keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka
52
Penerimaan/Pajak Restoran juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,
yang artinya jika Penerimaan/Pajak Objek Wisata Tinggi, maka akan di ikuti
dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Kabupaten
Aceh Selatan.
4.4 Pembahasan
4.4.1. Hubungan Penerimaan/Pajak Hotel Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak hotel
terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas
sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.311 yang artinya
bahwa sektor penerimaan /pajak hotel sebesar 0.311% berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.311%. Sehingga apabila penerimaan pajak hotel
lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian, dengan asumsi
sektor lainnya juga naik.
Hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa apabila Kabupaten Aceh
Selatan ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Daerahnya, maka dapat
promosi terkait destinasi wisata yang dimilikinya, sehingga para wisatawan baik
dari dalam maupun luar daerah bahkan dari luar negeri mengetahui indahnya
pariwsatanya dan mau bahkan berlama-lama berwisata ke daerah tersebut dan
menginap disetiap hotel yang menjadi tempat peristirahatan para wisatawan luar
daerah yang ingin menikmati sektor wisata, yang pada akhirnya baik langsung
53
maupun tidak langsung mampu memberikan kontribusi positif bagi dinas
pariwisata sehingga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan juga meningkat.
4.4.2. Hubungan Penerimaan/Pajak Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak restoran
terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas
sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.083 yang artinya
bahwa sektor penerimaan/pajak restoran sebesar 0.083% berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.083%. Sehingga apabila penerimaan pajak
restoran lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian, dengan
asumsi sektor lainnya juga naik.
Berdasarkan penjelasan pada uraian di atas, memperlihatkan bahwa betapa
restoran yang ada di Kabupaten Aceh Selatan perlu ditingkatkan jumlah dan
kelasnya serta berbagai macam hidangan kulinernya yang menjadi tempat
memenuhi kebutuhan pangan bagi para wisatawan luar daerah yang ingin
menikmati kuliner daerah tersebut pada saat berwisata, Sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Restoran akan banyak pengunjung hanya
apabila dapat dilakukan pengaktifan destinasi wisata yang lebih banyak disertai
banyaknya wisatawan yang berkunjung, dan mampu menambah kontribusi
pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Aceh Selatan khususnya Dinas Pariwisata
yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak langsung mampu memberikan
kontribusi positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh
54
Selatan dengan tidak melupakan sektor lainnya sebagai pendukung pertumbuhan
ekonomi.
4.4.3. Hubungan Penerimaan/Pajak Objek Wisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak objek
wisata terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai
probabilitas sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.078 yang
artinya bahwa sektor penerimaan/pajak objek wisata sebesar 0.078% berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.078%. Sehingga apabila penerimaan
pajak objek wisata lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian,
dengan asumsi sektor lainnya juga naik.
Apabila Kabupaten Aceh Selatan ingin meningkatkan pertumbuhan
ekonominya dari sektor pariwisata, berbagai objek wisata yang dimilikinya harus
diaktifkan dan dipelihara dengan sebaik mungkin, hal ini dilakukan agar mampu
menarik para wisatawan untuk datang ke daerah tersebut dan mampu menambah
kontribusi melalui objek wisata hiburan bagi para wisatawan luar daerah yang
ingin menikmati liburan di daerah tersebut, dengan alasannya keindahan objek
wisata yang dimiliki. Dengan cara berkoordinasi dan bekerjasama dengan sektor
lainnya. Sehingga yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak langsung
mampu memberikan kontribusi positif bagi dinas pariwisata dan pada akhirnya
mampu meningkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan, penulis
telah dapat mengetahui Pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan, yaitu :
1. Pengaruh penerimaan/pajak hotel sebesar 5,333, sehingga dapat diartikan
bahwa penerimaan/pajak hotel berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Pengaruh Penerimaan/Pajak Restoran 2,489, sehingga dapat diartikan bahwa
penerimaan/pajak restoran berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
3. Pengaruh Penerimaan/Pajak Objek Wisata 2,378, sehingga dapat diartikan
bahwa penerimaan/pajak objek wisata berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
5.2 Saran
56
1. Bagi Para Pemangku Kebijakan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh
Selatan dapat terus menciptakan destinasi pariwisata dalam meningkatkan
perkembangan sektor pariwisata agar berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi sehingga pada akhirnya dapat memajukan Daerah di
Kabupaten Aceh Selatan.
2. Bagi Mahasiswa diharapkan dapat memberikan atau menyumbangkan ilmunya
bagi kemajuan Instansi terkait di Kabupaten Aceh Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Prastyo, Adit. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2003-2009. Semarang; Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro.
Ariefianto. 2012. Ekonometrika : Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan EViews. Jakarta : Erlangga.
Austriana, Ida. 2005, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata”.Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Bappenas. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Propinsi Dalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan Atas Kinerja PAD dan Upaya yang dilakukan Daerah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah.
Brata, Aloysius Gunadi. 2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional.Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Bodie, Zvi., Alex Kane dan Alan J. Marcus (alih bahasa oleh Zuliani Dalimunthe dan Budi Wibowo). 2006. Investasi. Jakarta : Salemba Empat.
Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi. Jakarta : KPG.
Guritno, M. 2008. Ekonomi Publik. Edisi Tiga. Yogyakarta: BPFE.
Kunarjo. 2006. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan, Edisi ke-2, UI-Pres. Jakarta.
55
57
Mankiw, N. Gregory (Alih Bahasa oleh Chriswan Sungkono). 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Jakarta : Salemba Empat
Mardiasmo. 2002. Membangun Manajemen Keuangan Daerah.Andi. Yogyakarta.
Marpaung, Bahar. 2002. Pengantar Pariwisata. Alfabeta. Bandung.
Mustopadidjaya, AR. 2007. Sistem dan proses penyusunan anggaran. OTO Bappenas. Jakarta.
Pendit, Nyoman S.2002. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita.
Putri, H. Trikaloka. 2009. Kamus Perbankan. Yohyakarta : Mitra Pelajar.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro : Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rudi, Badrudin. 2001. “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) DaerahIstimewa Yogyakarta Melalui Pembangunan Industri Pariwisata”.Kompak.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghali Indonesia: Jakarta
Soekadijo, R.G, 2001. Anatomi Pariwisata, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Spillane, J.J. 2004. Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya.Yogyakarta : Kanisius.
Suharyono. 2009. Ekonomi Internasional. Malang : Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Sukirno, Sudono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta : Rajawali Pers.
Sun`an dan Astuti. 2008. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Melalui Pertumbuhan Ekonomi. Bali : Universitas Udayana.
Susiana. 2003, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata, Kota Surakarta (1985-2000)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Sutrisno. 2008. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : Ekonisia.
Syarif. 2013. Pengaruh Investasi Swasta Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Semarang; Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro.
58
Tambunan, Tulus. 2006. Upaya-upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah. Penerbit Erlangga.
Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Buku 1 Edisi Ketujuh.Jakarta : Penerbit Erlangga.
Wahab, Salah. 2009. Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yoeti, O.A. 2001. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Yunan. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan EkonomiIndonesia. Tesis Diterbitkan. Medan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Lampiran 1. Analisis RegresiOUTPUT KOLMOGOROV SMIRNOV
DESCRIVTIVESStatistic Std Error
Penerimaan/Pajak Hotel Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median Variance Std. Devilation
Minimum Maximum Range Interquartille Range
Skewness Kurtosis
9,57328,0384
11,1080
9,1287
9,000048,791
6,98505,00
29,0029,00
9,2500
,834,357
Penerimaan/Pajak Restoran Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median Variance
105,5366
103,2176
107,8556
105,6233
59
Std. Devilation Minimum Maximum Range Interquartille Range
Skewness Kurtosis
106,0000
111,38810,5540
375,00
131,0056,00
13,0000
-,199,639
Penerimaan/Pajak Objek Wisata Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median Variance Std. Devilation
Minimum Maximum Range Interquartille Range
Skewness Kurtosis
109,5337
113,2779
109,9659
115,6238
108,0000
116,38511,5540
889,00
142,0058,00
14,0000
-,299,739
TESTS OF NORMALITY
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sign. Statistic Df Sign.
Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata
,110,105,088
828282
,015,020,177
,937,943,982
828282
,001,009,310
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptive StatisticMean Std Deviation N
Peneriman/Pajak Hotel .1033 .03542 5
60
Peneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata
.1244.15766
.05762
.5976355
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Penerimaan/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran, Penerimaan/Pajak Objek Wisataa
Enter
a. All requested Variables Enteredb. Dependent variable : Pertumbuhan Ekonomi
Coefficients a
Model
UnstandardizedCoefficients
UnstandardizedCoefficients
SigB Std.
Error Beta T
1 (constant )Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata
-460 .311 .083 .078
1.405.058033031
.789264239
-3285.3332.4892.378
.744
.000
.016
.014a. Dependent Variabel : Pertumbuhan Ekonomi
61
Model SummaryModel R R Square Adjusted Std Error of
the Estimate1 .647a .421 .365 .559
a. Predictors :(Constant), Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.
Anovab Model Sum of
Squaredf Mean Square F Sig
1. Regression Residual Total
12.12916.85428.983
55459
2.426.312
7.773 .000a
a. Predictors : (Constant) Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.
b. Dependen Variabel : Pertumbuhan Ekonomi