23
UNIVERSITAS INDONESIA Kebijakan Dukungan Amerika Serikat terhadap One China Policy MAKALAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL Disusun oleh: Ivan Satria Basri 1306427075

Ivan Satria Basri-THI2013b-1306427075-Makalah UAS THI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Abstrak THI

Citation preview

Pengaruh kebijakan merkantilisme Inggris terhadap

UNIVERSITAS INDONESIA

Kebijakan Dukungan Amerika Serikat terhadap One China PolicyMAKALAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun oleh:

Ivan Satria Basri1306427075FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM PASCASARJANA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

2013SURAT PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama:Ivan Satria BasriNPM : 1306427075Menyatakan makalah di bawah ini

Judul: Kebijakan Dukungan Amerika Serikat terhadap One China PolicyUntuk memenuhi tugas Mata kuliah: Teori Hubungan InternasionalAdalah BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI , tidak mengandung plagiarisme dan belum pernah digunakan untuk mata kuliah lain. Semua kutiban baik yang langsung maupun tidak langsung SUDAH DICANTUMKAN sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Depok, 27 Desember 2013 Ivan Satria BasriDAFTAR ISI

Abstrak... iBAB I : PENDAHULUAN... 1

I. Latar Belakang.. 1

II. Rumusan Masalah 2

III. Teori.. 2IV. Metodologi Penelitian.. 3BAB II: ANALISIS... 4I. Mengapa One China Policy Dibentuk 4 II. Mengapa Amerika Serikat Mendukung One China Policy...6BAB III : KESIMPULAN.... 9Lampiran....iiDaftar Pustaka. iiiAbstrak

Di dunia ini ada perang kepentingan antar negara, dengan mengacu pada tulisan Thucydides mengenai perang antara Sparta dan Athena kita dapat melihat kedinamisan hubungan internasional dan pengaruh kebijakan yang dipilih sebuah negara. Kebijakan Melian untuk bersikap netral tidak memihak kepada Sparta atau Athena mengakibatkan kehancurannya. Saya mengambil topik mengapa Amerika Serikat yang sebelumnya mendukung Taiwan sejak awal 50an-60an kemudian berbalik mendukung Cina pada tahun 70-an dengan mendukung One China Policy, dalam makalah ini saya akan menggunakan model analisis Rational Policy untuk menjelaskan hal tersebut.Keyword: One China Policy, Amerika Serikat, Cina, Taiwan, Rational PolicyBAB IPENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANGTahun 1947-1991 adalah masa perang dingin, dimana ada dua kekuatan superpower, yaitu Amerika Serikat Serikat dan Uni Soviet, yang membentuk blok barat dan timur. Kedua blok ini memiliki bentuk ideologi negara yang berbeda, demokrasi dan komunis, yang tentunya bersaing untuk memperkuat bloknya masing-masing dengan memperkuat dirinya dan negara-negara yang tergabung di dalam bloknya masing.Di dalam Cina juga ada peperangan serupa, ada perang saudara antara Partai Komunis Cina (PKC) dan Partai Nasionalis Cina (PNC). Perang saudara yang berkecamuk di Cina sempat terhenti karena ada invasi Jepang, yang biasa dikenal dengan perang Sino-Jepang. Kalah dalam perang Sino-Jepang pada tahun 1937 membuat Cina berada di bawah penjajahan Jepang. Kekalahan Jepang pada perang dunia kedua, melepaskan Cina dari penjajahan jepang dan memicu kembali perang saudara antara PKC dan PNC.Amerika Serikat dan Uni Soviet juga punya andil dalam perang saudara ini, seperti Amerika Serikat yang memberikan bantuan kepada pemerintah nasionalis yang dikenal dengan China Aid Act. Kedua negara besar tersebut ingin ideologi yang mereka ambil menang dan menjadi ideologi Cina, sebuah negara besar yang tentunya akan memperkuat bloknya.Republic of China (Roc) adalah bentuk pemerintahan PNC di Cina dan RoC bergabung di dalam UN pada tahun 1945, tetapi setelah kemenangan PKC dan kaburnya para pemimpin PNC ke Taiwan, terbentuk lah People Republic of China (PRC) di Cina, dan RoC di Taiwan. Amerika Serikat pada saat itu masih tetap mendukung RoC, tetapi pada tahun 1971, Amerika Serikat mulai melakukan upaya normalisasi hubungan negaranya kepada PRC. Dengan mengeluarkan RoC dari UN dan menggantinya dengan PRC. PRC kemudian membentuk One China Policy dan mencoba mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota UN lainnya. Kebijakan tersebut pada akhirnya didukung oleh Amerika Serikat, ditunjukkan dengan pengakuan Beijing Oleh Washington dan adanya perjanjian normalisasi Amerika Serikat dengan Cina pada 1 Januari 1979.

II. RUMUSAN MASALAHPertanyaan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk melihat mengapa Amerika Serikat mendukung One China Policy. III. TEORI

Teori yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah rational choice theory. Teori yang memiliki ide dasar bahwa setiap perbuatan pada dasarnya rasional, dan setiap orang menghitung cost and benefit dari setiap perbuatannya sebelum memutuskan apa yang akan dilakukan. Dalam rational choice theory banyak konsep yang muncul, Graham T. Allison membaginya menjadi tiga model analisis, yaitu Rational Policy, Organization Process, dan Beareaucratics Politics.

Rational policy merupakan model analisa yang paling tepat untuk menjelaskan mengapa Amerika Serikat yang tadinya mendukung Taiwan, berbalik mendukung cina dengan mendukung One China Policy. Rational policy berusaha untuk menjelaskan kejadian internasional dengan cara menghitung kembali perhitungan dan tujuan sebuah negara atau pemerintahannya. Rational policy menggunakan kebijakan negara atau pemerintahannya sebagai unit analisis, negara sebagai aktor rasional akan merespon masalah secara strategis dan memilih kebijakan dengan memperhatikan tujuannya, yaitu untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, pilihannya, yaitu untuk mencari berbagai macam jalan keluar, dan konsekuensinya, yaitu melihat konsekuensi dari cost and benefit dari sudut pandang tujuan strategis, dan memilihnya, yaitu memaksimalkan nilai pilihannya.

Jika sebuah negara melakukan tindakan tertentu, negara tersebut pasti mengarah pada hasil sesuai dengan tindakan yang merupakan hasil optimal dari tindakan tersebut. Dengan menggunakan rational policy dapat dibuat perkiraan dominan tentang pilihan apa yang akan diambil sebuah negara. Menggunakan asumsi seperti nilai dan tujuan yang relevan, mempersepsikan bentuk tindakan lain, memperkirakan berbagai akibatnya, dan menilai setiap bentuk akibat, sehingga didapat berbagai rencana beserta akibatnya, dari hal tersebut dapat ditentukan tindakan apa yang akan diambil sebuah negara berdasarkan hasil yang paling menuntungkan.Penggunaan model analisis rational policy harus diikuti oleh situasi tertentu untuk mengecilkan ruang lingkup dan sudut pandang pemimpin negara, dimana pilihannya akan sangat mempengaruhi kebijakan negara, agar analisisnya tidak terlalu melebar dan memperkecil peluang kesalahan dalam analisis. Walaupun tidak mungkin menebak secara tepat masa depan atau kebenaran dari suatu kejadian, model analisis rational policy secara umum dapat membantu kita memahami alasan mengapa sebuah negara mengeluarkan kebijakannya.IV. METODOLOGI PENELITIANMetode penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksplanatif. Datadata akan dicari dengan cara studi pustaka atau studi dokumen dan literatur. Setelah itu data akan dijelaskan dan dianalisis dalam bentuk argumentasi. Pada aplikasinya dalam bagian analisis, peneliti akan memberikan argumen alasan mengapa Amerika Serikat mendukung One China Policy.

BAB II

ANALISISDalam sub bab analisis penelitian, peneliti akan membaginya menjadi dua gagasan besar, yaitu mengapa One China Policy dibentuk dan mengapa Amerika Serikat mendukung One China Policy. I. MENGAPA ONE CHINA POLICY DIBENTUK Untuk mengetahui mengapa One China Policy dibentuk dapat terliha di perjalanan sejarah kemerdekaan Cina, dan mengapa terbentuk dua pemerintahan (PRC dan RoC).Berdirinya RoC dan PRC

Pada tanggal 1 Januari 1912, Dr. Sun Yat Sen diambil sumpah sebagai presiden di Nanjing, hal ini dapat dianggap berdirinya Republik Cina menggantikan pemerintahan Dinasti Qing dan pada bulan Agustus 1912 perkumpulan Dongmenghui yang didirikan Dr. Sun Yat Sen diubah namanya menjadi Guomindang / Partai Nasionalis Cina (PNC). Setelah itu Cina memasuki masa yang biasa disebut masa Warlord yang terus berlangsung hingga penyatuan Cina oleh Chiang Kaisek (Jiang Jieshi) pada tahun 1928.

Paham Komunis masuk ke Cina setelah Uni Soviet dibawah pimpinan Lenin ingin membina hubungan diplomatik dengan Cina serta menyebarkan paham komunisme disana, dengan cara mengirim Abram Adolf Joffe ke Beijing pada tahun 1923, sehingga saat itu terjalin hubungan antara PNC dengan Uni Soviet. Tetapi semua ini berujung pada konflik antara pemerintahan sayap kiri daan kanan di dalam PNC yang berujung pada pembersihan PNC dari kaum komunis dan berhasilnya penyatuan Cina pada 6 juli 1928.

Penyatuan Cina bukan berarti berhentinya konflik di Cina, mulai ada perseteruan antara kaum komunis dengan PNC, tetapi perang saudara itu terhenti karena ada common enemy yang muncul, yaitu Jepang. Perang inilah yang biasa disebut perang Sino-Jepang, yang berakhir pada kekalahan Cina dan dimulainya penjajahan Jepang pada tahun 1937. Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, pertikaian antara PKC dan PNC kembali berkobar, perang saudara ini berujung pada kekalahan PNC dan Mao Zedong sebagai pemimpin PKC mengumumkan berdirinya PRC pada 1 Oktober 1949. PKC terus mengejar PNC sehingga PNC harus melarikan diri ke Taiwan dan kembali mendirikan RoC disana.

Dukungan Amerika Serikat ke Taiwan

Pada Mei 1949 PKC telah mengumpulkan sekitar 300.000 pasukannya di sepanjang selat taiwan. Amerika Serikat serikat tetap mempertahankan kebijakan non-intervention dan mencoba untuk melepaskan dirinya dari Taiwan, lebih memilih untuk menentukan kebijakannya terhadap Cina setelah the dust had settled. Keadaan ini tetapi berubah setelah munculnya perang Korea dan tahun 1950 Harry Truman membalik kebijakannya dengan mengirim armada ke-7 Amerika Serikat Serikat ke selat taiwan.

Cina menganggap aksi Amerika Serikat tersebut untuk menghalangin penyatuan Cina dan menggulingkan pemerintahan yang baru, sedangkan Amerika Serikat menganggap perang Korea itu sengaja dibuat oleh Uni Soviet dan Cina sebagai langkah untuk menyebarkan komunis di Asia. Perbedaan persepsi inilah yang membuat hubungan Amerika Serikat dan Cina buruk selama tahun 1950-1971.

Pada Mei 1951, Amerika Serikat memberangkatkan sebuah Military Assistance Advisory Group (M.A.A.G) ke taiwan, diikuti dengan bantuan ekonomi, dan penandatanganan Mutual Security Treaty pada tahun 1954. Sejak saat itu bantuan-bantuan terus diberikan Amerika Serikat kepada Taiwan. Dalam dunia internasional RoC juga masih dikenal sebagai Cina bagi sebagian besar anggota UN.

II. MENGAPA AMERIKA SERIKAT MENDUKUNG ONE CHINA POLICYDalam bagian ini akan dianalisis mengapa Amerika Serikat Mendukung One China Policy. Karena bila dilihat secara langsung, kebijakan tersebut merupakan hal yang aneh, mengapa Amerika Serikat yang tadinya mendukung Taiwan, berubah haluan mendukung Cina yang merupakan negara komunis kedua terbesar setelah Uni Soviet. Ada dua faktor penting yang mendorong hal itu terjadi, yaitu putusnya hubungan Cina dengan Uni Soviet dan Diplomasi Revolusioner Mao Zedong.Putusnya Hubungan Cina dengan Uni Soviet

Mao Zedong pada akhir tahun 1957 menyimpulkan bahwa Uni Soviet tidak dapat dijadikan lagi sebagai model bagi pembangunan Cina. Ia kemudian membuat kebijakan Loncatan Jauh ke Depan (Dayuejin). Secara prinsip kebijakan ini adalah revolusi industri, tetapi kebijakan ini gagal dan sekitar 30 juta rakyat meninggal karena kelaparan antara tahun 1959-1962. Dan pada tahun 1963, Mao menuduh Nikita Khruschev telah menghianati komunisme dan beralih pada kapitalisme, yang berujung pada putusnya hubungan Cina dengan Uni Soviet.

Diplomasi Revolusioner Mao Zedong

Garis Diplomasi Revolusioner ditetapkan Mao pada tahun 1970-an, berdasarkan asumsi bahwa saat itu Amerika Serikat sedang defensif sedangkan Uni Soviet semakin ofensif. Isi kebijakan tersebut adalah, cegah penyebaran pengaruh Soviet, biarkan konflik Amerika Serikat-Soviet meruncing, biarkan konflik Amerika Serikat-Negara-negara Asia meruncing, dan manfaatkan hal-hal tersebut untuk membebaskan Taiwan. Hal ini diambil Mao karena melihat kondisi internasional pada tahun 1970-an. Konteks internasional pada saat itu adalah hubungan segitiga yang konfliktif antara Uni Soviet, Amerika Serikat Serikat, dan Cina, masing-masing pihak ingin memainkan kartu mereka melawan yang lain.

AnalisisNegara adalah aktor yang rasional dan dengan menggunakan model analisis rational policy semua kebijakan yang dipilih oleh negara adalah kebijakan rasional yang sudah melihat cost and benefitnya. Amerika Serikat pada awalnya memilih mendukung RoC karena bentuk pemerintahan RoC adalah bentuk pemerintahan dengan ideologi nasionalis, tetap dipertahankan, agar tidak terkalahkan oleh PKC yang mencoba menggantinya dengan pemerintahan yang berdasarkan ideologi komunis. Banyak faktor yang mempengaruhi Amerika Serikat untuk melakukan itu, seperti menghalangi Cina untuk bergabung dengan blok timur, dapat menahan laju penyebaran Komunis dari Uni Soviet ke berbagai negara di Asia dan berbagai faktor lainnya.RoC mulai tergabung dalam UN sejak tahun 1945, walaupun sudah kalah dan sudah terbentuknya PRC yang telah mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh Uni Soviet, India, dan Indonesia. Amerika Serikat tetap mendukung RoC secara militer maupun ekonomi, dan tetap mempertahankan keanggotaan RoC kedalam UN. negara yang tergabung dalam UN merupakan negara yang yang berdaulat dan kemerdekaannya diakui oleh negara-negara anggotanya. Berdasarkan argumen tersebut, keanggotaan RoC di UN seharusnya tidak dipertahankan dan segera digantikan oleh PRC, tetapi pada kenyataannya Amerika Serikat tetap mempertahankan keanggotaan RoC di UN.Setelah putusnya hubungan Cina dengan Uni Soviet dan dilaksanakannya Garis Diplomasi Mao Zedong, Amerika Serikat melihat bahwa walaupun PRC komunis, tidak menutup kemungkinan dapat terjalinnya hubungan antara Amerika Serikat dengan Cina. Mulailah dilakukan upaya normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dengan Cina, dimulai dengan kebijakan mengeluarkan RoC dari UN dan menggantinya dengan PRC.Melunaknya Cina merupakan kesempatan Amerika Serikat untuk mengajak Cina tidak mendukung Uni Soviet, segera setelah Cina bergabung kedalam UN, Cina melakukan kebijakan One China Policy dan mengajak anggota-anggota UN lainnya untuk mendukung kebijakan tersebut. Amerika Serikat yang sebelumnya sudah berjanji akan mendukung Taiwan, akhirnya melanggar janji tersebut dengan mendukung One China Policy.Walaupun Amerika Serikat mendukung One China Policy, Amerika Serikat hanya mengakui bahwa Taiwan termasuk bagian dalam Cina, tetapi PRC tidak memiliki kedaulatan terhadap pemerintahan Taiwan. Penandatanganan perjanjian normalisasi tahun 1 Januari 1979 juga berbunyi bahwa Amerika Serikat dan Cina sepakat untuk mengakui satu sama lain dan Amerika Serikat mengakui PRC sebagai satu-satunya pemerintah resmi di Cina. Amerika Serikat juga mengeluarkan pernyataan sikap kepada Taiwan bahwa akan menghentikan hubungan diplomatik dengan Taiwan, tetapi tetap memelihara hubungan dalam bidang keuangan, budaya, dan lain sebagainya tanpa perwakilan resmi serta hubungan diplomatik. Dari kebijakan yang dikeluarkannya dapat dilihat bahwa Amerika Serikat memilih kebijakan yang paling sedikit cost dan paling banyak benefitnya, Amerika Serikat dapat mengurangi kekuatan blok timur dengan cara merangkul Cina sebagai sekutunya, Amerika Serikat juga dapat menjalin kerjasama ekonomi dengan Cina, tetapi tetap mempertahankan kedaulatan Taiwan dan tetap menjalin kerjasama ekonomi dengannya.BAB III

KESIMPULANAda banyak argumen mengenai alasan mengapa Amerika Serikat mendukung One China Policy. Model analisis rational policy berusaha untuk menjelaskan kejadian internasional dengan cara menghitung kembali perhitungan dan tujuan sebuah negara, cost dan benefit dari dikeluarkan kebijakan tersebut.

Dengan menggunakan model analisis rational policy, dapat terlihat alasan mengapa Amerika Serikat mendukung One China Policy. Pertama karena ada faktor pendorong, yaitu putusnya hubungan diplomasi Cina dengan Uni Soviet dan ditetapkan garis diplomasi revolusioner Mao Zedong. Kedua, kebijakan untuk mendukung One China Policy tersebut memiliki cost yang rendah dan benefit yang tinggi. Dari sudut pandang ekonomi, Amerika Serikat dapat menjalin kerjasama dengan Cina, dan tetap berusaha untuk mempertahankan kerjasamanya dengan Taiwan. Dari sudut pandang perang dingin, kebijakan tersebut dapat dilihat dari usaha Amerika Serikat ingin merangkul Cina agar kekuatan blok timur berkurang.Lampiran:

Bagan Operasionalisasi Konsep

Bagan Model Analisa

DAFTAR PUSTAKA

A. Doak Barnett. U.S. Arms Sales: The China-Taiwan Tangle (pp. 16). Washington, D.C.: The Brookings Institution, 1982. Allison, Graham T. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. USA: Little, Brown and Company, 1971.

Allison, Graham T. The American Political Science Review, Vol. 63, No. 3, In Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis (pp. 689-718). USA: American Political Science Association, 1969.Browning G., Halcli A., & Webster F. Understanding Contemporary Society: Theories of the Present. USA: Sage Publications, 2000.

Edwin K. Snyder. The Taiwan Relations Act and the Defence of the Republic of China (pp. 1). Berkeley: Institute of International Studies, University of California, 1989. Fairbank, J. K., & Goldman, M. China A New History, Second Enlarged Edition (pp. 340-341). London: The Belknap Press of Harvard University Press, 2006.

Lijun, Sheng. Chinas Dilemma: The Taiwan Issue (pp. 11). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, Stamford Press, 2001. Kim, Ilpyong J. The Strategic Triangle: China, United States and Soviet Union. New York: Paragon Press, 1987.Taniputera, Ivan. History of China, In China Baru (hal 537-614). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008. Wibowo, I., & Hadi, Syamsul. Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto (hal. 32). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. World Politics 28, No. 3, In Stephen Krasner, State Power and the Structure of International Trade, (pp. 317-347), The Johns Hopkins University Press, 1976.

Nation

Policy with Minimum Cost and Maximum Benefit

Rational Policy

Mendapatkan Kerjasama dengan Cina, Mempertahankan kerjasama dengan Taiwan,

Mengurangi Kekuatan Blok Timur

Mendukung One China Policy

U.S.A

Fairbank, J. K., & Goldman, M. China A New History, Second Enlarged Edition, London: The Belknap Press of Harvard University Press, 2006. (hal. 340-341)

Browning G., Halcli A., & Webster F. Understanding Contemporary Society: Theories of the Present. USA: Sage Publications, 2000.

Allison, Graham T. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. USA: Little, Brown and Company, 1971.

Ibid. Hal. 10

Ibid. Hal. 32-33

Allison, Graham T. The American Political Science Review, Vol. 63, No. 3, In Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis (pp. 689-718). USA: American Political Science Association, 1969. (hal. 694)

Taniputera, Ivan. History of China, In China Baru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008. (hal. 550)

Edwin K. Snyder. The Taiwan Relations Act and the Defence of the Republic of China. Berkeley: Institute of International Studies, University of California, 1989. (hal. 1)

A. Doak Barnett. U.S. Arms Sales: The China-Taiwan Tangle. Washington, D.C.: The Brookings Institution, 1982. (hal. 16)

Lijun, Sheng. Chinas Dilemma: The Taiwan Issue. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, Stamford Press, 2001. (hal. 11)

Ibid.

Fairbank, J. K., & Goldman, M., Op.cit. Hal. 340

Taniputera, Op.cit. Hal. 584.

Wibowo, I., & Hadi, Syamsul. Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. (hal. 32)

Kim, Ilpyong J. The Strategic Triangle: China, United States and Soviet Union. Ney York: Paragon Press, 1987.

Viotti, Paul R. International Relations Theory Fourth Edition. In Realism: The State and Balance of Power. USA: Pearson, 2010. (hal. 43)

Kim, Ilpyong J. Op.cit. Hal. 11

Taniputera, Ivan. Op.cit. Hal 594-595