Upload
t-jack-rimbawan
View
11
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
its
Citation preview
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
INTEGRASI PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN PERMUKIMAN NELAYAN DI PESISIR BARAT
KABUPATEN BENGKULU SELATAN DALAM RANGKA KONSERVASI ALAM
Edwin Permana¹) Happy Ratna Santosa2) Bambang Soemardiono3)
Abstrak Kawasan Pesisir Pantai Barat Kabupaten Bengkulu Selatan mempunyai potensi
sebagai kawasan wisata alam pantai. Pengembangan kawasan wisata membawa dampak positif dalam peningkatan pendapatan bagi daerah. Tetapi, di lain pihak dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan jika pengembangannya tidak memperhatikan aspek kesinambungan ekologi dan budaya masyarakat.
Ruang lingkup penelitian ini adalah konsep pengembangan kawasan wisata yang terintegrasi dengan permukiman nelayan di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan dengan pendekatan kesesuian lahan. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif, dan analisis potensi fisik, ruang dan estetika dilakukan dengan teknik overlay. Karakteristik kepariwisataan dilakukan dengan mentabulasikan data primer, dan kemudian dengan analisis triangulasi akan dirumuskan kebijakan pemerintah guna mendukung konsep pengembangan kawasan wisata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi khas yang dapat dikembangkan pada wilayah studi adalah karakteristik alamnya yang masih alami. Secara umum konsep pengembangan berdasarkan kesesuaian lahan dibagi dalam 3 (tiga) zona yaitu zona yang dapat dikonservasi, zona wisata dan zona perluasan permukiman. Berdasarkan pemanfaatannya, dapat dibagi dalam 4 (empat) zona yaitu zona wisata pantai, wisata budaya dan permukiman nelayan, perluasan permukiman dan persawahan serta zona yang dapat dikonservasi. Orientasi permukiman nelayan diupayakan menghadap ke arah laut. Penyediaan fasilitas kepariwisataan didasarkan pada pembagian zona yang memiliki kedekatan fungsi serta menciptakan keterhubungan antarkawasan wisata guna memudahkan aksesbilitas pengunjung.
Kata kunci : Konservasi Alam, Kawasan Pesisir Barat, Pengembangan Wisata Pantai
1) Pascasarjana Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]
2) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected] 3) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
INTEGRATION OF DEVELOPMENT OF COASTAL AND FISHERMAN SETTLEMENTS TOURISM IN THE
WESTERN COAST OF SOUTHERN BENGKULU IN TERM OF NATURAL CONSERVATION
Edwin Permana¹) Happy Ratna Santosa2) Bambang Soemardiono3)
Abstract
Western coastal area in Southern Bengkulu has enormous potency as coastal tourism. In addition to increasing regional income, it is damaging the environment itself if the development does not consider to sustainability of social, cultural and ecology.
The scope of research is dealt to the development concept of coastal tourism integrated by fisherman settlements in the western coast of District Southern Bengkulu with land use approach. This approach uses qualitative and descriptive method, and also uses analysis of physical, space, and aesthetics strength by overlay technique. Characteristic of tourism is analyzed by tabulating primary data, and then using triangulation, it formulates government’s policy to bear the development concept of tourism.
The result shows that certain potency can be developed is its natural resources that still pure. Generally, the development concept based on land use is divided into three zones: conservable, tourism, and expanded settlements zone. Consider to utilization, it consists of four zones: coastal tourism, fisherman settlement and cultural tourism, human settlements and cultivation, and conservable zone. Orientation of fisherman settlements is undertaken to face sea and river side. Providing of facilities is based on zones with adjacent function by creating connectivity amongst tourism area for easing visitor accessibility.
Keywords: Development of Coastal Tourism, Natural Conservation, Western Coast Area
1) Graduate Student of Architectur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111,email: [email protected]
2) Department of Architectur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected] 3) Department of Architectur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
I. PENDAHULUAN
Pemerintah telah mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata dan mengharapkan sektor pariwisata dapat memainkan peranan strategis sebagai sumber pendapatan dan devisa nasional, penciptaan kesempatan kerja dan berusaha, sekaligus sebagai media untuk melestarikan nilai – nilai budaya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Bengkulu tahun 2006, pariwisata menjadi sektor urutan pertama karena dinilai sebagai sektor strategis dan dianggap mampu untuk membangun kemandirian daerah. Kabupaten Bengkulu Selatan memiliki potensi wisata bahari yang cukup luas dengan panjang garis pantai dibagian timur dan barat seluas 1.843,02 ha, yang meliputi Kecamatan Pasar Manna, Kota Manna, Pino Raya, Kedurang Ilir, Kedurang dan Kecamatan Bunga Mas. Pantai Pasar Bawah merupakan obyek wisata yang terletak dalam kota kabupaten dengan potensi pemandangan pantai yang indah dan merupakan lokasi yang sangat strategis dalam mengembangkan kegiatan pemancingan bahkan sudah merupakan kegiatan tahunan. Keberadaan obyek dan daya tarik wisata pantai di Kabupaten Bengkulu Selatan tersebar dibeberapa kecamatan, hal ini dalam satu sisi dapat memperluas jangkauan kegiatan pariwisata hingga ke pedesaan, namun disisi lain hal ini merupakan kendala bagi Pemerintah Daerah dalam mengembangkan keseluruhan obyek dan daya tarik wisata pantai tersebut. Untuk menjamin agar pengembangan kawasan sesuai fungsinya, diperlukan upaya pelestarian secara terpadu.
Fokus permasalahan dititikberatkan pada pengembangan obyek wisata di Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai daerah andalan tujuan wisata, maka dapat dirumuskan pokok – pokok permasalahan yaitu sebagai berikut : 1. Potensi khas apa saja yang dapat dikembangkan pada kawasan wisata pesisir Pantai Barat
di Kabupaten Bengkulu Selatan. 2. Bagaimana konsep yang dapat dikembangkan dalam penataan Kawasan Wisata Pesisir
Barat Kabupaten Bengkulu Selatan dengan mengintegrasikan secara terpadu antara obyek wisata dengan permukiman nelayan dengan tetap memperhatikan aspek konservasi alam.
Bertitik tolak pada permasalahan yang dihadapi maka tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan konsep yang terpola dan terpadu dalam pengembangan kawasan wisata Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu : 1. Mengidentifikasikan potensi khas yang menjadi daya tarik utama obyek wisata pantai
sebagai upaya pengembangan daerah menjadi tujuan wisata yang menarik bagi wisatawan.
2. Merumuskan konsep pengembangan kawasan wisata Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan yang terintegrasi dengan permukiman nelayan dengan tetap memperhatikan aspek konservasi alam.
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah atau Dinas Pariwisata dan Perhubungan Kabupaten Bengkulu Selatan dalam rangka menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
b. Tersedianya konsep integrasi pengembangan wisata pantai dan permukiman nelayan di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan.
2. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah : a. Menambah konsep alternative pengembangan wisata pantai dan permukiman nelayan
di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
b. Sebagai wahana dalam mengembangkan konsep wisata pesisir dengan pendekatan pelestarian alam.
Batasan dibagi menjadi dua kategori yaitu batasan wilayah dan aspek pembahasan. Batasan wilayah merupakan batasan yang ditinjau dari sisi geografi dan ekologis yaitu pada kawasan pesisir pantai Barat Kabupaten Bengkulu Selatan. Wilayah penelitian dibatasi pada kawasan daratan pantai saja, dengan kawasan terpilih berada pada 3 (tiga) kecamatan yaitu : Kecamatan Pasar Manna, kecamatan Manna, dan kecamatan Bunga Mas. Sedangkan batasan substansi lebih ditekankan pada 1. Pembahasan kondisi existing kawasan yang terpilih guna mendapatkan gambaran dalam
pengembangan kawasan wisata dengan tetap memperhatikan kondisi sosial budaya dan meningkatkan pendapatan nelayan setempat serta mempertimbangkan potensi alam.
2. Konsep pengembangan kawasan terpilih akan dibahas secara makro sedangkan pada konsep penataan tapak dari masing – masing obyek wisata disesuaikan dengan pontensi existing yang ada.
II. KAJIAN TEORI
Menurut Suwantoro (1997), pengertian pariwisata berkaitan erat dengan perjalanan wisata, yaitu suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Sedangkan menurut UU Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP 10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu dijelaskan bahwa Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaanya. Menurut Prasita (1996), Kawasan pesisir merupakan kawasan yang unik karena kawasan tersebut terdiri dari komponen daratan dan lautan. Dalam perencanaan regional kawasan wisata pesisir harus selaras dengan tata ruang yang telah dibuat pada tingkat regional kawasan tersebut. Penataan ruang pesisir akan mencakup penetapan peruntukan lahan yang terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) zona preservasi, 2) zona konservasi, 3) zona pemanfaatan.
Sejarah awal keberadaan lingkungan permukiman nelayan dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu : 1) Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi di pantai, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun-temurun. 2) Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan. Tahapan perkembangan kawasan permukiman nelayan ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat, ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi, intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat, dominasi kawasan perumahan/permukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata, pola
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi, orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat, bangunan pada permukiman pantai dibedakan atas bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air. Permukiman yang baik dan tertata akan tercipta apabila memenuhi kriteria ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dan binaan, serta sarana dan infrastruktur., aspek non fisik meliputi aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya, Silas (1985).
Menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural atau perubahan budaya dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Sedangkan menurut Wayne Attoe (1979) : yang dapat dikonservasi adalah lingkungan alam (seperti daerah pantai, hutan, lereng pegunungan dan lokasi arkeologi), kawasan kota dan perdesaan, skyline dan pemandangan koridor wilayah, bagian depan suatu gedung (fasade) dan bangunan serta unsur dari bangunan. Menurut “ Piagam Burra tahun 1981” , Sidharta dan Eko Budihardjo (1989) dapat dijelaskan arti konservasi adalah segenap proses pemeliharaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik, sehingga konservasi merupakan sebuah upaya pelestarian terhadap suatu tempat sehingga tetap memiliki makna. Mc Harg (1971) dalam memilih daerah – daerah yang secara intrinsik cocok bagi konservasi, maka ada beberapa faktor yang ditentukan yaitu : bentuk – tampilan yang bernilai sejarah, hutan dan rawa- rawa yang berkualitas tinggi, bentuk – tampilan pantai teluk, sungai – sungai, habitat binatang liar, bentuk tampilan geologi dan fisiografi yang unik, tampilan perairan berpemandangan bagus serta bentuk – bentuk langka yang berkaitan ekologis. Lawson dan Bovy (1977) pengembangan kawasan wisata alam harus mengikuti prinsip-prinsip pengembangan dan perencanaan pemanfatan kawasan terdiri dari subsistem tata ruang atau pendaerahan (zoning). Penzoningan tersebut digambarkan dalam 4 (empat) zona seperti disajikan dalam gambar 2.2.
1. Peruntukan fasilitas umum, bangunan permanen, rekreasi, pariwisata dan fasilitas olahraga
2. Peruntukan fasilitas tidak permanen, kemah, memancing, dan sebagainya
3. Tidak diperbolehkan adanya pembangunan jalan kendaraan umum. Diperuntukan jalan setapak, pendakian, olahraga berkuda & gardu pandang
4. Tidak ada akses jalan masuk dan tidak boleh ada fasilitas 5. Tidak ada pencapaian jalan dan fasilitas
Hambatan fisiografis merupakan gejala alamiah yang membahayakan dalam pembangunan, seperti gempa, banjir dan gelombang tsunami, hal ini terjadi karena adanya pemanasan dunia (global warming). Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, fungsi prasarana dan sarana, gangguan terhadap
Gambar 2.2: Empat Zona Wisata Sumber : Lawson dan Bovy, 1977
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
permukiman penduduk, pengurangan produktivitas lahan pertanian, dan peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit.
Menurut Mc. Harg (1971), diterjemahkan oleh Sugeng Gunadi (2005) keberadaan pantai sangatlah penting bagi manusia. Dikatakan bahwa permukaan bumi yang beraneka ragam tersebut memiliki karakteristik serta fungsi masing – masing yang berkembang secara alamiah. Malbery (1972), Kemiringan lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman adalah pada lereng kelas 0% - 15%. Permukiman penduduk dengan segala fasilitas pendukungnya paling ideal berada pada kemiringan 0% - 18%. Kemiringan di atas 8%-18% masih dapat diterima dengan pembatasan kepadatan bangunan. Sedangkan kemiringan 15%-25% dapat diterima tetapi harus didukung dengan teknologi dan biaya konstruksi yang cukup tinggi untuk menjamin keselamatan dan keamanan baik bagi bangunan maupun tanahnya. Jenis dan pola vegetasi merupakan potensi rekreasi, visual dan ekologis. Jenis vegetasi erat kaitanya dengan kondisi tanah, hidrologi, iklim dan topografi. Menurut Ochse dkk (1961 dalam Seta, A.K, 1991) mengelompokan tanaman penutup menjadi 5 (lima) golongan yaitu :1)Tanaman penutup tanah rendah, jenis rumput-rumputan dan menjalar 2) tanaman penutup tanah sedang, berupa semak, 3) tanaman penutup tanah tinggi, 4) tumbuhan rendah alami, 4) tumbuhan yang tidak sesuai (rumput pengganggu). A. Budaya Masyarakat Nelayan
Budaya masyarakat nelayan yang unik atau campur dari berbagai jenis budaya – lokal dan asing yang memberi watak/karakter sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi pantai. Dalam penataan ruang pesisir harus memperhatikan budaya masyarakat setempat serta dapat meningkatkan kondisi masyarakat berdasarkan aspirasi yang ada, sehingga dapat sejahtera, adil dan berkelanjutan DELP, 2000. Sedangkan menurut Cernea, 1991 dalam Lindberg K and D E, Hawkins, 1995 mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan peluang efektif dalam kegiatan pembangunan, hal ini berarti memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan kontrol pada kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kehidupan sesuai dengan kemampuannya. B. Konsep Pengembangan Kawasan
Pengembangan wisata pantai di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sangat terkait dengan pengelolaan kawasan tepi air. Defenisi prinsip perancangan kawasan tepi air merupakan dasar – dasar penataan kawasan memasukan aspek yang perlu dipertimbangkan dan komponen penataan di wilayah tepi air (Sastrawati, 2003). Beberapa aspek yang terkait dalam penataan kawasan tepi air adalah : 1) Citra (image), 2) Keteraturan, 3)Bangunan, 4) Keselamatan (safety), 5) Keamanan (security), 6) Pedestrian Way. Menurut Soekadijo, 1997 : Pariwisata sebagai suatu kegiatan yang dilakukan wisatawan, dimana ditunjang dengan menyediakan sarana prasarana angkutan dalam melakukan mobilitas spasial yang merupakan systemic linkage. Gunn, 1994 mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu :1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) Menjamin kepuasan pengunjung, 4) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangan.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Menurut Harvey M. Rubenstein dalam buku A Guide to Site and Environmental Planning (di terjemahkan Sugeng Gunadi, 1989) menyebutkan bahwa pemilihan tapak dan pengembangan tapak dapat mempertimbangkan faktor-faktor alam, kultur dan estetika.
III. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif mengingat penelitian ini bertujuan
menjelaskan fenomena secara mendalam dengan melakukan kontak langsung di lapangan dan peneliti merupakan instrument kunci dari penelitian. Variabel yang akan dianalisis meliputi : 1. Variabel bebas terdiri dari :
a. Kondisi fisik (geologi, topografi, akuifer, klimatologi, dan vegetasi) b. Potensi budaya (Aktifitas pengguna, kesenian, kerajinan, kampung nelayan, dan situs
sejarah) c. Ruang dan estetika ( pemandangan alam pantai, hutan, bukit, pertanian, perkebunan,
sirkulasi dan pergerakan serta fasilitas wisata ) 2. Variabel terikat adalah integrasi pengembangan potensi pariwisata Pantai Pesisir Barat
Kabupaten Bengkulu Selatan 3. Variabel kontrolnya adalah peraturan perundangan yang mengatur pengembangan kawasan
pesisir, kebijakan tata ruang dan literatur yang terkait dengan penelitian. Penentuan sampelnya dilakukan dengan cara purposive sampling dengan jumlah
sampling berdasarkan jumlah persentase populasi yang ada. Jika jumlah populasi kurang dari 100 orang maka akan diambil sampling secara keseluruhan, namun bila populasi lebih dari 100 orang maka akan diambil sampling 10%-20% dari populasi yang ada. Penelitian ini hanya memilih informan yang dianggap mengetahui masalahnya. Instrumen penelitian ini berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang nantinya akan disampaikan kepada responden. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer (Metode observasi/Pengamatan, metode penyebaran kuesioner,metode Wawancara) dan data sekunder (data sekunder diperoleh dari literatur yang berkaitan dengan studi yang dipilih)
Data-data dianalisis berdasarkan karakter yang didapat dari kondisi. Adapun tahapan analisa data sebagai berikut : 1. Analisis potensi obyek wisata, diperoleh dari hasil observasi lapangan, pengisian kuesioner
dan hasil wawancara yang diajukan kepada responden, kemudian mentabulasikan dengan teknik penilaian dengan menjumlah jawaban tiap responden pada setiap tahap.
2. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan teknik overlay. 3. Analisis Triangulasi Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah, untuk melengkapi dan
mendukung konsep pengembangan. 4. Konsep Pengembangan Kawasan, diperoleh dari mengkaji pendekatan teori pengembangan
wisata. Prosedur penelitian dilakukan melalui tahapan perumusan masalah, studi literature, pengumpulan data, analisis dan kesimpulan.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan lahan dalam pengembangan kawasan wisata pesisir ditinjau dari potensi dan daya dukung lahan, setiap kawasan pantai mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
sehingga pengembangan setiap kawasan disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan kawasan pengembangan. A. Analisis Kondisi Fisik Kawasan Wisata Pantai Aspek topografi dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu terhadap obyek pandang dan terhadap lokasi pandang.
Berdasarkan kriteria dapat ditentukan hasil analisis kemiringan sebagai berikut : 1. Kemiringan 0% - 8%, merupakan kawasan yang dapat dikembangkan atau dibangun 2. Kemiring 8%-15%, merupakan kawasan yang dapat dipertimbangkan untuk
dikembangkan secara terbuka namun terbatas. 3. Kemiringan 15%-40%, merupakan kawasan yang dapat dikembangkan terbatas dengan
tingkat kepadatan yang rendah. 4. Kemiringan › 40%, merupakan kawasan yang tidak dapat dikembangkan untuk
pembangunan dan sebaiknya dipertimbangkan sebagai hutan lindung. Berdasarkan hasil analasis topografi pada kawasan studi dapat dibagi dalam 2 (dua) zona yaitu: Zona yang dapat dibangun dan zona yang dipertimbangkan untuk dikembangkan secara terbuka namun terbatas.
Kerentanan gerakan tanah di wilayah studi dapat diidentifikasikan dalam 1 (satu) zona yaitu : Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, pada daerah ini mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk gerakan tanah. Pada kawasan ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah dan merupakan daerah datar sampai landai bergelombang dengan kemiringan lereng ‹ 15%. Batuan dasar umumnya adalah endapan alluvial, breksi lahar, kolongmerat dan tuf. Pada wilayah studi, kondisi hidrologi dapat dibagi dalam 2 kategori : 1. Akuifer kecil pada daerah air tanah langkah, dimana kondisi air tanah setempat dangkal
dalam jumlah terbatas dan dapat diperoleh di lembah atau pada kawasan pelapukan 2. Akuifer Sedang dan kecil dengan debit ‹ 51/det . Hasil analisis terhadap pola aliran air permukaan maka dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Daerah dengan pola aliran air permukaan cepat, terjadi pada kemiringan lahan yang tinggi
yaitu pada puncak dan lereng bukit. 2. Daerah dengan pola aliran air permukaan sedang, terjadi pada daerah dengan kemiringan
lahan sedang dan berada pada kaki bukit 3. Daerah dengan pola aliran air permukaan lambat, terjadi pada kemiringan lahan yang
landai. Berdasarkan hasil analisis yang ada maka pada wilayah studi dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Vegetasi selain hutan yaitu vegetasi daerah perkebunan yang antara lain pada dataran
rendah dengan ketinggian 0-25 dpl terdapat pohon kelapa, cemara laut dan pandan laut. Sedangkan pada ketinggian 25-100 dpl yang merupakan kaki bukit terdapat tanaman perkebunan kopi, karet, dan coklat serta vegetasi hutan. Kondisi ketinggian 25-100 dpl berpotensi sebagai elemen visual.
2. Persawahan merupakan vegetasi yang berada pada dataran rendah dengan ketingian 0-25. Berdasarkan analisis topografi dan observasi di lapangan terhadap vista orentasi, vista pemandangan, citra air dan ciri sejarah maka dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Vista oreantasi, vista pemandangan dan citra air terkait dengan kondisi topografi kawasan
yang berada pada ketinggian 0-25 m dpl yaitu sudut pandang yang sangat baik karena berada pada kontour yang relative datar sehingga dapat memandang ke arah laut lepas.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Sedangkan pada ketinggian 25-100 m dpl merupakan sudut pandang yang khas dan berpotensi sebagai elemen visual.
2. Kawasan studi merupakan kawasan permukiman tua tempat awal tumbuh dan berkembangnya permukiman. Disamping itu terjadi perubahan pola oreantasi permukiman yang mengarah kearah jalan ini lebih kepada pendekatan kemudahan aksesbilitas. Beberapa ciri sejarah yang masih terjaga sampai sekarang ini seperti makam Syech Muhammad Amin, benteng pengintaian peninggalan zaman penjajahan jepang masih dapat ditemukan namun tidak terpelihara dengan baik.
Hambatan fisiografis merupakan gejala alamiah yang membahayakan dalam pembangunan, seperti gempa, banjir dan gelombang tsunami. Beberapa corak dan karakteristik daerah pengaliran yaitu ; 1. Daerah pengaliran sungai radial/menyebar berbentuk kipas atau lingkaran. 2. Daerah pengaliran sungai berbentuk bulu burung. Daerah pengaliran dengan karakteristik
ini mempunyai debit banjir yang kecil namun banjirnya berlangsung relative lama 3. Daerah pengaliran paralel, mempunyai karakteristik dua jalur daerah pengaliran bersatu
dibagian hilir. Daerah ilir titik pertemuan sungai-sungai inilah yang sering terjadi banjir. Pada daerah yang berpotensi tsunami, perlu dilakukan penataan lahan dan permukiman yang terletak terlalu dekat dengan garis pantai harus dihindari disamping dengan penanaman vegetasi disepanjang pinggir garis pantai sebagai barrier. Berdasarkan hal tersebut maka hasil analisis dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Daerah berpotensi bencana besar, kurang layak dikembangkan 2. Daerah berpotensi bencana sedang dan kecil 3. Daerah tidak berpotensi bencana B. Analisis Karakteristik Kepariwisataan
Dari hasil tabulasi kuesioner terhadap tingkat pengenalan masyarakat terhadap obyek wisata Pantai Pasar Bawah maka sebanyak 40 persen mengenal karena keindahan pantainya dengan ciri khas berupa ombak yang relative cukup besar dan tenggelamnya matahari di samping itu keberadaan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang berada pada ujung muara Pantai Pasar Bawah. Sebanyak 13,46 persen responden mengenal kawasan wisata karena pemandangan alam yang ada berupa tebing, selebihnya secara berturut-turut 7,69 dan 1,92 persen responden mengenal karena budaya masyarakat dan pemandangan bukit disekitarnya. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap aktifitas yang diinginkan wisatawan pada pantai Pasar Bawah, diketahui tingkat aktivitas yang diinginkan wisatawan cukup beranekaragam. Secara berturut-turut dapat dilihat aktivitas yang paling diinginkan wisatawan pada Pantai Pasar Bawah yaitu kegiatan menikmati ombak merupakan urutan yang paling diminati kemudian kegiatan memancing, aktivitas nelayan, kegiatan olahraga dan belanja souvenir, makanan sea food, berkemah dan yang terakhir pentas seni budaya. C. Analisis Kesesuaian Lahan Peta yang diperlukan adalah peta tata guna lahan, peta topografi, peta ketinggian, peta geologi dan tanah, peta vegetasi serta peta DAS, kemudian dilakukan teknik overlay untuk mengetahui nilai kemampuan lahan masing-masing. Berdasarkan hasil analisis terhadap daerah yang dapat dikonservasi maka sebagian pesisir pantai Bengkenang dan pantai Muara Kedurang merupakan daerah yang dapat dikonservasi. Peta yang di[erlukan adalah peta tata guna lahan, peta topografi, peta ketinggian, dan peta vegetasi, kemudian dilakukakan overlay untuk mengetahui nilai kesesuaian lahan sehingga dapat ditentukan kawasan wisata dengan fasilitas pendukungnya. Berdasarkan hasil analisis kawasan yang dapat dikembangkan sebagai daerah wisata yaitu sebagian pantai Pasar Bawah, sebagian pesisir Pantai Bengkenang dan
Seminar Nasio
sebagian belahan, petabencana, kedaerah yanhasil analisdilakukan ppada Kecamhasil overlamaka penat(dua) yaitu
Berdikelompok1. Zona Pe2. Zona Pe3. Zona YBerdasarkanwisata beradikonservaswisata didamelalui kuebahan pertim
D. Analisis Pola
ada sehingg1. Pada zo
perlunyaangin pa
2. Oreantastidak me
3. Pola sirk4. Penataan
dan pote
Gambar
2
1
onal Perumaha
esar pesisir pa topografi, emudian dio
ng dapat diksis terhadap pada sebagiamatan Bungaay pada zonataan ruang pzona konservrdasarkan hkan zona kawemanfaatan –emanfatan –
Yang Dapat Dn hasil komada pada zosi dapat dikasarkan atas esioner terhambangan dal
Permukimanpermukiman
ga kurang terna sepadan
a penanamanada kawasan si permukimembelakangi kulasi yang ten zonasi kegensi masing-m
IV.4.4.2 : Zo
3
n Permukiman
pantai Muarpeta kepad
overlay untukkembangkan
daerah peran besar Keca Mas hany
a yang dapat pesisir Baratvasi dan zon
hasil kompowasan sebaga– Daerah WiPerluasan P
Dikonservasimposit superi
ona kegiatanembangkan pertimbang
dap jenis wilam menentu
n Nelayan dan nelayan yanratur maka pe
pantai dan n vegetasi setersebut.
man diarahkaobyek wisaterbentuk dita
giatan di kawmasing kawa
ona KawasanSumber : Ha
dalam Pemban
a Kedurang.datan penduk mengetahusebagai ka
rluasan permcamatan Pasaya sebagian
dikonservast di wilayah
na pemanfaatosit superimai berikut : isata Pantai ermukiman
impose kesen wisata dasecara terbaan pendapatisata yang diukan kawasan
an Potensi Mng berkembaerlu dilakukasungai tidak
ebagai barrie
an untuk menta pantai danata mengikut
wasan permuasan.
n dan Kesesuaasil Analisis P
ZonaAtrakhasilZonaAlamVegerelatiZonaAlamKeraVege
ngunan Kota 20
Jurusan
. Peta yang duk, peta vui kesesuaian
awasan permmukiman maar Manna dasaja yang dsi, kegiatan w
h studi mencan.
mpose kond
esuaian lahaan sebagianatas. Disampt masyarakaiinginkan sehn wisata.
Masyarakat Nang sekarangan penataan sk dilakukan er sekaligus
nghadap ke n sungai yangti kondisi top
ukiman nelay
aian dengan PPeneliti, 2009
a 1- Pantai ksi Budaya, Wl olahan, mema 2- Pantai
m, menikmati etasi peneduhive landai, Baa 3- Pantai M
m, Wisata sunajinan tanganetasi yang ma
010
n Arsitektur
diperlukan avegetasi dann lahan sehi
mukiman/peruaka perluasaan Kecamata
dapat dikembwisata dan pcakup peneta
isi fisik ka
an maka penn berada paping itu pen
at dan wisatahingga analis
Nelayan g ini mengikuseperti : pengembansebagai pen
arah pantai g ada. pografi yang yan, disesuai
Pemanfaatan
Pasar BawWisata Relegi
mbuat perahu, PBengkenangOmbak dan th yang mas
atuan pantai yaMuara Kedurngai, perkebun, Batuan sih alami
ITS – Maret 2
adalah peta n peta daeraingga dapat umahan. Be
an permukiman Manna, sbangkan. Beperluasan perapan lahan m
awasan ma
ngembangan ada zona yangembangan awan yang sis ini dapat
uti pola sirku
gan permukneduh dan pe
atau sungai
ada. ikan dengan
n Kegiatan
wah : Wisataius, TPI, potePermukiman Ng : Wisata Pterbenamnya msih alami, Tang indah
rang : Wisata unan, Atraksi Pantai yang
2010 | 10
tata guna ah rawan diketahui
erdasarkan man dapat sedangkan erdasarkan rmukiman menjadi 2
aka dapat
kawasan ang dapat kawasan dilakukan dijadikan
ulasi yang
kiman dan enghalang
sehingga
kekhasan
a Pantai, ensi ikan Nelayan Pantai & matahari,
Topografi
Pantai & budaya,
g indah,
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
5. Adanya pengarah yang jelas dalam pencapaian ke lokasi obyek wisata dengan tetap menciptakan kesan alamiah pada kawasan tersebut.
6. Pemakaian bahan–bahan material setempat dan menghindari tampilan arsitektural yang kontras dengan lingkungan serta tetap menampilkan ciri arsitektur setempat.
Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat dan beberapa aparat Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengembangan pariwisata daerah maka keterlibatan masyarakat serta dukungan Pemerintah Daerah sangat mempengaruhi terhadap percepatan pengembangan kawasan wisata. Keberadaan Pantai di pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai kawasan wisata seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan dengan pendekatan antara lain : 1. Penataan zoning kegiatan guna menghindari ketidaknyamanan pengunjung dalam
melakukan perjalanan wisata. 2. Penyediaan fasilitas untuk kegiatan ritual budaya dan aktivitas pembuatan perahu serta
pengolahan hasil laut dengan penempatan kios-kios. 3. Perlunya sosialisasi, pelatihan dan bantuan pembiayaan dalam pengembangan usaha hasil
olahan ikan dan keanekargaman kerajinan tangan dalam bentuk cinderamata serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam pantai guna menciptakan kualitas hidup yang diharapkan.
E. Analisis Triangulasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Pariwisata Tabel 1 : Analisis Triangulasi Kebijakan Pemerintah Daerah
No Faktor
Pengaruh Fakta Empiris
Berdasarkan Referensi
Berdasarkan Studi Kasus Lain
Hasil Triangulasi Kebijakan Pemda
1. Peningkatan PAD dan Pendapatan Masyarakat
Kurangnya Investasi , Perijinan, Pajak dan Retribusi
Undang-undang Nomor 10 tahun 2007 tentang kepariwisataan, pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah
Kepmen No 012/MKP/IV/2001 Tentang Pedoman perizinan usaha jasa wisata bagi daerah kab/kota
Pengembangan wisata di Bali dengan menempatkan kigiatan wisata sebagai prioritas utama dalam peningkatan PAD Pengembangan Pantai
Panjang Bengkulu,dengan pengalokasian pembiayaan dalam bentuk multiyear Pengembangan Pantai
panjang Padang Sumbar
Penentuan skala prioritas investasi Penyederhanaan
dan kemudahan investasi
2
Peningkatan Kualitas SDM
Lemahnya Profesionalitas, Pengorganisasian & Koordinasi
Jurnal Bappenas “ Peningkata kualitas dan daya saing SDM
Halomoan Tamba, tentang Paradigma peningkatan daya saing UKM dalam kondisi otonomi daerah
Jurnal STPB Bandung “ Peningkatan asset di bidang pariwisata oleh pemerintah dengan perencanaan SDM
Kompetensi manusia di DISPARINKOP Kabupten Gresik, yaitu dengan memberi kesempatan aparaturatnya mengikuti pendidikan khusus bidang pariwisata serta pengembangan BLKerja yang terkait dengan pariwisata guna membina masyarakat supaya terampil menciptakan peluang usaha di bid.
Pengembangan pendidikan khusus Pembentukan dan
pembinaan organisasi Pengembangan
BLK Koordinasi antar
instansi
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
pariwisata.
3 Peningkatan Kesadaran Masyarakat Pariwisata
Lemahnya peranan Tripartid, Pusat Wisata & Penyuluhan
Dr. Rochajat Harun Med “ Prospek dan permasalahan pariwisata Indonesia”
Penelitian Bappeda Yogyakarta” Transpormasi masyarakat melalui pendidikan”
Partisipasi masyarakat Bali terhadap pantai Kute, setiap pedagang yang ada di pantai mempunyai kewajiban untuk membersihkan pantai
Peningkatan peran serta Pemerintah, Swasta dan Masyarakat/LSM
Pembentukan kelompok minat
4 Peningkatan kualitas produk, pasar, sumber daya pariwisata dan lingkungan
Lemahnya prioritas pengembangan, kurangnya diversifikasi produk wisata, promosi dan pemasaran
Kepmen Kebudayaan dan Pariwisata No. KEP-012/MKP/IV/2001 tentang Pedum perizinan usaha jasa wisata bagi daerah kabupaten/kota
Produk-produk kerajinan masyarakat Yogyakarta dan Bali dengan menyediakan kawasan sentra-sentra hasil kerajinan.
Penyusunan sentra pengembangan
Kerjasama antar instansi dan antar daerah di bidang promosi
5 Harmonisasi hubungan antar manusia dan lingkungan
Belum adanya penataan ruang lingkungan hidup dan perlindungan hukum
UU No. 23 Thn 1997 Tentang Pengelolaan Ling. Hidup UU 32 Thn 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan lingk. Hidup Hanny “ Pariwisata dan perubahan lingkungan (copyright J.R. Pahlano Daud)
Masyarakat Bali dan Yogyakarta di kali code menyadari bahwa lingkungan sangat penting untuk kehidupan dengan melakukan penataan secara swadaya terhadap lingkungan serta menjaga kebersihan sungai itu sendiri
Penyusunan tata ruang kawasan pariwisata
F. Analisis Penataan Kawasan Dengan Pendekatan Teori Urban Design Terkait Dengan Sistem Linkage
Pada pengembangan kawasan wisata diperlukan penataan kawasan guna menciptakan kawasan wisata yang nyaman dan aman bagi pengunjung. Keterhubungan masing-masing obyek wisata merupakan hal yang penting guna memudahkan mobilisasi pergerakan wisatawan, Soekadijo, 1997. Menurut Gunn, 1972 pada dasarnya atraksi, pelayanan dan fasiltas nilainya menjadi tidak berarti apabila tidak tersedia transportasi dan aksesbilitas lokasi. Oleh sebab itu keterkaitan antara tempat asal dan tujuan wisata adalah bagian vital dari kegiatan pariwisata. Sistem keterhubungan kawasan pesisir Barat Kabupaten Bengkulu secara makro merupakan keterhubungan antara obyek wisata yang dilakukan dengan penataan pola sirkulasi yang nyaman baik dari segi pencapaian maupun segi visual. Penataan elemen-elemen pembentuk kawasan dengan sistem linkage seperti adanya papan pentunjuk arah, penanda kawasan berupa node, landmark, schupture serta pembentukan pola sirkulasi/koridor dengan membedakan dimensi jalan serta material sehingga memudahkan untuk dikenali. Sistem linkage yang menghubungkan masing-masing kawasan wisata diupayakan dapat menciptakan pengalaman visual yang baik. Pantai Pasar Bawah Berdasarkan kondisi fisik kawasan pantai Pasar Bawah memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai dan permukiman nelayan. Namun fasilitas yang ada masih kurang memadai sehingga diperlukan perencanaan pengembangan sarana dan
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13
prasarana guna mengoptimalkan pengembangan kawasan wisata. Beberapa fasilitas yang sudah ada dapat dilakukan perbaikan sedangkan untuk fasilitas pendukung lainnya dapat dikembangkan seperti penambahan shelter-shelter, tempat berjualan souvenir, tempat pusat jajanan ikan dan menara pengamat. Pantai Bengkenang Atraksi wisata yang dapat dikembangkan pada kawasan ini adalah wisata pantai dan wisata hutan seperti pembangunan shelter-shelter, kios makanan dan minuman, cottage, menara pandang, pedestrian, panggung terbuka dan lapangan olahraga pantai. Pantai Muara Kedurang Berdasarkan potensi sumber daya yang ada, obyek wisata pantai Muara Kedurang memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai obyek wisata pantai dan hutan. Beberapa fasilitas yang dapat dikembangkan pada kawasan ini seperti, cafeteria, camping ground, jogging track, musolah, KM/WC, panggung terbuka, shelter-shelter dan pedestrian. Fasilitas yang dikembangkan diarahkan memiliki keterhubungan dan disesuaikan dengan kondisi topografi kawasan yang relative tinggi dibanding permukaan air laut.
V. KESIMPULAN Pengembangan kawasan wisata pantai yang terintegrasi dengan permukiman nelayan dapat disimpulkan sebagai berikut : Potensi khas yang dapat dikembangkan pada wilayah studi yaitu karakteristik alam yang masih alami. Karakteristik aktifitas dan budaya masih terjaga dalam kehidupan masyarakat seperti kegiatan selamatan pantai, atraksi kesenian serta aktifitas pengolahan hasil ikan dengan pembuatan perahunya ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Konsep pengembangan wisata pantai yang terintegrasi dengan permukiman nelayan di pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan dengan pendekatan konservasi alam dapat dirumuskan secara makro sebagai berikut : a. Berdasarkan kesesuaian lahan maka pada wilayah studi dapat dibagi atas 3 (tiga) zona
yaitu : Zona Konservasi, Zona Kegiatan Wisata dan Zona Perluasan Permukiman. Sedangkan berdasarkan pemanfaatan dapat dibagi dalam 4 zona yaitu : zona wisata pantai, wisata budaya dan permukiman Nelayan, zona permukiman dan persawahan serta daerah yang dapat dikonservasi.
b. Karakteristik kepariwisataan diupayakan terintegrasi dengan kondisi fisik kawasan maka fasilitas yang dikembangkan disesuaikan dengan kemampuan lahan, pemanfaatan serta kedekatan fungsi guna menciptakan kenyaman bagi pengunjung. Pantai Pasar Bawah memiliki potensi sebagai kawasan wisata pantai, wisata permukiman dan wisata budaya, namun fasilitas yang ada masih kurang memadai sehingga diperlukan pengembangan dan memperbaiki fasilitas yang sudah ada. Pantai Bengkenang dan Muara Kedurang, atraksi yang dikembangkan adalah wisata pantai dan hutan. Untuk daerah yang dapat dikonservasi maka penyediaan fasilitas pendukung dibatasi oleh jumlah, luasan, material yang digunakan, serta atraksi wisata yang bersifat tidak menimbulkan gangguan atau merusak kondisi alam. Perlunya penanganan terhadap kawasan yang digunakan untuk kegiatan penambangan galian C baik yang dilakukan secara legal maupun ilegalan sehingga dapat menguntungkan semua pihak yang terkait.
c. Daerah perluasan permukiman dapat dilakukan pada zona I - Pantai Pasar Bawah pada sisi timur dan selatan, sedangkan pada zona II dan III-Pantai Bengkenang dan Muara Kedurang,di luar garis sepadan laut dan daerah yang dapat dikonservasi perluasan kawasan
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 14
permukiman dapat dilakukan. Sedangkan orentasi permukiman diarahkan menghadap ke arah laut, perlunya penanaman vegetasi sebagai barrier sekaligus sebagai peneduh dan penghalang angin. Penggunaan bahan material setempat dan menghindari tampilan yang kontras dengan lingkungan alam sekitarnya. Pengembangan permukiman diarahkan pada daerah dengan tingkat kepadatan rendah sampai sedang, bukan pada kawasan potensi alam serta pada kawasan yang bukan rawan bencana.
d. Penyediaan fasilitas untuk kegiatan ritual budaya berupa upacara selamatan pantai, aktivitas pembuatan perahu serta pengolahan hasil laut dengan penempatan kios-kios.
e. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk mendukung pengembangan kepariwisataan dengan penentuan skala prioritas investasi, penyederhanaan serta kemudahan berinvestasi bagi sektor swasta, menetapkan target PAD yang realistis, meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi, pengembangan lembaga pendidikan khusus serta menyusun sentra pengembangan dan tata ruang kawasan pariwisata.
f. Menata sistem keterhubungan antar kawasan wisata yang memiliki kenyamanan visual dengan melakukan penataan terhadap aksesbilitas jaringan jalan dan transportasi yang terkait dengan pengembangan produk wisata, serta pembentukan pola jalur perjalanan yang membentuk linkage secara fisik dan visual dengan menempatkan fasilitas-fasilitas yang menarik pada titik-titik simpul, sekuen dan pengarah serta penanda kawasan.
Saran 1. Pengembangan kawasan wisata diharapkan dapat memenuhi pada tiga hal utama yaitu :
keberlangsungan alam atau ekologi, memberi manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat
2. Pembangunan sarana dan prasarana pendukung mencirikan arsitektural lokal yang berwawasan lingkungan serta menciptakan kondisi obyek wisata dan daya tarik wisata baik wisata alam, budaya dan wisata buatan yang saling mendukung serta memperkuat tujuan wisata dengan tetap mempertahankan atribut budaya lokal.
3. Pemerintah Daerah selaku fasilitator dan regulator dalam pengembangan kegiatan pariwisata agar dapat mengembangkan secara konsisten tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Menciptakan konsep competitive yang berusaha untuk mencari keunggulan bersaing dengan meningkatkan sumber daya aparatur.
5. Penataan elemen-elemen pengarah dan penanda kawasan dengan menampilakan ciri arsitektur lokal guna pembentukan citra kawasan.
VI. DAFTAR PUSTAKA Anonim (2008) RTRW Kabupaten Bengkulu Selatan Anonim (2008) RPJM Kabupaten Bengkulu Selatan Anonim (2008) Petunjuk Pariwisata Kabupaten Bengkulu Selatan Anonim (2006) RIPPDA Provinsi Bengkulu Appleyard, Donald Lynch,J.R.Mayer, The View From The Road,The IMT Press,Inggris
(1965) Bovy M, Lawson, Tourism and Recreation Developmen, Boston CBI (1977) Cernea (1991), Dalam Kreg Lindberrg and Donal E Hawkins 1995, The Ecotourism Society,
North Benington, Vermont (1991) Cullen, Gordon (1985) Townscape,Van Nostrand Reinhold Company, New York
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 15
Chafid Fandeli,Mukhlison (2000) Pengusahaan Ekowisata, Fakultas Kehutanan UGM,Pustaka Pelajar Offset, Unit Konservasi Alam Yogyakarta (2000)
Danisworo,M (1988), The Meaning of Preservation in Town Planning, Seminar on Change and Heritage in Indonesia Cities, Jakarta (1988)
DELP ( Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan) 2001, Fungsi dan Pedoman Kerja Direktorat Jenderal Urusan Pesisir,Pantai dan Pulau – Pulau Kecil.
Gunawan,Myra,P.(2002) Perencanaan Pariwisata dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Kota , Makalah, Forum URDI (2002)
Gunn,Clare (1994) A Tourism Planning, Basics, Concepts, Case,Elsevier Science LTD (1987) Hadi (1980), Metode Penelitian Pendidikan, PT. Rineka Cipta Jakarta (1997) Hendropuspito (1989), Sosiologi Sistematik, Kanisius Yogyakarta (1989) Hector,Ceballos dan Lascurain (1987), Down Load www. Caballos-Lascurain.com Khan (2003), ECOSERV, Ecotourists Quality Expectation Annals Of Tourism Research
(2003) Lynch, Kevin (1969),The Image of City,MIT Press-Cambridge (1969) Marpaung, Happy,dkk (2002) Pengantar Pariwisata,Penerbit Alfabeta,Bandung (2002) McHarg,Ian L. (1971) Design With Nature ( diterjemahkan oleh Gunadi,Sugeng, Airlangga
Univercity Press (2005) Ochse dkk (1961), Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air, (diterjemahkan Seta, A.K),
Kalam Mulia Jakarta (1987) Prasita, V,DJ (1996) The GIS user Interface Design and Implementation for Monitoring the
Water Quality of the Surabaya’s City. Master Thesis Departement of Land Informaton, RMIT University Melbourne, Australia
Rapoport, Amos (1977), Human Aspect of Urban Form, Toward a Man Environment Approach to Urban Form and Design, England :Pengamon Press Ltd.
Rijksen (1981). Konservasi, Download www.pendakierror.com(2009) Santosa, Happy dan Krishnawati, Desiree (1998), Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan
tinggi Seluruh Indonesia,PPSML-LPUI (1998) Sastrawati, Isfa (2003), Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air, Juranal Perencanaan
Wilayah dan Kota, PWK ITB Bandung (2003) Silas, Johan (1985), Perumahan dan Permukiman, Surabaya, Jurusan Arsitektur, FTSP-ITS Siregar (1998), Analisis Ekowisata dan Wisata Budaya, Darta Rimbah (1998) Subadra, I Nengah, 2007, Ekowisata Sebagai Wahana Pelestarian Alam, Bali Tourism Wacth.
Download.www. Subadra. Wordpress.com. Suhandi, Ary S. 2003. Ekowisata, Peluang dan Tantangan. Download. www.dieny-
yusuf.com. Suwantoro, Gamal (1997), Dasar – Dasar Pariwisata, Andi, Yogyakarta Sukadijo (1997), Systemic Linkage dalam Pariwisata,Gramedia Jakarta (1997) Sidharta, Budiharjo,Eko (1989), The Burra Chapter for Consevation Of Place Of Culture
Significante, Gajah Mada University Press,Yogyakarta (1989) Sugiono (2006), Metode Penelitian Pendidikan, Alpabeta (2008) Vrendenbregt (1978), Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta (1978) Wayne, Attoe (1979), American Urban Architecture, Princenton (1979) Yoeti, Oka,A.(1997) Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta
(1997)