Upload
zahra
View
242
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
he
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti
gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:
1. Marginal periodontitis
2. Apikal periodontitis
Periodontitis marginal berkembang dari gingivitis (peradangan atau
infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke
arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada
jaringan periodontal.
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi
pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari
infeksi atau peradangan pada pulpa.
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan
tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.
Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih
kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah
plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat
menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah
periodontitis.
Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan
alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat
mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara
menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi periodontitis?
b. Bagaimana klasifikasi periodontitis menurut AAP 1999?
c. Apa etiologidari periodontitis?
d. Apa saja faktor yang memengaruhi periodontitis?
e. Bagaimana gambaran klinis penyakit periodontitis?
f. Bagaimana histopatologis dari periodontitis?
g. Apa saja diagnosis banding dari penyakit periodontitis?
h. Bagaimana pengobatan dan pemeliharaan dari periodontitis ini?
i. Apa itu pocket periodontal?
j. Apa itu resorpsi tulang alveolar?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental
Science Program 4.
1.4 Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menggunakan metode
literatur dan studi pustaka. Metode ini dilakukan dengan cara mencari
materi ataupun artikel yang menunjang, baik melalui internet maupun
buku-buku yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
2
BAB II
KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Martin
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
2.2 Identifikasi Masalah
1. Adanya gigi goyang, bau mulut dan perdarahan gusi
2. Pocket >4 mm
3. Ada perdarahan, kehilangan perlekatan (attachment loss), kehilangan
tulang (alveolar bone loss), halitosis
4. Gusi mengalami resesi
HT: tidak merokok dan pernah menderita gingivitis
2.3 Hipotesis
Periodontitis
2.4 Mekanisme
Gingivitis
Pemeliharaan oral hygiene buruk
Akumulasi plak bertambah + halitosis + perdarahan
3
Attachment loss
Pocket bertambah dalam (>4 mm) + resesi gusi
Destruksi tulang alveolar
Gigi goyang
Periodontitis
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Periodontitis
Periodontitis berasal dari tiga kata yaitu peri yang berarti sekitar
atau sekeliling, odont yang berarti gigi, dan itis yang berarti peradangan
atau inflamasi. Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Periodontitis
berarti peradangan pada jaringan periodontium.
Jadi dapat disimpulkan bahwa periodontitis berarti peradangan atau
inflamasi di sekitar atau sekeliling gigi (jaringan periodonsium).
3.2 Klasifikasi Periodontitis Menurut AAP 1999
1. Periodontitis kronis
Terjadi pada orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada
anak-anak
Jumlah kerusakan tulang sebanding dengan factor local
Berhubungan dengan beberapa pola mikroba
Biasanya ditemukan kalkulus subgingiva
Proses perkembangan penyakit yang lambat-sedang dengan
kemungkinan adanya masa periode cepat
Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan:
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan HIV
Factor local yang mempengaruhi terjadinya periodontitis
Factor lingkungan seperti merokok dan stress emosional
Dapat disubklasifikasikan menjadi:
Lokalisata: melibatkan <30% gigi yang terlibat
Generalisata: melibatkan >30% gigi yang terlibat
Ringan: 1-2 mm clinical attachment loss
Sedang: 3-4 mm clinical attachment loss
5
Berat: ≥5 mm clinical attachment loss
2. Periodontitis Agresif
Periodontitis agresif adalah suatu penyakit periodontal yang
terjadi pada anak-anak, khususnya pada masa remaja (pubertas)
yang ditandai dengan hilangnya perlekatan dan tulang alveolar
yang cepat, pada satu atau lebih gigi permanen yang terlibat.
Patogenesis periodontitis agresif pada dasarnya sama
dengan penyakit periodontitis lainnya. Penyebabnya bersifat
heterogen dan merupakan interaksi berbagai faktor, baik bakteri,
imunologis maupun genetik. Akan tetapi, Actinobacillus
actinomycetem comitans mempunyai sifat khusus dalam
meningkatan kerusakan pada periodontitis agresif, yaitu dengan
memproduksi faktor virulensi dan memiliki kemampuan dalam
merusak jaringan penghubung.
Periodontitis agresif merupakan penyakit yang sangat sulit
untuk diatasi, dikarenakan penyakit ini dapat mengakibatkan
perusakan jaringan lunak dan tulang yang dapat menyebabkan
peningkatan mobiliti gigi dan kehilangan gigi.
Klasifikasi periodontitis agresif ada 2, yaitu:
1. Localized aggresive periodontitis
Definisi: merupakan penyakit destruktif pada kavitas oral yang
biasa terjadi pada gigi Molar pertama dan gigi Incisivus pada
anak-anak dan dewasa muda, yang menyebabkan kerusakan
tulang dalam jangka waktu yang sangat cepat dan
menyebabkan kehilangan gigi geligi.
6
Karakteristik klinik :
a. Penyakit dijumpai pada gigi Molar pertama dan Incisivus
dengan hilangnya perlekatan pada daerah interproksimal paling
sedikit 2 gigi.
b. Berkurangnya inflamasi secara klinis disamping ditemukan
poket periodontal yang dalam.
c. Pada kebanyakan kasus jumlah plak yang mempengaruhi
gigi minimal, sehingga cenderung tidak konsisten dengan
jumlah kerusakan periodontal yang ditemukan.
d. Penyakit Localized Aggresive Periodontitis berkembang
dengan cepat.
e. Migrasi disto labial gigi Incisivus maksilaris.
f. Pembentukan diastem secara berkala.
g. Peningkatan mobilitas gigi Molar pertama.
h. Sensitif dari permukaan akar yang terbuka terhadap suhu
dan stimulasi taktil.
i. Rasa sakit tajam dan rasa sakit yang menyebar sewaktu
mastikasi.
j. Dapat terbentuk abses periodontal pada tahap ini dan terjadi
pembesaran pada kelenjar limfe.
Gambaran radiologi :
a. Kehilangan tulang alveolar disekitar Molar pertama dan
Incisivus pada usia pubertas
b. Suatu bentuk kerusakan tulang alveolar yang meluas dari
permukaan distal gigi P2 hingga permukaan mesial dari gigi
M2
c. Kerusakan tulang dalam arah vertikal lebih sering dijumpai
pada daerah gigi Molar sebab tulang interdental di daerah ini
lebih luas dibanding di daerah Incisivus
7
2. Generalized Aggresive Periodontitis
Definisi : merupakan suatu penyakit yang umumnya terjadi
pada orang dewasa pada usia dibawah 30 thn / lebih. Penyakit
ini ditandai dengan hilangnya attachment interproksimal secara
keseluruhan yang mempengaruhi 3 gigi permanen lainnya
selain Molar pertama dan Incivus.
Karakteristik klinik :
a. Umumnya memiliki jumlah plak bakterial yang lebih sedikit
yang berhubungan dengan gigi yang terlibat. Secara
kuantitatif, jumlah plak cenderung tidak seimbang dengan
kerusakan periodontal yang terjadi secara kualitatif. A.
Actinomycetem comitans dan Bacteroides tonsythus ditemukan
pada plak gigi penderita.
b. Pada kasus Generalized Aggresive Periodontitis dijumpai 2
bentuk respon jaringan gingival:
* Pada jaringan inflamasi akut:
Terjadi proliferasi, ulser & berwarna merah terang
Perdarahan dapat terjadi secara spontan/melalui stimulasi
ringan
* Pada kasus lainnya :
Jaringan gingiva cenderung berwarna merah muda
Bebas inflamasi
Terkadang terjadi stipling walaupun akhirnya tidak ditemukan
8
lagi
Poket yang dalam dapat ditemukan melalui probing
c. Beberapa pasien Generalized Aggresive Periodontitis
mengalami kondisi sistemik seperti pada kekurangan berat
badan, depresi mental dan malaise
GambaranRadiologis :
a. Terdapat bentuk kerusakan tulang yang parah dengan jumlah
plak gigi yang minimal.
b. Terlihat kehilangan tulang alveolar yang mendukung lebih
dari tiga gigi kecuali molar pertama dan incisivus.
Terapi / penanganan agresif periodontitis:
1. Instruksioral hygiene
2. Evaluasi kontrolplak
3. Skeling supra gingival dan sub gingival kalkulus
4. Root planing
5. Kuretase
6. Bedah periodontal jika dibutuhkan dan seharusnya diberikan
juga prophylactic antibiotik selama pembedahan periodontal
dan pasien dianjurkan memakai chlorhexidine sebagai
antiseptiknya.
7. pemeliharaan periodontal
3. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik
a. Gangguan hematologic
9
1) Acquired neutropenia
2) Leukemias
3) Lainnya
b. Gangguan genetic
1) Familial and cyclic neutropenia
2) Down syndrome
3) Leukocyte adhesion deficiency syndromes
4) Papilla-Levefre syndrome
5) Chediak-Higashi syndrome
6) Histiocytosis syndrome
7) Glycogen storage disease
8) Lainnya
c. Yang tidak termasuk dalam spesifikasi
3.3 Etiologi Periodontitis
Penyebab atau etiologi periodontitis dapat dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu faktor local dan faktor sistemik. Periodontitis sering terjadi
akibat perluasan infeksi dari karies yang tidak dirawat sampai akhirnya
menjadi gangrene. Periodontitis dapat pula muncul akibat gingivitis kronis
yang tidak dirawat yang kemudian berdampak pada kesehatan jaringan
periodontium.
Faktor lokal :
Beberapa faktor local yang dapat menyebabkan Periodontitis, yaitu :
a. Dental plak
Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri beserta
produknya. Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini terdiri
dari kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri, saliva,
sisa makanan, epitel dan leukosit.
b. Kalkulus
10
Kalkulus adalah suatu masa yang terdeposit pada permukaan gigi,
biasanya pada sela-sela gigi. Kalkulus tidak bias lepas dengan sikat gigi
dan harus dengan alat khusus. Pada kalkulus biasanya melekat bakteri plak
yang menghasilkan produknya
Letak kalkulus
- Supra Gingiva : karang gigi yang berada diatas ginggiva
- Sub Ginggiva : karang gigi yang terdapat di bawah ginggiva
c. Food imfaction
Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam jaringan
peridontum terutama ginggivaoleh karena tekanan pengunyahan sering
terjadi pada bagian interproximal. Merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri dan produknya dapat mengiritasi ginggiva.
Akibat dari Food imfaction :
- Timbul rasa gatal
- Ingin mengorek makanan dari ginggiva
- Sakit menjalar ke rahang
- Pendarahan ke ginggiva
- Bau busuk
- Resesi ginggiva
- Karies pada akar gigi
- Terbentuknya pocket gigi
d. Trauma gigi
Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada
pengunyahan, jaringan periodontum menerima daya tekan yang besar.
Lama kelamaanjaringan periodontum mengalami pelebaran, sehingga
daerah tersebut mudah menjadi focus infeksi, atau bias juga karena daya
tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan jaringan
periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi atau peradangan
pada daerah tersebut.
11
e. Karies gigi
Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga akhirnya
menyebabkan periodontitis
f. Gigi gangrene
Perluasan infeksi daerah gangrene gigi ke jaringan yang paling dekat yaitu
jaringan periodontium sehingga menyebabkan periodontitis
g. Endodontic-periodontal
Kerusakan atau sakit saluran akar yang menjalar ke jaringan periodontium.
Dapat juga dengan kondisi sebaliknya yaitu kerusakan atau sakit
periodontium yang menjalar dan menyebabkan kerusakan di saluran akar.
Faktor sistemik :
Dengan adanya penyakit sistemik tertentu merupakan salah satu
predisposisi terjadinya penyakit gigi dan dapat memperberat penyakit gigi
yang sudah ada. Misalnya pada penyakit diabetes mellitus, gangguan
metabolisme karbohidrat memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi
infeksi sehingga aktivitas vitamin C dalam tubuh menurun dan mudah
terjadi kerusakan jaringan periodontal.
3.4 Faktor yang Memengaruhi Periodontitis
3.4.1 Modifying Factors
Modifying factor adalah factor factor yang mendukung terjadinya
periodontitis serta memberikan perubahan jaringan pada bagian yang
diserang (gingiva).
1. Hormone
Hormone estrogen dan progesterone dapat memperburuk respon gingiva
terhadap bakteri plak. Adanya interaksi hormone dengan plak dapat
12
mengubah komposisi plak sehingga terjadi peradangan dan perdarahan
pada gingiva.
Perdarahan dan pembengkakan terjadi karena perningkatan hormone dapat
meningkatkan aliran darah menuju gusi dan lebih reaktif terhadap plak,
sehingga kapiler membesar dan terdesak oleh cairan sel radang ke arah
permukaan.
Contoh hal-halnya terkait hormone yang mempengaruhi periodontitis
adalah pubertas, kehamilan, siklus mentruasi, dan mengkonsumsi pil
kontrasepsi.
2. Mengkonsumsi obat-obatan
Phenytoin : phenytoin merupakan obatan ticovulsan untuk anti kejang
yang biasa dikonsumsi oleh penderita epilepsy. Jika pasien yang
mengkonsumsi obat ini memiliki akumulasi plak yang tinggi dan oral
hygiene yang buruk pada mulutnya dapat memperparah periodontitis.
Karena obat ini menstimulasi produksi kolagen yang berlebih sehingga
membuat jaringan gingiva bengkaknya bertambah parah
Cyclosporine :obat ini biasanya dikonsumsi oleh pasien yang menerima
transplantasi organ, agar tubuh tidak menolak organ yang baru
ditransplantasikan. Obat ini juga dapat menstimulasi poliferasi fibroblast
dan produksi kolagen yang memperparah periodontitis.
3. Leukemia
Sel-sel leukemia dapat menginfiltrasi gingival dan menyebabkan
pembesaran gingival ( leukemic gingival enlargement)
3.4.2 Contributing Factors
Contributing factor merupakan factor yang dapat memperparah
keadaan periodontitis, tetapi tidak sampai merubah keadaan jaringan yang
terkena.
1. Merokok
13
Kebiasaan merokok menyebabkan penumpukan stain sehingga
permukaan gigi lebih kasar dan plak lebih mudah menempel.
2. HIV / AIDS
Penurunan system imunitas pada penderita HIV dapat menyebabkan
periodontitis bertambah parah.
3. Diabetes militus
Pada penderita diabetes (yang memiliki akumulasi plak yang tinggi)
kandungan glukosa pada cairan gingiva lebih tinggi dari orang normal.
Dan hal ini dapat meningkatkan jumlah bakteri dalam rongga mulut
sehingga memperparah periodontal
4. Pernafasan mulut
Pada orang yang memiliki kebiasaan bernafas lewat mulut pasti
memiliki rongga mulut yang kering dan aliran saliva yang kurang.
Padahal saliva berfungsi untuk lubrikasi mulut dan mencegah bakteri
menumpuk. Sehingga jika aliran saliva berkurang bakteri dalam mulut
akan bertambah dan memperburuk periodontitis.
3.4.3 Predisposing Factors
Faktor Predisposisi
Kalkulus
Kalkulus terdiri mineralized bacterial plaque yang membentuk
permukaan pada gigi dan dental prostesis. Kalkulus diklasifikasikan
menjadi supragingival atau subgingival berdasarkan hubungan dengan
margin gingiva
Supragingival calculus terdapat pada bagian koronal gingival
margin dan terlihat pada kavitas oral. Biasanya berwarna putih atau putih
14
kekuningan, keras dengan konsistensi seperti tanah liat, dan mudah
terlepas dari permukaan gigi. Setelah dilepaskan, kalkulus dengan cepat
terbentuk kembali, khususnya pada bagian lingual incisiv mandibula.
Warna dipengaruhi oleh kontak dengan zat seperti tembakau dan pigmen
makanan. Kalkulus dapat terlokalisasi pada satu gigi atau beberapa gigi,
atau dapat pula tergeneralisasi pada seluruh gigi.
Dua tempat yang utama supragingival kalkulus adalah permukaan
buccal molar rahang atas dan permukaan lingual gigi anterior rahang
bawah. Saliva dari kelenjar parotif mengalir melewati permukaan facial
molar rahang atas via Stenson’s duct, dimana orifices dari Wharton’s duct
dan Bartholin’s duct bermuara di permukaan lingual incisiv rahang bawah
dari kelenjar submaksila dan sublingual. Pada kasus yang parah, kalkulus
dapat membentuk struktur seperti jembatan pada interdental papilla pada
gigi yang berdekatan atau menutupi permukaan oklusal gigi geligi tanpa
fungsional antagonis.
Subgingival kalkulus terletak dibawah krista marginal dan tidak
terlihat pada pemeriksaan klinis rutin. Lokasi subgingival kalkulus dapat
dilihat dengan persepsi taktil dengan dental instrument seperti explorer.
Subgingiva kalkulus memiliki ciri keras dan padat, serta berwarna cokelat
tua atau hitam kehijauan, melekat pada permukaan gigi. Supragingival dan
subgingival kalkulus biasanya muncul bersamaan, tetapi kadang dapat
muncul salah satu saja.
15
Faktor Iatrogenik
Defisiensi kualitas restorasi atau prostesis mempengaruhi inflamasi
gingiva dan destruksi periodontal. Prosedur dental yang inadekuat
memiliki kontribusi terhadap kemunduran jaringan periodontal diartikan
sebagai faktor iatrogenik. Karakteristik dental restorations dan removable
partial dentures yang penting untuk menjaga kesehatan periodontal
diantaranya: lokasi margin gingiva untuk restorasi, ruang diantara margin
restorasi dan unprepared tooth, kontur restorasi, oklusi, material yang
digunakan dalam restorasi, prosedur restoratif dan design removable
partial denture.
Maloklusi
Irregular alignment pada gigi geligi menyebabkan kontrol terhadap
plak semakin sulit. Bad oral habit berkontribusi dalam faktor predisposisi
periodontitis diantaramya, tongue thrusting dan mouth-breathing.
16
Komplikasi Periodontal Berkaitan dengan Terapi Orthodontik
17
Terapi orthodontik dapat memengaruhi periodontium dengan
memudahkan terjadinya retensi plak, dengan injury secara langsung
terhadap gingiva akibat overextended bands, dan dengan menghasilkan
gaya yang berlebihan, gaya yang tidak diinginkan, atau keduanya pada gigi
dan struktur pendukung.
Ekstraksi Molar Ketiga yang Impaksi
Berbagai uji klinis melaporkan bahwa ekstraksi gigi molar ketiga
yang impaksi dapat menghasilkan defek vertikal , distal terhadap molar
kedua. Faktor lain yang berperan dalam perkembangan lesi pada
permukaan distal molar kedua, meliputi plak yang terlihat, bleeding on
probing, resorpsi akar pada area kontak antara molar kedua dan ketiga, ada
pelebaran follikel secara patologis, inklinasi molar ketiga, dan prosimitas
molar ketifa terhadap molar kedua.
18
Habits dan Self-Inflicted Injury
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa self-inflicted injurious
habits yang penting bagi inisiasi dan progresi penyakit periodontal.
Trauma dapat dihasilkan dari penyikatan gigi, kebiasaan menekan gingiva
dengan kuku jari, panas makanan, penggunaan tusuk gigi, dan lain-lain.
Iritasi kimia meliputi penggunaan obat-obatan topical seperti, aspirin atau
kokain, reaksi alergi pada pasta gigi dan permen karet, penggunaan
chewing tobacco dan concertrated mouthrinses, dan lain-lain.
19
Konsumsi Tembakau
Penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki pocket yang
lebih dalam dan attachment loss dan bone loss yang lebih besar, dan
formasi kalkulus yang lebih banyak dibandingkan yang bukan perokok.
Nikotin mengakibatkan aliran darah ke gingiva menurun.
Penyembuhan luka periodontal dipengaruhi oleh paparan tembakau atau
nikoton, yang dapat mengganggu proses revaskularisasi jaringan lunak dan
jaringan keras.
20
Terapi dengan Radiasi
Terapi dengan radiasi memiliki efek sitotoksis pada sel normal dan
malignan. Dosis radiasi untuk tumor kepala dan leher adalah 5000-8000
centiGrays (cGy = 1 rad). Dosis total radiasi secara umum diberikan dalam
dosis partial incremental, dikenal sebagai fractionation. Fractionation
membantu meminimalisasi efek samping radiasi dengan memaksimalisasi
tingkat kemarian sel tumor. Dosis fraksionasi dibatasi 100-1000 cGys per
minggu.
Treatment radiasi menginduksi obliteratif endarteritis yang
mengakibatkan iskemia jaringan lunak dan fibrosis sementara tulang yang
terirradiasi menjadi hipovaskular dan hipoxic. Efek samping terapi dengan
radiasi terhadap kepala dan leher meliputi fibrosis otot dan trismus, yang
dapat menyebabkan gangguan pada kavitas oral. Periodontal attachment
loss dna tooth loss lebih sering terjadi pada pasien kanker yang di-
treatment dengan dosis tinggi radiasi unilateral dibandingkan dengan
pasien nonradiasi.
3.5 Gambaran Klinis Periodontitis
Advanced lesion merupakan transisi dari gingivitis menjadi
periodontitis. Transisi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pada saat ini
faktor tersebut masih belum diketahui, tetapi diduga salah satunya adalah
21
bakteri (bergantung kepada komposisi dan kuantitas dari biofilm), respon
inflammasi host, faktor lingkungan, dan faktor genetik.
Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya penghancuran
kolagen secara kontinu yang meluas ke daerah ligamen periodontal dan
tulang alveolar. Kelanjutan dari penghancuran kolagen ini menyebabkan
resorpsi tulang alveolar dan junctional epithelium bermigrasi ke arah
apikal untuk mempertahankan pertahanan yang utuh, yang kemudian
menyebabkan poket semakin dalam secara perlahan-lahan. Hal ini
menyulitkan pembersihan bakteri dan menghancurkan biofilm dengan
teknik-teknik pemeliharaan oral hygiene biasa, oleh karena itu siklus ini
terus menerus berlanjut.
3.6 Histopatogenesis Periodontitis
Proses terjadinya periodontitis sebagai kelanjutan dari gingivitis dimulai
sejak stage 4 : the advanced lesion.
The Advanced Lesion
22
Pada tahap ini, inflamasi terus berlanjut.
Inflamasi Berlanjut Hingga Jaringan Ikat (Lamina Propia)
Sehingga bagian apikal epitelial junction mengalami degenerasi ke
jaringan ikat di bawahnya membentuk retepegs, bersamaan dengan itu
bagian korona epitelial junction mengalami degenerasi dan sebagian ada
yang mengelupas.
epitel yang terkelupas
23
Keadaan itu mengurangi fungsi epitel sebagai protektor jaringan di
bawahnya sementara pada kondisi ini bakteri (plak) berada di jaringan
gigi, maka sel-sel PMN bermigrasi ke korona epitelial junction. Ketika
kadar PMN sudah mencapai 60% atau lebih, daya kohesif antara epitelial
junction dan gigi mengalami kemunduran hingga akhirnya lepas yang
disebut attachment loss, keadaan ini lah yang dinamakan poket
periodontal.
Poket Periodontal
Akumulasi plak yang terus ada akan merangsang proses inflamasi
merusak serat-serat transeptal, walaupun serat-serat transeptal ini akan
dapat bereformasi sehingga umumnya gambaran histologis tidak selalu
menunjukkan kerusakan serat-serat transeptal.
24
Reformasi Serat-Serat Transeptal
Inflamasi akan berdistribusi ke tulang alveolar. Pada daerah
interproksimal, distribusinya melalui 3 jalan, berawal ari gingiva menuju
tulang alveolar, dari gingiva menuju tulang alveolar lalu ke membran
periodontal, dan dari gingiva langsung menuju membran periodontal.
Sementara distribusi inflamasi pada daerah lingual atau facial, dengan
jalan berawal dari gingiva menuju periosteum, dari gingiva ke periosteum
lalu ke tulang alveolar dan dari gingiva langsung ke membran periodontal.
Distribusi Inflamasi. A. Daerah Interproksimal. B. Daerah Lingual
Apapun distribusi infalamasinya, respon yang terjadi tetap sama,
yaitu sel-sel tulang terisi oleh leukosit, fibroblast, cairan eksudat dan
peningkatan osteoklas. Jumlah osteoklas yang ada tidak sebanding dengan
jumlah leukosit, nilainya sebanding dengan seberapa lama proses inflamasi
terus berlangsung. Peningkatan jumlah osteoklas akan menimbulkan
25
proses resorbsi tulang alveolar dan terjadilah destruksi tulang alveolar
(bone loss), inilah yang dinamakan periodontitis.
Resorbsi Tulang Alveolar
3.7 Diagnosis Banding
1. Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum pada kasus
periodontitis. Prevalensinya lebih banyak terjadi pada orang dewasa
dibandingkan dengan anak-anak. Ciri khas dari perodontitis ini adalah
gejalanya tidak terdapat rasa sakit dan progress penyakit ini terjadi sangat
lambat dan pada waktu yang sangat lama.
Tanda dan gejala klinis dari periodontitis antara lain adalah:
a. Terdapat akumulasi plak subgingival dan supragingival yang
menumpuk serta berkalsifikasi membentuk kalkulus.
b. Terjadi inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan perdarahan,
pembengkakan, dan perubahan struktur gingival.
c. Terdapat poket periodontal.
d. Terjadi attachment loss.
e. Destruksi tulang alveolar.
f. Gejala tidak terasa sakit dan terdapat rasa “itchiness”, yaitu rasa
gatal dan sedikit terbakar.
Penyakit periodontal kronis sering dimodifikasi atau dikaitkan dengan
penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan infeksi HIV, dan juga
dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal, seperti jumlah kalkulus, dan
faktor environmental, seperti kebiasaan merokok.
Periodontitis kronis dikarakterisasi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Slight atau ringan, yaitu jika attachment loss sedalam 1-2 mm.
26
b. Moderate atau sedang, yaitu jika attachment loss sedalam 3-4 mm.
c. Severe atau berat, yaitu jika attachment loss dalamnya ≥5 mm.
Periodontitis kronis juga disubklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Localized form, yaitu jika daerah jaringan periodontal yang terkena
<30%.
b. Generalized form, yaitu jika daerah jaringan periodontal yang terkena
>30%.
2. Periodontitis Agresif
Sebelum adanya klasifikasi periodontitis menurut American Academy
of Periodontology (AAP) tahun 1999, periodontitis agresif dulu
diklasifikasikan sebagai early-onset periodontitis.
Beberapa ciri khas yang membedakan periodontitis agresif dengan
periodontitis lain:
a. Terjadi pada pasien yang sehat secara klinis.
b. Attachment loss dan destruksi tulang terjadi sanat cepat.
c. Adanya akumulasi plak dan kalkulus yang besar.
d. Selalu dikaitkan dengan riwayat periodontitis agresif pada orang tua
atau keluarga pasien (faktor genetis).
Periodontitis agresif disubklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Localized Aggressive Periodontitis
Sebelum klasifikasi AAP tahun 1999, Localized Aggressive
Periodontitis diklasifikasikan sebagai Localized Juvenile Periodontitis
(LPJ). Periodontitis agresif bentuk ini biasanya menyerang usia
pubertas atau remaja muda. Karakteristiknya yaitu “localized first
molar/incisor presentation with interproximal attachment loss on at
least two permanent teeth, one of which is a first molar, and involving
no more than two teeth other than first molars dan incisors.”
27
b. Generalized Aggressive Periodontitis
Sebelum klasifikasi AAP tahun 1999, Generalized Aggressive
Periodontitis diklasifikasikan sebagai Generalized Juvenile
Periodontitis (GPJ) dan Rapidly Progressive Periodontitis (RPP).
Periodontitis agresif bentuk ini biasanya menyerang usia di bawah 30
tahun, namun tidak menutup kemungkinan juga untuk menyerang usia
lebih tua di atas 30 tahun. Pasien dengan periodontitis ini memiliki
respon buruk terhadap pathogen yang muncul. Destruksi tulang yang
ada terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama (bulanan atau
tahunan). Karakteristiknya adalah “generalized interproximal
attachment loss affecting at least three permanent teeth other than first
molars and incisors.”
3. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
Periodontitis dapat disebabkan karena manifestasi penyakit sistemik
berikut:
a. Kelainan Hematologi
Neutropenia
Leukemia
Dan lain-lain
b. Kelainan Genetik
Neutropenia menurun
Down Syndrome
Leukocyte adhesion deficiency syndrome
Papillon- Lefevre syndrome
Chediak-Higashi syndrome
Histiocytosis syndromes
Glycogen storage disease
Infantile genetic agranulocytosis
Cohen syndrome
Hypophosphatasia
28
Dan sebagainya
c. Not otherwise specified
Dispekulasikan dari berbagai kasus dan penelitian bahwa,
mayoritas kelainan diatas ini berefek dari perubahan yang berasal dari
mekanisme host defense seperti pada neutropenia dan leukocyte
adhesion deficiency, tetapi masih kurang dimengerti untuk sindrome
dengan bermacam-macam penyebab.
Diagnosis periodontitis akibat kelainan sistemik dipakai bila
faktor pedisposisi yang paling kentara adalah kelainan sistemik.
Faktor lokal seperti tingginya kadar plak dan kalkulus tidak terlihat.
4. Necrotizing Periodontal Disease
Terdiri dari dua bentuk, necrotizing ulcerative gingivitis dan
necrotizing ulcerative periodontitis. Tanda klinis necrotizing
periodontal disease ini tidak terbatas pada adanya ulserasi dan
29
nekrosis pada papilla dan marginal gingiva yang terlapis dengan
pseudomembrane putih kekuningan, penumpulan papilla, pendarahan
dengan mudah, rasa nyeri dan halitosis, tapi pada penyakit ini juga
terdapat gejala demam, malaise dan pembengkakan kelenjar getah
bening (lympadenopathy).
Necrotizing Ulcerative Periodontitis
Sama seperti NUG, kasus dari NUP memiliki ciri-ciri adanya
nekrosis dan ulserasi dari bagian koronal papila interdental dan
marginal gingiva dengan perubahan warna gingiva menjadi merah
terang dan gingiva mudah berdarah. Fitur yang menonjolkan perbdaan
NUPdari NUG adalah adanya destruksi progresif yang melibatkan
kehilangan perlekatan dan tulang alveolar. Kawah tulang interdental
yang dalam melambangkan lesi periodontal pada NUP.
Namun, adanya poket periodontal dengan probing yang dalam
tidak ditemukan karena ulser dan nekrosis pada gusi menghancurkan
epitel marginal dan jaringan ikat sehingga menyebabkan resesi gusi.
Poket periodontal terbentuk karena sel epitelial junction tetap sehat
dan dengan begitu dapat bermigrasi kearah apikal untuk menutup area
dimana jaringan ikatnya hilang. Pada NUG dan NUP, terjadi nekrosis
dari epitelial junction ini sehingga menghasilkan ulser yang mencegah
migrasi epitel dan maka daari itu poket tidak dapat terbentuk. Lesi
parah dari NUP mengarah ke kehilangan tulang yang parah, mobilitas
gigi dan kehilangan gigi. Pada pasien yang mengidap NUP dapat
dijumpai adanya bau mulut, demam, malaise dan lympadenopathy.
NUG dan NUP banyak dijumpai pada penderita HIV-AIDS
karena gangguan sistem kekebalan imunnya. NUP pada pasien HIV
positif lebih cepat bekembang dibanding pasien dengan HIV negatif.
30
Etiologi dari NUP belum sepenuhnya diketahui, adanya bakteri
fusiform-spirochete memegang kunci utama. Karena bakteri patogen
tidak sepenuhnya bertanggungjawab atas penyakit ini, beberapa faktor
predisposisi seperti oral hygiene yang buruk, penyakit periodontal
yang sudah ada, merokok, infeksi virus, sistem kekebalan tubuh yang
rendah, stress psikologis dan malnutrisi dapat menjadi penyebab
terbentuknya
NUP.
5. Periodontitis Associated
with Endodontic Lesions
Pada
lesi
endodontik-
periodontal, nekrosis pulpa mendahului perubahan periodontal. Lesi
periapikal yang berasal dari infeksi dan nekrosis pulpa dapat
menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Ditandai dengan probing yang dalam. Infeksi pulpa dapat mengenai
area furkasi dan dapat menyebabkan ikut serta furkasi dalam
kehilangan perlekatan dan tulang alveolar.
Bakteri yang berasal dari poket periodontal yang berhubungan
dengan kehilangan perlekatan dan akar yang terekspos dapat berakibat
pada nekrosis pulpa. Infeksi mencapai pulpa melalui foramen apikal.
Pada kasus periodontitis dengan lesi endodontik, infeksi endodontik
harus terlebih dahulu ditangani sebelum memberi terapi pada lesi
periodontal.
3.8 Pengobatan dan Pemeliharaan Periodontititis
31
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan
beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan
bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.
Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
1.Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2.Scaling dan root planing
3.Perawatan karies dan lesi endodontik
4.Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5.Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6.Splinting temporer pada gigi yang goyah
7.Perawatan ortodontik
8.Analisis diet dan evaluasinya
9.Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni
oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan
menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1.Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,
rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal
(bone and tissue graft)
32
2.Penyesuaian oklusi
3.Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase ini:
1.Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2.Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor
plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
3.Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali
4.Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5.Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
3.9 Pocket Periodontal
Pocket periodontal yaitu proses bertambah dalamnya sulkus
gingiva, merupakan salah satu gambaran klinis penyakit periodontal
(repository.unhas.ac..id). Sedangkan sulkus sendiri yaitu kantung yang
normal yang dibatasi oleh sementum dan margin gingiva yang
kedalamannya sekitar 1-2mm. Pocket periodontal ini jarang terjadi pada
orang yang berusia dibawah 18 tahun dan prevalensinya paling tinggi
pada orang yang berumur diatas 65 tahun.
Pocket dapat diklasifikasikan menjadi pocket gingiva dan
periodontal. Pocket gingiva terjadi karena pembesaran gingiva tanpa
disertai destruksi jaringan periodontal sekitar. Sulkus mengalami
pendalaman akibat peningkatan pembesaran gingiva. Sedangkan pocket
33
periodontal terbentuk sebagai akibat proses penyakit atau degenerasi yang
menyebabkan junctional epithelium bermigrasi ke apikal sepanjang
sementum. Struktur pocket periodontal bartambah dalam (tingkat
perlekatan) terlibat berupa sementum, ligamen periodontal, dan tulang
alveolar. Pocket periodontal dibagi berdasarkan posisi poket terhadap
tulang alveolar dengan dasar poket suprabony atau infrabony.
1. Pocket suprabony
bagian dasar poket ini berada di koronal pada tulang alveolar. Gambaran
klinis dari pocket ini :
- Dasar poket berada di koronal pada tulang alveolar
- Pola destruksi tulang pendukung pada arah horizontal
- Secara interproksimal, fiber trans-septal yang direstorasi selama
penyakit periodontal progresif tersusun secara horizontal pada ruang
antara dasar poket dan tulang alveolar
- Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen periodontal di bawah
poket mengikuti jalus horizontal-oblik normal antara gigi dan tulang
2. Pocket infrabony (intrabony, subkrestal, intraalveolar)
bagian dasar poket berada di apikal dari tinggi tulang alveolar sekitar. Tipe
pocket ini sering terjadi pada daerah furkasi. Gambaran poket periodontal
intrabony :
- Dasar poket berada di bawah atau apikal dari crest tulang alveolar.
Intra berarti terletak di dalam tulang.
- Pola destruksi tulang pendukung pada arah vertikal (angular).
- Secara interproksimal, fiber trans-septal tersusun pada arah oblik dari
pada horizontal. Fiber tersebut meluas dari sementum di bawah dasar
poket sepanjang tulang alveolar dan di atas crest alveolar terhadap
sementum gigi sekitar.
- Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen periodontal
mengikuti pola angular tulang sekitar. Ligamen periodontal meluas
dari sementum di bawah dasar poket sepanjang tulang alveolar, dan di
atas crest alveolar dan menyatu dengan periosteum terluar.
34
Klasifikasi pocket juga ada yang berdasarkan bagian yang mengelilingi
gigi yang dibagi menjadi tiga :
1. Simple pocket : hanya melibatkan satu permukaan gigi
2. Compound pocket : melibatkan dua atau lebih permukaan
dengan dasar poket berhubungan langsung dengan margn gingiva
3. Complex pocket : pocket tipe spiral yang melibatkan dua atau lebih
permukaan tetapi sebagian berhubungan dengan margin gingiva
Etiologi dari pocket periodontal dapat disebabkan oleh akumulasi
plak yang terdapat pada gigi, merokok, gangguan sistemik, kehamilan, dan
lain-lain. Patogenesis dari
3.10 Resorpsi Tulang Alveolar
Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi bakteri yang
menempel pada pemukaan gigi terutama pada daerah dibawah gusi.
Bakteri subgingival berkoloni membentuk poket periodontal dan
menyebabkan inflamasi lanjut pada jaringan gingiva, serta pada penyakit
periodontal lanjut akan terjadi kehilangan tulang alveolar yang progresif
dan apabila tidak dilakukan perawatan akan mengakibatkan kehilangan
gigi (John T. Lohr, 2002).
Derajat kehilangan tulang tergantung dari perubahan jaringan lunak
pada dindintg poket yang menggambarkan keadaan inflamasi yang terjadi.
Oleh karena itu, derajat kehilangan tulang tidak selalu berhubungan
dengan kedalaman poket periodontal, keparahan ulserasi pada dinding
poket, dan ada atau tidak adanya pus (Carranza, 2002).
Proses Resorpsi Tulang Alveolar Pada Penyakit Periodontal
Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang
berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa
35
multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic
dan terbentuk dari penyatuan sel mononuclear (Carranza, 2002).
Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim
hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim ini merusak
bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat
dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan
calcitonin yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas (Carranza,
2002).
Kerusakan periodontal terjadi secara episodik dan intermitten
selama periode tidak aktif. Periode kerusakan menghasilkan kehilangan
kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset
destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan
beberapa teori sebagai berikut :
1. Aktivitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan
reaksi inflamasi akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar
yang cepat.
2. Aktivitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T
yang mengalami infiltrasi ke dalam sel plasma predominan limfosit B.
3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-)
anaerob yang terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama
dengan pembentukan flora gram (+) dengan kecenderungan
mengalami mineralisasi.
4. Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan
pertahanan lokal dari host (Carranza, 2002).
Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang rnenyebabkan
resorpsi tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut
Page dan Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan
tulang sekitar 1,5 - 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan
efek. Defek Angular interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang
lebarnya lebih dari 2,5 mm karena ruangan yang sempit akan rusak total.
36
Defek besar yang jauh melebihi 2,5 mm dari permukaan gigi (pada tipe
periodontitis agresif) dapa.t disebabk:an oleh adanya bakteri di dalam
jaringan (Carranza, 2002).
Gbr 3. Perbedaan antara gingiva sehat, gingivitis dan periodontitis. Gingiva yang
sehat akan mendukung gigi. Apabila terjadi gingivitis dan tidak dirawat, maka
gingiva menjadi lemah dan terbentuk poket di sekeliling gigi. Terdapat banyak plak
dan kalkulus di dalam poket, gingiva mengalami resesi, dan terjadi periodontitis (AHealthyMe.comn)
Mekanisme Kerusakan Tulang
Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit
periodontal adalah bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan
differensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan menstimulasi sel
gingiva untuk mengeluarkan mediator yang mempunyai efek yang sama.
Pada penyakit dengan perkembangan yang cepat seperti localized juvenile
periodontitis, terdapat mikrokoloni bakteri atau satu sel bakteri yang
berada diantara serat kolagen dan diatas permukaan tulang yang dapat
memberikan efek langsung (Carranza,2002).
Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat
menyebabkan resorpsi tulang secara in vitro dan berperan dalam penyakit
periodontal, termasuk prostaglandin dan prekursornya, interleukin 1- dan
37
-β, dan Tumor Necrosis Factor (TNF)- yang dihasilkan oleh host
(Carranza, 2002)
Ketika diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2
menyebabkan perubahan vaskular yang terlihat pada inflamasi, apabila
diinjeksikan diatas permukaan tulang akan menyebabkan resorpsi tulang
tanpa adanya sel inflamasi dan dengan sedikit multinucleated osteoklas.
Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) seperti flurbiprofen atau ibuprofen
dapat menghambat produksi prostaglandin E2, memperlambat kehilangan
tulang pada penyakit periodontal. Efek ini terjadi tanpa
perubahan pada inflamasi gingiva dan kambuh kembali 6 bulan setelah
penghntian obat (Carranza, 2002).
Resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan lcehilangan
perlekatan periodontal, walaupun mekanisme biologis yang menyebabkan
kerusakan tulang alveolar masih belum diketahui secara pasti (Klaus dlck,
1989). Ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa prostaglandin EZ
dihasilkan oleh sel host yang bereaksi terhadap bakteri dan produknya
yang menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.
Dilaporkan bahwa 10 sampai 15 kali lipat peningkatan prostaglandin E2
pada biopsi gingiva dari kasus periodontitis dibandingkan dengan pasien
yang sehat. Pemberian obat anti-inflamasi non steroid juga efektif dalam
mengontrol perkembangan penyakit periodontal (Varma & Nayak, 2002).
Produk plak dan mediator iflamasi juga dapat bertindak secara langsung
pada osteoblas atau progenitornya yang dapat menghambat aksi dan
menurunkan jumlahnya (Carranza, 2002). Lipopolisakarida dan toksin
bakteri lainnya berperan pada sel imun dan osteoblas yang terdapat di
dalam jaringan gingiva yang akan mengeluarkan II-1, IL-1β, IL-6,
prostaglandin E2 dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-. Faktor-faktor ini
mengatur pembentukan dan aktivitas osteoklas (Varma & Nayak, 2002).
Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk menghasilkan
prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Cytokinin dihasilkan oleh sel
38
inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan dalam sel
mesenkim dan mengeluarkan prostaglandin E2 (Varma & Nayak, 2002).
Limfosit dan makrofag pada periodontitis dapat mengeluarkan IL-1
dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan makrofag juga mengeluarkan
sebagian besar IL-6. IL-1β menyebabkan produksi IL-6 dari fibroblas
gingiva (Varma & Nayak, 2002).
Tumor Necrosis Factor (TNF)- dihasilkan dari polimorfonuklear
(PMN) leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan
inflamasi (Varma & Nayak, 2002). IL,-6 bersama-sama dengan IL-3
secara sinergis menstimulasi pembentukan sel progenitor osteoklas.
Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang membentuk rangkaian unit
granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel menjadi osteoklas
(Varma & Nayak, 2002).
Osteoklas menunjukkan ruffled border yang khas dan dibatasi oleh
zona clear. Zona clear terdiri dari membran ventral osteoklas yang disebut
podosomes. Podosomes melekat pada matriks yang termineralisasi dan
larut di dalamnya melalui pompa proton, sehingga tulang alveolar menjadi
teresorpsi (Varma & Nayak, 2002.).
Resorpsi tulang alveolar juga dapat dimulai melalui aktivasi sistem
complement. Mediator inflamasi menstimulasi pembentukan osteoklas
baru dari prekursor sel, atau meningkatkan kemampuan resorpsi sel.
Beberapa mediator juga dapat menghambat atau sebaliknya mengatur
regenerasi tulang (Klaus dkk. 1989).
Mekanisme lain dari resorpsi tulang terdiri dari kumpulan
lingkungan yang bersifat asam pada permukaan tulang yang akan
mengakibatkan hilangnya komponen mineral tulang. Hal ini dapat
ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda diantaranya terdapat proton yang
mengalir melalui membran sel osteoklas, tumor tulang, atau tekanan lokal
keluar melalui aktivitas sekretori dari osteoklas (Carranza, 2002).
39
Gbr 4. Gambaran skematik resorpsi tulang alveolar. Panah double dari MØ
menunjukkan pemecahan matriks organik tulang secara enzimatik.
MØ = makrofag, T = limfosit T, "C" = sistem complement aktif, LPS =
lipopolisakarida dari dinding sel bakteri gram (-), PEP-GLY = peptidoglikan dari
dinding sel bakteri, IL-1 = interleukin-1, TNF = tumor necrosis factor, PG-E2 =
prostaglandin E2, OAF = osteoklas activating factor (cytokinin, contohnya : IL-1β),
γ-IFN = γ -interferon (Klaus dkk, 1989).
Ten Cate (1994) menggambarkan urutan terjadinya proses resorpsi
sebagai berikut :
1. Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi.
2. Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi pompa proton,
dimana tulang terdemineralisasi dan terbukanya matriks organik.
3. Degradasi rnatriks organik yang telah terbuka dengan unsur pokok asam
amino aleh aksi enzim yang dikeluarkan, seperti asam fosfat dan
cathepsine.
40
4. Penghancuran ion mineral dan asam amino di dalam osteoklas (Carranza,
2002).
Pola Kerusakan Tulang Pada Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal dapat marubah gambaran morfologi tulang
alveolar sehingga terjadi enurunan ketinggian tulang. Patogenesis
perubahan ini penting untuk penegakan diagnosa dan perawatan.
A. Resorpsi Tulang Horizontal
Resorpsi tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang
paling sering ditemukan pada penyakit periodontal. Puncak tulang alveolar
mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang tersisa tegak lurus
terhadap permukaan gigi. Septum interdental serta bagian facial dan
lingual juga mengalami kerusakan, tetapi derajat kerusakan disekeliling
gigi berbeda-beda (Carranza, 2002).
Gbr 6. Garnbaran radiografis kehilangan tulang horizontal pada bagian proksimal
gigi. Kehilangan tulang dianggap horizontal apabila sisa puncak tulang alveolar
bagian proksimal sejajar terhadap garis khayal yang terdapat. diantara cementoenam
junction yang berdekatan dengan gigi (Klaus dkk, 1989).
41
B. Defek Vertikal atau Angular
Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah oblique, membuat
lubang yang menembus ke dalam tulang di sepanjang akar; dasar defek
terletak ke arah apikal di sekitar tulang. Defek angular disertai poket
infrabony yang mendasari defek angular (Carranza, 2002).
Defek angular diklasifikasikan berdasarkan jumlah dinding osseus.
Defek angular dapat memiliki satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah dinding
pada bagian apikal defek lebih besar daripada bagian oklusal yang disebut
dengan combined osseus defect (Carranza, 2002).
Defek vertikal terjadi pada interdental yang dapat terlihat secara
jelas pada gambaran radiografis, walaupun kadang tertutup oleh kepingan
tulang yang tebal. Defek angular juga terdapat pada permukaan facial dan
lingual atau palatal, tetapi defek ini tidak terlihat pada gambaran
radiografis. Pembedahan merupakan cara yang pasti untuk rnengetahui
adanya bentuk defek tulang vertikal (Carranza, 2002).
Defek tulang diklasifikasikan menjadi :
a. Defek tulang 3 dinding yang dibatasi oleh 1 permukaan gigi dan 3
permukaan tulang.
b. Defek tulang 2 dinding (crater interdental) yang dibatasi oleh 2
permukaan gigi dan 2 permukaan tulang.
c. Defek tulang 1 dinding dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 1
permukaan tulang serta jaringan lunak.
d. Defek tulang kombinasi (Cup-shaped defect) dibatasi oleh
beberapa permukaan gigi dan beberapa permukaan tulang (Klaus
dkk, 1989).
42
Gbr 7. Gambaran skematik morfologi defek tulang. A. Defek tulang 3 dinding, B.
Defek tulang 2 dinding, C. Defek tulang 1 dinding, D. Cup-shaped defect (Klaus
dkk, 1989).
Defek vertikal meningkat sesuai dengan usia. Hampir 60% orang
dengan defek angular interdental hanya mempunyai satu defek. Defek
vertikal dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografi yang telah
dilaporkan bahwa banyak terlihat pada permukaan distal dan mesial, akan
tetapi defak dengan tiga dinding lebih sering diternukan pada permukaan
mesial molar atas dan bawah (Carranza, 2002).
Defek vertikal dengan tiga dinding biasa disebut dengan defek
intrabony. Defek ini paling sering terdapat pada bagian rnesial dari molar
kedua dan ketiga rahang atas dan bawah. Defek vertikal dengan satu
dinding disebut juga henniseptum (Carranza, 2002).
43
Gbr 8. Gambaran radiografi kehilangan tulang vertikal (angular) yang disertai
dengan keterlibatan furkasi. Kehilangan tulang dianggap vertikal apabila puncak
tulang alveolar pada bagian proksimal tulang tidak sejajar dengan garis khayal yang
terdapat diantara cement-enamel junction yang berbatasan dengan gigi (Klaus dkk:,
1989).
Keterlibatan Furkasi
Istilah keterlibatan furkasi menunjukkan adanya invasi
penyakit periodontal ke daerah bifurkasi dan trifurkasi pada gigi
dengan akar banyak. Prevalensi keterlibatan furkasi pada gigi rnolar
masih belum jelas, tetapi terdapat beberapa laporan yang
mengindikasikan bahwa molar pertama rahang bawah paling sering
terkena dan premolar rahang atas yang paling jarang, sedangkan yang
lainnya telah ditemukan prevalensi yang lebih tinggi pada molar
rahang at as. Jumlah keterlibatan furkasi meningkat sesuai dengan usia
(Carranza, 2002)
Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis atau tertutup
oleh dinding poket. Perluasan keterlibatan dapat diketahui dengan cara
mengeksplorasi menggunakan probe yang tumpul disertai semprotan
udara hangat untuk mempermudah visualisasi (Carranza, 2002).
44
Gbr 9. Gambaran skematik : (A) Pembesaran gingiva, (B) Gingiva sehat, (C)
Pembentukan poket pada periodontitis, (D) Resesi gingiva, (E) Keterlibatan furkasi
pada penyakit periodontal lanjut pada gigi molar bawah yang memperlihatkan
adanya kehilangan tulang alveolar pada daerah bifurkasi (lookjordiagnosis.com).
Keterlibatan furkasi diklasifikasikan menjadi grade I, II, III dan IV
berdasarkan jumlah kerusakan jaringan
Grade I kehilangan tulang insipien
Grade II kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac)
Grade III kehilangan tulang total dengan terbukanya furkasi
throught and through
Grade IV sama dengan grade III tetapi disertai dengan resesi
gingiva sehingga furkasi terlihat secara klinis (Carranza,2002).
45
Gbr 10. Gambaran skematik klasifikasi keterlibatan furkasi. (Kiri) kehilangan tulang
minimal, (tengah) lesi cul-de-sac, (kanan) lesi through and through (Klaus dkk, 1989).
Secara mikroskopis, keterlibatan furkasi tidak memperlihatkan
gambaran patologis yang khas, tetapi hanya merupakan fase yang simpel
dalam perluasan poket periodontal ke daerah akar. Pada tahap dini, terjadi
pelebaran membran periodontal dengan seluler dan cairan eksudat
inflamasi, diikuti dengan proliferasi epitel ke dalam daerah furkasi dari
bagian tengah poket periodontal. Perluasan inflamasi ke dalam tulang
menyebabkan resorpsi dan penurunan ketinggian tulang. Pola destruksi
tulang dapat berbentuk kehilangan tulang horizontal, atau defek angular
yang berhubungan dengan poket infrabony. Plak, kallkulus, dan debris
bakteri mengisi ruangan pada daerah yang mengalami keterlibatan furkasi,
(Carranza, 2002).
Pola destruksi dan derajat keterlibatan furkasi bervariasi pada
masing- masing kasus. Kehilangan tulang pada setiap akar gigi dapat
berbentuk horizontal atau angular, clan sering membentuk cra ter pada
daerah interradikular. Probing untuk mengetuhui adanya pola destruksi
46
horizontal atau vertikal di sekeliling akar yang terlibat dan pada daerah
crater untuk menentukan kedalaman vertikal (Caranza, 2002).
Keterlibatan furkasi adalah tahap penyakit periodontal yang
progresif dan mempunyai etiologi yang sama. Kesulitan. dalam
mengontrol plak pada daerah furkasi berperan terhadap perluasan lesi di
daerah ini (Carranza, 2002).
Peran trauma oklusi sebagai etoilogi keterlibatan furkasi masih
kontroversial. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa furkasi
merupakan daerah yang paling sunsitif terhadap injuri dari perluasan daya
oklusal, sedangkan pendapat lain mungangap bahwa inflamasi dan oedem
disebabkan oleh plak pada daerah furkasi (Carranza, 2002).
Trauma oklusi dianggap sebagai faktor etiologi yang memperberat
kasus keterlibatan furkasi dengan kelainan tulang berbentuk angular atau
Seperti karakter dan kerusakan tulang terlokalisir pada satu akar
(Carranza, 2002).
[)iagnosa keterlibatan furkasi ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis dan melakukan probing dengan probe khusus. Pemeriksaan
radiografi pada daerah ini sangat membantu, tetapi lesi di daerah tersebut
sering tidak jelas karena lebar sudut dan radiopak struktur disekitarnya.
Efek dari perubahan sudut horizontal pada rontgen foto dapat
menyebabkan gambaran overlap sehingga menjadi tidak jelas (Carranza.,
2002).
47
Gbr 11. Gambaran foto panoramik pada gigi regio kiri bawah menunjukkan
kehilangan tulang berat generalisata sekitar 30-80% yang disebabkarn karena
penyakit periodontal. Garis merah menunjukkan penurunan tulang alveolar,
sedangkan garis kuning rnenunjukkan tempat dimana seharusnya tulang alveolar
berada. Panah pink pada sisi kanan menunjukkan adanya keterlibatan furkasi yang
menyebabkan akar menjadi terbuka yang merupakan tanda penyakit periodontal
lanjut. Panah biru pada bagian tengah menunjukkan 80% kehilangan tulang pada
gigi 21, dan secara klinis gigi menujukkan kegoyangan Garis orange yang
berbentuk oval pada sisi kiri menunjukkan penyakit periodontal agresif yang
mempengaruhi semua gigi insisif rahang bawah. Garis merah yang terpisah
menunjukan variasi kepadatan tulang yang rnenyebabkan batas ketinggian tulang
menjadi tidak jelas
48
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi dan pembahasan kasus ini, dapat disimpulkan
bahwa pasien bernama Martin mengelami periodontitis yang ditandai
dengan adanya gigi yang goyang, bau mulut, dan perdarahan pada gusi,
kedalaman poket >4 mm, ada perdarahan, kehilangan perlekatan
(attachment loss), kehilangan tulang (alveolar bone loss), halitosis, dan
gusi mengalami resesi, ditambah dengan riwayat pasien yang tidak pernah
merokok dan pernah menderita gingivitis sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena pasien tidak menjaga oral hygienenya sehingga akumulasi plak
bertambah dan menyebabkan tanda dan gejala seperti yang telah
disebutkan.
Pasien harus diberikan pengobatan dengan diberikan pendidikan
pada pasien tentang kontrol plak, bisa pula dilakukan bedah periodontal
untuk mengeliminasi poket. Lalu dilakukan pula pemeliharaan berupa
reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,
ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi,
melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali, scalling dan polishing tiap 6
bulan sekali.
49
DAFTAR PUSTAKA
Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. 2002. Clinical Periodontology 9th ed.
W. B. Saunders Co, Philadelphia.
John Coventry, Gareth G, Crispian S, Maurizio T. 2000. ABC of Oral Health
Periodontal Disease. British Medical Jurnal.com.
Klaus H, dkk. 1989. Color Atlas of Dental Medicine 1 : Periodontolagy 2nd ed.
Theme Medical Publisher Inc, New York.
Muller D, 1980. The Scoring of The Defects of The Alveolar Process In Human.
Crania. Journal of Human Evolution. Academic Press Inc, London.
Schwairtz M, Lamster I. B., Fine J. B. 1995. Clinical Guide To Periodontics. W.
B. Saunders Co, Philadelphia.
Varma B. R. R., Nayak R. P. 2002. Current Concepts In Periodontics lst ed. Arya
Publishing House, New Delhi.
Yuval Zubery, dkk. 1998. Bone Resorption Caused By Three Periodontal
Pathogens In Vivo In Mice Is Mediated In Part By Prostaglandin.
American Society for Microbiology, USA.
Zainal A. Y., Salmah K. 1992. Periodontologi. Universiti Malaya, Kuala Lumpur.
50