Upload
vuhanh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INTERFERENSI BAHASA DAERAH TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
KARYA ILMIAH
O L E H :
Drs. IRWAN
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
KATA SAMBUTAN
Untuk menambah bahan bacaan para mahasiswa Jurusan Sastra Daerah,
Fakultas Sastra Univerisitas Sumatera Utara, penulis telah membuat Karya Ilmiah
yang berjudul Interferansi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia.
Walaupun buku ini merupakan tambahan bahan bacaan bagi mahasiswa Sastra
Daerah, perlu juga dibaca oleh para mahasiswa Jurusan lainnya.
Semoga para mahasiswa lebih menyadari bagaimana pentingnya proses
bilingualisme, identifikasi bahasa dan interferensi unsure-unsur suatu bahasa ke
bahasa lain, penerapan dua buah sistem secara serempak pada suatu unsur bahasa.
Kami menyambut baik adanya kerja ilmiah ini. Diharapkan para mahasiswa
dapat memanfaatkan tulisan ini, dan diharapkan juga bagi staf pengajar Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara untuk membuat karya-karya ilmiah sebagai bahan
tambahan bacaan bagi mahasiswa.
Dekan
Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D NIP. 130 809 978
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta segala puji
bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberi izin kepada penulis untuk mewujudkan karya ilmiah yang sangat sederhana
ini. Karya ilmiah yang berjudul Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan
Bahasa Indonesia ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk menambah
angka kredit pada bidang penelitian di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Karya ilmiah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak tertentu. Sudah sepantasnyalah penulis mengharutkan terimakasih yang tidak
terhingga kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang diungkapkan di dalam karya
ilmiah ini belumlah sempurna seperti apa yang diharapkan para pembaca, namun
penulis telah mencoba berbuat sedaya mampu penulis. Untuk itu penulis tetap
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini.
Mudah-mudahan karya ilmiah ini ada manfaaatnya bagi mahasiswa Fakultas
Sastra Univeristas Sumatera Utara, dan juga bagi staf pengajar Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
Medan,
Penulis
Drs. IRWAN NIP. 131 925 646
i
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
DAFTAR ISI
Halaman KATA SAMBUTAN
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................... 1
1.2. Ruang Lingkup ............................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................... 4
BAB II BILINGUALISME DAN INTERFERENSI ........................... 5
2.1. Bilingualisme ................................................................. 5
2.2. Identifikasi Kebahasaan ................................................. 6
2.3. Interferensi ..................................................................... 7
2.3.1. Jenis-jenis Interferensi ....................................... 9
2.3.2. Pembagian Bidang Interferensi .......................... 12
2.3.2.1. Interferensi Bunyi ............................... 12
2.3.2.2. Interferensi Bidang Tata Bahasa ......... 14
2.3.2.3. Interferensi Bidang Leksikal ............... 15
BAB III INTERFERENSI BAHASA DAERAH TERHADAP
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
3.1. Inteferensi Bidang Morfologi ......................................... 21
3.2. Interferensi Bidang Sintaksis ......................................... 27
ii
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3.3. Interfernsi Bahasa Daerah Terhadap Kosa Kata ............ 38
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 50
4.1. Kesimpulan .............................................................. 50
4.2. Saran .............................................................. 51
iii
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu Riau yang mengalami
perubahan dan perkembangan sitiap saat sesuai dengan perkembangan zaman.
Bahasa Melayu Riau menjadi bahasa nasional dicetuskan pada tanggal 28 Oktober
1928 yang dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda. Diangkat menjada bahasa Negara
seperti tercantum dalam UUD 1945 dan sebagai pengukuhannya adalah pasal 36.
Bahasa Indonesia yang bersifat dinamis, dipakai oleh rakyat yang terdiri dari
berbagai suku yang masing-masing mempunyai bahasa daerah. Bahasa Indonesia
menerima pengaruh dari bahasa daerah itu, misalnya dari bahasa Batak, Bahasa Jawa,
Bahasa Sunda, dan Bahasa daerah lainnya, didamping itu bahasa Indonesia mendapat
pengaruh dari bahasa asing, misalnya dari bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa
Perancis dan bahasa asing lainnya.
Tetapi sumbangan itu tidak diterima begitu saja, misalnya dalam penyerapan
istilah. Istilah yang berasal dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing disaring
terlebih dahulu yaitu kaidah-kaidah yang belaku.
Bahasa Indoensia sebagai alat pemersatu digunakan oleh beraneka suku yang
berlainan dialek, suku Batak dengan dialek Bataknya, suku Jawa dengan dialek
Jawanya, suku Sunda dengan dialek Sundanya. Suku-suku itu dalam mempergunakan
bahasa Indonesia masih terpengaruh oleh dialeknya. Misalnya orang Batak
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
mengucapkan /e/ selalu dengan lafal /e/ keras, orang Jawa mengucapkan bunyi /t/
seakan-akan bunyi /d/.
Masuknya pengaruh bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia yang
menyebabkan perkembangan bahasa Indonesia tidak berarti tidak mengalami
hambatan. Perkembangan bahasa Indonesia dengan berbagai hambatan akan
menyebabkan bahasa Indonesia lebih cepat dewasa. Kita tahu bahwa untuk
mendewasakan bahasa kebangsaan adalah suatu tugas yang sangat berat. Dalam
proses pendewasaan bahasa di satu pihak bahasa Indonesia sebagai bahasa
kebangsaan menghadapi bahasa-bahasa Internasional yang sudah sangat maju di
pihak lain ia menghadapi bahasa-bahasa daerah yang berurat berakar pada
masyarakat setempat yang mempunyai kebudayaan dan sejarah berabad-abad dan
dilihat dari segi masyarakat pemakaiannya sudah dewasa dan memenuhi segala
keperluan masyarakat tersebut. Persaingan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia
tidak dapat dihindarkan.
Salah satu hambatan itu lahir dari masyarakat pemakai bahasa, yang disebut
igerferensi, secara sosiolinguitik merupakan ciri penting pada seorang dwibahasawan.
Interferensi merupakan adanya saling mempengaruhi antar bahasa.
Peminjaman ini merupakan gejala umum dalam berbahasa. Tidak ada bahasa
di dunia bebas dari pinjaman. Meminjam lebih mudah daripada mencipta.
Interfensi bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia di bidang kosa kata,
sintaksis, morfologi, fonologi, dan interferensi bahasa daerah di bidang kosa kata,
misalnya; becus, heboh, lumayan, dan lain-lain. Interferensi bahasa asing di bidang
kosa kata misalnya bangku, lampu, hotel, pena, dokter, sekolah, dan lain-lain yang
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
berasal dari bahasa Belanda, tetapi ejaannya telah disesuaikan dengan ejaan yang ada
dalam bahasa Indonesia.
Antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia akan tetap saling mempengaruhi
kalau keduanya sama-sama digunakan, dan selama itu pulalah interferensi ada.
Oleh karena itu agar perkembangan bahasa Indonesia seat, sudah selayaknya
para dwibahasawan sadar agar selalu berpedoman pada kaidah-kaidah yang berlaku,
sekedar mempengaruhi interferensi. Dan sudah selayaknya orang yang mempunyai
pengaruh, orang yang ternama, orang yang mempunyai pamor, memberikan bantuan
berupa contoh dan teladan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Tentu saja tidak ketinggalan pakar-pakar bahasa Indonesia, harus selalu
membantau pekembangan bahasa Indonesia. Mengarahkan seluruh bangsa Indonesia
untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kalau seperti diatas kenyataannya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa
Indonesia yang dewasa dengan sendirinya rakyat dan semua lapisan masyarakat akan
merasa bangga memiliki bahasa nasional yang dewasa, serta bahasa daerah.
1.2. Ruang Lingkup
Untuk mencapai tujuan penelitian yang ingin dijangkau, penelitian
dilaksanakan berksar pada gejala-gejala yang mungkin tejadi pada pekembangan
bahasa Indonesia disebabkan interferensi, dan juga sejauh mana interferensi bahasa
daerah itu dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
1.3. Tujuan Penelitian
Karya ilmiah ini bertujuan meminta kesadaran yang dalam pada bilinguan
agar memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan memaparkan akibat dari
interferensi pada perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
BAB II
BILINGUALISME DAN INTERFERENSI
2.1. Bilingualesme
Negara Indonesia adalah Negara yang terdiri dari pulau-pulau, dimana pulau-
pulau itu dihuni oleh beraneka ragam suku, dan pasti bahasanya berbeda-beda, itulah
yang disebut bahasa daerah, dan untuk mempersatukan suku-suku itu dalam
kebinekaannya dipakai bahasa Indonesia.
Di desa, di kota di seluruh dunia terdapat orang-orang yang dapat memakai
lebih dari satu bahasa, seperti di Indonesia yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia,
dan ada juga yang tahu banyak bahasa yang disebut multilingualisme. Daerah atau
masyarakat dimana terdapat dua bahasa daerah atau masyarakat yang berdwibahasa
atau bilingual. Dan orang-orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut
dwibahasa.
[“………..(Samsuri, 1982 : 54-55) Kebiasaan untuk memakai dua bahasa atau lebih secara bergiliran disebut kedwibahasaan. Pembicaraan yang mempunyai kebiasaan semacam itu akan disebut dwibahasawan. Proses untuk memperoleh kebiasaan macam itu dinamakan pendwibahasaan………”] [“………(William F. Mackeu, 1972 : 555) kedwibahasan ialah pemakaian dua bahasa atau lebih oleh individu yang sama ……..”] [“……… Bloomfield dalam Chaedar Alwasilah (1985 : 125) nativelike control of two language……..”] [“………. Menguasai dua bahasa seperti menguasai bahasa ibunya………..”] [“……….(Lado dalam Chaedar Alwasilah (1985 : 125 ) The use of two language by a speech community. There are many types of bilingualism, e.g. some one with parents of different native language living in
5Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006
USU Repository © 2006
either speech community or a person having learned to master a foreign languages through intensive formal instruction. Bilingual speakers are not necessarily born translator and interpreters, as the skill of switching between two languages must be acquired separately and persons who are equally conversant in both languages and in all situations. ( ambilingual ) are very rare…..”] “Pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran. Ada beberapa jenis bilungualisme, misalnya seorangyang orang tuanya berbahasa itu yang berbeda atau tinggal dalam salah satu masyarakat ujaran atau seseorang yang telah mempelajari bahasa asing melalui pengajaran formal. Para penutur dwibahasa tidaklah selalu mereka yang ditakdirkan jadi penterjemah atau interpreter, karena kahlian berpindah antara dua bahasa mesti diperoleh secara terpisah, dan demikian pula bahasa orang-orang yang sama fasihnya dalam dua bahasa dalam segala situasi (ambilingual) sangatlah jarang ditemukan”. Berdasarkan kutipan di atas ditarik kesimpulan bahwa bilingualisme adalah
pemakaian dua bahasa oleh individu atau sekelompok masyarakat dan kedua bahasa
itu digunakan secara bergantian dan sama fasihnya. Dan pengertian dari
dwibahasawan adalah orang yang dapat menggunakan dua bahasa dengan menerima
dan menggunakan model-model yang ada dalam bahasa kedua yang digunakan dalam
bahasa ibunya setelah terlebih dulu mengalami kontak, yang menurut Dielbold
dwibahasawan itu adalah seseorang yang telah mengalami kontak dengan model-
model dari bahasa kedua dan sanggup menggunakan model-model itu di dalam
lingkungan bahasanya sendiri.
2.2. Identifikasi Kebahasaan
Dengan adanya kontak bahasa, dwibahasawan cenderung untuk
mempersamakan hal-hal pada bahasa lain. Karena itu beberapa hal mendapat asosiasi
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
yang berbeda dari asosiasi ekabahasawan yang tidak mempunyai pengalaman
demikian Pemberian padanan antara bahasa-bahasa disebut identifikasi antar bahasa.
Hal yang menjadi dasar dalam mengadakan identifikasi ialah keserupaan dalam
bentuk distribusi, tetapi keserupaan itu tdak dapat ditetapkan lebih dahulu, sebab apa
yang dianggap serupa atau tidak serupa, oleh penutur dari bahasa yang berbeda sering
pula berlainan. Identifikasi antara bahasa dapat terjadi dalam berbagai bidang bunyi
bahasa, morfologi, hubungan ketatabahasan dan bidang isi atau kalimat.
2.3. Interferensi
Pengaruh bahasa sebagai akibat kontak bahasa, dalam bentuknya paling
sederhana, terjadi berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan dipergunakan
dalam hubungan dengan bahasa lain. Penggunaan unsur yang termasuk ke dalam satu
bahasa waktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain disebut interferensi. Menurut
huagen bentuk lain yang mungkin ditimbulkan oleh kontak bahasa ialah terjadinya
saling menutupi bagaiannya diantara bahasa-bahasa itu, yaitu penerapan dua bahasa
sistem secara serempak kepada suatu unsur bahasa. Hal ini yang disebut interferensi.
Istilah interferensi gangguan digunakan dalam sosiolinguistik, dimana timbul
kesulitan dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau
konstruksi sebagai bahasa akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa ibu.
[“....Valdman dalam Abdulhayi (1985 : 8) Interferensi adalah hambatan akibat kebiasaan pemakaian bahasa ibu dalam penguasaan bahasa yang dipelajari. Ditambahkan pula bahwa interferensi itu lebih baik ditafsirkan sebagai transfer negative dari bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran, sedangkan bila kebiasaan bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran, sedangkan bila kebiasaan bahasa ibu memudahkan penguasaan bahasa sasaran hal itu disebut transfer positif…..”]
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
[“…….(Samsuri, 1982 : 55) Tiap pemakai unsur dari suatu bahasa di dalam bahasa yang lain akan disebut gangguan atau interferensi – apabila hal itu menyebabkan dislokasi struktur dalam bahasa yang terpakai, tetapi disebut pungutan, apabila tidak menimbulkan dislokasi. Unsur itu sendiri akan dinamakan gangguan dari bahasa yang suatu yang kemudian menjadi unsur bahasa itu sendiri seterusnya akan disebut pungutan saja……..”] [“…… Hartman dan Strok dalam Chaedar Alwasilah (1985 : 131) the errors by carrying over the speech habits of the native language of dealect into a second language of dialect. “Kekeliruan yang disebabkan terbiasanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua” [‘......(Chaedar Alwasilah, 1995 : 132) interferensi berarti adanya saling mempengaruhi antar bahasa……..”] Winreich membedakan interferensi itu kepada interferensi tuturan dan
interferensi bahasa. Interferensi dalam tuturan terjadi pada tuturan dwibahasawan
sebagai akibat pengenalannya terhadap bahasa lain. Dalam bahasa gejala interferensi
itu telah menjadi kebiasaan yang kukuh, penggunaanya tidak lagi tergantung pada
kedwibahasaan.
[“……….(P.W.J. Nababan, 1984 : 35) interferensi dapat timbul sewaktu mempelajari bahasa daerah, atau bahasa asing, struktur bahasa pertama dimasukkan dalam bahasa kedua atau sebaliknya………..”] Selanjutnya Rusyana yang mengutip pendapat Weinreich dan Mackey
mengemukakan bahwa interferensi adalah penggunaan unsur yang termasuk ke dalam
satu bahasa waktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain yang disebabkan kontak
bahasa.
Menurut Poejosiedarmo interferensi adalah pengaturan kembali pola-pola yang
disebabkan oleh masuknya elemen-elemen asing ke dalam bahasa yang berstruktur
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
tinggi, seperti misalnya dalam sistem fenomis, sebagian besar morfologis dan
sintaksis, serta beberapa perbendaharaan kata.
Jadi berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
interferensi adalah :
a. Merupakan suatu penggunaan unsur-unsur dari satu bahasa ke bahasa yang
lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa yang lain.
b. Merupakan penerapan dua buah sistem secara serempak kepada suatu unsur
bahasa
c. Terdapatnya suatu penyimpangan dari norma-norma bahasa masing-masing
yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan.
d. Pemakaian unsur dari satu bahasa di dalam bahasa yang lain dengan
menyembabkan dislokasi struktur pada bahasa yang dipakai.
2.31. Jenis-Jenis Interferensi
1. Peminjaman unsur dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Dalam bahasa
peminjaman tersebut ada aspek yang dipindahkan. Hubungan bahasa yang
dipinjam dalam bahasa yang meminjam adalah hubungan antara bahasa
sumber ke dalam bahasa penerima disebut inportasi. Contoh : pemasukan
morfem baru ke dalam bahasa peminjam dengan bentuk fonemik yang
menunjukkan identifikasi fonemik dengan morfem dalam bahasa sumber.
2. Penggantian unsur dari satu bahasa oleh padanannya di dalam tuturan
bahasa lain Aspek yang padannya disalin itu disebut subsitusi oleh
Haugan.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3. Penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa ke dalam morfem bahasa B
dalam tururan bahasa B, atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan
bahasa B, yang tidak ada modelnya dalam bahasa A.
4. Perubahan fungsi morfem melalui identifikasi antara satu morfem bahasa
B tertentu dengan satu morfem bahasa A tertentu, yang menimbulkan
perubahan baik perluasan maupun pengurangan fungsi-fungsi bahasa B,
berdasarkan model tata bahasa A.
P.W.J. Nababan dalam bukunya Sosiologi Linguistik membagi interferensi
menjadi beberapa jenis atau bagian, yaitu :
1. Interferensi Produktif
Yaitu pemakaian unsur atau struktur bahasa kedua dalam penggunaan bahasa
pertama oleh dwibahasawan, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
dwibahasawan tersebut mempelajari bahasa kedua dengan memakai struktur bahasa
kedua pada penggunaan baha pertama. Penyimpangan yang terjadi berada pada
bahasa pertama.
2. Interferensi Reseptif
Interferensi reseptif ialah pemakaian atau penggunaan bahasa kedua. Dengan
kata lain dwibahasawan tersebut menerapkan atau memaksakan struktur bahasa
ibunya ke dalam struktur bahasa kedua. Jenis interferensi ini lebih mudah terjadi
daripada interferensi produktif.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3. Interferensi Perlakuan
Interferensi perlakuan ialah kekeliruan atau penyimpangan yang timbul dari diri
seseorang pada saat ia mempelajari bahasa kedua. Terjadi karena ketidaktahuan
seseorang tersebut terhadap struktur atau tatabahasa Indonesia. Interferensi ini
ada kita jumpai pada penutur bahasa daerah pada saat dia mempelajari bahasa
Indonesia.
Contoh : /minyak/-oleh penutur bahasa Karo/miyak/
4. Interferensi Perkembangan
Ialah penyimpangan atau kekacauan yang timbul pada saat mempelajari bahasa
kedua. Kesalahan yang terjadi bukan disengaja karena dia masih dalam tahap
belajar.
5. Interferensi Sistematik
Interfensi ini terjadi oleh pertemuan atau persentuhan antara dua bahasa
melalui interferensi perlakuan dari penutur-penutur yang berdwibahasa.
Interferensi sistematik ini dapat kita lihat dalam bentuk perubahan pada suatu
bahasa yang meliputi unsur-unsur, bunyi atau struktur dengan unsur-unsur
bunyi, dan struktur pada bahasa yang lain. Perubahan yang terjadi adalah pada
saat sistem bahasa.
Interferensi sistematik ini terjadi melalui penutur bahasa atau perlakuan.
Seperti kita ketahui bahwa fungsi daripada masing-masing bahasa adalah
sebagai alat untuk berkomunikasi atau sebagai alat di dalam interaksi social.
Misalnya antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Apabila terjadi
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
persentuhan atau pertemuan antara bahasa-bahasa daerah dan bahasa Indonesia,
akan timbul interferensi sistematik melalui orang yang berdwibahasa tersebut.
P.W.J. Nababan (1984 : 35) mengatakan bahwa mekanisme perubahan
kebahasaan dalam interferensi sistematik ialah pungutan (borrowing) yang
berhubungan erat dengan pungutan kebudayaan. Misalnya kata-kata : heboh,
becus, tetapi akibat bahasa Indonesia mengalami persentuhan dengan bahasa
daerah akhirnya kata itu menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia.
Interferensi sistematik juga terdapat dalam bidang-bidang fonologi
umpamanya fonem /f/, /x/, duku fonem ini tidak ada dalam bahasa Indonesia,
tetapi karena bahasa Indonesia sering kontak dengan bahasa lain (Inggris) fonem
itu akhirnya ada dalam bahasa Indonesia.
1.3.2.Pembagian Bidang Interferensi
1.3.2.1.Interferensi di Bidang Bunyi
Warna local atau inteferensi di bidang bunyi terjadi apabila mengidentifikasikan
fonem pada sistem bahasa kedua dengan fonem pada sistem bahasa pertama, dan
dalam menghasilkan kembali bunyi itu menyesuaikannya kepada aturan fonetik
bahasa pertama.
Dari sudut pandangan fonemik, terdapat 4 jenis gejala interfensi yang pokok, yaitu :
1. Pembedaan fonem yang berkekurangan
Terjadi apabila dua buah bunyi pada sistem bahasa kedua yang pasangannya pada
sistem bahasa pertama tidak dibedakan, oleh dwibahasa dikacaukan.
Misalnya /d/ dan /i/ tidak dibedakan
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
2. Pembedaan fonem yang berkelebihan
Hal ini terjadi apabila perbedaan yang ada pada sistem fonemik bahasa pertama
diterapkan kepada bunyi pada bahasa kedua yang tidak memerlukannya.
Misalnya /kh/ dan /k/ diperlakukan sebagia fonem yang berlainan.
3. Penafsiran kembali terhadap perbedaan
Terjadi apabila dwibahasawan membedakan fonem-fonem sistem bahasa kedua
berdasarkan cirri-ciri yang dalam bahasa kedua berdasarkan cirri-ciri yang
dalam bahasa kedua dengan cirri-ciri yang dalam sistem bahasa tersebut sangat
relecan dalam bahasa pertama.
Misalnya /p/ yang tidak bersuara diperlakukan sebagai fonem tegang sedangkan
cirri pembeda yang sesungguhnya, yaitu tidak bersuara diperlakukan sebagai
penyerta.
4. Penggantian bunyi
Terjadi apabila fonem-fonem dalam kedua bahasa itu ditetapkan dengan cara
yang sama, tetapi dalam pengucapannya yang biasa berbeda, oleh
dwibahasawan diucapkan seperti ucapan fonem itu dalam bahasa pertama,
misalnya : /r/ untuk /R/.
Di samping keempat jenis interferensi itu ada interferensi bunyi yang sukar
dipersamakan dengan salah atu jenis interferensi tersebut diatas, khusunya apa yang
disebut dengan hypercorrectness, yang dapat terjadi baik dalam pendengaran maupun
dalam pengucapan.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
2.3.2.2. Interfensi di Bidang Tata Bahasa
Interferensi di bidang tata bahasa terjadi apabila dwibahasawan
mengindentifikasi morfem atau hubungan ketatabahasaan pada sistem bahasa kedua
dengan morfem, dan menggunakannya dalam tuturan atau sebaliknya. Dapat dibagi
lagi atas :
1. Pemindahan morfem
Diartikan penggunaan morfem bahasa A waktu berbicara atau menulis dalam
bahasa B, morfem yang dipindahkan dapat berupa morfem bebas, morfem bebas
dan morfem terikat sekaligus, perpindahan morfem itu berbeda-beda.
2. Penerapan hubungan ketatabahasaan
Yaitu penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa A ke dalam bahasa b dalam
tuturan bahasa B.
Interfensi di bidang hubungan ketatabahasaan biasanya terjadi dalam tuturan
dwibahasawan. Menurut Weinreich ada beberapa macam antara lain ;
a. Salinan hubungand aripada bahasa lain itu menimbulkan arti yang tidak
dimaksudkan.
b. Salinan hubungan dari bahasa lain itu melanggar pola hubungan yang telah ada
c. Salinan hubungan dari bahasa lain itu menimbulkan hubungan yang tidak perlu.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3. Perubahan fungsi morfem asli
Yaitu perubahan, perluasan atau pengurangan fungsi morfem bahasa B
berdasarkan model tata bahasa yang disebabkan oleh pengindentifikasian morfem
bahasa B tertentu.
Jika dwibahasawan mengindentifikasi sebuah morfem atau kategori
ketatabahasaan B, ia mungkin menerapkan fungsi ketatabahasaan yang diambil dari
sistem bahasa A kepada morfem pada bahasa B. yang mendorong dwibahasawan
untuk membuat padanan morfem antar bahasa ialah adanya keserupaan bentuk, atau
adanya keserupaan fungsi sebelumnya.
4. Pengabdian kategori wajib
Yaitu pengabdian hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tak ada contohnya
dalam bahasa A. jenis interferensi ini mengakibatkan kategori-kategori tata bahasa
seperti : cares, genders, dan lain-lain hilang, atau menjadi kurang wajib. Bahasa yang
demikian itu terbentuk dari bahasa sturukturnya sangat berbeda.
2.3.2.3. Interferensi di Bidang Leksikal
Interferensi di bidang leksikal dapat terjadi dengan bermacam-macam cara.
Dalam hubungan bahasa A dengan bahasa B, morfem dapat dipindahkan dari A ke B,
atau mungkin dipergunakan dengan fungsi yang baru berdasarkan model morfem
bahasa A yang isinya dipersamakan. Dalam hal unsur leksikal yang berupa kata
majemuk, kedua proses itu mungkin digabungkan.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Interferensi di bidang leksikal dapat berkenaan dengan kata dasar, kata
majemuk, frase :
1. Interferensi yang berupa kata dasar
a. Jenis yang paling umum ialah pemindahan urutan fonetik sekaligus satu bahasa
kepada bahasa lainnya.
Pengertian dasar di sini dipandang dari sudut dwibahasawan. Kata majemuk
yang dipindahkan dalam bentuk yang tidak teruraikan termasuk juga ke
dalamnya. Kata yang dipindahkan, bentuknya kadang-kasang secara fonetik
menyerupai kata dalam bahasa penerima.
b. Jenis interferensi lainnya merupakan perluasan pemakaian kata asli pada bahasa
yang dipengaruhi sesuai dengan model asing. Sebuah kata beroleh arti baru.
Salah satu perubahan adalah yang berdasarkan bentuknya yang sama bunyinya.
Perubahan arti itu dapat lebih sekedar perluasan isi saja, melainkan isi yang
lama mungkin dibuang sama sekali. Sehubungan dengan interferensi yang
berupa homofoni yang sering sekali sukar ditentukan apakah yang terjadi itu
pemindahan kata atau isi dari kata asli perlu diperluas.
c. `Interferensi leksikal yang halus, terjadi jiwa wujud tanda itu berubah menurut
model yang sangat bersar persamaannya.
1
2. Interferensi yang berupa kata majemuk dan frase
Ada tiga macam interferensi yang mungkin terjadi pada satu kesatuan leksikal
yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
a. Semua unsurnya mungkin dipindahkan dalam bentuk yang teruraikan
b. Semua unsurnya mungkin disalin dengan disertai perluasan arti
c. Mungkin pula beberapa unsurnya dipindahkan sedangkan unsur lainnya disalin
Kesimpulan uraian interferensi di bidang kalimat disebabkan oleh karena
susunan maupun pemakaian kata-kata yang masih dipengaruhi oleh dwibahasawan di
dalam penulisan atau penuturnya.
Semua unsur bahasa dapat dipinjam, akan tetapi semua itu menurut skala
keterpungutannya bertalian dengan struktur bahasa. Morfem-morfem yang
mempunyai fungsi tata bahasa yang rumit rupanya jarang dipindahkan oleh
dwibahasawan itu, jika dibandingkan dengan morfem mempunyai fungsi yang lebih
sederhana, dibandingkan dengan kata benda yang bebas.
Kiranya urutan keterpindahan morfem itu berturut-turut sejak yang paling
jarang adalah sebagai berikut : akhirnya infleksi yang paling terintegrasi, kemudian
kata-kata tugas seperti preposisi, lalu menyusul kata penuh seperti kata benda, kata
kerja, kata keadaan, dan kata seru.
Kadang-kadang terjadi bentuk bebas yang dipindahkan ke dalam suatu bahasa
dalam bentuk kata majemuk, dengan imbuhan atau tidak kehadiran pasangannya
dalam bahasa penerima memungkinkan si pemakai menguraikan bentuk majemuk itu
menjadi kata dasar atau imbuhan, dan imbuhan itu kemudian meluas kepada kata
dasar yang asli. Walaupun pemindahan morfem terikat jarang terjadi, dan jika terjadi
pemindahan biasanya dalam pasangan morfem bebas, tetapi ada juga terjadi
pemindahan morfem terikat.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Pemindahan morfem terikat terjadi apabila dua persyaratan dipenuhi antara lain
yaitu adanya kesesuaian struktur tatabahasa dan adanya perbendaharaan kata yang
serupa terlebih dahulu.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
BAB III
INTERFERENSI BAHASA DAERAH TERHADAP
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Dalam perkembangan bahasa Indonesia banyak sekali hambatan atau masalah
yang dihadapinya. Salah satu diantaranya adalah interferensi, sebagai akibat dari
kontak bahasa, antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, atau bahasa Indonesia
dengan bahasa asing. Interferensi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
perubahan bahasa Indonesia, apalagi dewasa ini semakin sering terjadi kontak bahasa
disebabkan kemajuan teknologi yang sangat pesat.
Bahasa yang merupakan bagian kebudayaan dan milik masyarakat tidak luput dari
pengaruh luar dan sebaliknya masyarakat tidak luput juga dari pengaruh menyalurkan
nilai-nilai budayanya pada masyarakat lain lewat kontak kebudayaan.
[“… (Koentjaraningrat; 1974) mengatakan suatu sikap adalah suatu disposisi atau keadaaan mental di dalam jiwa dan diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau masyarakat baik lingkungan alamiahnya, maupun lingkungan fisiknya). Walaupun berada di dalam diri seseorang individu, toh sikap itu biasanya juga dipengaruhi oleh nilai budaya, dan sering juga bersumber kepada nilai budaya….”]
Akibat terjadi interferensi itu terjadilah tutup menutupi bagian-bagian antara
bahasa-bahasa tersebut yaitu penggunaan dua sistem bahasa secara serempak kepada
suatu unsur bahasa.
Rusyana mengatakan bahwa interferensi merupakan gangguan unsur-unsur
suatu bahasa terhadap bahasa yang lain pada waktu berbicara dan menulis.
19
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Selanjutnya Poejosodarmo (1976 : a : 1) mengatakan interferensi adalah
pengaturan kembali pola-pola yang disebabkan oleh masuknya elemen-elemen asing
ke dalam bahasa yang berstruktur lebih tinggi, seperti misalnya dalam sistem
fonemis, sebagian besar morfologi dan sintaksis, serta beberapa pembentukan kata.
Masalah inteferensi di Indonesia merupakan masalah yang hangat di Indonesia,
dimana bahasa Indonesia masih memerlukan pungutan-pungutan dari bahasa daerah,
untuk berdiri sendiri bahasa Indonesia jelas belum mampu karena masih terlalu muda.
Pungutan-pungutan dari bahasa daerah akan menyebabkan perubahan, itulah yang
disebut pertumbuhan. Bahasa Indonesia sifatnya dinamis, peka terhadap pengaruh
dari luar (baik bahasa daerah maupun bahasa asing), jika bukanlah suatu keanehan
kalau masalah kebahasaan agak banyak muncul atau banyak dihahadapi bangsa
Indonesia.
Dalam pembicaraan masalah punggutan bahasa Indonesia, samsuri (1978 : 55) telah
mengemukakan bahwa secara sosioliguistik masyarakat Indonesia mempergunakan
lebih sedikit dua bahasa ibu (bahasa daerah) dan bahasa kedua (bahasa Indonesia).
Tiap pemakean unsur dari suatu bahasa di dalam bahasa yang lain disebut gangguan
atau interferensi apabila menyebabkan dislokasi disebut pungutan.
[“…(Amran Halim, 1980) adalah kebijaksanaan nasional yang berisi
perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai
sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah basa di
Indonesia…”]
Keseluruhan masalah bahasa di Indonesia ditumbuhkan oleh kenyataan
besarnya jumlah bahasa yang dipakai di Indonesia, yang juga merupakan bahasa yang
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
didukung oleh kebudayaan yang hidup, ditambah pemakean dan pemanfaatan bahasa
asing tertentu.
Masalah bahasa itu adalah :
1. Masalah bahasa Nasional
2. Masalah bahasa Daerah
3. Masalah bahasa asing
Masalah inilah yang menjadi masalah nasional yang memerlukan pengolahan
yang berencana, terarah dan teliti. Kegiatannya merupakan suatu jaringan masalah
yang pengolahannya tak dapat dipisah-pisahkan. Kebijaksanaan terhadap masalah
inilah yang lazim disebut politik bahasa nasional.
Baik masalah ringan maupun berat tidak boleh luput dari perhatian pakar-pakar
bahasa Indonesia. Termasuk didalamnya interferensi, dibidang morfologi, kosakata,
dan sintaksis.
3.1. Interferensi di Bidang Morfologi
Sebelum kita bicarakan tentang interferensi bahasa daerah di bidang morfologi,
terlebih dulu kita pahami pengertian dari morfologi.
[“… (Ramlan, 1980 : 4) mempelajari seluk-beluk struktur kata. Satuan
yang paling kecil yang diselidiki morfologi ialah morfem, sedangkan yang
paling besar berupa kata …”]
[“…(Verhaer, 1985 : 52) adalah bidang liguistik yang mempelajari
susunan bagian-bagian kata secara gramatikal…”]
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
[“…(Ramlan dalam Pengajaran Morfologi Henry Guntur Tarigan, 1985 :
4) adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk
kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti
kata; atau morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan
bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik…”]
Kesimpulannya bagian yang mempelajari morfem, kata, serta pengaruh
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, baik fungsi gramatikal
maupun fungsi semantik.
Bahasa di dunia ini tidak ada yang sama semua berbeda-beda, baik imbuhan,
kata, frase, juga pada tata urutan dan saling ketergantungan masing-masing unsur.
Bahasa yang berbeda-beda itu selama kontak akan saling mempengaruhi akan
termasuk di bidang morfologi.
[“…(Abd. Syukuran Ibrahim, 1982 : 185) jika jumlah kata pinjaman itu
cukup banyak dan terjadinya kontak bahasa itu cukup lama bahasa yang
memberi pinjaman itu bias mengakibatkan beberapa perubahan
struktual…”]
[“… (Abd. Syukur Ibrahim, 1992 : 189) juga sistem morfologinya
mungkin mengalami inovasi yang cukup menyolok sehubungan dengan
pinjaman kata secara besar-besaran itu. Misalnya kotak bahasa bisa
berakibat timbulnya akhiran-akhiran baru..”]
[“…(Samsuri, 1982 : 58) Menurut strukturnya pungutan-pungutan itu
dapat digolongkan menjadi empat macam : (1) kata-kata dasar,
(2) kata-kata kompleks, (3) kata-kata yang berkontruksi kata-kata dasar,
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
daerah dengan imbuhan BI, dan (4) kata-kata yang berkontruksi dasar BI
dan imbuhan daerah. Sebenarnya yang akhir ini boleh dikatakan
pemungutan imbuhan saja…”]
Dari kutipan-kutipan di atas diambil kesimpulan bahwa akibat kontak bahasa,
bahasa yang dipengaruhi atau yang dimasuki akan mengalami perubahan baik kosa
kata, kata komleks, strukturnya, kata mampu struktur kalimat.
Masuknya pengaruh bahasa-bahasa daerah ke bahasa Indonesia sekaligus
membawa interferensi, salah satu sasarannya adalah morfologi. Sebagai contoh
adalah imbuhan. Bila dibandingkan pemakaian awalan bahasa Indonesia sekarang
dengan pemakeannya dalam bahasa Melayu dahulu perubahan awalan jelas kelihatan.
Ada unsur yang dahulu dipakai dalam bahasa Melayu sebagai awal bahasa Indonesia,
sekarang tidak dipakai lagi, dan sebaliknya. Dan ada juga imbuhan dari bahasa daerah
yang lain tiba-tiba muncul dalam bahasa Indonesia, menggeser kedudukan imbuhan
lain, misalnya imbuhan /ke/.
Inteferensi di bidang morfologi dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia terjadi
apabila morfologi bahasa daerah mempengaruhi morfologi bahasa Indonesia dan
menyebabkan penyimpangan. Bisa berupa penyerapan eafiks, bisa penghilangkan
afiks, dan bisa bersaing pemakeannya.
3.1.1. Awalan ke-
Contoh : ‘kelanggaran’
‘diketawai’
‘diketemukan’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘kepergok’
‘kecantol’
‘ketubruk’
‘ketangkap’
‘kepukul’
dan lain-lain
bentuk-bentukan diatas adalah suatu penyimpangan sebab konsep-konsep
pengungkapannya sudah ada dalam bahasa Indonesia, jadi seharusnya :
‘terlanggar’
‘tertabrak’
‘ditertawai’
‘ditemukan’
‘terperogok’
‘tercantol’
‘tertubruk’
‘tertangkap’
‘terpukul’
Jadi pedanan afiks ke- Men-, menge-, dan menye-,
Sebetulnya untuk semua allomorf atas terjadi interferensi bahasa daerah tetapi si
penulis hanya menyebutkan interferensi terhadap allomorf meng-, dan allomorf,
meny-
Contoh : me- + bom -- mengebom
me- + ketik -- mengetik
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
me- + kecap -- mengecap
me- + sahkan -- mengesahkan
me- + lap -- mengelap
me- + cat -- mengecat
bentuk-bentuk di atas sebetulnya merupakan suatu penyimpangan.
Penyimpangan itu terjadi karena pengaruh bahasa daerah (Jakarta). Tetapi karena kata
kerja bentuk aktip bahasa Sunda ditandai dengan nasalisasi fonem awal seperti
ngrusuk, ngrawat, nyontek, mencar, ngambil. Kata-kata bersuku satu diatas diberi
awalan nge : ngebom, ngetik, ngecap, ngelap, kebetulan dalam bahasa Indonesia
untuk kata-kata yang bersuku satu diberi awalan mrngr,
jadi me- + bom – mengebom
me- + cat – mengecat dan lain-lain, dianggap bentuk diatas bukan suatu
penyimpangan. Pembakuan tata bahasalah kelak yang menentukan nama yang akan
dipakai.
Contoh lain lagi :
Me- + kata dasar yang berawalan /s/ pada bahasa Indonesia berubah menjadi men-
tetapi dewasa ini terjadi penyimpangan pada allomorf tersebut, disebabkan pengaruh
bahasa daerah.
me- + cubit -- menyubit
me- + contoh --menyontoh
me- + cuci --menyuci
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
seharusnya
mencibit
mencuci
mencontoh
3.1.3. Awalan ber
Awalan ber – oleh penutur bahasa daerah seperti penutur bahasa Sunda
diganti dengan allomorf men-, menye-
Contoh : menanya
Menyangkit
3.1.4. Awalan – kan
Akibat pengaruh bahasa daerah permasalahan akhiran – kan tidak luput dari
penyimpangan, yaitu dengan jalan menghilangkan akhiran tersebut.
dipindah
dicerainya
diberi
diberhentinya.
Kata-kata diatas harus diberi akhiran-kan, sebab kata kerja aus bila akan dijadikan,
kata kerja transitif harus diberi afiks me-kan me-I atau di-kan atau-i.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Jadi seharusnya :
dipindahkan
diceraikan
diberikan
diberhentikannya
Gadis itu dipindahkan ke Medan
Gaelas itu diberikan padanya
Saya telah diberhentikannya dari pekerjaan.
3.2. Interferensi di Bidang Sintaksis
Ada beberapa pengertian tentang sintaksis, yang dibuat oleh pakar linguistik :
[“…(Verhaar, 1985 : 70) menyelidiki semua hubungan antar kata dan
kelompok kata (atau autar – frase) dalam satuan dasar sintaksis itu…”]
[“…(Ramlan, 1991 : 1) bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, frase …”]
[“… (Gorys Keraf, 1980 : 136) adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam
suatu bahasa…”]
Kesimpulannya, sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari
frase, klausa, kalimat dalam suatu bahasa.
Aturan sintaksis dalam bahasa daerah tidak sama dengan aturan sintaksis dalam
bahasa Indonesia. Tetapi karena dwibahasawan, seringkali aturan sintaksis bahasa
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
daerah menyusup ke dalam bahasa Indonesia. Tidak kita sadari telah terjadi
penyimpangan atau pengacuan dalam struktur kalimat.
3.2.1. Interferensi Tutur Ringkas
Salah satu ciri ringkas adalah pelapisan atau penanggalan. Adapun penanggalan
tersebut secara untuk tidak berlaku di stingtif atau menyebabkan adanya keraguan arti
meskipun terasa menyalahi aturan ketata-bahasaan. Penanggalan yang paling terasa
dalam kalimat adalah penanggalan kata-kata atau imbuhan. Hal ini terjadi karena
pengaruh bahasa daerah, sebagai contoh dwibahasawan Karo, dalam berbahasa
Indonesia sering menanggalkan awalan suatu kata. ‘Kami nulis surat’. Seharusnya
‘Kami menulis surat. Akhirnya penanggalan afiks itu masyarakat. Disamping
penanggalan awalan ada juga penanggalan kata, contoh : ‘Dahmakan?’ seharusnya
“Sudah makan?’ Tidak tahu pasti penanggalan kata di atas pengaruh bahasa daerah
mana, karena bahasawan Sunda, Karo, sering menanggalkan kata sewaktu berbahasa
Indonesia.
a. Penanggalan Imbuhan
Contoh :
‘Anak-anak sudah kumpul di halaman sekolah’
Seharusnya ‘Anak-anak sudah berkumpul di halaman sekolah
Coba kita perhatikan kalimat dibawah ini :
‘Yen murid-murid wis kumpul, aket bangrt obrolane. “(Jawa)
‘Lamun murud-murid geus kumpul, loba obrolanena.’ (Sunda)
‘Jika anak-anak sudah berkumpul, banyak amat obrolannya.’ (Bahasa Indonesia).
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Terjemahan sudah kumpul merupakan terjemahan harafiah bahasa daerah, baik
bahasa Jawa maupun bahasa Sunda. Kalau kalimat-kalimat diatas kita terjemahkan
secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia menjadi :
‘Jika murid-murid sudah pada kumpul, banyak amat obrolannya’.
Contoh lain sebagai penanggalan imbuhan :
‘ Usahanya belum hasil’
‘Usahanya teu acan hasil’ (Sunda)
Seharusnya :
‘ Usahanya belum berhasil ‘
‘ Pendapat kita memang beda ‘
‘ Pendapat Anda berbeda dengan pendapatnya’
Pemakaian kata beda tanpa imbuhan juga merupakan pengaruh bahasa daerah.
Seharusnya :
‘ Pendapat kita memang berbeda’
‘ Pendapat Anda berbeda dengan pendapatnya’.
Contoh lain penanggalan imbuhan yangs sering dipakai yang merupakan
penyimpangan sebagai pengaruh bahasa daerah :
‘ Saya nulis surat’
‘ Saya masak nasi’
‘ Saya lipat baju’
‘Adik nari’
‘Kami nyanyi-nyanyi’
‘ Mereka lempar-lemparan’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ pemuda itu sekarang nganggur’
‘ Dia yang ngambil uang itu’
‘ Dia selalu nyontek’
‘ Dia pandai nyetir mobil’
‘ Dia pandai ngetik’
‘ Anak itu sedang nangis’
Seharusnya :
‘ Saya menuslis surat’
‘ Saya memasak nasi’
‘ Saya melipat baju’
‘ Adik menari’
‘ Kami bernyanyi-nyayi’
‘ Mereka berlempar-lemparan’
‘ Pemuda itu sekarang menganggur’
‘ Dia yang mengambil uang itu’
‘ Dia selalu menyontek’
‘ Dia pandai menyetir mobil’
‘ Dia pandai mengetik’
‘ Anak itu sedang menangis’, dll.
b. Penanggalan Kata.
‘ Kam selalu terlambat’
‘ Kaka berangkat ke Jakarta’
‘ Bapa pergi ke desa’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ Ndak ke mana dia’
‘ Dah kembali gadis jahat itu’
‘ Gimana khabar pacarmu’
‘ Tahlah, mungkin aku yang gila’
‘ Mau pigi kemana dia pagi-pagi begini’
Penanggalan kata-kata di atas merupakan penyimpangan, yang terjadi karena
pengaruh bahasa daerah.
Seharusnya :
‘ Kamu selalu terlambat’
‘ Kakak berangkat ke Jakarta’
‘ Bapak pergi ke desa’
‘ Hendak ke mana dia’
‘ Sudah kembali gadis jahat itu’
‘ Bagaimana khabar pacarmu’
‘ Entahlah, mungkin aku sudah gila’
‘ Mau pergi ---- oleh dwibahasawan Karo
‘ Kaka’ -- oleh dwibahasawan Karo
‘ Bapa’ -- oleh dwibahasawan Karo
‘ Ndak’ -- oleh dwibahasawan Melayu.
‘ Dah’ -- oleh dwibahasawan Karo, Sunda.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3.2.2. Interferensi di Bidang Struktur Kalimat
Penguasaan terhadap bahasa Indonesia tidak luput dari pengaruh bahasa daerah
tanpa kita sadari dalam bertutur struktur kalimat yang kita pakai sudah struktur
kalimat bahasa daerah, bukan struktur bahasa Indonesia lagi. Banyak diantara kita
yang terpengaruh struktur bahasa daerah sudah mendarah daging dalam tubuh kita.
Di sini penulis memberikan beberapa contoh sebagai pengaruh struktur bahasa
daerah.
‘ Apa kamu sudah makan ?’
‘ Opo kuwe wis mangan ?’
Kalimat tanya seperti itu tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia, umumnya di
gunakan bila yang ditanyakan ialah benda, berbeda dengan bahasa Jawa, umumnya
kalimat tanya dimulai dengan kata tanya apa (opo).
Dalam kalimat berita, apakah dipergunakan, padahal kata itu merupakan kata
tanya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
‘ Saya tak mau apakah akan datang hari ini atau tidak’
‘ Apakah dia akan datang hari ini atau tidak, saya tidak tau’
Struktur bahasa Indonesia yang baku adalah :
‘ Saya tidak tau akan datangkah dia hari ini atau tidak’
‘ Akan datangkah dia hari ini atau tidak, tak tau saya’
‘ Di sini took laris yang mahal sendiri’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Kalimat di atas sebagai padanan kalimat bahasa Jawa.
‘ Ning kene toko laris sing larang dhewe’
Berarti ‘ sendiri’, dalam kalimat : ‘Aku dhewe sing teko’ artinya : ‘ Saya sendiri yang
datang’, tetapi kata dhewe yang terdapat diantara kata ‘sing’ dan kata sifat berarti
‘paling’ misalnya : ‘sing dhuwur dhewe’ ‘yang paling tinggi’, sing lereng dhewe’
artinya ‘yang paling mahal’.
Dengan demikian dalam bahasa Indonesia baku kalimat di atas berbunyi :
‘Toko laris adalah took yang paling mahal disini’.
Contoh lain :
‘ Rumah ayah Ali yang besar sendiri di kampong itu’.
‘ Makanan itu telah dimakan oleh saya’.
Struktur kalimat diatas juga termasuk struktur bahasa daerah, menurut bahasa
Indonesia yang baku kalimat tersebut adalah :
‘ Rumah ayah Ali yang paling besar di kampong itu’
‘ Makanan itu telah saya makan’.
Kalimat yang dipengaruhi oleh struktur bahasa Sunda :
‘ Surat itu ditulis oleh saya’.
‘ Surat eba diseratku abdi’ (Sunda)
‘ Pekerjaan itu sudah diselesaikan oleh saya’.
‘ Pekerja itu haruslah dirundingkan oleh kita lebih dahulu;.
Struktur bahasa Indonesia yang besar adalah :
‘ Surat itu saya tulis’
‘ Pekerja itu sudah saya selesaikan’.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Karena dalam bahasa Indonesia kalimat pasif dengan pelaku orang pertama,
kata kerjanya tidak diberi awalan di-, awalan di hanya digunakan bila pelaku
pekerjaan itu orang ketiga, bila pelaku pekerjaan orang pertama, maka kata orang
diletakkan di depan kata kerja.
Konstruksi kalimat-kalimat di bawah ini dipengaruhi oleh bahasa daerah.
Contoh :
‘ Buku itu kertasnya tebal’.
‘ Anak itu cantik wajahnya’.
‘ Orang itu bagus gambarnya’.
Yang dipentingkan dalam kalimat di atas adalah kata ‘kertas’, ‘wajah’, dan
‘gambar’. Dalam bahasa Indonesia kata yang menjadi keterangan (D). jadi kontruksi
kalimat di atas seharusnya ;
‘ Kertas buku itu tebal’.
‘ Wajah anak itu cantik’.
‘ Gambar orang itu bagus’.
Demikian pula dengan struktur :
‘ Saya punya buku’.
‘ Saya punya rumah besar’.
‘ Saya punya bapak sakit’.
Kalimat diatas merupakan kalimat bahasa Indonesia yang strukturnya
dipengaruhi bahasa Ambon dan bahasa Manado. Dalam kalimat bahasa Ambon dan
Manado susunan kalimatnya memang demikian :
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ Kita pe buk (Manado)
‘ Beta pung buk’ (Ambon)
‘ Kita pe rumah besar ‘ (Menado)
‘ Beta pung rumah besar’ (Ambon)
‘ Kita pe papa sakit’ ( Manado)
‘ Beta pung papa saki’ (Ambon)
Dalam bahasa Indonesia, hubungan kepunyaan (positip) tidak dinyatakan oleh
kata tertentu, melainkan dinyatakan hubungan dua patah kata yang diurutkan.
Jadi, struktur kalimat diatas yang benar adalah :
‘ Buku saya’, atau ‘bukuku’
‘ Rumah saya besar’, atau ‘ Rumahku besar’.
Struktur kalimat :
‘ Si Salim ketabrak beca’.
‘ Ia malu diketawai orang’.
‘ Jangan ketawa’.
‘ Sudahkah diketemukan bajunya yang hilang itu’.
Frekuensi pemakaian kata dengan awalan-ke semakin tinggi dalam bahasa
Indonesia sekarang ini. Awalan –ke itu merupakan bersumber dari bahasa Jawa dan
Sunda yang fungsinya sama dengan awalan-ter dalam bahasa Indonesia, sehingga
‘ketabrak’ menjadi ‘tertabrak’, ‘diketawai’ menjadi ‘ditertawai’, ‘ketawa’ menjadi
‘tertawa’,’diketemukan’.
Karena awalan ter- itu adalah awalan bahasa Indonesia asili dan masih mampu
menjalankan fungsinya, maka awalan ke dari bahasa daerah itu dalam ragam resmi
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
tidak boleh dipakai karena sudah merupakan suatu penyimpangan, struktur kalimat di
atas seharunya :
‘ Salim tertabrak beca’.
‘ Ia malu ditertawai orang’.
‘ Sudahkah ditemukan bajunya yang hilang itu?’
‘ Jangan tertawa ’
Contoh :
‘Bagusan sepatuku dari pada sepatumu’.
‘ Rumah ini terlalu besar, saya mencari yang kecilan’.
‘ Jangan membeli barang murahan, lekas rusak lagi pula tak bagus’.
Pada kalimat-kalimat di atas akhiran – an melekat pada kata sifat, tetapi
bentuknya tetap kata sifat yang menyatakan ‘intensitas’ dengan arti ‘lebih’. Dalam
bahasa Indonesia bentuk komparasi atau perbandingan dinyatakan dengan kata
‘lebih’. Kalimat diatas jelas udah menyimpang, struktur bahasa Indonesia yang baku
adalah :
‘ Bajuku lebih bagus dari pada bajumu’
‘ Rumah itu terlalu besar, saya mencari yang lebih kecil.
‘ Jangan membeli barang yang murah, lekas rusak lagi pula tak bagus’.
Akhiran-an pada kalimat diatas melekat pada kata sifat, tetapi bentuknya tetap
kata sifat yang menyatakan ‘intensitas’ dengan arti ‘lebih’. Bentuk komparasi dalam
bahasa Indonesia dinyatakan dengan kata lebih.
Jadi struktur kalimat di atas seharusnya :
‘ Bajuku lebih bagus dari pada bajumu’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ Rumah ini terlalu besar, saya mencari yang lebih kecil’.
‘ Jangan membeli barang yang murah, lekas rusak lagi pula tak bagus’.
Akhiran-an.
Contoh :
‘ Sekolahan bubar pukul setengah dua’.
Akhiran-an pada kalimat di atas dipengaruhi bahasa Jawa dan Sunda. Dan
tak perlu dipaki lagi karena sudah diwakili bentuk sekolah. Jadi kalimatnya :
‘ Sekolah bubar pukul setengah dua’.
dan lain-lain.
Pemakean kata oleh pada kata kerja berawalan ter yang diikuti oleh objek
pelaku (pelengkap pelaku). Hubungan kata kerja dengan objek pelaku dieksplisitkan
dengan kata oleh. Tetapi belakangan ini pengaruh struktur bahasa daerah telah
mempengaruhi struktur kalimat yang eksplisit tadi.
Contoh :
‘ Keuku termakanya’.
‘ Mukaku tercium orang tua itu’.
Kalimat di atas terasa janggal dengan pengilangan kata oleh sebagai
pengeksplisitan pada kalimat itu.
Seharusnya struktur kalimat itu :
‘ Kueku termakam olehnya’.
‘ Mukaku tercium oleh orang tua itu’.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
3.3. Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Kosa Kata
Bahasa daerah dan bahasa Indonesia hidup berdampingan dan akan selalu
saling mempengaruhi. Kedua bahasa itu akan selalu saling mempengaruhi. Kedua
bahasa itu akan mengadakan kontrak, yaitu kontak kebahasaan. Baik struktur maupun
kota katanya. Adanya bilingualisme yang menguasai bahasa secara tersendiri-sendiri,
tetapi ada juga yang kurang mampu bahasa ibu sering disusupkan pemakaiannya pada
bahasa itu atau sebaliknya.
Kata-kta dari bahasa itu bisa menggeser kedudukan kata yang sudah ada, atau
kata-katan bahasa-bahasa dan bahasa kedua sama-sama dipakai. Selama ada
hubungan antara pemakai bahasa yang berbeda yang sejalan dengan perkembangan
masyarakat pemakai bahasa itu selama itu pula terjadi kontrak yang menyebabkan
perubahan linguistik.
A.L. berpendapat bahwa meskipun ada kata atau telah adanya pengertian bagi
sesuatu kata, namun karena pengaruh sosial akan menjadi vakum sehingga perlu
adanya pengisian dengan kata atau istilah yang lebih tetap dalam nilai rasa pergaulan
dan sebagainya.
Selanjutnya A. Syukur Ibrahim, Machrus Syamsudin, (1982 : 173)
mengemukakan bahwa bahasa mengalami perubahan sebagai akibat adanya kontak
bahasa yang satu dengan yang lain. Istilah untuk perubahan bahasa semacam ini
disebut (borrowing) (pinjaman). Bahasa berubah melalui proses peminjaman kata
yang terjadi dalam dua tipe, adopsi sifat-sifat oleh para pemakai bahasa yang
merupakan bahasa kedua bagi mereka dengan konsekwensi timbulnya perubahan
bentuk struktural pada bahasa pinjamannya.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Akibat kontak bahasa bisa terjadi perubahan leksikal suatu bahasa, yang
berkaitan dengan perubahan semantik pada bentuk-bentuk leksikal, dengan
penambahan kata-kata baru kerena ada konsep baru, serta penggantian kata asli dalam
bahasa itu dengan kata pinjaman, an kadang-kadang sampai mengakibatkan
perubahan susunan vokabular secara keseluruhan.
Kontak bahasa yang dibawa oleh duibahasawan akan menyebabkan interferensi
positif dan interferensi negatip. Interferensi positif maksudnya unsur-unsur bahasa
yang meresap ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya diterima oleh bahasa yang
dimasuki tanpa ada masalah (sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang berlaku), dan
interferensi negatip, bahasa peminjam melanggar kaidah-kaidah yang ada dalam
bahasa yang meminjam.
Nah, begitulah yang dialami bahasa Indonesia yang hidup berdampingan
dengan bahasa daerah. Bahasa Indonesia mempengaruhi bahasa daerah, dan bahasa
daerah juga mempengaruhi bahasa Indonesai. Masuknya kata-kata bahasa daerah ke
dalam bahasa Indonesia mengakibatkan terjadinya interferensi, yang bersifat positip
maupun negatip. Contoh interferensi yang bersifat positip : bisa (dapat),
belasungkawa (berkabung), blak-blakan (terus terang), ketrampilan (kecekatan),
memboyong (membawa pulang), menjajaki (mengukur dalamnya), menggarap
(mengerjakan), cicilan (angsuran), enteng (ringan), dan lain-lain.
Si penulis menyajikan beberapa kata yang berasal dari bahasa daerah, yang
diselipkan dwibahasawan ke dalam bahasa Indonesia sewaktu berbahasa Indonesia.
Masuknya bahasa ibu ke dalam bahasa kedua oleh dwibahasawan bermaksud mengisi
kevakuman yang dirasakan atau yang dialami penuturnya.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
Contoh ‘ bandel’
‘ catet’
‘ embah’
‘ gelagepan’
‘ gendruwo’
‘ mbah’
‘ mbak’
‘ gua‘
‘ lu’, dll.
‘ Kami mencatat pelajaran’
‘ Embah lagi mandi ‘
‘ Dia sering gelagepan’
‘ Di sumur itu ada gendruwo’
‘ Mbah suka marah sekarang’
‘ Ke mana mbak pagi-pagi begini ‘
‘ Gua lagi bingung ‘
‘ Lu apain tu anak’
Kata-kata kunci di atas sering digunakan oleh Betawi sewaktu berbahasa
Indonesia, pemakaian kata-kata itu menyebabkan terjadinya interferensi. Seharusnya
kata-kata itu tak perlu digunakan, apabila pada situasi resmi, karena ada padanannya
dalam bahasa Indonesia yaitu :
‘ catat’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ nenek ‘
‘ hantu ‘
‘ nenek ‘
‘ kakak ‘
‘ saya’ atau ‘aku’
‘ kamu; atau ‘kau’ dll.
Contoh lain :
‘ kila ‘
‘mama’
‘ mami ‘
‘ silih ‘
‘ kam’
‘ mejuah-jauh’
‘ impal’
‘ ras’
‘ tulan’, dan lain-lain.
‘Panggil kilamu makan’
‘ Mama temanmu belanja ‘
‘ Harus sopan sama mami anakku’
‘ Silih! Kemana mama’?
‘ Kam jangan terlambat’
‘ Mejuah-juah kita semua’
‘ Calon suamimu itu impalmu sendiri’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ Andil ras kam harus segera berangkat’
‘ Berikan tulan itu pada anjing’. Dll
Penutur Karo juga sewaktu-waktu berbahasa Indonesia pada situasi resmi atau
situasi non resmi memasukkan kata-kata dari bahasa Karo dalam bahasa Indonesia,
mereka tidak menyadari telah terjadi interferensi.
Padahl kata di atas dalam bahasa Indonesia adalah :
‘ paman’
‘ paman’ (panggilan untuk saudara laki-laki ibu)
‘ bibi’ (panggilan untuk istri mama)
‘ ipar’ (panggilan untuk suami saudara perempuan)
‘kamu’
‘selamat’
‘panggilan untuk anak bibi’
‘dengan’
‘tulang’, dan lain-lain
Contoh lain :
‘ito’
‘butet’
‘ucok’
‘pariban’
‘nai’
‘amani’
‘tor-tor’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘tambul’
‘sigale-gale’
‘jambar’, dan lain-lain.
Penutur Toba berbahasa Indonesia sering memasukkan kata-kata di atas dalam
bahasa Indonesia, yang menyebabkan penyimpangan.
‘ Ke mana ito nanti’
‘ Si butet menangis saja’
‘ Ke mana kau ucok’
‘ Kau harus kawin dengan paribanmu’
‘ Nai Padot sudah meninggal’
‘ Amani Jonggi semalam datang’
‘ Mari kita manortor’
‘ Apa tambulnya Lae’
‘ Sigale-gale itu tidak bisa manortor’
‘ Bapak menunggu jambar’
Padanan kata-kata di atas dalam bahasa Indonesia.
‘Panggilan untuk saudara (abang, adek)’
‘ Panggilan untuk saudara perempuan (kakak, adek)’
‘ Panggilan untuk saudara laki-laki (adek)’
‘ Pariban (panggilan untuk anak bibi)’
‘ ibu’
‘ bapa’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘ tari’
‘ lahap ‘
‘ wayang’
‘ upah’, dan lain-lain.
Dari bahasa Sunda ;
Contoh :
‘ tiwas’
‘ akang’
‘ aki’
‘ aki-aki’
‘ awak’
‘ ayon’
‘ bale’
‘ dibatesan’
‘ birit ‘
‘ bojo’
‘ bulak – balik’
‘ buntut’
‘celong’
‘celaka’
‘dalem’
‘ gegabah’
‘ gusti’, dan lain-lain
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘Orang tua itu tiwas ditabrak mobil’
‘ Akang kemana saja, saya rindu’
‘ Aki Yanto sudah meninggal’
‘ Aki-aki itu jahat benar’
‘ Bersihkan lu punya awak tu’
‘ Dia ayon gede saya’
‘ Jangan duduk di bale, aki marah’
‘ Harus dibatesan agar tidak payah’
‘ Biritmu ! Tak ada tu’
‘ Dimana bojomu. Kog sendiri’
‘ Kenapa dia bolak-balik saja’
‘ Kasihkan sama dia buntut ayam itu’
‘ He! Kenapa mukamu celong?’
‘ Cilaka kita, dompet tertinggal di sungai’
‘ Jangan terlalu gegabah mengerjakan tugas’
‘ Ya Gusti! Kenapa harus begini?’
Padanan kata-kata di atas dalam bahasa Indonesia :
‘ tewas’
‘ abang’
‘ kakek’
‘ kakek-kakek’
‘badan’
‘musuh’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘lantai’
‘dibatasi’
‘pantatmu’
‘pacar’
‘bolak-balik’
‘pantat’
‘sedih’
‘ celaka’
‘ gegabah’
‘ Tuhan’
Dari bahasa Melayu Palembang
Contoh :
‘kecil’
‘ tumo’
‘kebu’
‘dara’
‘buntut’
‘tetek’
‘tau’
‘bejalan’
‘ tegak’
‘ngomong’
‘puti’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘itam’
‘dalem’
‘penu’
‘ayuk’
‘mamang’
‘nyai’
‘yai’
‘ ipi’
‘mara’
‘dak’
‘Kecik kali kakinya’
‘Itu. Ada tumo di kakimu’
‘Awas kebu Pak’
‘ Dari hidungnya keluar dara kental’
‘ Buntut kuda itu bagus’
‘ Tetek gadis itu besar sekali’.
‘ Tak taulah saya’
‘Bejalan terbungkuk-bungkuk’
‘Jangan hanya duduk, sesekali harus tegak’
‘Ngomong banyak, bekerja sedikit’
‘Gadis isi puti kali’
‘Itam bajunya’
‘Tak terasa hari berganti malem’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘Embernya penu dengan air’
‘Ayuk ikut dengan saya’
‘Nyai sudah meninggal’
‘Yai sekarang berangkat ke Jawa’
‘ Ipi dipangil gadis itu’
‘Datok kerjanya mara saja’
‘Dak dikasih pergi, ibu sakit’, dan lain-lain.
Padanan kata-kata di atas dalam bahasa Indonesia :
‘kecil’
‘kutu’
‘kerbau’
‘darah’
‘ekor’
‘susu’
‘hati’
‘dengar’
‘ tahu’
‘ berjalan’
‘ berdiri’
‘bicara’
‘putih’
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
‘hitam’
‘malem’
‘penuh’
‘kakak’
‘saudara ayah’
‘nenek ayah’
‘nenek perempuan’
‘kakek’
‘marah’
‘tidak’ dan lain-lain
Masih banyak kata-kata dari bahasa daerah yang dimasukkan si penutur ke
dalam bahasa Indonesia baik pada situasi resmi maupun non resmi, yang
menimbulkan interferensi. Tetapi karena kekurangan pengetahuan si penulis dan
kekurangmampuannya hanya beberapa contohlah yang dapat disajikan dalam skripsi
ini.
Memang lambat laun bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia
akan menjadi kosa kata Indonesia, semua tergantung pada masyarakat
pemakainya.
Perkembangan bahasa Indonesialah yang berhak menentukannya. Bahasa
adalah alat komunikasi masyarakat, jadi diterima atau tidaknya suatu bentukan atau
unsur baru masyarakat pemakai bahasa itu pulalah yang menentukan.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas maka sebagai
kesimpulan adalah :
1. Bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa individu atau sekelompok
masyarakat dan kedua bahasa itu digunakan secara bergantian
2. Identifikasi bahasa adalah pemberian padanan antara bahasa-bahasa
3. Interferensi adalah merupakan suatu penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa
ke dalam bahasa yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain.
4. Interferensi merupakan penerapan dua bahasa sistem secara serempak kepada
suatu unsur bahasa
5. Interferensi merupakan suatu penyimpangan dari norma-norma bahasa asing-
asing yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan.
6. Interferensi merupakan pemakaian unsur dari suatu bahasa di dalam bahasa
yang lain dengan menyebabkan dislokasi struktur pada bahasa yang dipakai.
7. Interferensi merupakan pemasukan unsur atau struktur dari bahasa kedua ke
dalam bahasa pertama yang terdapat dalam tindak laku perorangan
8. Akibat terjadinya interferensi itu terjadilah tutup-menutupi bagian-bagian antara
bahasa-bahasa tersebut yaitu penggunaan dua sistem bahasa secara serempak
kepada suatu unsur bahasa.
50
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006
4.2. Saran
Bertitik tolak dari fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan alat
komunikasi yang resmi, maka alangkah perlunya ditingkatkan penyuluhannya, baik
bagi masyarakat yang tinggal di kota terutama masyarakat yang berdomisili di desa
atau di pedalaman. Pada saat penutur bahasa daerah mempergunakan bahasa
Indonesia banyak sekali kita jumpai kekacauan atau penyimpangan. Hal ini timbul
karena kurangnya penyuluhan bagi masyarakat desa mengenai gangguan bahasa
Indonesia baik bidang fonologi, morfologi, sintaksis, leksikal ataupun aspek tata
bahasa lainnya. Semua itu akan menimbulkann interferensi dalam penggunaan bahasa
kedua pada saat dwibahasawan tersebut berbahasa Indonesia.
Maka melalui karya ilmiah ini penulis menyarankan baik kepada para pakar
bahasa dan penciptanya, kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa agar
meningkatkan pembinaan dan penyuluhannya terhadap pemakaian bahasa baik yang
berdomisili di kota, terutama masyarakat yang tinggal di desa, karena sejauh
pengamatan penulis pemakai bahasa yang paling banyak menimbulkan inteferensi
adalah penutur bahasa daerah yang tinggal di desa yang selalu terbawa oleh kebiasaan
yang ada dalam bahasa ibunya.
Dan penulis menghimbau agar mahasiswa jurusan bahasa Indonesia, serta
para orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat jadi contoh dan tauladan
dalam berbahasa Indonesia.
Melalui karya ilmiah ini penulis menghimbau agar semua dwibahasawan
memperhatikan norma-norma dalam bahasa kedua pada saat penggunaannya.
Irwan : Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia, 2006 USU Repository © 2006