Upload
giri-lelono
View
65
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK-SYARIAH)
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK-SYARIAH)
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
BANK INDONESIA
i
KATA PENGANTAR Cetakan Syariah
Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia adalah buku pola pembiayaan. Sampai saat ini, telah tersedia 76 judul komoditi. Buku pola pembiayaan tersebut semua mengunakan sistem konvensional (suku bunga).
Untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang makin pesat pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Indonesia mengusahakan penyediaan buku pola pembiayaan dengan sistem syariah. Buku pola pembiayaan syariah yang disediakan merupakan konversi dari data dan informasi buku yang sudah diterbitkan. Oleh karena itu bagi peminat yang ingin memanfaatkannya diharapkan dapat menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
Dari 76 judul buku pola pembiayaan yang sudah tersedia, Bank Indonesia mengkonversikan ke sistem syariah sebanyak 15 judul buku pada tahun 2006 dan 4 judul buku pada tahun 2007. Satu diantara buku pola pembiayaan yang dikonversikan ke sistem syariah adalah usaha konveksi pakaian jadi. Sedangkan produk pola pembiayaan yang digunakan adalah murabahah (jual beli)
Dalam penyusunan pola pembiayaan dengan sistem syariah, Bank Indonesia memperoleh bantuan dari banyak pihak antara lain PT. Bank Syariah Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mega Indonesia dan berbagai nara sumber korespodensi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan syariah ini, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM-DKBU) menyampaikan terimakasih.
Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM-DKBU) menyampaikan terimakasih.
Gedung Tipikal (TP), Lt. V Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 8951 Email: [email protected]
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta, Desember 2007
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
No UNSUR PEMBIAYAAN URAIAN
1
Jenis Usaha
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) Usaha Konveksi Pakaian Jadi.
2 Kelompok sasaran proyek Pengusaha konveksi yang mempunyai lahan dan bangunan sendiri akan mengembangkan usahanya dalam PKT konveksi pakaian jadi.
3 Dana yang Diperlukan Untuk membiayai usaha konveksi: a. Investasi = Rp. 84.550.000,- b. Modal Kerja = Rp. 4.701.846,- c. Total = Rp. 89.251.846,-
4 Sumber Dana Diperoleh dari Lembaga Keuangan Syariah dan dana dari pengusaha
5 Jangka Waktu Pembiayaan 3 tahun tanpa Masa Tenggang Waktu
6 Tingkat Margin Pembiayaan 8,5% p.a., flat
7 Periode Pembayaran Pembiayaan Angsuran pokok pembiayaan dan margin dibayarkan sesuai dengan siklus usaha konveksi pakaian jadi
8 Jaminan pembiayaan
Alternatif kemungkinan jaminan pembiayaan: a. Jaminan fisik dari pengusaha konveksi dan
atau perusahaan mitra kerja. b. Jaminan non fisik dari perusahaan Mitra
Usaha c. Subtitusi kolateral seperti tabungan
asuransi
9 Eligibilitas usaha kecil Plasma (pengusaha konveksi) dipilih melalui seleksi Koperasi, Perusahaan Mitra Usaha dan Bank.
10 Bentuk Kelompok Suatu kelompok pengusaha konveksi yang didasarkan atas produk (channeling).
11 Mekanisme pencairan dan penyaluran pembiayaan
Koperasi sebagai pelaksana (executing) atau penyalur (channeling).
12 Mekanisme Pengembalian Pembiayaan
Perusahaan Mitra Usaha bekerja sama dengan Koperasi memotong langsung kewajiban angsuran anggota Koperasi dari imbalan jasa pemotongan dan penjahitan (makloon).
iii
No UNSUR PEMBIAYAAN URAIAN
13 Tanggungjawab 1. Dalam hal Koperasi sebagai Pelaksana Pembiayaan maka tanggung jawab pembiayaan berada di Koperasi dan atau perusahaan Mitra Usaha yang menjadi Avalist.
2. Dalam hal Koperasi sebagai Penyalur Pembiayaan maka tanggung jawab pembiayaan berada di pengusaha konveksi dan atau perusahaan Mitra Usaha yang menjadi Avalist.
14 Keunggulan PKT PKT ini memberikan benefit kepada: 1. Bank dapat menyalurkan pembiayaan
dengan lebih aman. 2. Perusahaan Mitra dapat meningkatkan
skala usahanya dengan meminimumkan investasi peralatan, lahan, bangunan, sumber daya manusia pada proses pemotongan dan penjahitan produk sehingga perusahaan Mitra Usaha dapat berkonsentrasi pada pengembangan perdagangan (trading) saja.
3. Pengusaha Konveksi mendapat jaminan kontinyuitas pekerjaan pemotongan dan penjahitan produk. Di samping itu pengusaha konveksi mendapat kemungkinan bantuan jaminan pembiayaan.
4. PKT ini dapat memberikan tambahan lapangan pekerjaan. Di samping itu pemerintah dimungkinkan untuk mendapatkan tambahan pendapatan daerah maupun devisa.
5. Industri hulu dan hilir seperti tekstil, asesoris dan pengrajin kain majun dapat berkembang
15 Kelayakan usaha 1. Total margin yang diperoleh dari pembiayaan investasi dan modal kerja adalah Rp.9.524.250,-
2. Usaha konveksi pakaian jadi mampu menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban pembiayaan kepada LKS.
3. Dengan demikian, usaha konveksi pakaian jadi layak untuk diusahakan.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
ii
DAFTAR ISI ...
iv
DAFTAR TABEL ...
vi
DAFTAR GAMBAR ......
vi
DAFTAR WEBSITE
vi
BAB I PENDAHULUAN ..........
1
1.1 Latar Belakang .......................................... 1 1.2 Prospek Mendirikan Proyek Kemitraan Terpadu Industri Pakaian Jadi 2 1.3 Penjelasan Tentang Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (MK-PKT) . 3 1.4 Masalah yang Dihadapi oleh Industri TPT .. 4 1.5 Tujuan 5
BAB II PROYEK KEMITRAAN TERPADU .........................................................................
7
2.1 Organisasi ...................................................................................................... 7 2.2 Pola Kerjasama ............................................................................................... 8 2.3 Mekanisme Proyek kemitraan Terpadu ........................................................... 8
BAB III ASPEK PEMASARAN .........................................................................................
11
3.1 Peluang Pasar ....................................... 11 3.2 Pasokan Permintaa kepada Negara Kuota .... 12 3.3 Pasokan Permintaa kepada Negara non-Kuota .... 13 3.4 Kompetisi dari Negara Lain ................... 14 3.5 Masalah Berkaitan dengan Pemasaran Pakaian Jadi . 14
BAB IV ASPEK PRODUKSI .............................................................................................
15
4.1 Bahan Baku .......................................... 15 4.2 Proses Produksi ............................................ 17 4.3 Mesin dan Peralatan ............................................ 18 4.4 Tenaga Kerja ........................................ 18 4.5 Lahan dan Bangunan .............................................. 19
BAB V ASPEK KEUANGAN ....................................................
21
5.1 Fleksibilias Produk Pembiayaan Syariah .... 21 5.2 Pemilihan Pola Usaha ............................................. 22
v
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan .......... 28 5.7 Proyeksi Laba Rugi ....................... 28 5.8 Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) dan Kelayakan Proyek ........... 28 5.9 Perolehan Margin ................................ 29
BAB VI ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP .. 31 6.1 Aspek Sosial Ekonomi ............................. 31 6.2 Dampak Terhadap Lingkungan Hidup ........................... 32
LAMPIRAN
5.2.1 Karakteristik Usaha Konveksi Pakaian Jadi ........................................... 22 5.2.2 Pola Pembiayaan ................................................................................ 22 5.2.3 Produk Murabahah ............................................................................. 22
5.3 Asumsi dan Parameter ............................ 24 5.4 Komponen dan Struktur Biaya ........................ 24
4.4.1 Biaya Investasi .................................................................................... 24 4.4.2 Biaya Operasional ............................................................................... 25
5.5 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ....... 27
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Akhir Tahun 1996 ....................................
2
Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter untuk Analisa Keuangan Usaha Konveksi Pakaian Jadi ............................................................................................................
24
Tabel 5.2 Biaya Investasi Usaha Konveksi Pakaian Jadi ...............................................
25
Tabel 5.3 Biaya Operasional Usaha Konveksi Pakaian Jadi ..........................................
26
Tabel 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ...............................................
27
Tabel 5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan .............................................................
28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Pola Kerjasama ..........................................................................
8
Gambar 2.1 Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu .................................................
8
DAFTAR WEBSITE
1. http//www.islamicfinanceonline.com 2. http//www.ifsb.org 3. http//www.isdb.org 4. http//www.bankislam.com.my 5. http/www.lariba.com 6. http/www.amss.net
vii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI viii
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri Tekstil dan Produk Tekstil disingkat industri TPT Indonesia terdiri atas beberapa jenis
industri yang membentuk sebuah rangkaian struktur dari hulu ke hilir. Rangkaian mencakup
industri serat dan benang (fiber), pemintalan, penenunan dan perajutan, percetakan atau
pengecapan serta industri pakaian jadi (garmen). Industri pemintalan dan penenunan tradisional
sudah ada di Indonesia sejak zaman Belanda.
Dengan disahkannya undang-undang PMA dan PMDN tahun 1967/68 mulai berkembang
industri-industri pemintalan dan industri fiber, terutama serat sintetis yang menyediakan bahan
baku untuk memproduksi tekstil jadi. Industri pakaian jadi mulai berkembang pertengahan tahun
70-an, yakni sewaktu produsen tekstil dalam negeri telah mampu menyediakan tekstil jadi untuk
diolah menjadi pakian jadi. Para pengusaha TPT mulai mengekspor sebagian dari hasil produksinya
pada awal tahun 80-an. Total nilai ekspor produk TPT dari Indonesia pada tahun 1982 misalnya
sebesar US $160 juta atau lebih kurang 2 % dari total nilai ekspor barang TPT tahun 1998 yang
sebesar US $ 8 miliar.
Krisis monoter di Indonesia telah membawa akibat kepada memburuknya situasi nasional,
terutama sektor perbankan, sektor konstruksi serta industri yang mengandalkan komponen impor
untuk pasar dalam negeri. Banyak perusahaan tidak mampu lagi beroperasi dan beberapa
perusahaan telah memberhentikan sebagian para pekerjanya, sehingga hal ini akan meningkatkan
jumlah pengangguran dengan dampak sosial yang lebih luas.
Sudah barang tentu, krisis tersebut harus diatasi, agar akibat yang lebih parah tidak akan
terjadi. Oleh karena itu harus dicari terobosan dan peluang untuk membangkitkan perekonomian
nasional. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah industri tekstil dengan
komoditi pakaian jadi yang berorientasi ekspor. Skala usaha yang dipilih adalah usaha kecil yang
dilengkapi dengan peralatan modern. Untuk mengatasi beberapa kendala atau kelemahan usaha
kecil diantaranya masalah pemasaran dan manajemen, maka operasional industrinya akan
dilakukan dengan pola kemitraan terpadu dengan usaha menengah dan besar yang memproduksi
dan mengekspor pakaian jadi. Proyek kemitraan saling menguntungkan para pihak bermitra,
Pendahuluan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 2
perusahaan besar, menengah, kelompok pengusaha konveksi pakaian jadi serta bank pemberi
pembiayaan.
1.2. Prospek Mendirikan Proyek Kemitraan Terpadu Industri Pakaian Jadi
Sejak pertengahan dasa warsa 1980-an Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) bersama karet dan
kayu lapis merupakan penghasil devisa utama produk ekspor non-migas yang jumlahnya
meningkat dari tahun ke tahun. Industri tekstil dan pakaian jadi merupakan industri padat karya.
Sejumlah data tentang industri TPT (garmen) dapat dilihat dari tabel 1.1. sebagai berikut:
Tabel 1.1. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Akhir Tahun 1996
Industri Besar/Sedang
Industri Kecil
Industri Rumah tangga
Jumlah perusahaan (unit) 5.130 38.932 357.020
Jumlah tenaga kerja (orang) 1.523.610 381.901 457.403
Pengeluaran untuk tenaga kerja (Rp) 4.341 miliar 394 miliar 77 miliar
Nilai produk/harga pasar (Rp) 48.333 miliar 3.491 miliar 1.224 miliar
Sumber BPS: Statistik Indonesia 1996
Definisi perusahaan besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau
lebih. Perusahaan menengah atau sedang mempunyai pekerja antara 20 s.d. 99 orang. Sedangkan
perusahaan kecil mempunyai pekerja antara 5 s.d. 19 orang dan usaha rumah tangga 1 s.d. 4
pekerja. Total nilai produksi industri tekstil dan pakaian jadi dengan harga pasar sebesar Rp. 53.048
miliar pada tahun 1996. Dari jumlah nilai produksi sebagian diekspor dengan harga FOB US $ 6.
425.573.000 atau sekitar Rp. 14.000 miliar. Berdasarkan data statistis tahun 1996, sekitar 27%
dari nilai produksi produk tekstil dan pakaian jadi diekspor dan sisanya dijual kepada konsumen
dalam negeri.
Para produsen besar dan menengah telah lama bekerjasama dengan perusahaan kecil dan
industri rumah tangga dengan pola makloon, yaitu perusahaan besar memberikan pesanan dan
memasok bahan baku (kain) kepada perusahaan kecil dan industri rumah tangga. Dengan pola
produksi makloon para produsen kecil menerima upah borongan yaitu perusahaan besar
membayar sesuai dengan jumlah produk yang dibuat oleh para produsen kecil.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
3
Berdasarkan angka di atas nilai produksi maupun pengeluaran kepada tenaga kerja cukup
rendah digolongan industri kecil dan industri rumah tangga dibandingkan dengan perusahaan
besar dan menengah.
Pola kemitraan terpadu yang diusulkan dalam MK-PKT ini adalah kerjasama antara
produsen besar-menengah pakaian jadi, yang bergerak sebagai eksportir dengan kelompok kecil
dan industri rumah tangga pakaian jadi, yang selanjutnya disebut usaha konveksi. Perusahaan
besar-menengah akan membantu usaha konveksi memperoleh pembiayaan (untuk MK-PKT dalam
bentuk KKPA) untuk mengembangkan usahanya. Kelompok usaha konveksi yang bermitra dengan
usaha besar-menengah akan memakai pembiayaan yang diberikan untuk membeli sarana dan
prasarana produksi modern yang cocok untuk menghasilkan pakaian jadi kualitas konveksi peserta
PKT akan mampu memproduksi pakaian jadi kualitas ekspor dengan nilai tambah lebih tinggi
dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Perusahaan besar menengah dapat memperluas
kapasitasnya sebagai eksportir melalui kerjasama dengan satu atau lebih kelompok usaha konveksi.
Untuk mempermudah segala kegiatan kerjasama antar kelompok usaha konveksi peserta
PKT dengan perusahaan besar menengah (UB/UM), sebaiknya lokasi kelompok usaha konveksi
peserta PKT berada dalam satu sentra atau satu tempat berdekatan dengan perusahaan besar.
Pengembangan sentra konveksi bertujuan untuk memperkuat kemampuan masing-masing peserta
PKT memproduksi pakaian jadi kualitas ekspor. Inti dari proyek kemitraan terpadu konveksi pakaian
jadi adalah untuk mengembangkan usaha kecil dan industri rumah tangga tradisional menjadi
usaha kecil modern melalui kerjasama dengan UB/UM yang mengekspor pakaian jadi.
1.3. Penjelasan tentang Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (MK-PKT)
Pemberdayaan usaha kecil melalui kemitraan usaha berlandaskan pada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Pra koperasioan dan Undang-
Undang No. 44 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Disamping undang-undang tersebut program
kemitraan usaha antara usaha besar/menengah dengan usaha kecil diselenggarakan berdasarkan
Peraturan Menteri Teknis serta Bank Indonesia sesuai dengan Program Kemitraan Terpadu.
Model PKT yang disusun oleh Bank Indonesia, memberikan petunjuk kepada perbankan
untuk melaksanakan penilaian atas model proyek kemitraan terpadu yang membutuhkan
pembiayaan investasi maupun pembiayaan modal kerja, khususnya pembiayaan usaha kecil (atau
dikenal dengan istilah KUK) yang dibiayai dengan dana bank sendiri maupun dengan dana
Pendahuluan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 4
likuiditas Bank Indonesia, misalnya KKPA dan atau dengan dana dari lembaga keuangan dari luar
negeri, yang disebut two-step-loan.
Model PKT merupakan upaya memacu dan membangkitkan minat bank untuk
mengembangkan hubungan dengan para pengusaha pakaian jadi kecil anggota-anggota koperasi
primer (kopinkra) yang bermitra dengan usaha garmen skala menengah/besar yang bergerak
sebagai produsen maupun eksportir garmen. Bank dapat membiayai proyek kemitraan terpadu
tersebut dengan KKPA dengan jumlah yang dibutuhkan masing-masing proyek kemitraan terpadu
industri garmen kecil.
Para perusahaan garmen peserta PKT adalah perusahaan industri garmen kecil dan industri
rumah tangga yang dapat memperluas usahanya di salah satu sentra industri garmen. Model usaha
yang diuraikan untuk dikembangkan dalam model PKT ini adalah perluasan dari usaha yang ada
dengan tujuan menciptakan usaha mandiri yang menghasilkan produk garmen kualitas ekspor.
Para peserta PKT, akan memenuhi kewajibannya sesuai dengan Nota Kesepakatan antara
kedua pihak bermitra. Para perusahaan kecil industri pakaian jadi akan berusaha untuk memenuhi
sasaran produksi sesuai dengan bimbingan teknis dari staf ahli di perusahaan besar.
1.4. Masalah yang Dihadapi oleh Industri TPT
Industri TPT menghadapi berbagai keterbatasan dan hambatan yang masih harus di atasi.
Kendala dan keterbatasan internal adalah:
a. Mutu produk tekstil dan pakaian jadi Indonesia umumnya belum bisa menembus pasar bebas
yang konsumennya berselera tinggi seperti Jepang. Kenyataan ini juga mengakibatkan harga
per unit produk masih relatif rendah.
b. Industri TPT masih tergantung pada komponen impor, terutama untuk memproduksi produk
kualitas ekspor.
c. Industri pakaian jadi di Indonesia masih berperan sebagai tukang jahit bagi para pialang TPT
internasional, karena desain, pemilihan warna, potongan masih didikte oleh pialang luar negeri.
d. Perusahaan TPT kecil di Indonesia belum berperan dalam industri TPT yang masih sangat
tergantung pada konglomerat yang menguasai sebagian besar dari pasar ekspor maupun
segmen pasar menengah ke atas dalam negeri.
e. Pengaturan tata niaga, terutama pembagian kuota dinilai para produsen barang TPT masih jauh
dari beres
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
5
Sedangkan hambatan ekternal, berupa sikap proteksionis beberapa negara maju yang
membatasi ekspor produk tekstil dan pakaian jadi dari negara-negara berkembang melalui
penetapan kuota dan bea masuk. Pengaturan kuota dilakukan negara tersebut melalui Multi Fiber
Agreement (MFA) dan World Trade Organization (WTO). Pada masa depan sistem kuota sedikit-
sedikit akan diabaikan sesuai dengan ketentuan WTO. Meskipun demikian, Indonesia harus mampu
menciptakan pasar baru untuk TPT di negara non-kuota, supaya pertumbuhan industri TPT
Indonesia dapat ditingkatkan.
1.5. Tujuan
Model PKT atau pola pemberian pinjaman dimaksudkan untuk memberikan petunjuk
kepada pihak-pihak yang berkepentingan terutama kepada bank pemberi pembiayaan yang akan
menyalurkan pembiayaan kepada usaha kecil. Dengan adanya lending model ini diharapkan akses
usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan perbankan akan lebih besar dan pengembangan
usahanya akan dapat dilakukan sejalan dengan potensial demand.
Model PKT ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi perbankan syariah/lembaga
keuangan syariah yang berminat terhadap pola pembiayaan model Proyek Kemitraan Terpadu /PKT.
Pendahuluan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 6
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
7
BAB II
PROYEK KEMITRAAN TERPADU
2.1. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) merupakan strategi kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha industri pakaian jadi yang melibatkan empat pihak yaitu:
a. Anggota Koperasi Pengusaha Konveksi Pakaian Jadi
b. Koperasi Primer
c. Perusahaan Menengah atau Besar Eksportir sebagai Mitra Usaha
d. Bank Pemberi Kredit
Masing masing pihak memiliki peranan sesuai bidang usahanya. Hubungan antar anggota
koperasi pengusaha konveksi pakaian jadi dengan perusahaan Mitra Usaha merupakan hubungan
kemitraan Inti-Plasma. Perusahaan Mitra Usaha menyediakan desain dan bahan baku serta
pengendalian mutu (quality control). Sedangkan pengusaha konveksi menyediakan jasa
pemotongan dan penjahitan. Kemitraan ini dilakukan dengan maksud untuk menciptakan
keuntungan semua pihak melalui produksi pakaian jadi dengan kualitas ekspor yang mempunyai
nilai tambah lebih besar daripada produk yang dibuat oleh usaha kecil dan industri rumah tangga
yang berjalan sendiri.
1. Anggota Koperasi Konveksi
Dengan pola kemitraan ini pengusaha konveksi mendapat jaminan pekerjaan jasa pemotongan
dan penjahitan kontinyu dan pasti dari mitra usaha, tanpa harus mengeluarkan modal kerja.
Disamping itu pengusaha konveksi memperoleh bantuan jaminan kredit dan Mitra Usaha dalam
hal mengajukan permohonan kredit kepada bank.
2. Koperasi Primer
Dalam kemitraan ini koperasi sebagai badan hukum mengupayakan pemanfaatan pembiayaan
bank bagi pengembangan usaha anggotanya. Selanjutnya koperasi bersama mitra usaha
membantu bank dalam administrasi realisasi dan pengembalian pembiayaan. Dari kegiatan ini
koperasi akan mendapatkan sejumlah imbalan sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Perusahaan Mitra Usaha
Kerjasama kemitraan memberikan manfaat antara lain:
Proyek Kemitraan Terpadu
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 8
a. Perusahaan dapat lebih berkonsentrasi pada pengembangan perdagangan saja.
b. Perusahaan dapat mengurangi investasi alat produksi
c. Perusahaan dapat mengurangi dampat negatif masalah tenaga kerja di bidang produksi
4. Bank
Berdasarkan evaluasi kelayakan proyek dengan pola kemitraan antara pengusaha konveksi
dengan mitra usaha, bank dapat menyalurkan skim pembiayaan dengan aman. Dalam model
kemitraan ini skim pembiayaan yang digunakan adalah skim pembiayaan Koperasi Primer
kepada Anggotanya (KKPA).
2.2. Pola Kerjasama
Kemitraan antara pengusaha konveksi dengan perusahaan Mitra Usaha dilaksanakan
dengan pola kemitraan pengusaha konveksi mengadakan perjanjian kerjasama dengan perusahaan
mitra usaha diketahui oleh koperasi. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Skema Pola Kerjasama 2.3. Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Keterangan:
Pengusaha Konveksi
Koperasi Primer
Perusahaan Mitra Usaha
INTI Perusahaan Mitra Usaha Nota
Kesepakatan
KOPERASI
PRIMER
PENGUSAHA KONVEKSI
AVALIST
Pasokan bahan baku, pembinaan teknis
Pendapatan bersih Anggota Koperasi
Pemasaran Hasil
Pembayaran Angsuran
Aspek Kelayakan Usaha
BANK
Gambar 2.2. Mekanisme Proyek Kemitraan Tepadu
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
9
a. Kerjasama kemitraan antara Perusahaan Mitra Usaha dengan pengusaha konveksi anggota
koperasi diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepakatan.
b. Kebutuhan dana dalam kemitraan tersebut diajukan oleh koperasi kepada bank pelaksana
dengan jaminan bahan baku, jaminan pasar dan jaminan tambahan (avalist) dari Perusahaan
Mitra Usaha
c. Mekanisme pengembalian pembiayaan dikelola oleh koperasi dan Perusahaan Mitra Usaha
dengan cara memotong langsung dari pendapatan pengusaha konveksi yang selanjutnya
disetorkan kepada bank pelaksana oleh Mitra Usaha.
d. Koperasi bekerjasama dengan perusahaan mitra usaha membantu bank dalam pelaksanaan
administrasi kredit.
Proyek Kemitraan Terpadu
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 10
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
11
BAB III
ASPEK PEMASARAN
3.1. Peluang Pasar
Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk pakaian jadi, disebut industri TPT,
menghasilkan produk yang merupakan komoditi adalah ekspor Indonesia sejak beberapa tahun
yang lalu. Dalam tahun 1993 nilai ekspor telah mencapai 5.791 miliar dolar lebih dan meningkat
terus sehingga pada tahun 1998 mencapai sekitar 8 miliar dolar.
Amerika Serikat adalah importir produk TPT dari Indonesia terbesar dengan sekitar 33%
dan total nilai ekspor TPT selama periode 1992 s.d. 1998. Negara Uni Eropa adalah importir kedua,
kalau dihitung dari total nilai ekspor TPT. Sekitar 29% dari total ekspor produk tekstil dan pakaian
jadi dibeli oleh negara Uni Eropa, terutama oleh Inggris, Jerman, Itali, Perancis dan Belanda.
Jepang adalah importir ketiga dengan impor sebesar 8% dari total nilai ekspor TPT Indonesia. Sisa
ekspor produk TPT (30%) dikirim ke banyak negara antara lain Singapura, Saudi Arabia, Hongkong,
Australia.
Bahan baku yang dipakai oleh industri TPT terdiri dari chemical fiber misalnya poliester dan
rayon dan man made fibers, yaitu kapas wol dan sutra. Pola pemakaian chemical fiber di Indonesia
agak berbeda dengan rata-rata negara produsen TPT lain. Produksi TPT di luar negeri rata-rata
menggunakan bahan baku dengan pola 47% kapas, 47% poliester, dan 6% rayon. Di Indonesia
penggunaan bahan baku 37% kapas, 51% poliester dan 12% rayon. Indonesia adalah produsen
poliester besar, sebagian hasil produksi poliester diekspor, sesudah kebutuhan industri TPT dalam
negeri terpenuhi. Sedangkan kebutuhan kapas dan rayon harus diimpor dan Indonesia adalah
negara importir kapas yang paling besar di dunia.
Nilai impor bahan baku dan barang jadi tekstil dan garmen pada periode 1993 s.d. 1997
adalah dalam tahun 1993 sebesar 1,916 miliar dolar lebih, dan dalam tahun 1997 mencapai 2,165
miliar dolar lebih. Produk pakaian jadi impor kena bea masuk (BM) rata-rata 25%. Tarif BM akan
dikurangi menjadi rata-rata 15% pada tahun 1999.
Jadi, bila dibandingkan dengan nilai impor maka ekspor Tekstil dan Produk Tekstil masih
terdapat surplus sebesar masing-masing dalam tahun 1993 adalah 4,055 miliar dolar lebih dan
dalam tahun 1997 sebesar 5,843 miliar dolar lebih. Diagram berikut menunjukkan perkembangan
ekspor impor TPT dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1997.
Aspek Pemasaran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 12
0
2000
4000
6000
8000
10000
1993 1994 1995 1996 1997 1998*
Nilai Ekspor & Impor Tekstil dan Produk Tekstil (US Dolar)
Ekspor
Impor
Catatan: Data s.d. Mei 1998
3.2. Pasokan Permintaan kepada Negara Kuota
Salah satu sistem pemasaran dalam komoditi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), diantaranya
produk pakaian jadi adalah menggunakan kuota yaitu penetapan jumlah produk yang harus
dipenuhi oleh pemegang produsen kepada pembeli. Sehingga dalam hal komoditi pakaian jadi ini,
pasarnya bersifat captive market yaitu pasar yang sudah pasti pembelinya asalkan kualifikasi produk
telah dipenuhi.
Negara di Eropa Barat, Amerika Serikat dan Kanada memberikan kuota baru setiap tahun
kepada produsen TPT di Indonesia. Pemerintah melalui Direktorat Ekspor Ditjen Perdagangan
Internasional (Depperindag) diberikan tugas untuk membagi alokasi kuota tetap TPT. Ekspor TPT ke
negara kuota diperkirakan akan mencapai sekitar US $ 4 miliar tahun 1998 atau naik 17%
dibandingkan dengan tahun 1997. Pemerintah menggodok penyempurnaan alokasi kuota kepada
produsen TPT untuk tahun 1999.
Pertumbuhan kuota sebesar 6% tahun 1999 diperuntukkan khusus bagi pengusaha tekstil
dan garmen kecil serta operasinya. Proses menyeleksi perusahaan kecil dan koperasi yang layak
untuk menerima kuota ekspor TPT akan selesai bulan Januari 1999. Sesuai dengan redormasi di
bidang ekonomi pembagian kuota kepada produsen TPT akan dibagi sangat transparan. Kuota
tetap diberikan kepada produsen/eksportir yang telah merealisir kuota yang diberikan tahun
sebelumnya. Para produsen pakaian jadi dalam negeri biasanya jual-beli sebagian dari kuotanya
kepada produsen lain tergantung pada jumlah dan jenis produk yang dipesan oleh langganan luar
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
13
negeri. Berikut ini ditunjukkan grafik perkembangan ekspor pakaian jadi ke berbagai negara di
Amerika dan Eropa.
0
1000
2000
3000
4000
5000
1993 1994 1995 1996 1997 1998*
Nilai Ekspor Pakaian Jadi (US Dolar)
Ekspor
Dari grafik tersebut di atas terlihat bahwa secara umum nilai ekspor komoditi pakaian jadi
cenderung naik, apalagi dalam situasi krisis ekonomi sekarang ini dimana dolar semakin kuat, maka
pengusaha eksportir pakaian jadi relatif dapat menikmati keuntungan yang lebih besar.
3.3. Pasokan Permintaan Kepada Negara Non Kuota
Indonesia adalah negara eksportir produk tekstil dan garmen dengan jumlah besar kepada
negara yang secara bebas mengimpor barang TPT. Para produsen pakaian jadi di Indonesia telah
lama mempunyai hubungan tetap dengan importir di Singapura dan Taiwan berfungsi sebagai re-
eksportir kepada negara kuota.
Saudi Arabia bersama negara lain di Teluk Persia merupakan pasar produk pakaian jadi dari
Indonesia yang cukup penting. Banyak negara di Afrika misalnya Nigeria, Tanzania, Afrika Selatan
sejak tiga tahun lalu sampai saat ini menjadi negara importir produk garmen dari Indonesia dengan
jumlah besar. Sebagian besar dari nilai ekspor produk TPT kepada negara tersebut merupakan
produksi perusahaan tekstil dan pakaian jadi kecil dan industri rumah tangga. Banyak pembeli dari
negara tersebut datang sendiri ke Jakarta untuk membeli langsung pakaian jadi dari perusahaan
grosir di Tanah Abang, Mangga Dua dan Pasar Cipulir. Pada tahun 1998 nilai ekspor produk TPT
kepada negara non-kuota tersebut sebesar US $ 2,4 miliar. Peluang untuk meningkatkan pakaian
jadi kepada negara non-kuota tersebut sangat besar.
Aspek Pemasaran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 14
4.4. Kompetisi dari Negara Lain
Pasar dunia produk tekstil dan pakaian jadi mencapai US $ 250 miliar pada tahun 1996.
Ditinjau dari persaingan antar negara, kompetisi dalam perdagangan produk tekstil dan pakaian
jadi Indonesia menghadapi negara-negara pesaing diantaranya adalah China, India, Bangladesh,
Vietnam, Malaysia dan Thailand. Dibandingkan dengan China merupakan negara eksportir barang
tekstil dan garmen terbesar, Indonesia masih jauh tertinggal. Pada tahun 1996, China mampu
mengekspor produk takstil dengan nilai US $ 12,8 miliar dan produk garmen dengan nilai US $
22,2 yaitu ekspor TPT dari China mencapai US $ 35 miliar atau 14% dari total pasar dunia. Dari
total pasar pakaian jadi dunia US S 120 miliar, China menempati posisi pertama negara eksportir
yang menguasai 18% pangsa pasar. Sementara Indonesia baru berada pada posisi ke-7 untuk
pakaian jadi dengan pangsa pasar 3%.
Indonesia sebetulnya berpeluang untuk memperbesar pangsa pasarnya, karena industri
tekstil dan pakaian jadi di Indonesia mempunyai kapasitas produksi lebih tinggi dari pada total
produksi pada tahun 1998. Karena depresiasi nilai rupiah terhadap US $ dari Rp. 2.400 bulan Juli
1997 menjadi Rp. 7.900 pada bulan Desember 1998, produk tekstil dan pakaian jadi dari Indonesia
mampu bersaing dengan harga maupun kualitas dengan produk sejenis dari negara-negara
pesaing.
3.5. Masalah Berkaitan dengan Pemasaran Pakaian Jadi
Pembiayaan impor bahan baku yang dibutuhkan industri TPT menjadi masalah pada tahun
1997, karena bank di luar negeri menolak membuka Letter of Credit dengan sejumlah bank umum
di Indonesia. Masalah tersebut akan diatasi oleh Pemerintah dengan pembentukkan Lembaga
Pembiayaan Ekspor (LPE), meskipun mekanisme kerja lembaga tersebut masih pada tahap
perencanaan.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
15
BAB IV
ASPEK PRODUKSI
Berbagai produk tekstil yang banyak diproduksi oleh industri konvenksi/garmen dalam pola
kemitraan adalah pakaian jadi baik untuk pria, wanita dan anak-anak serta produk lainnya seperti
sprei, sarung bantal, taplak meja, pakaian sholat dan sebagainya.
Adapun bahan baku untuk produk-produk tersebut juga terdiri dari berbagai macam mulai
dari bahan katun sampai sutera. Produk tersebut selain dibuat sendiri oleh perusahaan juga dibuat
oleh pengrajin di sekitar lokasi pabrik yang selalu mendapat supervisi dari perusahaan, sehingga
kualitas produk tetap terkontrol.
Salah satu faktor keberhasilan usaha di bidang industri produk tekstil dan garmen adalah
kondisi peralatan. Semakin baik kondisi dan kecanggihannya, akan semakin tinggi kapasitas dan
kualitas produk yang dihasilkannya. Di samping itu juga faktor keterampilan pengrajin mutlak
diperlukan.
Oleh karena itu kombinasi keduanya merupakan syarat yang saling menunjang. Mengingat
usaha ini dapat melibatkan banyak tenaga kerja atau pengrajin, maka strategi pengembangan
melalui kemitraan antara industri kecil/pengrajin dengan usaha menengah ataupun usaha besar
merupakan alternatif yang cukup efisien.
4.1. Bahan Baku
Di dalam pola kemitraan ini peranan perusahaan inti yang sangat penting adalah
penyediaan kain sebagai bahan baku utama dalam industri pakaian jadi. Penyedian bahan baku
oleh perusahaan inti lebih diutamakan mengingat adanya keharusan keseragaman kualitas produk
yang akan dihasilkan. Di samping itu juga untuk menjaga kontinuitas pengadaan bahan baku.
Berbagai cara pengadaan bahan baku yang selama ini dilakukan tergantung dari hubungan
kemitraan usaha ini seperti tampak dalam bagan di bawah ini:
INTI: Industri Tekstil
PLASMA: Pengusaha Konveksi
1
Industri Tekstil INTI: Industri Besar
Garmen
PLASMA: Pengusaha Konveksi
2
Aspek Produksi
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 16
Keterangan:
a. Perusahaan inti biasanya berfungsi sebagai produsen maupun pedagang dan eksportir pakaian
jadi.
b. Jika industri batik terdiri dari banyak produsen kecil yang telah menjadi anggota koperasi
primer pengadaan bahan baku maupun ekspor produk jadi bisa melalui koperasi.
c. Tidak ada masalah dalam pengadaan bahan baku ini, karena jumlah dan jenisnya cukup banyak
dan mudah diperoleh, sehingga kontinuitas pengadaan bahan baku selalu terjamin. Kapasitas
produksi perusahaan tekstil di Indonesia jauh lebih besar daripada hasil produksinya.
d. Pembelian bahan baku sebagian besar dilakukan dengan cara tunai. Tetapi kadangkala
mendapat kesempatan untuk memanfaatkan bahan baku terlebih dahulu yang nantinya akan
diperhitungkan dengan penjualan produk jadi.
Adapun harga bahan baku bervariasi tergantung kepada jenis dan sumbernya. Tabel di
bawah sekedar menunjukkan informasi harga bahan baku yang selama ini dipergunakan oleh
perusahaan kecil konveksi:
Jenis Harga (Rp/unit)
1. Kain (bahan baku utama) 4.000 s/d 20.000/meter
2. Bahan lain 1.500 s/d 10.000/meter
PLASMA: Pengusaha Konveksi
PLASMA: Pengusaha Konveksi
PLASMA: Pengusaha Konveksi
INTI: Industri
Menengah Garmen
INTI: Industri
Menengah Garmen
INTI: Industri Batik
Industri Tekstil
Industri Batik
3
4
5
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
17
Mengingat bahwa kemitraan ini bersifat makloon, maka dalam perhitungan dan analisa
keuangan yang berpengaruh hanya bahan lain. Sedangkan bahan baku utama tidak
diperhitungkan dalam analisa ini.
4.2. Proses Produksi
Dalam kemitraan ini, maka industri kecil konveksi/garmen dapat melakukan kegiatan
produksi setelah mendapatkan model yang diberikan oleh perusahaan inti.
Pada kasus dimana diperlukan produk pakaian jadi yang memerlukan perlakuan tambahan
misalnya dengan motif bordir, maka setiap produk baru perlu direncanakan desainnya terlebih
dahulu. Kemudian dihitung harga pokok produksinya. Apabila perusahaan mempunyai peralatan
yang bisa digunakan untuk membuat produk tersebut, maka desain tersebut dicoba untuk dibuat.
Jikalau perusahaan tidak memiliki peralatan yang memadai, biasanya desain tersebut dapat
diorderkan kepada perusahaan lain yang memiliki peralatan lengkap.
Di dalam model ini, peranan industri kecil (plasma) pada kegiatan produksi bisa mencapai
taraf optimal, karena mulai dari pemotongan bahan, penjahitan hingga menjadi pakaian jadi akan
dilaksanakan oleh industri kecil sebagai plasma.
Sementara perusahaan ini berperan menyediakan bahan baku dan membuat model
pakaian yang akan diproduksi serta kegiatan kontrol kualitas, finishing dan pengemasan. Dengan
demikian dalam proses produksi pakaian jadi ini harus ditunjang dengan mesin dan peralatan yang
lengkap.
Selanjutnya alur proses produksi yang umumnya dilaksanakan oleh industri kecil
perusahaan konveksi adalah sebagai berikut:
Bahan Baku/Pembatu
siap pakai
Pengukuran dan Pemotongan
kain Penjahitan
Pembuatan lubang kancing
Pemasangan Asesoris
Produk Jadi
Aspek Produksi
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 18
4.3. Mesin dan Peralatan
Mengingat bahwa kegiatan produksi setiap unit usaha kecil (plasma) dari bahan baku
sampai dengan produk jadi seperti digambarkan di atas, maka keperluan mesin dan peralatan yang
diperlukan adalah:
Mesin jahit biasa (dengan dinamo) = 5 unit
Mesin jahit (type juki atau sejenisnya) = 10 unit
Mesin obras = 1 unit
Mesin pembuat lubang kancing (itik) = 1 unit
Mesin potong kain = 1 unit
Fungsi dari mesin-mesin tersebut, secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Mesin jahit dengan peralatan dinamo, digunakan untuk menggabungkan potongan-potongan
kain sesuai dengan bagian masing-masing. Kapasitas produk yang dapat dihasilkan dengan
mesin ini adalah 20 potong/hari.
b. Mesin jahit type juki dan sejenisnya, kegunaan utama juga seperti mesin jahit biasa namun
kapasitas produk yang dapat dihasilkan secara normal adalah 30 potong/kain.
c. Mesin obras, digunakan untuk tepian kain yang telah dijahit. Standar umum penggunaan
mesin obras ini bisa menghasilkan 400 potong/hari.
d. Mesin pembuat lubang kancing, jelas digunakan untuk membuat lubang kancing. Biasanya
mesin ini secara umum dikenal dengan mesin itik.
e. Mesin potong, digunakan untuk memotong kain yang telah dipola, dengan mesin potong ini
dalam sekali memotong dapat dihasilkan 30 s/d 50 potong sekaligus.
Mesin-mesin tersebut terdiri dari berbagai merek yang masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan. Selanjutnya dalam pengadaanmnya tidak terdapat kesulitan yang berarti, karena
disetiap ibukota propinsi bisa dipastikan terdapat dealer atau agen penjualan mesin tersebut.
4.4. Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja dalam industri konveksi pakaian jadi ini disesuaikan dengan skala
usahanya. Untuk setiap industri kecil diperlukan 18 orang tenaga kerja lapangan, dan 3 orang
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
19
tenaga kerja tak langsung. Setiap tenaga kerja langsung diharapkan mengoperasikan sebuah mesin
yang diperlukan dalam proses produksi.
Adapun kualifikasi tenaga kerja tidak memerlukan jenjang pendidikan formal tertentu,
namun sebaiknya memiliki keterampilan khusus dalam bidang penjahitan dan diutamakan telah
memperoleh pelatihan keterampilan di bidang tersebut. Di samping itu, mereka juga harus memiliki
ketekunan, ketelitian, kesabaran dan semangat kerja yang tinggi. Diutamakan untuk dapat
memenuhi kualifikasi tersebut, tenaga kerja di bidang penjahitan adalah wanita. Sebagai standar
umum, untuk tenaga kerja yang terampil diharapkan dapat menjahit atau menghasilkan 20 potong
pakaian jadi dalam waktu 1 hari kerja (8 jam/hari).
Dengan jumlah tenaga kerja langsung mencapai 18 orang (memotong, menjahit,
mengobras dan membuat lubang kancing) diharapkan dapat memproduksi pakaian jadi 400
potong/hari. Sistem pemanfaatan tenaga kerja tersebut, ditinjau dari cara pemberian imbalan ada 2
cara, yaitu:
a. Borong kerja, untuk tenaga kerja langsung.
b. Upah harian, untuk tenaga kerja tidak langsung.
Sedangkan upah kerja yang diberikan minimal harus sesuai dengan upah minimum regional
yang ditetapkan pemerintah. Di dalam contoh ini upah minimal yang diberikan adalah Rp. 6000,-
per orang/hari; dengan mesin ini adalah 20 potong/hari.
5.5. Lahan dan Bangunan
Untuk menunjang kegiatan produksi ini, setiap unit usaha memerlukan lahan serta
bangunan untuk tempat tenaga kerja. Untuk memudahkan kegiatan pembinaan dan supervisai dari
perusahaan Inti kepada Plasma, sebaiknya lokasi usaha plasma diupayakan berkelompok dan
berdekatan dengan perusahaan Intinya. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan lokasi
usaha plasma berjauhan dengan perusahaan inti asalkan perusahaan inti harus menyediakan
tenaga khusus dalam rangka supervisi kualitas produk.
Lokasi dan bangunan tempat kerja bisa seperti Lingkungan Industri Kecil (LIK),
Perkampungan Industri Kecil (PIK) atau dapat juga di sentra-sentra industri seperti konsep yang
diperkenalkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dimungkinkan pula kelompok-
kelompok industri kecil ini berada di desa-desa dikaitkan dengan konsep pembangunan
pemukiman Rumah Sangat Sederhana (RSS). Di dalam model ini sebagian besar pendanaan bagi
peruntukan lahan dan bangunan diharapkan berasal dari dananya sendiri.
Aspek Produksi
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 20
Untuk 1 (satu) unit usaha kecil konveksi, dengan sejumlah mesin yang disediakan
diperlukan lahan tanah seluas 200 meter persegi dan bangunan dengan luas 100 meter persegi.
Utilitas lain yang diperlukan adalah fasilitas listrik, minimal untuk setiap unit usaha
disediakan daya listrik sebesar 4.400 watt (1 phase). Biaya untuk pengadaan sumber daya listrik ini
dimasukkan ke dalam biaya investasi bangunan.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
21
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Analisa aspek keuangan membantu pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memperoleh
gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu
pihak nasabah (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan.
5.1. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah
Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam
produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga. Pola syariah mempunyai
keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel.
Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam,
istishna, ijarah dan murabahah (lampiran1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih
mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa
memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.
Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan
sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual
sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang
diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode
bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue
sharing). Profit sharing , nisbah bagi hasil diperhitung -kan setelah dikurangi seluruh biaya
(keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan
usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.
Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi
keluwesan/fleksibilitas baik untuk LKS maupun nasabah untuk memilih produk pembiayaan yang
sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing - masing. Bagi pihak LKS, pemilihan ini
dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya.
Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran
margin atau nisbah per nasabahnya berbeda.
Aspek Keuangan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 22
5.2. Pemilihan Pola Usaha
5.2.1. Karakteristik Usaha Konveksi Pakaian Jadi
Produk yang dipilih adalah pakaian jadi. Produk pakaian jadi merupakan salah satu produk
dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Secara pasar, pakaian jadi mempunyai pasar yang pasti
(captive market) karena produk yang dihasilkan dipasarkan sesuai dengan nilai kuota yang
ditetapkan. Umumnya pengusaha sudah mempunyai hubungan tetap dengan importir di negara
negara tujuan ekspor. Berdasarkan kondisi tersebut, maka usaha konveksi pakaian jadi berpeluang
untuk dikembangkan.
5.2.2. Pola Pembiayaan
Merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk
pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan
cara murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena produk ini sudah banyak diterapkan
dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah
mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut.
Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun
nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di
samping itu, pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada LKS maupun nasabah apakah
pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal
kerja/eksploitasi) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu.
Dalam analisis keuangan dipilih pola usaha industri konveksi pakaian jadi. Jangka waktu
analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni lima tahun. Pada contoh perhitungan ini,
akan disampaikan pembiayaan untuk membeli komponen-komponen tertentu bagi usaha baru
(strat up) yaitu untuk kebutuhan biaya investasi dan modal kerja. Pembiayaan bagi usaha baru
adalah untuk pengadaan mesin-mesin dan pembelian bahan penolong dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun.
5.2.3. Produk Murabahah
Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak
dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk
murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil
dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
23
tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada
penjual (bai), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman)
dan ijab qabul (sighat).
Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.
2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama
periode akad.
3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) berdasarkan kesepakatan.
4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad
murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.
7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk
membayar uang muka maka berlaku ketentuan:
a. Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil
bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan
uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang
ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada
nasabah,
b. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi
milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan
tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Aspek Keuangan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 24
5.3. Asumsi dan Parameter
Periode proyek diasumsikan selama lima tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur
ekonomis mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri konveksi pakaian jadi. Gambaran
kondisi dan perkembangan keuangan usaha ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan
parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi
yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada tabel 5.1. dan lampiran 2.
Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Untuk Analisa Keuangan Usaha Konvensi Pakaian Jadi
Uraian Satuan Unit Rp/Unit
Produksi berdasarkan sistem ongkos produksi
1. Kapasitas produksi per hari 400 2. Jumlah hari produksi per bulan 26 3. Ongkos produksi per potong 2,000 4. Kenaikan harga jual produk % per tahun 5%5. Kenaikan harga beli bahan % per tahun 5%6. Kenaikan upah % per tahun 5%7. Upah Minimum Regional per hari 6,000 8. Upah Tenaga Langsung per potong a. Upah jahit 400 b. Upah obras 50 c. Upah potong 509. Tingkat margin pembiayaan 8.5%10. Jangka waktu pembiayaan tahun 3 11. Jangka waktu proyek tahun 5
*) data penelitian tahun 1998
5.4. Komponen dan Struktur Biaya
Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha konveksi pakaian jadi dibedakan menjadi
dua yaitu biaya investasi dan biaya modal kerja (eksploitasi). Biaya investasi adalah komponen
biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal pendirian usaha yang meliputi lahan
usaha, bangunan dan peralatan. Biaya modal kerja/eksploitasi adalah seluruh biaya yang harus
dikeluarkan dalam proses produksi dalam hal ini pada awal proyek.
5.4.1. Biaya Investasi
Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short
run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya
produksi. Biaya investasi dalam usaha konveksi pakaian jadi meliputi biaya tanah, bangunan dan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
25
peralatan. Komponen biaya investasi usaha konveksi pakaian jadi disajikan pada Tabel 5.2 atau
lampiran 3.
Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Konveksi Pakaian Jadi
Uraian Unit Harga per Total N ila i N ila iUnit (Rp) Biay a (Rp) Ekonomis Peny usutan
1. Tanah (meter) 200 100,000 20,000,000 2. Bangunan 100 300,000 30,000,000 20 1,500,000 3. Mesin dan Alat a. Mesin jahit biasa 5 600,000 3,000,000 5 600,000 b. Mesin juki 10 2,850,000 28,500,000 5 5,700,000 c. Mesin obras 1 1,000,000 1,000,000 5 200,000 d. Mesin potong 1 1,750,000 1,750,000 5 350,000 e. Mesin itik 1 300,000 300,000 5 60,000
Total B iay a Inv estasi 84,550,000 8,410,000
*) data penelitian tahun 1998
5.4.2. Biaya Operasional
Biaya eksploitasi atau biaya modal kerja selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per
periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja.
Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp. 4.701.846,- di mana modal
kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai aktivitas konveksi
pakaian jadi selama 7 hari kerja (pertama), yang merujuk pada sistem pembayaran kontrak. Biaya
Operasional selengkapnya ditampilkan pada tabel 5.3 atau lampiran 4.
Aspek Keuangan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 26
Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Konveksi
Uraian Unit Harga per Total
Unit (Rp) Biaya (Rp)
1. Biaya langsung a. Bahan penolong Benang jahit dan bahan lain 1 1,000 1,000 b. Upah jahit 1 400 400 c. Upah obras 1 50 50 d. Upah potong 1 50 50
Sub Total 1,500
2. Biaya tidak langsung a. Gaji pemilik per bulan 490,000 490,000 b. Gaji karyawan tetap per bulan 468,000 468,000 c. Biaya makan per bulan 156,000 156,000 d. Biaya pemasaran per bulan 350,000 350,000 e. Biaya listrik per bulan 400,000 400,000
SuB Total 1,864,000
*) data penelitian tahun 1998
Kebutuhan Biaya langsung1. Jangka waktu satu kali siklus produksi 7 hari2. Rencana produksi per hari 400 potong
Jadi kebutuhan biaya langsung adalah 4,200,000
Kebutuhan Biaya tidak langsung1. Jangka waktu perputaran modal kerja/ minggu 7 hari2. Jumlah hari kerja per bulan 26 hari
Jadi lebutuhan biaya tidak langsung adalah 501,846
Kebutuhan total modal kerja (7 hari) adalah 4,701,846
Kebutuhan biaya operasional tahun pertama (Rp)
a. Bahan penolong 131,040,000 b. Upah langsung 65,520,000 c. Gaji 13,368,000 d. Pemasaran dan transportasi 4,200,000 e. Listrik 4,800,000 f. Besar margin pembiayaan 3,174,750 g. Penyusutan 8,410,000
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
27
5.5. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana untuk usaha konveksi pakaian jadi terdiri dari kebutuhan investasi dan
modal kerja. Dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS
dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp. 84.550.000,-.
Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali siklus produksi (7 hari) sebesar Rp. 4.707.846,-.
Pada contoh pembiayaan usaha baru, kebutuhan dana investasi untuk pengadaan
peralatan (mesin-mesin) diasumsikan berasal dari pembiayaan LKS Sedangkan pada kebutuhan
biaya modal kerja, hanya untuk pengadaan bahan penolong yang berasal dari pembiayaan LKS.
Komponen-komponen biaya yang lain diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang
bersangkutan.
Selanjutnya, keperluaan dana untuk usaha konveksi pakaian jadi ditampilkan pada tabel
5.4.
Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Usaha Konveksi Pakaian Jadi
No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp)
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Pembiayaan 34.550.000
b. Dana sendiri 50.000.000
Jumlah dana investasi 84.550.000
2 Dana modal kerja yang bersumber dari
a. Pembiayaan 2.800.000
b. Dana sendiri 1.901.846
Jumlah dana modal kerja* 4.701.846
3 Total dana proyek yang bersumber dari
a. Pembiayaan 37.350.000
b. Dana sendiri 51.901.846
Jumlah dana proyek 89.251.846
Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan se-cara tetap
dengan cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus produksinya.
Sedangkan pengadaan peralatan dan bahan penolong diasumsikan telah dimiliki dan tersedia pada
LKS. Pengadaan peralatan dan bahan tersebut, pihak LKS dapat berkerjasama dengan pihak lain
dengan akad yang terpisah dari akad murabahah ini.
5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Aspek Keuangan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 28
Hasil (Output) usaha konveksi pakaian jadi adalah pakaian jadi yang siap dipasarkan
(ekspor). Setiap hari dengan kapasitas yang ada dapat diproduksi sebanyak 400 potong pakaian
dengan asumsi hari kerja efektif adalah 26 hari per bulan.
Pada tahun pertama, hasil penjualan pakaian jadi merujuk pada kapasitas produksinya
adalah sebesar Rp. 262.080.000,-. Hasil penjualan ini diasumsikan meningkat setiap tahunnya
sejalan dengan peningkatan harga bahan penolong dan upah tenaga kerja, yaitu sebesar 5%.
Produksi dan pendapatan usaha konvensi pakaian jadi dapat dilihat pada tabel 5.5 atau lampiran 5.
Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Uraian
1. Produksi per hari 400 2. Produksi per bulan 10,400 3. Produksi per tahun 4,160,000 4. Pendapatan per tahun a. Tahun - 1 262,080,000 b. Tahun - 2 5% 275,184,000 c. Tahun - 3 5% 288,943,200 d. Tahun - 4 5% 303,390,360 e. Tahun - 5 5% 318,559,878
Pendapatan untuk satu tahun
*) data penelitian tahun 1998
Total
5.7. Proyeksi Laba Rugi
Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha konveksi pakaian jadi ini sudah mampu
menghasilkan keuntungan sejak tahun pertama. Secara rata-rata pada contoh perhitungan untuk
usaha baru, keuntungan yang diperoleh setelah memperhitungkan pajak adalah Rp. 31.767.524,-
dengan tingkat profit on sales sebesar 10,97%. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.
5.8. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) dan Kelayakan Proyek
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus
masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan pakaian
jadi. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran
pembiayaan dan pajak penghasilan.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
29
Evaluasi kelayakan untuk usaha konveksi pakaian jadi dengan pembiayaan murabahah
dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada Lembaga Keuangan Syariah
(LKS). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di
awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar
berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Pada arus kas diketahui bahwa pada
tingkat margin 8,5% untuk usaha baru usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya
dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha konveksi pakaian jadi tersebut layak untuk
dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.
Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan
pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C
Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk
mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang
untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu
untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas
dasar kesepakatan kedua belah pihak yaitu LKS dan nasabah.
Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha konveksi pakaian jadi selengkapnya ditampilkan
pada lampiran 7.
5.9. Perolehan Margin
Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha konveksi pakaian jadi adalah
murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan satu contoh alternatif pembiayaan yaitu
usaha baru (start up). Hasil perhitungan dengan tingkat margin 8,5% untuk usaha baru
menghasilkan margin sebesar Rp. 9.524.250,- dalam jangka waktu tiga tahun pembiayaan. Tingkat
margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati.
Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada lampiran 8.
Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan)
untuk setiap komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum
tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang
diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku margin Bank Indonesia (SBI). Data
pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada lampiran 9.
Aspek Keuangan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 30
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
31
BAB VI
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
6.1. Aspek Sosial Ekonomi
Dampak positif dari PKT konveksi ditinjau dari sisi perusahaan mitra usaha dan anggota
koperasi adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan mitra usaha dapat meningkatkan omset penjualan pakaian jadi dengan
meminimumkan investasi peralatan potong dan peralatan jahit, lahan dan bangunan serta
investasi sumber daya manusia. Perusahaan mitra usaha juga dapat meminimumkan dampak
negatif pengelolaan perburuhan.
b. Perusahaan mitra usaha dapat konsentrasi pada usaha perdagangan saja, sehingga
memungkinkan untuk menggali lebih luas potensi pasar domestik maupun pasar ekspor.
c. Anggota koperasi mendapat jaminan pekerjaan menjahit dari perusahaan mitra usaha sehingga
dapat berkonsentrasi pada produksi dan baku mutu produk.
d. Anggota koperasi dalam kaitannya dengan permohonan pembiayaan kepada bank mendapat
bantuan jaminan kredit dari perusahaan mitra usaha.
e. Pemanfaatan pembiayaan murah dapat mengurangi biaya bunga sehingga secara keseluruhan
dapat meningkatkan pendapatannya.
f. Ditinjau dari sisi penciptaan lapangan kerja, usaha konveksi pakaian jadi menyerap relatif cukup
banyak tenaga kerja sehingga secara nasional dapat membantu menyelesaikan masalah
pengangguran. Sebagai contoh, dalam model ini per anggota koperasi memperkerjakan 21
tenaga kerja terdiri dari 18 tenaga kerja langsung dan 3 tenaga kerja tidak langsung.
g. Dengan adanya kemungkinan perusahaan mitra usaha memperluas pasar domestik dan ekspor,
maka secara nasional dapat diharapkan adanya peningkatan pendapatan pekerja, pendapatan
daerah maupun devisa negara.
h. Rata-rata pekerja dapat menghasilkan 20 potong per hari atau upah tenaga kerja Rp. 10.000,-
per hari
Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Terhadap Lingkungan Hidup
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 32
i. Jika PKT konveksi ini dapat dikembangkan lebih luas maka usaha hulu dan hilir seperti produk
tekstil, benang jahit dan bahan baku pembantu seperti kancing dan asesoris serta pengrajin
kain keset dan lap mobil dari kain majun (kain sisa potongan) dapat lebih berkembang.
6.2. Dampak terhadap Lingkungan Hidup
a. Limbah potongan kain dapat dimanfaatkan oleh pengrajin keset dan lap mobil sehingga secara
umum limbah padat dari usaha konveksi dapat dikatakan tidak ada.
b. Proses produksi usaha konveksi bebas dari penggunaan bahan kimia berbahaya sehingga tidak
mencemari lingkungan.
c. Tingkat kebisingan dari usaha konveksi juga relatif tidak tinggi dibandingkan usaha lainnya
sehingga secara umum juga tidak menimbulkan polusi udara. Satu-satunya kemungkinan
bahaya yang dapat ditumbuhkan oleh usaha konveksi adalah bahaya kebakaran, tetapi adanya
baku prosedur keamanan kerja dan penggunaan alat-alat pemadam kebakaran, maka bahaya
tersebut dapat dikurangi dan diantisipasi.
d. Sehingga secara keseluruhan usaha konveksi pakaian jadi dapat digolongkan pada usaha
ramah lingkungan.
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
33
L A M P I R A N
Lampiran 1. Pengenalan Pola Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah
Bank syariah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Ini di dorong oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal. Pun karena jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam pembiayaan ekonomi masyarakat.
Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah:
1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana.
2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut.
Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang proposional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain:
1. Informasi data nasabah 2. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil 3. Proyeksi laporan keuangan 4. Akad pembiayaan
Lebih lanjut penjelasan dari informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a. Informasi data nasabah
Menyeleksi calon nasabah yang dapat dipercaya untuk memperoleh pembiayaan dilakukan melalui uji kelayakan nasabah. Uji kelayakan bentuknya berupa form pengisian yang memuat data pribadi dan data usaha calon nasabah. Pengisian form dilakukan melalui wawancara secara individual dan kunjungan ke tempat tinggal dan tempat usaha.
Informasi dari uji kelayakan ini sebagai pertimbangan apakah calon bisa menjadi nasabah atau tidak. Sekaligus juga menentukan jenis pembiayaan yang sesuai untuk nasabah bersangkutan.
b. Informasi data penjualan / pembelian / penyewaan riil
Informasi data penjualan/pembelian/ penyewaan riil merupakan data usaha yang sudah terjadi di lapangan. Data riil ini menjadi dasar perhitungan dari akad yang sudah disepakati. Dengan demikian tereliminer kerugian baik yang dirasakan oleh debitur maupun kreditur karena pelaksanaan akad dilandasi dengan data riil.
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 34
Informasi ini bentuknya berupa form isian, yang diisi secara rutin sesuai dengan siklus usahanya oleh nasabah. Contoh bentuk form yang diberikan sesuai dengan jenis usahanya dan kebijakan LKS masing-masing.
c. Proyeksi laporan keuangan
Proyeksi laporan keuangan merupakan pelengkap informasi dalam menentukan persetujuan usulan pembiayaan usaha dari nasabah. Proyeksi dari laporan keuangan yang dimaksud terdiri dari proyeksi arus kas, proyeksi laba (rugi) dengan analisa kelayakan seperti NPV, IRR, BEP, B/C ratio, PBP, dll.
Proyeksi ini dibuat atas dasar asumsi-asumsi yang relatif tetap sepanjang umur usaha yang dibiayai. Sedangkan dalam hukum syariah semua transaksi harus riil. Oleh sebab itu dalam menentukan besaran nominal untuk bagi hasil tidak bisa merujuk pada hasil proyeksi (relatif tetap) tetapi harus merujuk pada transaksi riil (relatif berfluktuasi sesuai dinamika usahanya).
d. Akad pembiayaan
Akad pembiayaan merupakan kesepakatan antara shahibul maal dan mudharib. Akad ini sebagai landasan hukum syariah bagi transaksi pembiayaan. Akad pembiayaan sesuai dengan jenis pembiayaan usaha nasabah.
Produk pembiayaan syariah bermacam-macam, sebagaimana tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Pengenalan Produk Syariah
Prinsip Dasar Jenis Jenis
Bagi Hasil (Profit Sharing)
Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing and Participation) Adalah penanaman dana dari shahibul maal (pemilik modal) untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua shahibul maal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing
Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Adalah akad kerjasama antara 2 pihak di mana pihak shahibul maal menyediakan modal dan pihak mudharib menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan nisbah sesuai dengan kesepakatan. Pembagian nisbah dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing)
Al-Muzaraah (Harverst-Yield Profit Sharing) Adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan diperlihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
35
Al Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of Yield) Adalah bentuk sederhana dari Al-muzaraah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen
Jual Beli (Sale and Payment Sale)
Bai Al Murabahah (Deferred Payment Sale) Adalah akad jual beli antara sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati Barang yang dimaksud adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya
Bai as Salam (in front Payment Sale) Adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dengan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh
Bai Al Istishna (Purchase by Order or Manufacture) Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan
Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
Al-Ijarah (operational Lease) Adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa
AL- Ijarah Al Muntahia bit Tamlik (Financial Lease with Purchase Option) Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa
Jasa (Fee-Based Services)
Al Wakalah (Deputyship) Adalah penyerahan, pedelegasian atau pemberian mandat kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan
Al-Kafalah (Guaranty) Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, atau mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berbegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.
Al-Hawalah (Transfer service) Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 36
Ar-Rahn (Mortgage) Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis
Al-qardh (soft and Benevolent Loan) Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
37
Lampiran 2. Asumsi dan Parameter untuk Analisa Keuangan Industri Konveksi Pakaian Jadi *)
Uraian Satuan Unit Rp/Unit
Produksi berdasarkan sistem ongkos produksi
1. Kapasitas produksi per hari 400 2. Jumlah hari produksi per bulan 26 3. Ongkos produksi per potong 2,000 4. Kenaikan harga jual produk % per tahun 5%5. Kenaikan harga beli bahan % per tahun 5%6. Kenaikan upah % per tahun 5%7. Upah Minimum Regional per hari 6,000 8. Upah Tenaga Langsung per potong a. Upah jahit 400 b. Upah obras 50 c. Upah potong 509. Tingkat margin pembiayaan 8.5%10. Jangka waktu pembiayaan tahun 3 11. Jangka waktu proyek tahun 5
*) data penelitian tahun 1998
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 38
Lampiran 3.: Biaya Investasi Industri Konveksi Pakaian Jadi *)
Uraian Unit Harga per Total Nilai NilaiUnit (Rp) Biaya (Rp) Ekonomis Penyusutan
1. Tanah (meter) 200 100,000 20,000,000 2. Bangunan 100 300,000 30,000,000 20 1,500,000 3. Mesin dan Alat a. Mesin jahit biasa 5 600,000 3,000,000 5 600,000 b. Mesin juki 10 2,850,000 28,500,000 5 5,700,000 c. Mesin obras 1 1,000,000 1,000,000 5 200,000 d. Mesin potong 1 1,750,000 1,750,000 5 350,000 e. Mesin itik 1 300,000 300,000 5 60,000
Total Biaya Investasi 84,550,000 8,410,000
*) data penelitian tahun 1998
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
39
Lampiran 4.: Biaya Eksploitasi/Modal Kerja Industri Konveksi Pakaian Jadi
Uraian Unit Harga per Total Unit (Rp) Biaya (Rp)
1. Biaya langsung a. Bahan penolong Benang jahit dan bahan lain 1 1,000 1,000 b. Upah jahit 1 400 400 c. Upah obras 1 50 50 d. Upah potong 1 50 50
Sub Total 1,500
2. Biaya tidak langsung a. Gaji pemilik per bulan 490,000 490,000 b. Gaji karyawan tetap per bulan 468,000 468,000 c. Biaya makan per bulan 156,000 156,000 d. Biaya pemasaran per bulan 350,000 350,000 e. Biaya listrik per bulan 400,000 400,000
SuB Total 1,864,000
*) data penelitian tahun 1998
A. Kebutuhan Biaya langsung1. Jangka waktu satu kali siklus produksi 7 hari2. Rencana produksi per hari 400 potong
Jadi kebutuhan biaya langsung adalah 4,200,000
B. Kebutuhan Biaya tidak langsung1. Jangka waktu perputaran modal kerja/ minggu 7 hari2. Jumlah hari kerja per bulan 26 hari
Jadi lebutuhan biaya tidak langsung adalah 501,846
C Kebutuhan total biaya operasional (7 hari) adalah 4,701,846
D Kebutuhan biaya modal kerja tahun pertama (Rp)
a. Bahan penolong 131,040,000 b. Upah langsung 65,520,000 c. Gaji 13,368,000 d. Pemasaran dan transportasi 4,200,000 e. Listrik 4,800,000 f. Besar margin pembiayaan 3,174,750 g. Penyusutan 8,410,000
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 40
Lampiran 5.: Proyeksi Pendapatan Industri Konveksi Pakaian Jadi *)
Uraian
1. Produksi per hari 400 2. Produksi per bulan 10,400 3. Produksi per tahun 4,160,000 4. Pendapatan per tahun a. Tahun - 1 262,080,000 b. Tahun - 2 5% 275,184,000 c. Tahun - 3 5% 288,943,200 d. Tahun - 4 5% 303,390,360 e. Tahun - 5 5% 318,559,878
Pendapatan untuk satu tahun
*) data penelitian tahun 1998
Total
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
41
Lampiran 6.: Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Konveksi Pakaian Jadi
Kenaikan harga bahan, harga jual dan upah per tahun = 5%
Jumlah
Uraian 1 2 3 4 5 Total
A. Penerimaan 262,080,000 275,184,000 288,943,200 303,390,360 318,559,878 1,448,157,438 Total Penerimaan 262,080,000 275,184,000 288,943,200 303,390,360 318,559,878 1,448,157,438
B. Pengeluaran a. Biaya operasional 1. Bahan penolong 131,040,000 137,592,000 144,471,600 151,695,180 159,279,939 724,078,719 2. Upah tenaga langsung 65,520,000 68,796,000 72,235,800 75,847,590 79,639,970 362,039,360 3. Gaji pemilik dan karyawan tetap 13,368,000 14,036,400 14,738,220 15,475,131 16,248,888 73,866,639 4. Pemasaran dan Transportasi 4,200,000 4,410,000 4,630,500 4,862,025 5,105,126 23,207,651 5. Listrik dan air 4,800,000 5,040,000 5,292,000 5,556,600 5,834,430 26,523,030 b. Penyusutan 8,410,000 8,410,000 8,410,000 8,410,000 8,410,000 42,050,000 c. Angsuran margin pembiayaan 3,174,750 3,174,750 3,174,750 - - 9,524,250 Total Pengeluaran 230,512,750 241,459,150 252,952,870 261,846,526 274,518,352 1,261,289,648
C. R/L sebelum pajak 31,567,250 33,724,850 35,990,330 41,543,834 44,041,526 186,867,790 D. Pajak (15%) 15% 4,735,088 5,058,728 5,398,550 6,231,575 6,606,229 28,030,168 E. R/L setelah pajak 26,832,163 28,666,123 30,591,781 35,312,259 37,435,297 158,837,621 F. Profit on sales 10.24% 10.42% 10.59% 11.64% 11.75% 10.97%
BEP (rupiah) 70,358,993 70,358,993 70,358,993 51,077,419 51,077,419 313,231,819 Rata-rataBEP (rupiah) 62,646,364
Tahun
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 42
Lampiran 7.: Proyeksi Arus Kas Usaha Konveksi Pakaian Jadi
Uraian Tahun - 0 Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5
A. Arus Masuk 1. Total Penjualan - 262,080,000 275,184,000 288,943,200 303,390,360 318,559,878 2. Pembiayaan a. Investasi 34,550,000 - - - - - b. Modal kerja/eksploitasi 2,800,000 - - - - - 3. Modal sendiri 51,901,846 - - - - - 4. Nilai sisa proyek - - - - - 22,500,000
Total arus masuk 89,251,846 262,080,000 275,184,000 288,943,200 303,390,360 341,059,878 Arus masuk bersih - 262,080,000 275,184,000 288,943,200 303,390,360 341,059,878
B. Arus keluar 1. Biaya Investasi 84,550,000 - 2. Biaya Operasional 4,701,846 - - - - 15,099,000 3. Modal kerja a. Bahan penolong - 131,040,000 137,592,000 144,471,600 151,695,180 159,279,939 b. Upah tenaga langsung - 65,520,000 68,796,000 72,235,800 75,847,590 79,639,970 c. Gaji pemilik dan karyawan tetap - 13,368,000 14,036,400 14,738,220 15,475,131 16,248,888 d. Pemasaran dan Transportasi - 4,200,000 4,410,000 4,630,500 4,862,025 5,105,126 e. Listrik dan air - 4,800,000 5,040,000 5,292,000 8,410,000 5,834,430 4. Angsuran pokok Pembiayaan 12,450,000 12,450,000 12,450,000 - - 5. Angsuran Margin 3,174,750 3,174,750 3,174,750 - - 6. Pajak - 4,735,088 5,058,728 5,398,550 6,231,575 6,606,229
Total Arus keluar 89,251,846 239,287,838 250,557,878 262,391,420 262,521,501 287,813,581 Arus keluar bersih 89,251,846 223,663,088 234,933,128 246,766,670 262,521,501 287,813,581
C. Total Arus kas (NCF) - 22,792,163 24,626,123 26,551,781 40,868,859 53,246,297 Kumulatif - 22,792,163 47,418,285 73,970,066 114,838,924 168,085,221
D. Arus kas bersih (89,251,846) 38,416,913 40,250,873 42,176,531 40,868,859 53,246,297 a. DF 8.5% 1.00000 0.92166 0.84946 0.78291 0.72157 0.66505 b. PV (89,251,846) 35,407,293 34,191,316 33,020,347 29,489,918 35,411,206 Kumulatif Arus kas bersih (89,251,846) (53,844,554) (19,653,237) 13,367,110 42,857,028 78,268,234
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
43
Lampiran 8. Proyeksi Perolehan Margin
Jumlah
1 Total Biaya Investasi 84,550,000 Pembiayaan untuk pembelian mesin jahit, mesin juki mesin obras, mesin potong dan mesin itik 34,550,000
2 Total Biaya modal kerja 4,701,846 Pembiayaan pembeliaan bahan penolong 2,800,000
3 Total Biaya produksi 89,251,846 a. Pembiayaan 37,350,000 b. Modal sendiri 51,901,846
4 Total pembiayaan dan Margin 21,848,500 a. Pembiayaan investasi Margin Investasi 8,810,250 b. Pembiayaan modal kerja 2,800,000 Margin Modal kerja 714,000 c. Total margin 9,524,250
Keterangan:
Angsuran pengembalian pembiayaan
1 tahun 12 bulanMargin 8.5% (setara flat rate per tahun)
A Pembiayaan Investasi 34,550,000 Jangka waktu 3 tahunBesarnya margin 8,810,250 Uang muka 0Angsuran pokok per tahun 11,516,667 Angsuran margin per tahun 2,936,750
B Pembiayaan modal kerja 2,800,000 Jangka waktu 3 tahunBesarnya margin 714,000 Uang muka 0Angsuran pokok per tahun 933,333 Angsuran margin per tahun 238,000
Uraian
Lampiran
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI 44
Lampiran 9. Pola Pembiayaan Syariah pada Perbankan Syariah
No. Parameter BRI BMI BSM BSMI BNIS
1 Besar rata-rata (kisaran terkecil 9.45% - 18.26% 19% - 22% 19% - 22% 15% - 24% 9,00% - 10,00%dan terbesar) margin yang (flat rate p.a) eff. p.a eff. p.a eff. p.a. (flat rate p.a)diberikan sampai saat ini (tergantung
jangka waktu pembiayaan)
2 Besar rata-rata (kisaran terkecil menyesuaikan (95% - 5%) - kisaran bagsil Nasabah: Tergantung dan terbesar) nisbah bagi hasil dgn base rate (77% - 23%) dengan 0,3% - 85,3% Revenue atauyang diberikan sampai yg ada di BRI, yi: ekspektasi Bank: Profit mudharibsekarang 17% - 24% return bank: 14,7% - 99,7% Dengan patokan
eff. Rate p.a 16,08% - 19.08% expected returnp.a. effektif bank berkisar
Adapun nisbah bank 14% - 18% p.atergantung perban-dingan antara eksp.bank dan realisasi penjualan nasabah
3 Besar rata-rata (kisaran terkecil 9.45% -18.26% 19% - 22% 19% - 22% belum ada belum adadan terbesar) ijarah dan (flat rate p.a) eff. p.a portfolionya portfolionyaistishna' yang diberikan sampai (tergantungsekarang jangka waktu
pembiayaan)
Keterangan
*) Data per bulan Juni 20061 BRI = Bank Rakyat Indonesia2 BMI = Bank Muamalat Indonesia3 BSM = Bank Syariah Mandiri4 BSMI = Bank Syariah Mega Indonesia5 BNIS = Bank Negara Indonesia Syariah
Besaran *)
USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI
45
Lampiran 10
CONTOH NOTA KESEPAKATAN PROYEK KEMITRAAN TERPADU PAKAIAN JADI
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ....................tanggal ....................oleh dan antara : 1. PERUSAHAAN ...................., beralamat di....................... dalam hal ini diwakili secara sah oleh
Sdr. ....................beralamat di ........................KTP no.............., selaku ..................,oleh karena bertindak untuk dan atas nama PERUSAHAAN yang didirikan tanggal .............berdasrkan Akta Notaris..............di......dan telah mendapat pengesahan Menteri Kehakiman berdasarkan SK nomor.........tanggal......dan telah diterbitkan dalam Lembaran Berita Negara nomor.....tanggal......selanjutnya disebut PIHAK I.
2. Koperasi ...................., suatu koperasi primer beralamat di ..........dalam hal diwakili secara sah
berdasarkan RAT terakhir tahun ....oleh....beralamat di ............KTP no.........sebagai Ketua Koperasi dengan Badan Hukum No. : ...................., tanggal ...................., SIUP nomor............tanggal..............., TDP nomor..........tanggal ................., bertindak untuk dan atas nama